ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CADANGAN DEVISA INDONESIA Rahmatullah Rizieq*) Abstract In recent years, the foreign sector has played a key rule in Indonesia’s economic development. The aim of this research is to see the factors which effect the Reserve. The variables included in this research are Income, Exchange rate, Previous reserve and Domestic credit which affect the reserve. The data used in this research were three month data . The Frenkel, Gylfason and Helliwell model is used to analyze the reserve. The estimation result show that income and domestic credit have a negetif significant effect on the reserve. Meanwhile, previous reserve and exchange rate have positive significant effect on the reserve. Kata Kunci: Cadangan Devisa Perkembangan teori Neraca Pembayaran dimulai dengan konsep neraca perdagangan dari madzab klasik, yang pertama diwakili oleh Thomas Mun. Thomas Mun, salah satu tokoh Merkantilis, mengemukakan bahwa salah satu prinsip neraca perdagangan adalah harus surplus sehingga terjadi aliran emas masuk. Dengan demikian kekayaan negara menjadi bertambah. Mun merekomendasikan perdagangan internasional harus diatur dengan menekankan pembatasan impor dan sebaliknya mendorong ekspor. David Hume menyangkal pendapatan di atas dengan menyatakan bahwa pemerintah tidak perlu mengatur perdagangan internasional. Karena secara otomatis dengan mekanisme aliran emas, neraca perdagangan internasional akan seimbang kembali. Bekerjanya mekanisme itu karena jika suatu negara surplus neraca perdagangan, maka akan terjadi aliran emas masuk yang menyebabkan jumlah uang beredar bertambah, yang pada gilirannya akan menaikkan harga. Dampaknya adalah nilai ekspor menurun dan impor naik sampai keseimbangan neraca pembayaran kembali tercapai. Ekonom klasik, yang dimotori oleh Adam Smith, mengikuti ide David Hume tersebut. Neraca pembayaran akan secara otomatis mencapai keseimbangan melalui mekanisme pasar. Pada tahun 30-an, ketika dunia dilanda krisis yang berat ditandai dengan turunnya produksi dan meningkatnya pengangguran, menyebabkan Keynes tampil untuk melawan madzab klasik. Berbeda dengan klasik, Keynes tidak *)
Dr. Rahmatullah Rizieq, M.Si adalah dosen Universitas Panca Bhakti Pontianak 120
Rahmatullah Rizieq, Analisis Faktor-Faktor ………
121
menyakini adanya mekanisme pasar. Keynes berpendapat bahwa neraca pembayaran tidak secara otomatis mencapai keseimbangan melainkan diperlukan intervensi pemerintah. Pemikiran Keynes ini, kemudian dikembangkan oleh para ekonom setelahnya yang terfokus dalam teori neraca pembayaran (Nopirin,1998). Pada dasarnya di dalam teori neraca pembayaran dapat dibedakan pendekatannya berdasarkan: Pendekatan Elastisitas, Pendekatan Absorpsi, serta kebijakan campuran moneter dan fiskal ( policy mix ) dan pendekatan Moneter (Nopirin,1998). Penelitian Nopirin tentang kasus “Pertumbuhan Ekonomi dan Neraca Pembayaran Indonesia 1980-1996: Suatu Pendekatan Keynesian dan Moneterist“ (1998) menggunakan formula (model) yang digunakan oleh R. Frenkel dan kawan-kawan. Keynes menjelaskan hubungan negatif antara pendapatan (Y) dan cadangan devisa (R). Hal ini dijelaskan dengan menggunakan konsep marginal propensity to consume (MPC), yakni apabila pendapatan nasional naik akan menaikkan impor sebesar kenaikan pendapatan dikalikan dengan MPC. Sebaliknya moneteris menjelaskan hubungan positif antara pendapatan (Y) dengan cadangan devisa (R) melalui pasar uang. Hubungan lain yang juga penting adalah antara cadangan devisa dengan kredit domestic (DC). Seperti diungkapkan oleh moneteris yakni koefisien kredit domestic negative, artinya dengan kenaikan kredit domestic maka uang beredar akan meningkat mengakibatkan menurunnya tingkat bunga sehingga terjadi aliran devisa keluar negeri yang mengakibatka menurunnya cadangan devisa. Pengaruh pengeluaran pemerintah (G) terhadap cadangan devisa (R) keduanya baik Keynes dan Moneteris menunjukan tanda positif. Perubahan kurs yang ditunjukan dengan variabel e memberikan dampak kenaikan cadangan devisa. Djiwandono (1990) menyatakan bahwa ketidakseimbangan neraca pembayaran memerlukan penyesuaian yang menyangkut penggunaan devisa. Sehubungan dengan ini, pendekatan moneter memusatkan perhatian pada perubahan cadangan devisa, dan mendefinisikan neraca pembayaran sebagai perubahan netto cadangan devisa dari bank sentral. Di dalam negara yang menganut sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate), perubahan netto dari cadangan devisa di dalam bank sentral merupakan bagian dari uang beredar di dalam masyarakat. Dari pendekatan moneter tersebut hal yang paling penting adalah menunjukkan bahwa ada suatu korelasi yang negatif antara perkembangan kredit domestik dan cadangan devisa. Setiap kali penguasa moneter menyediakan kredit yang melebihi dari permintaan masyarakat, maka akan berakibat negatif dengan cadangan devisa. Di samping itu berbeda pendekatan Keynes, pendapatan nasional mempunyai pengaruh positif terhadap cadangan devisa. Demikian juga terhadap kurs yang memberikan pengaruh positif terhadap cadangan devisa meskipun dalam jangka pendek. Ditujukkan pula bahwa cadangan devisa masa lalu mempunyai hubungan negatif dengan cadangan devisa.
