ANALISIS FAKTOR-FAKTOR ANTROPOGENIK DAN SKENARIO EMISI KARBONDIOKSIDA DI INDONESIA MENGGUNAKAN MODEL STIRPAT
Oleh : EDDY EFFENDI 2501 2013 0035
ARTIKEL ILMIAH
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Konsentrasi Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2015
ANTHROPOGENIC FACTORS’ ANALYSIS AND CARBON DIOXIDE EMISSIONS SCENARIOS USING STIRPAT MODEL Eddy Effendia; Sunardi, Ph.Db University of Padjadjaran
ABSTRACT
Climate change becomes a serious issue globally nowadays. Moreover, its rate is exacerbated by human activities that is known as anthropogenic climate change. Among the greenhouse gases that are the main source of climate change and becomes dominant generating from human activities is carbon dioxide. Therefore, international efforts to overcome the negative impacts of climate change by focusing on carbon dioxide emissions reduction worldwide are a key policy objective. This study used STIRPAT model as an analytical tool to assess carbon dioxide emissions due to human activities in Indonesia with three anthropogenic factors as predictors, namely population growth, economic growth, and technological change. This research is classified as quantitative research that aims to analyze the influence and contribution of anthropogenic factors on carbon dioxide emissions in Indonesia, to determine carbon dioxide emissions projection in Indonesia using some scenarios, and to identify policy implications and formulate policy suggestions. The results show that the population is a factor with the greatest influence and contribution for each increase of 1% to carbon dioxide emissions in Indonesia amounted to 1.26 % and 21.50% respectively, but GDP per capita is the largest with 2.64% and 45.05% if it is seen in cumulative. For carbon dioxide emissions projections in Indonesia by the year 2020 will reach 700-800 megatonnes whereas for the post-2020 period there will be an increase of about 200-300 megatonnes per 5 years. From these results imply that Indonesia can increase the growth rate of real GDP and the reduction rate of primary energy intensity in high figure while the population growth and primary energy consumption are set in medium rate. Keywords:
anthropogenic climate change, carbon anthropogenic factors, STIRPAT model
______________________________________ a Master Programme on Environmental Science e-mail address:
[email protected] b Lecturer at Master Programme on Environmental Science
i
dioxide
emissions,
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR ANTROPOGENIK DAN SKENARIO EMISI KARBONDIOKSIDA DI INDONESIA MENGGUNAKAN MODEL STIRPAT Eddy Effendia; Sunardi, Ph.Db Universitas Padjadjaran ABSTRAK Perubahan iklim menjadi salah satu permasalahan yang mendapat perhatian serius dunia dewasa ini. Apalagi lajunya diperparah oleh aktifitas manusia sehingga dikenal sebagai perubahan iklim antropogenik. Dari deretan gas rumah kaca yang menjadi sumber utama perubahan iklim dan menjadi yang dominan dihasilkan dari aktifitas manusia adalah karbondioksida. Untuk itu, upaya internasional dalam menanggulangi dampak negatif perubahan iklim dengan berfokus kepada reduksi emisi karbondioksida merupakan sasaran kebijakan kunci. Dalam studi ini digunakan model STIRPAT sebagai alat analisis yang digunakan untuk mengkaji emisi karbondioksida di Indonesia akibat aktifitas manusia dengan tiga faktor antropogenik sebagai prediktor, yaitu pertumbuhan populasi, pertumbuhan ekonomi, dan perubahan teknologi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh dan kontribusi faktor-faktor antropogenik terhadap emisi karbondioksida di Indonesia, untuk mengetahui proyeksi emisi karbondioksida di Indonesia menggunakan beberapa skenario, dan untuk mengetahui implikasi kebijakan serta merumuskan saran kebijakan. Hasil menunjukkan bahwa populasi merupakan faktor dengan pengaruh dan kontribusi terbesar untuk setiap kenaikan 1% terhadap emisi karbondioksida di Indonesia sebesar 1,26% dan 21,50%, tetapi jika dilihat untuk kenaikan secara kumulatif maka PDB per kapita yang terbesar dengan 2,64% dan 45,05%. Untuk proyeksi emisi karbondioksida di Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 700800 megaton dimana untuk periode pasca-2020 akan terjadi kenaikan sekitar 200300 megaton per 5 tahun. Dari hasil tersebut mengimplikasikan bahwa Indonesia dapat meningkatkan laju pertumbuhan PDB riil dan laju pengurangan intensitas energi primer secara tinggi sementara laju pertambahan populasi dan laju peningkatan konsumsi energi primer bisa ditetapkan secara sedang.
Kata kunci:
perubahan iklim antropogenik, emisi karbondioksida, faktor-faktor antropogenik, model STIRPAT
---------------------------------------------a Program Magister Ilmu Lingkungan e-mail:
[email protected] b Dosen pada Program Magister Ilmu Lingkungan
ii
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC (2001) menyebutkan bahwa konsepsi perubahan iklim merujuk pada setiap perubahan dalam iklim pada suatu selang waktu tertentu, apakah diakibatkan oleh variasi alamiah atau karena aktivitas manusia. Laporan dari IPCC tersebut menyebutkan bahwa aktivitas manusia berkontribusi lebih besar ketimbang faktor alami dalam kenaikan suhu rata-rata global, dimana pada tahun 2100 diprediksi peningkatan suhu global mencapai 1,4 - 5,8oC yang variasinya bergantung kepada kemampuan untuk mengendalikan emisi Gas Rumah Kaca/GRK. Komponen GRK yang berperan dalam peningkatan suhu global, antara lain : karbondioksida/CO2 merupakan penyebab utama perubahan iklim yang persentasenya mencapai 64%, metana/CH4 sebesar 19%, kloroflorokarbon/CFCs sebesar 11% dan dinitrogen oksida/N2O sebesar 6%) (Cunningham & Cunningham, 2006). IPCC (2007) menyatakan bahwa 77% emisi CO2 berasal dari bahan bakar fosil sebesar 57%, deforestasi dan pembusukan biomassa (decay of biomass) sebesar 17%, dan faktor lain sebesar 3%. Aktifitas manusia tersebut yang mengemisikan GRK disebut perubahan iklim antropogenik (anthropogenic climate change). Oleh karena itu, upaya internasional menanggulangi dampak negatif perubahan iklim dengan berfokus kepada pengurangan emisi CO2 secara global adalah sasaran kebijakan kunci. Inilah mengapa hal tersebut begitu penting untuk memahami variabel-variabel utama yang berdampak terhadap peningkatan emisi CO2, karena zat tersebut merupakan polutan global sehingga dengan hanya mengupayakan pengendalian emisi CO2 maka akan secara merta mengurangi emisi polutan lokal dan regional, seperti SO2, NOx, CO dan partikulat (Bowitz, Sasmitawidjaja, Sugiarto, 1996). Berkaitan dengan perubahan iklim antropogenik, terdapat 5 faktor antropogenik yang berkontribusi dalam perubahan lingkungan global (global environmental change) secara umum dan perubahan iklim secara khusus, antara lain : 1) pertumbuhan populasi, 2) pertumbuhan ekonomi, 3) tingkat teknologi, 4)
1
institusi ekonomi dan politik, dan 5) sikap dan keyakinan (Stern, Young & Druckman, 1992). IPAT (Impact = Population-Affluence-Technology) yang diperkenalkan oleh Ehrlich dan Holdren pada tahun 1970an yang kemudian dimodifikasi menjadi STIRPAT (Stochastic Impact by Regression on PopulationAffluence-Technology) oleh Dietz dan Rosa pada pertengahan dekade 1990an merupakan alat analisis (analysis tools) yang secara luas digunakan untuk menganalisis faktor-faktor tersebut di atas untuk mengkaji emisi antropogenik dalam perubahan iklim. Dietz dan Rosa (1997) yang mengkaji pengaruh populasi dan kemakmuran terhadap emisi karbondioksida pada data panel lintas negara menyimpulkan bahwa populasi memiliki efek tidak menguntungkan untuk negara-negara berpenduduk besar dan pengaruh kemakmuran mencapai klimaks pada PDB per kapita sekitar 10.000 dollar AS yang akan menurun seiring meningkatnya tingkat kemakmuran. Adapun teknologi dimasukkannya sebagai residual term yang tidak masuk secara eksplisit dalam kedua faktor di atas.
