ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA SUARA PEMBARUAN DAN REPUBLIKA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Tiara Meizita NIM 109051100010
KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA SUARA PEMBARUAN DAN REPUBLIKA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Tiara Meizita NIM 109051100010
Dosen Pembimbing
Tantan Hermansah, MSi NIP 19760617 200501 100 6
KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (SI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 8 Januari 2014
Tiara Meizita
ii
iii
ABSTRAK Tiara Meizita Analisis Framing Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika Undang-undang Organisasi Massa yang lama dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini. Maka dari itu, pemerintah kemudian mengajukan Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat yang baru untuk mengantikan Undang-Undang No.8 Tahun 1985. Rencana pemerintah tersebut ternyata menuai pro kontra di kalangan masyarakat, tak terkecuali ormas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Bagi kedua organisasi ini, RUU Ormas yang baru dianggap hanya akan membangkitkan rezim otoriter terhadap kebebasan berserikat dan berorganisasi. Di sisi lain, jika dilihat dari banyaknya ormas-ormas di Indonesia rasanya wajar ada sistem yang mengatur mengenai hal tersebut. Isu terkait RUU Ormas menjadi perhatian berbagai media massa, termasuk Republika dan Suara Pembaruan. Republika dan Suara Pembaruan membingkai kasus pro kontra isu ini dengan cara yang berbeda. Studi ini mengkaji media Republika dan Suara Pembaruan dalam merekam dan berposisi pada isu tersebut. Berdasarkan realitas tersebut, maka muncul pertanyaan: bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengidentifikasi masalah terkait kasus pro kontra RUU Ormas? Apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas? Bagaimana Suara Pembaruan dan Republika menampilkan nilai moral terkait adanya kasus pro kontra RUU Ormas? Bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan oleh media Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas? Teori yang digunakan adalah teori konstruksi sosial yang dilihat dari sisi media massa dan politik. Secara umum teori konstruksi sosial membahas mengenai bagaimana sebuah realitas yang ada di lingkungan sekitar masyarakat di persepsikan oleh publik secara berbeda. Hal ini yang terjadi di media massa dalam mengerjakan isi medianya. Pembentukkan realitas melalui simbol-simbol politik dan bahasa berperan dalam mengkonstruksi berita di media massa. Penelitian ini menggunakan metodologi paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Model yang digunakan untuk menganalisa penelitian ini adalah model analisis framing Robert Entman. Dalam konsepsi Entman, framing merujuk pada empat struktur analisis yaitu Define Problem (Pendefinisian masalah), Diagnose Cause (memperkirakan masalah atau sumber masalah), Make Moral Judgement (membuat keputusan moral), Treatment Recommendation (menekankan penyelesaian). Hasil studi menyimpulkan bahwa Suara Pembaruan dan Republika cenderung melihat kasus pro kontra RUU Ormas pada sisi yang berbeda. Republika melihat seluruh aspek kasus pro kontra RUU Ormas dengan mengedepankan nilai-nilai agamais sesuai visi misi Republika sendiri. Sementara Suara Pembaruan lebih membidik adanya nilai hukum diantara kasus-kasus yang menjadi pro-kontra RUU Ormas baik itu terkait asas Pancasila maupun persoalan pasal transparansi pendanaan yang menjadi dua permasalahan utama dalam dibentuknya RUU Ormas yang baru.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW, sosok teladan sepanjang zaman, beserta para sahabat, dan para pengikutnya, yang telah mengantar umat manusia dari zaman kegelapan kepada zaman yang dihiasi dengan ilmu seperti saat ini. Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Drs. Wahidin Saputra, M.A. 2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Rubiyanah, M.A serta Sekertaris Jurusan Kosentrasi Jurnalistik Ade Rina Farida, M.Si yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membantu menyelesaikan kuliah. 3. Dosen Pembimbing skripsi, Tantan Hermansah, M.Si yang telah menyediakan waktu serta kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan peneliti sehingga skripsi ini selesai dengan baik dan lancar.
v
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi terimakasih atas ilmu yang telah diberikan kepada Peneliti. 5. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 6. Ketua Panitia Khusus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain yang telah menyediakan waktu disela kesibukannya untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini. 7. Harian Umum Republika khususnya kepada Fajriyan Zamzami selaku Redaktur Rubrik Nasional, yang telah menyempatkan diri untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini. Serta kepada Harian Umum Media Suara Pembaruan khususnya Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana, yang disela kesibukannya menyempatkan diri untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini. 8. Kedua orangtua tercinta Ifdal Muchlis dan Nelmayanti terimakasih atas segala do’a dan semangat yang telah diberikan selama ini sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Sahabat peneliti yaitu Dwita Aprinta, serta Virlindayani Nur Maulida, Hesty Tri Utami, Winda Dwi Astuti Zabua terimakasih atas persahabatan yang indah, semoga persahabatan dan persaudaraan kita akan terus terjalin. 10. Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada Niken Wulandari, Makini Mardan, teman-teman Jurnalistik angkatan 2009, teman-teman KKN Anomali, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah membantu, memberikan dukungan, saran kepada peneliti sampai skripsi ini selesai dengan baik. vi
Sepanjang kemampuan peneliti dalam menyusun skripsi ini, peneliti menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan, namun Peneliti telah berusaha untuk semaksimal mungkin dengan baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Peneliti
Tiara Meizita
vii
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................ ABSTRAK ...................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
i ii iii iv v viii x
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... B. Batasan danRumusanMasalah .................................................. C. Tujuan danManfaatPenelitian. ................................................. D. TinjauanPustaka ....................................................................... E. Metodologi Penelitian .............................................................. F. Sistematika Penulisan ...............................................................
1 6 7 8 9 15
LANDASAN TEORITIS A. Undang-UndangOrganisasiKemasyarakatan ........................... B. KonstruksiSosial....................................................................... 1. KonstruksiSosial :Pemikiran Berger danLuckman ............. 2. KonstruksiSosial Media Massa........................................... C. Analisis Framing ...................................................................... D. Analisis Framing Model Robert Entman .................................
16 20 20 24 28 31
GAMBARAN UMUM A. Profil Suara Pembaruan ............................................................ 1. Sejarah Singkat Suara Pembaruan ........................................ 2. Visi dan Misi Suara Pembaruan. .......................................... 3. Struktur Organisasi Suara Pembaruan .................................. B. Profil Republika ....................................................................... 1. Sejarah Singkat Republika.................................................... 2. Visi dan Misi Republika ....................................................... 3. Struktur Organisasi Republika..............................................
35 35 36 37 38 38 40 43
TEMUAN DAN ANALISA DATA A. Define Problems Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika .............................................. B. Diagnose Causes Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika .............................................. C. Make Moral Judgement Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika .................................. D. Treatment Recommendation Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara PembaruandanRepublika ................................ E. AnalisisPerbandingan Framing SuaraPembaruan dan Republika .................................................................................. viii
49 54 56
59 61
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................. B. Saran ....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………….
BAB V
ix
76 78 79 82
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan UU Ormas lama dengan UU Ormas baru ..........................
19
Tabel 2. Proses Konstruksi Sosial Media Massa ...............................................
26
Tabel 3. Defini Framing Menurut Beberapa Tokoh...........................................
30
Tabel 4. Framing Model Robert Entman .........................................................
34
Tabel 5. Struktur Organisasi Suara Pembaruan .................................................
38
Tabel 6. Struktur Organisasi Republika .............................................................
44
Tabel 7. Pemberitaan Pro Kontra RUU Ormas Tahun 1985 ..............................
48
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu belakangan ini, pemerintah tengah sibuk mensosialisasikan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) baru kepada masyarakat. RUU ini berkenaan dengan organisasi kemasyarakatan yang baru. RUU Ormas yang baru ini memang sengaja dibuat untuk menggantikan Undang-Undang No.8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Awal munculnya Undang-Undang No.8 Tahun 1985 adalah ketika orde baru pada saat itu tidak peduli tentang fenomena sosial-politik dan kultural dengan fenomena hukum. Maka muncullah Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan 1985 (UU No 8/1985) berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1983. Berdasarkan undang-undang itu, Orde Baru mengharuskan ormas “berhimpun dalam satu wadah pembinaan dan pengembangan yang sejenis” (Pasal 8-12) untuk dibina pemerintah (Pasal 13-14).1 Mudahnya mendirikan sebuah organisasi masyarakat menjadikan ormas semakin lama semakin berkembang. Hal lain yang mendorong pertumbuhan ormas begitu pesat adalah belum ada ketentuan dan larangan serta sanksi yang jelas dan tegas bila ormas tersebut melakukan pelanggaran hukum atau tindak pidana lainnya. Maka karena alasan tersebut, pemerintah perlu merancang suatu undang-undang dimana segala pengaturan mengenai organisasi masyarakat tertuang didalamnya.
1
http://nasional.kompas.com/read/2012/02/07/02041492/Mengupas.RUU.Ormas
1
2
Ternyata keputusan DPR untuk menggantikan UU Ormas yang lama dengan yang baru, menuai pro kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Baik dari sisi ormas-ormas itu sendiri , LSM, ataupun pihak-pihak yang tidak setuju adanya RUU Ormas yang baru. Banyaknya aksi penolakan yang terjadi, membuat Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas berfikir untuk merubah pasal-pasal yang dianggap bermasalah. Salah satu alasan adanya penolakan terhadap RUU Ormas yang baru karena disebabkan adanya pasal asas Pancasila sebagai asas tunggal dalam RUU Ormas. Menurut para ormas, pasal ini hanya akan membangkitkan rezim represif dan otoriter serta membuka intervensi pemerintah terlalu dalam terhadap organisasi kemasyarakatan. Disisi lain, pemerintah menganggap bahwa UU Ormas No. 8 Tahun 1985 memang harus direvisi kembali, hal ini mengingat bahwa Undang-Undang Ormas yang lama dianggap sudah tidak relevan dan tidak lagi bisa menyesuaikan kondisi perkembangan Negara Indonesia. Banyak pasal-pasal di dalam UU No.8 Tahun 1985 tidak mengatur mengenai adanya peraturan ormas asing yang berkegiatan di Indonesia, bahkan pasal mengenai transparansi mengenai pendanaan ormas. Melihat situasi dan kondisi negara Indonesia saat ini, sepertinya memang sudah layak keberadaan ormas diatur oleh sebuah undang-undang. Banyak ormas sering melakukan aksi kekerasan dan anarkis, bahkan ormas dijadikan sebagai alat kepentingan dan melegalisasi keberadaan premanisme. Bahkan presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono sempat ditegur oleh pemimpin negara Timur Tengah akibat tindak anarkis yang dilakukan ormas Islam di Indonesia. “Menanggapi penjelasan tersebut, pejabat Timur Tengah tersebut justru menegur dan meminta tindakan ormas anarkis harus dihentikan.
3
Menurut dia, tindakan ormas memberikan dua kerugian sekaligus. "Merugikan Islam, karena Islam tidak anarkis. Kedua, merugikan Arab, karena merusak dengan menggunakan pakaian Arab," kata Presiden.”2 Apabila dilihat dari pemberitaan diatas, ternyata kasus ormas yang bertindak anarkis tidak hanya menjadi perhatian bagi pemerintah di Indonesia tetapi juga menjadi sorotan bagi negara lain. Inilah sebabnya, pemerintah merasa perlu membuat undang-undang ormas baru dimana undang-undang tersebut dapat menjadi pegangan bagi pemerintah untuk bertindak atau membubarkan ormas yang kerap melakukan aksi-aksi premanisme dalam melakukan aksinya di masyarakat. Selain masalah banyaknya kasus tindakan anarkis yang dilakukan ormas, pemerintah juga menilai ormas tidak transparansi masalah kegiatan serta pendanaan yang ada selama ini. Banyak ormas yang menentang masalah pasal yang ada di RUU Ormas berkaitan dengan adanya transparansi soal pendanaan ormas, pemerintah menganggap penentangan tersebut karena ketakutan sejumlah ormas akan kemungkinan terkuaknya praktik haram di balik kegiatan ormas. Menurut Direktur Seni Budaya Agama dan Kemasyarakatan, Budi Prasetyo mengatakan aturan RUU yang memuat semangat transparansi seharusnya tidak menjadi ketakutan apabila ormas menjalankan kegiatannya secara benar. “Inilah paradoks demokrasi, dimana sering kali yang menyuarakan demokrasi di ruang pubik sebenarnya juga tidak demokratis. Mereka ini yang anti demokrasi”3
2
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/23/078498902/SBY-Ditegur-Negara-Lain-AkibatOrmas-Anarkis berita diakses pada 17 Desember 2013 pukul 20:56 3 Republika, ”Ormas Dinilai Takut Transparan” tanggal 1 April 2013
4
Sampai dengan tulisan ini dibuat, konflik mengenai pro kontra RUU Ormas ini terus berlanjut dengan seluruh dinamikanya dan tidak lepas dari pemberitaan media baik media cetak mapun media elektronik. Media tersebut berperan aktif dalam menyampaikan perkembangan dari peristiwa tersebut dalam perannya sebagai penyampai pesan kepada khalayak banyak sebagai bagian dari komunikasi massa. Komunikasi massa adalah komunikasi yang sangat mengandalkan pada ketepatan jumlah pesan yang disampaikan dalam waktu yang singkat. Pada masa sekarang ini, komunikasi massa memberikan informasi, gagasan dan sikap pada khalayak yang beragam dan besar jumlahnya dengan menggunakan media. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa “komunikasi massa itu harus menggunakan media massa.”4 Media melaporkan berita dengan tujuan memberikan info tentang segala peristiwa aktual yang menarik perhatian orang banyak. Adapun cara melaporkan atau memberitakan sesuatu, supaya menarik perhatian orang banyak, yang lazimnya dilakukan dengan gaya yang diplomatis.5 Selain itu, media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami dan dijelaskan secara tertentu kepada khalayak. Berita adalah produk dari profesionalisme yang menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan dikonstruksi.6 Ketika menulis sebuah artikel atau pemberitaan baik di majalah atau koran, baik cetak ataupun online, harus ditulis secara refrensial dengan visi intektual.
4
E. Ardianto dan Erdinaya L, 2005. Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung : Simbosia Rekatama Media. hal.3. 5 Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik, (Bandung: Nuansa, 2010), h. 104 6 Eriyanto. 2009. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta. PT. LKiS Printing Cemerlang. hal. 80.
5
Maksudnya adalah merujuk pada kekuatan logika akal sehat (common sense), bukan logika klenik atau mistik. Artikel yang ditulis secara referensial memiliki ciri antara lain: logis, sistematis, analitis, akademis, dan etis.7 Tiap media memiliki kebijakan redaksinya masing-masing. Ini merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk memberitakan atau menyiarkan suatu berita. Kebijakan redaksi dianggap penting bukan hanya peristiwanya saja tapi bagaimana cara menyikapi suatu peristiwa. Dasar pertimbangan itu bisa bersifat ideologis, politis dan bisnis.8 Ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya dan agama tak dapat dipungkiri menjadi hal yang melatar belakangi penulisan berita oleh suatu media. Wartawan sebagai juru berita memegang peran memasukkan perpektifnya sendiri ke dalam suatu realitas. Wartawan memiliki kekuatan dalam mengungkapkan peristiwa melalui media massa sebagai wadah pembingkaian (framing) berita. Melalui pengemasan fakta, penggambaran fakta, pemilihan angel, penambahan gambar, maka berita yang ditulis wartawan menjadi menarik.9 Salah satu metode untuk mengetahui proses konstruksi adalah analisis framing. Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.10. Framing pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca. Apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita 7
Haris Sumadiria, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis Profesional, cetakan ke 5, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 6 8 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 152 9 Eni Setiani, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, (Yogyakarta: ANDI, 2005), h. 67 10
Alex Sobur. 2009. “Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Dan Analisis Framing”(Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 162
6
melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa Adapun penulis menganggap penelitian ini penting karena untuk mengetahui bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengkontruksi berita mengenai pro kontra adanya RUU Ormas yang baru. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat bagaimana suatu realitas yang sama dilihat oleh dua media yang mempunyai dua sudut pandang ideologi yang berbeda. Sedangkan penelitan ini menarik karena banyaknya pihak yang dibuat resah khususnya ormas-ormas Islam dan beberapa pihak yang memang menyetujui adanya peraturan RUU Ormas agar tidak ada lagi terjadi peristiwa anarkis yang dilakukan oleh berbagai macam ormas. Penulis menganalisis pemberitaan pro kontra RUU Ormas dengan menggunakan analisis framing. Model analisis ini digunakan penulis untuk mengetahui bagaimana suatu media memaknai dan membingkai suatu peristiwa. Sehingga dari analisa ini dapat diketahui bagaimana realitas dan konstruksi yang dibangun oleh Suara Pembaruan dan Republika terhadap kasus pemberitaan RUU ormas dengan menggunakan model analisis framing Robert N. Entman. Bedasarkan fenomena dan penjelasan di atas maka penulis mengangkat judul “ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA SUARA PEMBARUAN DAN REPUBLIKA.” B
Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Melihat pada latar belakang yang
dipaparkan di atas, maka penulis
membatasi penelitian pada bagaimana media Suara Pembaruan dan Republika
7
membingkai berita mengenai pro kontra kasus RUU Ormas selama periode Maret hingga April 2013. 2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang digunakan peneliti secara umum adalah bagaimana surat kabar Republika dan Suara Pembaruan membingkai pemberitaan pro kontra RUU Ormas. Sesuai dengan teori Robert Entman rumusan masalah umum ini dapat diperinci dalam sub-sub masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengidentifikasi masalah terkait kasus pro kontra RUU Ormas? 2. Apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas? 3. Bagaimana Suara Pembaruan dan Republika menampilkan nilai moral terkait adanya kasus pro kontra RUU Ormas? 4. Bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan oleh media Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang digunakan peneliti, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengidentifikasi masalah terkait kasus pro kontra RUU Ormas.
8
b. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas. c. Untuk mengetahui bagaimana Suara Pembaruan dan Republika menampilkan nilai moral terkait adanya kasus pro kontra RUU Ormas d. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan oleh media Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Memberi sumbangsih ilmiah dalam studi framing mengenai berita di media cetak mengenai suatu kasus, yang dalam penelitian ini adalah berita tentang kasus terjadinya pro kontra adanya RUU Ormas yang baru di surat kabar Suara Pembaruan dan Republika. Selain itu, semoga penelitian ini dapat mempermudah dan membantu peneliti lain yang nantinya bisa digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sebuah penelitian khususnya bagi mahasiswa. b. Manfaat Praktis Agar dapat memecahkan persoalan dalam mengetahui bagaimana posisi masing-masing media massa dalam menggambarkan suatu kasus, sehingga dapat diketahui adakah perbedaan antara setiap media massa dalam membingkai suatu berita. C. Tinjauan Pustaka Skripsi yang menjadi acuan penulis untuk memfokuskan penelitian ini adalah skripsi berjudul “ Pro Kontra Undang-Undang Pornografi di Media Cetak
9
(Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Media Indonesia dan Republika)” karya Alfan Bachtiar, mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis memilih skripsi tersebut untuk dijadikan sebagai acuan karena perangkat penelitian yang digunakan sama dengan penelitian yang penulis. Tentunya terdapat perbedaan antara skripsi tersebut dengan skripsi penulis, yakni mengenai kasus yang diangkat, media massa yang menjadi objek penelitian, konsep yang digunakan, dan hasil temuan dan analisa data. . D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Dalam penelitian tentang wacana pemberitaan ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan. Rancangan konstruktivis melihat pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial.11 Menurut pandangan ini, bahasa tidak hanya dilihat dari segi gramatikal, tetapi juga melihat apa isi atau makna yang terdapat dalam bahasa itu, sehingga analisis yang disampaikan menurut pandangan ini adalah suatu analisis yang membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu yang disampaikan oleh subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan metode analisis framing Robert N. Entman. Peneliti menganalisis pemberitaan mengenai kasus pro kontra RUU Ormas Pada Suara Pembaruan dan Republika edisi Maret dan April 2013, dan menyimpulkan hasil 11
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, cetakan ke 3, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), h. 204
10
temuan dari analisis tersebut. Hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana Suara Pembaruan dan
Republika
mengkonstruksi kasus pro kontra RUU Ormas dalam pemberitaannya dan ideologi yang tercermin dari berita tersebut. Penelitian Kualitatif memiliki karakteristik yang berbeda dengan kuantitatif yang berbasis pada paradigma positivistik (positivime-empiris).12 Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasi. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.13 Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman bersifat umum yang diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosisal yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.14 Teknik sampling
pada penelitan kualitatif jelas berbeda dengan yang
nonkualitatif. Pada penelitian nonkualitatif sampel itu dipilih dari satu popuasi sehingga dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. Jadi, sampel benarbenar mewakili ciri-ciri suatu populasi. Selain itu dalam penelitian kualitatif
12
Antonius Birowo, metode penelitian Komunikasi: teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:GITANYALI, 2004), h. 184. 13 Buhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Tekhnologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2008), cet. III. H. 303. 14 Rosady Ruslan, Metodologi penelitian publik relation dan komunikasi, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2003), h.215
11
sangat erat kaitanya dengan faktor-faktor kontekstual. Jadi, maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunanya (contructions). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang mucul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).15 3. Subjek dan Objek Penelitian Untuk melakukan penelitian yang akurat serta mendapatkan data yang valid maka subjek penelitian adalah Republika dan Suara Pembaruan. Objek yang dimaksud adalah 4 berita mengenai kasus pro kontra RUU Ormas pada edisi Maret dan April 2013. Penulis memilih 4 berita tersebut karena penulis menganggap 4 berita tersebut sudah mewakili gambaran konstruksi Republika dan Suara Pembaruan terhadap kasus pro kontra RUU Ormas pada edisi Maret dan April 2013. 4. Sumber Data Data yang diambil untuk dijadikan suatu sumber dalam penelitian ini adalah : a. Primer Data primer bersumber dari pemberitaan pada Republika dan Suara Pembaruan. 15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Rosdakarysa,2006). Cet-26, h.224.
