ANALISIS FINANSIAL TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA DI DESA BHERAMARI KABUPATEN ENDE, NTT Don Bosco Meke, Masniah, dan Yusuf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Kelapa adalah salah satu komoditas perkebunan yang diusahakan oleh sebagian besar petani di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masalah penanganan pasca panen kelapa belum mendapat perhatian yang serius, terbukti hingga saat ini petani tetap bertahan dengan cara-cara pengolahan hasil secara tradisional. Pengkajian penanganan pasca panen kelapa secara terpadu telah dilakukan di Desa Bheramari Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende NTT tahun 2005. Cakupan kegiatan terdiri atas : (i) Kopra, (ii) Keset sabut kelapa, (iii) Arang tempurung dan (iv) Kecap air kelapa dengan melibatkan 3 kelompok tani (40 orang). Teknologi yang diaplikasikan dapat diterima (diadopsi) petani yang ditunjukkan melalui kehadiran dan keaktifan di atas 80% disamping kemampuan petani membuat alat dan memproses produk dengan baik. Harga kopra di pasar lokal Rp.2.000/kg; keset Rp.20.000,dengan ukuran panjang 100 cm dan lebar 60 cm, arang tempurung Rp.20.000/15 kg dan untuk kecap di jual Rp.4.000/botol dengan volume 630 ml. Hasil analisis ekonomi dari keempat produk tersebut sebagai berikut : Kopra dengan produksi per bulan 1.500 kg dapat menghasilkan keuntungan bersih Rp.2.262.500,- dengan periode pengembalian 10,1 bulan, keset sabut kelapa dengan produksi 20 buah keset, pendapatan bersih Rp.265.250,- dengan periode pengembalian modal 5 bulan dan untuk arang tempurung produksi satu bulan 150 kg dengan keuntungannya bersih Rp.136.083,- periode pengembalian modal 0,73 bulan. Pengolahan kecap belum sempat dilakukan analisis finansial karena sampai dengan saat ini masih dilakukan kaji terap sampai pada uji rasa. Kata Kunci: Teknologi Pasca Panen, Kelapa, Kabupaten Ende NTT LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas yang strategis bagi Indonesia karena memiliki peran ekonomi yang penting bagi pendapatan devisa Negara. NTT memiliki luas areal tanaman perkebunan kelapa 171.106,83 ha yang tersebar di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Kabupaten Ende. Kabupaten Ende memiliki areal perkebunan kelapa seluas 10.955,55 ha dengan total produksi 7.765,88 ton dan lahan potensial yang belum menghasilkan 2.546,73 ha (Ende dalam angka, 2003). Produk olahan kelapa yang diperdagangkan sebagian besar adalah produk konvensional, seperti kopra, minyak kelapa, kelapa kering parut dan bungkil kelapa yang mutunya kurang terjamin. Sekitar 97% areal kelapa yang ada di tingkat petani belum banyak berperan dalam meningkatkan petadapatan petani, hal ini diduga karena petani hanya sebagai penghasil bahan mentah yaitu buah kelapa, sehingga nilai tambah dari proses pengolahan kurang dinikmati petani (Rumokoi, 1997). Upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi komoditas kelapa dapat dilakukan dengan mendayagunakan seluruh bagian kelapa melalui industri kelapa secara terpadu (Lay, 1995). Teknologi pengolahan kelapa telah banyak dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian, namun penerapan di tingkat petani belum memberikan hasil yang optimal, kondisi ini disebabkan oleh penerapan di tingkat petani masih rendah, dan komunikasi interaktif antara penghasil teknologi, penyebar dan pengguna teknologi belum optimal dilakukan. Oleh karenanya diperlukan penyederhanaan penyampaian hasil penelitian sehingga mampu diserap oleh petani yang antara lain melalui kajian pasca panen kelapa secara terpadu skala pedesaan di tingkat petani. Cakupan kegiatan sebagai berikut pengolahan buah kelapa menjadi kopra, sabut kelapa diolah menjadi keset, tempurung kelapa diolah menjadi arang, air kelapa diolah menjadi kecap.