Lebih jauh, Shi (2003)
menegaskan efek populasi dari temuan Dietz dan Rosa bahwa perubahan populasi secara global sejak dua dekade terakhir adalah lebih dari sekedar proporsional terhadap kenaikan emisi karbondioksida dimana kenaikan 1% populasi akan meningkatkan emisi 1,58% untuk negara berpendapatan rendah, 1,97% bagi negara berpendapatan menengah-bawah, 1,42% untuk negara berpendapatan menengah-atas, dan 0,83% bagi negara berpendapatan tinggi. Artinya, dampak perubahan populasi terhadap emisi karbondioksida tersebut sangat nampak jelas pada negara-negara berkembang ketimbang negara-negara maju. Di lain pihak, hasil analisis Fan et al. (2006) dalam kajian dampak populasi, kemakmuran dan teknologi terhadap emisi karbondioksida pada 4 golongan berbeda (negara berpendapatan kapita tinggi, menengah-atas, menengah-bawah, dan rendah) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda dari faktor-faktor tersebut terhadap emisi karbondioksida berdasarkan keragaman PDB per kapitanya. Hasil analisis Li et al. (2011) menggunakan model Path-STIRPAT dalam penelusuran faktor-faktor antropogenik emisi CO2 untuk kasus di negara Cina menyebutkan bahwa teknologi memiliki kontribusi terbesar dalam emisi total CO 2 maka
2
peningkatan tingkat teknologi (technological level) merupakan cara ampuh dalam pengurangan emisi CO2 di Cina. Pada tahun 2009 Pemerintah Indonesia menyatakan tekad secara sukarela (voluntary pledge) pada kesempatan pertemuan G20 di Pittsburg dan COP15 (15th Conference of the Parties) di Kopenhagen untuk menurunkan emisi karbondioksida sebesar 26% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional dari skenario dasar/business-as-usual (BAU) (UNEP, 2012; Bappenas, 2013). Peraturan Presiden nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) merupakan pengejawantahan dari tekad sukarela tersebut yang kemudian menjadi panduan bagi pemerintah daerah (kabupaten/kota dan provinsi) dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) sebagai upaya pemerintah dalam mitigasi perubahan iklim. Disamping itu, pada tahun 2006 Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan energi nasional melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 yang menyoroti bauran energi (energy mix) primer pada tahun 2025 dalam pengembangan EBT untuk mengurangi ketergantungan konsumsi bahan bakar fosil yang merupakan sumber emisi karbondioksida yang potensial, pencapaian energi elastisitas kurang dari 1 dan laju pengurangan intensitas energi 1% per tahun pada tahun 2025. Di lain pihak, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 32 tahun 2011 yang menyoroti tentang laju pertumbuhan ekonomi yang pesat (not business-as-usual) yang ditargetkan menjadi 7% - 9% per tahun dalam mendorong Indonesia sebagai negara berpendapatan tinggi (US$ 13.000-16.000) pada tahun 2025. Dengan menjadikan semua hal tersebut sebagai pertimbangan, maka dirasa perlu untuk melakukan penelusuran faktor-faktor antropogenik yang berpengaruh terhadap emisi karbondioksida di Indonesia yang kajian dan literaturnya terhadap hal tersebut masih kurang. Yang selanjutnya dilakukan estimasi emisi CO 2 di Indonesia pada tahun 2020 dalam melihat ketercapaian voluntary pledge dan pada tahun 2025 dalam menilik pengaruh bauran energi primer dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia menggunakan beberapa skenario.
3
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di muka, masalah penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah
pengaruh
dan
kontribusi
diantara
faktor-faktor
antropogenik terhadap emisi karbondioksida di Indonesia? 2. Berapakah proyeksi emisi karbondioksida di Indonesia pada tahun 20102035 menggunakan beberapa skenario? 3. Apakah implikasi dan saran kebijakan nasional dari hasil analisis dan proyeksi menggunakan model STIRPAT pada tahun 2010-2035?
2.
METODOLOGI DAN DATA Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan
berlandaskan kepada diperolehnya data-data numerik yang diolah secara statistik menggunakan piranti lunak NCSS 10 Data Analysis dan Statistica 12 untuk keperluan analisis ketiga faktor antropogenik dan tren emisi karbondioksida rentang 30 tahun serta Microsoft Excel 2007 untuk keperluan proyeksi emisi karbondioksida menggunakan model STIRPAT terhadap beberapa skenario periode 26 tahun yang asumsinya berasal dari kebijakan pemerintah Indonesia atau sumber lain yang relevan. Skenario dan asumsinya diberikan Lampiran 1. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder. Data yang diperoleh berupa data urut waktu (time series) periode tahun 1980-2009 yang berupa data tunggal satu negara (Indonesia), pemilihan periode waktu tersebut didasarkan kepada ketersediaan data. Sumber data berasal dari World Economic Outlook (WEO) bulan April 2015 yang dikeluarkan International Monetary Fund (IMF), Carbon Dioxide Information Analysis Center (CDIAC) dari Oak Ridge National Laboratory yang diadopsi oleh World Development Indicator (WDI) 2014 yang dikeluarkan Bank Dunia, dan British Petroleum (BP) Statistical Review of World Energy 2015. Adapun variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan pada Tabel 1 berikut.