Kualitatif,
(Bandung:
PT
Remaja
12
b. Sekunder Data sekunder adalah data-data pendukung lainnya yang diperoleh tidak secara langsung. Data sekunder bisa berupa dokumen, arsip, maupun laporan-laporan tertentu yang didapat oleh peneliti dari berbagai sumber. 5. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di dua media. Pertama Republika yang beralamat di Jl. Buncit raya No. 37, Jakarta 12510 pada tanggal 10 Desember 2013, dan yang kedua Suara Pembaruan yang beralamat di BeritaSatu Plaza 11th Floor, Suite 1102 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 35-36 Jakarta 12950 pada tanggal 3 Desember 2013 6. Teknik Pengumpulan Data Penulis melakukan pengumpulan data dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Dokumentasi Penulis mengkliping data tertulis yang terdapat pada surat kabar Suara Pembaruan dan Repubika yang memuat berita mengenai kasus pro kontra RUU Ormas. Selain itu, penulis juga mengkliping data tertulis yang terdapat pada surat kabar tahun 1985 yang memberitakan mengenai kasus pro kontra RUU Ormas yang lama pada saat itu. Sebagai data pendukung, penulis juga mencari data tentang subyek penelitian ini, yaitu Harian Suara Pembaruan dan Republika. b. Wawancara
13
Penulis juga melakukan wawancara dengan pihak redaksi tentang kebijakan redaksional Suara Pembaruan dan Republika dalam mengenmas pemberitaan mengenai kasus pro kontra RUU Ormas. c. Studi Kepustakaan (Library Research) Penulis mengumpulkan dan mempelajari data melalui literatur dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas dan mendukung penelitian. 7. Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasi dikumpulkan peneliti di lapangan baik melalui observasi, wawancara mendalam, maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklarifikasikan ke dalam kategori-kategori tertentu yang mempertimbangkan kesahihan dan memperhatikan kompetensi subjek penelitian, tingkat autentitasnya dan melakukan triangulasi berbagai sumber data.16 Penelitian mengenai pemberitaan kasus pro kontra RUU Ormas pada surat kabar Suara Pembaruan dan Replubika memusatkan pada penelitian kualitataif yang menggunakan teknik analisis framing dengan pendekatan model Robert N. Entman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kedua media tersebut mengemas beritanya mengenai kasus pro kontra Ormas. Hasil dari pengumpulan data baik melalui studi dokumenter, wawancara, maupun studi keepustakaan diolah dengan mengacu pada model Robert N. Entman. Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil dikumpulkan peneliti di lapangan baik melalui observasi, wawancara mendalam,
16
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada Media Group : 2006), h. 192-193.
14
maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklarifikasikan ke dalam kategori-kategori tertentu yang mempertimbangkan kesahihan dan memperhatikan kompetensi subjek penelitian, tingkat autentitasnya dan melakukan triangulasi berbagai sumber data.17 Penelitian mengenai pemberitaan kasus pro kontra RUU Ormas pada surat kabar Suara Pembaruan dan Repubika memusatkan pada penelitian kualitataif yang menggunakan teknik analisis framing dengan pendekatan model Robert N. Entman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kedua media tersebut mengemas beritanya mengenai kasus pro kontra RUU Ormas. Hasil dari pengumpulan data baik melalui studi dokumenter, wawancara, maupun studi keepustakaan diolah dengan mengacu pada model Robert N. Entman yakni : pertama, identifikasi masalah (problem Identification), kedua, identifikasi penyebab masalah (causal interpretation), ketiga, evaluasi moral (moral evaluation), keempat, saran penanggulangan masalah (treatment recommendation). 8. Pedoman Penulisan Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
17
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada Media Group : 2006), h. 192-193.
15
E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan, maka peneliti membagi sistematika penyusunan ke dalam lima bab sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penulisan Sistematika Penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Membahas tentang teori konstruksi sosial, konseptual berita, pengertian, efek dan fungsi media massa, serta teori framing.
BAB III
GAMBARAN UMUM Membahas tentang berdirinya surat kabar Suara Pembaruan dan Republika, Visi dan Misi Suara Pembaruan dan Republika, Struktur Organisasi Redaksi Suara Pembaruan dan Republika.
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA Membahas tentang analisa mengenai konstruksi terhadap pemberitaan pro kontra RUU Ormas yang akan disahkan oleh pemerintah dalam media Suara Pembaruan dan Republika dengan analisis framing.
BAB V
PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari penelitian mengenai hal-hal yang telah dianalisa.
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Undang Undang Organisasi Kemasyarakatan Organisasi masa atau disingkat ormas adalah suatu istilah yang digunakan di Indonesia untuk bentuk organisasi berbasis masa yang tidak bertujuan politis. Bentuk organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah partai politik. Ormas dapat dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau tujuan, misalnya: agama, pendidikan, sosial. Ormas bukanlah suatu badan hukum, melainkan hanya status terdaftar berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Kementrian Dalam Negeri Indonesia. Setelah kemerdekaan diraih oleh bangsa Indonesia, pembentukan ormas semakin marak, terutama organisasi kemahasiswaan yang mencapai puncaknya pada era 70an. Namun seiring dengan menguatnya pemerintahan orde baru yang cenderung represif terhadap perbedaan ide dan sikap kritis, peran organisasi masyarakat di Indonesia mengalami kemunduran. Suara kritis organisasi masyarakat serta penculikan sejumlah aktivis organisasi masyarakat yang kritis terhadap kebijakan. Pemerintahan orde baru kala itu diperkuat dengan munculnya Undang –Undang Nomor 8 Tahun 1985 (UU No 8/1985) tentang Organisasi Kemasyarakatan.1 Pemerintah menganggap Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan Nomor 8 Tahun 1985 sudah tidak relevan dan sudah tidak mampu mengakomodasi pesatnya
1
Suara Pembaruan, “Menadah Fungsi Ormas Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat”, tanggal 26 Februari 2013.
16
17
dinamika perkembangan yang terjadi pada belakangan ini. Oleh sebab itu, tentu diperlukan kajian ulang dan evaluasi dengan dilakukan perubahan, sesuai dengan tantangan dan perubahan zaman pada saat ini. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan sudah dimulai pada tahun akhir tahun 2011 di DPR dan menghabiskan waktu tujuh kali masa sidang. Akan tetapi, RUU Ormas ini mengemuka di awal tahun 2013 ketika DPR-RI akan menggodok RUU Ormas untuk segera disahkan menjadi UndangUndang
Organisasi
Kemasyarakatan.
Draft
Rancangan
Undang-Undang
Kemasyarakatan yang baru berisi 21 Bab dan 86 Pasal dimana sebelumnya hanya berisi 9 Bab dan 20 Pasal. Berikut ini penulis akan memaparkan beberapa perbedaan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan Nomor 8 Tahun 1985 dengan Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan yang baru menurut ketua Pansus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain.
18
Tabel 1 Perbedaan Undang-Undang Ormas yang lama dengan RUU Ormas yang Baru.2
No.
Jenis Perbedaan
1.
Perbedaan asas.
2.
Segi Pendaftaran Ormas
2
Penjelasan Pada Undang-Undang (UU) No.8 Tahun 1985 asas yang berlaku adalah asas tunggal. Asas ormas pada UndangUndang yang terdahulu berbunyi “Asas Ormas berdasarkan Pancasila.” Kemudian diubah menjadi asas yang tidak memaksakan terhadap asas tunggal dan berbunyi “Asas ormas tidak hanya berdasarkan Pancasila dan UndangUndang 1945.” Hal ini berarti bahwa dihapuskannya asas tunggal pada Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan yang baru. Di RUU Ormas yang baru pendaftaran Ormas diatur lebih mudah karena disediakannya empat golongan bagi para ormas yang ingin mendaftarkan organisasi mereka. Empat golongan itu terdiri dari Yayasan, Perkumpulan, Surat Keterangan Terdaftar (SKT), Surat Keterangan Domisili. Dari empat golongan tadi, para ormas berhak memilih salah satunya. Jika ormas tersebut berbadan hukum silahkan memilih yayasan atau perkumpulan, tetapi bagi ormas yang tidak berbadan hukum silahkan mendaftar menggunakan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan Surat Keterangan Domisili.
Hasil wawancara dengan Abdul Malik Haramain, Jakarta 17 September 2013.
19
3.
Larangan dan Sanksi
4.
Pengaturan Ormas Asing
Pada UU Ormas No.8 Tahun 1985, larangan hanya bersifat umum dan tidak secara mendetail sementara di RUU Ormas yang baru ini sifatnya lebih detail. Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan RUU Ormas yang baru dianggap dapat dengan mudah untuk dilanggar tanpa adanya peraturan laranga yang lebih mendetail. Berikutnya adalah perbedaan sanksi bagi ormas yang melanggar aturan dan larangan yang telah ditetapkan langsung akan diproses memalui jalur pengadilan. Hal ini berarti dari segi prosedur sifat Rancangan UndangUndang yang baru sudah demokratis dan berbeda dengan Undang-Undang yang lama dimana UU Ormas lama lebih bersifat fleksibel dan tidak mendetail sehingga dikhawatirkan akan berbahaya bagi kelangsungan orang-orang yang berserikat dan berkumpul. Undang-Undang Ormas yang lama, yaitu UU No.8 Tahun 1985 memang sudah tercantum peraturan mengenai ormas asing namun dianggap belum cukup bahkan sangat kurang. RUU Ormas yang baru diatur sedemikian rupa bagaimana Ormas asing itu diatur dan bagaimana ormas asing itu beraktifitas. Selain itu, juga terdapat pengertian ormas asing, dan prosedur yang harus ditempuh oleh Ormas asing apabila ingin menjalani aktifitas di Indonesia.
Menurut Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyrakatan, Abdul Malik Haramain, mengatakan bahwa urgensi dari Penyusunan Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan itu karena Organisasi Kemasyarakatan yang ada di Indonesia sedemikian rupa, sangat beragam dan bersifat
20
dinamis, oleh sebab itu maka kita perlu mengatur dan mengelola agar Ormas lebih produktif, dan tidak mengganggu kebebasan ormas lain atau pun menimbulkan kekacauan yang dapat mengganggu stabilitas Negara Indonesia.3 Indonesia sangat memerlukan regulasi yang mengatur tentang ormas. RUU Ormas diperlukan untuk menjamin hak asasi setiap ormas lain dan hak asasi individu warga Negara lainnya. Oleh karena itu, pengaturan ormas diperlukan agar tidak terjadi tirani atas nama kebebasan berorganisasi atau berkelompok dalam masyarakat. Termasuk, menjaga agar tidak terjadinya monopoli kebenaran oleh ormas tertentu di ruang publik. Dengan Undang-Undang baru, Ormas bisa memiliki badan hukum dan memiliki kegiatan jelas, sesuai konstitusi, Pancasila serta semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) B. Teori Konstruksi Sosial 1. Konstruksi Sosial Pemikiran Berger dan Luckman Salah satu teori yang digunakan dalam metode analisis framing adalah konstruksi sosial. Teori ini mengenai pembentukkan sebuah realitas yang dilihat dari bagaimana sebuah realitas sosial itu mempunyai sebuah makna. Sehingga realitas sosial di maknakan dan di konstruksikan oleh indvidu secara subjektif dengan individu lainnya sehingga realitas tersebut dapat dilihat secara objektif. Pada akhirnya individu akan mengkonstruksi realitas yang ada dan merekonstruksi kembali ke dalam dunia realitas. Realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu memiliki makna ketika realitas 3
Hasil Wawancara dengan Abdul Malik Haramain, Jakarta 17 September 2013.
21
sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara obyektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial dan mengkonstruksikannya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subyektifitas individu lain dalam institusi sosialnya.4 Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas. Teori Konstruksi ini menolak pandangan paradigma positivis yang memisahkan antara subjek dan objek komunikasi sedangkan paradigma konstruktivis tidak ada pemisah antara subjek dan objek komunikasi. Konstruksi realitas memandang bahwa bahasa adalah alat untuk memahami suatu realitas objektif dan subjek dianggap sentral dalam kegiatan wacana dan hubungan sosialnya. Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas Lebih dari itu, terutama dalam media massa, keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas-realitas media yang akan muncul di benak khalayak. Oleh karena persoalan makna itulah, maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas hasilnya.5 Membahas teori konstruksi sosial (social construction) tentu tidak bisa terlepaskan dari buah pemikiran yang telah dikemukakan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckmann. Peter L Berger merupakan sosiolog dari New School for Social 4
Alex Sobur, Analisa Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisa Semiotika dan Analisa Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 90 5 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004), h.13
22
Reserach, New York, sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari University of Frankfurt. Pemikiran Berger dan Luckmann ini, mereka tulis dalam bukunya yang berjudul “The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge”. Kajian pokok Berger dan Luckman adalah manusia dan masyarakat. Kajian ini menjelaskan tentang pemikiran manusia mengenai proses sosial. Berger menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksi manusia, di mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.6 Manusia adalah makhluk yang memiliki kesadaran yang terlampau bebas dalam memberi pemaknaan kepada kenyataan yang dihadapinya. Manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respon-respon terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Manusia memaknai dirinya dan objek di sekelilingnya berdasarkan sifat-sifat atau sensasi yang dialaminya saat berhubungan dengan objek tersebut. Pemaknaan tersebut timbul dari tindakan yang terpola dan berulang-ulang yang kemudian mengalami objektifasi dalam kesadaran mereka yang mempersepsikannya. Konstruksi sosial dalam pandangan Berger dan Luckman tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan – kepentingan.7 Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara alamiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan Tuhan, tetapi dibentuk dan dikonstruksi.
6
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media massa, Iklan televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L Berger &Thomas Luckman (Jakarta : Kencana Prenada Media Group : 2008), h. 13. 7 Alex Sobur, Analisa Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisa Semiotika dan Analisa Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 91.
23
Peter
L.
Berger
dan
Thomas
Luckman
mengatakan
realitas
sosial
dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk mengekspresikan diri dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia – dengan kata lain, manusia menentukan dirinya sendiri dalam suatu dunia. Kedua, objektivasi, yaitu hasil mental dan fisik yang telah dicapai dari kegiatan eksternalisasi tersebut. Hasilnya adalah realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil sendiri. Realitas objektif itu berbeda dengan realitas subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. Ketiga, internalisasi yang lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehinggasubjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia luar yang telah terobjektiftkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Dalam konstruksi realitas sosial, masyarakat seakan percaya dan menganggap apa yang diterimanya melalui media massa adalah hal yang riil dan fakta apa adanya yang diambil dari suatu peristiwa atau kejadia yang ada disekitar. Melalui sejumlah peristiwa yang ada di masyarakat, media memilih peristiwa apa yang nantinya akan
24
diangkat dan dikonstruksikan kepada khalayak. Berita yang ada di media dapat memberikan realitas yang sama sekali baru dan berbeda dengan realitas sosialnya. Berita merupakan hasil rekonstruksi realitas yang subjektif dari proses kerja wartawan.8 2. Konstruksi Sosial Media Massa Konstruksi sosial media massa diambil dari pendekatan teori konstruksi sosial atas realitas Peter L Berger dan Luckmann dengan melihat fenomena media massa dalam proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Menurut perspektif ini tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan kosntruksi; dan tahap konfirmasi. 9 Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Tahap menyiapkan materi konstruksi : Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum. 2. Tahap sebaran konstruksi : sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.
8
M. Antonious Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Teori, dan Aplikasi, (Jakarta: Gitnysli, 2004), h.168-169 9 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat,( Jakarta : Kencana, 2007), hlm. 205-212
25
3. Tahap
pembentukan
berlangsung
konstruksi
realitas.
Pembentukan
konstruksi
melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran; (2) kedua
kesediaan dikonstruksi oleh media massa ; (3) sebagai pilihan konsumtif. 4. Tahap Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembetukan konstruksi.10 Tabel 2 Proses Konstruksi Sosial Media Massa11 Proses
Sosial
Eksternalisasi
Simultan
M
Realitas Terkonstruksi:
E
-
D
Objektivasi
I
- Objektif - Subjetif
A
- Inter Subjektif
Lebih Cepat Lebih Luas Sebaran Merata Membentuk Opini Massa Massa Cenderung Terkonstruksi
- Opini Massa Cenderung
Internalisasi
Apriori M Source
Message
A
Channel
- Opini Massa Cenderung Receiver Effect Sinis
Pada konteks media cetak ada tiga tindakan dalam mengkonstruksi realitas, S
yang hasil akhirnya berpengaruh S terhadap pembentukan citra suatu realitas. Pertama A adalah pemilihan kata atau simbol. Sekalipun media cetak hanya melaporkan, tetapi
jika pemilihan kata istilah atau simbol yang secara konvensional memiliki arti
10 11
Ibid, hlm. 14 Ibid, hlm. 204
26
tertentu di tengah masyarakat, tentu akan mengusik perhatian masyarakat tersebut. Kedua adalah pembingkaian suatu peristiwa. Pada media cetak selalu terdapat tuntutan teknis, seperti keterbatasan kolom dan halaman atas nama kaidah jurnalistik, berita selalu disederhanakan melalui mekanisme pembingkaian atau framing. Ketiga adalah penyediaan ruang. Semakin besar ruang yang diberikan maka akan semakin besar pula perhatian yang akan diberikan oleh khalayak. 12. Dapat disimpulkan, menurut pandang kaum konstruksionis: 1. Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda. 2. Media adalah agen konstruksi. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefiniskan realitas lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya.. 3. Berita bukan refleksi dari realitas. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi merupakan potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berita dengan peristiwa. 4. Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas dimana pekerjaannya bukan sebatas melaporkan sebuah fakta, tapi juga turut mengkonstruksi fakta yang didapatkannya untuk kemudian dijadikan berita.
12
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, h.2-4
27
5. Nilai, Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam penelitian. Kaum konstruksionis memandang bahwa peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai, karena itulah etika dan moral serta keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian. 6. Khalayak
mempunyai
penafsiran
tersendiri
atas
berita.
Kaum
konstruksionis memandang bahwa khalayak bukanlah subjek yang pasif, melainkan subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca, ditonton ataupun didengar. Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Pemberitaan yang sangat menarik dan menjadi perhatian media massa sebagai bahan liputan mereka adalah peristiwa politik. Peristiwa politik memiliki nilai berita yang tinggi dan dapat dijadikan perhatian khalayak. Apalagi saat ini banyak peristiwa politik yang menyangkut partai politik. Kasus-kasus yang marak terjadi di dalam partai politik saat ini menjadikan sasaran empuk media massa untuk meliput dan memberitakannya. Media massa berfungsi sebagai menceritakan sebuah peristiwa, keadaan, kejadian yang terjadi di kehidupan sosial, ekonomi, dan juga politik. Pekerjaan utamanya adalah mengkonstruksi berbagai realitas tersebut menjadi sebuah wacana yang memiliki makna yang kemudian disiarkan.
28
Pemberitaan politik memang rumit daripada berita-berita kehidupan lainnya. Dalam pemberitaan politik akan ada suatu pembentukkan opini publik. Di mana ini menjadi hal yang diinginkan oleh aktor politik dan wartawan. Pembentukkan opini publik itu nantinya akan mempengaruhi khalayak melalui pesan politik yang disampaikan oleh media massa. Dalam kerangka pembentukkan opini publik ini, media massa umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama, menggunakan simbol-simbol politik (language of politic). Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda media (agenda setting function). Tatkala melakukan tiga tindakan itu, boleh jadi sebuah media dipengaruhi oleh faktor internal berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistem politik yang berlaku, dan kekuatan-kekuatan luar lainnya.13 C. Analisis Framing Analisis framing adalah salah satu metode penelitian yang termasuk baru dalam dunia ilmu komunikasi. Para ahli menyebutkan bahwa analisis framing ini merupakan perpanjangan dari analisis wacana yang dielaborasi terus menerus ini, menghasilkan suatu metode yang up to date untuk memahami fenomena-fenomena media mutakhir.14
13
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. (Jakarta: Granit, 2004) h. 2-3. Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana. (Yogyakarta: LKiS, 2001) h. 23
14
29
Orang yang pertama kali melontarkan gagasan mengenai framing adalah Beterson pada tahun 1955.15 Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasikan realitas. Berikut
beberapa definisi mengenai framing yang dikemukakan para
Tokoh:16 Tabel 3 Definisi Framing Menurut Beberapa Tokoh TOKOH
DEFINISI
Robert N. Entman
Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain. Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang teroganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi mana peristiwaperistiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.
