41
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INITIAL RETURN SAHAM YANG LISTING DI BURSA EFEK JAKARTA TAHUN 2002-2005 Oleh Arniyanti Rewasan Alumni FE Uncen Abstraksi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh financial leverage, profitabilitas perusahaan (ROA), dan solvency ratio terhadap initial return. Dengan menggunakan alat analisis regresi berganda, penelitian ini menemukan bahwa initial return tidak dipengaruhi oleh profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage, dan solvency ratio. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia tidak dipengaruhi oleh ROA, financial leverage dan solvency ratio atau dengan kata lain investor di Indonesia belum menggunakan informasi yang terdapat dalam prospektus IPO untuk pengambilan keputusan investasinya. Kata kunci: IPO, ROA, Solvency Ratio 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada saat perusahaan go public di Indonesia (untuk pertama kali menjual sahamnya), terdapat kecenderungan terjadinya underpricing (Hanafi dan Husnan, 1991). Di beberapa negara berkembang di Amerika Latin gejala adanya underpricing dalam jangka pendek juga terjadi, tetapi dalam jangka panjang kondisi sebaliknya (overpricing) yang terjadi (Aggarwal et al., 1993). Untuk memperoleh dana melalui bursa efek, emiten harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bursa efek. Salah satu syarat yang penting dalam hal ini adalah emiten harus menyajikan laporan keuangannya yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan. Laporan yang dimaksud adalah, Neraca, Laba Rugi, Laporan Arus Kas, Perubahan Ekuitas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder (bursa efek), terlebih dahulu saham perusahaan yang akan go public dijual di pasar perdana. Harga saham yang dijual di pasar perdana (saat IPO) telah ditentukan terlebih dahulu atas kesepakatan antara emiten dengan underwriter, sedangkan harga di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (penawaran dan permintaan). Dalam dua mekanisme
42
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
penentuan harga tersebut, sering terjadi perbedaan harga terhadap harga saham yang sama antara di pasar perdana dan di pasar sekunder. Apabila penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih rendah dibanding dengan harga yang terjadi di pasar sekunder di hari pertama, maka terjadi apa yang disebut dengan underpricing. Kondisi underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan go public, karena dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum. Sebaliknya bila terjadi overpricing, maka investor akan merugi, karena mereka tidak menerima initial return. Pada penelitian ini, Initial Return (IR) adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana (saat IPO) dengan harga jual saham bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder. Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada investor (Beatty, 1989). Beatty (1989), Beatty dan Ritter (1986) mengungkapkan bahwa underpricing disebabkan oleh adanya asimetri informasi. Asimetri informasi dapat terjadi antara emiten dan underwriter, maupun antar investor. Untuk mengurangi adanya asimetri informasi maka perusahaan yang akan go public menerbitkan prospektus yang berisi berbagai informasi perusahaan yang bersangkutan. Agar informasi keuangan yang dimuat dalam prospektus dapat dipercaya, maka laporan keuangan tersebut harus diaudit oleh auditor (Keputusan Menteri Keuangan RI No 859/KMK 01/1987). Sejumlah studi telah menguji manfaat informasi keuangan maupun non-keuangan yang diungkapkan dalam prospektus, namun hasilnya tidak konsisten. Kim et al. (1995) menguji manfaat variabel keuangan dan non keuangan yang diungkapkan dalam prospektus dalam penentuan harga pasar saham perusahaan sesudah IPO. Dalam penelitian itu dinyatakan bahwa variabel laba per saham (earning per share−EPS), indeks rata-rata industri, ukuran penawaran (proceeds) dan tipe penawaran berpengaruh signifikan dalam penentuan harga pasar saham. Di Indonesia, Trisnawati (1996) telah menguji pengaruh informasi pada prospektus (variabel reputasi auditor, reputasi underwriter, prosentase penawaran saham pada saat IPO, umur perusahaan, profitabilitas, dan financial leverage) terhadap initial return. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara informasi pada prospektus dengan intial return kecuali variabel umur perusahaan. Dalam penelitian Daljono tahun 2000 yang menguji pengaruh reputasi auditor, reputasi underwriter, umur perusahaan, tingkat kepemilikan yang ditawarkan, Return On Asset (ROA), financial leverage, dan solvability ratio terhadap initial return. Hasil penelitian Daljono menunjukkan bahwa reputasi auditor, umur perusahaan, prosentase kepemilikan saham yang ditawarkan, profitabilitas, dan solvability ratio
43
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap initial return, sedangkan reputasi underwriter dan financial leverage yang mempunyai pengaruh terhadap initial return. Hasil penelitian Trisnawati (1998) menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan dan positif dengan initial return. Sementara variabel-variabel lain seperti reputasi auditor, reputasi penjamin emisi, prosentase saham, ROA dan financial leverage tidak mempengaruhi signifikan initial return. Widjaja (1997) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa initial return pada hari 1-4 sebesar 35,47% dan nilai hari keenam return yang terjadi mulai turun. Tidak ada faktor yang mempengaruhi underpricing secara signifikan. Hanafi (1998) menjelaskan bahwa memang terdapat underpricing (initial abnormal return yang positif) pada saat pertama kali saham diperdagangkan pada hampir semua emisi saham perdana, namun penelitian ini tidak berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi initial return. Wardani (2000) mencoba meneliti faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi initial return sebagai variabel pengukur keputusan investasi investor. Dalam penelitiannya telah diungkapkan faktor-faktor nonkeuangan dan keuangan. Di antaranya reputasi auditor, reputasi penjamin emisi, jumlah saham yang ditawarkan, umur perusahaan, jenis perusahaan, profitabilitas perusahaan serta tingkat leverage. Dari semua variabel tersebut tidak ada satupun variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap initial return. Beaver (1996) menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi kegagalan/kehancuran perusahaan dimasa yang akan datang. Penelitian ini menemukan bahwa rasio keuangan dapat menentukan kegagalan/kehancuran perusahaan pada masa datang sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum perusahaan tersebut hancur/pailit. Berdasarkan beberapa penelitian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa rasio keuangan dapat digunakan umtuk memprediksi keadaan perusahaan saat ini dan masa yang akan datang. Oleh sebab itu peneltian ini mengambil beberapa variabel yang sama dengan peneltian sebelumnya yaitu rasio keuangan yang digunakan untuk memprediksi harga perdana saham yang ditawarkan pada saat melakukan penawaran umum perdana. Penelitian ini akan menguji pengaruh rasio-rasio yang terdapat dalam infomasi keuangan yaitu financial leverage, profitabilitas perusahaan yang diukur dengan Rate of Return On Total Assets (ROA), dan solvability ratio terhadap initial return saham. Penelitian ini dengan melakukan pengamatan sampel dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005, dan tidak memasukkan perusahaan yang initial return-nya nol (IR=0) dan negatif.
