ANALISIS FAKTOR DOMESTIK DAN FAKTOR ASING MAKROEKONOMI TERHADAP PRESTASI INDEKS PASAR (Studi Kasus Pada Pasar Modal Indonesia)
Di susun oleh: Fitria Anggraini 107081003555
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
i
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Fitria Anggraini.
2. Tempat&Tgl. Lahir
: Jakarta, 29 April 1989.
3.
: Jl. Swakarya Bawah No.49.
Alamat`
Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan. 4.
Telepon
: 08567655205
II. PENDIDIKAN 1. SD
: MI Darul Ulum, Jakarta Selatan.
2. SMP
: MTs N19 Jakarta
3. SMA
: SMAN 66 Jakarta
4. S1
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI 1. BEM
:
a. Divisi Dana Usaha BEM Jurusan Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008-2010. 2. PRAMUKA
:
a. Divisi Pelatihan dan Pengembangan Dewan Kerja Ranting Cilandak 2008-2009. b. Pradana Putri Dewan Ambalan Pramodhawardhani, SMAN 66 Jakarta 2007-2008.
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Lili Sopandi
2. Ibu
: Rosanih
3. Alamat`
: Jl. Swakarya Bawah No.49. Cilandak, Jaksel.
4. Telepon
: 021-995494
5. Anak ke 1 dari 3 bersaudara. v
ABSTRACT The main objective of this study is to examine the impact of macro economic domestic and macro economic international on the achievement market index of the country. Data used in this research is inflation, exchange rate, SBI interest rate, money supply, fluctuation of international index such as IDJ and NIKKEI, fluctuation crude oil and gold price of the world, fluctuation IHSG, trading volume activity and value of capitulation market data, at the Indonesia from January 2002 – June 2010 were examined. Sampling method used in this study is purposive sampling and the statistical method used to test the hypothesis is Structural Equation Modeling (SEM) analysis. The result of this study show that; (a) Macro Economic Domestic has a significant negative influence to achievement marke indext of the country. (b) Macro Economic International have no influence significant to achievement market index of the country. Keywords : Macroeconomic, IHSG, Trading Volume Activity, Value of Capitulation.
vi
ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh makroekonomi domestik, dan makroekonomi asing terhadap prestasi indeks pasar di suatu negara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, jumlah uang beredar, fluktuasi indeks internasional seperti IDJ dan NIKKEI, fluktuasi harga minyak mentah dan emas dunia, fluktuasi IHSG, volume perdagangan, dan nilai kapitalisasi pasar di Indonesia, dari Januari 2002 – Juni 2010. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dan uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah dengan menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Hasil empiris penelitian ini menunjukkan bahwa : (a) Makroekonomi Domestik berpengaruh negatif signifikan terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. (b) Makroekonomi Asing tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. Kata kunci: Makroekonomi, IHSG, Volume Perdagangan, Nilai Kapitalisasi Pasar.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT. Atas berkat rahmat, karunia, kudrat dan iradat, serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTOR DOMESTIK DAN FAKTOR ASING MAKROEKONOMI TERHADAP PRESTASI INDEKS PASAR (Studi Kasus Pada Pasar Modal Indonesia)” . Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Rasullullah SAW yang membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan. Skripsi ini dimaksudkan untuk memnuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Konsentrasi Keuangan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas kelemahan dan kekurangan yang ditemui dalam skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa sejak awal penyususnan hingga terselesaikannya skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril dan materil. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini, secar khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Kedua Orang Tuaku (Lili Sopandi dan Rosanih) yang senantiasa memberi banyak bantuan baik moril maupun materil hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan kebahagiaan serta kemuliaan kepada mereka dan semoga penulis dapat membahagiakan keduanya. Amin.
2.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah mengarahkan dan memotivasi selama penulis menggali ilmu di FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
3.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku Pudek I Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan dosen pembimbing I, yang selalu memberikan arahan, motivasi, dan nasihat serta saran-saran yang berharga kepada penulis.
4.
Bapak Suhendra,S.Ag.,MM, selaku Kepala Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk berkarya.
5.
Bapak M.Arief Mufraini,Lc.,M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini serta motivasinya yang begitu besar bagi penulis.
6.
Segenap dosen pengajar yang telah mengajarkan ilmu manajemen, semoga amal baktinya dijadikan amalan sholah. Amin.
7.
Staf tata usaha FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Ibu Siska, Pak Rahmat, Ibu Umi, Mas Heri yang telah membantu penulis dalam mengurus kebutuhan administrasi dan lain-lain.
8.
Adik-adik ku Surya dan Rizka, dan Ccing Ida, yang turut memberikan dukungan dan do’a yang tulus kepada penulis, semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan memberikan kebahagiaan kepada mereka, Amin.
9.
Icha, Mpi, Ade, dan Afry yang senantiasa selalu saya susahkan, dan tak pernah letih untuk meneriakkan kata-kata semangat serta selalu ada dalam suka maupun duka.
10. Teman-teman yang menjadi pembimbing dadakan khususnya Miftah,SE dan Om Said, SE, yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan solusi dan semangat saat pikiran buntu selama pembuatan skripsi. 11. Sahabat-sahabat Cah Ready (Afry, Kiki, Achal, Adji, Opa, Emon, Mpi, Piyo, Gie, Wawa, Rudy, Icha, Yunus, Dhole, Robby, Tony, Irsyam, Indra, Dika, Abloy,dll) yang senantiasa satu dalam tawa dan canda serta cita. 12. Kawan-kawan seperjuangan di FEB Manajemen Uin Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 (Isna, Izah, Pipit, Rizki, Yuni, Icha, Piyo, Emily, Gie) yang selalu semangat dalam berjuang menempuh gelar strata satu. Semoga api semangat tetap menyala setelahnya, untuk kehidupan yang lebih baik. Be Success. ix
13. Kawan-kawan Manajemen E ‘07 dan Manajemen Keuangan A dan B ’10, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, suatu kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua. Terima Kasih banyak atas motivasi yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan, maupun kritikan yang konstruktif demi penyempurnaan hasil penelitian ini. Akhirnya hanya kepada Allah semua ini penulis serahkan, karena hanya dengan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis sendiri.
Jakarta,
Juni 2011
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................................................
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
v
ABSTRACT .. ...................................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .....................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................
xiv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ...............................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................
16
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................................
17
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pasar Modal Indonesia .....................................................................................
20
1. Pengertian Pasar Modal ...............................................................................
20
2. Indeks Harga Saham ....................................................................................
21
B. Makroekonomi .................................................................................................
23
1. Makroekonomi Faktor Domestik .................................................................
26
a. Inflasi.................................................................................................
26
b. Uang Beredar ....................................................................................
32
c. Nilai Tukar ........................................................................................
37
d. Suku Bunga SBI ................................................................................
40
2. Makroekonomi Faktor Asing ......................................................................
47
a. Minyak Dunia ...................................................................................
47
b. Emas Dunia .......................................................................................
50
c. Indeks Global ....................................................................................
52
C. Prestasi Indeks Pasar ........................................................................................
56
1. Indeks Harga Saham Gabungan ...................................................................
57
2. Volume Perdagangan ...................................................................................
60
xi
3. Nilai Kapitalisasi Pasar ................................................................................
63
D. Penelitian Terdahulu ........................................................................................
64
E. Kerangka Hubungan Antar Variabel ................................................................
69
F. Hipotesis...........................................................................................................
73
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................
75
B. Metode Penentuan Sampel ...............................................................................
75
C. Metode Pengumpulan Data ..............................................................................
75
D. Metode Analisis ...............................................................................................
77
E. Operasional Variabel ........................................................................................
89
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian.....................................................
95
B. Penemuan dan Pembahasan .............................................................................
98
1. Analisis Deskriptif .......................................................................................
98
2. Pembahasan .................................................................................................. 127 a. Analisis Model ........................................................................................ 127 b. Uji Kesesuaian Model ............................................................................ 130 c. Evaluasi Model Pengukuran ................................................................... 142 d. Pengujian Hipotesis ................................................................................ 149 3. Interpretasi Hasil ......................................................................................... 152 BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ...................................................................................................... 159 B. Implikasi ........................................................................................................... 161 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 163 LAMPIRAN –LAMPIRAN ............................................................................................. 168
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Halaman
Tabel 3.1. Standar Penilaian Kesesuaian (Fit) ..................................................................
88
Tabel 4.1. Data Inflasi ........................................................................................................ 100 Tabel 4.2. Data Suku Bunga SBI ....................................................................................... 102 Tabel 4.3 Data Nilai Tukar Rp/US$................................................................................... 105 Tabel 4.4 Data Jumlah Uang Beredar ................................................................................ 107 Tabel 4.5. Data Harga Minyak Dunia ................................................................................ 109 Tabel 4.6. Data Harga Emas Dunia.................................................................................... 112 Tabel 4.7. Data Peregerakan Indeks NIKKEI .................................................................... 115 Tabel 4.8. Data Pergerakan Indeks Dow Jones .................................................................. 118 Tabel 4.9. Data Pergerakan IHSG ..................................................................................... 120 Tabel 4.10. Data Pergerakan Volume Perdagangan di BEI ............................................... 122 Tabel 4.11.Data Nilai Kapitalisasi Pasar ........................................................................... 125 Tabel 4.12. Hasil Measurement Equations ........................................................................ 128 Tabel 4.13. Hasil Uji Goodnest Fit .................................................................................... 130 Tabel 4.14. Hasil Uji Godness Fit Setelah Modifikasi ...................................................... 139 Tabel 4.15.Evaluasi Hasil Pengukuran ............................................................................. 145 Tabel 4.16. Hasil Perhitungan Pengaruh Antar Variabel Laten ......................................... 150
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
Tabel 2.1.Demand Pull Inflations ....................................................................................
28
Tabel 2.2. Cost Push Inflations .........................................................................................
29
Tabel 2.3. Kerangka Pemikiran..........................................................................................
72
Tabel 3.1. Model Konseptual ............................................................................................
79
Tabel 4.1. Struktur Pasar Modal ........................................................................................
97
Tabel 4.2. Grafik Inflasi ..................................................................................................... 100 Tabel 4.3. Grafik Suku Bunga SBI .................................................................................... 101 Tabel 4.4. Grafik Nilai Tukar Rp/US$ ............................................................................... 103 Tabel 4.5.Grafik Jumlah Uang Beredar ............................................................................. 106 Tabel 4.6. Grafik Harga Minyak Dunia ............................................................................. 108 Tabel 4.7. Grafik Harga Emas Dunia ................................................................................. 111 Tabel 4.8. Grafik Pergerakan Indeks NIKKEI ................................................................... 116 Tabel 4.9. Grafik Pergerakan Indeks Dow Jones .............................................................. 119 Tabel 4.10. Grafik Pergerakan IHSG ................................................................................. 121 Tabel 4.11. Grafik Volume Perdagangan........................................................................... 124 Tabel 4.12. Grafik Nilai Kapitalisasi Pasar........................................................................ 126 Tabel 4.13. Path Diagram Tahap Awal .............................................................................. 129 Tabel 4.14. Path Diagram T-Value .................................................................................... 144 Tabel 4.15. Path Diagram Estimate .................................................................................. 144
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa mendatang. Umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu: investasi pada aset-aset finansial (financial assets) dan investasi pada aset-aset riil (real assets). Investasi pada aset-aset finansial dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang, dan lainnya. Investasi dapat juga dilakukan di pasar modal, misalnya berupa saham, obligasi, waran, opsi, dan lain-lain. Sedangkan investasi pada aset-aset riil dapat berbentuk pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaan perkebunan dan lainnya. (Halim,2005:4). Untuk melakukan investasi di pasar modal diperlukan pengetahuan yang cukup, pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang akan dibeli, mana yang akan dijual, dan mana yang akan tetap dimiliki. Mereka yang ingin berkecimpung dalam jual beli saham harus meninggalkan budaya ikut-ikutan, berjudi, dan sebagainya yang tidak rasional. Selain itu, investor harus mempunyai ketajaman perkiraan masa depan perusahaan yang sahamnya akan dibeli atau dijual. Karena, motif mendasar investor membeli saham atau menanamkan dananya pada invetasi saham adalah untuk mendapatkan keuntungan. Investasi saham di 1
pasar modal merupakan jenis investasi dengan risiko yang relative tinggi. Oleh karena itu, investor yang akan menanamkan dananya atau melakukan investasi melalui kepemilikan atau pembelian saham perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai faktor dan informasi yang mempengaruhi fluktuasi harga saham. Faktor makro merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor makro terdiri dari makroeokonomi dan makro non ekonomi. Faktor makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja indeks pasar maupun kinerja perusahaan diantaranya, tingkat bunga umum domestik, tingkat inflasi, peraturan perpajakan, kurs valuta asing. Dan peredaran uang. Adapun faktor makro non ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, diantaranya adalah kondisi perekonomian Internasional, siklus ekonomi, dan faham ekonomi. (Samsul, 2006:200). Perubahan faktor makro ekonomi tidak akan dengan seketika mempengaruhi kinerja perusahaan, tetapi secara perlahan dalam jangka waktu panjang. Sebaliknya, harga saham akan terpengaruh dengan seketika oleh perubahan faktor makro ekonomi itu karena para investor lebih cepat bereaksi. Ketika perubahan faktor makroekonomi itu terjadi, investor akan mengkalkulasikan dampaknya baik yang positif maupun yang negatif terhadap kinerja perusahaan beberapa tahun ke depan, 2
kemudian mengambil keputusan membeli atau menjual saham yang bersangkutan. Oleh karena itu, harga saham lebih cepat menyesuaikan diri daripada kinerja perusahaan terhadap perubahan variabel – variabel makro ekonomi. Perekonomian Indonesia pada tahun 2002-2010 menunjukkan fluktuasi
pertumbuhan.
Namun,
keajaiban-keajaiban
pertumbuhan
perekonomian di Indonesia memiliki kerapuhan. Sayangnya kerapuhan tersebut baru disadari setelah badai krisis melanda. Kerapuhan tersebut ialah perhatian penuh kebijakan perekonomian hanya pada pertumbuhan ekonomi
saja,
sedangkan
pembangunan
fundamental
ekonominya
diabaikan, sehingga secara pertumbuhan tinggi, namun secara fundamental lemah. Padahal fundamental perekonomian sangat penting untuk menopang akselerasi pertumbuhan yang sangat cepat. Kondisi seperti ini disebut sebagai buble economy. Ibarat sebuah gelembung sabun yang terus membesar, namun sangat mudah pecah. (Kuncoro, 2009:3). Krisis
yang
melanda
pada
tahun
2008,
menyebabkan
perekonomian dunia dan Indonesia berada dalam keadaan yang kurang begitu baik karena krisis Keuangan yang terjadi di AS menyebabkan dampak krisis ke Eropa dan Asia Pasifik, yang berakibat kepada bangkrutnya bank/institusi Keuangan/korporasi, meningkatnya inflasi, menurunnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pengangguran, dan runtuhnya indeks bursa saham. Selain itu dampak kolapsnya lembaga Keuangan di AS juga mempengaruhi lembaga investasi dan investor di 3
berbagai penjuru dunia. Karena surat utang perusahaan pembiayaan kredit property juga dijual kepada lembaga Keuangan dan investor asing. Padahal surat utang tersebut ditopang oleh debitor yang kemampuan membayarnya rapuh. (Kuncoro, 2009:5). Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya resiko pasar. Resiko pasar adalah kemungkinan menurunnya kegiatan pasar sekuritas, yang disebabkan karena resesi ekonomi nasional dan atau internasional. Dampak menurunnya kehidupan ekonomi tersebut adalah turunnya minat investor terhadap sebagian besar sekuritas yang diperdagangkan. Akibatnya harga jual sekuritas yang kurang diminati menurun, bahkan dapat lebih rendah dari nilai nominalnya. Dalam keadaan seperti itu, pemegang
sekuritas
yang
turun
harganya
mengalami
kerugian.
(Sutojo,2007:44). Resesi ekonomi dapat juga mengakibatkan turunnya minat investor terhadap sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan. Hal itu, disebabkan karena mereka khawatir perusahaan, tidak dapat mengatasi gejolak resesi ekonomi sehingga prestasi kegiatan usaha manapun kondisi keuangannya merosot.
Turunnya,
minat
investor,
sudah
barang
tentu
akan
mempengaruhi harga jual sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan. Dalam jangka pendek pemerintah sering menurunkan pajak dan suku bunga untuk dapat menarik minat investor dalam menanamkan investasinya di negara tersebut. Hasilnya adalah pertumbuhan untuk 4
sementara tetapi dalam jangka panjang menimbulkan tekanan inflasi. Oleh karena itu, pengambilan kebijakan pemerintah harus dilakukan secara hatihati. Misalnya, jika perusahaan memperkirakan bahwa pajak atas modal akan semakin tinggi dimasa datang, maka rumah tangga akan mengurangi tabungan sekarang ini dan menggenjot pengeluaran modal. Soalnya, jika dana ditabung sekarang dan baru digunakan sebagai modal di masa mendatang, maka rumah tangga akan mengalami kenaikan bahan pajak yang lebih tinggi. Oleh karena itu, rumah tangga sebaiknya memanfaatkan tabungan sekarang ini sebagai modal untuk menghindari beban pajak modal yang lebih tinggi di masa mendatang. Demikian pula jika perusahaan memperkirakan bahwa dimasa datang pemerintah akan melakukan kebijakan moneter yang lebih ekspansif, maka perusahaan akan menetapkan harga dan upah yang lebih tinggi sekarang. Karena, jika tidak dinaikkan sekarng maka dimasa datang keuntungan akan lebih kecil karena tergerogoti inflasi, yang merupakan dampak ekspansi kebijkan moneter. Oleh karena itu, pemerintah di dalam membuat kebijkan harus konsisten, agar terhindar dari tekanan inflasi. Kegiatan investasi adalah kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut. Bagi para investor, melalui pasar modal dapat memilih obyek investasi dengan beragam tingkat pengembalian dan tingkat risiko yang dihadapi, sedangkan bagi para penerbit (issuers atau emiten) melalui 5
pasar modal dapat mengumpulkan dana jangka panjang untuk menunjang kelangsungan usaha. Salah satu kegiatan investasi yang dapat dipilih oleh investor adalah berinvestasi di pasar modal. Di Indonesia, investor yang berminat untuk berinvestasi di pasar modal dapat berinvestasi di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bursa Efek Indonesia sendiri merupakan penggabungan dari Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 1 Juni 2002. Penggabungan ini dilakukan demi efisiensi dan efektivitas operasional dan transaksi. Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap bagi investor tentang perkembangan bursa, BEI menyebarkan data pergerakan harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Pasar modal merupakan salah satu tempat (media) yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan investasi baik secara individu ataupun institusional dimana indeks merupakan cerminan dari pasar modal (Pananda Pasaribu, dkk, 2009 : 1). Oleh karena itu, arah dan besarnya perubahan indeks di pasar modal menjadi salah satu tolak ukur bagi investor dalam rangka menanamakan modalnya di pasar modal. Kehadiran pasar modal sangat penting bagi perusahaan dan investor karena pasar modal dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan kegiatan operasi perusahaan melalui penjualan saham maupun penerbitan obligasi oleh perusahaan yang membutuhkan dana.
6
Pasar modal merupakan salah satu instrumen ekonomi dewasa ini yang mengalami perkembangan sangat pesat. Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara serta menunjang ekonomi negara yang bersangkutan. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor. Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. Kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen Keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lainlain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masingmasing instrumen Keuangan di atas. (Suad Husnan, 1998:6) Pasar modal didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen atau sekuritas jangka panjang yang bisa diperjualbelikan. Tujuan pasar modal di Indonesia adalah disamping untuk mengarahkan dana dari masyarakat agar dapat disalurkan disektor-sektor yang lebih produktif, juga ikut mewujudkan pemerataan pendapat melalui kepemilikan sahamsaham perusahaan. Salah satu indeks yang sering diperhatikan investor ketika berinvestasi di Bursa Efek Indonesia adalah Indeks Harga Saham Gabungan. Hal ini disebabkan indeks ini berisi atas seluruh saham yang 7
tercatat di Bursa Efek Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/IHSG). Oleh karena itu melalui pergerakan indeks harga saham gabungan, seorang investor dapat melihat kondisi pasar apakah sedang bergairah atau lesu. Perbedaan kondisi pasar ini tentu memerlukan strategi yang berbeda dari investor dalam berinvestasi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi Indeks Saham, antara lain perubahan tingkat suku bunga bank sentral, tingkat inflasi, kurs valuta asing, kondisi perekonomian internasional, peredaran uang, tingkat harga energi dunia, kestabilan politik suatu negara, dll. Selain faktor tersebut, perilaku investor sendiri juga akan memberi pengaruh terhadap pergerakan Indeks Saham.(Samsul, 2006:200). Pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, dimana nilai Indeks Harga Saham Gabungan dapat menjadi leading indikator economic pada suatu negara. Pergerakan indeks sangat dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas kondisi fundamental negara maupun global. Adanya informasi baru akan berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya akan berpengaruh pada IHSG. Pergerakan aktivitas suatu sektor dalam perekonomian tidak terlepas dari sektor - sektor perekonomian lainnya, sehingga kebijakan yang berkaitan langsung dengan sektor tersebut akan berimbas pada perekonomian secara makro. Dan peristiwa yang berkaitan dengan lingkungan ekonomi makro seperti perubahan suku bunga, kurs valuta asing serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan
8
oleh pemerintah turut berpengaruh pada fluktuasi harga dan volume perdagangan di pasar modal. Secara garis besar, ada variabel Makroekonomi yang turut berperan serta terhadap meningkatnya nilai IHSG, yaitu faktor-faktor yang berasal dari domestik dan faktor asing. Faktor domestik berupa faktorfaktor fundamental suatu negara seperti inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, suku bunga, maupun nilai tukar Rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut dianggap dapat berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya berpengaruh pada pergerakan Indeks. Faktor asing merupakan salah satu implikasi dari bentuk globablisasi dan semakin terintegrasinya pasar modal di seluruh dunia. Kondisi ini memungkinkan timbulnya pengaruh dari bursa-bursa yang maju (developed) terhadap bursa yang sedang berkembang. Krisis yang menagkibatkan jatuhnya bursa Amerika Serikat yang terjadi belakangan ini telah menyeret bursa di Asia pada krisis tahun 2008, termasuk bursa Indonesia. Faktor makro mempengaruhi kinerja perusahaan dan perubahan kinerja perusahaan secara fundamental mempengaruhi harga saham di pasar. Investor akan memberi nilai saham sesuai dengan kinerja perusahaan saat ini dan prospek kinerja perusahaan dimasa mendatang. Jika kinerjanya meningkat, maka harga saham akan meningkat dan jika kinerja menurun, maka harga saham akan menurun. Jika salah satu variabel makro berubah, maka investor akan bereaksi positif atau negatif 9
tergantung pada apakah perubahan variabel makro itu bersifat positif atau negatif di mata investor. Reaksi investor terhadap perubahan variabel makro tidak sama, ada yang memberikan reaksi positif dan reaksi negatif kesemuanya tergantung pada kekuatan investor yang paling dominan. Seperti halnya, kenaikan kurs US$ yang tajam terhadap rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki utang dalam bentuk dollar, sementara produk emiten tersebut dijual secara lokal. Sementara itu, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari kenaikan kurs US$ tersebut. (Samsul, 2006:202). Ekonomi makro membahas perekonomian, scara menyeluruh, maka ekonomi makro memusatkan perhatian pada kebijaksanaan ekonomi dengan
variabel-variabel
ekonomi
yang
secara
meneluruh
akan
mempengaruhi prestasi ekonomi tersebut. Variabel-variabel ekonomi yang dimaksud antara lain adalah: tingkat pendapatan nasional, pajak, inflasi, investasi nasional, jumlah uang
beredar, tingkat bung, investasi
internasional. Dan tujuan kebijksanaan ekonomi yang bersifat makro bertumpuh pada, kesempatan kerja penuh, pertumbuhan ekonomi yang cepat, penciptaan stabilitas harga, dan keseimbngan neraca pembayaran internasional. Untuk mendukung cita-cita ekonomi ini, maka instrumen yang
dapat
digunakan
adalah
melalui
berbagai
kebijaksanaan
makroekonomi, yang diantaranya melalui kebijaksanaan moneter, yaitu kebijakan melalui pengaturan jumlah uang beredar dengan peralatan suku bunga untuk menghindari inflasi yang tinggi dan berkepanjangan. Dan 10
kebijaksanaan ekonomi luar negeri, yaitu kebijksanaan penanaman modal asing, yang dapat menaikan nilai kapitalisasi pasar. (Zakaria, 2008:2). Fenomena dan informasi yang ada saat ini sangat mempengaruhi tingkat kepekaan pasar modal terhadap harga saham dan volume perdagangan saham yang akan berdampak pada return saham yang akan diperoleh, ini dikarenakan bahwa analisis kondisi ekonomi merupakan dasar dari analisis sekuritas, dimana jika kondisi ekonomi buruk maka kemungkinan besar tingkat pengembalian (return) saham-saham yang beredar akan merefleksikan penurunan yang sebanding atau return yang abnormal.
Sebaliknya,
jika
kondisi
ekonomi
baik
maka
akan
merefleksikan harga saham akan baik pula yang akan berdampak positif pada pengembalian saham (return). Dan reaksi pasar sebagai suatu sinyal terhadap informasi adanya suatu peristiwa tertentu dapat mempengaruhi nilai perusahaan yang tercermin dari perubahan harga dan volume perdagangan saham yang terjadi. Di Indonesia kebijakan tingkat suku bunga dikendalikan secara langsung oleh Bank Indonesia melalui BI rate. BI rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi dan jumlah uang yang beredar di masyarakat, agar ke depannya tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI rate sendiri dapat memicu pergerakan di pasar saham Indonesia. Penurunan BI rate secara otomatis akan memicu penurunan tingkat suku bunga kredit maupun deposito. Bagi para investor, dengan penurunan tingkat suku bunga deposito,akan mengurangi tingkat 11
keuntungan yang diperoleh bila dana yang mereka miliki diinvestasikan dalam bentuk deposito. Selain itu dengan penurunan suku bunga kredit, biaya modal akan menjadi kecil, ini dapat mempermudah perusahaan untuk memperoleh tambahan dana dengan biaya yang murah untuk meningkatkan
produktivitasnya.
