ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN SAHAM PERTANIAN PADA BURSA EFEK JAKARTA Krisnawati Tarigan* This article has focused on basically agriculture ‘s stock performance Abstract before and after the monetary ‘s crisis in Indonesia. The stock ‘s evaluation provided the coefficient of correlation as a statistical parameter for making a definite comparative, Analyzing the stock ‘s demand fundamentally form year 1997-2002 gave out a explanation about dynamically changed Indonesia ‘s economic. The Macro situation has been fragile against the uncertain change in a social and politic. The economic value of the macro situation ‘s variable has improves around 100-200 % as a un predictable change. The value of correlation for the design of agriculture ‘s stock is around range 0,998 –0,002, it describes a positive and weak relationship. It means that, the sensitively fluctuated performance of this stock has been influenced by inflation, foreign exchange and the stock ‘s price. In the past decade this stock has been strong and positive relationship about range 0,800-1, so that the fluctuation variables like inflation, foreign exchange, and stock ‘ s price has given an influence impact the market of this stock. This conclusion has taken from table Anova, we can look up this value , where F count has been greater than F table. Keywords : Inflasi, Suku Bunga, Nilai Transaksi, Harga Saham, Indeks Harga Saham, dan Permintaan Saham Saat ini Indonesia sedang melakukan perbaikan-perbaikan di berbagai sektor ekonomi, untuk mencapai pemulihan kondisi ekonomi yang porak poranda akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Untuk itu pemerintah berusaha menghidupkan aktivitas-aktivitas kegiatan perekonomian dengan menggerakkan berbagai sektor perekonomian di Indonesia termasuk sektor pertanian (Damodaran, 1994 : 521). Sektor pertanian Indonesia saat ini masih belum berkembang, hal ini dapat dibuktikan dengan masih sedikitnya industri-industri primer yang mengelola atau memanfaatkan sektor pertanian Indonesia secara maksimal. Hasil-hasil pertanian Indonesia kebanyakan diekspor dalam bentuk bahan mentah untuk menjadi bahan baku di negara lain dan untuk menggerakkan sektor primer mereka. Bukti lain yang menggambarkan kelambatan perkembangan pertanian Indonesia adalah kurang dihargainya produk-produk pertanian Indonesia karena mutunya kalah bersaing dengan produksi pertanian dari negara lain. Hal ini sangat mencoreng keberadaan pertanian Indonesia, karena pada dekade-dekade sebelumnya banyak negara lain seperti Malaysia, Thailand dan Filipina yang mempelajari teknik budidaya pertanian dari Indonesia. Saat ini hasil produksi mereka lebih dihargai daripada milik Indonesia (Dielman, 1991 : 712). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
PENDAHULUAN
*Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi Univ. Kristen Krida Wacana
93
Keterlambatan perkembangan sektor pertanian Indonesia saat ini dikarenakan adanya kesalahan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang lama (rezim Orde Baru) di dalam menggerakkan sistem perekonomian Indonesia. Pada masa rezim Orde Baru, pemerintah lebih menitikberatkan perkembangan sektor industri daripada sektor pertanian. Saat itu kebijakan ekonomi Indonesia adalah “memantapkan sektor pertanian untuk memajukan sektor industri”. Dari pernyataan kebijakan ini dapat dimengerti yang menjadi sasaran kebijakan ekonomi Indonesia adalah sektor industri, sementara sektor pertanian dinomorduakan. Bahkan dalam prakteknya sektor pertanian selama pemerintahan Orde Baru begitu terabaikan dan tidak mendapat prioritas untuk dikembangkan sementara sektor industri, jasa, otomotif, manufaktur dan real estate begitu berkembang. Padahal sektor-sektor tersebut belum saatnya menjadi “the real basic of Economic” Indonesia, karena sampai saat ini sektor pertanian adalah sektor riil bagi perekonomian Indonesia (Elton Edwin, 1991 : 321). Pada waktu krisis ekonomi melanda Indonesia, sektor pertanian telah terbukti sebagai dasar perekonomian riil Indonesia. Sektor pertanian menjadi tumpuan pemerintah sewaktu krisis, karena dapat menghasilkan devisa di saat sektor-sektor ekonomi yang lain terpuruk. Sektor pertanian kebal terhadap krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat itu (Fischer, 1991 : 113). Pemerintahan baru saat itu berjanji akan melakukan kebijakan ekonomi yang lebih terfokus kepada pertanian di dalam mengembangkan roda perekonomian Indonesia. Namun janji pemerintah tersebut belum terbukti, karena setelah krisis ekonomi mulai dapat diatasi, justru sektorsektor non riil mulai bergerak dan sektor pertanian mulai terpuruk lagi (Gujarati, 1997 : 35). Untuk mengembangkan sektor pertanian, diperlukan suatu atmosfir yang dapat mendukung sektor pertanian itu sendiri, mulai dari hal yang mendasar sampai langkah akhir dalam mengelola sektor pertanian. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai pembiayaan perusahaanperusahaan pertanian. Selama ini pemerintah memberi subsidi kepada sektor pertanian melalui kreditur-kreditur dari koperasi atau perbankan. Namun hal ini mengalami kendala karena para pelaku di dalam penyaluran kredit tersebut tidak profesional sehingga lebih sering merugikan para pelaku di sektor pertanian. Hal ini akan menghambat perkembangan sektor pertanian itu sendiri. Jika mengandalkan modal sendiri maka hanya para pemilik modal besar yang mampu untuk bertahan dan maju, sedangkan para pemilik modal kecil akan terpuruk karena kalah bersaing. Alternatif sumber pembiayaan lain yang dapat dimanfaatkan adalah Pasar Modal (Koetin, E.A, 1994 : 521). Pasar Modal merupakan salah satu instrumen untuk memobilisasi dana masyarakat bagi pembiayaan pembangunan dan sebagai wadah kalangan pengusaha untuk membiayai pembelanjaan perusahaan. Pasar Modal merupakan tempat pertemuan antara penawaran dan permintaan modal jangka panjang. Penawar modal terdiri dari lembaga dan perorangan yang memiliki kelebihan dana di atas kebutuhan, sehingga dana ini dapat disalurkan kepada pihak ketiga dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya dana ini oleh pemiliknya dapat disalurkan dalam bentuk partisipasi sebagai modal saham atau sebagai pinjaman berupa obligasi. Permintaan modal dilakukan
94
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116