122
Jurnal Equilibrium, Vol III. No.2 Oktober 2006
Arnad (1979) meneliti perbedaan antara pendekatan Keynes dan Moneterist yang diterapkan terhadap perekonomian Indonesia. Dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pendekatan moneter lebih sesuai di negaranegara berkembang termasuk Indonesia. Bagi Indonesia yang lebih cenderung memberi tekanan pada persediaan uang dari pada tingkat bunga, pendekatan moneterist lebih berguna. Perekonomian negara-negara di dunia sekarang semakin terbuka. Kegiatankegiatan perekonomian tidak lagi mengenal batas-batas kenegaraan. Kegiatankegiatan perekonomian bukan lagi hanya terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi juga meluas kepada aspek produksi dan pemasaran bahkan sumber daya manusia. Konsekuensi dari semua ini, perekonomian antar negara semakin berkait erat. Perubahan ekonomi disuatu negara dengan cepat dan mudah mempengaruhi ekonomi negara lain. Saling ketergantungan ekonomi antar negara semakin erat, dan keeratan ini bukan saja berlangsung antar sesama negara maju, tetapi juga antar negara berkembang dengan negara maju. Saling kergantungan ekonomi dipererat oleh era globalisasi ini jelas akan mempengaruhi Indonesia. Bagi Indonesia sektor luar negeri telah terbukti menjadi penggerak pembangunan nasional. Dengan ekonomi yang semakin berkembang pada gilirannya akan mempunyai dampak balik (feed back) pada neraca pembayaran. Hubungan sektor luar negeri menyangkut transaksi barang, jasa modal, moneter, alat pembayaran dan semuanya berpengaruh terhadap ekonomi dalam negeri. Total valuta asing yang dikuasai oleh suatu negara (yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta) dalam kaitannya dengan kegiatan-kegiatan sektor luar negeri pada umumnya disebut dengan cadangan devisa, dan kajian tentang pengaruh hubungan sektor luar negeri terhadap ekonomi dalam negeri akan tercatat dalam neraca pembayaran dengan cara pembukuan tertentu seperti yang ditetapkan oleh IMF ( International Monetary Fund). Kemudian dari neraca pembayaran ini dapat dianalisa hal-hal yang menyangkut persoalan perdagangan barang (ekspor-impor), transaksi jasa, nilai tukar, nilai utang, defisit transaksi berjalan, perdagangan internasional, dan cadangan devisa. Dampak krisis ekonomi dari sudut pandang neraca pembayaran adalah semakin menipisnya cadangan devisa. Menipisnya cadangan devisa karena digunakan untuk intervensi dalam rangka menekan kenaikan nilai kurs. Karena secara faktual, negara yang terkena krisis valuta asing, ketahanan ekonominya tergantung terhadap besarnya cadangan devisa yang dimiliki. Menurut Hady (2000), cadangan devisa diartikan sebagai total valuta asing yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta dari suatu negara. Cadangan devisa tersebut dapat diketahui dari posisi neraca pembayaran. Makin banyak devisa yang dimiliki oleh pemerintah dan penduduk suatu negara maka berarti makin besar kemampuan negara tersebut dalam melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional dan makin kuat pula mata uang negara tersebut.
Rahmatullah Rizieq, Analisis Faktor-Faktor ………
123
Cadangan devisa suatu negara biasanya dikelompokan atas (Hady,2000): Cadangan devisa resmi atau official foreign exchange reserve, yaitu cadangan devisa milik negara yang dikelola, dikuasai, diurus, dan ditatausahakan oleh Bank Sentral atau Bank Indonesia. 2. Cadangan devisa nasional atau country foreign exchange reserve, yaitu seluruh devisa yang dimiliki oleh perorangan, badan atau lembaga, terutama perbankan yang secara moneter merupakan kekayaan nasional (termasuk milik bank umum nasional). Jika cadangan devisa menunjukan angka positif, maka dapat dikatakan bahwa posisi neraca pembayaran dalam keadaan surplus, tetapi sebaliknya bila menunjukan angka negatif dikatakan neraca pembayaran dalam keadaan defisit. Menurut Dumairy (1997), posisi cadangan devisa suatu negara biasanya dinyatakan aman apabila mencukupi kebutuhan impor untuk jangka waktu setidak-tidaknya tiga bulan. Jika cadangan devisa yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan untuk tiga bulan impor, maka hal itu dianggap rawan. Tipisnya persediaan valuta asing suatu negara dapat menimbulkan kesulitan ekonomi bagi negara yang bersangkutan. Bukan saja negara tersebut akan kesulitan mengimpor barang-barang yang dibutuhkannya dari luar negeri, tetapi dapat menurunkan kredibilitas mata uangnya, yaitu kurs mata uangnya di pasar valuta asing akan mengalami depresiasi. Apabila posisi cadangan devisa itu terus menipis dan semakin tipis, maka dapat terjadi “serbuan” (rush) terhadap valuta asing dalam negeri. Dalam keadaan demikian, sering terjadi pemerintah negara yang bersangkutan akhirnya terpaksa melakukan devaluasi. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1. 1.