44
1.2.
1.3.
1.4.
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang diatas, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut: ”Apakah rasio financial leverage, profitabilitas perusahaan (ROA), dan solvability ratio mempunyai pengaruh terhadap initial return saham.” Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh financial leverage, profitabilitas perusahaan (ROA), dan solvency ratio terhadap initial return. Manfaat Penelitian 1. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai hal-hal yang berpengaruh signifikan terhadap initial return saham di pasar perdana sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menanamkan modalnya di perusahaan yang go public. 2. Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pustaka bagi yang berminat mendalami pengetahuan dalam bidang pasar modal.
1.5 DEFENISI OPERASIONAL 1.
2.
3. 4.
5. 6.
Initial Return (IR) adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana (saat IPO) dengan harga jual saham di hari pertama di pasar sekunder. Financial Leverage adalah rasio keuangan yang mengukur seberapa jauh perusahaan didanai oleh hutang atau oleh pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal, yaitu perbandingan total hutang dengan modal atau ekuitas. Profitabilitas perusahaan yang diukur dengan Return On Total Asset (ROA) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset tertentu. Solvency Ratio yang diukur dengan solvability ratio adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajibankewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvabel adalah yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan dan dengan demikian memfokuskan pada sisi kanan neraca. Saham yang listing adalah saham yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Pasar modal adalah tempat pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Sedangkan tempat untuk dimana
45
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
terjadinya jual beli sekuritas tersebut disebut dengan bursa efek. Di Indonesia terdapat dua bursa efek yaitu, Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). 2.LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESA 2.1. Penawaran Umum Perdana Suatu penawaran umum bemanfaat bagi perusahaan, pihak manajemen, dan masyarakat umum. Bagi perusahaan, penawaran umum merupakan media untuk mendapatkan dana untuk ekspansi bisnis. Tidak ada kewajiban pelunasan dan pembayaran bunga tetap. Bagi manajemen, dengan penawaran umum berarti meningkatkan keterbukaan perusahaan dan pada akhirnya akan memaksa peningkatan profesionalisme. Sedangkan bagi masyarakat berarti memperoleh kesempatan untuk turut serta memiliki perusahaan. Selain itu, menurut Usman, dkk. (1990), perusahaan memanfaatkan pasar modal untuk menarik dana pada umumnya didorong oleh beberapa tujuan sebagai berikut: (a) melakukan perluasan usaha; (b) memperbaiki struktur modal; dan (c) melakukan divestasi atau pengalihan pemegang saham. Melalui IPO, perusahaan akan menerima uang tunai yang dapat segera dimanfaatkan untuk berbagai keperluan perusahaan. 2.2.
Saham 2.2.1. Pengertian Saham Saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan. Equitas pemegang saham dalam suatu perusahaan umumnya terdiri dari sejumlah besar unit atau lembar saham. Dalam satu golongan saham setiap lembar saham persis sama dengan lembar saham yang lain. Setiap kepentingan pemilik perusahaan diwakili oleh jumlah lembar saham yang ia miliki. 2.2.2. Jenis-Jenis Saham Kepemilikan saham dari perusahaan dapat dibedakan ke dalam dua jenis saham yaitu: saham biasa dan saham preferen (Tandelilin, 2001) a. Saham Biasa, merupakan jenis efek yang paling sering dipergunakan oleh emiten untuk memperoleh dana dari masyarakat dan juga merupakan jenis yang paling populer di Pasar Modal.
46
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
b.
Saham Preferen, merupakan saham yang mempunyai kombinasi karakteristik gabungan dari obligasi maupun saham biasa. Manfaat Investasi pada Saham Manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan investasi pada saham antara lain: a. Dividen. Dividen adalah bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Jumlah dividen yang akan dibagikan diusulkan oleh Dewan Direksi dan disetujui di dalam Rapat Umum Pemegang Saham. b.
Capital Gain, Investor dapat menikmati capital gain, jika harga jual melebihi harga beli saham tersebut. Contoh: Investor A membeli saham PT. X, yang listing di Bursa Efek, setahun yang lalu dengan harga Rp 3.500. Saat ini harga saham PT. X telah meningkat menjadi Rp 3.750. Jika investor A menjual sahamnya pada harga tersebut, maka ia akan menikmati Capital Gain atau keuntungan sebesar Rp.250 per saham (tanpa perhitungan pajak dan komisi).
2.2.3. Risiko Investasi pada saham: a.
Tidak ada pembagian dividen. Jika emiten tidak dapat membukukan laba pada tahun berjalan atau Rapat Umum Pemegang Saham memutuskan untuk tidak membagikan dividen kepada pemegang saham karena laba yang diperoleh akan dipergunakan untuk ekspansi usaha.
b.