Kajian ini bertujuan untuk : a. Menerapkan teknologi pengolahan kopra yang bermutu b. Mendiversifikasi produk kelapa menjadi kopra, reset,arang dan kecap c. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan petani kooperator tentang inovasi teknologi pengolahan buah kelapa d. Menggali umpan balik bagi BPTP untuk memnyempurnakan program Litkaji, diseminasi teknologi dan informasi e. Menyiapkan materi untuk bahan penyuluhan teknologi pasca panen kelapa. METODOLOGI Kajian dilaksanakan di Desa Bheramari, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende pada Tahun Anggaran 2005, melibatkan sebanyak tiga kelompok tani (40 orang). Pendamping dan pengawalan teknologi oleh peneliti, penyuluh, teknisi dan tenaga detaser. Komponen teknologi yang dikaji : a. Pengeringan daging buah kelapa menjadi kopra yang bermutu dengan menggunakan rumah pengering b. Pemanfaatan sabut kelapa menjadi kesetan. c. Pemanfaatan tempurung kelapa menjadi arang d. Pemanfaatan limbah air kelapa menjadi kecap. Pengkajian ini adalah pengkajian adaptif, data yang dikumpulkan berupa efektifitas dan nilai manfaat dari prosedur kerja yang diintroduksi serta data dianalisis baik secara deskriptif maupun analisis finansial (Kadariah, 1982). HASIL DAN PEMBAHASAN Demonstrasi yang dilakukan oleh petani dapat mempercepat alih/transfer teknologi. Penguasaan teknologi introduksi semakin meningkat oleh petani karena, antara lain : (1) Kelompok tani yang dibina telah terbiasa membuat kopra meskipun secara tradisional, (2) Teknologi yang diterapkan relatif mudah dan sederhana untuk dilakukan kelompok tani, (3) Beberapa hasil ikutan dapat dimanfaatkan sebagai keset dan kecap, (4) Produk yang dihasilkan langsung dapat dijual. Pengembangan produk buah kelapa dapat dilakukan melalui beberapa hasil ikutan antara lain : a. Kopra Kopra adalah daging buah kelapa tua berumur antara 12-13 bulan yang dikeringkan dengan kadar air + 50% menjadi 5%, Prosedur penanganan kopra, antara lain : (1) Pengawetan : Daging buah kelapa yang kadar airnya masih tinggi akan merupakan sasaran pertumbuhan dan perkembangan berbagai jenis jamur, bakteri dan serangga. (2) Mengurangi berat : Daging buah kelapa segar mempunyai kadar air 50%, sedangkan kopra yang dikeringkan dengan baik mempunyai kadar air 5-6%, pengurangan berat dari 100 kg daging buah kelapa segar hingga menjadi kopra sekitar 52 kg. (3) Mengkonsentrasikan minyak : Daging buah kelapa segar pada umumnya mengandung minyak 34%, sedangkan kopra yang baik mengandung minyak 65-68%. Teknologi pengeringan daging buah kelapa menjadi kopra adalah menggunakan alat pengering kopra Tipe Balitka 01/86 yang dimodifikasi oleh BPTP NTT (Gambar 1). Kapasitas pengering sebanyak 1.500 buah kelapa menggunakan atap sehingga pada musim penghujan tidak perlu diangkat atau dipindah. Untuk mendapat kopra yang baik buah kelapa yang sudah dibelah sesegera mungkin dikeringkan dalam waktu 4 jam, bila terlambat daging buah kelapa akan mengalami rusak karena gangguan mikro organisme (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh keterlambatan dimulainya pengeringan terhadap kualitas kopra.
Nomor Urut percobaan Lamanya % warna (300 buah tiap keterlambatan putih percobaan) 1 0 jam 82 2 2 jam 80 3 3 jam 75 4 6 jam 70 5 9 jam 61 6 12 jam 36 7 24 jam 10 8 48 jam 0 Sumber : Djoehana Setyamidjaya, 1984
Bagian berwarna kotor (%) 18 20 25 29 35 42 48 17
Bagian berwarna kemerahan sampai kehitaman 0 0 0 1 4 22 42 83
Lama waktu pengeringan hingga menjadi kopra 40-45 jam, sedangkan lama waktu terlepasnya daging buah dari tempurung 15 - 20 jam. Bahan bakar yang digunakan adalah tempurung kelapa sebanyak 1.200 belahan atau sama dengan 600 butir kelapa dengan suhu 45oC – 60oC. Dalam kegiatan ini menggunakan kelapa 1.440 butir dengan menghasilkan kopra kering jual 368 kg atau sama dengan 3,9130 buah kelapa/1kg/1kg kopra. Harga jual Rp1.800/kg (Harga kopra sendiri berfluktuasi dan tidak stabil dari Rp.1.800 – Rp.2.500/kg). Harga kopra hasil introduksi tidak dipotong oleh pedagang pengumpul, karena hasilnya sangat baik jika dibandingkan dengan kopra yang dikeringkan secara tradisional. Umumnya kopra yang dihasilkan dari petani secara tradisional harga kopranya akan dipotong 2 – 5% dari harga jual.
