ANALISIS KANDUNGAN LOGAM DUA JENIS SAYURAN NON-BUDIDAYA YANG TUMBUH DI SEKITAR PALANGKARAYA DAN EVALUASI KEAMANAN KONSUMSI HARIANNYA
DELLA RAHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Kandungan Logam Dua Jenis Sayuran Non-Budidaya yang Tumbuh di Sekitar Palangkaraya dan Evaluasi Keamanan Konsumsi Hariannya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Della Rahmawati NRP F251114071
RINGKASAN DELLA RAHMAWATI. Analisis Kandungan Logam Dua Jenis Sayuran NonBudidaya yang Tumbuh di Sekitar Palangkaraya dan Evaluasi Keamanan Konsumsi Hariannya. Dibimbing oleh CHRISTOFORA HANNY WIJAYA dan GUNAWAN DJAJAKIRANA Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keamanan konsumsi harian dua jenis sayuran non-budidaya dan untuk mengetahui pengaruh jenis tanah terhadap kandungan logam pada dua sayuran non-budidaya (Stenochlaena palutris dan Diplazium esculentum) dan satu jenis tumbuhan pembanding yang merupakan akumulator logam Al (Melastoma malabathricum). Bagian akar dan daun dua sayuran non-budidaya dan satu jenis tanaman pembanding tersebut diambil dari lima tempat yang berbeda di sekitar kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah (sekitar Universitas Palangkaraya, permukiman penduduk di kota Palangkaraya, pinggir sungai Kahayan, area perkebunan di desa Tangkiling, dan area hutan di desa Kasongan). Selain itu, sebanyak 14 dan 15 jenis sayuran dari pasar tradisional di Palangkaraya dan Bogor pun dianalisis untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang pengaruh jenis tanah terhadap kandungan logam pada sayuran. Kandungan logam Al, Fe, Cr, Cu, Mn, Zn, Cs, dan Pb pada tanaman dan tanah dianalisis menggunakan Inductively coupled plasma-mass spectrophotometry (ICP-MS) dan microwave plasma-atomic emission spectrophotometry (MP-AES) setelah proses destruksi. Bagian akar sayuran S. palutris dan D. esculentum mengakumulasi logam lebih banyak dibandingkan dengan bagian daunnya, kecuali pada logam Cs dan Zn. Logam Al merupakan logam yang paling banyak diakumulasi oleh S. palutris dan D. esculentum pada semua lokasi sampling (111.1-158.2 ppm)*. Namun, konsentrasi Al di kedua sayuran tersebut tidak lebih tinggi dari konsentrasi Al di M. malabathricum (497.2 ppm). Kandungan logam Cr dan Pb pada kedua sayuran non-budidaya tersebut berkisar antara 0-2.5 ppm. Logam Cr dan Cu lebih mudah diakumulasi oleh kedua sayuran tersebut. Selain itu, kandungan logam rata-rata pada 14 jenis sayuran dari pasar Palangkaraya dan dua sayuran nonbudidaya dari Palangkaraya menunjukkan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kandungan logam pada 15 jenis sayuran dari pasar tradisional di Bogor yang tumbuh di tanah vulkanik. Saran konsumsi harian yang aman untuk sayuran non-budidaya S. palutris dan D. esculentum adalah 363.2 gram per hari dan 578.9 gram sayur segar per hari per berat segar sayuran. Perbedaan jenis tanah dan pengolahan lahan sangat mempengaruhi kandungan logam yang ada pada sayuran. Kedua jenis sayuran non-budidaya dari Palangkaraya aman dikonsumsi jika tidak dikonsumsi secara berlebihan. Kata kunci : akumulator Al, Diplazium esculentum, ICP-MS, Melastoma malabathricum, MP-AES, Stenochlaena palustris
*
Semua angka adalah berdasarkan berat kering kecuali disebutkan lain
SUMMARY DELLA RAHMAWATI. Analysis of Metals Content of Two Wild Vegetables from Palangkaraya and Their Safety Daily Consumption Evaluation. Supervised by CHRISTOFORA HANNY WIJAYA and GUNAWAN DJAJAKIRANA This study was conducted in order to find out the safety daily consumption of two wild edible vegetables and to find out effect of soil types related to metal content on two wild vegetables (Stenochlaena palutris and Diplazium esculentum) and one aluminum accumulator bush tree (Melastoma malabathricum) as a reference plant. Roots and leaves of two wild edible vegetables and an aluminum accumulator bush tree were collected from five sampling locations around Palangkaraya, Central Kalimantan (surrounding University of Palangkaraya, residential area in Palangkaraya, riverside of Kahayan River in Palangkaraya, farm site in Tangkiling village, and natural forest site in Kasongan village), as well as 14 leafy vegetables purchased from local market in Palangkaraya and and 15 vegetables from Bogor for comparison. Metal contents (Al, Fe, Cr, Cu, Mn, Zn, Cs, and Pb) of plants and soils were analyzed using Inductively coupled plasmamass spectrophotometry (ICP-MS) dan microwave plasma-atomic emission spectrophotometry (MP-AES) after destruction process. The root parts of S. palutris and D. esculentum accumulated higher concentrations of metals than in the leaf parts, except for Cs and Zn. Aluminum contents of S. palutris and D. esculentum in all sampling locations (111.1-158.2 ppm)* were higher than the concentration of the other metals. However, concentrations of Al in leaf parts of both vegetables were lower than that of M. malabathricum (497.3 ppm). The concentrations of Cr and Pb were lower than 2.5 ppm in both vegetables from all sampling location. Ion Cr and Cu were much more selectively accumulated than others metals. However, 14 leafy vegetables from a Palangkaraya market and two wild edible plants grown on peat soil contained lower concentrations of the heavy metals than 15 leafy vegetables cultivated on volcanic ash soil in West Java. The safety daily consumption of evaluated S. palutris and D. esculentum are 363.2 gram day-1 and 578.9 gram day1 of fresh weight. Metal contents on each vegetable were affected by soil types and soil management. Consumption of two wild edible vegetables from Palangkaraya will not be harmful for human health if consume in the moderate amount. Key words: aluminum accumulator, Diplazium esculentum, ICP-MS, Melastoma malabathricum, MP-AES, Stenochlaena palutris
*
Metal content presented in dry weight basis as long as no other mentions
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM DUA JENIS SAYURAN NONBUDIDAYA YANG TUMBUH DI SEKITAR PALANGKARAYA DAN EVALUASI KEAMANAN KONSUMSI HARIANNYA
DELLA RAHMAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis:
Dr Fahim M Taqi, STP DEA
Judul Tesis : Analisis Kandungan Logam Dua Jenis Sayuran Non-Budidaya yang Tumbuh di Sekitar Palangkaraya dan Evaluasi Keamanan Konsumsi Hariannya Nama : Della Rahmawati NIM : F251114071
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir C Hanny Wijaya, MAgr Ketua
Dr Ir Gunawan Djajakirana, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 4 Maret 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah keamanan pangan, dengan judul Analisis Kandungan Logam Dua Jenis Sayuran Non-Budidaya yang Tumbuh di Sekitar Palangkaraya dan Evaluasi Keamanan Konsumsi Hariannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir C Hanny Wijaya, MAgr dan Bapak Dr Ir Gunawan Djajakirana, MSc selaku pembimbing, Prof Yasuyuki Hashidoko, Assosiate Prof Toshihiro Watanabe, dan Assosiate Prof Kuramochi Kanta dari Faculty of Agriculture, Hokkaido University dan Prof Haraguchi Akira dari Faculty of Enivonmental Engineering, Kitakyusu University Jepang yang telah banyak membimbing penulis selama melakukan penelitian di Jepang, serta Dr Fahim M Taqi, STP DEA yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof Ryosuke Hatano beserta staff PARE Program Hokkaido University dan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Hokkaido University Jepang selama enam bulan, serta kepada Dirjen Perguruan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan dukungan dana kuliah pada tahun 2012-2013 pada program beasiswa unggulan 2012 dan dana penelitian pada program payung penelitian Hibah Kompetensi (HIKOM). Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr Yanetri Asi Nion beserta staff Universitas Palangkaraya yang telah membantu penulis dalam melakukan sampling. Terima kasih pula kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2015 Della Rahmawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 3 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Kalakai (Stenochlaena palutris) Bajei (Diplazium esculentum) Logam Logam yang Berperan Penting bagi Kesehatan Logam yang Mungkin Menguntungkan bagi Kesehatan Logam yang Tidak Memiliki Efek Menguntungkan atau Merugikan bagi Kesehatan ICP-MS (Inductively coupled plasma-mass spectrometry)
4 4 5 6 7 7 7 8
METODE Bahan Alat Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Sampling Tanaman dan Tanah (EPA Victoria 2009, U.S EPA 1992) Preparasi Sampel (Yang et al. 2011) Analisis Kandungan Logam Tanaman, Tanah, dan pH Tanah Penentuan Batas Konsumsi Harian (Orisakwe et al. 2012) Perhitungan Transfer Faktor Logam dari Tanah ke Bagian Tumbuhan (Cui et al. 2007, Li et al. 2007)
8 8 9 9 10 10 11 12 12
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Logam pada S. palutris, D. esculentum dan M. malabathricum dari Palangkaraya Transfer Faktor Logam dari Tanah ke Bagian Tumbuhan Keamanan Konsumsi Harian S. palutris dan D. esculentum Perbandingan Kandungan Logam pada Sayuran Non-Budidaya dan Sayuran yang Tersedia di Pasar Tradisional
13
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
26 26 26
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
26 30 44
12
14 17 19 21
DAFTAR TABEL 1 Kadar mineral S. palutris dari penelitian terdahulu 2 Klasifikasi logam berdasarkan karakteristiknya terhadap kesehatan manusia (Duffus 2002) 3 Habitat tumbuh S. palutris, D. esculentum dan M. malabathricum 4 Kandungan logam pada bagian akar dan daun S. palutris, D. esculentum dan M. malabathricum pada masing-masing lokasi sampling 5 Kandungan logam pada tanah dari lima lokasi sampling di Palangkaraya 6 Nilai Provisional maximum tolerable daily dan weekly intake logam (CAC 2011) 7 Nilai asupan harian mineral yang disarankan (RDA) (EFSA 2006) 8 Kandungan logam pada sayuran lokal dari pasar tradisional di Palangkaraya 9 Kandungan logam sayuran lokal dari pasar tradisional di Bogor
5 7 9 16 17 20 23 24 25
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Bagan alir kerangka perumusan masalah penelitian Daun kalakai (Stenochlaena palutris) (Hastin et al. 2011) Daun Bajei (Diplazium esculentum) (Hastin et al. 2011) Diagram sistem ICP-MS (PerkinElmer Instruments 2001) Peta lokasi sampling di kota Palangkaraya (BPPD Palangkaraya 2013) Tahapan penelitian secara keseluruhan Sampel daun S. palutris dan daun D. esculentum dari Palangkaraya Sampel akar S. palutris dan akar D. esculentum dari Palangkaraya Sampel daun M. malabathricum dan akar M. malabathricum dari Palangkaraya Nilai transfer faktor logam rata-rata pada tumbuhan D. esculentum, S. palutris dan M. malabathricum Nilai transfer faktor logam pada daun S. palutris dari lima lokasi sampling Nilai transfer faktor logam pada daun D. esculentum dari dua lokasi sampling Nilai transfer faktor logam pada daun M. malabathricum dari lima lokasi sampling Grafik korelasi antara kandungan logam Al dan Fe pada sayuran lokal dari Bogor Grafik korelasi antara kandungan logam Al dan Fe pada sayuran lokal dari Palangkaraya