perusahaan-perusahan peserta di pasar bursa sebagai pihak yang membutuhkan modal jangka panjang untuk memperluas atau melakukan diversifikasi usaha (Van Horne & Wachowics, 1995 : 431). Sebagai sumber dana perusahaan, peran Pasar Modal Indonesia masih kurang jika dibandingkan dengan sumber-sumber dana yang lain. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perusahaan yang sudah Fgo-public dan menjadi peserta di pasar bursa yang masih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada di Indonesia. Pertanian merupakan salah satu sektor yang belum berkembang di Bursa Efek Jakarta. Saat ini di BEJ dari 329 emiten yang ada, hanya terdapat 9 (sembilan) perusahaan yang bergerak di bidang pertanian, yang berbagai kedalaman 3 (tiga) kelompok yaitu : Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan. Perusahaan yang bergerak di kelompok Perkebunan adalah : Astra Agro Lestari Tbk, Bakrie Sumatera Plantations Tbk, Bumi Tehnokultura Unggul Tbk dan Perusahaan Perkebunan London Sumatera Tbk. Yang termasuk kelompok Peternakan adalah : Cipendawa Agroindustri Tbk, Multibreeder Adirama Indonesia Tbk. Perusahaan yang termasuk kelompok perikanan adalah : Bahtera Adimina Samudera Tbk, Anugrah Tambak Perkasindo Tbk dan Dharma Samudera Fishing In Tbk. Yang termasuk dalam kelompok kehutanan adalah Adindo Foresta Indonesia Tbk. Seperti telah diuraikan di latar belakang, sektor Pertanian masih tertinggal PERUMUSAN dibanding bidang-bidang lain yang berkompetisi di pasar bursa. Sementara MASALAH ketika terjadi krisis moneter di Indonesia sektor Pertanian melejit di BEJ baik dalam volume perdagangan, nilai transaksi maupun volume transaksi. Pada semester pertama tahun 2000 sektor Pertanian masih menduduki peringkat pertama di dalam membentuk Indeks Harga Saham Individual (IHSI). Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh ekonomi makro di Indonesia (inflasi,suku Bunga, nilai tukar rupiah dan harga saham) terhadap permintaan saham disektor pertanian? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : Menganalisa TUJUAN DAN bagaimana pengaruh ekonomi makro di Indonesia (tingkat suku bunga, inflasi, MANFAAT pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan nilai tukar rupiah) terhadap PENELITIAN permintaan saham yang bergerak di sektor pertanian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak terkait seperti : pelaku Pasar Modal, Investor, pemerintah dan pengusaha di sektor agribisnis di dalam melakukan keputusan menjual, membeli atau menahan saham sektor pertanian dengan mengamati perubahan kondisi makro ekonomi Indonesia.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
95
KERANGKA PEMIKIRAN
Inflasi (X1)
Suku Bunga (X2)
Nilai Transaksi (X3)
Permintaan Saham Pertanian (Y)
Harga Saham (X4)
Indeks Perdagangan Saham (X5)
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
METODOLOGI PENELITIAN
Teknik Pengambilan Sampel (Sampling) Dari sebanyak 399 perusahaan yang telah mencatat sahamnya di Bursa Efek Jakarta terdapat 9 perusahaan yang bergerak dibidang pertanian diantaranya adalah : PT BAKRIE PLANTON Tbk, PT ASTRA AGRO LESTARI Tbk, PT CIPENDEWA FARMENTERPRISES, PP, LONDON SUMATERA Tbk, MULTIBREEDER ADIRAMA INDONESIA, ANUGERAH TAMBAK PERKASINDO Tbk, BAHTERA ADIMINA SAMUDRA Tbk,DHARMA SAMUDERA FISHING Int’ Tbk dan ADINDO FORESTA INDONESIA Tbk. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua anggota populasi dipilih sebagai sampel (N = n = 4). Penarikan sampel berkelompok mempunyai 4 karakteristik, yaitu : (1) populasi dibagi atas kelompok berdasarkan area atau cluster (populasi mini), (2) anggota tiap cluster tidak harus homogen, (3) sampel dipilih secara acak / proposional dari cluster, (4) seluruh anggota cluster terpilih menjadi anggota sampel. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan data sekunder yaitu teknik dokumentasi dari kinerja empat perusahaan yang diteliti yang tertuang dalam laporan triwulanan dan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik yang telah mendapat ijin dari Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM). Selain data laporan keuangan perusahaan, juga digunakan data JSX Monthly Statistics dan JSX Statistics (tahunan) yang diperoleh dari Bursa Efek Jakarta Indikator Ekonomi Indonesia dilihat dari Buletin Biro Pusat Statistik, sedangkan data untuk analisis teknis, yaitu berupa perubahan harga pasar saham harian diperoleh dengan cara
96
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116
down loading dari sistem komputer salah satu perusahaan efek anggota Bursa Efek Jakarta Indikator. Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati hubungan antara perubahan variabel bebas dengan perubahan variabel tidak bebas, sehingga dapat dilihat pola kecenderungan (trend) dari kedua variabel tersebut. Misalnya apabila terdapat peningkatan terhadap laba per lembar saham atau earning per share (EFS). Dalam periode yang lalu mengalami peningkatan dengan pola tertentu akan diikuti dengan peningkatan harga pasar saham tersebut dengan pola yang sama pada periode mendatang Serangkaian prosedur pengujian dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik, yaitu SPSS. Prosedur pengujian tersebut sedikitnya mencakup pengujian hipotesis, analysis of variance (ANOVA), analisis regresi dan korelasi, serta pengujian terhadap multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi yang merupakan penyimpangan terhadap asumsi model statistik klasik. Analisa Regresi Linier sederhana Model regresi berganda digunakan untuk menyusun pola hubungan antara satu peubah respon dengan beberapa peubah prediktor secara serempak. Secara matematis bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut : Y = β 0 + β 1X1 + β 2X2 + .... + β kXk + Εi Dimana : β0 = intercept β1 = parameter koefisien regresi Εi = residual (error) Menaksir Parameter βj Apabila terdapat n buah pengamatan dari peubah respon Y dan peubah prediktor X1 maka susunan datanya adalah sebagai berikut : X1 X11 X12 X13 ... X1i ... X1n
X2 X21 X22 X23 ... X2i ... X2n
X3 X31 X32 X33 ... X3i ... X3n
.... .... .... .... .... .... .... ....
Xj Xj1 Xj2 Xj3 .... Xji .... jn
.... .... .... .... .... .... ... ....
Xk Xk1 Xk2 Xk3 .... Xki .... Xkn
Yi Y1 Y2 Y3 ...
Y1 ...
Yn
Setiap pengamatan dapat dibentuk persamaan sebagai berikut : Yi = β 0 + β 1X1i + β 2X2i + ..... + βkXki + Εi Dalam bentuk matrik dapat dituliskan : Y = Xβ β+Ε Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
97
Dimana :
⎡ E1⎤ ⎡1 X11 X21 ... Xk1 ⎤ β0 ⎡Y1 ⎤ β1 1 X12 X22 ... Xk2 ⎢ E2 ⎥ ⎥ ⎢ ⎢Y2 ⎥ ... .... ..... .... .... .... ⎥ Y = ⎢.... ⎥ Xβ = ⎢... .... ..... .... .... ⎥ E = ⎢ ... ... .... ⎥ ⎢ ⎢... .... ..... .... .... ⎥ ⎥ ⎢.... ... ⎥ .... ⎢ Yn ⎥ ⎢ ⎣ ⎦ ⎣1 X1n X2n .... Xkn ⎦ βk ⎣Ek ⎦ Berdasarkan data empiris dalam sampel, maka model menjadi : Yi = b0 + b1X1i + b2X2i + ... + bk + ei Dimana : yi sebagai penduga dari Yi b0 sebagai penduga dari β0 bj sebagai penduga dari βj ei sebagai penduga dari Ei Untuk mendapatkan parameter B j, dapat diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square), dengan jalan meminimumkan jumlah kuadrat residual (error). n
k
E = ∑ ei = ∑ ( y − β − β 2
i =1
1
o
1
X
1i
+ ... + β
k
X )
2
1i
Untuk meminimumkan residual maka harus diturunkan terhadap β0 dan βj serta menyamakan dengan nol (0), sehingga akan diperoleh persamaan normalnya dalam bentuk matrik sebagai berikut :
Σ X1i Σ X2i ⎡ n 2 ⎢Σ ⎢ X1i ΣX1i Σ X1i X 2i .... .... ⎢ .... .... .... ⎢ .... ⎢⎣Σ X ki Σ X1i X2i Σ X 2i X ki
.... .... .... .... ....