William A. Gamson
15
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009) h. 161. 16 Eriyanto, Analisis Framing, Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis, 2002) h. 67-68
30
Todd Gitlin
David E. Snow and Robert Benfort
Amy Binder
Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki
Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk disampaikan kepada khalayak pembaca. Peristiwa- peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas. Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan system kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu. Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk mendapatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membentuk individu untuk mengerti makna peristiwa. Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.
Dari definisi-definisi tersebut, definisi framing mengacu pada suatu cara untuk menyajikan realitas, dimana realitas yang ada dikemas sedemikian rupa dengan menggunakan symbol-simbol yang terpilih, diseleksi, diitekankan, dan ditonjolkan sehingga peristiwa tertentu dapat lebih mudah dipahami berdasarkan perspektif tertentu yang dimaksudkan dalam proses framing tersebut. Jadi, realitas yang disampaikan bukanlah realitas yang utuh.
31
Analisis Framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan? Mengapa peristiwa lain tidak diberitakan? Mengapa suatu tempat dan pihak yang terlibat berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realitas didefinisikan dengan cara tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu ditonjolkan sedangkan yang lain tidak? Mengapa menampilkan sumber berita X dan mengapa bukan sumber berita yang lain yang diwawancarai?17 Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendasari bagaimana media massa membentuk dan mengkonstruksi realitas, yang membuat khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang ditekankan dan ditonjolkan oleh media massa D. Analisis Framing Model Robert Entman Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media, yang salah satunya ditulis dalam sebuah artikel untuk Jurnal of Political Communication.18 Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih ingat oleh khalayak. 19 Framing didefinisikan Entman sebagai proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisis tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari sisi yang lain. Dalam praktiknya, Framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu dan mengabaikan isu yang 17
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada Media Group : 2006), h. 252. 18 Eriyanto. Analisis Framing, : Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis. 2007) h. 185. 19 Ibid, h. 186.
32
lain; dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana – penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan/bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/ peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap symbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan lain-lain. Kata penonjolan (salience) didefinisikan sebagai membuat informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan.20 Suatu peningkatan dalam penonjolan mempertinggi probabilitas penerima akan lebih memahami informasi, melihat makna lebih tajam, lalu memprosesnya dan menyimpannya dalam ingatan. Bagian informasi dari teks dapat dibuat lebih menonjol dengan cara penempatannya atau pengulangan atau mengasosiasikan dengan simbol-simbol budaya yang sudah dikenal. Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berfikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Frame beriita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita. Kedua perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun suatu pengertian mengenai peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra, yang ada dala narasi berita yang memberi makna tertentu dari teks berita.21 Konsep framing dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkapkan the power of a communication text. Konsepsi mengenai
20 21
Eriyanto. Analisis Framing, Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis, 2002) h.185 Ibid, h.189.
33
framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Tabel 4 Framing Model Robert Entman Problem Identification (Pendefinisian masalah)
Bagaimana suatu peristiwa atau isu dilihat dan didefinisikan? Sebagai apa atau sebagai masalah apa?
Diagnose Causes (Memperkirakan penyebab/sumber masalah)
Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab masalah? Siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah? Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi dan mendelegitimasi suatu tindakan? Penilaian apa yang disajikan terhadap penyebab masalah? Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah?
Make Moral Judgement (Membuat keputusan moral/Penilaian atas penyebab masalah)
Treatment Recommendation (Menekankan penyelesaian)
Define Problems (pendefinisan masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa yang dipahami oleh wartawan ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Diagnose Cause (memperkirakan penyebab masalah), ini merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai actor dari suatu peristiwa.
34
Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi juga bisa berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dapat dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sumber masalah.22 Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut gagasan yang diikuti berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.23 Treatment recommendation (menekankam penyelesaian), elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.24
22
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: Lkis, 2005), h. 189-190 23 Ibid, h. 191 24 Ibid, h. 191-192
BAB III GAMBARAN UMUM
A.
Profil Suara Pembaruan 1. Sejarah Singkat Suara Pembaruan Pada 27 April 1961, lahirlah harian umum Sinar Harapan yang beredar sore
hari. Sebagai Presiden Direktur yang pertama adalah I.D.Pontoan, dan Direkturnya adalah H.G.Rorimpandey. Koran ini diterbitkan oleh PT Sinar Kasih. Meskipun didukung Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Sinar Harapan bukan koran partai. Mottonya adalah “Memperjuangkan Kemerdekaan dan Keadilan, Kebenaran dan Perdamaian, Berdasarkan Kasih”. Selama hayatnya, Sinar Harapan hidup penuh perjuangan. Sempat diberi sanksi oleh pemerintah, yakni tiga kali mendapat teguran berupa penutupan atau pelarangan terbit. Puncaknya pada 9 Oktober 1986, pemerintah mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Sinar Harapan, karena dianggap menyimpang dari ketentuan pemerintah di bidang penerbitan. Tetapi pada 4 Februari 1987, terbitlah untuk pertama kalinya Harian Umum Suara Pembaruan, sebagai kelanjutan dari Sinar Harapan yang dibreidel pemerintah. Suara Pembaruan diterbitkan sebagai alat perjuangan demi terwujudnya cita cita dan idealisme yang melatarbelakangi dan mendasarinya sesuai dengan visi dan misi. Motivasi penerbitan Suara Pembaruan tidak terlepas dari cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia yang pengejawantahannya terdapat dalam dasar
35
36
negara Pancasila dan UUD 1945.
Memiliki tagline “Memihak pada kebenaran”
Suara Pembaruan ingin memberikan informasi kepada khlayak berdasarkan faktafakta terhadap issue yang berkembang. 2. Visi dan Misi Harian Suara Pembaruan Suara Pembaruan memiliki visi yaitu untuk menjadi Koran sore terbaik, terbesar, dan terpercaya. Visi tersebut harus selalu dijadikan sasaran dan pendorong sebagai kriteria penilaian keberhasilan. Sesuai dengan cita-cita dan idealism yang mendasarinya, misi Suara Pembaruan adalah “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang majemuk, demokratis, adil dan sejahtera, berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai Kristiani.”1 Misi itu tercermin pula di dalam nama Suara Pembaruan dan motto, yaitu “Memperjuangkan Harapan Rakyat Dalam Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila.” Dari nama itu dapat ditarik pemahaman bahwa surat kabar ini ingin menyampaikan kepada khalayak pembaca hal-hal yang merupakan, atau setidaktidaknya dapat mendorong kearah terjadinya pembaruan/reformasi yang diperlukan di dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara, demi semakin terwujudnya pengalaman Pancasila.
1
Company Profile Suara Pembaruan
37
3. Struktur Organisasi Suara Pembaruan Berdasasarkan data company profile Suara Pembaruan, berikut adalah susunan redaksi harian tersebut:2
Tabel 5 Struktur Organisasi Suara Pembaruan
Pemimpin Redaksi Wakil Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Asisten Redaktur Pelaksana Redaktur
Asisten Redaktur
Staf Redaksi
2
Company Profile Pembaruan
Primus Dorimulu Petrus Christian Mboeik Aditya L Djono Dwi Argo Santosa Anselmus Bata Miko Napitupulu Asni Ovier Dengen Paluin, Alexander Suban, Bernadus Wijayaka, Gatot Eko Cahyono, Marselius Rombe Baan, M Zainuri, Paulus C Nitbani, Syafrul Mardhy Pasaribu, Steven Setiabudi Musa, Surya Lesmana, Unggul Wirawan Agustinus Lesek, Adrianus Berthus Mandey, Heri S Soba, Irawati Diah Astuti, Noinsen Rumapea, Sumedi Tjahja Purnama, YC Kurniantoro,Yuliantino Situmorang Abimanyu, Ari Suprianti Rikin,Charles Ulag, Daurina L Sinurat, Debora MJ Pesik, Elvira Anna Siahaan, Endah Dwi Sotyati, Gardi Gazarin, Hendro D Situmorang, Hotman Siregar, Ignatius Liliek, Jeanny Aipassa, Jeis Montesori, Kurniadi, Luther Ulag, Marthin Brahmanto, Natasia Christy Wahyuni, Robertus Wardi, Ruht Semiono, Siprianus Edi Hardum, Willy Masaharu, Yeremia Sukoyo, Yumeldasari Chaniago, Dewi Gustiana (Tangerang), Laurensius Dami (Serang), Epi Helpian (Bogor), Stefy Thenu (Semarang), Teguh Lulus Rachmadi (Surabaya), Aries
38
Sudiono (Malang), Muhammad Hamzah (Banda Aceh), Henry Sitinjak, Arnold H Sianturi (Medan), Bangun Paruhuman Lubis (Palembang), Radesman Saragih (Jambi), Hermansyah Bermani (Bangka), Usmin (Bengkulu), Margaretha Feybe Lumanauw (Batam), I Nyoman Mardika (Denpasar) Adhie Malehere (Kupang), Sahat Oloan Saragih (Pontianak), Barthel B Usin (Palangkaraya), M Kiblat Said (Makassar), Fanny Waworundeng (Manado), Adi Marsiela (Bandung), Fuska Sani Evani (Yogyakarta), Robert Isidorus Vanwi (Papua), Vonny Litamahuputty (Ambon) Pjks Kepala Sekretariat Kepala Litbang, Data Informasi Koordinator Tata Letak. Koordinator Grafis
B.
Rully Satriadi dan Dhewasasri M Wardani Robert Prihatin Antonius Budi Nurcahyo
Gambaran Umum Harian Republika 1. Sejarah Harian Republika Harian Republika diterbitkan berdasarkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP)
dari
Departemen
Penerangan
Republik
Indonesia
nomor
283/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1992 tanggal 19 desember 1992. Harian Republika diterbitkan di bawah PT Abdi Bangsa. PT Abdi Bangsa didirikan pada 28 November 1992 di Jakarta. Perusahaan ini merupakan bidang usaha penerbitan dan percetakan pers. PT. Abdi Bangsa merupakan perusahaan yang berada di bawah Yayasan Abdi Bangsa. Pengelolaan perseroan dilakukan oleh Direksi di bawah Dewan Komisaris yang anggotanya dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Dalam mengelola
39
Perseroan, direksi dibantu oleh Pembina Manajemen. PT. Abdi Bangsa dalam upaya penggalian dana untuk pengembangan usahanya melakukan penjualan saham kepada masyarakat. Penjualan saham di PT Abdi Bangsa memang unik, satu lembar saham hanya boleh dimiliki oleh satu keluarga. Maka dengan menawarkan 2,9 juta lembar saham kepada masyarakat, berarti PT Abdi
Bangsa akan dimiliki oleh 2,9 juta
kepada keluarga atau pemegang saham. Pendiri Yayasan Abdi Bangsa berjumlah 48 orang yang terdiri dari beberapa menteri, pejabat tinggi negara, cendekiawan, tokoh masyarakat, serta pengusaha. Mereka antara lain, Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita, H.harmoko, Ibnu Sutowo, Muhammad Hasan, Ibu Tien Soeharto, Probosutedjo, Ir. Aburizal Bakrie, dan lainlain. Sedangkan Presiden Soeharto berperan sebagai pelindung yayasan. Prof. Dr. Ing. B.J.Habibie yang menjabat sebagai ketua ICMI dipercaya pula untuk menjadi Ketua Badan Pembina Yayasan Abdi Bangsa. Harian Republika diterbitkan atas kehendak untuk mewujudkan media massa yang mampu mendorong bangsa menjadi lebih kritis dan berkualitas. Bangsa berkualitas dapat didefinisikan sebagai bangsa yang mampu sederajat dengan bangsa maju lain di dunia, memegang nilai-nilai spiritualitas sebagai perwujudan Pancasila sebagai filsafat bangsa, serta memiliki arah gerak seperti yang digariskan UUD 1945. Keinginan tersebut sejalan dengan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang dibentuk pada 5 Desember 1990. Salah satu program ICMI yang disebarkan ke seluruh Indonesia, antara lain, mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
40
program peningkatan 5K, yaitu: Kualitas Iman, Kualitas Hidup, Kualitas Kerja, Kualitas Karya, dan Kualitas Pikir. Untuk mewujudkan tujuan, cita-cita dan program ICMI di atas, maka beberapa tokoh
pemerintah, dan masyarakat yang berdedikasi dan berkomitmen pada
pembanguna bangsa dan masyarakat Indonesia, yang beragama Islam, membentuk Yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus 1992, yang program
utamanya adalah
sebagai berikut: 1. Pengembangan Islamic Center. 2. Pengembangan CIDES (Center for Information and Development Studies) 3. Penerbitan Harian Republika. Pada zaman orde baru yang terkenal otoriter, Harian Republika merupakan salah satu surat kabar yang cukup mudah untuk mendapatkan SIUPP karena adanya kedekatan antara pengurus ICMI dengan Presiden Soeharto. Sebelumnya, surat kabar ini akan diberi nama “Republik”. Nama Republika sendiri merupakan ide Presiden Soeharto yang disampaikan ke beberapa pengurus ICMI Pusat menghadap padanya untuk menyampaikan rencana peluncuran harian Umum tersebut. 2.
Visi dan Misi Harian Republika adalah suatu surat kabar yang lahir di tengah Indonesia yang
berubah secara cepat. Perubahan ini melanda hampir semua aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, iptek, sosial, dan budaya “keterbukaan” menjadi kata kunci. Republika memilih pada posisi untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia memasuki masa dinamis, tanpa perlu kehilangan segenap kualitas yang dimilikinya.
41
Motto Harian Republika
yaitu “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”
menunjukkan semangat mempersiapkan masyarakat memasuki era baru. Keterbukaan dan perubahan telah dimulai dan tak ada langkah kembali, bila memang sepakat untuk mencapai kemajuan. Meski demikian, mengupayakan perubahan yang juga berarti pembaharuan tidak mesti harus mengganggu stabilitas yang telah susah payah dibangun.3 2.1 Visi Republika Sikap Umum atau visi yang dimiliki Republika sebagai landasan penerbitannya adalah: 1. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. 2. Membela, meliundungi, dan melayani kepentingan umat. 3. Mengkritisi tanpa menyakiti. 4. Mencerdaskan, menyelidik, dan mencerahkan. 5. Berwawasan kebangsaan. 2.2 Misi Republika Dengan latar belakang tersebut, misi Republika di berbagai kehidupan adalah sebagai berikut: Bidang Politik Dalam bidang politik, Republika memiliki beberapa misi yaitu: 1. Mengembangkan demokrasi; 2. Optimalisasi peran lembaga-lembaga negara; 3. Mendorong partisipasi politik semua lapisan masyarakat; 3
Data resmi Harian Umum Republika.
42
4. Mengutamakan kejujuran dan moralitas dalam politik; 5. Penghargaan terhadap hak-hak sipil; 6. Mendorong terbentuknya pemerintahan yang bersih.
Bidang Ekonomi Dalam bidang ekonomi, Republika memiliki beberapa misi yaitu; 1. Mendukung keterbukaan dan demokrasi
ekonomi menjadi kepedulian
Republika; 2. Mempromosikan
profesionalisme
yang
mengindahkan
nilai-nilai
kemanusiaan dalam manajemen; 3. Berpihak pada kepentingan ekonomi domestik dari pengaruh globalisasi; 4. Pemerataan sumber-sumber daya ekonomi; 5. Mempromosikan etika dan moral dalam berbisnis; 6. Mengembangkan ekonomi syari’ah; 7. Berpihak pada usaha menengah, kecil, mikro, dan koperasi (UMKMK). Bidang Budaya Dalam bidang budaya, Republika memiliki beberapa misi yaitu: 1. Mendukung sikap terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya yang berkembang di masyarakat; 2. Mengembangkan bentuk-bentuk kesenian dan hiburan yang sehat, mencerdaskan, menghaluskan perasaan, dan mempertajam kepekaan nurani;
43
3. Menolak bentuk-bentuk kebudayaan/kesenian yang merusak moral, akidah, dan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan; Bidang Agama Dalam bidang agama, Republika memiliki beberapa misi yaitu: 1. Mendorong sikap beragama yang terbuka sekaligus kritis terhadap realitas sosial-ekonomi kontemporer; 2. Mempromosikan semangat toleransi yang tulus; 3. Mengembangkan penafsiran ajaran-ajaran ideal agama dalam rangka mendapatkan pemahaman yang segar dan tajam; 4. Mendorong pencarian titik temu di antara agama-agama. Bidang Hukum 1. Mendorong terwujudnya masyarakat sadar hukum; 2. Menjunjung tinggi supremasi hukum; 3. Mengembangkan mekanisme checks and balances
pemerintah-
masyarakat; 4. Menjunjung tinggi HAM; 5. Mendorong pemberantasan KKN secara tuntas. 3.
Struktur Organisasi Republika Berdasasarkan data company profil Republika, berikut adalah susunan redaksi harian tersebut:4 Tabel 6 Struktur Organisasi Republika 4
Data resmi Harian Umum Republika
44
Pemimpin Redaksi Wakil Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Koran Redaktur Pelaksana Newsroom Redaktur Pelaksana Online Redaktur Senior Wakil Redaktur Pelaksana
Asisten Redaktur Pelaksana
Sekretaris Redaksi Kepala Quality Control dan Bahasa Reporter Senior
Kepala Desain Staf Redaksi
Nasihin Masha Arys Hilman Nugraha Elba Damhuri Maman Sudiaman M. Irwan Ariefyanto Anif Punto Utomo Irfan Junaidi Syahruddin El-Fikri Kumara Dewantasari Fikrah Fansuri Heri Ruslan Johar Arief Joko Sadewo Nur Hasan Murtiaji Subroto Hamidah Sagaf Rakhmat Hadi Sucipto Harun Husein Muhammad Subarkah Nurul S. Hamami Selamat Ginting Siwi Tri Puji Budiwiyati Teguh Setiawan Sarjono Agus Yulianto, Alwi Shahab, Andi Nur Aminah, Andri Saubani, Anjar Fahmiarto, Asep K Nurzaman, Budi Raharjo, Burhanuddin Bella, Darmawan Sepriyosa, Dewi Mardianni, Didi, Purwadi, Endro Yuwanto, EH Ismail, Ferry Kisihandi, Fitriyan Zamzami, Heri Purwata, Indira Rezkisari, Irwan Kelana, Israr, Khoirul Azwar, M Ikhsan Shiddiqiey, Nashih Nasrullah, Natalia Endah Hapsari, Nidia Zuraya, Nina Chairani Ibrahim, Priyantono Oemar, Rahmat Budi Harto, Ratna Puspita, Reiny Dwinanda, R Hiru Muhammad, Stevy Maradona, Taufiqurahman Bachdari, Teguh Firmansyah, Wachidah Handasah, Wulan Tunjung Palupi, Yeyen Rostiyani, Yogi Ardhi Cahyadi, Yussuf Assidiq, Zaki Al Hamzah, Edwin Dwi Putranto,
45
Direktur Utama Direktur Pemberitaan Direktur Operrasional Direktur Business Development Komisaris Utama Wakil Komisaris Utama Komisaris GM Keuangan GM Marketing dan Sales Manager Iklan Manager Produksi Manager Sirkulasi Manager Keuangan
Abdullah Sammy, Agus Raharjo, Ahmad Islamy Jamil, Ahmad Reza Safitri, Amri Amrullah, Ani Nursalikah, A Syalabi Ichsan, Bilal Ramadhan, Bowo Priadi Citra Listya Rini, Damanhuri Zuhri, Darmawan, Desy Susilawati, Djoko Suceno, Ditto Papilanda, Dwi Murdaningsih, Dyah Ratna Meta Novia, Edi Setyoko, Eko Widiyanto, Erdy Nasrul, Erik Purnama Putra, Esthi Maharani, Fernan Rahardi, Fitria Andayani, Friska Yolanda, Ichsan Emerald Alamsyah, Indah Wulandari, Irfan Fitrat Pribadi, Lilis Sri Handayani, Lingga Permesti, Mansyur Faqih, Meilani Fauziyah, Mohammad Akbar, Muhammad Akbar Wijaya, Muhammad Fakhruddin, Mutia Ramadhani, M Hafil, Neni Ridarineni, Nur Aini, Qommaria Rostanti, Rosita Budi Suryaningsih, Rusdi Nurdiansyah, Satya Festiani, Sefti Oktarianissa, Setyanaviditia Livikacansera, Susie Evidia Yuvidianti, Yoebal Ganesha Rasyid, Yulianingsih, Tahta Aidilla, Aditya Pradana Putra, Agung Supriyanto, Wihdan Hidayat, Nian Poloan (Medan), Maspriel Aries (Palembang), Ahmad Baraas (Bali). Daniel JP Wawengkang Ikhwanul Kiram Mashuri Mira R. Djarot Tommy Tamtono Adi Sasono Erick Thohir R. Harry Zulnardy Adrian Syarkawi Didik Irianto Yulianingsih Indar Wisnu Wardhana Nurrokhim Darkiman Ruminta Heri Setiawan
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Sejak dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas yang baru pada tanggal 3 Oktober 2011 dengan tujuan untuk mengatur ulang Undang-Undang Ormas No.8 Tahun 1985, hal ini banyak menimbulkan polemik ditengah masyarakat Indonesia. Salah satu polemik yang terjadi adalah timbulnya penolakan organisasi-organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, serta beberapa ormas-ormas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di Indonesia. Sebagian besar organisasi-organisasi masyarakat tersebut, menolak adanya asas pancasila sebagai asas tunggal karena mereka menganggap hal ini akan mengulang kembali sejarah kelam RUU Ormas dan membangkitkan rezim represif otoriter terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul.Tidak hanya masalah asas tunggal saja, tetapi Ormas-ormas baik Ormas dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga mengkritik adanya pasal di RUU Ormas yang mengharuskan mereka untuk melaporkan data yang berkaitan dengan sumbersumber keuangan ormas, termasuk penggunaan, serta pertanggung jawabannya. Menurut Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) pasal ini bertujuan agar terciptanya transparansi dana ormas serta untuk mengontrol dana asing yang masuk ke Indonesia melalui ormas. Pemerintah menganggap bahwa memang peraturan mengenai Ormas sangat diperlukan di Indonesia saat ini mengingat banyaknya ormas-ormas di Indonesia baik ormas yang terdaftar, ataupun ormas asing berkegiatan di
46
47
Indonesia tanpa adanya sistem regulasi yang jelas mengenai peraturan mereka selama berkegiatan di Indonesia. Selain itu, RUU Ormas yang baru berguna untuk mengatur ormas-ormas yang liar karena belakangan ini banyak kasus anarkisme dilakukan oleh Ormas tertentu sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat serta pemerintah Indonesia. Munculnya pro dan kontra ditengah masyarakat mengenai dibentuknya Undang-Undang yang mengatur tentang Organisasi Masyarakat, ternyata bukan baru pertama kali ini saja. Sebelumnya, pro kontra juga pernah terjadi pada tahun 1985 saat Undang-Undang Organisasi Masyarakat pertama kali dibuat. Saat itu, banyak pemberitaan mengenai RUU Ormas di beberapa media massa. Berikut adalah tabulasi mengenai beberapa pemberitaan Pro Kontra RUU Ormas lama, tahun 1985. Tabel 7 Pemberitaan Pro Kontra Mengenai RUU Ormas di Media Massa Tahun 1985 No. Media 1.