3 4 6 8 10 11 13 13 14 18 18 19 19 23 23
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kurva kalibrasi standar Cr, dan Cu 2 Kurva kalibrasi standar Fe, dan Mn
30 31
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kurva kalibrasi standar Zn, dan Pb Kurva kalibrasi standar Al Kadar air sayuran lokal dari pasar tradisional di Palangkaraya Kadar air sayuran lokal dari pasar tradisional di Bogor Foto sayuran Nothopanax scutellarium, Polycias pinnata, Pluchea indica Less, Cosmos caudatus dari pasar tradisional di Bogor Foto sayuran Amaranthus L, Ocinum americanum, Portulaca oleracea, Anredera cordifolia dari pasar tradisional di Bogor Foto sayuran lokal Limmocharis flava, Oenanthe javanica, Sauropus androgynus (L) Merr, Ipomea acuatica dari pasar tradisional di Bogor Foto sayuran lokal Talinum triangulare, Pilea melastomoides dari pasar tradisional di Bogor Foto sayuran lokal Carica papaya, Manihot esculenta Crantz dari pasar tradisional di Palangkaraya Foto sayuran Sauropus androgynus (L) Merr , Nauclea sp., Passiflora foetida L., Limmocharis flava dari pasar tradisional di Palangkaraya Foto sayuran Diplazium esculentum (Retz). SW., Momordica charantia L., Cnesmone javanica Blume dari pasar tradisional di Palangkaraya Foto sayuran Vernonia cinerea, Cucurbita moschata, Stenochlaena palutris (Burm.) Bedd. dari pasar tradisional di Palangkaraya
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
PENDAHULUAN Latar Belakang Kalimantan Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satunya adalah sayuran. Sayuran lokal yang saat ini dikenal dan banyak dikonsumsi oleh penduduk di daerah Palangkarya antara lain kalakai (Stenochlaena palustris (Burm) bedd), bajei (Diplazium esculentum (Retz) SW), pucuk rotan (Calamus sp), lampinak (Cnesmone javanica), daun taya (Nauclea sp) dan lain-lain. Sebagian besar sayuran tersebut, tidak dibudidayakan (terdapat secara liar) dan sangat mudah ditemukan di hampir sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah. Sayuran tersebut biasa diolah dengan cara ditumis, direbus atau digunakan sebagai rempah untuk jenis masakan tertentu. Selain itu, masyarakat suku Dayak Kalimantan Tengah biasa menggunakan sayuran tersebut sebagai obat herbal untuk mengatasi anemia, demam, dan gangguan kulit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irawan et al. (2002), beberapa sayuran non-budidaya seperti kalakai dan Bajei diyakini memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi setara dengan kandungan mineral yang terdapat pada sayuran budidaya lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Pengaruh kesehatan dari mengkonsumsi sayuran sangat bergantung pada pola konsumsi, karakteristik kandungan nutrisi, mineral, dan logam yang terdapat pada sayuran (Yang et al. 2011). Kandungan logam pada sayuran berbeda-beda tergantung pada kondisi tanah, kelarutan zat terlarut, dan kemampuan sayuran dalam menyerap nutrisi dan keseimbangan nutrisi tanah (Ahmad dan Goni 2010). Terdapat beberapa jenis logam seperti Zn, Mn, Ni, dan Cu yang pada konsentrasi rendah dapat berperan sebagai mikro nutrien, tetapi pada jumlah yang besar dapat menimbulkan bahaya pada kesehatan. Pada kasus tertentu terdapat jenis sayuran yang dapat mengakumulasi logam dalam jumlah yang membahayakan baik pada bagian sayuran yang biasa dikonsumsi atau pada bagian yang tidak biasa dikonsumsi oleh manusia. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa kelainan morfologi, gangguan pertumbuhan, atau efek mutagenik pada manusia dapat disebabkan oleh paparan atau konsumsi logam pada jumlah yang besar (Li et al. 2010). Oleh karena itu, informasi mengenai kandungan nutrisi dan kandungan logam pada sayuran liar menjadi sangat penting untuk dipelajari. Berdasarkan studi yang dilakukan Irawan et al. (2002) tentang kandungan nutrisi sayuran lokal yang ada di Kalimantan, diungkapkan bahwa Stenochlaena palutris (kalakai) memiliki kandungan Fe yang tinggi (41.0 ppm)*. Selain itu, diketahui juga bahwa Colocasia esculenta (L) Schott (sulur keladi), dan Diplazium esculentum (bajei) memiliki konsentrasi Fe yang lebih tinggi dari Stenochlaena palutris yaitu masing-masing sebesar 49.0 ppm dan 45.0 ppm. Ketiga jenis sayuran tersebut memiliki kandungan Fe yang lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran non-budidaya lain yang terdapat di Palangkarya seperti kemot (Passiflora feotida L), daun malu-malu (Neptunia oleracea Lour), daun taya, daun paria (Momordica chanrantina L), dan daun lampinak yang menunjukkan konsentrasi Fe dalam kisaran 22.0-35.0 ppm. *
Semua angka adalah berdasarkan berat kering kecuali disebutkan lain
2 Dwinawati et al. (2004) mempelajari lebih lanjut tentang kandungan mineral dari sayuran lokal yang ada di Kalimantan Tengah khususnya tentang analisis bioavailabilitas Fe pada sayuran tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sayuran non-budidaya di Kalimantan Tengah memiliki kandungan Fe yang berkisar antara 23.0-26.0 ppm. Konsentrasi Fe tersebut diketahui setara dengan kandungan Fe pada sayuran lokal yang dibudidayakan di Kalimantan Tengah, seperti kangkung (Ipomoea aquatica Forssk) yang memiliki kandungan Fe sebesar 20.0 ppm tetapi tidak melebihi kandungan Fe pada bayam (Amaranthus viridis L) yaitu sebesar 40.0 ppm (Dwinawati et al. 2004). Konsentrasi Fe pada sayuran non-budidaya di Kalimantan Tengah yang didapat dari penelitian ini, tidak lebih tinggi daripada kandungan Fe yang diteliti oleh Irawan et al. (2002). Selain itu, kandungan Cu dan Zn pada sayuran liar tersebut juga diketahui menunjukan nilai yang lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Irawan et al. (2002). Terdapat perbedaan yang cukup besar antara kandungan logam di kedua penelitian tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor endogen yang terkait dengan kondisi tanaman dan faktor eksogen yang terkait dengan kondisi nutrisi makanan tumbuhan dan tanah yang berbeda pada setiap jenis sayuran (Dwinawati et al. 2004). Penelitian serupa dilakukan oleh Thursina (2010) yang melakukan analisis tentang pengaruh dari beberapa faktor eksogen seperti perbedaan jenis tanah dan proses pemasakan terhadap konsentrasi mineral pada S. palutris menunjukan bahwa S. palutris yang tumbuh pada jenis tanah sulfat masam memiliki kandungan Al yang cukup tinggi yaitu sebesar 76.4 ppm. Berdasarkan peraturan yang disusun oleh FAO/WHO, asupan mingguan yang dapat ditolerasi (PTWI) untuk Al adalah sebesar 1 mg kg-1 berat badan. Analisis risiko bahaya logam Al yang dikonsumsi oleh manusia telah dipelajari lebih lanjut oleh Krewski et al. (2007). Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa paparan Al secara signifikan berkorelasi linier dengan berbagai gejala neuropyschiatric antara lain melemahnya koordinasi syaraf, melemahnya daya ingat, dan timbulnya permasalahan pada keseimbangan tubuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Watanabe et al. (2008) terdapat tanaman liar yang tumbuh berdekatan dengan kedua jenis sayuran non-budidaya (S. palutris dan D. esculentum). Tanaman tersebut adalah Melastoma malabathricum yang dikenal dengan sebutan senduduk. Tanaman tersebut diketahui merupakan salah satu jenis tanaman pengakumulasi logam Al yang dapat menyerap logam Al lebih dari 10 mg/g berat kering. Tumbuhan ini dapat dijadikan tumbuhan pembanding untuk mengetahui apakah kedua jenis sayuran non-budidaya yang dianalisis berpotensi sebagai akumulator logam Al. Pada penelitian yang dilakukan oleh Thursina (2010), sampel sayuran yang dianalisis didapat dari berbagai macam jenis tanah dan dianalisis kandungan logamnya menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) tanpa analisis kandungan logam secara kuantitatif pada setiap bagian sayuran dan analisis konsentrasi logam pada tanahnya. Maka, pada penelitian ini dilakukan analisis kandungan logam pada bagian akar dan daun pada 2 jenis sayuran non-budidaya dari Palangkaraya (S. palutris dan D. esculentum) yang diambil pada 5 lokasi sampling sayuran dan dianalisis menggunakan ICP-MS (Inductively coupled plasma–mass spectrometry). Selain itu, tanah tempat tumbuh sayuran dianalisis kandungan logamnya menggunakan MP-AES (microwave plasma- atom emission
3 spectrometry). Konsumsi harian dari sayuran non-budidaya tersebut pun dianalisis berdasarkan kandungan logam yang ada pada sayuran tersebut dibandingkan dengan paparan maksimum masing-masing logam per hari/minggu berdasarkan peraturan dari FAO/WHO. Selain itu, dilakukan pula penentuan kandungan logam beberapa jenis sayuran lokal yang ada di Palangkaraya dan di Bogor sebagai analisis tambahan tentang pengaruh jenis tanah pada tempat tumbuh sayuran, serta analisis kandungan logam pada salah satu jenis tanaman liar pengakumulasi logam Al (Melastoma malabathricum) sebagai tanaman pembanding. Perumusan Masalah Terdapat beberapa permasalahan yang dapat dipecahkan dalam penelitian ini, antara lain: mengetahui secara pasti kandungan beberapa logam, khususnya logam Al pada sayuran non-budidaya dan tanah tempat tumbuhnya. Hal tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam penetapan nilai batas keamanan konsumsi harian sayuran non-budidaya (S. palutris dan D. esculentum). Selain itu, sebagai langkah awal penetapan risk assessment sayuran lokal non-budidaya yang ada di Palangkaraya sebagai sayuran alternatif. Hasil analisis kandungan logam pada sayuran budidaya yang ada di daerah Bogor dan Palangkaraya juga diharapkan dapat lebih memperjelas pemahaman tentang perbedaan kondisi tanah berkaitan dengan kandungan nutrisi dan logam berbahaya yang ada pada sayuran. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penyelesaian masalah tersebut adalah analisis di laboratorium dan nilai kandungan logam dari hasil analisis. Bagan alir kerangka perumusan masalah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Kandungan Al yang tinggi pada tanah di Palangkaraya
Analisis kuantitatif kandungan logam
Konsumsi sayuran non-budidaya yang tumbuh di tanah masam Keamanan konsumsi pangan Gambar 1 Bagan alir kerangka perumusan masalah penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan nilai keamanan konsumsi harian sayuran lokal non-budidaya yang tumbuh di berbagai jenis tanah yang ada di Palangkaraya berdasarkan kandungan logamnya. Selain itu, untuk memberikan pemahaman yang lebih tentang pengaruh perbedaan jenis tanah terhadap kandungan logam pada sayuran.
