i
ANALISIS GENETIK KARAKTER MORFO-AGRONOMI JARAK PAGAR HASIL PEMULIAAN BERBASIS PENDEKATAN KUANTITATIF DAN MOLEKULER
LINDA NOVITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Genetik Karakter Morfo-Agronomi Jarak Pagar Hasil Pemuliaan Berbasis Pendekatan Kuantitatif dan Molekuler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2013 Linda Novita NIM A253100011
iv
RINGKASAN LINDA NOVITA. Analisis Genetik Karakter Morfo-Agronomi Jarak Pagar Hasil Pemuliaan Berbasis Pendekatan Kuantitatif dan Molekuler. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO, MEMEN SURAHMAN dan NADIRMAN HASKA. Kelangkaan bahan bakar minyak akhir-akhir ini menstimulir upaya untuk melepaskan ketergantungan terhadap minyak bumi dengan mencari sumbersumber energi alternatif baru dan terbarukan sehingga ketersediaannya dapat diprediksi dan diperbaharui. Jarak pagar (Jatropha curcas L.) dipilih sebagai salah satu sumber BBN yang mempunyai peranan penting sebagai pengganti minyak bumi terutama untuk memproduksi biodiesel, karena biji jarak memiliki kandungan minyak hingga 35% dengan asam oleat dan linoleat yang banyak sehingga sangat cocok digunakan sebagai biofuel. Pengembangan jarak pagar sebagai BBN, masih terkendala oleh permasalahan kurangnya ketersediaan bahan tanam berkualitas yang menguntungkan secara ekonomi. Upaya yang dapat dilakukan untuk pengembangan jarak pagar di Indonesia adalah melalui eksplorasi jarak pagar dari beberapa daerah di Indonesia, introduksi dari luar negeri dan pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan mempelajari keragaman genetik tetua dan F1 jarak pagar berdasarkan marka morfologi dan molekuler, mempelajari korelasi antara karakter morfo-agronomi terhadap produktivitas dan kandungan kadar minyak dari populasi F2 dan memperoleh kandidat genotipe jarak potensial dengan kandungan kadar minyak dan produktivitas biji yang tinggi. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 hingga Januari 2013 di Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT dan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama yaitu melakukan pendugaan keragaman genetik dan heritabilitas karakter morfo-agronomi tetua dan F1 jarak pagar, tahap kedua analisis kemiripan genotipe tetua dan F1 berdasarkan penanda molekuler, dan tahap ketiga analisis korelasi karakter morfo-agronomi pada F2 jarak pagar. Materi genetik yang dipergunakan pada penelitian ini adalah 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar. Rancangan percobaan yang dipergunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap, masing-masing genotipe terdiri dari lima tanaman, masing-masing tiga ulangan. Hasil penelitian terhadap 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar, diperoleh informasi bahwa keragaman genetik pada karakter morfo-agronomi tetua dan F1 jarak pagar relatif sempit, dengan kisaran koefisien keragaman genetik antara 2.73% hingga 9.02%. Nilai heritabilitas arti luas untuk semua karakter tinggi, dengan kisaran antara 32.26% hingga 85.89%. Pada penelitian ini, hasil pengamatan pada 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar menunjukkan tidak ada karakter morfo-agronomi yang berkorelasi langsung dengan produktivitas biji dan kadar minyak. Karakter-karakter yang dapat dipilih sebagai kriteria seleksi untuk memperoleh bobot biji kering total yang tinggi adalah karakter jumlah buah dan jumlah biji total per tandan. Berdasarkan hasil analisis kemiripan 15 genotipe jarak pagar pada 33 lokus marka molekuler Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD), diperoleh
v matriks koefisien kemiripan dengan rentang nilai 0.36 hingga 1.00. Nilai koefisien terendah (0.36) ditemukan antara genotipe LMPxPDI dengan JGY, dan LMPxPDI dengan JGY. Sedangkan nilai koefisien tertinggi (1.0) ditemukan antara genotipe LMPxLMP dan KMRxKMR. Dendrogram berdasarkan penanda RAPD menggolongkan 16 genotipe jarak pagar ke dalam empat kelompok pada koefisien kemiripan 0.72. Kelompok I, III dan IV hanya terdiri dari satu genotipe, yaitu secara berturut-turut genotipe Indralaya (IND), LampungxPidi (LMPxPDI) dan Jogyakarta (JGY). Kelompok II terdiri dari dua belas genotipe yaitu Pidi (PDI), Komering (KMR), KomeringxKomering (KMRxKMR), LampungxLampung (LMPxLMP), CurupxMedan (CRPxMDN), PalembangxPalembang (PLGxPLG), CurupxPidi (CRPxPDI), PidixMedan (PDIxMDN), PidixLampung (PDIxLMP), Medan (MDN), Lampung (LMP) dan Curup (CRP). Berdasarkan hasil analisis biplot enam belas genotipe tetua dan F1 jarak pagar terhadap dua karakter pengamatan (kadar minyak dan bobot biji kering), maka genotipe LMP dan CRPxPDI dapat direkomendasikan sebagai genotipe tetua F1 potensial untuk di selfing dalam rangka membentuk populasi F2 Kata kunci: heritabilitas, koefisien keragaman genetik, ragam genetik, ragam fenotipe
vi SUMMARY
LINDA NOVITA. Genetic Analysis of Morpho-Agronomic Characters of Selectively-Bred Jatropha (Jatropha curcas L.) Based on Quantitative and Molecular Approaches. Supervised by YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO, MEMEN SURAHMAN and NADIRMAN HASKA. The recent scarcity of fuel has stimulated many efforts to remove dependence on petroleum oil by finding alternative sources of new and renewable energy so that its availability can be predicted and renewable. Jatropha curcas L. has been chosen as a source of biofuel that has an important role as a petroleum oil substitute, especially for producing biodiesel, as Jatropha seeds have an oil content of up to 35% with oleic acid and linoleic as the main components. This renders Jatropha seeds suitable for use as a biofuel. Development of Jatropha as a biofuel is still hindered by the lack of variety which is economically profitable. Possible efforts for the development of Jatropha in Indonesia include: exploration of Jatropha plants from various regions of Indonesia, introducing the plants from abroad and plant breeding. The purpose of this study was to understand the genetic diversity of the parental and the first generation (F1) Jatropha plants based on morphological and molecular markers. More over was to investigate the correlation between morphoagronomic traits on the seed productivity and the oil content of the second generation (F2), as well as to obtain potential candidates of Jatropha genotypes producing seeds with high content of oil and high seed productivity. The experiment was conducted at the Biotech Center, BPPT and Department of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University from November 2011 to January 2013. The study divided into three stages. The first stage was to formulate hypothesis on genetic diversity and heritability of morphoagronomic characters of the parental and F1 Jatropha plants. The second stage was to analyze the genotypic similarity of the parental and F1 Jatropha plants based on molecular markers, and the third stage was to analyze the correlation of morphoagronomic characters on the F2 Jatropha plants. There were 16 parental and F1 genotypes of Jatropha used in this study, with the experimental design was a complete randomized block. Five plants were used from each genotype, with three replications. Results of this study showed that genetic diversity of morpho-agronomic characters on the parental and F1 Jatropha plants was relatively narrow, with genetic diversity coefficient of 2.73% to 9.02%. The broad-sense heritability was high for all characters, ranged from 32.26% to 85.89%. In this study among the 16 parental and F1 genotypes of Jatropha had no morpho-agronomic characters which directly correlated to productivity and seed oil content. Characters that can be chosen as a selection criterion to obtain the total dry weight of a high seed were the number of fruit and the total seed number per bunch. Based on the similarity analysis of 15 genotypes of Jatropha against 33 loci of Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) marker, it demonstrated that
vii similarity coefficient matrix was ranging from 0.36 to 1.00. The lowest coefficient value (0.36) was found between genotype LMPxPDI and JGY, as well as between LMPxPDI and JGY. While the highest coefficient value (1.0) was found between genotype KMRxKMR LMPxLMP. RAPD marker-based dendrogram classified the 16 Jatropha genotypes into four groups at the similarity coefficient of 0.72. Group I, III and IV consisted of only one genotype, namely Indralaya (IND), LampungxPidi (LMPxPDI) and Yogyakarta (JGY) genotypes, respectively. Group II consisted of twelve genotypes, namely Pidi (PDI), Komering (KMR), KomeringxKomering (KMRxKMR), LampungxLampung (LMPxLMP), CurupxMedan (CRPxMDN), PalembangxPalembang (PLGxPLG), CurupxPidi (CRPxPDI), PidixMedan (PDIxMDN), PidixLampung (PDIxLMP), Medan (MDN), Lampung (LMP) and Curup (CRP) genotypes. Based on the biplot analysis among the 16 parental and F1 genotypes of Jatropha observations of two characters (seed oil content and dry weight), it can be recommended that the LMP and CRPxPDI was the selected genotype to be used for the F2-cross parental Keywords: heritability, genetic phenotypic diversity
variability
coefficient,
genetic
variance,
viii
ix
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
x
xi
ANALISIS GENETIK KARAKTER MORFO-AGRONOMI JARAK PAGAR HASIL PEMULIAAN BERBASIS PENDEKATAN KUANTITATIF DAN MOLEKULER
LINDA NOVITA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
xii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Muhamad Syukur, SP MSi
Judul Tesis Nama NIM
: Analisis Genetik Karakter Morfo-Agronomi Jarak Pagar HasH Pemuliaan Berbasis Pendekatan Kuantitatif dan Molekuler : LindaNovita : A253100011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Yudiwant Wah Ketua
Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr Anggota
EK MS
Prof(R) Dr Ir Nadinnan Haska, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
Tanggal Ujian: 31 Juli 2013
Tanggal Lulus:
8 OCT 2013
xiii Judul Tesis Nama NIM
: Analisis Genetik Karakter Morfo-Agronomi Jarak Pagar Hasil Pemuliaan Berbasis Pendekatan Kuantitatif dan Molekuler : Linda Novita : A253100011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS Ketua
Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr Anggota
Prof(R) Dr Ir Nadirman Haska, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 31 Juli 2013
Tanggal Lulus:
xv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penelitian dan penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tesis ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains di Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan judul penelitian Analisis Genetik Karakter Morfo-Agronomi Jarak Pagar Hasil Pemuliaan Berbasis Pendekatan Kuantitatif dan Molekuler. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr Ir Yudiwanti Wahyu Endro Kusumo, MS, Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr, dan Prof(R) Dr Ir Nadirman Haska, MS, atas curahan waktu, pikiran, nasehat dan arahan selama penelitian dan penulisan tesis ini. 2. Dekan sekolah Pascasarjana IPB dan Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc selaku ketua program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, IPB, seluruh staf pengajar dan teknisi yang telah menberikan bantuan kepada penulis selama penulis belajar di IPB. 3. Kementerian Negara Riset dan Teknologi atas pemberian beasiswa dan arahannya selama masa studi di IPB. 4. Kepala Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT, Ibu Dr Yenni Bakhtiar, M.Ag.Sc selaku Kepala Seksi Bioteknologi Pertanian Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT yang telah memberikan izin untuk melanjutkan studi S2, Ibu Ir Wa Ode Hamsinah Bolu, MSc selaku Kepala Seksi Sarana Jasa Teknologi-BPPT yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di laboratorium Teknologi Gen dan laboratorium Analitik. 5. Dr Andi Wijaya dan Dr Susantidiana yang telah bersedia memberikan bahan tanaman jarak pagar koleksinya untuk dipergunakan dalam penelitian ini. 6. Papa dan mama tersayang, suamiku tercinta Jamaluddin, anak-anakku Sulthan Fayyadh Naufaluddin, Salsabila Putri Malinda dan Nafil Rizqi Naufaluddin, adik-adik, om Marsal dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dorongan, pengertian, motivasi dan kasih sayangnya sehingga penulis mampu melewati setiap tahap pendidikan hingga selesai. 7. Teman-teman yang banyak membantu selama penulis menjalankan masa penelitian dan penulisan tugas akhir, Azis Natawijaya MSi, Dr Marwan Diapari, Dr Dewi Indriani Roslim, mba Tri Hastini, MSi, Pera Tinpika Mutiara terima kasih untuk bantuannya dalam analisis data dan diskusidiskusi selama ini, bapak Yudiansyah SSi atas bantuannya di laboratorium IPB, bang Kubil, Mardoni Elya dan Hayat Khairiyah. atas bantuannya dalam persiapan, perawatan dan pengamatan tanaman di lapangan.
xvi 8. Drs Minaldi, Dr Teuku Tajuddin, Dr Wahyu Purbowasito, dan Ahmad Riyadi, MSi atas bantuan dana penelitian dan diskusi-diskusi yang sangat membantu dalam penelitian yang dilakukan. 9. Rekan-rekan kerja di Pilot Plan Propagasi Tanaman, laboratorium Micropropagasi, laboratorium Analitik dan laboratorium Teknologi Gen, Balai Pengkajian Bioteknologi. 10. Teman-teman seperjuangan PBT angkatan 2010 terutama Irni Furnawanthi, MSi Tinche, Nurlaila, Karyanti, MSi, Siti Kurniawati, teh Bedah Rupaedah, yang telah memberikan warna dan keceriaan dalam suka dan duka selama sama-sama menempuh pendidikan di Pascasarjana IPB Akhirnya penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan juga bagi pengembangaan jarak pagar di Indonesia.
Bogor, Juli 2013 Linda Novita
xvii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA
5
3 METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian
11 11 11 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1 Pendugaan Parameter Genetik dan Korelasi Antar Karakter serta Seleksi Genotipe Berdasarkan Karakter Morfo-Agronomi pada 16 Genotipe Tetua dan F1 Jarak Pagar Tahap 2 Analisis Kemiripan Genotipe Tetua dan F1 Berdasarkan Penada Molekuler Tahap 3 Analisis Karakteristik Populasi F2 Jarak Pagar Berdasarkan Karakter Morfo-Agronomi
21
21 29 34
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
39 39 40
DAFTAR PUSTAKA
41
LAMPIRAN
47
RIWAYAT HIDUP
51
xviii
DAFTAR TABEL 1. Materi genetik tanaman tetua dan F1 jarak pagar 2. Analisis varian rancangan acak kelompok lengkap 3. Karakter kualitatif daun 16 genotipe jarak pagar 4. Nilai tengah dan F hitung karakter morfo-agronomi16 genotipe jarak pagar 5. Nilai duga parameter genetik karakter morfo-agronomi16 genotipe jarak pagar 6. Koefisien korelasi antar karakter vegetatif dan komponen hasil 16 genotipe jarak pagar 7. Konsentrasi DNA genom 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar (ng/µl) 8. Jenis primer, susunan basa dan jumlah pita DNA lima belas genotipe jarak pagar yang diamplifikasi menggunakan 20 primer acak 9. Nilai koefisien kemiripan genetik 15 genotipe tetua dan F1 jarak pagar berdasarkan 11 primer marka RAPD 10. Keragaan karakter morfo-agronomi 52 progeni jarak pagar pada populasi F2 CRPxPDI 11. Keragaan karakter morfo-agronomi 12 progeni jarak pagar pada populasi F2 CRPxPDI 12. Koefisien korelasi antar karakter vegetatif dan komponen hasil 12 genotipe progeni F2jarak pagar
12 19 22 22 24 26 29 30 33 36 36 38
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5.