Kompas, Mei 1985
Tema yang dibahas
Narasumber
30 Muhammadiyah
belum KH.
menentukan sikap menyangkut selaku
AR
Fakhruddin ketua
PP
diterima atau ditolaknya Pancasila Muhammadiyah. sebagai
asas
Rancangan
tunggal
di
Undang-Undang
Ormas 1985. 2.
Suara Merdeka, Fraksi 7 Mei 1985
Partai
Persatuan Ketua
Pembangunan mengusulkan pasal
RUU
Panitia Ormas,
Khusus Dr.
48
baru
yang
berisi
mengenai Shardiman SE.
hubungan antara agama dengan Pancasila. 3.
Sinar Harapan, Organisasi 16 Mei 1985
Masyarakat
yang H. Pamudji, juru bicara
memiliki atau tidak memiliki Fraksi Partai Demokrasi badan hukum seperti Persekutuan Indonesia. Gereja Indonesia (PGI), Majelis Agung
Waligereja
(MAWI) harus
dan
tunduk
Undang
Indonesia
Muhammadiyah pada
UndangOrganisasi
Kemasyarakatan.
Saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk menggantikan UU No. 8 Tahun 1985 dengan RUU Ormas yang baru, banyak media-media baik cetak maupun elektronik memuat berita pro kontra yang terjadi akibat hal tersebut, tidak terkecuali media harian Suara Pembaruan (SP) dan Republika. Tentunya, setiap media memiliki perbedaan dalam mengkonstruksi berita yang akan dimuat sesuai dengan kepentingan masing-masing media. Republika yang memiliki ideologi dan nilai-nilai keislaman pada setiap pemberitaannya, pasti memiliki perbedaan dalam mengkonstruksi berita dengan Suara Pembaruan yang mempunyai visi dan misi kristiani, meskipun kedua media tersebut pada setiap pemberitaannya tetap bersifat universal. Karena itulah, penulis ingin melihat
49
kecenderungan sudut pandang Republika dan Suara Pembaruan terhadap pro kontra RUU Ormas. Peneliti mengambil empat judul judul berita yang ada di pemberitaan harian umum Suara Pembaruan dan Republika periode Maret sampai April. Empat judul tersebut dipilih karena peneliti menganggap judul-judul tersebut telah mewakili
pemberitaan pro kontra RUU Ormas. Empat judul berita tersebut,
Pancasila Bukan Asas Tunggal, Asas Utama Pancasila Final dan Mengikat, Ormas Dinilai Takut Transparan, dan Ormas Asing Wajib Laporkan Sumber Dana. A.
Define Problems Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika Suara Pembaruan dan Republika melihat dan mengidentifikasi kasus pro
kontra RUU Ormas dengan sudut pandang yang berbeda. Republika dan Suara Pembaruan mengidentifikasi masalah pro kontra RUU Ormas karena adanya pasal-pasal yang dianggap oleh sebagian ormas represif salah satunya adalah pembahasan mengenai asas Pancasila sebagai asas tunggal. Tentu saja, dalam mengemas pemberitaan yang ada antara Republika dan Suara Pembaruan memiliki sudut pandang yang berbeda mulai dari judul berita, pemilihan narasumber serta framing yang dibentuk oleh kedua media tersebut. Pada pemberitaan 26 Maret 2013, Republika memberitakan mengenai asas Pancasila yang menjadi kontroversi antara pemerintah dengan ormas dan LSM. Pada pemberitaan tersebut Republika ingin memaparkan bahwa adanya penolakan dari ormas Islam terhadap RUU Ormas hanya karena permasalahan pancasila sebagai asas tunggal bukanlah semestinya, karena asas islam juga sesuai dengan asas
50
Pancasila begitupun dengan asas-asas yang menjadi landasan ormas agama lain. Framing yang ingin dibentuk Republika adalah adanya asas pancasila bukanlah suatu momok yang menakutkan bagi ormas-ormas islam atau agama lain karena setiap ormas bebas mencantumkan asas yang sesuai dengan ideologi mereka. Redaktur rubrik nasional Republika mengatakan bahwa ketakutan para ormas agak berlebihan apabila pada zaman sekarang asas Pancasila dipandang sebagai sarana dalam mengebiri kebebasan berserikat dan berorganisasi. Republika menilai apabila RUU Ormas itu disahkan pada zaman yang memang dimana semua orang, semua media bungkam mungkin RUU Ormas ini akan menjadi suatu alat untuk mengebiri kebebasan para ormas dalam berorganisasi, tetapi lain halnya apabila RUU Ormas disahkan pada saat semua orang memiliki kebebasan untuk bersuara serta dapat mengakses informasi dari manapun, “Kalaupun Undang-Undang ormas yang sekarang disahkan oleh Kemendagri dan digunakan oleh orde baru mungkin dia akan menjadi undang-undang tangan besi, tetapi saat ia dipergunakan di zaman sekarang dimana informasi membanjir dimana mana, dimana setiap orang punya mata, punya telinga, bisa punya mulut, bisa punya suara, semua ketakutan itu berlebihan. Ketakutan ormas dimana itu akan dijadikan sebagai sarana dalam mengembalikan rezim otoriter itu gila! Mereka pikir kita sebagai media akan diam saja? Gak bakal lah, kita gak bakal diam. Ini konteks waktu yang berbeda, kita sekarang berada dimana zaman semua orang punya suara, semua orang bisa mengawasi.”1 Dari wawancara diatas, terlihat jelas bahwa Republika cenderung setuju mengenai adanya asas Pancasila sebagai asas ormas. Republika melihat bahwa asas Pancasila bukanlah sebuah hal yang harus ditakuti oleh ormas-ormas di Indonesia karena adanya perbedaan zaman antara rezim orde baru dengan saat ini. Dimana saat orde baru, mungkin asas Pancasila akan membelenggu setiap kebebasan para ormas dan RUU Ormas sendiri akan menjadi sebuah undang1
Wawancara dengan Fitriyan Zamzami selaku redaktur rubrik Nasional Republika, Jakarta 10 Desember 2013.
51
undang “tangan besi”, tetapi hal itu berbeda apabila asas Pancasila diterapkan pada era demokrasi saat ini dimana setiap orang memiliki ruang kebebasan untuk memiliki pendapat dan menyuarakan pendapat mereka di ruang publik. Suara Pembaruan mengidentifikasi masalah bahwa asas Pancasila dapat diterima oleh Muhammadiyah, selaku organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dalam berita ini, frame yang dikembangkan oleh Suara Pembaruan adalah mengenai asas Pancasila yang awal mulanya ditolak oleh beberapa ormas termasuk Muhammadiyah kini mulai dapat diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari paragraf pertama : “Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin Muhammadiyah tidak ada masalah sama sekali, terhadap klausul dalam RUU Ormas, yang menyatakan bahwa Pancasila, yang menjadi asas dasar organisasi kemasyarakatan di Indonesia.” Apabila diperhatikan dari segi lead pada berita diatas, lead Suara pembaruan pada berita tersebut termasuk kedalam straight news lead yang dipakai untuk melaporkan kejadian yang bersifat penting bagi pembaca. Oleh sebab itu, straight news lead biasanya diawali dengan unsur what atau who. Unsur when, where, why ataupun how tidak pernah menjadi unsur paling penting dalam suatu kejadian.2 Lead pada berita diatas juga tidak memiliki unsur-unsur lengkap berita seperti 5W+1H, di berita tersebut hanya menunjukkan unsur what yaitu apa yang sedang terjadi atau yang sedang diberitakan, disini adalah mengenai ormas Muhammadiyah yang sama sekali tidak keberatan terhadap asas Pancasila dan who yaitu siapa yang sedang diberitakan tentu saja pada berita ini adalah Muhammadiyah.
2
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru. (Jakarta:Kalam Indonesia) hal.55
52
Dilihat dari pemberitaan secara keseluruhan, antara Suara Pembaruan dengan republika memiliki persamaan dalam mengidentifkasi kasus pro kontra RUU Ormas terkait adanya asas Pancasila. Republika pada pemberitaannya fokus terhadap kontroversi asas Pancasila sementara Suara Pembaruan tidak hanya melihat dari kasus asas Pancasila tetapi juga ada anak berita yang membahas mengenai pembubaran lembaga amil zakat. Selain permasalahan asas tunggal, yang menjadi pro kontra RUU Ormas lainnya adalah mengenai adanya pasal transparansi pendanaan. Republika dalam pemberitaan tentang pasal transparansi lebih mengangkat mengenai ketakutan para ormas di Indonesia perihal adanya pasal yang mengatur transparansi pendanaan setiap ormas dalam RUU Ormas yang disusun oleh pemerintah. Hal tersebut bisa dilihat pada paragraf pertama yaitu : “RUU Ormas yang kini digodok oleh DPR dinilai menjadi tantangan berat bagi ormas yang dananya tidak jelas. Pemerintah menilai sikap menolak pengosahan RUU Ormas menandakan ketakutan sejumlah ormas akan kemungkinan terkuaknya praktik haram dibalik kegiatan ormas.” Republika cenderung mencurigai adanya ormas-ormas yang memang tidak ingin adanya pasal yang mengatur tentang pengelolaan dana ormas. Republika mencurigai adanya ormas-ormas yang memang menerima bantuan dana asing bahkan menyalahgunakan dana Bantuan Sosial (Bansos) sebagai lahan korupsi. Oleh sebab itu, Republika sangat menyetujui adanya pasal transparansi dana ormas yang terdapat dalam RUU ormas. Republika menganggap LSM yang didanai oleh pemerintah perlu transparan dalam penggunaan dana tersebut terhadap masyarakat hal ini berguna untuk menjaga ormas yang dikendalikan oleh kepentingan asing dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
53
Menurut redaktur rubrik Nasional dan Politik, Fitriyan Zamzami, republika memandang bahwa perlu adanya pengujian transparansi dalam dana ormas.3 “Pada saat akhir-akhir pembahasan dimana kemendagri telah melakukan revisi telah melakukan akomodasi terhadap muhammadiyah tetapi kemudian mereka tetap bersikeras gak mau gakmau kita tetap gakmau diatur. Kita jadi bingung dan curiga dong, lah lo kenapa gakmau diatur? Dapet pendanaan dari siapa lo? Nah dari situ kita mulai lebih sedikit menyuarakan suara keberatan dari kaum Muhammadiyah terhadap RUU Ormas. Oke kita anggaplah kita Muhammadiyah dan NU itu kredibel, tetapi apakah seluruh LSM yang tergabung dalam Koalisi Akbar Masyarakat Sipil itu kredibel? Apakah semuanya bisa mempertanggung jawabkan pembiayaan mereka? Kemudian itu menjadi titik tolak pemikiran kami, walau NU dan Muhammadiyah organisasi Islam terbesar di Indonesia, walau Republika media Islam terbesar di Indonesia sorry to say bukan masalah sepakat atau tidak sepakat tetapi kami tidak mau membabi buta membela kepentingan Muhammadiyah dan NU.” Sementara disisi lain, Suara Pembaruan mengidentifikasi bahwa Ormas Asing yang ada di Indonesia wajib melaporkan semua pendanaannya ke pemerintah. Ormas asing juga wajib mengumumkan sumber, jumlah, dan penggunaan dana serta melaporkan hal tersebut secara berkala. Framing Suara Pembaruan juga mengarahkan pemberitaannya tidak hanya mengenai transparansi yang harus dilakukan para ormas saja, tetapi juga menggiring pembaca terhadap adanya sanksi yang dapat diterima oleh ormas apabila tidak melakukan pelaporan dana secara berkala kepada pemerintah. Sanksi yang akan ditetapkan adalah penghentian kegiatan ormas sementara. Hal tersebut dikemukakan Suara Pembaruan pada paragraf pertama : “Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Organisasi Massa Rahardi Zakaria menegaskan, DPR tetap akan mewajibkan ormas maupun lembaga swadaya masyarakat asing melaporkan sumber pendanaannya ke pemerintah. Jika dilanggar, ormas tersebut terancam dihentikan sementara operasinya dan bisa dibubarkan.
3
Hasil wawancara dengan Fitriyan Zamzami selaku redaktur rubrik Nasional Republika. Jakarta 10 Desember 2013.
54
Dari segi karakter pemberitaan, Suara Pembaruan mencoba untuk tetap bersifat faktual dan tidak berpihak kepada siapapun. Hal tersebut disampaikan oleh Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan sebagai berikut : “Yang pasti kita karakternya faktual ya kita tidak tendensis, kita tidak tendensisme seseorang, kita harus berdasarkan fakta apalagi memicu persoalan umum, dan yang lagi kita harus positif. Posisi kita mesti memberi solusi. Apa yang mesti dihidupkan kembali dalam hal yang positif, membikin sebuah fakta begitu. Dan ada juga persoalan yang lain itu ada juga suatu harapan dibalik sebuah persoalan yang mesti kita dorong.”4
B.
Diagnose Causes Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika Republika melihat bahwa penyebab permasalahan atas permasalahan
mengenai pro kontra asas pancasila adalah ormas-ormas Islam yang tidak setuju terhadap adanya asas pancasila sebagai asas dari RUU Ormas sehingga Republika merasa perlu untuk memberitahukan kepada khalayak bahwa Islam dan Pancasila bukanlah dua hal yang bertentangan. Republika melihat awal penyebab permasalahan ini karena adanya ketakutan dari para ormas bahwa asas Pancasila akan membangkitkan rezim orde baru, dimana pada saat itu pemerintahan di Indonesia sangat membatasi kebebasan berserikat dan berorganisasi para ormas sehingga ada rasa trauma akan terulang kembali sejarah kelam asas Pancasila. Adanya asas Pancasila sebagai asas tunggal dalam RUU Ormas menjadi salah satu penyebab banyaknya aksi protes dari Ormas-ormas yang ada di Indonesia termasuk Muhammadiyah. Suara Pembaruan melihat Muhammadiyah sebagai 4
Hasil Wawancara dengan Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan. Jakarta 10 Desember 2013
55
salah satu Ormas Islam terbesar di Indonesia dapat menerima asas Pancasila sebagai asas ormas karena tidak ingin adanya pertentangan antara Islam dan Pancasila. Suara Pembaruan menuangkan hal tersebut pada hasil kutipan wawancara dengan Din Syamsudin, pada paragraf kedua: “Karena kita meyakini antara Islam dan Pancasila itu tidak ada pertentangan, maka ketika UU No. 8 Tahun 1985, Muhammadiyah mencantumkan asas Pancasila, walaupun kemudian pada era Reformasi Muhammadiyah kembali mencantumkan asas Islam seperti yang sudah dilakukannya sejak kelahirannya dulu. Atau jauh setelah kelahirannya. Sekarang kalau ada UU baru mengharuskan seperti itu bolak-balik kan sebuah kontraproduktif. Janganlah itu dipertentangkan karena kami berada di garda terdepan untuk memberikan argumentasi bahwa tidak ada pertentangan antara Islam dan Pancasila.” Dari kutipan wawancara tersebut, Suara Pembaruan melihat bahwa Muhammadiyah sebagai pihak yang awalnya banyak diberitakan tidak setuju dengan asas Pancasila, namun ternyata Muhammadiyah dapat menerima asas tersebut dengan alasan bahwa Islam dan Pancasila merupakan satu kesatuan. Muhammadiyah juga meminta untuk tidak ada lagi kontroversi mengenai asas Pancasila dengan asas Islam. Sedangkan penyebab dari permasalahan pro kontra terkait pasal tranparansi pendanaan menururt Republika adalah ormas-ormas dan LSM yang menolak adanya pasal tersebut. Sehingga, ormas-ormas yang menolak pasal tersebut mencoba untuk melakukan rekayasa dan berusaha untuk membelokkan isu mengenai RUU Ormas yang dinilai akan menjadi aturan represif dan mengancam demokrasi. Pasal transparansi pendanaan dinilai pemerintah akan membantu untuk mencegah praktik ormas yang menjadi spionase. Hal tersebut bisa dilihat pada paragraf ketiga dan ketujuh, dimana Republika mengutip pendapat Budi Prasetyo selaku Direktur Seni Budaya Agama dan Kemasyarakatan:
56
“Menurut Budi, aturan RUU Ormas yang memuat semangat transparansi seharusnya tidak menjadi kekuatan bila ormas menjalankan kegiatannya secara benar. Namun, dia memahami adanya sejumlah ormas yang takut dengan disahkannya karena sumber dananya tidak jelas.” “Ia menambahkan negara Indonesia bukan ruang hampa. Ada nilai hidup dimasyarakat yang harus dipatuhi ormas. Yang dibatasi RUU Ormas adalah kejahatan yang berkedok dan dibungkus ormas.”
Suara Pembaruan menilai penyebab masalah utama dari permasalahan transparansi pendanaan adalah Ormas serta LSM asing tidak sukarela melaporkan mengenai pendanaan mereka kepada pemerintah, inilah yang menyebabkan timbul kontroversi dalam RUU Ormas. Hal ini dijelaskan Suara Pembaruan pada paragraf keenam: “Syarif yang juga pengamat sosial ini mengatakan, upaya proaktif pemerintah diperlukan karena ormas, baik lokal maupun asing tidak akan dengan sukarela melaporkan aliran dana yang diterimanya dengan jujur. Dia meminta pemerintah tegas terhadap organisasi asing yang terbukti melakukan pelanggaran aturan.”
C.