4
Tabel 1. Deskripsi Variabel yang Digunakan dalam Analisis: 1980-2009 dan Proyeksi: 2010-2035i
No. Variabel 1 Emisi CO2ii
Satuan Simbol Sumber Metrik ton per I WDI tahun
2
Orang
3
4
Definisi Emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, produksi semen, dan flaring gasiii Populasi Populasi tengah tahun PDB per PDB dibagi kapitaiv populasi tengah tahun Perubahan Konsumsi energi Teknologi primer per satuan (=intensitas PDB v energi primer)
5
PDBvi
6
Konsumsi Energi Primervi
Rupiah menurut harga konstan 2010 tonnes of oil equivalent (toe) per satuan Rupiah menurut harga konstan 2010 nilai pasar semua Rupiah menurut barang dan jasa harga konstan yang diproduksi 2010 oleh suatu negara pada periode 1 tahunan Konsumsi energi Million tonnes sebelum diubah ke of oil equivalent bentuk bahan bakar (Mtoe) akhir
P
WEO
A
WEO
T
BPWEO
-
WEO
-
BP
Keterangan: i Tahun 2010 dipilih sebagai tahun dasar untuk keperluan proyeksi sesuai dengan panduan RAN-GRK yang digariskan pemerintah Indonesia melalui Bappenas. Begitu pun, untuk tahun akhir sampai 2035 yang disesuaikan dengan proyeksi populasi Indonesia yang disusun oleh Bappenas, BPS, dan UNFPA. ii Emisi GRK yang diperhitungkan hanya emisi CO2 yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, produksi semen, dan flaring gas tidak termasuk faktor Land Use, Land-Use Change and Forestry (LULUCF) dalam satuan CO2-ekuivalen karena ketersediaan data. iii Flaring gas (Gas suar bakar) adalah gas yang dihasilkan oleh kegiatan eksplorasi dan produksi atau pengolahan minyak atau gas bumi yang dibakar karena tidak
5
iv
v
vi
dapat ditangani oleh fasilitas produksi atau pengolahan yang tersedia sehingga belum termanfaatkan (Permen ESDM No. 31/2012 pasal 1 ayat (2)). PDB perkapita yang dipilih dalam bentuk riil (harga konstan, bukan harga berlaku) dalam mata uang Rupiah untuk keperluan perhitungan laju pertumbuhan juga untuk menyesuaikan dengan satuan intensitas energi yang harus dalam satuan mata uang lokal atau dalam satuan purchasing power parity. Intensitas energi dipilih untuk menggambarkan perubahan teknologi karena ia berhubungan dan memiliki relevansi yang tinggi dengan populasi ataupun tingkat ekonomi seperti telah diulas di subbab 2.1.3.3. Yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah intensitas energi primer yang disesuaikan dengan ketersediaan data konsumsi energi primer dan laju pertumbuhannya. PDB dan konsumsi energi primer digunakan untuk perhitungan PDB perkapita dan intensitas energi primer pada tahap proyeksi, dimana laju pertumbuhan pada bentuk itu yang menjadi dasar asumsi dalam skenario.
Metode analisis yang digunakan adalah model STIRPAT yang dikembangkan oleh Dietz dan Rosa (1997) melalui persamaan linear dan polinomial berikut. ln It = a + b ln Pt + c (ln Pt) 2 + d ln At + e (ln At)2 + f ln Tt + εt
(1)
dan ln It = a + b ln Pt + c ln At + d ln Tt + εt = a + b ln P0.(1+n)t + c ln A0.(1+g)t + d ln T0.(1-i)t + εt
(2)
dimana: I = emisi karbondioksida, P = populasi, A = PDB perkapita, dan T = Intensitas Energi (=Konsumsi Energi Primer dibagi PDB), subskrip t menyatakan tahun analisis, a-b-c-d-e = koefisien regresi (dalam bentuk persamaan logaritma dinamakan juga sebagai elastisitas), ε = error term, n = laju pertumbuhan populasi per tahun, g = laju pertumbuhan PDB perkapita per tahun, dan i = laju pengurangan intensitas energi per tahun.
6
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Variabel Hubungan kumulatif antara tiga prediktor terhadap responnya dapat dideskripsikan pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Hubungan 3 Prediktor Terhadap Respon: 1980 dan 2009 Variabel Tahun 1980 Tahun 2009 Kenaikan Laju rata-rata Emisi CO2 94.784.616 453.105.521 378% 5,86% Populasi 147.490.000 234.300.000 59% 1,61% PDB per kapita 10.890.045 27.539.951 153% 3,33% Intensitas Energi 1,6068E-08 2,11944E-08 32% 1,03% Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase kenaikan dan laju rata-rata per tahun emisi karbondioksida lebih besar dibandingkan dengan populasi, PDB perkapita, ataupun intensitas energi. Rasio laju rata-rata per tahun respon terhadap prediktor masing-masing adalah 3,64; 1,76; 5,59. Artinya, laju pertambahan emisi karbondioksida meningkat hampir empat kali lipat daripada pertambahan populasi, hampir dua kali lipat dari kenaikan PDB perkapita, dan hampir enam kali lipat dari pengurangan intensitas energi. Pada bagian berikutnya akan diuraikan mengenai hubungan antarvariabel di atas yang lebih mendalam menggunakan analisis STIRPAT metode regresi linear berganda (multiple regressions).
3.2 Analisis STIRPAT Mengacu ke hasil regresi Ordinary Least Square/OLS di Lampiran 1 ataupun Lampiran 2, maka penggunaan regresi OLS untuk persamaan STIRPAT mengalami masalah yang ditandai dengan nilai Variance Inflation Factor/VIF yang lebih besar dari 10 dan eigenvalue yang lebih tinggi dari 100. Dengan demikian, model STIRPAT dalam studi ini menggunakan metode Ridge Regression/RR seperti studi yang dilakukan oleh Wang, et al. (2011).
7
Dalam penelitian ini digunakan persamaan STIRPAT dalam bentuk linear dan polinomial. Untuk keperluan penafsiran hubungan dampak prediktor terhadap respon digunakan persamaan STIRPAT polinomial, sedangkan untuk kebutuhan pengaruh dan kontribusi prediktor serta proyeksi emisi karbondioksida digunakan STIRPAT linear. Oleh karena penentuan nilai k dalam RR memainkan peranan penting, maka dalam hal ini digunakan pencarian k-optimum secara otomatis dari piranti lunak NCSS 10 Data Analysis.
