ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
PADA ANEMIA
REMAJA PUTRI DI WILAYAH PUSKESMAS JENGGOT KOTA PEKALONGAN
Himawati Abstrak Anemia merupakan salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia. Remaja putri merupakan kelompok yang rentan untuk terkena anemia, hal ini disebabkan karena masa ini merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi, mengalami menstruasi setiap bulan. Keadaan ini membuat kelompok remaja putri beresiko untuk terkena masalah kesehatan antara lain anemia. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan, desain penelitian korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Pengambilan sampel dengan proporsional random sampling . Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 – Februari 2011pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan dengan jumlah sampel sebanyak 212. Instrumen penelitian menggunakan pemeriksaan kadar hemoglobin, kuesioner dan formulir food recall. Analisa data menggunakan uji chi -square .Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pendapatan keluarga tinggi ,tingkat pengetahuan kurang, tingkat asupan zat besi cukup dengan menstruasi normal, dan angka kejadian anemia 36,8% . Ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga dengan kejadian anemia (p<0,05). Ada hubungan yang signifikan antara faktor pengetahuan dengan kejadian anemia (p<0,05).Ada hubungan yang signifikan antara faktor asupan zat besi dengan kejadian anemia (p<0,05). Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor menstruasi dengan kejadian anemia (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut perlu mengoptimalkan upaya promotif dan preventif terhadap masalah anemia dengan meningkatkan frekuensi penyuluhan dan mengintegrasikan materi tentang anemia dalam mata pelajaran penjaskes. Kata kunci : Anemia, Remaja putri
1
2
Anemia merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia dan merupakan masalah gizi yang paling banyak dijumpai pada kelompok remaja putri. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah tangga yang dilakukan oleh Depkes RI tahun 2005 bahwa 57,1 % remaja putri mengalami anemia sedangkan berdasarkan hasil survei pelacakan anemia pada anak sekolah tingkat lanjut oleh Dinas Kesehatan Kota Pekalongan tahun 2009 menunjukkan bahwa 32,99 % remaja putri dikota pekalongan menderita anemia . Hal ini menunjukkan bahwa anemia pada remaja putri masih merupakan masalah kesehatan karena prevalensinya masih lebih dari 15 % (SKRT,2001).
Remaja putri merupakan kelompok yang rentan untuk terkena anemia, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain masa remaja merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi, remaja putri mengalami menstruasi setiap bulan sehingga membutuhkan zat besi lebih tinggi sementara jumlah makanan yang dikonsumsi kurang karena mereka takut gemuk. Keadaan inilah yang membuat kelompok remaja putri akan mengalami masalah kesehatan antara lain anemia.
Anemia pada remaja putri akan berdampak menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar, mengganggu pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak sehingga menimbulkan gejala muka tampak pucat, letih, lesu dan cepat lelah akibatnya dapat menurunkan kebugaran dan presatasi belajar (Depkes,2003).
Anemia didiagnosis berdasarkan pemeriksaan laboratorium dengan menentukan kadar Hemoglobin yang disesuaikan dengan tingkatan umur. World Health Organization (WHO) merekomendasikan sejumlah nilai cut off
untuk
menentukan anemia pada berbagai kelompok usia, jenis kelamin dan kelompok fisiologis. Adapun standar nilai hemoglobin bagi diagnosis anemia untuk kelompok populasi remaja adalah < 12 g/dl (Gibney,2008).
3
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada remaja putri sebagian besar karena prilaku dari remaja itu sendiri. Pada garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yakni aspek fisik, psikis dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan lain sebagainya.
Menurut Lawrence Green (1980), bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor prilaku dan gaya hidup serta faktor lingkungan. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu : faktor predisposisi (Predisposing factor), faktor pendukung (Enabling factor) dan faktor pendorong (reinforcing factor).
Dalam penelitian ini difokuskan pada faktor pedisposisi karena faktor tersebut yang paling berperan dalam mempengaruhi kejadian anemia pada remaja putri. Adapun faktor predisposisi yang diteliti meliputi tingkat pendapatan keluarga , tingkat pengetahuan remaja putri tentang anemia, dan Asupan zat besi serta menstruasi.
Pendapatan keluarga merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan, sehingga rendahnya pendapatan akan mempengaruhi rendahnya daya beli. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder. Pendapatan atau penghasilan yang kecil tidak dapat memberi cukup makan pada anggota keluarga, sehingga kebutuhan keluarga tidak tercukupi (Depkes,1999).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
4
perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2005)
Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan. Kandungan zat besi dalam makanan berbeda-beda, dimana makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati dan ayam). Makanan nabati (seperti sayuran hijau tua) walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus. Rendahnya asupan zat besi ke dalam tubuh yang berasal dari konsumsi zat besi dari makanan sehari-hari merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia (Gibney,2008).