Tabel 1. Perkembangan Cadangan Devisa, Pendapatan Nasional Bruto dan Nilai Tukar Tahun 1995 s/d 2001 Pendapatan Nasional Nilai Tukar Tahun Bruto (Rp/US$) (Miliar Rp) 1995 14.674 383.767,6 2.308 1996 18.628 414.418,8 2.383 1997 17.427 433.685,4 4.650 1998 23.762 376.051,6 8.025 1999 27.054 375.535,0 7.100 2000 29.394 397.934,3 9.595 2001 28.016 411.132,1 10.400 2002 32.037 426.740,5 8.940 Sumber : BPS dan Bank Indonesia Tahun 1995 - 2002 Cadangan Devisa (Juta US$)
Kredit Domestik (Miliar Rp) 188.876 234.490 261.534 313.118 140.527 152.482 202.618 271.851
124
Jurnal Equilibrium, Vol III. No.2 Oktober 2006
Dari gambaran data Tabel 1, dapat diamati bahwa makin menipisnya cadangan devisa juga merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat kerentanan ekonomi Indonesia. Posisi cadangan devisa Indonesia pada triwulan I tahun 1995 mencapai US$ 13.324 juta atau setara dengan 4.3 bulan impor, meningkat terus menjadi US4 20.524 juta pada triwulan III tahun 1997. Sedangkan pada triwulan IV tahun 1997 posisi cadangan devisa Indonesia mengalami penurunan yaitu menjadi US$ 17.427 juta disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Sedangkan tahun 1998-2000 cadangan devisa Indonesia meningkat kembali yaitu dari US$ 18.584 juta pada triwulan II tahun 1998 menjadi US$ 29.394 juta pada triwulan IV tahun 2000. Posisi cadangan devisa mengalami penurunan kembali pada tahun 2001 yaitu menjadi 28.016. Posisi cadangan devisa kembali lagi meningkat pada triwulan II tahun 2002 yaitu US$ 29.279. Sementara perkembangan Pendapatan Nasional Bruto (PDB) sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1 di atas, dapat dicermati bahwa sejak krisis ekonomi terjadi pada pertengahan tahun 1997, tingkat Pendapatan Nasional Bruto menurun dari Rp. 433.685,4 miliar pada tahun 1997, menjadi Rp. 375.535,0 miliar pada tahun 1999. Perkembangan cadangan devisa Indonesia cukup rendah, yakni US$ 17.427 juta pada tahun 1997. Setelah pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya perbaikan dan penyembuhan (recovery) ekonomi,PDB mengalami sedikit peningkatan ditahun 2000 menjadi Rp 397.934,3 miliar. Pada tahun 2001 Pendapatan Nasioanal Bruto mencapai Rp.411.132,1 miliar, dimana cadangan devisa Indonesia mencapai US$ 28.016 juta. Sedangkan pada tahun 2002 terjadi peningkatan Pendapatan Nasional Indonesia yaitu sebesar Rp 426.740,5 miliar walaupun jumlahnya belum sama dengan jumlah sebelum krisis moneter melanda Indonesia. Sedangkan cadangan devisa meningkat mencapai US$ 32.037 juta pada tahun tersebut. Perkembangan pasar uang Indonesia akhir-akhir ini diwarnai dengan depresiasi nilai tukar rupiah yang merosot sangat tajam terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika Serikat. Hal ini dapat diamati langsung dari Tabel 1 dimana sejak triwulan III 1997 hingga akhir 2001 terjadi kemerosotan nilai tukar tersebut sebagai dampak dari krisis moneter yang melanda negara-negara Asean dan Asia lainnya. Dengan kondisi yang tidak menggembirakan ini, pemerintah terus berupaya mempertahankan nilai tukar rupiah senantiasa pada tingkat realistis, yaitu melalui serangkaian kebijakan, diantaranya diterapkan kebijakan nilai kurs valuta asing mengambang penuh dimana nilai tukar rupiah terhadap valuta asing terutama dollar Amerika sepenuhnya ditentukan oleh pasar. Dengan demikian pemerintah lebih fleksibel dalam mengantisipasi fluktuasi rupiah di pasar uang dan juga memperkecil peluang para spekulan. Perubahan kurs akan memberikan dampak pada devisa. Apabila kurs rupiah mengalami depresiasi, maka harga barang ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif sehingga dapat meningkatkan penerimaan devisa. Sebaliknya
Rahmatullah Rizieq, Analisis Faktor-Faktor ………
125
depresiasi rupiah dapat menyebabkan harga barang impor naik, sehingga nilai impor turun. Kesemuanya ini akan mengakibatkan penerimaan devisa naik. Tetapi dari Tabel 1 ternyata nilai tukar rupiah yang melemah menyebabkan cadangan devisa Indonesia semakin menipis, karena digunakan untuk kebutuhan pembayaran pinjaman luar negeri dan impor. Dampak yang ditimbulkan oleh realisasi pembelian valuta asing baik untuk kebutuhan impor maupun pembayaran cicilan utang luar negeri dan swasta ditengah kelangkaan pasokan devisa cenderung menimbulkan tekanan depresiasi terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1, dapat dicermati bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika makin melemah (depresiasi) dari Rp. 2.308,- per US$ 1 pada tahun 1995 menjadi Rp. 4650,- per US$ 1 pada triwulan IV tahun 1997. Melemahnya nilai tukar rupiah diikuti oleh semakin menipisnya cadangan devisa pada tahun yang sama yaitu sebesar US$ 17.427 juta. Sebaliknya nilai tukar menguat kembali (apresiasi) menjadi Rp. 7.100,- per US$ 1 pada triwulan IV tahun 1999, hingga menyebabkan cadangan devisa kembali meningkat yaitu US$ 27.054 juta. Pada tahun 2001 nilai tukar rupiah melemah kembali yaitu Rp. 10.400,- per US$ 1 yang diikuti dengan menurunnya cadangan devisa yaitu US$ 28.016 juta. Sedangkan pada tahun 2002 nilai