3.2.1 Persamaan STIRPAT Polinomial Persamaan STIRPAT polinomial (Lampiran 3) dengan nilai k-optimum = 0,322897 diberikan sebagai berikut.
ln I = -3,106441 + 0,6636226 ln P + 0,01747673 (ln P)2 + 0,385908 ln A + 0,01165815 (ln A)2 + 0,363291 ln T + 0,1512
(R2 = 0,9178) (3)
Dari persamaan (3) diperoleh bahwa koefisien variabel populasi dalam bentuk kuadrat bernilai positif artinya hubungan dua variabel berbanding lurus sehingga Indonesia mengikuti pola Malthusian yang artinya bahwa peningkatan populasi di Indonesia akan memberikan dampak berupa peningkatan emisi karbondioksida. Mekanismenya mengikuti pola pertama dari Birdsall (1992) dimana populasi yang semakin besar akan menghasilkan peningkatan dalam permintaan energi untuk sumber tenaga, industri, dan transportasi yang pada gilirannya meningkatkan emisi bahan bakar fosil. Mengenai berapa besar kenaikan emisi karbondioksida untuk setiap 1% kenaikan populasi di Indonesia akan dijelaskan dalam persamaan STIRPAT linear. Di sisi lain, untuk pola kemakmuran, Indonesia tidak mengikuti hipotesis EKC yang ditandai dengan tanda positif pada koefisien variabel PDB per kapita dalam bentuk kuadrat. Artinya, peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berbanding lurus dengan laju kenaikan emisi karbondioksidanya sehingga masih tergolong kepada pembangunan ekonomi pra-industri (pertanian) dan/atau industri jika mengacu kepada studi Panayotou tahun 1993. Mengenai berapa besar
8
kenaikan emisi karbondioksida untuk setiap 1% kenaikan PDB perkapita di Indonesia akan dijelaskan dalam persamaan STIRPAT linear berikut.
3.2.2 Persamaan STIRPAT Linear Persamaan STIRPAT linear
(Lampiran 2) dengan nilai k-optimum =
0,127888 diberikan sebagai berikut.
ln I = -10,28536 + 1,26463 ln P + 0,792879 ln A + 0,4462734 ln T + 0,1319 (R2 = 0,9323)
(4)
Persamaan (4) membuktikan bahwa koefisien dari setiap prediktor nilainya tidak sama dengan satu, tidak seperti asumsi dalam IPAT ataupun Kaya identity yang menganggap koefisiennya seragam (unitary) yang besarnya masing-masing satu. Untuk melihat pengaruh dan kontribusi dari ketiga faktor antropogenik terhadap emisi karbondioksida di Indonesia diberikan pada Tabel 4.3. yang diadaptasi dari Wang et al. (2011).
Tabel 2. Pengaruh dan Kontribusi Prediktor Kumulatif dan 1% terhadap Emisi CO2
Tingkat Pengaruh kontribusi kumulatif kumulatif Laju terhadap (pengaruh pertumbuhan emisi CO2 terhadap rata-rata per (koefisien emisi CO2 / tahun regresi x laju laju pertumbuhan pertumbuhan rata-rata per rata-rata per tahun) tahun emisi CO2)
9
Pengaruh 1% terhadap emisi CO2 (=koefisien regresi atau elastisitas)
Tingkat kontribusi 1% (pengaruh terhadap emisi CO2 / laju pertumbuhan rata-rata per tahun emisi CO2)
Emisi CO2 Populasi
5,86%
PDB perkapita
3,33%
Intensitas Energi
1,03%
1,61%
Faktor lain TOTAL
1,26463 x 1,61 = 2,04% 0,792879 x 3,33 = 2,64% 0,4462734 x 1,03 = 0,46% 0,73%
2,04/5,86 x 100% = 34,81% 2,64/5,86 x 100% = 45,05% 0,46/5,86 x 100% = 7,85% 12,29%
5,86%
100%
1,26%
0,79%
0,45%
1,26/5,86 x 100% = 21,50% 0,79/5,86 x 100% = 13,48% 0,45/5,86 x 100% = 7,68%
Dari Tabel 2 nampak bahwa besaran pengaruh laju pertambahan populasi Indonesia
secara
kumulatif
per
tahun
akan
meningkatkan
emisi
karbondioksidanya sebesar 2,04% per tahun saat variabel PDB perkapita dan intensitas energi dijaga konstan yang kontribusinya sebesar 34,81%. Begitu pun untuk PDB perkapita dan intensitas energi akan meningkatkan emisi karbondioksida masing-masing sebesar 2,64% dan 0,46% per tahun dengan kontribusinya sebesar 45,05% dan 7,85% tatkala dua variabel bebas lainnya dibuat tetap. Adapun besarnya pengaruh prediktor terhadap emisi karbondioksida untuk setiap 1% kenaikan prediktor adalah sebesar nilai elastisitasnya1. Untuk setiap 1% kenaikan populasi akan meningkatkan emisi karbondioksida 1,26% saat PDB perkapita dan intensitas energi dijaga tetap; untuk setiap 1% kenaikan PDB perkapita akan meningkatkan emisi karbondioksida 0,79% jika populasi dan intensitas energinya tetap, dan untuk setiap 1% kenaikan intensitas energi akan meningkatkan emisinya 0,45% saat dua variabel lainnya tetap.
1
Elastisitas adalah rasio perubahan persentase satu variabel bebas terhadap perubahan persentase variabel terikat. Koefisien dalam persamaan regresi bentuk logaritma adalah elastisitas parsial karena variabel bebas lainnya dalam persamaan dijaga tetap. Misal: ln = + ln + ln + ln + , maka dapat ditafsirkan bahwa setiap 1% perubahan dalam P menghasilkan perubahan persentase dalam I sebesar 100(1,01 − 1) saat variabel bebas A dan T tetap. Untuk nilai b kurang dari 10, nilai 100(1,01 − 1) dapat dianggap sama dengan nilai b (Yang, 2012).
10
Meskipun pengaruh dan kontribusi terbesar untuk setiap kenaikan 1% prediktor adalah populasi dengan 1,26% dan 21,50%, tetapi untuk pengaruh dan kontribusi kumulatif terbesar adalah PDB perkapita, yaitu 2,64% dan 45,05%. Artinya, begitu jelas terlihat bahwa PDB perkapita memiliki kontribusi yang signifikan dalam peningkatan emisi karbondioksida di Indonesia. Lain halnya dengan intensitas energi yang sebenarnya rendah dan seharusnya bisa mereduksi emisi karbondioksida. Oleh karena intensitas energi berkebalikan dengan efisiensi energi, dimana semakin rendah intensitas energinya menandakan energi yang digunakan untuk menghasilkan per unit satuan ekonomi semakin efisien. Dengan demikian, intensitas energi Indonesia pada periode tersebut belum banyak memberikan peran dalam pengurangan emisi karbondioksida. Selain itu, dari Tabel 2 dapat ditafsirkan bahwa terdapat faktor lain yang menyebabkan kenaikan emisi karbondioksida di Indonesia yang tidak terwakili oleh populasi, PDB perkapita, dan intensitas energi dengan kontribusinya sebesar 12,46%. Hasil dari tabel tersebut penting untuk dipertimbangkan dalam skenario proyeksi emisi karbondioksida di Indonesia pada rentang 2010-2035.