Capital Loss. Investor akan mengalami capital loss, jika harga beli saham lebih besar dari harga jual. Contoh: Investor A membeli saham PT. X setahun yang lalu pada harga Rp 3,500. Saat ini harga saham turun menjadi Rp 3,100. Jika ia menjual sahamnya maka ia akan rugi Rp 400 (Tanpa perhitungan pajak dan komisi).
c.
Risiko Likuidasi. Jika emiten bangkrut atau di likuidasi, para pemegang saham memiliki hak klaim terakhir terhadap aktiva perusahaan setelah seluruh kewajiban emiten dibayar. Yang terburuk adalah jika tidak ada lagi aktiva yang tersisa, maka para pemegang saham tidak memperoleh apa-apa.
d.
Saham delisting dari Bursa. Karena beberapa alasan tertentu, saham dapat dihapus pencatatannya (delisting) di Bursa, sehingga pada akhirnya saham tersebut tidak dapat diperdagangkan.
47
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
2.3 Peranan Informasi Prospektus Prospektus adalah gambaran suatu perusahaan yang disajikan dalam bentuk tertulis yang memuat keterangan lengkap dan terbuka mengenai keadaan perusahaan dan prospeknya di masa mendatang serta informasi yang dibutuhkan sehubungan dengan penawaran umum. Sebagai alat untuk penawaran penjualan efek-efek kepada masyarakat, prospektus ini akan memandu masyarakat yang menyediakan informasi yang berguna untuk melakukan penilaian efek perusahaan yang di tawarkan. Prospektus juga berperan penting dalam pembentukan harga pasar saham. Informasi ini akan membantu investor dalam membuat keputusan yang rasional mengenai risiko dan nilai saham sesungguhnya yang ditawarkan emiten (Kim et al., 1995). Lebih lanjut, Usman, dkk. (1990) menyatakan bahwa para fundamentalis mencoba mempelajari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan. Fair price sekuritas (saham) yang terbentuk dari mekanisme pasar dilantai bursa dapat menggambarkan prospek perusahaan, karena harga saham merupakan fungsi dari nilai perusahaan. 2.4 Penentuan Harga Saham Secara teoritis, harga suatu saham merupakan nilai sekarang dari arus kas yang akan diterima oleh pemilik saham di kemudian hari (Hanafi dan Husnan, 1991). Oleh karena itu, untuk menaksir harga saham yang wajar hanya dapat dilakukan dengan tepat bila arus kas yang akan diterima tersebut dapat diestimasikan secara tepat pula. Dalam praktik tidak ada satu cara yang dapat memberikan hasil estimasi terbaik terhadap keadaan masa depan yang mengandung unsur ketidakpastian. 2.5 Perilaku Harga Saham-Saham IPO Penawaran saham pertama kali di pasar modal (IPO) merupakan suatu masalah yang menarik bagi para peneliti. Hal ini karena pada umumnya harga saham pada waktu IPO dinilai terlalu rendah (underpriced). Investor yang rasional dan analis sekuritas menghubungkan harga aktual sekuritas dengan nilai intrinsik berdasarkan informasi yang dimiliki investor mengenai kondisi perusahaan emiten. Jika harga saham undervalued, maka akan mendorong investor untuk melakukan pembelian atau menahan bila saham tersebut telah dimiliki. Sebaliknya, jika harga saham dinilai overvalued maka pada saat perdagangan dibursa para investor akan menjual saham yang dimilikinya atau menghindari pembelian saham tersebut. Akibat adanya koreksi pasar mengakibatkan harga saham yang undervalued cenderung naik mendekati nilai intrinsik dan harga saham yang overvalued akan cenderung turun saat diperdagangkan di pasar sekunder.
48
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
Pengamatan perilaku harga saham di pasar perdana yang dilakukan Hanafi dan Husnan (1991) selama tahun 1990 menunjukkan fenomena underpricing. Penjelasan literatur tentang fenomena underpricing adalah adanya informasi asimetri (Mauer dan Senbet, 1990). Informasi asimetri ini dapat terjadi antara perusahaan emiten dengan penjamin emisi (model Baron) atau antara informed investor dengan uninformed investor (model Rock). Dalam model Baron, penjamin emisi dianggap memiliki informasi yang lebih baik mengenai permintaan saham perusahaan emiten dibanding perusahaan emiten sendiri. Penjamin emisi akan memanfaatkan informasi yang dimilikinya untuk mendapatkan kesepakatan optimal dengan emiten yaitu dengan memperkecil risiko keharusan membeli saham yang tidak laku dijual. Karena emiten kurang memiliki informasi, maka emiten harus menerima harga yang murah bagi penawaran sahamnya. Model Rock menyatakan bahwa informasi asimetri terdapat pada kelompok informed investor dan uninformed investor. Kelompok informed yang memiliki informasi yang lebih banyak mengenai prospek perusahaan akan membeli saham-saham IPO yang underpriced saja. Sementara kelompok uninformed yang kurang memiliki informasi mengenai perusahaan emiten melakukan penawaran dengan sembarangan baik pada saham yang underpriced maupun yang overpriced. Akibatnya kelompok uninformed memperoleh proporsi saham-saham IPO yang overpriced lebih besar dari pada kelompok informed. Menyadari bahwa mereka menerima saham-saham IPO yang tidak proporsional, kelompok uninformed akan meninggalkan pasar perdana. Agar kelompok ini berpartisipasi pada pasar perdana, memungkinkan mereka memperoleh return saham yang wajar, dan dapat menutupi kerugian yang diderita dari pembelian saham yang overpriced, maka saham-saham IPO harus cukup underpriced (Cheung dan Krinsky, 1994) 2.6 Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (1998) memfokuskan penelitian pada informasi keuangan dan non-keuangan pada prospektus terhadap return di Bursa Efek Jakarta. Faktor keuangan yang digunakan dalam penelitian itu adalah profitabilitas perusahaan yang diukur dengan rate of return on total asset (ROA) dan financial leverage. Sedangkan faktor-faktor non keuangan adalah reputasi auditor, reputasi penjamin emisi dan prosentase saham. Hasilnya menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan dan positif dengan initial return. Sementara variabel-variabel lain seperti reputasi auditor, reputasi penjamin emisi, prosentase saham, ROA dan financial leverage tidak mempengaruhi secara signifikan initial return. Daljono (2000) dengan menggunakan sampel sebanyak 151 perusahaan yang mencatatkan sahamnya di pasar perdana pada tahun 1990-
49
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