tukar rupiah menguat kembali yaitu Rp 8.940,- per US$ 1, hingga cadangan devisa meningkat menjadi US$ 32.037 juta. Pertumbuhan ekonomi yang diinginkan oleh suatu negara dapat ditempuh melalui berbagai kebijakan baik melalui kebijakan moneter, fiskal, dan kurs valuta asing. Dalam banyak hal kebijakan tersebut mempengaruhi baik pendapatan nasional maupun cadangan devisa yang dianalisis melalau neraca pembayaran Indonesia ( Nopirin, 1998 ; 33). Pengendalian jumlah uang beredar merupakan hak otoritas moneter yang dikenal dengan Bank Sentral. Bank sentral berupaya mengatur jumlah uang beredar Jika uang dapat diperoleh dalam jumlah yang tak terbatas, maka nilai uang akan turun dan timbul ancaman inflasi. Kenaikan pendapatan mengakibatan jumlah uang beredar dimasyarakat meningkat. Apabila kelebihan permintaan ini tidak dipenuhi dari dalam negeri, maka tingkat bunga akan naik sehingga akan terjadi aliran modal masuk dari luar negeri, mengakibatkan cadangan devisa akan bertambah. Sebaliknya, apabila pendapatan menurun dapat mengakibatkan cadangan devisa berkurang. Bank sentral sebagai hak otoritas moneter juga memberi kredit kepada bankbank lain, bukan kepada perusahaan atau perorangan. Jika sebuah bank kekurangan dana, bank sentral dapat meminjamkan dana kepada bank tersebut. Karena itu bank sentral sering digambarkan sebagai pemberi pinjaman yang paling utama. Bank sentral memberi kredit kepada bank tersebut sebesar jumlah nominal surat berharga yang diserahkannya dikurangi dengan tingkat bunga yang berlaku. Tingkat bunga ditentukan oleh bank sentral. Tingkat bunga yang rendah membuka peluang peningkatan potensi kredit domestik yang lebih besar ( Sicat, 1991).
126
Jurnal Equilibrium, Vol III. No.2 Oktober 2006
Dengan kenaikan kredit domestik, maka uang beredar akan meningkat. Kelebihan uang beredar ini akan menurunkan tingkat bunga, sehingga terjadi aliran devisa keluar negeri yang mengakibatkan cadangan devisa menurun. Kelebihan jumlah uang beredar ini juga dapat menyebabkan masyarakat membelanjakan kelebihan tersebut untuk membeli barang dalam maupun luar negeri (impor). Kenaikan impor akan menurunkan cadangan devisa . Pentingnya peranan cadangan devisa bagi suatu negara, termasuk Indonesia, menjadi hal yang menarik untuk diamati terutama faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan devisa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini mengajukan perumusan masalah sebagai berikut, “Bagaimanakah pengaruh pendapatan nasional, kredit domestik, kurs, dan cadangan devisa sebelumnya terhadap cadangan devisa Indonesia?” . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari pendapatan nasional, kredit domestik, kurs, dan cadangan devisa sebelumnya terhadap cadangan devisa Indonesia. Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi penelitian lanjutan dalam kaitannya dengan cadangan devisa Indonesia, dan kiranya dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan untuk penerapan ilmu-ilmu ekonomi, terutama dalam bidang ekonomi moneter. Metode Penelitian Penelitian ini menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan devisa Indonesia. Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana perilaku variable-variabel makroekonomi terhadap cadangan devisa. Data yang digunakan meliputi data tahun 1990 sampai 2001. Dalam penelitian ini digunakan data yang bersumber dari Biro Pusat Stasistik (BPS), Bank Indonesia (BI), dan Internasional Financial Statistic (IFS), serta data yang dipublikasikan melalui berbagai tulisan ilmiah yang berkenan dengan penelitian. Model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model yang digunakan untuk melihat hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap cadangan devisa Indonesia. Model tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : R = f ( Y, KURS, R1, DC) Selanjutnya agar fungsi di atas dapat diestimasi, maka fungsi tersebut dibuat dalam bentuk persamaan linier yang dapat dinyatakan sebagai berikut : R = α0 + α1 Y + α2 KURS + α3 R1 + α4 DC + e Dimana: R = Cadangan devisa Y = pendapatan nasional R1 = cadangan devisa tahun sebelumnya DC = kredit domestik KURS = kurs devisa
Rahmatullah Rizieq, Analisis Faktor-Faktor ………
127
α0 …. α4 = koefisien Tujuan utama dalam analisis regresi adalah untuk menaksir PRF (Population Regression Function) atas dasar SRF (Sample Regression Function). Untuk mendapatkan penaksiran seakurat mungkin digunakan metode kuadrat terkecil (OLS). Pertimbangan metode ini adalah mempunyai sifat-sifat yang dapat diunggulkan, yaitu secara teknis sangat kuat, mudah dalam perhitungan dan penarikan interpretasinya. Di samping itu, karena sifat penaksir OLS yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), dimana dalam kelas penaksir tak bias mempunyai varians yang minim (Gujarati, 1997). Tujuan melakukan uji model adalah untuk menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan fungsional variabel dependent dan variabel independent melalui: uji parsial, uji serentak, uji kesesuaian, uji stabilitas, dan uji asumsi klasik. Hasil dan