ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN DI MASJID RAYA AL -MASHUN MEDAN
TESIS OLEH
ACHY ASKWANA NIM, 127037012
PROGRAM STUDI MAGISTER ( S2 ) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN DI MASJID AL-MASHUN MEDAN
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh
ACHY ASKWANA NIM, 127037012
PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2015 Judul Tesis
ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMENTASI DI MASJID AL-MASHUN MEDAN
Nama
Achy Askwana
Nomor Pokok
127037012
Program Studi
Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Menyetujui Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Frof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.S NIP. 196209251989031017
Drs. Azmi, M.Si NIP. 196504131991031003
Program Studi: Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
Fakultas Ilmu Budaya
Ketua,
Dekan,
Drs. Irwansyah, M.A. NIP.196211221 1997031001
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP.19511013 1976031001
Tanggal lulus: Telah diuji pada tanggal
PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS
Ketua
: Drs. Irwansyah, M.A.
(.................................)
Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum.
(..................................)
Anggota I : Frof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.S
(..................................)
Anggota II: Drs. Azmi, M.Si
(..................................)
Anggota III : Dr. H. Muhizar Muchtar, M.S.
(.................................)
ABSTRACT
This research deals with ornaments which found in the Mosque of AlMashun in Medan North Sumatera Province. Based on the analysis of form characteristic and its background concept, the writer find out that the ornament consist of several values which have close relationship to visual art, ideology and religion. In this thesis the writer uses several relevant theories to drow conclusion for determination, he uses semiotic and visual art theories. Based on the theories, the writer tries to understand and appreciate the meaning of the selected ornaments to classify the form. He also makes these activities be come the reference of the material of the research. The result of the research shows that the beauty of the ornaments in the mosque Al-Mashun is not merely only the visual art, but dhey also express the glory of Deli Sultante, the culture of Deli Malaya the adoration to the Almighty God.
Key word : characteristics, ornaments, mosque of Al-Mashun, semiotics, visual art.
ABSTRAK
Penelitian ini adalah mengkaji ornamentasi yang terdapat pada masjid AlMashun diwilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Analisis figuratif bentuk berdasarkan latar belakang konsep yang menghubungkan terdapatnya kandungan nilai-nilai artistik (visual art), nilai-nilai ideologi dan nilai-nilai agama. Peneliti ingin melihat sebagaimana pertanyaan yang di buat sebagai kerangka arah untuk mengetahui aspek-aspek yang dihadirkan oleh sejumlah ornamen yang melekat di masjid Al-Mashun Medan. Dalam tesis ini penulis menggunakan sejumlah teori terkait untuk mendapatkan kesimpulan, dan sebagai teori penentu adalah teori semiotika (teori makna) dan teori seni rupa. Dengan landasan teori ini peneliti berupaya mendapatkan kandungan makna pada ornamentasi di masjid Al-Mashun. Dengan pendataan ornamen yang di pilih serta memberikan klasipikasi bentuknya, maka bagian tersebut menjadi acuan bagi penulis sebagai bahan penelitian. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keindahan ornamen-ornamen yang melekat pada masjid Al-Mashun di kota Medan tidak hanya sekedar sebagai nilai visual belaka, tetapi merupakan sebuah fakta bahwa karakteristik ornamentasi tersebut adalah suatu bentuk pernyataan karismatik Kesultanan Deli dan budaya Melayu Deli serta sebuah presentatif kecintaan terhadap Tuhan.
Kata Kunci : karakteristik, ornamentasi, masjid Al-Mashun, semiotika, seni rupa
PRAKATA
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena atas karunia dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat beriring salam penulis haturkan pada Nabi Junjungan Muhammad S.A.W beserta keluarga beliau, sahabat beliau, para suhada dan tabi’in-tabi’in. Terima kasih atas kebanggaan kepada kedua orang tua penulis ayah (asmady hs) dan omak (suryani), saudara (adik-adik penulis), sejauh ini kalian senantiasa memberikan motivasi yang terbaik bagi penulis sehingga sampai selesainya tesis ini. Terima kasih juga kepada istri (januarti devi kondany) dan anak-anak penulis (nurul askwana dan fahri askwana) yang tidak terlepas dari kontribusi yang diberikan baik waktu dan pengertian selama proses perkuliahan di Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universits Sumatera Utara. Tentunya penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M,Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Seni dan Budaya yang telah memberikan fasilitas dan sarana pembelajaran selama penulis menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara. Terima kasih khusus kepada Dosen Pasca Sarjana di Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Universitas Sumatera Utara : Bapak Drs. Irwansyah, M.A., selaku Ketua Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni
Fakultas Seni Ilmu Budaya (USU), selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih kepada Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hun., selaku Sekretaris Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan petunjuk teknis penulisan tesis sampai penelitian ini selesai. Bapak Prof. Dr. Ikwanuddin Nst., M.Si., selaku pembimbing I yang senantiasa sabar memberikan petunjuk dalam proses penelitian tesis penulis, Bapak Drs. Azmi, M.Si., selaku pembimbing II yang selalu siap mengarahkan penulis dalam penelitian ini, Bapak Dr. H. Muhizar Muchtar, M.S., selaku penguji dan memberikan masukan yang sangat berarti bagi penulis, sehingga penulis banyak mengembangkan kaitan didalam pengkajian penelitian tesis ini. Terima kasih yang tak terhingga kepada Dosen-dosen Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Muhammad Takari, M.A., Ph.D., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ph.D., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Dra. Rithaony, M.A., Ibu Asmyta, S., M.S., Bapak Dr. Budi Agustono, S.U., Bapak Dr. Ridwan Hanafiah, SH, M.A., selaku Dosen Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni (USU). Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai Sekretaris Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kepada Ibu Hj. Andriani selaku Kepala Seksi Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Medan, Bapak Tengku Sahar selaku juru kunci istana
Maimoon, Bapak H. Ulumuddin selaku ketua kenajiran masjid Al-Mashun, Bapak Sastra Gunawan sebagai Budayawan, Bapak Amran Eko Prawoto yang banyak memberikan masukan informasi seni rupa terhadap penelitian penulis, kepada teman-teman seangkatan Pasca Sarjana Prodi Penciptaan dan Pengkajian Seni Universitas Sumatera Utara Penulis menyadari hasil tesis ini masih jauh belum maksimal, untuk itu banyak harapan penulis untuk kesemua kalangan terutama masyarakat Melayu Deli dan para generasi muda di seluruh tanah air, dapat memberikan masukan berupa kritikan dan saran sebagai penyempurnaan kearah yang lebih baik penelitian tesis ini. Dengan demikian penulis menghaturkan terima kasih kesemua pihak dan maaf atas segala sesuatu yang mungkin terjadi selama penulis melakukan penelitian ini. Akhir kata harapan penulis bagi kesemua pihak terkait semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.
Medan , Januari 2015
Achy Askwana NIM : 127037012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
1, Nama
: Achy Askwana
2. Tempat/tanggal lahir
: Tanjungbalai 12 Desember 1969
3. Jenis kelamin
: Laki-laki
4. Agama
: Islam
5. Kewarganegaraan
: Indonesia
6. Alamat
: Jalan Topaz 6 no. 14 Perum. Bumi Serdang Damai, Marindal, Kab. Deliserdang
7. Pekerjaan
: Guru SMA N 1 Delitua, Deliserdang
8. Nomor telepon
: 081396267969
9. Pendidikan : 1. SD 2. SMP 3. Sarjana Seni Rupa Universitas Negeri Medan 4. Pada tahun 2012/2013 diterima menjadi mahasiswa Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
PERNYATAAN
Dengan ini saya Achy Askwana menyatakan bahwa dalam tesis ini sebelumnya tidak pernah diajukan sebagai karya untuk suatu kepentingan dan memperoleh gekar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi lain, kemudian sepengetahuan saya penelitian ini tidak terdapat pada karya orang lain dan diterbitkan sebagai karya ilmiah yang sama, kecuali karya tulisan lain yang mengacu pada naskah saya dan disebutkan didaftar pustaka.
Medan, 7 Januari 2015
Achy Askwana NIM : 127037012
DAFTAR ISI HALAMANJUDUL……………………………………………………... ABSTRACT……………………………………………………………… ABSTRAK……………………………………………………………….. DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………..... HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………... DAFTAR ISI……………………………………………………………...
BAB. I
PENDAHULUAN
BAB II
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………… 1.2 Pokok Permasalahan …………………………………... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………… 1.3.1 Tujuan Penelitian……………………………………… 1.3.2 Manfaat Penelitian……………………………………. 1.3.2.1 Bagi Mahasiswa…………………………….. 1.3.2.2 Bagi Fakultas………………………………... 1.3.2.3 Bagi Masyarakat…………………………….. 1.3.2.5 Bagi Peneliti…………………………………. 1.4 Landasan Konsep dan Teori………………..................... 1.4.1 Konsep…………………………………………………. 1.4.2 Teori……………………………………………………. 1.4.2.1 Teori Difusi………………………………….. 1.4.2.2 Teori Semiotika……………………………… 1.4.2.3 Teori Seni Rupa ( visual art )………………... 1.5 Metode Penelitian……………………………………… 1.5.1 Jenis Penelitian……………………………………….... 1.5.2 Penelitian Lapangan…………………………………… 1.5.3 Fokus Penelitian……………………………………….. 1.5.4 Teknik Pengumpulan Data……………………………. 1.5.4.1 Obsevasi…………………………………….. 1.5.4.2 Wawancara…………………………………. 1.5.4.3 Tekhnik Analisis Data………………………. 1.6 Studi Kepustakaan………………………………………. 1.7 Sistematika Penulisan…………………………………… LINTAS SEJARAH
i iv v vi vii viii
1 12 12 12 12 13 13 14 14 14 15 18 21 22 27 31 31 33 34 34 35 35 36 36 47
2.1 Masuknya Islam di Sumatera Utara……………………… 2.1.1 Kesultanan Deli………………………………………… 2.1.2 Masjid Al-Mashun Medan……………………………... 2.1.3 Budaya dan Agama…………………………………….. 2.1.4 Ideologi Melayu dan Syariat Islam…………………….. BAB III
DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MASHUN MEDAN 3.1 Sistematika Deskripsi…………………………………….. 3.2 Deskripsi Ornamen………………………………………. 3.2.1 Gambaran Umum………………………………………. 3.2.2 Urutan Perbagian Ornamen……………………………..
BAB IV
107 107 111 112 112 113 114 114 115 115 130 133 133 135 116
MAKNA ORNAMEN MASJID AL-MASHUN 5.1 Aspek Pisik……………………………………………… 5.1.1 Nilai Artistik……………………………………… 5.1.2 Makna bentuk……………………………………. 5.2 Aspek Sosial……………………………………………... 5.2.1 Kerabat Langsung…..……………………………… 5.2.2 Masyarakat Umum…..…………………………….
BAB VI
67 68 68 69
STRUKTUR ORNAMEN MASJID AL-MASHUN 4.1. Struktur Bentuk……………………………………… 4.1.1 Bentuk…………………………………………… 4.1.1.1 Motif Flora………………………………….. 4.1.1.2 Motif Fauna………………………………… 4.1.1.3 Motif Manusia……………………………... 4.1.1.4 Motif Alam Benda…………………………. 4.1.1.5 Motif Imajinasi Abstrak……………………. 4.1.1.6 Motif kaligrafi……………………………… 4.1.1.7 Motif Geometris…………………………… 4.1.2 Integrasi Ornamen……………………………………. 4.1.3 Dimensional………………………………………….. 4.1.4 Media…………………………………………………. 4.1.5 Tekhnik……………………………………………….. 4.2 Struktur Komposisi……………………………………... 4.3 Struktur Objek…………………………………………..
BAB V
49 51 57 62 65
PENUTUP
159 159 162 165 166 171
6.1 Kesimpulan………………………………………………
175
6.2 Saran……………………………………………………..
178
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Identitas Melayu merupakan kenyataan yang dapat di lihat utuh serta
dikenali sebagai sesuatu yang dimiliki oleh sekelompok orang. Ciri khas identitas Melayu adalah hasil sebuah produk budaya yang kehadirannya bisa apa saja. Produk budaya tersebut berlangsung berulang-ulang sehingga tidak asing lagi dikenali sebagai bentuk identitas yang senantiasa melekat terhadap sekelompok masyarakat. Masyarakat sebagai makluk hidup yang kompleks, kepentingan utamanya bukan hanya memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, tempat tinggal dan pakaian, tapi ada kepentingan lain yakni identitas yang berpedoman kepada nilai kehidupan misalnya kebutuhan agar dapat dihargai, bermartabat, pengayoman, serta saling mengasihi. Kehadiran suatu nilai identitas bersifat abstrak. Nilai identitas tidak dapat di ukur baku tetapi kapasitasnya dapat diungkap lewat simbol budaya. Dalam simbol budaya masyarakat Melayu kedudukan nilai terhadap aspek tertentu bisa lewat karya seni. Pada umumnya dalam karya seni tersebut sudah melekat ungkapan nilai yang disepakati bersama untuk kepuasan tertentu pula. Kepuasan inilah merupakan kebutuhan dasar yang bertumpu pada ukuranukuran tertentu serta difungsikan sebagai sebuah pendekatan alamiah. Pendekatan secara alamiah menimbulkan kesepakatan untuk memberdayakan nilai-nilai tersebut sebagai bahagian penting dalam kehidupannya.
Dalam memperdayakan kehidupannya manusia sejak awal mengenal lingkungan alam sekitarnya sebagai kepentingan utama. Solidaritas sosial serta pemahaman terhadap lingkungan di jalin sesuai dengan kesepakatan secara alamiah. Inilah fungsi nilai sebagai konsep ideologi di mulai. Budaya lahir atas interaktif sosial serta memiliki kepentingan yang sama dalam ruang yang sama. Proses kesepakatan itu melalui waktu yang cukup panjang. Kesengajaan pembentukan nilai-nilai yang akan diterapkan pada sistem tatanan kehidupan sehari-hari dilakukan dengan pengumpulan ide dan gagasan. Keterkaitan orang-orang yang di anggap
penting, dilibatkan sebagai sumber
penentu. Dedikasi seorang dukun, kepala suku, tetua adat, orang yang memiliki kemampuan khusus seperti ahli dalam berburu, perang, berorasi dan lain sebagainya, biasanya mereka ini dapat dijadikan sumber penentu karena gagasangagasan mereka. Sejumlah orang-orang yang di anggap penting tersebut menyumbangkan pikiran, konsep serta petunjuk yang dapat di ambil serta dibenarkan dalam musyawarah, berikutnya diperlakukanlah sebagai suatu sistem dikalangan mereka. Tujuannya sederhana bahwa untuk mempertahankan hidup sebagai suatu kedaulatan yang harus dilaksanakan dan dihormati oleh siapapun. Norma atau peraturan ini masih sesuatu bersifat abstrak yang sebahagian masih berupa kerangka di dalam otak. Sebahagian lain berbentuk prilaku yang ideal yang memberikan corak dan jiwa yang diimplementasikan dalam tatanan kehidupan yang serasi, seimbang dan selaras. Inilah adat istiadat yang bersifat
umum serta turun temurun, apabila di langgar akan merasa tidak nyaman dibenaknya. Kalangan antropolog dan sosiolog menyebutnya sebagai cultural system. Dengan demikian maka keberadaan yang pantas diakui oleh setiap orang atas harkat dan martabat disuatu kelompok masyarakat, dengan sendirinya dapat difahami adanya pengertian suatu ikatan, sekaligus kedaulatan yang memberikan perlindungan hukum serta kekuatan. Buah pikiran yang membentuk kesepakatan tersebut diletakkan pada kepentingan yang khusus dan umum namun masih saja dalam kawasan seputar wilayah masyarakat kelompok tertentu saja. Penjelmaan konsep buah ide dari hasil pemikiran yang dijadikan panduan dan membentuk unsur-unsur makna tertentu sehingga disepakati sebagai bahagian komponen kepentingan yang sama. Berikutnya bergerak meluas melewati batasan lingkaran masyarakat penggunanya yaitu pada masyarakat disekitarnya yang tidak termasuk di dalam koridor kesepakatan-kesepakatan itu. Sehingga secara tidak langsung sinyal-sinyal konsep sebagai keberadaan identitas tersebut besar atau kecil dapat diketahui oleh kelompok di luar masyarakat disekitarnya. Kedudukan kedaulatan di wilayah masyarakat merupakan hal yang sangat penting, bukan saja menjaga struktur atau untuk memanajemen sistem yang diperlakukan, akan tetapi keberadaan yang dinyatakan sebagai pemilik teritorial wilayah kekuasaan yang patut diakui oleh kelompok masyarakat disekitarnya. Sehingga dinamika budaya
menempatkan suatu kelompok masyarakat
yang memiliki adab yang bermartabat. Dengan demikian keberadaan suatu
kelompok tersebut mampu memiliki kedaulatan yang memiliki identitas Melayu di kota Medan. Kota Medan merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh masyarakat Melayu. Kehidupannya diawali dengan hasrat untuk membentuk pola hidup berkeluarga, membentuk ikatan dalam suatu struktur masyarakat, dan akhirnya membentuk Negara. Dalam kesatuan aksi seperti itu, ada pola kerja dan tatanan yang di ciptakan sehingga menuju sasaran akhir, yaitu pemenuhan tujuan hidup (Wiranata, ciri-ciri kehidupan kolektif, Antropologi Budaya : 2011). Seperti telah disebutkan bahwa adanya kedaulatan di dalam kelompok masyarakat, dengan sendirinya isyarat sinyal teritorial merupakan wilayah yang harus dapat dihormati oleh di luar wilayah kelompok masyarakat itu. Sinyal-sinyal itu dapat berupa tanda-tanda yang dihadirkan sebagai mewakili kebudayaan di masyarakat. Ada yang berwujud ada pula yang tidak berwujud. Perwujudan ini dikategorikan pada bentuk-bentuk psikis atau yang bersifat material, seperti dapat disentuh, dilihat, bergerak atau diam. Misalnya altar (batu persembahan), tugu, patung, pakaian dan lain sebagainya. Demikian dari sisi lain terdapat visualisasi berupa karakter gambar-gambar yang diletakkan pada bidang tertentu, membawa arti dan makna yang penting harus diketahui oleh pemilik budaya tersebut. Contoh seperti gambar babi hutan dengan tombak diatasnya, di gambar oleh manusia zaman purba di dinding goa. Gambar tersebut sebagai alat komunikasi untuk menandakan adanya sesuatu fakta di dalam peristiwa hidup ketika itu.
Sedangkan tidak berwujud adalah sesuatu yang hanya dapat dirasakan oleh indera pendengaran saja.
Contoh ketika sebuah bunyi didengarkan untuk
menandai sesuatu yang penting, maka kehadirannya tidaklah berwujud, namun dapat diketahui sebagai sesuatu yang bermakna. Hal itu sangatlah akurat dan adalah bahagian yang tidak di anggap sederhana. Misalnya bunyi kentongan yang khas didengarkan sesuai dengan arti tertentu, seperti nada bunyi untuk mengumpulkan masyarakat, bunyi genderang perang atau bunyi kentongan kematian. Setiap suku di sebut sebagai kebudayaan daerah tentunya memiliki corak tersendiri dalam arti kekhasan tradisi akan diketahui dari aktifitas
sosial,
komunikasi bahasa, bahkan kebiasaan adat istiadat ketika melaksanakan upacara maupun pesta. Penandaan kekhasan juga terdapat pada simbol-simbol berupa gambar dalam bentuk hiasan yang di sebut ornamen diterapkan pada tempat atau media tertentu sehingga keberadaan dari suatu kepemilikan kebudayaan dapat dikenali. Tidak heran pula di zaman modern ini ornamen-ornamen didapati pula pada tempat-tempat yang di anggap istimewa dan khusus, yang pada dasarnya hampir tidak ada hubungannya dengan tradisi. Seperti gedung perkantoran, kafe, hotel, rumah pribadi dan rumah ibadah dan lain sebagainya. Semua hal itu tentunya mengartikan untuk mendapatkan sesuatu sebagai nilai tambah. Demikian tanda-tanda tradisi tersebut difungsikan sebagai sesuatu yang istimewa karena di miliki oleh kelompok tertentu untuk terus memelihara warisan leluhur.
Sosok fisik bangunan Rumah Ibadah yang di sebut Masjid bagi umat agama Islam adalah sesuatu tempat ibadah atau tempat shalat (menyembah kepada Allah S.W.T., Tuhan pencipta alam semesta). Selain tempat shalat, juga difungsikan sebagai tempat bermusyawarah, belajar dan lain-lain dengan tujuan untuk kemaslahatan umat. Masjid adalah sebuah bangunan khusus di buat untuk tempat berkumpulnya sejumlah orang untuk beribadah kepada Tuhan sang pencipta alam semesta sebagaimana ajaran agama Islam. Nabi Muhammad S.A.W. adalah pembawa risalah ajaran agama Islam dalam kitab sucinya Al Qur’an. Sebagai tuntunan setiap pemeluk agama Islam berkewajiban untuk mengembangkan risalah agama tersebut kesetiap orang. Tidak heran banyaknya pedagang Islam sampai pada ke dataran pantai yang dikunjungi, jauh di luar tanah Arab, di samping berniaga di situ pula mereka berdakwah dalam berbagai metode penyampaian. Sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia memiliki sejumlah perdebatan pendapat para ahli, akan tetapi banyak menyimpulkan awal masuknya pada abad 1 H (abad ke 7-8 M) langsung di bawa oleh bangsa Arab. Daerah yang pertama yang dikunjungi islam adalah pesisir Sumatera yaitu Aceh. Sebahagian para ahli yang menyatakan bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke 13 M. Pembuktian itu ditemukannya artefak yang berupa nisan kuburan dari Samudra Pasai yang memuat nama Sultan Malik as Saleh yang berangka tahun 696 H ( 1297 M ), serta sejumlah nisan yang lainnya dari abad berikutnya. Sumber lain juga mendukung adalah laporan perjalanan Marco Polo yang singgah
di Perlak tahun 1292 M. laporan ini menyebutkan bahwa di daerah Perlak sudah terdapat pemukiman masyarakat Islam di sana. Banyak sejarawan lain yang menuliskan datangnya agama Islam ke Indonesia di bawa oleh pedagang Gujarat, Persia dan sebagian besar dari bangsa Arab. Kemudian
menyebarkan ajaran agama Islam tersebut awalnya melalui
perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, dakwah (penyeruan atau ajakan), dan kesenian. Setelah beberapa waktu berada di Indonesia Islam mulai kuat dan memainkan peranan penting dalam politik, sehingga sebagian pihak ingin melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Hindu / Budha dan berkeinginan untuk berkuasa sendiri dengan jalan masuk agama Islam ( Baiduri, dari : Leur 1955:165167 ). Ajaran agama Islam dapat diterima di masyarakat Melayu kemudian masjid didirikan sebagai tempat ibadah dan menciptakan ciri khas identitas terpenting. Wujud masjid merupakan tanda bahwa masyarakat muslim disekitarnya menetap dan hidup dalam tatanan agama Islam. Latar belakang perkembangan berdirinya berbagai masjid di Indonesia merupakan upaya penyebaran agama dan peribadatan dan tentu dalam hal itu menjadi faktor penentu dari gaya arsitektur dan ornamentasi di masjid yang ada di sepenjang sejarah Indonesia. Masyarakat Melayu yang berada di Sumatera Utara di kota Medan di kenal dalam sejarahnya dengan identitas Melayu Deli. Hubungan budaya Melayu
dengan agama Islam sangat kuat dan berpengaruh di dalam konteks pemerintahan kerajaan dan serta pola hidup masyarakat disekitarnya. Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya yang berada di Medan Provinsi Sumatera Utara ini adalah salah satu masjid peninggalan masa pemerintahan kerajaan Melayu Deli. Sebagai Identitas budaya yang di kenal sebagai salah satu simbol kejayaan kerajaan Kesultanan Deli pada masa pemerintahan Sultan Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah 1873 M. Pada masa itu perdagangan tembakau semakin maju dan kemakmuran Kesultanan Deli pada puncaknya. Beliau mendirikan Istana Maimoon, Masjid Raya dan Balai Kerapatan Tinggi serta fasilitas-fasilitas kepentingan umum (Baiduri, masjid raya al ma’shun medan, tinjauan arsitektural dan ornamental, 2012). Masjid Raya Medan tersebut begitu agung dan keindahannya memukau. Ditinjau dari aspek pisik arsitektur bangunannya memiliki keunikan tersendiri. Siapa yang melihatnya akan terpukau untuk ikut merasakan keindahannya. Terlepas dari fungsi masjid dari konsep agama dan ibadah, salah satu unsur yang dapat dijadikan sebagai nilai artistik serta terhubung dengan nilai tradisi diantaranya adalah sejumlah ornamen-ornamen yang dianggap sebagai identitas baik kekuasaan maupun ideologi dari salah satu khas budaya. Hampir di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tertatah dengan ulir-ulir sejumlah ornamen sebagai sebuah lambang kemegahan dan keindahan. Dibalik ornamen-ornamen tersebut tentunya melekat makna yang terkandung dari unsur pilosofis . Akan tetapi, benarkah ciri-ciri khas suku Melayu tersebut benar-benar
murni sebagai hak kepemilikkan suatu budaya yang tertatah dalam dekorasi masjid Al-Mashun tersebut, atau masih terdapat pemiuhan akulturasi budaya sehingga dapat diketahui bahwa adanya kontribusi lain atau kepentingan kedaulatan pada masa itu sehingga melatar belakangi corak ornamennya. Keterkaitan apapun yang ada didalamnya fakta pisik sebagai bentuk yang berwujud memberikan nuansa tersendiri bagi siapa saja yang dapat menikmatinya secara visual. Artinya jika kita tidak mementingkan kedudukan khasnya suatu suku atau tradisi tertentu tidaklah sangat menjadi persoalan. Karena keindahan bersifat subyektif. Siapa pun boleh menaruh tinggi rendah nya nilai yang tercipta dari keberadaan bentuk keindahan yang di apresiasi. Sangat berbeda pula jika kita melihat kedudukan ornamen tersebut bukan hanya berfungsi sebagai dekorasi belaka, tetapi memikul sederetan ideologi yang di bangun semenjak nenek moyang. Tentunya keterkaitan konsep budaya dengan tatanan kehidupan merupakan sebuah citra luhur yang di usung dalam simbolsimbol yang dilambangkan secara visualisasi atau berwujud gambaran atau bentuk. Sehingga terkadang kedudukan simbol dapat menjadi paling utama. Kenyataannya ornamen tersebut tidaklah di pandang sederhana seakan cukup hanya sebagai pengisi ruang kosong agar media tampak menjadi lebih indah, akan tetapi jauh dari itu struktur budaya dari suatu suku bahwa simbolsimbol tersebut merupakan sebagai sebuah rumusan ideologi. Dalam hal ini penulis melihat fenomena yang terkait bahwa ornamen yang melekat di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tentu membawa arti penting seperti kandungan makna di balik bentuk-bentuk yang ada dengan memberikan
tujuan maksud tersendiri. Dilain pihak kontekstual sosial baik masyarakat suku Melayu Deli sendiri maupun orang lain di luar suku Melayu memahami ornamen masjid Al-Mashun tersebut sebagai sesuatu nilai yang berbeda. Kehadiran ornamen di dalam budaya membentuk kedudukan yang bersifat otoritas, hak kepemilikan hanya suatu suku saja. Citra luhur yang di anggap sebagai nilai-nilai kebaikan, keagungan, keyakinan dan lain sebagainya yang digambarkan melalui simbol-simbol atau lambang, sering dijadikan sebagai sebuah keakuan. Ciri-ciri khas yang dapat dikenali karena adanya keakuan dan identitas tersebut, lewat kehadiran ornamen-onamen maka akan ditemukan pemahaman bahwa suatu suku menyatakan “kita bangga karena kita memiliki keluhuran“. Dalam catatan diatas, penulis berasumsi bahwa ornamen-ornamen yang ada di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut didirikan atas kepentingan pihak Kesultanan sendiri sebagai Adikuasa dan bentuk ornamen di masjid Al-Mashun merupakan wajah kejayaan Suku Melayu Deli. Kemudian fungsi lain sebagai nilai-nilai yang menyangkut Keagungan Tuhan. Kesimpulan sementara yang menjadi pertanyaan penulis atas dua hal, yang pertama yakni terkaitnya ornamen-ornamen yang ada di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut berhubungan langsung dengan nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki oleh Sultan Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah sebagai suku melayu. Yang kedua ornamen-ornamen itu sendiri justru aslinya berasal dari Negaranegara Islam yang berbeda-beda. Sehingga muncul dugaan sementara penulis
bahwa ornamen-ornamen yang diletakkan di setiap bagian masjid justru mengutamakan hal-hal yang berhubungan dengan religi. 1.2. Pokok Permasalahan Dalam paparan uraian yang penulis buat di atas dapatlah dirumuskan permasalahan yang akan dijadikan dalam penelitian ini adalah bagaimana corak dan bentuk ornamen yang menghiasi di setiap bagian fisik bangunan masjid raya Al-Mashun Medan tersebut. Dengan indikasi fakta dari bentuk-bentuk yang diketahui berakar dari asal budaya di luar Indonesia sebagai pemeluk agama Islam yang telah menjadi bagian budaya Melayu, memberikan konsep tertentu setelah diaplikasikan di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan untuk dapat melihat penelitian ini kesuatu arah fokus masalah sebagai berikut. 1. Apa yang melatar belakangi Pemerintahan Kesultanan Deli untuk membuat Ornamen yang bukan cenderung bercorakkan khas milik budaya Melayu asli di masjid raya Al-Mashun. 2. Mengapa tidak memilih corak khusus budaya Melayu sebagai budaya lokal saja agar identitas kekuatan budaya Melayu tampil lebih dominasi. 3. Makna apa saja yang terkandung dalam sejumlah tipologi ornamen yang diterapkan di Masjid raya Al-Mashun Medan ini, yang kemudian memberikan satu konsep kesimpulan akhir sebagai makna tertentu. Dengan demikian ketiga masalah di atas sebagai pokok masalah utama dengan dukungan urutan masalah yang mendampingi seperti:
a. Bagaimana sejarah terbangunnya Masjid Al-Mashun dengan yang melatar belakangan kepentingan dan tujuan fungsi serta keterkaitan terhadap Pemerintahan Kesultanan yang bertitik pada Istana Maimoon. b. Hubungan bangunan masjid Al-Mashun, Istana Maimoon dan Taman Kolam Deli yang tentu memiliki aspek historis terhadap budaya Melayu Deli sendiri. c. Nilai-nilai budaya sebagai citra luhur peradaban yang di usung oleh ornamenornamen yang ada di sejumlah masjid Raya Al-Mashun Medan sebagai napak tilas sejarah apakah dapat memberikan sesuatu yang berarti terhadap generasi saat ini khususnya masyarakat Melayu Deli sendiri. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun sasaran tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendiskripsikan Latar Belakang penciptaan Ornamen di masjid raya Al-Mashun Medan. 2. Untuk mengetahui, memahami lewat analisis terhadap ornamen-ornamen yang berada di setiap bahagian masjid raya Al-Mashun Medan. 3. Untuk mengetahui, memahami serta memaparkan lewat analisis terhadap kesimpulan makna apa yang ada dalam serangkaian ornamen-ornamen yang ada pada masjid raya Al-Mashun Medan. 1.3.2 Manfaat Penelitian Harapan besar penulis adalah dapat memberikan sumbangsih terhadap siapa saja sebagai pemerhati seni dan kebudayaan terutama terhadap suku melayu deli yang berada di Medan dan sekitarnya. Untuk menindak lanjuti aspek budaya
kian memudarnya di tengah-tengah hiruk pikuknya budaya modern serta perkembangan teknologi yang laju pesat, diharapkan penanggulangan kebijakan kesemua pihak untuk bagaimana dapat kembali mengenal, mencintai dan memelihara budaya sebagai harta warisan bangsa. 1.3.2.1
Bagi Mahasiswa
a. Memberikan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari perkuliahan. Selama menjadi mahasiswa di pasca sarjana (S2) pada program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, penulis mengharapkan penelitian ini menjadi inspirasi bagi mahasiswa. b. Memberikan gagasan untuk berpikir kritis bagi mahasiswa dalam hal-hal yang menyangkut kebudayaan dan seni, khususnya seni dan budaya Nusantara. c. Sebagai menambah bahan masukan buat pembaca umumnya mahasiswa jurusan seni dan khususnya mahasiswa seni rupa. 1.3.2.1
Bagi lembaga fakultas
a. Referensi keilmuan tentang aspek budaya yang berhubungan dengan makna ornamen yang berada di fisik bangunan masjid raya Al-Mashun Medan yang digunakan sebagai informasi pembelajaran di fakultas ilmu budaya. b. Sebagai bahan masukan terhadap tim pengajar ilmu budaya khususnya dosen seni rupa. c. Sebagai tambahan bahan referensi bagi peneliti lain sebagai lanjutan penelitian ini untuk lebih memperluasnya.
d. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pembaca dalam kaitannya terhadap seni dan kebudayaan. 1.3.2.2 Bagi Masyarakat a. Dapat mengenal citra luhur dari kekayaan kebudayaan daerah yang menjadi harta warisan bangsa yang patut di kenal, dicintai serta di pelihara khususnya budaya melayu deli yang ada di Medan dan sekitarnya. b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan serta dipertimbangkan untuk bagaimana mekanisme mempertahankan harta warisan tersebut di tengah-tengah kancah modernitas di zaman ini. c. Bagi suku melayu deli sendiri yang berada di Medan dan sekitarnya termotivasi untuk memahami makna-makna kandungan di setiap konteks ornamen yang ada pada melayu sendiri. d. Aspek timbal balik terhadap suku-suku yang lain agar bagaimana memelihara nilai-nilai luhur yang patutnya menjadi perspektif konsep hidup sebagai manusia yang berbudaya. 1.3.2.3
Bagi Peneliti
a. Menambah pengetahuan bagi penulis sebagai bahan masukan dalam kajian tentang ornamen-ornamen yang ada di wilayah Nusantara ini. b. Menambah wawasan untuk melihat aspek budaya yang perlu dipertahankan mencakup teori-teori dari literatur yang digunakan. c. Menjadi bahan masukan bagi penulis untuk lanjutan pengembangan penelitian berikutnya terhadap aspek karakteristik ornamen yang sedang diteliti. 1.4
Landasan Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang dapat di tangkap penglihatan dan dirasakan dengan sentuhan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, ruang, bentuk, volume, tekstur dan warna, terang-gelap dengan acuan estetika. Seni rupa merupakan ungkapan gagasan dan perasaan manusia yang diwujudkan melalui pengolahan media (bersifat material) dan penataan elemen serta menggunakan prinsip-prinsip desain. Ketentuan rupa bukan sekedar benda yang dapat terlihat atau sengaja dilihatkan, akan tetapi terjadi presentasi dari konsep ide dan gagasan untuk mencapai nilai-nilai tertentu. Ornamen merupakan hasil dari presentatif dari sesuatu sehingga mencapai kualitas bentuk. Kehadiran bentuk terinspirasi dari segenap alam semesta yang telah terjadi pendeformasian (deformatif = perobahan bentuk dari bentuk asalnya). Sensasi bentuk-bentuk baru sebagai wujud imitatif alam difungsikan untuk mendapatkan rasa kenikmatan penglihatan. Kehadiran ornamen berupaya melengkapi sesuatu agar mendapatkan keindahan dalam rangka menciptakan kualitas atau meningkatkan nilai-nilai bentuk. Pengertian ornamen adalah mempercantik atau memperindah sesuatu agar mendapatkan nilai artistik.
Kata “ornament (Verb)” berasal dari kata bahasa
Inggris yang berarti “ragam hias“ dan dalam bahasa belanda “siermotieven” yang berarti “aneka corak “ (Ekoprawoto, Amran, Ragam Hias sebagai Media Ungkap Makna Simbolik: 2009, 9).
Menurut Gustami bahwa pengertian ornamen adalah : Pengertian umum bahwa ornamen ini sangat besar, hal ini dapat di lihat melalui penerapannya di berbagai hal meliputi segala aspek kebutuhan hidup manusia baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau di sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping tugasnya menghias yang implisit menyangkut segi-segi keindahan, misalnya untuk menambahkan indahnya sesuatu barang sehingga lebih bagus dan menarik, akibatnya mempengaruhi pula dalam segi penghargaannya baik dari segi spiritual maupun segi material/ finansialnya. Disamping itu di dalam ornamen sering ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup (filsafat hidup) dari manusia atau masyarakat penciptanya, sehingga benda-benda yang dikenai oleh sesuatu ornamen akan arti yang lebih jauh dengan disertai harapan-harapan tertentu pula. (Amran, dari gustami : seni ukir dan masalahnya, jilid II, STSRI-ASRI 198319840). Ornamen yang ada di setiap bahagian masjid Al-Mashun atau yang di kenal dengan masjid raya Medan ini, memiliki nilai-nilai keindahan yang pantas mendapatkan kualitas keagungan. Disamping corak dan gaya, ornamen tersebut dipahami sebagai wujud bentuk untuk menandai penghargaan tertinggi buat Masjid Al-Mashun. Ornamen yang diketahui sebagai penghias dan pelengkap untuk memberikan nilai keindahan pada sebuah media, dalam hal ini kajian seni rupa yang mengukur unsur bentuk, media, tekstur, motif atau tipe, warna bahkan
sampai pada tafsir makna. Dibagian badan masjid Al-Mashun terdapat corak ornamen dengan berbagai motif. Dengan pemahaman agama Islam yang benar bahwa setiap unsur yang terdapat pada masjid di peroleh dari pertimbangan Islam. Jadi ornamen-ornamen yang di buat tidak hanya memperhitungkan keindahan belaka, akan tetapi sarat dengan nilai-nilai agama Islam, dan sebagai lambang pencitraan penguasa. Mungkinkah hal itu terdapat demikian sebagai landasan cipta rasa yang di bangun oleh Kesultanan. Dengan mengupas bentuk dan makna yang terkandung di setiap pola-pola ornamen yang ada, dari sudut keilmuan seni rupa tentunya, akan memberikan jawaban yang lebih terfokus. Sejarah menyebutkan bahwa proses pembangunan masjid Al-Mashun telah ditentukan oleh Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah sendiri. Pada masa itu kesultanan tidak memiliki arsitek khusus dari Bangsa Melayu yang mampu membangun sesuai dengan keinginan. Kesultanan harus meminta seorang arsitek Belanda bernama T.H. Van Erp. Arsitek ini adalah seorang perwira Zeni Angkatan Darat KNIL yang banyak mendesain bangunan-bangunan besar di Jakarta. Karakter merupakan kecenderungan sifat atau bentuk dalam pendekatan kemiripan, kekhasan, kesamaan makna, individual. Dari pandangan umum ornamen yang ada di setiap bagian Masjid Al-Mashun tentunya memperindah bangunan masjid. Karakternya tentu menambah kekuatan nilai estetikanya sehingga didapati nilai keindahan, kelembutan, keceriaan, kemewahandan
kemegahan. Dari tampilan karakter inilah dapat dianalisa kandungan makna apa yang dapat nantinya diketahui. 1.4.2 Teori Sebagaimana pokok masalah yang telah menjadi acuan penelitian ini yaitu: (1) latar belakang sejarah Kesultanan Deli Untuk menghiasi masjid Al-Mashun mengambil sejumlah ornamen bergayakan Negara-negara Islam, (2) tidak mendominasikan Khas motif-motif melayu asli, dan (3) kesimpulan tujuan ornamen keseluruhan sebagai konsep satu makna, dengan demikian penulis harus dapat memegang acuan teoritis yang terkait pada pokok masalah. Beberapa teori yang tepat digunakan sesuai pada pokok masalah adalah beberapa pendekatan teori, seperti teori antropologi dan teori semiotika. F. Ratzel (1844-1904), teori difusi, yang pernah mempelajari berbagai bentuk senjata busur diberbagai tempat di Afrika, dan juga unsur-unsur kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng, pakaian dan lain-lain. Beliau menemukan
adanya
persamaan
bentuk
dari
wujud
kebudayaan
saling
berhubungan. Dalam kajian kebudayaan tentu adanya hubungan yang tidak dapat dipungkiri karena aspek adat istiadat merupakan bentuk sosial komunitas yang tercampur (Koentjaraningrat, sejarah teori antropologi I : 111,2010) Kebudayaan Melayu adalah budaya yang mengusung nilai-nilai agama Islam sehingga aspek keseniannya harus berlandaskan dan pertimbangan dari agama tersebut. Ornamentasi yang di pakai di masjid Al-Mashun merupakan corak perpaduan ornamen dari Negeri luar yang masih berkaitan dengan agama Islam.
Keindahan karya seni rupa dari ornamen tersebut tidak sekedar hanya mempercantik masjid Al-Mashun saja, akan tetapi memberikan sesuatu di balik bentuk-bentuk dan penempatan nya yang sesuai terisi kandungan makna tertentu. Kemaknaan ini dipertimbangkan sesuai dengan pandangan agama Islam. Pengkomposisian letak, ukuran, media tentu telah diperhitungkan secara matang oleh pihak Kesultanan. Penulis berupaya membuka tanda-tanda dari bentukbentuk sederetan ornamen yang ada. Mengupas makna dari tanda-tanda yang beragam wujud dari setiap elemen corak. Tentu akan mendapatkan sebuah prakira bahwa pembuatan ornamen di masjid Al Ma’shun Medan ini apakah telah menendai makna yang menyeluruh, yakni apakah cenderung memberikan identitas nilai-nilai kebudayaan melayu deli, karena kita juga tahu bahwa ada ornamen lokal asli yang dimiliki oleh suku budaya melayu sendiri. Koentjaraningrat menyebutkan yang berhubungan dengan fakta kejadian, gejala masyarakat yang dapat di usut secara ilmiah dengan metode observasi, mengelola, melukiskan fakta yang tejadi dari masyarakat yang hidup. Dengan ini penulis mencoba menghubungkan sepintas kesejarahan agar hubungan apa yang dijadikan sumber kajian merupakan faktuil yang dapat sebagai informasi ilmiah yang berharga. Sejarah yang terkait dalam kajian ini melingkupi Kebudayaan melayu deli sebagai arah untuk melihat pendekatannya terhadap kesenian yang digunakan. Sejarah merupakan rentang benang merah yang harus dihubungkan untuk mendapatkan alur kajian ini namun demikian ada yang dikonsentrasikan penuh sebagai titik analisis ini yaitu makna dari karakteristik ornamen. Sesuai dengan
maksud sasaran penelitian ini maka penulis mengintensitaskan kepada makna atau kajian semiotika. Sejumlah pakar semiotika mengemukakan teori-teori untuk mengkaji persoalan tanda. Penulis hanya memilih seorang tokoh semiotika yaitu Charles Sanders Peirce. Beliau menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah berupa suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek. Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan bentuk alamiahnya. Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab akibat. Contoh adanya asap tentu adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (kesepakatan) masyarakat. Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana kaidah kultural. Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan kajian penulis adalah ornamen maka yang lebih dekat yaitu Iconic Legisign, dan Rhematic Symbol. 1.4.2.1
Teori Difusi.
Dalam kajian kebudayaan keterikatan relasi manusia dan alam sekitarnya tidak terlepas bagaimana manusia berinteraktif serta melakukan upaya mempertahankan kehidupan yang berkelanjutan. Pesebaran kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi manusia, akan menularkan atau mempengaruhi budaya sebelumnya pada daerah yang baru dihuni. Sebaliknya pendatang yang membawa budaya dari luar atas bentuk interaksi
sosial
juga
terpengaruh.
Saling
mempengaruhi
ini
sehingga
menumbuhkan budaya campuran di sebut dengan Difusi. Kontribusi wilayah kajian difusi bukan terhadap aspek historis budaya melainkan geografi budaya. Graebner seorang difusioner menyatakan bahwa semua regularitas proses budaya merupakan hukum dari kehidupan mental dan studi tentang ini dapat dilakukan melalui psikologi budaya. Studi psikologi budaya lebih kearah survival (kelestarian) budaya dari tempat satu ketempat yang lain. Survival budaya berarti ketahanan, dan itu bukan persoalan fungsi semata. Survival sebuah daya eksistensi budaya. Survival tidak lain merupakan daya tahan budaya tersebut setelah mendapatkan pengaruh budaya lain sehingga menimbulkan makna baru. Setelahnya makna baru tersebut tak lain merupakan fungsi baru budaya tersebut. Perluasan perkembangan agama Islam setelah mulai masuk ke Indonesia, terjadi sirkulasi budaya pendatang dan budaya asli lokal. Islam sebelum menanamkan akar ajarannya kemasyarakat, terlebih dahulu mempelajari sifat budaya lokal. Dengan berdagang dimulailah kontak sosial. Kepentingan pokok
hidup adalah kepentingan sosial secara umum. Kontak sosial seperti ini mendapatkan gambaran budaya lokal, tentu menjadi sebuah celah untuk menyusupkan ajaran-ajaran dengan cara berdakwah. Berawal ajaran Islam menenamkan Tauhid (mengenal Allah yang patut di sembah), semula menstirilisasi atau mengakumulasikan budaya lokal yang dapat sebagai jembatan untuk memahami ketauhidan tersebut. Langkah berikutnya kebudayaan Islam mulai disisipkan sedikit demi sedikit. Dalam hal ini terjadi akulturasi
yang
terkadang
lebih
kompleks
serta
akhirnya
membentuk
Multikultural. Penulis berupaya untuk melihat alur kebudayaan sejauh yang dapat diketahui dengan harapan mendapatkan mata rantai sejarah dan tentunya terkait hubungan kuat dalam penelitian ini. 1.4.2.2 Teori Semiotika Dalam mengkaji bentuk-bentuk ornamen masjid Raya Al-Mashun Medan dibutuhkan penelaahan dari kaca mata seni rupa yang mengupas kandungan makna yang ada didalamnya. Penulis memfokuskan terhadap kajian semiotika atau teori tanda dalam usaha untuk memahami kandungan makna apa yang ada didalam ornamen-ornamen di masjid Raya Al-Mashun Medan. Penulis harus memilih teori yang cukup dekat dengan kajian penelitian ini, penulis memilih teoritis yang tepat adalah Charles Sanders Peirce yang mengemukakan tentang tanda. Tanda adalah bahasa, ornamental yang ada di masjid Raya Al-Mashun tersebut bukan sekedar persoalan bentuk-bentuk yang
indah. Bentuk-bentuk tersebut di rancang atas konsep ide yang membutuhkan maksud dan tujuan. Gagasan penciptaan visual art (seni rupa) tentu dilandasi konsep yang mengaitkan maksud yang akan di capai oleh media sebagai hasil karya seni. Maksud sebagai tujuan gagasan itulah adalah isyarat, Peirce menyebutnya sebagai bahasa. Tentu bahasa inilah kontens makna yang dipresentatifkan oleh Peirce sebagai sasaran. Menurut Peirce, Semiotika bersinonim dengan logika, manusia hanya berpikir dalam tanda. Tanda dapat dimaknai sebagai tanda hanya apabila ia berfungsi sebagai tanda. Fungsi esensial tanda menjadikan relasi yang tidak efisien menjadi efisien baik dalam komunikasi orang dengan orang lain dalam pemikiran dan pemahaman manusia tentang dunia. Tanda menurut Pierce kemudian adalah sesuatu yang dapat di tangkap, representatif, dan interpretatif. Bagi Peirce, tanda “ is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh pierce disebut Ground. Konsekwensinya, tanda (sign atau representamen), selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, objek, dan interpretant, yang dikenal sebagai triangle meaning.
Gambar 1. triangle meaning
Pierce mengklasipikasikan tanda yang dikaitkan pada ground dan menjadi tiga bagian yakni, qualisign, sinsign dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda misalnya, kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia (Sobur,Alex, 2004:41). Charles Sanders Peirce menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah berupa suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek. Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan bentuk alamiahnya. Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab akibat. Contohnya adanya asap tentu adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah
penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (kesepakatan) masyarakat. Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana sistem kultural. Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan ornamen yang lebih dekat adalah Iconic Legisign, dan Rhematic Symbol. Iconic Legisign yakni tanda yang mendekati kemiripan, misalnya foto, diagram, peta, serta tanda baca. Ornamen adalah representatif bentuk yang telah berobah dari bentuk-bentuk alamiah seperti tumbuhan, makluk hidup, alam benda dan fenomena alam semesta. Kaitan tanda terhadap objek visual terkadang jauh dari kemiripan, namun ide akar dasarnya terjadi atas konsepnya. Rhematic Symbol atau symbolik rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya seseorang akan mengatakan harimau apabila melihat kain beludru bercorak belang hitam berdasar kuning. Asosiasi tanda ini karena telah mengenal betul subjek yang dipahami. Ornamen masjid Al-Mashun Medan dengan sejumlah tipe ornamen, jika di lihat jauh
setiap
bagian
bentuknya
akan
terdapat
objek-objek
yang
dapat
dikelompokkan kepada sesuatu benda atau sifatnya. Penulis melihat ornamen sebagai bagian seni yang istimewa, sehingga menjadi persoalan pada penelitian ini. Penelitian ini terletak pada seluruh aspek yang melekat terhadap ornamen (kajian seni rupa), tentunya keterkaitan media
seperti latar belakang penciptaan (sumber ide), bahan yang digunakan, teknik pembuatan, praktisi dan berikutnya kepada makna. Unsur rupa yang terdapat di setiap elemen ornamen adalah menjadi kajian penelitian. Setiap bagian ornamen terdapat bagian-bagian yang menjadi bagian keseluruhan. Bagian ini dapat digolongkan yakni, bagian utama (main), bagian pendukung (second), bagian pelengkap (complement). Bagian utama melingkupi gambar, bentuk, media, ukuran yang berhubungan dengan vocal point atau sasaran yang diutamakan yang harus didiskripsikan. Presentasi analisa harus mendapatkan faktor yang dapat dipahami oleh umum. apabila penulis tidak melihat kategori umum atau hanya penulis saja yang dapat memahami, di kwatirkan akan membuat persepsi baru. Kategori umum ini dapat di lihat berdasarkan konsep Iconic Legisign. Bagian pendukung melingkupi bagian-bagian yang di anggap penulis sebagai pendamping sehingga media atau objek terasa dilebihkan. Meski terkadang pendukung ini manjadi hal terpenting, di lihat dari elemen yang di gunakan, misalnya ornamen bunga mawar (sebagai objek), tanpa lengkap adanya daun dan tangkai. Daun-daun dan tangkai tersebut begitu pentingnya terhadap kembang mawar. Dengan adanya kelengkapan keseluruhan maka utuhlah bunga mawar tersebut meski di lain hal tanpa daun dan tangkai pun bunga mawar ini tetap menjadi vocal point. Bagian pelengkap diartikan juga sebagai bagian pengisi atau pendamping. Biasanya diletakkan pada latar belakang apabila ornamen berbentuk gambar baik pada dataran rata mau pun dataran tidak rata (relief). Pelengkap ini cenderung
lebih memadatkan atau memberikan ruang seakan penuh. Nilai tambah terhadap ornamen menjadi lebih, kemewahan dapat terbantu. 1.4.2.3 Teori Seni Rupa (visual art) Untuk menganalisis struktur bentuk ornamen beserta aspek lainnya dalam kaitan penelitian ornamen masjid Al-Mashun Medan ini, tentunya penulis menggunakan ayakan teori seni rupa. Aspek kaitannya terhadap bentuk, media, ukuran, warna, tekstur, letak, serta konsep desain. Seni rupa digolongkan pada dua sifat dari presentatifnya. Yang pertama adalah seni rupa hanya untuk ekspresi, sehingga setiap karya yang dihasilkan digolongkan pada seni murni. Murni berarti tidak dilatar belakangi kehendak tertentu yang bersifat pada kegunaan. Seperti karya lukis, patung, dan relief. Yang kedua adalah seni rupa terapan atau di buat sengaja untuk difungsikan atau bersifat kegunaan. Pada dasarnya semua manusia memiliki sense of beauty yaitu dapat merasakan keindahan terhadap sesuatu. Keindahan ini bersifat subyektif sehingga kwalitas keindahan tidak di ukur dengan satu cara. Banyak aspek yang dapat di lihat untuk mendapatkan velue estetika didalamnya serta pertimbangan wujud objek sebagai hasil yang di capai. Proses penciptaan juga mendapatkan pertimbangan yang kuat dalam kontribusi nilai karya, terutama pelaku utama sebagai orang yang menciptakan. Derajat atau martabat karya lebih banyak bersentral terhadap bagaimana seseorang memulai sebuah proses penciptaan dengan menyinggung sejumlah latar belakangnya. Perhitungan nilai tinggi rendahnya yang ditemukan di dalam sebuah karya seni rupa terletak pada gagasan ide yang mencerminkan daya serap
seseorang memahami lingkungannya. Untuk mengkaji sejarah terkadang orangorang yang berkaitan langsung terhadap hasil sebuah karya seni hampir tidak diketemukan. Banyak para pakar antropologi tidak banyak menemukan (missing link) siapa sebenarnya yang membuat atau yang menciptakan ornamen-ornamen yang sangat indah itu. Hanya ada beberapa bangsa saja menuliskan orang-orang yang membuat karya-karya fenomenal tersebut. Pastinya mereka adalah manusia sebagai makluk hidup, memiliki nilai-nilai luhur yang diemban karena mereka memiliki hubungan saling merasakan di dalam konteks kepentingan yang sama. Keindahan menurut bangsa Yunani adalah sesuatu yang logis di cerna oleh panca indra untuk mendapatkan kebaikan. Plato sendiri menyebutkan watak yang indah termasuk juga hukum yang indah. Sementara Aristoteles merumuskan keindahan segala sesuatu yang baik serta menyenangkan. Bangsa Yunani mengatakan keindahan dalam arti estetis disebut symmetria untuk keindahan berdasarkan penglihatan (pada karya pahat dan arsitektur). Menurut bangsa Yunani keindahan dalam arti luas meliputi keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral, keindahan intelektual (web,2012). Sifat manusia mencari kenikmatan hidup lewat rasa keindahan sudah merupakan lahiriah yang sudah ada dalam diri setiap orang. Pemahaman keindahan dalam diri manusia merupakan kodrati alamiah. Manusia dapat merasakan esensi keindahan di balik bentuk-bentuk seni dengan menelaah bagianbagian tertentu yang dapat membangkitkan sense of beauty. Hubungan merasakan keindahan lewat karya seni di bangun oleh pengalaman hidup seseorang untuk menangkap sesuatu di sekitar lingkungannya. Sebagai pengalaman batin
keindahan tersebut membentuk manusia untuk berkarya, maka lahirlah ungkapan melalui seni. Pembagian keindahan memang cukup luas dan jawabannya beragam pernyataan. Sortais menyatakan bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan sebagai sifat obyektif dari bentuk (l’esthetique est la science du beau). Lipps berpendapat bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan perasaan subyektif atau pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenliche hervorbringung des schones), (web,seni dan estetika,2012). Keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang ditemukan terhadap sesuatu hal, apakah bersifat yang tampak, di dengar, di sentuh dan lain sebagainya. Bagian kwalita seni rupa mencakup kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast). Yunity atau sering di sebut dengan perpaduan seluruh kapasitas seni yang terbangun di dalam sebuah karya seni rupa. Kesatuan ini mencakup media, bentuk seni, makna serta konsep yang terpadu. Harmoni atau keselarasan atau keserasian, bahwa dalam karya seni rupa dapat menunjukkan bagian-bagian penting dan tidak penting sehingga diketahui mana yang harus memberikan nuansa estetika. Symetry adalah kesetangkupan. Pengertiannya adalah seluruh kapasitas objek seni saling terkait dan berhubungan. Balance atau keseimbangan adalah ukuran tata letak objek, tekanan warna dan lain sebagainya. Pertimbangan estetika seringkali berpusar pada persoalan keseimbangan. Namun banyak juga teori tidak mempersoalkannya, karena hal itu dikaitkan pada norma realisme sedangkan
karya abstrak sering tidak memperdulikan persolan keseimbangan. Contrast atau perlawanan dapat berupa objek maupun konsep. Pertimbangan membuat karya dalam karya seni rupa tidak hanya mengukur nilai estetika semata, tetapi harus dilalui dengan ukuran logika. Konsep alamiah yang terkait antara manusia dengan lingkungannya tidak akan terlepas hubungan secara rasional. Salah satu contoh ketika manusia butuh perlindungan atau tempat tinggal. Sebelumnya manusia memahami kepentingan dirinya dengan sesuatu diluar dirinya salah satu contohnya seperti cuaca. Dengan pengalaman hidup dari gejala alam sehingga manusia harus beradaptasi dengan mengikuti keadaan yang ada disekitarnya. Maka tempat tinggalnya disesuaikan sebagaimana dapat melindungi mereka dari sifat-sifat alamiah yang mengharuskan manusia berpikir dan bertindak sesuai kehendak alam. Dengan demikian manusia harus merancang
tempat
tinggalnya
layaknya
sebagaimana
dapat
melindungi
keluarganya dan disesuaikan pada konstruksi yang memadai. Tentunya logika ini dipakai untuk mendesain agar bentuk yang diinginkan harus layak difungsikan. Konteks penelitian ini tertuju pada ornamen masjid Al-Mashun dan kandungan maknanya, maka jika dilihat bahwa seluruh imajinasi yang ada pada setiap wujud ornamen tidaklah sesederhana yang dibayangkan oleh segelintir orang. Ornamenornamen yang berada dimasjid Al-Mashun Medan kelihatannya memang sangat indah, tetapi kita juga harus sadar bahwa setiap objek ornamen yang melekat dilalui dengan hukum logika. Logika dalam hal ini tentunya adalah Desain. Desain atau merancang tidak terlepas dari sejumlah program atau perencanaan yang akan disesuaikan kepada kemedia aplikasinya.
1.5
Metode Penelitian
1.5.1 Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif
yakni
menggambarkan atau mengamati fakta-fakta pisik yang terdapat pada media ornamen yang berada di masjid raya Al-Mashun, dan tidak menggunakan metode statistik. Analisa dan teknik pengolahan data menggunakan metode deskrispsi kualitatif. Bagaimana penulis menguraikan data faktuil dalam kaca mata seni rupa untuk mendapatkan latar belakang konsep ornamen majid Al-Mashun Medan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara serta mencakup sarana lain seperti dokumen, buku, foto dan video. Metode deskriptif kualitatif ini melihat serta menguraikan struktur bentuk-bentuk ornamen serta kandungan makna didalamnya. Menurut Strauss & Corbin, Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui atau baru sedikit diketahui (2003 : 5). Metode di atas digunakan sesuai dengan permasalahan yang dianalisis, untuk melihat sejumlah ornamen sebagai fenomena makna. Sejauh mana karakteristik ornamen yang berada di masjid Al Mashun setelah berada ditengahtengah masyarakat heterogen. Hubungan terhadap masyarakat suku Melayu sendiri serta masyarakt kalayak umum sebagai konteks sosial dalam memahami ornamen masjid Al-Mashun. Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sametimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practinioners are sensitive to the value of the
multimethod approach. They are commited it the naturalistic perspective, and the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson and Grossberg, 1992 : 4) Penyampaian di atas dapat diartikan secara garis besar bahwa penelitian kualitatif umumnya melihat aspek manusia di dalam masyarakat atau kelompok. Dan tidak di dalam kelompok peneliti. Nelson dan Grossberg menyampaikan penelitian kualitatif banyak hal yang harus di lihat di dalam fenomena kehidupan manusia, seperti tentang nilai, fungsi sosial serta terkadang politik. Lingkup budaya menjadi intensitas yang paling berarti untuk dapat diketahui sebagaimana proses konteks peristiwa manusia. Sejalan
dengan
perkembangan
masyarakat
dengan
kepentingan-
kepentingan sosial yang ada, kehidupan tidak akan lepas dari hal-hal yang menyangkut fungsi serta nilai-nilai yang tumbuh. Pertumbuhan serta fungsi tersebut diperdayakan dalam rangka untuk melangsungkan pertahanan hidup, namun di satu sisi lain ada yang belum semuanya sempurna. Akibatnya muncullah masalah-masalah di tengah-tengah masyarakat.