4 Manfaat Penelitian Diperoleh acuan dalam mengkonsumsi sayuran tersebut secara aman, sekaligus memperoleh pemahaman korelasi antara tempat tumbuh dan kandungan logam pada sayuran. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang ilmu pangan, khususnya analisis kimia pangan yang berkaitan dengan analisis keamanan pangan dan bidang ilmu tanah yang berkaitan dengan analisis komponen kimia tanah khususnya logam dalam mendapatkan batas nilai keamanan konsumsi pangan yaitu sayuran nonbudidaya.
TINJAUAN PUSTAKA Kalakai (Stenochlaena palutris) Kalakai (Stenochlaena palutris) merupakan tanaman jenis paku-pakuan yang berasal dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang biasa ditemukan di daerah rawa, pinggir jalan, area pertanian, di lahan terbuka, dan area bekas lahan yang terbakar (Hastin et al. 2011). Tumbuhan ini merupakan tumbuhan paku yang dapat bereproduksi secara aseksual dengan pembentukan gemmae dan reproduksi seksual dengan peleburan gamet jantan dan gamet betina dan hidup secara fotoautrotof karena memiliki klorofil. Daun yang permukaannya sempit memiliki spora yang biasanya tidak dimakan. Warna ujung daunnya pun berbeda, yaitu berwarna hijau terang, hijau gelap, hingga merah. Daun yang subur dan berwarna merah diproduksi sebagai respon dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti musim kemarau (Thursina 2010). Adapun taksonomi dari tumbuhan kalakai, adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Pteridophyta Kelas : Polypodiidae Ordo : Polypodiidae Famili : Blechnaceae (C. Presl) Copel. Genus : Stenochlaena J. Sm. Spesies : Stenochlaena palustris (Burm. f. ) Bedd
Gambar 2 Daun kalakai (Stenochlaena palutris) (Hastin et al. 2011)
5
Terdapat dua jenis kalakai yang biasa dikonsumsi yaitu kalakai putih dan kalakai merah. Kalakai merah adalah kalakai hijau dengan warna kemerahan, sedangkan kalakai putih adalah kalakai hijau dengan warna pucat (Irawan et al. 2002). Saat ini pengolahan daun kalakai di Palangkaraya semakin luas, tidak hanya dikonsumsi seperti sayuran lainnya, kalakai pun diolah menjadi keripik kalakai sebagai salah satu oleh-oleh khas Palangkaraya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irawan et al. (2002), kalakai memiliki beberapa kandungan nutrisi salah satunya kaya akan kandungan asam folat dan beta karoten yaitu sebesar 154.1 ppm dan 11.3 ppm. Selain itu, berdasarkan beberapa penelitian kalakai diketahui memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi, seperti yang dicantumkan pada tabel 1. Tabel 1 Kadar mineral S. palutris dari penelitian terdahulu Sumber Irawan et al. (2002) Dwinawati et al. (2004) Thursina (2010)
Fe 150.0 26.0 161.0
Mineral (ppm/berat kering) Ca Zn Cu 26.0 150.0 2. 6 1.0 - 18.0
Al 43. 6
Dari beberapa penelitian tersebut terlihat nilai kandungan mineral yang beragam. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi dan nutrisi tanah tempat tumbuhnya kalakai Bajei (Diplazium esculentum) Bajei (Diplazium esculentum) merupakan salah satu dari 20000 jenis spesies tumbuhan yang diklasifikasikan ke dalam divisi pteridophyta dan juga lebih dikenal sebagai filidophyta. Pteridophyta merupakan tumbuhan kormofita karena sudah berupa akar, batang dan daun yang sesunguhnya. Bajei merupakan tumbuhan yang memiliki daun mikrofil (daun kecil) dan daun makrofil (daun besar) yang berfungsi pada proses fotosintesis dan penghasil spora. Bajei memiliki habitat tumbuh yang luas, mulai dari pegunungan yang tinggi hingga ke padang yang kering dan dapat pula tumbuh di badan air di daerah terbuka. Adapun taksonomi tanaman bajei, sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisio : Pteridophyta Kelas : Filicinae Bangsa : Polypodiales Familia : Polypodiaceae Genus : Diplazium Spesies : Diplazium esculentum Swartz
6
Gambar 3 Daun Bajei (Diplazium esculentum) (Hastin et al. 2011) Daun bajei biasa dikonsumsi sebagai sayuran sedangkan akarnya biasa digunakan sebagai insektisida dan obat batuk. Irawan et al. (2002) mengungkapkan bahwa sayuran bajei merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Palangkaraya seperti kalakai. Selain itu, bajei juga diketahui memiliki kandungan mineral yang tinggi. Daun bajei juga dapat ditemui keberadaannya di daerah India yang dikenal dengan nama “Latawar”. Daun bajei juga diketahui mengandung steroids, triterpenoid, fenol dan flavonoid (Kaushik et al. 2012). Berdasarkan penelitian oleh Rahmat et al. (2003), daun bajei juga memiliki aktivitas antioksidan dan ektraknya menunjukan aktifitas anti kanker. Logam Logam adalah salah satu dari dua kelompok unsur di alam yang selalu diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria. Definisi umum dari logam berdasarkan sifat fisik adalah suatu senyawa yang memiliki bentuk fisik yang mengkilap, dapat menghantarkan panas dan listrik (Goyer 2004). Berdasarkan definisi tersebut 80 dari 125 unsur dapat dikategorikan sebagai logam. Terdapat pula sejumlah kation berberat jenis di bawah 5.5 seperti kalsium, natrium, kalium, dan magnesium dikategorikan sebagai logam. Unsur-unsur tersebut merupakan unsur penting yang berperan dalam proses metabolisme manusia. Beberapa jurnal ilmiah tentang kimia lingkungan mempublikasikan beberapa klasifikasi logam secara lebih rinci berdasarkan beberapa pendekatan ilmiah. Konsep asam dan basa, hubungan kekerasan, kelunakan, dan penerapan sifat keras dan lunak untuk pembentukan kompleks logam, diketahui memberikan pengaruh terhadap kelarutan dan mobilitas logam di lingkungan (Goyer 2004). Istilah logam berat terkadang digunakan untuk menunjukkan polusi dan efek toksik. Tetapi, pada kajian yang dilakukan oleh Duffus (2002) dalam laporan A recent IUPAC Technical Report dibahas tentang ketidaktepatan definisi logam berat tersebut. Menurut Duffus (2002) dalam konteks logam yang mempengaruhi kesehatan manusia, lebih baik mengklasifikasikan logam sebagai berikut: 1. Logam penting yang dibutuhkan oleh tubuh dan berperan penting bagi kesehatan, 2. Logam yang mungkin menguntungkan bagi kesehatan, 3. Logam yang tidak penting bagi tubuh dan tidak bermanfaat bagi kesehatan. Tabel 2 mencantumkan pengkasifikasian logam yang ada terdapat di alam.
7 Tabel 2 Klasifikasi logam berdasarkan karakteristiknya terhadap kesehatan manusia (Duffus 2002) Logam yang berperan Logam yang mungkin penting bagi kesehatan menguntungkan bagi kesehatan Kobalt Boron Kromium III Vanadium Tembaga Silikon Besi Nikel Mangan Molybdenum Selenium Zeng
Logam yang tidak memiliki efek menguntungkan atau merugikan bagi kesehatan Alumunium Antimon Arsen Barium Beryllium Kadmium Timbal Raksa Perak Strontium Tallium
Logam yang Berperan Penting bagi Kesehatan Logam-logam yang berperan penting bagi kesehatan antara lain kobalt, kromium III, tembaga, besi, mangan, molibdenum, selenium, dan seng terdapat dalam beberapa regulasi nutrisi pada makanan. Mangan merupakan logam yang penting bagi tubuh manusia karena berperan sebagai aktivator enzim pada tubuh manusia tetapi, tidak berperan penting bagi hewan (NAS/IOM 2003). Logam yang Mungkin Menguntungkan bagi Kesehatan Beberapa logam tidak diketahui peranannya bagi tubuh tetapi mungkin dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Logam yang termasuk dalam kategori ini antara lain: silikon, nikel, boron, dan vanadium. Logam-logam tersebut dapat menimbulkan efek toksik bagi tubuh dalam konsentrasi yang tinggi. Boron, nikel, silikon, dan vanadium diketahui memiliki peranan penting pada tumbuhan dan beberapa mikroorganisme dalam reproduksi, pembentukan karbohidrat dan metabolisme mineral. Hanya saja peranannya bagi manusia masih belum ditemukan (NAS/IOM 2003). Penelitian terhadap pria dan wanita pasca-menopause menunjukkan bahwa homeostasis boron terjadi pada manusia, tetapi belum ada penelitian lebih lanjut yang mengkonfirmasi penelitian ini (NAS/IOM 2003). Logam yang Tidak Memiliki Efek Menguntungkan atau Merugikan bagi Kesehatan Arsen, kadmium, timbal, merkuri dan senyawa anorganiknya diketahui sebagai logam beracun. Logam-logam tersebut memiliki efek yang merugikan bagi kesehatan tetapi terdapat secara alami di udara, air, dan tanah. Sehingga pada beberapa level tingkat paparan tidak mudah dicegah. Selain logam-logam tersebut terdapat logam lain yang menjadi perhatian US-EPA (US Environmental Agency) antara lain aluminium, antimon, barium, berilium, perak, strontium, dan talium. Logam-logam tersebut saat ini umum digunakan pada kegiatan industri yang menyebabkan peningkatan paparan logam-logam tersebut pada manusia. Hal tersebut dikarenakan beberapa proses pada industri dapat mengubah bentuk logam menjadi lebih mudah larut (Goyer 2004).
8 ICP-MS (Inductively coupled plasma-mass spectrometry) ICP-MS merupakan instrumen yang cepat dan akurat dalam menganalisis kandungan logam dalam suatu senyawa. ICP-MS merupakan instrumen yang digunakan untuk menentukan unsur dan isotop secara simultan yang terkandung dalam berbagai jenis cuplikan. Pada ICP-MS terdapat plasma yang berfungsi sebagai sumber ionisasi yang terdiri dari ion, elektron, dan partikel netral, yang dibentuk dari gas argon. Plasma ini digunakan untuk menyemprotkan suatu cairan dan mengionisasi elemen dalam sampel. Ion yang dihasilkan kemudian dilewatkan melalui serangkaian lubang dalam sebuah kerucut ke dalam sebuah pendeteksi berat jenis. Isotop dari unsur-unsur yang teridentifikasi dikeluarkan sebagai spektrum massa yang jumlahnya sebanding dengan jumlah isotop (unsur) dalam sampel asli (Rukihati dan Saryati 2006).