Pembahasan Dalam rangka menstabilkan kurs mata uang nasional terhadap emas dan dollar Amerika, otorita moneter wajib menahan sejumlah cadangan luar negeri tertentu agar bilamana diperlukan dapat mempengaruhi penawaran dan permintaan devisa di pasar bebas. Cadangan luar negeri terdiri dari berbagai bentuk kekayaan lacar internasional yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan untuk melakukan intervensi di bursa valuta. Cadangan luar negeri pada umumnya terbatas dalam bentuk kekayaan yang dinyatakan dalam dollar Amerika, Poundsterling Inggris, emas dan belakangan ini juga dalam bentuk special drawing rights (SDR). SDR diperkenalkan pada umum sebagai alat pembayaran sejak tanggal 28 Juli 1969. Walaupun Poundsterling Inggris penting peranannya dalam perdagangan dunia, akan tetapi sebagai cadangan luar negeri terntu hanya terbatas penggunaannya dilingkungan orbitnya yaitu secara regional berada di negara-negara commonwealth. Untuk mata uang dollar Amerika yang merupakan pusat sistem Bretton Woods, memegang mata uang tersebut sama baiknya dengan menahan emas karena setiap waktu dapat dipertukarkan satu dengan lain pada tingkat harga tertentu yang stabil dan dijamin oleh departemen keuangan Amerika Serikat (Wijaya; 1992). Persyaratan yang harus dipenuhi agar mata uang nasional suatu negara dapat diterima oleh banyak negara menjadi cadangan devisa luar negeri suatu negara adalah pertama, di negara tersebut harus ada pasar uang yang terbuka dimana bank-bank sentral negara-negara lain dapat secara bebas melakukan intervensi dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek. Kedua, pasar uang tersebut harus mampu menyerap transaksi dalam jumlah besar yang dilakukan oleh bank sentral luar negeri. Ketiga, mata uang nasional harus convertible pada tingkat kurs yang stabil. Oleh karena pasa uang di New York dan London merupakan dua pasar uang terbuka dan terbesar di dunia, maka dollar Amerika dan Punsterling diterima dunia sebagai cadangan luar negerinya (Wijaya; 1992). Menurut Dumairy (1997), posisi cadangan devisa suatu negara biasanya dinyatakan aman apabila mencukupi kebutuhan impor untuk jangka waktu
128
Jurnal Equilibrium, Vol III. No.2 Oktober 2006
setidak-tidaknya tiga bulan. Jika cadangan devisa yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan untuk tiga bulan impor, maka hal itu dianggap rawan. Tipisnya persediaan valuta asing suatu negara dapat menimbulkan kesulitan ekonomi bagi negara yang bersangkutan. Bukan saja negara tersebut akan kesulitan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan dari luar negeri, tetapi dapat menurunkan kredibilitas mata uangnya, yaitu kurs mata uangnya di pasar valuta asing akan mengalami depresiasi. Apabila posisi cadangan devisa itu terus menipis dan semakin tipis, maka dapat terjadi "serbuan" (rush) terhadap valuta asing di dalam negeri. Dalam keadaan demikian, sering terjadi pemerintah negara yang bersangkutan akhirnya terpaksa melakukan devaluasi. Tabel 2 memperlihatkan perkembangan cadangan devisa Indonesia dan kebutuhan bulan impor non migas. Tabel 2 Perkembangan Cadangan Devisa Indonesia Dan Kebutuhan Bulan Impor Non Migas Tahun/ Triwulan
Perkembangan Cadangan Devisa (%)
1995 I II III IV 1996 I II III IV 1997 I II III IV 1998 I II III IV
9,82 0,00 4,14 2,61 3,07 25,12 8,87 3,18 (-0,41) 13,48 (-4,98) 6,68 6,09 (-2,66) (-15,09) 33,52 (-5,27) 12,57 10.49 25,73
Impor Non Migas (CIF) (Bulan) 4,7 4,0 4,1 4,3 4,2 4,4 4,3 4,9 5,2 5,6 5,2 4,5 4,6 6,6 7,3 8,9
Tahun/ Triwulan
Perkembangan Cadangan Devisa (%)
1999 I II III IV 2000 I II III IV 2001 I II III IV 2002 I II III IV
13,36 8,33 2,98 1,40 0,65 8,43 0,39 1,37 2,04 4,63 (-1,48) (-2,45) 0,04 0,96 (-0,03)
Sumber : Badan Pusat Statistik, Tahun 1995 - 2001
(-0,04) 4,55 2,60 6,64
Impor Non Migas (CIF) (Bulan) 6,4 6,6 6,7 6,7 5,5 5,6 5,7 6,0 6,5 6,5 6,5 6,3
Rahmatullah Rizieq, Analisis Faktor-Faktor ………
129
Dari Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa perkembangan cadangan devisa Indonesia sangat berfluktuasi. Pada tahun 1995-1996 cadangan devisa rata-rata mencukupi kebutuhan impor 4 bulan. Persentase perubahan bukan saja naik dan turun, akan tetapi juga negatif pada tahun-tahun tertentu. Sepanjang kurun waktu 1995-2001 terjadi penurunan penerimaan devisa, yakni Triwulan III tahun 1996, Triwulan III 1997, Triwulan IV 1997, Triwulan I 1998, Triwulan I 2001 dan Triwulan IV 2001. Kenaikan terbesar cadangan devisa terjadi pada Triwulan IV tahun 1998. Cadangan devisa bernilai $ 23.762 juta, naik sebesar 15,73 % dari tahun sebelumnya. Sedangkan kebutuhan impor non migas mencukupi 8,9 bulan. Cadangan devisa mengalami keniakan 12,91 % rata-rata pertriwulan pada tahun tersebut. Sementara itu pada Triwulan IV tahun 1997 terjadi kemerosotan terbesar. Cadangan devisa turun 15,09% dari tahun sebelumnya karena disebabkan terjadi krisis moneter di Indonesia. Sedangkan kebutuhan impor non migas mencukupi 4,5 bulan. Pada tahun tersebut cadangan devisa menurun 4,98% rata-rata pertriwulan. Cadangan devisa mulai menampakkan tanda menggembirakan