Diagram alir penelitian jarak pagar Tahap persiapan tanaman dengan teknik ex-vitro Tahapan isolasi DNA genom Prosedur persilangan tanaman jarak Dendrogram 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar hasil analisis klaster berdasarkan karakter morfo-agronomi 6. Analisis biplot enam belas genotipe jarakpagar terhadap sembilan belas karakter pengamatan 7. Analisis biplot enam belas genotipe jarak pagar terhadap dua karakter (kadar minyak dan bobot biji kering) 8. Profil pita RAPD hasil amplifikasi DNA 15 genotipe jarak pagar menggunakan primer OPE-01 9. Profil pita RAPD hasil amplifikasi DNA 15 genotipe jarak pagar menggunakan primer OPH-07 10. Profil pita RAPD hasil amplifikasi DNA 15 genotipe jarak pagar menggunakan primer OPM-20 11. Dendrogram 15 genotipe jarak pagar berdasarkan penanda RAPD
4 13 17 25 25 27 28 31 32 32 34
xix 12. Jumlah tanaman berdasarkan banyaknya tandan yang terbentuk pada 200 progeni F2 jarak pagar persilangan CPRxPDI 13. Analisis biplot dua belas genotipe progeni jarak pagar pada populasi F2 CRPxPDI t
35 37
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Deskripsi karakter pengamatan morfo-agronomi jarak pagar (Jatropha curcas L.) Urutan basa primer RAPD yang digunakan
49 50
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Peningkatan kebutuhan minyak bumi seiring dengan peningkatan pembangunan yang terjadi di Indonesia. Hal ini mengakibatkan semakin menipisnya cadangan minyak dan akan menyebabkan kelangkaan pasokan minyak bumi di masa mendatang. Kelangkaan bahan bakar minyak akhir-akhir ini menstimulir upaya untuk melepaskan ketergantungan terhadap minyak bumi dengan mencari sumber-sumber energi alternatif baru dan terbarukan (Soetopo et al. 2010) sehingga ketersediaannya dapat diprediksi dan diperbaharui. Pengembangan energi alternatif di Indonesia dilandasi oleh dua kebijakan yaitu Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Peraturan presiden No. 5 tahun 2006 dalam Kebijakan Energi Nasional menyebutkan bahwa pemanfaatan biofuel ditargetkan mencapai 5% dari energi mix Indonesia di tahun 2025, atau sekitar 2.400.000 kilo liter biodiesel dari jarak pagar yang setara dengan 12 juta ton biji jarak pagar kering (Mardjono et al. 2008). Salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan adalah bahan bakar nabati (BBN). Ariati (2009) mengemukakan alasan yang mendasari pengembangan BBN adalah BBN merupakan sumber energi terbarukan, budidaya yang lebih mudah karena sudah teradaptasi dengan iklim tropis, dapat mengurangi penggunaan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi, dan emisi BBN lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar dari minyak bumi. Berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA) diprediksi bahwa pada tahun 2050 BBN dapat menurunkan kebutuhan bahan bakar minyak bumi sebanyak 20- 40%. Beberapa tanaman yang berpotensi sebagai sumber BBN antara lain kelapa sawit, singkong, sorghum, jarak pagar dan kelapa (Ariati 2009; Sardjono 2008). Jarak pagar (Jatropha curcas L.) dipilih sebagai salah satu sumber BBN yang mempunyai peranan penting sebagai pengganti minyak bumi terutama untuk memproduksi biodiesel (King et al. 2009), karena biji jarak memiliki kandungan minyak hingga 35% dengan asam oleat dan linoleat yang banyak sehingga sangat cocok digunakan sebagai biofuel (Forson et al. 2004; Mohibbe et al. 2005; King et al. 2009). Pengembangan jarak pagar sebagai BBN, masih terkendala oleh permasalahan yang menyebabkan petani kurang tertarik untuk mengembangkan jarak pagar adalah belum tersedianya jarak pagar yang berproduksi tinggi (Hartati 2007; Shuit et al. 2010; Ghosh and Singh 2011) sehingga mampu memberikan keuntungan bagi petani yang membudidayakan tanaman jarak pagar. Hartati (2009) menyatakan untuk mendukung program pengembangan jarak pagar di Indonesia, dibutuhkan induk tanaman yang memiliki keunggulan yaitu: (1) berpotensi produksi tinggi kuantitas dan kualitas, (2) berumur genjah dengan kriteria panen buah serentak, dan (3) memiliki ketahanan terhadap cekaman lingkungan abiotik dan biotik. Jarak pagar dapat dikembangkan karena minyak dari tanaman ini tidak berkompetisi dengan kebutuhan pangan, cepat tumbuh, mudah dibudidayakan,
2
toleran terhadap kekeringan dan mudah beradaptasi pada kondisi lingkungan marginal (Ariati 2009; Divakara et al. 2010; Sharma et al. 2011). Sebagai bahan baku untuk produksi biofuel, hasil biofuel secara langsung dipengaruhi oleh hasil minyak biji J. curcas, yang dipengaruhi oleh hasil biji dan kandungan minyak (Wu et al. 2012). Upaya yang dapat dilakukan untuk menunjang pengembangan jarak pagar di Indonesia, sejak tahun 2005 telah dilakukan kegiatan eksplorasi plasma nutfah jarak pagar dari beberapa daerah di Indonesia, introduksi dari luar negeri (Surahman et al. 2009), dan pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode yang mengeksploitasi potensi genetik tanaman untuk memaksimumkan ekspresi dari potensi genetik tanaman pada suatu kondisi lingkungan tertentu (Guzhov 1989; Stoskopf et al. 1993). Pemuliaan tanaman bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan potensi genetik tanaman sehingga didapatkan hasil yang lebih unggul dengan karakter yang diinginkan. Franco et al. (2001) menyatakan studi tentang ragam fenotipe dan ragam genetik penting untuk mengidentifikasi kelompok dengan latar belakang genetik yang sama untuk pelestarian, evaluasi dan pemanfaatan sumber daya genetik. Sebelumnya Bahar dan Zen (1993) menyatakan bahwa pelaksanaan seleksi secara visual yaitu dengan memilih fenotipe yang baik belum memberikan hasil yang memuaskan tanpa berpedoman pada nilai parameter genetik yaitu nilai heritabilitas, ragam genetik, ragam fenotipe dan koefisien keragaman genetik. Keragaman tanaman secara umum dapat dikaji melalui pendekatan morfologi, biokimia dan molekuler. Penanda/marka morfologi merupakan wujud nyata dari keragaman fenotipik. Namun penanda ini memiliki kelemahan karena dipengaruhi oleh lingkungan. Keterbatasan penanda morfologi adalah hanya mampu membedakan keragaman visual, untuk itu diperlukan penanda lainnya yang diharapkan memberikan hasil yang lebih akurat yaitu penanda/marka molekuler. Dasar dari penanda molekuler adalah polimorfisme protein atau DNA. Seleksi tanaman yang akan dijadikan tetua dapat dipercepat dengan menggunakan penanda molekuler sehingga karakteristik tanaman dapat diketahui dengan cepat. Marka molekuler adalah sekuens DNA atau protein yang secara langsung dapat dideteksi dan pewarisannya dapat diketahui (Jamsari 2007). Penanda DNA dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik lebih baik karena hasilnya konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat dideteksi pada semua bagian tanaman. Data fenotipik tanaman, yang meliputi pengamatan karakter morfoagronomi, diharapkan dapat memberikan informasi produktivitas dan kandungan minyak dari beberapa genotipe jarak pagar. Adanya korelasi antara marka molekuler dengan data fenotipik, terutama produktivitas dan kadar minyak, diharapkan dapat membantu pemulia dalam memilih tanaman induk terseleksi.
Tujuan Penelitian
1.
Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: Mempelajari keragaman genetik dan heritabilitas karakter morfo-agronomi 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar.
3
2. 3.
4.
Mempelajari kemiripan antar 16 genotipe tetua dan F1 berdasarkan marka molekuler. Memperoleh informasi adanya korelasi antara karakter morfo-agronomi dengan produktivitas dan kandungan minyak dari populasi F2 berdasarkan marka morfologi . Memperoleh beberapa kandidat genotipe potensial dengan kandungan kadar minyak dan produktivitas biji yang tinggi.
Hipotesis Penelitian
1. 2. 3. 4.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Terdapat keragaman genetik pada genotipe tetua dan F1 jarak pagar berdasarkan karakter morfo-agronomi. Terdapat kemiripan diantara16 genotipe tetua dan F1 berdasarkan marka molekuler. Terdapat beberapa karakter morfo-agronomi yang berkorelasi dengan produktivitas biji dan kandungan minyak jarak. Diperoleh beberapa kandidat genotipe potensial dengan kandungan minyak dan produktivitas biji yang tinggi.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai genotipegenotipe jarak pagar potensial yang memiliki produktivitas dan kadar minyak tinggi untuk tujuan perbaikan genetik tanaman. Untuk memperoleh informasi genetik tersebut, perlu dilakukan evaluasi terhadap materi genetik yang tersedia melalui analisis parameter genetik yaitu koefisien keragaman genetik, heritabilitas arti luas, analisis korelasi dan analisis biplot. Pengembangan genotipe jarak pagar dengan produktivitas biji dan kadar minyak tinggi yang dilakukan, diharapkan dapat mengatasi permasalahan ketersediaan bibit tanaman dalam budidaya jarak pagar.
Ruang Lingkup Penelitian Untuk mencapai target dan luaran yang diinginkan, dilakukan sejumlah kegiatan penelitian seperti yang disajikan pada digram alir pada Gambar 1 meliputi: (1) Pendugaan keragaman genetik dan heritabilitas karakter morfoagronomi 16 tetua dan F1 jarak pagar, (2) Analisis kemiripan16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar berdasarkan penanda molekuler, (3) Analisis korelasi karakter morfo-agronomi di F2 jarak pagar.
4
Persiapan bahan tanaman jarak pagar
Tahap 1:
Tahap 2:
Tahap 3:
Pendugaan keragaman genetik dan heritabilitas karakter morfo-agronomi 16 tetua dan F1 jarak pagar
Analisis kemiripan16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar berdasarkan penanda molekuler
Analisis korelasi karakter morfoagronomi di F2 jarak pagar
Output:
Output:
Output:
1. Memperoleh informasi beberapa karakter yang berkorelasi dengan produktivitas dan kadar minyak 2. Memperoleh rekomendasi kandidat tetua F1 potensial untuk di selfing manual
1. Dendrogram 15 genotipe tetua dan F1 jarak pagar 2. Matriks korelasi kemiripan genetik 15 genotipe tetua dan F1 jarak pagar
1. Memperoleh informasi korelasi antar karakter pada progeni F2 jarak pagar 2. Memperoleh informasi keragaman antar peubah yang diamati
Kandidat genotipe F1 potensial untuk di selfing manual
Genotipe F2 dengan kandungan kadar minyak dan produktivitas tinggi
Gambar 1 Diagram alir penelitian jarak pagar
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Botani Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Jarak pagar (Jatropha curcas L.) adalah tanaman asli Amerika Latin yang menyebar luas di berbagai daerah kering, semi kering, sub-tropik dan tropik di seluruh dunia (Heller 1996). Jarak pagar termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Taksonomi tanaman jarak pagar menurut Hambali et al. (2006) sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledone : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Jatropha : Jatropha curcas L.
Nama genus Jatropha berasal dari bahasa Yunani jatrós (dokter) dan trophé (makanan), yang menyatakan kegunaan dalam pengobatan. Dalam genus Jatropha, terdapat sekitar 170 spesies yang dikenal (Heller 1996). Jarak pagar diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942-an sebagai bahan bakar kendaraan perang. Tanaman jarak pagar banyak ditanam masyarakat sebagai pagar pekarangan dan cocok untuk reboisasi hutan. Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak antara lain jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas). Diantara jenis tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar nabati (biofuel) adalah jarak pagar (Jatropha curcas L.). Tanaman ini dilaporkan dapat menghasilkan biji dan minyak berkualitas tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai biofuel, baik untuk biodiesel (Heller 1996), maupun biokarosene (Prastowo 2008; Mahmud et al. 2008). Pemanfaatan lain dari tanaman jarak pagar adalah digunakan pada pembuatan pupuk, pembuatan sabun dan biogas. Biji jarak pagar mengandung bahan kimia curcin, yang merupakan racun untuk serangga, hewan peliharaan, ikan, dan peternakan, tetapi di bidang kedokteran, curcin dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku anti tumor/kanker (Tukimin dan Soetopo 2011). Jarak pagar dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Nama jarak pagar di masing-masing daerah berbeda sebutannya. Di daerah Jawa Barat disebut jarak kosta, jarak budeg, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut jarak gundul, jarak pager, di daerah Madura disebut kalekhe paghar, di Bali disebut jarak pager, di daerah Nusa Tenggara disebut lulu mau, paku kase, jarak pageh, di Alor disebut kuman nema, di daerah Sulawesi disebut jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene, dan di deaerah Maluku disebut ai huwa kamala, balacai, kadoto (Hariyadi 2005). Jarak pagar dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500 m dpl. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman jarak adalah 625 mm tahun-1 . Namun, tanaman ini dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan antara 300-
6
2380 mm tahun-1. Kisaran suhu yang sesuai untuk bertanam jarak adalah 20-26 °C. Pada daerah dengan suhu terlalu tinggi (di atas 35 °C) atau terlalu rendah (di bawah 15 °C) akan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah komposisinya (Hambali et al. 2006). Jarak pagar dapat tumbuh pada lahan-lahan marjinal yang miskin hara dengan drainase dan aerasi yang baik, namun produksi terbaik akan diperoleh pada lahan dengan lingkungan optimal. Pertumbuhannya cukup baik pada tanah-tanah ringan (terbaik mengandung pasir 60-90%), berbatu, berlereng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk tanaman dikotil (2n = 2x = 22). Pohonnya berupa perdu dengan tinggi tanaman 1–7 m (Heller 1996), bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, bila terluka mengeluarkan getah. Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari dengan 5–7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian atas). Panjang tangkai daun antara 4-15 cm.
Pembungaan Jarak Pagar Jarak pagar adalah tanaman monoecius, memiliki bunga betina dan jantan terpisah tetapi masih di dalam satu infloresen (Raju dan Ezradanam 2002). Bunga jarak pagar berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai biasanya terdiri atas 100 bunga atau lebih dengan persentase bunga betina 5-10% (Hasnam 2006). Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul di ujung batang atau ketiak daun. Pembungaan pada jarak pagar cukup unik. Hasil pengamatan pada pertanaman di areal kebun induk jarak pagar di KP Pakuwon Balittri Sukabumi menunjukkan munculnya bunga pada tanaman jarak pagar dapat bermacammacam tergantung genotipe dan kondisi lingkungan (Hartati 2007). Hasil penelitian Raju dan Ezradanam di India (2002) menunjukkan bahwa rata-rata perbandingan bunga jantan dan betina adalah 29:1 dan bunga betina jarak pagar memasuki masa reseptif ketika telah mekar sempurna. Stigma jarak pagar memiliki masa reseptif tiga hari. Semua bunga dalam infloresensia mekar dalam 11 hari, dengan bunga jantan yang terlebih dahulu mekar dan bunga akan mekar harian hingga semua kuncup mekar dan akhirnya rontok. Biasanya bunga yang tidak terserbuki akan rontok dalam empat hari. Ketika bunga mekar maka di dasar bunga akan muncul nektar yang mengundang serangga. Pengetahuan mengenai masa reseptif stigma jarak pagar merupakan informasi penting, salah satunya untuk program pemuliaan jarak pagar. Hartati (2007) melaporkan rasio jumlah bunga betina dengan bunga jantan sebesar 1:15-30, didukung oleh penelitian Utomo (2008) dengan rasio bunga betina dengan bunga jantan sebesar 1:12. Rasio bunga betina dengan jantan berkorelasi dengan jumlah buah yang dihasilkan tiap malai. Utomo (2008) melaporkan, perkembangan kuncup bunga memerlukan waktu 16-21 hari, diikuti dengan periode bunga mekar sekitar 14-21 hari. Menurut Hartati (2007), adakalanya bunga jantan mekar terlebih dahulu dari bunga betina (protandri). Pada kondisi lain, bunga betina mekar terlebih dahulu dari bunga jantan (protogini).
7
Hartati (2007) menyebutkan, meskipun jarak pagar diketahui sebagai tanaman yang menyerbuk silang, tanaman jarak juga berpotensi untuk mengalami selfing akibat adanya serangga terutama semut. Menurut Raju dan Ezradanam (2002), dengan bantuan serangga, pada jarak pagar dapat terjadi penyerbukan silang (xenogamy) sekaligus penyerbukan sendiri (geitonogamy). Adanya penyerbukan silang pada tanaman jarak pagar dapat menyebabkan terjadinya keragaman genetik karena setiap tanaman adalah satu genotipe yang berbeda (Hartati 2008a). Bunga jarak pagar menyerbuk dengan bantuan serangga, bunga menghasilkan nectar yang mudah terlihat (exposed) dan harum hingga dapat di akses oleh serangga-serangga. Beberapa jenis serangga yang sering hinggap pada bunga jarak pagar adalah semut, kupu, ngengat dan kumbang (Hasnam 2006). Bunga jarak pagar yang telah mengalami penyerbukan akan membentuk buah yang disebut sebagai kapsul. Buah berisi 3-4 biji berwarna hitam. Malai buah jarak pagar terdapat pada cabang terminal. Pada tanaman yang terawat malai buah pada cabang terminal berjumlah 3-4 tandan, terdiri dari malai dengan buah yang sudah mulai kuning, buah yang masih hijau tapi besarnya sudah sempurna, buah masih hijau dengan ukuran buah masih kecil. Hasil penelitian Santoso (2009) menunjukkan bahwa persentase bunga jadi buah pada jarak pagar sangat beragam di antara masing-masing tanaman maupun masing-masing malai dalam satu tanaman. Buah sudah terbentuk berupa buah sangat muda pada 10 hari setelah antesis. Biji mulai berkembang 20 hari setelah antesis. Buah terus berkembang dan mencapai fase matang pada sekitar 40-45 hari setelah antesis, kemudian mencapai fase masak pada 55 hari setelah antesis dan akhirnya memasuki fase senesen pada 60-65 hari setelah antesis. Pertumbuhan dan perkembangan buah memerlukan waktu 60-65 hari sejak antesis sedangkan perkembangan bunga sejak terbentuk sampai antesis memerlukan waktu sekitar 15-20 hari. Perkembangan organ generatif dari sejak mulai berbunga hingga buah masak memerlukan waktu sekitar 75-85 hari.
Heritabilitas Heritabilitas adalah perbandingan antara besaran ragam genotipe dengan besaran total ragam fenotipe dari suatu karakter (Baihaki 2000; Syukur et al. 2012). Sesuai dengan komponen ragam genetiknya, heritabilitas dibedakan menjadi heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability)(h²bs) dan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability) (h²ns). Heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik total dan ragam fenotipe (h²bs = σ2g / σ2p), dimana ragam genetik terdiri dari ragam genetik aditif (σ2A), ragam genetik dominan (σ2D) dan ragam genetik epistasis (σ2I). Heritabilitas dalam arti sempit merupakan perbandingan antara ragam aditif dan ragam fenotipe (h²ns = σ2A /σ2p). Syukur et al. (2012) menyatakan, heritabilitas dapat diduga dengan cara tidak langsung dari pendugaan komponen ragam, diantaranya adalah perhitungan ragam turunan dan perhitungan komponen ragam dari analisis ragam, atau dengan cara langsung dari pendugaan koefisien regresi (b) dan korelasi antar kelas (t).
8
Metode yang dipergunakan untuk menduga nilai tersebut tergantung dari populasi yang dimiliki oleh pemulia dan tujuan yang ingin dicapai.
Perbanyakan Jarak Pagar dengan Teknik Ex Vitro Tanaman jarak pagar dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif menggunakan biji dan vegetatif umumya menggunakan setek batang. Cara lain perbanyakan vegetatif adalah melalui kultur jaringan (in vitro). Selain menggunakan setek batang, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT telah mengembangkan teknik perbanyakan tanaman jarak menggunakan setek pucuk dengan perlakuan seperti perbanyakan tanaman dengan teknik in vitro. Teknik perbanyakan bibit menggunakan setek pucuk ini dikenal dengan nama teknik ex vitro (Tajuddin et al. 2007). Teknik ex vitro merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif menggunakan setek pucuk tanaman yang relatif sederhana, lebih mudah dan murah, dengan kualitas bibit tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman induknya. Pada teknik ini faktor lingkungan sebagai penentu kualitas bibit tanaman menjadi target optimasi utama sehingga memberikan kontribusi positif pada ekspresi genotipik tanaman. Hasil penelitian di India menunjukkan jumlah ideal cabang tanaman jarak pagar per pohon sebanyak 40 cabang, dengan jumlah buah 10-15 buah per tandan (Mahmud et al. 2008). Jika jumlah cabang melebihi 40 per pohon, maka akan mengurangi jumlah dan ukuran buah per tandan, sehingga akan mempengaruhi mutu biji yang dihasilkan. Bila setiap hektar terdiri atas 2.500 tanaman jarak pagar unggul yang sudah dewasa (umur 4 tahun setelah tanam) dengan memenuhi syarat tumbuh (tanah dan iklim) dan pemeliharaan yang optimal, maka setiap pohon jarak pagar memiliki 40 cabang, setiap cabang memiliki 3 tandan buah per tahun, setiap tandan menghasilkan 10-15 buah, dengan jumlah biji per buah sebanyak 3 butir, maka jumlah biji yang dihasilkan dalam satu hektar selama satu tahun mencapai 9.000.000-13.500.000 biji. Jika 1 kg terdiri dari 2.000 biji kering, maka produksi jarak pagar per hektar per tahun adalah 4.5-6.75 ton. Produktivitas jarak pagar di Indonesia masih terus diteliti dan diperkirakan produktivitasnya dapat menghasilkan 4-12 ton biji/ha per tahun dengan kadar minyak 40% dalam lima tahun. Kandungan asam lemak biji jarak pagar adalah asam miristat (14:1) 00.1%, asam palmitat (16:0) 14.1-15.3%, asam stearat (18:0) 3.7-9.8%, asam arachidic (20:0) 0-0,3%, asam behedic (22:0) 0-0.2%, asam palmitoleat (16:1) 01.3%, asam oleat (18:1) 34.3-45.8%, asam linoleat (18:2) 29.0-44.2%, dan asam linolenat (18:3) 0-0.3% (Hambali et al. 2006).