Menstruasi adalah runtuhnya jaringan epitel endometrium akibat pengaruh perubahan siklik keseimbangan hormonal reproduksi wanita. Ciri-ciri menstruasi normal adalah Lama siklus antara 21-35 hari, lama perdarahan 3-7 hari, perdarahan 20-80 cc persiklus, tidak disertai rasa nyeri, darah warna merah segar dan tidak bergumpal (Gibney, 2009). Kehilangan rata-rata darah secara normal pada saat menstruasi adalah sekitar 30 ml/hari yang sama dengan kebutuhan tambahan 0,5 mg zat besi per hari. Kehilangan darah setiap hari dihitung dari kandungan zat besi dalam darah yang hilang selama menstruasi selama periode satu bulan. Remaja putri yang kehilangan darah menstruasi lebih dari 30 ml/ hari maka remaja putri tersebut tidak akan mampu mempertahankan keseimbangan zat besinya sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia. ( Gibney,2009). Adapun tujuan penelitian adalah menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada anemia remaja putri di wilayah kerja Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan.
METODOLOGI Desain Penelitian yang digunakan pada penelitian ini korelasional sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Populasi
dalam
penelitian ini adalah seluruh remaja putri sekolah lanjut tingkat atas (SMA) di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan yang terdiri dari 3 sekolah dengan jumlah 450 siswi. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja putri yang
5
memenuhi kriteria inklusi sejumlah 212 yang terbagi secara proporsional pada 3 sekolah SMA di wilayah Puskesmas Jenggot dengan metode proporsional random sampling. Penelitian ini dilaksanakan di seluruh sekolah lanjutan tingkat atas di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Februari 2011. Alat pengumpul data dengan Instrumen penelitian uji laboratorium kadar hemoglobin, kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelumnya dan Food Recall selama 3 x 24 jam. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji statistik yang digunakan yaitu uji chisquare.
HASIL Hasil penelitian diperoleh remaja putri dengan usia bervariasi antara 15 tahun sampai dengan 18 tahun . Pekerjaan orang tua responden sebagian besar bekerja sebagai buruh selain itu bekerja sebagai wiraswasta, PNS, petani dan lainnya seperti TKI/TKW. Dari analisis yang dilakukan diperoleh hasil ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian anemia pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan (table 1). ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kejadian anemia pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan(table 2). ada hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi zat besi dengan kejadian anemia pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan (table 3). tidak ada hubungan yang signifikan antara menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan (table 4). Hal ini berarti faktor pendapatan keluarga, faktor pengetahuan tentang anemia dan faktor asupan zat besi benar-benar berpengaruh pada anemia remaja putri sedangkan faktor menstruasi tidak berpengaruh terhadap anemia pada remaja putri.
6
Tabel 1. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kejadian Anemia Tingkat Pendapatan Rendah Tinggi Total
Kejadian Anemia Tidak Anemia Anemia 69 4 (94,5 %) ( 5,5%) 9 130 (6,5%) (93,5 %) 78 134 (36,8%) (63,2%)
Total 73 (100 %) 139 (100 %) 212 (100%)
X2
ρ Value 0,000
155.784
Tabel 2. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Anemia
Tingkat Pengetahuan Kurang Baik Total
Kejadian Anemia Tidak Anemia Anemia 69 98 (41,3 %) ( 58,7%) 9 36 (20%) (80 %) 78 134 (36,8%) (63,2%)
Total 167 (100 %) 45 (100 %) 212 (100%)
X2
ρ Value 0,014
6.040
Tabel 3. Hubungan Tingkat Konsumsi dengan Kejadian Anemia Tingkat Konsumsi Kurang Cukup Total
Kejadian Anemia Tidak Anemia Anemia 68 6 (91,9 %) ( 8,1%) 10 128 (12,8%) (85,5 %) 78 134 (36,8%) (63,2%)
Total 74 (100 %) 138 (100 %) 212 (100%)
ρ Value 0,000
X2 144.790
7
Tabel 4. Hubungan Menstruasi dengan Kejadian Anemia Menstruasi Tidak normal Normal Total
Kejadian Anemia Tidak Anemia Anemia 17 42 (28,8 %) ( 71,2%) 61 92 (39,9%) (60,1 %) 78 134 (36,8%) (63,2%)
Total 59 (100 %) 138 (100 %) 212 (100%)
ρ Value 0,181
X2 1.788
PEMBAHASAN
Hasil penelitian diperoleh ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian anemia pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan (p < 0,05). Pendapatan keluarga merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan, sehingga rendahnya pendapatan akan mempengaruhi rendahnya daya beli (Depkes RI, 1999). Menurut peneliti tingkat pendapatan keluarga yang tinggi memungkinkan orang tua menyajikan makanan yang berkualitas dan bergizi, sehingga kebutuhan gizi remaja tercukup dan terhindar dari kejadian anemia. Tingkat pendapatan keluarga yang rendah memungkinkan orang tua mengabaikan kebutuhan gizi remaja putri dan hanya menyediakan makanan yang dapat mencukupi kebutuhan pokok untuk seluruh anggota keluarga.