Σ X ki ⎤ ⎡b ⎤ ⎡ Σ Y ⎤ 0 i Σ X1i Xki ⎥⎥ ⎢ b1 ⎥ ⎢ Σ Y1 X1i ⎥ ⎢ ⎥ .... ⎥ ⎢ .... ⎥ = ⎢⎢ ... ⎥⎥ ... .... ⎥ .... ⎢ ⎥ ⎢Σ ⎥ 2 b Y k ⎣ ⎥ 1 X ki ⎦ ⎦ ⎣ ΣXki ⎦
Dalam bentuk matrik : XTX.b = XTY Bila XT X adalah matrik non singuler, dimana determinan XTX tidak sama dengan nol (0), maka : XTX.b = XTY (XTX) –1 (XTX). b = (XTX) –1 XTY Sehingga : b = (XTX) –1 XTY merupakan nilai pendugaan dari βj.
98
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116
Uji Keberartian Parameter βj Untuk menguji signifikan tidaknya parameter βj secara serempak digunakan uji analisis varian (ANOVA). Pengujian ini didasarkan karena adanya keragaman (varian) total dari Y yang disebabkan oleh keragaman dari regresi dan keragaman yang tidak diketahui yaitu residual. Tabel 1 Analisis Varian (ANOVA) Sumber Keragaman
DF
Jumlah Kuadrat T
T
1. Regresi 2. Residual (Error)
K n-k-1
B X Y-n Y
3.
n-1
XTY – n Y2
Total terkoreksi
2
YTY - bTXTY
Rata-rata Jumlah Kuadrat (SSReg)/k (SSRes)/n-k-1
Frasio (MSReg)/ (MSRes)
Hipotesis yang digunakan untuk menguji βj secara serentak adalah sebagai berikut : Ho : β 1 = β2 = β3= ... βk H1 : paling sedikit ada βk tidak sama dengan nol (0). Apabila hipotesis nol (Ho) benar, maka Frasio akan mengikuti sebaran F dengan derajat bebas k dan (n-k-1) dengan probabilita menerima Ho sebesar α. Sehingga apabila Frasio > Fk1 (n-k-1) α maka keputusan akan menolak hipotesis nol (Ho) yang berarti paling sedikitnya ada satu βj tidak sama dengan nol (0). Untuk menguji parameter βj secara individu digunakan statistik uji t student dengan hipotesis sebagai berikut : H o : βj = 0 H i : βj ≠ 0 Statistik uji yang digunakan adalah t = bj (Sbj) atau dapat didekati dengan Fhit = [bj/(Sbj)]2. Apabila hipoetsis nonl (Ho) benar, maka Fhit akan mengikuti sebaran F dengan derajat bebas 1 dan (n –k-1) pada taraf nyata α. Sehingga apabila Fhit > F1, (n-k-1) α, maka dapat disimpulkan bahwa parameter βj cukup berarti, demikian sebaliknya. Prosedur Eliminasi Langkah Mundur (the Backward Elimination procedure) Langkah-langkah pokok dalam prosedur eliminasi langkah mundur adalah sebagai berikut : 1. Menghitung persamaan regresi yang mengandung semua peubah prediktor 2. Menghitung nilai F parsial terendah (FL) dengan nilai F bertaraf nyata tertentu dari tabel misalnya Fo. - Jika FL < FO buang peubah XL yang menghasilkan FL dari persamaan regresi dan kemudian hitung kembali persamaan regresi tanpa menyertakan peubah tersebut kembali ke langkah b) - Jika FL > FO ambil persamaan regresi tersebut. Prosedur eliminasi langkah mundur pada hakekatnya mencoba membuang semua peubah prediktor yang tidak dibutuhkan tanpa meningkatkan secara Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
99
3.
4.
Kesimpulan N =banyaknya observasi, k = peubah prediktor yang masuk dalam model Pemeriksaan Normalitas Residual Secara eksporasi uji normalitas residual dapat dilakukan menggunakan tes normal dengan membuat normal probability Plot (NPP Plot). Jika titik-titik berada disekitar diagonal berarti residual mengikuti distribusi normal. Pemeriksaan Multikolinier Kolinier berganda adalah hubungan antar peubah prediktor yang signifikan dalam model regresi. Penyebabnya adalah penentuan peubah prediktor yang kurang teliti atau mungkin telah diketahui hubungan tersebut tetapi peneliti mencoba memaksakan peubah tersebut tetap digunakan dalam model. Konsekuensinya sering jika dilakukan uji ANOVA menyatakan seluruh peubah prediktor signifikan tetapi setelah dilakukan uji t – tes terhadap peubah prediktor yang mempunyai kolinier tidak signifikan. Sehingga model tidak layak untuk digunakan meramal peubah respon Y, karena tingkat ketelitiannya rendah (varian besar). Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan kolinier dalam model dapat dilihat dari nilai variance inflated factor (VIF) yang cukup besar. Variance inflated factor adalah elemen diagonal matriks utama (XTX)-1. Secara statistik jika VIF > 10 (jika α = 5%) maka dapat disimpulkan dalam model yang terbentuk terjadi multikolinieritas yang serius.