Make Moral Judgement Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika Nilai moral yang ingin disampaikan oleh Republika pada pemberitaannya
mengenai Pancasila sesungguhnya merupakan hasil ekstraksi dari berbagai macam nilai-nilai sosial serta kebudayaan di Indonesia yang heterogen termasuk agama-agama yang ada di Indonesia. Hal ini Republika paparkan pada kutipan wawancara dengan Bahtiar, Kepala Subdirektorat Ormas Kemendagri, sebagai berikut : “Ia menyatakan, nilai-nilai Pancasila merupakan hasil abstraksi dari nilai hidup dalam masyarakat Indonesia, baik nilai hukum, sosial, budaya maupun agama. Dengan demikian, setiap ormas islam dapat mencamtumkan asas Pancasila sebagai asas umum sekaligus asas Islam sebagai asas ciri
57
ormas Islam. Jadi, tidak benar jika asas Islam dilarang dengan adanya RUU Ormas.” Dalam kutipan wawancara tersebut, Republika mencoba untuk mengarahkan pemberitaan bahwa asas Islam sebagai ciri ormas Islam tidak akan dilarang dalam penggunaannya, walaupun asas dasar dari RUU Ormas adalah asas Pancasila. Jelas disini Republika ingin menginformasikan bahwa asas Pancasila bukanlah suatu masalah besar dari adanya RUU Ormas, sebab Pancasila sendiri sifatnya bisa disesuaikan dengan asas ciri tiap ormas. Menurut Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan, Aditya L. Djono mengatakan bahwa apabila melihat dari historis Pancasila merupakan salah satu alasan kenapa Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa menjaga keutuhannya sampai saat ini. Jadi, alangkah baiknya apabila asas Pancasila dalam RUU Ormas tidak dijadikan masalah karena Hal tersebut disampaikan oleh Aditya L. Djono pada hasil wawancara berikut ini : “Kita sih tidak ingin terjebak pada istilah asas tunggal atau apa ya, kalau ini adalah kesepakatan historis, kesepakatan sejarah yang terbukti, proven. Bisa menjaga NKRI sampai sekarang adalah pancasila, itu aja. Orang boleh mempunyai, apa ya, kaitannya dengan sebuah keyakinan, keyakinan apapun juga, tapi dengan segala perbedaan tersebut pada akhirnya kita mesti, saya mesti melihat bahwa sejarah membuktikan semua bisa di atasi dengan pancasila. Jadi menurut saya, marilah kita menjaga pancasila ini dan alangkah baiknya ini menjadi fondasi pola pikir, pola tindak dan pola kebijakan dari semuanya, baik individu maupun organiasi tanpa kita harus mengorbankan dan mananggalkan atau mengurangi keyakinan kita terhadap sebuah ideologi keagamaan maupun ideologi politik tertentu itu bisa tetep menjalankan itu. Ayo soal pancasila ini kita jaga sama-sama ayo jangan sampai kita menonjolkan ideologi keagamaan kita, ideologi kesukuan kita ataupun ideologi politik kita berkampanye, saya kira itu tidak benar itu. Dan saya kira semangat pancasila tetap seperti itu .”5 Dari hasil kutipan wawancara seperti diatas, penulis bisa menyimpulkan Suara Pembaruan tidak ingin melihat asas Pancasila dalam RUU Ormas sebagai 5
Hasil Wawancara dengan Aditya L. DJono selaku Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan, Jakarta, 3 Desember 2013
58
suatu hal yang besar sehingga bisa memecah kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Republika mencoba menggiring pemberitaan kasus mengenai penolakan pasal transparansi dana ormas sebagai salah satu sikap yang sangat tidak menjunjung demokrasi di Indonesia. Republika menuangkan pernyataan tersebut dengan mengutip kutipan tidak langsung pendapat dari Kemendagri, seperti pada paragraf kedua : “Kemendagri menyatakan bahwa sikap menentang transparansi terhadap kegiatan ormas justru merupakan bentuk kepanikan. Ormas yang menolak RUU Ormas dipandang tidak menjunjung demokrasi.”
Apabila Republika melihat nilai moral dari permasalahan diatas adalah karena para ormas tidak menjunjung nilai-nilai demokrasi, sementara Suara Pembaruan tidak menjelaskan secara langsung nilai moral yang dilanggar akibat kasus tersebut, tetapi Suara Pembaruan melihat adanya transparansi pendanaan berguna untuk mengurangi praktik mata-mata yang dilakukan ormas untuk kepentingan asing, tentu saja hal ini bisa mengganggu stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hal tersebut Suara Pembaruan utarakan pada paragraf terakhir : “Mereka juga diharamkan melakukan kegiatan spionase, politik praktis, melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan diplomatik, menggunakan fasilitas pemerintah, dan menggalang dana dari pemerintah maupun masyarakat Indonesia.”
59
D.
Treatment Recommendation Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika Pada kasus terkait pro kontra asas Pancasila, republika melihat aspek
penyelesaian masalah adalah tidak boleh ada pemaksaan terhadap ormas-ormas Islam yang ingin menggunakan asas Islamnya atau ormas yang memilki asas Kristen untuk menggunakan asas Kristennya sehingga ormas-ormas merasa pilihan mereka dihargai dan dapat menerima dicantumkannya asas Pancasila sebagai asas ormas. Republika juga memaparkan dalam pemberitaannya, bahwa ciri ormas tetap harus disesusaikan dengan nilai-nilai dan prinsip yang terkandung dalam Pancasila sehingga ormas bisa memakai apapun asas ciri mereka namun tetap sesuai dan seiring dengan asas Pancasila. Sementara Suara Pembaruan merekomendasikan bahwa asas pancasila dengan asas Islam tidak perlu diperdebatkan karena hanya akan mengulang kembali sejarah kelam mengenai perdebatan antara asas Pancasila dengan asas Islam. Hal tersebut dikutip oleh Suara Pembaruan berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Muhammadiyah, Din Syamsudin : “Kalau ada asas yang bertentangan dengan asas Pancasila dimana menekankan pada Ketuhanan YME artinya harus ber-Tuhan. Paham ateisme bertentangan dengan sila pertama Pancasila itu yang tidak diperbolehkan tetapi kalau asas Islam yang tidak bertentangan dengan asas Pancasila ya diperbolehkan, kecuali Islam bertentangan dengan Pancasila maka dilarang. Bagi Muhammadiyah ini tidak persoalan, tapi bagi yang lain kami menasehati untuk tidak buka luka lama yang jadi kontraproduktif.” Suara Pembaruan juga melihat penyelesaian masalah mengenai asas Pancasila tidak hanya dari sisi Muhammadiyah saja, tetapi Suara Pembaruan juga membidik permasalahan pada Partai Keadilan Sosial (PKS), dimana PKS tidak
60
ingin adanya pemaksaan asas tunggal Pancasila terhadap ormas. Hal berikut Suara Pembaruan tuangkan pada paragraf kelima: “Sebelumnya, ketua DPP PKS Indra menyatakan asas tunggal Pancasila tidak boleh dipaksakan kepada ormas dengan alasan tidak sesuai dengan konstitusi yang menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat serta tidak sejalan dengan semangat reformasi.” Republika dalam pemberitaannya mengenai pro kontra transparansi pendanaan merekomendasikan untuk para ormas agar tetap transparan dalam setiap pendanaan yang mereka dapatkan, untuk apa dana itu dipakai agar semua kegiatan ormas di Indonesia dapat terkontrol dengan baik. Hal ini bertujuan agar ormas-ormas di Indonesia tidak menyalahgunakan pendanaan yang mereka terima untuk hal-hal diluar semestinya. Suara Pembaruan melihat perlu adanya sanksi yang berlaku bagi para ormas yang tidak mau melaporkan mengenai pendanaan mereka terhadap pemerintah. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada paragraf keempat : “Rahardi juga mengungkapkan, dalam UU Ormas nanti, pemerintah dan DPR tetap akan memegang prinsip keterbukaan dan kehati-hatian. Ketentuan itu diharapkan akan membuat seluruh aliran dana yang masuk ke ormas bisa diketahui. Menurutnya, harus ada sanksi tegas bagi ormas yang merongrong keamanan mau pun stabilitas negara.” Dari Suara Pembaruan dan Republika bisa terlihat perbedaan dalam hal penyelesaiaan masalah terkait adanya pro kontra RUU Ormas perihal pasal transparansi pendanaan. Suara Pembaruan melihat dan memberitakan bahwa jalan keluar dari permasalahan ormas-ormas yang tetap menolak transparansi pendanaan dengan memberikan sanksi penghentian sementara bahkan sampai pembubaran ormas. Sedangkan, Republika tidak melihat dari sisi hukum tetapi dari sisi moralitas para ormas yang dianggap tidak memiliki kredibilitas dalam menggunakan dana bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah.
61
E.
Analisis Perbandingan Framing Republika dengan Suara Pembaruan Republika dan Suara Pembaruan memang memiliki ideologi media yang
sangat berbeda. Republika yang visi – misinya lebih mengedepankan nilai-nilai Islam pada tiap pemberitaannya, sementara Suara Pembaruan bila dilihat dari visimisinya lahir dari ideologi Katolik. Meskipun antara Republika dengan Suara Pembaruan memiliki ideologi yang bertentangan, tetapi pemberitaan antara keduanya tetap bersifat universal. Dari hasil temuan dengan perangkat Framing Entman yang telah penulis dapatkan, penulis melihat adanya sudut pandang dan ideologi yang berbeda dari Republika dan Suara Pembaruan pada kasus pro kontra RUU ormas. Suara Pembaruan cenderung melihat kasus pro kontra RUU Ormas sebagai kasus hukum. Pemerintah menilai RUU Ormas sangat diperlukan mengingat banyaknya aksi kekerasan yang dilakukan ormas belakangan ini. Tetapi, menurut Suara Pembaruan untuk menyelesaikan masalah ormas-ormas yang anarkis tidak perlu dengan dibuatnya Undang-Undang yang mengatur tentang Ormas. Sebab, untuk mengatur ormas-ormas yang anarkis diperlukan adanya sistem hukum yang jelas dan tegas. Disinilah, peran pemerintah harus lebih aktif dalam memberantas kasus pelanggaran moral yang terjadi di masyarakat kita. Pasalnya, Suara Pembaruan melihat ormas-ormas yang melakukan aksi premanisme karena membela sesuatu yang menurut ideologi mereka salah, misalnya persoalan aqidah yang dimana
62
prostitusi merajalela tetapi pemerintah malah menjadikan hal tersebut sebagai ladang uang. Berikut berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan, Aditya L. Djono perihal mengenai maraknya kasus anarkisme yang dilakukan ormas : “Bisa jadi ke dalam situasi Prokons itu pasti dibalik apa namanya kepentingan pragmatis, ideologis pasti ada satu sisi moral sisi kesamaan sehingga itu menjadi bahan sumber koreksi. Kita sekali lagi harus menyadari bahwa yang buat RUU Ormas itu juga bukan malaikat, dia bisa saja melihat dari satu sisi, sisi pemerintah katakanlah melihat kekacauan-kekacauan ormas itu di satu sudut oh karena biang ini kerusuhan biangnya karena ormas tidak bisa di atur. Tapi dia tidak tahu, kenapa masyarakat itu atau ormas itu berbuat katakanlah di luar hukum, mungkin pesan moralnya kalo kalian polisi tegas, kami ngga akan seperti ini, iya kan? Saya bisa melihat dari ini dalam kasus RUU ormas, katakanlah seperti misalnya FPI, FBR, mereka turun ke jalan oke mungkin kita lihat merisaukan,mereka membuat anarkis, mereka berasalan menegakkan aqidah. Aparatnya tidak tegas, ada miras kok, ada prostitusi di situ, didiamkan malah di pelihara jadi ATM nya aparat kok.”6
Dalam islam, kekerasan sangat tidak anjurkan oleh Allah meskipun kekerasan yang dilakukan untuk membela sesuatu yang dilarang oleh Agama. Karena pada hakikatnya, Islam adalah agama rahmatan lil „alamiin yang menjadi rahmat bagi alam semesta, serta mengajarkan agar umat Islam mencintai perdamaian. Larangan mengenai kekerasan dalam islam dijelaskan pada ayat berikut ini:
6
Wawancara dengan Aditya L. Djono, selaku redaksi pelaksana I Suara Pembaruan, Jakarta 3 Desember 2013 di kantor Suara Pembaruan.
63
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada Nya.” (QS. Ali Imran:159). Ayat Al-Qur’an di atas dengan sangat jelas dan lugas bahwa Allah telah yang menganugerahkan kepada kita semua sifat dan karakter kasih dan sayang, sekaligus menegaskan bahwa menyelesaikan masalah dengan cara kasar dan kekerasan, justru tidak menghasilkan apa-apa, bahkan hanya menimbulkan kegagalan. Allah juga memberikan jalan lain yakni dengan dialog dan bermusyawarah untuk menyelesaikan atau jalan keluar bagi segala konflik dan ketegangan antar warga masyarakat. Ada perbedaan yang menjadi inti bahasan antara Republika dan Suara Pembaruan didalam pemberitaan mereka, apabila Suara Pembaruan melihat kasus anarkisme dari sisi pemerintah dan sistem hukum yang tidak tegas, tetapi Republika tidak melihat dari sisi kasus anarkis yang dilakukan para ormas, melainkan membidik pasal-pasal dalam RUU Ormas itu sendiri. Oleh sebab itu,
64
penulis tidak mencantumkan berita perihal anarkisme ormas karena hanya akan melihat dari sisi Suara pembaruan saja. Pada penulisan skripsi ini, peneliti fokus pada dua permasalahan seputar RUU Ormas yang menjadi kontroversi. Adanya asas Pancasila menjadi salah satu yang menimbulkan polemik antara pemerintah dengan ormas-ormas, ataupun LSM yang ada di Indonesia. Banyak ormas dan LSM menilai bahwa adanya asas Pancasila malah akan membelenggu kebebasan berserikat dan berkumpul. Suara Pembaruan dan Republika memiiki pandangan yang hampir sama mengenai asas Pancasila dalam RUU Ormas. Republika melihat asas Pancasila sebagai suatu hal yang tidak bertentangan dengan asas Islam ataupun asas ciri ormas lainnya, begitupun dengan Suara Pembaruan memiliki pandangan yang serupa. Apabila dilihat dari sisi judul berita, Republika menggunakan judul “Pancasila Bukan Asas Tunggal” sementara Suara Pembaruan memilih judul “Asas Utama Pancasila, Final dan Mengikat” terlihat perbedaan dimana Republika cenderung menonjolkan bahwa asas Pancasila bukan asas satu-satunya dalam RUU Ormas sehingga ormas-ormas bisa menggunakan asas selain asas Pancasila, berbeda dengan judul berita Suara Pembaruan lebih terkesan bahwa asas Pancasila bersifat permanen dan tidak bisa diubah atau dikondisikan dengan asas ciri ormas. Ditinjau dari isi pemberitaan, Republika cenderung menonjolkan sisi-sisi keislaman pada aspek Pancasila terlihat dalam pemberitaannya dimana Republika membahas asas Islam lebih luas dibandingkan Suara Pembaruan., narasumber berita yang dipakai Republika pun lebih banyak ketimbang Suara Pembaruan,
65
serta pernyataan narasumber-narasumbernya lebih mewakili sisi keislaman yang ingin ditonjolkan Republika. Suara Pembaruan juga memberitakan mengenai asas Pancasila dimana Suara Pembaruan menggunakan dua narasumber berita, yakni Muhammadiyah dan Partai Keadilan Sosial. Dalam pemberitaannya tersebut, Suara Pembaruan tidak fokus pada pemberitaan asas Pancasila saja, tetapi Suara Pembaruan juga membidik persoalan mengenai pendapat Ronald Rofiandi bahwa adanya RUU Ormas justru bisa mengakibatkan dampak pembubaran terhadap Lembaga Amil Zakat (LAZ). Penggunaan narasumber yang berbeda tentu akan menghasilkan perbedaan dalam mengkonstruksi berita yang ingin disampaikan oleh Republika dan Suara Pembaruan. Dalam pemilihan narasumber berita, Suara Pembaruan memilih narasumber yang mereka anggap dapat mewakili ketidak setujuan mereka terhadap RUU Ormas sehingga pendapat dari narasumber tersebut sesuai dengan framing yang ingin mereka bentuk terhadap isi pemberitaan. Kutipan narasumber yang dipilih Suara Pembaruan kurang lebih akan menampilkan simbol yang bisa mempengaruhi makna yang akan disampaikan. “Pengelolaan issue itu dengan pemilihan narasumber itu kita mau apa dulu terhadap issue tersebut. Ya karena kita sudah mempunyai inventaris, inventarisasi narasumber, nah kan kita media punya agenda setting jadi kita akan memilih narasumber yang sesuai dengan kearah mana atau sesuai dengan agenda media kita dalam mengarahkan pemberitaan tersebut.”7 Berbeda dengan Suara Pembaruan, Republika dalam menentukan narasumber melihat dari sumber yang lebih terdekat untuk berita peristiwa, tetapi untuk berita politik Republika memilih narasumber yang layak dan dapat 7
Wawancara dengan Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan, Jakarta 03 Desember 2013.
66
dipercaya. Berikut hasil wawancara penulis dengan Redaktur Rubrik Nasional Republika, Fitriyan Zamzami : “Misalkan lingkaran pertama untuk berita peristiwa mengenai sesuatu, biasanya kita cari orang yang paling dekat dengan peristiwa itu yang paling penting kalo ga ada kita cari ke lingkaran kedua. Berbeda lagi kalau berita politik, politik itu biasanya kan perlu analisis nah selain orang-orang yang berada dilingkaran pertama, lingkaran kedua kita juga perlu seorang pakar. Pakarnya tentu aja yang berkecimpung soal bidang tersebut, dengan rentang waktu tertentu, berasal dari institusi yang kredibel, kemudian pandanganpandangan dia kita anggap katakanlah layak dipercaya.”8 Dalam teori konstruksi realitas politik, pemberitaan mengenai peristiwa politik menjadi hal yang sangat menarik bagi media massa. Liputan politik memiliki banyak sisi yang terkait satu sama lain: ada kesadaran memilih bahasa dan simbol politik, ada kiat tertentu dalam memilih fakta dan pengemasan pesan, dan ada kesediaan memberi ruang atau agenda untuk merilisnya. Selain itu, liputan politik juga mesti memperhitungkan berbagai faktor internal dan eksternal masing-masing media, entah itu faktor idealisme, kepentingan ekonomi dan politik maupun ideologis.9 Media massa menggunakan simbol-simbol atau bahasa-bahasa politik yang dikonstruksikan dari sebuah peristiwa. Dalam hal pilihan kata (simbol) politik sekalipun media melakukan pengutipan langsung atau yang biasa disebut direct quotation atau menjadikan seorang komunikator politik sebagai sumber berita, media massa tetap terlibat langsung ataupun tidak langsung dengan pilihan simbol yang digunakan sumber tersebut. Sebabnya adalah untuk setiap media tersedia banyak pilihan (ucapan) narasumber yang dapat dikutip. Pengambilan 8
Hasil wawancara dengan Fitriyan Zamzami selaku Redaktur Rubrik Nasional Republika, Jakarta 10 Desember 2013. 9 Ibnu Hamad, “Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa” (Jakarta: Granit, 2004), hal. 6
67
narasumber tertentu didasarkan atas pertimbangan tertentu dan adapun simbol yang dipilih media akan mempengaruhi makna yang muncul termasuk kutipan wawancara, atau menentukan narasumber tertentu.10 Selain itu, media massa memiliki kriteria-kriteria yang menjadi dasar-dasar pertimbangan untuk memberitakan atau tidak memberitakan suatu peristiwa. Selain itu, ada pertimbangan-pertimbangan yang bersifat khusus, seperti angle (sudut pandang) suatu peristiwa.11 Banyaknya aksi protes dari ormas-ormas lokal maupun asing, dan para LSM mengenai asas Pancasila sebagai asas tunggal dalam RUU Ormas mengundang perhatian Republika sebagai media massa untuk menginformasikan kepada khalayak bahwa asas Pancasila tidak akan membelenggu dan mencederai kebebasan ormas dalam berorganisasi. Ketakutan para ormas dinilai Republika sangat berlebihan mengingat saat ini terdapat perbedaan zaman dengan zaman saat rezim orde baru. Pada saat rezim orde baru, mungkin Undang-Undang Ormas ini akan menjadi undang-undang yang membatasi setiap gerak-gerik para ormas di Indonesia karena alat kontrol sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Republika sangat memahami ketakutan para ormas yang memiliki pandangan bahwa RUU Ormas akan membangkitkan rezim order serta bersifat represif juga tidak bisa disalahkan. Hal ini mengingat, bangsa Indonesia memiliki trauma dan mempunyai sejarah panjang terhadap mengkebiri kebebasan dalam berorganisasi. Oleh sebab itu, Republika kedepannya akan turut mengawasi RUU Ormas agar kekhawatiran para ormas mengenai masalah membatasi hak berserikat dan
10 11
Ibid, hal.16 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru. (Jakarta: Kalam Indonesia) hal. 154
68
berkumpul tidak benar-benar terjadi, seperti yang dikemukakan oleh Redaktur Rubrik Nasional dan Politik Republika dalam wawancara sebagai berikut: “Begini ya, kita ini bangsa yang hidup dalam trauma sedemikian lama soal pembubaran organisasi. Dulu Soekarno membubarkan Masyumi dan PKI, bubarkan segala macam, jadi kita piker ketakutan dari kawan-kawan berasalan soal thal tersebut. Kita punya sejarah panjang soal menciderai kebebasan kita sendiri, kami melihatnya memang berlebihan tetapi kami ngeliatnya juga tidak salah. Disitulah kami ada untuk mengawasi bahwa regulasi yang ditetapkan pemerintah jangan sampai menciderai kebebasan berserikat dan bernegara.”12 Sama dengan Republika, Suara Pembaruan melihat asas Pancasila juga bukan sebagai suatu hal yang harus dipermasalahkan. Suara Pembaruan melihat negara Indonesia memiliki persatuan yang kuat seperti saat ini berkat adanya Pancasila. Tetapi, yang sangat penulis sayangkan dalam pemberitaan mengenai asas Pancasila Suara Pembaruan tidak fokus memberitakan asas Pancasila saja, tetapi juga memberitakan topik lain, yakni isu tentang pembubaran Lembaga Amal Zakat (LAZ). Pendapat dari Ronald Rofiandi mengenai adanya RUU Ormas mengancam terjadinya pembubaran LAZ. Pendapat yang dikemukakan Ronald dalam berita ini tentu saja bisa mengakibatkan kesalahpahaman bahkan bisa menimbulkan konflik. Menurut Ramlan Surbakti, konflik adalah perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan, bahkan pertentangan dan perebutan dalam upaya mendapatkan dan atau mempertahankan nilai-nilai. Oleh karenanya, menurut pandangan konflik, pada dasarnya politik adalah konflik. Pandangan ini ada benarnya sebab konflik merupakan gejala yang serba hadir dalam masyarakat, termasuk dalam proses
12
Hasil Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, selaku redaktur Rubrik Nasional dan Politik Republika. Jakarta 10 Desember 2013
69
politik. Selain itu, konflik merupakan gejala yang melekat dalam setiap proses politik.13 Di sinilah pemberitaan media massa yang menjadikan sebuah nilai berita yang tinggi yaitu konflik. Apalagi, kalau konflik terjadi dalam dunia perpolitikkan. Media massa menjadi saran informasi tentang hal-hal apa saja yang terjadi di dunia ini. Seluruh fakta sosial yang dilihat dari perspektif konflik, memiliki nilai tinggi dalam standar kelayakan berita. Sebagai bagian integral dari kebudayaan Indonesia, Pancasila dengan sendirinya merupakan teks terbuka. Sebagai teks terbuka, Pancasila adalah ideologi terbuka. Menjadikan Pancasila sebagai teks tertutup melalui penunggalan penafsiran atasnya sama saja mengingkari hukum kebudayaan yang bersifat dinamis dan berubah sejalan dengan kehidupan manusia sebagai aktor pencipta kebudayaan. Dengan kata lain, Pancasila adalah tempat bersemayam beragam kebudayaan (etnik, bahasa, agama, dan sebagainya) di mana tiap masyarakat dengan adat istiadatnya mengalami dinamika sepanjang waktu. Dinamika pada akhirnya akan memengaruhi cara pandang terhadap dasar negara, Pancasila. Selama cara pandang tersebut tidak berlawanan dengan nilai-nilai universal kemanusiaan dan prinsip persatuan dan kesatuan Indonesia, Pancasila dapat dibenarkan. Selain asas Pancasila yang menuai kontroversi, pasal yang dianggap bermasalah lainnya adalah pasal mengenai transparansi pendanaan ormas. Dalam hal ini, Republika dan Suara Pembaruan memiliki pandangan yang berbeda. 13
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Widiasarna Indonesia). H. 149-150.