Hasil penelitian diperoleh ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kejadian anemia pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan (p < 0,05). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang . Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2005). Menurut peneliti pengetahuan remaja putri yang kurang baik tentang anemia disebabkan kurangnya informasi yang diterima
8
remaja putri, baik melalui media elektronik dan media cetak. Pengetahuan remaja putri yang baik disebabkan remaja putri telah memperoleh informasi tentang anemia dari sekolah maupun media informasi lainnya seperti internet, artikelartikel dalam majalah maupun surat kabar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ternyata pengetahuan tentang anemia pada remaja putri sebagian besar kurang hal ini karena remaja tidak menyadari anemia sebagai masalah kesehatan yang penting bagi mereka sebagai calon ibu sehingga minimnya informasi yang mereka dapatkan tentang anemia dari sekolah tidak membuat mereka berusaha mencari informasi dari media informasi lainnya seperti internet. Sekolah telah bekerja sama dengan pihak puskesmas untuk memberikan penyuluhan tentang anemia akan tetapi frekuensi penyuluhan dilakukan setahun sekali bersamaan dengan kegiatan pemeriksaan kesehatan rutin. Disamping itu masalah kesehatan tentang anemia juga tidak masuk dalam bahasan materi sekolah.
Hasil penelitian diperoleh ada hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi zat besi dengan kejadian anemia pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan (p < 0,05). Gibney, (2008) menyatakan bahwa rendahnya asupan zat besi kedalam tubuh yang berasal dari konsumsi zat besi dari makanan sehari-hari merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia. Menurut peneliti Adanya hubungan antara konsumsi zat besi dengan kejadian anemia pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot berkaitan dengan rendahnya konsumsi zat besi responden antara lain disebabkan karena masih rendahnya kemampuan keluarga responden untuk menyajikan sumber zat besi khususnya protein hewani dalam menu makanan sehari-hari. Selain itu konsumsi makanan responden yang masih monoton, kebiasaan responden mengkonsumsi mie instan yang hampa zat gizi, kebiasaan responden minum air teh setelah makan merupakan beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya konsumsi dan penyerapan zat besi dalam tubuh responden. Keadaan ini mengakibatkan tubuh kekurangan zat besi dan menyebabkan terjadinya penurunan kadar Hb dalam darah sehingga terjadi anemia.
9
Hasil penelitian diperoleh tidak ada hubungan yang signifikan antara menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan (p > 0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari Depkes (1996) yang menyatakan bahwa kekurangan zat besi dalam tubuh disebabkan oleh beberapa hal, kehilangan darah yang berlebihan antara lain terjadinya menstruasi setiap bulan. Menurut peneliti Tidak adanya hubungan antara menstruasi dengan kejadian anemia dalam penelitian ini antara lain disebabkan karena sebagian besar responden dalam penelitian ini mengalami menstruasi yang normal.
Keterbatasan dalam penelitian ini meliputi instrument penelitian hanya mengukur hanya kadar Hb sehingga tidak diketahui jenis anemia ,pengumpulan data tentang menstruasi dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari dua pertanyaan tertutup mengenai lamanya waktu menstruasi dalam satu siklus tanpa menggali volume darah yang dikeluarkan dalam setiap siklus menstruasi sehingga hasilnya tidak dapat menggambarkan keadaan menstruasi secara lengkap dari responden,
Pengumpulan
data
food
recall
konsumsi
makanan
sangat
mengandalkan ingatan responden dan dapat menimbulkan bias, Hasil konsumsi makanan hanya zat besi yang dianalisis, tanpa menganalisis zat-zat gizi lainnya yang juga berpengaruh terhadap penyerapan zat besi dan pengumpulan data tentang pendapatan keluarga diisi oleh responden tanpa konfirmasi dengan orang tua .
PENUTUP
Hasil penelitian yang dilakukan pada remaja putri di wilayah Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan diperoleh hasil sebagian besar keluarga responden mempunyai tingkat pendapatan tinggi bila dibandingkan dengan UMR Kota Pekalongan tahun 2010, Sebagian besar responden mempunyai pengetahuan kurang tentang Anemia, sebagian besar responden mempunyai tingkat konsumsi Zat Besi cukup dan sebagian besar responden mengalami menstruasi normal dan sebagian besar responden
tidak mengalami anemia masih dapat dikatakan sebagai masalah
10
kesehatan karena prosentasenya lebih dari 15 %. Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan tingkat pendapatan keluerga, tingkat pengetahuan remaja tentang anemia dan tingkat konsumsi dengan kejadian anemia pada remaja putri . Tidak ada hubungan yang signifikan antara menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri , dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak semua faktor yang dianalisis berpengaruh terhadap kejadian anemia pada remaja putri.