1997 mengemukakan bahwa reputasi auditor, umur perusahaan, prosentase kepemilikan saham yang ditawarkan, profitabilitas, dan solvabilitas ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dengan initial return, sedangkan reputasi penjamin emisi dan financial leverage memiliki pengaruh yang signifikan dan positif dengan initial return. Hasil ini berarti bahwa tingkat underpricing perusahaan-perusahaan yang go public di Indonesia dipengaruhi oleh reputasi underwriter yang menjaminnya dan tingkat financial leverage. Balvers et al. (1998) dengan menggunakan sampel sebanyak 1182 perusahaan yang melakukan IPO sepanjang tahun 1981-1985 di NYSE mengemukakan bahwa auditor yang bereputasi dan penjamin emisi yang bereputasi negatif terhadap initial return. Keduanya mengurangi tingkat underpricing. Beatty (1989) menguji pengaruh reputasi auditor terhadap tingkat initial return dengan menggunakan variabel kontrol penjamin emisi, prosentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, tipe penjamin emisi dan indikator perusahaan minyak dan gas disebut sebagai ex-ante uncertainty. Sampel yang digunakan adalah 2215 perusahaan yang melakukan IPO tahun 1975-1984. Dengan menggunakan multiple regression menunjukkan hasil bahwa faktor-faktor yang disebutnya sebagai ex-ante uncertainty yang merupakan control variable yaitu reputasi penjamin emisi, prosentase penawaran saham, umur perusahaan, tipe penjamin emisi dan indikator perusahaan minyak dan gas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap initial return. Henny Irniawan dan Payamta (2004) dengan menggunakan 42 perusahaan IPO yang telah tercatat di Bursa Efek Jakarta pada periode 1998-2002 menunjukkan pertama, bahwa baik variabel keuangan (Ramalan Laba, Earning Per Share, financial leverage, nilai penawaran saham, dan besaran perusahaan) maupun non-keuangan (tipe perusahaan, umur perusahaan, reputasi penjamin emisi, dan reputasi auditor) dalam prospektus IPO secara serempak berpengaruh terhadap keputusan investor di BEJ. Kedua, bahwa variabel EPS, financial leverage, tipe, dan umur perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap keputusan investasi pada penawaran perdana di BEJ. Kim et al (1993) menguji variabel keuangan financial leverage, return on asset dan proceeds untuk investasi, serta variabel-variabel signaling kualitas underwriter, retensi kepemilikan dan ukuran penawaran. Hasil penelitiannya menujukkan variabel financial leverage berkorelasi positif dengan initial return, sedangkan variabel ROA berkorelasi negatif dengan initial return. Sedangkan proceeds untuk investasi tidak signifikan. Untuk variabel-variabel signaling hanya reputasi penjamin emisi yang signifikan.
50
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
2.7 Pengembangan Hipotesa a.
Profitabilitas Perusahaan Return On Total Assets (ROA) merupakan ukuran profitabilitas perusahaan. Pertimbangan memasukkan variabel ini karena profitabilitas memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektivitas operasional perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai pertimbangan dalam menanamkan modalnya. Tingkat profitabilitas merupakan tingkat informasi keuntungan yang dicapai atau informasi mengenai efektivitas operasional perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian IPO sehingga mengurangi tingkat underpricing (Kim et al. 1993). Watt dan Zimmerman (1990) menyatakan bahwa prestasi keuangan, khususnya tingkat keuntungan, memegang peranan penting dalam penilaian prestasi usaha dan sering digunakan sebagai dasar dalam keputusan investasi, khususnya dalam pembelian saham. Untuk mengukur profitabilitas digunakan Rate of Return on Total Asset (ROA). Dengan demikian diduga semakin besar ROA semakin kecil initial return. Berdasarkan hal ini diajukan hipotesis sebagai berikut: H1: Terdapat pengaruh yang negatif signifikan antara profitabilitas perusahaan (ROA) dengan initial return. b.
Financial Leverage Financial leverage dipertimbangkan sebagai variabel dalam penelitian ini karena secara teoritis financial leverage menunjukkan risiko suatu perusahaan sehingga berdampak pada ketidakpastian suatu harga saham (Kim et al. 1993). Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya dengan equity yang dimilikinya. Apabila financial leverage tinggi, menunjukkan risiko suatu perusahaan yang tinggi pula. Para investor dalam melakukan keputusan investasi, tentu akan mempertimbangkan informasi financial leverage. Financial leverage yang tinggi menunjukkan risiko finansial atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena semakin tinggi financial leverage suatu perusahaan, maka initial returnnya semakin besar. Dari dasar inilah disusun hipotesis sebagai berikut: H2: Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara financial leverage dengan initial return. c. Solvency Ratio Ross (1977) dalam Firth dan Liau-Tan (1998) mengungkapkan bahwa manajer hanya akan menggunakan tingkat hutang yang tinggi bila ia
51
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
yakin akan prospek yang menguntungkan. Pihak kreditur tentunya dalam memutuskan pemberian, juga mempertimbangkan prospek perusahaan yang diberinya. Dengan demikian tingkat hutang merupakan informasi yang dipertimbangkan oleh para investor. Untuk mengukur solvency ratio dipergunakan solvability ratio. Berdasarkan pemikiran ini maka disusun hipotesis sebagai berikut: H3: Terdapat pengaruh yang negatif signifikan antara solvability ratio dengan initial return 3.OBJEK DAN METODA PENELITIAN 3.1 Objek Peneitian ` Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah semua perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering) di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2005. 3.2
Metode Penelitian 3.2.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ini menggunakan pola hubungan kausal, dimana terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen adalah Initial Return (IR) saham. Variabel independen pertama adalah tingkat profitabilitas perusahaan. Variabel independen yang kedua adalah Financial Leverage (FL) yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya dengan equity yang dimilikinya. Untuk mengukur financial leverage digunakan ratio financial leverage. Variabel independen ketiga adalah solvency ratio yang mencerminkan kemampuan perusahaan membayar hutangnya dengan total aktivanya. Untuk mengukur solvency ratio dipergunakan solvability ratio.