pada periode tahun 1998-2000, dengan kenaikan sebesar 4,4% rata-rata pertahun dan kembali memprihatinkan pada tahun 2001 dimana cadangan devisa turun 0,77% rata-rata pertriwulan, tetapi selama periode tahun 1995-2001 cadangan devisa menunjukkan peningkatan dengan kenaikan rata-rata 2,79% pertahun. Cadangan devisa suatu negara dalam hal ini Indonesia dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel makro ekonomi dan moneter, di mana antara satu variabel dengan variabel lainnya saling mengalami keterkaitan. Artinya setiap perubahan variabel yang terjadi akan mempengaruhi cadangan devisa. Di sisi lain perubahan secara simultan dari keseluruhan variabel, juga akan mempengaruhi peningkatan dan penurunan cadangan devisa Indonesia. Dalam penelitian ini terdapat empat komponen variabel ekonomi yang dinyatakan sebagai variabel-variabel yang dapat mempengaruhi cadangan devisa, yaitu Pendapatan Nasional, posisi cadangan devisa periode tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan kredit domestik. Masing-masing variabel tersebut merupakan variabel bebas yang akan menerangkan variabel terikat (Cadangan Devisa). Berdasarkan hasil estimasi terhadap fungsi cadangan devisa memberikan hasil sebagai berikut: R = 23,155 – 0,95193 R1 + 0,0172 Y + 0,1049 KURS + 0,03391 DC (1598) (0,05463) (-0,001258) (0,08484) (0,00448) R2 = 0,9054 Sebelum menganalisis hasil estimasi fungsi cadangan devisa diatas maka akan dilihat terlebih dahulu apakah ada pelanggaran-pelanggaran asumsi klasik pada model yang akan dianalisis. Pelanggaran-pelanggaran yang dilihat adalah terjadinya autokorelasi, heterokedastisitas, multikoleniaritas dan simultanius bias.
130
Jurnal Equilibrium, Vol III. No.2 Oktober 2006
Tabel 3 Hasil Estimasi Regeresi Faktor-faktor yang mempengaruhi Cadangan Devisa Indonesia Variabel Konstanta Cadangan Devisa Periode sebelumnya Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Kredit Domestik R² Adjusted R² F Change Signifikan F
Parameter A R1
Koefisien 23,155 0,95193
t - hitung 0,01449 17,43
p - value 0,989 0,000
Y
0,00172
1,367
0,183
KURS
0,10490
1,236
0,227
0,0033906
0,7568
0,456
DC = 0,9640 = 0,9585 = 174,066 = 0,000
Uji Pelanggaran Asumsi Klasik Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, yang sering dihadapi oleh model dengan menggunakan data runtun waktu, adalah menggunakan metode Durbin-Watson test. Namun jika diantara variabel bebas terdapat variabel yang mengandung beda kala (lagged dependent variable) maka statistik d dari DurbinWatson tidak dapat digunakan untuk mendeteksi autokorelasi dalam model Dalam penelitian ini terdapat variabel yang mengandung variabel bebas beda kala, maka pendekatan ini akan menggunakan metode uji h-statistik dengan formula seperti dibawah ini :
h = (1 − 0,5d )
dimana : d
n 1 − n(var(bs )
= statistik D-W n = jumlah observasi var(bs) = varians koefisien regresi untuk varibel lag Selanjutnya, nilai h-statistik ini diuji berdasarkan table standardized normal distribution, karena mengikuti pola distribusi normal dengan nilai rata-rata sama dengan nol dan nilai varians sama dengan satu. Artinya probabilitas bahwa h terletak antara –1,95 dan +1,95 adalah 95%. Jika h terletak antara –1,95 dan +1,95 Ho diterima bahwa tidak ada autokorelasi.
Rahmatullah Rizieq, Analisis Faktor-Faktor ………
131
Sedangkan untuk pendekatan model yang mengandung variabel beda kala, harus menggunakan uji h-statistik. Seperti diketahui dari estimasi model ,nilai DW adalah 1,4402 yang kemudian dimasukan dalam rumus h-statistik menjadi : h = ( 1 – 0,5 (1,4402) V 28/ 1-28(0,005295) = 1,60 Bila diperhatikan nilai h = 1,60 termasuk dalam range –1,95 < h <1,95, maka Ho diterima pada α = 5% yang berarti tidak ada autokorelasi. Jadi estimasi persamaan model dalam penelitian tidak terjadi hubungan serial diantara distribution terms nya. Konsekuensi adanya heterokedastisitas adalah biasnya variant, sehingga uji signifikansi menjadi tidak valid. Salah satu cara mendektesinya adalah dengan menggunakan perintah diagnos/het pada program shazam memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 4 Hasil Uji Heterokedastisitas Model Heterokedastisitas Test E2 terhadap yhat E2 terhadap yhat2 2 E terhadap log(yhat2) 2 E terhadap lag(E2) ARCH Test : Log(E2) terhadap X (Harvey) test : ABS (E) terhadap X (Glejser) test : Sumber : Pengolahan data
Chi-Squqre Test Statistik 11,185 9,027 14,188 2,058 67,538 21,648
D.F
P-Value
1 1 1 1 4 4
0,00082 0,00266 0,00017 0,15141 0,00000 0,00024
Dari Tabel 4 di atas nilai p-value dari pengujian heterokedastisitas pada umumnya adalah signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa didalam model yang diestimasi terjadi pelanggaran asumsi homoskedastisitas. Multikolenieritas adalah adanya hubungan eksak linier antara variabel penjelas. Untuk melihat apakah terjadi multikolenieritas adalah melalui koefisien korelasi antara variabel bebas. Tabel 5 Koefisien Korelasi Antara Variabel Bebas Model Variabel Y 1 Y 0,11380 R1 -0,15043 KURS -0,23360 DC Sumber : Pengolahan data
R1
KURS
DC
1 -0,65800 0,33124
