LAPORAN PENELITIAN
ANALISIS IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DI ECO LODGE SARINBUANA
Peneliti: Dewa Ayu Made Lily Dianasari, S.T.,M.Si.
Dibiayai dari Dana DIPA Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali Tahun Anggaran 2015
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA NUSA DUA – BALI KEMENTERIAN PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA 2015
KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat dan rahmatNya proposal penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini mengambil tema tentang Analisis Implementasi Tri Hita Karana Dalam Pengembangan Ekowisata di Eco Lodge Sarinbuana. Ucapan terima kasih disampaikan secara tulus kepada semua pihak yang mendukung dimungkinkannya penelitian ini dilaksanakan, terutama pimpinan STP Nusa Dua Bali melalui Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat yang mendanai penelitian ini, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Masukan yang konstruktif dari berbagai pihak sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan proposal ini, sehingga pada saatnya nanti penelitian ini dapat dilaksanakan tanpa hambatan yang berarti.
Peneliti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… i HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………….iii KATA PENGANTAR ……………………………………..……….……...…………….iv DAFTAR ISI ………………………………………………….…………………………vi DAFTAR GAMBAR………………………………………….……...…………………viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….….………………………….…….….………… 1 1.2 Rumusan Masalah ………..……………………………….……………. 5 1.3 Tujuan Penelitian ……….…………………...………………...…………6 1.4 Manfaat Penulisan ……..……….……………………....…….………… 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………………7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KAJIAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1. Kajian Pustaka ………………………………………………………….8 2.2. Kajian Konsep ………………………………………………………….10 2.3. Landasan Teori …………………………………………………………22 2.4. Model Penelitian ……………………………………………………….28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi, Sampel dan Sampling ……………………………………….30 3.2. Desain Penelitian ………………………………………………………31 3.3. Metode Pengumpulan Data ……………………………………………33
3.4. Metode Analisis Data ……………………………………………….....35 BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Sejarah dan Gambaran Umum Eco Lodge Sarinbuana ..……………….39 4.2. Akomodasi Di Eco Lodge Sarinbuana ......…………………………….40 4.3. Aktivitas di Eco Lodge Sarinbuana .....…………………………………46 4.4. Implementasi Ekowisata Perspektif Tri Hita Karana di Eco Lodge Sarinbuana ........……………………………………………………….52 4.5. Implementasi Prinsip Ekowisata di Eco Lodge Sarinbuana ..................59 4.6. Program Ramah Lingkungan yang Diterapkan di Eco Lodge Sarinbuana ....................................................................64 4.7. Hal yang dilakukan Manajemen Sarinbuana Sebagai Bisnis Pariwisata Ramah Lingkungan ............................................................................66 4.8. Implikasi Konsepsi Ekowista berlandaskan Tri Hita Karana di Eco Lodge Sarinbuana terhadap Karyawan dan masayarakat sekitarnya ..........................................................................................................70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...........................……………………………………….73 5.2. Saran ...............………………………………………………………75 DAFTAR PUSTAKA Lampiran
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Tanaman organic hasil pembibitan Eco Lodge Sarinbuana Gambar 4.2. Kompos hasil pengolahan di Eco Lodge Sarinbuana Gambar 4.3. Bangunan untuk Yoga
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor yang terus menerus dikembangkan pemerintah
sebagai pilar pembangunan nasional karena mampu menopang perekonomian nasional pada saat dunia sedang mengalami krisis. UU No 10 Tahun 2009 menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Krisis moneter yang berkelanjutan hingga sekarang telah melanda Indonesia, maraknya isu pemanasan global, berbagai aksiterorisme khususnya di Bali menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dalammenentukan kebijakan pembangunan nasional serta penanganan yang tepat terhadap lingkungan. Provinsi Bali, dikenal sebagai kantong devisa bagi perekonomian Indonesia karena kegiatan pariwisatanya. Hal tersebut menandakan bahwa sektor pariwisata perlu mendapat perhatian sebagai sektor utama dalam mendukung perekonomian makro Bali dan perekonomianIndonesia pada umumnya. Sebagai salah satu industri jasa terbesar di dunia, pariwisata dan perhotelan memberikan kontribusi positif dan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan, keadaan sosial dan ekonomi dunia. Isu kerusakan lingkungan sangat mempengaruhi 1
kelangsungan bisnis pariwisata pada suatu daerah destinasi wisata. Daya tarik daerah tujuan wisata dan dasar ekonomi pariwisata terletak pada konservasi dan pengelolaan sumber daya alam dan budaya. Hal ini mendorong para stakeholder untuk mencari berbagai skenario penyelamatan lingkungan. Strategi penyelamatan lingkungan antara lain dikembangkan dalam ‘Green Paper on Tourism’ yang fokusnya terletak pada penciptaan hubungan positif antara pengembangan ekonomi dan ekologi (EC, 1995). Hotel sebagai salah satu sarana pariwisata yang penting juga mengalami pertumbuhan yang pesat, sejalan dengan pertumbuhan kepariwisataan Indonesia. Selain dari segi jumlah bangunan hotel, bila dikaji dari sisi lain pertumbuhan kepariwisataan memberikan tekanan pada lingkungan baik itu fisik maupun non fisik. Selain itu berbagai produk pariwisata alternatif bermunculan dewasa ini sebagai jawaban atas kesadaran para stakeholder terhadap persoalan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi yang timbul akibat model pembangunan dan praktek kegiatan kepariwisataan. Produk pariwisata alternatif tersebut antara lain seperti ekowisata, wisata budaya, wisata petualang, green tourism, community-based tourism, dan lain sebagainya. Ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism, yaitu ekoturisme. Terjemahan yang seharusnya dari ecotourism adalah wisata ekologis. Yayasan Alam Mitra Indonesia membuat terjemahan ecotourism dengan ekoturisme (Anonim, 2000) Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan
2
dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan 3 oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. (Anonim, 2000). Menurut Hadi (2007), prinsip-prinsip ekowisata (ecotourism) adalah meminimalisir
dampak,
menumbuhkan
kesadaran
lingkungan
dan
budaya,
memberikan pengalaman positif pada turis (visitors) maupun penerima (hosts), memberikan manfaat dan pemberdayaan masyarakat lokal. Ekowisata dalam era pembangunan berwawasan lingkungan merupakan suatu misi pengembangan wisata alternatif yang tidak menimbulkan banyak dampak negatif, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kondisi sosial budaya. Strategi ramah lingkungan harus berdasarkan pada pemahaman yang mendalam mengenai keberlanjutan dan konsekuensinya. Demikian halnya yang telah diterapkan di hotel dengan berbasis hotel ramah lingkungan sehingga kerusakan lingkungan dapat diminimalisasi. Pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu merupakan suatu keharusan dan hendaknya diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan kepariwisataan. Keterlibatan aktif masyarakat, LSM, dan wisatawan dalam menerapkan standar pengelolaan lingkungan yang terbaik adalah mutlak diperlukan guna mewujudkan parwisata yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Sejak tahun 2001 hotel-hotel di Bali baik hotel kelas melati dan hotel berbintang telah mulai menerapkan strategi hotel yang berwawasan dan ramah 3
terhadap
lingkungan.
Hal
ini
terbukti
dengan
keikutsertaan
hotel
pada
penganugerahan Tri Hita Karana Awards and Accreditation sampai sekarang. Keterlibatan hotel dalam kegiatan ini mencerminkan bahwa hotel sebagai salah satu sarana akomodasi pariwisata sudah peduli terhadap lingkungan. Tri Hita Karana (THK) adalah kearifan lokal yang telah dikenal secara universal yaitu keharmonisan manusia dengan Tuhan, sesama dan lingkungan yang
menjadi modal utama
berkembangnya pariwisata di Bali. Oleh karena itu, perkembangan pariwisata yang terjadi saat ini dan yang akan datang tidak membuat keharmonisan hubungan tersebut melemah bahkan saling tercabut dari akarnya. Disamping itu di Bali sekarang sudah mulai berkembang sarana akomodasi yang peduli terhadap lingkungan yang tidak seperti hotel-hotel lainnya yang biasa disebut sebagai ecolodge. Ecolodge adalah fasilitas akomodasi wisatawan yang di desain untuk meminimalkan dampak lingkungan. Ecolodge merupakan keberlanjutan yang berintegrasi antara lingkungan alam, lingkungan fisik dan lingkungan social. Beberapa akomodasi yang berbasis ekologi di Bali adalah Bali Ecovillage, Udayana Ecolodge, Lakeview Ecolodge Kintamani, Kali Manik Eco Resort dan Sarinbuana Ecolodge. Ecolodge Sarinbuana
yang berlokasi di Banjar Biyahan Desa Wanagari
Tabanan sudah banyak dikenal oleh wisatawan melalui sebuah web tripadvisor yang tidak hanya menawarkan kamar namun sebuah sarana akomodasi berbasis alam. Ecolodge Sarinbuana telah menerapkan prinsip-prinsip ekowisata dan menciptakan hotel yang berbasis ekologi. Karena tidak dapat dipungkiri jika salah satu faktor 4
penting yang tidak bisa dilupakan adalah lingkungan itu sendiri. Salah satu strategi untuk mendukung pencapaian tersebut adalah melalui penerapan sistem manajemen lingkungan (SML) atau dalam istilah asingnya disebut sebagai Enviromental Management System (EMS). Ecolodge Sarinbuana telah mampu mengintegrasikan lingkungan alam, lingkungan fisik serta lingkungan social baik terhadap karyawan maupun terhadap masyarakat sekitarnya. Berdasarkan hal tersebutlah perlu dilaksanakan penelitian yang lebih mendalam tentang “Analisis Ekowisata Perspektif Tri Hita Karana di Eco Lodge Saribuana Bali”. 1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah konsepsi Ekowisata Perspektif Tri Hita Karana di Eco Lodge Sarinbuana? 2. Bagaimanakah penerapan konsepsi ekowisata di Eco Lodge Sarinbuana Bali ? 3. Bagaimanakah implikasi konsepsi Ekowisata berlandaskan Tri Hita Karana di Eco Lodge Saribuana Bali terhadap karyawan serta masyarakat sekitarnya? 1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hubungan konsepsi Ekowisata di Eco Lodge Sarinbuana dengan Tri Hita Karana.
5
2. Untuk mengetahui penerapan konsepsi ekowisata di Eco Lodge Sarinbuana Bali. 3. Untuk mengetahui implikasi konsepsi Ekowisata berlandaskan Tri Hita Karana di Ecolodge Sarinbuana terhadap karyawan serta masyarakat sekitarnya.
1.4. Manfaat Penulisan Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis: Manfaat Akademis a. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmiah, masukan bagi ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam mengkaji penerapan ekowisata di sebuah sarana akomodasi wisata sehingga pariwisata berkelanjutan dapat diwujudkan. b. Dapat menambah literatur bahan kajian penelitian dalam analisis penerapan ekowisata yang ditimbulkan dengan perkembangan pembangunan sarana akomodasi wisata .
6
Manfaat Praktis a.
Sebagai gambaran untuk mengetahui penerapan dengan adanya perkembangan industri pariwisata khususnya dalam pembangunan sarana akomodasi terhadap pariwisata berkelanjutan.
b.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada instansi terkait sehingga dapat menjadi acuan dalam menentukan straategi atau kebijakan yang diambil dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan dengan bekerja sama dengan para pelaku pariwisata dengan melibatkan masyarakat yang berada disekitar industri pariwisata.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian tentang penerapan konsep ekowisata di Eco Lodge Saribuana adalah : 1. Kajian
difokuskan
pada
penerapan
prinsip-prinsip
ekowisata
dikaji
berdasarkan konsep Tri Hita Karana. 2. Identifikasi manfaat konsepsi ekowisata terhadap karyawan dan masyarakat sekitarnya.