Pengujian Multikoliniearitas, Heteroskedastisitas, dan Autokorelasi Model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasanya Ordinary Least Sqaures / OLS) merupakan model regresi yang menghasilkan estimator liniear tidak bias yang terbaik (Best Linear Unbias Estimator / BLUE). Kondisi ini akan terjadi apabila dipenuhi beberapa asumsi (disebut sebagai asumsi klasik), yaitu : “(1) Non Multikoliniearitas. Artinya antara variabel independen yang satu dengan yang lain dalam model regresi tidak saling berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna. (2) Homoskedastisitas. Artinya, varians varibel independen adalah konstan (sama) untuk setiap nilai tertentu variabel independen. (3) Non Autokorelasi. Artinya tidak terdapat pengaruh dari variabel dalam model melalui tenggang waktu (time lag). Misalnya, nilai suatu variabel saat ini akan berpengaruh terhadap variabel lain pada masa yang akan datang. Menurut model klasik ini tidak mungkin terjadi (4) Nilai rata-rata kesalahan (error) populasi pada model stokastiknya sama dengan nol. (5) Variabel independen adalah non stokastik yaitu nilainya konstan pada setiap kali percobaan yang dilakukan secara berulang. (6) Distribusi kesalahn (error) adalah normal” Multikoliniearitas. Penyimpangan asumsi modal klasik yang pertama adalah terdapatnya multikoliniearitas dalam model regresi yang dihasilkan. Hal ini berarti diantara variabel independen yang terdapat dalam model memilki hubungan yang sempurna (koefisien korelasinya tinggi atau mendekati satu). Konsekuensi yang sangat penting bagi model regresi yang mengandung multikoliniearitas adalah bahwa kesalahan standar estimasi akan cenderung meningkat dengan bertambahnya variabel independen, tingkat signifikansi Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
101
yang digunakan untuk menolak hiipotesis nol akan semakin besar. Akibatnya, model regresi yang diperoleh invalid untuk menaksir nilai variabel independen. Heteroskedastisitas. Artinya penyimpangan asumsi model klasik yang kedua yaitu adanya heteroskedastisitas. Artinya varians variabel dalam model tidak sama (konstan). Konsekuensi dalam model regresi adalah penaksiran (estimator) yang diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun sampel besar. Hal ini terjadi karena adanya varians yang tidak minimum (tidak efisien). Keberadaan heteroskedastisitas dalam garis regresi dapat dideteksi dengan cara melakukan pengujian korelasi ranking spearman, uji Glesjer (Glejer Test), atau uji park (Park Test). Autokorelasi. Penyimpangan model regresi klasik yang ketiga adalah menyangkut autokorelasi dalam model regresi. Artinya adanya korelasi antar anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu (time series). Konsekuensi dari adanya autokorelasi dalam suatu model regresi adalah varians sampel tidak dapat mengambarkan varians populasinya. Alasan memilih model ini adalah karena Model ini ingin menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan saham pertanian. Oleh karena model ini adalah model analisis satu arah yaitu adanya variabel bebas yang akan menjelaskan variabel terikat maka sangat cocok dengan model regresi selain itu model ini ingin melihat dampak dari fakto-faktor yang mempengaruhi permintaan saham pertanian seperti : kurs (K), tingkat suku bunga riil (R), inflasi (Inf), pendapatan, indeks saham gabungan, suku bunga dollar.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
102
Indikator Kinerja Saham Pertanian Indikator saham sektoral di BEJ menggambarkan salah satu indikator perkembangan kinerja sektoral. Beberapa indikator penting yang biasa yang digunakan adalah transaksi perdagangan (volume maupun nilai), harga saham dan Indeks perdagangan saham. Transaksi perdagangan menggambarkan seberapa besar dan seberapa sering suatu saham di BEJ diperdagangkan. Apabila indikator trend meningkat maka dapat disimpulkan bahwa permintaan investor akan saham yang bersangkutan meningkat. Peningkatan ini biasanya berhubungan dengan kinerja fundamental sector yang bersangkutan. peningkatan permintaan atas saham sektoral biasanya berbanding lurus dengan peningkatan harga saing bersangkutan. Harga Saham, menggambarkan prospek saham tersebut dalam menciptakan capital gain maupun dividen kepada pemegang saham. Apabila harga suatu saham memiliki trend meningkat dalam jangka panjang maka dapat disimpulkan bahwa prospek saham tersebut sangat baik dalam memberikan kontribusi pendapatan kepada pemegang saham.Akan tetapi dalam perdagangan jangka pendek, perkembangan harga saham sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor situsional yang berkaitan dengan issue-issue tertentu yang berkembang di pasar sehingga belum bisa dipakai untuk memberikan kesimpulan terhadap prospek saham tersebut dan atau prospek fundamental usaha sektoral. Indeks Perdagangan saham, menggambarkan perkembangan permintaan terhadap saham. Bila permintaan akan saham oleh para investor Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116
naik dan diikuti oleh kenaikan harga saham tersebut maka indeks harga saham mengalami peningkatan, begitu pula sebaliknya. Permintaan terhadap suatu saham bisa disebabkan oleh sejumlah faktor penentu seperti factor fundamental ekonomi makro (macro economic performance), fundamental perusahaan (company performance) dan factor teknis/pasar (technical factors). Tabel 2 Indikator Kinerja Saham Sektor Pertanian Indeks Perdagangan Saham
Volume Transaksi
Nilai Transaksi
Harga Saham
(000)
(Rp Juta)
(Rp )
DSP
NDSP
HRGS
IPP
1997
31146
99231
3186
355
1998
255150
650880
2551
399
1999
162258
657117
4050
170
2000
428196
811240
1895
298
2001
1227595
2023348
1648
410
2002
231861
248344
1071
459
Tahun
Sumber : Laporan bulanan dan tahunan BEJ tahun 1997 - 2002 Dari data tabel 2 dapat diketahui perkembangan kinerja saham sektor pertanian sebagai berikut : a
b
Volume transaksi saham sector pertanian di BEJ sejak Tahun 1997 mengalami kenaikan hingga tahun 1998. Pada periode tersebut perekonomian dalam keadaan normal. Hal yang sama diikuti oleh nilai transaksi. Pada Tahun 1999 volume perdagangan saham sektor pertanian mengalami penurunan drastis dari 399 juta lembar saham menjadi hanya 170 juta lembar saham, dari nilai transaksi belum terlihat penurunan. penurunan volume transaksi ini menggambarkan bahwa terjadi penurunan daya beli. Bagi saham-saham perusahanan yang berkapitalisasi pasar besar tidak berdampak. Dengan demikian, pengaruh penurunan volume transaksi saham sektor pertanian tidak berdampak pada penurunan nilai kapitalisasi pasar saham sektor pertanian. Pada tahun 2000-2001, volume saham sektor pertanian naik dari 162 juta lembar menjadi 428 juta lembar saham dan diikuti nilai transaksi. Dengan kata lain pada saat krisis ekonomi permintaan saham pertanian cukup besar. Harga saham sektor pertanian, dari tahun 1997 s/d 1999 mengalami peningkatan, Tahun 1999 harga sempat mencapai Rp 4.050 per lembar saham.Sedang dari tahun 2000 s/d 2002 mengalami penurunan (dibawah Rp.2000 perlembarnya). Dengan demikian terlihat bahwa antara harga saham dan volume maupun nilai transaksi tidak memiliki hubungan searah dalam periode 5 tahun terakhir, baik dalam kondisi resesi ekonomi maupun tanpa memperhatikan resesi ekonomi. Ini berarti faktor-faktor
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
103
c