1 -0,20062
1
132
Jurnal Equilibrium, Vol III. No.2 Oktober 2006
Dari Tabel 5 terlihat bahwa tidak terdapat korelasi yang yang sangat besar antara variabel-variabel bebas. Sehingga dapat dikatakan bahwa model yang dianalisis tidak terjadi multikoleniaritas. Dari hasil uji-uji diatas hanya ditemukan satu pelanggaran asumsi yaitu terjadinya Autokorelasi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah Autokorelasi yaitu melakukan estimasi model dengan menggunakan metode Cochran Orcut. Estimasi terhadap fungsi cadangan devisa dengan menggunakan metode Cochran Orcut memberikan hasil sebagai berikut (Tabel IV-8) : R = -632,27 + 0,93384 R1 + 0,01563 Y + 0,13383 KURS + 0,00769 DC (2352) (0,08234) (0,00087) (0,09379) (0,00591) R2 = 0,9721 Tabel 6 Hasil Estimasi Regeresi Faktor-faktor yang mempengaruhi Cadangan Devisa Indonesia Variabel Konstanta Cadangan Devisa Periode sebelumnya Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Kredit Domestik R² Adjusted R² F Change Signifikan F n Sumber: Pengolahan data
Parameter A R1
-632,27 0,93384
Thitung -0,2689 11,34
p– value 0,788 0,000
Y
0,01563
1,803
0,071
KURS
0,13383
1,975
0,040
DC = 0,9721 = 0,9679 = 270.423 = 0,000 = 28
0,00769
1,302
0,193
Koefisien
Dari Table 6 terlihat pengujian parameter individu dengan menggunakan analisis regresi uji-t pada tingkat signifikansi 95% dan 90% menunjukan bahwa : Pendapatan Nasional, Cadangan Devisa sebelumnya, nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika dan Kredit domestik sangat berpengaruh (t-hitung > t-tabel) terhadap Cadangan Devisa Indonesia. Nilai konstanta sebesar 11,092 menyatakan bahwa pada saat faktor Pendapatan Nasional, cadangan devisa periode sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan kredit domestik nilainya nol maka cadangan devisa hanya sebesar 11,092 juta dollar Amerika. Artinya ada faktor lain diluar faktor
Rahmatullah Rizieq, Analisis Faktor-Faktor ………
133
estimasi yang mempengaruhi cadangan devisa, misalnya dengan meningkatnya ekspor akan mengakibatkan cadangan devisa meningkat , sebaliknya dengan meningkatnya import akan berkurangnya cadangan devisa. Nilai koefisien pendapatan nasional sebesar - 0,21088E-04 menyatakan bahwa setiap penambahan pendapatan nasional sebesar 1 miliar rupiah (tanda negatif), maka cadangan devisa akan berkurang sebesar 21,088 dollar Amerika. Hal ini menandakan bahwa peningkatan pendapatan akan meningkatkan impor sehingga akan menurunkan cadangan devisa yang ada. Nilai koefisien cadangan devisa sebelumnya sebesar 0,56525 menyatakan bahwa setiap penambahan cadangan pada periode sebelumnya sebesar 1 juta dollar Amerika, maka cadangan devisa kedepannya akan meingkat sebesar 562,250 dollar Amerika. Hal ini menandakan bahwa posisi cadangan devisa sebelumnya akan membawa pengaruh pada peningkatan cadangan devisa pada masa yang akan datang. Nilai koefisien kurs sebesar 0,36092 menyatakan bahwa setiap apresiasi rupiah sebesar 1 point, maka cadangan devisa akan meningkat sebesar 360.920 dollar Amerika. Tanda koefisien yang positif menunjukkan bahwa peningkatan kurs dollar Amerika terhadap rupiah akan meningkatkan ekspor barang dan jasa sehingga posisi devisa pemerintah tentunya juga akan meningkat. Perubahan kurs yang ditunjukan dengan variabel KURS memberikan dampak menaikkan devisa, berarti terdapat hubungan yang positip antara keduanya. Selama periode 1995-2001 kurs rupiah mengalami depresiasi. Akibatnya harga barang ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif sehingga dapat meningkatkan penerimaan devisa. Sebaliknya depresiasi rupiah dapat menyebabkan harga barang-barang impor naik, sehingga nilai impor turun. Hal ini juga akan mengakibatkan cadangan devisa naik. Sedangkan nilai koefisien untuk kredit domestik sebesar - 0,15627E-04 berarti bahwa peningkatan kredit domestik sebesar 1 miliar rupiah akan menurunkan cadangan devisa sebesar 15,627 dollar Amerika. Hal ini menandakan bahwa kredit domestik yang ada cenderung untuk kegiatan peningkatan impor barang dan jasa.Penjelasan mengenai mengapa koefisien tersebut negatif yakni dengan kenaikan kredit domestik maka uang beredar akan meningkat. Kelebihan uang beredar ini akan menurunkan tingkat bunga sehingga terjadi aliran devisa keluar negeri yang mengakibatkan cadangan devisa menurun. Kelebihan uang beredar juga dapat menyebabkan masyarakat membelanjakan kelebihan tersebut untuk membeli barang dalam maupun luar negeri (impor). Kenaikan impor inilah yang akan menurunkan jumlah cadangan devisa. Berdasarkan hasil analisis regresi uji t dalam penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa : Pendapatan Nasional, cadangan devisa periode sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan kredit domestik sangat berpengaruh (signifikan) terhadap cadangan devisa. Hasil yang diperoleh dalam model regresi menunjukkan nilai R2 sebesar 0,9098. Artinya, fenomena variasi cadangan devisa di Indonesia, sebesar 91 persennya dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya. Sedangkan sisanya 9
134
Jurnal Equilibrium, Vol III. No.2 Oktober 2006