Mengingat hasil penelitian ini sangat bermakna terhadap perubahan perilaku pencegahan anemia pada remaja putrid, sehingga peneliti menyarankan bagi remaja putrid sebaiknya memperhatikan kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi
artinya
lebih
banyak
mengkonsumsi
protein
hewani
dan
mengkonsumsi makanan yang dapat membantu penyerapan zat besi seperti vitamin C serta menghindari faktor yang dapat menghambat penyerapan zat besi seperti minum teh setelah makan agar tidak mengalami kejadian anemia, puskesmas sebaiknya bekerja sama dengan pihak sekolah untuk meningkatkan frekuensi penyuluhan tiga bulan sekali kepada remaja putri tentang kesehatan dan kesehatan reproduksi remaja putri agar remaja mempunyai informasi yang baik tentang anemia,
meningkatkan
frekuensi Penyuluhan dilakukan dengan
melibatkan rencana kegiatan program UKS di Puskesmas dalam kegiatan screening anemia pada remaja putri setiap setahun sekali dan model penyuluhan dengan membentuk konselor sebaya melalui
Program Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) disamping itu pembagian leaflet tentang anemia dan dari pihak sekolah sebaiknya memasukkan materi tentang anemia dalam mata pelajaran Penjaskes disekolah. Informasi ini dapat meningkatkan pengetahuan remaja putri tentang anemia sehingga remaja putri dapat menerapkan pola makan yang sehat sehingga dapat mencegah terjadinya anemia..
Himawati: Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang.
11
KEPUSTAKAAN Almatsier, S. (2001). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Apriadji,H.W. (1996). Gizi keluarga. Jakarta: Swadaya. Arisman, M.B. (2004) . Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta:EGC. Dahlan,M.S.(2001).Statistika untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Arkan Depkes RI.(2003). Program penanggulangan anemia gizi pada subur (WUS). Jakarta: Depkes RI.
wanita usia
Depkes RI.(1996). Pedoman pemberian besi bagi petugas. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI, (2005). Gizi dalam angka sampai dengan tahun 2003. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat. Green,L.W. (1991). Health promotion planning an educational and environmental approach. Mountain view: Mayfield Publishing Company.. Gibney, J., Margaretts, M., Kearney, J.& Arab, L. (2008).Gizi kesehatan masyarakat .Jakarta: EGC. Hastono,S.P. (2001). Analisis Data. FKM UI. Hartiti,T.&Machmudah.(2010).Buku panduan penulisan dan bimbingan skripsi. Program Studi S1 Keperawatan FIKKES UNIMUS: tidak dipublikasikan. Lemeshow, S., Hosmer D.W.Jr., Klar, J.& Lwanga , S.K. (1997). Besar sampel dalam penelitian kesehatan.Yogyakarta: Terjemahan Pramono, D. Gadjah Mada UniversityPress. Lestari, E.D. (2005). Peran perkembangan ketrampilan makan terhadap asupan zat besi anak.Surakarta: Makalah Simposium Clinical Role development. Madanijah,S. (2004). Pendidikan dalam pengantar pengadaan pangan dan gizi swadaya. Jakarta:EGC. Efendi,F. & Makhfudli .(2009). Keperawatan kesehatan komunitas. Jakarta: Salemba Medika. Muchtadi ,D. (1993). Metabolisme zat gizi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
12
Muwakhidah .(2009). Efek suplementasi Fe, asam folat dan vitamin B12 terhadap peningkatan kadar Hb pada pekerja wanita di Kabupaten Sukoharjo.Universitas Diponegoro Semarang.Thesis Notoatmodjo,S.(2005). Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: PT Rineka Cipta. Potter & Perry. (2009). Fundamentals of Nursing. Jakarta : Salemba Medika. Pratiknya, A.W.(2004). Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta:Raja Grafindo Persada. Said,M. (2002).Hubungan antara asupan zat besi,protein dan kebiasaan minum teh/kopi dengan kadar hemoglobin (Hb) di Kabupaten Batang.Universitas Diponegoro Semarang.Skripsi Sakti ,H., Rachmawati ,B.& Rafliudin ,M.Z. (2003). Pengaruh Suplementasi Tablet Besi danPendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan, Sikap, Praktek tentang Anemi dan Kadar Hemoglobin (Hb) pada Remaja Putri. Jakarta: Media medika Indonesia. Soebroto ,I.(2009). Cara Mudah Mengatasi Anemia. Yogjakarta: Bangkit. Supandiman, I. (1997). Hematologi Klinik. Bandung: PT. Alumni. Wirakusumah. (1999). Perencaanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta: Trubus Agriwidya.
13
.