52
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel Variabel
Rumus
Skala
Sumber
Pt1 − Pt0 Pt 0
Rasio
Nasirwan (2002)
ROA =
Laba Bersih Total Aktiva
Rasio
Analisis Laporan Keuangan (Edisi 2)
Financial Leverage
FL =
Total Hu tan g Modal
Rasio
Analisis Laporan Keuangan (Edisi 2)
Solvability Ratio
SR =
Total Hu tan g Total Aktiva
Rasio
Analisis Laporan Keuangan (Edisi 2)
Initial Return Saham
Rate Of Return On Total Assets
IR =
3.2.2. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana tahun 20022005 dan telah tercatat di Bursa Efek Jakarta, selama 4 tahun terdapat 50 perusahaan yang melakukan IPO. Dari 50 perusahaan yang melakukan IPO tersebut, diketahui ada 40 perusahaan yang underpriced, dan dari jumlah tersebut 9 perusahaan yang mengalami kerugian dan ada yang datanya tidak lengkap. Dengan demikian ada 31 perusahaan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini.
3.2.3. Pengumpulan Data Data yang diperlukan merupakan data sekunder yang tersedia di Pusat Data Pasar Modal (PDPM) Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta, berupa data mengenai harga penawaran saham (offering price), data harga saham di pasar sekunder pada penutupan di hari pertama, serta rasio-rasio keuangan yang termuat dalam laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO).
3.2.4. Alat Analisis
53
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
a.
b.
Analisis Regresi Model regresi berganda akan dipergunakan untuk menguji seluruh hipotesis yang diajukan. Uji regresi berganda dilakukan dengan bantuan Software komputer yaitu: SPSS 11.0 for Windows. Model yang akan dipergunakan adalah: Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ε dalam hal ini: α = Konstansa Y = Initial Return X1 = Return On Assets X2 = Financial Leverage X3 = Solvability Ratio ε = Error Asumsi-Asumsi Dasar Regresi 1) Uji Normalitas Supaya data berdistribusi normal maka outliers (data yang mempunyai nilai diluar batas normal) dihilangkan. Metode ini disebut trimming. Nilai statistiknya dapat diketahui dengan Kolmogrov-Smirnov test (liliefors). Jika nilai liliefors-hitung < nilai lilieforstabel maka data berdistribusi normal (Ghozali, 2005). 2)
Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat hubungan yang sempurna antara beberapa atau semua independent variable dalam model regresi. Pendeteksiannya dilakukan dengan menggunakan tolarence value dan VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai tolerance value > 0,10 dan VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinearitas. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variable bebas (independen). Model regresi yang baik tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabelvariabel ini tidak ortogonol. Variabel ortogonol adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2005).
3)
Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
54
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang beruntun sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini muncul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena “gangguan” pada seseorang atau individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya. Pada data crossection (silang waktu), masalah autokorelasi jarang terjadi karena “gangguan” pada observasi yang berbeda berasal dari individu/kelompok yang berbeda. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2005). 4)
Uji Heterokedastisitas Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah Homokedastisitas atau tidak terjadi Heterokedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi heterokedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar). Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dapat dilihat dengan metode grafik Plot. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyimpit), maka mengindikasikan heterokedastisitas. Sedangkan jika ada pola yang tidak jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2005).