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KAJIAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
2.1. Kajian Pustaka Kajian terhadap ekowisata telah banyak dilakukan baik dari penelitian sebelumnya maupun makalah-makalah yang diseminarkan. Ada beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini yakni penelitian yang dilakukan oleh Imam Rudy Kurnianto (2008) tentang Pengembangan Ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal, di mana hasil penelitiannya menyatakan Pola pemanfaatan lahan kritis di daerah tangkapan air didominasi oleh terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian oleh petani penggarap / pesanggem (23 %). Sejauh ini upaya konservasi belum menunjukkan hasil yang memuaskan karena adanya silang kepentingan antara pengembangan kehutanan dan pertanian. Pengembangan lahan hutan akan mengurangi lahan pertanian dan demikian sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut pendekatan konsep wanatani (agroforest) dapat dijadikan sebagai salah satu potensi pengembangan ekowisata di kawasan waduk Cacaban. Disamping itu masih terdapat potensi lain seperti wisata tirta, wisata budaya dan wisata edukasi. Pengembangan ekowisata di kawasan waduk Cacaban sangat tergantung pada keterlibatan pengampu kepentingan (stakeholder). Berdasarkan hal tersebut diperlukan pembentukan Badan Pengelola Ekowisata Waduk Cacaban untuk mengakomodir kepentingan stakeholder. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh I
8
Gusti Ngurah Widyatmaja (2006) tentang Penerapan Ekowisata Di Elephant Safari Park, Desa Taro Kabupaten Giayar, di mana hasil penelitiannya menyatakan Penerapan Ekowisata Di Elephant Park secara umum sudah diterapkan, namun dampak negatif keberadaan Elephant Safari Park dilihat dari segi ekologis belum dirasakan oleh masyarakat setempat, sedangkan dampak positifnya baik dilihat dari segi ekonomi dan sosial budaya sudah memberikan manfaat terhadap masyarakat. Selain ke dua peneliti di atas, penelitian Ida Bagus Suryawan (2012) juga membahas tentang Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata di Desa Cau Belayu Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan, di mana hasil penelitiannya menyatakan, potensi ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu dijabarkan menjadi sejumlah elemen yaitu : potensi fisik yang tergambarkan dalam kondisi topografi wilayah, kondisi hidrologi dan pola guna lahan yang ada. Potensi budaya yang ada seperti adanya sejumlah pura seperti Pura Titi Gantung dan Pura Dukuh yang memiliki sejarah dan kegiatan upacara menarik. Potensi ekologis dimana Desa Cau Belayu yang berdekatan dengan ODTW Sangeh sehingga pada musim – musim tertentu sering terjadi migrasi monyet menuju ke Cau Belayu untuk mencari makanan, dan sejumlah flora langka yang ada karena masih banyak daerah yang jarang terjamah manusia. Potensi lainnya yang ada seperti perilaku masyarakat yang masih tergantung dengan pola mata pencaharian tradisional seperti pertanian sawah dan kebun dapat dimanfaatkan sebagai sebuah atraksi wisata.
9
Persamaan dan perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah persamaannya sama-sama mengkaji tentang Ekowisata (Wisata Alam), sedangkan perbedaannya penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Imam Rudy Kurnianto lebih menekankan pada strategi pengembangan Kawasan Waduk sebagai ekowisata Sedangkan I Gust Ngurah Widyatmaja dari segi Penerapan Ekowisata Di Elephant Safari Park terhadap dampak ekologi, ekonomi dan sisial budaya dan peneliti Ida bagus Suryawan lebih menekankan pada strategi pengelolaan potensi Desa Cau sebagai daya tarik ekowisata. Dalam penelitian ini akan membahas lebih mendalam tentang analisis ekowisata yang dihubungkan dengan konsep Tri Hita Karana sebagai salah satu kearifan local masyarakat Bali yang dilakukan di Ecologde Saribuana. Dari konsep Tri Hita Karana ini juga akan diketahui hubungan implikasinya terhadap karyawan dan masyarakat sekitarnya. 2.2 Kajian Konsep 2.2.1 Konsep Ekowisata Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, dimana pada pasal 1 ayat 5 mengatakan bahwa salah satu daya tarik wisata adalah ekowisata, di samping wisata budaya dan wisata minat khusus dan pada pasal 14 ayat 1 menyebutkan bahwa pengusahaan daya tarik ekowisata merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya untuk dijadikan sarana wisata. Di samping itu SK Dirjen PHPA Nomor 129/Kpt/DJ/1996 menyebutka
10
bahwa ekowisata merupakan sebuah kegiatan dan sebagian dari kegiatan yang 14dilakukan secara sukarela, bersifat sementara dan untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam kawasan konservasi. Kedua kebijakan pemerintah tersebut mengukuhkan bahwa ekowisata merupakan kegiatan yang dapat memberikan harapan masyarakat lokal untuk mengelola potensi alam sekitarnya. Di samping itu ada beberapa sarjana memberikan konsep ekowisata diantaranya : Fandeli (2000:5) memberi batasan ekowisata yaitu suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomis dan mempertahankan keutuhan budaya bagi mayarakat setempat. Berdasarkan pengertian tersebut, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan suatu gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk Sementara Organisasi The Ecotourism Society dalam Higham (2007: 28) mengatakan ekowisata suatu bentuk perjalanan wisata ke daerah alami yang dilakukan dengan aturan mengenai konservasi lingkungan dan pelestarian kehidupan serta kesejahteraan penduduk setempat. Dari defenisi di atas dapt diidentifikasikan beberapa prinsip ekowisata (TIES,2000), yakni sebagai berikut: 1.
Mengurangi
dampak
negatif
berupa
kerusakan
atau
pencemaran
lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata. 2.
Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal, maupun pelaku wisata lainnya.
11
3.
Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW).
4.
Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
5.
Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.
6.
Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di daerah tujuan wisata.
7.
Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan terhadap wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak asasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.
Selanjutnya menurut Raka Dalem ( 2002 ; 4), ekowisata adalah penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat alami atau daerah yang dibuat berdasarkan kaedah alam, mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu disepakati prinsip-prinsip Ekowisata Bali sebagai berikut.
12
1. Memiliki kepedulian, komitmen dan tanggung jawab terhadap konservasi alam dan warisan budaya 2. Menyediakan interpretasi yang memberikan peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam dan meningkatkan kecintaannya terhadap alam 3. Memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat setempat serta memberdayakan masyarakat setempat. 4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradesi keagamaan masyarakat setempat. 5. Mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Pengembangannya harus didasarkan atas musyawarah dengan persetujuan masyarakat setempat. 7. Secara konsisten memberikan kepuasan kepada konsumen. 8. Dipasarkan dan dipromosikan dengan jujur dan akurat sehingga sesuai dengan harapan. 9. Sistem pengelolaan yang serasi dan seimbang sesuai dengan konsep Tri Hita Karana. 2.2.2 Konsep Konservasi Konsep konservasi pertama kali dikemukakan oleh Theodore Roosevelt pada tahun 1902 (Fennell, 2003). Konservasi berasal dari kata “conservation”, bersumber dari kata con (together) dan servare (to keep, to save) yang dapat diartikan sebagai upaya memelihara milik kita (to keep, to save what we have), dan menggunakan
13
milik tersebut secara bijak (wise use). Secara leksikal, konservasi dimaknai sebagai tindakan untuk melakukan perlindungan atau pengawetan; sebuah kegiatan untuk melestarikan sesuatu dari kerusakan, kehancuran, kehilangan, dan sebagainya. The International Union For Conservation of Nature and Natural Resources dalam Fandeli (2000;7) mengemukakan konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang. Adapun tujuan konservasi itu adalah: 1) Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologi yang tetap mendukung suatu kehidupan. 2) Melindungi keanekaragaman hayati. 3) Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya . Selanjutnya menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. (Margareta, et al. 2010). Lazimnya, konservasi dimaknai sebagai tindakan perlindungan dan pengawetan alam. Persoalan yang dikaji umumnya adalah biologi dan lingkungan. Salah satu fokus kegiatan konservasi adalah melestarikan bumi atau alam semesta dari kerusakan atau kehancuran akibat ulah manusia. Namun dalam perkembangannya, makna konservasi juga dimaknai sebagai pelestarian warisan kebudayaan (cultural heritage).
14
2.2.3 Konsep Pariwisata Alternatif Pariwisata alternatif dikembangkan di beberapa daerah tujuan wisata, agar dapat mencegah kerusakan alam dan mencegah dampak negatif dari pariwisata masal. Untuk lebih jelasnya apa itu pariwisata alternatif, ada beberapa sarjana memberikan konsep pariwisata alternatif seperti ; Smith (2001) pariwisata alternatif merupakan suatu kegiatan kepariwisataan yang tidak merusak lingkungan, berpihakpada ekologi dan menghindari dari dampak negatif dari pembangunan pariwisataberskala besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak terlalu cepatpembangunannya. Berdasarkan pengertian tersebut maka pariwisata alternatif yaitu suatu obyek wisata pilihan lain yang akan dikunjungi wisatawan yang cenderung melihat pada kualitas lingkungan dan menjaga obyek wisata dengan menghindari dampak negatif dari suatu obyek. Pariwisata alternatif secara luas didefinisikan oleh Valene (1992: 36) adalah sebagai bentuk dari kepariwisataan yang konsisten dengan alam, sosial, dan masyarakat serta yang mengijinkan interaksi dan berbagai pengalaman antara wisatawan dengan masyarakat serta yang mengijinkan interaksi dan berbagi pengalaman antara wisatawan dengan masyarakat lokal. Wisata alternatif juga sering diartikan sebagai bentuk pariwisata yang sengaja disusun dalam sekala kecil yang 21memperhatikan aspek kepedulian lingkungan baik lingkungan abiotik, biotik dan sosial-budaya masyarakat setempat. Pariwisata alternatif juga muncul akibat
15
kejenuhan terhadap pariwisata massal yang menimbulkan banyak kerusakan lingkungan sosial, serta tidak memperhatikan keberlanjutan dari objek wisata itu sendiri. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pariwisata alternatif merupakan
kecendrungan baru dari bentuk pariwisata yang dikembangkan selama ini, yang memperhatikan kualitias pengalaman yang diperoleh wisatawan, kualitas lingkungan, dan kualitas sosial budaya masyarakat setempat serta kualitas lingkungan, dan kualitas pengalaman yang dikembangkan selama ini, yang memperhatikan kualitas sosial budaya masyarakat setempat serta kualitas hidup masyarakat lokal (host). Koslowski dan Travis (1985) dalam Smith (2001) pariwisata alternative merupakan suatu kegiatan kepariwisataan yang tidak merusak lingkungan, berpihak pada ekologi dan menghidari dari dampak negatif dari pembangunan pariwisata berskala besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak terlalu cepat pembangunannya. Selain itu menurut Saglio (1979), Bilsen (1987) dan Gonsalven (1984) dalam Smith (2001), menyebutkan bahwa pariwisata alternatif adalah kegiatan kepariwisataan yang memiliki gagasan yang mengandung arti sebagai suatu pembangunan yang berskala kecil atau juga sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang disuguhkan kepada wisatawan, dimana segala aktivitasnya turut melibatkan masyarakat.
16
Middleton (1998) dalam Smith (2001), menyebutkan bahwa pariwisata alternatif merupakan suatu bentuk produk pariwisata yang mepertimbangkan bahkan menuntut lebih akrab lingkungan dan tidak merusak budaya. Archer dan Cooper (1993), menyebutkan bahwa pariwisata alternatif merupakan suatu pergerakan yang memiliki jalan keluar untuk “mengobati sakit” dari pariwisata massal (Mass Tourism). Cohen (1987) dan Gartner (1996) dalam Smith (2001), menyebutkan bahwa pariwisata alternatif bersumber dari dua pandangan ideology yang sejaman, yaitu bahwa pariwisata alternatif merupakan reaksi atas konsumerisme modern, dan pariwisata alternatif merupakan reaksi dari ekploitasi yang dilakukan Negara berkembang. Alternatif Tourism is a process which promotion a just farm of travel between members of differet communities, it seeks to achieve mutual understanding, solidarity and equality amongst participants (Holden 1984:15 dalam Valene 2001) Dari pengertian di atas pariwisata alternatif merupakan suatu proses yang mempromosikan suatu destinasi yang kondisinya memang benar-benar layak dan pantas di antara komunitas yang berbeda-beda, dimana diputuskan untuk memperoleh pemahaman, solidaritas dan kesamaan diantara seluruh komponen. Lebih lanjut Holden (1984:45 dalam Valene 2001) menyatakan bahwa variasi pariwisata alternatif dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
17
1. Pariwisata Adventure Merupakan suatu kegiatan pariwisata alternatif yang bernuansa petualangan (adventure). Petualangan dalam skala kecil dapat terdiri dari bird watching, scuba diving, dalam skala menengah terdiri dari kegiatan yang bernuansa olahraga seperi canoing dan rafting sedangkan dalam skala besar kegiatan petualangan seperti taman safari. 2. Pariwisata Alam Merupakan kegiatan pariwisata alternatif yang menfokuskan diri pada studi dan observasi yang berkaitan dengan flora (tumbuhan) dan fauna (binatang) serta kegiatan landscape. 3. Community Tourism Community tourism atau pariwisata kerakyatan merupakan suatu kegiatan pariwisata yang dijalankan oleh rakyat, baik dari segi perencanaan sampai evaluasi dan segala manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut sepenuhnya untuk rakyat yang bersangkutan. 2.2.4 Konsep Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang di Eropa mulai abad pertengahan, terus berkembang hingga diakhir 70-an, 80-an, dan
18
awal 90-an. Konsep pemberdayaan tersebut kemudian mempengaruhi teori-teori yang berkembang belakangan. Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Ife (1995) dalam Hadi (….) menyatakan bahwa : Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to ‘work the system,’ and so on (Ife, 1995). Definisi tersebut di atas mengartikan konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Selanjutnya Sumodiningrat (2001), menyatakan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki untuk menentukan pilihan kegiatan yang paling seusai bagi kemajuan diri mereka masing-masing. Lebih lanjut Kartasasmita (1996), menyatakan bahwa memberdayakan adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari
perangkap
kemiskinan
dan
keterbelakangan
atau
dengan
kata
lain
memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.