Demikian budaya tersebut
bergerak dalam pencapaian keinginan besar membangun sesuatu yang hak. Kehidupan adalah fenomenologis alam, manusia, lingkungan dan alam semesta adalah ikatan yang tidak akan dapat terpisahkan. Ornamen merupakan citra kinginan yang diciptakan oleh leluhur sebelumnya untuk kepentingan nilai-nilai tersendiri di tubuh masyarakatnya. Meski keindahan bentuk sebagai vigura (bingkai hiasan), akan tetapi ornamen di
buat bukan sekedar penghias, tetapi sebuah atribut atau pengingat akan adanya ikatan-ikatan manusia dan lingkungannya. Penulis berusaha memfokuskan penelitian ini dengan harapan tidak meluas sehingga dikuatirkan dapat mengkaburkan tujuan arah titik temuan yang diharapkan. Rencana penelitian di desain atau di buat rancangan secara ekonomis. Penelitian lapangan (fiel work) adalah menjadi fokus utama untuk menganalisis ornamen pada masjid Al-Mashun atau masjid Raya yang berada di wilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Latar belakang keilmuan sarjana yang penulis peroleh, yaitu sarjana seni rupa, maka batasan penelitian ini tentunya di seputar bahasan seni rupa. Namun tentunya ketika kita membicarakan seni sudah tentu dibicarakan pula tentang manusia. Seni tumbuh karena manusia ada. Seni adalah bahagian dari kehidupan manusia. Dengan demikian penulis harus mendapatkan akar hubungan konteks manusia dan seni yang berada didalamnya. Tentunya sesuai permasalahan yang ada pada penelitian ini. 1.5.2 Penelitian Lapangan Penelitian kebudayaan dan seni dibutuhkan penelitian lapangan (fiel work), penulis melakukan penelitian ini mengenai analisis karakteristik ornamen masjid Al-Mashun di Medan. Sehubungan dengan disiplin ilmu budaya yang diikuti yaitu pasca sarjana (S2) Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas Sumatera Utara, tepatnya adalah penelitian lapangan. Setting atau lingkungan riset pada penelitian ini adalah lingkungan Noncontrived setting atau lingkungan kenyataan ( fiel setting ). Penulis kelapangan untuk mendapatkan seluruh data melakukan observasi dan
wawancara. Observasi adalah bagaimana penulis melakukan pengamatan objek secara langsung dengan melihat, menyentuh, mendokumentasikan melalui video dan foto, mencatat. Wawancara dilakukan degan memilih sejumlah informan yang di pilih penulis sebagai nara sumber (key people) untuk mendapatkan data singkat sejarah latar belakang penciptaan ornamen masjid Al-Mashun serta tafsir maknanya. 1.5.3 Fokus Penelitian Adapun fokus penelitian ini adalah pada bentuk-bentuk ornamen serta kandungan maknanya, diklasipikasikan sesuai konsep dan medianya sebagai berikut : 1. Konsep bentuk dasar ornamen yang telah dideformatif atau berobah dari bentuk asli alamnya. 2. Konsep bentuk imajinatif yang dikembangkan menjadi bentuk-bentuk baru. 3. Media ornamen serta penempatan letak di salah satu lokasi di masjid AlMashun. 4. Klasipikasi bentuk ornamen (utama atau pendukung). 5. Makna satuan ornamen dan makna keseluruhan ornamen. 1.5.4 Teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan wawancara. Sumber data yang dibugunakan adalah data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang diperoleh penulis dari wawancara dan observasi kelapangan. Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari pustaka baik teori-teori yang dikemukakan dari buku-buku atau literatur lain yang bersifat tidak langsung.
1.5.4.1 Observasi Untuk mendapatkan data langsung penulis menggunakan pendekatan observasi kelapangan dengan melihat langsung objek yang diteliti. Penulis mencatat data yang didapatkan dari pengamatan terhadap ornamen yang berada di masjid Al-Mashun dengan menggunakan variabel-variabel sebagai rencangan pendekatan. Pentingnya metode ini diharapkan untuk mendapatkan sejumlah bagian-bagian penting yang di teliti guna mendapatkan hubungan data dengan wawancara. Berikutnya menggunakan penafsiran-penafsiran atau praduga kesimpulan sementara dengan harapan mendapatkan hasil penelitian yang sebenarnya. 1.5.4.2 Wawancara Penulis melakukan metode wawancara untuk mendapatkan data dari nara sumber. Nara sumber di pilih sesuai jumlah yang diklasipikasi penulis agar arah penelitian lebih terfokus. Dengan demikian penulis membuat rancangan berupa konsep yang sebelumnya di susun seperti apa bentuk pertanyaannya dan siapa yang harus menjadi nara sumbernya. Penulis melakukan wawancara terhadap nara sumber (interview) yakni dengan beberapa orang dari pihak Pengurus Masjid AlMashun, dari sejumlah tokoh adat melayu, partisipan budayawan, dan beberapa orang dari dinas Pemerintah terkait seperti dinas Pariwisata dan dinas Museum Pemko Medan. Pertanyaan yang terkonsep berhubungan dengan sejarah masjid AlMashun, budaya melayu, dan istana Maimoon. Harapan penulis untuk
mendapatkan alur agar arah penelitian tidak meluas sehingga sasaran yang di teliti manjadi solid. 1.5.5 Teknik analisis data Teknik analisis data adalah bagaimana perencanaan di mulai dari pengumpulan data sampai pada pengelompokan data sehingga mempermudah prosedur penelitian. Pengelompokan data dibuatkan kolom-kolom data sebagai catatan perjalanan penelitian seperti apakah nara sumber menjawab sebagaimana yang diharapkan oleh penulis atau bagian-bagian mana yang pantas di ambil dan yang tidak pantas di ambil. Analisis data pada ornamen masjid Al-Mashun Medan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data berupa gambar foto ornamen masjid Al-Mashun Medan yang di ambil langsung oleh penulis dilapangan. 2. Mengumpulkan data yang terkait pada suku melayu deli yang berada di sekitar Medan. 3. Menganalisa terhadap setiap ornamen yang terdapat pada masjid Al-Mashun Medan. 1.6
Studi Kepustakaan Penulis merangkum sejumlah sumber kepustakaan dengan harapan untuk
dapat mendukung penelitian ini. Beberapa kepustakaan yang penulis pegang adalah seperti buku, artikel ilmiah dan semi ilmiah, laporan penelitian, majalah, Koran dan beserta laman-laman web. Sumber-sumber kepustakaan itu mancakup : a. referensi catatan terdahulu, b. kebudayaan melayu deli, c. sejarah istana
maimoon, d. tinjauan masjid Al-Mashun Medan, e. dasar-dasar teori, f. metode dan teknik penelitian, g. referensi terkait. Referensi penulis tentang catatan terdahulu yang di teliti oleh sejumlah penulis mengenai ornamen baik dari Strata satu atau lanjutan, maupun penulis lepas dengan dedikasinya dapat dipertimbangkan penulis sebagai sumber pustaka antara lain : 1. Musthofa, melakukan studi penelitian ornamen pada sebuah masjid, yang dijadikan artikel di web, dengan judul Filosofi Seni Bangunan Islam, Ornamentasi
Pada
Arsitektur
“Masjid
Turen”
Malang.
Musthofa
mendiskripsikan ornamen yang beda di masjid merupakan kesinambungan antara kreatifitas dan keagungan Tuhan. Penulis mengambil semangat Musthofa dalam melihat masjid sebagai subyek, seperti kesamaan dengan penulis inginkan. Demikianpun tentu banyak perbedaan antara penulis dengan Musthofa melihat sesuatu tentang ornamen sebagaimana alur serta pembedahan yang penulis lalukan di dalam penelitian ini, disamping itu juga wilayah tempat yang diteliti juga berbeda. Penulis memilih jurnal ini karena sangat menarik dan dijadikan salah satu acuan. 2. Ratih Baiduri, penulis buku Masjid Raya Al Ma’shun Medan sebuah tinjauan arsitektural dan ornamental. Inspirasi penulis paling besar adalah terdapat pada buku tersebut. Ratih Baiduri banyak mengemukakan aspek masjid Al Mashun dengan rinci, sehingga penulis banyak mendapatkan informasi berharga didalamnya. Beliau membentang spesifikasi arsitektur dengan rentetan ornamen yang ada di bagian masjid Al-Mashun, sebelumnya
membuka sejarah masuknya agama Islam ke Sumatera serta menarik hubungan pada terbentuknya Pemerintahan suku Melayu Deli. Meski demikian Ratih Baiduri belum menjelaskan ornamen-ornamen tersebut sebagai sesuatu titik lain yang harus diperhatikan, kemudian di teliti tersendiri secara terpisah dan mendalam. Dengan demikian penulis mengetahui batasan yang ada sehingga penulis harus memilih kesatu arah sehingga mendapatkan perbedaan terhadap buku Ratih Baiduri sendiri. 1. Buku berjudul Rumah Panggung Melayu Deli karangan Azmi, banyak membantu penulis untuk mendapatkan aspek sosial dalam kalangan suku melayu. Azmi mengemukakan komponen pisik arsitektur tradisionil dari bangunan rumah adat melayu deli, beliau mendiskripsikan pola masyarakat melayu dalam konteks sosial. Azmi juga mengemukakan makna-makna ornamen yang terdapat di bagian rumah adat suku melayu deli. Karena beliau kebetulan pernah sebagai Dosen penulis pada masa penulis belajar di Universitas Medan (S1) jurusan Seni Rupa, sekaligus beliau menerima ketika penulis memintanya sebagai pembimbing dua pada penelitian ini. 1. Ayu Kartini menulis skripsi tentang Analisis Penerapan Ornamen Bernuansa Melayu Ditinjau dari Bentuk dan Warna di kota Medan. Penelitian skripsi ini sangat menarik bagi penulis karena banyak memberikan bentuk-bentuk ornamen melayu, dan itu cukup mempermudah penulis mendapatkan data gambar dengan ragam corak yang ada. Pendekatan Ayu Kartini memberikan struktur dasar seni rupa sebagaimana unsur-unsur seni rupa secara umum. Mungkin wajar saja dengan latar belakang pendidikan yang pernah penulis
tempuh di mana Ayu Kartina belajar di tempat yang sama yakni jurusan seni rupa Universitas Medan, namun demikian pun banyak batasan sehingga begitu banyak perbedaan. Ayu Kartina menjelaskan lebih intens terhadap Desain. Bagaimana rancangan wujud ornamen di bentuk lewat struktur desain seni rupa, namun tidak jauh menelusuri kandungan makna sebagaimana penulis teliti. 1. Sebagai bahan tambahan informasi, buku yang berjudul Kafilah Budaya, pengaruh Persia terhadap Kebudayaan Indonesia karangan Dr. Muhammad Zafar Iqbal. Didalamnya bagaimana bangsa Iran banyak mempengaruhi konsep-konsep budaya Iran sehingga tumbuh subur di Indonesia. Dari proses perdagangan yang di jalin sampai menyebarkan agama Islam di mulai sejak masuknya ke daerah Sumaetra sampai pulau jawa. Meskipun buku ini tidak cukup dalam mengupas lebih jauh tentang peradapan Islam yang berada di Indonesia akan tetapi sangat baik bagi penulis untuk menghubung-hubungkan fakta sejarah yang ada kaitannya dengan penelitian penulis. 1. Bagaimana mengetahui sebuah kondisi masyarakat dalam hubungan antar kelompok, tulisan Drs. P. Hariyanto dalam bukunya Pemahaman Kontekstual, tentang ilmu budaya dasar yang menyinggung banyak tentang kebudayaan, fungsi budaya, struktur budaya dan makna budaya. Penulis cenderung menekankan sasaran penelitian terhadap ornamentasi, namun tentunya pasti menyangkut pautkan hubungan yang tidak terpisah yakni nilai-nilai budaya yang ada pada ornamen itu sendiri. Penulis melihat tulisan buku Pemehaman
Kontekstual tersebut sangat membantu, terutama konsep ideologi yang disinggung didalamnya merupakan cermin bangsa Indonesia. 1. Penulis butuh panduan dalam tata cara membuat tulisan penelitian ilmiah tentang kebudayaan, karangan Suwardi Endraswara,
judul bukunya
Metodologi Penelitian Kebudayaan dapat menuntun penulis bagaimana menyikapi lingkungan sabagai sumber penelitian, baik teknik pengumpulan data, wawancara bahkan sampai pada melihat motif-motif konteks masyarakat sebagai bahan kajian. Buku ini dapat menjadi nahkoda bagi penulis sehingga efesiensi tepat sasaran di dalam menyimpulkan teknik penelitian. 1. Tambahan bacaan dari karangan Koentjaraningrat dalam dua seri bukunya Sejarah Teori Antropologi I dan II, sebagai mikroskop untuk melihat masyarakat serta kompleks budayanya. Para pakar memiliki sudut pandang untuk
mencapai
teori-teori
yang
dikemukakan
masing-masing.
Koentjaraningrat mengemukakan pandangan sejumlah teoritis dari beberapa konsep yang di temukan oleh para pakar antropologi. Tulisan ini menawarkan segudang pandangan yang dapat melihat masuk jauh ke dalam persoalan budaya. Tentunya penulis terbantu untuk melihat bagaimana masyarakat berprilaku sehingga mekanisme penelitian disesuaikan dengan pandapat dari sejumlah teori yang berhubungan. . Pedoman penulisan ilmiah sangat penting dalam segala kegiatan akademis, terlebih-lebih dari perguruan tinggi. Kualitas penelitian ditentukan oleh metodologi dan landasan teori yang didukung oleh validitas data, analisis yang tajam serta penulisan standar akademis. Referensi buku ini sangat membantu
penulis bagaimana memulai, menyusun kalimat dan kata, memilih bahasa baku dan lain sebagainya sehingga mempermudah penulis untuk membuat penelitian ini. Buku Pedoman Teknis Penulisan Karya Ilmiah karangan M. Hariwijaya begitu baik sebagai panduan penulis. 10. Karangan Yasraf Amir Piling membuka hal-hal yang rumit tentang sebuah makna didalam teks dan konteks budaya. Bukunya yang berjudul Semiotika dan Hipersemiotika banyak mengupas persoalan seni dalam nilai kebudayaan. Kemudian banyak mengungkap sejumlah pandangan pilsuf semiotika serta memberikan konsep-konsep teori dan hal tersebut tentunya menjadi cakrawala wawasan penulis sebagai literatur. 11. Mendapatkan jejak-jejak teori yang mendasar, penulis memilih teori semiotika dari salah satu tokoh semiotika yaitu Carles Sanders Peirce. Sebagai alat bedah penelitian Analisis Karakteristik Ornamen di masjid AlMashun Medan penulis menggunakan beberapa teori dan salah satunya adalah teori makna dari Carles Sanders Peirce. Pengupasan makna tanda pada Ornamen di masjid Al-Mashun menurut penulis yang paling tepat adalah konsep beliau. Namun sederetan pandangannya tidk sepenuhnya penulis jadikan landasan teori, hanya ada beberapa saja. Buku karangan Paul Cobley dan Litza Jansz dalam gaya Visual humor berjudul mengenal Semiotika, for beginners, tercemahan Ciptadi Sukono menarik perhatian penulis sebagai salah satu literatur sekaligus inspiratif. 12. Sejarah Singkat Istana Maimoon, sebuah buku kecil diterbitkan dari kalangan sendiri oleh pihak Istana Maimoon yang didapati penulis dari
pemberian salah seorang nara sumber, kerabat Istana Maimoon, tanpa pengarang dan penyusun. Meski demikian setidaknya memberikan kontribusi data yang dibutuhkan penulis kemudian mencoba menghubungkan fakta dan literatur yang ada. Buku ini menerangkan singkat dekade kepemimpinan Kesultanan Istana Maimoon serta sejumlah gambar dan foto sejarah Sultan. 13. Karangan Drs. Alex Sobur, M.Si. , dengan judul Semiotika Komunikasi, memberikan konsep tanda seputar hubungan konteks sosial. Persoalan tanda adalah persoalan kontens velue yang didapati dalam masyarakat. Kebutuhan nilai dalam sosial adalah sesuatu yang paling berarti sampai pada tingkat derajat manusia. Makna tanda dalam persoalan manusia sangat begitu kompleksnya. Dalam buku ini memberikan sederetan pilsuf memahami tanda dari balik hubungan manusia dan alam sekitarnya. Penulis menemukan tokoh Semiotika Carles Sanders Peirce mengemukakan teorinya yang paling mendasar bahwa penafsiran tanda dilalui dari Ikon, Indeks dan Simbol. Maka dengan demikian penulis memilih sebagai alat bedahnya untuk penelitian penulis. 14. Bahasa-bahasa yang digunakan oleh teori seni rupa serta tinjauan seni dalam melihat kualitas tidaknya sebuah hasil karya seseorang, buku diktat dari Fakultas Bahasa Sastra dan Seni Universitas Jakarta, karangan Sem C. Bangun berjudul Kritik Seni Rupa membeberkan singkat sederetan tokoh Kritik Seni yang ada di Indonesia mengupas kualitas sebuah karya seni. Penulis harus dapat memahami media sebagai subjek tafsir dari kaca mata seni rupa. Ornamen masjid Al-Mashun Medan tentunya hasil karya agung seni rupa yang
tidak terlepas dari media sebagai sumber telaah. Buku ini sangat baik menjadi referensi penulis melihat benda sebagai titik masalah penelitian. 15. Kedalaman Spritual Islam Dalam Karya Seni Rupa, sebuah kumpulan Artikel oleh Amran Ekoprawoto, menambah khasanah wawasan terhadap seni rupa dan citra karya seni Islam. Esensial sebuah karya seni rupa Islam berlandaskan rasa kecintaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yakni Allah S.W.T.
Konsep penciptaan karya dilandasi ajaran agama yang sangat
mengikat. Tulisan artikel ini memberikan penulis untuk dapat memahami latar belakang penciptaan para seniman-seniman muslim dalam berkarya seni rupa Islam. 16. William Marsden dalam bukunya Sejarah Sumatra, menjelaskan kehidupan masyarakat melayu di daerah Sumatra. Gambaran umum wilayah Sumatera, serta bahasa yang digunakan dahulu sebagai alur hubungan dekat dengan Islam. Beliau tidak menyinggung Melayu yang berada Dipulau Sumatera Utara, itu disebabkan wilayah yang ditempatinya sebagai lokasi penelitiannya yakni Bengkulu. Demikian pun benang merah budaya melayu dalam penelitian penulis ini masih saling terkait. Didapati sejarah perkembangan Islam serta konsep ajarannya sebagai kesatuan budaya melayu. 17. Buku Wawasan Seni karangan Prof. DRS. Suwaji Bastomi, bacaan hanya 112 halaman tersebut begitu padat membeberkan teori-teori seni rupa dan apresiasi seni. Tentunya sangat bermanfaat bagi penulis untuk menelaah bentuk serta makna yang di kandung oleh ornamen yang ada di masjid AlMakshun. Bagian besar dalam ulasan Suwaji adalah masalah seni rupa dan
garis-garis besar teoritisnya dan ini membantu penulis untuk membuat struktur seni. 18. Antropologi Budaya, oleh Prof. Dr. Gede A. B. Wiranata, S.H., M.H., cukup berarti bagi penulis untuk melihat fakta sebagai peninggalan sejarah. Ornamen adalah bukti artefak peninggalan masa lalu bahwa persebaran budaya dapat dirunut. Kaitan-kaitan adat istiadat berupa bentuk-bentuk benda dan lain sebagainya merupakan jejak-jejak hidupnya sebuah kaum yang beradap dan beradat dan dilakukan terus menerus. Melihat orientasi nilai manusia di dalam kelompok masyarakat, hingga menemukan batasan serta norma yang diperlakukan. 19. Pedoman Kata Baku dan Tidak Baku, karangan Achmad Mufid A. R., panduan penulis untuk memilih tata bahasa sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia dan karangan ilmiah. Memang sebagai penulis sayogianya harus memahami bagaimana tata bahasa yang baik sebagaimana disesuaikan pada aturan kata-kata untuk mendapatkan penjelasan yang sempurna. Buku ini memberikan kata serta pengertiannya sesuai dengan makna yang disesuaikan dengan pemahaman bahasa Indonesia. 20. Asas-asas Dwimatara dan Trimatra yang berhubungan langsung dengan teori seni rupa, penulis memiliki buku karangan Wucius Wong, seorang pakar dan dosen seni rupa desain di Jepang, yang membuka konsep berkarya dalam desain. Segala rancangan seni rupa dilalui beberapa ketentuan yang mengikat, sampai
tujuan
nonpraktis
disemaikan
sebagai
seni
yang
bernilai.
Bagaimanapun objek media ornamen yang berada di masjid Al-Mashun tidak
terlepas dari proses kerja seseorang atau serangkaian manusia membangun nilai-nilai artistik serta tujuan pencapaiannya. Dua buku karangan Wucius Wong berjudul Beberapa asas merancang dwimatara dan Beberapa asas merancang Trimatra ini sebagai alat bedah penulis untuk melihat konteks rupa yang merupakan wujud karya. 21. Sebagai bahan perbandingan dalam penulisan ini, penulis juga butuh informasi-informasi
lain
sebgai
pembanding
dengan
tujuan
untuk
mendapatkan tambahan informasi yang tentunya menguatkan isi dari penelitian ini. Karangan Amran Ekoprawoto tentang Ornamen Tradisionl Batak sumber inspirasi karya cendramata, memiliki informasi berguna bagi penulis. 22. Buku kumpulan kliping oleh Amran Ekoprawoto dengan judul Nilai Kearifan lokal dalam budaya Nusantara, memberikan penjelasan defenitif tentang beberapa etnik dan salah satunya adalah suku melayu. Meski tidak menyinggung banyak mengenai budaya melayu namun banyak memberikan informasi adat istiadat suku lain di daerah yang merupakan warna budaya di Nuantara. Buku ini ini juga hadir sebagai menambah khasanah penulis untuk memberikan ruang lingkup konteks sosial dalam penulisan penelitian ini. 23. Tambahan bacaan lainnya dari karangan, Kevin O’Donnell, menuliskan beberpa pandangan filsuf yang menyinggung etika dan rasional, bukunya yang berjudul Posmodernisme, memang tidak memiliki hubungan dengan penulisan penelitian ini, namun semangat tulisan tersebut memberikan inspiratif bagi
penulis. Ada titik-titik penting dengan penyajian sederhana Keven cukup berarti dan membantu penulis. 24. Buku kecil dan sederhana namun kuat dan penting, karangan Aar Van Zoest, berjudul Interpretasi dan Semiotika. Penulis manfaatkan untuk dijadikan sebagai kaca mata melihat teks dan konteks dari sebuah budaya. Hasil karya adalah sebuah presentatif dan citra manusia. Budaya adalah mesin penggerak untuk mencapai atau mempertahankan nilai-nilai hidup yang diharapkan budaya. Budaya memiliki kehendak agar memenuhi kepentingan hidup dan salah satunya adalah wujud kesenian. Salah satunya adalah simbolsimbol yang terkait dalam ornamen tradisional. 25. Beberapa motif ragam hias di tulis oleh Amran Ekoprawoto, dalam bukunya Ragam hias sebagai media ungkapan makna simbolik, memberikan keterangan makna di balik beberapa ornamen tradisional. Tentu buku ini memberikan tambahan dekat dari penelitian penulis melihat latar belakang nilai kearifan lokal sebagai salah satu yang berharga dan diketahui oleh penulis. 26. Ungkapan budaya di mulai dari adat istiadat, kesenian bahkan permainan adalah wujud nyata yang terus bergulir dan berkembang sampai kini. Ilmu gosip, dongeng dan lain sebagainya yang di kenal sebagai Foklor. Buku yang berjudul Foklor Indonesia karangan Prof. Dr. James Danandjaya, seorang ahli foklor Indonesia, sangat menarik untuk tambahan informasi yang berhubungan dengan pengkajian budaya. Kajian makna tetap menghubungkan
bagaimana manusia menyikapi alam lingkungannya dengan menafsirkan serta memanfaatkannya sebagai sesuatu yang berarti bagi kehidupan. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan dalam tesis ini dalam bentuk bab demi bab, keseluruhannya ada enam bab. Setiap babnya secara saintifik memiliki runtutan isi yang dekat, babbab tersebut dalam tesis ini di susun sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN, Bab ini menjelaskan dimulai dari latar belakang penelitian, pokok masalah sebagai sasaran penulis yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat dan fokus peneliti, kerangka teori sebagai acuan yang peneliti gunakan, metode penelitian sebagai teknik penelitian yang penulis sajikan, teknik analisis data, studi kepustakaan dan sistematika penulisan yang penulis gunakan. BAB II,
LINTAS SEJARAH, Bab ini menjelaskan secara singkat
masuknya agama Islam dan cikal bakal kesultanan deli sebagai petinggi adat Melayu. Bangunan masjid Al-Mashun sebagai sebuah maha karya masa pimpinan kesultanan Al-Rasyid Perkasa Alamsyah di Sumatera Utara. BAB III, DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MAS’HUN MEDAN, Bab ini menjelaskan urutan demi urutan sesuai klasipikasi data ornamen serta media yang menjadi bahan ornamen yang ada. Kajian memahami bentuk ornamen serta letak ideal pada bangunan masjid Al-Mashun. BAB IV, STRUKTUR ORNAMEN MASJID AL-MASHUN, Bab ini menjelaskan pendataan bentuk-bentuk atau motif yang ornamen yang ada di masjid Al-Mashun, serta area tempat ornamen diletakkan, di buatkan tabel berupa
keterangan gambar. Memberikan rekonstruksi bentuk objek ornamen sebagai asal gagasan idenya. BAB V, MAKNA ORNAMEN MASJID AL-MASHUN, Bab ini sebagai kunci hasil penelitian, sasaran penelitian pada ornamentasi di masjid Al-Mashun ingin membuktikan sejauh mana makna yang ditimbulkan dari keindahan dan kemegahan ornamen-ornamen sebagai perwakilan sebuah budaya. BAB VI, PENUTUP, Bab ini adalah pernyataan kesimpulan atau rangkuman yang disingkatkan untuk mendapatkan inti dari penelitian ini. Kemudin catatan Saran sebagai harapan penulis bagi seluruh lapisan masyarakat untuk dapat menghargai bahwa keindahan ornamen yang terdapat pada masjid AlMashun merupakan harta warisan leluhur bangsa Indonesia yang patut dihargai.