Analisis Biplot Dalam analisis multivariate terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah atau mengolah data yang melibatkan banyak variabel (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Semakin banyak peubah yang diukur dan semakin banyak objek yang diamati, maka ukuran tabel yang dimiliki akan semakin besar dan semakin sulit untuk menginterpretasikannya. Untuk
9
mempermudah interpretasi data yang dimiliki, metode multivariat yang dapat dipergunakan salah satunya adalah analisis biplot. Analisis biplot adalah salah satu teknik statistika deskriptif dengan dimensi dua yang dapat menyajikan secara visual segugus objek dan variabel dalam satu grafik. Grafik yang dihasilkan dari biplot ini merupakan grafik yang berbentuk bidang datar disarikan oleh Mattjik dan Sumertajaya (2011). Tiga hal penting yang bisa didapatkan dari tampilan biplot adalah: 1. Kedekatan antar objek yang diamati Informasi ini dapat dijadikan panduan untuk mengetahui objek yang memiliki kemiripan karakteristik dengan objek lain. Dua objek yang memiliki karakteristik sama akan digambarkan sebagai dua titik dengan posisi yang berdekatan. 2. Keragaman peubah Informasi ini digunakan untuk melihat apakah ada variabel yang mempunyai nilai keragaman yang hampir sama untuk setiap objek. Dalam biplot, variabel yang mempunyai nilai keragaman yang kecil digambarkan sebagai vektor pendek sedangkan variabel dengan nilai keragaman yang besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. 3. Korelasi antar peubah Dari informasi ini bisa diketahui bagaimana suatu variabel mempengaruhi ataupun dipengaruhi variabel yang lain. Pada biplot, variabel akan digambarkan sebagai garis berarah. Dua variabel yang memiliki nilai korelasi positif akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit. Sementara itu, dua variabel yang memiliki nilai korelasi negatif akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut lebar (tumpul). Sedangkan dua variabel yang tidak berkorelasi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan sudut yang mendekati 90º (siku-siku). 4. Nilai peubah pada suatu objek Dalam informasi ini digunakan untuk melihat keunggulan dari setiap objek. Objek yang terletak searah dengan arah vektor variabel dikatakan bahwa objek tersebut mempunyai nilai di atas rat-rata. Namun jika objek terletak berlawanan dengan arah dari vektor variabel tersebut, maka objek tersebut memiliki nilai di bawah rata-rata.
Penanda/ Marka Molekuler Penanda molekuler digunakan untuk menunjukkan polimorfisme pada tingkat DNA. Penanda molekuler yang diharapkan adalah sebagai berikut: (1) polimorfik yang tinggi, (2) kodominan untuk dapat membedakan homozigot dan heterozigot pada tanaman diploid, (3) pemunculan di seluruh genom, (4) selektif terhadap perilaku alami, (5) pendugaan mudah, cepat dan murah untuk dideteksi, dan (6) reproducibility tinggi (Kumar et al. 2009). Azrai (2006) menyatakan, terdapat beberapa penanda molekuler yang saat ini digunakan untuk mendeteksi keragaman genetik pada tingkat DNA yaitu: 1) marka yang berdasarkan pada hibridisasi DNA, seperti restriction fragment length polymorphism (RFLP), 2) marka yang berdasarkan pada reaksi rantai polimerase
10
yaitu polymerase chain reaction (PCR) dengan menggunakan sekuen-sekuen nukleotida sebagai primer, seperti randomly amplified polymorphic DNA (RAPD) dan amplified fragment length polymorphism (AFLP), 3) marka yang berdasarkan pada PCR dengan menggunakan primer yang menggabungkan sekuen komplementer spesifik dalam DNA target, seperti sequence tagged sites (STS), sequence characterized amplified regions (SCARs), simple sequence repeats (SSRs) atau mikrosatelit, dan single nucleotide polymorphisms (SNPs). Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) Teknik RAPD merupakan cara untuk menganalisis variabilitas genetik melalui amplifikasi DNA genom suatu tanaman menggunakan primer acak tunggal. Variabilitas genetik tanaman dilihat berdasarkan polimorfisme pita DNA yang berhasil diamplifikasi. Prinsip dasar RAPD adalah komplementasi urutan basa primer dengan urutan basa DNA cetakan. Apabila terdapat komplementasi urutan basa primer dengan urutan basa DNA cetakan, maka primer akan menempel pada kedua ujung 3’OH utas DNA cetakan. Jika kedua situs penempelan primer berada pada jarak yang dapat diamplifikasi, maka produk PCR akan diperoleh berupa fragmen atau pita DNA (Tingey et al. 1992). Prinsip kerja marka RAPD adalah berdasarkan perbedaan amplifikasi PCR pada sampel DNA dari sekuen oligonukleotida pendek yang secara genetik merupakan marka dominan (Williams et al. 1990; Welsh and McClelland 1990). Primer RAPD bersifat random dengan ukuran panjang basanya 10 nukleotida. Jumlah produk amplifikasi PCR berhubungan langsung dengan jumlah dan orientasi sekuen yang komplementer terhadap primer di dalam genom tanaman (Azrai 2005). Macam primer yang digunakan pada teknik RAPD berkaitan dengan suhu penempelan primer dalam reaksi amplifikasi. Primer yang biasanya digunakan mengandung basa G+C antara 60%-70%, karena semakin banyak kandungan basa Guanin dan Cytosin, maka ikatan antara primer dengan DNA cetakan semakin kuat dan stabil. Basa Guanin dan Cytosin mempunyai tiga ikatan hidrogen, lebih banyak daripada basa Timin dan Adenin yang hanya mempunyai dua ikatan hidrogen. Analisis variabilitas genetik melalui teknik RAPD menggunakan primer acak telah banyak digunakan karena memiliki keunggulan-keunggulan diantaranya adalah (1) kuantitas DNA yang dibutuhkan sedikit, (2) hemat biaya, (3) mudah dipelajari, dan (4) primer yang diperlukan sudah banyak dikomersialisasikan sehingga mudah diperoleh. Kelemahan teknik ini antara lain (1) tingkat reproduksibilitas pola marka dari laboratorium ke laboratorium berbeda dan antara hasil percobaan dalam laboratorium itu sendiri yang sama, (2) sangat sensintif terhadap variasi dalam konsentrasi DNA, dan (3) memerlukan konsentrasi primer dan kondisi siklus suhu yang optimal pada saat pengujian. Selain itu, marka RAPD dominan dan tidak menampilkan perbedaan sekuen DNA yang homolog, diantara fragmen-fragmen yang ukurannya hampir sama (Riedy et al. 1992). Selanjutnya Riedy et al. (1992) mengemukakan bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan membuat reaksi dan kondisinya sehomogen mungkin, skrining primer, memilah pita-pita fragmen DNA yang jelas, menggunakan suhu annealing yang optimal, dan penambahan 1-2 basa pada primer untuk mempertinggi spesifikasi penempelan DNA.
11
Pemakaian teknik RAPD memiliki resolusi yang sebanding dengan RFLP dalam hal analisis kekerabatan antar genotipe dan mampu menghasilkan jumlah karakter yang tidak terbatas sehingga sangat membantu dalam analisis keragaman genetik tanaman yang tidak diketahui latar belakang genomnya. Penggunaan marka DNA pada tanaman jarak pagar telah banyak dilaporkan oleh para peneliti (Agustian 2008; Dewi KP 2008; Maftuchah et al. 2008; Saptadi et al. 2008; Susantidiana et al. 2009; Surahman et al. 2009; Totikonda et al. 2009; Susantidiana 2011). Penelitian menggunakan teknik RAPD telah banyak dilakukan pada jarak pagar. Susantidiana et al. (2009) melaporkan hasil analisis klaster berdasarkan derajat kemiripan dari 14 aksesi jarak pagar menggunakan penanda RAPD dan morfologi sama-sama menghasilkan lima klaster, tetapi secara morfologi memiliki tingkat kemiripan yang lebih tinggi yaitu 72 %, sedangkan analisis RAPD memiliki tingkat kemiripan yang rendah yaitu 22 %. Teknik RAPD menggunakan primer acak maupun spesifik telah terbukti dapat digunakan sebagai penanda molekuler untuk berbagai karakter agronomi penting. Surahman et al. (2009) juga melaporkan bahwa berdasarkan karakter agronomi koleksi plasma nutfah jarak pagar SBRC memiliki karakter yang cukup besar untuk dimanfaatkan selanjutnya sebagai bahan pemuliaan perakitan varietas unggul jarak pagar.
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2011 hingga Januari 2013, bertempat di Balai Pengkajian Bioteknologi Puspiptek, Serpong dan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Analisis laboratorium dilakukan di: (1) analisis kadar minyak di Laboratorium Analitik, Balai Pengkajian Bioteknologi, (2) analisis marka molekuler (RAPD) di Laboratorium Teknologi Gen, Balai Pengkajian Bioteknologi, dan Laboratorium Plant Molecular Biology 2, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Materi genetik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 16 genotipe jarak pagar yang meliputi 7 genotipe tetua dan 9 genotipe F1 hasil persilangan Susantidiana (2011) (Tabel 1), progeni F2 hasil persilangan Curup x Pidi (CRP x PDI). Genotipe tetua dan F1 yang dipergunakann merupakan koleksi dari Universitas Sriwijaya dan ditanam di kebun koleksi Agro Techno Park (ATP), Palembang. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk persiapan tanaman adalah tanah top soil, pasir, pupuk kandang, pupuk daun, fungisida, insektisida, bahan sterilan, hormon induksi perakaran (bioroot), biofertilizer (mikoriza) dan polibag berukuran 12 cm x 15 cm dan 40 cm x 40 cm.
12
Tabel 1 Materi genetik tanaman tetua dan F1 jarak pagar No. 1 2 3 4 5 6 7
Kode genotipe tetua
Asal genotipe
MDN KMR IND CRP PDI LMP JGY
Medan Komering Indralaya Curup Pidi Lampung Jogyakarta
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Kode genotipe F1
Asal genotipe (persilangan antara)
PDIxMDN PDIxLMP LMPxPDI CRPxMDN CRPxPDI INDxIND LMPxLMP KMRxKMR PLGxPLG
Pidi x Medan Pidi x Lampung Lampung x Pidi Curup x Medan Curup x Pidi Indralaya x Indralaya Jogyakarta Komering x Komering Palembang x Palembang
Sumber: Susantidiana (2011).
Bahan yang digunakan untuk analisis molekuler (RAPD) dan analisis kadar minyak adalah buffer ekstraksi Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (2x CTAB dan 10% CTAB), Polyvinypyrrolidone (PVP), khloroform: isoamil-alkohol (CIAA) (24:1), buffer TAE 1x pH 8, etanol 96%, alkohol 70%, enzim 10 mg/ml RNAse A, agarose, kertas parafilm, loading dye 6x, 1 kb DNA ladder, etidium bromida, dua puluh primer RAPD, ddH2O, micro tube 1.5 ml, micro tube 2.0 ml, mikro tube 200 μl, pipet tip 10 µl, 100 µl, 1000 µl, kertas saring, kapas bebas lemak dan pelarut n-hexane. Peralatan yang dipergunakan dalam persiapan bahan tanaman, analisis molekuler dan analisis kadar minyak adalah gunting stek, cutter, bak perendam, plastik sungkup, gunting, micro-pestle, microwave oven, mikropipet berbagai ukuran, mesin nanodrop (ND-1000 v 3.5.2), mesin PCR (Gradient PCR, Takara), thermostat & shaking bath, mesin sentrifugasi, timbangan, vorteks, inkubator, electrophoresis plastic tray, gel dryer, chamber elektroforesis, scanner, comb, sharktooth comb, gel documentation (Alphaimager Mini, Alpha Innotech), labu lemak, alat soxhlet, pemanas listrik, oven, neraca analitik, gegep besi dan desikator. Alat gelas yang digunakan adalah gelas ukur, labu erlenmeyer 250 ml, 500 ml dan peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium genetika.
Metode Penelitian Tahap 1 Pendugaan Keragaman Genetik dan Heritabilitas Karakter MorfoAgronomi Tetua dan F1 Jarak Pagar Rancangan yang digunakan pada tiap lingkungan adalah rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) satu faktor yaitu genotipe dengan tiga ulangan, dan setiap satuan percobaan terdiri dari 5 tanaman. Model rancangan percobaan yang digunakan menurut Matjjik dan Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut: Yij =µ + i + βj + ij
13
Dimana : i = 1, 2, 3,.......,16 j = 1, 2, 3 Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j µ = rataan umum i = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh kelompok ke-j ij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Data morfologi dan agronomi dianalisis dengan uji F menggunakan program Statistical Analysis System (SAS Institute 2006). Apabila perlakuan berpengaruh nyata pada nilai α = 1% dan 5%, maka pengujian dilanjutkan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk melihat perbedaan nilai tengah peubah diantara genotipe yang diuji. Persiapan 16 Genotipe Tanaman Jarak Pagar Terseleksi Enam belas genotipe tetua dan F1 yang dipergunakan diperbanyak secara vegetatif menggunakan teknik ex vitro (Tajuddin et al. 2007). Tahapan perbanyakan tanaman dengan teknik ex vitro menyerupai perbanyakan dengan teknik in vitro, meliputi: (1) penanaman dan pemeliharaan pohon induk, (2) pemilihan dan sterilisasi eksplan, (3) induksi perakaran dan (4) aklimatisasi, pembesaran dan pemeliharaan tanaman hingga tanaman siap ditanam lahan budidaya (Gambar 2) .