19
Dari pendapat diatas maka dapat di simpulkan bahwa pemberdayaan adalah suatu upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki untuk menentukan pilihan kegiatan yang paling seusai bagi kemajuan diri mereka masing-masing. Upaya untuk memandirikan masyarakat melalui perwujudan potensi untuk menetukan pilihan kegiatan yang paling sesuai juga di tegaskan oleh Siswanto (1997), yang menyatakan bahwa secara empirik, banyak studi menunjukan bahwa masyarakat lebih mampu mengindentifikasi,
menilai dan memformulasikan
permasalahannya baik fisik, sosial kultur maupun ekonomi dan kesehatan lingkungan, membangun visi dan aspirasi dan kemudian memprioritaskan, intervensi, merencana, mengelola, memonitor dan bahkan memilih tehnologi yang tepat. Upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat juga di tegaskan oleh Merriam (1985), yang mengemukakan bahwa pemberdayaan
mengandung dua
pegertian yaitu ; 1. Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan. 2. Memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuasaan atau mendelegasikan otoritas kepada
masyarakat
agar
masyarakat
memiliki
kemandirian
dalam
20
pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri. 2.2.5 Konsep Daya Tarik Wisata Konsep tentang daya tarik wisata, banyak dikemukakan para sarjana serta tertuang juga dalam undang-undang kepariwisataan nomor 10 tahun 2009, terutama pasal 1 ayat 5 dimana daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam ( ekowisata ), budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Minothi dalam Yoeti (1989:160) mengatakan obyek wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang mau berkunjung. Macam dan jenis daya tarik wisata itu meliputi: 1) Benda-benda yang tersedia di alam semesta seperti pemandangan alam, hutan belukar, kekayaan flora dan fauna. 2) Hasil ciptaan manusia seperti peninggalan sejarah, kebudayaan dan keagamaan. 3) Tata cara hidup masyarakat seperti adatistiadat, dan kebiasaan hidup masyarakat yang menarik untuk disaksikan. Supaya daya tarik wisata dapat dikunjungi oleh wisatawan, hendaknya suatu daerah tujuan wisata memenuhi paling sedikit tiga persyaratan yaitu :(1) sesuatu yang dapat dilihat (something to see); (2) sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do) ; dan (3) sesuatu yang dapat dibeli(something to buy).
21
2.3. Landasan Teori Berdasarkan uraian di atas, teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ekowisata. Adapun perspektif teori tersebut diuraikan sebagai berikut : 2.3.1 Teori Ekowisata Wearing dan Neil dalam Hakim (2004:53) mengatakan bahwa ide ekowisata yang berkaitan dengan kegiatan wisata diharapkan dapat mendukung konsevasi lingkungan hidup, karena tujuan dari ekowisata adalah menciptakan sebuah kegiatan industri wisata yang mampu memberikan peran dalam konservasi lingkungan hidup dan berdampak rendah terhadap lingkungan. Sehingga ekowisata memiliki karakteristik tertentu yaitu (1) Adanya manajemen lokal dalam pengelolaan(2) Adanya Produk perjalanan wisata yang berkualitas (3) Adanya penghargaan terhadap budaya setempat (4) Pentingnya pelatihanpelatihan (5) Berhubungan dengan sumber daya alam dan budaya. Menurut (Fennell (2003:176) bahwa ada 6 (enam) prinsip yang harus dipenuhi oleh pengunjung (wisatawan) dalam ekowisata yaitu : 1) Pengunjung harus semaksimal mungkin berusaha meniadakan dampak negatif terhadap lingkungan dan penduduk lokal. 2) Pengunjung melakukan perjalanan wisata dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap alam, dari keunikan budaya lokal.
22
3) Pengunjung ikut membantu memaksimalkan partisipasi awal dan jangka panjang dari masyarakat lokal dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut penyelenggaraan ekowisata. 4) Selayaknya pengunjung memberikan kontribusi terhadap usaha-usaha koservasi wilayah yang dilindungi. 5) Seharusnya pengunjung memberikan keuntungan ekonomi dari pekerjaan tradisional mereka. Hal di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Marta Honey dalam Hakim (2004:54), bahwa ekowisata itu harus memiliki beberapa parameter yakni (1) Perjalanan ke kawasan alamiah (2) Dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan rendah (3) Membangun keperdulian terhadap lingkungan (4) Memberikan dampak keuntungan ekonomi (5) Memberikan dampak keuangan dan pemberdayaan masyarakat lokal (6) Adanya penghargaan terhadap budaya setempat. 2.3.2 Ecolodge Collin dalam Collins Englis Dictionary (2012) menyebutkan bahwa Ecolodge adalah fasilitas akomodasi wisatawan yang di desain untuk meminimalkan dampak pada lingkungan. Sedangkan pada buku Manual for Ecolodge Planning, Design and Operation (2008) dijelaskan bahwa ecolodge merupakan komponen penting dalam pengembangan ekowisata secara keseluruhan dan dapat direfleksikan terhadap seluruh kondisi pada setiap kegiatan operasionalnya.
Ecolodge adalah sarana
akomodasi yang memiliki standar tertinggi dalam bentuk dan perencanaan yang
23
sifatnya sustainable meliputi penerapan teknologi konservasi energy dan air, menggunakan metode desain bangunan local, serta bertanggungjawab terhadap penanggulangan limbah. Ecolodge memberikan jaminan terhadap penggunaan bahan kimia beracun, pengujian terhadap dampak lingkungan secara menyeluruh mulai dari material bangunan serta kegiatan fisik lainnya, dan secara signifikan memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian local masyarakat. Selain itu ada dua prinsip dalam pembangunan Ecolodge yang berintegrasi dengan konsep “green” resort dan hotel meliputi : 1) skala pengembangan adalah bisnis yang berskala kecil sampai menengah dan 2) pelibatan bentuk bangunan local dalam pembangunan fasilitasnya. Internastional ecotourism associations mendifinisikan ecolodge adalah : 1. Meminimalkan kerusakan hutan dan mendukung adanya konsep konservasi terhadap alam baik secara umum dan wilayah local 2. Memaksimalkan penggunaan local baik sayuran maupun buah-buahan 3. Menggunakan arsitektur local dan tenaga buruh local 4.
Meminimalkan penggunaan sumber energy
5. Meminimalkan dampak negative terhadap desa sekitarnya 6. Menggunakan tenaga kerja local 7. Mendorong
masayarakat
sekitarnya
dalam
bidang
pendidikan,
pengembangan, dsb. 8. Meminimalkan penggunaan air dan mengelola limbah
24
The International Ecolodge Guidelines menyebutkan bahwa ecolodge harus memiliki beberapa criteria dimana beberapa prinsip dari ecolodge (Mehta, 2007:419) dalam (Erdem and Tetik, 2013) sebagai berikut : 1. Konservasi lingkungan meliputi alam dan budaya 2. Minimalisasi dampak terhadal alam selama masa konstruksi 3. Sesuai dengan kondisi fisik dan budaya masyarakat setempat 4. Penggunaan
alternative
dan
keberlanjutan
sumberdaya
air
dan
pengurangan konsumsi air 5. Pengelolaan limbah padat dan limbah cair secara baik 6. Penyiapan energy yang sifatnya pasif dan mengkombinasikan dengan kondisi modern untuk keberlanjutan. 7.
Pemberdayaan masyarakat local
8. Penyiapan program yang sifatnya mendidik kepada karyawan dan wisatawan tentang lingkungan alam dan budaya 9. Kontribusi untuk pembangunan keberlanjutan lokal melalui program penelitian 2.3.3 Tri Hita Karana Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu dikenal adanya konsep Tri Hita Karana (THK), yaitu tiga penyebab kesejahteraan yang berasal dari Bahasa Sansekerta
Tri
(tiga),
hita (sejahtera), karana
(sebab).
Ketiga penyebab
kesejahteraan/kebahagiaan itu adalah Parahyangan (lingkungan spiritual), Pawongan
25
(lingkungan social), Palemahan (lingkungan alamiah) yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Hubungan yang seimbang dan harmonis antar ketiga unsure tersebut diyakini membawa manfaat bagi kesejahteraan hidup manusia lahir bathin. Sebaliknya hubungan yang tidak seimbang dapat mengancam kesejahteraan hidup manusia. 1. Aspek Parahyangan Aspek Parahyangan merupakan ekspresi dari hubungan manusia dengan lingkungan spiritual sekaligus merupakan refleksi dari hakikat manusia sebagai makhluk homo religious, yaitu makhluk yang memiliki keyakinan akan adanya kekuasaan adikodrati atau super natural. Sebaga salah satu mencapai kesejahteraan hidup, manusia senantiasa berusaha menjaga interaksi yang harmonis dengan lingkungan spiritual. Berbagai bentuk interaksi manusia dengan lingkungan spiritual ini membentuk system religi atau agama. Dominasi nilai religi di Bali adalah Agama Hindu dalam konfigurasi budaya Bali mempengaruhi citra lingkungan masyarakatnya. Soemarwoto (1994), citra lingkungan merupakan anggapan orang mengenai struktur lingkungan, bagaimana lingkungan berfungsi, reaksinya terhadap tindakan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya. 2. Aspek Pawongan Aspek Pawongan merupakan ekspresi hubungan manusia dengan sesamanya, yang sekaligus refleksi dari hakikat manusia sebaga makhluk 26
social. Manusia tidak dapat hidup sendiri, melainkan selalu berinteraksi dengan manusia lainnya, dan menjadi bagian dari system sosialnya.Untuk mencapai kesejahteraan hidupnya, manusia yang satu senantiasa menjaga hubungan yang harmonis dengan manusia lainnya. Ekspresi dari interaksi antara orang Bali dan lingkungan social, antara lain melahirkan Basa Bali (Bahasa Bali), norma-norma, peraturan-peraturan, hukum, pranata social seperti kekerabatan dan pranata kemasyarakatan, dsb. 3. Aspek Palemahan Aspek Palemahan merupakan ekspresi dari hubungan manusia dengan lingkungan alamiah. Untuk mencapai kesejahteraan hidupnya, manusia senantiasa berusaha menjaga interaksi yang harmonis dengan lingkungan alamiah. Terkadang arogansi manusia dalam bentuk eksploitasi sumberdaya alam tanpa memperdulikan kelestariannya adalah merupakan bentuk interaksi yang kurang harmonis dengan lingkungannya. Sebagai upaya untuk menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan lingkungan alamiah dijumpai berbagai bentuk pranata yang befungsi sebagai mekanisme control terhadap pemanfaatan sumberdaya alam. Pranata tersebut sesungguhnya mencerminkan kearifan-kearifan ekologi. Ekspresi dari interaksi orang Bali dengan lingkungan fisik antara lain melahirkan suatu pengetahuan tentang alam seperti penanggalan sasih, pawukon, dan sebagainya. 2.4 Model Penelitian 27
Pola pembangunan yang ditetapkan Provinsi Bali meliputi 3 (tiga ) sector yakni Pembangunan Pertanian dalam arti luas, industri kecil dan menengah serta sektor pariwisata pembangunan pariwisata yang dikembangkan di Bali adalah Pariwisata Budaya yang dijiwai Agama Hindhu. Dalam perjalanannya Pariwisata Budaya dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap ekonomi, lingkungan fisik dan sosial budaya. Mengenai dampak positif dari pembangunan pariwisata di Bali sudah dirasakan bersama seperti penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan devisa pemerintah, tetapi yang perlu diperhatikan serta dikaji secara menyeluruh adalah dampak negatif yang ditimbulkan seperti sumber daya alam, sumber daya budaya dan terhadap masyarakat setempat, Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, maka dikembangkan Pariwisata Alternatif salah satunya adalah Ekowisata. Ekowisata
yang
dikembangkan hendaknya
memenuhi prinsip-prinsip
ekowisata yang telah disepakati oleh Masyarakat Ekowisata Indonesia. Sangat perlu diketahui penerapan prinsip-prinsip ekowisata tidak hanya saja di sebuah daya tarik wisata namun juga sebuah sarana akomodasi wisata. Setelah mengetahui konsepsi ekowisata di Eco Lodge Saribuana selanjutnya dilakukan identifikasi implementasi konsespsi ekowisata tersebut baik di lihat pada kondisi fisik, peningkatan ekonomi, dan keterlibatan masyarakat serta konservasi terhadap lingkungan alam, sehingga masalah tersebut dikaji melalui teori ekowisata. Dari kajian teori tersebut akan muncul sebuah temuan tentang penerapan ekowisata berlandaskan Tri Hita Karana di
28
sebuah sarana akomodasi yang pada akhirnya dibuat suatu rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah Tabanan yang mempunyai otoritas di kabupaten, untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat.