BAB II LINTAS SEJARAH 2.1 Masuknya Islam di Sumatera Utara Sejarah adalah napak tilas dari latar belakang budaya yang memberikan informasi tentang bagaimana manusia pada waktu tertentu hidup di dalam situasi alam lingkungannya serta tumbuh berkembangnya sebuah konsep dari falsafah yang diciptakan. Dalam penelitian ini seperti apa yang telah penulis kemukakan diawalnya bahwa kajian ini terletak pada nilai-nilai kebudayaan Melayu. Ornamen adalah hasil cipta karya budaya dan merupakan bukti representatif dari nilai-nilai budaya yang berwujud seni visual. Runtutan hal ihwal kesejarahan terhadap bagaimana ornamen diciptakan sebenarnya cukup panjang serta bahkan memungkinkan sangat rumit. Karena sampai saat ini para pakar arkeologis belum menyimpulkan siapa dan bagaimana proses terjadinya ornamen. Namun secara garis besarnya media visual tersebut merupakan sebuah implementasi ruang
lingkup kehidupan yang diperuntukkan bagi masyarakat segolongan saja, kemudian diungkapkan melalui bahasa seni visual. Alangkah baiknya penulis memberikan kesejarahan yang dibatasi ruang lingkupnya agar tidak jauh berkembang karena berharap permasalahan dalam tujuan penelitian ini akan menjadi fokus. Sebagai konsentrasi penelitian ini bertitik pada ornamen, keterkaitannya pada masjid Al-Mashun dan budaya Melayu Deli, maka terlebih dahulu penulis memusarkan konteks sosialnya, dalam hal ini adalah masyarakat Melayu Deli. Bukti bahwa pengaruh Islam menjadi bagian besar terhadap budaya Melayu merujuk pada sejarah masuknya agama Islam yang di bawa oleh bangsabangsa Arab. Sebelum kedatangan Islam, agama Hindu dan Budha berkembang di Indonesia. Sejak pertama Masehi, orang-orang Arab telah datang dan pergi ke Indonesia, dan pada abad ke-7 M untuk pertama kalinya orang-orang Islam datang dan memperkenalkan agama dan peradapan mereka di Indonesia. Pada abad ke15 M, Malaka sebagai pusat perdagangan dan kebudayaan terbesar di kepulauan Indonesia (Nusantara). Masuknya agama Islam ke Sumatera Utara (dulu Sumatera Timur) melalui Aceh. Dalam catatan sejarah Kerajaan Haru merupakan Bangsa Melayu memiliki wilayah Temiang (Aceh Timur) sampai Rokan (Riau) telah memeluk agama Islam. Kerajaan ini berpusat di lokasi Kerajaan Deli sekarang. Dalam sejarah kebudayaan melayu dari Hikayat Raja-raja Pasai bahwa Raja Haru dan Panai telah di Islamkan oleh Nahkoda Syeh Ismail dari Mekkah dibantu oleh Fakir
Muhammad dari Hindia, setelah mengislamkan Raja Samudra Pasai Merah Silu yang berganti nama menjadi Malikus As Saleh. Perkiraan pertengahan abad ke-13 M, Kerajaan Islam di Sumatera Timur yang sekarang termasuk dalam wilayah Sumatera Utara berikutnya menjadi Kerajaan Deli. Namun temuan arkeologis tidak mendukung, karena temuan arkeologis tertua ditemukan di Sumatera Utara adalah sebuah nisan kubur di daerah Klumpang (Hamparan Perak). Nisan tersebut berangka tahun 1590 M, tokoh Muslim yang dimakamkan adalah Imam Shaddik Bin Abdullah, meninggal 23 syakban 998 H yaitu pada tanggal 27 juni 1590 M (Baiduri, dari sinar, 2012,16) Tahun 1405-1407 Laksmana Cheng Ho menyebut bahwa nama Haru pada saat itu dituliskan So-Lo-Tan Hut-Sing (Sultan Husin) yang membayar upeti ke Tiongkok. Sedangkan tanda-tanda Haru tidak menemukan pernyataan telah beragama Islam selain bukti benda meriam yang bertuliskan aksara Arab dan Karo. Dalam sejarah Melayu bahwa sekurang-kurangnya 100 tahun telah berdirinya kerajaan Haru sebelum penyerbuan Sultan Iskandar Muda dari Aceh. Dugaan Kerajaan Haru yang telah memeluk agama Islam dalam laporan-laporan penulis Cina “Sejarah Melayu” berada di kota Rentang. Dalam sejarah Melayu bahwa kerajaan Haru pada abad ke-15 M merupakan salah satu kerajaan besar di Sumatera. Pada pertengahan abad ke-16, bersekutu pada Riau-Johor untuk melawan Penetrasi Aceh. Meski Aceh menaklukkan Haru tetapi tetap saja berontak terhadap dominasi Aceh. Aceh pun
tetap saja mengirim ekspedisi militer untuk menghantam Haru yang kemudian berubah nama menjadi “Guri” dan di awal abad ke-17 M menjadi “Deli”. 2.1.1 Kesultanan Deli Perperangan Kerajaan Haru dan Aceh terjadi, Sultan Mahmud Iskandar Muda mengutus seorang Laksmana Paduka Gocah Pahlawan sebagai Panglima perang dan kerajaan Haru berhasil ditaklukkan. Untuk memperluas jajaran wilayah kekuasaan Aceh, maka ditempatkanlah Paduka Gocah Pahlawan untuk memimpin daerah perwakilan Wali Negeri sebagai Raja Kesultanan Deli Pertama, wilayahnya dari Tamiang hingga Rokan. Pada tahun 1669, Deli memisahkan diri dari Kerajaan Aceh, memanfaatkan situasi Aceh yang sedang melemah ketika itu dipimpin oleh raja perempuan, Ratu Taj Al-Alam Tsafiah Al-Din. Berdasarkan hikayat Deli disebut Gocah Pahlawan berasal dari India (Delhi), nama aslinya adalah Muhammad Deli Khan, dan masih keturunan raja India yang terdampar di Pasai setelah melepas diri karena konflik dari ayahandanya di Pagaruyung. Tokoh ini berkulit hitam karena itu beliau di gelar dengan Lebai Hitam. Pemerintahan pertama Kesultanan berada di Delitua, maka tidak heran banyak sebagian masyarakat menganggap nama Deli berasal dari nama daerah di India. Sejak ditetapkannya lokasi Kesultanan Deli, pusat pemerintahan telah mengalami beberapa kali perpindahan. Semasa Gocah Pahlawan kesultanan deli berada di Delitua, kemudian setelah beliau mangkat dan digantikan oleh anaknya Tuanku Panglima Parunggit, lokasi Pemerintahan bergeser ke Medan Deli, berikutnya bergeser lagi ke daerah Labuhan Deli semasa Tuanku Panglima
Pasutan. Akhirnya pada tahun 1890 Sultan Ma’mun Al-Rasyid Alamsyah kembali memindahkan Pemerintahan Kesultanan Deli kembali ke Medan (Pelly dkk, 1986, dalam Baiduri, Ratih, 2012:17). Semula Gocah Pahlawan terkenal karena mengalahkan 7 orang pengacau dari bangsa Turki. Karena jasa-jasanya inilah kemudian Sultan Aceh mengangkatnya menjadi Panglima perang. Banyak peperangan yang berhasil di raih oleh Gocah Pahlawan, sampai peperangan terakhir dengan kerajaan Haru maka sangat wajarlah beliau diangkat menjadi wakil Aceh memerintah di Delitua. Sebelumnya wilayah telah terbagi 4 hukum wilayah asal yang disebut dengan Urung. Setiap Urung dipimpin oleh datuk-datuk yang memiliki hak otonomi setiap masing-masing wilayah. Keempat wilayah tersebut adalah Sepuluh Dua Kota atau Hamparan Perak, Sukapiring, Petumbak, Sinembah dan Sunggal. Urung Sunggal adalah yang paling terbesar dan terkuat, maka untuk tujuan politiknya Sri Paduka Gocah Pahlawan mengikat tali persaudaraan dengan menyunting adik datuk Sunggal bernama Puteri Nang Baluan Beru Surbakti pada tahun 1632 (Baiduri, dari sinar, 2012: 21). Daerah dalam wilayah Imperium Kesultanan Deli yaitu, Deli dan sekitarnya, Sunggal atau disebut Serbanyaman, Sepuluh dua kota (kemudian menjadi Amparan Perak), Suka Piring, dan Senembah.
SERBA NYAMAN T. LANGKAT
KA SU
PERCUT
GLUGUR
SUNGGAL
SE P U LU
G PIRIN
H
MEDAN
KOTA DU A
SENEMBAH
LON GAER
LABUHAN DELI DELI SEKITARNYA
Gambar 2, peta wilayah imperium kesultanan deli (sket ulang, sumber: baiduri ratih)
Kedudukan Deli semangkin menonjol, Sri Gocah Pahlawan menguasai jalur tepi pantai yaitu antara Kuala Belawan dan Kuala Percut, dengan dukungan Aceh maka jalur tersebut sebagai jalur yang paling potensial bagi sumber ekonomi Deli. Disamping itu kemajuan bidang politik juga terlihat, atas karena dukungan para ke 4 datuk Urung. Kesepakatan antara para datuk Urung dengan Sri Gocah Pahlawan adalah Ulon Janji. Ulon Janji merupakan pengesahan pengangkatan baru dari setiap pergantian kesultanan dari keturunan sultan. Pelantikan sultan ini memiliki
beberapa
serimonial
upacara
kesultanan
diantaranya
adalah
mengucapkan sumpah jabatan. Setelah Sri Gocah Pahlawan meninggal dunia, kesultanan diletakkan pada anaknya Panglima Perunggit. Ibukota kerajaan deli dipindahkan dari Percut ke daerah padang datar atau Medan Deli. Masa-masa itu kerajaan Aceh mulai
melemah setelah mangkatnya Sultan Iskandar Thaani, karena setelahnya pemerintahan Aceh dipimpin oleh raja-raja perempuan. Disinilah Panglima Perunggit memproklamirkan Deli merdeka atau terpisah dari Aceh dan berhubungan dengan Belanda di Malaka (sinar,1991, dalam Baiduri, Ratih, 2012:23). Setelah meninggalnya Panglima Perunggit, pemerintahan diletakkan pula kepada anaknya Panglima Paderap, sejarah tidak banyak menuliskan perjalanan masa pemerintahannya. Hanya menerangkan terjadinya gejolak keributan perebutan kekuasaan diantara anak-anaknya. Akhirnya Deli harus dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yaitu Serdang dan Langkat. Panglima Panderap yang menggantikan ayahandanya Panglima Perunggit yang telah wafat. Berikutnya digantikan lagi oleh Panglima Pasutan Kembali ibukota dipindahkan dari padang datar ke Labuhan Deli. Beliau digantikan oleh Tuanku Panglima Gandar Wahid, dan datuk 4 suku atau datuk Urung semangkin kokoh sebagai wakil rakyat. Pada masa pemerintahan Sultan Amaluddin Mengedar Alam, John Anderson mengunjungi deli ketika itu berperang melawan kerajaan Pulau Brayan, Langkat dan Sunggal pada tahun 1823 M. Putra ketiga dari Tuanku Gandar Wahid ini memerintah pada tahun 1804 sampai dengan 1850, pada masa pemerintahannya hubungan dan pengaruh kerajaan Siak lebih kuat dari kerajaan Aceh, hal ini ditandai dengan pemberian gelar Kesultanan kepada kerajaan Deli. Kembali kekuasaan kerajaan Deli berpindah pangku setelah meninggalnya Sultan Amaluddin Mengedar Alam digantikan oleh putranya Sultan Osman
Perkasa Alamsyah pada tahun 1850 sampai tahun 1858 M. Aceh kembali menaklukkan Deli pada tahun 1854 M. Beliau mendapat pengesahan dari kerajaan Aceh, bahwa kesultanan Deli merupakan daerah yang berdiri sendiri. Untuk kedua kalinya Deli menjadi merdeka dari Aceh atas wilayah kekuasaan Aceh, yang ditandai denngan diberikannya pedang Bawar dan Cap Sembilan.
Hal ini
bertujuan untuk mengurangi pengaruh kerajaan Siak di wilayah kesultanan Negeri Deli. Sultan Osman diberi gelar dari Kerajaan Aceh sebagai “ Wakil Sultan Aceh”. Sultan Osman meninggal pada tahun 1858 M, dan digantikan Sultan Mahmud Perkasa Alam pada tahun 1861 M sampai dengan tahun 1873 M. Beliau mengangkat adiknya sebagai Raja Muda Sulaiman. Pada masa Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah inilah membuat perjanjian dengan Belanda (armada pimpinan Residen Riau, E. Netscer) menjadikan pelabuhan Deli sebagai basis pertahanan Belanda dalam menghadapi musuh-musuhnya (sinar 1971, dalam Baiduri, Ratih, 2012: 24). Sultan Mahmud meninggal dunia pada tanggal 25 oktober 1873 M dan digantikan oleh putranya yang cukup muda yaitu Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Karena masih muda beberapa waktu untuk sementara pamannya Raja Muda Sulaiman yang memerintah Deli.
Gambar 3, Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah (foto koleksi Istana Maimoon)
Setelah cukup usia, Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah memimpin langsung Pemerintahan kesultanan Deli. Masa beliau kerajanaan Deli mencapai puncaknya. Perdagangan tembakau semakin maju pesat, dengan demikian kemakmuran kesultanan Deli diperhitungkan. Pusat ibukota Deli kembali dipindahkan ke Medan dan mendirikan Istana Maimun, Masjid Raya, taman kolam Raja, balai kerapatan tinggi serta fasilitas-fasilitas kepentingan umum lainnya. Beliau meninggal pada tahun 1924 M dan digantikan oleh Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah. Pada masa Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah hubungan dagang terjalin dengan baik dengan luar Negeri serta dengan kerjaan-kerajaan lain di Nusantara. Masa Pemerintahannya pada tahun 1924 sampai dengan 1945,
dimana
beliau
mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia
yang
diploklamirkan Merdeka pada tahun 1945. Sejak saat itu kedaulatan Sultan-Sultan Deli selanjutnya menjadi penguasa tertinggi Adat Istiadat dan kebudayaan Melayu Deli. Selanjutnya pergantian penguasaan tertinggi Adat berpindah kepada Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam, setelah wafatnya Sultan Amaluddin. Berikutnya berganti kembali penguasa Adat kepada Sultan Azmi Perkasa Alam, lalu Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam, dan yang terakhir Sultan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam pada tahun 2005 sampai saat ini (tahun penelitian ini dilaksanakan 2014). 2.1.2 Masjid Al-Mashun Medan
Gambar 4, Masjid Al-Mashun Medan ( koleksi pribadi)
Berdirinya Istana Maimun (maimoon) pada tanggal 26 Agustus 1888, setelah pusat Ibukota Kesultanan Deli kembali ke Medan. Istana Maimun ditempati pada tanggal 18 Mei 1891 M. Kemudian Gedung Kerapatan Tinggi sebagai Mahkamah Keadilan Pemerintahan Sultan didirikan pada tahun 1906 M.
Berikutnya didirikanlah Masjid Al-Mashun atau yang dikenal dengan masjid Raya Medan pada tanggal 21 Agustus 1906 M sebagai masjid kerajaan. Sebagaimana lazimnya bangunan istana kerajaan Islam semenjak dahulu selalu dikaitkan dengan masjid. Istana Maimun merupakan bentuk kejayaan budaya Melayu Deli yang beragama Islam, maka masjid didirikan dalam kawasan istana, berjarak dari istana lebih kurang dua ratus meter, sebagai kepentingan ibadah sekaligus sebagai identitas budaya. Kembalinya pusat pemerintahan Deli dari Labuhan Deli ke Medan maka segala fasilitas prasarana kesultanan dibangun. Yang memerintah kesultanan pada saat itu adalah Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah (1873-1924). Kerajaan Deli semakin maju pesat dalam perdagangan tembakau, pada saat inilah Deli pada puncak kejayaannya. Setelah berdiri Istana Maimun tanggal 26 Agustus 1888 M dan ditempati pada tanggal 18 Mei 1891 M dan bangunan-bangunan fasilitas kesultanan lainnya, setelahnya dibangun pulalah masjid megah dalam wilayah lingkungan istana. Sebelum masjid dibangun terlebih dahulu dibangun kolam Raja yang berjarak lebih kurang dua ratus meter dari istana Maimun dan lebih kurang lima puluh meter dari masjid Al-Mashun. Letaknya sebelah utara dari masjid. Penggalian tanah kolam diangkut untuk menjadi timbunan dasar tanah masjid yang berikutnya akan dibangun. Strategis dari tiga bangunan yang fundamental ini menunjukkan adanya nilai-nilai sejarah citra seorang bangsawan yang dapat membaur dengan masyarakatnya serta menjunjung tinggi kedaulatan. Alasan tersebut melihat area yang terpisah antara Istana Maimun, masjid Al-Mashun dan
Kolam Raja. Strategis setiap bangunan ini memiliki kepentingan fungsi yang berbeda. Istana Maimun merupakan tempat pusat Pemerintahan Kesultanan sekaligus tempat tinggal Sultan yang merupakan adanya ruang lingkup antara pejabat kerajaan, cukup pada wilayah Pemerintah saja. Sedangkan kolam raja adalah tempat rileksasi Sultan beserta keluarganya dan tamu kehormatan ketika mengadakan acara tertentu bahkan menurut nara sumber sering juga Sultan mengadakan undangan kepada masyarakat dan melaksanakannya diareal kolam tersebut. Sementara kedudukan masjid Al-Mashun juga bukanlah bangunan yang hanya dikhususkan sebagai fasilitas Kesultanan semata. Masjid dibangun justru memperkuat strategis hubungan kesultanan dengan petinggi agama Islam dan masyarakat. Komunikasi ini dijalin untuk membentuk interpensi masyarakat dengan Pemerintahan Kesultan terjalin lebih dekat dan erat. Konsep ini dibentuk sebagai gambaran bahwa Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah memiliki kedaulatan yang kuat, bersahabat, bijaksana dan agamais.
Gambar 5, Area lingkungan Kesultanan (sket ulang dari Ratih,hal 38)
T.H. Van Erp, salah seorang perwira Zeni Angkatan Darat KNIL adalah yang merancang dan mengerjakan masjid Al-Mashun, setelah mengerjakan Istana Maimun. Ketika itu belum ada perancang lokal yang mampu membuat bangunanbangunan megah. Karena hubungan diplomatik dan dagang dengan Belanda terjalin yang disebut sebagai “Politik Kontrak Panjang” (Lange Politiek Contract), kemudahannya kesultanan harus mencari desainer dari belanda. Selanjutnya prosesnya dikerjakan oleh JA Tingdeman, ketika itu Van Erp dipanggil ke Jawa dari pemerintah Hindia Belanda untuk bergabung dalam proses restorasi Candi Borobudur. Pada tanggal 26 Agustus 1906 maka didirikanlah masjid Al-Mashun Medan dan diresmikan pada hari Jumat tanggal 10 September 1990 M. Van Ronkel dalam artikelnya di majalah NION menyebutkan Medan Kota Raja terkenal dengan kekayaan dan keindahan masjidnya dengan judul “moskeen Van Batavia”( Ratih, dari husny 1975, 2012:26) MENARA PINTU GERBANG
PERKUBURAN
TEMPAT WUDHU
U MASJID AL-MASHUN
Gambar 6, denah area masjid Al-Mashun (sket ulang dari ratih:hal 40)
Pembiayaan pembangunan fasilitas kerajaan Deli ini diambil dari kas perbendaharaan kerajaan (lanschapskas) dan tidak darimana pun. Tetapi catatan ada menyebutkan sumbangan dana sepertiga diperoleh dari Tjong A Fie yang berhubungan baik degan kesultanan. Wajar saja demikian karena Tjong A Fie dipercayakan Sultan Untuk memenuhi mobiler petani tembakau serta kebutuhan pangan yang diperkerjakan oleh sultan diwilayah Deli. Barang-barang tersebut didatangkan dari cina. Tjong A fie juga membangun masjid Petisah, dan ada beberapa masjid didaerah Spirok (Tapanuli Selatan) dan juga di Sumatera Barat. Beliau adalah tokoh Cina perantauan, diangkat sebagai Kapten Cina oleh Kolonial Belanda (Ratih,dari sinar, 2012:27). Tempat tinggal Tjong A Fie lebih kurang dua kilo meter dari istana Maimun arah lintang barat. Nama masjid Raya Al-Mashun diartikan sebagai masjid yang dipelihara Allah SWT. Dalam rangka peresmiannya untuk pertama dilaksanakan shalat Jumat oleh kesultanan Deli serta para pembesar-pembesar dari Langkat dan Negeri Serdang. Masjid ini di kenal dengan Masjid Raya Medan. Sekarang persisnya antara jalan sisingamangaraja, jalan masjid raya dan jalan mahkamah. Keagungan masjid Al-Mashun ini menjadikan Sumatera Utara memiliki ikon sebagai kota budaya Melayu Islam dan merupakan salah satu peninggalan budaya yang masih hidup dan difungsikan (living monument). 2.1.3 Budaya dan Agama Realita budaya merupakan kapasitas masyarakat memperdaya sistem tradisi yang telah berlanjut terus menerus dalam kehidupan. Upaya-upaya mempertahankan ideologi ini pada dasarnya adalah bagaimana adat istiadat
diperlakukan dan menjadi bagian kehidupan. Ketika budaya berdampingan dengan agama, ada beberapa bagian yang tidak dapat diselaraskan. Dengan pertimbangan bahwa agama merupakan peradilan yang tertinggi, akhirnya linear budaya harus dipadankan atau dapat diganti dengan pola budaya yang telah mendapatkan ayakan agama. Agama lebih terdepankan sehingga bagian budaya yang tidak dibenarkan, harus ditinggalkan. Diketahui bahwa sebelum masuknya agama Islam ke Indonesia, pengaruh Hindu dan Budha terlebih dahulu menjadi agama dan kebudayaan. Sementara Islam menegakkan agama bahwa tidak membenarkan syirik atau menyekutukan Allah dengan yang lain, atau hanya Allah satu-satunya yang patut di sembah (Tauhid). Setelah Melayu memeluk agama Islam pada sebelumnya menganut paganisme, berangsur-angsur tidak lagi memperlakukan adat istiadat yang berbau syirik (menurut Islam). Namun tidak sepenuhnya pula bagian-bagian itu hilang begitu saja, Islam dapat mengobahnya dengan memperlakukan tradisi sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Melayu, tetapi telah distirilisasi sehingga dapat diterima Islam maupun melayu. Karena bagaimana pun ikatan tardisi yang telah lama diyakini tidak dapat dihilangkan dalam waktu singkat. Dengan pelahanlahan budaya disusupkan dengan nilai-nilai agama Islam sehingga bentuk-bentuk paganisme berangsur-angsur terkikis sehingga tidak lagi terbawa setelah masuk agama Islam. Demikian proses tersebut akhirnya dapat diterima menjadi bagian kehidupan masyarakat melayu. Pada masa lampau masyarakat Melayu beranggapan mereka hidup dibawah kekuasaan seorang raja yng merupakan pimpinan tunggal sebuah
lembaga kerajaan duniawi. Kemudian kerajaan duniawi ini di bawah naungan kekuasaan hukum Tuhan. Dalam bahasa Melayu, “kerajaan” secara harfiah berarti “keadaan yang mempunyai raja”. Seorang raja Melayu tidaklah dianggap sebagai anggota biasa dari ras Melayu atau umat Islam, melainkan merupakan objek utama dari kesetiaan. Raja merupakan pusat bagi setiap aspek kehidupan orang melayu (Ratih, dari milner,2012:29). Adanya struktur didalam budaya Melayu memberikan ruang antar penguasa raja dan kaum masyarakatnya. Masyarakat adalah patik atau sebagai hamba raja, sementara raja berkuasa atas hukum sebagaimana hikayat keturunan raja-raja Negeri Deli bahwa syariat beserta dengan hukum adat berada di tangan raja. Raja menetapkan gelar bagi seseorang, menentukan status, simbol, pakaian, dan hal itu diterima karena dipercaya bahwa perintah raja adalah perintah Tuhan. Sejarah mengatakan bahwa kehormatan yang diberikan oleh raja di percaya sangat berpengaruh bagi kehidupan seseorang pada masa sekarang maupun akan datang (akhirat). Keyakinan tersebut sebelum masuknya agama Islam dan berikutnya terasimilasi dengan ajaran Islam sehingga sebagian di masyarakat melayu deli keyakinan itu masih saja berlaku hingga sekarang (hanya kerabat adat saja). Semula ketika Islam mulai berpengaruh atas ajaran dan konsep ideologinya ada ketertarikan bangsa melayu sebelum memeluk agama Islam seperti gelar-gelar bangsa Arab (gelar Muslim). Sebutan Sultan diberikan kepada raja-raja serta diletakkan pada mata uang. Seperti mata uang kerajaan Aceh tertera nama Sultan dan bagian belakang tertulis As-Sultan “Adil”. Budaya ini digunakan
kerajaan
Malaka, kerajaan Kelantan, kerajaan Patani dan kerajaan Kedah
(Ibrahim Alfian, 1986,didalam Baiduri, Ratih,2012:30). Setelah memeluk agama Islam bangsa melayu menggantikan gelar raja menjadi sebutan Sultan, kedudukannya hampir sama penefsiran bahwa raja atau sultan sebagai titisan Tuhan. Doktrin mistis yang di pakai oleh bangsa melayu sebelum Islam raja digambarkan sebagai titisan Dewa Wisnu atau seorang Bodhisadwa yang hampir dekat dengan konsep Islam yaitu “insan kamil” diterjemahkan sebagai “manusia sempurna”. Setelah memeluk agama Islam peranan tersebut masih dipertahankan bahkan semakin mengkukuhkan kedudukan raja, sehingga kedudukan suci raja ini sangat membantunya untuk memenuhi peranan sentral dalam kehidupan spiritual rakyat. Konsep tersebut sering dihubungkan dengan konsep Khalifah, Sultan atau Syah (Syeh) dalam tradisi kerajaan-kerajaan
Islam
pada
masa
keemasannya
(Milder,1989,didalam
Baiduri,Ratih,2012:31). Serangkaian sejarah melayu deli semenjak diawali dari cikal bakal Sri Paduka Gocah Pahlawan hingga sekarang kedudukan raja atau Sultan di anggap adalah Khalifah ummat Islam, dimana beliau didampingi oleh Mufti atau Kadhi Besar kerajaan. Setelah memeluk agama Islam dan Sultan tidak secara langsung memiliki contoh sebagai Tokoh utama langsung di masyarakat melayu meski sebelumnya menurut sejarah, agama Islam telah berkembang dikalangan rakyat melayu sebelum kesultanan. Ketika Sultan beragama Islam dan para pembesar kerajaan juga memeluk agama Islam, maka masyarakat melayu menjadi lebih besar masuk agama baru tersebut.
2.1.4 Ideologi Melayu dan Syariat Islam Ideologi adalah konsep pandangan hidup yang digunakan sebagai sebuah pedoman menjalankan strategi kehidupan sehari-hari. Makna ideologi diartikan sebagai cita-cita kehidupan yang dapat mendatangkan kebaikan atau keuntungan pada diri seseorang atau masyarakat. Menurut Karl Marx Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesamarataan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Sedangkan Destertt de Tracy Ideologi adalah pembelajaran terhadap idea-idea (pemikiran tertentu). “salah satu item yang membentuk keperluan mental dan jasmani
individu
yang
membentuk
sebuah
masyarakat
serta
meliputi
permasalahan politik, sosial, ekonomi dan perkara yang bersangkut paut dengan sejarah dan sosio-geografi manusia” (Ensiklopedia brittanica,wikipedia.org.Net) Sebelum bangsa Melayu memeluk agama Islam cara pandang Melayu didasarkan pada ideologi Hindu dan Budha. Pendekatan budaya asalnya tidak sepenuhnya ditinggalkan, justru ada bagian yang masih melekat dan dilestarikan. Pondasi agama Islam merupakan tonggak kehidupan dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, budaya sebagai sentral ideologi yang kemudian disepadankan dengan keyakinan agama. Dapatlah di lihat bahwa suku Melayu memiliki multi budaya dengan merangkaikan sejumlah budaya asal sebagai milik asli yang telah terjadi pembentukkan budaya lewat ayakan agama yang dianut. Dari ayakan agama ini terdapat bagian yang masih diperbolehkan sebagai sistem yang diperlakukan bertindak sebagai adat istiadat.
BAB III DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MASHUN MEDAN 3.1 Sistematika Deskripsi Pendeskripsian ornamen-ornamen yang ada di kompleks masjid AlMashun medan dengan tujuan untuk mendapatkan data lengkap sebagaimana sasaran penelitian penulis. Sistematika yang dimaksud adalah memilih bagianbagian penelitian yang menjadi bahasan. Bagian-bagian ini merupakan letak ornamen yang diterapkan pada bangunan masjid dan lokasi tertentu. Teknik deskripsi ini menjelaskan kelompok ornamen bagian perbagian secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal meliputi dari dasar seperti seluruh dinding paling bawah bagian luar seputar lingkaran bangunan masjid, dinding luar masjid, bagian lingkaran atas antara lain kubah,menara dan pintu gerbang
(termasuk gedung tempat wudhu). Kemudian bagian dalam hanya sekitar bangunan utama masjid yaitu dinding dan langit-langit.
Secara horizontal
meliputi pintu gerbang, bangunan tepat wudhu, menara dan bangunan utama masjid. Berikutnya bagian dalam masjid meliputi serambi, mihrap, mimbar dan mimbar kedua (dikka). Deskripsi akan dilakukan khusus pada ornamen yang terdapat pada ketentuan yang telah penulis sebutkan, dan tidak melakukan bagian-bagian lain yang bukan menjadi bahasan penulis. Tindakan ini bertujuan agar dapat memisahkan klasifikasi komponen ornamen yang menurut penulis memiliki pengaruh besar terhadap bangunan masjid. Bagian ornamen terkecil tercatat hanya memberikan keberadaan ornamen yang diletakkan di bangunan masjid saja, menurut penulis tidak cukup memberikan pengaruh besar dalam penelitian ini sehingga penulis harus menentukan bagian yang tepat dan layak sebagai sasaran penelitian. 3.2 Deskripsi Ornamen Dalam deskripsi ornamen ini akan mengemukakan secara umum bagianbagian letak serta klasifikasi komponen-komponen ornamen yang terdapat berada di kompleks masjid Al-Mashun. 3.2.1 Gambaran umum Sebelum memberikan data letak dan posisi ornamen, terlebih dahulu diuraikan area serta keadaan masjid Al-Mashun secara umum. Masjid raya Medan terletak di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Baru Kotamadya Medan. Dari
sebelah Barat dibatasi dengan jalan Mahkamah, di sebelah Utara dibatasi oleh jalan Masjid Raya, dan disebelah Selatan dibatasi jalan Sipiso-piso. Area masjid dibatasi oleh pagar tembok dan besi dengan luas 13200 m2 . Pintu gerbang terdapat pada arah timur laut dengan memiliki dua ruangan. Dua ruangan ini sekarang difungsikan sebagai kantor pemeliharaan dan pelestarian masjid Al-Mashun. Masjid sebagai titik sentral maka dapat dilihat bangunan utama dan bangunan pendamping. Bangunan utama adalah masjid Al-Mashun sendiri sedangkan bangunan pendamping diantaranya adalah tempat wudhu (tempat air bersuci sebelum shalat), menara masjid (sebagai tempat pengeras suara bilal yang mengomandangkan azan), serta area perkuburan pembesar Sultan dan pintu gerbang. 3.2.2 Urutan perbagian Ornamen Urutan perbagian ini melihat kapasitas ornamen dalam setiap bangunanbangunan yang ada dalam pendeskripsian. Sebagaimana sebelumnya penulis mengurutkan dalam dua kelompok yakni secara vertikal dan horizontal. Melihat masjid Al-Mashun tentu kita harus melihat areanya secara keseluruhan yang meliputi di mulai dari pintu gerbang, bangunan tempat wudhu, menara masjid, dan bangunan induk masjid. Langkah-langkah seperti ini mempermudah untuk mendapatkan bagian-perbagian ornamen dalam kelompok tertentu. Setelah memberikan kelompok, berikutnya dilakukan uraian yang berurut sebagaimana penulis sebutkan diatas yakni secara vertikal dan horizontal.
Kelompok-kelompok ini berdasarkan jenis dan bentuknya dalam hubungan pendekatan. Maksudnya hubungan pendekatan adalah tampilan atau wujud yang hampir mirip atau sejenis dan seragam. Misalnya jenis dasar bentuk ornamen tumbuhan, maka dikelompokkan pada bentuk-bentuk flora, demikian halnya juga terhadap bentuk-bentuk yang lain seperti bentuk fauna, geometris, abstrak, dan bentuk khayali. Awal untuk memasuki area masjid Al-Mashun tentunya terlebih dahulu melalui pintu gerbang. Pintu gerbang ini memiliki dua ruang kiri dan kanan, saat ini difungsikan sebagai kantor pemeliharaan dan pelestarian masjid Al-Mashun.