a
b
c
d
e
f
g
h
Gambar 2 Tahap persiapan tanaman dengan teknik ex-vitro. (a) pemilihan tanaman induk, (b) stek berukuran 10-15 cm, (c) sterilisasi, (d) induksi perakaran, (e) inkubasi dalam ruang mikroklimat, dan (f) inisiasi tunas (g) tanaman berumur 1 bulan, dan (h) perakaran eksplan jarak
Dari tiap genotipe diambil 20 stek berukuran 10 cm–15 cm, menggunakan gunting setek. Setek yang diperoleh selanjutnya ditanam pada polibag ukuran
14
12 cm x15 cm berisi campuran tanah dan pasir (vv-1) dengan perbandingan 1:4. Sebelum ditanam pada polibag, stek tanaman jarak terlebih dahulu di sterilisasi dengan fungisida dan bakterisida dan diolesi dengan hormon perangsang akar (bioroot). Polibag yang telah berisi stek tanaman jarak kemudian dimasukkan ke dalam sungkup plastik yang diletakkan di dalam rumah paranet dengan hambatan cahaya 65% selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, polibang dikeluarkan dari sungkup dan dibiarkan tetap berada di dalam rumah paranet selama 2 minggu. Setelah 2 minggu, stek jarak yang telah memiliki 4-5 daun dan akar yang cukup banyak dan kuat, dapat dipindahkan ke polibag yang lebih besar dengan ukuran 40 cm x 40 cm. Polibag berisi media tanam yang terdiri dari campuran tanah top soil: pasir: pupuk kandang (vv-1v-1) dengan perbandingan 1:1:1. Sebelum tanaman dimasukkan ke dalam polibag, terlebih dahulu media diberi biofertilizer (mikoriza) sebanyak 10 gram per tanaman. Tanaman jarak yang telah berumur 2-3 bulan, dikeluarkan dari rumah paranet dan dipindahkan ke lapangan terbuka. Pemeliharaan selanjutnya meliputi penyiraman, pemberian pupuk cair, penambahan kompos dan penyemprotan fungisida atau insektisida. Pemberian pupuk cair dilakukan dua kali dalam seminggu, sedangkan penyemprotan fungisida dan insektisida dilakukan dua kali dalam satu bulan, dan dapat ditingkatkan bila terlihat adanya serangan hama dan penyakit. Pengamatan karakter morfo-agronomi tanaman jarak pagar dilakukan dengan mengacu pada pedoman Deskriptor Tanaman Perkebunan untuk tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) yang dimodifikasi untuk jarak pagar (Puslitbangbun 2005) (Lampiran 1). Pengamatan terhadap karakter morfoagronomi yang diamati adalah: 1. Batang a. Jumlah cabang produktif (JCP) (diamati pada saat tanaman sudah berbuah) (cm) b. Tinggi tanaman (TT) (diukur pada minggu ke 8) (cm) c. Diameter batang (DB) (diukur pada minggu ke 8) (cm) 2. Daun (diamati pada daun ke-10, setelah tanaman berbunga) a. Panjang daun (PD) (cm) b. Lebar daun (LD) (cm) c. Panjang tangkai daun (PTD) (cm) d. Warna daun (WD) e. Bentuk daun (BTD) f. Tepi daun (TD) g. Tulang daun (TLD) h. Warna tulang daun (WTLD) i. Permukaan daun (PMD) j. Warna tangkai daun (WTD) k. Lapisan lilin tangkai daun (LLTD) 3. Bunga (diamati pada saat tanaman mulai berbunga, pada 3 tandan bunga per tanaman) a. Umur berbunga (hari) b. Jumlah bunga betina per tandan (dihitung saat 50 % bunga sudah mekar), c. Jumlah bunga jantan per tandan (dihitung saat 50 % bunga sudah mekar), d. Persentase bunga betina menjadi buah (%)
15
4. Buah (pengamatan dilakukan pada 3 buah per tandan pertama tiap tanaman) a. Waktu terbentuknya buah (hari) b. Waktu buah masak (hari) c. Jumlah buah per tandan d. Jumlah tandan buah e. Diameter buah (cm) f. Panjang buah (cm) g. Tebal daging buah (cm) h. Bobot buah per tandan (BB) (g) 5. Biji (Karakter biji diamati pada biji tandan pertama dari buah yang diambil pada pengamatan 4) a. Jumlah biji per buah b. Diameter biji (cm) c. Panjang biji (cm) d. Bobot per biji basah per buah e. Bobot per biji kering per buah f. Bobot biji basah per tandan (BB) g. Bobot biji kering per tandan (BK) Eksraksi kadar minyak. Kadar minyak dianalisis menggunakan metode ekstraksi dengan alat soxhlet (SNI 01-2891-1992) Cara kerja : 1. Persiapan sampel jarak yang akan diekstraksi. Biji jarak dikupas kulit biji (shell) nya, karena bagian yang akan diekstraksi adalah daging biji (kernel) nya saja. 2. Kernel jarak dihaluskan, kemudian ditimbang ± 2 g sampel, dicatat bobotnya (A g). 3. Sampel dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang telah diberi nomor. 4. Selongsong kertas berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang berisi batu didih yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, dicatat bobot labu lemak kosong (B g). 5. Dilakukan ekstraksi dengan 150 ml n-hexane atau pelarut lemak lainnya selama 5 jam. 6. Ekstrak yang tertampung dalam labu lemak didestilasi, lalu ekstrak lemak yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selam 1 jam. 7. Ekstrak lemak yang tertampung pada labu lemak, selanjutnya dinginkan dan dtimbang sampai bobot tetap, dicatat bobotnya (C g) 8. Perhitungan : Kadar serat kasar (%) = C – A x 100 % B dimana : A = bobot labu lemak kosong B = bobot sampel C = bobot labu + lemak setelah pemanasan
16
Tahap 2 Analisis Kemiripan 16 Genotipe Tetua dan F1 Berdasarkan Penanda Molekuler Isolasi DNA genom DNA genom tanaman di isolasi mengikuti metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) yang dimodifikasi (Murray dan Thompson 1980). Sebanyak 100 mg daun jarak pagar yang masih muda digerus sampai berbentuk pasta menggunakan tabung micro-centrifuge dan micro-pestle. Untuk melisis dinding sel ditambahkan 500 µl larutan bufer ekstraksi 2xCTAB (2% (m/v) CTAB, 1% (m/v) PVP, 1 M Tris-HCl pH 8, 0.5 M EDTA pH 8, NaCl) yang sebelumnya disimpan pada suhu 65 ºC, tabung dibolak-balik sampai homogen dan diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 65ºC selama 5-10 menit. Larutan DNA dibersihkan dari lemak dan kotoran dengan penambahan 500 µl larutan khloroform:isoamilalkohol (CIAA 24:1) dan di bolak-balik sampai homogen. Kemudian larutan disentrifugasi pada suhu ruang dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit sehingga terbentuk dua fase, bagian atas dan bawah. Fase cair bagian atas dipindah ke tabung baru dan ditambahkan 1/10 volume (± 50 µl atau 2-3 tetes) bufer ekstraksi 10% CTAB (10 g CTAB, 8.18 g NaCl dilarutkan dalam 100 ml ddH2O), tabung dibolak-balik perlahan dan dinkubasi di dalam waterbath pada suhu 65 ºC selama 5-10 menit. Ke dalam tabung ditambahkan 500 µl larutan khloroform:isoamil-alkohol (CIAA 24:1) dan tabung dibolak-balik perlahan. Larutan disentrifugasi pada suhu ruang dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit sehingga terbentuk dua fase, bagian atas dan bawah. Fase cair bagian atas dipindah ke tabung baru dan ditambahkan 800 µl larutan etanol 95% dingin, lalu tabung dibolak-balik sampai terlihat benang-benang DNA berwarna putih. Tabung disimpan pada suhu -20ºC selama 20-30 menit. Benang-benang DNA diendapkan dengan melakukan sentrifugasi pada suhu ruang dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Larutan etanol dibuang dan ditambahkan 500 µl larutan etanol 70% dingin lalu tabung dibolak-balik dan disimpan pada suhu -20ºC selama 5-15 menit. Larutan disentrifugasi pada suhu ruang dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Etanol dibuang dengan menggunakan pipet secara hati-hati dan dipastikan pelet (endapan) DNA masih melekat pada dasar tabung. Pelet DNA selanjutnya dikeringkan pada suhu ruang selama 30-60 menit. Setelah cukup kering, pelet DNA dilarutkan dengan menambah 100 µl ddH2O. Untuk mendegradasi RNA ditambahkan 10 mg/ml RNAse sebanyak 1 µl. Kemudian DNA genom disimpan pada -20°C sebagai DNA stok. Tahapan isolasi DNA disajikan pada Gambar 3. Konsentrasi DNA hasil isolasi diukur pada panjang gelombang 260 nm menggunakan mesin spektrofotometer, Nano Drop (ND-1000 v 3.5.2) dan elektroforesis pada gel agarose. Kemurnian DNA ditentukan dengan menghitung rasio absorbansi pada A260 dengan A280 (Ratio A260:A280). Nilai rasio yang diharapkan berkisar antara 1.8 sampai 2. Semakin rendah nilai ratio tersebut, semakin rendah kualitas DNA akibat kontaminasi protein. Dalam metode elektroforesis, pita DNA genom normal akan tampak sebagai pendar tak putus pada gel agarose setelah proses elektroforesis. Untuk keperluan PCR, terlebih dahulu dibuat cetakan DNA, yaitu DNA tanaman jarak yang telah diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi DNA cetakan sebesar 100 ng/ µl.
17
a
b
c
d
e
f
Gambar 3 Tahapan isolasi DNA genom: a) daun muda jarak pagar, b) penggerusan daun, c) fase yang terbentuk setelah penambahan CIAA (24:1), d) pemisahan setelah sentifugasi, e) pembentukan endapan DNA dan f) pelet DNA setelah disentifugasi
Polymerase Chain Reaction (PCR) Pada reaksi Polymerase Chain Reaction (PCR), DNA tanaman jarak pagar dipergunakan sebagai cetakan DNA. Pada penelitian ini, enam belas DNA tetua dan F1 jarak pagar diamplifikasi menggunakan 20 primer RAPD yang terdiri dari 10 basa dengan kandungan G+C antara 60-70% (Lampiran 2). Primer yang memberikan pita amplifikasi lebih dari dua dan polimorfik dipilih untuk mengamplifikasi DNA progeni F2 jarak pagar. DNA jarak pagar diamplifikasi menggunakan KAPA2G Fast PCR Kit dengan komposisi PCR yang digunakan dalam proses PCR meliputi 1 µl DNA template (100 ng/µl), 2.5 µl buffer PCR (buffer A), 0.25 µl 25 mM MgCl2, 0.25 µl 10 mMdNTPmix, 0.05 µl Fast Tag DNA, 5.95 µl ddH2O, dan 1.5 µl primer. Reaksi amplifikasi dilakukan menggunakan alat PCR Thermal Cycler (Gradient PCR, Takara) berlangsung selama 45 siklus setelah pra-PCR 5 menit pada 94 ºC. Masing-masing siklus terdiri dari 5 detik 94 ºC untuk denaturasi, 30 detik pada temperatur annealing (TM-4 ºC) untuk penempelan primer pada DNA cetakan, dan 1 menit 72 ºC untuk pemanjangan fragmen DNA. Reaksi amplifikasi diakhiri dengan pasca-PCR selama 10 menit 72 ºC dan pendinginan selama 10 menit 4 ºC. Elektroforesis untuk Pemisahan Fragmen DNA Fragmen DNA hasil amplifikasi PCR dapat dipisahkan melalui elektroforesis pada gel agarose 1.5% dengan larutan bufer TAE 1x (2 mM Tris Base, 0.017 M Asam Asetat Glasial, 0,5 M EDTA pH 8). Elektroforesis berlangsung selama 90 menit pada tegangan 90 volt, suhu ruang. Banyaknya produk PCR yang dimasukkan adalah 5 µl ke dalam sumur gel. Sampel yang
18
dimasukkan ke dalam sumur, tidak ditambahkan loading dye, karena PCR mix nya sudah mengadung loading dye. Berat molekul pita DNA diduga dengan menggunakan DNA standar 100 bp dan 1 kb DNA ladder (Vivantis). Setelah elektroforesis, gel diwarnai dengan larutan etidium bromida (0.5 µl/ml) selama 10-20 menit, kemudian direndam dalam aquades selama 20 menit untuk menghilangkan etidium bromida yang terikat non spesifik pada gel agarose. Selanjutnya fragmen DNA pada gel di visualisasikan dengan UV transilluminator dan di dokumentasikan dengan Gel Doc (Alphaimager Mini, Alpha Innotech).
Tahap 3 Analisis Korelasi Karakter Morfo-Agronomi di F2 Jarak Pagar Penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahap kegiatan, yaitu: Pembentukan Populasi F2 (CRP x PDI) Pemilihan genotipe tetua silangan F1 Curup x Pidi (CRPxPDI) berdasarkan hasil penelitian pada tahap 1. Telah diperoleh dua kandidat genotipe dengan kadar minyak dan bobot biji per tandan yang tinggi (tetua asal Lampung (LMP) dan F1 persilangan Curup x Pidi (CRPxPDI)) yang dapat dipakai sebagai tetua F1 potensial untuk di selfing secara manual. Tahapan persilangan dapat dilihat pada Gambar 4. Untuk menghindari terjadinya penyerbukan oleh bunga jantan dari genotipe lain, maka penyerbukan dilakukan dengan cara selfing manual. Persilangan tetua CRP x PDI secara selfing dilakukan selama tiga bulan. Persilangan dilakukan pada pagi hari dimulai pukul 06.00 hingga 10.00 WIB.
a
e
b
c
d
f
g
h
Gambar 4 Prosedur persilangan tanaman jarak. (a) pemilihan bunga betina, (b) pemilihan bunga jantan, (c) bunga betina dan jantan yang sudah mekar, (d) pengambilan polen dari bunga jantan (e) proses penyerbukan, (f) peyungkupan bunga, (g) pemberian label hasil persilangan, (h) pembentukan bakal buah
19
Penyemaian benih F2 Benih F2 yang diperoleh, selanjutnya disemai pada polibag berukuran 12 cm x 15 cm dengan komposisi media tanam tanah top soil: pasir : pupuk kandang (vv-1v-1) (1:1:1). Selanjutnya dilakukan perawatan tanaman yang meliputi penyiraman, pemberian pupuk dan penyemprotan insektisida dan fungisida. Pengamatan daya kecambah benih (%), dihitung setelah tidak ada biji yang berkecambah (setelah dua bulan dipersemaian). Perhitungan daya kecambah benih dilakukan dengan rumus: Jumlah bibit yang tumbuh Daya kecambah benih (%) =
x 100% Jumlah seluruh benih yang ditanam
Dua ratus benih F2 yang berkecambah selanjutnya dipelihara di dalam screen house selama satu bulan sebelum dipindahkan dalam polibag berukuran 40 cm x 40 cm. Pengamatan Karakter Morfo-Agronomi Populasi F2 Pengamatan terhadap karakter morfo-agronomi populasi F2 dilakukan selama empat bulan difokuskan pada karakter yang diduga berpengaruh langsung terhadap produktivitas biji dan kadar minyak, yaitu karakter batang, buah dan biji. Pengamatan yang dilakukakan berdasarkan kriteria pada pengamatan tahap 1. Analisis kadar minyak dilakukan terhadap enam progeni yang memiliki produktivitas biji yang tinggi dan enam progeni dengan produktivitas biji rendah. Analisis Data Analisis Keragaman Genetik Berdasarkan Karakter Morfo-Agronomi di Lapangan Data kualitatif hasil pengamatan digunakan untuk membuat deskripsi masing-masing genotipe. Data kuantitatif dianalisis menggunakan SAS 9.1 untuk Analysis of Variance (ANOVA). Hasil ANOVA selanjutnya digunakan untuk analisis parameter genetik, yaitu heritabilitas arti luas (h2bs) dan koefisien keragaman genetik (KKG) yang diduga menggunakan analisis komponen ragam. Analisis ragam dan korelasi antar karakter dengan koefisien korelasi Pearson diolah dengan menggunakan fasilitas software SAS 9.1. Formulasi analisis varian untuk rancangan acak kelompok lengkap tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Analisis varian rancangan acak kelompok lengkap Sumber Derajat bebas Jumlah Kuadrat keragaman (Db) kuadrat (JK) tengah (KT) Perlakuan (t) t–1 JKP Blok (r) r–1 JKB M2 Galat (e) (t-1)(r-1) JKG M1 Total rg – 1 JKT
Nilai Harapan σ2 e + r σ2 g σ2 e
Keterangan: r = ulangan, t = perlakuan (genotipe), σ2e = ragam lingkungan, σ2g =ragam genotipe
20
Pendugaan komponen ragam genetik dilakukan menurut Singh dan Chaudhary (1979): σ2 e = KTe / r 2 σg = (KTg-KTe) / r 2 σp = σ2 g + σ 2 e KKG = √ (σ2g / x) x 100% h2bs = (σ2g / σ2p) x 100% Dimana: σ2e = ragam lingkungan σ2g = ragam genotipe σ2p = ragam fenotipe KTg = kuadrat tengah genotipe KTe = kuadrat tengah error r = ulangan x = nilai tengah populasi KKG = koefisien keragaman genetik h2bs = heritabilitas arti luas. Kriteria KKG yang dipergunakan adalah seperti yang digunakan oleh Alnopri (2004), yaitu: kriteria sempit (0<X<10%), kriteria sedang (10%≤ X ≤ 20%) dan kriteria luas (X>20%), sedangkan kriteria heritabilitas berdasarkan Stansfield (1983) dikelompokkan sebagai berikut: kriteria rendah (0<X≤20%), kriteria sedang (20%<X≤50%) dan kriteria tinggi (50%< X≤100%). Analisis korelasi digunakan untuk menduga keeratan antar karakter agronomi. Hubungan antar karakter agronomi diestimasi menggunakan formula:
rˆ xy =
Cov
xy
σ σ 2y 2 x
Dimana: = korelasi antara karakter x dan y; rˆ xy Covxy = peragam antara karakter x dan y; σ2 x = ragam populasi untuk karakter x; 2 σy = ragam populasi untuk karakter y Analisis Kemiripan Berdasarkan Karakter Morfo-Agronomi di Lapangan Untuk mempelajari kemiripan enam belas genotipe yang diuji, seluruh karakter yang diamati direduksi menggunakan analisis komponen utama (AKU). Tujuan dari AKU adalah mengelompokkan genotipe yang diamati dengan cara mereduksi peubah pengamatan yang cukup banyak menjadi beberapa komponen utama yang berdimensi lebih kecil dan saling bebas.
21
Analisis Kemiripan Genetik Berdasarkan Marka RAPD Profil fragmen RAPD yang tampak sebagai pita-pita DNA pada gel agarose diterjemahkan menjadi data biner berdasarkan ada atau tidak adanya pita DNA amplifikasi. Pita dengan ukuran (pasang basa) tertentu yang hanya diamplifikasi pada beberapa individu tanaman disebut dengan pita DNA polimorfik. Sedangkan total pita DNA merupakan keseluruhan pita DNA yang berhasil diamplifikasi oleh setiap primer pada seluruh tanaman. Pita-pita DNA yang terbentuk dari hasil amplifikasi dianggap sebagai satu karakter. Semua pita DNA dengan laju migrasi yang sama diasumsikan sebagai lokus yang homolog. Data pita DNA diterjemahkan ke dalam data biner dengan ketentuan nilai 0 (tidak ada pita) dan 1 (ada pita). Selanjutnya data biner dari 21 primer RAPD dianalisis menggunakan fasilitas software Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System (NTSYS-pc) versi 2.02 untuk menganalisis kemiripan antar genotipe (matriks jarak genetik) menggunakan Sequential, Agglomerative, Hierarchical and Nested (SAHN)-UPGMA (Unweighted PairGroup Method, Arithmetic Average) (Rohlf 1998). Jarak genetik dihitung dari selisih nilai persentase kemiripan genetik data RAPD terhadap 100%. Hasil analisis disajikan dalam bentuk dendrogram.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap 1 Pendugaan Parameter Genetik dan Korelasi Antar Karakter serta Seleksi Genotipe Berdasarkan Karakter Morfo-Agronomi pada 16 Genotipe Tetua dan F1 Jarak Pagar Keragaan Karakter Morfo-Agronomi 16 Genotipe Tetua dan F1 Jarak Pagar Keragaan karakter tanaman ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksinya. Adanya keragaman genetik yang luas pada kondisi lingkungan seleksi yang tepat menjadi dasar dalam melakukan seleksi untuk perbaikan karakter harapan. Pengamatan karakter morfo-agronomi terhadap 16 genotipe tetua jarak dalam program pemuliaan dapat membantu mengidentifikasi genotipegenotipe dengan produksi biji dan kandungan minyak yang lebih baik (Shabanimofrad et al. 2013). Karakter kualitatif daun 16 genotipe jarak pagar memiliki keragaan yang relatif sama antara satu dengan yang lain (Tabel 3), yaitu memiliki warna daun hijau, tepi daun rata, tulang daun kaku, warna tulang daun hijau kekuningan, permukaan daun bergelombang dan tidak memiliki lapisan lilin. Karakter kualitatif yang sedikit berbeda adalah bentuk daun. Bentuk daun yang diamati berlekuk dangkal hingga sedang. Genotipe IND, JGY, KMR, LMP, LMPxPDI, CRPxPDI dan LMPxLMP memiliki bentuk daun berlekuk sedang dan genotipe PDI, CRP, MDN, CRPxMDN, PDIxMDN, PDIxLMP, KMRxKMR, PLGxPLG, INDxIND memiliki bentuk daun berlekuk dangkal hingga sedang. Deskripsi karakter kualitatif daun dijelaskan pada Lampiran 1.
22
Tabel 3. Karakter kualitatif daun 16 genotipe jarak pagar No.