29
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.Populasi, Sampel dan Sampling Lokasi penelitian adalah di Eco Lodge Sarinbuana yang terletak di Banjar Biyahan Desa Wanagiri Tabanan.
Lokasi studi ini dipilih secara purposif
(sengaja) dengan beberapa pertimbangan yaitu : a. Lokasi studi merupakan salah satu hotel yang mempunyai konsep alam (ekowisata). b. Potensi lokasi yang cenderung masih alami dengan kerusakan alam yang kecil merupakan daya tarik untuk dikembangkan di daerah lain. c. Adanya keterlibatan masyarakat sekitar terhadap Eco Lodge Saribuana Pengambilan sampel bagi responden yang akan diwawancarai dilakukan dengan metode tidak acak (non random) yaitu purposive sampling. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling (Mustafa, 2000 dalam home.unpar.ac.id). Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah judgement sampling dimana responden dipilih karena yang bersangkutan dianggap kaya akan informasi tentang penelitian ini. Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah manajemen ecolodge sarinbuana dan beberapa karyawannya, kepala desa serta pengelola kegiatan wisata di Banjar Biyahan.
30
Pengambilan sampel bagi masyarakat lokal dilakukan dengan metode acak (random) yaitu sampel sistematis. Populasinya adalah penduduk yang bekerja sebagai karyawan di Ecolodge Saribuana dan beberapa tokoh masyarakat. 3.2.Desain Penelitian Penelitian ini menitikberatkan pada penerapan konsepsi ekowisata di Eco Lodge Saribuana yang kemudian dihubungkan dengan Konsep Tri Hita Karana serta mengetahui implikasi konsepsi ekowisata dengan Konsep THK terhadap karyawan dan masyarakat sekitarnya. Dengan mengetahui konsepsi ekowisata di Ecolodge Sarinbuana dan hubungannya dengan Tri Hita Karana serta implikasinya terhadap karyawan dan masyarakat nantinya dapat memberikan manfaat ekologis, ekonomis, pendidikan serta social kepada masyarakat. Adapun bagan desain penelitian ini seperti pada bagan 1.
31
Eco Lodge Saribuana
Kondisi Fisik
Analisis Deskriptif Eksporatif
Prinsip Pendidikan
Kondisi Sosial
Management
Penerapan Konsepsi Ekowisata
Prinsip Konservasi
Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
1. Hubungan konsepsi ekowisata dengan Tri Hita Karana 2. Penerapan konsepsi ekowisata 3. Implikasi konsepsi ekowisata dan THK terhadap karyawan dan masyarakat sekitanya
Memberikan manfaat ekologis, manfaat ekonomis, pendidikan dan social masyarakat
Bagan 1. Kerangka Pikir Penelitian
32
3.3.Metode Pengumpulan Data a) Instrument Penelitian Instrumen penelitian menggambarkan penggunaan alat bantu dalam proses penelitian baik proses identifikasi, analisis ataupun proses pengambilan keputusan. Sejumlah instrumen penelitian yang digunakan yaitu : 1. Checklist data. Instrumen ini terdiri atas daftar informasi yang akan dicari mulai dari daftar informasi kondisi fisik dasar seperti topografi, hidrologi dan geologi, kondisi fisik binaan yang terdiri atas informasi pola guna lahan, fasilitas, utilitas dan prasarana transportasi, kondisi sosial budaya masyarakat yang terdiri atas kehidupan sosial dan kegiatan berkesenian warga. 2. Pedoman Wawancara (Interview Guide). Serangkaian pertanyaan ini lebih bersifat terbuka di mana hanya pokok – pokok materi pertanyaan saja yang disajikan. Selanjutnya pertanyaan akan berkembang mulai dari pertanyaan mengenai persepsi, karakteristik pasar wisatawan eksisting dan sejumlah pertanyaan mengenai aspirasi. Pertanyaan ini ditujukan kepada para stakeholder yang terdiri atas : perangkat desa, pelaku kebijakan, masyarakat dan sejumlah tokoh masyarakat. Sedangkan pada pihak ecolodge sarinbuana adalah manajemen serta karyawan.
b) Proses Pengumpulan Data 33
Secara umum teknik pengumpulan data yang dilakukan pada studi ini mengacu kepada : 1. Observasi. Objek observasi yang digunakan yaitu tempat di mana interaksi sedang berlangsung/akan berlangsung, identifikasi pelaku atau orang yang sedang memainkan peran tertentu, serta observasi kegiatan yang sedang dilakukan oleh aktor/pihak terkait. Secara umum materi observasi yang dilakukan mencakup tiga hal yaitu observasi terhadap potensi ekowisata, observasi terkait pengelolaan yang telah dilakukan dan observasi terkait kondisi wilayah secara menyeluruh. 2. Wawancara. Kegiatan wawancara dilakukan terhadap sejumlah narasumber yang dianggap kompeten dalam suatu hal. Metode yang digunakan merupakan wawancara terbuka dimana urutan pertanyaan bersifat acak tergantung dari kesiapan nara sumber. Sejumlah hal yang ditanyakan dalam wawancara yaitu pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman, pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat, pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan, pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan. 3. Dokumentasi. Dokumentasi dilakukan dalam rangka memperoleh data langsung kondisi dilapangan dan pengumpulan data dari Dokumen RTRW Kabupaten Tabanan. 34
3.4.Metode Analisis Data a) Sumber Data Terdapat dua macam sumber data yang diambil / diperoleh yaitu sumber data primer dan data sekunder. 1. Sumber data primer. Sumber data primer adalah data yang langsung diperoleh dari objek. Secara umum sumber data primer yaitu responden, narasumber, kondisi lapangan dan pihak lain yang dianggap relevan untuk memberikan informasi terkait pelaksanaan studi. Nara sumber yang digunakan pada studi ini yaitu : a. Unsur Bappeda Kabupaten Tabanan dimana data yang diperoleh adalah data mengenai kebijakan tata ruang dan kebijakan pemanfaatan lahan diwilayah Kabupaten Tabanan khususnya diwilayah Desa Wanagiri. b. Management Eco Lodge Saribuana, dimana data yang diperoleh adalah mengenai kebijakan hotel, visi dan misi, pengelolaan hotel. c. Pegawai hotel Eco Lodge Sarinbuana, data yang di dapatkan adalah penerapan konsepsi ekowisata di hotel. d. Pengurus Desa Wanagiri dimana diperoleh informasi mengenai kebijakan terkait lokasi studi dan keterlibatan masyarakat di Eco Lodge Sarinbuana
35
2. Sumber data sekunder. Sumber data ini berasal dari instansi/pihak yang telah menerbitkan data/informasi yang berguna dalam proses penelitian. Sumber data ini adalah kantor kepala desa, DISPARDA dan BAPPEDA Kabupaten Tabanan. b) Status dan Jenis Data Untuk
menunjang
diupayakan kegiatan
kegiatan
pengumpulan
data,
sebelumnya
identifikasi jenis dan sumber data dalam proses
identifikasi lokasi. Dengan metode
pendekatan yang memadukan konsep
pendekatan kuantitatif dan kualitatif pada studi ini, jenis data yang akan dicari harusnya terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. a. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata – kata atau kalimat, antara lain : data kondisi fisik lokasi studi, kondisi sosial, sejumlah gambaran kebijakan, data persepsi dan aspirasi baik stakeholder maupun masyarakat. Data ini umumnya disajikan dalam bentuk uraian, dan foto. b. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau koding yang dapat dikuantifikasi. Data kuantitatif yang digunakan antara lain data mengenai kondisi fisik lokasi studi seperti luas lokasi dan jumlah pegawai. Bentuk data kuantitatif umumnya berupa angka pasti, angka dengan satuan maupun data angka dalam bentuk ordinal. c) Teknik Pemrosesan Data Penelitian ini termasuk penelitian terapan (applied research) bila dilihat dari tujuannya dimana tujuan akhir dari penelitian ini adalah pemecahan 36
masalah yang dihadapi / yang ada di lokasi studi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Untuk lebih jelas masing pendekatan ini akan dijabarkan sebagai berikut: 1.
Pendekatan kualitatif Pendekatan ini lebih menekankan pada penggambaran variabel secara deskripsi baik dalam bentuk definisi, penjelasan konsep, catatan atau bentuk lainnya yang menggambarkan kondisi lapangan. Dengan pola ini analisa yang digunakan lebih cenderung pemaknaan terhadap kondisi variabel. Pendekatan ini digunakan terhadap proses penyerapan informasi, identifikasi potensi wisata di lokasi studi hingga proses analisa konsepsi ekowisata.
2. Pendekatan kuantitatif Menekankan pada perhitungan data – data yang berupa angka, baik dari proses pendataan sampai dengan proses analisa. Metode analisa data yang digunakan umumnya lebih memiliki ukuran / jawaban yang pasti dari sebuah pertanyaan. Dalam tahap pengumpulan data, data – data kuantitatif yang diambil adalah jumlah penduduk loka yang bekerja dan jumlah tamu yang menginap. d) Teknik Analisis Data Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Deskriptif Kualitatif dimana analisis ini lebih menekankan pada penyimpulan deduktif dan induktif serta menganalisis dinamika antar fenomena yang ada dengan 37
menggunakan logika ilmiah. Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif eksploratif Metode analisis deskriptif ekploratif ini lebih menekankan pada ekplorasi / penggalian informasi secara lebih mendalam dan terfokus pada tujuan hasil analisis yang ingin dicapai. Metode ini digunakan untuk mengidektifikasi potensi ekowisata dan penerapannya yang ada di Eco Lodge Saribuana dari penggambaran mendalam terhadap karakteristik fisik lingkungan, kondisi sosial, management yang ada. Mekanisme kerja dalam penggunaan metode ini lebih kepada proses mendeskripsikan tiap aspek kewilayahan (fisik, sosial, management) yang memiliki / memenuhi unsur keunikan, keindahan dan nilai yang berharga sebagai sebuah daya tarik wisata.
38
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.
Sejarah dan Gambaran Umum Eco Lodge Sarinbuana Norma pertama kali datang dari Australiake Bali pada pertengahan tahun
delapan puluhan, dan kemudian, pada kunjungan keempat pada tahun 1989, ia menyewa tanah dari keluarga lokal dan membangun sebuah bungalo dua lantai dari kayu kelapa
dan bambu. Ini
adalah tempat
persembunyian Norma disurga. Dia
mengambil beberapa bulan cuti setiap tahun untuk datang ke Bali, dan pada tahun 1992, ia menikah dengan Linda, dalam sebuah upacara pernikahan adat Bali. Bersama-sama mereka membayangkan sebuah tempat di mana orang bisa datang dan di ilhami oleh budaya Bali, lahan pertanian subur dan keindahan hutan hujan di Gunung Batukaru. Selama lima tahun berikutnya, mereka mengadakan kursus permakultur dan mengundang siswa internasional, selama intensif dua minggu belajar tentang desain bagi masyarakat berkelanjutan dan produksi pangan yang berkelanjutan.Mereka
menambahkan penginapan yang
lebih, dan
pada
tahun
2000, Norma, Linda dan dua anak laki-laki mereka, Larz dan Oska, pindah secara permanen ke Bali. Selama beberapa tahun berikutnya mereka mengembangkan rumah indah mereka di surge menjadi pondok eko-, mana orang lain bisa datang untuk berbagi pengalaman mereka.