Gambar 7, pintu gerbang masjid Al Mashun Medan (koleksi pribadi)
Pintu gerbang ini juga penghubung seluruh lingkaran pagar yang membatasi area masjid Al-Mashun, dan memiliki beberapa pintu gerbang kecil lainnya sebagai akses ke masjid. Secara vertikal atau sudut pandang dilihat urutannya dengan cara dari atas kebawah. Tidak ada pembakuan apabila melihat sesuatu objek harus dengan satu
cara yang dibenarkan. Penulis hanya berpendapat bahwa dengan cara melihat di mulai dari atas kebawah akan mempermudah menjelaskannya kepada pembaca. Deskripsi ornamen yang ada pada pintu gerbang yang pertama terletak pada bingkai atau bagian atas (Cresting), yang melingkari berbentuk putik bunga sebagai hiasan pagar lantai atas dengan empat sudut, setiap sudutnya berbentuk mahkota. Level berikutnya berada di lantai bangunan kiri dan kanan, masih bagian dari pintu gerbang, persis tepatnya atap ruangan yang terdapat dua ruang pintu gerbang yang berseberangan , juga sama persis bentuk ornamen yang terdapat pada level sebelumnya. Terbuat dari batu semen dan menyatu pada bangunan.
Gambar 8, .sudut Cresting pada puncak pintu gerbang (koleksi pribadi)
Untuk bagian dalam atas lengit-langit pintu gerbang terdapat pola-pola dalam kolom bercekung kedalam berbentuk empat segi. Setiap kolom berbentuk ornamen berpusar pada delapan segi dengan memiliki ornamen kembar yang di chrossing atau di silang masing-masing empat sudut dan empat sisi pinggir.
Bentuknya adalah motif flora yang telah terjadi proses deformatif (perobahan bentuk).
Gambar 9. ornamen dilangit-langit pintu gerbang (koleksi pribadi)
Berikutnya terdapat empat daun jendela bagian depan dan bagian belakang pintu gerbang, sama persis memiliki kisi-kisi (windows grilles) atau bingkai jendela untuk sirkulasi angin. Fisik jendela ini juga di sebut dengan jendela mati atau jendela tetap, yakni jendela yang dibuat dari material yang sama pada bangunannya atau yang menyatu dengan bangunannya (semen), dan tidak dapat dibuka tutup atau dipisahkan. Bentuk ornemen jendela ini sederhana bermotif geometris dalam lengkungan runcing bagian atas (pointed arch), dengan latar byground kramik dinding. Motif ini berbentuk relief datar dan berlobang.
Gambar 10, windows grilles pintu gerbang (koleksi pribadi)
Setelah melalui pintu gerbang, arah sebelah kiri lebih kurang jaraknya 100m dari pintu gerbang, sebelah timur, terdapat bangunan berkubah tunggal. Bangunan ini adalah tempat wudhu. Bentuk bangunan ini berbentuk delapan segi. Bagian pagar sisi kubah letaknya bagian atas terdapat ornamen sebagai lingkaran pagar saling berangkai dan menyatu. Bentuk relief ini memiliki dua pola yakni pola semi patung (masih kategori dua dimensi/relief tinggi), dan relief bolong. Bentuk motifnya masih berpola flora (foliated) yang dideformatif.
Gambar 11, ring kubah/ Crasting (koleksi pribadi).
Kemudian masih dalam rangkaian relief tepatnya persis ring bersudut di bawah lingkaran pagar kubah, terdapat pola-pola sederhana berbentuk bidangbidang kecil segi empat. Setiap bidang terdapat bermotif lingkaran, dan dibawahnya terdapat pola-pola berbentuk gigi gergaji (saw tooth).
Gambar 12, urutan ornamen di bangunan tempat wudhu (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Masih dalam pagar kubah, berikutnya urutan kebawah berbentuk lengkungan setengah lingkaran, sebagai bingkai jendela. Jumlahnya terdapat delapan buah jendela. Setiap jendelanya memiliki frame relief berbentuk pola flora yang menjalin.
Gambar 13, lengkungan bermotif flora (sket ulang dari foto pribadi)
Berikutnya pagar bermotif gigi-gigi gergaji (sow tooth) terdapat pada level bawah bagian atap utama bangunan tempat wudhu, dengan enam jendela yang tidak dapat dipisah (terbuat dari semen) berfungsi sebagai fentilasi (windows grilles).
Gambar 14, gigi-gigi gergaji (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Gambar 15, jendela berkisi-kisi (digambar ulang dari foto koleksi pribadi)
Pada posisi lintang barat, persis sebelah kanan arah pintu masuk gerbang utama, terdapat menara masjid Al-Mashun. Menara ini berfungsi sebagai tempat sumber pengeras suara Azan (seruan memanggil untuk shalat).
Diatas puncak menara terdapat satu bentuk tunggal ornamen flora berbentuk stirilisasi putik bunga atau kuntumbunga. Kemudian di bawah kubah menara terdapat pagar kayu berbentuk arcade (deretan tiang dan lengkungan).
Gambar 16, komponen ornamen pada puncak manara masjid (koleksi pribadi)
Pada level berikutnya terus mengarah pada bagian kebawah, terdapat dua level atau dua lantai berturut-turut, bentuk pagar sama dengan diatas sebelumnya, namun pagar-pagar ini terbuat dari batu semen serta bagian ring-ring bawahnya dihiasi relief gigi-gigi gergaji.
Gambar 17, komponen ornamen pada tengah manara masjid (koleksi pribadi)
Langkah seterusnya mengarah kebawah, persis di bawah jendela menara terdapat ornamen bentuk bintang bersudut delapan dibatasi dengan bingkai segi empat berjumlah empat buah. Diantara bentuk bintang di sela dengan relief segi tiga bersisik pada masing-masing bidang sisi menara. Kemudian kolom berikutnya ada di bawah setelah bintang bersudut delapan dan segi tiga bersisik, terdapat bidang datar terdapat bentuk lingkaran dalam segi tiga mengapit bentuk ornamen swastika dalam lingkaran. Jumlah lingkaran dalam segi tiga jumlahnya dua belas, dan swastika ada empat buah.
Gambar 18, komponen ornamen pada tengah manara masjid (koleksi pribadi)
Sampai pada bangunan dibawahnya merupakan bangunan utama menara dari lantai paling bawah dengan sisi empat sudut atau seperti kubus, lazimnya standart bangunan umum. Diatas bangunan ini terdapat bingkai Cresting berpola flora yang telah di deformatif bersejajar sebagai pagar puncak bangunan.
Gambar19, komponen ornamen pada gedung manara masjid (koleksi pribadi)
Selanjutnya mengarah tepat berhadapan dengan pintu gerbang, lebih kurang berjarak 100 meter, terdapat bangunan yang paling utama di area masjid kerajaan Deli tersebut, yaitu bangunan masjid Al-Mashun sendiri.
Gambar 20, masjid Al-mashun Medan (koleksi pribadi)
Masjid ini tegak berdiri ditengah-tengah area seluas 13200 m2 dibatasi dengan pagar tembok dan besi. Bangunan ini merupakan sentral pisik atau bangunan yang paling utama. Masjid ini memiliki tujuh pintu utama, sebelumnya mendapatkan tiga pintu dari bangunan ruang yang berkubah. Bangunan berkubah ini berada di setiap sudut bangunan utama masjid, hanya tiga yang memiliki anak tangga menuju bangunan utama sedangkan yang satunya sebelah bagian lintang barat tidak ada anak tangga karena persis letak area mihrab masjid yang tentunya adalah tempat imam memimpin shalat.
Gambar 21, denah masjid Al-Mashun, warna kuning bangunan berkubah sumber : ratih baiduri, masjid raya al-mashun Medan,41:2012
Arah struktur ornamen terlebih dahulu tentunya tertuju pada puncak bangunan utama masjid, yakni terdapat pada bagin yang paling tertinggi. Pada bangunan utama masjid yang paling tertinggi yaitu adalah kubah besar bangunan induk masjid persisnya ditengah-tengah antara keempat kubah disisinya. Ornamen tinggi di pagar sekitar kubah sama persis bentuknya dengan tipe yang berada di kubah bangunan tempat wudhu yaitu bermotif gigi-gigi gergaji (sow tooth).
Gambar 22, urutan ornamen di bangunan tempat wudhu (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Berikutnya kebawah terdapat beberapa tingkat bevel (tekukan pinggir bidang) mengarah kebawah sampai pada kedelapan sisi bidang bangunan kubah dan diantara bidang terdapat dua jendela dan jumlah seluruh jendela ada enam belas jendela. Dari puncak bangunan kubah sampai pada keenam belas jendela adalah lantai paling tertinggi di bangunan induk masjid Al-Mashun.
Gambar 23, .jendela kubah (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Gambar 24, crasting pada ring kubah pada bangunan utama masjid (koleksi pribadi)
Langkah berikutnya lantai yang paling tertinggi di kubah terdapat kembali pagar berelief ornamen. Tetapi pagar ini bukan sekedar dekorasi tetapi difungsikan sebagai pembatas keamanan untuk aktifitas perawatan kubah. Ornamennya berada disetiap pagar, bentuknya berlobang atau bidang tembok pagar dilobangi dengan bentuk-bentuk bintang bersegi enam dan lingkaran. Dengan pengulangan bentuk bintang dan diselingi bentuk lingkaran berfungsi sebagai windows grilles.
Gambar 25, pagar berornamen bintang bersegi enam dan lingkaran (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Gambar 26, pagar atas kubah berbentuk bintang bersegi enam dan lingkaran (koleksi pribadi).
Berikutnya mengarah kebawah sebagaimana level di atas memiliki bevel, setelah pagar ini dibawahnya juga memiliki panel frame tekuk bertingkat.
Gambar 27, tekuk bertingkat (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Setelah pagar level paling atas terus mengarah kebawah terdapat kembali motif gigi-gigi gergaji (sow tooth), selanjutnya segi empat sejajar horizontal, dan dibawahnya beberapa tiang dengan variasi lengkungan sejajar (arcade), sebagai byground atau latarnya diletakkan tegel atau keramik dinding dengan tehknik grafis (cetak) bermotif flora. Motif ornamen pada tegel atau keramik dinding sampai bagian level paling bawah, di dalam bidang segi empat sejajar arah haorizontal, masih tegel keramik yang sama.
Gambar 28, urutan ornamen di lantai ke dua dari level atas (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Gambar 29, latar tegel atau keramik pada bidang byground (koleksi pribadi)
Gambar 30, tegel atau keramik dari dekat (koleksi pribadi)
Gambar 31, motif gambar flora dipermukaan kramik dinding (gambar dari ratih)
Penulis melihat dominasi bangunan serambi berkubah yang paling istimewa adalah tepatnya mengarah kepintu gerbang. Menurut hemat penulis, tidak secara langsung ketika seseorang melalui pintu gerbang maka bangunan serambi berkubah yang pertama sekali yang tampak ditemukan adalah bangunan berkubah bagian lintang utara. Strategis itu juga difungsikan sebagai hilir mudik utama untuk beribadah atau sesuatu kegiatan di masjid tersebut. Dimulai dari menaiki anak tangga pada bangunan berkubah, struktur ornamen kembali menyambut dengan keelokan rupawannya. Sebagaimana di urut dari bagian yang paling atas yaitu pada ring kubah. Ring kubah pada bagian ini tidak terdapat ornamen hanya saja pagar berbentuk arcade atau tiang-tiang penyangga. Kemudian sederetan bevel sebagai frame kubah seakan memfokuskan bagian kubah. Bagian dinding di bawah setelah ring kubah di atas, terdapat keramik bidang segi empat hampir memenuhi setiap dinding. Kembali terdapat tegel atau keramik yang sama terdapat pada kubah bangunan utama masjid sebagai isian di setiap bidang-bidang segi empat. Selanjutnya arah kebawah seterusnya masih mendapatkan tegel atau keramik dengan gambar flora dari tekhnik grafis menjadi
byground jendela pada bangunan berkubah tersebut. Ornamen-ornamen ini juga terdapat pada ke empat bangunan kubah di setiap sisi sudut bangunan utama masjid Al-Mashun. Setelah menaiki tangga pada bangunan serambi berkubah sebagai pendamping bangunan utama masjid, tampak ornamen relief datar atau relief timbul berbentuk sederhana melekat di bagian pisik bangunan sederhana terdapat pada panel atas pintu masuk bangunan serambi berkubah. Bentuk-bentuk jalinan rantai. Kemudian dibawahnya dihiasi ornamen selur dari pagar besi.
Gambar 32, relief rangkaian rantai saling terhubung (koleksi pribadi)
Beberapa langkah masuk ke dalam ruangan yang merupakan lorong serambi, persis di bawah ruangan bangunan berkubah sisi bangunan utama masjid. Tepatnya kubah bagian dalam berbentuk cekungan bersegi, berpusar pada titik tengah dengan gambar bintang bersegi-segi, dan terdapat di setiap segi bidangnya berornamenkan motif flora. Ornamen ini tidak berbentuk relief atau tekstur timbul dari bentuk atau corak gambarnya, melainkan menggunakan tekhnik grafis atau
tekhnik cetak, dan ornamen tersebut bermotif sama yang terdapat pada cekungancekungan di bawah ketiga kubah lainnya. Setiap sudut bersegi terbingkai pada kolom tersendiri. Corak ornamen flora berwarna cream berbingkai kecoklatan. Kubah bangunan samping masjid dibatasi dengan ornamen relief rendah terbuat dari tegel atau keramik dengan dua ragam pola ornamen bermotif flora di kurung dengan beberapa garis bevel melingkari bawah kubah.
Gambar 33, ornamen berbentuk bintang bersegi persis di tengah kubah (koleksi pribadi)
Gambar 34, cekungan bersegi dibawah kubah, ornamen tekhnik grafis (koleksi pribadi)
Gambar 35, ornamen pembatas kubah (koleksi pribadi)
Berarah alur ke bawah ditemukan bidang bersegi di atas pintu masuk bangunan kubah terdapat ornamen flora berselur-selur mengisi dan menyambung
dari rangkaian atas pintu. Relief ini dalam kelompok relief rendah, diwarnai dengan keemasan berbingkai bevel coklat cerah.
Gambar 36, ornamen diatas pintu masuk bagian dalam (koleksi pribadi)
Seterusnya berlanjut ke arah bawah sisi samping bangunan serambi berkubah kembali ditemukan relief berbentuk lembaran daun dan kuntum bunga atau jenis motif flora. Beberapa tampilan berurut dari atas kebawah gambar dari bentuk deformatif kuntum bunga, daun, rantai dan lis bevel sebagai ritme perbagian kolom, bunga, lis bevel dan tegel dinding sebagai akhir dinding bagian bangunan berkubah di sisi bangunan utama masjid.
Gambar 37, ornamen pada dinding bangunan berkubah (koleksi pribadi)
Lorong serambi merupakan teras sisi samping bangunan utama masjid. Ada empat serambi disetiap sisi bangunan masjid, kemudian satu serambi digunakan sebagai tempat atau kantor pemeliharaan masjid Al-Mashun. Melalui lorong-lorong serambi terdapat pintu-pintu disetiap level serambi yang menghubungkan bangunan serambi berkubah dengan lorong serambi berikutnya. Diatas pintu lorong serambi terdapat panel diatas nya diisi berbentuk floris. Selanjutnya terdapat motif-motif gabungan floris dan geometris dibawah bingkai ring pintu. Berikutnya motif kuntum bunga dengan garis bergelombang pada kepala tiang kecil pintu lorong serambi.
Gambar 38, motif floris diatas pintu lorong serambi (foto koleksi pribadi)
Gambar 39, bermotif kuntum bunga di kepala tiang pintu masuk serambi (foto koleksi pribadi)
Dilangit-langit serambi terdapat bermotif geometris berbentuk lingkaran didalam mata angin dan frame jalinan tali dengan ulir floris yang diletakkan ditengah-tengah berjajar disepanjang langit-langit lorong serambi.
Gambar 40, lingkaran geometris dengan jalinan tali dilangit-langit serambi (foto koleksi pribadi)
Jendela-jendela yang ada dilorong serambi merupakan jendela bangunan utama masjid. Motif floris menghiasi anjungan jendela serambi dengan aplikasi relief pada bingkai jendela, kaca patri sebagai daun jendela dan tiang kecil dengan kepala bermotif flora disetiap jendela. Selanjutnya alur kebawah terdapat rangkaian bingkai bermotif kuntum bunga dan daunan berjajar arah horizontal sepanjang tembok serambi bagian bangunan utama masjid.
Gambar 41, anjungan jendela dan kepala tiang jendela serambi (foto koleksi pribadi)
Gambar 42, frame serambi bermotif kuntum bunga dan daun terdapat dibangunan utama masjid dilorong serambi (foto koleksi pribadi)
Motif geometris tersusun menjadi frame terasa lebih kontras berjalinan secara horizontal disepanjang bangunan utama masjid atau dinding serambi.
Gambar 42, frame bermotif geometris secara horizontal disepanjang dinding lorong serambi (foto koleksi pribadi)
Lantai serambi berpola kotak dengan susunan spasi kotak kecil wajik secara formal berbaris lurus dengan selang-seling berwarna hijau, biru dan kuning. Motif ini terdapat disetiap lantai bangunan serambi dan lantai ruangan serambi berkubah. Dengan dibatasi frame garis lurus setiap bidang lantai baik lorong serambi mau pun ruangan bangunan serambi berkubah.
Gambar 43, motif geometris kotak-kotak dilantai serambi (foto koleksi pribadi)
Masih dalam lorong serambi bagian sisi samping luar dilalui bagian atas terdapat kanopi atau resplang serambi dengan beberapa tiang berjajar sebagai pagar serambi. Relief bermotif bevel atau tekukan disetiap pinggir resplang, kemudian kepala tiang bermotif susunan gigi-gigi.
Gambar 44, motif geometris terdapat pada relief resplang dan gigi-gigi di kepala tiang serambi (foto koleksi pribadi)
Memasuki bangunan utama masjid Al-Mashun terlebih dahulu melalui pintu masuk utama. Pintu masuk utama ini sama sejajar dengan pintu masuk bangunan berkubah serambi dan pintu tengah dilorong disetiap serambi. Jumlah pintu masuk keruangan utama masjid Al-Mashun ada delapan pintu. Empat pintu sma arah ruangan bangunan serambi berkubah, dan empat pintu ditengah lorong serambi. Idealnya tentu pintu masuk keruangan bangunan utama masjid AlMashun adalah yang persis berhadapan dengan pintu masuk bangunan serambi berkubah. Relief bermotif wajik dan segi tiga sebagai kisi-kisi diatas pintu masuk utama masjid dengan bingkai rangkaian rantai.
Gambar 45, wajik dan segi tiga dalam kisi-kisi diatas pintu masuk masjid (foto koleksi pribadi)
Motif bintang bersegi banyak terdapat pada ditengah kubah bagian dalam. Sejumlah panel berisikan motif floris melapisi kubah bagian dalam yang terbuat dari kayu. Bermotif floris dan geometris sebagai bingkai kubah yang dilanjutkan dengan frame diantara jendela kubah bagian atas. Dinding bangunan atas setelah kubah dan frame terdapat latar belakang bermotif floris disetiap dinding bagian atas. Kuntum bunga dan lembaran daun berbentuk tameng-tameng disela jendela atas kubah. Pengulangan motif floris berjajar dari atas kebawah dan kiri kekanan melingkupi setiap dinding kanopi bagian atas setelah jendela kubah.
Gambar 46, dinding dibawah jendela bermotif grafis floris (foto koleksi pribadi).
Bingkai setengah lingkaran dipinggir ring kanopi bermotif selur-selur floris dengan tameng ditengah berbentuk bunga. Berikutnya masih dalam ring kanopi beberapa panel bermotif kuntum bunga berjajar berspasi dengan panel putih kosong berukuran sama dengan panel bermotif kuntum bunga yang kemudian dibagian batas ujung setiap lingkaran kanopi terdapat panel bermotif floris. Selanjutnya perpaduan motif geometris dan floris dibawah setiap lengkungan ring kanopi. Persis dibawah ujung ring kanopi terdapat tiang sebagai kuda-kuda kanopi terbuat dari batu marmer berjumlah delapan tiang. Motif geometris dan floris dipahat disetiap kepala tiang kanopi.
Gambar 47, kaki ring kanopi bermotif selur-selur floris berbentuk tameng (foto koleksi pribadi).
Gambar 48, motif geometris dipadu berangkai dengan motif floris terdapat di bawah ring kanopi masjid (foto koleksi pribadi)
Gambar 49, kepala tiang kanopi dalam ruangan bangunan utama masjid (foto koleksi pribadi)
Urutan berikutnya terdapat dilangit-langit atau flapon bangunan utama masjid, kembang bunga menutupi seluruh dasar dengan frame
jajaran mata
tombak dari deformatif geometris dan floris, dan sebagai sentralnya motif bintang segi enam beberapa disetiap tengah bidang langit-langit.
Gambar 50, motif mata tombak dan bintang bersegi enam dilangit-langit bangunan utama masjid (foto koleksi pribadi).
Relief floris kembali menjadi frame terdapat di dinding bangunan utama masjid bagian sisi atas setelah langit-langit dan sebarisan dengan jendela bermotif floris juga. Selanjutnya kebawah terdapat urutan jendela berjajar horizontal disetiap dinding bangunan masjid, jendela ini tertutup kaca patri bermotif floris, berfungsi hanya menerima cahaya masuk sebagaimana seluruh jendela yang ada disetiap dinding masjid. Jendela-jendela ini pun dibingkai dengan selur-selur floris kuntum bunga dan dedaunan. Kemudian ruangan imam atau tempat pemandu shalat disebut dengan mihrab. Didinding ruangan bercekung ini terbuat dari susunan batu marmer, di tengah bagian atasnya bermotif matahari. Kemudian ring topinya bermotif kuntum bunga berjajar. Gigi-gigi gergaji sebagai frame pembatas antara motif matahari dengan dinding mihrab. Kepala tiang mihrab bermotif susunan mata gergaji. Berikutnya frame di bawah dinding ruangan mihrab berbentuk lengkung berlengkung topi dan bertiang.
Gambar 51, ruangan mihrab (foto koleksi pribadi)
Dinding ruangan di bungkus dengan motif floris dari keramik dinding sepanjang dinding bangunan utama masjid, kemudian diberikan frame terakhir pada dinding paling bawah bangunan utama masjid hanya les lurus horizontal. Ada dua mimbar didalam ruangan masjid, yang satu disisi sebelah kanan mihrab, dan yang satunya lagi di sebelah barisan Sap jemaah wanita, tepatnya bagian kelompok kaum wanita ketika shalat. Apabila shalat berjemaah dilakukan
ketika didalam masjid, terdapat dua kelompok barisan berjajar menghadap Kiblat (arah antara lintang Barat dan utara). Dua kelompok ini terbagi dua dengan garis pembatas kain, yakni didepan adalah para jemaah kaum pria dan disebelah belakang adalah jamaah kaum wanita. Mimbar yang dekat dengan mihrab terbuat dari tembaga, bermotifkan floris dimulai dari atap berbentuk kubah, kanopi dan kepala tiang. Pagar mimbar, pondasi, dinding anak tangga mimbar, dinding pondasi tangga bermotif floris dalam segi tiga.
Gambar 52, mimbar yang dekat dengan mihrab (foto koleksi pribadi).
Gambar 53, kanopi mimbar berkubah (foto koleksi pribadi).
Mimbar kedua terbuat dari konstruksi kayu. Dimulai dari kepala-kepala tiang pagar, dinding anak tangga, tonggak tengah pondasi mimbar, adalah bermotif floris. Sedangkan tonggak tengah pondasi bagian atas, panel timbul seperti sarang lebah, pinggang pondasi dan tapak pondasi bermotifkan gigi-gigi dan geometris.
Gambar 54 , mimbar kedua (foto koleksi pribadi).
Gambar 55, tampak samping kiri mimbar kedua (foto koleksi pribadi).
BAB IV STRUKTUR ORNAMEN MASJID AL-MASHUN 4.1 Struktur bentuk Struktur bentuk atau telaah dari unsur-unsur yang membangun pisik seni sehingga menemukan wujud pada latar belakang ide penciptaannya. Temuantemuan para ahli tentang peninggalan sejarah yang berhubungan dengan seni klasik memang membutuhkan kerja yang tidak mudah. Untuk mendapatkan penafsiran dan dugaan, mereka harus mengaitkan berbagai teori sosial. Dengan demikian pendekatan prakira bagaimana konsep ide diciptakan masa itu harus diselaraskan dengan berbagai perhitungan dan pertimbangan yang ada kemudian harus dapat pengakuan para pakar antropologi lainnya. Penulis di sini memberikan struktur bentuk yang terdapat pada ornamen masjid Al-Mashun Medan dengan beberapa pertimbangan urutan terdiri dari bentuk, dimensional, media, dan teknik. Sebelumnya penulis telah membuat klasifikasi hubungan pengelompokan terhadap ornamen pada bab sebelumnya yang terdapat dari sejumlah letak serta urutan. Dengan cara seperti ini menurut penulis akan lebih jelas. 4.1.1 Bentuk Bentuk (form) atau benda plastis menurut bahasa Indonesia kata “bentuk” yang berarti bangun (shape), dalam pengertian seni rupa adalah wujud tampak sesuatu materi atau pisik. Bentuk merupakan elemen rupa yang memiliki sifat countur atau bentuk dasar permukaan pisik yang di sebut Raut. Dapat di lihat atau di sentuh secara menyeluruh bahwa permukaan dari berbagai bentuk beraneka
ragam. Dari yang datar sampai pada yang berkeluk-keluk sangat rumit, inilah wujud sifat bentuk. Bentuk juga terkait kepejalan atau volume materi yang di sebut gempal. Bentuk memiliki ruang rongga yang di isi maupun tidak. Bersifat keras atau juga lunak, bening maupun keruh, kesemuanya
ini menjadi harus tampak
dipertimbangkan dalam melihat bentuk secara keseluruhan. Letak ornamen masjid Al-Mashun terbagi dua lokasi. Letak ini juga menentukan fungsi serta pengertian dari penyampaian makna yang terkandung di dalam ornamen. Namun tidak semua ornamen menjadi berperan sebagai penyampai maksud-maksud tertentu yang lebih spesifik. Tetapi dalam hal ini penulis harus mengemukan dan menghubungkan atas keterkaitan terhadap analisa utama dalam penulisan penelitian ini. Dua lokasi tersebut adalah penempatan ornamen pada bidang letak yakni bagian dalam (interior) dan bagian luar (eksterior). Dari setiap letak akan didapati fungsi ornamen secara persentasi, apakah keindahan ornamen terjadi lebih sedikit atau banyak, lebih rumit atau sederhana, tentunya semua ini dikehendaki sesuai dengan kepentingan keindahan masjid Al-Mashun. Ornamen yang berperan tentunya sebagai nilai utama dalam kajian penelitian ini. Sudah pasti akan ditemukan kandungan bobot sebagai kwalitas nilai. Kemudian seluruh nilai-nilai yang terdapat pada setiap ornamen akan menjadi kapasitas unsur keindahan penghias. Bukan hanya itu saja, selain keindahan, kandungan makna mendudukkan arti penting sebagai sesuatu yang pantas mewakili nilai kebudayaan.
Ornamen masjid Al-Mashun Medan memiliki beberapa bentuk yang pada dasarnya memiliki konsep kehidupan manusia dengan alam sekitarnya. Bentukbentuk yang telah menjadi karya seni yang di sebut ornamen berawal dari ide di sekitar kehidupan manusia. Manusia merekam objek-objek alamiah seperti tumbuhan, hewan, alam benda, alam semesta dan imajinatif abstrak.
Maka
dengan demikian ada hubungan besar kecilnya karakter lingkungan tersebut terhadap manusia pemilik ornamen-ornamen ini sehingga menjadikan objek-objek tersebut seakan bagian dari kehidupan mereka. Secara umum ornamen dapat diklasipikasikan kedalam beberapa kelompok yakni ornamen primitif, ornamen tradisionil dan ornamen modern. Ornamen primitif adalah bentuk-bentuk gambar peninggalan pada masa manusia belum mengenal tekhnologi yang ditemukan pada dinding-dinding goa, batu arca dan beberapa benda pakai. Pakar antropologi mengaitkan kesenian dan sosial ketika zaman itu cukup memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap media benda yang bercorakkan hewan, manusia atau bentuk-bentuk abstrak.
Gambar 56, ornamen primitif dari mesir kuno (net)
Ornamen tradisionil adalah ornamen masa awal kebudayaan atau peradaban budaya bersama perkembangan awal tekhnologi menjadi bagian dari kehidupan manusia. Hadirnya dunia ilmu pengetahuan berbarengan pula munculnya nilai-nilai kehidupan tampak diperhitungkan, bukan saja kepentingan mempertahankan hidup dan sosial, keTuhanan, atau kekuasaan, tetapi juga estetika
sebagai
bentuk
citra
rasa
manusia.
Para
pakar
antropologi
menghubungkan kehidupan sosial antara primitif dengan tradisionil masih sangat kuat memiliki sistem tatanan kehidupan meski masyarakat yang telah memeluk agama tidak meninggalkan pola paganisme nenek moyangnya. Masuknya agama merupakan transisi ideologi dari primitif sampai dengan tradisionil.
Gambar 57, ornamen tradisi suku batak Sumatera Utara (net)
Ornamen modern adalah corak dekorasi yang bermotifkan berbagai ragam yang tidak ada hubungannya dengan corak ornamen baik primitif atau tradisionil.
Tetapi beberapa pakar seni rupa mengatakan apabila salah satu tipe atau corak ornamen apakah primitif maupun tradisionil ketika diletakkan pada suatu bidang yang tidak semestinya sebagaimana asal aslinya, maka ornamen ini masih saja di sebut ornamen asli.