technical (issue pasar) lebih menentukan pergerakan harga dibandingkan faktor lainnya. Indeks perdagangan saham sektor pertanian di BEJ, menunjukkan perkembangan yang cukup baik terjadi trend meningkat dari 355 pada Tahun 1997 menjadi 399 pada tahun 1998. Setelah periode tersebut, tahun 1999-2000, indeks perdagangan saham sektor pertanian mengalami penurunan dari 399 menjadi 170 di Tahun 1999 dan akhir 2000/2001 indeks perdagangan saham pertanian merangkak naik. Gambaran ini nampak sejalan dengan perkembangan ekonomi makro Indonesia. Bila kondisi resesi ekonomi menimpa suatu negara yang berbasis pertanian maka indeks perdagangan saham pertanian akan seirama dengan irama resesi ekonomi tersebut. Khusus dua tahun terakhir (2001 dan 2002) dengan adanya pergantian pimpinan nasional, ada kebijakan baru dari pimpinan baru yang merubah persepsi investor sehingga ada kepercayaan pasar walaupun tidak terlalu besar akan tetapi mempengaruhi investor untuk membeli saham-saham tertentu yang berfundamental baik, termasuk saham pertanian sehingga indeks akan naik. Tabel 3 Perubahan Inflasi, Suku Bunga, dan kurs TAHUN 1997 1998 1999 2000 2001 2002
INFLASI 16.56 9.08 2.33 3.82 11.47 11.94
SUKU BUNGA 30.50 17.15 16.52 17.23 16.43 15.17
KURS 2.94 9.88 7.81 8.53 10.28 9.25
Sumber:Laporan bulanan dan tahunanBank Indonesia tahun1997 - 2002
Analisis Model Penelitian Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan model ekonometrika pada bagaimana pengaruh inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah, harga saham, nilai transaksi, dan indeks perdagangan saham pertanian terhadap permintaan saham di sektor pertanian baik secara parsial maupun simultan. Permasalahan yang cukup serius terhadap pembentukan model ekonometrika dengan menggunakan analisis regresi berganda biasanya adalah adanya efek multikolinier antar satu atau lebih peubah prediktor yang ditetapkan dalam model. Tingkat keseriusan pengaruh adanya multikolinier tergantung pada besarnya korelasi antar peubah prediktor yang ditetapkan. Semakin tinggi tingkat korelasi akan semakin tinggi pula pengaruh kolinier. Pada tingkat kolinier yang serius akan mempengaruhi terhadap hasil pendugaan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square), sehingga model yang terbentuk mempunyai vaian yang sangat besar dan akan berpengaruh pula pada valid tidaknya model yang diperoleh. Sifat nilai-nilai parameter yang dihasilkan tidak konsisten, artinya jika ada perubahan sedikit data pengamatan akan mengakibatkan perubahan yang
104
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116
drastis terhadap keputusan uji statistik karena matrik invers penduga dalam keadaan sakit (ill condition). Disamping masalah multikolinier, ada beberapa syarat agar metode kuadrat terkecil menghasilkan satu-satunya penduga yang bersifat tidak bias dan konsisten. Persyaratan tersebut adalah didalam model yang dibentuk tidak terjadi autokorelasi, dan heterosedastisitas. Untuk mensiasati masalah tersebut diatas dapat ditempuh berbagai cara misalnya menggunakan Regresi Gulud (Ridge Regression), Regresi Komponen Utama (Principal Componen Regression), serta pemilihan regresi terbaik (Best Regression). Pada penelitian ini akan dicoba menggunakan Regresi Langkah Mundur (Backward Elimination Regression). Hasil pengujian dengan menggunakan program SPSS disajikan dalam tabel-tabel berikut ini. Tabel 4 Model Summarye Model 1 2 3 4
R R Square 1.000a 1.000 1.000b 1.000 .997c .995 d .992 .983
Adjusted R Square 1.000 .998 .987 .972
Std. Error of the Estimate . 20169.23 49899.34 71855.35
Durbin-W atson
2.106
Tabel 5 ANOVAe Model 1
2
3
4
Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 926,856,997,069.333 .000 926,856,997,069.333 926,450,199,233.423 406,797,835.911 926,856,997,069.333 921,877,108,835.891 4,979,888,233.442 926,856,997,069.333 911,367,423,581.110 15,489,573,488.223 926,856,997,069.333
df 5 0 5 4 1 5 3 2 5 2 3 5
Mean Square 185,371,399,413.867 .
F
Sig. .
.a
231,612,549,808.356 406,797,835.911
569.355
.031b
307,292,369,611.964 2,489,944,116.721
123.413
.008c
455,683,711,790.555 5163191162.741
88.256
.002d
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
105
Tabel 6 Coefficientsa
Model 1
2
3
4
(Constant) Inflasi Suku Bunga Nilai Transaksi Harga Saham Indeks Perdagangan Saham (Constant) Inflasi Nilai Transaksi Harga Saham Indeks Perdagangan Saham (Constant) Inflasi Nilai Transaksi Harga Saham (Constant) Nilai Transaksi Harga Saham
Unstandardized Coefficients B Std. Error 551692.1 .000 25009.450 .000 -4184.980 .000 .582 .000 -137.357 .000
Standardi zed Coefficien ts Beta
t
Collinearity Statistics Tolerance VIF
Sig.
.311 -.056 .920 -.348
. . . . .
. . . . .
.061 .140 .730 .170
16.355 7.149 1.370 5.878
-1203.296
.000
-.288
.
.
.055
18.334
432430.3 19133.696 .588 -135.009
121714.9 3464.807 .014 19.901
.238 .930 -.342
3.553 5.522 41.251 -6.784
.175 .114 .015 .093
.237 .864 .172
4.220 1.158 5.797
-961.413
286.744
-.230
-3.353
.185
.093
10.712
.476 2.054 16.739 -3.350 1.912 11.650 -2.996
.681 .176 .004 .079 .152 .001 .058
.860 .865 .818
1.163 1.156 1.222
.927 .927
1.079 1.079
44701.027 93935.057 9246.868 4500.851 .590 .035 -75.733 22.607 181891.8 95134.954 .571 .049 -91.630 30.588
.115 .933 -.192 .903 -.232
a. Dependent Variable: Volume Transaksi
Metode ini diharapkan dapat menyeleksi peubah prediktor dari pengaruh multikolinier, autokorelasi, dan heterosedastisitas sehingga model yang terbentuk layak untuk digunakan. Dari hasil perhitungan terhadap data yang dikumpulkan diperoleh 3 (tiga) persamaan atau model ekonometrik yang ditetapkan sebagai berikut : 1.
Model Pengaruh Inflasi, Nilai Transaksi, Harga Saham, dan Indeks Perdagangan Saham Terhadap Permintaan Saham Pertanian (DSP). Dari ke 6 (enam) peubah predictor yang diperkirakan berpengaruh terhadap permintaan saham pertanian (DSP) ternyata hanya 4 (empat) peubah yang signifikan berpengaruh secara simultan terhadap permintaan saham pertanian. Keempat peubah tersebut adalah Inflasi, Nilai Transaksi, Harga Saham, dan Indeks Perdagangan Saham. Besarnya kontribusi/sumbangan keempat peubah yang berpengaruh tersebut sebesar 99,80% sedangkan sekitar 0,20% ditentukan oleh peubah diluar model. Langkah-langkah untuk mendapatkan model terbaik menggunakan regresi langkah mundur dalam menyeleksi peubah yang berpengaruh terhadap model permintaan harga saham adalah sebagai berikut : Langkah 1 Memasukkan seluruh peubah predictor dalam model kemudian melakukan uji keberartian secara bersama maupun individu sehingga diperoleh model sebagai berikut : VT =
106
432430.3 +0.238 I + 0.930 NT – 0.342 HS – 0.230 IPS
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116
Model ini menunjukkan bahwa model tidak valid karena masih mengandung multikolinieritas (ada beberapa peubah dengan nilai VIF > 10), sehingga akan dilanjutkan pada langkah ke 2. Langkah 2 Menyeleksi satu peubah yang tidak signifikan dari model (1A) dengan menggunakan statistik ujt tstudent, dalam hal ini akan dikeluarkan peubah Indes Perdagangan Saham (IPS) karena tidak signifikan serta ada pengaruh multikolinieritas (VIF > 10). Langkah 3 Menghitung kembali persamaan regresi dengan membuang peubah SBUS sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : VT = 44701.027 + 0.115 I + 0.933 NT – 0.192 HS Model ini menunjukkan bahwa secara simultan pengaruh ketiga peubah tersebut signifikanm, tetapi karena secara parsial masih terdapat peubah yang tidak signifikan yaitu inflasi, sehingga akan dilanjutkan pada langkah berikutnya. Langkah 4 Menyeleksi satu lagi peubah yang tidak signifikan dari model (1B) dengan menggunakan statistik uju tstudent, dalam hal ini akan dikeluarkan peubah inflasi. Langkah 5 Menghitung kembali persamaan regresi dengan membuang peubah SBUS dan R sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : VT = 181891.8 + 0.903 NT – 0.232 HS Model ini menunjukkan bahwa model valid karena secara simultan maupun parsial menunjukkan pengaruh yang signifikan. Pengujian Hipotesis Statistik 1. Analisis of Variance Analisis of Variance digunakan untuk mengetahui secara bersama peubah prediktor yang ditetapkan mempunyai pengaruh atau tidak terhadap peubah respon volume transaksi dengan hipotesis sebagai berikut : Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 Ha : minimal ada satu pasang βj ≠ 0 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
107
2.
Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 88.256 yang signifikan pada nilai probabilita (p value) = 0.002 yang berarti ada cukup fakta untuk menolak hipotesis nol sehingga dapat disimpulkan minimal ada satu pasang peubah predictor berpengaruh terhadap peubah respon volume transaksi. Disamping itu, dilihat dari probabilitas daerah kritis penolakan hipotesis nol sebesar 0,0000 yang berarti < 0,05 sehingga keputusan untuk tingkat kepercayaan 95% akan menolak hipotesis nol. Uji Individu Setelah uji ANOVA dinyatakan siginifikan, maka dilanjutkan pada uji individu menggunakan statistik t-student. Uji statistik ini digunakan untuk mengetahui peubah predictor yang mempengaruhi secara individu terhadap peubah respon permintaan saham pertanian (DSP). Hipotesis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut : Ho : β1 = 0 (peubah nilai kurs tidak berpengaruh) Ha : β1 ≠ 0 (peubah nilai kurs berpengaruh) Hasil perhitungan diperoleh thitung = 11.650 dengan nilai probabilita = 0.001 yang berarti cukup fakta untuk menolak hipotesis nol sehingga dapat disimpulkan peubah Nilai Transaksi mempengaruhi peubah respon volume transaksi pada tingkat kepercayaan 95%. Disamping itu juga bisa dilhat dari probabilitas luas daerah penolakan hopotesis nol sebesar 0,000 < 0,05 sehingga akan mendukung keputusan di atas. Ho : β2 = 0 (peubah inflasi tidak berpengaruh) Ha : β2 ≠ 0 (peubah inflasi berpengaruh) Hasil perhitungan diperoleh t hitung = -2.996 dengan nilai probabilita = 0.058 yang berarti cukup fakta untuk menolak hipotesis nol sehingga dapat disimpulkan peubah inflasi mempengaruhi peubah respon volume transaksi pada tingkat kepercayaan 90%. Disamping itu juga bisa dilhat dari probabilitas luas daerah penolakan hipotesis nol sebesar 0,000 < 0,10 sehingga akan mendukung keputusan penolakan hipotesis nol.
Pengujian Multikolinieritas, Heterosedastisitas, dan Autokorelasi 1. Multikolinieritas Multikolinier adalah adanya hubungan (korelasi) yang signifikan antar peubah prediktor. Hubungan tersebut bisa saling mempengaruhi satu atau lebih peubah prediktor yang lain. Apabila dalam model terjadi multikolinier maka akan berpengaruh terhadap validitas pengujian statistik. Pengujian signifikan tidaknya model yang terbentuk terdapat multikolinieritas menggunakan ukuran statistik VIF (Variance Inflated Factor). Semakin besar nilai VIF semakin besar pula kolinieritasnya. Nilai VIF merupakan diagonal matrik invers X-TX. Ukuran yang digunakan untuk standar dengan α = 0,05 besarnya VIF < 10. Hal ini dapat disimpulkan meskipun terdapat multikolinier tetapi pengaruhnya tidak nyata. Dari hasil perhitungan diperoleh besarnya VIF untuk kurs, inflasi, indeks perdagangan pertanian, dan lag permintaan saham kesemuanya
108
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116
dibawah 10 sehingga dapat disimpulkan pengaruh multikolinier tidak nyata. 2. Heterosedastisitas Heterosedastisitas adalah peristiwa dimana diagonal utama matriks varian-covarian dari error yang terbentuk ≠ 1 (bervariasi). Sehingga asumsi error yang terbentuk tidak merupakan peubah bebas dan varian yang berbeda. Salah satu syarat agar model yang terbentuk layak untuk digunakan adalah error yang terbentuk mempunyai varian yang sama (tidak berbeda). Pengujian heterosedastistitas menggunakan eksplorasi data dengan membuat plot antara Standar residual dengan prediksi. Hasil pengamatan pada lampiran titik titik menyebar tidak beraturan (tidak membuat pola tertentu) sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heterosedastisitas dalam model. 3. Autokorelasi Autokorelasi adalah proses dimana error yang terbentuk bukan merupakan peubah yang diperoleh secara bebas. Dengan perkataan lain kesalahan observasi yang berikutnya diperoleh secara bebas terhadap kesalahan sebelumnya. Pengujian autokorelasi digunakan statistik Durbin-Watson Statistic (d). dengan hipotesis sebagai berikut : Ho : tidak ada korelasi serial Ha : ada korelasi serial Hasil perhitungan diperoleh statistik DW = 2,106. Dari table Durbin Watson Statistik untuk n=11, k=4 diperoleh dl = 0,56 dan du = 1,97. Jika dibandingkan antara DW=2,137 > du = 1,97, maka tidak ada alasan untuk menolak hipotesis nol sehingga hipotesis nol diterima. Hal ini dapat disimpulkan tidak ada korelasi serial yang signifikan. 5. Normalitas Pengujian terhadap error yang terbentuk mengikuti distribusi normal digunakan ekplorasi dengan jalam membuat Normal Probability Plot (NPP). Hasil ekspolari ternyata titik-titik berada sekitar diagonal NPP sehingga dapat disimpulkan error yang terbentuk mengikuti distribusi normal (lampiran) 6. Interpretasi Model Hasil perhitungan dari keempat peubah prediktor yang berpengaruh terhadap peubah respon volume transaksi terdapat dua peubah mempunyai pengaruh yaitu nilai transaksi dan harga saham.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
109
PEMBAHASAN
a.
b.
c.