39
Visi di Eco Lodge Sarinbuana adalah untuk menciptakan sebuah ruang yang akan menempatkan nilai pada lingkungan dan menginspirasi orang-orang yang datang ke sini untuk melakukan hal yang sama dalam hidup mereka Dari visi ini dapat terlihat bahwa Eco Lodge Sarinbuana sangat menghargai dan menempatkan lingkungan sebagai hal yang penting dan berusaha untuk menjaga kelestarian lingkungan tersebut dan menginspirasi para wisatawan untuk melakukan hal yang bermanfaat untuk lingkungan disamping menikmati liburan.
4.2.
Akomodasi di Eco Lodge Sarinbuana Eco Lodge Sarinbuana memiliki beberapa jenis akomodasi yang terbuat dari
bahan-bahan alami serta tidak sebanyak kebanyakan hotel lainnya karena lebih berbasis ke alam sehingga tidak memakai banyak lahan untuk membangun bungalows, diantaranya: 4.2.1. Bungalows a)
Orchid Bungalow Indah pribadi & romantis bungalow dengan kayu tangan Bali diukir, terletak di taman organik yang indah dengan pegunungan, pemandangan lembah berhutan dan pagi matahari terbit. Sempurna untuk pasangan, atau Keluarga dengan anak-anak atau satu wisatawan.Dengan kapasitas1 - 2 Orang (plus tempat tidur hari ekstra untuk anak di bawah 10
40
thn).Bungalow ini dikelilingi oleh tropis "hutan Food" subur kakao, kopi, kelapa & buah-buahan hutan.Ini adalah Bungalow paling dekat dengan Restaruant & Yoga Bale Tampilan ke puncak dan malam lampu gunung selatan Bali Beautiful Morning Sunrise. b)
Rumah Manis Bungalow Tenggelam di alam Anda akan bangun dengan suara lagu burung lembut dan matahari terbit yang menakjubkan. Dikelilingi oleh kebun organik tropis dengan pemandangan ke lembah berhutan ke Bali selatan. Didekorasi dengan gaya modern Asia dengan mebel bambu buatan lokal dan kayu. Sempurna untuk pasangan atau stunggal. 1 - 2 Orang (1 tempat tidur tambahan tersedia untuk anak di bawah 12 tahun). Ini adalah bungalow yang paling pribadi kita Besar ditutupi teras luar daerah Pecinta alam & pengamat burung delight Oleh malam - banyak lampu jauh dari Southern Bali Ada tangga menuju bungalow ini, Orchid Bungalow akan lebih cocok bagi mereka dengan masalah dengan tangga Selimut listrik untuk menjaga tempat tidur kering setelah hujan atau kabut.
c)
Jungle Bungalow - Untuk Keluarga atau Teman Sebuah buatan 2 tingkat bungalow unik menetapkan di antara taman tropis kami dengan pemandangan lembah berhutan ke selatan Bali.
41
Sempurna untuk 2 orang, keluarga atau kelompok kecil sampai dengan 5 orang. Ekspansif pemandangan lembah "hutan Food" dari selatan Bali & malam lampu dari beranda Anda Indah Bambu anyaman dinding & kayu lokal 5 tempat tidur gratis Bungalow paling dekat dengan kolam ikan Malam d)
Tree House Bungalow 2 tingkat bungalow indah ini terbuat dari kayu lokal & bambu, memiliki pemandangan lembah berhutan ke Bali selatan dan ke puncak Gunung Batukaru.Sempurna untuk keluarga, teman atau tinggal subur untuk pasangan.2 - 5 Orang. Dekat dengan Restaurant & Yoga Bale Ruang tamu yang luas & daerah Patio Kami hanya bungalow dengan dapur Terpisah daerah lantai atas & bawah hidup Ini adalah bungalow pertama yang dibangun & keluarga kita ORIGINAL rumah Indah ruangan Taman Kamar Mandi
e)
Monkeys Bungalow 1 atau 2 Orang pada anggaran.Sempurna untuk solo travelers, 2 teman atau pasangan dengan anak kecil di bawah 10 yrs old.Pengalaman suasana alami tangan Jawa berusia 80 tahun kami diukir Jati bungalow.Terletak, melihat dari atas kebun sayur organik kami dengan Diselamatkan Sumatera Monkeys Lilly & Rose di dekatnya.Tampilan
42
Patio kebun organik kami.Tidur terbaik telah telah di bungalow ini karena dapat dimatikan untuk kegelapan total.Jika Anda ingin melihat staf harian pembersihan & makan monyet & bekerja di kebun.Jika Anda ingin tinggal di sebuah rumah tua Jawa kayu.Jika Anda pada anggaran ini adalah bungalow- harga terendah kami sehingga anggaran wisatawan juga dapat menikmati pondok kami.Jika total privasi tidak penting bagi Anda. f) Specials -
Single Time (IDR 1.000.000/per night)
-
Romantis Nature Honeymoon Special(3 nights for 2 persons, IDR 7.000.000/ USD$636.00)
-
Family - Escape to Nature 3 nights for 2 persons(IDR 6.900.000/USD$ 627)
-
Family – Escape to nature 3 nights for 4 persons (IDR 8.500.000/USD$ 772.00)
-
Nature and Nurture special 3 nights for 2 persons(IDR 5.300.000/USD$ 482.00)
-
Ex-pat
special
10%
discount
on all
bungalows(Discount
dikhususkan bagi Orang Indonesia yang menetap/bekerja di Indonesia)
43
-
Nature and Nurture special 5 nights for 2 persons(IDR 8.500.000/ USD$ 773.00)
-
Walking special 5 nights for 2 persons(IDR 11.800.000/USD$ 1.073.00)
-
Total & Relax times and get back to nature 7 nights stay at the lodge for 2 persons(IDR 10.500.000/ USD$954.00)
-
Family reunion/friends(IDR 6.000.000/US$550.00) (High season IDR 7.000.000/US$637.00)
4.2.2. Restaurant Eco Lodge Sarinbuanamemiliki Restaurant yang menawarkan breakfast, meals dan special dinner serta eco friendly meals.Sarana utama untuk makanan ramah Eco ini bersumber dari 20 klms kebun mereka yang mengelilingi penginapan ini.Delapan Alasan yang baik untuk menikmati makanan di Lodge. 1. Taste the differences Kebanyakan produk lokal dipanen dalam waktu 12 jam atau dalam waktu 30 menit. Ketika dipanen, produk lokal ini sudah matang, masih segar, dan memiliki rasa yang pas, tidak seperti produk lain di supermarket makanan yang mungkin telah panen beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum diolah/dikonsumsi. 2. Get in Touch with Seasons
44
Ketika Anda makan makanan lokal, Anda akan merasakan bumbubumbu khas lokal. Membuat makanan anda lebih beraroma dan bergizi. 3. Discover New Flavors Pernah mencoba batang pisang? Bagaimana tentang tips memasak pakis muda, buah salak atau daun singkong? Ini hanya beberapa rasa baru yang anda dapat cicipi di sini. 4. Save the World Diet dengan mengkonsumsi lebih sedikit minyak dan gas akan anda dapatkan disini daripada makanan khas negara lain yang dikirim di seluruh pelosok negeri. Kami hanya bisa belajar untuk hidup dengan perubahan iklim global atau mengubah pola makan kita. 5. Give back to the Local economy and Support small farms Dukungan
ekonomi
terhadapmasyarakat
setempat
dengan
menggunakan produk lokal mereka yang mulai berkembang. 6. Be Healthy Makan makanan segar yang sehat dan mengandung lebih banyak vitamin, mineral dan "life force" 7. Have more fun while traveling Cobalah Makan makanan baru yang menyenangkan dan menarik. Dan setelah anda kecanduan makan lokal, maka anda akan sangat 45
ingin menjelajahi dan mencicipi makan lokal kemanapun Anda pergi! 8. Support Seed Varietis Petani lokal adalah mereka yang menjaga banyak varietas benih tradisional agar tetap hidup. Banyak tanaman yang bisa anda coba di Lodge Anda yang mungkin tidak pernah atau jarang akan anda temukan di supermarket.
4.3.
Aktifitas di Eco Lodge Sarinbuana 1. Workshop Untuk workshop, tamu akan diberikan kesempatan untuk memilih sendiri kegiatan apa yang akan mereka lakukan selama mereka berada di Bungalows untuk mengisi waktu luang mereka. Banyaknya kegiatan workshop yang ada di Eco Lodge Sarinbuanamembuat para tamu tidak cepat bosan serta mendapatkan pengalaman baru selama berada di bungalows ini. Kegiatan workshop antara lain: -
Balinese Cooking Class Price (IDR.100,000 (per person) - Guest favorite
-
Balinese Caligraphy (Price IDR 100,000 (per person)
-
Balinese Ceremonial Custome (Price IDR 100,000 (per person)
46
-
Balinese Table Decoration (Pajegan Bunga) (Price IDR 100,000 (per person)
-
Balinese Massage Instruction Price IDR 200,000 (per person)
-
Traditional Medicine and Balinese Healing Plants Price IDR 200,000 (per person)
-
Traditional Balinese Carving Price IDR 350,000 (per person)
-
Basic Indonesians Language Price IDR 100,000 (per person)
-
Balinese Temple Offering (Canangsari) Price IDR 100,000 (per person)
-
Traditional Balinese Instrument Instructions Price IDR 250,000 (per person)
-
Yoga (Depends on the private yoga master)
-
Permaculture Price IDR 1.500,000 (per person)
2. Treks and walks -
Garden Tour (1 jam)
-
Temple Walk (2-3 jam)
-
Rainforest Walk (3 jam)
-
Rice field Walk (3 jam)
-
Summit (Mt. Batukaru) (6-7 jam)
-
Blimbing (4 jam)
3. Mountain Bikers
47
Perjalanan dari bawah Gunung Batukaru sampai ke sebuah pantai. 4. Day tours dan Motorbikes
48
5. Massage -
Relaxing and Therapelutic Organic Massage
-
New Night Massage
6. Cultural -
Join Local ceremonies
-
Meet the locals and Try a locally grown organic coffee
-
Library and Games
7. Birdwatching -
Birdwatching walk
-
Bali Starling Breeding Program at the Lodge
8. For Children -
Animal feeding
-
Workshop
49
-
Walks and Treks
-
Torch light fish pond
-
Waterhole
-
Bend making
-
Child and baby minding
-
Free organic garden tour
-
Weekly soccer in the village
-
Games, toys and books
-
Internet
9. Animal Feeding Memberi makan hewan peliharaan yang ada di Eco Lodge Sarinbuana mulai dari jam 8 pagi – 4 sore, jenis hewan yang disediakan adalah Fish ponds - one with turtles, Guinea Pigs, Rabbits, Rescued Monkeys - Lilly, Rose, Kylie and Nut. 10. Meet the monkeys Eco Lodge Sarinbuana memiliki 4 monyet yang diselamatkan (2 kera ekor panjang dari Bali & 2 Kera ekor pendek dari Sumatera). Tiga
50
diantaranya merupakan monyet tua yang telah dibesarkan sebagai hewan peliharaan oleh orang Bali sejak mereka masih bayi.Eco Lodge Sarinbuana juga memiliki 1 monyet muda yang diambil dari induknya, yang dibeli oleh seorang turis asing dari pasar burung Denpasar. Keempat monyet tersebut ditemukan dalam kondisi kesehatan yang cukup memprihatinkan dan membelinya dari pemilik lokal mereka untuk menawarkan kepada mereka kehidupan yang lebih baik.Para tamu dipersilakan untuk menghabiskan waktu dengan monyet, mereka semua memiliki karakter yang unik mereka sendiri. Dengan catatan: monyet sangat sensitif - jika Anda tidak menunjukkan kelembutan anda kepada mereka maka mereka akan menjadi takut atau agresif, namun jika sebaliknya mereka akan merespon dengan getaran kasih. 11. Yoga Bale bambu kami yang indah dinaikkan ke puncak sebuah pohon, dikelilingi oleh alam &terletak di pondok pribadi.Dibuat dari bambu raksasa & kayu lokal, lantai yang diminyaki dengan minyak tung alami. Dari tempat pelatihan yoga ini juga, tamu dapat melihat Sunrise sekitar pukul 06:15 pagi.
51
4.4.
Implementasi Ekowisata Perspektif Tri Hita Karana di Eco Lodge Sarinbuana Penerapan ekowisata perspektif Tri Hita Karana telah diterapkan di Saribuana
Eco lodge yaitu pada masing-masing aspek sebagai berikut : 1. Aspek Parahyangan Aspek Parahyangan merupakan ekspresi dari hubungan manusia dengan lingkungan spiritual sekaligus merupakan refleksi dari hakikat manusia sebagai makhluk homo religious, yaitu makhluk yang memiliki keyakinan akan adanya kekuasaan adikodrati atau super natural. Sebaga salah satu mencapai kesejahteraan hidup, manusia senantiasa berusaha menjaga interaksi yang harmonis dengan lingkungan spiritual. Eco Lodge Sarinbuana mengekspresikan aspek parahyangan ini dengan cara memberikan kesempatan ijin kepada karyawan disaat ada upacara keagamaan di desa, dan melaksakan persembahyangan bersama saat ada piodalan di pura Eco Lodge Sarinbuana sendiri. Seluruh aktifitas yang berhubungan dengan upacara piodalan dilaksanakan oleh pegawai dan desa setempat dimana seluruh kelengkapan upacara didapatkan dengan cara membeli kepada masyarakat sekitarnya. Begitu juga dengan pendeta (pemangku)
menggunakan
pemangku
setempat.Selain
itu
juga
melaksanakan tirtayatra bersama karyawan dan keluarga sehingga menambah harmonisasi dengan Tuhan. 2. Aspek Pawongan 52
Dalam mewujudkan visinya, Eco Lodge Sarinbuana sangat berperan aktif dalam mendukung dan memberikan kontribusinya terhadap lingkungan disekitarnya.Sebisa mungkin mempekerjakan staf lokal dengan upah yang adil, berperan aktif dalam pertemuan desa/pemerintah, dan memberikan informasi mengenai ekowisata kepada semua yang terlibat dalam kegiatan Eco Lodge Sarinbuana, merupakan beberapa usaha yang dilakukan pihak pengelola dalam memperhatikan pengelolaan lingkungan sosial. Pihak pengelola ingin menanamkan kepada setiap tamu, staf dan pengunjung tentang pentingnya nilai dari ekosistem yang sehat agar dapat menikmati daerah tanpa menimbulkan dampak negatif yang besar bagi alam dan manusia. Pihak pengelola Eco Lodge Sarinbuana lebih berkonsentrasi untuk memberikan kontribusi terhadap ekonomi lokal dan membantu menunjukkan ekowisata sebagai cara jangka panjang yang lebih berkelanjutan untuk mendapatkan penghasilan daripada menghancurkan atau mengubah habitat untuk keuntungan jangka pendek. Oleh karena itu, lingkungan sosial merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga kesinambungan eco lodge itu sendiri, hal-hal yang sangat diperhatikan adalah: a) Staff dan Pelatihan Staff Pihak pengelola Saribuana Eco Lodge, hanya memilik 13 pegawai tetap dan 16 pekerja paruh waktu.Namun, semua pegawai yang bekerja merupakan penduduk lokal dan juga digaji lebih tinggi 53
daripada standar gaji yang diberikan oleh pihak pemerintah.Sebagai salah satu bentuk kepedulian dan juga toleransi budaya, pihak pengelola menutup penginapan 2 kali setahun dan juga memberikan kebebasan bagi para staff untuk memilih hari kerja mereka sendiri agar bisa menghadari upacara.Beberapa pelatihan bagi masyarakat setempat juga telah dilakukan oleh pihak pengelola, diantaranya melatih 5 orang desa setempat & perempuan untuk menjadi pemandu trekking, menyelesaikan pertolongan pertama & lokakarya lingkungan yang dibiayai per perjalanan. Selain itu, pihak pengelola telah melatih 5 wanita setempat untuk berlatih pijat dan mempekerjakan guru untuk mengajar menari setiap minggu anak usia 5-12 tahun. Untuk menambah pengetahuan para staff, para staff dianjurkan membaca buku mengenai ekowisata, pariwisata berkelanjutan, dan juga para staff bebas mengakses internet untuk menambah pengetahuan mereka. b) Proyek yang di sponsori Eco Lodge Sarinbuana mempunyai cukup banyak proyek yang disponsori, baik itu yang sudah berjalan maupun yang sedang berjalan saat ini, seperti futsal bagi anak – anak dan remaja, kelas tari bali bagi anak – anak, kelas bahasa inggris untuk anak dibawah 12 tahun, beasiswa universitas selama 4 tahun, pembibitan burung jalak bali, pemeliharan sekolah, penanaman pohon di hutan hujan Batukaru, pengambilan dan pembuangan sampah yang dilakukan bersama 54
dengan hotel lainnya, dan juga arjo (kelompok drama spritual).Sejak 2011, Eco Lodge Sarinbuana juga rutin memberikan bantuan bagi sekolah berupa pembelian tangki air, membayar office boy untuk membersihkan sekolah sehari – hari, memperbaiki jendela yang pecah, menyediakan sabun dan peralatan kebersihan, mengecat interior kelas 1,2&3, membuat tanda sekolah di pintu masuk, memperbaiki dan mengecat ruang kelas bahasa inggris, dan juga memberikan buku pelajaran. c) Menghormati budaya lokal dan mendukung pembangunan daerah Jika tidak ada kerjasama yang baik antara penduduk lokal, pemerintah daerah, dan juga pihak pengelola Eco Lodge Sarinbuana, tentunya bisnis penginapan ini tidak akan berjalan dengan baik. Selain bisnis ini telah disetujui oleh pemilik tanah adat, masyarakat setempat dan pemerintah daerah, Eco Lodge Sarinbuana juga memberikan informasi kepada setiap tamu tentang gaya berpakaian yang tepat untuk disesuaikan dengan penduduk lokal setempat. Bentuk lain dukungan terhadap budaya lokal adalah dengan hanya menggunakan layanan lokal dan juga memberikan donasi dari pendapatan trekking, guna meningkatkan dan mengembangkan trek hutan hujan. d) Komitmen untuk perbaikan terus menerus Eco Lodge Sarinbuana terus berupaya untuk tetap up to date dengan mengajarkan berbagai keterampilan baru untuk para staf dari 55
hari ke hari.Pertemuan teratur dengan para staf, juga rutin dilakukan untuk membicarakan tentang hal – hal yang perlu diperbaiki lagi.Selain itu pihak pengelola memberikan kebebasan bagi para tamu untuk memberikan umpan balik bagi pengelola baik melalui formulir maupun lisan.
3. Aspek Palemahan Eco Lodge Sarinbuanaterletak di daerah pedesaan yang sangat dekat dengan alam, dan secara signifikan tidak dipengaruhi oleh sebuah situs kota yang begitu ramai, kebisingan lalu lintas, atau asap kendaraan.Dalam pengelolaan lingkungan
Eco
Lodge Sarinbuana
menggunakan strategi pengelolaan lahan dan sistem yang melindungi lingkungan dari pencemaran dan kerusakan serta menggunakan sistem pengelolaan limbah berkelanjutan, hal ini dapat dilihat dari peraturan yang dibuat oleh pihak pengelola bagi para tamu yang ingin menginap di Eco Lodge Sarinbuanadimana para tamu harus menjadi “tamu eco/ eco guests” agar sisa bahan kimia dari limbah cair yang dibawa aman bagi lingkungan. meminimalkan penggunaan bahan kimia beracun atau non-biodegradable (zat atau benda yang mampu diurai oleh bakteri atau organisme hidup lainnya.), biasanya terdapat pada pembalut wanita dan popok bayi, jika para tamu membawa bayi saat berlibur.
56
Eco
Lodge
Sarinbuana
juga
menggunakanlangkah-langkah
penghematan air, air keperluan mandi, laudry, mencuci piring, menyiram tanaman pun dipakai secukupnya, untuk menyiram tanaman Eco Lodge Sarinbuana menggunakan limbah cair daur ulang yang sudah dibersihkan dengan system penguraian air sehingga aman bagi lingkungan dan tumbuh-tumbuhan sekitar. Sedangkan untuk limbah padat dari sisa makanan didaur ulang kembali sehingga dapat di gunakan bagi keperluan pengeloaan lingkungan.Seperti kompos/pupuk bagi tanaman serta menjadi makanan sehat bagi ternak peliharaan mereka. Setiap tahun Eco Lodge Sarinbuana menanam tanaman lokal dikebun mereka sendiri, mendukung keanekaragaman hayati, melindungi fauna dan flora asli setempat seperti jalak bali dan monyet-monyet yang diselamatkan. Eco Lodge Sarinbuana sendiri tidak menggunakan bahan kimia dalam sistem produksi pangan, sehingga makanan berupa sayuran dan buah-buahan bebas dari bahan pestisida berbahaya dan aman untuk dikonsumsi. Dalam hal ini Eco Lodge Sarinbuana menerapkan sistem pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan alam sekitar, dimana Penginapan Eco Lodge Sarinbuana menyediakan maksimal 20 kamar dan bangunan kurang dari 1/3 dari keseluruhan luas lahan, serta bangunan Penginapan Eco Lodge Sarinbuana mencerminkan desain tradional. Bangunan mencerminkan desain tradisional yang di maksud adalah dengan menggunakan desain tradisional Bali. Untuk membangun 57
Penginapan dengan desain tradisonal Bali maka Eco Lodge Sarinbuana menggunakan kayu lokal yaitu bambu, kelapa dan kayu nangka, bambu digunakan untuk kekuatan structural di dinding Kitchen dan Restaurant, Sky lampu, ubin kaca untuk cahaya alami,dan ubin lantai alami. Tidak hanya bangunan yang berbasis pembangunan berkelanjutan (ramah lingkungan), tetapi kebutuhan rumah tangga juga berbasis pembangunan berkelanjutan yang menggunakan bahan-bahan pembersih alami, seperti Produk pembersih alami di kamar, bamboo sheets dan bantal khusus, sabun alami yang diproduksi secara lokal, hemat energi dan lampu LED di seluruh property, Mesin cuci frontloading untuk mengurangi konsumsi air, sunlight alam dan pengering gas untuk mengeringkan pakaian (Hanya bila diperlukan), sabun cuci diberi wewangian alami, semprot minyak esensial alami untuk penyegar ruangan,memproses air minum mineral untuk konsumsi di filter UV, mengganti handuk hanya ketika tamu meminta atau setiap 3 hari, Recycle, Re-use dan Kompos, dan semua rangkaian bunga untuk kamar dan restoran berasal hanya dari kebun yang dimiliki oleh pihak Penginapan Eco Lodge Sarinbuana. Selain penghematan energy menggunakan lampu LED disetiap property, mesin cuci frontloading dan pengering gas untuk mengeringkan pakaian. Penginapan Eco Lodge Sarinbuana juga menggunakan energy listrik yang dibatasi dengan maksimal 7.200 watt, menggunakan obor 58
kamar rechargeable, menggunakan gas alam untuk memasak, dan pihak pengelola juga menghimbau para tamu untuk mematikan lampu mereka ketika tidak digunakan. Penginapan Eco Lodge Sarinbuana hanya menggunakan bahan makanan dan minuman lokal dan alami, seperti Buah-buahan, rempahrempah dan sayuran yang dipanen dari kebun organic yang dimiliki pihak penginapan, Fokus pada hidangan tradisional lokal Bali, Herbal dan rempah-rempah organik untuk membuat makanan, tidak ada MSG dalam makanan, Menggunakan hasil olahan lokal (kopi, gula aren, vanili & kelapa), Menggunakan bahan-bahan alami untuk minum, tidak ada sedotan plastik, Mineral water berasal dari mata air pegunungan Batukaru hanya untuk membersihkan piring dan peralatan makanan lainnya, makanan eco friendlyjuga tersedia, Beras organik (bila tersedia), dan Minyak dapur daur ulang digunakan untuk penerangan meja restoran. Bahan makanan dan minuman impor pun di batasi oleh pengelola Penginapan Eco Lodge Sarinbuana.