Genotipe
WD
BTD
TD
TLD
WTLD
PMD
WTD
LLTD
1
IND
hijau
sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
2
PDI
hijau
dangkal-sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
3
JGY
hijau
sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
4
CRP
hijau
dangkal-sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
5
KMR
hijau
sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
6
MDN
hijau
dangkal-sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
7
LMP
hijau
dangkal-sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
8
CRPXMDN
hijau
dangkal -i sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
9
LMP X PDI
hijau
sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
10
PDI X MDN
hijau
dangkal-sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
11
PDI X LMP
hijau
dangkal-sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
12
CRP X PDI
hijau
sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
13
KMR X KMR
hijau
dangkal - sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
14
PLG X PLG
hijau
sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
15
LMP X LMP
hijau
sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
16
IND X IND
hijau
dangkal-sedang
rata
kaku
HK
bergelombang
HM
tidak ada
Keterangan : WD=warna daun, BTD=bentuk lekuk daun, TD=tepi daun, TLD=tulang daun, WTLD=warna tulang daun, PMD=permukaan daun, WTD=warna tulang daun, LLTD=lapisan lilin tangkai daun, HK=hijau kekuningan, HM=hijau kemerahan.
Pengamatan karakter kualitatif daun pada 16 genotipe jarak pagar, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil pengamatan ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Susantidiana (2011) dan Surahman et al. (2009) terhadap karakter daun. Tabel 4 Nilai tengah dan F hitung karakter morfo-agronomi 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar No. Karakter Nilai tengah Fhit 1 Jumlah cabang produktif 1.03 2.3* 2 Tinggi tanaman (cm) 40.46 1.18 3 Diameter batang (cm) 1.30 1.35 4 Panjang daun (cm) 11.44 2.65* 5 Lebar daun (cm) 12.02 3.2** 6 Panjang tangkai daun (cm) 13.63 2.37* 7 Jumlah buah jadi per tandan 7.85 2.07* 8 Bobot per buah (g) 10.46 1.55 9 Diameter buah (cm) 2.63 1.69 10 Panjang buah (cm) 3.07 2.96** 11 Jumlah biji per buah 2.74 2.75* 12 Diameter biji (cm) 1.09 1.48 13 Panjang biji (cm) 1.97 2.85** 14 Bobot per biji basah (g) 1.07 2.66* 15 Bobot per biji kering (g) 0.65 7.09** 16 Jumlah biji total per tandan 17.98 4.39** 17 Bobot biji kering total per tandan (g) 12.16 3.38** 18 Kadar minyak (%) 44.70 3.28* Keterangan : *= berpengaruh nyata pada taraf α=1%, **=berpengaruh nyata α=5%
Pr>F 0.026 0.337 0.237 0.011 0.003 0.022 0.048 0.155 0.114 0.007 0.011 0.184 0.009 0.013 <.0001 0.0004 0.003 0.014 pada taraf
23
Hasil sidik ragam untuk 18 karakter morfo-agronomi yang diamati, disajikan pada Tabel 4. Terdapat 13 karakter morfo-agronomi yang dipengaruhi secara signifikan oleh genotipe. Delapan belas karakter morfo-agronomi tersebut akan dianalisis lebih lanjut nilai keragaman genetiknya. Pendugaan Ragam Genetik dan Heritabilitas Berdasarkan Analisis Univariate Salah satu kunci penentu keberhasilan perbaikan genetik karakter harapan yaitu adanya keragaman genetik yang luas pada karakter-karakter tersebut dan diwariskan dengan nilai heritabilitas yang tinggi. Pada penelitian ini, heritabilitas arti luas dapat diduga dengan cara tidak langsung dari pendugaan komponen ragam, diantaranya adalah perhitungan ragam turunan dan perhitungan komponen ragam dari analisis ragam. Ragam fenotipe dan ragam genetik diantara genotipe jarak telah dilaporkan oleh beberapa peneliti untuk beberapa karakter dalam populasi yang berbeda (Ginwal et al. 2005; Kaushik et al. 2007; Rao et al. 2008). Nilai pendugaan parameter genetik dari 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar ditampilkan pada Tabel 5. Koefisien keragaman genetik adalah nisbah akar kuadrat dari ragam genetik dengan nilai tengah karakter yang bersangkutan. Adanya perbedaaan latar belakang genetik tetua yang luas dapat berpengaruh langsung terhadap besarnya ragam genetik dalam populasi. Tingginya keragaman genetik dalam populasi menandakan dapat dilakukan tahapan seleksi sesuai dengan arah pemuliaan yang diinginkan. Berdasarkan nilai koefisien keragaman genetiknya, delapan belas karakter amatan memiliki keragaman genetik yang sempit sampai luas, dengan kisaran nilai 1.102% hingga 27.042%. Tiga belas karakter amatan memiliki keragaman genetik yang sempit, empat karakter amatan memiliki keragaman genetik yang sedang, dan satu karakter amatan yaitu karakter jumlah biji total per tandan memiliki keragaman genetik yang luas. Sempitnya kisaran nilai KKG yang diperoleh (1.102%-9.024%), mengindikasikan kekerabatan genotipe-genotipe tersebut sangat dekat. Kemungkinan besar, genotipe-genotipe tersebut berasal dari ansestor yang sama. Heritabilitas adalah perbandingan antara besaran ragam genotipe dengan besaran total ragam fenotipe dari suatu karakter (Baihaki 2000; Syukur et al. 2012). Nilai duga heritabilitas terhadap karakter-karakter yang diamati berkisar antara 15.30% hingga 85.89%. Nilai heritabilitas dikelompokkan menurut Stanfield (1983) yaitu kriteria rendah (0<X≤20%), kriteria sedang (20%<X≤50%) dan kriteria tinggi (50%< X≤100%). Berdasarkan kriteria tersebut, lima belas karakter amatan diduga diwariskan dengan nilai duga heritabilitas yang tinggi dengan kisaran 32.26%-85.89%. Nilai heritabilitas untuk karakter diameter batang dan diameter biji tergolong sedang dengan kisaran 25.69-32.26%. Sedangkan nilai heritabilitas untuk karakter tinggi tanaman tergolong rendah dengan nilai 15.30%. Menurut Wicaksana (2001) karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih dominan terhadap karakter yang ditampilkan tanaman karena faktor genetiknya memberi sumbangan yang lebih besar dibandingkan dengan faktor lingkungan. Terdapat dua upaya yang dapat dilakukan untuk memperluas keragaman genetik pada populasi ini yaitu (1) membuat populasi selfing pada individu F1 terpilih dan (2) melakukan induksi mutasi pada genotipe-genotipe terpilih.
24
Tabel 5 Nilai duga parameter genetik karakter morfo-agronomi16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Karakter Jumlah cabang produktif Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang tangkai daun (cm) Jumlah buah per tandan Bobot per buah (g) Diameter buah 9cm) Panjang buah (cm) Jumlah biji per buah Diameter biji (cm) Panjang biji (cm) Bobot per biji basah (g) Bobot per biji kering (g) Jumlah biji total per tandan Bobot biji kering total per tandan (g) Kadar minyak(%)
Keterangan:
x
KTg
KTe
σ2 g
σ2 f
σ2 e
KKG
Kriteria
1.03 40.46 1.30 11.44 12.02 13.63 7.85 10.46 2.63 3.07 2.74 1.09 1.97 1.07 0.65 17.98 12.16
0.01 79.42 0.04 2.93 1.85 7.86 9.32 9.18 0.06 0.08 0.27 0.00 0.01 0.02 0.02 91.78 32.22
0.01 67.27 0.03 1.11 0.58 3.32 4.50 5.91 0.04 0.03 0.10 0.00 0.01 0.01 0.00 20.88 9.54
0.00 4.05 0.00 0.61 0.42 1.513 1.61 1.09 0.01 0.02 0.06 0.00 0.00 0.00 0.01 23.63 7.56
0.01 26.47 0.01 0.96 0.62 2.62 3.11 3.06 0.02 0.03 0.09 0.00 0.00 0.00 0.01 30.59 10.74
0.00 8.82 0.00 0.33 0.21 0.87 1.04 1.02 0.01 0.01 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 10.20 3.58
5.02 4.97 4.41 6.81 5.42 9.02 16.15 9.98 3.49 4.20 8.76 1.10 2.73 6.25 12.05 27.04 22.61
sempit sempit sempit sempit sempit sempit sedang sempit sempit sempit sempit sempit sempit sempit sedang luas sedang
13.16
17.69
5.40
4.10
5.90
1.97
15.38
sedang
h²bs 56.47 15.30 25.68 62.24 68.71 57.77 51.72 35.61 40.90 66.25 63.59 32.26 64.89 62.38 85.89 77.25 70.40 69.48
Kriteria tinggi rendah sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi
x = nilai tengah, KTg = kuadrat tengah genotipe, KTe = kuadrat tengah error, σ2g = ragam genetik, σ2f = ragam fenotipe, σ2e = ragam lingkungan, KKG(%) = koefisien keragaman genetik, h²bs (%) = heritabilitas arti luas
25
Berdasarkan informasi dugaan keragaman genetik 18 karakter amatan dan nilai heritabilitasnya, seleksi dapat dilakukan pada karakter jumlah biji total per tandan karena memiliki nilai koefisien keragaman genetik yang luas dengan nilai heritabilitas arti luas yang tinggi. Karakter kadar minyak dapat juga dipakai sebagai parameter amatan karena memiliki nilai koefisien keragaman genetik sedang dengan nilai heritabilitas arti luas yang tinggi. Pendugaan Ragam Genetik Berdasarkan Analisis Multivariate Hasil analisis keragaman genetik menggunakan pendekatan multivariate disajikan pada Gambar 5. Nilai koefisien kemiripan 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar berkisar dari 0.97 sampai 1.00, yang artinya memiliki kemiripan 97 hingga 100%. Pada koefisien kemiripan 0.98 dapat dibentuk tiga kelompok utama. Kelompok pertama terdiri dari dua genotipe yaitu Indralaya (IND) dan Komering x Komering ( KMR x KMR), kelompok kedua terdiri dari sebelas genotipe yaitu Pidi (PDI), Curup (CRP), Pidi x Medan (PDI x MDN), Lampung x Lampung (LMP x LMP), Curup x Pidi (CRP x PDI), Komering (KMR), Curup x Medan (CRP x MDN), Lampung (LMP), Palembang x Palembang (PLG x PLG), Pidi x Lampung (PDI x LMP), Indralaya x Indralaya (IND x IND) dan kelompok tiga terdiri dari tiga genotipe yaitu Jogyakarta (JGY), Medan (MDN), LampungxPidi (LMPxPDI). IND KMRXKMR
I
PDI CRP PDIXMDN LMPXLMP CRPXPDI KMR
II I
CRPXMDN
CRPXMDN LMP PLGXPLG PDIXLMP INDXIND
III
JGY MDN LMPXPDI
0.97
0.98
0.98
0.99
1.00
Koefisien Kemiripan
Gambar 5
Dendrogram 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar hasil analisis klaster berdasarkan karakter morfo-agronomi
Berdasarkan dendrogram yang diperoleh, terlihat bahwa sebagian besar genotipe jarak pagar yang dipakai dalam penelitian ini berada pada kelompok dua. Dari hasil yang diperoleh, tanaman F1 PidixMedan (PDIxMDN) dan LampungxLampung (LMPxLMP) memiliki tingkat kemiripan 100%. Tingginya koefisien kemiripan antar genotipe yang diamati¸ sejalan dengan hasil analisis koefisien keragaman genetik yang telah diperoleh.
26
Karena jarak pagar adalah tanaman yang menyerbuk silang, maka akan besar peluang terjadinya genotipe tetua dan F1 selfingnya tidak berada pada kelompok yang sama. Seperti terlihat pada genotipe IND (kelompok I) dan genotipe INDxIND (kelompok II). Korelasi Antar Karakter Seleksi pada karakter-karakter harapan dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan yaitu (1) seleksi langsung menggunakan karakter target seleksi; (2) seleksi tidak langsung menggunakan karakter sekunder. Efektivitas pendekatan seleksi tidak langsung menggunakan karakter sekunder ditentukan oleh keeratan hubungan karakter-karakter tersebut. Keeratan hubungan antar karakter tanaman dianalisis menggunakan analisis korelasi. Karakter tersebut harus mudah diamati, cepat, murah dan tidak bersifat destruktif (Misnen et al. 2012). Penelitian yang dilakukan Kaushik et al. (2007) menunjukkan bahwa berat biji jarak memiliki korelasi positif dengan kandungan minyak. Pada penelitian ini, tidak terlihat adanya korelasi antara berat biji dan kadar minyak. Nilai korelasi antar karakter yang diamati dari 16 genotipe yang diuji disajikan pada Tabel 6. Tabel 6
JCP PD LD PTD PBU JB
Koefisien korelasi antar karakter vegetatif dan komponen hasil 16 genotipe jarak pagar PD
LD
PTD
PBU
JB
PBI
BB
BK
JBT
BKT
KM
0.16
0.38
0.54*
-0.39
-0.03
-0.21
-0.22
-0.14
-0.04
-0.02
-0.52*
**
0.19
0.01
-0.10
0.43
0.445
-0.1
-0.25
-0.20
-0.11
0.327
*
-0.01
-0.48
-0.47
-0.54*
*
-0.50
0.70
0.65
**
-0.26 -0.28
-0.27 -0.23
0.208
0.31
0.14
-0.49
-0.23
0.434
0.36
0.16
-0.25
-0.1
0.54*
-0.36
-0.11
**
**
0.28
**
*
-0.47
-0.23
0.20
0.50*
-0.7**
-0.42
0.03
-0.43
-0.09
0.29
**
0.13
-0.14
PBI BB BK JBT BKT
0.50
0.91
0.54
0.78
-0.52 0.82
0.88
0.29
Keterangan: * nyata pada tingkat α = 5% dan ** sangat nyata pada tingkat α = 1%, JCP = jumlah cabang produktif, PD=panjang daun, LD=lebar daun, PTD=panjang tangkai daun, PBU=panjang buah, JB=jumlah buah, PBI=panjang biji, BB=bobot per biji basah, BK=bobot per biji kering, JBT=jumlah biji total per tandan, BKT=bobot total biji kering per tandan, KM=kadar minyak
Karakter jumlah buah (r = 0.78*) berkorelasi positif sangat nyata dengan jumlah biji total per tandan dan dengan bobot total biji kering per tandan (r = 0.82*). Karakter panjang biji (r = 0.91*) berkorelasi positif sangat nyata dengan bobot biji basah dan bobot biji kering (r = 0.54*). Karakter bobot biji basah (r = 0.50*) berkorelasi nyata dengan bobot biji kering dan jumlah biji total per tandan tetapi dengan arah yang berlawanan (r=-0.7*), artinya penambahan bobot biji tidak menyebabkan penambahan jumlah biji total per tandan. Karakter jumlah biji total per tandan (r = 0.88*) berkorelasi positif sangat nyata dengan karakter bobot total biji kering per tandan. Akan tetapi, karakter jumlah cabang
27
produktif berkorelasi nyata dengan arah negatif dengan kadar minyak (r = -0.524*), lebar daun (r = -0.542*), hal ini mengindikasikan bahwa penambahan jumlah cabang dan penambahan lebar daun tidak meningkatkan nilai kadar lemaknya, sedangkan panjang buah ( r = 0.540*) berkorelasi positif dengan kadar minyak. Dari hasil penelitian ini, karakter-karakter yang dapat dipilih untuk perbaikan bobot total biji kering antara lain jumlah buah dan jumlah biji total per tandan. Untuk karakter kadar minyak, tidak dapat diduga dari pengamatan karakter di lapang, karena berhubungan dengan hasil analisis laboratorium. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan liniear antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih tatapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah. Koefisien korelasi (r) nilainya berkisar antara -1 dan 1 (-1≤r≤1). Nilai r yang semakin mendekati -1 atau 1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut sedangkan nilai r yang mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier.
Seleksi Genotipe Tetua Berdasarkan Kadar Minyak dan Bobot Total Biji Kering Menggunakan Analisis Komponen Utama (Principle Component Analysis) Untuk mempelajari kemiripan enam belas genotipe yang diuji, seluruh karakter yang diamati direduksi menggunakan analisis komponen utama (AKU). Tujuan dari AKU adalah mengelompokkan genotipe yang diamati dengan cara mereduksi peubah pengamatan yang cukup banyak menjadi beberapa komponen utama yang berdimensi lebih kecil dan saling bebas (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Hasil analisis biplot antara enam belas genotipe dengan karakter pengamatan tersaji pada Gambar 6.