Gambar 58, ornamen modern (desain grafis), (net)
Selanjutnya ornamen-ornamen tersebut dikategorikan dalam kelompoknya masing-masing seperti motif flora, motif fauna, motif manusia, motif alam benda, motif imajinatif abstrak, motif kaligrafi dan motif geometrik. 4.1.1.1 Motif flora Motif atau ciri bentuk dari objek-objek tumbuhan disebutkan motif flora. Unsur-unsur bentuk tumbuhan biasanya cenderung mengambil motif bunga, buah, pohon dan daun. Selanjutnya motif-motif ini di gubah atau di stirilisasi sehingga menjadi gambar dekor atau bukan realis ( realis = aliran seni lukis ). Gambar dekor biasanya melebih-lebihkan objek karena di sengaja diciptakan sebagai penghias.
Kehadiran bentuk flora ini dapat berperan utama atau menjadi sentral poin. Kedudukannya pada sudut letak dekor justru menjadi fokus, sehingga ornamen sejenis ini bukan hanya fungsinya sebagai penghias, akan tetapi sebagai penguat dalam bidang bangunan tertentu. Seperti biasanya motif bunga adalah sebagai objek utama. Sebaliknya sering ditemukan ornamen-ornamen bunga justru sebagai pendamping atau frame art. Motif ini terdapat dibeberapa tempat dibagian masjid Al-Mashun dengan beberapa tipe bentuk fariasi tumbuhan yakni bentuk dedaunan, bunga, kuncup bunga dan penggabungan dengan geometris. 4.1.1.2 Motif Fauna Motif fauna atau bentuk-bentuk hewan sering ditemukan dalam ornamen justru memberikan bidang lebih berkesan hidup atau berjiwa. Nuansa makluk hidup meski telah terjadi pendistorsian atau deformatif ( perobahan bentuk dari bentuk asalnya ) tidak terdapat dalam lingkungan masjid. Ajaran agama islam melarang bentuk-bentuk makluk hidup dijadikan sebagai bagian penghias. Namun masih ada juga terdapat dibeberapa media yang difungsikan sebagai perangkat alat terdapat motif makluk hidup. Namun di dalam area mesjid Al Mashun Medan terutama pada bangunan utama baik dalam maupun di bagian luar masjid tidak terdapat ornamen yang berbentuk motif fauna. Tentunya penulis tidak mendata sebagaimana bukti pisik 4.1.1.3 Motif Manusia Tentunya motif manusia di larang oleh ajaran Islam diletakkan dalam Masjid. Meskipun bentuknya sudah berobah tidak lagi sempurna karena sudah
terjadi pendeformasian akan tetap tidak dibenarkan. Setiap hiasan yang mejadi bagian masjid hanya ungkapan keagungan kepada keEsaan Allah Subhana Wa Ta’ala (Tauhid). Melarang adanya gambar atau bentuk makluk hidup sebagaimana di beberapa penafsiran ajaran Islam bahwa perbuatan ini seakan meniru ciptaan Allah dan tentunya sesuatu perbuatan yang diharamkan. Kebanyakan masjidmasjid di Indonesia memiliki arsitektur dan ornamen yang dibawa dari Bangsa Arab dengan sebutan Arabesque (sebutan oleh orang-orang Eropa). Disebut dengan arabeque bukan hanya bergaya perkembangan ornamen keseniannya dari Bangsa Arab tetapi atas hasil karya dari sikap orang Arab terhadap kesenian (Nath,dari Baiduri,Ratih2012:162). Bahwa kesenian orang Arab hal yang menyangkut persaingan dengan ciptaan Tuhan di muka bumi dihindari dan berusaha menghilangkan sesuatu yang mungkin memberikan makna simbolik (Landau,Grabar,Faraqi & Faraqi, dari : Baiduri,ratih 2012 :ibid). Berbeda akan flora atau tumbuhan yang diperbolehkan, tidak ada penafsiran orang yang membuat bunga akan disamakan kedudukannya seperti Tuhan. Penulis disini hanya memberikan bentuk-bentuk ornamen secara umum, meski persinggungan dalam penelitian ini sangat tidak ditemukan adanya gambar makluk hidup atau manusia di dalam seluruh ornamen masjid Al Mashun Medan. 4.1.1.4 Motif Alam Benda Motif alam benda atau gambar-gambar seperti anak panah, pedang, piala, mahkota dan lain sebagainya, sering menjadi hiasan yang mengagumkan ketika berobah menjadi ornamen. Seperti motif flora, motif alam benda pun sering
ditemukan menjadi figur atau sentral poin. Dan tujuannya tetap memberikan nuansa terhadap ruangan tertentu. 4.1.1.5 Motif Imajinatif Abstrak Motif Imajinatif adalah bentuk-bentuk hayali atau bentuk di alam pikiran manusia sangat banyak ditemukan dalam berbagai corak ornamen, terutama ornamen gaya modern. Pada dasarnya ornamen sendiri adalah sesuatu proses kreatifitas manusia yang bertitik dari kayali atau sesuatu yang abstrak. Namun bentuk-bentuk yang menjadi inspirasi masih dapat dilihat. Motif imajinatif abstrak adalah secara keseluruhan objek bentuk telah total terjadi berobah. Seperti gambar bintang misalnya, benda angkasa itu tidak pernah diprediksi secara benar bentuk aslinya sehingga ada yang bersegi lima, delapan, dua belas dan seterusnya, serta bagaimana detil bintang tersebut hanyalah sebuah metafora imajinasi seseorang saja. 4.1.1.6 Motif Kaligrafi Tentunya motif ini yang sangat erat hubungannya dengan masjid. Motifmotif font arabic atau aksara arab sering didapati di beberapa bidang bangunan masjid terutama letak area interior atau bagian dalam ruangan masjid. Aksara arab ini adalah ayat-ayat Al-Quran (kitab Suci Islam), yang di pilih sesuai dengan kepentingan dekorasi masjid. Motif kaligrafi juga didapati pada bangunanbangunan Ibadah lainnya sesuai dengan aksara dan Kitab Suci masing-masing agama. Meski ornamen kaligrafi diperbolehkan dalam ruangan masjid namun pada masjid Al Mashun sendiri tidak terdapat tulisan ayat-ayat suci Al Quran baik disekitar luar maupun bagian dalam bangunan utama masjid.
Dibeberapa motif ornamen yang tercatat di atas terdapat hanya beberapa yang didapati pada bangunan masjid Al-Mashun Medan yakni motif flora, motif alam benda dan motif imajinatif abstrak. 4.1.1.7 Motif Geometrik Motif geometrik adalah bentuk-bentuk dasar dari segi empat, segi tiga, lingkaran dan lainnya, dipadukan sesuai dengan artistik visual tanpa kandungan makna didalamnya hanya saja mencari esensi keindahan semata dengan mempertimbangkan bidang serta pola yang di bangun, kemudian diselaraskan pada bentuk-bentuk pendukungnya. Motif geometrik ini lebih cenderung kelihatan tegas dan kaku. Banyak ahli menjelaskan motif geometrik yang menjadi pola ornamen diketahui terdapat adanya unsur-unsur logika dan perhitungan didalamnya. Terlepas dari latar belakangan konsep geometrik, motif ini terdapat juga dibeberapa tempat dan bidang dibangunan masjid Al Mashun. 4.1.2 Integrasi ornamen Intergrasi data terhadap ornamen-ornamen yang ada di kompleks masjid Al-Mashun Medan merupakan sekumpulan ornamen yang menjadi objek penelitian penulis. Kemudian dikelompokkan sesuai letak dan lokasi tempat ornamen. Penulis membuat tabel disesuaikan sebagaimana urutan klasipikasi letak ornamen. Tabel 1, ornamen dalam area masjid Al-Mashun serta letak dan medianya
Pintu Gerbang Bentuk
Letak
Media
Cresting
Lantai atas pintu gerbang
Relief tinggi/semen
Siku-siku
Pondasi cresting
Relief tinggi/semen
Jendela kaca
Lingkar dinding atas
Kaca patri
dibawah siku-siku Keramik dinding
Setiap dinding bangunan
bermotif flora
pintu gerbang dengan spasi
Keramik
frame kosong disetiap sisi pinggir bangunan Portal lorong
Berjumlah dua buah depan
gerbang
dan belakang lorong masuk
Relief sedang/semen
pintu gerbang Gambar dilangit-
Langit-langit lorong pintu
langit
gerbang
Jendela berkisi
Berjumlah empat buah dibangunan sisi pintu gerbang
Tempat Wudhu
Grafis / cat
Relif bolong/ semen
Bentuk Cresting (foliated)
Letak Lantai atas dipinggir
Media Relief tinggi/ semen
kubah Lingkaran dalam panel
Dibawah cresting atau
Relief rendah/ semen
ring kubah Susunan gigi-gigi
Dibawah lingkaran
Relief rendah/ semen
panel sebagai frame Jendela berbentuk Flora Bangunan pondasi pada frame lingkaran
Relief sedang/ semen
kubah wudhu
jendela Cresting (sow tooth)
Dipinggir lantai atas
Relief tinggi/ semen
bangunan utama tempat wudhu Jendela berkisi
Disetiap sisi empat
Relief bolong/ semen
dinding bagunan tempat wudhu
Menara masjid Bentuk
Letak
Media
Ujung tonggak tiang
Puncak ujung topi
tunggal bermotif putik
kubah menara
Besi plat las
bunga Susunan gigi-gigi
Ring bawah lantai
Relief rendah semen/
berlapis bertingkat
atas
beton
Pola garis-garis bersiku- Sisi dinding setelah
Relief rendah semen/
siku
ring bawah lantai atas
beton
Barisan palu bertingkat
Ring bawah lantai
Relief rendah semen/
level tiga dari atas
beton
Ring jendela bermata
Diatas topi jendela
Relief semen
tombak dengan garis
setelah barisan palu
horizontal
bertingkat
Susunan gigi-gigi dalam Dibawah jendela level Relief rendah/semen panel dan bidang
tiga
segitiga Bintang bersudut
Dibawah jendela level Relief rendah/semen
delapan dalam panel
tiga
segi empat Lingkaran mata angin
Dibawah susunan
dalam panel segi empat
gigi-gigi dalam panel
Relief rendah/semen
segi empat
Lingkaran dalam segi
Dinding setelah
tiga
bentuk mata angin
Relief rendah/semen
dan bintang bersudut delapan Cresting bermotif flora
Lantai level empat
Relief tinggi/semen
Motif putik daun dalam
Dinding atas setelah
Relief cembung/semen
panel diatas jendela
cresting
Topi pintu berkisi-kisi
Diatas pintu lantai
Relief bolong/ semen dan
bermotif geometris
satu
kayu
Kepala tiang bermotif
Disisi kiri dan kanan
Relief rendah/ semen
pucuk bunga
pintu menara
Daun pintu motif
Pintu utama menara
dibingkai jalinan rantai
geometris segi empat saling berhimpit
Kayu
Bangunan serambi berkubah di empat sisi bangunan utama masjid Bentuk
Letak
Susunan gigi-gigi
Dibawah ring kubah
berlapis
dan pagar kubah
Keramik dinding
Dinding bangunan
bermotif flora
berkubah bagian luar
Sponing jendela dengan Bingkai jendela motif flora
Media Relief rendah/ semen
Keramik
Relief rendah/ semen
bagian luar dan dalam, dibagian dalam diberikan warna
Motif flora pada daun
Jendela bangunan
jendela
berkubah
Stirilisasi flora dalam
Panel diatas pintu
panel dan bingkai
masuk bangunan
berbentuk rangkaian
berkubah bagian luar
rantai
dan bagian dalam
Susunan rantai berlapis
Dibingkai ring pintu
dalam lengkungan
masuk bangunan
berlengkung
berkubah
Kaca patri
Relief rendah/ semen
Relief rendah/ semen
Pucuk-pucuk pakis
Bagian atas pintu
dengan pondasi
masuk bangunan
rangkaian lengkung-
berkubah
Tralis besi
lengkung
Bintang bersudut
Dititik tengah kubah
banyak
bagian dalam
Stirilisasi flora dalam
Panel-panel kubah
panel-panel
serambi bagian dalam
Motif putik bunga dan
Bingkai pembatas
daun dengan stirilisasi
bagian bawah dari
flora saling terangkai
panel-panel kubah
Motif kuntum bunga
Didinding bagian
dan lembaran daun
dalam bangunan
berjajar digarisi
berkubah
pembatas bermotif jalinan rantai
Grafis/ kayu
Grafis/ kayu
Relief rendah/ semen
Relief rendah/ semen
Keramik dinding
Dinding bagian dalam
bermotif flora
bangunan berkubah
Motif bidang geometris
Lantai ruangan
pola delapan segi
bangunan barkubah
Keramik
keramik
warna yang berbeda yang disusun berjajar diselingi empat segi kecil
Lorong serambi masjid Bentuk
Letak
Motif flora dalam panel Diatas pintu lurung diatas pintu lorong
Media Relief rendah/ semen
serambi masjid
serambi Motif flora dibawah
Ring bagian bawah
ring pintu lorong
pintu lorong serambi
serambi
masjid
Stirilisasi daun berjajar
Sepanjang serambi
Relief rendah/ semen
Relief rendah/semen
pada dinding masjid Motif putik bunga dan
Kepala tiang disisi kiri Relief rendah/ semen
garis curvilliner
dan kanan pintu lorong serambi
Pola geometris
Langit-langit
berbentuk anyaman
sepanjang lorong
disisi pinggir dengan
serambi pada dinding
motif lingkaran
bangunan utama
dipagari delapan sudut
masjid
Grafis/ kayu
anyaman geometris diletakkan ditengah berjajar tujuh belas buah
Motif geometris pada
Ring jendela
Relief rendah/ semen
Motif flora dengan
Jendela dilorong
Kaca patri
rangkaian kreasi
serambi masjid
sponing jendela
stirilisasi Bermotif geometris segi empat bersegi dan
Pintu masuk tengah
Relief/ kayu
bertindih
serambi
Motif gemotris dan
Sepanjang lorong
daunan berjajar
serambi pada dinding
horizontal
bangunan masjid
Liner bersudut dan
Sepanjang lorong
berangkai berpaduan
serambi pada dinding
dengan garis yang lain
bangunan masjid
Relief rendah/ semen
Relief rendah/ semen
bermotif geometris yang dikembangkan menjadi garis Ring befel berbentuk
Resplang pada tiang-
rantai saling berjalin
tiang serambi
Relief rendah/ semen
dalam setengah lingkaran berjajar dibingkai resplang serambi bertiang bagian dalam dan luar Gigi-gigi dalam tingkatan panel pada kepala tiang resplang serambi
Kepala tiang serambi
Relief rendah/ semen
Motif bidang geometris
Lantai ruangan
pola delapan segi
bangunan barkubah
Keramik
warna yang berbeda yang disusun berjajar diselingi empat segi kecil
Bangunan utama masjid Al-Mashun Bentuk
Letak
Motif rangkaian floris
Panel diatas pintu
dalam panel
masuk utama masjid
Motif rantai terkait
Ring topi pintu utama
Media Relief rendah/ semen
Relief rendah/ semen
masjid Motif geometris
Topi pintu utama
berbentuk ketupat,
masjid sebagai kisi-
bintang dan segi tiga
kisi
Stirilisasi flora dalam
Lapisan kubah utama
panel-panel
bagian dalam
Relief bolong/ kayu
Grafis/ kayu
Motif flora dan
Frame dari panel-
geometris
panel kubah utama
Stirilisasi flora pada
Setelah frame dari
panel jendela-jendela
panel-panel kubah
Relief rendah/ semen
Relief rendah/ semen
kubah Motif bunga dan
Jendela-jendela
dedaunan
dikubah
Perulangan motif floris
Panel-panel pada
Grafis/ kayu
dinding resplang tiang tengah ruangan dalam masjid
Motif floris dengan
Pada ring-ring
kepala mahkota
setengah lingkaran di
Relief rendah/ semen
resplang.
Motif floris dalam
Di lengkungan tapal
panel dengan ritme
kuda resplang tiang
yang terputus-putus
dalam masjid
Relief rendah/ semen
Stirilisasi floris
Di kaki lengkungan
memusar pada simbol
tapal kuda resplang
tameng
tiang dalam masjid
Bermotif kuntum bunga Di kaki lengkungan didalam bunga
Relief rendah/ semen
Relief rendah/ semen
tapal kuda resplang tiang dalam masjid setelah
Stilirisasi geometris
Dilengkungan bagian
dengan frame terputus-
bawah tapal kuda
putus
resplang didalam
Relief rendah/ semen
masjid
Motif floris di ujung
Di sela antara sudut
Relief rendah/ semen
atas dan bawah panel-
resplang tiang dalam
memanjang vertikal
masjid
Motif putik bunga
Kepala tiang tengah
Relief tinggi/ batu
dngan kombinasi
masjid
marmer
lengkungan meruncing Motif floris dalam mata Frame langit langit tombak
masjid
Grafis/ kayu
Motif floris dalam
Langit-langit masjid
Grafis/ kayu
Motif floris ditopi
Bingkai jendela
Relief rendah/ semen
jendela masjid
masjid
Motif floris dalam
Kaca jendela dalam
jendela
masjid
Susunan motif putik
Dibingkai atas
bunga dalam ring
ruangan imam
tempat imam
(mihrab)
Motif matahari dengan
Dalam lengkungan
Relief cekung/ batu
pondasi berbingkai
mihrab
marmer
Lengkung berlengkung
Lengkungan bawah
Relief cekung/ batu
topi dan bertiang
mihrab
marmer
Motif kuntum bunga
Sepanjang bangunan
Relief rendah/ semen
dan daun sebagai frame
ruangan dalam masjid
bintang enam berlatar belakang bunga berbaris
Kaca patri
Relief datar/ batu marmer
susunan gigi-gigi dan kepala tiang
horizontal
Stirillisasi daun
Dinding ruangan
Keramik/ grafis
utama masjid
Motif stirilisasi daun
Frame dinding paling
Relief rendah/ semen
bawah bangunan masjid
Mimbar dalam ruangan masjid Bentuk
Letak
Stirilisasi tumbuhan
Topi, cup dan tiang
dedaunan
kanopi mimbar
Stirilisasi dedaun pakis
Dinding pagar mimbar
Media Relief/ tembaga
Relief rendah/ batu marmer
Stirilisasi rangkaian
Dinding pondasi
Relief rendah/ batu
daun
mimbar
marmer
Pucuk-pucuk daun
Dinding anak tangga
Relief rendah/ batu
pakis
marmer
Stirilisasi rangkaian
Dinding pondasi
Relief rendah/ batu
daun dalam segi tiga
tangga mimbar
marmer
Mimbar kedua dalam ruangan masjid Bentuk
Letak
Motif Kuntum bunga
Pagar mimbar kedua
bunga
diatas tiang-tiang kecil
Motif gigi-gigi
Lantai mimbar kedua
bersusun horizontal
bagian sisi luar
Media relief rendah/ kayu
Relief rendah/ kayu
dalam panel Motif gigi-gigi dalam
Dibawah lantai
panel bersususn tiga,
mimbar kedua
Relief tinggi/ kayu
berbentuk kotak-kotak sarang lebah Motif susunan gigi-gigi
Dibawah lantai
dalam panel berlapis
mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
Pucuk pakis bersiku
Dinding anak tangga
Relief rendah/ kayu
mimbar kedua
Stirilisasi dedaunan
Dibawah mimbar
dikepala tiang kecil
kedua sebagai pondasi
Relief rendah/ kayu
pondasi mimbar kedua Kuntum bunga dan
Dinding pondasi
rangkaian dedaunan
mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
dalam satu batang Motif susunan gigi-gigi
Dinding pondasi
dalam panel bertingkat
mimbar kedua
Motif geometris dan
Tonggak pondasi
lingkaran kecil
mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
Relief rendah/ kayu
ditengah Motif geometris
Kuda-kuda pondasi
berjalin dalam panel
tengah mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
bertingkat Pucuk-pucuk pakis
Dinding anak tangga
bersudut
mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
Dua garis mengurung
Frame dinding anak
jajaran lingkaran
tangga mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
4.1.3 Dimensional Kata dimensi dalam arti seni rupa adalah sesuatu yang menempati ruang. Persoalan sesuatu itu tidak lain adalah materi atau media rupa yang tampak kelihatan oleh panca indra. Berikutnya materi tersebut di ukur lewat bentuknya. Bentuk-bentuk yang telah penulis singgung di atas yakni memiliki raut atau sifat permukaan serta volume (isi) yang membawanya. Terkadang bidang datar juga di sebut bentuk, karena apapun yang datar tidak terlepas dari materi. Dengan demikian seni rupa membagi ruang ini menjadi dua yaitu dua dimensi (dwimatra) dan tiga dimensi (trimatra). Dua dimensi memiliki sifat datar dan papar, memiliki bidang, memiliki tekstur, bersifat materi (hukum materi). Segala sesuatu objek seni dalam pertimbangan ruang yang dikelompokkan pada sifat datar dan papar maka digolongkanlah kepada seni dua dimensi. Perlu dipahami juga bahwa sifat lebih mendominasi dari pada ukuran, karena ada materi yang bersifat countur yang dinamis atau tinggi rendah kepaparan materi akan tidak sama apabila disetarakan dengan bidang yang berbeda. Contoh misalnya ada sebidang tanah dengan luasnya tiga hektar dengan permukaan yang bergelombang, setiap gelombangnya bisa mencapai ketinggian satu sampai tiga meter. Sementara di lain hal ada selembar kertas mulus tanpa ada yang terlipat terletak di atas meja, dengan ukurannya tidak
lebih besar dari sehelai sapu tangan. Tentu apabila kita lihat kedua ukuran ini jauh berbeda,
namun
sifatnya
adalah
sama-sama
datar
dan
papar
maka
dikelompokkanlah di dua dimensi. Sifat dasar dimensi dari setiap seni yang ciptakan, maka dapat diketahui apabila seni tersebut memiliki kecenderungan bentuk pisiknya secara garis besarnya. Apapun yang tampak datar dan papar maka seni tersebut berada pada di dua dimensi misalnya lukisan, foto, seni dekor, relief dan lain sebagainya. Tetapi perlu dipahami bahwa bahasa rupa adalah dasar penciptaan. Seorang perupa (pekerja seni rupa) selayaknya memahami konsep rupa sehingga menemukan gagasan dan ide. Meski terkadang perupa tidak sadar akan asas, konsep atau kaidah-kaidah seni rupa sebab proses dan hasil akan lebih penting (bentuk psikis).
Gambar 59, Bentuk papar dan datar Dua Dimensi
Tiga dimensi adalah yang memiliki panjang, lebar, tinggi, bervolume, tekstur bahkan ada yang menambahkan gerak. Sifat tiga dimensi ini mempertimbangkan letak sisi ruang yang ditempati oleh materi. Tentunya materi yang dimaksud adalah pisik seni yang memenuhi kapasitas dimensinya, contohnya adalah patung. Dari segala sudut letak bidang materi menjadi bagian
yang tidak terlepas dari keseluruhan objek seni. Akan berbeda jika patung ini hanya tampak sisi depannya saja, dan di sebut bukan seni patung tetapi seni relief sehingga dimensinya berobah menjadi dua dimensi karena bahagian belakang tidak lagi menjadi bagian dari objek seni, bentuknya sudah papar atau datar. Sedangkan gerak termasuk dalam kategori tiga dimensi bukanlah sebuah patung seakan seperti robot dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu. Gambar-gambar yang tergolong kedalam dua dimensi ketika diolah melalui proyek komputerisasi menjadi animasi maka secara teori gambar-gambar tersebut dapat diartikan seperti patung. Sejumlah sisi gambar dan kedalaman ruang gambar divisualisasikan dengan utuh sehingga seakan-akan seluruh bidang dipenuhi oleh materi meski pada dasarnya itu semua adalah gambar datar.
Gambar 60, Bentuk bidang Tiga Dimensi (dalam gambar dua dimensi)
Ornamen-ornamen yang ada di masjid Al-Mashun dapat dikategorikan pada dua bentuk dekor seni yaitu dekoratif datar dan dekoratif relief. Dekoratif datar merupakan bentuk-benuk yang tidak timbul seperti hasil drawing langsung
atau industri cetak kemudian ditempatkan pada bidang-bidang tertentu untuk mendapatkan suasana keindahan. Dekoratif relief adalah bentuk-bentuk ornamen dengan raut permukaannya memiliki countur lebih tinggi atau kelihatan timbul, tetapi masih berprinsip dua dimensi. Dekoratif relief lebih cenderung ditempatkan dibagian luar bangunan utama masjid karena sifat relief lebih berkarakter kokoh. Meski terdapat relief-relief sederhana pada bagian dalam (interior) bangunan utama masjid namun cenderung kelihatan datar dan lembut. 4.1.4 Media Media adalah bahan atau materi yang digunakan sebagai bahan dasar untuk menciptakan visual seni. Penulis menerima data dari beberapa informan terutama dari pihak masjid Al-Mashun sendiri yang berhubungan dengan media yang digunakan pada setiap ornamen-ornamen yang ada. Bahan dasar ini adalah pewarna (cat), keramik (porselen), batu (batu alam), kayu, semen dan besi. Ornamen yang ditempatkan pada bidang yang difungsikan merupakan perpaduan fungsi dan artistik, sehingga tampak lebih mewah atau indah. Sedangkan dibagian lain meski kepentingannya tetap pada dekorasi akan tetapi unsur-unsur pertimbangan yang pantas sehingga penempatannya tidak sederhana bahkan adanya kemungkinan kekhususan pada ornamen sendiri. Untuk melihat data media bersamaan dengan sejumlah data ornamen penulis akan membuat tabel klasipikasi Integrasi data ornamen yang ada di masjid Al-Mashun Medan. 4.1.5 Teknik
Teknik dalam pengertian bahasa seni rupa adalah efesiensi kerja untuk mencapai hasil karya seni. Bagaimana cara dan trik seseorang dalam melakukan kerja berupaya mendapatkan kemudahan dan mencapai penyelesaian kerja dengan baik. Setiap perupa apabila berhadapan dengan program kerja terlebih dahulu menentukan langkah-langkah proses kerja dengan mempertimbangkan alat, bahan, waktu dan teknik. Penentu hasil seni yang akan di buat adalah berdasarkan alat dan media. Meski kemampuan perupa didasari oleh pengetahuan wawasan seni serta terkadang dikaitkan pada bakat atau talenta. Tetapi tetap saja ditentukan oleh wujud hasil akhir yaitu hasil karya seni. Seluruh jumlah ornamen yang berada di masjid Al Mashun Medan diaplikasikan dengan bermacam teknik. Dari teknik ukir pahat, teknik rekat (tempel), teknik drat (memasang dengan skrup), teknik cor, teknik las, teknik grafis dan teknik drawing. Teknik ukir terdapat pada ukiran-ukiran kayu dan batu. Teknik ini di pahat langsung menggunakan alat ukir dari baja yang disesuaikan pada medianya seperti kayu atau batu. Ukiran kayu ada yang bersifat utuh, yakni sebongkah kayu di ukir tanpa memisahkan bahagian-bahagiannya. Namun ada juga teknik ukir kayu yang memisahkan dari dasar medianya. Ornamen yang di ukir terpisah dari dasar letak dimana nantinya objek tersebut diletakkan, dan teknik ini tergolong teknik rekat atau tempel. Teknik pahat langsung atau medianya tidak terpisah sebahagian besar, terdapat pada batu-batu marmer. Sedangkan teknik drat cenderung medianya terbuat dari besi. Teknik cor lebih banyak terdapat pada crasting atau pagar-pagar puncak bangunan. Teknik las adalah bentuk-bentuk medianya dari besi yang dirangkai dengan las, Teknik grafis
atau ornamen yang di cetak melalui proses industri cetak, medianya terdapat pada keramik atau ubin. Sedangkan teknik drawing atau menggambar dan mewarnai langsung terdapat pada ornamen-ornamen datar yang ada dibeberapa tempat bangunan utama masjid. 4.2 Struktur komposisi Struktur komposisi sama diartikan dengan susunan letak atau bagian perbagian dengan pengurutan yang disesuaikan secara umum. Terkadang struktur difungsikan untuk mencapai pengertian-pengertian tertentu, tujuannya kenikmatan visual atau dengan tujuan tertentu lainnya. Dengan demikian banyak metode pemilihan struktur yang di pakai atau digunakan sebagaimana yang telah diketahui dari sejumlah ornamen-ornamen yang diterapkan diberbagai tempat di area masjid Al-Mashun sebagaimana data yang dipilih oleh penulis. Letak menjadi fakta mengubah bentuk dalam sebuah desain. Aplikatif media disesuaikan pada tempat, fungsi, maupun makna yang diinginkan. Semua rancangan seni rupa ditentukan terlebih dahulu sebelum menerapkannya keberbagai tempat dan media. Rancangan-rancangan inilah kunci strandar acuan sebagai master pland. Kehendak perancang dari perupa terkadang ditentukan oleh keinginan pihak pemilik ketika perupa diminta menjadi pelaksana. Setelah mempertimbangkan seluruh penyesuaian dan kesepakatan dilakukan maka aplikasi pun dilaksanakan. Biasanya seperti demikian hubungan kerja antara perupa dengan pemesan meski di dalam teknik pengerjaan adalah hak perupa seluruhnya.