110
Inflasi Inflasi atau kenaikan harga-harga pada level agregad akan menggerogoti income individu sehingga individu lemah dalam daya beli dengan kata lain sektor rumah tangga tidak akan membeli saham pertanian karena daya beli atau monical balance yang rendah dan berdampak pada volume transaksi dari saham pertanian akan menurun. Dengan menurunnya transaksi saham pertanian di pasar uang akan meningkat suku bunga (interst rate), dan individu atau perusahaan dan organisasi akan tertarik pada deposito dari pada membeli saham. Selain itu inflasi yang tinggi akan berpengaruh besar kepada orang atau individu yang memiliki pendapatan yang rendah atau sedang karena inflasi yang tinggi akan memperkecil daya beli dan meningkatkan penggunaan di pasar tenaga kerja. Untuk mengatasi inflasi yang tinggi, biasanya dengan kebijakan mengurangi jumlah uang yang beredar. Indeks Perdagangan Pertanian (IPP) Indeks perdagangan pertanian juga mencerminkan volume transaksi komoditi atau barang-barang pertanian dalam rangka usaha tertentu, dengan meningkatkan perdagangan atau volume transaksi dari setiap komoditi yang berada dalam industri pertanian maka akan mendongkrak indeks perdagangan pertanian. Dengan meningkatnya indeks perdagangan pertanian maka akan mencerminkan semakin banyak komoditi pertanian ditransaksikan apabila harga-harga komoditi tetap, demikain sebaliknya jika volume transaksi tetap dan harga-harga komoditi meningkat maka indeks perdagangan pertanian juga akan meningkat. Harga komoditi pertanian meningkat dapat disebabkan karena: 1. Stok dipasaran kurang sehingga terjadi kelangkaan karena kerusakan alam 2. Permintaan meningkat misalnya hari-hari raya 3. Peningkatan mutu dari komoditi atau harga-harga di pasar internasional meningkat dibanding dengan harga di pasar domestik. Kurs Kurs adalah jumlah rupiah yang dipergunakan untuk memperoleh 1 dollar US$. Naik turunnya kurs juga akan berdampak pada permintaan atau perdagangan saham-saham pertanian. Nilai rupiah dapat mengalami depresiasi atau mengalami apresiasi apabila nilai rupiah mengalami apresiasi atau penguatan terhadap nilai tukar dollar maka dapat dikatakan bahwa permintaan akan saham pertanian meningkat, atau sebaliknya apabila rupiah mengalami depresiasi atau melemah terhadap dollar maka transaksi akan saham pertanian akan menurun namun yang terjadi di Indonesia adalah walaupun terjadi depresiasi atau melemahnya rupiah terhadap dollar transaksi saham pertanian selalu meningkat yang juga diperlihatkan oleh meningkatnya terus indeks harga saham gabungan, hal ini menggambarkan bahwa Bursa Efek Jakarta belum merupakan bursa yang efisien karena yang terjadi di Bursa Efek Jakarta adalah sedikitnya Capital Inflow yang ada adalah pemain-pemain domestik, juga ekspor kita masih sangat sedikit dibandingkan dengan impor, selain itu hutang luar negeri pemerintah dan swasta yang sangat besar. Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116
d.
Permintaan Saham Pertanian Tahun Sebelumnya Permintaan saham pertanian tahun sebelumnya juga berpengaruh terhadap demand saham pertanian dimana pengaruhnya tidak terlalu significant oleh karena pada umumnya industri pertanian di Indonesia belum diperhatikan seperti industri yang lain oleh pemerintah. Pada umumnya permintaan akan komoditi pertanian tumbuh karena merupakan bahan baku dalam satu industri seperti karet dan lain-lain atau merupakan kebutuhan pokok manusia seperti daging ayam dan lain-lain. Jadi strukturnya tumbuh bukan karena dibantu pemerintah tapi karena dikonsumsi oleh orang banyak sehingga industri pertanian tumbuh walaupun kebijakan pemerintah untuk memacunya belum sebanding di negara-negara maju.
Faktor-Faktor yang tidak langsung mempengaruhi permintaan saham pertanian a. Import Import adalah konsumsi barang dan jasa buatan asing oleh orangorang Indonesia dan sangat ditentukan oleh harga-harga dalam negeri dan dan pendapatan perkapita misalnya apabila pendapatan perkapita meningkat maka masyarakat memiliki kekuatan atau daya beli yang besar sehingga mampu membeli produk import di pasar dalam negeri atau pasar luar negeri atau apabila harga dalam negeri meningkat dibanding dengan harga di pasar internasional atau pasar luar negeri maka pengusaha melihat bahwa akan ada keuntungan untuk menjual produk ke negara tersebut sehingga terjadila import, pada umumnya di Indonesia bahan-bahan untuk industri di import sehingga sangat mempengaruhi neraca perdagangan luar negeri Indonesia, dimana import selalu lebih tinggi dibandingkan dengan eksport. b. Eksport Eksport adalah konsumsi barang dan jasa buatan domestik oleh orangorang luar negeri, eksport terjadi oleh karena adanya selisih harga antara negara asal dengan negara tujuan eksport dimana apabila hargaharga di pasar luar negeri lebih tinggi dibandingkan dengan harga di pasar domestik maka para eksportir melihat bahwa akan ada keuntungan sehingga akan mengeksport barang atau jasa ke negara tujuan tersebut c. Capital Inflow Capital inflow adalah aliran dana global yang mengalir dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan untuk mencari keuntungan syarat terjadinya capital inflow adalah resiko dinegara tujuan adalah kecil, pertumbuhan ekonomi negara tujuan adalah tinggi dan keamanan investasi terjamin dari pemerintah serta adanya kepastian hukum pada negara tujuan serta suku bunga yang tinggi oleh karena di Indonesia suku bunga yang tinggi merupakan kompensasi terhadap masuknya investasi asing dimana selama ini Indonesia selalu negatif dalam balance of payment. Salah satu jalan untuk dapat memperbaiki ekonomi Indonesia adalah dengan menarik investasi asing atau capital
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
111
d.
e.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
112
inflow sehingga kapasitas terpasang dari investasi yang telah berjalan dapat berjalan kembali dan pegawai dapat bekerja kembali. Pembayaran Hutang Luar Negeri Hutang luar negeri Indonesia baik pemerintah maupun swasta adalah sangat besar dan berjumlah 160 000.000.00 $ Hutang pemerintah berkisar 75.000.000.00 $ berupa bantuan atau loan dari luar negeri yang berfungsi sebagai dana counter part atau dana pendamping namun dengan krisis yang melanda Indonesia fungsinya bukan lagi sebagai dana counter part atau pendamping tetapi sudah menjadi dana utama dalam APBN, hutang swasta nasional dari luar negeri yang berupa commercial paper juga sangat besar yaitu 85.000.000.00$, hutang ini terutama dipakai investor dalam negeri untuk membangun sektor property. Dalam paris club april 2002 Indonesia berhasil untuk memperoleh dana bantuan yang segar dari negara donor dan menunda waktu pembayaran hutang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo. Suku Bunga Suku bunga sangat berpengaruh terhadap permintaan saham pertanian, apabila suku bunga tinggi maka para investor lebih tertarik dengan menyimpan uangnya dalam bentuk deposito di bank-bank komersial atau bank pemerintah sebaliknya apabila suku bunga turun maka para investor akan membeli saham-saham yang diperjualbelikan di lantai bursa, suku bunga sangat dipengaruhi oleh inflasi, pendapatan perkapita manajemen dan lain-lain. Apabila suku bunga meningkat maka tingkat harga pada level agregad akan meningkat sehingga harga dari barang-barang atau komoditi pertanian yang diperjualbelikan juga akan mengalami kenaikan sehingga para investor melihat bahwa suplai dari barang juga akan bertambah dalam pasar dan investor mengambil langkah untuk memperkecil produksinya sehingga akan terjadi pengangguran di pasar tenaga kerja.