Peningkatan
produktivitas
akan
mendorong peningkatan laba, hal ini dapat menjadi daya tarik bagi para investor untuk berinvestasi di pasar modal. Selain tingkat suku bunga BI, uang beredar juga memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah uang beredar akan mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian, masalah akan timbul bila pengeluaran agregat tidak mencapai tingkat yang ideal. Idealnya, pengeluaran agregat mencapai tingkat yang diperlukan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi tanpa menimbulkan inflasi yang cukup tinggi. Tentunya hal ini akan menarik minat para investor untuk menanamakan dananya di Indonesia, karena inflasi yang terkendali akan mewujudkan kesempatan kerja penuh, sehingga akan menaikkan tingkat produksi yang berdampak kepada meningkatnya penjualan perusahaan, dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Indonesia juga termasuk kedalam salah satu negara penghasil minyak yang terdaftar sebagai anggota OPEC, dimana salah satu komoditas yang diekspornya adalah minyak, dengan nilai kapitalisasi perusahaan pertambangan yang cukup signifikan. Hal ini mengakibatkan 12
kenaikan harga minyak dunia akan mendorong kenaikan harga saham perusahaan tambang. Hal ini tentunya akan mendorong kenaikan IHSG. Kemampuan Indonesia melalui resesi global tanpa menimbulkan guncangan yang berarti pada perekonomian telah mendorong setidaknya 3 lembaga rating internasional untuk memperbaiki performa sovereign rating dan outlook Indonesia. Moody’s menaikkan sovereign rating dari Ba3 menjadi Ba2 dengan outlook ‘stabel’ pada 16 September 2009. Standard & Poor’s (S&P) menaikkan outlook dari ‘stabel’ menjadi ‘positive’ dengan rating BB pada 23 Juni 2009. Sementara Rating and Investment Information (R&I) mengkonfirmasi kembali rating Indonesia pada level BB+ dengan outlook ‘stabel’ pada 8 Juni 2009, Perbaikan rating, indeks dan persepsi internasional menjadi faktor yang sangat penting karena merupakan acuan bagi investor dalam menentukan target investasi mereka. (Direktorat Internasional, Bank Indonesia, 2010:147). Hal ini tentunya dapat mempengaruhi volume perdagangan saham di Indonesia, sehingga berdampak kepada naiknya IHSG. Dapat dikatakan Indonesia sedang mengalami masa pertumbuhan, karena Indonesia mampu tumbuh 4,5% pada tahun 2009 saat beberapa negara lain menderita pertumbuhan negatif dan menjadikan Indonesia berperforma terbaik ketiga setelah Cina dan India. Adapun itu terjadi salah satunya karena perusahaan-perusahaan aktif melakukan kegiatan ekspor dan impor. Salah satu faktor yang melancarkan kegiatan ekspor dan impor tersebut adalah adanya mata uang sebagai alat transaksi. Bagi perusahaan13
perusahaan yang aktif melakukan kegiatan ekspor dan impor kestabilan nilai kurs mata dollar terhadap rupiah menjadi hal yang penting. Sebab ketika nilai rupiah terdepresiasi dengan dollar Amerika Serikat, hal ini akan mengakibatkan barang-barang impor menjadi mahal. Apabila sebagian besar bahan baku perusahaan menggunakan bahan impor, secara otomatis ini akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini tentunya akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Turunnya tingkat keuntungan perusahaan tentu akan mempengaruhi minat beli investor terhadap saham perusahaan yang bersangkutan. Secara umum, hal ini akan mendorong pelemahan indeks harga saham di negara tersebut. Seperti yang telah diungkapkan di atas, ada banyak faktor yang mempengaruhi pasar modal. Pada umumnya apabila tingkat suku bunga dan harga energi dunia turun, maka indeks harga saham di suatu negara akan naik. Dengan tingkat suku bunga yang rendah serta harga energi yang murah, perusahaan dapat dengan leluasa mengembangkan kegiatannya, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan perolehan labanya. Apabila laba perusahaan meningkat, maka investor tentu akan tertarik untuk membeli saham emiten tersebut sehingga dapat mendorong kenaikan volume perdagangan saham, yang berdampak kepada naiknya indeks harga saham, sehingga dapat disimpulkan perubahan kebijakan ekonomi makro dapat menaikkan indeks prestasi pasar, yang dalam hal ini di ukur melalui Indeks Harga Saham Gabungan, Volume Perdagangan, dan nilai 14
kapitalisasi pasar. Kemampuan Indonesia dalam menghadapi resesi global mempunyai dampak tersendiri, yaitu perekonomian Indonesia tetap stabil. Kestabilan perekonomian Indonesai inilah yang memberikan nilai lebih, dimata investor, sehingga investor tetap melakukan aksi jual beli di bursa seperti hari-hari perdagangan biasanya. (Gumanti dan Palupi, 2010:32). Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar Rp./USUS$, dan uang beredar terhadap volume perdagangan diantaranya adalah penelitian Heryanto (2010:78), dan menemukan bukti bahwa secara individual hanya variabel suku bunga saja, yang mempunyai pengaruh langsung terhadap volume perdagangan saham. Penelitian Habib (2007:72), menunjukkan bahwa volume perdagangan saham di BEI dipengaruhi oleh suku bunga SBI dan nilai tukar Rp/US$. Penelitian Dimas Ngurah Indraloka (2010:61), menunjukkan IHSG di BEI, dipengaruhi oleh variabel makroekonomi dan harga minyak dunia, akan tetapi secara individual nilai tukar Rp/US$ tidak berpengaruh terhadap IHSG. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Abbas Valadkhani, et al (2006:11) tentang pengaruh variabel makro ekonomi Thailand dan Pasar Modal Internasional terhadap Pasar modal Thailand memberikan hasil bahwa variabel makro ekonomi seperti tingkat suku bunga, nilai tukar baht, indeks harga konsumen dan jumlah penawaran uang tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan pasar modal Thailand, sementara perubahan harga
15
minyak memberikan pengaruh yang negatif bagi pasar modal Thailand hanya untuk periode sebelum krisis pada tahun 1997. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian tentang pengaruh tingkat inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, nilai tukar Rp./US$, serta harga minyak dunia, harga emas dunia, dan indeks cenderung tidak konsisten atau berbeda antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain. Dengan adanya ketidak konsistenan hasil penelitian ini, serta pengaruh ekonomi dunia yang memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia, maka penelitian ini mengambil judul “Analisis Faktor Domestik dan Faktor Asing Makroekonomi Terhadap Prestasi Indeks Pasar. (Studi Kasus Pada Pasar Modal Indonesia)” B. Rumusan Masalah Mencermati adanya pengaruh variabel makroekonomi faktor domestik dan variabel makroekonomi faktor asing yang digunakan dalam memaksimalkan nilai investasi investor, terutama dalam fluktuasi IHSG yang merupakan salah satu faktor penting yang menjadi acuan bagi investor untuk melakukan penanaman modalnya di pasar modal. Maka penelitian ini di rancang untuk menjawab masalah-masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh variabel makro domestik (suku bunga SBI, nilai tukar Rp/US$, inflasi, dan jumlah uang beredar) terhadap prestasi Indeks pasar.
16
2. Bagaimana pengaruh variabel makro asing (harga minyak dunia, harga emas dunia, indeks NIKKEI, indeks Dow Jones) terhadap prestasi Indeks pasar. Masalah penelitian ini berpijak kepada masalah investor dalam menentukan investasinya, yaitu melihat kondisi makro suatu negara yang akan
diinvestasikannya
dan
juga
melihat
kepada
bertumbuh
kembangannya ekonomi duia. Hal ini sangat rasional mengingat investor selalu ingin menjaga keuntungan dan menghindar dari resiko (risk averse), sehingga apakah setiap perubahan kondisi pasar perlu membentuk strategi baru dalam menghadapinya. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang akan dilakukan terkait dengan pokok permasalahan yang telah di uraikan di atas adalah sebagai berikut a. Untuk menganalisis pengaruh variabel makro domestik (suku bunga SBI, nilai tukar Rp/US$, inflasi, dan jumlah uang beredar) terhadap prestasi indeks pasar sutau negara. b. Untuk menganalisis pengaruh variabel makro asing (harga minyak dunia, harga emas dunia, indeks NIKKEI, indeks Dow Jones) terhadap prestasi indeks pasar sutau negara.
17
2. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan memberikan manfaat ganda, yakni manfaat akademis maupun praktis. a). Dari segi teoritis pada perspektif akademis, penelitian ini akan bermanfaat untuk: 1. Bagi peneliti untuk mendapatkan pengambangan dan melatih diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh. 2. Bagi civitas akademik dapat menambah informasi sumbangan pemikiran dan bahan kajian penelitian. b). Dari segi perspektif praktis hasil penelitian ini, bisa dipandang bermanfaat untuk: 1. Bagi investor dalam mengambil keputusan investasi, terutama keputusan berinvestasi pada saham-saham yang masuk dalam Bursa Efek Indonesia dengan memperrtimbangkan keadaan makroekonomi, sehingga dapat menentukan strategi yang digunakan agar dapat bertahan dalam setiap perubahan kondisi pasar (bullish atau bearish), sehingga dapat memperoleh return yang optimal pada tingkat risiko yang tertentu. 2. Bagi pihak bursa, penelitian ini berguna untuk mengevaluasi kinerja pasar modal dalam negeri, sehingga dapat mengambil solusi yang tepat dalam memperbaiki kinerjanya.
18
3. Bagi pemerintah, hasil studi ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan strategis dalam mengahadapi permasalahan di pasar modal.
19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pasar Modal Indonesia 1. Pengertian Pasar Modal Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrument Keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrument derivative maupun instrument lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. (Ridwan S. Sundjaja, dkk., 2010:427). Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrument Keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang maupun dalam bentuk modal sendiri. Kalau pasar modal merupakan pasar untuk surat berharga jangka panjang, maka pasar uang (money market) pada sisi yang lain merupakan pasar surat berharga jangka pendek. Baik pasar modal maupun pasar uang merupakan
bagian
dari
pasar
Keuangan
(financial
market).
(Sudarsono, 2003:182). Undang-undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal di Indonesia mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, 20
perusahaan public yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. 2. Indeks Harga Saham Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu. (Ridwan S. Sundjaja dkk., 2010:465). Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Di bursa efek Indonesia terdapat 7 (tujuh) jenis indeks, antara lain: 1. Indeks individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI. 2. Indeks harga saham sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor Keuangan, pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sktoral terbagi menjadi Sembilan sektor yaitu: pertanian, pertamabngan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, property, infrastruktur, Keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur. 3. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks. Indeks harga saham gabungan pertama kali diperkenalkan pada 21
tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di bursa, baik saham biasa maupun sham preferen. 4. Indeks LQ 45, yaitu indeks yang terdiri dari 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 varaiabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ-45 tersebut. 5. Indeks syariah atau JII ( Jakarta Islamic Index ). JII merupakan indeks yang terdiri dari 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam islam atau Indeks yang berdasarkan syariah islam. Dengan kata lain, dalam indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat islam. Saham-saham yang masuk dalam indeks syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti: -
Usaha
perjudian
dan
permainan
tergolong
judi
atau
perdagangan yang dilarang. -
Usaha lembaga Keuangan konvensional, baik perbankan maupun asuransi.
-
Usaha
yang
memproduksi,
mendistribusi
serta
memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram. -
Usaha
yang
memproduksi,
mendistribusi
dan
/atau
menyediakan brang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat. 22
6. Indeks papan utama dan papan pengembangan. Yaitu indeks harga sham yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok papan utama dan papan pengembangan. 7. Indeks KOMPAS 100, merupakan indeks harga saham hasil kerjasama Bursa Efek Indonesia denan harian KOMPAS. Indeks ini meliputi 100 saham. B. Makroekonomi Sesuai dengan namanya “makro” berarti besar. Dengan demikian, teori ekonomi makro menganalisis keseluruahn kegiatan perekonomian, bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh unit-unit kecil dalam perekonomian. Dalam menganalis mengenai kegiatan pembeli, misalnya, yang dianalisis bukanlah mengenai tingkah laku seorang pembeli, melainkan keseluruhan pembeli yang ada di pasar. Kita juga tidak lagi memperhatikan permintaan dan penawaran terhadap suatu barang, melainkan permintaan dan penawaran barang-barang secara keseluruhan. (Rahardja dan Manurung, 2006:8). Dalam analisis ekonomi tidak semua variabel diperhitungkan. Biasanya yang diperhitungkan adalah yang pengaruhnya besar dan langsung. Perumus kebijaksanaan ekonomi, khususnya yang menangani tingkat makronasional harus sesuai dengan hal yang berkaitan dan bersifat konkret. Para ekonom yang peka terhadap perkembangan dunia, dan memperhatikan pentingnya psikologi dalam pelaksanaan berbagai kegiatan 23
ekonomi, karena itu menjelaskan bahwa munculnya gejala inflasi yang tidak terkendali, perubahan tingkat bunga atau kurs yang merugikan, serta jumlah pengeluaran untuk belanja rutin bukan untuk pembangunan, adalah hal
yang
konkret.
Makin
buruk
kualitas
faktor
psikologis
makroekonominasional, makin hebat ketidak percayaan dan pelambatan laju pertumbuhan ekonomi akan berinteraksi satu sama lain dan menghasilnya
stagnasi,
bahkan
kemerosotan
ekonomi.
(Kuntjoro,
2003:68). Menurut Pananda Pasaribu (2009:2), faktor asing merupakan salah satu implikasi dari bentuk globalisasi dan semakin terintegrasinya pasar modal di seluruh dunia. Kondisi ini memungkinkan timbulnya pengaruh dari bursa-bursa yang maju terhadap bursa yang berkembang. Oleh karena itu, perubahan di satu bursa juga akan ditranmisikan ke bursa negara lain, dimana bursa yang lebih besar akan mempengaruhi bursa yang kecil. Dan faktor luar negeri yang cukup memegang peranan penting dalam pergerakan bursa Indonesia adalah harga komoditi, dalam hal ini harga komoditi diproksi oleh harga minyak dunia. Sedangkan emas adalah cadangan devisa suatu negara, sehingga jika suatu saat negara mengahadapi krisis maka dapat menggunakan cadangannya untuk menangani krisisnya. Faktor makro merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan
baik
secara
langsung
maupun
tidak
langsung. 24
(Samsul,2006:200). Faktor makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja perusahaan antara lain: a) Tingkat bunga umum domestik b) Tingkat inflasi c) Peraturan perpajkan d) Kebijakan khusus pemerintah yang terkait dengan perusahaan tertentu. e) Kurs valuta asing f) Tingkat bunga pinjaman luar negeri. g) Kondisi perekonomian internasional. h) Siklus ekonomi. i) Faham ekonomi. j) Peredaran uang. Perubahan faktor makro ekonomi diatas tidak akan dengan seketika mempengaruhi kinerja perusahaan, tetapi secara perlahan dalam jangka panjang. Sebaliknya harga saham akan terpengaruh dengan seketika oleh perubahan faktor makro ekonomi itu karena para investor lebih cepat bereaksi. Ketika perubahan faktor makro ekonomi itu terjadi, investor akan mengkalkulasi dampaknya baik yang positif maupun negatif terhadap kinerja perusahaan beberapa tahun ke depan, kemudian mengambil keputusan membeli atau menjual saham yang bersangkutan. Reaksi berlebihan tampak pada perubahan harga saham yang tajam, yaitu naik atau turun secara tajam, kemudian terkoreksi oleh pasar sehingga tercapai harga yang normal. Investor yang dapat mengestimasi perubahan faktor makro akan mampu bertindak terlebih dahulu dalam membuat keputusan jual beli, dan akan memperoleh keuntungan yang
25
besar daripada investor yang terlambat dalam mengambil keputusan jual beli saham. 1. Makroekonomi Faktor Domestik a. Inflasi Menurut Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Menurut Dornbusch dan Fischer (1987:6), inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terusmenerus. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2000:5). Menurut Judisseno (2005:16), Inflasi adalah salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga barang-barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. Menurut Boediono (1985:161) “inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak di sebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain.”
26
Menurut Mc Connell Brue (2002) “inflation is a rise in the general level of prices. This does not mean that all prices are rising. Even during periods of rapid inflation, some prices may be relatively constant while other are falling”. Menurut Case dan Fair (2001: 58), inflasi adalah kenaikan tingkat harga keseluruhan. Itu terjadi ketika harga naik secara serempak. Kita mengukur inflasi dengan melihat sejumlah besar barang dan jasa dan menghitung kenaikan harga rata-rata selama beberapa periode waktu. 1). Jenis-jenis Inflasi Menurut Boediono (1985:162) Inflasi dapat di golongkan menjadi dua golongan, golongan pertama didasarkan pada “parah” atau tidaknya inflasi tersebut, yaitu ; a. Inflasi ringan ( dibawah 10% setahun) b. Inflasi sedang (antara10-30% setahun) c. Inflasi berat ( antara 30-100% setahun) d. Hiperinflasi (diatas 100% setahun). Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab awal dari inflasi. Atas dasar ini di bedakan 2 macam inflasi:
27
a. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Infasi ini disebut demand pull inflation Gambar 2.1 Demand pull Inflation (Sumber : Boediono, 1985) Harga S
H2 H1
D2 D1
Q1
Q2
Output
Gambar tersebut menunjukan demand pull inflation. Karena permintaan masyarakat akan barang-barang (agregate demand) bertambah
(misalkan,
karena
bertambahnya
pengeluaran
pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau kenaikan permintaan
luar negeri akan barang-barang ekspor, atau
bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva agregate demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2.
28
b) Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, ini disebut cos pusht inflation. Gambar 2.2 Cost Push Inflation (Sumber : Boediono, 1985) S2
S1
Harga
H4 H3
D
Q4
Q3
Output
Gambar tersebut menunjukan cost push inflation, yaitu jika biaya produksi naik (misalkan karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (Agregate supply) bergeser dari S1 ke S2. 2). Efek Buruk Inflasi Menurut Sukirno (2004:338), efek-efek buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut :
29
a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi Inflasi
yang
perkembangan
tinggi
ekonomi.
tingkatnya Biaya
yang
akan
menggalakkan
terus
menerus
naik
menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud. b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan masyarakat. c. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap. Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individuindividu yang berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun. d. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-
30
institusi Keuangan lain merupakan simpanan Keuangan. Nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku. e. Memperburuk pembagian kekayaan Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pandapatanya, dan pemilik kekayaan bersifat Keuangan mengalami penurunan dalam nilai
riil
kekayaannya.
Sebagian
penjual/pedagang
dapat
mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan
pembagian
pendapatan
diantara
golongan
berpendapat tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan penjual/pedagang akan menjadi semakin tidak merata. 3). Kebijakan untuk Mengatasi Inflasi Kebijakan yang mungkin dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi yaitu: a. Kebijakan fiskal, yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah. b. Kebijakan moneter, yaitu dengan menaikkan suku bunga dan membatasi kredit. c. Dari segi penawaran yaitu dengan melakukan langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga seperti mengurangi pajak impor dan pajak atas pajak atas bahan mentah,
31
melakukan penetapan harga, menggalakkan pertambahan produksi dan perkembangan teknologi. Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif tergantung pada derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi menjadi lamban, dan pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban. b. Uang Beredar Menurut Boediono (1985:2), pengertian paling sempit yang termasuk dalam definisi uang beredar adalah uang kertas dan uang logam yang ada di masyarakat. Menurut Judisseno (2005:64), Uang beredar adalah uang yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat (currency money) berupa uang kertas dan uang logam yang dikenal dengan sebutan uang kartal, serta lembaran-lembaran yang dapat menggantikan fungsi uang seperti cek dan bilyet giro dan lembaran lainnya yang dikenal dengan sebutan uang giral. Menurut Case, Fair dan Oster (2009:205), money is a means of payments or medium exchange, a store of value, and a unit of account.
32
Menurut David C. Colander (2004:265) money is highly liquid financial asset that’s generally accepted in exchange for other goods, is used as a reference in valuing other goods, and can be stored as wealth. Lebih lanjut David Colander menjelaskan bahwa uang memiliki tiga fungsi yakni : 1. It serves as a medium of exchange 2. It serves as a unit of account 3. It serves as a strore of wealth Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat digunakan dalam dua kategori yaitu uang beredar dalam arti sempit atau narrow money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). M1 terdiri atas uang kartal yang beredar dimasyarakat (tidak termasuk uang kartal yang ada dibank) ditambah dengan uang giral. M2 merupakan penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan deposito berjangka atau disebut juga uang kuasi (quasi money). Perubahan jumlah uang yang beredar ditentukan oleh hasil interaksi antara masyarakat, lembaga Keuangan dan bank sentral. Jumlah uang beredar adalah hasil kali uang pinar (monetary base) dengan pengganda uang (money multiplier).
33
Dari definisi jumlah uang beredar terbagi menjadi 2 yaitu : 1). Uang dalam arti sempit (M1) M1 is the component of the money supply that consists of currency in the hands of the public plus checking accounts and travelers’s checks. (David C. Colander 2004:269). M1 diartikan agregat moneter yang mengukur jumlah medium pertukaran, didefinisikan sebagai jumlah uang yang dipegang dalam bentuk valuta dan rekening giro. (Fabozzi,1999:101). M1 diartikan sebagai uang tunai (uang kartal dan logam) yang dipegang oleh masyarakat tidak termasuk uang yang ada dikas bank serta kas negara. Uang tersebut dikenal dengan uang kartal kemudian ditambah uang yang berada dalam rekening giro perbankan yang dapat langsung digunakan untuk menguangkan cek, dan bisa disebut dengan uang giral (Judisseno, 2005:64). Bentuk persamaannya adalah: M1 = C+DD Dimana: M1 = uang dalam artu sempit C
= currency, uang kartal
DD = demand deposit, uang giral Pengertian uang giral (DD) diatas hanya mencakup saldo rekening Koran atau giro milik masyarakat umum yang disimpan
34
dibank dan digunakan oleh pemiliknya untuk berbelanja atau membayar (Boediono, 1985:4). 2). Uang Dalam Arti Luas M2 is made up m1 plus saving deposits, small denomination time deposits, and money market mutual funds (David C. Colander 2004:270). M2 diartikan agregat moneter yang mengukur semua bentuk uang yang memiliki kapasitas sebagai penyimpan nilai, didefinisikan sebagai semua M1 ditambah uang yang ditempatkan dalam deposito berjangka dan tabungan pada bank-bank dan lembaga-lembaga depositori, ditambah semua uang yang diinvestasikan dalam reksadana-reksadana pasar uang riel, ditambah sejumlah rekening tambahan seperti overnight repurchase agreement. (Fabozzi, 1999:101) M2 yaitu simbol yang digunakan untuk uang dalam arti luas (broad money) yang terdiri dari M1
ditambah dengan deposito
berjangka (times deposits) dan saldo tabungan (saving deposits) yang diniliki oleh masyarakat pada bank-bank umum. (Judisseno, 2005:64). M2 merupakan perluasan dari definisi M1 dengan uang kuasi. Uang kuasi adalah bentuk kekayaan yang sangat likuid yang terdiri
35
dari deposito berjangka atau rekening tabungan pada bank. Bentuk persamaannya adalah : M2 = M1+TD+SD Dimana : M2
= uang dalam arti luas
M1
= uang dalam arti sempit
TD
= time deposit (deposito berjangka)
SD
= saving deposits (saldo tabungan) Masyarakat adalah konsumen akhir dari uang yang tercipta,
yang mereka gunakan untuk memperlancar kegiatan-kegiatan produksi, konsumsi dan pertukaran mereka. Uang beredar tercipta melalui proses interaksi antara “penawaran” dan “permintaan”. Dengan kata lain perkataan proses penciptaan uang digambarkan sebagi suatu “proses pasar”. Jumlah uang beredar bisa naik atau turun tergantung hasil tarik menarik antara permintaan dan penawaran uang yang tercermin pada perilaku para pelaku utama pasar uang tersebut. Perkembangan uang beredar di indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kegiatan luar negeri, sektor pemerintahan, sektor swasta, domestik, dan sektor lainnya. Transaksi-transaksi dari sektor-sektor tersebut dicatat dalam neraca sistem moneter yang memperlihatkan besarnya jumlah uang yang beredar dan faktorfaktor yang mempengaruhi perubahannya.
36
c. Nilai Tukar Rp/US$ Menurut David C. Colande (2004:460), exchange rate is determined in what called the “forex market” (foreign exchange market). In the forex market, taders buy and sell currencies, taking orders from banks which in turn take order for currencies from individuals and companies that wants to exchanged one currency for another. Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam satuan mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan yang amat penting dalam keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara kedalam satu bahasa yang sama. (Kurgmen, 2004:40). Nilai tukar tersebut ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan pasar atau istilah lainnya adalah mekanisme pasar. Jika harga rupiah terhadap dollar melemah, maka sebaliknya permintaan terhadap mata uang dollar akan meningkat. Hal ini disebabkan karena investor cenderung akan melepas rupiah dan akan membeli dollar. Kurs tersebut ditentukan oleh perpotongan kurva permintaan dan kurva penawaran dari mata uang asing tersebut. Menurut Lipsey dan Purvis (1997:189), Nilai tukar (exchange rate) adalah harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing; ini adalah jumlah mata uang suatu Negara asing yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang domestik. 37
Menurut Sadono Sukirno (2004:197) kurs (nilai tukar) valuta asing adalah suatu nilai yang menunjukkan mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing. Sedangkan menurut Suad Husnan (1998) menyatakan bahwa kurs valuta asing di Indonesia biasanya dinyatakan sebagai berapa rupiah yang diperlukan oleh bank untuk membeli satu unit mata uang (kurs beli) dan berapa rupiah yang akan deterima kalau menjual satu unit mata uang asing (kurs jual). Nilai tukar suatu mata uang didefinisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Menurut Bank Indonesia (2003) pada dasarnya terdapa tiga sistem nilai tukar, yaitu: 1. Fixed exchange rate (sistem nilai tukar tetap) 2. Managed floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang terkendali). 3. Floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang) Pada sistem nilai tukar tetap, nilai tukar atau kurs suatu mata uang terhadap mata uang lain ditetapkan pada nilai tertentu, misalnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar amerika adalah Rp 8000 per dolar. Pada nilai tukar ini bank sentral akan siap untuk menjual atau membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan nilai tukar yang ditetapkan. Apabila nilai tukar tersebut tidak lagi dapat dipertahankan, maka bank sentral dapat melakukan devaluasi atau revaluasi atas nilai tukar yang ditetapkan.
38
Pada sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran diatas permintaan, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan diatas penawaran yang ada dipasar valuta asing. Selain kedua sistem nilai tukar tersebut diatas, terdapat variasi sistem nilai tukar diantara keduanya, seperti nilai tukar mengambang terkendali. Dalam nilai tukar mengambang terkendali ini, nilai tukar ditentukan sesuai dengan mekanisme pasar sepanjang dalam intervention band yang ditetapkan bank sentral. Perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap setiap jenis saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham yang lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, kenaikan kurs US$ yang tajam terhadap rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki utang dalam dollar sementara produk emiten tersebut dijual secara lokal. Sementara itu, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari kenaikan kurs US$ tersebut. Ini berarti harga saham emiten yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek, sementara emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga sahamanya. Sebagian emiten yang tercatat di Bursa Efek akan terkena dampak negatif dan sebagian lagi terkena dampak positif dari perubahan kurs US$ yang tajam. Selanjutnya, 39
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang dominan dampaknya. Oleh karena itu, investor harus ekstra hati-hati dalam menggunakna IHSG sebagai acuan untuk menganalisis saham individu. d. Suku Bunga SBI 1). Suku Bunga Suku bunga merupakan salah satu variabel yang paling banyak diamati dalam perekonomian. Hampir setiap hari pergerakannya dilaporkan di surat kabar. Menurut Fabozzi (1999:204), Suku bunga adalah harga yang dibayar “peminjam” (“debitur”) kepada “pihak yang meminjamakan” (“kreditur”) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu. Menurut Frederic S. Mishkin (2002:4),“Interest rate is the cost of borrowing or the price paid for the rental of funds (usally expressed as a percentage of the rental of US$100 per year)”. Bunga adalah penghasilan yang diperoleh oleh orang-orang yang memberikan kelebihan uangnya (surplus spending units) untuk digunakan sementara waktu oleh orang-orang yang membutuhkan dan menggunakan uang tersebut utuk menutupi kekurangannya (deficit spending units) .(Judisseno, 2005:81)
40
Bunga adalah biaya yang dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman atas penggunaan dananya, sedangkan tingkat suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan atas suatu pinjaman yang dinyatakan sebagai presentase pinjaman. Besarnya sama dengan jumlah bunga yang diterima per tahun dibagi jumlah pinjaman. (Case dan Fair, 2001:153). Dari beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa suku bunga adalah suatu harga atau biaya yang diberikan peminjam atau pihak yang memiliki kekurangan dana kepada pihak yang meminjamakan dana atau memiliki kelebihan dana atas penggunaan dana tersebut pada jarak waktu tertentu. Dengan kata lain, orang yang diberi kesempatan meminjam harus membayar biaya atas pinjamannya tersebut. Biaya peminjaman, diukur dalam rupiah per tahun per rupiah yang dipinjam, adalah suku bunga. Jumlah pinjaman yang diberikan disebut principal dan harga yang dibayar biasanya diekspresikan sebagai presentase dari principal per unit waktu (umumnya, setahun). Dalam bagian ini, dibahas dua teori penentuan suku bunga yang paling berpengaruh yaitu: teori Fisher, yang mendasari loanable funds theory, dan liquidity preference theory dari Keynes.
41
a. Pendekatan Klasik Fisher (Loanable Funds Theory) Irving Fisher telah menganalisis penentuan tingkat suku bunga dalam ekonomi dengan mempelajari mengapa orang-orang menabung (mengapa mereka tidak mengkonsumsi semua sumber daya mereka) dan mengapa orang lain yang meminjam. Di sini dibahas teori Fisher dalam konteks sebuah perekonomian yang sangat sederhana. Perekonomian tersebut hanya terdiri dari para individu yang melakukan konsumsi dan menabung penghasilan berjalan
mereka,
perusahaan-perusahaan
yang
meminjam
penghasilan yang tidak dikonsumsi dan berinvestasi;suatu pasar tempat di mana para penabung memberi pinjaman sumber daya kepada para peminjam, dan proyek-proyek tempat perusahaan berinvestasi. Suku bunga atas pinjaman tersebut tidak mengandung premi bagi risiko kegagalan (default risk) karena perusahaanperusahaan peminjam diasumsikan akan mampu memenuhi semua kewajibannya. (Sukirno 2004: 204). b. Pendekatan Keynes (liquidity preference theory) Keynes menantang pandangan ekonom klasik, bahwa tingkat bunga tidak menentukan besar kecilnya investasi maupun tabungan masyarakat. Tabungan dan investasi menurut Keynes ditentukan
dan
dipengaruhi
secara
langsung oleh
tingkat
pendapatan masyarakat itu sendiri. Terutama untuk tabungan, menurut Keynes, orang akan menabung jika orang tersebut 42
memiliki kelebihan uang (marginal prospensity to save), yaitu pendapatannya di atas kebutuhan konsumsinya. Sehingga Keynes yakin bahwa bunga bukanlah faktor utama dalam menentukan tingkat tabungan masyarakat. Demikian juga halnya dengan investasi, Keynes berkeyakinan bahwa bunga bukanlah faktor utama dalam menentukan tingkat investasi, walaupun diakui bahwa adalah salah satu pertimbangan untuk investasi adalah tingkat bunga. (Judisseno 2005: 83). Dalam teori, analisis mengenai suku bunga selalu menganggap bahwa dalam perekonomian terdapat hanya satu suku bunga, namun kenyataannya keadaannya jauh berbeda karena terdapat beberapa suku bunga dalam perekonomian. Menurut Sadono Sukirno (2005:382), hal tersebut karena disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pebedaan resiko Bank memberikan suku bunga yang berbeda dalam memberikan pinjaman. Bagi usaha yang telah lama berkembang atau usaha yang tidak mengandung banyak resiko, maka bank bersedia mengenakan suku bunga rendah, sedagkan untuk usaha yang beresiko tinggi, bank juga akan mengenakan suku bunga pinjaman yang tinggi pula.