Gambar 6 Analisis biplot enam belas genotipe jarak pagar terhadap sembilan belas karakter pengamatan: (1) IND, (2) PDI, (3) JGY, (4) CRP, (5) KMR, (6) MDN, (7) LMP, (8) CRPxMDN, (9) LMPxPDI, (10) PDIxMDN, (11) PDIxLMP, (12) CRPxPDI, (13) KMRxKMR, (14) PLGxPLG, (15) LMPxLMP, (16) INDxIND
28
Panjang vektor peubah sebanding dengan keragaman peubah tersebut. Semakin panjang vektor suatu peubah maka keragaman peubah tersebut semakin tinggi (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Pada penelitian ini terlihat vektor JCP (jumlah cabang produktif) memiliki panjang vektor yang lebih pendek artinya vektor JCP memiliki keragaman yang kecil. Nilai cosinus sudut antara 2 vektor peubah menggambarkan korelasi kedua peubah. Semakin sempit sudut yang dibuat antara 2 peubah maka semakin positif tinggi korelasinya. Jika sudut yang dibuat tegak lurus maka korelasi keduanya rendah sedangkan jika sudutnya tumpul atau berlawanan arah maka korelasinya negatif (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Pada gambar diatas sudut antara 2 vektor, yaitu antara vektor BBU (Bobot buah) dengan vektor DBU (diameter buah), dan vektor TDBU (tebal daging buah) dengan vektor DBT (diameter batang) memiliki sudut yang sangat sempit, sehingga memiliki korelasi positif yang tinggi. Sedangkan sudut antara vektor DBU (diameter buah) dengan vektor DBT (diameter batang) memiliki sudut yang tumpul atau berlawanan arah, maka memiliki korelasi yang negatif. Posisi obyek yang searah dengan suatu vektor peubah diinterpretasikan sebagai besarnya nilai peubah untuk obyek yang searah dengannya. Semakin dekat letak obyek dengan arah yang ditunjuk oleh suatu peubah maka semakin tinggi peubah tersebut (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Sedangkan jika arahnya berlawanan maka nilainya rendah. Genotipe 6 (MDN), 7 (LMP), 12 (CRP x PDI) dan 15 (LMP x PDI) memiliki karakter TT (tinggi tanaman), DBT (diameter batang) dan KL (kadar lemak) lebih kuat / besar dari pada genotipe lainnya. Kedekatan letak atau posisi 2 buah obyek diinterpretasikan sebagai kemiripan sifat 2 obyek. Semakin dekat letak 2 buah obyek, maka sifat yang ditunjukkan oleh nilai-nilai peubahnya semakin mirip (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Berdasarkan posisi dua buah obyek genotife 6 (MDN), 7 (LMP), 12 (CRPxPDI), dan 15 (LMPxPDI) dianggap memiliki kemiripan sifat-sifat obyek dan semua genotipe selainnya juga menjadi satu kelompok dengan kemiripan yang berbeda. Karakter bobot biji kering dan kadar minyak adalah dua karakter penting dalam pemuliaan jarak pagar. Hasil analisis biplot dua karakter (kadar minyak dan bobot biji kering) disajikan pada Gambar 7. 20.0
I
II
LMP
Bobot Biji Kering
17.5 CRPXMDN PLGXPLG CRPXPDI PDIXLMP INDXIND PDI CRP LMPXLMP
15.0 12.5
KMR KMRXKMR 10.0
PDIXMDN
IND JGY
LMPXPDI 7.5
III
5.0 35.0
MDN 37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
IV 50.0
Kadar Minyak
Gambar 7 Analisis biplot enam belas genotipe jarak pagar terhadap dua karakter (kadar minyak dan bobot biji kering)
29
Berdasarkan analisis biplot terhadap dua karakter pengamatan (kadar minyak dan bobot biji kering), maka ke enam belas genotipe jarak pagar dikelompokkan menjadi empat grup yaitu: (1) memiliki bobot biji kering tinggi dan kadar minyak rendah (PLGxPLG, CRPxMDN, CRP, PDIxLMP, INDxIND), (2) memiliki bobot biji kering tinggi dan kadar minyak tinggi (LMP, CRPxPDI), (3) memiliki bobot biji kering rendah dan kadar minyak rendah (IND, KMRxKMR, KMR, PDI, LMPxPDI) dan (4) memiliki bobot biji kering rendah dan kadar minyak tinggi (MDN, JGY, PDIxMDN, LMPxLMP). Berdasarkan pengelompokan genotipe tersebut, maka genotipe LMP dan CRPxPDI dapat direkomendasikan sebagai genotipe terpilih untuk diteliti lebih lanjut.
Tahap 2 Analisis Kemiripan Genotipe Tetua dan F1 Berdasarkan Penanda Molekuler Profil Pita RAPD Hasil isolasi DNA genom 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar menggunakan metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) yang dimodifikasi (Murray dan Thompson 1980) menghasilkan ukuran pita DNA yang cukup bervariasi. Berdasarkan pengukuran pita DNA genom menggunakan mesin spektrofotometer Nano Drop (ND-1000 v 3.5.2), diperoleh rata-rata DNA genom memiliki kuantitas antara 767.8 ng/µl (genotipe Curup) hingga 3915.20 ng/µl (genotipe PalembangxPalembang) dengan nilai kemurnian DNA hasil isolasi antara 1.77 hingga 1.97 (Tabel 7). Penentuan kemurnian DNA dapat dilakukan dengan menghitung ratio absorbansi pada A260 dengan A280 (Ratio A260 : A280). Nilai maksimal ratio A260: A280 adalah 2. Semakin rendah nilai ratio tersebut, semakin rendah kualitas DNA akibat kontaminasi protein. Tabel 7 Konsentrasi DNA genom 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar (ng/µl) Genotipe IND PDI JGY CRP KMR MDN LMP CRPxMDN LMPxPDI PDIxMDN PDIxLMP CRPxPDI KMRxKMR PLG x PLG LMPxLMP INDxIND
ng/µl 2636.3 1008.1 1927.3 761.3 1714.3 2155 1227.3 1444.7 814.1 3578.9 2427.4 763.6 1912.2 3877.8 1656.2 1501.4
Konsentrasi DNA 260/280 ng/µl 260/280 1.93 2624.6 1.93 1.93 1061.8 1.87 1.92 1959.8 1.92 1.94 774.3 1.93 1.94 1737.3 1.94 1.94 2182.3 1.94 1.91 1223.2 1.93 1.95 1473.3 1.96 1.93 825 1.93 1.83 3585.3 1.84 1.96 2440 1.97 1.92 775.9 1.94 1.94 1921.8 1.94 1.78 3952.6 1.77 1.95 1673.2 1.95 1.95 1540.8 1.94
x (ng/µl) 2630.45 1034.95 1943.55 767.80 1725.80 2168.65 1225.25 1459.00 819.55 3582.10 2433.70 769.75 1917.00 3915.20 1664.70 1521.10
30
Analisis keragaman genetik telah dilaksanakan pada 16 genotipe tetua dan F1 jarak pagar dengan menggunakan 20 primer RAPD yang masing-masing berukuran 10 basa. Hasil penelitian menunjukkan amplifikasi DNA pada enam belas genotipe tetua menggunakan 20 primer RAPD diperoleh 11 primer menghasilkan pita polimorfik, 7 primer menghasilkan pita monomofik dan 2 primer tidak teramplifikasi (Tabel 8). Hasil amplifikasi DNA tanaman jarak pagar menggunakan 20 primer acak tersebut tidak selalu memperoleh pita dengan intensitas yang sama. Perbedaan intensitas setiap pita tidak bisa digunakan untuk menduga jumlah kopi pasang basa pada setiap pita RAPD. Intensitas DNA hasil amplifikasi pada setiap primer sangat dipengaruhi oleh: pertama, kemurnian dan konsentrasi DNA cetakan. DNA cetakan yang mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik, serta konsentrasi DNA cetakan yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplikasi yang redup atau tidak jelas (Weeden et al. 1992). Kedua, sebaran situs penempelan primer pada DNA cetakan (Grattapaglia et al. 1992; Weeden et al. 1992). Ketiga, adanya kompetisi tempat penempelan primer pada DNA cetakan yang menyebabkan satu fragmen diamplifikasi dalam jumlah banyak dan fragmen lainnya sedikit. Proses amplifikasi mungkin saja diinisiasi pada beberapa tempat, namun hanya beberapa set yang dapat dideteksi sebagai pita sesudah diamplifikasi (Grattapaglia et al. 1992). Tabel 8 Jenis primer, susunan basa dan jumlah pita DNA lima belas genotipe jarak pagar yang diamplifikasi menggunakan 20 primer acak No.
Primer
Susunan Basa (5'--'3)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
OPE-01 OPE-03 OPE-05 OPE-15 OPE-19 OPH-01 OPH-02 OPH-03 OPH-05 OPH-06 OPH-07 OPH-08 OPH-13 OPH-19 OPM-02 OPM-12 OPM-16 OPM-17 OPM-20 OPM-24
CCCAAGGTCC CCAGATGCAC TCAGGGAGGT TCAGGGAGGT ACGGCGTATG GGTCGGAGAA TCGGACGTGA AGACGTCCAC AGTCGTCCCC ACGCATCGCA CTGCATCGTG GAAACACCCC GACGCCACAC GTGACCAGCC ACAACGCCTC GGGACGTTGG GTAACCAGCC TCAGTCCGGG AGGTCTTGGG GGCGGTTGTC
Uk. Pita (bp) 400-2000 600-1200 500-2100 400-1200 375-1500 0 500-700 500-1700 300-1700 450-1450 400-1750 0 350-1200 500-2000 650-1100 400-1100 400-700 500-1000 350-1500 450-1000 Total Persentase Rata-rata pita
Total Pita 9 3 8 9 8 0 4 10 8 6 5 0 8 4 3 6 4 5 7 5 112 3.4
Total Pita polimorfik 2 2 6 1 4 0 0 0 3 0 3 0 1 2 0 0 0 3 6 0 33 29 1.65
31
Umumnya jumlah pasang basa yang masih dapat diamplifikasi pada DNA genom tanaman berkisar antara 200-2000 pasang basa, bahkan kadang-kadang mencapai 5000 pasang basa (Grattapaglia et al. 1992). Hasil penelitian ini memperoleh pita RAPD berukuran 300-2000 pasang basa. Menurut Jubera et al. (2009) data marka molekuler dalam hubungannya dengan data morfologi berguna untuk menetapkan tingkat perbedaan dan kemiripan antar kultivar. Fragmen atau pita hasil amplifikasi RAPD diasumsikan sebagai satu lokus. Hasil amplifikasi di skoring 1 jika ada pita dan 0 jika tidak ada pita yang teramplifikasi. Jumlah pita DNA genotipe tetua jarak pagar yang berhasil diamplifikasi oleh setiap primer berkisar dari 3 pita (OPE-03 dan OPM-02) sampai 10 pita (OPH-03), atau rata-rata menghasilkan 3.4 pita per primer. Jumlah pita yang diperoleh serupa dengan hasil Zainudin et al. (2010) yang berkisar antara 4-10 pita DNA per primer dan Jubera et al. (2009) yang berkisar antara 5-10 pita DNA per primer. Polimorfisme pita yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 29% (33 pita) dari 112 total pita DNA yang diperoleh. Profil pita RAPD hasil amplifikasi DNA 15 genotipe jarak pagar pada beberapa primer (OPE, OPH dan OPM) yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8 sampai dengan Gambar 10.
Gambar 8
Profil pita RAPD hasil amplifikasi DNA 15 genotipe jarak pagar menggunakan primer OPE-01. Ladder 100bp; (1) genotipe IND; (2) PDI; (3) JGY; (4) CRP; (5) KMR; (6) MDN; (7) LMP; (8) CRPxMDN; (9) LMPxPDI; (10) PDIxMDN; (11) PDIxLMP; (12) CRPxPDI; (13) KMRxKMR; (14)PLGxPLG; (15) LMPxLMP
Gambar 8 menunjukkan pola pita DNA tanaman jarak pagar menggunakan primer OPE-01, menghasilkan 9 pita dengan ukuran pita 400-2000 bp; Gambar 9 menunjukkan pola pita DNA tanaman jarak pagar menggunakan primer OPH-07, menghasilkan 5 pita dengan ukuran pita 400-1750 bp; sedangkan Gambar 10 menunjukkan pola pita DNA tanaman jarak pagar menggunakan primer OPM-20, menghasilkan 7 pita dengan ukuran pita 350-1500 bp .
32
Gambar 9
Profil pita RAPD hasil amplifikasi DNA 15 genotipe jarak pagar menggunakan primer OPH-07. Ladder 100bp; (1) genotipe IND; (2) PDI; (3) JGY; (4) CRP; (5) KMR; (6) MDN; (7) LMP; (8) CRPxMDN; (9) LMPxPDI; (10) PDIxMDN; (11) PDIxLMP; (12) CRPxPDI; (13) KMRxKMR; (14)PLGxPLG; (15) LMPxLMP
Gambar 10
Profil pita RAPD hasil amplifikasi DNA 15 genotipe jarak pagar menggunakan primer OPM-20. Ladder 100bp; (1) genotipe IND; (2) PDI; (3) JGY; (4) CRP; (5) KMR; (6) MDN; (7) LMP; (8) CRPxMDN; (9) LMPxPDI; (10) PDIxMDN; (11) PDIxLMP; (12) CRPxPDI; (13) KMRxKMR; (14)PLGxPLG; (15) LMPxLMP
Pemakaian primer OPH-02, OPH-03, OPH-06, OPM-02, OPM-12. OPM16 dan OPM-24 tidak mampu memberikan perbedaan pita DNA antara lima belas genotipe jarak pagar yang diuji. Seluruh genotipe menghasilkan pita DNA dengan jumlah dan ukuran yang beragam. Pemakaian primer OPH-01 dan OPH-08 tidak memberikan profil pita DNA terhadap ke lima belas genotipe yang diuji setelah proses amplifikasi PCR Polimorfisme DNA hasil analisis PCR yang diperoleh dalam penelitian ini membuktikan bahwa analisis molekuler RAPD dapat dipergunakan untuk mendeteksi polimorfisme genom tanaman jarak pagar. Selama proses PCR,
33
amplifikasi DNA akan terjadi jika primer menempel pada situs komplementer yang jaraknya berdekatan dan orientasinya sangat baik. Keseluruhan pola pita yang terbentuk selanjutnya akan dipergunakan dalam menyusun analisis kemiripan antar ke enam belas genotipe tersebut.
Analisis Kemiripan Dari hasil skoring pita polimorfik selanjutnya digunakan untuk menganalisis tingkat kemiripan dari 15 genotipe jarak pagar. Hasil matriks koefisien kemiripan penanda RAPD antara 15 genotipe jarak pagar berdasarkan 33 lokus yang teramplifikasi dengan rentang nilainya berkisar 0.36 hingga 1.00 (Tabel 9). Tabel 9 Nilai koefisien kemiripan genetik 15 genotipe tetua dan F1 jarak pagar berdasarkan 11 primer marka RAPD IND
PDI
JGY
CRP
KMR
MDN
LMP
CxM
LxP
PxM
PxL
CxP
KxK
PlxPl
LxL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
1.00 0.97
1.00
1
1.00
2
0.73
1.00
3
0.42
0.58
1.00
4
0.58
0.73
0.48
1.00
5
0.61
0.82
0.45
0.73
1.00
6
0.70
0.79
0.48
0.70
0.79
1.00
7
0.58
0.79
0.48
0.76
0.85
0.88
1.00
8
0.58
0.85
0.42
0.76
0.91
0.82
0.94
1.00
9
0.52
0.36
0.36
0.45
0.48
0.45
0.52
0.45
1.00
10
0.67
0.76
0.45
0.73
0.94
0.73
0.79
0.85
0.55
1.00
11
0.73
0.82
0.45
0.79
0.82
0.67
0.79
0.85
0.55
0.88
1.00
12
0.58
0.79
0.42
0.76
0.97
0.76
0.88
0.94
0.52
0.91
0.85
1.00
13
0.64
0.85
0.42
0.76
0.97
0.82
0.88
0.94
0.45
0.91
0.85
0.94
1.00
14 15
0.61 0.64
0.82 0.85
0.39 0.42
0.79 0.76
0.94 0.97
0.79 0.82
0.91 0.88
0.97 0.94
0.48 0.45
0.88 0.91
0.88 0.85
0.97 0.94
0.97 1.00
Nilai koefisien terendah (0.36) ditemukan antara genotipe LMPxPDI dengan JGY, dan LMPxPDI dengan JGY. Hal ini berarti bahwa jarak genetik antara genotipe LMPxPDI dengan JGY, dan LMPxPDI dengan JGY cukup jauh, karena memiliki koefisien kemiripan hanya 36%. Sedangkan nilai koefisien tertinggi (1.0) ditemukan antara genotipe LMPxLMP dan KMRxKMR. Genotipe LMPxLMP dan KMRxKMR mempunyai jarak genetik yang sangat dekat, karena mempunyai koefisien kemiripan 100%. Gambar 11 menunjukkan dendrogram lima belas aksesi jarak pagar hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA berdasarkan 33 lokus yang teramplifikasi. Hasil analisis gerombol berdasarkan data RAPD membentuk dendrogram dengan koefisien kemiripan berkisar 0.45-1.00 atau terdapat kemiripan 45-100%. Pada koefisien kemiripan 0.72, lima belas genotipe jarak pagar dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok utama.
34
Koefisien kemiripan
Gambar 11 Dendrogram 15 genotipe jarak pagar berdasarkan penanda RAPD yang dianalisis dengan SAHN-UPGMA pada program NTSYS-pc versi 2.02. Kelompok I, III dan IV hanya terdiri dari satu genotipe, yaitu secara berturut-turut genotipe Indralaya (IND), Lampung x Pidi (LMP x PDI) dan Jogyakarta (JGY). Kelompok II terdiri dari dua belas genotipe yaitu Pidi (PDI), Komering (KMR), Komering x Komering (KMR x KMR), Lampung x Lampung (LMP x LMP), Curup x Medan (CRP x MDN), Palembang x Palembang (PLG x PLG), CurupxPidi (CRP x PDI), Pidi x Medan (PDI x MDN), Pidi x Lampung (PDI x LMP), Medan (MDN), Lampung (LMP) dan Curup (CRP). Tahap 3 Analisis Karakteristik Populasi F2 Jarak Pagar Berdasarkan Karakter Morfo-Agronomi Keragaan Karakter Populasi F2 Jarak Pagar Tanaman jarak pagar adalah tanaman menyerbuk silang meskipun persentase menyerbuk sendirinya juga cukup tinggi. Akibat menyerbuk silang, maka keturunan yang dihasilkan bersifat heterosigot dan populasinya tidak homogen (=heterogen). Setiap benih yang dihasilkan merupakan genotipa yang berbeda dengan benih lainnya (one seed one genotype) (Hartati 2008b). Evaluasi pewarisan sifat maupun seleksi pada umumnya dilakukan pada generasi F2. Baihaki (1999) mengemukakan variabilitas terbesar dari suatu pasangan persilangan akan dicapai pada populasi F2 baik untuk tanaman menyerbuk sendiri maupun tanaman menyerbuk silang. Dengan demikian, keberhasilan program pemuliaan tanaman yang dilakukan sangat tergantung pada jumlah populasi F2 yang dihasilkan. Semakin banyak populasi yang akan diseleksi, semakin besar peluang mendapatkan genotipe yang dikehendaki. Progeni F2 yang dianalisis diperoleh dari hasil persilangan secara selfing tanaman F1 CurupxPidi (CRPxPDI), sebagai genotipe terpilih dari penelitian tahap 1 yang telah dilakukan. Persilangan secara selfing dilakukan sebanyak 194 silangan dalam periode dua bulan dengan persentase keberhasilan membentuk buah sebanyak 79.38%. Pada umumnya, buah jarak pagar terbagi menjadi tiga
35
ruang, masing-masing ruang berisi satu biji sehingga dalam setiap buah terdapat tiga biji (Hambali et al. 2002). Bji hasil persilangan yang diperoleh sebanyak 393 biji (benih). Benih yang diperoleh selanjutnya dikecambahkan pada polibag berukuran 12 cm x 15 cm berisi campuran media tanah: pasir: pupuk kandang (v/v) (1: 1: 1). Pengamatan terhadap benih yang berkecambah dilakukan selama 30 hari. Persentase perkecambahan benih F2 yang diperoleh sebesar 89.28%. Selanjutnya, evaluasi karakter morfo-agronomi dilakukan terhadap dua ratus progeni F2. Pengamatan terhadap dua ratus progeni F2 dilakukan selama empat bulan. Pembentukan buah dari tiap genotipe jarak pagar terlihat bervariasi. Selama empat bulan pengamatan, tidak semua tanaman menghasilkan tandan buah. Terdapat 52 progeni F2 menghasilkan tiga tandan buah, 84 progeni F2 menghasilkan dua tandan buah, 53 progeni F2 menghasilkan satu tandan buah, dan 11 progeni F2 belum berbuah selama peroiode pengamatan. Jumlah buah yang terbentuk pada tiap tandan selama periode pengamatan disajikan pada Gambar 12.