4 . PEMBAHASAN
55
4.1
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
Hasil Pengumpulan Data Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya maka didapat 31 perusahaan dari 50 perusahaan yang initial returnnya lebih dari nol (IR>0) dan tidak mengalami kerugian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1 Daftar sampel perusahaan yang initial returnnya lebih dari nol (IR>0) NO STOCK NAMA EMITEN 1 ADHI ADHI KARYA Tbk ANTA EXPRESS & TRAVEL SERVICE 2 ANTA Tbk 3 AP0L ARPENI PRATAMA OCEAN LINE Tbk 4 APIC ARTA PASIFIC SECURITIES Tbk 5 ARTA ARTA SECURITIES 6 ASJT ASURANSI JASA TANIA Tbk 7 AMAG ASURANSI MULTI ARTA GUNA Tbk 8 BABP BANK BUMIPUTERA INDONESIA Tbk 9 BKSW BANK KESAWAN Tbk 10 BMRI BANK MANDIRI Tbk BANK RAKYAT INDONESIA 11 BBRI (PERSERO) Tbk 12 BSWD BANK SWADESI Tbk 13 ENRG ENERGI MEGA PERSADA Tbk 14 FPNI FATRAP0LINDO NUSA INDUSTRI Tbk 15 FISH FISHINDO KUSUMA SEJAHTERA Tbk 16 IDKM INDOSIAR KARYA MEDIA Tbk 17 JTPE JASUINDO TIGA PERKASA Tbk 18 IIKP PT.INTI INDAH KARYA PLASINDO 19 MASA MULTISTRADA ARAH SARANA Tbk 20 PEGE PANCA GLOBAL SECURITIES TbK 21 PGAS PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk 22 AKKU PT. ANEKA KEMASINDO UTAMA Tbk 23 MICE PT. MULTI INDOCITRA UTAMA Tbk PT. SANEX QIANJIANG MOTOR INTL 24 SQMI Tbk 25 RELI RELIANCE SECURITIES Tbk 26 SCMA SURYA CITRA MEDIA Tbk TAMBANG BATU BARA BUKIT 27 PTBA ASAM Tbk 28 TRUS TRUST FINANCE INDONESIA Tbk WAHANA OTTOMITRA 29 WOMF MULTIARTHA Tbk
56
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
30 WAPO 31 YULE
WAHANA PHONIX MANDIRI Tbk YULE SEKURINDO Tbk
4.2
Uji Normalitas Untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam model regresi berdistribusi normal atau tidak, perlu dilakukan uji normalitas. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Kolmorgov-Smirnov. Besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada lampiran 2.9 tabel One-Sample Kolmogorof-Smirnov untuk variabel IR adalah 1,079 dengan signifikansi 0,194, variabel adalah ROA 1,035 dengan signifikansi 0,234, variabel adalah FL 1,043 dengan signifikansi 0,227 dan variabel SR adalah 0,713 dengan signifikansi 0,227. Nilai signifikansi keempat variabel lebih besar dari nilai α 5%, dengan demikian data telah terdistribusi normal.
4.3
Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Multikolinear Pengujian multikolinear digunakan untuk melihat ada tidaknya korelasi diantara sesama variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi diantara sesama variabel independen. Jika variabel saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonol. Variabel ortogonol adalah variabel independen yang nilai korelasinya antar sesama variabel independen sama dengan nol. Dalam analisis dengan program software SPSS, menurut Syahri dalam Aulya, (2004) uji multikolinear dapat dilakukan dengan menggunakan tabel collinearity diagnostics dan tabel coefficients. Multikolinear akan terjadi jika nilai eigenvalue mendekati nol (0) dan nilai condition index melebihi 15 dan benar-benar serius jika indeks sampai melebihi 30. Jika dilihat pada tabel collinearity diagnostics pada lampiran 2.7, didapat hasil bahwa ketiga variabel independen mempunyai nilai eigenvalue jauh lebih besar dari nol (0), dan dalam kolom condition index tidak terdapat nilai variabel independen melebihi angka 15 yaitu 6,231. Hal ini berarti tidak terjadi multikolinearitas, yaitu tidak adanya korelasi diantara variabel bebas. Pada kolom VIF (Variance Inflation Factor) variabel ROA menunjukkan angka 1,305, variabel FL menunjukkan angka 2,486 dan variabel SR menujukkan angka 2,154. Pada umumnya multikolinearitas terjadi apabila nilai VIF lebih besar dari 5. Terlihat bahwa ketiga variabel mempunyai nilai dibawah 5, yang menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel independen. 4.3.2
Autokorelasi
57
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
Untuk membuktikan ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu persamaan regresi dapat dilakukan dengan menggunakan uji durbin-watson. Dari kolom tabel model summary pada lampiran 2.3, didapatkan nilai durbin-watson sebesar 2,195. Oleh karena nilai DW 2,195 lebih besar dari batas atas (du) 1,76 dan kurang dari 4 – 1,76 (4 – du), maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi. 4.3.3
4.4
Heterokedastisitas Dari grafik Scatterplot pada lampiran 3 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi Initial Return berdasarkan masukan variabel independen profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage (FL), dan solvability ratio (SR).
Hasil Pengujian Hipotesis 4.4.1 Hasil Pengujian Pengaruh Variabel Profitabilitas Perusahaan (ROA) Terhadap Initial Return Tabel 4.2 Hasil Analisis Regresi Berganda Untuk Variabel Profitabilitas Perusahaan (ROA) Coefficient Standa Collinearity s r Stattistics Toleranc Variabel B Error t Sig. e VIF (Constant ) 0,373 0,156 2,399 0,024 ROA -0,01 0,035 -0,296 0,769 0,766 1,305 Hasil analisis data untuk hipotesa 1 profitabilitas perusahaan yang diukur dengan Return on Total Assets (ROA) pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa variabel profitabilitas perusahaan (ROA) tidak berpengaruh terhadap initial return. Hasil uji t-statistik menunjukkan bahwa nilai signifikansi adalah 0,769 yang jauh lebih besar dari α= 5% (0,05) artinya variabel profitabilitas perusahaan (ROA) tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien regresi tidak dapat dijadikan tolok ukur pengaruh variabel profitabilitas perusahaan (ROA) terhadap initial return dengan demikian hipotesis 1 ditolak. Dengan persamaan matematis: IR= 0,373 – 0,010 ROA Persamaan regresi diatas menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -0,010 yang berbanding terbalik dengan koefisien initial
58
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
return (IR) yang nilainya 0,373. Hal ini berarti bahwa kenaikan 1% profitabilitas perusahaan (ROA) akan menurunkan Initial Return (IR) sebesar 1%. Hasil hipotesa mendukung penelitian yang dilakukan oleh Daljono (2000) yaitu variabel profitabilitas perusahaan (ROA) tidak mempengaruhi initial return. Tidak adanya pengaruh variabel profitabilitas perusahaan (ROA) dikarenakan para investor telah menduga bahwa laporan keuangan perusahaan yang melakukan IPO telah di-mark up untuk menunjukkan kinerja yang baik. 4.4.2
Hasil Pengujian Pengaruh Variabel Financial Leverage (FL) Terhadap Initial Return Tabel 4.3 Hasil Analisis Regresi Berganda Untuk Variabel Financial Leverage (FL) Variabel (Constant) FL
Coefficients
Standar
B 0,373 -0,021
Error 0,156 0,036
Collinearity Stattistics t 2,399 -0,576
Sig. 0,024 0,57
Tolerance 0,402
VIF 2,486
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa Hipotesis 2 tidak dapat didukung. Hal ini karena nilai signifikansi variabel financial leverage adalah 0,57 yang jauh lebih besar dari nilai α= 5% (0.05) yang berarti variabel financial leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return dan nilai koefisien regresi tidak dapat dijadikan tolok ukur pengaruh variabel financial leverage terhadap initial return, dengan demikian Hipotesis 2 ditolak. Dengan persamaan matematis: IR= 0,373 – 0,021 FL Dari persamaan regresi menunjukkan nilai koefisien sebesar 0,021 yang tidak searah dengan koefisien Initial Return (IR). Hal ini berarti kenaikan 1% FL akan menurunkan initial return sebesar 2,1%. Dengan demikian H2 ditolak. Hasil analisis tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya oleh Daljono (2000) yang menunjukkan bahwa financial leverage mempunyai pengaruh positif secara signifikan dengan initial return. Hipotesis kedua ini mendukung penelitian Ardiansyah (2004) yang menunjukkan bahwa variabel financial leverage tidak signifikan mempengaruhi initial return. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa investor memandang tinggi rendah rasio ini bukan semata-mata disebabkan oleh kinerja manajemen perusahaan, namun juga sangat dipengaruhi oleh faktor diluar perusahaan misalnya kondisi perekonomian.