Gambar 4 Diagram sistem ICP-MS (PerkinElmer Instruments 2001) Terdapat dua keuntungan utama dalam penggunaan ICP-MS, yang pertama adalah bentuk spektrum massa yang sederhana, yaitu 1-10 spektrum berasal dari isotop unsur yang ada di alam. Kedua, gangguan antar unsur dapat diprediksi. Keuntungan lainnya adalah ICP-MS merupakan metode analisis multi unsur, karena dapat menganalisis unsur dalam jumlah banyak dalam waktu yang bersamaan, serta mempunyai batas deteksi (limit detection) yang rendah (Rukihati dan Saryati 2006). Instrumen ICP-MS juga sangat presisi dan memiliki sensitivitas yang tinggi dibandingkan dengan spektrofotometer serapan atom. Namun, analisis dengan ICP-MS juga lebih rentan dalam mendeteksi kontaminan dari gelas dan reagen. Selain itu, adanya beberapa ion pengotor dapat mengganggu deteksi ion lainnya.
METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel sayuran nonbudidaya S. palutris, D. esculentum dan tanaman liar M. malabathricum sebagai tanaman pembanding,14 jenis sayuran lokal dari Bogor dan 15 jenis sayuran lokal dari Palangkaraya serta sampel tanah dari lima lokasi sampling di sekitar Palangkaraya. Bahan kimia yang digunakan adalah mili-Q water (Q-POD
9 Millipore, Billerica, MA, USA, Agriculture Faculty, Hokkaido University), larutan asam nitrat pro-analysis (Kanto Chemical Co, Tokyo, Japan, Cat No. 28163-5B), larutan hydrogen peroksida 30% (Kanto Chemical Co, Tokyo, Japan, Cat No. 18084-00), larutan HCl, larutan standar campuran Fe, Cr, Cu, Cd, Mn, Pb, Zn dan Na (atomic adsorption spectrophotometer grade, Kanto Chemical Co, Tokyo, Japan, Lot No. 409U1853) dan larutan standar Al, Cs (CsCl atomic adsorption spectrophotometer grade, Nacalai Tesque Inc, Kyoto, Japan Lot No MIP 9500). Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah penghancur sampel tanaman kering, oven pengering, neraca analitik, bor tanah untuk mengambil sampel tanah, peralatan gelas, membrane filter, pipet mikro, Instrument ICP-MS (Inductively coupled plasma–mass spectrometry) (ELAN DRC; Perkin Elmer, Waltham, MA, USA), dan MP-AES (microwave plasma- atom emission spectrometry) dan peralatan analisis lainnnya. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2013 hingga Juni 2014 di Laboratorium Ecological Chemistry, Fakultas Pertanian, Universitas Hokkaido, Jepang serta Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan Balai Penelitian Tanah Bogor, sedangkan pengambilan sampel dilakukan di sekitar Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Tabel 3 Habitat tumbuh S. palutris, D. esculentum dan M. malabathricum No
Spesies
Habitat
Bagian yang dikonsumsi
1
Stenoclaena palutris
Tanah gambut sekitar Universitas Palangkaraya
Pucuk, dan daun muda
Tanah gambut di area permukiman penduduk Pinggir sungai Kahayan Area kebun di desa Tangkiling Area hutan di desa Kasongan
2
Diplazium esculentum
Pinggir sungai Kahayan
3
Melastoma malabathricum
Tanah gambut sekitar Universitas Palangkaraya
-
Tanah gambut di area permukiman penduduk
-
Pinggir sungai Kahayan
-
Area kebun di desa Tangkiling
-
Area hutan di desa Kasongan
-
Pucuk, dan daun muda
Area kebun di desa Tangkiling
10
Gambar 5 Peta lokasi sampling di kota Palangkaraya (BPPD Palangkaraya 2013) Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari sampling dua jenis sayuran dari Palangkaraya pada lima lokasi sampling dan sampling tanah, dilanjutkan dengan persiapan sampel dan analisis kadar air, kemudian dilakukan analisis logam pada bagian akar dan daun sayuran dan analisis konsumsi harian maksimal untuk dua jenis sayuran non budi daya dari Palangkaraya, selanjutnya dilakukan analisis kandungan logam pada tanah dan analisis transfer faktor logam dari tanah ke bagian tumbuhan. Sebagai analisis perbandingan kandungan logam, dilakukan pula analisis terhadap 15 jenis sayuran lokal dari Palangkaraya dan 14 jenis sayuran lokal dari Bogor yang dibeli dari pasar tradisional kedua daerah tersebut. Adapun jenis logam yang akan dianalisis adalah Fe, Al, Cr, Mn, Zn, Cu, Pb, dan Cs. Sedangkan konsentrasi logam disajikan dalam µg/gram berat kering. Analisis data akan dilakukan dengan uji standar deviasi dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007. Tahapan penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 6. Sampling Tanaman dan Tanah (EPA Victoria 2009, U.S EPA 1992) Dua jenis sayuran lokal non-budidaya dari Palangkaraya (S. palutris dan D. esculentum) yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Palangkaraya diambil dari beberapa tempat di sekitar kota Palangkaraya. Sayuran D. esculentum yang merupakan jenis tanaman higrofit ditemukan di pinggir sungai Kahayan dan area perkebunan di daerah Kasongan yang pada musim hujan terendam air luapan sungai sedangkan, S. palutris diambil dari lima tempat yaitu pinggir sungai Kahayan, area perkebunan, area hutan di desa Tangkiling, daerah permukiman dan sekitar kampus Universitas Palangkaraya. Selain kedua sayuran nonbudidaya tersebut, diambil pula tanaman liar pembanding yang merupakan akumulator logam Al yang tidak dikonsumsi oleh masyarakat Palangkaraya yaitu M. malabathricum. Tumbuhan M. malabathricum juga diambil pada lima tempat sampling yang sama dengan S. palutris. Ketiga tanaman tersebut masing-masing dipilih secara acak dari masing-masing tempat sampling, dicabut dari bagian
11 akarnya kemudian dicuci dengan air bersih untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam kantung plastik bersih, dikumpulkan hingga ± satu kg berat basah per tumbuhan dari masing-masing tempat sampling (EPA Victoria 2009). Sebanyak 14 dan 15 jenis sayuran lokal dari pasar tradisional di Palangkaraya dan Bogor, dicuci bersih dan dilakukan perlakuan yang sama dengan tiga sampel tanaman dari Palangkaraya sebelumnya. Sampel tanah diambil dari masing-masing lokasi sampling dengan kedalaman 0-30 cm menggunakan bor tanah. Pada masing-masing lokasi sampling, dibuat lima titik sub-sampling untuk kemudian dicampurkan dalam sebuah ember menjadi satu campuran tanah yang mewakili lokasi tersebut (U.S EPA 1992). Preparasi Sampel (Yang et al. 2011) Sampel tanaman dicuci dan dipisahkan bagian akar, batang dan daunnya. Kemudian bagian yang akan dianalisis yaitu bagian akar dan daun mudanya ditimbang berat segarnya lalu dikeringkan dengan oven pengering pada suhu 6070 0C selama 32 jam hingga didapat berat konstan dan ditimbang berat keringnya untuk mengetahui kadar airnya. Setelah kering sampel kemudian dihancurkan. Masing-masing sampel tanah dari lima lokasi sampling yang akan dianalisis dikering anginkan menggunakan bantuan sinar matahari tidak langsung selama ± tiga hari. Setelah kering sampel tanah kemudian digerus menggunakan lumpang alu dan diayak menggunakan ayakan dua mm, lalu dimasukkan dalam plastik ziplock, diberi label dan disimpan dalam desikator hingga waktunya analisis. S. palutris dan D. esculentum
Sampling di lima lokasi
Sampel tanah Analisis kandungan logam & pH
Akar dan daun S. palutris dan D. esculentum Persiapan dan analisis kadar air
Analisis transfer faktor 15 jenis sayuran lokal Palangkaraya dan 14 jenis sayuran lokal Bogor
Dekstrusi basah Ekstrak Analisis Kandungan logam Analisis maksimum konsumsi harian Gambar 6 Tahapan penelitian secara keseluruhan
12 Analisis Kandungan Logam Tanaman, Tanah, dan pH Tanah Penentuan kandungan logam Fe, Cr, Al, Mn, Zn, Cu, Pb, dan Cs pada sayuran diawali dengan proses penghancuran jaringan tanaman menggunakan metode destruksi basah menggunakan larutan asam nitrat pekat dan hidrogen peroksida 30%, sesuai dengan prosedur yang dilakukan Şenilă et al. (2011). Larutan standar disiapkan untuk analisis logam pada sayuran menggunakan ICP-MS. Larutan standar yang digunakan adalah larutan standar campuran dengan konsentrasi 0.25 ppm, 0.50 ppm, 1.00 ppm, 5.00 ppm, 15.00 ppm dan 100.00 ppm yang dibuat dari larutan standar campuran Fe, Cr, Cu, Cd, Mn, Pb, Zn dan Na, dan larutan standar Al, Cs 1000 ppm. Penentuan pH tanah dilakukan di Laboratorium Sumber Daya Fisik dan Lahan Ilmu Tanah IPB dengan melarutkan satu bagian tanah dengan lima bagian air, dikocok selama 30 menit kemudian diukur menggunakan pH meter. Penentuan kandungan logam pada tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. Penentuan Batas Konsumsi Harian (Orisakwe et al. 2012) Batas konsumsi harian sayuran dapat dihitung berdasarkan kandungan logam yang terdapat pada sayuran tersebut, dan regulasi asupan harian logam tertentu yang dikeluarkan FAO/WHO yang berupa total asupan makanan seharihari (TDI), nilai asupan harian yang dapat ditoleransi (PTDI), nilai asupan mingguan yang dapat ditoleransi (PTWI), nilai asupan bulanan yang dapat ditoleransi (PTMI). Untuk menentukan asupan harian suatu logam yang terdapat pada sayuran dapat digunakan metode berikut: supan harian logam mg kg onsumsi harian sayuran ata rata kandungan logam di sayuran mg kg Perhitungan Transfer Faktor Logam dari Tanah ke Bagian Tumbuhan (Cui et al. 2007, Li et al. 2007) Transfer kation dari tanah ke jaringan tumbuhan merupakan salah satu mekanisme kunci untuk mengetahui seberapa besar paparan logam pada manusia jika mengkonsumsi sayuran tersebut. Dalam rangka untuk menganalisis risiko kesehatan terkait dengan kontaminasi tanah dengan logam, maka perlu digunakan sebuah model matematis untuk memprediksi seberapa banyak transportasi kation logam dari tanah ke jaringan sayuran terutama pada bagian yang dapat dimakan (Hough et al. 2003). Transfer faktor (TF) dari Al, Zn, Pb, Cu, Fe, Cr dan Mn dari tanah ke bagian yang dapat dimakan dari sayuran dapat dihitung dengan cara berikut: F
kandungan logam pada jaringan tumbuhan per berat kering kandungan logam pada tanah ppm per berat kering
Kandungan logam pada tanah didapat melalui analisis logam menggunakan instrumen MS-AES (microwave plasma-atomic emission spectrometry) melalui proses destruksi menggunakan HCl yang dilakukan di Laboratorium Balai Tanah Bogor.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada proses pengumpulan sampel diketahui bahwa sayuran non-budidaya S. palutris lebih mudah didapat dibandingkan dengan D. esculentum. Sayuran S. palutris tumbuh di berbagai jenis tanah seperti gambut, sulfat masam dan mineral. Sayuran S. palutris dapat ditemukan pada tanah yang tergenang air dan lahan bekas kebakaran. Sedikit berbeda dengan S. palutris, D. esculentum yang merupakan tumbuhan higrofit, hanya dapat ditemukan pada lahan-lahan lembab seperti pinggiran sungai dan lahan kebun yang pada musim hujan tergenang air. Nilai pH dari tanah-tanah tersebut berkisar antara 3.40-4.03. Pada penelitian ini, sayuran S. palutris yang digunakan merupakan campuran daun S. palutris yang memiliki pucuk berwarna merah dan hijau Gambar 7.