Jumlah Tandan
Gambar 12 Jumlah tanaman berdasarkan banyaknya tandan yang terbentuk pada 200 progeni F2 jarak pagar persilangan CPRxPDI Pengamatan terhadap produktivitas biji dari masing-masing genotipe dilakukan hanya pada 52 genotipe tanaman yang sudah menghasilkan tiga tandan buah pada periode pengamatan. Pengamatan terhadap nilai tengah dari karakterkarakter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 10. Analisis kadar minyak dari progeni F2 dilakukan terhadap dua belas progeni. Pemilihan progeni yang dianalisis kadar minyaknya berdasarkan bobot biji kering totalnya. Enam progeni dengan produktivitas rendah dan 6 progeni dengan produktivitas tinggi (Lampiran 3) . Bobot biji kering total dari 3 tandan buah tiap genotipe berkisar dari 3.31 g sampai 27.2 g, dan kisaran kadar minyak 45.22% sampai 56.57% (Tabel 11).
36
Tabel 10 Keragaan karakter morfo-agronomi 52 progeni jarak pagar pada populasi F2 CRPxPDI Karakter Jumlah cabang produktif Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang tangkai daun (cm) Buah terbentuk tandan 1 Buah jadi tandan 1 Jumlah biji tandan 1 Bobot biji kering tandan 1 (g) Buah terbentuk tandan 2 Buah jadi tandan 2 Jumlah biji tandan 2 Bobot biji kering tandan 2 (g) Buah terbentuk tandan 3 Buah jadi tandan 3 Jumlah biji tandan 3 Bobot biji kering tandan 3 (g) Rata-rata bobot kering biji (g) Bobot biji kering total (g)
Nilai tengah 2.04 59.75 2.33 11.65 10.65 13.04 3.33 3.12 7.81 4.09 4.23 3.67 9.21 5.18 4.12 3.73 9.44 5.79 5.02 15.06
Simpangan baku 0.48 4.69 0.14 3.19 2.27 3.49 2.01 1.89 4.72 2.54 1.77 1.67 4.23 2.54 1.97 1.96 5.32 3.36 1.78 5.34
Nilai terendah 1.00 50.00 2.00 6.00 7.40 6.00 1.00 1.00 1.00 0.39 1.00 1.00 2.00 0.82 1.00 1.00 1.00 0.81 1.10 3.31
Nilai tertinggi 3.00 71.00 2.60 17.70 17.50 22.00 9.00 9.00 20.00 10.84 8.00 8.00 20.00 11.38 8.00 7.00 20.00 13.52 9.07 27.20
Tabel 11 Keragaan karakter morfo-agronomi 12 progeni jarak pagar pada populasi F2 CRPxPDI Karakter Jumlah cabang produktif Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang tangkai daun (cm) Buah terbentuk tandan 1 Buah jadi tandan 1 Jumlah biji tandan 1 Bobot biji kering tandan 1 (g) Buah terbentuk tandan 2 Buah jadi tandan 2 Jumlah biji tandan 2 Bobot biji kering tandan 2 (g) Buah terbentuk tandan 3 Buah jadi tandan 3 Jumlah biji tandan 3 Bobot biji kering tandan 3 (g) Rata-rata bobot kering biji (g) Bobot biji kering total (g) Kadar minyak (%)
Nilai Simpangan tengah baku 2.08 0.51 59.33 5.66 2.31 0.16 13.77 3.51 11.03 2.08 13.28 2.90 5.00 2.34 4.58 2.19 11.83 6.16 6.40 3.12 5.00 2.00 4.91 2.07 12.27 5.22 7.50 3.32 4.86 1.57 4.86 1.57 13.29 3.45 8.08 2.60 7.34 2.47 17.98 7.02 52.36 3.24
Nilai terendah 1.00 50.00 2.05 6.00 8.30 8.50 2.00 2.00 3.00 1.58 3.00 3.00 6.00 3.84 3.00 3.00 9.00 3.79 3.47 10.04 45.22
Nilai tertinggi 3.00 68.00 2.60 18.90 15.50 18.50 8.00 8.00 24.00 10.84 8.00 8.00 22.00 14.76 7.00 7.00 18.00 10.58 11.96 27.20 56.57
37
Analisis Korelasi Antar Karakter pada Dua Belas Genotipe Progeni F2 Jarak Pagar Nilai korelasi antar karakter vegetatif dan komponen hasil yang diamati dari dua belas genotipe progeni F2 yang diuji disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan analisis data yang diamati terlihat bahwa tidak ada satu karakter pun yang berkorelasi dengan kadar minyak. Diduga, karakter kadar minyak tidak dapat diduga berdasarkan karakter-karakter amatan dilapangan. Karakter lain yang dapat dipilih adalah karakter yang berkorelasi terhadap bobot biji total. Karakter pengamatan yang berpengaruh terhadap produktivitas biji yang dihasilkan antara lain berkorelasi terhadap bobot biji total adalah buah terbentuk tandan2 (BT2) (r = 0.71*), buah jadi tandan2 (BJ2) (r = 0.7*), JBT2 (jumlah biji tandan 2) (r = 0.7*), BT3 (buah terbentuk tandan3) (r = 0.71*), buah jadi tandan3 (BJ3) (r = 0.71*), jumlah biji tandan3 (JBT3) (r = 0.71*), berat kering biji tandan3(BKT3) (r = 0.76*) dan rata-rata BK biji RBK3 (r = 0.59*). Analisis Biplot untuk Dua Belas Genotipe Progeni F2 Jarak Pagar Untuk mempelajari kemiripan dua belas genotipe yang diuji, seluruh karakter yang diamati direduksi menggunakan analisis komponen utama (AKU). Hasil analisis biplot antara dua belas genotipe progeni F2 jarak pagar dengan karakter pengamatan tersaji pada Gambar 13.
Gambar 13 Analisis biplot dua belas genotipe progeni jarak pagar pada populasi F2 CRPxPDI terhadap karakter pengamatan. (1) CRPxPDI-14, (2) CRPxPDI27, (3) CRPxPDI-37, (4) CRPxPDI-42, (5) CRPxPDI-43, (6) CRPxPDI-47, (7) CRPxPDI-73, (8) CRPxPDI-79, (9) CRPxPDI-94, (10) CRPxPDI-127, (11) CRPxPDI-132, (12) CRPxPDI-157.
38
Tabel 12 Koefisien korelasi antar karakter vegetatif dan komponen hasil 12 genotipe progeny F2 jarak pagar KM JCP TT DB PD LD PTD BT1 BJ1 JBT1 BKT1 BT2 BJ2 JBT2 BKT2 BT3 BJ3 JBT3 BKT3 RBK
JCP
TT
DB
PD
LD
PTD
-0.2
-0.2
0.26
-0.214
0.01
0.02
0.17
0.19
-0.0
-0.1
-0.13
0.52
0.55
-0.23
-0.29
-0.0
0.59*
0.28
0.52
-0.43
-0.45
-0.51
-0.2
-0.13
0.04
-0.01
0.01
0.08
0.02
0.38
-0.29
-0.26
-0.24
-0.37
0.8*
-0.7*
-0.68*
-0.7*
-0.67*
-0.54
-0.54
-0.61*
-0.65*
0.98
0.91** 0.95**
0.16
BT1
BJ1
JBT1
BKT1
BT2
BJ2
JBT2
BKT2
BT3
BJ3
JBT3
BKT3
RBK
BBT 123
0.12
0.13
0.04
0.13
-0.45
-0.25
0.84
0.84**
0.1
0.1
-0.15
-0.2
-0.16
-0.19
0.43
-0
0.89**
0.89**
0.2
0.2
0.15
0.18
0.15
0.5
-0.66*
-0.28
-0.24
-0.2
-0.15
-0.06
-0.1
-0.09
-0.14
-0.53
-0.5
0.12
0.13
0.09
0.13
0.13
0.13
0.09
0.11
0.38
0.18
-0.36
-0.37
-0.4
-0.22
-0.6*
-0.6*
-0.64*
-0.66*
-0.35
-0.7**
0.53
0.57
0.49
0.48
0.36
0.36
0.28
0.29
-0.16
0.15
0.34
0.37
0.39
0.43
0.03
0.03
-0.07
-0.08
-0.08
-0.1
0.92**
-0.2
-0.21
-0.2
-0.11
-0.28
-0.3
-0.22
-0.18
0.66*
0.23
0.95**
-0.28
-0.28
-0.2
-0.19
-0.31
-0.3
-0.26
-0.2
0.66
0.19
0.94**
-0.42
-0.43
-0.4
-0.39
-0.31
-0.3
-0.27
-0.2
0.57
0.07
-0.16
-0.17
-0.2
-0.13
-0.17
-0.2
-0.12
-0.05
0.7*
0.34
0.99**
0.97**
0.96**
0.4
0.4
0.36
0.39
0.32
0.71*
0.97**
0.96**
0.39
0.39
0.35
0.38
0.33
0.7*
0.98**
0.38
0.38
0.34
0.36
0.36
0.7*
0.26
0.26
0.22
0.24
0.38
0.64
1
0.99**
0.99**
0.06
0.71**
0.99**
0.99**
0.06
0.71**
0.99
0.04
0.71**
0.11
0.76** 0.59*
Keterangan: KM=kadar minyak JCP=jumlah cabang produktif, TT=tinggi tanaman, DB=diameter batang, PD=panjang daun, LD=lebar daun, PTD=panjang tangkai daun, BT1=buah terbentuk tandan1, BJ1=buah jadi tandan1, JBT1=jumlah biji tandan1, BKT1=berat kering biji tandan1, BT2=buah terbentuk tandan2, BJ2=buah jadi tandan2, JBT2=jumlah biji tandan 2, BKT2=berat kering biji tandan 2, BT3=buah terbentuk tandan3, BJ3=buah jadi tandan3, JBT3=jumlah biji tandan3, BKT3 = berat kering biji tandan3 RBK=Rata-rata BK biji, BBT123=Bobot biji total (tandan1 s/d 3)
39
Panjang vektor peubah sebanding dengan keragaman peubah tersebut. Semakin panjang vektor suatu peubah maka keragaman peubah tersebut semakin tinggi (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Pada hasil analisis biplot progeni F2 vektor DB memiliki panjang vektor yang lebih pendek dibandingkan vektor lain artinya vektor DB memiliki keragaman yang kecil sedangkan BBT123 memiliki panjang vektor lebih panjang dibandingkan vektor lain, artinya BBT123 memiliki keragaman yang besar dibandingkan vektor lain. Nilai cosinus sudut antara 2 vektor peubah menggambarkan korelasi kedua peubah. Semakin sempit sudut yang dibuat antara 2 peubah maka semakin positif tinggi korelasinya. Jika sudut yang dibuat tegak lurus maka korelasi keduanya rendah sedangkan jika sudutnya tumpul atau berlawanan arah maka korelasinya negatif (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Pada gambar diatas sudut antara 2 vektor, yaitu antara vektor BT2 dan JBT2 memiliki sudut yang sangat sempit sehingga memiliki korelasi positif sangat tinggi. Sedangkan sudut antara vektor JBT2 dan JBT1 memiliki sudut yang tumpul sehingga memiliki korelasi yang negatif. Posisi obyek yang searah dengan suatu vektor peubah diinterpretasikan sebagai besarnya nilai peubah untuk obyek yang searah dengannya. Semakin dekat letak obyek dengan arah yang ditunjuk oleh suatu peubah maka semakin tinggi nilai peubah tersebut. Sedangkan jika arahnya berlawanan maka nilainya rendah. Kedekatan letak atau posisi 2 buah obyek diinterpretasikan sebagai kemiripan sifat 2 obyek. Semakin dekat letak 2 buah obyek, maka sifat yang ditunjukkan oleh nilai-nilai peubahnya semakin mirip (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Berdasarkan posisi dua buah obyek, genotipe 4, 11 dan 12 memiliki karakter TT dan PD lebih kuat/besar dari pada genotipe lainnya.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Secara umum keragaan karakter kualitatif daun 16 genotipe tetua dan F1 yang diamati relatif sama antara satu dengan yang lain kecuali untuk karakter bentuk daun yang memiliki lekuk daun dari dangkal hingga sedang. Nilai KKG yang diperoleh untuk semua genotipe jarak pagar relatif sempit dengan kisaran antara 2.726% hingga 9.024%, sementara nilai heritabilitas arti luas untuk semua karakter tinggi, dengan kisaran antara 32.259% hingga 85.889%. 2. Pada penelitian ini, tidak ada karakter morfo-agronomi yang berkorelasi langsung dengan produktivitas biji dan kadar minyak. Karakter-karakter yang dapat dipilih melalui pendekatan bobot biji kering total, yaitu karakter jumlah buah dan jumlah biji total per tandan. 3. Berdasarkan hasil analisis kemiripan 15 genotipe jarak pagar pada 33 lokus marka molekuler RAPD, diperoleh matriks koefisien kemiripan dengan rentang nilai 0.36 hingga 1.00. Nilai koefisien terendah (0.36) ditemukan antara genotipe LMPxPDI dengan JGY, dan LMPxPDI dengan JGY. Sedangkan nilai koefisien tertinggi (1.0) ditemukan antara genotipe LMPxLMP dan KMRxKMR. Dendrogram berdasarkan penanda RAPD menggolongkan 16 genotipe jarak pagar ke dalam empat kelompok pada
40
koefisien kemiripan 0.72. Kelompok I, III dan IV hanya terdiri dari satu genotipe, yaitu secara berturut-turut genotipe Indralaya (IND), LampungxPidi (LMPxPDI) dan Jogyakarta (JGY). Kelompok II terdiri dari dua belas genotipe yaitu Pidi (PDI), Komering (KMR), KomeringxKomering (KMRxKMR), LampungxLampung (LMPxLMP), CurupxMedan (CRPxMDN), PalembangxPalembang (PLGxPLG), CurupxPidi (CRPxPDI), PidixMedan (PDIxMDN), PidixLampung (PDIxLMP), Medan (MDN), Lampung (LMP) dan Curup (CRP). 4. Berdasarkan hasil analisis biplot enam belas genotipe tetua dan F1 jarak pagar terhadap dua karakter pengamatan (kadar minyak dan bobot biji kering), maka genotipe LMP dan CRPxPDI dapat direkomendasikan sebagai genotipe tetua F1 potensial untuk di selfing dalam rangka membentuk populasi F2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan penanda molekuler untuk menginformasikan keragaman genetiknya. Selain itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan keragaman genetik yang dapat dilakukan melalui introduksi, eksplorasi ulang, mutagenesis dan melakukan persilangan antar spesies.
41
DAFTAR PUSTAKA
Agustian A. 2008. Karakterisasi variasi genetik Jatropha curcas L. dengan menggunakan marka molekular Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)[Skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Alnopri. 2004. Variabilitas genetik dan heretabilitas sifat-sifat pertumbuhan bibit tujuh genotipe kopi Robusta-Arabika. JIPI. 6:91-96 Ariati MR, Kusdiana D, Dewi P. 2010. Kebijakan pemerintah dalam mendukung pengembangan jarak pagar sebagai sumber energi alternatif BBN. Di dalam: Purwati RD, Soetopo D, Yulianti T, Djumali, Hariyono B, Asbani N, Hartono J, Tirtosuprobo S, editor. Inovasi Teknologi dan Cluster Pioneer Menuju DME Berbasis Jarak Pagar. Lokakarya Nasional V; 2009 Nov 4; Malang, Indonesia. Malang (ID): Tunggal Mandiri. hlm 1-6. Azrai M. 2005. Pemanfaatan marka molekuler dalam proses seleksi pemuliaan tanaman. J AgroBiogen. 1(1):26-37 Azrai M. 2006. Sinergi teknologi marka molekuler dalam pemuliaan tanaman jagung. J Litbang Pertanian. 25(3):81-89 Bahar H, Zen S. 1993. Parameter genetik pertumbuhan tanaman, hasil dan komponen hasil jagung. Zuriat. 4(1):4-7. Baihaki A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Bandung (ID): Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Dewi KP. 2008. Identifikasi keragaman genetik jarak pagar (Jatropha curcas L.) berdasarkan karakter bunga dan DNA menggunakan teknik Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Divakara B, Upadhyaya H, Wani S, Gowda C. 2010. Biology and genetic improvement of Jatropha curcas L. [A review]. Appl Energ. 87(3):732-742. Forson FK, Oduro EK, Hammond-Donkoh E. 2004. Performance of jatropha oil blends in a diesel engine. Renewable Energy. 29:1135–1145. Franco J, Crossa J, Ribaut J, Bertran J, Warburton M, Khairallah M. 2001. A method for combining molecular markers and phenotypic attributes for classifying plant genotypes. TAG. 103:944–952. Ginwal H., Phartyal S, Rawat P, Srivastava R. 2005. Seed source variation in morphology, germination and seedling growth of Jatropha curcas Linn. in central India. Silvae Genet. 54:76–79. Ghosh L, Singh L. 2011. Variation in seed and seedling characters of Jatropha curcas L with varying zones and provenances. Trop Ecol. 52:113-122. Grattapaglia D, Chaparro J, Wilcox P, McCord S, Werner D, Amerson H, McKeand S, Bridgwater F, Whetten R, O’Malley D et al. 1992. Mapping in woody plants with RAPD markers: Application to breeding in forestry and horticulture. Di dalam: Application of RAPD Technologyu to Plant Breeding. Join Plant Breeding Symposia Series CSSA/ASHS/AGA; 1992 Nov 1. Minneapolis (US). Minneapolis.