43
2. Jangka waktu pinjaman Semakin lama sejumlah modal dipinjamakan, semakin besar tingkat bunga yang harus dibayar. Salah satu sebabnya karena risiko yang ditanggung peminjam akan semakin besar dengan jangka waktu yang relative panjang. Disisi lain disebabkan karena pemilik modal kehilangan kebebasan untuk mengunakan modalnya dalam jangka waktu yang lebih lama. Di samping itu, para peminjam bersedioa membayar tingkat bunga yang lebih tinggi karena mereka mempunyai waktu yang lebih panjang untuk mengembalikan pinjamnnya. 3. Biaya administrasi pinjaman Jumlah dana yang dipinjam sangat berbeda, sedangkan biaya administrasi untuk memproses pinjamnnya tersebut tidak banyak berbeda. Dengan demikian, berdasarkan pada pertimbangan biaya administrasi pinjaman, pinjaman yang lebih sedikit jumlahya akan membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. Kenaikan tingkat suku bunga pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya akan berakibat turunnya harga saham di pasar. Di sisi lain, naiknya suku bunga deposito akan mendorong investor untuk menjual saham dan kemudian menabung hasil penjualan itu dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran akan 44
menjatuhkan harga saham di pasar. Oleh karena itu, kenaikan suku bunga pinjaman
atau
suku
bunga
deposito
akan
mengakibatkan
akan
mengakibatkan turunnya harga saham. Begitupun sebaliknya, penurunan bunga deposito akan mendorong investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal. Investor akan memborong saham sehingga harga saham terdorong naik akibat meningkatnya permintaan saham. 2). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Sertifikat Bank Indonesia adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah, dan agen pemerintah, yang umumnya berjangka waktu maksimum satu tahun. Surat utang yang demikian merupakan investasi yang sangat likuid, yang dapat dijual (money market instruments) dan bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai peserta lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) disebut dealer primer. (www.bi.go.id) Menurut Setia Atmaja (2008:20) “Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat hutang Bank Indonesia yang berjangka kurang dari setahun. SBI digunakan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu alat untuk mengelola tingkat suku bunga. Di Amerika Serikat, instrument serupa SBI adalah Treasury Bills, surat hutang jangka pendek yang diterbitkan pemerintah AS.”
Sertifikat Bank Indonesia merupakan salah satu mekanisme yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap
45
penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumakan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Sebagai salah satu piranti moneter, perdagangan SBI baik di pasar primer maupun di pasar sekunder, selain ditujukan untuk mengatur jumlah uang primer yang beredar di masyarakat, juga ditujukan untuk mengatur tingkat suku bunga. Peraturan jumlah uang primer dan suku bunga merupakan sasaran dari kebijakan moneter. Sasaran utamanya adalah upaya untuk menekan laju inflasi. Tujuan diterbitkannya SBI, antara lain: a. Mempengaruhi reserve money Bank Pembangunan Daerah (BPD). b. Menarik minat bank-bank agar mereka dapat menanamakan kelebihan cadangannya. c. Menyediakan instrument pasar uang dalam denominasi rupiah yang menghasilkan bunga, likuid dan bebas resiko (yang dapat digunakan sebagai pengatur posisi cadangan bank). d. Memperbesar likuiditas bank dalam perdangan SBI di pasar sekunder, selain itu juga ditujukan untuk mmpengaruhi suku bunga pasar.
46
2.
Makroekonomi Faktor Asing a. Harga Minyak Dunia Harga-harga bahan mentah, bersama tingkat upah, merupakan faktor-faktor yang menentukan biaya dan harga-harga. Perubahan harga bahan mentah akan dialihkan sebgai perubahan harga-harga dan oleh karena itu juga perubahan harga bahan mentah telah merupakan sumber penting dari berbagai goncangan pada penawaran agregat, yang merupakan masalah sulit bagi kebijakan makroekonomi. (Dorbusch dan Fischer,1987:455). Harga minyak OPEC merupakan harga minyak campuran dari negara-negara yang tergabung dalam OPEC, seperti Algeria, Indonesia, Nigeria, Saudi Arabia, Dubai, Venezuela, dan Mexico. OPEC menggunakan harga ini untuk mengawasi kondisi pasar minyak dunia. Harga minyak OPEC lebih rendah karena minyak dari beberapa negara anggota OPEC memiliki kadar belerang yang cukup tinggi sehingga lebih susah untuk dijadikan sebagai bahan bakar (www.opec.org).
Firman (2010:25), mengatakan bahwa para ahli berpendapat bahwa kenaikan harga minyak disebabkan oleh ketatnya cadangan prasarana pengadaan minyak: kapasitas produksi, pengangkutan dan terutama kapasitas kilang. Berbagai faktor geopolitik maupun teknik telah berakumulasi dalam meningkatkan atau juga menurunkan harga, di samping meningkatnya harga permintaan akan minyak. Harga minyak dunia memang diwarnai naik-turunnya harga. Organisasi negara-negara pengekspor minyak (Organization of 47
Petroleum Exporting Countries atau OPEC) selalu mengambil langkah untuk menjaga harga minyak dunia supaya tidak turun dan tetap dalam kisaran harga yang stabil. Dengan cara menaikkan produksi minyak mentah, diharapkan menekan harga minyak dunia yang terus melambung. 1). Faktor Penggerak Harga Minyak Dunia Menurut Mankiw (2003:223), pergerakan naik turunnya harga minyak dunia dipasar sangat bergantung kepada kemampuan negara-negara penghasil minyak dunia yang tergabung dalam memenuhi kuota. Beberapa hal yang mempengaruhi harga minyak dunia antara lain (useconomy.about.com): 1.
Penawaran minyak dunia, terutama kuota suplai yang ditentukan oleh OPEC.
2. Cadangan minyak Amerika Serikat, terutama yang terdapat di kilangkilang minyak Amerika Serikat dan yang tersimpan dalam Cadangan minyak strategis. 3. Permintaan minyak dunia, ketika musim panas, permintaan minyak diperkirakan dari perkiraan jumlah permintaan oleh maskapai penerbangan untuk perjalanan wisatawan. Sedangkan ketika musim dingin, diramalkan dari ramalan cuaca yang digunakan untuk memperkirakan permintaan potensial minyak untuk penghangat ruangan.
48
Saat ini transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia didominasi
oleh
perdagangan
saham
sektor
pertambangan,
(http://www.inilah.com/news/ekonomi/2010/01/02/256392/sahamtambang52masih-berkibar/). Kenaikan harga minyak sendiri secara umum akan mendorong kenaikan harga saham sektor pertambangan. Hal ini disebabkan karena dengan peningkatan harga minyak akan memicu kenaikan harga bahan tambang secara umum. Ini tentu mengakibatkan
perusahaan
pertambangan
berpotensi
untuk
meningkatkan labanya. Kenaikan harga saham pertambangan tentu akan mendorong kenaikan IHSG.
2). Dampak Kenaikan Harga Minyak Dunia Ratri, dan Gunawan (2006) dalam Firman (2010:27) mengatakan bahwa, dampak dari adanya kenaikan harga minyak dunia mengharuskan pemerintah merevisi asumsi yang digunakan dalam perhitungan APBN. Dampak kenaikan harga minyak dunia, yaitu: a.
Meningkatkan belanja subsidi BBM.
b. Realisasi suku bunga SBI yang menurun Faktor lain yang cukup memgang peranan penting dalam pergerakan bursa Indonesia harga komoditi, dalam hal ini harga komoditi diproksi oleh harga minyak mentah dunia. Umumnya, pergerakan harga minyak mentah mempunyai hubungan yang searah dengan komoditas lainnya, seperti: CPO, batubara, timah dan lain-lain. 49
b. Harga Emas Dunia Sejak tahun 1968, harga emas yang dijadikan patokan seluruh dunia adalah
harga
emas
berdasarkan
standar
pasar
emas
London
(en.wikipedia.org). Sistem ini dinamakan London Gold Fixing. London Gold Fixing adalah prosedur dimana harga emas ditentukan dua kali sehari setiap hari kerja di pasar London oleh lima anggota Pasar London Gold Fixing Ltd (www.goldfixing.com). Kelima anggota tersebut adalah : 1. Bank of Nova Scottia 2. Barclays Capital 3. Deutsche Bank 4. HSBC 5. Societe Generale Proses penentuan harga adalah melalui lelang diantara kelima member tersebut. Pada setiap awal tiap periode perdagangan, Presiden London Gold Fixing Ltd akan mengumumakan suatu harga tertentu. Kemudian kelima anggota tersebut akan mengabarkan harga tersebut kepada dealer. Dealer inilah yang berhubungan langsung dengan para pembeli sebenarnya dari emas yang diperdagangkan tersebut. Posisi akhir harga yang ditawarkan oleh setiap dealer kepada anggota Gold London Fixing merupakan posisi bersih dari hasil akumulasi permintaan dan penawaran klien mereka. Dari sinilah harga emas akan terbentuk. Apabila permintaan lebih banyak dari penawaran, secara otomatis harga akan naik, demikian pula sebaliknya. Penentuan harga yang pasti menunggu hingga tercapainya titik keseimbangan. Ketika harga sudah pasti, maka Presiden
50
akan mengakhiri rapat dan mengatakan “There are no flags, and we're fixed”. Proses penentuan harga emas dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pukul 10.30 (harga emas Gold A.M) dan pukul 15.00 (harga emas Gold P.M). Harga emas ditentukan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, Poundsterling Inggris, dan Euro. Pada umumnya Gold P.M dianggap sebagai harga penutupan pada hari perdagangan dan sering digunakan sebagai
patokan
nilai
kontrak
emas
di
seluruh
dunia
(www.goldfixing.com). Emas merupakan salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas resiko (Sunariyah dalam Witjaksono,2006:50). Emas banyak dipilih sebagai salah satu bentuk investasi karena nilainya cenderung stabil dan naik. Sangat jarang sekali harga emas turun. Dan lagi, emas adalah alat yang dapat digunakan untuk menangkal inflasi yang kerap terjadi setiap tahunnya. Ketika akan berinvestasi, investor akan memilih investasi yang memiliki tingkat imbal balik tinggi dengan resiko tertentu atau tingkat imbal balik tertentu dengan resiko yang rendah. Investasi di pasar saham tentunya lebih berisiko daripada berinvestasi di emas, karena tingkat pengembaliannya yang secara umum relatif lebih tinggi dari emas (www.investopedia.com). Kenaikan harga emas akan mendorong investor untuk memilih berinvestasi di emas daripada di pasar modal. Sebab dengan resiko yang relatif lebih rendah, emas dapat memberikan hasil imbal balik yang baik dengan kenaikan harganya (Adrienne Roberts FT Personal Finance,
51
October 27th 2001, p 14). Ketika banyak investor yang mengalihkan portofolionya investasi kedalam bentuk emas batangan, hal ini akan mengakibatkan turunnya indeks harga saham di negara yang bersangkutan karena aksi jual yang dilakukan investor.
c. Indeks Global 1). Pengaruh Bursa Global Terhadap IHSG Bagi perusahaan yang melakukan perdagangan berskala internasional atau kegiatan ekspor impor, kondisi ekonomi negara counterpart (negara tujuan ekspor atau negara asal impor) sangat berpengaruh terhadap kineja emiten di masa mendatang. Dalam hal ini, ekspor Indonesia nomor satu ke Amerika Serikat; nomor dua ke Jepang; nomor tiga ke Singapura. Ini berarti kemajuan dan kemunduran ekonomi Amerika Serikat akan berpengeruh besar terhadap perekonomian Indonesia, begitupun halnya dengan jepang. Untuk mengetahui kemajuan dan kemunduran ekonomi Amerika Serikat dan Jepang secara umum, salah satunya tercermin dari perubahan indeks harga saham gabungan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Amerika Serikat dan juga di Bursa Efek Jepang. Di Amerika Serikat banyak sekali terbitan indeks pasar, seperti Dow Jones Index, Standard & Poor’s, Nasdaq Index, dan berbagai jenis indeks lainnya. Di Jepang ada berbagai jenis Index Nikkei. Itulah sebabnya mengapa investor selalu memperhatikan
52
indeks saham regional setiap hari sebelum dan sepanjang perdagangan berlangsung, karena IHSG BEI sedikit banyak akan terpengaruh oleh indeks regional tersebut lebih kuat terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia sebagai salah satu negara berkembang ternyata hingga saat ini masih sangat tergantung pada kondisi perekonomian luar negeri terutama yang berkaitan dengan investasi. Akibatnya, kondisi pasar modal di Indonesia diduga dipengaruhi oleh kondisi luar negeri terutama kondisi pasar modal yang ada pada negara-negara maju. Pasar
dimana
penduduk
dari
berbagai
negara
memperdagangkan aset disebut sebagai pasar modal internasional (Internasional Capital Market). Para pelaku utama pada pasar tersebut adalah bank-bank komersial, perusahaan raksasa, lembaga Keuangan bukan bank, bank sentral, serta instansi pemerintah lainya
yang
bergerak
dibidang
Keuangan.
Aset-aset
yangdiperdagangkan dalam pasar tersebut juga meliputi saham dan obligasi berbagai negara. Keterkaitan pasar modal Indonesia dengan pasar modal luar negeri dimulai setelah diperbolehkannya para investor untuk ikut menguasai sahamsaham yang tercatat di BEI. Investasi portofolio asing berperan sangat penting di pasar modal manapun. Diperkenalkannya investor asing ke pasar tentu saja berfungsi sebagai katalis yang mendorong investasi lokal. Investasi asing 53
berpengaruh dalam menyorot perusahaan yang memberikan informasi Keuangan paling transparan dan valuasi terbaik, masuknya dana-dana asing ke pasar-pasar baru berpengaruh jelas dan menguntungkan bagi pertumbuhan dan struktur pasar. Walaupun peranan investor domestik makin meningkat akan tetapi terdapat kebiasaan dari investor domestik untuk melakukan strategi mengekor pada investor asing atau setidaknya investor domestik menggunakan perilaku investor asing sebagai acuan. Sehingga saat investor asing melepas sahamnya investor domestik pun ikut-ikutan, akibatnya indeks dapat turun semakin tajam. 2). Indeks NIKKEI Nikkei 225 (Nikkei heikin kabuka,225) adalah sebuah indeks pasar saham untuk Bursa Saham Tokyo (Tokyo Stock Exchange - TSE). Ia telah dihitung setiap hari oleh surat kabar Nihon Keizai Shimbun (Nikkei) sejak tahun 1950. Indeks ini adalah harga rata-rata tertimbang (dalam satuan yen)Saat ini Nikkei adalah indeks rata-rata ekuitas Jepang yang paling banyak dikutip, sebagaimana demikian pula dengan Dow Jones Industrial Average di Amerika Serikat. Bahkan dahulu antara 1975-1985, Nikkei 225 pernah dikenal dengan sebutan "Dow Jones Nikkei Stock Average". Nikkei 225 mulai dihitung pada tanggal 7 September 1950, data sebelumnya dihitung mundur sampai ke tanggal 16 Mei 1949.
54
Nikkei adalah indeks diamati dari bursa-bursa saham Asia. Pergerakannya sudah dihitung sehari-hari oleh surat kabar Nihon Keizai Shimbun (Nikkei) sejak tahun 1971. Ini merupakan suatu harga rata-rata (unit dihitung dalam Yen), dan komponenkomponennya ditinjau sekali setahun. Nikkei 225 Futures, yang yang diperkenalkan di Osaka Securities Exchange (OSE), Chicago Mercantile Exchange (CME), Singapura Exchange (SGX), kini dikenal secara internasional sebagai index saham gabungan. Nikkei dalam sejarahnya mencapai titik tertinggi pada tanggal 29 Desember 1989, dengan level puncak intra-day di 38,957.44 sebelum diutup pada 38,915.87. (www.finance.yahoo.com). 3). Indeks Dow Jones
Menurut Brealey (2006: 295) Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks pasar saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri Dow Jones & Company Charles Dow. Dow membuat indeks ini sebagai suatu cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika. Saat ini DJIA merupakan indeks pasar AS tertua yang masih berjalan. Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30 perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Untuk mengkompensasi efek pemecahan saham dan penyesuaian lainnya, sekarang menggunakan weighted average. 55
Dow Jones Industrial Average, pertama kali dihitung di tahun 1986. Jumlah keanggotaan bursa 30 perusahaan sejak tahun 1928 hingga sekarang. Editor koran The Wall Street Journal memilih perusahaan mana saja yang akan dikeluarkan dan perusahaan yang akan dimasukkan ke dalam bursa.
C. Prestasi Indeks Pasar Pasar modal memungkinkan para pemodal mempunyai berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan preferensi risiko mereka. Dengan adanya pasar modal, para pemodal memungkinkan untuk melakukan diversifikasi investasi, membentuk portofolio (gabungan dari berbagai investasi) sesuai dengan risiko yang mereka bersedia tanggung dan tingkat keuntungan yang mereka harapkan. Dalam keadaan pasar modal yang efisien, hubungan yang positif antara risiko dan keutungan diharapkan akan terjadi. Disamping itu, investasi pada sekuritas mempunyai daya tarik lain, yaitu pada likuiditasnya. Untuk dapat mengetahui kinerja pasar, maka dapat diamati dengan melihat nilai kapitalisasi pasar, volume perdagangan dan IHSG sebagai proxy dari pasar modal. (Subiyantoro,2004:580). Karena tedapat banyak faktor yang mempengaruhi pergerakan indeks pasar suatu negara baik itu bergerak kearah kenaikan atau penurunan, maka investor seringkali mengadakan ananlisis terlebih dahulu. Analisis tersebut didasarkan pada dua pendekatan yaitu 56
fundamental dan teknikal. Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang degan mengestimate nilai faktorfakto fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa mendatang dan dengan menerapkan hubungan variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran
harga
saham.
Sedangkan
analisis
teknikal
dilakukan
menggunakan grafik (charts) maupun berbagai indikator teknis, yang didalam pasar modal di Indonesia dipergunakan indeks pasar sebagai indikator, dan mungkin diwakili (proxy) oleh IHSG dan pergerakan volume perdagangan. (Husnan, 1998:319). Peningkatan atau penurunan harga biasanya berkaitan dengan peningkatan atau penurunan volume perdagangan. Apabila harga naik, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan volume perdagangan, para analis teknikal umumnya skeptis dengan trend kenaikan harga tersebut. Gerakan penurunan dari pola tertentu, diikuti dengan peningkatan volume penjualan yang sangat tinggi umumnya ditafsirkan konisi pasar akan mengalami penurunan harga (bearish).Sedangkan kegiatan perdagangan dalam volume yang sangat tinggi di suatu bursa akan ditafsirkan sebagai tanda pasa akan membaik (bullish). (Suad Husnan, 1998:353). 1. Indeks Harga Saham Gabungan Pada tanggal 1 April 1983, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkenalkan untuk pertama kalinya sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ. Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEJ. 57
Hari dasar untuk perhitungan IHSG adalah 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, indeks ditetapkan dengan nilai dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham (www.idx.go.id). Menurut Rodoni dan Ali (2010:183), indeks pasar merupakan alat ukur kinerja sekuritas khususnya saham yang listing di bursa yang digunakan oleh bursa-bursa dunia. IHSG digunakan untuk mengukur kinerja saham. Fungsinya juga sebagai benchmark kinerja portofolio, indikator trend pasar, indikator tingkat keuntungan, dan sebagai fasilitas perkembangan produk derivatif. Indeks Harga Saham Gabungan atau Composite Stock Price Index (IHSG) merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja
kerja
saham
yang
tercatat
di
suatu
bursa
efek.
(Witjaksono,2009:44). IHSG adalah angka yang menujukkan situasi pasar efek secara umum karena G adalah gabungan dari seluruh saham. Kemudian menurut (Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhrudin 2001:96) IHSG adalah sekumpulan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan
indeks,
IHSG
merupakan
indikator
utama
yang
menggambarkan pergerakan saham. Jogiyanto (1998:48) IHSG adalah suatu indeks yang meliputi pergerakan - pergerakan harga untuk saham biasa dan saham preferen. Indeks adalah gabungan statistik yang mengukur perubahan dalam ekonomi atau dalam pasar finansial, dan seringkali dinyatakan dalam 58
perubahan persentase dari suatu tahun dasar atau bulan sebelumnya. Karena indeks ini menyangkut sejumlah fakta maupun besaran tertentu yang menggambarkan perubahan-perubahan harga saham dimasa lalu yang dipandang merupakan suatu bentuk informasi historis yang sangat tepat untuk menggambarkan pergerakan harga saham dimasa lalu serta memberikan deskripsi harga-harga saham pada suatu saat tertentu maupun dalam periode tertentu pula, maka indeks ini dapat disebut sebagai indeks harga saham. Sudarsono (2003:191), indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi, yaitu: a. Sebagai indikator trend saham. b. Sebagai indikator tingkat keuntungan. c. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio. d. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif. e. Memfasilitasi berkembanganya produk derivative. Seperti halnya penghitungan indeks di bursa lainnya, indeksindeks BEI adalah indeks yang menggunakan rata-rata tertimbang dari nilai pasar (market value weighted average index). Rumus dasar penghitungan indeks yang menggunakan rata-rata tertimbang dari nilai pasar adalah:
Indeks = Nilai Pasar x 100 Nilai Dasar
Nilai Pasar = ∑ cini i=1 N
59
Dimana: C = Closing price (harga yang terjadi) untuk emiten ke-i n = Jumlaha saham yang digunakan untuk penghitungan indeks (jumlah saham yang tercatat) untuk emiten ke-1 N = Jumlaha emiten yang tercatat di BEJ
Nilai dasar adalah kumulatif jumlah saham pada hari dasar dikali harga dasar pada hari dasar. Hari dasar untuk IHSG adalah pada tanggal 10 Agustus 1982. Penghitungan Indeks di BEI digunakan metode weighted average (pembobotan berdasarkan kapitalisasi pasar). Kelemahannya, jika ada saham yang mempunyai jumlah saham yang sangat besar, maka saham tersebut akan sangat mendominasi pergerakan indeks, sehingga tidak lagi menggambarkan pergerakan pasar secara keseluruhan. Dengan bobot saham yang besar-besar, IHSG akan berperilaku seperti indeks sektor tertentu saja, langkah yang dilakukan BEI terhdap saham tersebut adalah tidak memasukkan saham-saham dengan niali nominal baru tersebut untuk penghitungan IHSG. Pembatasan itu dipandang perlu karena dari teori penghitungan indeks dan kenyataan yang ada di pasar, jika seluruh saham yang tercatat digunakan untuk penghitungan indeks maka hal ini tidak akan mencerminkan pergerakan pasar. (Sundjaja dkk, 2010:469). 2. Volume Perdagangan Volume perdagangan saham merupakan rasio antara jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu terhadap jumlah
saham
yang
beredar
pada
waktu
tertentu.
Kegiatan 60
perdagangan dalam volume yang sangat tinggi di suatu bursa akan ditafsirkan sebagai tanda pasar akan membaik (bullish). Peningkatan harga merupakan gejala yang makin kuat akan kondisi bullish.(Husnan 1998: 353) Perkembangan volume perdagangan saham mencerminkan kekuatan antara penawaran dan permintaan yang merupakan manifestasi dari tingkah laku investor. Naiknya volume perdagangan merupakan kenaikan aktivitas jual beli para investor di bursa. Semakin meningkat volume penawaran dan permintaan suatu saham, semakin besar pengaruhnya terhadap fluktuasi harga saham di bursa, dan semakin diminatinya saham tersebut oleh masyarakat sehingga akan membawa pengaruh terhadap naiknya harga atau return saham. Munawarah (2009:24) mengatakan bahwa, volume perdagangan merupakan bagian yang diterima dalam analisis teknikal. Kegiatan perdagangan dalam volume yang sangat tinggi di suatu bursa akan ditafsirkan sebagai tanda pasar akan membaik. Peningkatan volume perdagangan saham dibarengi dengan peningkatan harga merupakan gejala yang semakin kuat akan kondisi yang bullish. Volume perdagangan merupakan satu indikator likuiditas saham atas suatu informasi yang ada dalam pasar modal. Kegiatan perdagangan saham diukur dengan menggunakan indikator Trading Volume Activity (aktivitas volume perdagangan). TVA merupakan instrument yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal 61
terhadap informasi melalui parameter perubahan volume perdagangan saham. Menurut Gumanti dan Palupi (2010:28), aktivitas volume perdagangan merupakan indikator yang menunjukkan seberapa besar aktivitas dari saham yang diperdagangkan pada hari itu dibandingkan dengan saham yang beredar di pasar. Jadi, dapat disimpulkan aktivitas volume perdagangan digunakan untuk melihat apakah investor individual menilai informasi tertentu mampu membuat keputusan perdagangan diatas keputusan perdagangan yang normal. Ukuran tersebut tidak memisahkan keputusan pembelian dengan keputusan
penjualan.
Hasil
perhitungan
TVA
mencerminkan
perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan dengan jumlah saham yang beredar. Jadi, TVA diukur dengan formulasi sebagai berikut: TVA I.t = Jumlahsahamiwaktutyangdiperdagangkan Jumlahsahamiwaktutyangberedar Kegiatan volume perdagangan yang sangat tinggi dibursa akan ditafsirkan sebagai tanda pasar akan membaik. Peningkatan volume perdagangan dibarengi dengan peningkatan harga saham merupakan gejala yang makin kuat akan kondisi bullish (Husnan, 1998:353). Saham-saham yang diperdagangkan di pasar modal cenderung mengikuti keadaan ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi volume perdagangan berkaitan dengan heterogenitas investor dalam 62
investasi, kesempatan investasi dan perdagangan yang rasional untuk tujuan yang berdasarkan informasi. 3. Nilai Kapitalisasi Pasar Harga pasar merupakan harga yang paling mudah diketahui karena harga pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Jika pasar bursa efek sudah tutup , maka harga pasarnya adalah harga penutupannya/closing price. Jadi harga pasar inilah yang menyatakan naik turunnya suatu saham . Jika harga pasar ini dikalikan dengan jumlah saham yang diterbitkan/outstanding shares maka akan didapatkan nilai pasar atau nilai kapitalisasi pasar (market value or market capitalization). Kapitalisasi pasar dari saham-saham yang diperdagangkan dipasar modal dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan kapitalisasinya, yaitu : kapitalisasi besar, kapitalisasi sedang dan kapitalisasi kecil. Nilai kapitalisasi pasar dalah harga pasar saham dikalikan dengan jumlah saham yang beredar
(Robert Ang dalam Faried, 2008:33).
Saham yang berkapitalisasi besar merupakan saham –saham yang nilai kapitalisasinya lebih besar atau sama dengan 5 trilyun rupiah. Pada umumnya saham yang mempunyai nilai kapitalisasi besar menjadi incaran para investor untuk investasi jangka panjang karena menggambarkan potensi pertumbuhan perusahaan yang bagus serta memiliki resiko yang rendah (Ang dalam Faried, 2008:27).