Gambar 1. Rumah Pengering Kopra BPTP NTT Gambar 2. Ruang Pengering Kopra Di Desa Bheramari, kopra diperdagangkan melalui tiga saluran pemasaran yaitu dari produsen (petani) ke pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul ke kecamatan sekaligus pedagang antar pulau dengan tujuan Surabaya dan ekportir yang akan menjual kopra kepada pembeli luar negeri dan industri dalam negeri.
Produsen (Petani)
Buah kelapa mentah
Kopra
Pedagang Pengumpul dan Pembuatan Kopra Tingkat Desa
Pedagang Pengumpul dan Pembuatan Kopra Tingkat Kecamatan
Pedagang antar Pulau
Eksport (Surabanya)
Gambar 3. Jalur Pemasaran Kopra di Kabupaten Ende Tabel 3. Analisis finansial pembuatan kopra yang menggunakan rumah pengering kopra periode usaha satu bulan dengan lima kali pengeringan No. Jenis Pembiayaan Harga (Rp.) Jumlah (Rp.) 1. Investasi 7.500.000 Rumah pengering kopra 7.500.000 2. Biaya tidak tetap (Variable Cost) 2.887.500 - 7.500 buah kelapa 2.812.500 - Bahan bakar tempurung 75.000 3. Biaya Tetap (Fixed Cost) 137.500 - Perawatan rumah per tahun (2%) 12.500 - Penyusutan rumah per tahun (20%) 125.000 4. Harga Kopra jual (kg) 2.000 5. Pendapatan - Pendapatan kotor 3.750.000 - Pendapatan bersih (5 – (2+3) 725.000 6. Rentabilitas ekonomi (RE) 9,7% 7. Arus Khas (Cash Flow) 850.000 8. Payback Period (Periode 10,3 bulan Pengembaliannya. Sumber : Data Primer diolah
Hasil analisis finansial secara sederhana menunjukkan bahwa pendapatan bersih setelah biaya tidak tetap (variable cost) dan biaya tetap (Fixed cost) dikeluarkan ádalah Rp 725.000,- dengan periode pengembalian 10 bulan. Hasil ini memberikan gambaran bahwa pendapatan bersih yang diterima petani masih relatif rendah. Dari investasi yang ada masih memungkinkan petani untuk memperoleh keuntungan, karena rumah pengering kopra ini didesain dalam jangka panjang. Periode pengembalian dalam 10 bulan, berarti waktu dimana nilai kumulatif biaya sama dengan nilai kumulatif penerimaan (tanpa discount). Dengan demikian keuntungan dari rumah pengering kopra dengan masa pemakaian yang masih lama (lebih dari 8 tahun) masih dapat diterima oleh petani. b. Keset Sabut Kelapa Sabut kelapa terdiri dari kulit ari, serat dan sekam. Dari satu buah kelapa dapat menghasilkan serat sabut kelapa rata-rata 0,4 kg, dengan mengandung serat 30%. Pemanfaatannya juga sangat luas antara lain pembuatan tali, keset, sapu, sikat pembersih, media penanaman anggrek dan lain-lain. Dalam kegiatan ini untuk mendapatkan serat sabut kelapa dengan cara perendaman. Cara perendaman ini dilakukan selama 1-2 minggu dengan cara mengupas kulit ari sabut. Pada kegiatan ini telah membuat keset 2 tipe, yaitu : keset babat/jambul dan keset pres tali/anyam. Untuk membuat 1 buah keset dengan ukuran 40 cm x 60 cm membutuhkan tali anyam/pintal seberat 0,9 kg dengan waktu 2 jam. Waktu ini dihitung dari pembuatan tali simpul sampai ke penganyaman keset; untuk keset yang berukuran 40 cm x 60 cm dapat dijual dengan harga Rp.15.000 – Rp.20.000/buah. Berikut ini dapat dilihat skematis pembutan keset dari sabut kelapa.