70
Penulis melihat adanya kecurigaan Republika terhadap ormas-ormas mauun LSM, terkait penolakan yang begitu kuat dari para ormas tersebut meskipun pasal-pasal yang dianggap tadinya bermasalah telah diubah oleh pemerintah. Hal ini terbukti dari adanya pemberitaan Republika terkait hal tersebut. Dalam pemberitaannya, Republika mencurigai adanya ketakutan para ormas terhadap pasal yang menyuruh semua ormas melakukan transparansi dana. Para ormas yang pada akhirnya tetap melakukan aksi penolakan terhadap RUU Ormas, dinilai hanya mencari-cari alasan agar RUU Ormas tersebut dibatalkan. Kecurigaan Republika ini terkait banyaknya ormas di Indonesia dijadikan mata-mata untuk kepentingan asing. Berbeda dengan Suara Pembaruan yang cenderung kontradiktif dan melihat ada aspek hukum dalam kasus ini, Republika sebagai media Islam terbesar justru melihat aspek yang berbeda dari Suara Pembaruan, yakni menilai dari sisi moralitas serta perihal transparansi pendanaan. Dalam keseluruhan berita yang tekait pro kontra kasus RUU Ormas, awalnya Republika memang cenderung berada pada posisi yang tidak memihak pihak manapun, baik itu pihak pembuat undang-undang ataupun para ormas yang kontra. Tetapi, setelah adanya revisi yang dilakukan DPR terhadap pasal-pasal yang dianggap bermasalah, Republika agak bergeser dari ketentuan awal. Fitriyan Zamzami, Redaktur Rubrik Nasional Republika, mengatakan dalam memberitakan sebuah berita Republika berpegang pada nilai-nilai keislaman yang harus mereka tegakkan. Republika dalam memberitakan dan mengemas berita tidak hanya melihat berita tersebut sebagai sensasi belaka, melainkan melihat esensi atau isi dari pemberitaan tersebut.
71
Dalam menentukan berita mana yang akan dimuat, Republika cetak berbeda dengan Republika online. Apabila di online lebih mengutamakan aktualisasi berita, berbeda dengan Republika cetak. Di cetak semua berita dari reporter dikumpulkan menjadi satu, lalu berita tersebut dipilih dan diarahkan sesuai dengan framing Rrpublika. “Kami berbeda dengan koran online, kalau dari online apa yang mereka dapatkan dari reporter langsung mereka naikkan menjadi berita tetapi kalau kami tidak, apa yang dari reporter dikumpulkan dulu, kami pilah, kami lihat apa fakta yang kurang, apa yang janggal, apa fakta yang perlu diperdalam kita kita teruskan lagi ke reporter mereka mendalami hasil akhir akan kami rancang lagi, kami susun lagi sesuai dengan framing kita.”14 Dari wawancara diatas, penulis dapat simpulkan Republika ternyata tidak memaparkan berita yang sebenarnya. Didalam isi berita yang dimuat ternyata telah mengalami perubahan sesuai dengan agenda media yang republika ingin tampilkan pada pemberitaan tersebut. Demikan dengan Suara Pembaruan juga melakukan hal yang sama, mengkonstruksi kembali berita yang akan diangkat susai dengan arah framing yang akan ditonjolkan. Intinya, setiap media pasti mengkonstuksi kembali berita yang telah diperoleh di lapangan, karena dibalik pemberitaan tersebut pasti memiliki agenda media yang berbeda serta framing yang berbeda juga. Menurut Eriyanto dalam menyajikan sebuah berita tidak semua peristiwa dilaporkan. Berita yang akan di berikan pada publik harus di nilai terlebih dahulu, berita mana yang mempunyai nilai berita yang tinggi. Jika dalam sebuah peristiwa yang ada wartawan sudah dapat melihat ada bagian peristiwa yang menarik untuk
14
Wawancara dengan Fitriyan Zamzami selaku redaktur rubrik Nasional Republika, Jakarta 10 Desember 2013.
72
dijadikan berita maka bagian itulah yang akan ditekankan untuk selalu diberitakan.15 Peristiwa itu baru disebut mempunyai nilai berita dan karenanya layak diberitakan, jika peristiwa itu berhubungan dengan elit atau orang yang terkenal, memiliki nilai dramatis, terdapat unsur humor, human interest, dapat memancing kesedihan, keharuan, dan sebagainya. Secara sederhana, semakin besar peristiwa dan semakin besar dampak yang ditimbulkannya, lebih memungkinkan dihitung sebagai berita. Bencana, perang, konflik, kejadian yang jarang, kelucuan atau tragik-lebih memungkinkan dihitung sebagai berita. Peristiwa pembunuhan mungkin sekarang tidak lagi berita, tetapi pembunuhan yang diikuti dengan pemotongan bagian tubuh korban, atau pembunuhan yang melibatkan orang terkenal, baru masuk dan dikategorika sebagai berita.16 Menurut Sieber, dalam hal ini posisi pers atau media seharusnya bisa lebih mengungkapkan kepada masyarakat mengenai informasi yang bersifat jujur, jernih dan seluas mungkin mengenai apa yang layak dan perlu diketahui oleh masyarakat. Karena, nantinya pemberitaan di justru memperluas eskalasi konflik dan kedua, dapat juga membantu meredakan dan menyelesaikan konflik. Berbeda dengan pemberitaan Republika, apabila Republika lebih mengutamakan pemberitaan yang berisi mengenai kecurigaan Republika terhadap ormas-ormas yang tidak mau melaporkan pendanaan mereka tanpa melihat atau menonjolkan aspek hukum yang berlaku. Suara Pembaruan cenderung melihat kasus transparansi pendanaan ormas sebagai aspek hukum ada sanksi yang 15
Eriyanto, “Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media”(Yogyakarta: LKiS, 2002) 16 Ibid., h. 104-105.
73
dikenakan bagi ormas-ormas yang keberatan melaporkan pendanaan mereka kepada pemerintah. Untuk
persoalan
transparansi
dana,
Republika
memng
banyak
memberitakan mengenai hal tersebut. Berbeda dengan Suara Pembaruan mengenai transparansi dana, Suara Pembaruan hanya membahas pada satu edisi berita. Pandangan Islam terdapat penjelasan mengenai transparansi pendanaan. Harta yang ada pada manusia, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia, yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan, baik dari aspek produksi, distribusi dan konsumsi. Shidiq (kejujuran) adalah suatu kewajiban. Dalam pengelolaan anggaran kejujuran tersebut tidak bisa dijalankan kecuali dengan penerapan prinsip transparansi anggaran. Berdasarkan kaidah tersebut maka, melakukan transparansi anggaran adalah wajib. Hal ini berarti, dalam pandangan Islam, menghindari transparansi anggaran adalah kemaksiatan. Penerapan shidiq sangat berkaitan dengan amanah. Bila amanah kuat, maka berkembanglah shidiq. Dalam hal ini shidiq berkaitan dengan proses informasi anggaranatau akuntabilitas anggaran (pertanggungjelasan anggaran), sedangkan amanah berkaitan dengan kesetiaan untuk mengalokasikan dan mendistribusikan anggaran kepada yang berhak dalam rangka
implementasi
pertanggungjawaban.
nilai-nilai
kemanfaatan,
kesejahteraan
dan
74
Menurut Stuart Hall, nilai berita adalah salah satu struktur yang paling buram makna dalam masyarakat modern. Semua wartawan sejati seharusnya memilikinya, beberapa dapat atau bersedia untuk mengidentifikasi dan menentukan itu. Wartawan berbicara tentang berita seolah-olah peristiwa pilih sendiri. Kami tampaknya menangani, maka, dengan struktur dalam yang fungsinya sebagai perangkat selektif tidak transparan bahkan bagi mereka yang profesional harus tahu bagaimana mengoperasikannya.17 Republika menganggap kasus pro kontra RUU ormas ini sebagai berita penting dimana masyarakat harus tahu karena hal ini mencangkup kehidupan masyarakat Indonesia yang madani, dan kasus ini dianggap akan berdampak pada kehidupan
masyarakat
yang
demokratis.
Sementara,
Suara
Pembaruan
menganggap kasus pro kontra RUU Ormas sebagai aspek hukum yang seharusnya pemerintah lebih tegas dalam bertindak kepada ormas-ormas yang melanggar tertib hukum dan tertib sosial. Hal
tersebut
merupakan
awal
dari
bagaimana
sebuah
media
mengkonstruksi sebuah berita. Dalam teori framing akan terlihat bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca karena itu sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Inilah yang terjadi dalam pemberitaan di kedua media massa yaitu Republika dan Suara Pembaruan. Jadi dapat disimpulkan Republika dan Suara Pembaruan menonjolkan berita yang berbeda. Berita sebagai proses konstruksi media tidak merefleksikan
17
Eriyanto, “Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media”(Yogyakarta: LKiS, 2002). Dikutip dari Pamela J. Shoemaker, “Hardwires for News: Using Biological and Cultural Evolution to Explain the Surveillance Function”. Journal of Communication, Vol. 46. No. 3, 1996, hlm. 37.
75
fakta tunggal dan objektif. Berita yang dibaca khalayak adalah hasil dari proses panjang konstruksi yang dilakukan oleh awak media. Republika dan Suara Pembaruan mempunyai pandangannya sendiri terhadap kasus pro kontra RUU Ormas, hal tersebut dilandaskan dengan kebijakan serta ideologi yang berbeda di masing- masing media. Jadi, baik Republika maupun Suara Pembaruan memandang suatu peristiwa dengan berbeda dan mengkonstruksnya dengan berbeda pula.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah meneliti, dan menganalisa apa yang telah dipaparkan pada bab IV dan diperkuat dengan wawancara langsung, maka dapat disimpulkan hasil penelitian menggunakan analisis framing Robert Entman sebagai berikut: 1.
Define Problems Dalam
mengidentifikasi
masalah,
Republika
dan
Suara
Pembaruan
mengidentifikasi masalah yang berbeda terhadap pro kontra RUU Ormas. Pada pemberitaan mengenai kontroversi adanya asas Pancasila misalnya, Republika dan Suara Pembaruan sama-sama mengangkat berita mengenai hal tersebut, tetapi Suara Pembaruan melihat masalah ini sebagai suatu hal yang tidak perlu didebatkan karena secara historis Pancasila membantu menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai saat ini. Sementara Republika melihat adanya ketakutan para ormas karena asas Pancasila dianggap akan mengulang sejarah kelam terhadap kebebasan berorganisasi, bukanlah hal yang semestinya sebab terdapat perbedaan pada era orde baru dengan era demokrasi seperti saat ini dimana semua orang berhak mengeluarkan suara dan pendapat masingmasing. Republika dan Suara Pembaruan juga memiliki pandangan yang berbeda dalam mengidentifikasi kontroversi mengenai pasal tranparansi pendanaan pada RUU Ormas. Suara Pembaruan mengidentifikasi masalah transparansi pendanaan oleh ormas sebagai masalah hukum yang harus ditegakkan. Menurut 76
77
pemberitaan pada Suara Pembaruan, harus ada sanksi yang berlaku bagi para ormas yang tetap menolak untuk melaporkan pendanaan mereka kepada pemerintah. Sementara Republika tidak melihat dari sisi sanksi yang berlaku, tetapi Republika cenderung mempunyai kecurigaan terhadap ormas-ormas yang tidak mau melaporkan pendanaan mereka kepada pemerintah dan masyarakat. 2.
Diagnose Causes Suara Pembaruan dan Republika sama-sama melihat aktor dari penyebab masalah ini adalah ormas-ormas dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menimbulkan pro kontra ditengah masyarakat mengenai RUU Ormas yang baru. Republika menilai penyebab masalah mengapa terjadi pro kontra terkait asas Pancasila adalah ketakutan para ormas bahwa asas Pancasila akan membelenggu kebebasan setiap ormas di Indonesia, sementara Suara Pembaruan melihat hal yang berbeda Suara Pembaruan lebih mengangkat penyebab masalah mulanya adalah Muhammadiyah sebagai ormas Islam terbesar sempat menolak adanya asas Pancasila. Untuk perihal pro kontra transparansi pendanaan, Suara Pembaruan dan Republika sama memiliki pandangan adanya ormas asing yang menolak melaporkan pendanaan mereka karena takut terkuaknya praktik haram para ormas.
3.
Make Moral Judgement Nilai moral yang ingin disampaikan oleh Suara Pembaruan dan Republika pada pemberitaannya
terkait
asas
Pancasila
adalah
Pancasila
sesungguhnya
merupakan hasil ekstraksi dari berbagai macam nilai-nilai sosial serta
78
kebudayaan di Indonesia yang heterogen termasuk agama-agama yang ada di Indonesia, jadi Pancasila dan Islam ataupun agama lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak perlu diperdebatkan. 4.
Treatment Recommendation Baik Suara Pembaruan dan Republika merekomendasikan jalan untuk menyelesaikan pro kontra RUU Ormas yang ada dengan cara bermusyawarah atau berdialog dengan ormas-ormas serta LSM yang tidak setuju adanya RUU Ormas.
B. Saran 1. Republika dan Suara Pembaruan sebagai harian umum nasional dengan kelompok media besar sebagai pengelola sebaiknya mengkonstruksi isu tidak hanya sekedar mengutamakan kepentingan ideologinya, namun tetap menggunakan
prinsip-prinsip
keberimbangan
dan
kemanfaatan
bagi
masyarakat. Masyarakat sebaiknya harus mampu menjadi audiens yang melek media dan kritis dalam melihat pemberitaan media, karena tidak semua isi pemberitaan media itu sesuai dengan realita yang sebenarnya. 2. Suara Pembaruan dan Republika sebagai media cetak nasional sudah
memberitakan pemberitaan yang berimbang tanpa meninggalkan sisi ideologi dari kedua media tersebut. Tetapi, alangkah lebih baik apabila Suara Pembaruan dan Republika lebih memperkaya narasumber untuk setiap pemberitaannya, jadi tidak hanya pada satu narasumber.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa : Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Birowo, Antonius. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Gintavali, 2004. Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan televisi dan keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L berger & Thomas Luckman. Jakarat: Kencana Prenada Media Group, 2008. . Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2004 cet-III. . Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007. Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta: Lkis, 2007. . Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS, 2011. Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa. Jakarta: Granit, 2004. Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kenceana Prenada Media Group, 2006. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosda karya, cetakan ke 26, 2006. Ruslan, Rosady. Metodologi Penelitian Publik Relation dan Komunakasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
79
Setiani, Eni. Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan. Yogyakarta: ANDI, 2005. Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Sudibyo, Agus. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LKis, 2001. Suhandang, Kustadi. Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik. Bandung: Nuansa, 2010. Sumadiria, Haris. Menulis Artikel dan Tajuk Recana: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, cetakan ke lima, 2009. Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 1999. Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam Indonesia, 2005. Referensi Internet: http://nasional.kompas.com/read/2012/02/07/02041492/Mengupas.RUU.Ormas http://www.tempo.co/read/news/2013/07/23/078498902/SBY-Ditegur-NegaraLain-Akibat-Ormas-Anarkis http://forum.kompas.com/nasional/287732-sby-ditegur-negara-lain-akibat-ormasanarkis.html
Refrensi Koran Kompas. 30 Mei 1985. “Muhammadiyah Belum Tentukan Sikap”, hal. 9 Suara Merdeka. 27 Mei 1985. “RUU Ormas Disetujui Pansus untuk Disahkan Menjadi Undang-Undang,” hal. 1 Sinar Harapan. 16 Mei 1985. ”MAWI, PGI & Muhammadiyah Wajib Tunduk Ketentuan UU Organisasi Kemasyarakatan,” hal. 12
80
Suara Pembaruan, 26 Februari 2013. “Menadah Fungsi Ormas Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat”, hal.7
Lain-lain: Company Profile Suara Pembaruan Company Profile Republika Hasil wawancara dengan Ketua Panitia Khusus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain pada tanggal 17 Sepetember 2013. Hasil wawancara dengan Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan, Aditya L. Djono pada tanggal 3 Desember 2013. Hasil wawancara dengan Redaktur Rubrik Nasional Republika, Fitriyan Zamzami pada tanggal 10 Desember 2013.
81
Transkrip Wawancara Narasumber : Abdul Malik Haramain selaku ketua Pansus RUU Ormas Jakarta, 17 Sepetember 2013. 1.
Bagaimana Proses Kelahiran RUU Ormas yang baru? Sebetulnya, RUU ormas itu revisi atas Undang Undang lama No. 8 Tahun 1985 tentang ormas. Kenapa kita revisi karena undang – undang itu sudah nggak relevan lagi dengan perkembangan atau situasi zaman yang lebih otoriter isinya dan terus kemudian berbahaya bagi kelangsungan orang berkumpul dan berorganisasi.
Alasan kedua konstitusi dasar kita UUD 45 pasal 28 itu
mengakui bahwa adanya negara bahkan negara harus melindungi dan menghargai kebebasan berkumpul dan berserikat. Jadi atas dasar itu kemudian ruu ormas perlu itu dibuat bukan saja hanya kebutuhan revisi atau mengganti yang lama tetapi juga agar ruu ormas yang baru ini bisa relevan dengan perubahan zaman, dengan reformasi, dimana kebebasan perlu dikelola kebebasan perlu diatur agar tidak mengancam kebebasan orang lain. Itu latar belakangnya 2.