3.3 Proyeksi Emisi Karbondioksida Dari kedua puluh skenario yang dibandingkan terhadap BAU, terdapat 3 skenario di atas BAU (no. 9, 18 dan 20). Selebihnya berada di bawah BAU, 2 diantaranya penurunannya tidak signifikan (no. 6 dan 15) dan skenario no. 19 menjadi yang terbesar penurunannya (Lampiran 4). Skenario no. 9 dan 18 memiliki pola yang serupa, yaitu memiliki pertumbuhan PDB riil dan konsumsi energi primer yang tinggi masing-masing sebesar 7% dan 6% baik pada pertumbuhan populasi 1% ataupun 1,19%. Begitu pun, untuk skenario KEN yang memiliki pertumbuhan PDB riil yang lebih tinggi lagi dan konsumsi energi yang cukup tinggi meskipun pertumbuhan populasinya hanya 1% sebagaimana yang diproyeksikan oleh BPS, Bappenas, dan UNFPA. Akan tetapi hal demikian tidak terjadi pada skenario no. 7 dan 8 ataupun no. 16 dan 17 pada pertumbuhan populasi yang rendah (1%) ataupun lebih tinggi (1,19%), dimana pertumbuhan PDB riilnya tinggi namun diimbangi dengan
11
pertumbuhan konsumsi energi yang lebih rendah. Adapun pada skenario no. 6 dan 15 yang diadaptasi dari skenario RIKEN dimana laju elastisitas energi sebesar 0,94 dengan pertumbuhan PDB riil sebesar 6% tidak memberikan pengurangan emisi karbondioksida yang berarti dari tahun ke tahun dalam rentang periode proyeksi. Untuk skenario no. 19 yang merupakan skenario dengan penurunan emisi terbesar yang asumsinya bersumber dari IEA memiliki angka pertumbuhan populasi, PDB riil, konsumsi energi, dan intensitas energi jauh lebih rendah dari angka-angka yang bersumber dari peraturan/laporan pemerintah, juga terdapat irisan dengan asumsi dari BP, yaitu pada pertumbuhan konsumsi energi sebesar 2,5% per tahun (Lampiran 5). Dengan pertumbuhan konsumsi energi yang rendah pada gilirannya akan menurunkan dengan cepat intensitas energi yang ditandai dengan nilai yang semakin negatif jika dibandingkan dengan target pemerintah sebesar -2,3% : -1% per tahun.
3.4 Implikasi dan Saran Kebijakan Dari pembahasan di muka mengimplikasikan bahwa untuk mencapai penurunan emisi karbondioksida yang signifikan diperlukan keseimbangan antara pertumbuhan PDB riil dan konsumsi energi primer. Yang sudah barang tentu tanpa menafikan peran pertumbuhan populasi ataupun laju pengurangan intensitas energi. Oleh karena memang ketiga faktor antropogenik tersebut tidaklah berdiri sendiri, melainkan hasil perkalian bersama antarfaktor di atas. Akan tetapi, dua faktor pertama lebih dominan dalam signifikansi penurunan emisi karena saat dua faktor tersebut dikendalikan maka peran dua faktor yang terakhir akan semakin memperkuat. Dengan kata lain, jika ingin meningkatkan pertumbuhan PDB riil maka pertumbuhan konsumsi energi primer harus dikendalikan termasuk peningkatan efisiensi energinya. Dengan memperhatikan hasil studi Hwang dan Yoo (2012) dan hasil analisis studi ini dapat dirumuskan suatu saran kebijakan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam jangka pendek untuk kemudian dilakukan penurunan laju pertumbuhan karena dalam masa yang panjang berimplikasi kepada konsumsi energi yang semakin
12
besar dan peningkatan emisi karbondioksida yang tinggi pula, dimana antara konsumsi energi dan emisi karbondioksida terdapat hubungan kausal-Granger dua arah yang kuat. Begitu pun, untuk peningkatan konsumsi energi agar tidak berdampak terhadap peningkatan emisi karbondioksida diperlukan upaya yang serius dalam efisiensi dan penghematan energi termasuk peningkatan porsi Energi Baru Terbarukan/EBT dalam sumber energi primer. Adapun untuk memperoleh manfaat dari bonus demografi maka pemerintah Indonesai perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang kompeten dan handal dalam meningkatkan produktifitasnya dalam memacu pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya menjadi penyokong peradaban dan pembangunan bangsa. Hal demikian, diperlukan untuk dapat menjadikan Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan rendah dan menjadi negara dimana laju pertumbuhan ekonomi berbanding terbalik dengan kerusakan lingkungan sesuai hipotesis Environmental Kuznets Curve/EKC. Begitu pun, dampak populasi dapat mengikuti pola Boserupian dimana jumlah populasi yang besar pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan dalam penyediaan solusi dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Seiring dengan hal tersebut, intensitas energi pun diharapkan dapat mengurangi peningkatan emisi karbondioksida. Oleh karena ketiga faktor memiliki keterkaitan satu sama lain dalam peningkatan ataupun penurunan emisi karbondioksida, maka diperlukan perumusan yang holistik antara ketiganya. Dengan demikian, tidak ada faktor yang satu lebih superior dan yang lainnya inferior melainkan yang diperlukan adalah menerapkan skala prioritas. Dan, yang mendapat prioritas adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan tetap dibarengi peningkatan konsumsi energi meskipun porsinya lebih kecil daripada peningkatan pertumbuhan ekonomi serta pengontrolan kuantitas manusia Indonesia tetapi kualitasnya ditingkatkan. Dengan kata lain, laju kenaikan pertumbuhan PDB riil dan laju pengurangan intensitas energi primer dapat ditetapkan tinggi sementara laju pertambahan populasi dan laju peningkatan konsumsi energi primer bisa dibuat sedang.
13
4.