Daun S. palutris
Daun D. esculentum
Gambar 7 Sampel daun S. palutris dan daun D. esculentum dari Palangkaraya Kedua sayuran non-budidaya tersebut memiliki jenis akar yang serupa yaitu akar serabut (Gambar 8). Berbeda dengan kedua sayuran non-budidaya, tanaman liar pembanding yang merupakan akumulator logam Al memiliki jenis akar memanjang dan kuat (Gambar 9).
Akar S. palutris
Akar D. esculentum
Gambar 8 Sampel akar S. palutris dan akar D. esculentum dari Palangkaraya
14
Daun M. malabathricum
Akar M. malabathricum
Gambar 9 Sampel daun M. malabathricum dan akar M. malabathricum dari Palangkaraya Kandungan Logam pada S. palutris, D. esculentum dan M. malabathricum dari Palangkaraya Langkah awal dalam penetapan keamanan konsumsi harian sayuran nonbudidaya S. palutris dan D. esculentum yaitu dengan melakukan analisis kandungan beberapa jenis logam pada bagian akar dan daun yang disajikan pada Tabel 4. Selain itu, dilakukan pula analisis kandungan logam terhadap tanaman liar pengakumulasi logam Al (M. malabathricum) sebagai pembanding. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar logam diakumulasi lebih banyak pada bagian akar tumbuhan kecuali untuk logam Zn dan Cs yang lebih banyak diakumulasi pada bagian daunnya. Hal ini terjadi karena proses pemilihan dan transportasi logam oleh akar tumbuhan yang berbeda-beda pada setiap jenis logam. Menurut Alder et al. (2012), terdapat beberapa kontrol poin dan proses yang kompleks dalam sistem penyerapan dan pengangkutan logam ke bagian-bagian tumbuhan. Sistem tersebut sangat bergantung kepada jenis tumbuhan dan jenis logam. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa logam Cs lebih banyak diakumulasi pada bagian daun tumbuhan, hal ini mungkin terjadi karena adanya kelimpahan ion K+ dan H+ pada tanah yang dapat memudahkan terikatnya kation Cs pada bagian interlayer tanah sehingga lebih mudah diangkut ke bagian daun tumbuhan (Urban dan Bystrezejewska-Piotrowska 2003). Selain logam Cs, logam Zn juga lebih banyak diakumulasi pada bagian daun dibandingkan bagian akar tumbuhan hal ini terjadi karena Zn merupakan salah satu unsur mikro esensial yang penting bagi tumbuhan, sehingga mudah diangkut ke bagian tumbuhan lain seperti daun (Widowati, 2008). Hasil menunjukkan bahwa logam yang paling banyak diakumulasi oleh S. palutris, D. esculentum dan M. malabathricum adalah Al. Daun S. palutris, D. esculentum memiliki kandungan Al yang berkisar antara 78.0–795.7 ppm pada semua lokasi sampling. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan kandungan Al pada daun S. paluris dan D. esculentum pada penelitian yang dilakukan oleh Thursina (2010) yaitu berkisar antara 76.4 ppm tumbuhan. Perbedaan kandungan Al tersebut dikarenakan adanya perbedaan lokasi sampling yang menyebabkan perbedaan kandungan Al pada tanah sehingga mempengaruhi konsentrasi Al yang diserap oleh tumbuhan. Meskipun demikian, logam Al tetap menjadi logam yang paling banyak diakumulasi oleh kedua sayuran non-budidaya
15 tersebut. Hal ini mungkin terjadi karena kedua sayuran non-budidaya tersebut memiliki kemampuan dalam mentoleransi logam Al yang baik. Logam Al sendiri merupakan logam yang berbahaya bagi tumbuhan. Konsentrasi Al yang tinggi pada tanah dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan akar tanaman karena konsentrasi Al yang tinggi tersebut dapat menghambat penyerapan unsur hara dan air melalui akar tanaman (Foy, 1983). Watanabe et al. (2008) mengungkapkan bahwa M. malabathricum merupakan salah satu jenis tumbuhan pengakumulator logam Al yang dapat menyerap logam Al lebih dari 10 mg Al g-1 berat kering. Walaupun kandungan Al pada daun S. palutris dan D. esculentum tidak sebesar M. malabathricum yaitu berkisar antara 497.2-5257.1 ppm namun kedua sayuran non-budidaya tersebut berpotensi sebagai akumulator logam Al, karena konsentrasi logam Al pada sayuran tergantung kepada kandungan logam Al pada tanah tempat tumbuh sayuran non-budidaya tersebut. Kandungan Al yang cukup besar pada kedua sayuran non-budidaya tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia, jika dikonsumsi berlebihan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shiraki dan Yase (1991), logam Al diketahui sebagai neurotoxin yang dapat menyebabkan munculnya penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap logam Cr, yang diketahui merupakan logam yang dapat membahayakan kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu (Widowati 2008). Hasil menunjukkan bahwa kandungan Cr pada daun S. palutris dan D. esculentum berkisar antara 0.8-2.6 ppm, dan pada tumbuhan pembanding M. malabathricum berkisar anatara 0.8–2.3 ppm. Kandungan logam Cr di sayuran non-budidaya dan tanaman pembanding menunjukan hasil yang serupa. Hal ini mungkin terjadi karena adanya kesamaan sistem metabolisme penyerapan Cr pada ketiga tanaman tersebut. Seperti halnya logam Al, logam Cr juga merupakan logam yang beracun bagi tumbuhan tetapi dibutuhkan oleh manusia (Widowati, 2008). Kandungan logam Pb pada daun S. palutris dan D. esculentum hanya terdapat pada jumlah yang kecil diakar dan tidak terdeteksi pada daun D. esculentum. Hal ini disebabkan tumbuhan tidak mempunyai metabolisme dalam menyerap Pb, karena Pb merupakan salah satu unsur yang tidak esensial dan tidak diperlukan oleh tumbuhan. Selain itu, logam Pb pun merupakan logam yang tidak dibutuhkan dalam metabolisme tubuh manusia dan berbahaya jika dikonsumsi. Perbedaan kemampuan tumbuhan dalam menyerap logam juga terlihat pada perbedaan kandungan logam Fe pada masing-masing sayuran (S. palutris dan D. esculentum) dari keseluruhan lokasi sampling. Diplazium esculentum memiliki kemampuan menyerap logam Fe yang lebih besar dibandingkan dengan S. palutris, sedangkan S. paluris memiliki kemampuan menyerap logam Mn yang lebih besar dibandingkan dengan D. esculentum. Menurut Pongthornpruek et al. (2008) perbedaan penyerapan logam disebabkan oleh metabolisme yang spesifik pada masing-masing tumbuhan dan mungkin juga dapat dipengaruhi oleh komponen organik dalam tanah. Pada dasarnya, penyerapan logam oleh tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bekerja sama. Oleh karena itu, tidaklah mudah menentukan faktor utama yang mempengaruhi penyerapan logam oleh tumbuhan. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain: pH, bentuk fisik tanah, kelembaban tanah, suhu dan aktifitas mikroorganisme di dalam tanah (Reimann et al. 2007).
16
Tabel 4 Kandungan logam pada bagian akar dan daun S. palutris, D. esculentum dan M. malabathricum pada masing-masing lokasi sampling
*ND : tidak terdeteksi
17 Kemampuan D. esculentum dalam menyerap logam Fe, membuat D. esculentum menjadi sumber Fe yang baik. Kandungan Fe pada D. esculentum berkisar antara 62.7-66.8 ppm. Nilai tersebut diketahui dapat memenuhi nilai saran asupan besi per hari bagi orang dewasa yang disarankan oleh FAO/WHO yaitu sebesar 8-10 mg/hari untuk laki-laki dewasa dan 15-20 mg/hari untuk perempuan dewasa (FAO/WHO 2001). Selain D. esculentum, S. palutris yang memiliki kandungan Fe sekitar 16.3-42.3 ppm pun dapat menjadi sumber Fe yang baik bagi tubuh bila dikonsumsi oleh manusia. Transfer Faktor Logam dari Tanah ke Bagian Tumbuhan Transfer logam (TF) dari tanah ke tumbuhan, merupakan salah satu jalan masuk bagi logam beracun maupun tidak beracun ke dalam tubuh manusia. Sebagai tahapan kedua dalam mengetahui keamanan konsumsi sayuran. diperlukan analisis matematika yang dapat menjelaskan seberapa besar kemampuan tumbuhan dalam menyerap logam yang ada pada tanah yang disajikan berdasarkan nilai TF. Nilai TF didapat dari perbandingan antara kandungan logam pada bagian tumbuhan dengan kandungan logam pada tanah (Li et al. 2007). Kandungan logam yang terdapat pada tanah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kandungan logam pada tanah dari lima lokasi sampling di Palangkaraya Lokasi sampling Pinggir sungai (Bukit Rawi) Kebun (Tangkiling) Hutan (Kasongan) Kampus UNPAR (Palangkaraya) Perumahan (Palangkaraya)
Fe 99.20 28.30 95.80 28.70 18.70
Al 479.60 75. 80 199.50 1218.10 1299.90
Logam (ppm) Mn Cu Zn 21.00 5.40 8.90 11.90 0.10 3.70 20.80 4.80 5.00 2.40 0.20 4.70 51.30 0.10 20.90
Pb 5.20 0.70 2.90 0.40 0.60
Cr 0.30 0.01 0.10 0.10 0.01
Hasil dari analisis kandungan logam di tanah menunjukan bahwa Al merupakan logam yang memiliki konsentrasi paling tinggi. Kandungan Al yang tinggi pada tanah disebabkan oleh adanya proses reklamasi menyebabkan hilangnya gambut bagian atas di daerah Palangkaraya karena adanya paparan endapan mineral (Iyobe dan Haraguchi 2008). Hal ini menyebabkan terbentuknya tanah sulfat asam pada daerah Palangkarya yang membuat logam Al menjadi larut dan terakumulasi pada tanah (EPA Victoria 2009). Gambar 10 menunjukkan nilai TF rata-rata logam pada bagian daun S. palutris, D. esculentum dan M. malabathricum. Gambar tersebut menunjukan bahwa logam Cu dan Cr memiliki nilai TF yang paling besar dibandingkan dengan logam lainnya. Menurut Yruela (2005) logam Cu merupakan salah satu logam yang esensial bagi tumbuhan yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan jaringan tumbuhan. Oleh karena itu, logam Cu sangat mudah diserap oleh tumbuhan. Berbeda dengan Cu, logam Cr merupakan logam yang tidak dibutuhkan oleh tumbuhan, tetapi hasil menunjukan bahwa logam Cr memiliki nilai TF yang tinggi. Hal ini dikarenakan Cr diangkut lewat suatu jalur dengan suatu mekanisme aktif yang melibatkan anion esensial sebagai pembawa seperti ion sulfat (Wallace et al. 1997).
18 180 160
Transfer faktor (TF)
140 120 D. esculentum
100 80
S. palutris
60
M. malabathricum
40 20 0 Al
Cr
Cu
Fe
Mn
Zn
Pb
Logam
Gambar 10 Nilai transfer faktor logam rata-rata pada tumbuhan D. esculentum, S. palutris dan M. malabathricum 140 120
Transfer faktor (TF)
100
Hutan
80
Pinggir sungai
60
Area perkebunan UNPAR
40
Pemukiman
20 0 Al
Cr
Cu
Fe
Mn
Zn
Pb
Logam
Gambar 11 Nilai transfer faktor logam pada daun S. palutris dari lima lokasi sampling Nilai TF untuk logam Al terlihat sangat rendah. Hal ini dikarenakan logam Al merupakan logam yang beracun bagi tumbuhan, maka tumbuhan memiliki kemampuan yang rendah dalam menyerap logam tersebut. Pada kenyataannya kandungan logam Al pada S. palutris, D. esculentum dan terutama pada M. malabathricum sangat tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa ketiga tumbuhan tersebut memiliki potensi besar sebagai akumulator Al, karena memiliki kemampuan toleransi logam Al yang baik. Sama halnya seperti Al, Pb juga merupakan logam non esensial bagi tumbuhan oleh karena itu nilai TF-nya sangat rendah. Hasil juga menunjukan nilai TF yang rendah pada tiga jenis logam esensial Fe, Mn, dan Zn. Ketiga logam tersebut merupakan logam-logam yang dibutuhkan bagi tumbuhan, tetapi memiliki nilai TF yang rendah. Hal ini disebabkan oleh, rendahnya kandungan ketiga jenis logam tersebut pada tanah.
19 350
Transfer faktor (TF)
300 250 200 Pinggir sungai (Bukit Rawi) 150
Kebun (Tangkiling)
100 50 0 Al
Cr
Cu
Fe
Mn
Zn
Pb
Logam
Gambar 12 Nilai transfer faktor logam pada daun D. esculentum dari dua lokasi sampling Adanya perbedaan nilai TF masing-masing logam pada S. palutris, D. esculentum dan M. malabathricum pada masing-masing lokasi sampling mungkin disebabkan oleh perbedaan sifat elektrokimia tanah seperti suhu, pH, konsentrasi elektrolit dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kemampuan penyerapan logam oleh tumbuhan secara tidak langsung. 250
Transfer faktor (TF)
Pinggir sungai
200 Area perkebunan
150 Hutan
100
UNPAR
50
Pemukiman
0 Al
Cr
Cu
Fe
Mn
Zn
Pb
Logam
Gambar 13 Nilai transfer faktor logam pada daun M. malabathricum dari lima lokasi sampling Keamanan Konsumsi Harian S. palutris dan D. esculentum Keamanan konsumsi harian dari S. palutris dan D. esculentum dapat ditentukan berdasarkan konsentrasi logam berbahaya yang ada pada masingmasing sayuran non-budidaya dibandingkan dengan regulasi nilai provisional maximum tolerable daily (PMTDI) dan provisional tolerable weekly intake (PTWI) oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) tahun 2011. Codex Alimentarius Commission membuat dua regulasi asupan yang berbeda untuk kontaminan logam. Provisional maximum tolerable daily intake (PMTDI) yang merupakan asupan maksimum harian bagi kontaminan logam yang
20 tidak memiliki sifat kumulatif, sedangkan provisional tolerable weekly intake (PTWI) merupakan nilai asupan mingguan yang dapat ditoleransi oleh tubuh untuk kontaminan logam yang memiliki sifat kumulatif. Berdasarkan CAC (2011), logam Al, Pb, dan Cr merupakan logam-logam yang memiliki nilai PTWI yaitu logam yang memiliki sifat kumulatif yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Sedangkan Cu, Fe, dan Zn yang memiliki nilai PTMDI merupakan logam yang tidak memiliki sifat kumulatif dan berfungsi juga sebagai logam esensial bagi tumbuhan. Berdasarkan data PTWI dan PMTDI (Tabel 6), timbal memiliki nilai asupan toleransi maksimum yang paling rendah yaitu sebesar 0.1 mg kg-1 berat badan per minggu, tetapi dari hasil analisa kandungan logam Pb pada S. palutris dan D. esculentum menunjukkan nilai yang negatif untuk kandungan logam tersebut. Sehingga, PTWI logam Pb tidak dapat dijadikan dasar penetapan konsumsi harian yang aman bagi kedua sayuran tersebut. Konsentrasi Cu pada daun D. esculentum dan S. palutris masing-masing berkisar antara 16.5–33.3 ppm dan 7.1–24.1 ppm. Berdasarkan nilai PTMDI Cu, maka konsumsi maksimum harian D. esculentum adalah sebesar 281 gram per sehari atau sebesar 1.97 kg per minggu. Sementara itu, konsumsi maksimum harian S. palutris adalah sebesar 290 gram berat kering per hari (2.03 kg per minggu) untuk orang dewasa dengan berat badan 70 kg. Tabel 6 Nilai Provisional maximum tolerable daily dan weekly intake logam (CAC 2011) PTWI PMTDI Logam (mg kg-1 berat badan) (mg kg-1 berat badan) Aluminum (Al) 1.0 Tembaga (Cu) 0. 1 Besi (Fe) 2. 5 Timbal (Pb) 0. 1 Seng (Zn) 1.0 Kromium (Cr) 1.0 *PTWI : provisional tolerable weekly intake; PTMDI : provisional maximum tolerable daily Konsentrasi Al pada daun D. esculentum dan S. palutris masing-masing berkisar antara 78.0–126.7 ppm dan 102.5–158.2 ppm, sedangkan kandungan logam Cr pada daun D. esculentum dan S. palutris masing-masing berkisar antara 2.5–2.6 ppm dan 0.7–2.2 ppm. Berdasarkan nilai PTWI Al dan juga kandungan Al daun sayuran, konsumsi maksimum harian untuk kedua sayuran tersebut adalah sebesar 78.9 gram berat kering daun per hari D. esculentum dan 63.2 gram berat kering daun per hari S. palutris untuk orang dewasa dengan berat badan 70 kg. Berdasarkan PTWI Cr dan konsentrasi Cr pada daun, konsumsi harian maksimum dari kedua sayuran non-budidaya tersebut masing-masing sebesar 3.84 kg per hari daun D. esculentum dan 7.69 kg per hari daun S. palutris untuk orang dewasa dengan berat badan sebesar 70 kg. Data analisis menunjukkan bahwa Al merupakan logam yang memiliki konsentrasi paling tinggi pada S. palutris dan D. esculentum. Logam Al juga diketahui memilki nilai PTWI 1 mg kg-1 berat badan sama dengan nilai PTWI logam Cr. Logam Cr diketahui memiliki konsentrasi yang jauh lebih rendah dari
21 Al, maka untuk penetapan konsumsi harian yang aman untuk S. palutris dan D. esculentum akan mengikuti regulasi PTWI Al. Batas konsumsi harian yang aman untuk S. palutris adalah sebesar 63.21 gram berat basah daun per hari. Sedangkan untuk konsumsi harian yang aman untuk D. esculentum adalah sebesar 78.92 gram berat basah daun per hari. Logam Zn dan Mn merupakan jenis logam yang esensial bagi manusia, berdasarkan The Food and Nutrition Board of the National Academy of Sciences nilai asupan Zn per hari yang disarankan (RDA) adalah sebesar 15 mg per hari bagi orang dewasa, dan untuk Mn adalah sebesar 5.0 mg per hari untuk orang dewasa. Nilai recommended daily allowances (RDA) adalah nilai asupan nutrisi untuk memenuhi hampir 97.5 % kebutuhan nutrisi manusia pada umur dan jenis kelamin tertentu (FAO/WHO, 2001). Berdasarkan hasil, kandungan logam Mn dan Zn pada daun D. esculentum masing-masing sebesar 30.0–40.4 ppm dan 21.9–34.4 ppm. Sedangkan kandungan logam Zn dan Mn pada daun S. palutris masing-masing sebesar 18.9–34.0 ppm dan 39.1–55.4 ppm. Berdasarkan hasil yang didapat, maka kedua sayuran non-budidaya tersebut dapat memenuhi kebutuhan minimum Zn dan Mn per hari bagi manusia dewasa. Perbandingan Kandungan Logam pada Sayuran Non-Budidaya dan Sayuran yang Tersedia di Pasar Tradisional Berdasarkan penelitian sebelumnya, kandungan logam pada sayuran lokal di Palangkaraya menunjukan konsentrasi yang berbeda tergantung pada tempat tumbuhnya. Hasil yang sama pun didapat dari penelitian ini, perbedaan tempat tumbuh sayuran selalu berkaitan dengan perbedaan jenis tanah yang menyebabkan perbedaan komposisi kimia tanahnya. Sayuran S. palutris dan D. esculentum merupakan dua dari sekian banyak sayuran non-budidaya yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Palangkaraya dan banyak tersedia di pasar tradisional. Melalui sayuran tersebut baik logam beracun dan logam yang bermanfaat bagi tubuh dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui pola kandungan logam dalam sayuran lokal budidaya yang terdapat di pasar Palangkaraya dibandingkan dengan sayuran lokal nonbudidaya dan sayuran lokal lain dari tempat lain yang memiliki jenis tanah yang berbeda dengan daerah Palangkaraya. Empat belas sayuran lokal dari pasar tradisional yang ada di Bogor dan 15 sayuran lokal dari pasar tradisional di Palangkaraya masing-masing dianalisis kandungan logamnya (Tabel 8 dan 9). Hasil ini menunjukkan bahwa semua sayuran lokal dari pasar tradisional di Palangkaraya memiliki pola kandungan logam yang sama dengan sayuran non-budidaya S. palutris dan D. esculentum dari lima lokasi sampling. Konsentrasi logam tertinggi adalah Al, lalu diikuti oleh Fe. Tetapi, konsentrasi logam sayuran lokal dari pasar tradisional di Palangkaraya lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam sayuran non-budidaya dari lima lokasi sampling. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa S. palutris dan D. esculentum dari pasar tradisional di Palangkaraya mengandung lebih banyak Fe (167.2 ppm dan 314.7 ppm) dibandingkan dengan kandungan Fe pada kedua sayuran tersebut dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwinawati et al. (2004) yaitu sebesar 23.0 ppm untuk D. esculentum dan 26.0 ppm untuk S. palutris dan
22 juga lebih tinggi dari kandungan ion Fe pada daun S. palutris dan D. esculentum dari lima lokasi sampling yang dianalisis pada penelitian ini. Hasil juga menunjukan bahwa kandungan logam Fe, Al, Cr, Mn, Zn, Cu, Cs, dan Pb pada sayuran lokal dari pasar tradisional di Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan ion logam tersebut pada sayuran lokal dari pasar tradisional di Palangkaraya dan sayuran S. palutris dan D. esculentum dari lima lokasi sampling. Perbedaan konsentrasi logam pada masing-masing jenis sayuran dari Bogor dan Palangkaraya ini disebabkan perbedaan jenis tanah yang ada di Palangkaraya dan Bogor. Umumnya jenis tanah yang ada di Palangkaraya adalah gambut yang miskin unsur hara. Sehingga, kandungan logam pada sayuran yang ada di Palangkaraya cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan logam pada sayuran di daerah Bogor yang merupakan jenis tanah vulkanik muda yang kaya kandungan unsur hara. Selain itu, perbedaaan jenis tanah juga mempengaruhi komposisi kimia dan fisika tanah yang mempengaruhi proses transfer faktor dan reaksi redoks dari logam (Saglam 2013). Di sisi lain, sayuran non-budidaya dari lima lokasi sampling yang ada di Palangkaraya memiliki kandungan logam yang lebih rendah dibandingkan dengan kandungan logam pada sayuran lokal dari pasar tradisional di Palangkaraya. Hal ini dikarenakan oleh adanya proses pengelolaan lahan yang berbeda di setiap tempat tumbuh. Pada sayuran lokal yang dijual di pasar tradisional terdapat dua jenis sayuran yaitu sayuran budidaya dan non-budidaya. Sayuran budidaya tersebut mungkin diberikan perlakuan penambahan pupuk dan lain sebelum di panen, sedangkan pada sayuran non-budidayanya kemungkinan diambil pada lahan sekitar tempat budidaya sayuran lokal lainnya, sehingga kandungan logamnya lebih banyak dibandingkan dengan sayuran lokal non-budidaya yang diambil dari lima lokasi sampling sebelumnya yang bukan merupakan lahan pengolahan walaupun jenis sayurannya sama. Pada kasus kandungan logam Cs pada beberapa sayuran lokal seperti (S. palutris, M. esculenta, L. flava, C. papaya, N. oleraceae, L. indica ) menunjukan kandungan Cs yang cukup tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh akibat dari kebakaran lahan gambut di daerah Palangkaraya. Kebakaran lahan gambut menghasilkan banyak abu yang kemungkinan mengandung logam Cs. Hal tersebut menyebabkan peningkatan Cs pada lingkungan, karena Cs yang merupakan logam alkali yang sangat mudah larut dalam air dan dapat dengan mudah diserap oleh tanaman (U.S. Department of Health and Human Services 2004). Penelitian ini juga mengungkapkan adanya kolerasi antara kandungan Al dan Fe pada sayuran lokal yang ada di Palangkaraya dan Bogor yang ditunjukan pada Gambar 14 dan 15. Pada gambar tersebut terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi logam Al pada sayuran maka semakin tinggi pula konsentrasi logam Fe pada sayuran. Hal ini terjadi karena logam Al dan Fe memiliki karakteristik yang serupa sehingga proses transportasi kedua logam tersebut kemungkinan melaui proses yang sama pula (Trueman et al. 2013).