Kumpulan ornamen yang penulis dapatkan apakah dari pengambilan objek foto langsung di lokasi mau pun dokumentasi dari sumber pustaka, faktanya sebagaimana hubungan terhadap batasan analisis yang dilakukan penulis. Mungkin saja masih banyak atau ada beberapa bentuk-bentuk lain yang tidak masuk kedalam penelitian ini, karena sebagaimana penulis beralasan bahwa penulis hanya berupaya menyesuaikan dengan latar belakang masalah. Tentunya masalah yang ada persinggungannya terhadap karakteristik ornamen yang ada di masjid Al-Mashun secara garis besarnya. Kemudian penulis telah membuat pengelompokan bagian-bagian garis besar tersebut menjadi objek penelitian. Untuk mendapatkan pengelompokkan struktur sebagaimana harapan penulis untuk mempermudah pemahaman bentuk dan letak maka penulis membuat tabel sederhana sebagai berikut : 4.3 Struktur objek Struktur objek merupakan pembagian ornamen dalam pemilahan sejumlah rangkaian yang menyatu didalamnya. Setiap komponen ornamen memiliki bentuk terkonsentrasi sendiri, kemudian dirangkaikan pada komponen-komponen objek yang lain sebagaimana bentuk artistik yang dikehendaki. Kemudian akan didapatkan beberapa bagian, diketahui bagian-bagian ini memiliki objek yang di anggap sentral bentuk dan objek pendamping. Pendeformasian atau pergeseran bentuk dari asalnya menjadi bentuk baru baik secara total maupun tidak adalah sebuah proses kreatif manusia. Tidak banyak yang dapat melakukan hal ini mengingat kreatifitas adalah kemampuan seseorang melakukan usaha untuk mencapai kenikmatan penglihatan (dalam
konteks ini adalah seni rupa), dengan mengolah serta memanfaatkan berbagai media material. Oleh sebab itu karya yang diciptakan memiliki nilai tertentu. Pergeseran bentuk adalah mengobah bentuk asal atau bentuk yang telah terjadi dari sifat alamiahnya. Bentuk baru tentunya adalah bentuk imitatif. Bentuk alamiah asalnya merupakan sumber ide. Kemampuan kreatifitas diawali dari menagkap objek alamiah secara seksama, memahami sifat dan bentuknya, berikutnya menstirilisasikan atau memperdaya objek secara imajinasi atau berupa gambaran abstrak hanya dipikiran saja. Gambaran abstrak ini hanya berupa hayalan semata, dengan kehendak bebas seseorang mengobah berbagai rupa. Konsep desain pada awalnya dimulai dari cara seseorang menstrukturkan objekobjek dengan banyak pertimbangan. Seperti biasanya hasil dari imajinasi ini dilakukan eksperimen untuk membuktikan konsep tersebut berupa skets atau gambar-gambar sederhana. Kreator atau seseorang pelaku seni sebenarnya memiliki sense of beautiful atau adanya rasa keindahan pada diri seseorang sehingga setiap apa yang di lihat terlebih dahulu dilalui unsur citra rasa keindahan. Sifat rasa inilah menjadikan seseorang tersebut dapat menstransfer visual apa yang menjadi pilihan keindahannya. Akhirnya dapatlah diketahui bahwa karya seni dari ornamenornamen yang diciptakan di dunia ini tidak lepas dari sebuah proses kreatifitas seseorang yang memiliki kemampuan khusus. Dari sejumlah ornamen yang berada di masjid Al-Mashun sebagai objek penelitian penulis dalam pemilihan struktur objek, sebagaimana pilihan ornamen tertentu dalam pendataan langsung dan menjadi objek penelitian ini. Adapun
objek ornamen yang penulis pilih adalah ornamen yang memiliki sumber idenya dari objek-objek yang dapat ditafsirkan pada bentuk-bentuk asal alamiahnya, kemudian memberikan bagian strukturnya. Demikian halnya dengan ornamenornamen geometris namun tidak menyinggung bentuk asalnya, karena bentuk geometris bukanlah bentuk alamiah. Dari pembagian struktur ini terdapat klasipikasi dari satu unit ornamen yakni objek utama, kreasi pelengkap, ritme, frame. Objek utama merupakan objek sentral yang didominasi dari seluruh kapasitas unit ornamen. Seni rupa menyebutnya central point atau titik tumpu. Kapasitas satu bidang ornamen memiliki sejumlah rangkaian bentuk yang terpadu dari
beberapa komponen bentuk yang ada didalamnya. Diantara seluruh
komponen visual tersebut terdapat vigur atau objek utama yang menjadi pusat perhatian. Tentunya objek sentral ini merupakan bentuk yang diutamakan sebagai konsep ide. Berikutnya konsep ide inilah sebagai landasan makna yang dikehendaki pada ornamen. Kreasi pelengkap adalah gambar yang bertujuan melengkapi objek utama di dalam ornamen. Kapasitas ornamen dari sejumlah komponen-komponen bentuk yang diselaraskan atau dipadukan untuk mendapatkan keindahan bentuknya, objek utama butuh objek-objek sebagai pendampingnya. Sehingga sentral poin mendapatkan fokus sebagai peran utama dalam visual. Dengan adanya rangkaian yang memadu antara objek utama dengan objek pendamping, kelengkapan ornamen semangkin kuat atau memiliki kwalitas artistik. Terkadang justru kreasi pelengkap ini secara umum mendominasi bidang, sehingga bagian besar visual
terdapat pada kreasi pelengkap, akan tetapi tetap saja keunggulan objek utama masih dapat dirasakan. Ritme atau irama dari gerak visual dapat di lihat melalui alur arah komponen objek yang terdapat pada ornamen. Setiap ornamen diketahui memiliki konstruksi bangun yang menandai adanya pondasi atau lantai, tubuh dan puncak. Ketiga sifat konstruktif ini dimiliki setiap ornamen sehingga kita dapat mengenal mana lantai dasar atau mana puncaknya dan mana pusarnya. Dengan permainan ritme terlihat jelas adanya alur gerak atau irama yang dimiliki setiap ornamen. Didalam teori seni rupa ada beberapa irama yang difahami sebagai kaidah untuk mendapatkan nilai artistiknya dan sering disebutkan dengan gerak. Gerak-gerak ini tentunya berupa visualisasi rupa yang dapat dirasakan dari pemahaman bentuk. Beberapa gerak tersebut adalah memusar, menebar, bergulung, menyilang, meliuk, menaik, menurun, dan memecah. Frame atau sering disebut bingkai adalah salah satu komponen yang tidak terlepas di dalam ornamen. Sebagai batasan bidang frame adalah bertindak selaku pagar pembatas terhadap sekumpulan objek ornamen. Bingkai ini memiliki sifat bentuk tersendiri yang terkadang tidak ada memiliki hubungan bentuk yang ideal dengan sejumlah objek-objek yang telah terpadu pada ornamen. Tetapi karena sifatnya adalah memagari atau membatasi ruang lingkup ornamen maka bingkai ini merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari ornamen yang dibatasinya. Dilain hal frame tersebut bersifat semu atau tidak tampak kelihatan, namun berupa bayang-bayang
kosong
yang
membentuk
sesuatu
wujud,
sehingga
keberadaannnya masih di anggap ada. Demikian keempat hal klasifikasi
pembagian struktur bentuk ini terhadap ornamen yang tentunya tidak terlepas dari bahasan pengkajian. Penulis membuat pengelompokan struktur objek dengan memilih beberapa bagian ornamen yang hanya memiliki struktur objek saja. Karena sasaran kajian struktur hanya berupaya mengidentifikasi bentuk dan komponen lain didalam seluruh kapasitas ornamen pada satu bidang tertentu. Meski kategori ornamen tidak demikian tetapi penulis berupaya dapat memberikan penjelasan bahwa ornamen memiliki beberapa bagian yang dapat diklasipikasikan kedalam struktur bentuk. Maka demikian gambar-gambar di dalam tabel struktur objek ornamen tidak seperti alur yang dilalui sebagaimana dalam urutan perbagian ornamen.
Tabel 2, struktur objek ornamen
Bentuk ornamen
Struktur objek
Objek ornamen yang ada pada tegel ini adalah pucuk
bunga,
yang
diletakkan disetiap sudut siku-siku tegel.
Ketika
dipadukan
maka
sejumlah objek
tegel bunga
menjadi lebih terfokus sehingga sudut
pandang
yang
tampak
berpusar pada gambar bunga. Objek
pendamping tidak begitu kelihatan sehingga sentral poin dimiliki objek utama. Ritme ornamen ini bersifat memusar.
Sedangkan
framenya
adalah pembatas potongan pisik tegel. Objek ornamen yang ada di tegel ini berbentuk kuntum bunga, dengan perpaduan sejumlah tegel terjadi permainan bidang lingkaran dan segi empat. Objek pendamping kelihatan lebih mendominasi ketika adanya perpaduan tegel. Ritme ornamen ini memusar.
Framenya
adalah
pembatas tegel. Ornamen
ini
bermotif
flora
dideformatif,
objeknya
masih
yang
telah
berbentuk
kuntum
bunga yang melingkar. Pendamping sangat
sedikit,
dengan
posisi
dengan
objek
bergerak
berlawanan
komposisi
arah
simetris.
Ritmenya memisah atau bergerak dari
pusarnya
menuju
arah
berlainan. Bingkainya semu atau tidak kelihatan, objek di bentuk menjadi bidang segi empat wajik. Ornamen ini berbentuk mata anak panah atau tombak di isi bentuk kuntum bunga,
objeknya
masih
bersumber pada kuntum bunga. Pendamping objek kontras dengan lis pembatas sekaligus bingkai objek lurus berbentuk mata anak panah, mengarah keatas sebagai ritmenya.
Objek-objek distirilisasikan memadu pada objek tunggal yang persis ditempatkan bidang.
ditengah-tengah
Kuntum
bunga
masih
terfokus sebagai objek utama. Objek pendamping
yang
diwujudkan
menjadi simetris untuk mendapatkan keseimbangan, mendominasi. memusar
justru
lebih
Ritme
bentuk
kekuntum
bunga,
sedangkan bingkainya membentuk kesuatu bidang. Objek utama tidak kelihatan karena perpaduan
elemen
memberikan
bentuk menjadi menyatu. Tetapi perpaduan
bentuk
ini
menjadi
terfokus sehingga kelihatan kontras dengan
pembatas
bingkainya.
sebagai
Ritmenya
saling
menyilang. Bingkai kelihatan kokoh berbentuk lubang kunci.
Ornamen yang berada di bidang segi tiga ini didominasi oleh objek pendamping.
Sementara
objek
utamanya adalah kuntum bunga yang tidak berwujud, tampilannya hadir
karena
pendamping.
adanya Ritmenya
rangkaian saling
menolak ke arah sudut segi tiga. Bingkainya sangat
jelas dengan
garis lurus membentuk segi tiga.
Objek utama dari ornamen ini adalah
kembang
bunga
dalam
bidang pola lengkung melengkung sekaligus
sebagai
Ritmenya
merupakan
yang dengan
berbaris
pendamping. rangkaian
kearah
sejajar
samping
(horizontal).
Bingkainya adalah bidang dan ruang bersegi empat. Objek utama terletak di atas sebagai mahkota berbentuk bunga, berbagai kelopak daun distirilisasikan berkait sebagai bawah
pendamping sebagai
dari
pangkal
arah bunga
menuju arah atas. Daun saling berkait ini juga merupakan alur ritme. Dibungkus dengan bingkai semu berbentuk lubang kunci.
Objek
masih
terdapat
di
atas
berbentuk bunga dengan stirilisasi dedaunan
terkait
sebagai
pendamping, disini terdapat lantai kelihatan kokoh dengan corak garis sejajar membentuk bidang-bidang segi
empat
Ritmenya
pipih
fundamental.
mengarah
ke
Sedangkan
framenya
lengkungan
kecil
atas.
setengah
membungkus
bidang berbentuk lubang kunci. Objek fokusnya berada ditengahtengah
yakni
geometris,
bentuk
bidang
pembagian
simetris
cenderung lebih formal, sedangkan pendamping tidak statis sehingga bidang bersudut di tengah menjadi lebih kontras. Ritmenya memusar atau bersentral kebidang bersudut. Bingkainya
terjadi
batasan bentuk objek.
dari
seluruh
Putik-putik bunga sejajar sebagai objek utama, pendamping adalah deformatif dari kelopak daun dengan komposisi simetris kiri dan kanan. Bentuk pondasi dari jalinan akar berkait dibawah mengarah keatas (ritmenya). Framenya adalah seluruh elemen membentuk arah garis lurus sejajar horizontal. Objeknya
berada
berbentuk
di
bawah
kelopak
bunga.
dari
stirilisasi
Pendampingnya
bidang berukir tanpa adanya objek alamiah. Ritmenya mengarah keatas. Sedangkan terbentuk elemen
bingkainya semu
objek,
dari dan
dibatasi sejumlah
dibawahnya
hanya garis lurus horizontal Sentral
poin
pada
lengkung
melengkung kembar yang berada dikiri dan kanan bidang. Susunan beberapa kembang arah melingkar
didalam
lengkung
melengkung,
mengurung satu besar sebagai titik fokus. mengisi
Sedangkan ruang
pendamping kosong
dari
percampuran objek bunga dan daun. Ritmenya memisah atau membelah ke kiri dan ke kanan. Bidang segi empat adalah bidang semu sebagai pembatas objek. Titik sentral terasa semu, sedangkan ritme
lebih
menguasai
bentuk
sehingga gerakan arah horizontal seakan bergerak secara terputusputus dalam bentuk bunga-bungaan. Frame justru tidak kelihatan. Ornamen ini memiliki permainan bidang-bidang radius berlantaikan potongan garis lurus. Objek lebih kontras
berbentuk
tiga
bunga
diselingi pendamping dua lingkaran bersudut delapan disisi kiri dan kanan dalam
bidang.
Framenya
adalah pembatas bidang yang telah terbentuk.
Objek utama tidak mendominasi namun dapat dilihat secara struktur pembagian letak, diatas pada bidang lingkaran tentunya adalah sentral poin,
berbentuk kuntum bunga.
Sementara pendamping berbentuk ulir daun-daun dan bunga-bungaan mengisi penuh bidang berbentuk lubang kunci. Framenya pembatas berbentuk berbentuk lubang kunci.
Lembaran daun mendominasi objek sehingga
terasa
dapat
terlihat
istimewa dengan pelindung atas bentuk kreasi geometris. Dua bagian objek
terasa
kontras
karena
perpaduan radius dan garis bersudut. Ritmenya
mengarah
keatas,
sedangkan framenya terbatasi oleh sejumlah bentuk ornamen daun dan geometris tersebut. Kuntum
bunga
didampingi
adalah
dengan
objek
suplir-suplir
yang saling berangkai disisi kiri dan kanan. Ritmenya bergelombang naik turun. Frame lebih terasa bergaris lurus arah horizontal. Bentuk
wajik
bersudut
atau
geometris
diletakkan
ditengah
sebagai sentral poin, pendamping suplir-suplir atau pucuk daun pakis yang
berpulir
mengurung memusar
serta
wajik. atau
terkait Ritmenya
bergerak
kearah
wajik. Framenya adalah pembatas dari bidang.
Simbol mata angin ini adalah bentuk geometris utama. bidang
dan
sekaligus
Pendampingnya
objek adalah
lingkaran sebagai ruang
gerak bentuk mata angin tersebut. Ritmenya bergerak berputar pada sumbu
titik
tengah
objek.
Sedangkan framenya berbentuk segi empat. Objek berbentuk bintang bersudut delapan ini berperan paling dominan tanpa
pendamping.
Ritmenya
memecah atau bergerak menjauh dari
titik
sumbu
yang
berada
ditengah objek. Framenya adalah segi empat. Lingkaran-lingkaran dalam bidang segi tiga kembar berlaianan arah (simetris),
tanpa
pendamping.
Ritmenya
mengarah
Framenya adalah segi tiga.
keatas.
Pengulangan
garis-garis
patah
membentuk ritme horizontal secara naik
turun
Objek
lebih
mendominasi.
utamanya
garis
bersudut
sejajar
dan
berurut.
berlapis Framenya
semu
berbentuk
segi
empat sekaligus sebagai bidang.
Relief kuntum bunga daun ini berjajar kesamping tidak memiliki pendamping, sedangkan ritmenya bergerak lurus arah horizontal.
Sentral poin pada ornamen ini masih masih bermotif flora didalam kotak segi empat dengan posisi menyudut, ketika kotak tersebut disusun objek utama memiliki ritme memusar. Pendamping objek adalah kotak didalam
kotak
yang
sekaligus
menjadi frame, dibagian sela gang antara kotak, ada bentuk geometris.
Objek bintang yang terdapat pada sumbu kubah serambi ini adalah objek
utama,
sedangkan
pendampingnya adalah efek kembar dari garis berbentuk bintang saling menindih. Objek utama tidak tampak kelihatan, tetapi objek-objek kecil berbentuk lingkaran dan wajik secara simetris dikomposisikan dalam
bidang
mengisi
ruang
berbentuk
kubah
sekaligus
sebagai
framenya.
Ritmenya crosing atau acak.
Objek utamanya lingkaran dengan garis terputus dan delapan wajik disetiap sisi lingkaran. Detengah objek
dihiasi
sejumlah
pola
lingkaran kecil. Ritmenya melingkar terdapat pada objek. Pendamping objek bagian dua sisi kiri dan kanan ada barisan garis terputus mengarah horizontal sekaligus menjadi frame, sedangkan
disisi
dalamnya
ada
beberapa motif flora mengikuti alur frme. Pengembangan
pola
geometris
menjadi objek yang tidak memiliki sentral poin berbentuk mata rantai saling terkait mengarah horizontal. Ritmenya bergerak arah horizontal. Bentuk sekaligus menjadi bingkai.
Bentuk pengembangan geometris masih padat, pola-pola menyudut diatur
secara
simetris
sehingga
kelihatan indah. Ritmenya statis naik turun dan terasa sedikit cepat. Objek ini tidak memiliki objek atau pendamping, kemudian framenya garis kecil disisi kiri dan kanan arah horizontal.
Cresting ini sering juga disebut gigigigi atau mata gergaji, objeknya abstrak,
pendampingnya
ada
dibagian bawah berpola empat segi kecil berjajar panjang alur ritme sama arah horizontal dengan objek. Cresting ini berpola flora berbentuk pucuk-pucuk
pohon.
Pendampingnya adalah pondasinya. Ritmenya
sejajar
dengan
kesamping atau horizontal.
gerak
Bentuk bunga yang terdistorsi dari bentuk dasar geometris didalam lingkaran Kemudian
adalah
objek
pendamping
utama. pucuk-
pucuk pakis dibawah membentuk kipas. Ritmenya bergulung-gulung sebagimana
frame
lingkaran-
lingkaran saling bertindih. Pola bintang persis ditengah bidang dengan penggabungan garis-garis frontal atau lurus senada saling terangkai dengan garis-garis lain sebagai
pendamping
Ritmenya
crosing.
objek. Bingkainya
terdapat pada sisi bidang berbentuk kubah.
Jendela berkisi-kisi ini bermotif geometris dikomposisikan ditengah bidang berjumlah tiga bentuk sejajar arah atas kebawah sebagai objek utama. Pendampingnya pola-pola kecil
diletakkan
disetiap
sudut
objek. Ritmenya mengarah keatas didampingi pembatas garis sebagai ftame.
Kaca jendela bermotif flora ini lebih dominan memiliki ritme mengarah keatas.
Objek
persentasi
dan
pendamping
komposisinya
sama
sehingga secara keseluruhan gambar adalah objek utama. Bingkainya adalah bentuk jendela sendiri.
Sama halnya seperti diatas hanya saja objek keseluruhan terdapat pengembangan
motif
kecil-kecil
sehingga kelihatan lebih rumit.
Perpaduan berhimpitan komposisi menyesuaikan
kotak-kotak
saling
ini
merupakan
letak
geometris
bidang
utamanya
agar tampak ideal. Objek utama tidak kentara, karena bentuk yang sama ditempatkan sejajar. Tetapi ada panel geometris yang dirapatkan sehingga kelihatan tampak agak lebih kuat. Framenya adalah setiap kotak yang membentuk bidang.
Perpaduan
kotak-kotak
saling
berhimpitan dan memberikan sudut disetiap
sikunya
komposisi menyesuaikan
letak bidang
merupakan geometris utamanya
agar tampak ideal. Objek utama inin juga tidak kentara, karena bentuk yang sama ditempatkan sejajar. Panel
geometris yang dirapatkan
sehingga kelihatan tampak agak lebih kuat. Framenya adalah setiap kotak yang membentuk bidang. Relief bermotif flora ini melingkar mengikuti
latarnya
berbentuk
setengah lingkaran didampingi polapola lingkaran kecil yang menyatu. Ritmenya melingkar meski bentuk objeknya tidak ada tetapi alur arah gerak dikontrol oleh latar belakang.
Motif
berbentuk
menyeimbangkan
floris kepada
ini ketiga
lingkaran ditopi jendela sehingga tidak menghadirkan objek untama yang lebih dominan, motif flora tersebut
justru
lebih
menjadi
pendamping. Ritmenya bergulunggulung
sebagaimana
lingkaran adalah
yang
ada.
sponing
mengikuti Framenya
pinggiran
topi
jendela berelief. Motif geometris yang ada diatas pintu
masuk
sebagai memecah
masjid
cenderung
pendamping.
Ritmenya
dan
framenya
adalah
sponing relief topi pintu masuk utama jendela.
BAB V MAKNA ORNAMEN MASJID AL-MASHUN 5.1 Aspek pisik Sebagaimana layaknya bahwa benda seni dalam seni rupa merupakan hasil karya yang diwujudkan (dapat di lihat/disentuh) oleh seseorang. Latar belakang penciptaan dari karya seni rupa ornamen dikelompokkan pada seni dekorasi yaitu seni yang bertujuan hanya menambah keindahan dari bidang-bidang tertentu. Unsur keindahan seni rupa di ukur dari objek seni dan konsep ide nya. Makna yang dihadirkan sebagai tafsir objek seni sebagai bentuk yang dapat dipahami. Keindahan pisik terdapat pada kapasitas bentuk atau rupa media yang telah terjadi perobah bentuk dasar dari bentuk-bentuk alamiah kemudian menjadi bentuk-bentuk imajiner. Perkembangan bentuk alamiah ini didasari dari kemampuan seseorang bagaimana mendistorsi atau mengobahnya menjadi sesuatu bentuk yang di lebih-lebihkan tidak seperti bentuk alam yang sebenarnya. Akhirnya bentuk-bentuk alam ini diharmonisasikan pada letak bidang-bidang yang dihehendaki. Pertimbangan desain menjadi sesuatu yang harus dilakukan, berhubung dengan bagaimana dan dimana ornamen-ornamen seharusnya diaplikasikan. Bidang dasar atau tempat ornamen yang akan diterapkan disesuaikan dengan tipe maupun bentuk ornamen yang akan di buat. Dengan demikian ornamen-ornamen tersebut mendapat perhatian khusus sebagaimana nilai artistik serta makna bentuk diperhatikan.
5.1.1 Nilai Artistik Nilai adalah hasil akhir dari bobot yang ditemukan dari ornamen-ornamen. Nilai artistik tentunya berhubungan dengan keindahan objek yang dapat di tangkap (melihat langsung) oleh setiap orang dalam bentuk pisik benda. Rasa seni (sense of art) sebenarnya sesuatu yang subjektif, karena seseorang memahami atau merasakan getaran keindahan yang dapat menciptakan seseoarang tersebut ikut kedalamnya baik secara simpati maupun empati, ditentukan oleh rendah atau tingginya pencapaian rasa. Karena masalah keindahan adalah pengalaman artistik setiap orang selama hidupnya mendapatkan pengalaman-pengalaman harmonisasi. Kesamaan pandangan nilai keindahan tentu saja dapat disamakan secara garis besar, ini diketahui apabila objek seninya dapat memberikan setiap orang melihatnya terpukau atau biasa-biasa saja. Tentunya persentasi bentuk di ukur sebagaimana kapasitas keseluruhan objek yang menjadi perwakilan nilai. Rincian material yang membentuk objek seni ditemukan beberapa kwalitas di dalam unsur-unsur yang di sandangnya. Beberapa unsur yang terkait untuk mendapatkan ketercapaian benda seni sebagai karya yang berkwalitas, maka unsur-unsur inilah yang menjadi ukuran stantard umum sehingga siapapun setuju apabila semua orang memberikan pendapat nilainya sama terhadap benda seni yang sama. Beberapa unsur tersebut yakni unsur kerumitan raut, komposisi warna, komposisi letak dan kelangkaan media. Ketercapaian teknik perupa untuk membuat benda seni secara seksama dengan memperhatikan setiap sudut objek sehingga tidak menjadi sederhana
kemudian membutuhkan teknik tinggi untuk mencapai hasil yang luar biasa. Kerumitan ini salah satu keagungan rupa yang dapat memukau sehingga semua orang mengaguminya. Warna adalah lapisan pikmen yang melapisi atau mengisi objek. Bagaimana warna diterapkan secara harmonisasi pada bentuk-bentuk ornamen dan dasar bidang ornamen sehingga kelihatan indah. Sebutan harmonisasi yaitu bagaimana isian warna kelihatan serasi dari setiap bentuk dan bidang-bidang ornamen. Pada umumnya warna apa saja adalah baik, akan tetapi menjadi tidak sempurna jika salah menempatkannya atau salah mengkomposisikan warna satu dengan warna yang lain maka hasilnya tidak baik. Harmonisasi warna merupakan keseraian warna terhadap warna pendampingnya. Sejumlah besar warna memiliki kesepadanan atau dapat dicocokkan dengan warna lain sehingga mendapatkan nilai artistik dalam bahasa seni rupa. Meski penulis memakai teori seni rupa dalam penelitian ini tetapi hanya membatasi lingkup kajian motif dan bentuk pada ornamentasi yang ada di masjid Al-Mashun. Hanya sengaja untuk mendapatkan unsur kuat yang ada pada ornamen-ornamen kajian penulis. Letak atau komposisi utama objek merupakan hal yang paling menentukan dalam seni rupa. Matra apapun sebagai media, komposisi menjadi perhatian penting, salah menempatkan bentuk atau objek maka keseluruhan akan menjadi lemah. Komposisi berperan pada warna, bentuk dan area letak. Kelangkaan media atau benda seni mendapat keistimewaan pada nilai artistiknya. Seni akan bernilai apabila benda atau medianya tidak banyak atau sulit untuk mendapatkannya. Seperti yang terdapat pada benda batu mabel atau marmer
yang didatangkan dari spanyol, ukiran besi, dan tentunya dikerjakan khusus untuk masjid Al-Mashun. 5.1.2 Makna bentuk Persoalan makna bentuk tentunya adanya fakta bentuk objek seni yang di ukur dari imaji atau ide yang tertera pada visul objek, baik rautnya datar, cembung, cekung, berlobang maupun bertekstur. Kerupaan bentuk bersifat umum karena objek-objek ornamen diwujudkan atau sengaja diperuntukkan agar dapat di lihat, memberikan imaj atau kesan mewakili bentuk sesuatu. Bentuk di buat untuk mendapatkan tafsir umum terhadap objek yang dijadikan benda seni. Segala ornamen yang ada di masjid Al-Mashun tentunya memiliki latar belakang penciptaan. Ide-ide atau konsep merupakan landasan penciptaan, dan hal ini biasanya dipengaruhi benda-benda alamiah di sekitar perupa. Penulis telah menyinggung teori sosial serta aspek penciptaan seni sebagai teori seni rupa pada bab sebelumnya bahwa manusia dan lingkungannya memiliki hubungan penting dalam kehidupannya. Keterikatan inilah manusia peduli akan kepentingan tanda, bahwa arti bentuk yang diwujudkan merupakan perwakilan hidup kelompok masyarakatnya. Kemudian tentang makna sebagaimana penulis menggunakan teori Pierce membuka tentang makna tanda bahwa realitanya memiliki hubungan alamiah antara manusia dengan lingkungannya. Pierce menyebut nya sebagai Indeks. Hubungan kausal atau sebeb akibat bahwa ornamen yang ada pada masjid AlMashun bukanlah sebuah kebetulan dan hanya mencari bentuk keindahan semata. Rangkaian motif-motif yang tersusun dengan letak dan medianya merupakan
pertimbangan logis dan pilosofis. Sekalipun sultan Makmun Al-Rasyid mungkin tidak pernah mempertimbangkan atau siapa yang memberikan ide ornamen yang tepat diletakkan pada bangunan masjid. Pertimbangan logis tentunya struktur ornamen merupakan wilayah kerja seni rupa dengan pertimbangan desain dan estetika. Desain sebagai rancang bangun menggunakan sejumlah rasio tehknis dan media tepat guna. Perancang harus studi lapangan untuk melihat sejauh apa fungsi dan kegunaan jika sebuah media diciptakan. Sementara estetika sebagai nilai value yang hanya dapat ditangkap oleh indra rasa. Seorang desain pun harus dapat menghadirkan citra kenikmatan mata sehingga sosok media tidak hanya lahir sebagai benda kronstruktif belaka namun aspek historia atau latar belakang penciptaan sehingga menjadi karya seni yang harus dipahami sebagai sesuatu yang berjiwa. Pierce menyebutnya indeks, bahwa sebuah tanda menunjukkan hubungan langsung sebab akibat. Ornamen masjid Al-Mashun yang ada disetiap tempat sebagaimana penulis data dan telah dikemukakan pada bab III dan bab IV, maka sejumlah besar motif ornamen masjid Al-Mashun ini cederung bermotif Floris atau tumbuhan. Bentuk floris yang terdapat begitu banyak didalam ornamen masjid AlMashun tentunya ada seperti memiliki ikatan hubungan atau kepentingan. Ikatan hubungan dirunut atau ditarik sejarah ornamen asli yang ada di masjid Al-Mashun ini awalnya berasal dari negeri luar seperti Hindia, Spanyol, Turki dan China. Hubungan dagang dan diplomatik luar negeri cukup baik dijalin oleh Sultan Al-
Rasyid. Meski tercatat bahwa arsitek masjid Al-Mashun adalah T.H Van Erp, tetapi tetap saja kehendak mutlak oleh Sultan Deli (dari nara sumber). Seluruh
bentuk
ornamen
tersebut
kelihatan
memang
tidak
mengistimewakan motif yang berasal dari negara tertentu, sehingga kelihatan tidak terstruktur, misalnya terdapat bentuk ornamen yang paling megah atau mewah sehingga menjadi prioritas utama. Tetapi penulis menemukan adanya historia napak tilas terhadap trah atau ras sebagai asal keturunan kesultanan yang sengaja dihadirkan sebagai simbol keakuan. Bahwa ornamen-ornamen yang cenderung kelihatan tampak lebih fokus karena letak dan fungsinya menjadikan objek ornamen tersebut menjadi istimewa. Seperti tempat-tempat utama yang ditempatkan persis didepan di samping mihrab terbuat dari tembaga dan berpondasi batu marmer. Berikutnya mimbar kedua letaknya dibarisan belakang pada Sap wanita (barisan jemaah wanita pada waktu shalat). Kedua mimbar ini difungsikan ketika melaksanakan shalat jumat. Hubungan langsung yang lain diartikan sebagai hubungan alamiah antara manusia dengan sesuatu. Hubungan ini jauh membentuk manusia sehingga terjadi arah yang disepakati karena adanya kepentingan ideologi. Ornamen-ornamen yang ada di masjid Al-Mashun lebih banyak bernuansa floris meski ada beberapa bermotif geometris. Asal ornamen berbentuk floris ini sangat kuat dengan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Ada beberapa objek utama yang tampil hadir berulang ulang dalam beberapa bidang yang berbeda. Objek ini adalah kuntum bunga. Penulis hanya berupaya mencari bentuk asal dari kuntum bunga tersebut. Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa objek yang sering hadir
ini adalah Pohon Hayat. Pohon Hayat dalam kepercayaan Hindu yang disebut Kalpataru,
Kalpawreksa
atau
Parijata
(web,dari:Dep.PdanK,1982:172).