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab terdahulu, maka penulis dapat menarik kesimpulan dan saran yang mungkin berguna bagi perusahaan dan pihak-pihak lain yang memerlukannya. Adapun kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Dari hasil pengamatan dan analisis terhadap perkembangan perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pertanian di Bursa Efek Jakarta selama periode 1997-2002, ternyata perusahaanperusahaan tersebut secara umum mengalami peningkatan keuntungan. Dari 4 (delapan) buah perusahaan yang bergerak di sektor pertanian hanya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang peternakan yang mengalami kerugian selama krisis ekonomi di Indonesia. Keterpurukan tersebut diakibatkan karena biaya impor yang besar terutama untuk membeli pakan dan obat-obatan untuk ternak. Keadaan ini diperparah lagi karena selama masa krisis ekonomi, daya beli masyarakat Indonesia menurun, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk membeli dan mengkonsumsi daging. Hal ini menyebabkan penurunan daya jual perusahaan, sehingga tidak dapat menutupi biaya operasional yang besar (dalam dollar AS). Hal Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116
2. 3.
sebaliknya terjadi bagi perusahaan-perusahaan di bidang perkebunan dan perikanan. Semua perusahaan yang bergerak di kedua bidang tersebut memperoleh keuntungan yang besar selama masa krisis ekonomi di Indonesia. Keadaan ini terjadi karena seluruh perusahaanperusahaan tersebut memiliki orientasi ekspor sementara biaya yang dikeluarkan dalam bentuk dollar AS sedikit. Keuntungan tersebut terutama disebabkan karena penguatan nilai dollar AS terhadap rupiah Indonesia. Ketika hasil penjualan (ekspor) dikonversikan ke dalam rupiah, maka diperolah keuntungan dalam jumlah yang besar dibanding tahun-tahun sebelum krisis. Di lain pihak biaya yang dikeluarkan perusahaan-perusahaan tersebut (dalam dollar AS) relatif sedikit, mengingat sumber daya alam yang dikelola untuk diekspor tersedia banyak di dalam negeri (khususnya di bidang perikanan). Jenis-jenis instrumen pasar modal yang diperdagangan di Bursa Efek Jakarta adalah saham, obligasi waran, obligasi konvertibel, saham deviden, saham bonus, sertifikat HDR/CDR. Perkembangan perusahaan-perusahaan di sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh perkembangan kondisi makro ekonomi Indonesia. Jika kondisi makro ekonomi dapat mendukung prospek perusahaan sektor pertanian, maka akan semakin banyak investor yang akan menanamkan modalnya di perusahaan-perusahaan sektor pertanian, sehingga akan membuat perusahaan-perusahaan tersebut semakin berkembang. Perkembangan kondisi makro ekonomi Indonesia selama krisis ekonomi (1997-2000) sangat berfluktuatif. Pengamatan dilakukan terhadap Nilai Kurs, Produk Domestik Bruto (PDB), Inflasi, Suku Bunga Riil, uang beredar, suku bunga Amerika Serikat, ekspor, impor, modal masuk, pinjaman luar negeri dan pembayaran utang menunjukkan suatu keadaan dimana perekonomian Indonesia sangat cepat berubah dengan kisaran nilai yang bergerak secara dinamis dalam tempo waktu yang cepat. Kondisi makro ekonomi Indonesia juga sensitif terhadap perubahan kondisi bidang bidang lain seperti politik dan sosial. Nilai dari variabel-variabel makro ekonomi Indonesia selama masa krisis ekonomi mengalami peningkatan rata-rata sebesar 100 – 300 persen. Secara umum bagi perusahaan-perusahaan yang tidak mengandalkan biaya operasional perusahaan dari pinjaman luar negeri dan memiliki orientasi ekspor, krisis ekonomi tersebut tidak merupakan suatu masalah, bahkan merupakan hal yang menguntungkan. Begitu juga bagi sektor pertanian di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang hampir seluruhnya memiliki orientasi ekspor, keadaan krisis ekonomi tidak menjadi masalah yang serius namun dapat menguntungkan usaha mereka. Nilai koefisien korelasi untuk model permintaan saham pertanian adalah 0,989-0,995 dan untuk semua variabel artinya hubungannya positip artinya permintaan saham pertanian dipengaruhi oleh inflasi, kurs permintaan akan saham pertanian sebelumnya sangat kuat oleh karena terletak di antara 0,800-1,000 artinya apabila terjadi perubahan pada inflasi, kurs dan harga saham pertanian sebelumnya maka permintaan akan saham pertanian akan segera terpengaruh. Koefisien korelasi untuk kurs berkisar 0,994 memberi nilai positif dan sangat kuat karena terletak diantara 0,800-1,000 artinya apabila terjadi perubahan pada impor, capital inflow, ekspor dan pembayaran hutang
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
113
luar negeri, maka kurs akan segera berubah. Untuk inflasi nilai koefisien korelasinya 0,997 – 0,954 artinya hubungan antara inflasi dengan capital inflow, money demand, kurs dan suku bunga adalah sangat kuat. Pada uji anova (F) pada nilai F hitung diperoleh nilai yang lebih besar dari F tabel, maka dapat dikatakan bahwa permintaaan saham pertanian dipengaruhi oleh kurs, inflasi, dan indeks saham pertanian serta permintaan saham pertanian sebelumnya.
DAFTAR RUJUKAN
Anthony, Robert N. and Vijay Govindarajaan., Management Control System, 8th Edition. Richard D. Irwin. Inc. USA., 1995. Bowlin, Oswald D., Guide to Financial Analysis 2and edition. New York Mc Graw Hill, Publ, Co, 1990. Bodie, Kane, and Marcus, Invesment, 3rd edition, Irwin Boston, 1996. Bodie, Zvi, Essentials of Investments, Illinnois : Irwin, 1992 Damodaran, Aswath, Damodaran on Valuation Security Analysis for Invesment and Corporate Finance, Jhon Wiley dan Sons, Inc New York, 1994. Dielman, Terry E., Applied Regression Analysis for Business and Economics, PWS KENT Publishing Company, Boston, 1991. Dornbusch and Fisher, Makroekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1992. Elton Edwin J. Modern Portfolio, Theory and Invesment Analysis, 4 tahun edition New York : John Wilay dan Son, 1991. Francis, Jack C, Management of Invesment, 3 tahun edition New York Mc Graw Hill, 1993. Fabozzi dan Modigliani, Capital Markets : Intitutions and Instruments, Prentise Hall, Inc : Englewards Cliffs, New Jersey, 1992. Fischer, Market Financial and Invesment, Publishing Company, Boston, 1991. Fuller, Huberts, and Levinson, Fundamentals of Finansial Management, ninth Edition, Prentice-Hall, Inc : Englewoods Cliffs, New Jersey, 1992. Gujarati, Damodar, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1997. Haugen, Robert A., Modern Invesmnet Theory 3 tahun edition. Englewood Cliffs Prentice Hall, 1993. Koetin, E.A., Suatu Pedoman Investasi Dalam Efek Di Indonesia, US Agency for International Development Financial Market Project, 1994.
114
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116
Koutsoyannis, A., Theori of Econometrics, The Macmilland Press Ltd. United Kingdom, 1997. Lofthouse, Stephen, Equity Invesment Management, Chichester : John Wiley dan Sons, 1994. Lewis, Sherman L, Evaluating Corporate Investment and Financing, New York Quorum Books, 1991. Makridakis, S and Steven C. Wheelwrihgt, Metode dan Aplikasi Peramalan Bisnis. Penerbit Erlangga Jakarta, 1993. Reily, Frank F., Invesment Analysis and Portfolio Management, 4 tahun edition Forth 1994. Samuelson, Paul and William D. Nordhaus, Economic, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986. Van Horne dan Wachowics, Fundamentals of Finansial Management, Ninth Edition, Prentice. Hall Inc : Englewoods Cliffs, New Jersey, 1995. White, Gerald I. And Ahswinpaul C. Sondhi, The Analysis And Use of Financial Statement, Jhon Wiley and Sons. Inc. New York. Chicester, 1994
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Saham (Tarigan)
115
116
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 93 - 116