SIMPULAN Populasi merupakan faktor dengan pengaruh dan kontribusi terbesar untuk
setiap kenaikan 1% terhadap emisi karbondioksida sebesar 1,26% dan 21,50%, tetapi jika dilihat untuk kenaikan secara kumulatif maka PDB per kapita yang memiliki pengaruh dan kontribusi terbesar dengan 2,64% dan 45,05%. Adapun proyeksi emisi karbondioksida di Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 700-800 megaton CO2 dimana periode pasca-2020 akan menunjukkan tren kenaikan dimana setiap 5 tahun kenaikannya sekitar 200-300 megaton CO2. Implikasi dan saran kebijakan yang diperoleh dari hasil penelitian, yaitu: Indonesia sudah seharusnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pesat disokong dengan memanfaatkan bonus demografi diiringi dengan peningkatan konsumsi energi pada laju sedang dengan melirik kepada peningkatan porsi EBT yang lebih besar dibarengi peningkatan efisiensi (melalui peningkatan yang tinggi akan intensitas energi) dan penghematannya.
ACKNOWLEDGEMENT Penelitian ini didukung oleh Pusbindiklatren Bappenas, untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya atas bantuan moril dan materialnya. Tak lupa, penghargaan serupa pun penulis tujukan kepada Bapak Sunardi, Ph.D yang telah sudi untuk berdiskusi secara progresif dan senantiasa memberikan masukan yang berharga selama proses penulisan ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas, BPS, dan UNFPA. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia: 2010-2035. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Birdsall, N. 1992. Another Look at Population and Global Warming. Population, Health and Nutrition Policy Research Working Paper, WPS 1020. Washington DC: World Bank. Boden, T., B. Andres, and G. Marland. 2011. Ranking of the World’s Countries by 2011 Total CO2 Emissions from Fossil-fuel Burning, Cement Prodution, and Gas Flaring. Tennessee: Carbon Dioxide Information Analysis Center, Oak Ridge National Laboratory. Tersedia: https://www.cdiac.ornl.gov/trends/emis/top2011.tot. [Diakses: 4 October 2015]. Bongaarts, J. 1992. Population Growth and Global Warming. Journal of Population, Development Review (18), pp. 299-319. Bowitz, E., V.S. Sasmitawidjaja, and G. Sugiarto. 1996. The Indonesian Economy and Emissions of CO2: An Analysis Based on the Environmental Macroeconomic-Model MEMLI 1990-2020. Documents 96/2, Statistics Norway Research Department. BP.
2015. BP Energy Outlook 2035: February 2015. Tersedia: http://www.bp.com/energyoutlook. [Diakses: 27 September 2015].
BP. 2015. BP Statistical Review of World Energy: June 2015. Tersedia: http://www.bp.com/statisticalreview. [Diakses: 27 September 2015]. BPPT. 2014. Outlook Energi Indonesia 2014: Pengembangan Energi untuk Mendukung Program Substitusi BBM. Jakarta : Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. BPS. 2015. Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Cunningham, W.P. and M.A Cunningham. 2006. Principles of Environmental Science: Inquiry and Applications. Third Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. DEN. 2014. Outlook Energi Indonesia 2014. Jakarta : Dewan Energi Nasional.
15
Dietz, T., E.A. Rosa. 1994. Rethinking the Environmental Impact of Population, Affluence, and Technology. Journal of Human Ecology Review (1), pp. 277300. Dietz, T., E.A. Rosa. 1997. Effects of Population and Affluence on CO2 Emissions. Proceedings of the National Academy of Sciences USA (94), pp. 175-179. Dietz, T., E.A. Rosa. 1998. Climate Change and Society. Journal of International Sociology 13 (4), pp. 421-455. Fan, Y. et al. 2006. Analyzing Impact Factors of CO2 Emissions Using the STIRPAT Model. Journal of Environmental Impact Assessment Review (26), pp. 377-395. Hwang, J.H., S.H. Yoo. 2012. Energy Consumption, CO2 Emissions, and Economic Growth: Evidence from Indonesia. DOI: 10.1007/s11135-0129749-5, pp. 1-11. IEA. 2008. Energy Policy Review of Indonesia. Paris: International Energy Agency. IEA. 2013. Southeast Asia Energy Outlook: World Energy Outlook Special Report. Paris: International Energy Agency. IMF. 2015. World Economic Outlook Database: April 2015. Tersedia: https://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2015/01/weodata/index.aspx. [Diakses: 8 September 2015]. IPCC. 2001. Climate Change 2001 : The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Houghton, J.T. et al (Eds.). Cambridge : Cambridge University Press. IPCC. 2007. Climate change 2007: Mitigation. Contribution of Working Group III to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. B.Metz, O. R. Davison, P. R. Bosch, R. Dave, and L. A. Meyer (Eds). Cambridge: Cambridge University Press. Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2006. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025. Jakarta : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Li, H. et al. 2011. Analysis on Influence Factors of China’s CO2 Emissions based on Path-STIRPAT Model. Journal of Energy Policy (39), pp. 6906-6911.
16
Lundgren. L.W. 1999. Environmental Geology. Second Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Shi, A. 2003. The Impacts of Population Pressure on Global Carbon Dioxide Emissions, 1975-1996: Evidence from Pooled Cross-Country Data. Journal of Ecological Economics (44), pp. 29-42. Stern, P.C., O.R. Young, and D. Druckman. 1992. Global Environmental Change: Understanding the Human Dimensions. National Academy Press USA. Thamrin, S. 2011. Indonesia’s National Mitigation Actions: Paving the Way towards NAMAs. Tersedia: http://www.oecd.org/env/cc/48304156.pdf. [Diakses: 8 September 2015]. UN. Undated. Intensity of Energy Use, Total, and by Economic Activity. Tersedia: www.un.org/esa/sustdev/.../consumption.../energy_use_intensity.pdf. [Diakses: 4 September 2015]. UNEP. 2008. Kick The Habit: UN Guide to Climate Neutrality. Malta: Progress Press, Ltd. World Bank. 2014. World Development Indicator www.data.worldbank.org. [Diakses: 8 Desember 2014].
2014.
Tersedia:
Yang, J. 2012. StatNews#83: Interpreting Coefficients in Regression with LogTransformed Variables. Tersedia: https://www.cscu.cornell.edu/news/statnews/stnews83.pdf. [Diakses: 4 Oktober 2015]. York, R., E.A. Rosa, T. Dietz. 2003a. A Rift in Modernity? Assessing the Anthropogenic Sources of Global Climate Change with the STIRPAT Model. International Journal of Sociology and Social Policy (23), pp. 31-51. York, R., E.A. Rosa, T. Dietz. 2003b. Footprints on the Earth: the Environmental Consequences of Modernity. Journal of American Sociological Review, pp. 279-300. York, R., E.A. Rosa, T. Dietz. 2003c. STIRPAT, IPAT and ImPACT: Analytic Tools for Unpacking the Driving Forces of Environmental Impacts. Journal of Ecological Economics (46), pp. 351-365.