Kalpataru melambangkan dunia yang tertinggi meliputi dunia bawah dan dunia atas. Dengan demikian Lambang Kalpataru dianggap keramat, sebagai sumber kekayaan dan kemakmuran. Asimilasi pengaruh budaya Hindu terhadap budayabudaya yang telah membaur di suku Melayu dan agama Islam Dunia tidak menjadi hal yang dianggap suatu benturan dengan keyakinan agama Islam. Kalpataru tersebut dapat juga di tafsirkan kedalam ajaran agama Islam bahwa hubungan Vertikal antara manusia dengan Tuhannya.
5.2 Aspek sosial Proses penciptaan dan hasil seni yang dilahirkan adalah sesuatu yang tidak lepas dari manusia bagaimana berkehendak atas nilai-nilai kehidupan. Kehadiran ornamen sebagai hasil daya cipta manusia atas pemahaman dalam nilai-nilai kehidupan secara estetika, disisi lain ada sebuah nilai sebagai sumber yang paling mengikat. Hubungan kekerabatan dan komunikasi sosial membentuk manusia menempatkan keistimewaan jati diri merupakan sikap otoritas. Otoritas ini menunjukkan adanya keakuan yang patut mendapatkan pengakuan oleh setiap orang. Pengakuan ini merupakan sebuah pernyataan publik bahwa keberadaan masyarakat kemanusiaan.
yang
menjunjung
tinggi
sebuah
kedaulatan,
martabat
dan
Ornamen tidak sekedar sesuatu yang dinikmati sebagai karya seni, akan tetapi sebuah ungkapan logis yang dirangkaikan pada kenyataan lingkungan sosial. Wajar saja kaum petani akan lebih akrab pada sebutir padi dari pada kail pancing sebagaimana hubungan dari masyarakat pantai. Keistimewaan alam benda dan lingkungan sekitarnya kepada manusia adalah membawa arti tersendiri. Banyak latar belakang yang dijadikan sebagai konsep. Muatan konsep ini memikul berbagai falsafah, yang tidak lain adalah sebuah implementasi sosial masyarakat tertentu terhadap sesuatu. Penulis melihat unsur dampak sosial dari aspek visual ornamentasi masjid Al-Mashun Medan, sebagaimana penulis mengumpulkan data dari beberapa nara sumber yang di anggap dapat memberikan pernyataan logis sebagai acuan untuk dapat memahami nilai-nilainya. Walaupun demikian penulis harus menyimpulkan data terendiri dari seluruh data yang didapatkan berikutnya menetapkan hasil penelitian sebagai hasil analisis. Ada dua aspek sosial yang diberikan penulis sebagai bukti pernyataan masyarkat terhadap pemahaman tentang ornamen masjid Al-Mashun, yang pertama adalah kerabat langsung dan masyarakat umum. 5.2.1 Kerabat langsung Kerabat langsung tentunya adalah pihak kerajaan Istana Maimoon yakni sebagai petinggi adat suku Melayu Deli yang berhubungan erat dengan masjid AlMashun. Ada beberapa golongan kekerabatan ini menurut penulis dapat dijadikan
sebagai sumber data melalui metode wawancara untuk mendapatkan informasi, berikutnya sumber pustaka yang didapatkan dari istana Maimoon sendiri. Golongan yang di maksud adalah golongan pihak keluarga kerajaan sendiri yakni para ahli waris. Ahli waris merupakan pihak langsung yang paling dekat dengan leluhur kerajaan Deli. Kesultanan Deli memberikan kekuasaan secara turun temurun hingga budaya Melayu ini sampai sekarang masih berlangsung. Ketika seorang Sultan mangkat (meninggal dunia), secara langsung akan dinobatkan penggantinya dari anak laki-laki kandungnya. Meski imperium kerajaan Deli hanyalah tinggal menjadi sebuah budaya, tetapi kebudayaan kerajaan tetap diabadikan sebagai sebuah kehormatan yang harus dihormati sebagai kearifan budaya. Apalagi hal ini menyangkut sejarah besar Sumatera Utara dan kerajaan Melayu Deli atau Melayu Medan. Mandat ini sudah di akui oleh Republik Indonesia ketika kemerdekaan telah di rebut dari penjajahan Belanda, ketika itu juga kesultanan deli mengakui kemerdekaan dan menyerahkan sepenuhnya kepada Republik. Kesultanan tetap diakui dan masih bertanggungjawab atas kerajaan Deli, kemudian dinobatkan sebagai pemegang Penguasa tertinggi Adat Melayu Deli. Adanya para pewaris ini kelangsungan budaya tetap terpelihara dan bertahan hingga kini. Masyarakat di luar kekerabatan Melayu dapat menerima atau mengakui bukan saja keagungan istana maimoon atau masjid raya AlMashun, tetapi budaya Melayu menjadi salah satu bahagian dari suku-suku yang ada di wilayah Sumatera Utara yang pernah memiliki sejarah panjang.
Penulis masih menggolongkan satu golongan dengan ahli waris atau sesepuh kerajaan meskipun tidak bersifat langsung yakni kebanyakan dari para datuk, tengku, dan tok muda, tetap penulis anggap adalah para pewaris kerajaan. Karena pejabat-pejabat istana Maimoon yang di beri penghormatan seperti ini adalah terlibat langsung pada pemeliharaan istana dan masjid sekarang. Hasil dari wawancara penulis dari beberapa kerabat telah di kutip dan dikumpulkan, hasilnya dilakukan sebagai sebuah kesimpulan dari aspek sosial kerabat langsung istana Maimoon. Ornamen sebagai perwakilan budaya yang tidak sederhana yang terdapat pada masjid Al-Mashun. Kemegahan dan keindahannya menjadi bahagian penting dalam kedudukan kesultanan. Visualisasi ornamental dan arsitektur bangunan masjid merupakan sebuah identitas yang tidak terlepas dari hubungan-hubungan budaya. Sejumlah ornamen yang telah penulis kelompokkan secara klasipikasi, terdapat bagian terbesar sebagai perwakilan kuat terhadap kesultanan Deli. Pertama masjid tentunya sebagai rumah ibadah dari pemeluk agama Islam, penguasa-penguasa Islam menjadikan masjid tidak sekedar tempat shalat, namun sebagai sebuah pencitraan (marwah) atau sebagai simbol kebesaran ummat beragama Islam. Abad pertengahan para ulama dan cendikiawan muslim keberatan jika masjid di bangun secara spektakuler. Alasan ini atas melawan hukum (bid’ah), karena pada masa Nabi Muhammad masjid dimanfaatkan secara efesiensi dan mengutamakan kesederhanaan ketimbang kemegahan. Terlepas dari wacana para pakar ilmu agama dan ulama muslim tersebut, bangunan-bangunan masjid megah tumbuh di Indonesia. Arsitektur dan
ornamentasi bergaya dari negeri luar menghiasi di setiap masjid. Salah satunya adalah masjid Al-Mashun yang didirikan sebagai bentuk simbol kekuasaan dan keagungan budaya melayu yang berada di tanah deli atau Medan dan sekitarnya. Dengan latar belakang kekuasaan dan politik serta bentuk keagungan merupakan simbol kewibawaan sebuah imperium melayu deli. Ketika kejayaan di bawah Pimpinan Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah, istana Maimoon dan masjid Al-Mashun di bangun sebagai wujud Adidaya dan kemakmuran. Wujud kemegahan yang berarti sebuah bentuk kekuatan ekonomi dan karismatik kepemimpinan seorang penguasa. Sultan Al-Rasyid menunjukkan ketercapaian kemakmuran di bawah pemerintahannya selama kejayaan kesultanan deli berada di Sumatera Timur (sekarang menjadi Sumatera Utara). Keberhasilan dagang dan diplomatik luar negeri menunjukkan bahwa beliau adalah seorang raja yang bijaksana serta disegani. Disamping itu sultan bukan saja menunjukkan sebesar dan sekuat apa di bawah pemerintahannya, tetapi karena beliau adalah pemeluk agama Islam terhormat, maka agama merupakan hal istimewa. Memberikan keagungan terhadap bangunan tempat shalat merupakan salah satu da’wah (syiar agama). Dengan demikian seperti yang dapat di lihat dari keagungan masjid Al-Mashun yang dikenal dengan masjid raya Medan, dari arsitektur sampai pada ornamentasinya. Dalam konteks penelitian ini penulis tertumpu fokus pada ornamen saja tanpa melibatkan arsitektur walaupun kedua hal tersebut tidak terpisahkan dalam konstruksi seni bangunan, sebagaimana alasan penulis yang telah dikemukakan sebelumnya.
Kedua sejarah sebagai fakta logis untuk mencapai hubungan kuat terhadap kesultanan deli. Tentunya tidak ada yang dipungkiri bahwa trah (turunan sedarah) adalah pengikat budaya yang pertama sekali sebagai sumber ideologi. Cikal bakal sejarah lahirnya kerajaan Deli dititikkan pada kisah seorang gagah perkasa yang digelari Gocah Pahlawan dengan nama aslinya Yazid merupakan keturunan rajaraja dari Bukit Mahameru. Berdasarkan hikayat beliau adalah seorang pahlawan yang menaklukkan kerajaan Haru, berikutnya di angkat sebagai perwakilan Aceh memerintah di Delitua. Dari sanalah di mulai sejarah nenek moyang budaya melayu deli yang berada di Medan Sumatera Utara. Tuanku Yazid berasal dari kota Dhili (Hindia), tidak heran banyak sejarawan menghubungkan kata Deli yang ada di Medan dengan kota asal Gocah Pahlawan ini. Sebagai keturunan raja-raja Hindia pemeluk agama Islam, kebangsawanan kerajaan melayu deli merupakan darah keturunan Hindia. Adanya trah turun temurun ini berlangsung panjang di kerajaan melayu deli sampai pada berdirinya istana maimoon, kewibawaan budaya nenek moyang adalah dasar ideologi. Kemudian masuknya budaya Arab lewat asimilasi dan akulturasi sebagian masuk menyumbang sebagai budaya melayu deli. Adanya ideologi konsep terdahulu sebagai sebuah adap penghormatan kepada leluhur menjadi sebuah budaya yang mengikat sekaligus simbol identitas. Keindahan ornamen masjid Al-Mashun dihendaki kesultanan untuk memberikan sebuah wajah budaya. Bentuk pengakuan ini beralasan kuat karena keturunan atau para pewaris tahta raja-raja melayu deli berasal dari darah Hindia.
Melihat dari bentuk-bentuk serta pengelompokan ornamentasi yang ada di masjid Al-Mashun, lebih besar berasal dari Negeri Hindia. Dengan demikian kesultanan ingin menghadirkan nuansa Hindia di masjid Al-Mashun karena menunjukkan bahwa mereka adalah bangsawan-bangsawan berdarah Hindia beragama Islam. 5.2.2 Masyarakat umum Masyarakat umum merupakan pihak luar yang menikmati keindahan masjid Al-Mashun, tidak ada hubungannya dengan kekerabatan kesultanan deli. Penulis memilih beberapa praktisi dan pengamat seni sebagai nara sumber yang penulis anggap layak mendapatkan informasi yang berkompeten. Berhubung penelitian ini mengkaji tentang bentuk seni rupa, tentunya keterkaitan teori rupa atau prihal keindahan atau segala sesuatunya yang berhubungan dengan yang tampak di lihat sebagai standar pengulasan. Tanggapan dari para pengamat tersebut yang berhubungan dengan keindahan ornamen masjid Al-Mashun sebagaimana penulis simpulkan adalah sebagai berikut : 1. Sebagai seni dekorasi Islam. Seni dekorasi Islam cenderung diketahui ditemukan pada masjid-masjid. Berbagai ragam bentuk dan tipe ornamen melekat pada dasarnya untuk mencapai keindahan agar masjid tampak lebih baik. Namun di balik itu hakekatnya seni dekorasi tidak hanya memenuhi kebutuhan nilai artistiknya, tetapi tidak lepas dari bentuk mensyukuri nikmat kepada Allah Subhana Wa Ta’ala. Para pengamat memberikan tanggapan bahwa keindahan ornamen masjid Al-Mashun tafsiran
bahwa mendekatkan diri kepada Allah tidak hanya bersih, tetapi juga harus baik dan indah. Ornamen memeng diperuntukkan kepada manusia agar dapat menginterpretasikan segala seni khususnya yang berada di setiap masjid hanya dikarenakan Allah semata. 2. Keagungan budaya Melayu Deli. Instana Maimoon dan masjid raya atau masjid Al-Mashun Medan merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan. Awal pembangunan istana Maimoon dan masjid Al-Mashun satu area kesultanan bersama dengan kolam deli memiliki satu konsep. Sebagai seorang Sultan Melayu, kebudayaan menjadi salah satu martabat yang di junjung tinggi. Adat istiadat serta sistem pelaksanaan pemerintahan di dalam kesultanan merupakan citra budaya melayu. Sebelum masuknya agama Islam di dalam kerajaan melayu di Sumatera, kebudayaan melayu masih bersifat paganisme. Berikutnya setelah Islam menjadi agama mereka, adat istiadat masih berlangsung dilakukan tetapi tidak lagi ada yang berbau paganisme. Islam melarang keras bentuk yang bersifat
syirik
(mensekutukan Allah). Keindahan ornamentasi juga merupakan perwakilan kebudayaan melayu. Alasan ini berhubung dengan sejarah bangsa-bangsa melayu dengan masuknya agama Islam yang tidak meninggalkan peraturan adat istiadat lama yang masih tidak bertentangan dengan ketauhidan. Jadi keagungan ornamentasi masjid Al-Mashun juga menunjukkan bentuk budaya melayu deli yang karismatik. 3. Kewibawaan turunan raja-raja Melayu.
Kesultanan adalah sebutan gelar raja-raja Bangsa Arab, menjadi sebutan dikalangan raja-raja melayu setelah memeluk agama Islam di Indonesia. Kemegahan Istana Maimoon dan masjid Al-Mashun sebagai simbol kewibawaan dan kemakmuran dari pemerintahan Sultan Al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Setiap dekade pemerintahan kesultanan terjadi perubahan-perubahan pembangunan kerajaan sebagaimana kepentingan politik ketika itu. Semasa sultan Al-Rasyid Perkasa Alamsyah merupakan zaman gemilangnya kerajaan melayu deli di Sumatera
Utara.
Atas
kejayaan
ini
beliau
menunjukkan
citra
mulia
kebangsawanan lewat bangunan-bangunan kerajaan dan salah satunya kemegahan masjid Al-Mashun. 4. Kearifan lokal Keragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang patut dibanggakan. Masjid Al-Mashun yang begitu megah dan indah merupakan salah satu bangunan sejarah yang masih difungsikan oleh masyarakat umum sebagai tempat shalat. Keberadaan masjid ini masih dipelihara pihak kesultanan sebagaimana putusan pemerintahan Indonesia ketika kemerdekaan, imperium kerajaan deli telah menyerahkan sepenuhnya kepada Republik Indonesia. Ketika itu pula kebangsawanan atau hak adat istiadat masih tetap menjadi preogratif kesultanan hingga kini. Dengan demikian untuk menjaga kelangsungan dan mempertahankan budaya maka seluruh bangunan peninggalan kerajaan istana maimoon di antaranya masjid Al-Mashun masih dalam perawatan pihak kesultanan dan pemerintah Medan. Sebagai bangsa yang berbudaya mencintai dan
memelihara tradisi dan adat istiadat merupakan bentuk manusia yang menghormati kearifan nenek moyangnya.
BAB VI PENUTUP 6.1
Kesimpulan Dari seluruh uraian di atas mulai dari BAB I sampai dengan BAB V
penulis menganalisis ornamen yang terdapat di masjid Al-Mashun Medan, di kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Dimulai dari masuknya agama Islam, cikal bakal dan sejarah kesultanan melayu deli, struktur ornamentasi masjid Al-Mashun, dan kandungan makna ornamen majid Al-Mashun, kemudian menyimpulkannya secara singkat pada BAB ke VI ini. Penulis akan menarik kesimpulan terutama kaitan fokusnya analisis ini sebagai berikut : (1) Sejarah masuknya agama Islam ke Sumatera Utara. a. Sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia memiliki sejumlah perdebatan pendapat para ahli, akan tetapi banyak menyimpulkan awal masuknya pada abad 1 H (abad ke 7-8 M) langsung di bawa oleh bangsa Arab. Daerah yang pertama yang dikunjungi islam adalah pesisir Sumatera yaitu Aceh. Sebahagian para ahli yang menyatakan bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke 13 M. Pembuktian itu ditemukannya artefak yang berupa nisan kuburan dari Samudra Pasai yang memuat nama Sultan Malik as Saleh yang berangka tahun 696 H (1297 M), serta sejumlah nisan yang lainnya dari abad berikutnya. Sumber lain juga mendukung adalah laporan perjalanan Marco Polo yang singgah di Perlak tahun 1292 M. laporan
ini menyebutkan bahwa di daerah Perlak sudah terdapat pemukiman masyarakat Islam di sana. (2) Cikal bakal dan sejarah kesultanan melayu deli di Sumatera Utara. a. Masyarakat Melayu yang berada di Sumatera Utara diwilayah kota Medan di kenal dengan identitas Melayu Deli memiliki sejarah panjang dan fenomenal. Keterkaitan hubungan budaya Melayu dengan agama Islam sangat kuat dan berpengaruh di dalam konteks Pemerintahan Kerajaan dan serta pola hidup masyarakat disekitarnya. b. Perperangan Kerajaan Haru dan Aceh terjadi, Sultan Mahmud Iskandar Muda mengutus seorang Laksmana Paduka Gocah Pahlawan sebagai Panglima perang dan kerajaan Haru berhasil ditaklukkan. Untuk memperluas jajaran wilayah kekuasaan Aceh, maka ditempatkanlah Paduka Gocah Pahlawan untuk memimpin daerah perwakilan Wali Negeri sebagai Raja Kesultanan Deli Pertama, wilayahnya dari Tamiang hingga Rokan. Pada tahun 1669. Dan sampai akhirnya berdirinya istana Mimoon dan masjid Al Mashun pada masa Pemerintahan Sultan Mahmud Al-Rasyid Perkasa Alamsayah. (3) Struktur ornamen masjid Al-Mashun. a. Struktur ini memberikan penjelasan tentang bentuk dan letak ornamen pada area tertentu pada masjid Al-Mashun Medan. Dimulai dari memberikan gambar ornamen, material serta tempat dimana ornamen tersebut diaplikasikan, dan menjelaskan tipe dimensionalnya seperti relief rendah atau relief tinggi, tekhnik cetak dan lain sebagainya.
b. Ada juga struktur dari bentuk objek. Dari sejumlah elemen yang membangun ornamen terdapat beberapa unsure bentuk-bentuk yang dapat diuraikan atau diketahui satuan bentuk tunggalnya sehingga terdapatlah objek utama dan objek pendamping sekaligus memberikan penjelasan ritme atau alur irama arah bentuknya. (4) Kandungan makna ornamen majid Al-Mashun. a. Penjelasan ini tentu inti sari dari hasil penelitian ini sebagaimana konsep judul analisis karakteristik ornamen di masjid Al-Mashun Medan.
Penulis
menemukan
beberapa
pernyataan
sekaligus
menyimpulkan hasil dari rincian telaah analisis ini. Serangkaian ornamen yang terletak pada setiap bangunan yang ada di kompleks masjid Al-Mashun Medan kemudian terkumpulkan menjadi sebuah kebulatan arti untuk dapat memaknai ornamen masjid raya atau masjid Al-Mashun. Ada dua pandangan penting yang penulis temukan dari pemahaman makna terhadap ornamen tersebut yaitu berhubungan dengan teori Pierce bahwa simbol yang sering muncul pada bidangbidang lain bermotif kuntum bunga yang penulis simpulkan dengan Pohon Hayat (kalpataru) sebagaimana kepercayaan agama Hindu yang tentunya mempengaruhi budaya Melayu Deli. Kemudian ada beberapa pendapat dari aspek sosial, yang pertama adalah dari kerabat langsung yang kedua adalah masyarakat umum. b. Kerabat langsung, adanya ideologi konsep terdahulu sebagai sebuah adap penghormatan kepada leluhur menjadi sebuah budaya yang
mengikat sekaligus simbol identitas. Keindahan ornamen masjid AlMashun dihendaki kesultanan untuk memberikan sebuah wajah budaya. Bentuk pengakuan ini beralasan kuat karena keturunan atau para pewaris tahta raja-raja melayu deli berasal dari darah Hindia. Melihat dari bentuk-bentuk serta pengelompokan ornamentasi yang ada di masjid Al-Mashun, lebih besar berasal dari Negeri Hindia. Dengan demikian kesultanan ingin menghadirkan nuansa Hindia di masjid Al-Mashun karena menunjukkan bahwa mereka adalah bangsawan-bangsawan berdarah Hindia beragama Islam. c. Masyarakat umum, pemahaman makna dari sejumlah pemerhati budaya dan seni dari kota Medan dan sekitarnya memberikan pernyataan terhadap nilai kandungan ornamen di masjid Al-Mashun Medan. Nilai pertama ada pada sejarah seni dekorasi Islam, kedua adalah keagungan budaya melayu deli, ketiga Kewibawaan turunan raja-raja melayu dan terakhir adalah Kearifan lokal. 6.2
Saran Banyak harapan penulis ketika dalam proses penelitian ini telah melihat
dan memahami serangkaian aspek yang lahir oleh citra nuansa keindahan ornamen masjid Al-Mashun Medan. Kemudian harapan tersebut menjadi sebuah saran yang dapat dipertimbangkan demi kelangsungan pemeliharaan Situs-situs sebagai peninggalan warisan leluhur Bangsa Indonesia yang patut dikenal, dilindungi dan dijaga khususnya masjid Al-Mashun yang berada di Medan Provinsi Sumatera Utara. Saran-saran ini tentunya disampaikan pada pihak-pihak
yang paling berkompeten dan seluruh masyarakat Indonesia. Pihak-pihak yang berkompeten tersebut adalah : a). Mayarakat Suku Melayu, bahwa nilai kearifan yang berada pada keindahan ornamen masjid Al-Mashun sebagai tanda bahwa kesenian Dunia yang melekat pada bangunan masjid Al-Mashun telah menjadi bagian kesenian suku Melayu. Hubungan yang telah mengikat ini karena Masjid sebagai tempat ibadah umat agama Islam, segala sesuatu yang diperbolehkan dalam bagian masjid merupakan milik bersama suku Melayu, sehingga ragam corak kesenaian asing yang telah disadur atau disesuaikan dengan kepentingan adat istiadat Melayu akan menjadi milik suku Melayu. Dengan demikian masyarakat Melayu harus dapat memahami seutuhnya akar tradisi yang sumbernya ada dari beberapa pengaruh kesenian Dunia yang telah disesuaikan dengan agama Islam menjadi milik masyarakat Melayu. b). Instansi Pemerintah, sayogyanya Pemerintah harus banyak mempersiapkan mekanisme kelangsungan kebudayaan serta menjaganya demi mempertahankan harta warisan nenek moyang yakni nilai-nilai ideologi yang terwujud dalam segala bentuk kesenian. Dalam hal ini adalah keelokan rupawan ornamentasi yang berada disetiap sudut masjid Al-Mashun. Kekewatiran akan terjadinya pemunahan berupa informasi ilmiah terhadap sejarah maupun artefak-artefak dan situs sebagai bentuk napak tilas kebudayaan sekarang, maka sebaiknya menyegerakan diskusi serius dengan melibatkan para cendikiawan, sejarawan, antropolog, kaum pelajar dan pertisipan untuk menggalang dan menciptakan buku sebagai data akurat.
c). Instansi Pendidikan, kelangsungan budaya ditentukan oleh sejumlah orang yang menggulirkan ilmu pengetahuan sebagai institusi resmi kepada masyarakat, tentunya dalam hal ini adalah Sekolah atau Institusi Pendidikan. Siswa dan Mahasiswa merupakan pihak terpelajar yang pertama menerima langsung informasi keilmuan yang diterima dari dalam Pendidikan. Kebudayaan yang bergulir dari dunia Pendidikan dilalui dengan proses transformasi ilmiah. Instansi Pendidikan harus dapat membuka seluas-luasnya wilayah informasi keilmuan terhadap kebudayaan daerah khususnya budaya Melayu Deli di daerah kota Medan. Kebijakan dalam bentuk segala versi untuk membangun motivasi terhadap gairah kaum muda untuk mempelajari budaya Melayu di dunia Pendidikan khususnya mengenal ornamen Melayu dan mengenal situs peninggalan sejarah yang masih dapat berdiri. d).
Masyakat umum, seluruh lapisan masyarakat sebagai manusia yang
berbudaya tentunya menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat sebagai salah satu yang patut dibanggakan dimata Dunia. Dunia mengenal bangsa Indonesia adalah bangsa yang tegak berdiri dengan sebuah kehormatan yang bermartabat yang tak lain adalah memiliki kebudayaan. Dengan keindahan ornamen masjid Al-Mashun sebagai salah satu kesenian yang telah menjadi milik suku Melayu Deli, maka sudah pantaslah kita turut berbangga karena Negara yang kita cintai ini banyak memiliki bentuk dan jenis kesenian yang merupakan harta warisan yang patut dihormati atau sekaligus disyukuri, karena bagaimanapun kita berada turut didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
A.B. Wiranata, I Gede, 2011, antropologi budaya, Bandung : PT. Aditya Bakti Amir Piliang, Yasraf, 2012, semiotica hipersemiotika, Bandung : Matahari Azmi, 2012. rumah panggung melayu deli, Medan : Unimed Press Baiduri, Ratih, 2012, masjid raya al ma’shun medan, Yogyakarta : Eja Publisher Bangun, Sem C, aplikasi estetika dalam seni rupa, Jakarta : IKIP Jakarta Perss Bastomi, Suwaji, 1992, wawasan seni, Semarang : IKIP Semarang Press Cobley, Paul dan Jansz, Litza,2002, semiotic for beginners, terjemahan Ciptadi Sukono,Bandung : Mizan Danandjadja, james, 1986. foklor Indonesia, Jakarta : Pustaka Grafitipers Ekoprawoto, amran, 2005. ornamen sebagai sumber inspirasi karya cendera mata, Medan : Makalah Ekoprawoto, amran, 2008. kedalaman spiritual Islam dalam karya seni rupa, Medan : Makalah Ekoprawoto, amran, 2014. ornamen tradisional batak sumber inspirasi karya cendera mata, Bogor : Makalah Endraswara, Suardi, 2006, metodologi penelitian kebudayaan, Yogyakarta, Gadjah Mada Universitas Press
Fakih,Mansour, seni rupa penyadaran moelyono,Yogyakarta,1997 Hariwijaya, M., 2006. pedoman tehnis penulisan karya ilmiah,Yogyakarta : Citra Pustaka
Hariyono,P, pemahaman kontekstual tentang ilmu budaya dasar,Yogyakarta 1996 Juliet,Corbin, Strouss, Anselm, dasar-dasar penelitian kualitatif,Yogyakarta 2003 Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003, nilai-nilai luhur budaya spritual, Jakarta Koentjaraningrat, 1987. sejarah antropologi I, Jakarta : UI-Press
Koentjaraningrat, 1990. sejarah antropologi II, Jakarta : UI-Press Levine, Peter, 2012.nietzsche potret besar sang filsuf, alih bahasa Ahmad Saidah, Jogjakarta : IRCiSoD Marsden, William, 2013, the history of sumatra, cetak ulang, Jakarta : Komunitas Bambu Nonki, Bang, asal-usul bangsa belayu, blog : Internet Sobur, alex, 2004. semiotika komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Web.Internet Wong, Wucius, 1986, beberapa asas merancang dwimatra, terjemahan Drs. Adjat Sakri, M.Sc, Bandung : ITB Wong, Wucius, 1989, beberapa asas merancang trimatra, terjemahan Drs. Adjat Sakri, M.Sc, Bandung : ITB
Zafar Iqbal, Muhammad, kafilah budaya, Jakarta 2006
LAMPIRAN DAFTAR INFORMAN
1. Nama
: H. Ulumuddin
Pekerjaan
: Ketua BKM Masjid Al-Mashun Medan
Umur
: 48 Tahun
Alamat
: Medan
2. Nama
: Tengku Sahar
Pekerjaan
: Juru kunci Istana Maimoon
Umur
: 61 Tahun
Alamat
: Kompleks Istana Maimoon
3. Nama
: Hj. Adriani
Pekerjaan
: Dinas Pariwisata Pemerintah Kota Medan
Umur
: 46 Tahun
Alamat
: Medan
4. Nama
: Sastra Gunawan
Pekerjaan
: Budayawan
Umur
: 58 Tahun
Alamat
: Tanjung balai
5. Nama
: Amran Eko Prawoto
Pekerjaan
: Seniman
Umur
: 58 Tahun
Alamat
: Bogor
6. Nama
: H. Sutomo
Pekerjaan
: Pengurus lapangan masjid Al-Mashun Medan
Umur
: 50 Tahun
Alamat
: Medan