4.5.
Implementasi Prinsip Ekowisata di Eco Lodge Sarinbuana Menurut Eco Lodge Sarinbuana, mereka mendefinisikan Eco Lodge sebagai
suatu tempat yang mana antara bangunan, lingkungan alam, dan lingkungan sosial memiliki hubungan yang berkelanjutan. Berikut penjelasan mengenai masing – masing elemen : 59
1. Natural Environment -
Eco Lodge memang seharusnya terletak di daerah yang masih alami, misak daerah pedesaan yang jauh dari kota, kebisingan lalu lintas dan memiliki jarak yang sangat dekat dengan alam sekitar
-
Menggunakan sistem pengolahan lahan yamg melindungi lingkungan dari degradasi dan polusi
-
Menggunakan sistem pengolahan sampah yang berkelanjutan
-
Menerapkan tahap – tahap / langkah – langkah dalam mengehemat penggunaan air
-
Seminimal mungkin menggunakan atau menghindari pemakaian bahan kimia beracun atau non biodegradable chemicals
-
Memiliki bahan makanan yang organic yang digunakan sebagai bahan makanan untuk tamu
-
Mendukung keanekaragaman hayati
-
Melindungi flora dan fauna yang asli
-
Tidak ada bahan pangan yang berbahan kimia yang digunakan dalam sistem produksi pangan
Berdasarkan hal tersebut diatas Eco Lodge Sarinbuana telah melaksanakan prinsip konservasi dimana Eco Lodge Sarinbuana terletak di kaki Gunung Batukaru dan terpencil sangat jauh dari keramaian dan keberadaannya penuh dengan tanaman seperti berada dalam hutan sehingga dapat dikatakan tidak ada polusi udara. Eco Lodge Sarinbuana juga mendukung 60
pelestarian keaneragaman hayati maupun flora dan faunanya.Disamping itu makanan yang disediakan adalah makanan organic yang diambil/di petik langsung dari kebun(Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Tanaman organic hasil pembibitan Eco Lodge Sarinbuana (Sumber : Hasil penelitian 2015)
Tanaman organic ini sifat penanamannya menggunakan pupuk organic bahkan dari kompos yang diolah sendiri (Gambar 4.2).
Gambar 4.2. Kompos hasil pengolahan di Eco Lodge Sarinbuana (Sumber : Hasil penelitian 2015)
61
Selain pengomposan organic seluruh IPAL dari masing-masing setiap lodge di buat bertingkat dan tingkat yang terakhir dibuatkan penyerapan ke dalam tanah. 2. Built Environment -
Dalam proses pembersihan menggunakan bahan – bahan yang alami
-
Menggunakan bahan material produk lokal yang berkelanjutan dalam membangun.
-
Ukurannya tidak besar, hanya berkapasitas kurang dari 20 kamar
-
Terus melakukan penghematan energi dan menggunakan energy – energy terbaru jika mungkin.
-
Bangunan yang dibangun selaras dengan alam sekitarnya
-
Bangunan memakai kurang dari 1/3 dari luas lahan keseluruhan
-
Bangunan mencerminkan desain tradisional
-
Mendaur ulang sampah organik dan sebisa mungkin mengolah sampah non organic
-
Memiliki sistem di tempat untuk mengimbangi karbon
Bangunan yang ada di Eco Lodge Sarinbuana hampir semua menggunakan bahan alami dan produk local dari desa sekitarnya serta desainnya mencerminkan desain tradisional (Gambar 4.3).
62
Gambar 4.3. Bangunan untuk Yoga (Sumber : hasil penelitian 2015)
Sarinbuana melakukan daur ulang terhadap sampah organic tidak hanya di lodge namun juga bagi seluruh desa. Program yang dilakukan oleh manajemen Sarinbuana yaitu dengan mengajak sekolah yang ada di desa dengan cara mengumpulkan seluruh sampah plastik yang ada yang dikumpulkan dimasing-masing sekolah yang kemudian diangkut sebulan sekali untuk di daur ulang.Pengomposan dan pendaur ulang sampah merupakan salah satu prinsip edukasi kepada karyawan dan masyarakat. 3. Sosial Environment -
Sebisa mungkin hanya mempekerjakan staff yang lokal atau berasal dari penduduk setempat
63
-
Melatih dan mempekerjakan staff lokal dengan bayaran upah yang adil dan sesuai
-
Memberitahu tamu, staf dan pengunjung pentingnya dan nilai dari sebuah ekosistem yang sehat dan menjelaskan cara terbaik untuk menikmati daerah tanpa menimbulkan dampak negatif.
-
Memberi
kontribusi
terhadap
ekonomi
lokal
dan
membantu
menunjukkan bahwa ekowisata lebih bermanfaat untuk mendapatkan penghasilan dan bertahan jangka panjang daripada mencari penghasilan dengan cara menghancurkan sumber daya dan mengubah habitat dimana hanya untuk keuntungan jangka pendek. -
Terlibat dalam proyek – proyek komunitas sosial dan lingkungan
-
Menyoroti dan menyelaraskan dengan budaya local
Sesuai
dengan
prinsip
pemberdayaan
masyarakat,
Sarinbuana
mempekerjakan masyarakat local dari berbagai desa sekitar Sarinbuana dan memiliki guide local yang selalu dikerjakan bilamana ada tamu ingin melakukan aktifitas trekking maupun cycling. Dari hasil pembayaran trekking tamu digunakan untuk memperbaiki jalan-jalan yang ada di sekitarnya bahkan digunakan untuk penanaman pohon.Hal ini sangat bermanfaat untuk kemajuan desa baik dari segi ekonomi maupun social.
4.6.
Program
Ramah Lingkungan yang Diterapkan di Eco Lodge
Sarinbuana 64
Walaupun Sarinbuana merupakan bisnis pariwisata yang berskala kecil, namun bisnis ini juga menghasilkan karbon dan tertinggal di alam.Tamu – tamu yang datang berkunjung ke Eco Lodge Sarinbuana dan pergi juga meninggalkan karbon yang dihasilkannya.Karena hal ini Sarinbuana menyiapkan program – program yang dapat digunakan oleh tamu untuk memotong emisi karbon yang dihasilkannya setelah melakukan perjalanan yang panjang dari luar negeri.Seperti yang kita tahu bahwa karbon yang berlebihan merupakan salah satu unsur yang dapat menyebabkan pemanasan global jika tidak diimbangi oleh hal yang dapat menyeimbangkannya yaitu pohon. Berikut adalah program – program yang disediakan oleh Eco Lodge Sarinbuana : a. Carbon Offset for Guest Para tamu yang datang diberikan kesempatan untuk berkontribusi kepada lingkungan sekitar, yatu dengan menanam pohon asli yang berasal dari daerah disana. Pohon yang ditanam akan membantu alam dan tentu saja dapat memotong emisi karbon yang dibawanya setelah bepergian jauh dari luar negeri. b. Eco Lodge Carbon Offset Eco Lodge Sarinbuana telah menanam lebih dari 100 pohon asli hutan hujan yang mana hal ini dapat meningkatkan persediaan makanan bagi burung lokal, kelelawar, kupu – kupu dan saat yang sama juga dapat memotong emisi karbon yang juga dihasilkan oleh bisnis Eco Lodge ini.
65
Konservasi alam dan rehabilitasi merupakan hal yang sangat diprioritaskan bagi Eco Lodge Sarinbuana.Mereka fokus untuk menanam pohon yang menghasilkan buah yang mana hal ini dapat meningkatkan persediaan makanan bagi satwa liar yang hidup di Taman Nasional Gunung Batukaru.Selain itu fokus mereka pada program ini adalah pada daerah yang sudah kritis.
4.7.
Hal yang Dilakukan Manajemen Sarinbuana Sebagai Bisnis Pariwisata yang Ramah Lingkungan Selain terus – menerus menerapkan bisnis pariwisata yang ramah lingkungan
dan mengajak para wisatawan untuk berwisata sekaligus peduli terhadap lingkungan dan mengurangi pemanasan global, manajemen Sarinbuana juga menerapkan sistem yang ramah lingkungan dalam meneruskan bisnis ini sehingga keuntungan yang didapat tidak hanya unntuk jangka pendek namun juga untuk jangka panjang. Berikut cara atau langkah – langkah mengimplementasikan sistem yang ramah lingkungan tersebut. a. Housekeeping Tentu saja dalam dunia perhotelan housekeeping sangat berperan penting dalam menjaga kebersihan hotel sperti kamar dan public area namun bahan – bahan yang digunakan biasanya berdampak kepada lingkungan, namun manajemen Sarinbuana sebisa mungkin menghindari hal tersebut. Berikut cara – cara yang dipakai manajemen Sarinbuana :
66
-
Sarinbuana hanya menggunakan bahan alami sebagai produk pembersih
-
Minyak Eucalyptus sebagai pembersih lantai dan toilet
-
Baking soda untuk membersihkan wastafel dan toilet
-
Menggunakan minyak tung ( minyak nabati yang berasal dari biji aleuritus cordata) untuk mebel kayu
-
Koran untuk membersihkan jendela
-
Penyegar ruangan alami yang berasal dari minyak essensial
-
Menggunakan sabun cair yang diproduksi oleh warga setempat (produk lokal )
-
Sarinbuana membuat sendiri obat cuci alami yang digunakan untuk mencuci handuk pakaian, sprei
-
Obat penolak serangga juga dibuat secara alami yang diproduksi secara lokal
-
Bamboo kertas untuk kartu bisnis dan informasi ruang
b. Infrastruktur Bangunan -
Bangunan Sarinbuana dirancang agar
mempunyai dampak
seminimal mungkin terhadap lingkungan -
Bangunan ditempatkan selaras dengan kontur alami tanah
-
Yang mengerjakan hanya pengrajin lokal, dan bangunan di desain sesuai dengan adat tradisional bali dan dengan teknik tradisional
67
-
Kayu yang digunakan berasal dari bahan lokal. Misalnya kayu pohon kopi dan kayu pohon nangka yang digunakan untuk meubel
-
Bamboo digunakan untuk memperkuat dinding bagian dapur dan bagian lainnya dan bukan bahan dari baja
-
Genteng kaca untuk pencahayaan secara alami
-
Untuk strukturnya digunakan kayu kelapa lokal
-
Lantai dibuat dari ubin terakota lokak
c. Bagian Dapur -
Buah – buahan, rempah – rempah, dan sayuran dipanen dari kebun organik sendiri
-
Sarinbuana mempromosikan makanan tradisional dan dimasak direstaurant.
-
Tanaman herbal dari kebun digunakan untuk membuat the dan saus
-
Sarinbuana tidak menggunakan MSG dalam memasak makanan
-
Menggunakan bahan alami untuk tatakan gelas
-
Tidak ada palstik sedotan
-
Mata air pegunungan diproses untuk air minum
-
Telur bersumber dari peternakan lokal
-
Roti, es krim dan yoghurt merupakan produksi rumahan
d. In the Gardens
68
-
Permaculture Principals including Edible Landscaping and Organic methods and practices
-
use organic fertilisers on our property
-
Re use of grey and black water via waste water gardens
-
Composting
e. Menggunakan Lingkungan Sebagai Prinsip -
Berkomitmen untuk meningkatkan bukan menurunkan fungsi alam kita
-
Menanam pohon, yang digunakan sebagai persediaan makanan bagi satwa yang ada didalamnya.
-
Tidak membakar sampah
-
Tidak ada bahan kimia yang digunakan di kebun
f. Efisiensi Penggunaan Energi -
Mendorong tamu untuk mematikan lampu mereka ketika tidak digunakan
-
Menggunakan pencahayaan LED dan bola lampu hemat energy diseluruh property
-
Menggunakan gas alam untuk memasak
-
Tidak menggunakan mesin pengering dalam mengeringkan pakaian tetapi menggunakan energy matahari
g. Bertanggung Jawab dalam Pengelolaan Sampah
69
-
Tidak ada limbah yang dibuang semabrangan ke daerah lingkungan sekitar
-
Item pembersih biodegradable, kompatibel dengan pengolahan air limbah biologis yang digunakan di kamar tamu, dapur dan laundry
-
Merecycle botol kaca, plastic, kaleng aluminium
-
Semua limbah organic dijadikan sebagai kompos termasuk kertas dan kemasan karton
-
Sampah non daur ulang dibawa ke TPA
-
Sarinbuana memiliki kebijakan “ tidak membakar sampah”
Itulah beberapa kebijakan manajemen Sarinbuana dalam mengembangkan bisnis pariwisata yang peduli lingkungan. Hal – hal yang sudah dijelaskan tersebut tentu saja sangat membantu dalam mengurangi pemanasan global, khususnya di bali, walupun hanya sebagian kecil wilayah bali, namun jika diterapkan terus menerus dan juga diterapkan diseluruh bisnis pariwisata khususnya bisnis akomodasi maka keuntungan yang didapat juga akan berkelanjutan bukan hanya untuk jangka waktu yang pendek. Selain itu alam di Bali juga terlindungi dan tidak rusak, dampak positif yang dihasilkan juga sangat besar, terhadap sektor ekonomi, soial budaya, lingkungan alam.