Konsentrasi Aluminium (Al) (ppm)
23
Konsentrasi Besi (Fe) (ppm)
Gambar 14 Grafik korelasi antara kandungan logam Al dan Fe pada sayuran lokal dari Bogor Hasil keseluruhan dari analisis perbandingan ini adalah sayuran lokal dari Palangkaraya dan Bogor, memiliki kandungan ion mineral Fe, Mn, Zn, Cu, dan Cr yang mencukupi kebutuhan minimum konsumsi mineral per hari (Tabel 7) (EFSA 2006). Akan tetapi, pada proses pengolahannya harus mendapatkan perhatian lebih, karena beberapa dari sayuran tersebut mengandung cemaran logam berbahaya seperti Al dan Pb. Pada umumnya kandungan logam berbahaya akan berkurang pada saat proses leaching pada saat sebelum proses pengolahan makanan. Konsentrasi Aluminium (Al) (ppm)
Konsentrasi Besi (Fe) (ppm)
Gambar 15 Grafik korelasi antara kandungan logam Al dan Fe pada sayuran lokal dari Palangkaraya Tabel 7 Nilai asupan harian mineral yang disarankan (RDA) (EFSA 2006) No 1 2 3
Mineral Mn Mg Zn
4
Cu
5
Cr
RDA 0.1 – 1.0 mg/liter/hari 310.0 – 400.0 mg/hari 11.0 mg/ hari (laki-laki) 8.0 mg/ hari (perempuan) 1.0 –2.3 mg/hari (laki-laki) 0.9 –1.8 mg/hari (perempuan) 3.2 –100.0 µg/hari (laki-laki) 4.4 –127.0 µg/ hari (perempuan)
Tabel 8 Kandungan logam pada sayuran lokal dari pasar tradisional Palangkaraya 24
Tabel 8 Kandungan logam pada sayuran lokal dari pasar tradisional di Palangkaraya
*ND : tidak terdeteksi
Tabel 9 Kandungan logam sayuran lokal dari pasar tradisional Bogor
25 Tabel 9 Kandungan logam pada sayuran lokal dari pasar tradisional di Bogor
*ND : tidak terdeteksi
26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sayuran non-budidaya D. esculentum dan S. palutris yang didapat dari lima lokasi sampling di daerah Palangkaraya, lebih banyak mengakumulasi logam pada bagian akarnya dibandingkan dengan bagian daunnya. Logam yang paling banyak diakumulasi adalah Al, sedangkan logam Cr, Cs, dan Pb diakumulasi dalam jumlah yang sedikit oleh kedua sayuran tersebut. Logam Cr dan Cu memiliki nilai transfer faktor yang paling besar dibandingkan dengan nilai transfer faktor logam lainnya pada kedua sayuran D. esculentum dan S. palutris. Kedua jenis sayuran non-budidaya D. esculentum dan S. palutris dapat dikonsumsi dengan aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang tepat. Perbedaan jenis tanah dan pengolahan lahan sangat mempengaruhi kandungan logam yang ada pada sayuran. Konsumsi sayuran baik budidaya dan non-budidaya harus memperhatikan faktor pengolahan lahan dan kondisi tanah tempat tumbuhnya sayuran. Saran Penetapan keamanan pangan sayuran non-budidaya yang ada di Palangkaraya sebaiknya dilakukan dengan pengujian risk assessment secara keseluruhan yang menyangkut analisis resiko kimia, biologi, dan mikrobiologi dengan salah satunya menggunakan sistem kuesioner pola konsumsi harian sayuran non-budidaya oleh masyarakat Palangkaraya.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad JU, Goni MA. 2010. Heavy metal contamination in water, soil and vegetables of the industrial areas in Dhaka, Bangladesh. Environ. Monitoring Assess. 166: 347–357. Alder RP, Cumming RJ, Arora R. 2012. Nature of Mineral Uptake by Plants. Agricultural Science-vol 1. [BPPD Palangkaraya] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2013. Album peta rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman kota Palangkaraya tahun 2013-2033. BPPD: Palangkaraya. [CAC] Codex Alimentarius Commision. 2011. Working document for information and use in discussions related to contaminants and toxins in the GSCTFF. Joint FAO/WHO Food Standards Programme Codex Committee On Contaminants In Foods Fifth Session. Cui Y, Zhu Y, Zhai R, Chen D, Huang Y, Qui Y, and Liang J. 2007. Transfer of metals from soil to vegetables in an area near a smelter in Nanning, China. Environmental Interaction. 30 (6): 785–791. Duffus L. 2002. “Heavy metals” a meaningless term IUPAC Technical Report. Pure Appl. Chem. 74:7993-807. Dwinawati ME, Wijaya CH, Hashidoko Y, Kulup PI. 2004. Mineral content and Fe bioavailability of Dayak traditional vegetables. Dalam: Proceedings of the International Workshop on: Human Dimension of Tropical Peatland Under Global Environmental Changes; Desember 8-9; Bogor Indonesia 43–46.
27 [EFSA] European Food Safety Authority. 2006. Tolerable upper intake levels for vitamins and minerals. [Internet]. [diunduh 2015 Feb 02]. Tersedia:http://www.efsa.eu.int/science/nda/nda_opinions/catindex_en.html. [EPA Victoria] Environmental Protection Authority Victoria. 2009. Acid sulfate soils and rock. [internet]. [diunduh: 2014 Okt 28] Tersedia: Information bulletin. //epa. vic. gov. au/~/media/publication/655%201. pdf. [FAO/WHO] Food and Agriculture Organization/World Health Organization. 2001. Human Vitamin and Mineral Requirements. Report of joint FAO/WHO expert consultation. Bangkok, Thailand. Foy CD. 1983. Plant adaptation to acid, aluminum toxic soils. Comun Soil Sci. Plant Annu. Rev. Plant Physiol. 29, 511-566. Goyer R. 2004. Issue paper on the human health effects of metals. Environmental Protection Agency: U.S. Hough RL, Breward N, Young SD, Crout NM, Tye AM, Moir AM, Thornton I. 2003. Assessing potential risk of heavy metal exposure from consumption of home-produced vegetables by urban populations. Environ Health Perspect. 112 (2) :215–221. Hastin E, Susi K, Yula M. 2011. Studi ethobotani sayuran indigebous (lokal) Kalimantan Tengah. Dalam: Proceeding Seminar Nasional: Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatn Pangan. Irawan D, Wijaya CH, Limin SH, Hashidoko Y, Osaki M, Kulu IP. 2002. Ethnobotanical study and nutrient potency of local traditional vegetables in Central Kalimantan. Dalam: Proceeding International Symposium on Land Management and Biodiversity in Southeast Asia, Eds.Osaki et .al.: 496-502, Bali, Indonesia, 17-20 September. Iyobe T, Haraguchi A. 2008. Soil chemical properties of the peat sediments polluted by sulfuric acid in tropical peatland, Central Kalimantan, Indonesia. Poster [Internet]. [diunduh: 2014 Nov 14] tersedia: http://chempro.env.kitakyu-u.ac.jp Kaushik A, Jijta C, Kaushik JJ, Zeray R, Ambesajir A, Beyene L. 2012. FRAP (Ferric reducing ability of plasma) assay and effect of Diplazium esculentum (Retz) Sw. (a green vegetable of North India) on central nervous system. Indian Jour of Natural Prosucts and Resources. Vol. 3(2). 228-321. Krewski D, Yokel RA, Niecoer E, Broochlet D, Cohen J, Harry J, Kacew S, Lindsay J, Mahfouz AM, Rondeau V. 2007. Human health risk assessment for aluminum, aluminum oxide, and aluminum hydroxide. J. Toxico Environ Health B Crit Rev :10 (suppl 1): 1-269. Li Q, Chen Y, Fu H, Cui Z, Shi L, Wang L, Liu Z. 2007. Health risk of heavy metals in food crops grown on reclaimed tidal flat soil in the Pearl River Estuary, China. J. Hazard. Mater. 227, 148-154. Li Q, Cai S, Mo C, Chu B, Peng L, Yang F. 2010. Toxic effects of heavy metals and their accumulation in vegetables grown in a saline soil. Ecotoxicology and Environmental Safety, 73 (1): 84–88. [NAS/IOM] National Academy of Sciences/Institute of Medicine. 2003. Dietary reference intakes for Vitamin A, Vitamin K, arsenic, boron, chromium, copper, iodine, iron, manganese, molybdenum, nickel, silicon, vanadium, and zinc. Food and Nutrition Board, Institute of Medicine, Washington, DC. ISBN 0309-7279-4.