persen dijelaskan oleh variable-variabel lain diluar model. Nilai R2 yang cukup tinggi ini memperlihatkan estimasi model yang dihasilkan dari analisis ini cukup memperlihatkan keadaan yang sebenarnya (goodness of fit) atau cukup kuat untuk dipercaya. Dengan demikian, variabel-variabel dalam model persamaan yang digunakan sudah cukup baik. Melihat tanda koefisien yang dihasilkan dalam penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya bahwa untuk Pendapatan Nasional (Y), Kredit Domestik (DC) memiliki tanda negatif, sedangkan cadangan devisa tahun sebelumnya (R1) dan Kurs sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Keynes. Seperti dirangkum dalam Tabel 7 Tabel 7 Hubungan Cadangan Devisa Dengan Variabel Independent Variabel Independent
Menurut Teori (Keynes)
Y KURS R1 DC Sumber: Pengolahan data
+ + _
Tanda Hasil Penelitian Nopirin _ + + -
Tanda Hasil Penelitian + + -
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan data empiris dan hasil interpretasi analisis data, maka faktorfaktor yang mempengaruhi cadangan devisa Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Faktor-faktor ekonomi penting yang dapat mempengaruhi cadangan devisa Indonesia adalah cadangan devisa periode sebelumnya, pendapatan nasional Indonesia, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sedangkan kredit domestik tidak. b. Cadangan devisa periode sebelumnya, pendapatan nasional Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Hal ini sesuai dengan teori Keynesian yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi cadangan devisa adalah pendapatan nasional, cadangan devisa periode sebelumnya dan nilai kurs. Tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel cadangan devisa sebelumnya, pendapatan nasional dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika mempunyai tanda positif. Untuk menentukan suatu kebijakan dalam rangka menetapkan cadangan devisa yang cukup memadai dalam rangka pembiayaan impor guna memenuhi hasrat pembangunan hendaklah pemerintah menjaga agar pergerakan kurs, khususnya dollar Amerika tidak berfluktuasi terlalu besar. Kebijakan lain yang perlu dilakukan guna peningkatan cadangan devisa adalah pemerintah harus mampu meningkatkan pendapatan nasional dengan berbagai kebijakan baik dari
Rahmatullah Rizieq, Analisis Faktor-Faktor ………
135
sisi fiskal maupun moneter. Dalam upaya peningkatan pendapatan nasional tersebut, pemerintah harus mampu mengendalikan inflasi, supaya inflasi tidak merangkak terus sehingga didapat pertumbuhan ekonomi secara optimal. kebijakan anti inflasi yang lebih memfokuskan pada pengendalian harga-harga dalam negeri, dengan membiarkan nilai tukar rupiah melakukan penyesuaian sendiri terhadap dollar Amerika, maka hal ini juga berdampak buruk bagi perekonomian nasional. Untuk itu peranan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar dapat lebih aktif baik melalui pengendalian jumlah uang beredar, pengendalian tingkat suku bunga maupun operasi pasar.
DAFTAR PUSTAKA Arnat, H W, (1979). “ Keynes or Friedman or Both ?”. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol XXXVII No. 3, Jakarta. Badan Pusat Statistik (2000). Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta Djiwandono, J Soedradjat, (1980).” Perkembangan Teori Neraca Pembayaran “. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol XXVIII No. 3, Jakarta. Dornbusch, Rudiger dan Fischer Stanley, (1994). Ekonomi Makro. Edisi kelima. PT Rineka Cipta, Jakarta. Dumairy, (1997). Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Froyen, Richard T, (1996). Macroeconomics, Theory & Policies. Fith edition, Prentice Hall Inc, New York. Gandolfo, Giancarlo, (1987). International Economics II, International Monetery Theory and Open Economics Macroeconomics. Springer Verlag Berlin Heidelberg, Germany. Gujaraty, Damodar, (1997). Ekonometrika Dasar. Erlangga, Jakarta. Hady, Hamdy, (2000). Ekonomi Internasional; Edisi ke dua. Ghalia Indonesia, Jakarta. Ismawan , Indra , (1998) . Dimensi Krisis Ekonomi Indonesia. PT Elex Media Komputindo , Jakarta. Krugman , Paul R dan Obstfeld Maurice , (1992). Ekonomi Internasional ; Edisi ke satu . Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia and Harpercollin Publishers, Jakarta. Nopirin , (1996) . Ekonomi Internasional ; Edisi ke tiga . BPFE , Yogyakarta. Nopirin , (1998) .” Pertumbuhan Ekonomi dan Neraca Pembayaran Indonesia 1980- 1996, Suatu Pendekatan Keynes dan Monetaris “. Jurnal Kelola Universitas Gajah mada , Yogyakarta. Nopirin , (1995) . Ekonomi Moneter I & II ; Edisi ke empat . BPFE , Yogyakarta. Prasetiantono , A , (1997) . Agenda Ekonomi Indonesia . PT Gramedia Pustaka Utama , Jakarta Sicat,Gerardo P dan H.W.Arndt , (1991) . Ilmu Ekonomi . LP3ES, Jakarta
136
Jurnal Equilibrium, Vol III. No.2 Oktober 2006
Tambunan , Tulus T H , (1998) . Perekonomian Indonesia , Beberapa Isu Penting. Ghalia Indonesia , Jakarta. Widodo , Suseno Triyanto , (1990) . Indikator Ekonomi , Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia . Kanisius , Yogyakarta.