17
Lampiran 1. Skenario BAU dan 20 Skenario Pembanding beserta Asumsinya
0
Kode Skenario BAU
1
1-5-25
No.
2
1-5-4
3
1-5-5
4
1-6-25
5
1-6-4
6
1-6-5
Komponen n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil
Nilai
Sumber Acuan
1,61% Tren 1980-2009 4,99% 3,33% 5,97% 1,03% 1% BPS, Bappenas, UNFPA 5% IEA Energy Policy Review 2008 3,96% 2,5% BP Energy Outlook 2035 -1% PP No.79/2014 1% 5% 3,96% 4% BP Energy Outlook 2035
-1% 1% 5% 3,96% 5% Indonesia Energy Outlook 2014 – Dewan Energi Nasional -1% 1% 6% IEA Energy Policy Review 2008, Outlook Energy Indonesia 2014 BPPT g 4,95% Laju konsumsi 2,5% energi i -1% n 1% Laju PDB riil 6% g 4,95% Laju konsumsi 4% energi i -1% n 1% Laju PDB riil 6%
18
7
8
1-7-25
1-7-4
9
1-7-6
10
119-5-25
11
119-5-4
12
119-5-5
13
119-6-25
g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil
4,95% 5,64% Blueprint PEN 10 Nopember 2007
g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi
5,94% 2,5%
-1% 1% 7%
Outlook Energy Indonesia 2014 – BPPT, Perpres No. 32/2011
-1% 1% 7% 5,94% 4% -1% 1% 7% 5,94% 6% Indonesia Energy Outlook 2014 – Dewan Energi Nasional -1% 1,19% BPS, Bappenas, UNFPA 5% 3,96% 2,5% -1% 1,19% 5% 3,96% 4% -1% 1,19% 5% 3,96% 5% -1% 1,19% 6% 4,95% 2,5% 19
14
119-6-4
15
119-6-564
16
119-7-25
17
119-7-4
18
119-7-6
19
IEA
20
KEN
energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i n Laju PDB riil g Laju konsumsi energi i
-1% 1,19% 6% 4,95% 4% -1% 1,19% 6% 4,95% 5,64% -1% 1,19% 7% 5,94% 2,5% -1% 1,19% 7% 5,94% 4% -1% 1,19% 7% 5,94% 6% -1% 0,9% Southeast Asia Energy Outlook 4,9% 2011-2035 – World Energy Outlook 3,32% 2013 Special Report IEA 2,5% -2,3% 1% Indonesia Energy Outlook 2014 – 7,5% Dewan Energi Nasional 6,44% 5,13% -1%
20
Lampiran 2. Hasil Regresi RR dan OLS dalam Persamaan Linear
Dataset Dependent
Ridge Regression Report D:\data 19802009 - CONSTANT 2010 IDR - WDIWEOBP.xlsx ln_CO2Emissions
Least Squares Multicollinearity Section Independent Variance R-Squared Variable Inflation Vs Other X's Tolerance ln_Population 90.5063 0.9890 0.0110 ln_GDPpc 56.9524 0.9824 0.0176 ln_EI 8.9064 0.8877 0.1123 Since some VIF's are greater than 10, multicollinearity is a problem.
Eigenvalues of Correlations Incremental Cumulative Condition No. Eigenvalue Percent Percent Number 1 2.773876 92.46 92.46 1.00 2 0.219521 7.32 99.78 12.64 3 0.006603 0.22 100.00 420.10 Some Condition Numbers greater than 100. Multicollinearity is a MILD problem.
Eigenvector of Correlations No. 1 2 3
Eigenvalue ln_Population 2.773876 -0.595959 0.219521 0.222639 0.006603 0.771534
ln_GDPpc -0.579725 0.545547 -0.605225
ln_EI -0.555655 -0.807967 -0.196054
Ridge vs. Least Squares Comparison Section for k = 0.127888
Independent Variable Intercept ln_Population ln_GDPpc ln_EI
Regular Ridge Coeff's -10.28536 1.26463 0.792879 0.4462734
Regular L.S. Coeff's 1.64167 0.08470229 1.455928 0.4740539
R-Squared Sigma
0.9323 0.1319
0.9859 0.0602
Stand'zed Stand'zed Ridge L.S. Coeff's Coeff's 0.3637 0.4605 0.1403
21
0.0244 0.8457 0.1490
Ridge Standard Error
L.S. Standard Error
0.1156388 0.07789943 0.1853443
0.7711803 0.302884 0.221295
Lampiran 3. Hasil Regresi RR dan OLS dalam Persamaan Polinomial
Dataset Dependent
Ridge Regression Report D:\data 19802009 - CONSTANT 2010 IDR - WDIWEOBP.xlsx ln_CO2Emissions
Least Squares Multicollinearity Section Independent Variance R-Squared Variable Inflation Vs Other X's Tolerance ln_Population 2469729.7753 1.0000 0.0000 lnPop_Quad 2478491.0704 1.0000 0.0000 ln_GDPpc 631593.2425 1.0000 0.0000 lnGDPpc_Quad632367.5030 1.0000 0.0000 ln_EI 21.1775 0.9528 0.0472 Since some VIF's are greater than 10, multicollinearity is a problem.
Eigenvalues of Correlations Incremental Cumulative Condition No. Eigenvalue Percent Percent Number 1 4.718073 94.36 94.36 1.00 2 0.269272 5.39 99.75 17.52 3 0.012631 0.25 100.00 373.55 4 0.000025 0.00 100.00 191738.11 5 0.000000 0.00 100.00 29117493.04 Some Condition Numbers greater than 1000. Multicollinearity is a SEVERE problem.