4.8.
Implikasi konsepsi Ekowisata berlandaskan Tri Hita Karana di Eco Lodge Saribuana Bali terhadap karyawan serta masyarakat sekitarnya
70
Konsep Ekowisata berlandaskan Tri Hita Karana sangat dirasakan oleh karyawan dan masayarakat sekitarnya.Karyawan Eco Lodge Sarinbuana berasal dari beberapa desa yang ada di sekitar Eco Lodge, diantaranya Desa Gempinis, Desa Gunung Salah, Desa Biyahan, Desa Saribuana, Desa Wanagiri dan Banjar Anyar. Seluruh pegawai mendapatkan gaji yang melebihi upah minimum rata-rata (UMR).Dengan adanya Saribuana Eco Lodge perekonomian masyarakat semakin meningkat dan fasilitas baik sekolah maupun pura mendapatkan perhatian yang tinggi dari manajemen.Selain itu akses yang tersedia diperbaiki bahkan yang pada awalnya belum terdapat akses menuju ke beberapa desa, Eco Lodge Sarinbuana membangun beberapa jalan setapak yang dapat dilalui oleh masayarakat.Selain mendapatkan gaji, karyawan juga mendapatkan fasilitas kesehatan.Bilamana karyawan mengalami musibah atau kedukaan manajemen Sarinbuana juga memberikan sumbangan berupa uang kepada karyawan atau keluarga karyawan yang sedang mengalami musibah atau kedukaan. Selain
dirasakan
oleh
karyawan,
manfaat
keberadaan
Eco
Lodge
Sarinbuanajuga dirasakan oleh masyarakat sekitarnya baik bangunan fisik maupun jasa sosialnya.Jalan-jalan setapak banyak dibangun dan diperbaiki oleh manajemen Sarinbuana yang memang aksesnya sangat sulit karena lokasinya yang sangat jauh.Selain jalan setapak pihak manajemen juga memberikan bantuan di pura jika desa melakukan perbaikin terhadap pura setempat.
71
Tidak hanya bangunan fisik yang di bantu oleh Sarinbuana tapi juga masalah sekolah yang kekurangan guru pengajar. Sarinbuana berinisiatif mencarikan guru pengajar supaya murid-murid dapat menerima pelajaran dengan baik.Di salah satu sekolah yang terdapat di Desa Biyahan hanya memiliki dua orang guru lalu manajemen mencarikan guru sekaligus memberikan gaji kepada guru tersebut untuk dapat mengajar di sekolah tersebut.Karena akses jalan yang sulit dan letak yang sangat jauh terkadang menjadi kendala bagi guru.Manajemen Sarinbuana juga mengajarkan kepada masyarakat untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan dan mengumpulkan sampah platik di seluruh desa.Sampah platik yang dikumpulkan oleh masyarakat diangkut setiap bulan sekali.Sarinbuana
juga
mengajarkan
kepada
masyarakat
untuk
melakukan
pengomposan dauh-daun kering yang ada di sekitar kebun mereka sehingga nantinya dapat bermanfaat untuk kebun.
72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada Bab V, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Konsepsi Ekowisata Perspektif Tri Hita Karana yang telah diterapkan di Eco Lodge Sarinbuana dalam bidang Parahyangan adalah memberikan kesempatan kepada karyawan untuk melaksanakan upacara keagaaman di desa., melakukan tirtayatra bersama seluruh karyawan dan keluarga. Dalam bidang Pawongan Eco Lodge Sarinbuana sangat berperan aktif dalam mendukung dan memberikan kontribusinya terhadap lingkungan disekitarnya. Sebisa mungkin mempekerjakan staf lokal dengan upah yang adil, berperan aktif dalam pertemuan desa/pemerintah, dan memberikan informasi mengenai ekowisata kepada semua yang terlibat dalam kegiatan Sarinbuana Eco Lodge, merupakan beberapa usaha yang dilakukan pihak pengelola dalam memperhatikan pengelolaan lingkungan sosial. Pihak pengelola ingin menanamkan kepada setiap tamu, staf dan pengunjung tentang pentingnya nilai dari ekosistem yang sehat agar dapat menikmati daerah tanpa menimbulkan dampak negatif yang besar bagi alam dan manusia. Pihak pengelola Eco Lodge Sarinbuana lebih berkonsentrasi untuk memberikan kontribusi terhadap ekonomi lokal dan membantu menunjukkan ekowisata
73
sebagai cara jangka panjang yang lebih berkelanjutan untuk mendapatkan penghasilan daripada
menghancurkan atau mengubah habitat
untuk
keuntungan jangka pendek. Oleh karena itu, lingkungan sosial merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga kesinambungan eco lodge itu sendiri. Bidang Palemahan Eco Lodge Sarinbuana menggunakan strategi pengelolaan lahan dan sistem yang melindungi lingkungan dari pencemaran dan kerusakan serta menggunakan sistem pengelolaan limbah berkelanjutan, hal ini dapat dilihat dari peraturan yang dibuat oleh pihak pengelola bagi para tamu yang ingin menginap di Eco Lodge Sarinbuana dimana para tamu harus menjadi “tamu eco/ eco guests” agar sisa bahan kimia dari limbah cair yang dibawa aman bagi lingkungan. meminimalkan penggunaan bahan kimia beracun atau non-biodegradable (zat atau benda yang mampu diurai oleh bakteri atau organisme hidup lainnya.), biasanya terdapat pada pembalut wanita dan popok bayi, jika para tamu membawa bayi saat berlibur. 2. Eco Lodge Sarinbuana Bali telah menerapkan prinsip-prinsip ekowisata yang meliputi prinsip edukasi, konservasi dan pemberdayaan masyarakat. Prinsip konservasi yang dilakukan adalah melakukan penanaman pohon di sekira kaki Gunung Batukaru yang berasal dari donasi wisatawan yang menginap di Eco Lodge Sarinbuana. Prinsip edukasi hal ini dapat dibedakan edukasi terhadap karyawan, tamu dan masyarakat. Edukasi yang dilakukan adalah mengadakan pelatihan-pelatihan
yang
berhubungan dengan pelestarian alam dan
lingkungan. Prinsip pemberdayaan masyarakat adalah menerima produk hasil 74
kebun masayarakat yang dipakai di Eco Lodge Sarinbuana sebagai makanan di restaurannya bahkan sebagai souvenir seperti contohnya produk kopi bubuk. 3. Ekowisata berlandaskan Tri Hita Karana di Eco Lodge Sarinbuana sangat dirasakan manfaatnya oleh karyawan serta masyarakat sekitarnya. Perubahan mata pencaharian dari petani menjadi pegawai sehingga meningkatkan perekonomian masyarakat. Meningkatnya perekonomian dapat meningkatkan kesejateraan karyawan dan masyarakat.
Saran 1. Bagi pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan agar memperbaiki akses jalan-jalan yang menuju daerah pedesaan maupun pegunungan. 2. Bagi pihak Sarinbuana Eco Lodge agar memberikan tanda atau penunjuk arah menuju Lodge sehingga sangat memudahkan penemuan lokasi kareka akses signal yang sangat terbatas dan daerahnya masih tergolong hutan. 3. Bagi masyarakat agar lebih mengembangkan kesadaran dalam menjaga kelestarian alam yang ada di sekitarnya.
75
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Manual for Ecolodge Planning, design and Operation. United State Agency for International Development. Collins, William. 2012. Collins English Dictionary digital edition. Harper Collin Publisher. (http://dictionary.reference.com/browse/ecolodge diunduh tgl 2 mei 2015 jam 10.02 wita) Dalem, AAGR. 2002. Ekowisata: Konsep dan Implementasinyadi Bali. Jurnal Ilmiah Dinamika Kebudayaan Vol IV No. 3 Denpasar. LPM Universitas Udayana. Darmanik, J dan Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata, Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta. Andi Offset. Fandeli, C. dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Fennell, David A. 2003. Ecotouism an Introduction. London : Routledge. Heddy, Suwasona, B.Soemitro & Sardjono Soekartomo. 1989. Pengantar Ekologi. Jakarta: Rajawali Higham, James. 2007. Critical Issues in Ecotourism, Understanding a Complex Tourism Phenomenon. USA: Elsevier, Ltd. Irwan, Zoer’aini Djamai. 2005. Tantangan Lingkungan & Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT. Bumi Aksara Kristanto, Philip. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Penerbit Andi Kurnianto, Iman R., 2008. Pengembangan Ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal, Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro. Page, S.J and Dowling, R.K. 2002. Ecotourism. Harlow: Prentice Hall. Pujaastawa, I.B.G. 2002. “Kearifan Ekologi dalam Kebudayaan Tradisional di Indonesia”. Dalam Bumi Lestari; Jurnal Lingkungan Hidup. Volume 2, Nomor 2, Agustus 2002. Halaman 29 – 36. Denpasar: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Unud. Suryawan, Ida Bagus. 2012. Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata di Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga Tabanan. Thesis. Denpasar. Universitas Udayana.
76
Soerjani, Moh, dkk. 1987. “Lingkungan : Sumberdaya Alam Dan Kependudukan Dalam Pembangunan”. Jakarta : Universitas Indonesia Yoeti, Oka.A. 2000. Ekowisata, Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup. Jakarta, PT. Pertja. http://www.baliecolodge.com/ ( diakses pada 25thJanuari,2015 at 20:00 ) file:///C:/Users/dwi/Desktop/Prinsip%20dan%20Kriteria%20EKOWISATA%20BER BASIS%20MASYARAKAT%20%C2%AB%20Gunung%20Api%20Purba.htm ( diakses pada 24thJanuari, 2015 at 16:00 ) file:///C:/Users/dwi/Desktop/Menikmati%20Wisata%20Ekologi%20di%20Sarinbuan a%20Bali.htm ( diakses pada 17th Januari,2015 at 16:15 ) http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/sistemlkp.pdf ( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 11:15 ) http://assets.wwfid.panda.org/downloads/wwf_indonesia_prinsip_dan_kriteria_ecoto urism_jan_2009.pdf ( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 11:19 ) http://en.wikipedia.org/wiki/Eco_hotel ( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 11:22) http://www.sumbawanews.com/berita/opini/prakarsa-ramah-lingkungan-dalamndustri-hospitality-menuju-pembangunan-berkelanjutan.html ( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 11:25 ) http://datahardisk.blogspot.com/2010/12/konsep-hotel-ramah-lingkungan.html ( diakses pada 11th Pebruari,2015 at 10:25 ) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22372/3/Chapter%20II.pdf ( diakses pada 10th Pebruari,2015 at 12:15 ) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-badrunalin-7088-3-abii.pdf ( diakses pada 10th Pebruari,2015 at 12:25 ) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-meytaratna-5865-2-abii.pdf ( diakses pada 10th Pebruari,2015 at 1:15 ) http://arsip.uii.ac.id/files//2012/08/05.2-bab-275.pdf ( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 13:29 ) http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00849- M%20Bab2001.pdf ( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 14:15 ) http://febasfi.blogspot.com/2013/05/definisi-konsep-konservasi-menurut-para.html ( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 15:30)
77
http://www.rivertimelaos.com/ecolodge_and_definition.html (diakses pada 2 mei, 2015 jam 10.02) http://worldwideecolodges.com/wp/ecolodge-exp-2/ (diakses pada 2 mei, 2015 jam 10.10) http://worldwideecolodges.com/wp/ecolodge-exp-2/ ecolodge trend in hospitality (diakses pada 2 mei, 2015 jam 10.14) http://www.uvm.edu/rsenr/rm230/Mehta%20Chapter%203.pdf (diakses pada 2 mei, 2015 jam 10.16)
Mehta
ecolodge
78