63
Saham-saham kelompok ini umumnya banyak peminatnya sehingga harga sahamnya umumnya relatif tinggi . Jika saham tersebut dinilai tinggi maka investor akan berusaha memiliki, sehingga akan meningkatkan return saham yang akan diterima . Namun bila dari nilai saham tersebut cenderung menurun, investor yang tertarik juga sedikit ini akan menyebabkan penurunan jumlah return saham yang akan kita terima. Dengan kata lain pada saat saham mengalami bullish maka return saham yang diterima akan meningkat dan pada saat mengalami bearish maka return saham yang diterima semakin menurun. Dengan demikian maka nilai kapitalisasi pasar berpengaruh secara positif terhadap return saham. D. Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian yang berkaitan dengan pengukuran variabel makro dan pengaruhnya terhadap IHSG banyak dilakukan. Hasil Penelitian terdahulu dapat dirangkum sebagaimana tersaji berikut ini: Abbas Valadkhani, Surachai Chancharat dan Charles Havie (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh antara variabel makro ekonomi dan indeks pasar modal dunia terhadap indeks bursa saham Thailand. Variabel penelitian yang digunakan adalah tingkat suku bunga, nilai tukar baht, indeks harga konsumen, harga minyak, dan jumlah penawaran uang, serta indeks bursa saham Argentina, Australia, Brazil, Jerman, Hongkong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Filipina, Rusia, Singapore, Taiwan, Inggris, dan Amerika Serikat. Data pengamatan selama periode tahun 1988 64
hingga tahun 2004 dengan data bulanan kecuali untuk data bursa saham Rusia yang digunakan adalah periode Juni 1994 hingga Juni 2004. Metode penelitian yang digunakan adalah Generalised Autoregressive Conditional Heteroskedasticity in Mean (GARCH-M). Hasil penelitian yang didapat adalah bahwa variabel makro ekonomi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan bursa saham Thailand kecuali variabel harga minyak sedangkan untuk bursa saham Asia tenggara memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bursa Thailand baik untuk sebelum maupun sesudah krisis, sementara bursa internasional tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Dimana untuk periode sebelum krisis bursa saham Malaysia dan Indonesia memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap bursa saham Thailand, sementara setelah krisis peran tersebut digantikan oleh bursa saham Filipina dan Korea. Habib (2002) melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap dollar, terhadap volume perdagangan saham di BEJ dengan periode penelitian tahun 2003-2005. Dengan menggunakan metode analisis linier berganda menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga SBI akan menyebabkan penurunan volume perdagangan saham. Dan semakin tinggi kurs dollar menyebabkan kenaikan volume perdagangan saham. Lutz Kilian dan Cheolbeom Park (2002) melakukan penelitian tentang, pengaruh harga minyak dunia terhadap tingkat keuntungan agregat pasar modal Amerika Serikat. Variabel penelitian yang digunakan 65
adalah tingkat harga minyak dunia dan tingkat pengembalian agregat saham. Sampel dalam penelitiannya menggunakan data harga minyak dunia selama periode bulan Januari 1973 sampai bulan September 2005 dan tingkat pengembalian agregat saham dihitung berdasarkan atas deviden yang dibayarkan selama periode Januari 1975 sampai dengan bulan September 2005. Metode analisis penelitian ini menggunakan metode vector autoregression. Hasil penelitiannya adalah perubahan harga minyak dunia memiliki dua pengaruh bagi pasar modal di Amerika Serikat. Apabila kenaikan harga minyak dunia disebabkan oleh meningkatnya
permintaan
minyak
dunia
akibat
ketidakpastian
ketersediaan minyak di masa depan, maka hal ini akan membawa pengaruh negatif bagi pasar modal. Tetapi apabila meningkatnya harga minyak dunia disebabkan oleh peningkatan perekonomian global, maka akan memberikan dampak positif bagi pasar modal. Cunado, Gil-Alana dan Perez de Gracia (2008), melakukan penelitian tentang stock market volatility in US bull and bear market pada Standard and Poors 500 (S&P). Dengan periode penelitian mulai 1 Agustus 1928 – 29 Juni 2006, dengan metode Bry and Boschan’s algorithm, yang menunjukkan bahwa volatilitas lebih banyak terjadi pada masa pasar bearish dibandingkan dengan masa pasar bullish. Witjaksono (2009), melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat suku bunga SBI, harga minyak dunia, harga emas dunia, kurs rupiah, indeks NIKKEI 225, dan indeks Dow Jones terhadap IHSG di BEI dengan 66
periode penelitian antara Januari 2000 – Juni 2009. Dengan menggunakan metode analisis linier berganda, menunjukkan bahwa variabel tingkat suku bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones berpengaruh secara signifikan, baik secara parsial maupun secara simultan, terhadap IHSG. Variabel tingkat suku bunga SBI dan Kurs Rupiah berpengaruh negatif terhadap IHSG. Sementara variabel Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap IHSG. Heryanto (2010), melakukan penelitian tentang pengaruh inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar, terhadap volume perdagangan saham di perusahaan-perusahaan yang tercatat di BEI dengan periode penelitian antara Januari 2006 – Juni 2009. Dengan menggunakan metode analisis linier berganda, menunjukkan bahwa inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap volume perdagangan saham. Akan tetapi, secara individual hanya variabel BI rate yang mempunyai pengaruh terhadap volume perdagangan. Hal ini menunjukkan, jika terjadi kenaikan pada variabel BI rate, maka akan meyebabkan volume perdagangan saham menurun, begitupun sebaliknya. Dimas Ngurah Indraloka (2010), melakukan penelitian tentang pengaruh variael makroekonomi dan harga minyak dunia terhadap IHSG, di BEI dengan periode penelitian antara Januari 2006 – Juni 2008. Dengan menggunakan metode analisis jalur, menunjukkan bahwa SBI, inflasi dan 67
harga minyak secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap IHSG. Dan variabel Nilai Tukar Rupiah/US$, dinyatakan tidak signifikan terhadap IHSG maka variabel tersebut dikeluarkan dari model penelitian dan tidak dilakukan perhitungan lebih lanjut terhadap variabel tersebut. Tatang A Gumanti dan Karvina W Palupi (2010), melakukan penelitian tentang reaksi pasar modal Indonesia terhadap krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada Indeks LQ-45 di BEI. Dengan periode penelitian februari 2002 hingga januari 2008. Dengan menggunakan uji parametik menunjukkan bahwa pengumuman berita ekonomi dari luar negeri yang ekstrim mampu di serap oleh bursa saham Indonesia yang dapat mempengaruhi volatilitas harga saham dan menghasilkan abnormal return bagi investor. Muttaqin
(2010),
melakukan
penelitian
tentang
pengaruh
Singapore Stock Index, U.S. Fed Rate, harga minyak mentah, terhadap kepemilikan saham investor asing dan dampaknya terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEI, dengan periode penelitian 2004-2008. Denagn menggunakan metode path analysis menunjukkan bahwa, variabel Singapore Stock Index dan US Fed Rate secara parsial dan simultan mempengaruhi variabel kepemilikan saham asing secara signifikan. Selain itu Singapore Stock Index, kepemilikan saham asing dan harga minyak mentah secara parsial dan simultan juga mempengaruhi variabel IHSG secara signifikan.
68
E. Kerangka Hubungan Antar Variabel Kerangka berfikir merupakan suatu proses dari peneliti memperoleh data kemudian mengolah data tersebut dan menginterprestasikan hasil data yang telah diolah. Penelitian ini didasarkan atas penelitian-penelitian dan teori-teori yang telah ada sebelumnya. Dari beberapa teori yang telah ada peneliti merangkainya menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan. Metode analisis yang digunakan adalah Model Persamaan Struktural. Hal ini dikarenakan Model Persamaan Struktural dapat memperlihatkan hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel. Setelah
menentukan
judul
dan
metode
analisis,
peneliti
mengumpulkan data-data dari variabel-variabel yang akan diteliti. Objek yang akan diteliti merupakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan volume perdagangan saham di BEI. Variabel makroekonomi faktor domestik yang diteliti adalah suku bunga SBI, nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS, Inflasi, dan jumlah uang beredar. Sedangkan variabel makroekonomi faktor asing yang diteliti adalah harga minyak dunia, harga emas dunia, dan Indeks global yang diwakili oleh indeks Dow Jones dan indeks NIKKEI. Dalam penelitian ini yang akan menjadi variabel laten eksogen makroekonomi faktor domestik adalah Suku bunga SBI, Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar. Sedangkan yang akan menjadi variabel laten eksogen makroekonomi faktor asing adalah harga minyak dunia, harga emas dunia, Indeks Dow 69
Jones dan indeks NIKKEI. Adapun variabel laten endogen prestasi indeks pasar suatu Negara adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), volume perdagangan saham dan nilai kapitalisasi pasar modal. Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs Bank Indonesia, Market Stats (www.finance.yahoo.com), Bursa Efek Indonesia, BAPEPAM, OPEC Reference Basket price (ORB) dan London Gold Fixing. Pencarian data dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama,
pengambilan data masing-masing variabel eksogen yang diambil dari laporan kebijakan moneter Bank Indonesia, OPEC Reference Basket price (ORB),
London
Gold
Fixing
(www.goldfixing.com),
dan
Laporan
pergerakan bursa yang terdapat di Market Stats (www.finance.yahoo.com). Kedua, pengambilan data masing-masing variabel endogen yang diambil dari Laporan pergerakan bursa yang terdapat di Market Stats (www.finance.yahoo.com) dan annual report nilai kapitalisasi pasra modal di BAPEPAM.
Setelah memperoleh data-data dari setiap variabel peneliti mulai melakukan analisis. Langkah awal yang diperlukan adalah menentukan struktur persamaan linier dari paradigma penelitian yang telah dibentuk berdasarkan teori-teori yang ada. Kemudian data disimpan menggunakan Software SPSS 17 dan diolah dengan menggunakan Software LISREL 8.80. Dari output tersebut dapat dianalisa korelasi, hubungan antara variabel, besarnya R square dan kesesuaian model (Goodness of Fit). Setelah malakukan analisis tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan 70
dan implikasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Berikut ini adalah gambaran mengenai kerangka berfikir yang peneliti bentuk secara sederhana untuk menjelaskan proses penelitian ini.
71
Bank Indonesia
OPEC
Gold Fixing
Pasar Modal
Kebijakan Moneter 1. Inflasi 2. Suku Bunga SBI 3. Nilai Tukar Rp/USUS$ 4. Jumlah Uang
Harga Minyak
Harga Emas Dunia
Bursa Saham Global: 1. Indeks NIKKEI 225 2. Indek Dow Jones Bursa Efek Indonesia: 1. IHSG 2. Volume Perdagangan 3. Nilai Kapitalisasi
Model Persamaan Struktural
Pengujian Hipotesa
Uji Kesesuaian Model
Hubungan langsung dan tidak lngsung
Interpretasi SS Sumber:www.bi.go.id;www.bps.go.id;www.opec.org;www.yahoofinance.com;www.goldfi xing.com;www.bapepam.go.id. Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran 72
F. Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh faktor makroekonomi domestik (suku bunga SBI, nilai tukar Rp/US$, inflasi, dan jumlah uang beredar), terhadap prestasi indeks pasar (IHSG, Volume Perdagangan dan Nilai Kapitalisasi Pasar). Ho:
Ttidak terdapat pengaruh signifikan antara faktor makroekonomi domestik (suku bunga SBI, nilai tukar Rp/US$, inflasi, dan jumlah uang beredar), terhadap prestasi indeks pasar (IHSG, Volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar modal).
Ha:
Terdapat
pengaruh
signifikan
antara
faktor
makroekonomi domestik (suku bunga SBI, nilai tukar Rp/US$, inflasi, dan jumlah uang beredar), terhadap prestasi indeks pasar (IHSG, volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar modal). 2. Pengaruh faktor makroekonomi asing (harga minyak dunia, harga emas dunia, indeks NIKKEI, indeks Dow Jones), terhadap prestasi indeks pasar (IHSG, volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar modal). Ho:
Tidak terdapat pengaruh signifikan antara faktor makroekonomi asing (harga minyak dunia, harga emas 73
dunia, indeks NIKKEI, indeks Dow Jones), terhadap prestasi indeks pasar (IHSG, volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar modal). Ha:
Terdapat
pengaruh
signifikan
antara
faktor
makroekonomi asing (harga minyak dunia, harga emas dunia, indeks NIKKEI, indeks Dow Jones), terhadap prestasi indeks pasar (IHSG, volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar modal).
74
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisa
pengaruh
makroekonomi faktor domestik, yaitu melalui variabel inflasi, uang beredar, nilai tukar Rp/US$, suku bunga SBI, dan makroekonomi faktor asing, yaitu melalui harga minyak dunia, harga emas dunia, dan bursa saham internasional yang diwakili oleh Indeks Dow Jones dan NIKKEI, hal ini dikarenakan Amerika Serikat dan Jepang adalah Negara tujuan ekspor Indonesia peringkat pertama dan kedua, terhadap volume perdagangan saham di BEI, serta implikasinya IHSG di BEI. Penelitian ini dilakukan pada Bursa Efek di Indonesia periode Januari 2002 – Juni 2010. B. Metode Penentuan Sampel Dalam penelitian ini penulis menggunakan purposive sampling, yaitu anggota sample yang dipilih berdasarkan strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. (Abdul Hamid, 2010:17). Purposive sampling, sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk menentukan bahan penelitian. C.
Metode Pengumpulan Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari literatur-literatur/sumber lain dari dalam maupun luar BEI dan BI, sedangkan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 75
1. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (sudah tersedia) dan digunakan untuk penelitian lain. Data tersebut meliputi: a. Data uang beredar, nilai tukar Rp/US$, dan suku bunga SBI, di peroleh dari laporan Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dipublikasikan di situs BI yaitu, www.bi.go.id. b. Data untuk inflasi, diperoleh dari laporan bulanan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik, dengan situsnya www.bps.go.id. c. Data Indeks Harga Saham Gabungan, Indeks Dow Jownes, Indeks NIKKEI, dan volume perdagangan di BEI, diperoleh dari laporan bulanan yang di terbitkan yahoo finance, dengan situsnya www.finance.yahoo.com. d. Data untuk nilai kapitalisasi pasar modal, diperoleh dari laporan bulanan yang diterbitkan oleh BAPEPAM, dengan situsnya www.bapepam.go.id.
e. Data untuk harga minyak dunia menggunakan data minyak mentah dunia dalam OPEC Reference Basket price (ORB) yang diperoleh dari buletin statistik bulanan yang diterbitkan OPEC dengan situs www.opec.org. f. Harga emas yang digunakan adalah harga emas penutupan pada sore hari (harga emas Gold P.M). Data yang digunakan adalah data
76
rata-rata harga emas bulanan, data harga emas dunia diambil dari www.goldfixing.com. 2. Library Research Teknik pengumpulan data yang dilengkapi dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literature yang bersumber dari buku-buku investasi dan kebijakan makro, serta jurnal-jurnal keuangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk mendapat landasan teori dan konsep yang tersusun. Peneliti melakukan penelitian dengan membaca, mengutip bahan-bahan yang berkenaan dengan penelitian. D. Metode Analisis Menurut Imam Ghozali (2008:3), Model persamaan structural (Struktural Equation Modeling) adalah generasi kedua teknik ananlisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. SEM dapat menguji secara bersama-sama: 1. Structural Model: hubungan antara konstruk independent dan dependen. 2. Measurement Model: hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten). Digabungkannya pengujian model structural dan pengukuran tersebut memungkinkan peneliti untuk: 77
1. Menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Struktural Equation Modeling. 2. Melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis Model persamaan structural terdiri dari dua bagian yaitu: (a) bagian pengukuran yang menghubungkan observed variabel dengan latent variabel
lewat
confirmatory
dan
(b)
bagian
struktur
yang
menguhubungkan antar latent variabel lewat persamaan regresi simultan. Variabel penelitian adalah konsep abstak yang dapat diukur. Konsep abstrak yang langsung dapat diukur disebut observed variabel atau manifest. Sedangkan konsep abstrak yang tidk dapat diukur langsung atau unobserved variabel disebut dengan latent. Didalam konvensi SEM variabel observed digambarkan dengan kotak dan latent variabel digambarkan dengan bulat oval atau elips. Ada dua jenis laten variabel yaitu laten variabel eksogen (independent) dan endogen (dependen). Konstruk eksogen adalah variabel independent, sedangkan konstruk endogen adalah semua variabel dependen. Dalam bentuk grafis konstruk endogen menjadi target paling tidak satu anak panah (
),
atau
hubungan
regresi,
konstruk eksogen menjadi target garis dengan dua anak panah (
sedangkan ),atau
hubungan korelasi/kovarian. Model persamaan structural ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode statistik multivariate yang lain karena dalam latent variabel dimasukkan kesalahan dalam pengukuran model. (Imam Ghozali, 2008:11). 78
Dilihat dari kerangka berfikir penelitian ini, maka dapat diperoleh substruktur linier sebagai berikut: Gambar 3.1 Model Konseptual Prestasi Indeks Pasar Suatu Negara yang dipengaruhi oleh Variabel Makroekonomi Domestik dan Variabel Makroekonomi Asing
X1 X2 Variabel Makroekonomi Faktor Domesik
X3 X4
Prestasi Indeks Pasar Suatu Negara
X5 X6
Variabel Makroekonomi Faktor Asing
X7
Y1
Y2
X8
Keterangan : Y1
= IHSG
Y2
= Volume Perdagangan
Y3
= Nilai Kapitalisasi Pasar Modal
X1
= Inflasi
X2
= Suku Bunga SBI 79
Y3
X3
= Nilai Tukar Rupiah/US$
X4
= Uang Beredar
X5
= Harga Minyak Dunia
X6
= Harga Emas Dunia
X7
= Indeks NIKKEI
X8
= Indeks Dow Jones
ε1
= Residual Error
Imam Ghozali (2008:8) mengajukan tahapan pemodelan dan analisis persamaan structural menjadi 8 (delapan) langkah yaitu: Langkah 1: Konseptualisasi Model Tahap
ini
berhubungan
dengan
pengembangan
hipotesis
(berdasarkan teori) sebagai dasar dalam menghubungkan variabel laten dengan variabel laten lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya. Dengan kata lain, model yang dibentuk adalah persepsi kita mengenai bagaimana variabel laten dihubungkan berdasarkan teori dan bukti yang kita peroleh dari disiplin ilmu. Konseptualisasi model ini juga harus merefleksikan pengukuran variabel laten melalui berbagai indikator yang dapat diukur. Langkah 2 : Penyusunan diagram alur (path diagram Construction) Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengilustrasikan konseptualisasi
melalui
diagram
alur.
Path
diagram
merupakan
representasi grafis mengenai bagaimana beberapa variabel pada suatu 80
model berhubungan satu sama lain, yang memberikan suatu pandangan menyeluruh mengenai struktur model. Representasi grafis membantu kita dalam memahami hipotesis yang telah dibentuk sebelumnya. Di samping itu, jika path diagram dibangun secara benar, maka persamaan-persamaan aljabar akan ditunjukkan dengan benar beserta error dalam persamaan tersebut. Path diagram juga dapat mengurangi kemungkinan spefication error
dengan “menyoroti” hubungan-hubungan yang dihilangkan,
variabel-variabel yang dikeluarkan,dan lain-lain, sehingga konseptualisasi model akan ditingkatkan. Langkah 3: Spesifikasi Model Spesifikasi model dan menggambarkan sifat dan jumlah parameter yang diestimasi; analisis data tidak dapat dilakukan sampai tahap ini selesai. Program LISREL memiliki dua bahasa yang digunakan; yaitu bahasa
pemprograman
LISREL
dan
SIMPLIS.
Pada
bahasa
pemprograman LISREL, kita harus memastikan bahwa model yang kita susun telah dipresentasikan dalam model matematis. Sedangkan bahasa perintah SIMPLIS yang digunakan tidak menggunakan model matematis yang kompleks dan memungkinkan kita untuk menuliskan nama variabel dan menentukan hubungannya dengna menggunakn tulisan serta symbol matematika dasar, seperti sama dengan (=) dan tanda panah (
).
81
Langkah 4 : Identifikasi Model Informasi yang diperoleh dari data diuji untuk menentukan apakah cukup untuk menestimasi parameter dalam model. Disini, kita harus dapat memperoleh nilai yang unik untuk seluruh parameter dari data yang telah kita peroleh. Jika hal ini tidak dapat dilakukan, maka modifikasi model mungkin harus dilakukan untuk dapat diidentifikasi sebelum melakukan estimasi parameter. Langkah 5: Estimasi Parameter Setelah model structural dapat diidentifikasi, maka estimasi parameter dapat diketahui. Pada tahap ini, estimasi parameter untuk suatu model diperoleh dari data karena program LISREL maupun AMOS berusaha untuk menghasilkan matriks kovarians berdasarkan model yang sesuai dengan kovarians matriks sesungguhnya (observed covariance matrix). Uji signifikansi dilakukan dengan menetukan apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol. Langkah 6 : Menilai Kriteria Goodness-of-Fit Structural Equations Modelling memiliki dua tujuan utama dalam analisisnya. Tujuan pertama adalah untuk menetukan apakah model planusible (masuk akal) atau fit. Sedangkan tujuan yang kedua adalah untuk menguji berbgai hipotesis yang telah dibangun sebelumnya Suatu model penelitian dikatakan baik, apabila memiliki model fit yang baik
82
pula. Tingkat kesesuaian model dalam buku Imam Ghozali (2008) terdiri dari: 1. Absolute Fit Measure Absolute fit measure digunakan untuk menilai kesesuaian model secara keseluruhan (baik model pengukuran maupun model structural), tanpa menyesuaikan kepada degree of freedomnya. Indikator–indikator dalam absolute fit diantaranya adalah sebagai berikut : a. Chi-Square dan Probabilitas Chi-Square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model. Nilai Chi-square sebesar nol menunjukan bahwa model memiliki fit yang sempurna (perfect fit). Nilai Chi-square yang signifikan (kurang dari 0.05) menunjukan bahwa data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan
SEM.
Sedangkan
Probabilitas
adalah
ukuran
kemungkinan terjadinya penyimpangan (deviasi) besar yang ditunjukan
oleh
nilai Chi-square.
Nilai
probabilitas
yang
diharapkan adalah nilai probabilitas yang tidak signifikan (p ≥ 0.05), yang menunjukan bahwa data empiris sesuai dengan model.
83
b. Goodness of Fit Indices (GFI) GFI menunjukan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed market kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 sampai 1. Nilai GFI yang lebih besar dari 0.9 menunjukan fit suatu model yang baik (Diamantopaulus dan Siguaw, 2000, dalam Imam Ghozali, 2008:31). c. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) AGFI adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degree of freedom pada suatu model. Model yang fit adalah yang memiliki nilai AFGI
0.9 (Dinamanpaulus dan
Siguaw,2000, dalam Imam Ghozali, 2008:31). Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah Parsimony goodness of fit index (PGFI) yang diperkenalkan oleh Mulaik, et al.(1989). Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar dari pada 0.6 (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali,2008:31). d. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) RSMEA digunakan untuk mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians populasinya (Browne dan Cudeck, 1993 dalam Imam Ghozali, 2008:31). Nilai RMSEA yang kurang dari pada 0.05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0.08 menyatakan
84
bahwa model memiliki perkiraan kesalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2008:32). Sedangkan menurut MacCallum et al.(1996) menyatakan bahwa RMSEA berkisar antara 0.08 sampai dengan 0.1 menyatakan bahwa model memiliki fit yang cukup (mediocre), sedangkan RMSEA yang lebih besar daripada 0.1 mengindikasikan model fit sangat jelek. p-value for test of close juga merupakan indicator yang menilai fit atau tidaknya suatu model yang dapat dilihat dari kedekatannya terhadap model fit. Joreskog (1996) dalam Imam Ghozali (2008:32) menganjurkan bahwa nilai P-value for test of close fit (RMSEA<0.05) haruslah lebih besar daripada 0.05 sehingga mengindikasikan bahwa model adalah fit. e. Normed Chi-Square (χ2/df) Normed chi-square adalah rasio perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom (χ2/df). Wheaton (1977) dalam Imam Ghozali (2008) menyatakan besaran untuk cut-off model yaitu sebesar 5, sedangkan Carmines dan Melver (1981) dalam Imam Ghozali (2008) menyatakan untuk besaran cut-of model sebesar 2.
85
2. Comparative Fit Measure Comparative fit measure berkaitan dengan pertanyaan seberapa baikah kesesuain model yang dibuat dibandingkan dengan beberapa model alternatif. Indicator-indikator dari comparative fit measure di antaranya adalah : a. Normed Fit Index (NFI) Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI lebih besar daripada 0.9. namun, ada kemungkinan bahwa nilai NFI yang kecil tersebut disebabkan oleh kompleksitas model. Untuk menghilangkan pengaruh kompleksitas model tersebut, ukuran yang lebih tepat adalah NNFI. b. Non-Normed Fit Index (NNFI) Seperti yang telah di jalaskan sebelumnya, NNFI digunakan untuk
mengatasi
permasalahan
kompleksitas
model
dalam
perhitungan NFI. Menurut Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) menyatakan bahwa model fit jika nilai NNFI 0.90. c. Comparative Fit Index (CFI) Suatu model dikatakan fit/baik apabila memiliki nilai CFI yang mendekati 1 dan 0.90 adalah batas model fit (Bentler, 1990 dalam Imam Ghozali).
86
d. Relative Fit Index (RFI) Nilai RFI berkisar antara 0 sampai dengan 1 dimana nilai yang mendekati angka 1 tersebut menunjukan model fit. 3.
Parsimonious Fit Measures a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) PGFI telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6 (Byrne,1998 dalam Imam Ghozali, 2008). Lain halnya menurut Kellowy (1998) dalam Didi Ahjari (2003) nilai PGFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik. b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI) Nilai PNFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana semakin besar nilai PNFI maka midel semakin baik ( Kelloway, 1998 dalam Didi Achjari, 2003).
87
Tabel 3.1 Standar Penilaian Kesesuaian (Fit) Nilai yang direkomendasikan Imam Ghozali (2008)
Laporan Statistik
Cut of value
Keterangan
Probabilitas
P > 0.05
Tidak Signifikan
Normed chi-square
<2
Over Fiiting
(χ2/df)
2 < χ2/df < 5 < 0.10
Good Fitting
< 0.05
Verry Good Fit
< 0.01
Outstanding Fit
P-value for test of close fit
> 0.05
Good Fit
GFI
> 0. 90
Good Fit
AGFI
> 0.90
Good Fit
NFI
0.9
Good Fit
NNFI
0.9
Good Fit
CFI
0.9
Good Fit
RFI
0.9
Good Fit
Absolute Fit
RMSEA
Good Fit
Comparative Fit
Parsimonius Fit PNFI
0-1
PGFI
0-1
Lebih besar lebih baik Lebih besar lebih baik
(Sumber : Imam Ghozali, 2008)
88
Langkah 7 : Modifikasi Model Setelah melakukan penilaian model fit, maka model penelitian diuji untuk menentukan apakah modifikasi model diperlukan karena tidak fitnya hasil yang diperoleh pada tahap keenam. Namun segala modifikasi, harus berdasarkan teori yang mendukung. Langkah 8: Validasi silang model Validasi silang model, yaitu menguji fit-tidaknya model terhadap suatu data baru . Validasi silang ini penting apabila terdapat modifikasi yang substantsial yang dilakukan terhadap model asli yang dilakukan pada langkah ketujuh. E. Operasional Variabel 1. Variabel Laten Endogen a. Indeks Harga Saham Gabungan IHSG adalah angka yang menujukkan situasi pasar efek secara umum karena G adalah gabungan dari seluruh saham. Kemudian menurut (Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhrudin 2001:96). IHSG adalah sekumpulan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks, IHSG merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan saham.
Data
tersebut
di
peroleh
dari
situs.
www.finance.yahoo.com.
89
b.
Volume Perdagangan Saham Volume perdagangan saham merupakan alat ukur aktivitas penawaran dan permintaan saham di bursa. Semakin tinggi volume transaksi penawaran dan permintaan suatu saham, semakin besar pengaruhnya terhadap fluktuasi harga saham di bursa. Data volume perdagangan saham yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data bulanan periode Januari 2002 sampai
Juni
2010,
www.yahoo.finance.com.
yang Rata-rata
diperoleh volume
dari
perdagangan
saham dapat diformulasikan sebagai berikut: TVA I.t = Jumlahsahamiwaktutyangdiperdagangkan Jumlahsahamiwaktutyangberedar c.