Ridge vs. Least Squares Comparison Section for k = 0.322897 Regular Regular Stand'zed Stand'zed Independent Ridge L.S. Ridge L.S. Variable Coeff's Coeff's Coeff's Coeff's Intercept -3.106441 378.8664 ln_Population 0.6636226 -29.77069 0.1909 -8.5617 lnPop_Quad 0.01747673 0.770052 0.1914 8.4349 ln_GDPpc 0.385908 -8.752012 0.2242 -5.0837 lnGDPpc_Quad 0.01165815 0.3111477 0.2255 6.0176 ln_EI 0.363291 0.7146732 0.1142 0.2247 R-Squared Sigma
0.9178 0.1512
0.9900 0.0527
22
Ridge Standard Error
L.S. Standard Error
0.05483457 0.001446992 0.03901096 0.001178004 0.1464188
111.5709 2.934482 27.93501 0.8395168 0.2988598
Emisi CO2 (Juta Ton)
2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
Series0
482,53 507,42 533,59 561,11 590,05 620,48 652,48 686,14 721,52 758,74 797,87 839,02 882,30 927,80 975,65 1,025,
1,078,
1,134,
1,193,
1,254,
1,319,
1,387,
1,458,
1,534,
1,613,
1,696,
Series1
478,18 494,04 510,42 527,35 544,83 562,90 581,57 600,86 620,78 641,37 662,64 684,61 707,32 730,78 755,01 780,05 805,92 832,64 860,26 888,79 918,26 948,71 980,17 1,012,
1,046,
1,080,
Series2
478,18 497,25 517,08 537,70 559,15 581,45 604,64 628,76 653,83 679,91 707,03 735,22 764,55 795,04 826,75 859,72 894,01 929,67 966,74 1,005,
1,045,
1,087,
1,130,
1,175,
1,222,
1,271,
Series3
478,18 499,38 521,52 544,64 568,78 594,00 620,33 647,84 676,56 706,55 737,87 770,59 804,75 840,43 877,69 916,60 957,23 999,67 1,043,
1,138,
1,189,
1,241,
1,296,
1,354,
1,414,
Series4
478,18 495,66 513,78 532,57 552,04 572,23 593,15 614,84 637,32 660,62 684,77 709,81 735,76 762,66 790,55 819,45 849,41 880,47 912,66 946,03 980,62 1,016,
1,053,
1,092,
1,132,
1,173,
Series5
478,18 498,89 520,49 543,03 566,55 591,08 616,68 643,38 671,24 700,31 730,64 762,28 795,29 829,73 865,66 903,15 942,26 983,07 1,025,
1,070,
1,116,
1,164,
1,215,
1,267,
1,322,
1,379,
Series6
478,18 502,38 527,81 554,52 582,59 612,08 643,06 675,61 709,81 745,73 783,48 823,14 864,80 908,57 954,56 1,002,
1,221,
1,283,
1,348,
1,416,
1,488,
1,564,
1,643,
Series7
478,18 497,28 517,14 537,79 559,28 581,61 604,84 629,00 654,13 680,25 707,42 735,68 765,07 795,62 827,40 860,45 894,82 930,56 967,73 1,006,
1,046,
1,088,
1,131,
1,177,
1,224,
1,272,
Series8
478,18 500,51 523,89 548,36 573,97 600,78 628,84 658,21 688,95 721,13 754,81 790,07 826,97 865,59 906,02 948,34 992,63 1,038,
1,087,
1,138,
1,191,
1,247,
1,305,
1,366,
1,430,
1,496,
Series9
478,18 504,78 532,87 562,52 593,82 626,86 661,74 698,56 737,43 778,47 821,78 867,51 915,78 966,73 1,020,
1,267,
1,337,
1,412,
1,490,
1,573,
1,661,
1,753,
1,851,
Series10 478,18 494,47 511,32 528,75 546,77 565,40 584,67 604,60 625,20 646,51 668,54 691,32 714,88 739,25 764,44 790,49 817,43 845,29 874,10 903,88 934,69 966,54 999,48 1,033,
1,068,
1,105,
Series11 478,18 497,69 518,00 539,14 561,14 584,03 607,87 632,67 658,49 685,36 713,32 742,43 772,73 804,26 837,08 871,23 906,78 943,79 982,30 1,022,
1,064,
1,107,
1,152,
1,199,
1,248,
1,299,
Series12 478,18 499,82 522,44 546,09 570,80 596,64 623,64 651,87 681,37 712,21 744,45 778,14 813,36 850,17 888,65 928,87 970,91 1,014,
1,158,
1,211,
1,266,
1,323,
1,383,
1,446,
Series13 478,18 496,10 514,70 533,99 554,00 574,77 596,31 618,66 641,85 665,91 690,87 716,77 743,63 771,50 800,42 830,42 861,55 893,84 927,35 962,11 998,17 1,035,
1,074,
1,114,
1,156,
1,199,
Series14 478,18 499,33 521,41 544,48 568,56 593,71 619,97 647,39 676,02 705,92 737,15 769,75 803,80 839,35 876,48 915,24 955,73 998,00 1,042,
1,088,
1,136,
1,186,
1,239,
1,293,
1,351,
1,410,
Series15 478,18 502,83 528,75 556,00 584,66 614,80 646,49 679,82 714,86 751,71 790,46 831,20 874,05 919,11 966,48 1,016,
1,077,
1,053,
1,137,
1,200,
1,060,
1,306,
1,374,
1,444,
1,519,
1,597,
1,680,
1,065,
1,108,
1,154,
1,201,
1,250,
1,301,
Series17 478,18 500,96 524,82 549,82 576,01 603,45 632,19 662,31 693,86 726,91 761,53 797,81 835,81 875,63 917,34 961,03 1,006,
1,054,
1,105,
1,157,
1,212,
1,270,
1,331,
1,394,
1,460,
1,530,
Series18 478,18 505,23 533,82 564,02 595,93 629,65 665,27 702,91 742,68 784,70 829,10 876,01 925,57 977,94 1,033,
1,218,
1,287,
1,360,
1,437,
1,518,
1,604,
1,695,
1,791,
1,892,
Series19 475,37 490,74 506,61 522,99 539,90 557,36 575,39 594,00 613,21 633,04 653,51 674,64 696,46 718,98 742,24 766,24 791,02 816,60 843,01 870,27 898,41 927,47 957,46 988,42 1,020,
1,053,
Series20 478,18 503,74 530,68 559,05 588,94 620,43 653,61 688,55 725,37 764,15 805,01 848,05 893,39 941,16 991,48 1,044,
1,758,
1,100,
1,159,
1,181,
1,108,
1,242,
1,153,
1,123,
1,163,
Series16 478,18 497,72 518,06 539,23 561,26 584,20 608,07 632,92 658,78 685,70 713,72 742,89 773,25 804,85 837,74 871,97 907,60 944,69 983,30 1,023, 1,091,
1,068,
1,106,
1,090,
1,221,
Lampiran 4. Proyeksi Emisi CO2 Indonesia Tahun 2010-2035 dalam Beberapa Skenario
23
1,286,
1,355,
1,427,
1,504,
1,584,
1,669,
Lampiran 5. Proyeksi Persentase Pengurangan Emisi CO2 Indonesia Tahun 2010-2035 dalam Beberapa Skenario
Series1
Series2
Series3
Series4
Series5
Series6
Series7
Series8
Series9
Series11
Series10
Series12
Series13
Series14
Series15
Series16
Series17
Series18
Series19
Series20
15 10 5
Persen
-5
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035
0
-10 -15 -20 -25 -30 -35 -40
24