Apa perbedaan signifikan RUU Ormas yang baru dengan UU ormas yang lama? Ya banyak ya. Pertama, masalah asas, asas yang tercantum di UU No. 8 itu asas tunggal itu kemudian kita ubah menjadi asas yang tidak pemaksaan asas tunggal. Misalkan kalo dulu bunyinya itu asas ormas berdasarkan satu satunya pancasila kalo sekarang asas ormas yang baru bunyinya asas ormas tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 45. Artinya ada perbedaan yang jauh dan tajam kalo yang dulu itu pemaksaan asas tunggal kalo sekarang bukan pemaksaan asas tunggal. Perbedaan yang kedua, dari sisi pendaftaran itu diundang undang yang baru ini diatur lebih gampang. Kita sediakan 4 kamar disitu ada yang beryayasan, kemudian ada yang perkumpulan, kemudian ada yang SKT, kemudian ada yang surat keterangan domisili nah itu sifatnya dipilih
temen – temen terserah mau pilih yang mana . Yang mau berbadan hukum silahkan pilih yayasan atau perkumpulan, yang gak mau berbadan hukum bisa SKT atau cukup dengan surat keterangan domisili. Perbedaan yang lain lain itu dilarangan di undang undang yang lama itu sifatnya umum kalo yang sekarang lebih detail, kenapa lebih detail karena khawatir kita itu dianggap karet. Alasan berikutnya di sanksi, sanksi yang ada di undang – undang sekarang itu melalui pengadilan artinya by procedur sudah sangat demokratis dan berbeda dengan undang – undang lama itu bersifat karet, dan itu berbahaya bagi kelangsungan orang berserikat dan berkumpul. Yang lain itu juga tentang pengaturan ormas asing, di undang – undang yang lama itu memang diatur tapi tidak cukup malah sangat kurang nah di undang – undang ini diatur sedemikian rupa bagaimana ormas asing itu diatur, bagaimana ormas asing itu beraktifitas, diundang undang ini lengkap apa yang disebut asing dan seperti apa prosedur yang harus ditempuh oleh ormas asing jika ingin beraktifitas di Indonesia. Kira – kira itu ya yang saya ingat. 3.
Bagaimana Mekanisme Public Hiring RUU Ormas yang baru? Siapa saja yang terlibat dalam public hiring? Sejak awal kita sadar dan kita paham bahwa Undang-Undang ini penting. Penting artinya memang karena ini menyangkut hak asasi orang terutama hak berkumpul dan berserikat maka kemudian kita berinisiatif untuk melibatkan sekian banyak orang, sekian banyak ormas agar undang-undang ini tidak distortif. Karena itu, waktu kita RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) memang tidak semua ormas kita undang, tetapi yang kita undang kita anggap sudah menjadi representasi. Mulai dari ormas – ormas besar seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Al-Irsyad, PERSIS (Persatuan Islam), bahkan FPI juga kita undang. Kemudian Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga kita undang, kemudian LSM asing juga pernah kita undang. Akademi, pengamat hukum terutama pakar – pakar hukum juga turut kita undang bahkan kita turun ke beberapa kampus ke 9 daerah di seperti kota Medan, Yogyakarta, NTB, Makassar, pokoknya ada Sembilan daerah disana kita bertemu dengan
aktivis akademika serta ormas – ormas daerah setempat dan dengan pemerintah daerah setempat. Memang sejak awal kita mencoba untuk agar Undang – Undang ini lebih partisipatif tertutama dalam pembahasannya karena sekali lagi menyangkut itu, bahkan beberapa kali kita mengadakan RPDU tidak hanya sekali dua kali kita juga ngundang Komnas HAM, kita juga ngundang polisi, kita juga ngundang BIN, ongundang kemenlu, unsur – unsur yang berkaitan dengan aktifitas orang atau ormas nasional dan asing itu semuanya kita undang. 4.
Apa saja urgensi penyusunan Rancangan Undang – Undang Ormas yang baru? Ya itu dasarnya kan begini jadi urgensinya itu sebetulnya perintah dari UUD 45 kalo kamu cek nanti di pasal 28 poin J itu jelas dikatakan bahwa kebebasan itu harus dibatasi dan pembatasan atas kebebasan itu harus diatur lewat undang – undang itu yang pertama. Yang kedua, faktanya kebebasan siapapun apakah perorangan ataupun secara berkelompok itu emang harus diatur, semua negara mengatur tidak kemudian bebas tidak diatur. Karena itu, pengaturan tentang kebebasan itu sebetulnya untuk melindungi kebebasan yang lain karena sangat mungkin kebebasan orang lain baik secara individu atau kelompok seperti ormas begitu, itu juga berpotensi mengganggu kebebasan orang lain. Contoh, misalkan ada salah satu organisasi yang kemudian mengancam kebebasan orang lain bahkan membahayakan eksistensi orang lain nah oleh karena itu kebebasan itu perlu diatur tanpa kemudian mengancam kebebasan hakikatnya tetap orang bebas, tetap ormas bebas tapi ada rambu – rambunya ada garisnya salah satu garisnya adalah jangan sampai kebebasan yang mereka lakukan itu kemudian menggangu dan mengancam kebebasan orang lain, jadi urgensinya disitu. Di Indonesia itu ormas itu sedemikian rupa ya, banyak, beragam basisnya, alirannya macem – macem banyak sekali dan beragam beda dengan negara lain tidak sedinamis di Indonesia karena itu perlu kita mengatur dan mengelola sekali lagi untuk agar ormas itu produktif, agar ormas dalam berkegiatan itu menghormati ormas lain, agar dalam kegiatan ormas itu juga mengikuti aturan main yang kita bikin, dan aturan itu justru untuk melindungi kebebasan orang
lain. Prisipnya tidak ada kebebasan yang tidak dikelola apakah itu di Indonesia atau negara lain pasti kebebasan itu dikelola. 5.
Apa saja pro kontra yang terjadi selama disusunnya RUU Ormas itu sendiri? Sebetulnya pembahasan undang undang pro kontra itu biasa. Tidak hanya uu ormas banyak undang undang sebelumnya juga yang memunculkan pro dan kontra. Saya paham, memahami kalau kemudian RUU ormas itu memunculkan pro kontra yang luar biasa besar. Tentu saja, karena undang – undang ini menyangkut eksistensi warga negara, menyangkut hak berserikat dan berkumpul warga negara mungkin ada orang yang merasa terganggu dengan aturan main ini, tetapi juga ada juga orang yang merasa membutuhkan aturan main undang – undang ini. Tetapi lepas dari pro dan kontra itu negara saya kira tetap harus punya aturan main untuk mengelola kebebasan itu prinsipnya. Tidak ada negara, negara paling demokratis pun di dunia ini yang tidak mengatur tentang kebebasannya karena itu pro kontra itu biasa dan saya sebagai pimpinan pansus sudah melakukan upaya tidak hanya sosialisasi, tapi juga menerima masukan dari Muhammadiyah, dari NU, dari temen2 LSM, dari pakar sekali lagi untuk agar penerimaan masyarakat terhadap undang – undang ini bulat meskipun kita sadar tidak sepenuhnya undang – undang ini diterima tetap saja ada yang menerima, ada yang membutuhkan, tapi juga ada yang menolak dan ada yang tidak merasa perlu membutuhkan. Karena itu, kita berdiri ditengah antara bagaimana kebebasan itu tetap dijamin oleh negara tetapi kebebasan itu juga dikelola oleh orang lain agar kebebasan itu tidak mengatur kebebasan orang lain.
6.
Kenapa para Ormas-Ormas Islam yang besar seperti Muhammadiyah, NU, dll bersikeras menolak RUU ormas ini? Apa penyebabnya? Ya banyak alasannya yang pertama tentang asas ya mereka tolak sebenarnya penolakan itu masuk akal juga, tidak mengada-ada tetapi pada prinsipnya kebebasan itu kan perlu dikelola. Yang paling banyak didebatkan oleh ormas islam itu kan pancasila itu makanya mengapa pancasila kita pakai redaksi
seperti tidak bertentangan dengan pancasila itu, karena kita sadar tidak mungkin lagi ormas dipaksa hanya untuk menerima pancasila. Yang kita mau itu, kalaupun mereka tidak nyantumin pancasila tapi asas yang mereka pakai itu tidak kontradiktif dengan pancasila dan akhirnya semua menerima itu. Ada juga yang mengatakan bahwa RUU ormas ini berpotensi mengancam kebebasan berpotensi represif dan sebagainya ya alasan itu tidak sepenuhnya benar karena kalau kita baca detil pasal per pasal tidak ada sebetulnya upaya untuk merepresifkan atau membuat negara represif. Contoh misalkan syarat membuat ormas itu kan gampang Cuma tiga orang kalau dibilang represif saya pikir enggak kalo mau kita buat represif kenapa tiga orang kenapa gak seratus orang, seribu orang itu sebenernya bisa aja kita lakukan tetapi kita menghormati kebebasan jangan sampai undang – undang ini mempersulit orang bahkan mengancam orang untuk membuat organisasi, prinsipnya itu. Contohnya lagi misalnya tentang pembubaran ormas nah disitu pembubaran ormas lewat pengadilan misalnya ada ormas yang udah gak bisa dibenerin, dibina gak bisa, selalu bikin kacau bahkan selalu memunculkan korban saya kira negara harus bertindak karena kalo negara tidak bertindak nanti bakalan jadi anarkis kan tetaapi tindakan negara harus by procedur harus demokratis nah karena itu kita kasih ke pengadilan nah nanti pengadilan yang nentuin apakah ormas itu layak dibubarkan atau tidak. Sebelum dibawa ke pengadilan sebelumnya diberikan sanksi seperti surat peringatan ya sekali dua kali, kalo masih begitu diberhentikan sementara kegiatannya karena mungkin berbahaya, kalo masih tetap saja melanggar dan berpotensi mengancam kebebasan orang lain saya pikir negara harus menghentikan itu. 7.
Perubahan pasal – pasal apa saja yang dilakukan pansus RUU Ormas agar undang-undang ini dapat diterima oleh khalayak khususnya bagi para ormas? Banyak perubahan yang luar biasa sebelum Undang – Undang ini disahkan, contoh kayak asas tadi berubah, banyak tuntutan dari teman – teman syaratnya jangan diperberat. Seperti prosedur pendaftaran, kita kasih kesempatan suruh
milih yang mau berbadan hukum silahkan ke Kumham, yayasan atau perkumpulan, yang tidak mau berbadan hukum silahkan minta SKT ke Mendagri, bahkan yang mau berkegiatan tapi tidak mau capek capek mau ngurus silahkan pake surat domisili dari kecamatan artinya apa kita ingin agar ormas memilih yang terpenting bahwa mereka harus terdaftar, masa mereka beraktifitas dalam kabupaten, dalam provinsi dalam negara mereka tidak terdaftar padahal mereka juga mengakses APBD, APBN. Makanya sejak awal saya sudah sampaikan ke teman – teman upaya dialog sudah kita lakukan, pendekatan sudah kita lakukan, bahkan usulan dari teman – teman sudah kita masuka tetapi masih saja yang mereka anggap kurang pas misalnya satu pasal ada yang mereka anggap kurang pas silahkan gugat ke mahkamah konstitusi meskipun akomodasi politik sudah kita lakukan tidak hanya satu LSM, satu ormas tetapi melibatkan banyak orang.
Transkrip Wawancara Narasumber : Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan Jakarta, 3 Desember 2013. 1.
Apa saja yang menjadi ketentuan redaksi saat pemilihan tema, fakta dan narasumber? Yang pasti kita harus menguasai dulu issue yang kita sebutkan tadi saat kita membicarakan issue bukan issue seperti gossip ya, issue itu adalah tema pemberitaan sebenarnya, pemberitaann itu sendiri kita harus tau kasusnya seperti apa fakta sesungguhnya seperti apa dan kemana issue ini akan bergerak. Nah dari situ kita memang intinya kita harus menguasai benar issue yang akan kita angkat begitu.
2.
Siapa yang berhak menentukan berita itu layak diterbitkan? Jadi, untuk halaman 1 atau halaman utama itu tanggung jawab redaktur pelaksana dalam hal ini juga pimpinan redaksi pasti kami saya itulah yang berwenang layak atau tidaknya berita itu muncul untuk halaman utama bersama dengan pemimpin redaksi, kalau kita turunkan ke bawah masing-masing itukan ada halaman khusus ada yang halaman (penuhi) halaman olahraga, halaman metropolitan, itu ada di tanggung jawab redaktur masing – masing dan asisten redaktur. Tapi meskipun demikian itu semua harus di laporkan ke atas, jadi tadi kami baru saja selesai rapat redaksi seperti biasa, disitulah redaktur saya
kumpulkan untuk melaporkan apa menu yang di sajikan untuk besok, mereka masing- masing melaporkan misal kalau ada hal yg perlu kita uji sama-sama, akan kita uji apa pentingnya issue itu kita angkat, apa pentingnya untuk pembaca, mungkin kita memberi masukan untuk mengarahkan disitulah dilaporkan pada redpel ataupun pemred, jadi meskipun mereka yang berwenang tapi tetep di dalam pantauan kita dan di laporkan ke kita meskipun saat selesai me layout kita, di edit dan melay-out sebelum masa percetakan itu wajib di laporkan kepada repel kemudian di approve oleh saya dan redpel hendak mempersiapkan halaman satu, saya harus berdiskusi dengan pemred beritanya seperti ini, arahnya seperti ini, narasumbernya seperti ini, judulnya pun kita konsultasikan, karena judulnya juga ada (pendelivasian) tema untuk pemberitaan di halaman masing-masing tetep aja keluar itu tanggung jawab utama itu ada di pemred pertama, jadi semua harus sepengetahuan pemimpin redaksi begitu. Termasuk misalnya kalo ada yang di larang terbit, untuk alasan tertentu misalnyaberita ini kalau kita blowup kan kita juga harus memepertimbangkan faktor-faktor apa dampaknya di masyarakat. Selain bisa membuat rusak masyarakat, bisa membuat konflik horizontal, konflik antarsuku, apalagi konflik sara, misalnya ataukah diturunkan dengan mengemas cara yang lebih halus, mesti kita lihat juga.
3.
Bagaimana karakter pemberitaan yang ingin dimunculkan Suara Pembaruan? Yang pasti kita karakternya faktual ya kita tidak tendensis, kita tidak tendensisme seseorang, kita harus berdasarkan fakta apalagi memicu persoalan umum, dan yang lagi kita harus positif. Posisi kita mesti memberi solusi. Apa yang mesti dihidupkan kembali dalam hal yang positif, membikin sebuah fakta begitu. Dan ada juga persoalan yang lain itu ada juga suatu harapan dibalik sebuah persoalan yang mesti kita dorong.
4.
Bagaimana cara Suara Pembaruan dalam mengkonstruksi berita politik? Gimana ya, ya intinya sih semua berita berdasarkan fakta, jadi tidak hanya politik memang pada akhirnya politik itu kita mencoba memberikan suatu prediksi kepada masyarakat arahannya pasti kesana memberikan sesuatu yang jauh di depan masyarakat.
5.
Bagaimana penyeleksian suara pembaruan dalam menyeleksi narasumber berita? Dan dari sisi apa narasumber itu layak dijadikan sumber berita khususnya terkait pemberitaan RUU Ormas? Yah semua berlatar kita mau apa untuk menentukan narasumber, jadi kalo di dalam pengelolaan issue itu dengan pemilihan narasumber itu kita mau apa dulu terhadap issue tersebut Nah suatu waktu sudah mempunyai agenda setting, anda tahu kan agenda setting itu apa? Agenda setting kita misalnya terkait kasus ini harus A, untuk mengarahkan ke A itu siapa yang kira-kira narasumber seperti
apa yang harus di pilih? Seperti itu untuk mendapatkan suatu penyikapan untuk mengendorse suatu penyikapan yang sudah dipilih untuk suara pembaruan. 6.
Menurut Suara Pembaruan, apakah perlu adanya undang-undang yang mengatur ormas Indonesia? Ya, dalam pandangan kami perlu. Karena dari banyak, meskipun itu kebebasan berserikat dan berkumpul yang merupakan spirit dari kebebasan ormas sudah di jamin oleh institusi tetapi melihat kecendrungan saat ini memang perlu kita merasa perlu ada pengaturan yang sifatnya bukan pembungkaman yah, tapi mengarahkan supaya ormas ini sehat gitu, karena tidak bisa di pungkiri dalam prakteknya banyak ormas -ormas yang karena tidak berdaya, tapi justru malah meresahkan
masyarakat.
Banyaklah
contohnyalah.
Ya
mungkin
yang
mengusung bendera agama, bendera suku, tertentu, justru itu yang yah kita kan begini kenapa harus ada ormas persekutuan atau sektariat yang mengusung bendera agama ya harus mengutamakan jiwa damai begitu kan ya. Disitu kita liat, dan memang perlu bahwa memang harus di atur. Di atur dalam arti ini di arahkan dan dapat meberikan ketenangan pada masyarakat 7.
Bagaimana harian suara pembaruan memandang pro kontra terjadi saat adanya RUU ormas yg baru untuk menggantikan RUU yang lama? Oke jadi saya tidak membidik pasal per pasal ya, yang penting, saya tidak begitu mengusasai, kita liat semangatnya bahwa kita melihat prokons masyarakat sudah di jelaskan tadi, tidak hanya ormas lah tidak hanya RUU
ormas, pasti ada Prokons, dari semua prokorsi kita punya agenda setting ya, bisa di jelaskan tadi bahwa agenda kita ialah ingin ormas itu juga tertib, ya artinya lah kita juga memprokors menginput memprovokasi masyarakat dengan pemberitaan kita dengan konten-konten pemberitaan yang sifatnya pendidikan dan penyadaran bahwa, oke jaminan kebebasan yang diberikan oleh konstitusi terhadap setiap warga Negara untuk berserikat melalui ormas itu bukan tanpa batas, bukan tanpa aturan bukan sebagai kebebasan yang sebebas-bebasnya. Tapi kebebasan yang ada tertib sosial dan tertib hukum yang harus di junjung tinggi. Itu cara kita menyikapi prokors dengan memprovokasi tadi dengan cara yang elegan cara yang edukatif melalui pemberitaan-pemberitaan kita. Gini loh jadi lebih banyak pemberitaan yang kita istilahnya mudharatnya lebih banyak ormas itu yang tidak di atur daripada yang di atur itulah mengapa kita perlu RUU perlindungan ormas. 8.
Menurut Suara Pembaruan, apa yang menyebabkan ormas-ormas sangat menolak adanya RUU Ormas yang baru? Karena itu tadi saya kira, mungkin di khawatirkan akan mengganggu kepentingan itu tadi, ada kepentingan ideologis, ada kepentingan pragmatis. Saya kira ada semacam itu, mengapa anda menolak? Sesuatu hal gitu, pasti anda merasa terganggu itu di berlakukan, merasa terganggu kan? Dalam konteks RUU ormas menurut saya sih lingkungannya ada di lingkungan ideologis atau lingkungan pragmatis, pragmatis tadi ekonomi atau politik. Politik kekuasaan atau ya seperti itulah. Ideologis ya jelas tadi terikat ini
kemudian larinya ke asas tunggal tadi kan. Tapi sebenarnya sih kalo saya, kita tidak perlu berdasarkan satu asas tadi ini sudah inheren terinternalisasi saya kira ya tidak perlu lagi, dengan melihat kenyataan kita menyelami kehidupan ini ya inilah Indonesia, dan Indonesia adalah Indonesia yang dibangun dengan pancasila misalnya kita berbeda suku, itu menjadi hambatan buat saya dengan anda, kita berbeda agama itu menjadi hambatan buat anda dengan saya, saya kira itu tidak kan. Nah tanpa harus melihat itu tanpa kita sadari saya rasa sudah terinternalisasi. Dan kenapa anda dan saya bisa bertemu siang ini, yak arena tidak kita sadari selama ini pancasila sudah kita jalankan, ideology NKRI sudah kita jalankan, bisa berelasi dengan banyak orang tanpa sekatan, kita bisa tahu mereka, mereka bisa tahu anda, karena secara tidak langsung so what gitu loh persoalannya. 9.
Dalam kasus pro kontra RUU Ormas, menurut harian Suara Pembaruan nilai moral apa yang dilanggar? Nilai moral… ya bisa iya bisa engga juga ya. Katakanlah anda, maksut pertanyaan anda ada sebuah koreksi moral yang perlu kita lakukan terhadap RUU Ormas, bisa jadi, sekali lagi saya tidak membedah pasal demi pasalnya ya. Bisa jadi ke dalam situasi Prokons itu pasti dibalik apa namanya kepentingan pragmatism ideologis pasti ada satu sisi moral sisi kesamaan sehingga itu menjadi bahan sumber koreksi atau perbaikan itu pasti, itu pasti. Kita sekali lagi harus menyadari bahwa yang buat RUU Ormas itu juga bukan malaikat, dia bisa saja melihat dari satu sisi, sisi pemerintah katakanlah, melihat kekacauan-
kekacauan ormas itu di satu sudut, oh Karena biang ini kerusuhan biangnya karena ormas tidak bisa di atur, di satu sisi. Tapi dia tidak tahu, kenapa masyarakat itu atau ormas itu berbuat katakanlah di luar hukum, mungkin pesan moralnya kalo kalian polisi tegas, kami ngga akan seperti ini, iya kan? saya bisa melihat dari ini dalam kasus RUU ormas, katakanlah seperti itu. Misalnya FPI, FBR, Forum Betawi Rembuk apalagi, Forum betawi itu apalagi segala macem itu. Itu mereka turun ke jalan. Oke mungkin kita lihat merisaukan mereka membuat anarkis mereka berasalan menegakkan aqidah. Karena tidak ada apa, tapi mereka beralasan lain, aparatnya tidak tegas, ada miras kok, ada prostitusi di situ, didiamkan malah di pelihara jadi ATM nya aparat kok. Pesan moral dimana? Jadi kalo kita lihat kemana rantainya, ini kita lihat RUU ormas ini, oke susahnya apasih? Mengapa harus di atur? Karena selama ini lihat, karena perlu di atur, karena apa? Karena aparat perlu mengatur. Ini ormas, inilah pesan moralnya, ini kalo kita lihat spasialnya ya. Penjelasan saya tadi soal RUU Ormas perlu ada karena perlu aturan. Ya kan, karena perlu di atur. Logikanya kan karena selama ini tidak mau di atur. Tidak teratur alias liar. Dan fakta memang seperti itu begitu FPI FBR, masyarakat resah. Mengapa dia liar? Kita telusuri lagi kan, karena aparat diam, ada pelanggaran moral, pelanggaran norma, pelanggaran di depan mata di diamin. Ini alasan mereka menjadi liar. Jadi mereka mencari legitimasi, ini menjadi legitimasi sebab di biarin. Nah, ini kan kontra kan, kontra dari RUU ormas kan. Kalo di atur gua jadi ga bisa liar kan. Tapi dia kan bisa alasan, pak polisi pak TNI pak ABRI, kalo anda nggak diam kita nggak akan anarkis, karena anda diam, saya jadi merasa menertibkan.
Dengan cara saya, meskipun ini menyalahi aturan, bisa kita logiknya ada bermain kesana gitu, bisa di cari legitimasi logiknya kesana. Ada satu moral lesson yang harus di utamakan pemerintah mengenai RUU ormas ini. Ini saya kasih satu contoh ya pesan moralnya juga terhadap ormas, kalau yang tadi kan hanya kepada pembuat undang-undang, kalian jadi Ormas jangan liar dong kan gitu. Kalian juga harus tertib sosial. Ya rata-rata itu. 10.
Pesan yang ingin di sampaikan Suara Pembaruan terhadap adanya Pro Kontra RUU Ormas? Ya sebetulnya seperti yang kita jelaskan tadi segala sesuatunya harus di atur tidak bisa didiamkan, tidak bisa di biarkan tidak jaminan undang-undang itu kan hanya payung yang sifatnya umum. Berserikat dan berkumpul itu adalah kemerdekaan. Dan hak asasi manusia. Tetapi kan harus ada stau aturan yang mengatur, kita kan tentu kamu sudah paham kan, tata tertib tertinggi itu ya Undang-Undang Dasar. Turunannya Undang-Undang, turunannya lagi, peraturan pelaksanaannya ada peraturan menteri, pelaksanaan menteri, peraturan presiden, keputusan presiden. Ya itulah segala sesuatunya harus seperti itu bahwa, Undang-undang itu mengatur hal yang sifatnya umum begitu. untuk urusan
pelaksan ada dibawahnya, undang-undang ada di bawahnya.
Kalau saya sih melihat tidak ada, di dunia ini satupun di dunia ini tidak mau di atur jangan sampe. Karena sekali lagi di dalam aspek kehidupan, agama apalagi yang ada pada masyarakat seperti kita di pastikan ada sebuah kesepakatan harus ada ini dong pengaturan – pengaturan. Supaya ada harmonisasi kehidupan
beragama yang tidak slaing merugikan, ada batas – batas yang tidak boleh di langgar. Terutama manakala itu sudah masuk ke ranah publik. Jadi kalau saya sih melihat tidak ada yang tidak bisa di atur di republik ini. Apalagi kita adalah Negara hukum kan. Juga semuanya harus ada ini. 11.
Apakah menurut Suara Pembaruan RUU ormas itu akan mencederai kebebasan berorganisasi? Inilah fungsinya Prokons tadi, misalnya saya melarang anda sesuatu pasti anda akan kesel kan, Adanya larangan yang membuat tidak nyaman pasti anda merasa terganggu dan kamu merasa bahwa aturan yang saya berikan tadi itu mencederai, kebebasan kamulah, apalah yang kamu alami. Dari prokons itulah kita harapkan terjadi sebuah dialog yang mempertemukan isi yang tadi. Nah itu makanya. Dalam perumusan sebuah undang – undang ada namanya konsultasi dan uji public, itu pentingnya untuk menjembatani atau menambah kekurangankerungan dari sudut pandang yang selama ini tidak dimiliki oleh lembaga – lenmbaga Undang – Undang.
12.
Menurut Suara Pembaruan solusi apa yang harus ditempuh terkait menyikapi kasus RUU Ormas? Dialog, nah kalo itu harus dialog, dialog. Ketemu kok, makanya yang saya tahu, bahwa setiap perundangan-perundangan iru prosesnya melalui uji dan konsultasi public, forumnya bisa macem-macem, bisa pemerintah ngundang dahulu para para pemangku kepentingan, stakeholder, oke kalo kita bicara RUU
ormas, saya sebagai pemerintah saya panggil dulu para ormas –ormas itu termasuk yang katakanlah sebagai biang kericuhan tadi FPI, FBR atau siapapun ayolah ita bicarakan, ini begini saya ada point baru ini tujuan saya ini, tidak ada maksut lain, tidak ada hal lain kecuali ini karena melihat fakta saat ini seperti ini sehingga perlu mengeluarkan aturan baru yang memang seperti ini, gimana komentar anda? Kita sodorkan ke mereka, sett. Mereka baca cukup,oh saya menolak pak gini gini gini, kenapa kok anda menolak? Karena gini gini gini kenapa anda gitu gini gini? Ya sudah, ada titik temu atau forum bisa di DPR mana kala rancangan sudah di DPR, DPR lah yang memanggil mereka, gimana pandangan FPI, pandangan Muhammadiyah, NU, apa PMTRI, PMR PMI atau apa ormas ormas itu. Ini ada aturan dari pemerintah seperti ini apa pandangan anda, aturannya seperti ini. Ya begini sudah, baru disitu dirumuskan. Harus ada prokons, tapi memang ada prokons yang bisa di dialogkan, ada juga yang tidak seperti prokons pemilu, masa di dialogkan kalo dia ga terima? Ya prokons disitu, ya artinya kita melihat dalam konteks ini ya.
Transkrip Wawancara Narasumber : Fitriyan Zamzami selaku Redaktur Rubrik Nasional Republika Jakarta, 10 Desember 2013.
1.
Apa yang melatar belakangi lahirnya sejarah harian Republika? Kami berdiri tahun 1992 dan waktu itu didirikan oleh tokoh – tokoh islam ilmu yang tergabung dalam ICMI. Latar belakang pendiriannya waktu itu tokoh di Ismi merasa umat isalam perlu memiliki media sendiri, media alternatif dibandingkan koran – koran yang waktu itu beredar seperti misalnya Kompas yang lebih cenderung pada suara – suara lain dari suara islam. Kebetulan pada saat itu ada kebangkitan umat islam, islam di Indonesia sedang bangkit pada saat itu jadi pada tahun 1992 berdirilah Republika dengan dana dari umat dan berjalannya dengan disokong oleh B.J Habibie pada saat itu dan pak Soeharto kebetulan juga memberikan dukungan jadi pada tahun 1998 saat rezim orde baru selesai itu agak ada sedikit ketimpangan karena kita kehilangan pendanaan dan akhirnya pada tahun 2005 diambil alih oleh Mahaka Media oleh Erik Tohir dan sejak itu pula kami benar – benar merdeka dalam artian benar benar tanpa beban kecuali untuk umat. Keumatannya tetap kita pegang bahwa ini tetap menjadi media yang cenderung kepada keislam namun dengan keberpihakan yang jelas, metode yang jelas kita tetap menggunakan metode jurnalisme yang professional, misalnya kalau kita bandingkan dengan media – media islam yang lain dimana mereka menggunakan metode yang subjektif terkadang mereka cuma menggunakan satu sumber tanpa adanya sumber yang lain nah kalau di
republika kita tetap menggunakan metode jurnalisme yang professional, yang etis, yang sesuai dengan kode etik namun tetap memperjuangkan apa yang kami anggap perlu diperjuangkan. 2.
Apa saja yang harus dipersiapkan redaksi saat pemilihan tema, fakta, dan narasumber? Jadi saya ceritakan alur beritanya saja ya, biasanya pada saat malam hari itu reporter yang dilapangan mengirimkan listing berita apa yang mau mereka garap besok, apa yang akan mereka proyeksikan untuk dikerjakan besok harinya jadi mereka listing sama kita biasanya kita langsung approve tapi kemudian ada rapat pagi sekitar jam sepuluh pagi yang dirapatkan adalah apa yang mau kita prioritaskan untuk dimuat di halaman-halaman tertentu misalnya halaman satu, apa yang mau kita angkat hari ini misalnya kecelakaan kereta bintaro seperti itu karena itu kan aksi accidential ada hal – hal seperti itu yang harus kita rapatkan dari situ. Dengan bidang lain juga, selain halaman satu itu kita proyeksikan apa saja listing yang dari reporter misalnya oh ini menarik oke kita proyeksikan taro di halaman satu, dua atau halaman tiga nasional, ekonomi, olahraga, politik, kemudian baru kita asssign kan ke news room. Disini ada yang namanya news room, news room adalah sebuah desk yang akan mendisployee seluruh orderan dari redaktur – redaktur, editor ke reporter, news room ini dia akan menyuplai berita dari koran ke koran online jadi koran online mereka memesan apa yang mereka ingin reporter cari hari ini dikasih ke news room lalu news room kemudian menyebarkan ke reporter per orang per orang dan kemudian apa yang mereka dapatkan kita rapatkan kembali jam dua siang. Setelah itu baru kita
selesaikan berita kita dalam tulisan yang jadi. Jadi, itu mekanisme pemberitaan kami untuk menjaga bahwa berita yang kami turunkan itu kredibel, kemudian bermanfaat bagi masyarakat dan kemudian penting dan tidak sekedar sensasional. Kami berbeda dengan koran online, kalau dari online apa yang mereka dapatkan dari reporter langsung mereka naikkan menjadi berita tetapi kalau kami tidak, apa yang dari reporter dikumpulkan dulu, kami pilah, kami lihat apa fakta yang kurang, apa yang janggal, apa fakta yang perlu diperdalam kita kita teruskan lagi ke reporter mereka mendalami hasil akhir akan kami rancang lagi, kami susun lagi sesuai dengan framing kita atau sesuai dengan etika jurnalistik atau sesuai dengan kearah mana berita ini berjalan. 3.
Siapa yang berhak menentukan berita itu layak atau tidak untuk diterbitkan? Kami redaktur yang berhak menentukan. Saya kebetulan redaktur di desk politik nasional. Itu penentu pertama mana yang layak atau tidak, tetapi kemudian ada lagi persetujuan dari redaktur pelaksana biasanya berhenti disitu berita layak atau tidak kecuali untuk halaman depan, kalau untuk halaman satu kadang-kadang ada perdebatan mana yang layak atau tidak itu bisa sampai melibatkan pimpinan redaksi tapi biasanya berhenti di redaksi pelaksana. Redpel sudah approve, berita baru jalan.
3.
Karakter pemberitaan seperti apa yang ingin dimunculkan oleh Republika? Jadi sebenarnya kalau untuk zaman sekarang, karena kita paham dunia sudah demikian cepat, kalau prinsip koran zaman dulu mungkin berita yang paling
aktual dan yang paling terkini yang harus dimuat kan, tetapi kalau zaman sekarang kita sudah punya online dan banyak media lain sudah punya media online jadi kita lebih selektif kita sekarang lebih memilih substansi daripada sensasi. Jadi berita-berita yang diberitakan di koran adalah berita-berita yang kami anggap berguna bagi masyarakat, memang masyarakat perlu tahu walaupun itu kadang dengan sangat terpaksa itu tidak begitu menarik buat mereka tetapi apabila kami merasa itu sangat penting untuk dietahui, itu sangat layak untuk diperjuangkan, kami merasa itu punya manfaat bagi masyarakat itu yang kami tayangkan. Itu tadi kalau di koran, beda dengan di online begitu juga dengan republika online tentu mereka akan mengejar berita yang paling aktual, berita yang bombastis, berita yang sensasional, berita-berita dengan prinsip jurnalisme lama lah. Kalau kami di koran kami lebih mengejar kedalaman, lebih mengejar substansi, dan lebih mengejar esensi atau isi dari pemberitaan itu sendiri. 4.
Bagaimana Republika dalam memilih dan menentukan narasumber untuk setiap pemberitaannya? Tergantung beritanya. Misalkan lingkaran pertama untuk berita peristiwa mengenai sesuatu, biasanya kita cari orang yang paling dekat dengan peristiwa itu yang paling penting kalo ga ada kita cari ke lingkaran kedua. Berbeda lagi kalau berita politik, politik itu biasanya kan perlu analisis nah selain orangorang yang berada dilingkaran pertama, lingkaran kedua kita juga perlu seorang pakar. Pakarnya tentu aja yang berkecimpung soal bidang tersebut, dengan
rentang waktu tertentu, berasal dari institusi yang kredibel, kemudian pandangan-pandangan dia kita anggap katakanlah layak dipercaya. 5.
Menurut Republika apakah perlu adanya RUU Ormas yang baru untuk menggantikan UU Ormas yang lama? Soal pro kontra RUU Ormas itu posisi Republika benar-benar berada di tengahtengah. Di RUU Ormas kita lihat ada dua kubu, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), Dewan Perwailan Rakyat (DPR) ditengah-tengah kadang dia kesana kadang dia kesini. Kalau Republika tepat ditengah-tengah posisinya karena argument kedua kubu tersebut sama-sama kuat. Pertama, Kemendagri melihat keberadaan ormas perlu check and balance, perlu transparansi, perlu ijin, perlu regulasi segala macem ya kami pikir begitu ga mungkin kita ada di negara demokrasi ada lembaga yang bisa jalan begitu aja tanpa diperiksa itu gila itu konyol, sangat ga masuk akal. Tapi disisi lain Muhammadiyah berpendapat RUU Ormas ini berpotensi membuat negara kembali lagi menjadi otoriter gak salah pandangan tersebut, karena kebetulan memang ada pasal-pasal dalam RUU Ormas yang melimpahkan kewenangan, pembekukan kepada daerah misalnya itu berada di tangan yang salah, formula itu akan sangat berbahaya sekali. Tetapi, pada saat akhir-akhir pembahasan Kemendagri sudah melakukan revisi, sudah melakukan akomodasi tetapi mereka tetap bersikeras bahwa gakmau kita gakmau diatur tetep gakmau kita jadi curiga dong lah elo kenapa gakmau diatur? Dapet dana dari siapa lo? Nah dari situ kita mulai lebih sedikit menyuarakan keberatan dari kaum Muhammadiyah. Oke kita anggaplah kita Muhammadiyah dan NU itu
kredibel, tetapi apakah seluruh LSM yang tergabung dalam Koalisi Akbar Masyarakat Sipil itu kredibel? Apakah semuanya bisa mempertanggung jawabkan pembiayaan mereka? Kemudian itu menjadi titik tolak pemikiran kami, walau NU dan Muhammadiyah organisasi Islam terbesar di Indonesia, walau Republika media Islam terbesar di Indonesia sorry to say ini bukan masalah sepakat atau tidak sepakat tetapi kami tidak mau all out kami tidak mau membabi buta membela kepentingan Muhammadiyah dan NU. Memang dalam hal ini kami perasa perlu adanya check and balance, pengujian, adanya transparansi, kemudian soal adanya ormas asing yang sering digunakan sebagai instrument buat intelegen misalnya, itu fakta dan beneran ada yang seperti itu. 6.
Bagaimana Republika memandang permasalahan dari kasus pro kontra tersebut? Republika melihat kasus tersebut sebagai apa? Kami melihat berita pro kontra RUU Ormas itu sebagai hal yang memang perlu disampaikan ke masyarakat karena ini mencangkup kehidupan kita sebagai masyarakat madani jadi kami rasa ini berita penting dan berita yang perlu disorot oleh masyarakat. Alhamdulillah ada juga mahasiswa yang melihat demikian.
7.
Apa pandangan Republika mengenai asas Pancasila yang tercantum dalam RUU Ormas? Kita harus melihat konteks waktu disini. Dulu di zaman Soeharto, dia bisa bebas bekukan ormas karena tidak ada media yang control, tidak ada parlemen yang mengontrol, tidak ada lembaga masyarakat yang bisa angkat suara akan hal itu. Jadi, kalau undang-undang yang sekarang disahkan oleh Kemendagri,
digunakan oleh orde baru mungkin dia akan jadi undang-undang tangan besi tetapi kalau digunakan dizaman sekarang dimana informasi udah kayak membanjir dimana mana. Dimana semua orang punya mata, semua orang punya telinga, semua orang punya mulut bisa bersuara ga akan bisa apa apa, ketakutan itu berlebihan. Ketakutan ormas dimana itu akan dijadikan sebagai sarana dalam mengembalikan rezim otoriter itu gila! Mereka pikir kita sebagai media akan diam saja? Gak bakal lah, kita gak bakal diam. Ini konteks waktu yang berbeda, kita sekarang berada dimana zaman semua orang punya suara, semua orang bisa mengawasi media punya daya tawar yang luar biasa, kita bisa lihat seperti itu sekarang kan. Jadi, saya pikir ketakutan itu agak over reacted kita bicara tentang masa yang berbeda, masa dimana masyarakat sudah luar biasa terbuka jadi konyol kalau mereka menganggap ada hal apapun yang bisa mengembalikan rezim otoriter. 8.
Adakah nilai moral yang dilanggar pada kasus RUU Ormas yang terjadi? Saya pikir kalau nilai moral tidak ada ya cuma memang ada dua sisi dimana kedua kubu tersebut teguh pada pendapat masing-masing, ya itu sebenernya kita kan seneng dengan berita konfrontasi. Kita melihat tidak ada nilai moralitas yang dilanggar sebenernya, tetapi ini lebih kepada sebuah sistem yang permanen yang bisa menjamin keterbukaan, yang bisa menjamin kemaslahatan di masa depan.
9.
Menurut Republika, adakah aktor yang memang terkait terhadap pro kontra yang terjadi? Adakah pihak yang seharusnya bertanggung jawab akan hal tersebut?
Hemm siapa yaa, ya mungkin Kemendagri, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia, ormas-ormas besar Islam itu tadi kan awalnya mereka yang mengemukakan masalah ini sebenernya karna ini masalah besar yang kita tangkap, bukan kita yang mencari-cari masalah ini tetapi masalah ini yang dating kekita. 10.
Menurut Republika, apakah adanya RUU Ormas memang akan membatasi kebebasan berserikat dan berkumpul seperti yang ditakutkan oleh para ormas? Begini ya, kita ini bangsa yang hidup dalam trauma sedemikian lama soal pembubaran organisasi. Dulu Soekarno membubarkan Masyumi dan PKI, bubarkan segala macam, jadi kita pikir ketakutan dari kawan-kawan beralasan soal hal tersebut. Kita punya sejarah panjang soal menciderai kebebasan kita sendiri, kami melihatnya memang berlebihan tetapi kami ngeliatnya juga tidak salah. Disitulah kami ada, bahwa regulasi yang ditetapkan pemerintah dia jangan sampai menciderai kebebasan berserikat dan bernegara. Misalnya, mereka punya ketakutan RUU itu akan mengkebiri kebebasan mereka posisi kami apapun yang terjadi dengan RUU ini kami akan menjaga hak kalian.
11.
Apa pesan yang Republika ingin sampaikan kepada khalayak mengenai pemberitaan pro kontra RUU Ormas? Garis besarnya yang ingin kami sampaikan semuanya butuh transparansi. Dalam RUU Ormas ini yang saya ingat yang pertama masuk ke halaman depan itu mengenai perlunya pengawasan sumbangan dari luar negeri. Jadi kami pikir yang perlu kami sampaikan, hemm sebenernya kami bukan menyampaikan
tetapi
menginformasikan
kepada
masyarakat
terserah
masyarakat menangkap apa yang yang kami informasikan, tetapi yang kami ingin mengampanyekan lo jangan sembunyi-sembunyilah, kita masyarakat yang demokratis dimana kita butuh transparansi dan regulasi yang jelas.
1.Wawancara dengan Aditya L. Djono,Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan
2. Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Rubrik Nasional Politik
3. Wawancara dengan Abdul Malik Haramain, selaku ketua Pansus RUU Ormas