42
Guzhov Y. 1989. Genetics and Plant Breeding for Agriculture. Moscow (RU): Mir Publ. Hambali E, Suryani A, Dadang, Hariyadi, Hanfie H, Reksowardojo IK, Rivai M, Ihsanur M, Suryadarma P, Tjitrosemito S et al. 2006. Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Hariyadi. 2005. Budidaya tanaman jarak (Jatropha curcas Linn.) sebagai bahan alternatif biofuel. Di dalam: Fokus Grup Diskusi (FGD) Pemanfaatan Lahan Kritis Di Daerah untuk Penyediaan Bahan Baku Biofuel Sebagai Sumber Energi Alternatif pada Deputi Bidang Pengembangan SISTEKNAS; 2005 Sep 14-15; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Hartati RS. 2007. Jarak Pagar, Menyerbuk Silang atau Menyerbuk Sendiri?. Infotek Jarak Pagar. 2(10):37. Hartati RS. 2008a. Beberapa sifat penting untuk perbaikan varietas unggul tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Heliyanto B, Soetopo D, Purwati RD, Yulianti T, Mardjono R, Tirtosuprobo, Asbani N, Hartono J, editor. Inovasi Teknologi Jarak Pagar untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi. Lokakarya Nasional III; 2007 Nov 5; Malang, Indonesia. Malang (ID): Bayumedia Publishing. hlm 201-210. Hartati RS. 2008b. Variasi tanaman jarak pagar dari satu sumber benih satu genotipa. Infotek Jarak Pagar. 3(1) Hartati RS. 2009. Persilangan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Purwati RD, Soetopo D, Yulianti T, Djumali, Hariyono B, Asbani N, Hartono J, Tirtosuprobo S, editor. Akselerasi Inovasi Teknologi Jarak Pagar Menuju Kemandirian Energi. Lokakarya Nasional IV; 2008 Nov 6; Malang. Indonesia. Malang (ID): Surya Pena Gemilang. Hlm105-113. Hartati RS, Setiawan A, Heliyanto B, Pranowo D, Sudarsono. 2009. Keragaan morfologi dan hasil 60 individu jarak pagar (Jatropha curcas L.) terpilih di kebun percobaan Pakuwon Sukabumi. J Littri. 15(4):152-161 Hasnam. 2006. Biologi Bunga Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Infotek Jarak Pagar. 1(4):13. Heller J. 1996. Physic nut, Jatropha curcas L. Promoting the Conservation and Use of Under Utilized and Neglected Crops. Rome (IT): Internat Plant Gen Res Ins. Jamsari. 2007. Bioteknologi Pemula: Prinsip Dasar dan Aplikasi Analisis Molekuler. Pekanbaru (ID). Unri Pr. Jubera MA, Janagoudar BS, Biradar DP, Ravikumar RL, Koti RV, Patil SJ. 2009. Genetic diversity analysis of elite Jatropha curcas (L.) genotypes using randomly amplified polymorphic DNA markers. Karnataka J Agric Sci. 22(2):293-295. Kaushik N, Kumar K, Kumar S, Kaushikb N, Roy S. 2007. Genetic variability and divergence studies in seed traits and oil content of Jatropha (Jatropha curcas L.) accessions. Biomass Bioenergy. 31:497–502
43
King, AJ, He W, Cuevas JA, Freudenberger M, Ramiaramanana D, Graham IA. 2009. Potential of Jatropha curcas as a source of renewable oil and animal feed. J Exp Bot. 60:2897–2905. Mahmud Z, Allorerung D, Rivaie AA. 2008. Teknik Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Maftuchah, Heliyanto B, Zainudin A, Sudarmo H. 2009. Keragaman genetik beberapa aksesi potensial Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) berdasarkan penanda molekuler RAPD. Di dalam: Purwati RD, Soetopo D, Yulianti T, Djumali, Hariyono B, Asbani N, Hartono J, Tirtosuprobo S, editor. Akselerasi Inovasi Teknologi Jarak Pagar Menuju Kemandirian Energi. Lokakarya Nasional IV; 2008 Nov 6; Malang. Indonesia. Malang (ID): Surya Pena Gemilang. hlm79-85. Mardjono R, Sudarmo H, Adikadarsih S. 2008. Genotipe unggulan untuk pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Heliyanto B, Soetopo D, Purwati RD, Yulianti T, Mardjono R, Tirtosuprobo, Asbani N, Hartono J, editor. Inovasi Teknologi Jarak Pagar untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi. Lokakarya Nasional III; 2007 Nov 5; Malang, Indonesia. Malang (ID): Bayumedia Publishing. hlm 89-95. Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Jilid 1. Bogor (ID): IPB Pr. Mattjik AA, Sumertajaya M. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS. Bogor (ID): Departemen Statistika FMIPA-IPB. Misnen, Palupi ER, Syukur M, Yudiwanti. 2012. Penapisan genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) untuk toleransi terhadap kekeringan. J Agron Indonesia. 40(3):232-238. Mohibbe AM, Amtul W, Nahar NM. 2005. Prospects and potential of fatty acid methyl esters of some non-traditional seed oils for use as biodiesel in India. Biomass Bioenergy. 29:293–302. Murray MG, Thompson WF. 1980. Rapid isolation of high molecular weight plant DNA.Nucleic Acids Research. 8(19):4321-4325. Pemerintah Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2006. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Jakarta. Prastowo B. 2008. Sumber energi jarak pagar bukan hanya dari minyaknya tetapi juga dari bungkilnya. Infotek Jarak Pagar. 3(10):38. [Puslitbangbun] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2005. Buku Deskriptor Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (ID): Bogor. Rao G, Korwar G, Shanker AK, Ramakrishna Y. 2008. Genetic associations, variability and diversity in seed characters, growth, reproductive phenology and yield in Jatropha curcas (L.) accessions. Trees-Struct Funct. 22:697– 709.
44
Raju S, Ezradanam. 2002. Pollination ecology and Fruiting Behaviour in a Monoecious, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Curr Sci. 83(11):13951398 Riedy MF, Hamilton WJ, Aquadro CF. 1992. Excess of non parental bands in offspring from know pedigrees assayed using RAPD PCR. Nucl Acids Res. 20:918. Rohlf FJ. 1998. NTSYS-pc: Numerical Taxonomyand Multivariate Analysis System, Versi 2.02. New York: Exeter Publishing Ltd. Santoso BB. 2009. Karakterisasi morfo-ekotipe dan kajian beberapa aspek agronomi jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Nusa Tenggara Barat [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saptadi D, Setiawan A, Heliyanto B, Sudarsono. 2009. Pengembangan primer simple sequence repeat (SSR) pada jarak pagar (Jatropha curcas L.) berdasarkan aksesi DNA yang tersedia pada database. Di dalam: Purwati RD, Soetopo D, Yulianti T, Djumali, Hariyono B, Asbani N, Hartono J, Tirtosuprobo S, editor. Akselerasi Inovasi Teknologi Jarak Pagar Menuju Kemandirian Energi. Lokakarya Nasional IV; 2008 Nov 6; Malang. Indonesia. Malang (ID): Surya Pena Gemilang. hlm79-85. Sardjono M. 2008. Upaya pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.): kondisi, kebijakan, dan pelaksanaan pengembangan, permasalahan yang dihadapi dan dukungan yang diperlukan. Di dalam: Heliyanto B, Soetopo D, Purwati RD, Yulianti T, Mardjono R, Tirtosuprobo, Asbani N, Hartono J, editor. Inovasi Teknologi Jarak Pagar untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi. Lokakarya Nasional III; 2007 Nov 5; Malang, Indonesia. Malang (ID): Bayumedia Publishing. hlm 19-26. SAS Institute. 2006. SAS for Mixed Models. 2nd Ed. NC, USA. Shabanimofrada M, Rafii MY, Wahab PEM, Biabani AR, Latif MA. 2013. Phenotypic, genotypic and genetic divergence found in 48 newly collected Malaysian accessions of Jatropha curcas L. Industrial Crops and Products. 42:543–551 Soeparman S, Jatmiko P, Gamayel A. 2008. Kinerja ekstraksi biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan proses pelarutan (solvent extraction). Di dalam: Heliyanto B, Soetopo D, Purwati RD, Yulianti T, Mardjono R, Tirtosuprobo, Asbani N, Hartono J, editor. Inovasi Teknologi Jarak Pagar untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi. Lokakarya Nasional III; 2007 Nov 5; Malang, Indonesia. Malang (ID): Bayumedia Publishing. hlm 27-32. Singh RK, Chaudary BD. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Ludhiana-New Delhi (IN): Kalyani Publishers. Sharma S, Kumar N, Reddy MP. 2011 Regeneration in Jatropha curcas: Factors affecting the efficiency of in vitro regeneration. Industrial Crops and Products. 34:943-951. Shuit S, Lee K, Kamaruddin A, Yusup S. 2010. Reactive extraction and in situ esterification of Jatropha curcas L seeds for the production of biodiesel. Fuel. 89:527-530.
45
Soetopo D, Djumali, Sudarmo H, Asbani N. 2010. Kemajuan teknologi dan konsep pengembangan cluster pioneer DME berbasis jarak pagar yang berkelanjutan. Di dalam: Purwati RD, Soetopo D, Yulianti T, Djumali, Hariyono B, Asbani N, Hartono J,. Tirtosuprobo S, editor. Inovasi Teknologi dan Cluster Pioneer Menuju DME Berbasis Jarak Pagar. Lokakarya Nasional V;, 2009 Nov 4; Malang, Indonesia. Malang (ID): Tunggal Mandiri. hlm 21-21. Stansfield WD. 1983. Theory and Problems of Genetics. Ed ke-2. Schaums Outline Series. USA (US): Mc Grew-Hill Inc. Stoskopf NC, Thomes DT, Christie BR. 1993. Plant Breeding. Theory and Practice. Oxford (GB): Westview Pr. Surahman M, Santoso E, Nisya FN. 2009. Karakterisasi dan analisis gerombol plasma nutfah jarak pagar Indonesia dan beberapa negara lain menggunakan marka morfologi dan molekuler. J Agron Indonesia. 37(3):256-264. Susantidiana, Wijaya A, Lakitan B, Surahman M. 2009. Identifikasi beberapa aksesi jarak pagar (Jatropha curcas L.) melalui analisis RAPD dan marka morfologi. J Agron Indonesia. 37(2):167-173. Susantidiana. 2011. Keragaman genetik, persilangan, evaluasi, dan upaya peningkatan progeny tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)[disertasi]. Palembang (ID): Universitas Sriwijaya. Tajuddin T, Minaldi, Novita L, Haska N. 2007. Penyediaan bibit tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan metode ex vitro. Di dalam: Karmawati E, Wahyudi A, Effendi DS, Maya IN, Sumanto, Yusniarti, Mukhasim, editor. Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Lokakarya II; 2006 Nov 29; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 135-142. Totikonda L, Wani SP, Kannan S, Beerelli N, Screedevi TK, Hoisington DA, Devi P, Varshney RK. 2009. AFLP-based molecular characterization of an elite germplasm collection of Jatropha curcas L., a biofuel plant. Plant Science. xxx: 1-9. Tukimin SW, Soetopo D. 2011. Karakterisasi kandungan bahan kimia curcin dalam biji jarak pagar (Jatropha curcas L.). Info Tek Perkebunan. 3(1):3. Utomo BS. 2008. Fenologi pembungaan dan pembuahan jarak pagar (jatropha curcas l.) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Weeden NF, Timmerman GM, Hemmat M, Kneen BE, Lodhi MA. 1992. Inheritance and reliability of RAPD markers. Di dalam: Application of RAPD Technologyu to Plant Breeding. Join Plant Breeding Symposia Series CSSA/ASHS/AGA; 1992 Nov 1. Minneapolis (US). Minneapolis. Welsh J, McClelland M. 1990. Fingerprinting genomes using PCR with arbitrary primers. Nucl Acids Res. 18:7213-7218. Wicaksana N. 2001. Penampilan fenotipik dan beberapa parameter genetik 16 genotipe kentang pada lahan sawah. Zuriat. 12(1): 15-20. Williams JGK, Kubelik AR, Livak KJ, Rafalski JA, Tingey SV. 1990. DNA polymorphisms amplified by arbitrary primers useful as genetic markers. Nucl Acids Res. 18:531-6535.
46
Wu J, Gao S, Tang L, Hou P, Gao JH, Chen F. 2012. The traits, oil content and correlation studies of seed and kernel in Jatropha curcas L. African J of Agric Research. 7(10):1487-1491. Zainudin A, Maftuchah, Heliyanto B. 2010. Variasi genetik dan kekerabatan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) aksesi IP-1 dan IP-2 berdasarkan marka molekuler RAPD. Di dalam: Dwiyanto K, Inounu I, Sujiprihati S, Syukur M, Trikoesoemaningtyas, Yudiwanti, Yuniati R, editor. Peran Pemuliaan dalam Mewujudkan MDG’s 2015 Terkait dengan Pengelolaan WEHAB. Simposium dan Kongres Nasional VI; 2009 Nov 18-19; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia, Fakultas Pertanian IPB, Badan Libang Pertanian Departemen Pertanian RI.
47
LAMPIRAN
48
49
Lampiran 1 No.
Deskripsi karakter pengamatan morfo-agronomi jarak pagar (Jatropha curcas L.)
Singkatan
Uraian
1 2 3 4
NMA TKL AKN WND
Nomor Aksesi Tahun Koleksi Asal Kota / Negara Warna Daun
5 6
TD BTD
Tepi Daun Bentuk Daun
7 8
TLD WTLD
Tulang Daun Warna Tlg Daun
9
PMD
Permukaan Daun
10 11
SDB WTKD
Sudut Daun pada batang Warna Tangkai Daun
12
LLTD
Lap Lilin Tangkai Daun
13
WB
Warna Batang
14
LLB
Lapisan lilin pada batang
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
JC DB TT WKBB WP UKT UKB UP JBPT JBJ BJ JTB JBJ BB WB RB WBJ KM HSL
Jumlah cabang Diameter batang Tinggi tanaman Warna kelopak bunga betina Warna polen Umur keluar tandan 1 Umur keluar bunga 1 Umur panen tandan 1 Jumlah bunga betina tandan 1 Jumlah bunga jantan tandan 1 Jumlah buah jadi tandan 1 Jumlah tandan buah Jumlah biji per buah Berat 100 biji Warna buah Rambut pada buah Warna dasar biji Kadar minyak Hasil biji/pohon
Deskripsi (scoring)
(1) Hijau; (2) Hijau Kekuningan; (3) Hijau Kemerahan; (4) Merah (1) Rata; (2) Bergerigi (1) Berlekuk dangkal; (2) Berlekuk sedang; (3) Berlekuk dalam (1) Lemas; (2) Kaku; Menjari (1) Hijau; (2) Hijau Kekuningan; (3) Hijau Kemerahan; (4) Merah (1) Rata; (2) Bergelombang; (3) Berbulu (1) Hijau; (2) Hijau Kekuningan; (3) Hijau Kemerahan; (4) Merah (1) Tidak ada; (2) Sedang; (3)Tebal (1) Hijau; (2) Hijau Kekuningan; (3) Hijau Kemerahan; (4) Merah (1) Tidak ada; (2) Sedang; (3) Tebal ….. cm ….. cm (1) Hijau; (2) Merah (1) Putih; (2) Putih kekuningan …… hari …… hari …… hari
(1) 3; (2) 4 ……. Gram (1) Hijau; (2) Ungu; (3) Merah (1) Berambut; (2) Gundul (1) Coklat; (2) Abu-abu; Hitam ……. % ……. Gram
Lampiran 2 Urutan basa primer RAPD yang digunakan
50
No
Kode Primer
Urutan basa
TM (°C)
TA(°C)
GC (%)
1
OPE-01
CCCAAGGTCC
37.3
33.3
70
2
OPE-03
CCAGATGCAC
29.2
25.2
60
3
OPE-05
TCAGGGAGGT
31.5
27.5
60
4
OPE-15
TCAGGGAGGT
34.8
30.8
70
5
OPE-19
ACGGCGTATG
36.2
32.2
70
6
OPH-01
GGTCGGAGAA
33.2
29.2
60
7
OPH-02
TCGGACGTGA
36.4
32.4
60
8
OPH-03
AGACGTCCAC
26.2
22.2
60
9
OPH-05
AGTCGTCCCC
36.2
32.2
70
10
OPH-06
ACGCATCGCA
42.9
38.9
60
11
OPH-07
CTGCATCGTG
31.7
27.7
60
12
OPH-08
GAAACACCCC
32.3
28.3
60
13
OPH-13
GACGCCACAC
34.6
30.6
70
14
OPH-19
GTGACCAGCC
33.6
29.6
70
15
OPM-02
ACAACGCCTC
33.7
29.7
60
16
OPM-12
GGGACGTTGG
38.9
34.9
70
17
OPM-16
GTAACCAGCC
28.4
24.4
60
18
OPM-17
TCAGTCCGGG
39.9
35.9
70
19
OPM-20
AGGTCTTGGG
31.8
27.8
60
20
OPM-24
GGCGGTTGTC
39.2
35.2
70
51
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 November 1971 sebagai puteri pertama dari empat bersaudara dari ayah H. Djulinas Nuru, BA dan ibu Hj. Juslida, SKM, MKes. Pada tahun 1990 Penulis lulus dari SMA Negeri 65 Jakarta, dan pada tahun yang sama diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis memilih program studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan mendapat gelar sarjana pada tahun 1995. Tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan Magister di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB melalui Beasiswa dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT). Penulis bekerja di Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT sejak tahun 1996 sampai sekarang pada bidang Bioteknologi Tanaman. Selama bekerja di Balai Pengkajian Bioteknologi, penulis mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan training selama tiga bulan di University of Milano, Milan, Italia pada tahun 2003 dan University of Saskatchewan, Canada pada tahun 2012. Selain itu penulis juga pernah melakukan kunjungan riset ke Yokohama Research Center pada tahun 1997, Kyusu University dan Osaka University pada tahun 2006. Penulis menikah dengan Jamaluddin, ST pada tahun 2001 dan telah dikarunia tiga orang putera-puteri: Sulthan Fayyadh Naufaluddin (11 tahun), Salsabila Putri Malinda (9 tahun) dan Nafil Rizqi Naufaluddin (5 tahun).