Nilai Kapitalisasi Pasar Modal Nilai kapitalisasi pasar dalah harga pasar saham dikalikan dengan jumlah saham yang beredar
(Robert Ang dalam
Faried, 2008:33). Saham yang berkapitalisasi besar merupakan saham –saham yang nilai kapitalisasinya lebih besar atau sama dengan 5 trilyun rupiah. Pada umumnya saham yang mempunyai nilai kapitalisasi besar menjadi incaran para investor
untuk
investasi
jangka
panjang
karena
menggambarkan potensi pertumbuhan perusahaan yang bagus serta memiliki resiko yang rendah. Data yang digunakan
90
adalah data periode Januari 2002 – Juni 2010, yang diperoleh dari www.bapepam.go.id. 2. Variabel Laten Eksogen a. Inflasi Menurut Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan hargaharga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan inflasi per bulan periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bps.go.id. b. Suku Bunga SBI Bunga adalah biaya yang dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman atas penggunaan dananya, sedangkan tingkat suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan atas suatu pinjaman yang dinyatakan sebagai presentase pinjaman. Besarnya sama dengan jumlah bunga yang diterima per tahun dibagi jumlah pinjaman. (Case dan Fair, 2001:153). Data
suku
bunga
SBI
yang
digunakan
adalah
perkembangan suku bunga SBI 1 bulan periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id
91
c. Nilai Tukar Rp/US$ Menurut Lipsey dan Purvis (1997:189), Nilai tukar (exchange rate) adalah harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing; ini adalah jumlah mata uang suatu Negara asing yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang domestic. Data nilai tukar rupiah dalam penelitian ini diwakili oleh Dollar Amerika periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id d. Jumlah Uang Beredar Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat digunakan dalam dua kategori
yaitu uang
beredar dalam arti sempit atau narrow money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). M1 terdiri atas uang kartal yang beredar dimasyarakat (tidak termasuk uang kartal yang ada dibank) ditambah dengan uang giral. M2 merupakan penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan depodito berjangka
atau disebut juga uang kuasi (quasi
money). Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id. e. Harga Minyak Mentah Dunia Kenaikan harga minyak disebabkan oleh ketatnya cadangan prasarana
pengadaan
minyak:
kapasitas
produksi,
pengangkutan dan terutama kapasitas kilang. Harga minyak dunia merupakan salah satu indikator makroekonomi yang 92
secara universal perubahan-perubahan yang terjadi dan fluktuasinya memiliki pengaruh terhadap
perkembangan
ekonomi dunia khususnya pasar modal. Data minyak mentah dunia yang digunakan adalah periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.opec.org. f.
Harga Emas Dunia Sejak tahun 1968, harga emas yang dijadikan patokan seluruh dunia adalah harga emas berdasarkan standar pasar emas London (en.wikipedia.org). Sistem ini dinamakan London Gold Fixing. Kenaikan harga emas akan mendorong investor untuk memilih berinvestasi di emas daripada di pasar modal. Sebab dengan resiko yang relatif lebih rendah, emas dapat memberikan hasil imbal balik yang baik dengan kenaikan harganya. Data harga
emas dunia yang digunakan adalah periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.goldfixing.com . g. Indeks NIKKEI
Nikkei 225 (Nikkei heikin kabuka,225) adalah sebuah indeks pasar saham untuk Bursa Saham Tokyo (Tokyo Stock Exchange - TSE). Ia telah dihitung setiap hari oleh surat kabar Nihon Keizai Shimbun (Nikkei) sejak tahun 1950. Indeks ini adalah harga rata-rata tertimbang (dalam satuan yen), dan komponennya ditinjau ulang setahun sekali. Data pergerakan indeks NIKKEI 225 yang digunakan adalah periode Januari
93
2002-Juni
2010.
Data
tersebut
diperoleh
dari.
www.finance.yahoocom. h. Indeks Dow Jones
Dow membuat indeks ini sebagai suatu cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika. Saat ini DJIA merupakan indeks pasar AS tertua yang masih berjalan. Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30 perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Untuk mengkompensasi efek pemecahan saham dan penyesuaian lainnya, sekarang ini menggunakan weighted average.
bukan
rata-rata
aktual
dari
harga
saham
komponennya. Data pergerakan indeks Dow Jones yang digunakan adalah periode Januari 2002-Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari. www.finance.yahoocom.
94
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian Menurut Konsideran undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal) menyebutkan strategisnya peran pasar modal sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Penjelasan umum dari UU Pasar Modal lebih menegaskan lagi peran strategis pasar modal tersebuut dengan mengemukakan bahwa pasar modal diarahkan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat. Peran pasar modal sebagai alnernatif pembiayaan bagi dunia usaha setidaknya dapat dilihat dari pertumbuhan jumlah perusahaan yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaannya. Dapat dikatakan bahwa pemanfaatan pasar modal sebagai sumber pembiayaan oleh dunia usaha baru menemukan momentumnya pasca digulirkannya serangkaian paket deregulasi di sektor Keuangan sejak akhir 1987 hingga tahun 1989. Rangkaian kebijakan baru di sektor Keuangan tersebut langsung tidak langsung memberikan semacam sweeteners baik bagi perusahaan yang berada di sisi supply maupun masyarakat pemodal yang berada di sisi demand dari industri ini. Kondisi ini membuat industri pasar modal Indonesia menjadi cukup kompetitif untuk bersaing dengan alnernatif sumber pembiayaan dan instrument investasi di sektor jasa Keuangan lainnya. 95
Dalam melakukan analsis sebelum menanamakan modalnya, investor melakukan penilaian terhadap kondisi ekonomi dan keadaan moneter Negara tersebut.
Variabel-variabel
tersebut
sangat
mempengaruhi
keputusan-
keputusan investasi yang akan diambil oleh para pemodal. Apabila resesi diperkirakan akan terjadi, atau perekonomian sedang menuju ke situasi resesi, harga saham-saham akan sangat terpengaruh oleh situsasi tersebut. Untuk mengetahui kondisi pasar dipergunakan indeks pasar sebagai indikator, dengan demikian keadaan pasar modal di Indonesia diwakili oleh IHSG.
Karena kondisi pasar merefleksikan kondisi ekonomi, maka perubahan kondisi ekonomi tentunya akan tercermin pada kondisi pasar. Masalahnya adalah bahwa kondisi pasar saat ini mencerminkan harapan para pemodal terhadap kondisi ekonomi di masa yang akan datang. Oleh karena itu kebijakan moneter dipandang mempunyai dampak penting bagi perekonomian maupun harga saham.
Untuk mewujudkan kegiatan pasar modal yang teratur wajar dan efisien, dan melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Perlindungan kepentingan ini hendaknya tidak ditafsirkan sebagai perlindungan dari fluktuasi harga, melainkan perlindungan dari perlakukan yang tidak fair dari emiten (misal informasi yang tidak benar) ataupun dari perusahaan, lembaga dan profesi yang berkaitan dengan pasar modal (misal jual beli saham harus dapat dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku), maka dipasar modal
96
Indonesia dibentuklah lembaga yang mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal yaitu BAPEPAM.
Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 503/KMK.01/1997. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) adalah melaksankan tugas di bidang pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan pasar modal yang berada di bawah pertanggungjawaban langsung kepada Menteri Keungan dan dipimpin oleh seornga ketua.
Gambar 4.1. Struktur Pasar Modal Menteri Keuangan
BAPEPAM
Bursa Efek
Lembaga Penunjang Biro Administrasi Bank Kustodian Wali Amanant Penasehat Investasi
Lembaga Kliring & Penjamin (LKP)
Perusahaan Efek Menjamin Emisi Perantara Pedagang
Profesi Penunjang
Lembaga penyimpanan & penyelesaian (LPP)
Emiten
Akuntan
Perusahaan Publik
Konsultan Hukum
Reksadana
Penilai Notaris
Pemeringkat Efek 97
Adapun kewajiabn yang harus dilakukan oleh BAPEPAM adalah sebagai berikut:
1.
Memonitor dan mengatur suatu pasar dimana sekuritas-sekuritas dapat diterbitkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar, dan efisien dengan maksud untuk melindungi kepentingan para pemodal dan masyarakat.
2.
Mengawasi dan memonitor pertukaran sekuritas, clearing, settlement, dan lembaga-lembaga penyimpanan, reksa dana, perusahaan sekuritas dan para pialang, berbagai lembaga pendukung pasar modal dan para professional. 3.
Untuk memberi rekomendasi tentang pasar modal kepada menteri Keuangan.
B. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan bantuan Microsoft Excel 2003, SPSS 17.0 dan Lisrel 8.80 untuk dapat mengolah data dan memperoleh hasil dari variabel-variabel yang diteliti, yaitu terdiri dari variabel laten eksogen makroekonomi domestik; inflasi, SBI, nilai tukar Rp/US$, dan jumlah uang beredar (M2). Sedangkan variabel laten eksogen makroekonomi asing; Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Indeks NIKKEI, dan Indeks Dow Jones. Sedangkan untuk variabel laten endogen prestasi indeks pasar suatu Negara; IHSG, volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar modal di BEI.
98
a. Analisis Deskriptif Variabel Inflasi Menurut Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2000:5). Menurut Judisseno (2005:16), Inflasi adalah salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga barang-barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. Menurut Boediono (1985:161), inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak di sebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain. Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan inflasi perbulan periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bps.com.
99
Tabel 4.1. Data Inflasi
Bulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2002 0.00166 0.00125 0.00002 0.00020 0.00067 0.00030 0.00068 0.00024 0.00044 0.00045 0.00154 0.00100
2003 0.00067 0.00017 0.00019 0.00013 0.00018 0.00008 0.00003 0.00070 0.00030 0.00046 0.00084 0.00078
2004 0.00048 0.00002 0.00030 0.00081 0.00073 0.00040 0.00033 0.00008 0.00002 0.00047 0.00074 0.00087
2005 0.00119 0.00014 0.00159 0.00028 0.00018 0.00042 0.00065 0.00046 0.00058 0.00725 0.00109 0.00003
Inflasi 2006 0.00113 0.00048 0.00003 0.00004 0.00031 0.00038 0.00038 0.00028 0.00032 0.00072 0.00028 0.00101
2002 0.00087 0.00052 0.00020 0.00013 0.00008 0.00019 0.00060 0.00063 0.00067 0.00066 0.00015 0.00092
2008 0.00148 0.00054 0.00079 0.00048 0.00118 0.00205 0.00114 0.00043 0.00081 0.00038 0.00010 0.00003
2009 0.00006 0.00018 0.00018 0.00026 0.00003 0.00009 0.00038 0.00047 0.00088 0.00016 0.00003 0.00028
(Sumber: Data diolah) Tabel 4.1. menunjukkan fluktuasi tingkat inflasi periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian ini tingkat inflasi terendah terjadi pada bulan Maret 2004, yaitu sebesar 0.00002, ini disebabkan karena pada bulan januari 2004 pemerintah menerbitkan treasury bond atau T-bond secara merata sepanjang tahun dan menerbitkan surat utang sebesar Rp.32.5 triliun. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penumpukan penerbitan pada akhir tahun, karena tindakan yang dilakukan dapat menekan laju peredaran uang beredar, sehingga dapat menekan laju inflasi (Boediono dalam Suara Merdeka, senin 12 Januari 2002) .Sedangkan tingkat inflasi tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2005 yaitu sebesar 0.00725, ini disebabkan pada bulan Oktober 2005 terjadi kenaikan belanja pemerintah, dan kenaikan harga dua komoditas publik; Tarif Dasar Listrik (TDL) dan elpiji, dengan
100
2010 0.00070 0.00025 0.00012 0.00013 0.00024 0.00081 -
naiknya komoditas tersebut dapat memicu adanya kenaikan biaya produksi, sehingga memicu naiknya inflasi. (bps.go.id) Agar mudah dipahami dan komunikatif data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut: Inflasi 0.00800 0.00700 0.00600 0.00500 0.00400 0.00300 0.00200 0.00100 0.00000 Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Inflasi
(Sumber:Data diolah) Gambar 4.2. Grafik Inflasi b. Analisis Deskriptif Variabel Tingkat Suku Bunga SBI Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga yang dikeluarkan Bank Indonesia sebagai pengakuan atas utang yang memiliki jangka waktu pendek antara 1-3 bulan dengan sistem diskonto/bunga. Sertifikat Bank Indonesia merupakan salah satu mekanisme yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target 101
suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Data suku bunga SBI yang digunakan adalah perkembangan suku bunga SBI 1 bulan periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id. Tabel 4.2 Data Suku Bunga SBI Bulan
SBI 12 BULAN 2005 2006
2002
2003
2004
2002
2008
2009
2010
Jan
0.0141
0.0106
0.0066
0.0062
0.0106
0.0079
0.0067
0.0079
0.0054
Feb
0.014
0.0102
0.0064
0.0062
0.0106
0.0077
0.0066
0.0073
0.0053
Mar
0.014
0.0095
0.0062
0.0062
0.0106
0.0075
0.0066
0.0068
0.0052
Apr
0.0138
0.0092
0.0061
0.0064
0.0106
0.0075
0.0067
0.0063
0.0052
May
0.0129
0.0087
0.0061
0.0066
0.0104
0.0073
0.0069
0.006
0.0053
Jun
0.0126
0.0079
0.0061
0.0069
0.0104
0.0071
0.0073
0.0058
0.0052
Jul
0.0124
0.0076
0.0061
0.0071
0.0102
0.0069
0.0077
0.0056
-
Aug
0.012
0.0074
0.0061
0.008
0.0098
0.0069
0.0077
0.0055
-
Sep
0.011
0.0072
0.0062
0.0083
0.0094
0.0069
0.0081
0.0054
-
Oct
0.0109
0.0071
0.0062
0.0092
0.009
0.0069
0.0092
0.0054
-
Nov
0.0109
0.0071
0.0062
0.0102
0.0085
0.0069
0.0094
0.0054
-
0.0108
0.0069
0.0062
0.0106
0.0081
0.0067
0.009
0.0054
-
Dec
(Sumber: Data diolah) Tabel 4.2 menunjukkan fluktuasi tingkat suku bunga SBI pada periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian ini, tingkat suku bunga SBI terendah terjadi pada bulan Maret, April dan Juni 2010, yaitu sebesar 0.0052, ini disebabkan karena pada waktu-waktu tersebut performa beberapa negara pilar perekonomian dunia, seperti Amerika Serikat mengalami pertumbuhan 2.4% pada triwulan 1, China mengalami kelajuan PDB mencapai 11.9%, dan Jepang, serta India
102
yang kinerjanya terus membaik, membawa dampak kepercayaan para investor bahwa perekonomian Indonesia juga sedang mengalami pertumbuhan hal ini tercermin dengan naiknya penjualan semen di dalam negeri sebesar 17.7%, sejalan dengan maraknya pembangunan yang dilakukan. Oleh karena itu, untuk menunjang pembangunan maka pemerintah
menurunkan
tingkat
suku
bunga
(okezone.com).
Sedangkan tingkat suku bunga SBI tertinggi terjadi pada bulan Januari 2002, yaitu sebesar 0.0141, hal ini dikarenakan pada bulan Januari 2002 terjadi peristiwa pengeboman di Indonesia, diantaranya yang terjadi di Jakarta dan Sulawesi Tengah, dan untuk menarik minat para investor,
maka
pemerintah
menaikkan
tingkat
suku
bunga
(wikipedia.com). Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut: Suku Bunga SBI 0.0160 0.0140 0.0120 0.0100 0.0080 0.0060 0.0040 0.0020 0.0000 Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Suku Bunga SBI
(Sumber: Data diolah) Gambar 4.3. Grafik Suku Bunga SBI
103
c. Analisis Deskriptif Variabel Nilai Tukar Rp/US$ Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam satuan mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan yang amat penting dalam keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara kedalam satu bahasa yang sama. (Kurgmen, 2004:40). Nilai tukar tersebut ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan pasar atau istilah lainnya adalah mekanisme pasar. Jika harga rupiah terhadap dollar melemah, maka sebaliknya permintaan terhadap mata uang dollar akan meningkat. Hal ini disebabkan karena investor cenderung akan melepas rupiah dan akan membeli dollar. Kurs tersebut ditentukan oleh perpotongan kurva permintaan dan kurva penawaran dari mata uang asing tersebut. Menurut Lipsey dan Purvis (1997:189), Nilai tukar (exchange rate) adalah harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing; ini adalah jumlah mata uang suatu Negara asing yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang domestik. Data nilai tukar Rp/US$ yang digunakan adalah data bulanan nilai tukar Rp/US$ periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id.
104
Tabel 4.3 Data Nilai Tukar Rp/US$ Bulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2002 10320 10189 9655 9316 8785 8730 9108 8867 9015 9233 8976 8940
2003 8876 8905 8908 8675 8279 8285 8505 8535 8389 8495 8537 8465
2004 8441 8447 8587 8661 9210 9415 9168 9328 9170 9090 9018 9290
NILAI TUKAR 2005 2006 9165 9395 9260 9230 9480 9075 9570 8775 9495 9220 9713 9300 9819 9070 10240 9100 10310 9235 10090 9110 10035 9165 9830 9020
2002 9090 9160 9118 9083 8828 9054 9186 9410 9137 9103 9376 9419
2008 9291 9051 9217 9234 9318 9225 9118 9153 9378 10995 12151 10950
2009 11355 11980 11575 10713 10340 10225 9920 10060 9681 9545 9480 9400
(Sumber: Data diolah) Tabel 4.3 menunjukkan fluktuasi nilai tukar Rp/US$ pada periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian ini, nilai tukar Rp/US$ terendah terjadi pada bulan Januari 2004, yaitu sebesar Rp. 8.441,-. Ini dikarenakan pada bulan januari 2004 pemerintah menerbitkan treasury bond atau T-bond secara merata sepanjang tahun dan menerbitkan surat utang sebesar Rp.32.5 triliun. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penumpukan penerbitan pada akhir tahun, dengan adanya kegiatan tersebut maka arus dana yang masuk ke dalam suatu negara menjadi bertambah, dengan naiknya arus dana yang masuk, maka akan menaikkan mata uang negara tujuan investasi. (Boediono dalam Suara Merdeka, senin 12 Januari 2002). Sedangkan nilai tukar Rp/US$ tertinggi terjadi pada bulan November 2008 yaitu sebesar Rp. 12.151,-. Ini dikarenakan, para investor menarik sebagian besar saham yang dimilikinya di pasar modal. Karena masih lesunya ekonomi global 105
2010 9365 9335 9115 9012 9180 9083 -
yang dipicu oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat sejak pertengahan 2007. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut:
Nilai Tukar Rp/$ 14000 12000
Nilai Tukar Rp/$
10000 8000 6000 4000 2000 Ja n1 0
Ja n0 9
Ja n08
Ja n0 7
Ja n0 6
Ja n0 5
Ja n04
Ja n0 3
Ja n0 2
0
(Sumber: Data diolah) Gambar 4.4. Grafik Nilai Tukar Rp/US$ d. Analisis Deskriptif Variabel Jumlah Uang Beredar (M2) Menurut Boediono (1985:2), pengertian paling sempit yang termasuk dalam definisi uang beredar adalah uang kertas dan uang logam yang ada di masyarakat. Menurut Judisseno (2005:64), Uang beredar adalah uang yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat (currency money) berupa uang kertas dan uang logam yang dikenal dengan sebutan uang kartal, serta lembaran-lembaran yang dapat menggantikan fungsi uang seperti cek dan bilyet giro dan lembaran lainnya yang dikenal dengan sebutan uang giral.
106
Data jumlah uang beredar yang digunakan adalah data bulanan jumlah uang beredar periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) pada situs www.bi.go.id Tabel 4.4 Data Jumlah Uang Beredar (M2) Bulan
JUMLAH UANG BEREDAR (dalam Milyaran Rupiah) 2004 2005 2006 2002 2008
2002
2003
Jan
838022
873683
947277
1017491
1194939
1367957
Feb
837160
881215
935745
1014377
1197771
Mar
831411
887776
935247
1022703
Apr
828278
882808
930831
May
833084
893029
Jun
838635
Jul
2009
2010
1596565
1874145
1369244
1603750
1900208
1198748
1379237
1594390
1916752
1046655
1197122
1385715
1611691
1912623
952961
1049516
1241866
1396069
1641733
1927070
894213
973396
1076526
1257785
1454578
1703381
1977532
852718
901389
974096
1092206
1252815
1474769
1686050
1960950
Aug
856835
905498
982669
1119102
1274084
1493051
1682811
1995294
Sep
859706
911224
988173
1154052
1294745
1516884
1778139
2018294
Oct
863010
926325
998168
1168841
1329426
1533845
1812490
2021517
Nov
870046
944647
1001587
1169085
1341940
1559569
1851023
2062206
883908
955692
1033876
1202763
1382493
1649663
1895839
2141384
2073860 2066481 2111350 2115125 2142339 2230237 -
Dec
(Sumber: Data diolah) Tabel 4.4 menunjukkan fluktuasi jumlah uang beredar pada periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian ini, jumlah uang beredar terendah terjadi pada bulan April 2002, yaitu sebesar Rp. 828.278,- (milyar). Ini dikarenakan masih terasanya dampak dari peristiwa September 2001 di New York dan Washington D.C. yang berpengaruh
terhadap
bidang
ekonomi
terutama
perdagangan,
pariwisata, dan transportasi udara, sehingga mengurangi devisa negara dan sebagai akibatnya, maka jumlah uang beredarpun berkurang. Sedangkan jumlah uang beredar tertinggi terjadi pada bulan Juni 2010 107
yaitu sebesar Rp. 2.230.237,- (milyar). Ini dikarenakan, pada bulan Juni 2010 performa beberapa negara pilar perekonomian dunia, seperti Amerika Serikat mengalami pertumbuhan 2.4% pada triwulan 1, China mengalami kelajuan PDB mencapai 11.9%, dan Jepang, serta India yang kinerjanya terus membaik, membawa dampak kepercayaan para investor bahwa perekonomian Indonesia juga sedang mengalami pertumbuhan hal ini tercermin dengan naiknya penjualan semen di dalam negeri sebesar 17.7%, sejalan dengan maraknya pembangunan yang dilakukan. Dan naiknya arus dana yang masuk ke dalam suatu negara, membawa dampak akan bertambahnya jumlah uang beredar di negara tersebut. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut:
Jumlah Uang Beredar 2500000 Jumlah Uang Beredar
2000000 1500000 1000000
Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
0
Jan-02
500000
(Sumber: Data diolah) Gambar 4.5. Grafik Jumlah Unag Beredar (M2) dalam milayaran rupiah
108
e. Analisis Deskriptif Variabel Harga Minyak Dunia Harga-harga bahan mentah, bersama tingkat upah, merupakan faktor-faktor yang menentukan biaya dan harga-harga. Perubahan harga bahan mentah akan dialihkan sebgai perubahan harga-harga dan oleh karena itu juga perubahan harga bahan mentah telah merupakan sumber penting dari berbagai goncangan pada penawaran agregat, yang merupakan masalah sulit bagi kebijakan makroekonomi. (Dorbusch dan Fischer,1987:455). Menurut Mankiw (2003:223), pergerakan naik turunnya harga minyak dunia dipasar sangat bergantung kepada kemampuan negarnegar penghasil minyak dunia yang tergabung dalam memenuhi kuota. Data harga minyak dunia yang digunakan adalah data bulanan harga minyak dunia periode Januari 2002 – Juni 2010. data tersebut dipeoleh dari OPEC Reference Basket Price (ORB) yang diperoleh dari
bulletin
statistik
yang
ditebitkan
OPEC
dengan
situs
www.opec.org. Tabel 4.5 Data Harga Minyak Dunia Bulan
2002
2003
2004
Harga Minyak Dunia (US$/Barel) 2005 2006 2002
2008
2009
2010
Jan
18.33
30.34
30.33
40.24
58.29
50.73
88.5
41.52
76.01
Feb
18.89
31.54
29.56
41.68
56.62
54.45
90.64
41.41
72.99
Mar
22.64
29.78
32.05
49.07
57.86
58.47
99.03
45.78
77.21
Apr
24.88
25.34
32.35
49.63
64.44
63.39
105.16
50.2
82.33
May
24.76
25.6
36.72
46.96
65.11
64.36
119.39
56.98
74.48
Jun
23.8
26.74
34.61
52.04
64.6
66.77
128.33
68.36
72.95
Jul
25.13
27.43
36.29
53.13
68.89
71.75
131.22
64.59
-
Aug
25.99
28.63
40.27
57.82
68.81
68.71
112.41
71.35
-
109
Bulan
2002
2003
Harga Minyak Dunia (US$/Barel) 2004 2005 2006 2002
2008
2009
2010
Sep
27.38
26.32
40.36
57.88
59.34
74.18
96.85
67.17
-
Oct Nov
27.32 24.29
28.54 28.45
45.37 38.96
54.63 51.29
54.97 55.42
79.36 88.99
69.16 49.76
72.67 76.29
-
Dec
28.39
29.44
35.7
52.65
57.95
87.19
38.6
74.01
-
(Sumber: Data diolah) Tabel 4.5 menunjukkan fluktuasi harga minyak dunia pada periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian ini, harga minyak dunia terendah terjadi pada bulan Januari 2002, yaitu sebesar US$ 18.33/barel. Ini dikarenakan, masih belum berjalannya perekonomian Amerika Serikat secara stabil, akibat tragedi 11 September yang terjadi di New York dan Washington D.C. Sedangkan harga minyak dunia tertinggi terjadi pada bulan Juli 2008, yaitu sebesar US$ 131.22/barel. Ini dikarenakan, Amerika Serikat sedang mengalami krisis ekonomi yang diakibatkan oleh kredit macet Subprime Mortgage, sehingga banyak terjadi pemberhentian kerja, karena bangkrutnya perusahaan tempat mereka bekerja. Dan naiknya permintaan energi, untuk memperbaiki perekonomian yang ada, menyebabkan naiknya harga minyak, sesuai dengan hukum penawaran yang mengatakan jika barang yang ditawarkan naik, maka harga barang tersebut akan naik. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut:
110
Harga Minyak Dunia 140.000 120.000
Harga Minyak Dunia
100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
0.000
(Sumber: Data diolah) Gambar 4.6. Grafik Harga Minyak Dunia (US$/Barel) f. Analisis Deskriptif Variabel Harga Emas Dunia Emas merupakan salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas resiko (Sunariyah dalam Witjaksono,2006:50). Emas banyak dipilih sebagai salah satu bentuk investasi karena nilainya cenderung stabil dan naik. Sangat jarang sekali harga emas turun. Dan lagi, emas adalah alat yang dapat digunakan untuk menangkal inflasi yang kerap terjadi setiap tahunnya. Ketika akan berinvestasi, investor akan memilih investasi yang memiliki tingkat imbal balik tinggi dengan resiko tertentu atau tingkat imbal balik tertentu dengan resiko yang rendah. Investasi di pasar saham tentunya lebih berisiko daripada berinvestasi di emas, karena tingkat pengembaliannya yang secara umum relatif lebih tinggi dari emas (www.investopedia.com). Kenaikan harga emas akan mendorong investor untuk memilih berinvestasi di emas daripada di pasar modal. Sebab dengan resiko yang
111
relatif lebih rendah, emas dapat memberikan hasil imbal balik yang baik dengan kenaikan harganya. Ketika banyak investor yang mengalihkan portofolionya investasi kedalam bentuk emas batangan, hal ini akan mengakibatkan turunnya indeks harga saham di negara yang bersangkutan karena aksi jual yang dilakukan investor. Data harga emas dunia yang digunakan adalah data rata-rata harga emas dunia bulanan periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari harga emas penutupan pada sore hari (harga emas Gold
P.M), yang diambil dari www.goldfixing.com. Tabel 4.6 Data Harga Emas Dunia Bulan
Harga Emas Dunia (US$/troy) 2005 2006 2008 2002
2002
2003
2004
Jan
281.51
356.86
413.79
424.03
549.86
Feb
295.49
358.97
404.88
423.35
549.99
Mar
294.06
340.55
406.67
434.32
557.09
Apr
302.69
328.18
403.26
429.23
610.65
May
314.49
355.68
383.78
421.87
675.39
Jun
321.18
356.35
392.37
430.66
596.14
Jul
313.29
351.02
398.09
424.48
633.71
Aug
310.25
359.77
400.51
437.93
632.59
Sep
319.14
378.94
405.27
456.05
598.1
Oct
316.56
378.92
420.46
469.89
585.77
Nov
319.06
389.91
439.37
476.66
627.83
331.92
406.95
442.08
510.09
629.79
Dec
631.16 664.74 654.89 679.36 666.85 655.49 665.29 665.41 712.65 754.6 806.24 803.2
889.59 922.29 968.43 909.7 888.66 889.48 939.77 839.02 829.93 806.61 760.86 816.09
2009
858.69 943.16 924.27 890.2 928.64 946.67 934.23 949.38 996.59 1043.16 1127.04 1134.72
(Sumber: Data diolah) Tabel 4.6 menunjukkan fluktuasi harga emas dunia pada periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian, jumlah harga emas terendah terjadi pada bulan Januari 2002, yaitu sebesar 281.51/troy ounce. Ini dikarenakan, masih belum berjalannya perekonomian 112
2010
1117.96 1095.41 1113.34 1148.69 1205.43 1232.92 -
Amerika Serikat dengan stabil akibat tragedi 11 September di New York dan Washington D.C.,sehingga para investor masih belum mempunyai outlook untuk investasi kedepannya, karena masih terjadi shock akibat tragedi 11 September. Sedangkan harga emas dunia tertinggi terjadi pada bulan Juni 2010, yaitu sebesar 1232.92/troy ounce. Ini dikarenakan, pada bulan Juni 2010 performa beberapa negara pilar perekonomian dunia, seperti Amerika Serikat mengalami pertumbuhan 2.4% pada triwulan 1, China mengalami kelajuan PDB mencapai 11.9%, dan Jepang, serta India yang kinerjanya terus membaik. Sehingga para investor banyak melakukan investasi, untuk mendapatkan keuntungan spekulasi dari membaiknya perekonomian dunia. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut:
Harga Emas Dunia 1400 1200
Harga Emas Dunia
1000 800 600 400 200 Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
0
(Sumber: Data diolah) Gambar 4.7. Grafik Harga Emas Dunia (US$/troy) 113
g. Analisis Deskriptif Variabel Indeks NIKKEI Nikkei 225 (Nikkei heikin kabuka,225) adalah sebuah indeks pasar saham untuk Bursa Saham Tokyo (Tokyo Stock Exchange - TSE). Ia telah dihitung setiap hari oleh surat kabar Nihon Keizai Shimbun (Nikkei) sejak tahun 1950. Indeks ini adalah harga rata-rata tertimbang (dalam satuan yen), dan komponennya ditinjau ulang setahun sekali. Saat ini Nikkei adalah indeks rata-rata ekuitas Jepang yang paling banyak dikutip. Diperkenalkannya investor asing ke pasar tentu saja berfungsi sebagai katalis yang mendorong investasi lokal. Investasi asing berpengaruh dalam menyorot perusahaan yang memberikan informasi Keuangan paling transparan dan valuasi terbaik, masuknya dana-dana asing ke pasar-pasar baru berpengaruh jelas dan menguntungkan bagi pertumbuhan dan struktur pasar. Walaupun peranan investor domestik makin meningkat akan tetapi terdapat kebiasaan dari investor domestik untuk melakukan strategi mengekor pada investor asing atau setidaknya investor domestik menggunakan perilaku investor asing sebagai acuan. Sehingga saat investor asing melepas sahamnya investor domestik pun ikut-ikutan, akibatnya indeks dapat turun semakin tajam. Data pergerakan indeks NIKKEI yang digunakan adalah data bulanan indeks NIKKEI periode Januari 2002 – Juni 2010. Data
114
tersebut diperoleh dari laporan bulanan yang di terbitkan yahoo finance, dengan situsnya www.finance.yahoo.com. Tabel 4.7 Data Pergerakan Harga Indeks NIKKEI 225 Bulan
2002
2003
2004
2005
NIKKEI 2006
Jan
9997.8
8339.94
10783.61
11387.59
16649.82
Feb
10587.83
8363.04
11041.92
11740.6
16205.43
Mar
11024.94
7972.71
11715.39
11668.95
17059.66
Apr
11492.54
7831.42
11761.79
11008.9
16906.23
May
11763.7
8424.51
11236.37
11276.59
15467.33
Jun
10621.84
9083.11
11858.87
11584.01
15505.18
Jul
9877.94
9563.21
11325.78
11899.6
15456.81
Aug
9619.3
10343.55
11081.79
12413.6
16140.76
Sep
9383.29
10219.05
10823.57
13574.3
16127.58
Oct
8640.48
10559.59
10771.42
13606.5
16399.39
Nov
9215.56
10100.57
10899.25
14872.15
16274.33
Dec
8578.95
10676.64
11488.76
16111.43
17225.83
2002
2008
17383.4 17604.1 17287.7 17400.4 17875.8 18138.4 17248.9 16569.1 16785.7 16737.6 15680.7 15307.8
13592.5 13603 12525.5 13850 14338.5 13481.4 13376.8 13072.9 11259.9 8576.98 8512.27 8859.56
2009
2010
7994.05 10198 7568.42 10126 8109.53 11089.9 8828.26 11057.4 9522.5 9768.7 9958.44 9382.64 10356.8 10492.5 10133.2 10034.7 9345.55 10546.4 -
Tabel 4.7 menunjukkan fluktuasi pergerakan harga indeks NIKKEI 225 pada periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian ini, pergerakan harga indeks NIKKEI terendah terjadi pada bulan Januari 2003, yaitu sebesar Rp. 8.339,94,-. Ini dikarenakan akibat dari perang teluk, yang menimbulkan sentimen negatif terhadap Amerika Serikat, yang menyebabkan produksi AS menurun dan berakibat kepada menurunnya ekspor Jepang ke AS, sehingga berdampak kepada penarikan modal oleh investor asing, yang dapat menurunkan indeks NIKKEI tersebut. Sedangkan pergerakan harga indeks NIKKEI tertinggi terjadi pada bulan Juni 2002, yaitu sebesar Rp. 18.138,4,-. Ini dikarenakan masih belum berjalan secara stabilnya perekonomian di 115
AS akibat tragedi 11 September 2001, sehingga para investor mengalihkan dana investasinya kenegara yang sedang mengalami pertumbuhan produktifitas yang tinggi, yaitu salah satunya adalah Jepang. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut: Indeks NIKKEI 225 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Indeks NIKKEI 225
(Sumber: Data diolah) Grafik 4.8. Pergerakan Harga Indeks NIKKEI h. Analisis Deskriptif Variabel Indeks Dow Jones Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks pasar saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri Dow Jones & Company Charles Dow. Dow membuat indeks ini sebagai suatu cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika. Saat ini DJIA merupakan indeks pasar AS tertua yang masih berjalan. Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30
116
perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Diperkenalkannya investor asing ke pasar tentu saja berfungsi sebagai katalis yang mendorong investasi lokal. Investasi asing berpengaruh dalam menyorot perusahaan yang memberikan informasi Keuangan paling transparan dan valuasi terbaik, masuknya dana-dana asing ke pasar-pasar baru berpengaruh jelas dan menguntungkan bagi pertumbuhan dan struktur pasar. Walaupun peranan investor domestik makin meningkat akan tetapi terdapat kebiasaan dari investor domestik untuk melakukan strategi mengekor pada investor asing atau setidaknya investor domestik menggunakan perilaku investor asing sebagai acuan. Sehingga saat investor asing melepas sahamnya investor domestik pun ikut-ikutan, akibatnya indeks dapat turun semakin tajam. Data pergerakan indeks DJIA yang digunakan adalah data bulanan indeks DJIA periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari laporan bulanan yang di terbitkan yahoo finance, dengan situsnya www.finance.yahoo.com
117
Tabel 4.8 Data Pergerakan Harga Indeks DJIA Bulan
2002
2003
2004
Pergerakan Harga Indeks DJIA 2005 2006 2002
2008
2009
2010
12621.69 12268.63 12354.35 13062.91 13627.64 13408.62 13211.99 13357.74 13895.63 13930.01 13371.72 13264.82
12650.36 12266.39 12262.89 12820.13 12638.32 11350.01 11378.02 11543.55 10850.66 9325.01 8829.04 8776.39
8000.86 7062.93 7608.92 8168.12 8500.33 8447 9171.61 9496.28 9712.28 9712.73 10344.8 10428.1
10067.33 10325.26 10856.63 11008.61 10136.63 9774.02 -
Jan
9920
8053.81
10488.07
10489.94
10864.86
Feb
10106.13
7891.08
10583.92
10766.23
10993.41
Mar
10403.94
7992.13
10357.7
10503.76
11109.32
Apr
9946.22
8480.09
10225.57
10192.51
11367.14
May
9925.25
8850.26
10188.45
10467.48
11168.31
Jun
9243.26
8985.44
10435.48
10274.97
11150.22
Jul
8736.59
9233.8
10139.71
10640.91
11185.68
Aug
8663.5
9415.82
10173.92
10481.6
11381.15
Sep
7591.93
9275.06
10080.27
10568.7
11679.07
Oct
8397.03
9801.12
10027.47
10440.07
12080.73
Nov
8896.09
9782.46
10428.02
10805.87
12221.93
8341.63
10453.92
10783.01
10717.5
12463.15
Dec
(Sumber: Data diolah) Tabel 4.8 menunjukkan fluktuasi pergerakan harga indeks DJIA pada periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian ini, pergerakan harga indeks DJIA yang terendah terjadi pada bulan Februari 2008, yaitu sebesar Rp. 7.062,93,-. Ini dikarenakan pada bulan Februari 2008, AS mengalami krisis Subprime Mortgage, yang menyebabkan berbagai institusi terkemuka di dunia, seperti Citigroup, Merril Lynch, dan UBS rontok, sehingga berdampak kepada penarikan saham secara besarbesaran di pasar modal AS, yang dapat menurukan nilai IDJ. Sedangkan pergerakan harga indeks DJIA tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2002, yaitu sebesar Rp. 13.930,01.-. Ini dikarenakan maraknya terorisme yang terjadi di Asia, salah satunya di Indonesia yang dikenal dengan tragedi bom bali, menyebabkan para investor mengalihkan dana yang dimilikinya
118
dari pasar modal Indonesia ke pasar modal Amerika, sehingga dapat menaikkan nilai IDJ. Agar lebih mudah dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut:
Indeks Dow Jones 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Indeks Dow Jones
(Sumber: Data diolah) Grafik 4.9. Pergerakan Harga Indeks DJIA i. Analisis Deskriptif Variabel Pergerakan harga IHSG IHSG adalah angka yang menujukkan situasi pasar efek secara umum karena G adalah gabungan dari seluruh saham. Kemudian menurut (Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhrudin 2001:96) IHSG adalah sekumpulan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan
indeks,
IHSG
merupakan
indikator
utama
yang
menggambarkan pergerakan saham. Jogiyanto (1998:48) IHSG adalah suatu indeks yang meliputi pergerakan - pergerakan harga untuk saham biasa dan saham preferen. 119
Indeks adalah gabungan statistik yang mengukur perubahan dalam ekonomi atau dalam pasar finansial, dan seringkali dinyatakan dalam perubahan persentase dari suatu tahun dasar atau bulan sebelumnya. Data pergerakan harga IHSG yang digunakan adalah data bulanan harga IHSG periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari laporan bulanan yang di terbitkan yahoo finance, dengan situsnya www.finance.yahoo.com Tabel 4.9 Data Pergerakan Harga IHSG
2005
IHSG 2006
752.93
1045.44
1232.32
399.22
761.08
1073.83
1230.66
481.77
398
735.68
1080.17
1322.97
Apr
534.06
450.86
783.41
1029.61
1464.41
May
530.79
494.78
732.52
1088.17
1330
Jun
505.01
505.5
732.4
1122.38
1310.26
Jul
463.67
507.98
756.98
1182.3
1351.65
Aug
443.67
529.67
754.7
1050.09
1431.26
Sep
419.31
597.65
820.13
1079.28
1534.61
Oct
369.04
625.55
860.49
1066.22
1582.63
Nov
390.42
617.08
977.77
1096.64
1718.96
424.95
691.9
1000.23
1162.64
1805.52
Bulan
2002
2003
2004
Jan
451.64
388.44
Feb
453.25
Mar
Dec
2002
2008
2009
2010
1757.26 1740.97 1830.92 1999.17 2084.32 2139.28 2348.67 2194.34 2359.21 2643.49 2688.33 2745.83
2627.25 2721.94 2447.3 2304.52 2444.35 2349.1 2304.51 2165.94 1832.51 1256.7 1241.54 1355.41
1332.67 1285.48 1434.07 1722.77 1916.83 2026.78 2323.24 2341.54 2467.59 2367.7 2415.84 2534.36
2610.8 2549.03 2777.3 2971.25 2796.96 2913.68 -
(Sumber: Data diolah) Tabel 4.9 menunjukkan fluktuasi pergerakan harga IHSG pada periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian ini, pergerakan harga IHSG terendah terjadi pada Oktober 2002, yaitu sebesar Rp. 369.04,-. Ini dikarenakan pada bulan Oktober 2002, Indonesia di guncang peristiwa Bom Bali, sehingga berdampak kepada penarikan kepemilikan saham yang dimilikinya di Indonesia. Oleh karena itu, 120
nilai IHSG menurun. Sedangkan pergerakan harga IHSG tertinggi terjadi pada bulan Juni 2010, yaitu sebesar Rp. 2.913,68,-. Ini dikarenakan performa beberapa negara pilar perekonomian dunia, seperti Amerika Serikat mengalami pertumbuhan 2.4% pada triwulan 1, China mengalami kelajuan PDB mencapai 11.9%, dan Jepang, serta India yang kinerjanya terus membaik, membawa dampak kepercayaan para investor bahwa perekonomian Indonesia juga sedang mengalami pertumbuhan hal ini tercermin dengan naiknya penjualan semen di dalam negeri sebesar 17.7%, sejalan dengan maraknya pembangunan yang dilakukan. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut: Pergerakan IHSG 3500 3000 2500
Pergerakan IHSG
2000 1500 1000 500 Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
0
(Sumber:Data diolah) Gambar 4.10 Grafik Pergerakan Harga IHSG
121
j. Analisis Deskriptif Variabel Volume Perdagangan di BEI Menurut
Robert
Ang
dalam
Hendrawijaya
(2009:35),
perkembangan volume perdagangan saham mencerminkan kekuatan antara penawaran dan permintaan yang merupakan manifestasi dari tingkah laku investor. Naiknya volume perdagangan merupakan kenaikan aktivitas jual beli para investor di bursa. Semakin meningkat volume penawaran dan permintaan suatu saham, semakin besar pengaruhnya terhadap fluktuasi harga saham di bursa, dan semakin diminatinya saham tersebut oleh masyarakat sehingga akan membawa pengaruh terhadap naiknya harga atau return saham. Data pergerakan volume perdagangan yang digunakan adalah data bulanan Volume Perdagangan di BEI periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari laporan bulanan yang di terbitkan yahoo finance, dengan situsnya www.finance.yahoo.com Tabel 4.10 Data Pergerakan Volume Perdagangan di BEI Bulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2002 52703700 64954300 122366600 174495200 172620300 139855100 169018500 151577300 148145000 146598600 142608300 159409500
Volume Perdagangan 2003 2004 2005 127846600 98134400 96869600 123754700 75736900 88883600 131381000 82096200 156957800 231514000 75124200 131815700 164388700 88845200 90825700 154304100 107164400 104808300 156255400 127825100 137601700 191177400 119553300 137322400 167239900 89928800 105017400 100958800 107195000 93816900 118093600 114077500 64217100 99570900 93225500 80968100
2006 120114300 104703400 102611500 123841600 133310300 104983100 161085300 157122100 115136000 146408800 171288600 210707700
(Sumber: Data diolah)
122
Bulan
2007
Volume Perdagangan 2008 2009
327844100 1050029300 228070800 606519900 Feb 215927200 384152600 Mar 262589300 433096200 Apr 394505300 691045000 May 394676800 332752700 Jun 246756600 266418800 Jul 266673500 716255500 Aug 1589492100 310863800 Sep 370644300 199721600 Oct 485623600 336466400 Nov 472095200 172534500 Dec (Sumber: Data diolah) Jan
339604500 681557000 440725900 3009979400 2851413400 5556872500 4630064400 4333564700 3960611100 4195024800 5165790600 3097530100
2010
4242926200 3202115300 3888145400 5273440300 4925558700 4259397500 3884965400 4063138000 4078938800 5022649800 5221298500 3099489000
Tabel 4.10 menunjukkan fluktuasi pergerakan volume perdagangan di BEI periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian ini, pergerakan volume perdagangan terendah terjadi pada bulan Januari 2002, yaitu sebesar 52.703.700. Hal ini karena masih belum pulihnya perekonomian di Amerika Serikat, akibat tragedi 11 September 2001. Dan stabilnya perekonomian Indonesia, membuat para investor untuk tetap menanmkan investasinya di Indonesia. Sedangkan pergerakan volume perdagangan tertinggi terjadi pada bulan Juni 2009, yaitu sebesar 5.556.872.500. Ini dikarenakan, Indonesia merupakan salah satu negara yang tetap stabil perekonomiannya di tengah krisis global yang melanda, sehingga membuat para investor tertarik untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Oleh karena itu, dengan bertambahnya kepemilikan saham asing, maka menambah volume perdagangan yang terjadi di BEI. 123
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut:
Pergerakan Volume Perdagangan di BEI
6000000000 5000000000 Pergerakan Volume Perdagangan di BEI
4000000000 3000000000 2000000000 1000000000
Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
0
(Sumber: Data diolah) Gambar 4.11. Grafik Pergerakan Volume Perdagangan di BEI k. Analisis Deskriptif Nilai Kapitalisasi Pasar Modal di BEI Nilai kapitalisasi pasar dalah harga pasar saham dikalikan dengan jumlah saham yang beredar (Robert Ang dalam Faried, 2008:33). Saham yang berkapitalisasi besar merupakan saham –saham yang nilai kapitalisasinya lebih besar atau sama dengan 5 trilyun rupiah. Pada umumnya saham yang mempunyai nilai kapitalisasi besar menjadi incaran para investor untuk investasi jangka panjang karena menggambarkan potensi pertumbuhan perusahaan yang bagus serta memiliki resiko yang rendah.
124
Data pergerakan Nilai Kapitalisasi Pasar yang digunakan adalah data bulanan nilai kapitalisasi pasar di BEI periode Januari 2002 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari laporan bulanan yang di terbitkan BAPEPAM, dengan situsnya www.bapepam.go.id. Tabel 4.11 Data Pergerakan Nilai Kapitalisasi Pasar di BEI Bulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2002 0,200 0,076 0,270 0,179 0,073 0,109 0,190 0,068 0,125 0,202 0,073 0,176
2003 0,212 0,083 0,004 0,273 0,270 0,128 0,048 0,055 0,225 0,047 0,032 0,227
2004 0,185 0,026 0,062 0,159 0,138 0,011 0,076 0,024 0,063 0,042 0,140 0,120
Nilai kapitalisasi pasar 2005 2006 2007 0,087 0,111 0,071 0,053 0,008 0,032 0,010 0,142 0,094 0,180 0,204 0,173 0,229 0,175 0,066 0,062 0,029 0,078 0,110 0,074 0,151 0,219 0,121 0,080 0,079 0,155 0,145 0,051 0,058 0,230 0,062 0,170 0,067 0,143 0,106 0,104
2008 0,422 0,434 0,424 0,443 0,431 0,438 0,393 0,378 0,359 0,353 0,362 0,398
2009 0,395 0,410 0,408 0,400 0,396 0,447 0,469 0,457 0,458 0,451 0,462 0,465
2010 0,457 0,450 0,443 0,443 0,440 0,395
Tabel 4.11 menunjukkan fluktuasi pergerakan nilai kapitalisasi pasar di BEI periode Januari 2002 – Juni 2010. Pada masa penelitian ini, pergerakan nilai kapitalisasi pasar terendah terjadi pada bulan Maret 2003, yaitu sebesar 0.004. Ini dikarenakan pada bulan Maret 2003, terjadi perang teluk yang berakibat terhadap ketidak stabilan perekonomian dunia. Oleh karena itu, para investor berhati-hati dalam menanmkan investasinya. Sedangkan pergerakan nilai kapitalisasi pasar tertinggi terjadi pada bulan Juli 2009, yaitu sebesar 0.469. Ini dikarenakan performa beberapa negara pilar perekonomian dunia, seperti Amerika Serikat mengalami pertumbuhan 2.4% pada triwulan 1, China mengalami kelajuan PDB mencapai 11.9%, dan Jepang, serta 125
India yang kinerjanya terus membaik, membawa dampak kepercayaan para investor bahwa perekonomian Indonesia juga sedang mengalami pertumbuhan hal ini tercermin dengan naiknya penjualan semen di dalam negeri sebesar 17.7%, sejalan dengan maraknya pembangunan yang dilakukan. Oleh karena itu, maraknya pembangunan yang dilakukan
akan
berdampak
kepada
bertumbuh
kembangnya
perekonomian suatu negara, sehingga masuknya aliran dana, menyebabkan nilai kapitalisasi pasar naik. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut:
(Sumber:Data diolah) Gambar 4.12. Grafik Pergerakan Nilai Kapitalisasi di BEI
126
2. Pembahasan a. Analisis Model Model persamaan structural adalah model yang memerlukan beberapa pengujian untuk mendapatkan nilai goodness of fit yang lebih baik. Pengujian model tahap awal merupakan pengujian terhadap model, yaitu untuk menganalisa apakah terjadi admissible dan Heywood cases atau tidak pada model yang telah di bangun. Karena pada beberapa keadaan terjadi suatu masalah dalam model, maka LISREL akan mengestimasi koefisien secara cepat, tetapi tidak reliable dan tidak memiliki standar error dan nilai t, hal ini disebut dengan admissible, di samping itu apabila terjadi error variance negative, maka model juga menjadi tidak reliable ini yang disebut dengan Heywood cases. Hasil pengujian terhadap model tersebut dapat ditunjukan pada hasil sebagai berikut :
127
Tabel 4.12 Hasil Measurement Equations Y1 = 0.5542*PRESTASI, Errorvar.= 0.08955 , Rý = 0.7742 (0.01413) 6.3399 Y2 = 1.0113*PRESTASI, Errorvar.= 0.6261 , Rý = 0.6203 (0.09112) (0.08778) 11.0996 7.1331 Y3 = 0.5439*PRESTASI, Errorvar.= 0.7277 , Rý = 0.2890 (0.08371) (0.09821) 6.4971 7.4095 X1 = 0.04702*DOMESTIK, Errorvar.= 1.3512 , Rý = 0.001634 (0.06091) (0.1899) 0.7720 7.1148 X2 = 0.04651*DOMESTIK, Errorvar.= 0.06737 , Rý = 0.03111 (0.01636) (0.009291) 2.8425 7.2509 X3 = - 0.03760*DOMESTIK, Errorvar.= 0.003970 , Rý = 0.2626 (0.006669) (0.0005493) -5.6378 7.2268 X4 = - 0.3425*DOMESTIK, Errorvar.= -0.01984 , Rý = 1.2035 (0.02053) (0.005031) -16.6796 -3.9432 W_A_R_N_I_N_G : Error variance is negative. X5 = 0.3928*ASING, Errorvar.= 0.06155 , Rý = 0.7148 (0.03708) (0.008730) 10.5919 7.0509 X6 = 0.4297*ASING, Errorvar.= -0.002779 , Rý = 1.0153 (0.02982) (0.001568) 14.4062 -1.7719 W_A_R_N_I_N_G : Error variance is negative. X7 = 0.03840*ASING, Errorvar.= 0.05608 , Rý = 0.02562 (0.02338) (0.007885) 1.6420 7.1116 X8 = 0.04024*ASING, Errorvar.= 0.02076 , Rý = 0.07234 (0.01442) (0.002916) 2.7904 7.1216 Pada model terdeteksi adanya Heywood cases hal ini dapat dilihat
128
dari nilai error variance negative yang terdapat pada indicator X4 dan X6, oleh karena itu untuk mengatasi Heywood cases tersebut model harus direvisi dengan menetapkan error variance yang sebelumnya negative tersebut menjadi positif dan kecil (Byrne, 1998) dalam Imam Ghozali dan Fuad (2008), misal 0.0010. Dari keterangan tersebut maka dapat diperoleh hasil pengujian sebagai berikut :
(Sumber: Data diolah)
Gambar 4.13 Path Diagram Tahap Awal
129
b. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit) Penilaian model fit adalah salah satu tahapan dalam SEM. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah model yang dibuat dalam penelitian mempunyai nilai fit yang baik atau tidak. Nilai fit suatu model dapat dilihat dari beberapa indicator goodness of fit index. Output yang dihasilkan dari penelitian awal menunjukan bahwa model tidak fit atau bisa dikatakan model tidak bagus. Hal ini dapat dilihat dari tabel fit di bawah ini : Tabel 4.13 Hasil Uji Godness of Fit Indikator Fit Probabilitas Normed chi-square (X²/df)
RMSEA P-value for test of close fit GFI AGFI NFI NNFI CFI RFI PNFI PGFI (Sumber: Data diolah)
Nilai yang Hasil Model Direkomendasikan Absolute Fit P > 0.05 0.0 <2 2 < X²/df < 5 16.1076 < 0.10 0.3486 < 0.05 < 0.01
> 0.05
Evaluasi Model Signifikan
Tidak Fit Tidak Fit
0.0000
Tidak Fit
> 0.90 0.5051 > 0.90 0.2033 Comparative Fit 0.9 0.4887
Cukup Fit Tidak Fit Tidak Fit
0.9
0.3280
Tidak Fit
0.9 0.9 Parsimonius Fit 0–1 0–1
0.4991 0.3140
Tidak Fit Tidak Fit
0.3643 0.3138
Cukup Fit Cukup Fit
130
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa secara keseluruhan model dinyatakan tidak fit. Ini dilihat dari : 1. Probabilitas (P), nilai probabilitas adalah signifikan (P=0.0) yang berarti model tidak fit. Model yang fit apabila memiliki nilai P yang tidak signifikan (P>0.5). 2. Normed Chi-Square (X2/df), nilai X2/df sebesar 16.11 yang menunjukan model tidak fit karena melebihi nilai yang di sarankan yaitu 2 – 5. 3. Nilai RMSEA sebesar 0.3486, nilai ini lebih besar dari nilai yang disarankan yaitu kurang dari 0.10, dengan demikian dapat dikatakan model tidak Fit. 4. Nilai P-value for test close fit sebesar 0.0000, dari hasil ini dapat disimpulkan model tidak fit, lebih rendah dari nilai yang disarankan yaitu nilainya lebih besar dari 0.05. 5. Nilai GFI dan AGFI yang kurang dari 0.90, karena menurut nilai yang disarankan, model fit jika memiliki nilai lebih besar dari 0.90. 6. Nilai NFI dan NNFI kurang dari nilai yang direkomendasikan yaitu lebih besar dari 0.9. 7. Nilai CFI dan RFI yang kurang dari 0.9, dimana seharusnya model yang fit memiliki nilai lebih besar dari 0.90.
131
8. Nilai PNFI dan PGFI juga memiliki nilai yang tidak fit, hal ini dapat dilihat dari dari nilai PNFI sebesar 0.3643 dan untuk PGFI sebesar 0.3138, sedangkan untuk nilai yang dianjurkan adalah 0-1 (lebih besar lebih baik). Berdasarkan uraian diatas didapat kesimpulan bahwa model tidak fit. Model yang tidak fit dapat menyebabkan penelitian ini menjadi tidak berarti, karena salah satu tujuan dari analisis SEM adalah menentukan model yang fit/baik dalam permodelan structural maupun model measurement. Oleh karena itu untuk model yang tidak fit diperlukan beberapa
modifikasi indeks untuk menjawab pertanyaan mengenai
parameter mana yang ditambahkan pada model sehingga menghasilkan model yang fit. Modifikasi indeks menginformasikan penurunan chi-square jika parameter yang sebelumnya merupakan parameter yang ditentukan nilainya sekarang menjadi parameter yang diestimasikan dan model kemudian diestimasikan ulang. Modifikasi indeks yng paling besar menginformasikan parameter mana yang harus dijadikan free dengan menambah hubungan langsung dan atau menambah jumlah kovarians. Modifikasi dapat dilakukan apabila chi-square menurun minimal 3.84 semakin besar semakin baik (Imam Ghozali dan Fuad, 2008).
132
Modifikasi yang dianjurkan oleh LISREL adalah sebagai berikut: 1. Mengkorelasikan dua indicator X8 (IDJ) dan Y1 (IHSG) Mengkorelasikan indicator tersebut maka akan menurunkan nilai chi-square sebesar 30.9 dan menghasilkan kovarians baru sebesar 0.01. Hubungan tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Muhammad Samsul (2006:203), yang menyatakan bahwa hubungan IDJ dengan IHSG adalah berbanding lurus (positif), artinya ketika harga IDJ di Bursa Efek Amerika tinggi maka harga IHSG pun di BEI akan tinggi, dan begitupun sebaliknya. Dan ini menyatakan bahwa seringkali pengaruh indeks internasional yang mempunyai hubungan dagang yang kuat dengan suatu negara, akan berpengaruh besar terhadap
perekonomian
Indonesia.
Karena
untuk
mengetahui
kemajuan dan kemunduran ekonomi suatu negara secara umum salah satunya tercermin dari perubahan indeks harga saham gabungan perusahaan, yang tercatat di bursa efek nasionalnya. Sehingga dapat disimpulkan ketika harga IDJ di bursa efek AS menurun, maka IHSG di BEI pun menurun. Ini terjadi karena ada korelasi yang kuat di dalam kerjasama perdagangan kedua negara ini. Hal yang samapun telah diteliti oleh solnik (1995) dan Pudji Astuti (1997), dan Witjaksono (2009), bahwa bursa internasional berpengaruh terhadap Bursa Efek Indonesia.
133
2. Mengkorelasikan dua indicator X8 (IDJ) dan X5 (harga minyak dunia) Mengkorelasikan indicator tersebut maka akan menurunkan nilai chi-square sebesar 44.9 dan menghasilkan kovarians baru sebesar 0.02. Hubungan tersebut sesuai dengan teori Dorbusch dan Fischer (1987:455), yang menyatakan bahwa hubungan antara pasar modal dengan harga minyak dunia adalah saling keterkaitan, yaitu bahwa harga bahan mentah merupakan faktor yang menentukan biaya dan harga. Dimana perubahan harga minyak dunia memiliki pengaruh besar bagi pasar modal. Pengaruh harga minyak terhadap IDJ adalah negatif. Karena kebijakan harga pemerintah seperti harga bahan bakar minyak akan menyebabkan inflasi Administered Prices. Dimana adanya kenaikan harga secara umum akan berdampak pada berkurangnya daya beli sehingga tingkat hasil riil akan turun. Dengan demikian, apabila inflasi naik, maka investor akan menginginkan kenaikan hasil nominal guna melindungi tingkat inflasi riilnya. (Rodoni dan Ali, 2010:184). Hal ini juga turut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Lutz Kilian dan Cheolbeom Park (2007), yang menyatakan perubahan minyak dunia berpengaruh positif terhadap pasar modal di Amerika Serikat, yang apabila meningkatnya harga minyak dunia disebabkan oleh perekonomian global, dan berpengaruh negatif apabila meningkatnya permintaan minyak dunia akibat ketidakpastian ketersediaan minyak di masa depan. 134
3. Mengkorelasikan dua indicator X5 (harga minyak dunia) dan Y1 (IHSG). Mengkorelasikan indicator tersebut maka akan menurunkan nilai chi-square sebesar 34.0 dan menghasilkan kovarians baru sebesar 0.03. Hubungan tersebut sesuai dengan teori, Dorbusch dan Fischer (1987:455), yang menyatakan bahwa hubungan antara pasar modal dengan harga minyak dunia adalah saling keterkaitan, yaitu bahwa harga bahan mentah merupakan faktor yang menentukan biaya dan harga. Dimana perubahan harga minyak dunia memiliki pengaruh besar bagi pasar modal. Pengaruh harga minyak dunia terhadap IHSG adalah berbanding terbalik (negatif), artinya semakin tinggi harga minyak dunia, maka harga IHSG akan mengalami penurunan. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Witjaksono (2009), bahwa harga minyak dunia adalah bebanding lurus (positif) terhadap IHSG. Ini dikarenakan perdagangan saham di BEI didominasi oleh perdagangan sektor pertambangan. Ini berarti dengan peningkatan harga minyak akan memicu kenaikan harga bahan tambang secara umum. Dan kenaikan harga saham pertambangan tentu akan mendorong kenaikan IHSG. Namun hasil temuan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Brealey,dkk (2006:314), yang menyatakan perubahan biaya energi akan mempengaruhi sebagian besar laba dan harga saham perusahaan, sehingga akan mempengaruhi seluruh pasar sekuritas dan perekonomian.
135
4. Mengkorelasikan dua indicator X4 (Jumlah Uang Beredar) dan X3 (Nilai tukar Rp/US$) Mengkorelasikan indicator tersebut maka akan menurunkan nilai chi-square sebesar 47.5 dan menghasilkan kovarians baru sebesar 0.00. Hubungan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Samsul (2006:210), yang mengemukakan jika jumlah uang beredar meningkat, maka akan terjadi inflasi. Inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian secara menyeluruh, yaitu dapat membuat perusahaan mengalami kebangkrutan. Karena meningkatnya jumlah uang beredar akan mendepresiasikan nilai tukar. Sehingga nilai tukar uang tersebut akan lebih rendah niai riilnya, dibandingkan dengan nilai nominalnyajika ditukarkan. 5. Mengkorelasikan dua indikator X2 (Suku bunga SBI) dan Y1 (IHSG) Mengkorelasikan indicator tersebut maka akan menurunkan nilai chi-square sebesar 24.3 dan menghasilkan kovarians baru sebesar 0.00. Hubungan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Samsul (2006:201), yang mengemukakan bahwa naiknya suku bunga SBI, berarti menaiknya tingkat bunga pinjaman. Kenaikan tingkat bunga pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih, yang sebagai akibatnya turunnya harga saham dipasar. Penjualan saham secara besar-besaran akan menjatuhkan indeks harga saham gabungan di BEI. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh 136
Tandelilin (2010;343) yang menyatakan, bahwa tingkat bunga yang tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (Present Value) aliran kas perusahaan sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Dan hal ini juga turut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Witjaksono (2009) dan Dimas (2010), yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI mempunyai pengaruh negatif terhadap IHSG di BEI. 6. Mengkorelasikan dua indicator X3 (Nilai tukar Rp/US$) dan Y2 (Volume Perdagangan) Mengkorelasikan indicator tersebut maka akan menurunkan nilai chi-square sebesar 19.3 dan menghasilkan kovarians baru sebesar -0.01. Hubungan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lipsey (1997:207), yang menyatakan bahwa arus modal yang besar dapat mempengaruhi nilai tukar, sehingga mengakibatkan apresiasi nilai mata uang pengimpor modal. Pengapresiasian nilai tukar akan menaikkan harga IHSG di BEI, apabila hal yang terjadi itu dibarengi dengan peningkatan volume perdagangan dan peningkatan harga. Maka ini merupakan gejala yang semakain kuat akan kondisi yang bullish di bursa efek Indonesia (Husnan,1998:335). Hal yang serupa pun, dikemukakan oleh Tandelilin (2010:510), nilai tukar mempunyai risiko yang berkaitan dengan ketidakpastian pergerakan nilai tukar antara mata uang domestik (mata uang negara investor) dan mata uang 137
luar negeri dimana investasi internasional dilakukan. Seorang investor akan menghadapi risiko jika ternyata aliran kas yang diperoleh tidak bisa ditukarkan atau nilai tukarnya berubah, dan merugikan investor setelah dikonversi ke dalam mata uang asing. Sehingga akan menurunkan minat beli, dan akan mempengaruhi nilai perdagangan di BEI. Dan hal ini juga turut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Habib (2007), yang menyatakan bahwa Nilai tukar Rp/US$, mempunyai pengaruh positif terhadap Volume Perdagangan. Bahwa semakin
tinggi
kurs
dollar
menyebabkan
kenaikan
volume
perdagangan saham. 7. Mengkorelasikan dua indikator X8 (IDJ) dan X3 (Nilai tukar Rp/US$) Mengkorelasikan indicator tersebut maka akan menurunkan nilai chi-square sebesar 24.3 dan menghasilkan kovarians baru sebesar 0.00. Hubungan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lipsey (1997:207), yang menyatakan bahwa arus modal yang besar dapat mempengaruhi nilai tukar, sehingga mengakibatkan apresiasi nilai mata uang pengimpor modal. Pengapresiasian nilai tukar akan menaikkan harga saham gabungan di bursa efek negara tersebut, apabila hal yang terjadi itu dibarengi dengan peningkatan volume perdagangan dan peningkatan harga. Maka ini merupakan gejala yang semakain kuat akan kondisi yang bullish di bursa efek suatu negara. (Husnan,1998:335).
138
Berdasarkan beberapa modifikasi yang dilakukan oleh LISREL (Linear Structural Relationship), dan dengan menghilangkan variabel Indeks NIKKEI karena tidak signifikan,dengan prestasi indeks pasar suatu negara, maka dapat diperoleh output kesesuaian model sebagai berikut : Tabel 4.14 Hasil Uji Godness of Fit Setelah Modifikasi Indikator Fit Probabilitas Normed chi-square (X²/df)
RMSEA
Nilai yang Hasil Model Direkomendasikan Absolute Fit P > 0.05 0.0051 <2 2 < X²/df < 5 3.4017 < 0.10 0.1553 < 0.05 < 0.01
P-value for test of close fit GFI AGFI NFI NNFI CFI RFI PNFI PGFI (Sumber: Data diolah)
> 0.05
0.000
> 0.90 0.8447 > 0.90 0.6837 Comparative Fit 0.9 0.9198
Evaluasi Model Signifikan
Good Fit Kurang Fit Tidak Fit Cukup Fit Cukup Fit Good Fit
0.9
0.9018
Good Fit
0.9 0.9 Parsimonius Fit 0–1 0–1
0.9411 0.8664
Good Fit Cukup Fit
0.5519 0.4147
Cukup Fit Cukup Fit
139
Koefisien Goodness of Fit Index diatas menunjukkan adanya kecocokan model dengan tingkat kecocokan yang cukup baik. Hal ini dapat ditujukan dari beberapa indikator fit diantaranya adalah sebagai beikut : 1. Normed Chi-Square (X²⁄df) dan Probabilitas. X2/df mempunyai nilai sebesar 3.4017. Hasil ini menunjukan bahwasanya model good fit, hal ini disesuaikan dengan standar penilaian kesesuaian yang dilakukan oleh Kelloway (1998) menyatakan bahwa model dikatakan fit jika 2 < X²⁄df < 5 dan dikatakan overfitting nilai normed chi-square < 2. Selanjutnya, nilai P = 0.000 yang menunjukan hasil yang signifikan, hal ini menunjukan data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan SEM (Imam Ghozali, 2008:30). 2. RMSEA ( Root Mean Square Error of Appoximation ) mempunyai nilai sebesar 0.1553 yang menunjukkan bahwa model adalah kurang fit. Hal tersebut berdasarkan penelitian MacCallum et al (1996) dalam Imam Ghozali (2008 : 32) yang menyatakan bahwa nilai RMSEA berkisar antara 0.08 – 0.1, dan hasil penelitian menunjukan bahwa model memiliki fit yang kurang baik. 3. P-Value for test of close fit dalam penelitian ini sebesar 0.000. Hal ini menunjukan bahwa model memiliki fit yang kurang, hal ini berdasarkan penelitian Joreskog (1996) dalam Imam Ghozali (2008:32) yang menganjurkan bahwa nilai P-value for test of close fit harus lebih besar daripada 0.5. 140
4. GFI ( Goodness of Fit Index ) yang mempunyai nilai sebesar 0.8447, yang menunjukkan bahwa model adalah cukup fit, karena mendekati nilai yang direkomendasikan sebesar 0.90. 5. AGFI ( Adjusted Goodness of Fit Index ) yang mempunyai nilai sebesar 0.6837 lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu 0.90, sehingga dapat dikatakan bahwa model adalah kurang fit. 6. NFI ( Normed Fit Index ) menunjukkan bahwa model memiliki fit yang baik. Ini dapat dilihat dari nilai NFI yaitu sebesar 0.9198, nilai tersebut lebih besar dari nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0.90. 7. NNFI / Tucker Lewis Index (TLI) yang mempunyai nilai sebesar 0.9018, menunjukkan bahwa model adalah cukup fit, karena nilai tersebut lebih rendah dari nilai yang direkomendasikan yaitu 0.90. 8. CFI ( Comparative Fit Index ) mempunyai nilai sebesar 0.9411 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0.90, sehingga dapat dikatakan bahwa model adalah good fit. 9. RFI ( Relative Fit Index ) mempunyai nilai sebesar 0.8664 lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0.90, sehingga dapat dikatakan bahwa model memiliki fit yang cukup baik. 10. PNFI ( Parsimony Normed Fit Index ) menunjukkan bahwa model adalah cukup fit, ini dapat dilihat dari nilai PNFI yang sebesar 0.5519, nilai tersebut berkisar 0-1 dimana nilai yang mendekati 1 tersebut menunjukkan model cukup fit. 141
11. PGFI ( Parsimony Goodness Fit Index ) mempunyai nilai sebesar 0.4147 sehingga dikatakan bahwa model cukup fit karena nilai tersebut berkisar 0- 1 dimana nilai yang mendekati 1 tersebut menunjukkan model cukup fit. Berdasarkan pada nilai-nilai koefisien diatas yang memenuhi pesyaratan kecocokan sebuah model, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum, model yang diperoleh memiliki tingkat kecocokan yang cukup baik. c. Evaluasi Model Pengukuran Setelah dilakukan pengujian model secara keseluruhan dan didapatkan bahwa model secara umum memiliki fit yang baik secara kseluruhan, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi model pengukuran yang berfokus pada hubungan-hubungan antara variabel laten dengan indikatornya (variabel manifest). Adapun tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menganalisis kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel latennya dan untuk mengetahui seberapa besar proporsi varians yang dijelaskan oleh variabel latennya (sedangkan sisanya dijelaskan oleh measurement error) serta untuk melihat apakah seluruh jalur yang dihipotesiskan memiliki tingkat signifikansi yang baik atau tidak. Untuk mengetahui apakah masing-masing jalur memiliki tingkat signifikansi yang tinggi atau tidak dilakukan dengan melihat nilai t-hitung yang diperoleh. Sebuah jalur dikatakan signifikans jika nilai t-hitung untuk jalur tersebut
142
lebih besar dari 1,96. Berikut diagram yang berisikan nilai-nilai T-Value dan nilai estimasi parameter (loading) untuk seluruh koefisien jalur :
143
(Sumber:Data diolah) Gambar 4.14 Path Diagram T-Value
(Sumber: Data diolah) Gambar 4.15 Path Diagram Estimate 144
Berdasarkan path diagram diatas, evaluasi model pengukuran dapat disimpulkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.15 Tabel Evaluasi Model Pengukuran Path Hubungan Variabel Konstruk
Factor
dengan Indikatornaya.
Loading
t-value
Hasil
Makroekonomi Domestik
X1 0.05467
0.4750
Tidak Signifikan
Makroekonomi Domestik
X2 0.1467
6.0956
Signifikan
Makroekonomi Domestik
X3 -0.0268
-3.8215
Signifikan
Makroekonomi Domestik
X4 -0.3106
-14.067
Signifikan
Makroekonomi Asing
X5 0.3928
10.6525 Signifikan
Makroekonomi Asing
X6 0.4253
14.1345 Signifikan
Makroekonomi Asing
X8 0.03974
2.8032
Signifikan
Prestasi Indeks Pasar
Y1 1.000
-
Signifikan
Prestasi Indeks Pasar
Y2 1.8058
12.306
Signifikan
Prestasi Indeks Pasar
Y3 0.9831
6.6840
Signifikan
(Sumber : Data diolah) Berdasarkan path diagram diatas didapat hubungan antara indicator terhadap variabel latennya yaitu sebagai berikut : 1. X1 (Inflasi) terhadap Makroekonomi Domestik. Inflasi memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Makroekonomi Domestik. Hal ini dapat ditunjukan dari nilai loading yaitu sebesar 0.05467 dan nilai t-hitung sebesar 0.4750 yang lebih kecil dari t-tabel yaitu sebesar -1.96. 145
2. X2 (Suku Bunga SBI) terhadap Makroekonomi Domestik. Variabel manifest suku bunga SBI, memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap variabel latennya yaitu Makroekonomi Domestik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai loadingnya yaitu sebesar 0.1467 dan nilai t-hitung nya sebesar 6.0956, yang lebih besar dari nilai t-tabel 1.96. 3. X3 (Nilai tukar Rp/US$) terhadap Makroekonomi Domestik Variabel manifest nilai tukar Rp/US$, memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap variabel latennya yaitu Makroekonomi Domestik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai loadingnya yaitu sebesar -0.0268 dan nilai t-hitung nya sebesar -3.8215, yang lebih besar dari nilai t-tabel 1.96. 4. X4 (Jumlah Uang Beredar) terhadap Makroekonomi Domestik. Variabel manifest jumlah uang beredar, memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap variabel latennya yaitu Makroekonomi Domestik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai loadingnya yaitu sebesar -0.3106 dan nilai t-hitung nya sebesar -14.067, yang lebih besar dari nilai t-tabel 1.96. Variabel jumlah uang beredar ini merupakan indicator yang paling mewakili variabel latennya, ini dapat dilihat dari nilai loading nya yang lebih besar daripada indicator inflasi
146
(0.05467), SBI (0.1467), dan Nilai tukar Rp/US$ (-0.0268), yaitu sebesar -0.3106. 5. X5 (Harga Minyak Dunia) terhadap Makroekonomi Asing. Variabel manifest harga minyak dunia, memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap variabel latennya yaitu Makroekonomi Asing. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai loadingnya yaitu sebesar 0.3928 dan nilai t-hitung nya sebesar 10.6525, yang lebih besar dari nilai t-tabel 1.96. 6. X6 (Harga Emas Dunia) terhadap Makroekonomi Asing. Variabel manifest harga emas dunia, memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap variabel latennya yaitu Makroekonomi Asing. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai loadingnya yaitu sebesar 0.4253 dan nilai t-hitung nya sebesar 14.1345, yang lebih besar dari nilai t-tabel 1.96. Variabel harga emas dunia ini merupakan indicator yang paling mewakili variabel latennya, ini dapat dilihat dari nilai loading nya yang lebih besar dari pada indicator harga minyak dunia (0.3928), dan indeks dow jones (0.03974), yaitu sebesar 0.4253. 7. X8 (Indeks Dow Jones) terhadap Makroekonomi Asing. Variabel manifest Indeks Dow Jones, memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap variabel latennya yaitu Makroekonomi Asing. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai loadingnya yaitu sebesar 147
0.03974 dan nilai t-hitung nya sebesar 2.8032, yang lebih besar dari nilai t-tabel 1.96. 8. Y1 (IHSG) terhadap Prestasi Indeks Pasar Suatu Negara. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), merupakan indicator dari variabel laten prestasi indeks pasar suatu negara, dimana variabel ini merupakan indicator yang paling mewakili variabel latennya. Sehingga variabel ini merupakan variabel yang signifikan dengan nilai estimasi parameter sebesar 1.000 terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. 9. Y2 (Volume Perdagangan) terhadap Indeks Pasar Suatu Negara. Variabel manifest Volume perdagangan, memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap variabel latennya yaitu Prestasi Indeks pasar suatu negara. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai loadingnya yaitu sebesar 1.8058 dan nilai t-hitung nya sebesar 12.3016, yang lebih besar dari nilai t-tabel 1.96. Variabel volume perdagangan ini merupakan indicator yang paling mewakili variabel latennya, ini dapat dilihat dari nilai loading nya yang lebih besar dari pada indicator indeks harga saham gabungan yaitu sebesar 1.8512, sedangkan indicator volume perdagangan memiliki nilai loading sebesar 1.000.
148
10. Y3 (Nilai Kapitalisasi Pasar) terhadap Indeks Pasar Suatu Negara Variabel manifest Nilai Kapitalisasi Pasar, memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap variabel latennya yaitu Prestasi Indeks pasar suatu negara. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai loadingnya yaitu sebesar 0.9831 dan nilai t-hitung nya sebesar 6.6840, yang lebih besar dari nilai t-tabel 1.96 Berdasarkan gambar 4.15 diatas dan hasil analisis terhadap nilai estimasi parameter serta nilai t-value dari jalur individual antara indicator terhadap variable latennya, dapat disimpulkan secara keseluruhan variable manifest (indicator) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variable latennya, hal tersebut dapat dilihat dari nilai t-value (t-hitung) hubungan indicator terhadap variable laten yang memiliki nilai lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 1.96. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indicator memiliki kontribusi yang besar terhadap variable latennya. d. Pengujian Hipotesis Tujuan dalam
menilai
model
struktural
adalah
untuk
memastikan bagaimana hubungan - hubungan yang dihipotesiskan pada model konseptualisasi. Berdasarkan gambar 4.14 dan 4.15, output hubungan antara variabel eksogen dan endogen maupun hubungan antara variabel endogen dari model structural menyeluruh dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
149
Tabel 4.16 Hasil perhitungan pengaruh antar variabel laten Hipotesis
Variabel Independen
Variabel Dependen
Factor Loading (t-value)
Hasil
H1
Makroekonomi Domestik
Prestasi Indeks Pasar suatu negara
-0.5863 (-4.9160)
Signifikan
H2
Makroekonomi Asing
Prestasi Indeks Pasar suatu negara
-0.0022 (-0.01958)
Tidak Signifikan
(Sumber: Data diolah) Untuk melihat apakah ada pengaruh antara variabel makroekonomi domestik dan makroekonomi asing terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. Dari output yang ditampilkan dengan path diagram dan ditunjukkan dengan tabel, maka didapatlah hubungan dan pengaruh sebagai berikut : 1. Pengaruh antara faktor makroekonomi domestik, terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. Ho: tidak terdapat pengaruh signifikan antara faktor makroekonomi domestik (inflasi,suku bunga SBI, nilai tukar Rp/US$, dan jumlah uang beredar), terhadap prestasi indeks pasar suatu negara (IHSG, Volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar). Ha:
terdapat pengaruh signifikan antara faktor makroekonomi domestik (inflasi,suku bunga SBI, nilai tukar Rp/US$, dan jumlah uang beredar), terhadap prestasi indeks pasar suatu
150
negara (IHSG , Volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar). Berdasarkan tabel 4.16 di atas
pengujian terhadap pengaruh
Makroekonomi Domestik terhadap Prestasi indeks pasar suatu negara, menghasilkan koefisien path negatif dan signifikan, ini dapat dilihat dari koefisien path sebesar -0.5863 dan nilai t-value sebesar -4.9160 yang lebih besar dari 1.96. Hasil tersebut menunjukan bahwa variabel Makroekonomi Domestik berpengaruh negatif terhadap prestasi indeks pasar suatu negara, artinya semakin tinggi kebijakan makroekonomi domestik baik itu oleh inflasi,suku bunga SBI, nilai tukar Rp/US$, maupun oleh Jumlah uang beredar, maka akan semakin menurun prestasi indeks pasar suatu negara. Hasil ini sesuai dengan teori yang dibangun, karena ketidakpastian kondisi ekonomi
makro
merupakan
contoh
dari
risiko
sitematis
yang
mempengaruhi sejumlah besar aset perusahaan. Sehingga kecenderungan adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada lingkungan ekonomi makro dan kinerja pasar modal. Dan hipotesis penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara makroekonomi domestik terhadap prestasi indeks pasar suatu negara, dengan demikian maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. 2. Pengaruh makroekonomi asing terhadap prestasi indeks pasar suatu negara Ho: tidak terdapat pengaruh signifikan antara faktor makroekonomi asing (harga minyak dunia, harga emas dunia, indeks Dow
151
Jones), terhadap prestasi indeks pasar suatu negara (IHSG, Volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar). Ha:
terdapat pengaruh signifikan antara faktor makroekonomi asing (harga minyak dunia, harga emas dunia, dan Indeks Dow Jones), terhadap prestasi indeks pasar suatu negara (IHSG, Volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar).
Berdasarkan tabel 4.16 diatas, pengujian terhadap pengaruh Makroekonomi Asing terhadap Prestasi Indeks pasar suatu negara menghasilkan koefisien path sebesar -0.0022 dan nilai t-hitung sebesar, -0.01958 yang lebih kecil dari t-tabel 1.96. Hasil tersebut menunjukan bahwa variabel Makroekonomi Asing berpengaruh negatif terhadap nilai prestasi indeks pasar suatu negara, yang berarti semakin tinggi nilai makroekonomi asing baik itu harga minyak dunia, harga emas dunia, maupun indeks dow jones maka nilai prestasi indeks pasar suatu negara akan semakin menurun. Hasil temuan ini bertolak belakang dengan teori dan hipotesis yang menyatakan bahwa makroekonomi asing berpengaruh dan signifikan terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. Dan hipotesis dalam penelitian ini menyatakan bahwa makroekonomi asing berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai , dengan demikian maka telah cukup bukti untuk menolak Ha dan menerima Ho. 3. Interpretasi Hasil Dari hasil pengujian hipotesis diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama saja yang terbukti, sedangkan hipotesis yang kedua tidak 152
terbukti. Bagian ini berisi pembahasan terperinci atas pengujian masingmasing hipotesis. 1. Pengaruh Makroekonomi Domestik terhadap prestasi indeks pasar suatu negara . Pengujian
terhadap
hipotesis
Ha
menunjukan
bahwa
Makroekonomi Domestik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap prestasi indeks pasar suatu negara, yang dapat dilihat dari nilai koefisien path sebesar -0.5863 dan nilai t-hitung sebesar -4.9160. Hasil temuan ini terbukti menerima hipotesis 1 (Ha) yang menyatakan bahwa Makroeokonomi Domestik mempunyai pengaruh signifikan terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. Hasil ini konsisten dengan teori yang dikemukakan samsul (2006:201), bahwa variabel makroekonomi suatu negara mempunyai pengaruh terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. Seperti halnya, inflasi
yang
berlebihan
dapat
merugikan
perekonomian
secara
menyeluruh, yaitu dapat membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan, yang akan menjatuhkan harga saham di pasar. Sehingga akan membuat para investor akan melepas kepemilikan sahamnya, pelepasan kepemilikan saham secara besar-besaran akan berdampak kepada penurunan prestasi indeks pasar suatu negara. Begitupun dengan uang beredar, jika jumlah uang beredar meningkat maka tingkat suku bunga akan naik. Menurut Tandelilin (2010:343), tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan 153
peningkatan atas investasi pada suatu saham. Disamping itu tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Dan ini semua berarti akan menurunkan prestasi indeks pasar suatu negara, karena banyaknya aksi jual yang dilakukan. Dan gejala penurunan harga yang dibarengi dengan menaiknya volume perdagangan di Bursa Efek mengindikasikan, bahwa pasar modal dalam keadaan bearish atau menurun. Sehingga akan menurunkan prestasi indeks pasar suatu negara, karena banyaknya para investor yang melakukan pelepasan kepemilikan sahamnya. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lipsey,dkk (1997:207). Arus modal yang kecil dapat mempengaruhi nilai tukar, sehingga mengakibatkan depresiasi nilai mata uang negara pengimpor modal. Pendepresiasian nilai tukar akan menurunkan harga IHSG di BEI, dan penurunan harga IHSG di BEI karena terdepresiasi nilai tukar maka akan menaikkan volume perdagangan dan menurunkan nilai kapitalisasi pasar modal. Dan penurunan harga IHSG yang dibarengi dengan meningkatnya volume perdagangan, maka keadaan ini menandakan bahwa pasar modal dalam keadaan menurun, sehingga dapat menurunkan prestasi indeks pasar suatu negara.
154
Hasil ini juga sesuai dengan hasil temuan Habib (2007), yang menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai tukar akan menyebabkan kenaikan volume perdagangan. Hasil penelitian Witjaksono (2009), yang menunjukkan bahwa suku bunga SBI dan Kurs Rupiah berpengaruh terhadap IHSG. Hasil yang serupapun ditunjukkan oleh Heryanto (2010), yang mengatakan bahwa inflasi mempunyai pengaruh terhadap volume perdagangan, hasil penelitian Dimas (2010), yang mengatakan suku bunga SBI dan inflasi berpengaruh terhadap IHSG. Dan juga hasil temuan yang dilakukan oleh Perez de Gracia (2008), yang mengatakan bahwa volatilitas lebih banyak terjadi pada masa pasar bearish dibandingkan dengan masa pasar bullish, ini karena para investor tidak ingin mengalami kerugian yang lebih lanjut, jika terjadi koreksi saham. Sehingga ia lebih memilih untuk menyelamatkan assetnya. Dengan demikian, maka fluktuasi yang terjadi di pasar modal akan terkait dengan perubahan yang terjadi pada berbagai variabel ekonomi makro. Hal ini karena kecenderungan adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada lingkungan makro dan kinerja suatu pasar modal. Pasar modal mencerminkan apa yyang terjadi pada perekonomian makro, karena nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang disyaratkan atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan ekonomi makro (Tandelilin, 2010:340).
155
2. Pengaruh Makroekonomi Asing terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. Pengujian
terhadap
hipotesis
Ha
menunjukkan
bahwa
Makroekonomi Asing berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap prestasi indeks pasar suatu negara, yang dapat dilihat dari nilai koefisien path sebesar -0.00022 dan nilai t-hitung sebesar -0.01958. Hasil temuan ini terbukti menolak hipotesis 2 (Ha) yang menyatakan
bahwa
Makroekonomi
asing
mempunyai
pengaruh
signifikan terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. Hasil ini bertolak belakang dengan teori yang dikemukakan oleh Rodoni dan Ali (2010:182), yang menyatakan bahwa kondisi ekonomi makro merupakan contoh dari risiko sitematis yang mempengaruhi sejumlah besar aset perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan penyebab turunnya return saham, yaitu kepekaan perusahaan terhadap tekanan kondisi ekonomi makro, yang dapat menurunkan pretasi indeks pasar suatu negara. Hasil ini juga bertolak belakang dengan hasil penelitian Lutz Kilian dan Cheolbeom Park (2007), yang menyatakan bahwa harga minyak dunia dapat mempengaruhi keadaan pasar modal di negara Amerika Serikat. Namun hasil temuan ini mendukung penelitian Gumanti dan Palupi (2010) yang menyatakan bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan volume perdagangan saat krisis di AS, dimana IDJ menurun tajam, dibandingkan dengan hari-hari perdagangan biasanya di bursa, 156
dimana
artinya
bahwa
krisis
kredit
perumahan
di
AS
tidak
mempengaruhi para investor Indonesia dalam melakukan aksi jual beli sekuritas. Dengan kata lain, informasi yang diserap oleh pasar modal Indonesia dengan adanya krisis di AS ini, tidak menyebabkan perbedaan volume perdagnagn di bursa, artinya para investor melakukan aksi jual beli di bursa sperti hari-hari perdagnagn biasanya. Karena investor lebih selektif dalam menyerap dan menyaring informasi publik sebagai dasar tindakan dalam melakukan jual beli di bursa saham. Dan ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Brealey,dkk (314:2006), perusahaan yang menjual bahan pokok, akan tetap merasakan permintaan produk mereka yang relatif stabil pada masa baik dan buruk. Sehingga dapat disimpulkan perubahan naik turunnya makroekonomi asing terhadap prestasi tidak terlalu berpengaruh, ini dikarenakan industri saham yang tercatat di BEI sebagian besar didominasi oleh industri manufaktur, yang akan tetap merasakan permintaan produk relatif stabil pada masa baik dan buruk, dan investor keadaan investor yang lebih selektif dalam menyerap dan menyaring informasi publik sebagai dasar tindakan dlam melakukan aksi jual di bursa saham. Dan sesuai dengan Siegel (1991), bahwa perubahan harga saham terjadi sebelum terjadinya perubahan ekonomi. Ini karena harga saham yang terbentuk merupakan cerminan ekspektasi investor terhadap earning, dividen, maupun tingkat bunga yang akan terjadi. Hasil estimasi 157
investor terhadap ketiga variabel tersebut, akan menentukan berapa harga saham yang sesuai. Dengan demikian, harga saham yang sudah terbentuk akan merefleksikan ekspektasi investor atas kondisi ekonomi dimasa datang, bukan kondisi saat ini. Hasil temuan ini, juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abbas Valadkhani dan Charles Havie (2006), yang menyatakan bahwa variabel makroekonomi dan bursa internasional tidak memberikan pengaruh yang signifikan, terhadap pergerakan bursa saham Thailand.
158
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel Makroekonomi Domestik berpengaruh negatif signifikan terhadap prestasi indeks pasar suatu negara, artinya semakin tinggi kebijakan makroekonomi domestik baik itu oleh inflasi,suku bunga SBI, nilai tukar Rp/US$, maupun oleh Jumlah uang beredar, maka akan semakin menurun prestasi indeks pasar suatu negara. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lipsey,et al (1997:207). Arus modal yang kecil dapat mempengaruhi nilai tukar, sehingga mengakibatkan depresiasi nilai mata uang negara pengimpor modal. Pendepresiasian nilai tukar akan menurunkan harga IHSG di BEI, dan penurunan harga IHSG di BEI karena
terdepresiasi
nilai
tukar
maka
akan
menaikkan
volume
perdagangan dan menurunkan nilai kapitalisasi pasar modal. Dengan demikian, maka fluktuasi yang terjadi di pasar modal akan terkait dengan perubahan yang terjadi pada berbagai variabel ekonomi makro. Pasar modal mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro, karena nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang disyaratkan atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat
dipengaruhi
oleh
perubahan
lingkungan
ekonomi
makro
(Tandelilin, 2010:340). Hasil ini juga sesuai dengan hasil temuan Habib 159
(2007), yang menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai tukar akan menyebabkan kenaikan volume perdagangan. Hasil penelitian Witjaksono (2009), yang menunjukkan bahwa suku bunga SBI dan Kurs Rupiah berpengaruh terhadap IHSG. Hasil yang serupapun ditunjukkan oleh Heryanto (2010), yang mengatakan bahwa inflasi mempunyai pengaruh terhadap volume perdagangan, hasil penelitian Dimas (2010), yang mengatakan suku bunga SBI dan inflasi berpengaruh terhadap IHSG. 2. Variabel Makroekonomi Asing berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai prestasi indeks pasar suatu negara, yang berarti semakin tinggi nilai makroekonomi asing baik itu harga minyak dunia, harga emas dunia, maupun indeks dow jones maka nilai prestasi indeks pasar suatu negara akan semakin menurun. Hasil temuan ini bertolak belakang dengan teori dan hipotesis yang menyatakan bahwa makroekonomi asing berpengaruh dan signifikan terhadap prestasi indeks pasar suatu negara. Hasil ini tidak mendukung teori yang telah dibangun, dimana kondisi ekonomi makro merupakan contoh dari risiko sitematis yang mempengaruhi sejumlah besar aset perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan penyebab turunnya return saham, yaitu kepekaan perusahaan terhadap tekanan kondisi ekonomi makro, yang dapat menurunkan pretasi indeks pasar suatu negara. Namun hasil temuan ini mendukung penelitian Gumanti dan Palupi (2010) yang menyatakan bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan volume perdagangan saat krisis di AS, dimana IDJ menurun tajam, dibandingkan dengan hari-hari perdagangan biasanya di bursa, dimana 160
artinya bahwa krisis kredit perumahan di AS tidak mempengaruhi para investor Indonesia dalam melakukan aksi jual beli sekuritas. B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka penulis mencoba mengemukakan implikasi yang mungkin bermanfaat di antaranya : 1. Untuk Pemerintah Berdasarkan hasil temuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pemerintah dan pihak yang terkait dalam pengambilan kebijakan dari penerapan kebijakan makroekonomi di dalam negaranya. Pemerintah sebaiknya dengan hasil temuan ini menjadi dasar dalam pengambilan keputusan terutama menganai kebijakan moneter yang akan diambilnya. Karena kebijakan apapun yang diambilnya, akan mempengaruhi nilai prestasi indeks pasar suatu negara. Sehingga pemerintah harus dengan cermat menyikapi kebijakan yang akan diambilnya.. 2. Untuk Investor Harapan setiap investor adalah mendapatkan profit (keuntungan) dari setiap investasi yang dilakukannya. Adanya hasil temuan-temuan dalam penelitian ini, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi para investor sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada perusahaanperusahaan tertentu dengan mempertimbangkan keadaan makroekonomi negara yang akan diinvestasikannya.
161
3. Untuk Akademisi Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya yang akan membahas mengenai variabel makro ekonomi. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya memperbanyak tahun penelitian, dan jumlah variabel makroekonomi misalnya : menilai faktor ekonomi suatu negara dengan menggunakan variabel cadangan devisa, transaksi berjalan, net buying asing dan juga dengan menggunakan variabel PDB.
162
DAFTAR PUSTAKA Atmaja, Lukas Setia. “Teori dan Praktek Manajemen Keuangan”. Yogyakarta: Andi. 2008. Faried, Asbi Rachman. “Analisis Pengaruh Faktor Fundaental dan Nilai Kapitalisasi Pasar terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur di BEI Periode 2002-2006”. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. 2008. Boediono. “Ekonomi Moneter”. Edisi ke Tiga. Yogyakarta: BPFE. 1985. Brealey,
Richard
A
Stewart,
dkk.
“Manajemen
Keuangan
Perusahaan”. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2006. Brue, Mc-Connell. “Macroeconomics”. Fifteenth editions. New York: Mc.Graw-Hill.2002. Case, Karl E dan Ray C.Fair. “Prinsip-prinsip Ekonomi Makro”. Edisi Lima. Jakarta: Prenhallindo. 2001. Case, Fair & Oster. “Principle of Makroeconomics, 9th Edition”. New Jersey: Pearson Education Inc. 2009. Colander, C. David. “Macro Economics”. New York: The McGraw Hill Company. 2004. Cunado. J. L.A. Gil-Alana. F. Perez de Gracia. “Stock Market Volatility in US Bull and Bear Markets”. Journal of Money, Investment and Banking- Issue I. 2008. Darmadji Tjiptono dan Fakhrudin Hendy. “Pasar Modal Indonesia pendekatan Tanya jawab”. Jakarta: Salemba Empat. 2001. Dorbush,
Rudiger
dkk.
“Makroekonomi”.
Edisi
Keempat.
Jakarta:Erlangga. 1987. Direktorat Internasional Bank Indonesia. “Perkembangan ekonomi dan kerjasama internasional”. Triwulan 1. 2010. Fabozzi, Frank J dkk. “Pasar dan Lembaga Keuangan”. Buku Satu. Jakarta: Salemba Empat. 1999. 163
Ghozali, Imam. “Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan Program Lisrel 8.80”.
Semarang: Badan Penerbit
UNDIP. 2008. Gumanti, Tatang A dan Palupi, Karvina W. “Reaksi Pasar Modal Indonesia Terhadap Krisis Subprime Mortgage di Amerika Serikat”. Jurnal Telaah Akuntansi dan Bisnis, Vol.1, No.2. 2010. Habib, Mochammad Ludfi. “Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI dan Nilai Kurs Dollar AS terhadap Volume Perdagangan Saham (Studi di Bursa Efek Jakarta)”. Skripsi Sarajana Fakultas Ekonomi Brwijaya. Malang. 2007. Halim, Abdul. “Analisis Investasi”. Edisi 2. Jakarta:Salemba Empat. 2005. Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. FEIS UIN Press. Jakarta. 2010. Hendrawijaya Dj, Michael. “Analisis Pebandingan Harga Saham, Volume Perdagangan saham, dan Abnormal Return Saham Sebelum dan Sesudah Pemecahan Saham”. Tesis, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. Semarang. Heryanto. “Analisis Inflasi, BI rate, Kurs Rupiah, dan Jumlah Uang Beredar, terhadap volume perdagangan saham di BEI”. Skripsi FEB Manajemen, UIN Syahid. Jakarta. 2010. Husnan, Suad. “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Indraloka,
Dimas
Ngurah.
“Analisis
Pengaruh
Variabel
Makroekonomi dan Harga Minyak Dunia terhadap IHSG di BEI”. Skripsi FEB Manajemen, Universitas UIN Syahida. Jakarta. 2010. Jogiyanto. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”. Edisi Kedua. Yogyakarta:BPFE. 1998.
164
Judisseno, Rimsky. “Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia”. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 2005. Khalwaty, T. “Inflasi Dan Solusinya”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2001. Kuncoro,
Mudrajad.
Perekonomian
“Dampak Rakyat”.
Krisis Edisi
Ekonomi
Kelima.
Terhadap
Jurnal
Dialog
KOebijakan publik.2009. Kuntjoro, Dorodjatun. “Mau Ke Mana Pembangunan Ekonomi Indonesia”. Jakarta: Prenada. 2003. Lipsey, G Richard. Paul N Courant. Douglas D. Purvis,dkk. “Pengantar
Makroekonomi”.
Edisi
Kesepuluh.
Jilid
2.
Jakarta:Binarupa Aksara. 1997. Lutz Kilian and Cheolbeom Park. “The Impact of Oil Price Shocks on the U.S. Stock Market” . Athens University of Economics and Business. Athens. 2002. Mankiw N, Gregory. “Macroeconomics”. Ninth Edition. NewYork:McGraw-Hill. 2003. Miskhin, Fredric S. ”Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan”. Edisi 8 Salemba Empat, Jakarta, 2008. Munawarah. “Analisis Perbandingan Abnormal Return dan Trading Volume Acivity Sebelum dan Setelah Suspend BEI”. Tesis, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. Semarang. Muttaqin, Firman. “Pengaruh Singapore Stock Index, U.S. Fed Rate, Harga Minyak Mentah, Terhadap Kepemilikan Saham Investor Asing Dan Dampaknya Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)”. Skripsi. UIN Sarif Hidayatullah. Jakarta 2010. Rahardja, Pratama. Mandala, Manurung. “Teori Ekonomi Mikro”. Suatu Pengantar. Edisi 3. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 2006.
165
Rodoni, Ahmad. Herni Ali. “Manajemen Keuangan”. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2010. Samsul, Mohammad. “Pasar Modal dan Manajemen Portofolio”. Jakarta:Erlangga. 2006. Subiyantoro, Heru. Singgih Riphat. “Kebijakan Fiskal”. Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. Jakarta:Kompas. 2004. Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Edisi 2. Yogyakarta:Ekonisia. 2003. Sukirno, Sadono. “Teori Pengantar Makro Ekonomi”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004. Sundjaja,
Ridwan
S.
”Manajemen
Keuangan
2”.
Edisi
6.
Bandung:Literata Lintas Media. 2010. Sutojo, Siswanto. “Manajemen Bank Umum”. Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka. 2007. Tandelilin, Eduardus. “Portofolio dan Investasi”. Teori Aplikasi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Kanisius. 2010. Valadkhani, Abbas. Surachai Chancharat and Charles Havie. “The Interplay Between the Thai and Several Other International Stock Markets”. University of Wollongong. Thailand. 2006. Wahyu Fuadi, Dheny. “Analisis Pengaruh Suku Bunga, Volume Perdagangan, dan Kurs terhadap Return Saham Sektor Properti yang Listed di BE”I. Tesis, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. Semarang. 2009. Witjaksono, Ardian Agung. “Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks NIKKEI 225, dan Indek Dow Jones terhadap IHSG”. Tesis, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. Semarang. 2009. Zakaria, Junaiddin. “Pengantar Teori Ekonomi Makro”. Jakarta: Gaung Persada Press. 2008. www.bi.go.id 166
www.bapepam.go.id www.bps.go.id www.en.wikipedia.org www.federalreserve.gov www.finance.yahoo.com www.goldfixing.com www.id.wikipedia.org www.ideas.repec.org www.idx.co.id www.investopedia.com www.kompas.com
167
LAMPIRAN
168
MODIF 18 OUTPUT LISREL Raw Data from file 'G:\data2\OLAH DATA\LN semua jg.psf' Sample Size = 102 Latent Variables DOMESTIK ASING PRESTASI Relationships X1 = DOMESTIK X2 = DOMESTIK X3 = DOMESTIK X4 = DOMESTIK X5 = ASING X6 = ASING X7 = ASING X8 = ASING Y1 = PRESTASI Y2 = PRESTASI Y3 = PRESTASI PRESTASI = DOMESTIK ASING Number of Decimals = 4 Wide Print Print Residuals Path Diagram End of Problem Sample Size = 102 MODIF 18 Number of Iterations = 34 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Measurement Equations Y1 = 0.5542*PRESTASI, Errorvar.= 0.08955 , Rý = 0.7742 (0.01413) 6.3399 Y2 = 1.0113*PRESTASI, Errorvar.= 0.6261 , Rý = 0.6203 (0.09112) (0.08778) 11.0996 7.1331 Y3 = 0.5439*PRESTASI, Errorvar.= 0.7277 , Rý = 0.2890 (0.08371) (0.09821) 6.4971 7.4095 X1 = 0.04702*DOMESTIK, Errorvar.= 1.3512 , Rý = 0.001634 (0.06091) (0.1899) 0.7720 7.1148 X2 = 0.04651*DOMESTIK, Errorvar.= 0.06737 , Rý = 0.03111 (0.01636) (0.009291) 2.8425 7.2509 X3 = - 0.03760*DOMESTIK, Errorvar.= 0.003970 , Rý = 0.2626 (0.006669) (0.0005493) -5.6378 7.2268 X4 = - 0.3425*DOMESTIK, Errorvar.= -0.01984 , Rý = 1.2035 (0.02053) (0.005031) -16.6796 -3.9432 W_A_R_N_I_N_G : Error variance is negative.
X5 = 0.3928*ASING, Errorvar.= 0.06155 , Rý = 0.7148 (0.03708) (0.008730) 10.5919 7.0509 X6 = 0.4297*ASING, Errorvar.= -0.002779 , Rý = 1.0153 (0.02982) (0.001568) 14.4062 -1.7719 W_A_R_N_I_N_G : Error variance is negative. X7 = 0.03840*ASING, Errorvar.= 0.05608 , Rý = 0.02562 (0.02338) (0.007885) 1.6420 7.1116 X8 = 0.04024*ASING, Errorvar.= 0.02076 , Rý = 0.07234 (0.01442) (0.002916) 2.7904 7.1216 Structural Equations PRESTASI = - 0.1352*DOMESTIK + 0.9124*ASING, Errorvar.= -0.07028 , Rý = 1.0703 (0.05008) (0.09061) (0.02865) -2.6999 10.0691 -2.4532 W_A_R_N_I_N_G : Error variance is negative. Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 41 Minimum Fit Function Chi-Square = 660.4130 (P = 0.0) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 544.3185 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 503.3185 90 Percent Confidence Interval for NCP = (431.7050 ; 582.3716) Minimum Fit Function Value = 6.5387 Population Discrepancy Function Value (F0) = 4.9834 90 Percent Confidence Interval for F0 = (4.2743 ; 5.7661) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.3486 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.3229 ; 0.3750) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.0000 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 5.8843 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (5.1753 ; 6.6670) ECVI for Saturated Model = 1.3069 ECVI for Independence Model = 13.0051 Chi-Square for Independence Model with 55 Degrees of Freedom = 1291.5196 Independence AIC = 1313.5196 Model AIC = 594.3185 Saturated AIC = 132.0000 Independence CAIC = 1353.3943 Model CAIC = 684.9428 Saturated CAIC = 371.2482 Normed Fit Index (NFI) = 0.4887 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.3280 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.3643 Comparative Fit Index (CFI) = 0.4991 Incremental Fit Index (IFI) = 0.5047
Relative Fit Index (RFI) = 0.3140 Critical N (CN) = 10.9332 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.04572 Standardized RMR = 0.2074 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.5051 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.2033 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.3138 Time used:
0.343 Seconds
MODIF 20 OUTPUT LISREL Raw Data from file 'G:\data2\OLAH DATA\LN semua jg.psf' Sample Size = 102 Latent Variables DOMESTIK ASING PRESTASI Relationships X1 = DOMESTIK X2 = DOMESTIK X3 = DOMESTIK X4 = DOMESTIK X5 = ASING X6 = ASING X7 = ASING X8 = ASING Y1 = PRESTASI Y2 = PRESTASI Y3 = PRESTASI PRESTASI = DOMESTIK ASING Set Error Variance of X4 to 0.001 Set Error Variance of X6 to 0.001 Set Covariance of X8 and X7 Set Covariance of X8 and Y1 Set Covariance of X7 and Y1 Number of Decimals = 4 Wide Print Print Residuals Path Diagram End of Problem Sample Size = 102 MODIF 20 Number of Iterations = 26 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Measurement Equations Y1 = 0.5879*PRESTASI, Errorvar.= 0.06241 , Rý = 0.8470 (0.01040) 5.9996 Y2 = 1.0639*PRESTASI, Errorvar.= 0.5170 , Rý = 0.6865 (0.08527) (0.07396) 12.4771 6.9894 Y3 = 0.5875*PRESTASI, Errorvar.= 0.6783 , Rý = 0.3373 (0.08604) (0.09576) 6.8286 7.0831 X1 = 0.04904*DOMESTIK, Errorvar.= 1.3510 , Rý = 0.001777 (0.1161) (0.1901) 0.4225 7.1063 X2 = 0.1482*DOMESTIK, Errorvar.= 0.04758 , Rý = 0.3158 (0.02414) (0.006714) 6.1385 7.0861
X3 = - 0.03208*DOMESTIK, Errorvar.= 0.004354 , Rý = 0.1912 (0.006962) (0.0006136) -4.6083 7.0960 X4 = - 0.3106*DOMESTIK, Errorvar.= 0.001000, Rý = 0.9897 (0.02208) -14.0669 X5 = 0.3942*ASING, Errorvar.= 0.06039 , Rý = 0.7202 (0.03701) (0.008597) 10.6511 7.0241 X6 = 0.4253*ASING, Errorvar.= 0.001000, Rý = 0.9945 (0.03009) 14.1345 X7 = 0.03684*ASING, Errorvar.= 0.05596 , Rý = 0.02368 (0.02370) (0.007875) 1.5542 7.1055 X8 = 0.03964*ASING, Errorvar.= 0.02065 , Rý = 0.07073 (0.01458) (0.002906) 2.7191 7.1039 Structural Equations PRESTASI = - 0.7677*DOMESTIK + 0.2252*ASING, Errorvar.= 0.01742 , Rý = 0.9826 (0.1861) (0.1834) (0.01126) -4.1258 1.2280 1.5472
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 40 Minimum Fit Function Chi-Square = 381.3140 (P = 0.0) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 328.5500 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 288.5500 90 Percent Confidence Interval for NCP = (234.4538 ; 350.1216) Minimum Fit Function Value = 3.7754 Population Discrepancy Function Value (F0) = 2.8569 90 Percent Confidence Interval for F0 = (2.3213 ; 3.4666) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.2673 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.2409 ; 0.2944) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.0000 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 3.7678 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (3.2322 ; 4.3774) ECVI for Saturated Model = 1.3069 ECVI for Independence Model = 13.0051 Chi-Square for Independence Model with 55 Degrees of Freedom = 1291.5196 Independence AIC = 1313.5196 Model AIC = 380.5500 Saturated AIC = 132.0000 Independence CAIC = 1353.3943 Model CAIC = 474.7993 Saturated CAIC = 371.2482
Normed Fit Index (NFI) = 0.7048 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.6205 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.5125 Comparative Fit Index (CFI) = 0.7240 Incremental Fit Index (IFI) = 0.7273 Relative Fit Index (RFI) = 0.5940 Critical N (CN) = 17.8702
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.03618 Standardized RMR = 0.1337 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.6268 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.3843 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.3799 Time used:
0.359 Seconds
MODIF 25 OUTPUT Raw Data from file 'G:\data2\OLAH DATA\LN semua jg.psf' Sample Size = 102 Latent Variables DOMESTIK ASING PRESTASI Relationships X1 = DOMESTIK X2 = DOMESTIK X3 = DOMESTIK X4 = DOMESTIK X5 = ASING X6 = ASING X8 = ASING Y1 = 1*PRESTASI Y2 = PRESTASI Y3 = PRESTASI PRESTASI = DOMESTIK ASING Set Error Variance of X4 to 0.001 Set Error Variance of X6 to 0.001 Set Covariance of X4 and X3 Set Covariance of X5 and Y1 Set Covariance of X8 and Y1 Number of Decimals = 4 Wide Print Print Residuals Path Diagram End of Problem Sample Size = 102 MODIF 25 Number of Iterations = 31 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Measurement Equations Y1 = 1.0000*PRESTASI, Errorvar.= 0.04812 , Rý = 0.8756 (0.007626) 6.3097 Y2 = 1.8321*PRESTASI, Errorvar.= 0.5126 , Rý = 0.6891 (0.1407) (0.07338) 13.0230 6.9857 Y3 = 1.0031*PRESTASI, Errorvar.= 0.6828 , Rý = 0.3328 (0.1465) (0.09633) 6.8453 7.0886 X1 = 0.05241*DOMESTIK, Errorvar.= 1.3507 , Rý = 0.002029 (0.1157) (0.1901) 0.4529 7.1063 X2 = 0.1484*DOMESTIK, Errorvar.= 0.04752 , Rý = 0.3166 (0.02408) (0.006688)
6.1622
7.1052
X3 = - 0.02770*DOMESTIK, Errorvar.= 0.004514 , Rý = 0.1453 (0.007008) (0.0006333) -3.9528 7.1279 X4 = - 0.3106*DOMESTIK, Errorvar.= 0.001000, Rý = 0.9897 (0.02208) -14.0668 X5 = 0.3922*ASING, Errorvar.= 0.06120 , Rý = 0.7154 (0.03701) (0.008699) 10.5966 7.0354 X6 = 0.4253*ASING, Errorvar.= 0.001000, Rý = 0.9945 (0.03009) 14.1345 X8 = 0.03983*ASING, Errorvar.= 0.02063 , Rý = 0.07141 (0.01458) (0.002903) 2.7310 7.1042
Structural Equations PRESTASI = - 0.3633*DOMESTIK + 0.2183*ASING, Errorvar.= 0.001423 , Rý = 0.9958 (0.1270) (0.1269) (0.003755) -2.8601 1.7200 0.3790
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 31 Minimum Fit Function Chi-Square = 235.4518 (P = 0.0) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 225.2547 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 194.2547 90 Percent Confidence Interval for NCP = (150.2987 ; 245.6994) Minimum Fit Function Value = 2.3312 Population Discrepancy Function Value (F0) = 1.9233 90 Percent Confidence Interval for F0 = (1.4881 ; 2.4327) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.2491 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.2191 ; 0.2801) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.0000 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 2.7055 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (2.2703 ; 3.2148) ECVI for Saturated Model = 1.0891 ECVI for Independence Model = 11.5418 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 1145.7232 Independence AIC = 1165.7232 Model AIC = 273.2547 Saturated AIC = 110.0000 Independence CAIC = 1201.9729 Model CAIC = 360.2540 Saturated CAIC = 309.3735
Normed Fit Index (NFI) = 0.7945 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.7304 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.5473 Comparative Fit Index (CFI) = 0.8143 Incremental Fit Index (IFI) = 0.8166 Relative Fit Index (RFI) = 0.7017 Critical N (CN) = 23.3896
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.03508 Standardized RMR = 0.1101 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.6907 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.4513 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.3893 Time used:
0.343 Seconds
OUTPUT LISREL MODIF 29 Raw Data from file 'G:\data2\OLAH DATA\LN semua jg.psf' Sample Size = 102 Latent Variables DOMESTIK ASING PRESTASI Relationships X1 = DOMESTIK X2 = DOMESTIK X3 = DOMESTIK X4 = DOMESTIK X5 = ASING X6 = ASING X8 = ASING Y1 = 1*PRESTASI Y2 = PRESTASI Y3 = PRESTASI PRESTASI = DOMESTIK ASING Set Error Variance of X4 to 0.001 Set Error Variance of X6 to 0.001 Set Covariance of X4 and X3 Set Covariance of X5 and Y1 Set Covariance of X8 and Y1 Set Covariance of X8 and X5 Set Covariance of X8 and X3 Set Covariance of X2 and Y1 Set Covariance of X3 and Y2 Number of Decimals = 4 Wide Print Print Residuals Path Diagram End of Problem Sample Size = 102 OUTPUT LISREL Number of Iterations = 28 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Measurement Equations Y1 = 1.0000*PRESTASI, Errorvar.= 0.06298 , Rý = 0.8445 (0.009270) 6.7941 Y2 = 1.8058*PRESTASI, Errorvar.= 0.5345 , Rý = 0.6759 (0.1468) (0.07622) 12.3016 7.0129 Y3 = 0.9831*PRESTASI, Errorvar.= 0.6930 , Rý = 0.3229 (0.1471) (0.09708) 6.6840 7.1386 X1 = 0.05467*DOMESTIK, Errorvar.= 1.3505 , Rý = 0.002208 (0.1151) (0.1900)
0.4750
7.1065
X2 = 0.1467*DOMESTIK, Errorvar.= 0.04800 , Rý = 0.3097 (0.02407) (0.006739) 6.0956 7.1220 X3 = - 0.02680*DOMESTIK, Errorvar.= 0.004547 , Rý = 0.1364 (0.007014) (0.0005467) -3.8215 8.3169 X4 = - 0.3106*DOMESTIK, Errorvar.= 0.001000, Rý = 0.9897 (0.02208) -14.0669 X5 = 0.3928*ASING, Errorvar.= 0.06008 , Rý = 0.7198 (0.03687) (0.008539) 10.6525 7.0356 X6 = 0.4253*ASING, Errorvar.= 0.001000, Rý = 0.9945 (0.03009) 14.1345 X8 = 0.03974*ASING, Errorvar.= 0.01952 , Rý = 0.07484 (0.01418) (0.002496) 2.8032 7.8191 Structural Equations PRESTASI = - 0.5863*DOMESTIK - 0.002237*ASING, Errorvar.= 0.0008416, Rý = 0.9975 (0.1193) (0.1142) (0.003182) -4.9160 -0.01958 0.2645
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 27 Minimum Fit Function Chi-Square = 91.8471 (P = 0.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 92.8106 (P = 0.00) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 65.8106 90 Percent Confidence Interval for NCP = (40.2281 ; 98.9898) Minimum Fit Function Value = 0.9094 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.6516 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.3983 ; 0.9801) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.1553 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.1215 ; 0.1905) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.0000 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.4734 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.2201 ; 1.8019) ECVI for Saturated Model = 1.0891 ECVI for Independence Model = 11.5418 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 1145.7232 Independence AIC = 1165.7232 Model AIC = 148.8106 Saturated AIC = 110.0000
Independence CAIC = 1201.9729 Model CAIC = 250.3099 Saturated CAIC = 309.3735 Normed Fit Index (NFI) = 0.9198 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.9018 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.5519 Comparative Fit Index (CFI) = 0.9411 Incremental Fit Index (IFI) = 0.9420 Relative Fit Index (RFI) = 0.8664 Critical N (CN) = 52.6432
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.03533 Standardized RMR = 0.08621 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.8447 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.6837 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.4147
Time used:
0.328 Seconds