Sabut Kelapa Pelepasan Kulit Ari Perendaman selama 1-2 minggu Pemukulan pada Sabut Pemisahan antara Serat dan Sekam Pembuatan tali Simpul dari Serat Pemintalan Tali Penganyaman Keset Keset Gamba 4. Skema Pembuatan Keset Sabut Kelapa Tabel 4. Analisis finansial pembuatan keset sabut kelapa periode satu bulan dengan menghasilkan 20 buah Keset No. Jenis Pembiayaan Harga (Rp.) Jumlah (Rp.) 1. Investasi 1.350.000
a. Alat penganyam keset b. Drum perendam sabut 2 buah c. Alat pemintal tali 2. Biaya tidak tetap (Variable Cost) a. Sabut kelapa b. Ijuk 3. Biaya Tetap (Fixed Cost) Perawatan (2%) terdiri atas : a. Alat penganyam keset b. Drum perendam sabut buah c. Alat pemintal tali 4. Penyusutan (20%) 5. Harga jual keset perbuah 6. Pendapatan - Pendapatan kotor - Pendapatan bersih (5 – (2+3) 7. Rentabilitas ekonomi (RE) 8. Arus Khas (Cash Flow) 9. Payback Period (Periode Pengembaliannya) Sumber : Data Primer diolah
1.000.000 200.000 150.000 32.500 12.500 20.000 2.250 1.666 333 250 22.500 15.000 300.000 265.250 19,6% 267.00 5 bulan
Dari hasil analisis finansial secara sederhana diperoleh keuntungan bersih Rp 265.250,dengan periode pengembalian lima bulan. Pendapatan bersih yang diterima tersebut jauh lebih rendah, namun hasil ini memberi manfaat dan dampak bagi petani karena pendapatan yang diterima adalah berupa hasil sampingan (sabut kelapa) yang selama ini tidak dimanfaatkan bahkan dibuang begitu saja oleh petani. Disamping itu, kegiatan tersebut dapat menyerap tenaga kerja terutama bagi kaum muda/remaja penganggur. c. Arang Tempurung Kelapa Salah satu hasil samping buah kelapa adalah tempurung yang ketebalannya kurang lebih antara 3-5 mm dengan beratnya 15 - 19% berat buah kelapa (Tabel 5). Tabe 5. Komposisi kimia tempurung kelapa Komponen 1. Sellulose 2. Pentosan 3. Liquim 4. Abu 5. Solven ekstraktif 6. Uronat anhydrad 7. Nitrogen 8. Air Sumber : Suhardiyono, 1988
Persentase (%) 26,6 27,7 29,4 0,6 4,2 3,5 0,11 8,0
Umumnya tempurung dimanfaatkan sebagai bahan bakar berupa tempurung kering atau arang tempurung. Dari tempurung juga dapat dibuat arang aktif yang digunakan untuk mengasorbsi gas dan uap. Tabel 6. Analisis finansial pembuatan arang tempurung kelapa periode 1 bulan dengan menghasilkan 10 karung arang per 150 kg arang No. Jenis Pembiayaan Harga (Rp.) Jumlah (Rp.) 1. Investasi 100.000 Drum 100.000 2. Biaya tidak tetap (Variable Cost) 93.750 Tempurung kelapa 93.750
3.
Biaya Tetap (Fixed Cost) a. Perawatan drum (2%/thn) b. Penyusutan drum (20/thn) 4. Harga jual arang per karung 5 Pendapatan - Pendapatan kotor - Pendapatan bersih (5 – (2+3) 6 Rentabilitas ekonomi (RE) 7 Arus Kas (Cash Flow) 8 Payback Period (Periode Pengembaliannya) Sumber : Data Primer diolah
2.250 167 20.000 25.000 250.000 136.083 136,08% 136.750 0,73 bulan
Dalam kegiatan ini pembuatan arang menggunakan metode Drum. Dari hasil pembakaran dari 30 kg tempurung dapat menghasilkan arang 8 kg.
Drum Bekas Oli 200 Liter Drum diletakan diatas tanah + 20-25 cm Menggunakan alas batu dll.
Masukan tempurung di dalam Drum dengan membuat lubang udara ditengah-tengah Drum dari alas bawah sampai bagi permukaan Drum.