28 Orisakwe OE, Nduka JK, Amadi CN, Dike DO, Bede O. 2012. Heavy metals health risk assessment for population via consumption of food crops and fruits in Owerri, South Eastern, Nigeria. Chemistry Central Journal. 6:77. PerkinElmer Instruments. 2001. The 30-Minute Guide to ICP-MS; Electronic Document. [Internet]. [diunduh:2014 Nov 14] tersedia: http: //www.perkinelmer.com/PDFs/Downloads/tch_icpmsthirtyminuteguide.pdf Pongthornpruek S, Pampasit S, Sriprang N, Nabheerong P, Promtep K. 2008. Heavy metal accumulation in soil and some fern species at Phu Soi Dao National Park, Phitsanulok Province, Thailand. Nu science Journal. 5:2, 151164. Rahmat A, Kumar V, Fonf LM, Endrini S, Sani HA. 2003. Determination of total antioxidant activity in three types of local vegetables shoots and the cytotoxic effect of their ethanolic extracts against different cancer cell lines. Asia pacific J. Clin. Nutr (3): 292-295. Reimann C, Arnoldussen A, Boyd R, Finne TE, Koller F, Nordgulen O, Englmaer P. 2007. Element content in leaves of four plant species (birch, mountain ash, fern and spruce) along anthropogenic and geogenic concerntration gradients. Science of the Total Environment. 337, 416-433. Rukihati dan Saryati. 2006. Analisis cuplikan lingkungan dan bahan geologi dengan inductively coupled plasma-mass spectrometry. Indonesian Journal of Materials Science. Vol. 8, No. 1, 92 – 97. Saglam C. 2013. Heavy Metal Accumulation in the Edible Parts of Some Cultivated Plants and Media Samples from a Volcanic Region in Southern Turkey. Ekoloji. 86: 1-8. Şenilă M, Şenilă L, oman C. 20 . Evaluation of performance parameters for trace elements analysis in perennial plants using ICP-OES Technique. J. Plant Develop, 87-93. Shiraki H and Yase Y. 1991. Amyotrophic lateral sclerosis and Parkinsonismdementia in the Kii peninsula: comparison with the same disorders in Guam and with lzheimer’s disease. Handbook of Clinical Neurology, vol. 15. 273– 300. Thursina D. 2010. Kandungan Mineral Kalakai (Stenochlaena Palustris) yang Tumbuh pada Jenis Tanah Berbeda serta Dimasak dengan Cara Berbeda. [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Trueman SJ, McMahon TV, Bristow M. 2013. Nutrient partitioning among the roots, hedge and cuttings of Corymbia citriodora stock plants. J. Soil Sci. Plant Nutr. Urban PL, Bystrzejewska-Piotrowska G. 2003. Comparative analysis of Cs and potassium uptake in onion Allium cepa L. Czechoslovak Journal of Physics. 53: A91. U.S. Department of Health and Human Services. 2004. Toxicological Profile for Cesium, Agency for Toxic Substances and Disease Registry: U.S, pp. 111-140. [U.S EPA] U.S Environmental Protection Agency. 1992. Preparation of Soil Sampling Protocols: Sampling Techniques and Strategies. U.S. Environmental Protection Agency : Nevada. Watanabe T, Misawa S, Hiradate S, Osaki M. 2008. Root mucilage enhances aluminum accumulation in Melastoma malabathricum, an aluminum accumulator. Plant Signaling & Behavior. 3:8, 603-605.
29 Wallace A, Romey RM, Alexander GV, Mueller RT, Soufi SM, Patel PM. 1997. Some Interaction in Plants Among Cadmium, other Heavy Metal and Chelating Agent. Agronomy J. 69: 18 – 30. Widowati W. 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran. C.V Andi: Yogyakarta. Yang Q, Xu Y, Liu S, He J, Long F. 2011. Concentration and potential health risk of heavy metals in market vegetables in Chong Qing, China. Ecotoxicol. Environ. Saf 74: 1664–1669. Yruela I. 2005. Copper in plants. Braz. J. Plant Physiol 17.
30
LAMPIRAN Lampiran 1 Kurva kalibrasi standar Cr, dan Cu 300,000 y = 128307x + 2406.6 R² = 0.9989
Panjang gelombang
250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 00 0
0.5
1
1.5
2
2.5
2
2.5
Standar Cr (ppm)
350000 y = 152945x + 200.58 R² = 0.9997
300000
Absorbansi
250000 200000 150000 100000 50000 0 0
0.5
1
1.5
Standar Cu (ppm)
31
Lampiran 2 Kurva kalibrasi standar Fe, dan Mn 300000 y = 117522x + 12057 R² = 0.9766
Panjang gelombang
250000 200000 150000 100000 50000 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
2
2.5
Standar Fe
1000000 y = 467535x + 1902.8 R² = 0.9995
900000 800000 Absorbansi
700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 0
0.5
1
1.5
Standar Mn (ppm)
32
Lampiran 3 Kurva kalibrasi standar Zn, dan Pb 140000 y = 61010x + 795.05 R² = 0.9991
120000
Absorbansi
100000 80000 60000 40000 20000 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
2
2.5
Standar Zn (ppm)
14000 y = 6401.9x - 372.15 R² = 0.9729
12000
Absorbansi
10000 8000 6000 4000 2000 0 0
0.5
1
1.5
Standar Pb (ppm)
33
Lampiran 4 Kurva kalibrasi standar Al 100000 y = 44514x + 20.892 R² = 0.9988
90000 80000 Absorbansi
70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 0
0.5
1
1.5
Standar Al (ppm)
2
2.5
34
Lampiran 5 Kadar air sayuran lokal dari pasar tradisional di Palangkaraya Nama sayuran
No
Nama Latin
Berat (g) Nama Daerah
1
Cnesmone javanica Blume
Lampinak
2
Stenochlaena palutris (Burm.) Bedd.
3
Basah
Kering
Kadar Air
50.00
15.00
35.00
Kalakai
320.00
30.00
290.00
Diplazium esculentum (Retz). SW.
Bajei
530.00
40.50
489.50
4
Momordica charantia L.
D. Paria
175.00
29.30
145.70
5
Vernonia cinerea
Segau
160.00
19.59
140.41
6
Cucurbita moschata
Baluh bahenda
95.00
10.59
84.41
7
Manihot esculenta Crantz
D. jawa
200.50
35.80
164.70
8
Passiflora foetida L.
Kemot
75.50
18.59
56.91
9
Carica papaya
D. Mantela
100.30
20.39
79.91
10
Limmocharis flava
Genjer
325.50
30.30
295.20
11
Sauropus androgynus (L) Merr
D. Katuk
410.30
69.10
341.20
12
Nauclea sp.
D. Taya
225.30
60.10
165.20
13
Lactuca indika L.
Singkah potok
205.00
36.59
168.41
14
Cucumis sativus L.
D. mantimun
385.00
70.00
315.00
35 Lampiran 6 Kadar air sayuran lokal dari pasar tradisional di Bogor No
Nama sayuran Nama Latin
Nama Daerah
Berat (g) Basah
Kering
Kadar Air
1
Ipomea aquatica
Kangkung
95.34
10.03
85.31
2
Oenanthe javanica
Tespong
80.00
7.68
72.32
3
Pilea melastomoides
Pohpohan
90.81
15.58
75.23
4
Portulaca oleracea
Krokot
81.30
10.68
70.62
5
Talinum triangulare
Ginseng Jawa
100.03
9.98
90.05
6
Pluchea indica
Beluntas
90.34
15.54
74.80
7
Nothopanax scutellarium
Mangkokan
75.30
17.34
57.96
8
Cosmos caudatus
Kenikir
70.53
21.43
49.10
9
Polyscias pinnata
Kedondong Cina
60.56
13.34
47.22
10
Sauropus androgynus
Katuk
40.34
10.33
30.01
11
Limnocharis flava
Genjer
95.54
9.78
85.76
12
Anredera cordifolia
Binahong
60.03
4.34
55.69
13
Amaranthus L
Bayam
100.56
10.03
90.53
14
Ocimum americanum
Kemangi
85.40
5.63
79.77
36
Lampiran 7 Foto sayuran Nothopanax scutellarium, Polycias pinnata, Pluchea indica Less, Cosmos caudatus dari pasar tradisional di Bogor
Nothopanax scutellarium
Polycias pinnata
Pluchea indica Less
Cosmos caudatus
37 Lampiran 8 Foto sayuran Amaranthus L, Ocinum americanum, Portulaca oleracea, Anredera cordifolia dari pasar tradisional di Bogor
Amaranthus L
Portulaca oleracea
Ocinum americanum
Anredera cordifolia
38 Lampiran 9 Foto sayuran lokal Limmocharis flava, Oenanthe javanica, Sauropus androgynus (L) Merr, Ipomea acuatica dari pasar tradisional di Bogor
Limmocharis flava
Oenanthe javanica
Sauropus androgynus (L) Merr
Ipomea acuatica
39 Lampiran 10 Foto sayuran lokal Talinum triangulare, Pilea melastomoides dari pasar tradisional di Bogor
Talinum triangulare
Pilea melastomoides
40 Lampiran 11 Foto sayuran lokal Carica papaya, Manihot esculenta Crantz dari pasar tradisional di Palangkaraya
Carica papaya
Manihot esculenta Crantz
41 Lampiran 12 Foto sayuran Sauropus androgynus (L) Merr , Nauclea sp., Passiflora foetida L., Limmocharis flava dari pasar tradisional di Palangkaraya
Nauclea sp.
Sauropus androgynus (L) Merr
Passiflora foetida L. Limmocharis flava
42 Lampiran 13 Foto sayuran Diplazium esculentum (Retz). SW., Momordica charantia L., Cnesmone javanica Blume dari pasar tradisional di Palangkaraya
Diplazium esculentum (Retz). SW.
Momordica charantia L.
Cnesmone javanica Blume
43 Lampiran 14 Foto sayuran Vernonia cinerea, Cucurbita moschata, Stenochlaena palutris (Burm.) Bedd. dari pasar tradisional di Palangkaraya
Vernonia cinerea
Stenochlaena palutris (Burm.) Bedd.
Cucurbita moschata
44
RIWAYAT HIDUP Della Rahmawati lahir di Bandung, 6 Juli 1989, merupakan anak pertama dari pasangan Jack Zakaria dan Hasnah. Penulis diterima di program sarjana jurusan kimia murni Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2007. Penulis memperoleh gelas sarjana science pada tahun 2011. Selama kuliah S1 penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia fisik 1 dan 2 serta kimia organik 1. Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan radio kampus UPI “Es a” radio sebagai penyiar dari tahun 2007 hingga 2009. Pada tahun 2011, penulis menjadi pemakalah di seminar nasional Kimia di Universitas Negeri Yogyakarta Penulis masuk Program Pascasarjana Ilmu Pangan IPB pada tahun 2012. Prestasi penulis selama kuliah S2 di IPB antara lain mendapatkan beasiswa unggulan selama 1 tahun dari DIKTI (Dirjen Perguruan Tinggi) dan mendapatkan kesempatan melakukan penelitian dan summer school pada program PARE (population, activities, resources, environmental) di Hokkaido Univeristy, Jepang yang merupakan program kerjasama Hokkaido University, Jepang dengan tiga universitas negeri di Indonesia dan dua universitas di Thailand dari bulan September 2013 hingga September 2014. Sebagian dari hasil penelitian pada tesis ini akan dipublikasikan pada Eurasian Journal of Forest Research.