59
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
4.4.3
Hasil Pengujian Pengaruh Variabel Solvency Ratio Terhadap Initial Return Tabel 4.4 Hasil Analisis Regresi Untuk Variabel Solvency Ratio (SR)
Variabel (Constant) SR
Coefficients
Standar
B
Error 0,156 0,248
0,373 0,138
Collinearity Stattistics t 2,399 0,557
Sig. 0,024 0,582
Tolerance 0,464
VIF 2,154
Dari hasil analisis regresi hipotesis 3 untuk variabel Solvency Ratio yang diukur dengan Solvability Ratio (SR) menunjukkan nilai signifikansi yaitu 0,582 jauh lebih besar dari pada nilai α= 5% (0,05) berarti bahwa variabel solvency ratio tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap initial return, dan nilai koefisien regresi tidak dapat dijadikan tolok ukur pengaruh variabel solvency ratio terhadap initial return, dengan demikian hipotesa 3 tidak dapat diterima, dengan persamaan matematis: IR= 0,373 + 0,138 SR Dari Persamaan regresi tersebut menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,138 yang bersifat searah dengan initial return. Hal ini berarti kenaikan 1% solvency ratio akan menambah initial return sebesar 13,8%. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Daljono (2000) yaitu solvency ratio tidak mempengaruhi initial return. Dari hasil analis dapat dikemukakan bahwa investor memahami bahwa hasil IPO akan digunakan untuk melunasi hutang, meskipun dalam prospektus dinyatakan untuk ekspansi perusahaan. Dengan pemahaman ini maka mereka tidak menganggap bahwa tingkat hutang sebagai signal prospek kinerja yang baik.
60
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
4.4.4
Hasil Analisis Regresi Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Berganda Coefficients Variabel (Constant) ROA FL SR R Square Adjusted R Square F Test Sig. F (pvalue)
B 0,373 -0,01 -0,021 0,138
Collinearity Stattistics
Standar Error 0,156 0,035 0,036 0,248
t 2,399 -0,296 -0,576 0,557
Sig. 0,024 0,769 0,57 0,582
Tolerance 0,766 0,402 0,464
VIF 1,305 2,486 2,154
:0,029 :-0,079 :0,265 :0,850
Dengan persamaan regresi: IR= 0,373 - 0,01 ROA - 0,021 FL + 0,138SR Dengan konstanta sebesar 0,373 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan maka initial return dinyatakan sebesar 0,373. Pada tabel 4 dapat dilihat pada baris R Square mendapatkan angka sebesar 0,029 hal ini berarti hanya 2,9% variasi initial return dapat dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel dependen yaitu: profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage (FL), dan solvency ratio (SR) sedangkan sisanya (100% - 2,9% = 97,1%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model misalnya kondisi perekonomian, umur perusahaan, reputasi auditor dan reputasi underwriter dan faktor-fator lainnya. Dari uji F pada tabel anova didapat nilai F hitung sebesar 0,265 dengan probabilitas 0,850. Karena probabilitas jauh lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi Initial Return. Hal ini menunjukkan bahwa investor di Indonesia belum menggunakan rasio keuangan yang terdapat dalam prospektus perusahaan IPO untuk melakukan investasi melainkan cenderung berpikiran sebagai naive investor yang beranggapan bahwa nasib seseorang didominasi sepenuhnya oleh faktor keberuntungan.
61
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitan ini bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing perusahaan saat melakukan Initial Public Offering (IPO). Besarnya underpricing diukur dengan initial return, yaitu return yang diperoleh pemegang saham di pasar perdana dan menjualnya di pasar sekunder hari pertama. Berdasarkan hasil analisis, initial return tidak dipengaruhi oleh profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage, dan solvency ratio. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia tidak dipengaruhi oleh ROA, financial leverage dan solvency ratio atau dengan kata lain investor di Indonesia belum menggunakan informasi yang terdapat dalam prospektus IPO untuk pengambilan keputusan investasinya. 5.2
Saran a) Untuk para investor dalam pengambilan keputusan investasi perlu mempertimbangkan kandungan informasi yang beredar dalam pasar sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan investasi. b) Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah variabel lain seperti reputasi underwriter, kondisi perekonomian, ukuran perusahaan, reputasi manajer dan rasio keuangan lainnya, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA Aggarwal, R., R. Leal, & L, Hernandez (1993), ”The Aftermarket Performance of Initial Public Offerings In Latin America” Financial Management, Spring 1993: pp. 42-53 Baskin, J. (1989), ”An Empirical Investigation Of The Pecking Order Hypothesis”. Financial Management. Spring, pp. 26-35 Balvers, R. J., Mc Donald & R.E. Miller (1988), ”Underpricing Of New Issues and The Choice Of Auditor as a Signal Of Investment Banker Reputation” Accounting Review, vol. LXIII no. 4, pp. 605-622 Beatty, R.P., and J. Ritter (1986) ”Investment Banking, Reputation, and The Underpricing Of Initial Public Offerings” Journal Of Financial Economics, Jan/Feb, pp. 213-232 Beatty, R.P. (1989) ”Auditor Reputation and The Pricing of Initial Public Offerings” The Accounting Review vol. LXIV no. 4, October; pp. 693-707
62
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
Cheung, C., Sheman and Itzhak Krinsky, 1994, ”Information Asymetry and The Underpricing of Initial Public Offerings: Further Empirical Evidence.” Journal of Busness Finance and Accounting. July, p. 793-747 Daljono (2000) ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Initial Return Saham Yang Listing di BEJ tahun 1990-1997”, Simposium Nasional Akuntansi Ernyan dan Suad Husnan (2002) ”Perbandingan Underpricing Penerbitan Saham Perdana Perusahaan Keuangan dan Non-Keuangan Di Pasar Modal Indonesia: Pengujian Hipotesis Asimetri Informasi” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, vol. 17 no. 4, hal 372-383 Ghozali Imam (2005) Analisis Multivariate dan SPSS, UNDIP, Semarang. Hanafi, M. (1998) ”Efisiensi Emisi Saham Baru di Bursa Efek Jakarta 1989-1994”. Kelola, 17 (17): 88-106. Hanafi, Mamduh dan Suad Husnan, ”Perilaku Harga Saham Di Pasar Perdana: Pengamatan Di Bursa Efek Jakarta Selama 1990” Usahawan no. 11 TH xx, pp. 12-15 Husnan, Suad dan Eni Pudjiastuti, 1993, Dasar-Dasar Teori Portofolio & Analisis Sekuritas. Yogyakarta: UPP AMP YKPN Kim, Jeong – Bon, Itzhak and Jason Lee, (1995) ”The Role Of Financial Variables In The Pricing Of Korean Public Offerings” Pasific–Basin Finance Journal. December, p. 449-464 Mamduh M. Hanafi & Abdul Halim (2004), Analisis Laporan Keuangan, edisi 2, BPFE, Yogyakarta. Meuer, David C, dan L.W. Senbet, (1992) ”The Effect Of Secondary Market On Pricing Of IPOs: Theory and Evidance” Journal Of Financial Quantitative Analysis. March, p. 55-79 Misnen Ardiansyah (2004) ”Pengaruh Variabel Keuangan Terhadap Return Awal Dan Return 15 Hari Setelah IPO Serta Moderasi Besaran Perusahaan Terhadap Hubungan Antara Variabel Keuangan Dengan Return Awal dan Return 15 Hari Setelah IPO Di Bursa Efek Jakarta” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, vol. 7 no. 2. hal. 125-153. Mei. Nasirwan (2000) ”Reputasi Penjamin Emisi, Return Awal, Return 15 Hari Sesudah IPO, Dan Kinerja Perusahaan Satu Tahun Sesudah IPO di BEJ” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, vol. 5 no. 1. Januari
63
Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 4, Nomor 2, November 2009: 41 – 63
Nurhidayati dan Indriantoro (1998) ”Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Underpriced Pada Penawaran Perdana di BEJ”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 13 (1):21-30 Payamta (2000) ”Pengaruh Variabel-Variabel Keuangan Dan Signaling Terhadap Penentuan Harga Pasar Saham Di Bursa Efek Jakarta” Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, vol. 4 no. 2. Desember Ross (1997) dalam Firth, Michael and Keng Liau-Tan (1998), Auditor Quality, Signaling, and the Valuation of Initial Public Offerings” Journal of Business Finance & Accounting 25 (1) & (2). Jan/March, pp. 145-165. Trisnawati, Rina (1998) ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intial Return” Tesis S2, Yogyakarta: Program Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada Wahastuti, S. & Payamta (2001) ”Pengaruh Ramalan Laba terhadap Penentuan Harga Saham Perusahaan Sesudah Penawaran Umum Perdana”. Perspektif, 6 (2): 53-63 Wardani, Asih (2000) ”Analisis Informasi Prospektus yang Berpengaruh Terhadap Underpriced pada Penawaran Perdana di Bursa Efek Jakarta”. Skripsi S1, Surakarta: UNS Widjaja,
Indrajati (1997) ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Harga Saham Perdana Period 1994-1997 di Bursa Efek Jakarta”. Tesis S-2 Yogyakarta: UGM
Watt dan Zimmerman (1990) dalam Ardiansyah Misnen (2004) ”Pengaruh Variabel Keuangan Terhadap Return Awal Dan Return 15 Hari Setelah IPO Serta Moderasi Besaran Perusahaan Terhadap Hubungan Antara Variabel Keuangan Dengan Return Awal dan Return 15 Hari Setelah IPO Di Bursa Efek Jakarta” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, vol. 7 no. 2. hal. 125-153. Mei. Zamahsari, Moezamil (1999) ”Kebutuhan Pemodal Dalam Membeli Saham Di Pasar Modal” Informasi Pasar Modal, April, Halaman 9-12