Pembakaran tempurung mulai dari bagian alas dengan memasukan sedikit minyak tanah untuk pembakaran awal
Tempurung habis terbakar, drum ditutup dengan karung basah yang dilapisi pada penutup dari logam dan ditutup rapat
Didiamkan selama 1 malam
Arang Tempurung Gambar 5. Skematis Proses pembuatan Arang Tempurung Kelapa menggunakan Drum Hasil wawancara dengan para pandai besi di Woloara Desa Roworena Kabupaten Ende, bahwa harga 1 karung arang (15 kg) Rp. 30.000,- dan untuk tempurung sendiri dengan harga Rp.1.000/ikat (40 lempengan tempurung). Arang tempurung ini memiliki prospek yang cukup baik, permintaan ditingkat regional maupun di kota-kota besar seperti di Jawa cukup tinggi. Di tingkat petani arang tempurung dimanfaatkan sebagai bahan api pembakaran untuk strika pakaian sementara di kota Ende permintaan cukup tinggi untuk pembakaran sate. Hasil analisis finansial, hampir sama dengan pembuatan keset yaitu pendapatan bersih yang diterima relatif rendah. Dapat dipahami karena arang tempurung merupakan hasil ikutan yang dapat memberikan nilai tambah disamping produk utamanya.
d. Kecap Air Kelapa Dalam kegiatan ini pemanfaatan air kelapa masih dijadikan produk kecap untuk prosesnya dapat dilihat pada skematis proses pembuatan kecap dari air kelapa. Dari 10 liter air kelapa dapat menghasilkan kurang lebih 6 liter kecap atau 10 botol ukuran 600 l dan kecap ini dapat disimpan selama + 6 bulan. Persiapan Fermentasi Kacang Kedelai
Perendaman Kedelai selama 12 (dua belas) jam Tiriskan/Keringka n
Difermentasi selama 3 hari pada suhu kamar Direndam dalam larutan garam 20% selama 1 minggu
Persiapan Bumbu Pemasakan I selama 3 jam (Kedelai 400 gr + 5 ltr air Penyaringan Pemasakan II selama 1 jam
Hasil Penyaringan I dimasukan larutan gula dan Bumbu-bumbu
Kecap Manis Air Kelapa Penyaringan II
Dikemas dalam Botol Gambar 6. Skematis proses pembuatan Kecap dari Air Kelapa KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dengan menggunakan Rumah pengering kopra, kualitas kopra dapat ditingkatkan, jika dbandingkan dengan cara konvensional petani. Dari buah kelapa tua yang terdiri atas daging buah, sabut, tempurung, dan air kelapa dapat diolah untuk dijadikan produk industri. Pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha kopra menggunakan rumah pengering kopra BPTP NTT selama satu bulan Rp.725.000,- dan usaha ini dapat dilanjutkan pada suku bunga bank sebesar 9,7%. Dari analisis finansial pembuatan keset sabut kelapa pendapatan bersih per bulan Rp.265.250,- dengan periode pengembalian modal 5 bulan.
Untuk pembuatan arang tempurung pendapatan bersih per bulan Rp.136.083,- dengan periode pengembalian modal 0,73 bulan. Saran Untuk keberlanjutan kegiatan ini perlu terus menerus adanya pendampingan dari tenaga penyuluh. Perlu adanya sebuah wadah penampungan dan penjualan hasil produk dari petani sehingga petani tidak dirugikan dalam permainan harga perkomoditi. Perlu adanya pelayanan permodalan/perkreditan secara formal melalui kegiatan koperasi desa dan perbankan.
DAFTAR PUSTAKA Djaya Djoehana Setyani, 1984. Bertanam Kelapa Penerbit Kanisius Jogyakarta. Kantor Statistik NTT, 2000. NTT Dalam Angka. Kantor Statistik Ende, 2003. Ende Dalam Angka. Kadariah, L. Karamila dan C. Gray, 1982. Pengantar Evaluasi Proyek Press. Jakarta. Lay, 1995. Teknologi dan Manajemen Usaha Industri Kelapa Terpadu. PT. Sari Segar Husada di Lampung, Bulletin Balitka, Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Kelapa Menado. Rumokoi Margaretha M. M., 1997. Prospek Pengembangan Industri Pengolahan Produk Nira Kelapa. Prosiding Temu Usaha Perkelapaan Nasional. Suhardiyono,L., 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya.