ANALISIS EFISIENSI KINERJA KANTOR PELAYANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (KP PBB) DI WILAYAH JAWA TIMUR (PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)
L APORAN AKHIR Tim Penyusun: Munawar Ismail Ferry Prasetyia Putu Mahrdika AS
KERJASAMA DIREKTORAT JENDRAL PAJAK DENGAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2005
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam pengelolaan keuangan negara beberapa tahun yang akan datang, pemerintah dihadapkan pada dua
tantangan berupa pengendalian defisit
anggaran dan pembiayaan financing gap sebagai konsekwensi dari berakhirnya kerjasama dengan IMF. Oleh karena itu, kebijakan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak sangat diperlukan bagi upaya penyehatan APBN dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal. Kebijakan tersebut senantiasa dianggap sebagai opsi yang paling realistis dibandingkan penerimaan sektor lainnya yang umumnya lebih fluktuatif dan sulit diperkirakan. Langkah-langkah yang ditempuh tidak hanya terbatas pada penyempurnaan di bidang peraturan perpajakan, namun juga meliputi administrasi perpajakan. Reformasi
perpajakan
tersebut
perlu
dilakukan
karena
kinerja
perpajakan di Indonesia belum menunjukan hasil yang optimal. Hal ini bisa dilihat dari kinerja perpajakan Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya, dimana jika dilihat dari tax rationya, Indonesia memiliki nilai yang terendah dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN. Sebagai perbandingan pada tahun 2001, tax ratio Singapura 22,44%, Malaysia 20,17%, Thailand 17,28% dan Philipina 13,69% sedang Indonesia sebesar 12,8%. Sementara untuk tahun 2002 hanya sebesar 13% (Harahap, 2004). Berkaitan dengan kondisi tersebut, tampaknya diperlukan reformasi perpajakan khususnya dalam hal Undangundang
Perpajakan,
dimana
perubahan
tersebut
dimaksudkan
untuk
menciptakan suatu sistem perpajakan yang sehat dan kompetitif dalam meningkatkan : kegiatan ekonomi nasional, kepatuhan sukarela, tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan, dan produktivitas aparat perpajakan. Sedangkan reformasi dan modernisasi administrasi perpajakan dilakukan secara komprehensif yang meliputi aspek perangkat lunak, perangkat keras, dan sumber daya manusia, yang semua itu bertujuan untuk
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
1
mencapai tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan, dan tercapainya kinerja perpajakan yang efisien. Selama ini indikator yang sering digunakan untuk melihat kinerja perpajakan adalah tax ratio yang merupakan rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto yang akan menunjukan jumlah penerimaan pajak yang dapat dipungut dari setiap rupiah pendapatan nasional. Selain itu indikator lainnya adalah tax coverage ratio (rasio cakupan penerimaan perpajakan) yaitu sebuah perbandingan antara besarnya pajak yang telah dipungut dibandingkan dengan besarnya potensi pajak yang seharusnya dapat dipungut (Harahap, 2004). Namun instrumen tersebut hanya memperhatikan ukuran rasio-rasio dari segi finansial, sehingga hasil yang diperoleh hanya akan menggambarkan posisi keuangan saja khususnya kemampuan pajak dalam sektor penerimaan APBN, serta tidak mampu menunjukan seberapa besar sumber daya perpajakan yang digunakan (dalam hal ini sumber daya kantor pelayanan pajak khususnya Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB)) yang merupakan tulang punggung dalam pemungutan pajak) mampu memberikan hasil kerja (output) yang bermanfaat bagi instansi tersebut. Kondisi tersebut cukup mudah untuk dipahami karena pengukuran efisiensi perpajakan (seperti halnya untuk mengukur efisiensi organisasi yang lainnya) bukanlah perkara yang mudah. Menurut Shafer dan Terry (dalam Erwinta dkk, 2004) ada beberapa faktor yang menyebabkannya. Diantaranya adalah
pertama, organisasi merupakan suatu kumpulan berbagai ragam
perilaku atau sumber daya yang kompleks. Oleh karena itu, sangat sulit untuk memperoleh ukuran efisiensi organisasi yang absolut. Kondisi ini kemudian mengarahkan penggunaan ukuran efisiensi relatif (perbandingan atas penggunaan sumber daya atau input untuk mendapatkan suatu hasil atau output dari sebuah organisasi dibandingkan dengan nilai efisiensi relatif organisasi lain yang sejenis) sebagai pengganti ukuran efisiensi absolut. Kedua, organisasi tersusun dari proses tranformasi yang multi dimensional dimana banyak input yang dimanfaatkan untuk menghasilkan output yang banyak pula.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
2
Untuk mendapatkan suatu nilai ukuran yang menunjukan efisiensi suatu organisasi secara keseluruhan yang bersifat skalar seperti yang dikemukakan oleh Erwinta dkk (2004) haruslah terlebih dahulu diperoleh suatu bobot yang tepat untuk input dan output organisasi tersebut. Bagaimanapun juga, bobot input dan output yang dinyatakan sebelumnya selalu kurang dalam melingkupi seluruh nilai yang mempengaruhinya baik secara eksternal maupun internal. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang mampu memberikan cara untuk mengukur efisiensi relatif dari satu KP PBB terhadap KP PBB lainnya dalam memanfaatkan sumber daya (input) yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang tinggi. Salah
satu
cara
untuk
mencapai
tujuan
tersebut
diantaranya
menggunakan aplikasi non parametrik yang lebih dikenal dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Manfaat lain selain
mampu mengukur nilai
efisiensi relatif suatu KP PBB; metode DEA juga dapat : (a) memberikan petunjuk KP PBB mana yang dapat dijadikan acuan perbaikan (best practice) bagi KP PBB yang inefisien; (b) memberikan patokan nilai potensi perbaikan sumber daya dan hasil kerja KP PBB yang ineficient (benchmarking kuantitatif); (c) memberikan gambaran kondisi seberapa besar potensi perbaikan yang telah ditetapkan dapat berpengaruh terhadap return yang akan dihasilkan oleh suatu KP PBB yang ineficient (return to scale). Lebih dari itu hasil pengukuran ini juga dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan untuk melakukan restrukturisasi / perbaikan manajemen internal yang diperlukan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1.
Berapakah nilai efisiensi KP PBB di wilayah Jawa Timur pada periode pengamatan tahun 2001-2004 dengan menggunakan metode DEA ?
2.
Apakah terdapat perbedaan nilai efisiensi antara KP PBB di wilayah Jawa Timur ?
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
3
3.
Variabel apa sajakah yang memungkinkan untuk ditingkatkan efisiensinya dalam setiap KP PBB ?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1
Untuk mengetahui nilai efisiensi KP PBB di wilayah Jawa Timur pada periode pengamatan tahun 2001-2004 dengan menggunakan metode DEA
2
Untuk mengetahui perbedaan nilai efisiensi antara KP PBB di wilayah Jawa Timur.
3
Untuk mengetahui variabel apa saja yang memungkinkan untuk ditingkatkan efisiensinya dalam setiap KP PBB.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Dapat memberikan informasi yang tepat bagi pengambil kebijakan (regulator) dalam hal ini direktorat jendral pajak mengenai kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di wilayah kerja Jawa timur yang di ukur dari tingkat efisiensinya.
2.
Dapat memberikan rekomendasi / langkah-langkah yang dapat di tempuh dalam upaya meningkatkan efisiensi di KP PBB.
3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut. Dan hasil penelitian ini merupakan bukti empiris yang mendukung
keberadaan teori
khususnya mengenai konsep efisiensi usaha yang diukur dengan membandingkan jumlah output yang dihasilkan dengan jumlah input yang digunakan.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Penelitian Terdahulu Bambang (2003) melakukan penelitian mengenai evaluasi pelaksanaan otonomi daerah berbasis data envelopment analysis dan service quality tahun 1999-2001. Sampel penelitiaannya terdiri dari kabupaten Sidoarjo, Gresik, Magetan, dan Kediri. Input variabel yang digunakan yaitu the numbers of work days, the number of work hours, the number of serving officers, cost of supporting supplies of computer, the number of service lockte,dan
output
variabelnya terdiri dari the number of served people, avarage of service time per person, and the number of complaint, sedangkan untuk service quality menggunakan aspek tangibity, reability, responsiveness, assurance and emphaty. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari keempat kantor di kabupaten yang diteliti hanya satu kantor yang efisien dalam periode pengamatan yang dilakukan yaitu Magetan sedangkan sisanya berfluktuasi nilai efisiensinya. Dari sisi service quality diperoleh hasil yang jauh dari yang diharapkan khususnya aspek emphaty dan responsiveness. Penelitian yang dilakukan
oleh Igor Jamric dan Boris Vujcic (2002)
mengenai efisiensi perbankan di Kroasia dilakukan dengan menggunakan metode DEA. Dimana sampel penelitian tersebut adalah perbankan dilihat dari : ukuran (bank kecil dan bank besar); status kepemilikan (bank milik negara, bank swasta domestik dan bank asing); tahun/lama berdiri (bank baru dan bank lama) dan kualitas asset, dengan periode penelitian tahun 1995 sampai dengan tahun 2000. Ada dua pendekatan yang digunakan oleh Igor dkk(2002) dalam mengukur efisiensi relatif bank umum di Kroasia yaitu pendekatan operasional dan pendekatan intermediasi. Secara keseluruhan hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa jika dilihat dari status kepemilikannya, bank asing secara rata-rata lebih efisien dibanding dengan bank milik negara maupun swasta dan dari umur bank dihasilkan bahwa bank baru lebih efisien
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
5
dibanding dengan bank yang telah ada sebelumnya. Sedangkan dari segi ukurannya, secara umum bank dengan ukuran yang lebih kecil relatif lebih efisien dibanding dengan bank besar. Studi yang dilakukakan White R. Kenneth dan Ozcan A. Yasar (1996) tentang pengukuran kinerja rumah sakit yang dibedakan berdasarkan ukuran rumah sakit dan status kepemilikannya, yaitu oleh Gereja Katolik, Gereja lainnya,
dan
oleh
lembaga
nonprofit
sekuler.
Penelitian
tersebut
mempergunakan analisis DEA untuk menghitung tingkat efisiensi relatif antar unit-unit rumah sakit yang diperbandingkan. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel 170 rumah sakit yang ada di California, yang dapat dibagi menjadi 56 rumah sakit dibawah kepemilikan gereja (41 rumah sakit milik gereja katolik ditambah 15 rumah sakit milik gereja lainnya) dan 114 rumah sakit dibawah kepemilikan lembaga nonprofit sekuler. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa, 20% dari rumah sakit yang berada di bawah kepemilikan gereja didefinisikan efisien oleh DEA dan hanya 6% dari rumah sakit yang berada di bawah kepemilikan lembaga nonprofit sekuler dinyatakan efisien oleh DEA. Analisis DEA dalam penelitian ini memperhitungkan enam variabel keputusan, yang terdiri dari dua
variabel output, yaitu hospitals` inpatient
discharges dan outpatient visits serta empat variabel input, yaitu Ukuran rumah sakit, Tenaga Kerja, Pengeluaran-pengeluaran (diluar biaya modal dan tenaga kerja), dan Kompleksitas pelayanan (jumlah total dari pelayanan khusus untuk inpatient dan outpatient). 2.2. Konsep Efisiensi Dalam Pengukuran Kinerja Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran
efisiensi
dilakukan,
suatu
organisasi/instansi/perusahaan
dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
6
dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Di samping itu, dengan adanya pemisahan antara unit dan harga ini, dapat diidentifikasi berapa tingkat efisiensi teknologi, efisiensi alokasi, dan total efisiensi. Dengan diidetifikasikannya alokasi input dan
output,
dapat
dianalisa
lebih
jauh
untuk
melihat
penyebab
ketidakefisiensian (Muliaman Dkk, 2003). Dalam teknis pengukuran kinerja, Jones dan Pendlebury (1996, dalam Saputra 2003), menyatakan bahwa efisiensi merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan untuk menentukan kinerja suatu unit kegiatan ekonomi (UKE). Efisiensi pada dasarnya adalah optimalisasi penggunaan sumber-sumber dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari pengukuran efisiensi yaitu; Pertama, sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif. Kedua, dapat mengidentifikasi faktor-faktor apa yang menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi . Ketiga, akan ada analisa-analisa yang memiliki implikasi kebijakan untuk semakin memperbaiki tingkat efisiensi unit kegiatan ekonomi yang bersangkutan. Kinerja suatu organisasi secara konvensional sering diukur dengan mempergunakan konsep efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi, secara umum dapat dibedakan menjadi dua komponen, yaitu efisiensi teknis (technical efficiency) dan efisiensi alokasi (allocative efficiency). Efisiensi teknis adalah kombinasi antara kapasitas dan kemampuan unit ekonomi untuk memproduksi sampai tingkat output maksimum dari sejumlah input dan teknologi, sedangkan efisiensi alokasi diartikan sebagai kemampuan dan kesediaan unit ekonomi untuk beroperasi pada tingkat nilai produk marjinal (marginal value product) sama dengan biaya marjinal (marginal cost), MVP = MC. Dalam penelitian ini jenis pengukuran efisiensi yang akan digunakan adalah efisiensi yang bersifat teknis (technically efficient), sedangkan efisiensi yang bersifat alokatif (allocative efficient) tidak dipertimbangkan.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
7
2.3. Konsep Pengukuran Efisiensi Relatif Pembahasan tentang pengukuran efisiensi relatif bermula dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Farrel pada tahun 1957 (dalam Siswandi dkk, 2004) yang menjelaskan bahwa sebuah garis batas produksi (production frontier) adalah sebuah hubungan teknologi yang menggambarkan output maksimum yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan yang efisien dari berbagai penggunaan
kombinasi
input
dalam
beberapa
periode.
Sebagai
penyederhanaan, konsep tersebut dapat dilihat melalui Gambar 1. di bawah ini. Starting point
X2
DEA Method
X2 Q
B
A
B
A
Envelopment Frontier
a
D C
k
D C E
E
0
X1
0
Q’
X1
Gambar1. Efisiensi Frontier dari 2 input
Dari gambar diatas terlihat bahwa titik-titik A, B, C, D dan E adalah lima perusahaan yang menghasilkan satu output Y yang sama jenisnya dengan menggunakan dua input X1 dan X2 yang sama pula jenisnya. Evaluasi efisiensi dari kelima perusahaan tersebut dimulai dari pengumpulan data hasil observasi dan menarik garis lurus diantara hasil observasi yang terdekat dengan sumbu, yang selanjutnya terbungkus (envelope) hasil observasi tersebut sehingga mendapatkan garis batas Q-Q'. Perusahaan A, C dan E adalah perusahaan yang paling efisien dan menunjukan sebagai perusahaan dengan praktek bisnis terbaik untuk dapat dijadikan referensi/benchmarking bagi perusahaan lainnya. Satu hal yang perlu dicermati adalah kekurangan dari pendekatan Farrel di atas adalah asumsi Constant Return to Scale (CRS) yang menyatakan bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi. Memperhatikan bahwa
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
8
suatu teknologi dapat juga membawa Variabel Return to Scale (VRS). Membuka kemungkinan bahwa skala produksi mempengaruhi efisiensi. CRS Frontier
Y
Scale Inefficiency (SE)
E C
aCRS
VRS Frontier D
aVRS
Pure Technical Inefficiency (PTE) B A
Technical Inefficiency (TE)
0
X
TE = PTE*SE
Gambar 2. Perhitungan Scale Economic DEA Selanjutnya mengenai perhitungan scale economic DEA, Farrel (dalam Siswandi, 2004) dapat dijelaskan melalui
Gambar 2. Gambar tersebut
menunjukan perbedaan nilai efisiensi yang diukur dengan asumsi CRS dan VRS. Dari gambar tersebut menunjukan lima perusahaan yang sama-sama menghasilkan satu output Y dengan satu input X. Garis batas berdasarkan CRS ditunjukan oleh garis lurus melewati C, yang mana garis batas bedasarkan VRS ditunjukan oleh garis yang melaui A, C, E. Titik aVRS pada garis batas menunjukan berapa banyak input X yang benar-benar dibutuhkan untuk menghasilkan nilai output Y yang sama, dan menjadi titik referensi dari perusahaan B. Dari gambar terlihat bahwa seluruh perusahaan pada kondisi inefisien dalam ukuran (scale inefficient), kecuali perusahaan C yang berada pada garis batas CRS dan memiliki nilai output perinput terbesar. Dengan demikian perusahaan B harus meningkatkan skalanya untuk mengurangi inefisiensi karena skala yang terlalu kecil 2.4. Data Envelopment Analysis Metodologi DEA
merupakan sebuah metode non parametrik yang
menggunakan model program linier untuk menghitung perbandingan rasio Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
9
output dan input untuk semua unit yang dibandingkan diperkenalkan pertama kali oleh Charnes,Cooper, dan Rhodes (CCR) pada tahun 1978. Metode ini tidak memerlukan fungsi produksi dan hasil perhitungannya disebut nilai efisiensi relatif. Jadi dapat dikatakan bahwa DEA adalah metode bukan model (Siswandi dkk, 2004). Metode DEA diciptakan sebagai alat evaluasi kinerja suatu aktivitas disebuah unit entitas. Secara sederhana pengukuran dinyatakan dengan rasio : Output
yang merupakan
satuan pengukuran produktivitas yang bisa
Input
dinyatakan secara parsial ataupun secara total melibatkan semua input dan output suatu entitas kedalam pengukuran yang dapat membantu menunjukan faktor input (output) apa yang paling berpengaruh terhadap suatu entitas kedalam pengukuran, yang dapat membantu menunjukan faktor input (output) apa yang paling berpengaruh dalam menghasilkan suatu output (penggunaan suatu input). Produk atau organisasi yang akan diukur efisiensi relatifnya disebut
sebagai
Decision
Making
Unit(DMU)
yang
diukur
dengan
membandingkan input dan output yang digunakan dengan sebuah titik yang terdapat pada garis frontir efisien (efficient frontier). Garis frontir efisien ini mengelilingi atau menutupi (envelop) data dari organisasi yang bersangkutan, dari sinilah nama DEA diambil. Garis frontir efisien ini diperoleh dari hubungan unit yang realtif efisien (lihat garis Q-Q' pada gambar 1.). Unit yang berada pada garis ini dianggap memiliki efisiensi sebesar 1 , sedangkan unit yang berada di bawah garis frontir efisien memiliki efisiensi lebih kecil dari 1. Berbeda dengan pendekatan parametrik yang menekankan pada optimisasi persamaan regresi (single regression) pada masing-masing DMU maka metode DEA yang menggunakan pendekatan non parametrik menekankan pada optimisasi pengukuran kinerja untuk masing-masing DMU (Siswandi dkk 2004). Untuk menggambarkan formulasi matematis metode DEA, dapat dilihat pada persamaan 1 di bawah ini.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
10
s
hj =
∑U r =1 m
Y
rj rj
∑V X i =1
ij
=
Weighted sum of output .......(1) Weighted sum of input
ij
Misalkan ada n DMU yang akan dievaluasi. Setiap DMU memberikan nilai yang bervariasi dari sejumlah m input untuk menghasilkan s output, Efisiensi dari DMU ke-j , hj diukur dengan index rasio dimana Xij adalah nilai positif input ke-i DMUj (i=1,2,..m) dan Yrj adalah nilai ouput ke-r DMUj (r=1,2,.. s). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan DEA seperti yang dikemukakan oleh Purwantoro (2003) sebagai berikut : 1. Positivity Semua variabel input dan output harus bernilai positif. 2. Isotonicity Variabel input dan output harus punya hubungan isotonicity yang berarti untuk setiap kenaikan pada variabel input apapun harus menghasilkan kenaikan setidaknya satu variabel output dan tidak ada variabel output yang mengalami penurunan. 3. Jumlah DMU Setidaknya membutuhkan 3 DMU untuk setiap variabel input dan output yang digunakan dalam model untuk memastikan adanya degrees of freedom. 4. Window analysis Analisis windows perlu dilakukan jika
terjadi pemecahan data DMU
(misalnya tahunan menjadi triwulanan) yang biasanya dilakukan untuk memenuhi syarat jumlah DMU. Analisis ini dilakukan untuk menjamin stabilitas nilai produktivitas dari DMU yang bersifat time dependent. 5. Penentuan bobot Walaupun DEA menentukan bobot yang seringan mungkin untuk setiap unit raltif terhadap unit yang lain dalam 1 set data, terkadang dalam praktek manajemen dapat menentukan bobot sebelumnya.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
11
6. Homogenity DEA menuntut seluruh DMU yang dievaluasi memiliki variabel input dan output yang sama jenisnya. Sebagai alat untuk mengukur tingkat efisiensi suatu UKE, teknik DEA memiliki beberapa keunggulan dan keterbatasan dibanding teknik pengukuran efisiensi lainnya seperti yang tertera pada tabel 1. berikut : Tabel 1. Keunggulan dan Keterbatasan DEA No
Keunggulan
1.
Bisa menggunakan banyak input dan output
2.
Tidak butuh asumsi hubungan fungsional anatara variabel input dan output
3.
DMU dibandingkan secara langsung dengan sesamanya
4. 5.
6.
Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda Mampu mengidentifikasi sumber dan tingkat inefisiensi pada tiap-tiap input dan output dalam suatu UKE mampu menentukan dan mengidentifikasikan sejumlah benchmark members (terdiri dari UKE yang dinilai efisien), yang dapat digunakan sebagai reference set oleh UKE yang dinyatakan tidak efisien untuk dapat semakin memperbaiki tingkat efisiensinya.
Keterbatasan Bersifat sample specific dimana Indikator efisiensi yang dihasilkan oleh metode DEA bersifat teknis dan hanya berlaku pada kelompok obyek penelitian yang diperbandingkan saja. Merupakan extreme point technique dimana DEA mensyaratkan semua input dan output harus spesifik dan dapat diukur (sama dengan persyaratan analisis rasio dan regresi). Kesalahan dalam memasukkan input dan output akan mengakibatkan informasi hasil pengukuran keliru. Hanya mengukur produktivitas relatif dari DMU bukan produktivitas absolut, sehingga Bobot input dan output yang dihasilkan oleh DEA tidak dapat diinterpretasikan dalam nilai ekonomi. Uji hipotes secara statistik atas hasil DEA sulit untuk dilakukan. Metode DEA membutuhkan programasi linear yang kompleks. Jika metode DEA dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif dengan jumlah sampel yang kecil, maka metode ini sangat sensitif terhadap perbedaan antara jumlah UKE yang diteliti dengan jumlah variabel input dan output yang diperhitungkan, akibat dari keterbatasan tersebut, akan banyak UKE yang terlihat efisien, padahal dalam kenyataannya UKE-UKE tersebut belum tentu efisien.
Sumber : Dari berbagai sumber (diolah)
2.5. Hipotesis Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan landasan teori yang telah disampaikan, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
12
”Terdapat perbedaan tingkat efisiensi antara Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di Wilayah Jawa Timur”. 2.6. Kerangka Pemikiran Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, Frame work yang dibangun di dalam penelitian ini untuk mengukur kinerja dengan nilai efisiensi di KP PBB dapat dilihat melalui diagram alur dibawah ini :
Tingkat Efisiensi KP PBB Output : o Jumlah nominal pajak berhasil dipungut o Jumlah wajib pajak yang membayar pajak
Data
Input : o Jumlah Pegawai o Biaya Pegawai o Sarana / prasarana fisik
Data Envelopment Analysis
Score Efisiensi : Uji Beda(ANOVA) nilai efisiensi pada masing-masing KP PBB
Perbaikan efisiensi : Potential Improvement
Status Kinerja KP PBB o KP PBB Efisien o KP PBB tidak efisien
Konstribusi Input dan output
Gambar 3. Diagram Alur Pemikiran
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
13
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di Wilayah Jawa Timur yaitu sebanyak 20 KP PBB dengan periode pengamatan dari tahun 2001 - 2004 . Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
n=
N 2 N (d ) + 1
keterangan : n N D
= jumlah sampel = jumlah populasi = presisi yang digunakan Dengan menggunakan presisi sebesar 10% diperoleh sampel sebanyak
7 KP PBB yang selanjutnya diambil secara acak oleh peneliti. 3.2. Teknik Pengumpulan Data Data yang diperoleh dari obyek penelitian dikumpulkan dengan teknik dokumentasi
yaitu
pengumpulan
data
dengan
cara
mempelajari,
mengklasifikasikan dan menggunakan data sekunder yang berupa catatancatatan, laporan-laporan khususnya laporan internal manajemen yang berhubungan dengan penelitian. Sedangkan teknik yang dipergunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik penggabungan data (polling the data) antara cross section dengan time series.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
14
3.3. Data dan Variabel Identifikasi variabel input-output yang digunakan dalam pengukuran perbandingan
produktivitas
kinerja
merupakan
langkah
pertama
dan
terpenting, karena hasil evaluasi kinerja nantinya akan sangat tergantung pada pilihan input-output yang digunakan. Adalah umum diketahui bahwa pemilihan variabel dalam studi efisiensi secara signifikan mempengaruhi hasilnya. Beberapa studi telah memperlihatkan hasil-hasil yang berbeda karena adanya seleksi variabel yang berbeda. (Favero and Pappi, 1995; Hunter and Timme, 1995 dalam Muliaman Dkk 2003). Walau bagaimanapun juga ada beberapa keterbatasan dalam penyeleksian variabel karena reliabilitas dari data yang diperoleh. Jemric at all (2002) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan yang berbeda yang digunakan metode DEA dalam menentukan input dan output untuk mengukur efisiensi relatif
yaitu operating approach
(pendekatan
operasional) dan intermediation approach (pendekatan intermediasi). Dua pendekatan tersebut merefleksikan metode atau pendekatan yang berbeda dalam mengevaluasi efisiensi suatu institusi dimana jemric at all melakukan penelitiannya
pada
industri
perbankan.
Pendekatan
operasional
lebih
menekankan pada perspektif manajemen biaya atau pendapatan sedangkan pendekatan intermediasi lebih pada segi mekanisme bank sebagai suatu entitas yang menggunakan tenaga kerja dan modal untuk mentransformasikan tabungan (deposits) kedalam pinjaman (loans) dan surat-surat berharga (securities). Karena objek penelitian ini adalah lembaga non profit, maka penulis menggunakan pendekatan operasional dalam menentukan variabel input dan output yang akan digunakan dalam metode DEA. Variabel input dan output dalam pendekatan operasional diperoleh dari laporan KP PBB. Variabel input DEA adalah besarnya sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan suatu output dari KP PBB yang bersangkutan. Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
15
1. Salary expense (biaya Personalia) 2. Phisicaly medium (sarana fisik) 3. Amount of Labour (jumlah tenaga kerja) Sedangkan Variabel output DEA adalah besarnya nilai yang dihasilkan dari proses penggunaan input-input KP PBB yang bersangkutan. Variabel output yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Jumlah nominal pajak yang berhasil dipungut 2. Jumlah wajib pajak yang membayar pajak 3.4. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode non parametrik atau lebih dikenal sebagai Data Envelopment Analysis (DEA). Metode DEA digunakan untuk menjawaban permasalahan yang berkaitan dengan nilai efisiensi dan potential improvement (variabel yang dapat ditingkatkan dari suatu nilai yang tidak efisien), sedangkan untuk megetahui apakah terdapat perbedaan nilai efisiensi dari unit kegiatan ekonomi (UKE) yang diperbandingkan maka akan digunakan Analysis of Variance (ANOVA). Metode DEA suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) dapat diformulasikan ke dalam sebuah program fraksional dengan menjadikan input dan output dari UKE bersangkutan sebagai variabel keputusan. Dimisalkan, terdapat sejumlah n UKE yang akan diperbandingkan. Tiap UKE menggunakan sejumlah m input untuk menghasilkan sejumlah s output. Dinyatakan Ysj > 0, dan
Xmj > 0, Ysj
adalah jumlah output s yang dihasilkan oleh UKE j sedangkan Xmj adalah jumlah input m yang digunakan oleh UKE j. vi adalah bobot pada input (i = 1, 2, ……, m) dan ur adalah bobot pada output (r = 1, .., s).
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
16
Formulasi program fraksional dibuat sebanyak satu unit untuk setiap UKE. Fungsi tujuan dari program fraksional untuk UKE o adalah sebagai berikut (Cooper et al. 2000)1, (FPo) max θ =
subject to
u1 y1o + u 2 y 2o + ... + u s y so ................................................................. (1) v1 x1o + v 2 x 2o + ... + v m x mo
u1 y1j +...+ us ysj v1x1j +...+ vm xmj
≤1 (j = 1, 2,…, n).................................................................... (2)
v1 , v 2 ,..., v m ≥ 0 ............................................................................................................... (3) u1 , u 2 ,..., u s ≥ 0 ................................................................................................................ (4) Selanjutnya
program
fraksional
diatas
ditransformasikan ke dalam sebuah program
(FPo),
secara
ekuivalen
linear (LPo), kemudian
permasalahan tersebut dipecahkan melalui metode simpleks untuk Selanjutnya
program
fraksional
diatas
ditransformasikan ke dalam sebuah program permasalahan
tersebut
dipecahkan
melalui
(FPo),
secara
ekuivalen
linear (LPo), kemudian metode
simpleks
untuk
memperoleh solusi optimal bagi program linear bersangkutan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masing-masing variabel keputusan dapat langsung dimasukkan ke dalam program linear tanpa harus memiliki satuan pengukuran yang sama (Nugroho, 1995 dalam Saputra 2003), sehingga transformasi program linear, yang umum disebut dengan DEA (data envelopment analysis) dapat dituliskan sebagai berikut (Cooper et al. 2000), (LPo) max θ = u1 y1o + ... + u s y so ……………………………………………………………….…….(5) subject to v1 x1o + ... + v m x mo = 1 ................................................................ …………….. (6)
u1 y1 j + ... + u s y sj ≤ v1 x1 j + ... + v m x mj .......................................................... …………. (7) 1
Penjelasan lebih lengkap lihat Data Envelopment Analysis : A Comprehensive Text With Models Applications, References and DEA Solver Software, William W. Cooper, Lawrance M Seiford, Kaoru Tone, Kluwer Academics Publisher, Boston, 2000 hal 23-24
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
17
(j = 1, 2, …, n) v1 , v 2 ,..., v m ≥ 0 .................................................................................... (8) u1 , u 2 ,..., u s ≥ 0 ................................................................................................................ (9)
Berdasar atas kriteria non negatif, dimana v dan X > 0, maka denominator kendala dari program fraksional (FPo) adalah positif untuk setiap j (lihat bentuk 2). Selanjutnya dari kendala (2) tersebut, didapatkan bentuk (7) yang merupakan kendala pada program linear. Bentuk (7) itu diperoleh dengan mengalikan kedua sisi dari (2) dengan denominator bentuk (2) tersebut. Karena pada program fraksional berlaku ketentuan nonzero number, baik pada numerator maupun pada denominator, maka denominator dari bentuk (1) ditetapkan sama dengan 1 (satu), dimana hal tersebut nampak pada bentuk (6) yang merupakan kendala dari program linear dan selanjutnya untuk numerator dijadikan fungsi tujuan dalam maksimisasi programasi linear (LP0). Guna kepentingan dalam penelitian ini, maka metode DEA yang dituliskan seperti dalam bentuk (5) sampai dengan (9) dimanfaatkan untuk menghitung efisiensi teknis secara relatif dari KP PBB yang diperbandingkan, dimana : UKEo UKEj n m s X1j Y1j v1 vm u1 us X1o Y1o θ
= KP PBB yang sedang diuji = KP PBB lainnya yang diperbandingkan = Jumlah KP PBB yang dianalisis = Jumlah input yang digunakan = Jumlah output yang dihasilkan = Jumlah input 1 yang digunakan KP PBB j = Jumlah output 1 yang dihasilkan KP PBB j = Bobot tertimbang dari input 1 = Bobot tertimbang dari input m = Bobot tertimbang dari output 1 = Bobot tertimbang dari output s = Jumlah input 1 yang digunakan KP PBB yang sedang diuji = Jumlah output 1 yang dihasilkan oleh KP PBB yang sedang diuji = Nilai yang dioptimalkan sebagai indikator efisiensi relatif dari KP PBB yang sedang diuji
Berdasarkan hasil analisis terhadap data-data tersebut, selanjutnya ditentukan kriteria penilaian. UKE (dalam hal ini adalah KP PBB) dikatakan
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
18
efisien, jika menunjukkan θ = 1 atau 100% dan sebaliknya, disebut tidak efisien jika nilai θ < 1 atau kurang dari 100%.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
19
BAB IV GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN MALANG
Sebagai bagian dari organisasi Direktorat Jendral Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) Malang berada dalam wilayah kerja Kanwil XII DJP Jawa timur II. Kantor Pelayanan PBB mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam daerah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wilayah kerja kantor Pelayanan PBB Malang meliputi 3 Daerah Tingkat II masing-masing sebagai berikut: a. Kota Malang meliputi 5 Kecamatan dengan 57 Kelurahan b. Kabupaten Malang meliputi 33 Kecamatan dengan 388 Desa c. Kota Batu melipti 3 Kecamatan dengan 23 Kelurahan. Kantor Pelayanan PBB Malang menyelenggarakan fungsi yaitu: a. Pendataan obyek dan subyek dan penilaian obyek PBB b. Pengelolahan dan penyajian data PBB dan BPHTB c. Penetapan PBB dan BPHTB d. Penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penagihan, serta penyelesaian restitusi PBB dan BPHTB e. Penyelesaian keberatan, pengurangan dan piñatausahaan banding f. Pembetulan surat ketetapan pajak g. Pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi PBB dan BPHTB h. Pelaksanaan administrasi dan Kantor Pelayanan PBB. 4.1. Visi dan Misi 4.1.1. Visi Visi adalah suatu gambaran menantang tentang keadaan di masa depan. Dirjen Pajak yang sunguh-sungguh diinginkan untuk ditransformasikan
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
20
mejadi realitas melalui komitmen dan tindakan oleh segenap jajaran Dirjen Pajak. Atas dasar itu Kantor Pelayanan PBB melaksanakan visi yaitu: “ Menjadi Model Pelayanan Masyarakat yang Menyelenggarakan Sistem dan Manajemen Perpajakan Kelas Dunia Yang Dipercaya dan Dibanggakan Masyarakat” 4.1.2. Misi Misi adalah suatu pernyataan yang mengambarkan tujuan keberadaan (eksistensi), tugas, fungsi, peranan dan tanggung jawab Dirjen Pajak sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang, peraturan dan kebijakan pemerintah dengan dijiwai oleh prinsip-prinsip dan nilai-nilai strategis organisasi dalam berbagai bidang lingkungan di mana Dirjen pajak beraktifitas dan berinteraksi. Misi-misi Kantor Pelayanan PBB adalah a. Misi Fisikal : Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandiran pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi tinggi b. Misi Ekonomi : Mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang meminimalkan distorsi c. Misi Politik : Mendukung proses demokratisasi bangsa d. Misi Kelembagaan : Senantiasa memperbaharui diri, serta dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi yang mutakhir. 4.2. Struktur Organisasi Struktur organisasi dalam Kantor Pelayanan PBB Malang adalah sebagai berikut:
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
21
KEPALA PELAYANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SUBBAGIAN UMUM
KORD. PELAKSANA T.U & KEPEGAWAIAN
SEKSI PENDATAAN DAN PENILAIAN - Korlak
SEKSI PENGOLAHAN DATA DAN INFORMASI - Korlak
Klasifikasi - Korlak
Pengolahan data
Pemutakhiran
- Korlak
Data
Dukungan
- Korlak
Komputer
Monografi
- Korlak Pelayanan Terpadu
SEKSI PENETAPAN - Korlak
SEKSI PENERIMAAN - Korlak
Tata
KORD. PELAKSANA KEUANGAN
SEKSI PENAGIHAN
SEKSI KEBERATA DAN PENGURANGA
- Korlak
Penetapan
Usaha
Penagihan
Pedesaan
Penerimaan
Aktif
dan
dan Restitusi
- Korlak
Perkotaan
KORD. PELAKSANA RUMAH TANGGA
- Korlak P4
- Korlak
- Korlak Keberatan dan Banding
Tata
Usaha
- Korlak
Piutang Pajak
Pengurangan
Penetapan P3 - Korlak Intensifikasi dan Ekstensifikasi
TENAGA FUNGSIONAL PENILAI PBB
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Koordinator Pelaksana Pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan Malang 4.2.1. Uraian Jabatan Didalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak no: Kep.O5/PJ.ll/1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pekerjaan di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, disebutkan bahwa untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pajak perlu adanya kejelasan mengenai Petunjuk
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
22
Pelaksanaan Pekerjaan untuk setiap unit organisasi yang berada dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) terbagi menjadi sub bagian atau seksi-seksi dan kelompok tenaga fungsional. Adapun tugas dan masing-masing bagian tersebut adalah: 1. Subbagian Umum Tugas dari Subbagian Umum ini adalah melakukan urusan tata usaha, kepegawaian, laporan keuangan, rumah tangga dan perlengkapan. Fungsi dari Subbagian Umum ini adalah: - Pengawasan tata usaha, kepegawaian dan laporan - Pengurusan keuangan - Pengurusan rumah tangga dan perlengkapan
Subbagian Umum terdiri dari: a. Urusan tata usaha dan kepegawaian b. Urusan keuangan c. Urusan rumah tangga 2. Seksi Pendataan daft Penilaian Seksi ini mempunyai tugas melakukan urusan pendataan obyek pajak dan subyek pajak dan mengadakan penilaian obyek pajak. Fungsi Seksi Pendataan dan Penilaian ini adalah: - Pendaftaran dan tata usaha pendataan obyek dan subyek Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). - Penatausahaan, penilaian dan klasifikasi obyek Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). - Verifikasi Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). - Pengumpulan data potensi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Seksi Pendataan dan Penilaian terdiri atas beberapa koordinator pelaksana, yaitu : - Koordinator Pelaksana Klasifikasi. - Koordinator Pelaksana Pemutakhiran Data.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
23
- Koordinator Pelaksana Monografi.
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi Seksi ini mempunyai tugas melakukan pengolah data, analisa dan penyajian informasi tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Fungsi dari Seksi Pengolahan Data dan Informasi ini adalah: ♦ Penyajian usaha data masukan dan keluaran. ♦ Perekaman dan pengolah data Pajak Bumi dan Bangunan. ♦ Analisis dan penyajian informasi tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Seksi Pengolahan Data dan Informasi ini terdiri dari beberapa koordinator pelaksana, yaitu: 1. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data. 2. Koordinator Pelaksana Dukungan Komputer. 3. Koordinator Pelaksana Pelayanan Terpadu. 4. Seksi Penetapan Seksi ini mempunyai tugas melakukan penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di semua sektor dan melakukan intenfikasi serta ekstenfikasi penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Fungsi dari Seksi Penetapan ini adalah : ♦ Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sektor pedesaan dan perkotaan. ♦ Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sektor perkebunan, kehutana dan pertambangan. ♦ Intenfikasi dan ekstenfikasi penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Seksi Penetapan terdiri dari beberapa koordinator pelaksana, yaitu : 1. Koordinator Pelaksana Penetapan Pedesaan dan Perkotaan. 2. Koordinator
Pelaksana
Penetapan
Perkebunan,
Kehutanan
dan
Pertambangan. 3. Koordinator Pelaksana Intenfikasi dan Ekstenfikasi. 5. Seksi Penerimaan
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
24
Seksi ini mempunyai tugas melaksanakan penatausahaan pembayaran, penyetoran, pelimpahan dan pembagian hasil, penerimaan, pemantauan penyetoran PBB/BPHTB, restibusi PBB serta pembagian biaya pemungutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk kelancaran pelaksanaan penerimaan PBB / BPHTB. Fungsi dari seksi Penerimaan adalah: ♦ Menyiapkan konsep penyusunan rencana kerja di bidang penerimaan restitusi. ♦ Melaksanakan penatausahaan, pemantauan, pembayaran, penyetoran dan penatausahaan dan pelimpahan hasil penerimaan PBBIBPHTB. Seksi Penerimaan terdiri daTi beberapa koordinator pelaksana yaitu: 1. Koordinator Pelaksana Tata Usaha Penerimaan Restibusi. 2. Koordinator Pelaksana Pemantauan Penyetoran dan Pembagian Penerimaan PBB / BPHTB. 6. Seksi Penagihan Seksi Penagiahan mempunyai tugas melaksanakan urusan panatausahaan dan penagihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk kelancaran pelaksanaan penagihan piutang PBB / BPHTB. Fungsi dari seksi Penagihan adalah: ♦ Menyiapkan bahan dalam rangka penagihan secara aktif terhadap kewajiban PBB / BPHTB terhadap wajib pajak yang belum melunasi kewajibannya dan atau jatuh tempo yang berupa surat paksa sebagai bahan untuk menyusun konsep surat perintah melakukan penyitaan. ♦ Menatausahakan piutang PBB dengan cara mengadakan penelitian administratif
dan
atau
penelitian
setempat
dan
menyiapkan
penghapusan piutang PBB dalam rangka tertib administrasi. Seksi Penagihan terdiri dari koordinator pelaksana yaitu: 1. Koordinator Pelaksana Penagihan Aktif. 2. Koordinator Pelaksana Tata Usaha Piutang Pajak.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
25
7. Seksi Keberatan dan Pengurangan Seksi Keberatan dan Pengurangan mempunyai tugas penyelesaian keberatan, uraian banding dan verifikasi atas permohonan pengurangan dan keberatan PBB. Fungsi dari seksi Keberatan dan Pengurangan adalah: ♦ Penyelesaian keberatan dan uraian banding PBB. ♦ Penyelesaian pengurangan PBB. ♦ Verifikasi atas permohonan keberatan dan pengurangan PBB Seksi Keberatan dan Pengurangan terdiri dari koordinator pelaksana yaitu: 1. Koordinator Pelaksana Keberatan dan Banding. 2. Koordinator Pelaksana Pengurangan. 8. Kelompok Tenaga Fungsional Penilai Pajak Bumi dan Bangunan. Kelompok ini mempunyai tugas melakukan kegiatan pendataan dan penilaian Pajak Bumi dan Bangunan. Untuk penyelenggaraan tugas tersebut maka dibentuk Kelompok Tenaga Fungsional Penilai Pajak Bumi dan Bangunan yang terdiri dari: ♦ Sejumlah tenaga penilai Pajak Bumi dan Bangunan yang terbagi dalam berbagai kelompok yang sesuai dengan bidang keahliannya. ♦ Setiap kelompok dipimpin oleh seorang tenaga penilai Pajak Bumi dan Bangunan paling senior yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak. ♦ Jenis jabatan penilai Pajak Bumi dan Bangunan diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9. Namun dalam pelaksanaan Undang-undang baru mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) masih belum ada seksi khusus mengenai pengaturan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sehingga dalam pelaksanaannya nanti akan dikelola seksi Penetapan. Sedangkan seksi terkait misalnya seksi Keberatan dan Pengurangan, seksi Penagihan serta seksi lainnya yang berhubungan dengan permasalahan
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
26
yang dihadapi dalarn pengelolaan BPHTB adalah sebagai seksi pendukung. Sehingga dalam struktur organisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Malang saat ini masih belum tercantum nama seksi yang khusus mengenai pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 4.3. Jasa dan Prosedur Pelayanan Kantor Pelayanan PBB Malang menyediakan berbagai jenis jasa pelayanan untuk mempermudah wajib pajak memenuhi kewajibannya. Jenisjenis pelayanan tersebut adalah: a. Pendaftaran obyek pajak baru b. Mutasi Obyek/Subyek Pajak c. Pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat
Ketetapan Pajak (SKP)/Surat Tagihan Pajak (STP)/Surat Tagihan BPHTB (STB) d. Permohonan Keberatan PBB/BPHTB e. Permohonan Pengurangan PBB/BPHTB f. Permohonan
Pengembalian
Kelebihan
Pembayaran
PBB/BPHTB/Kompensasi g. Permintaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas tanah dan
Banguan (SSB) Prosedur pelayanan pada wajib wajib pajak bermacam-macam. Prosedur pelayanan tersebut adalah: a. Kebijaksanaan, merupakan ketentuan yang telah disepakati pihak terkait yang ditetapkan oleh pihak berwenang untuk dijadikan pedoman dan pegangan bagi setiap kegiatan aparatur pemerintah dan masyarakat, agar tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai sasaran, b. Intensifikasi penerimaan PBB 1. Menerbitkan ketetapan PBB 2. Menyampaikan ketetapan PBB c. Ekstensifikasi penermaan PBB Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
27
1. Pemutakhiran NIR dan ZNT 2. Mengusulkan SK kakanwil tentang klasifikasi NJOP Bumi dan Bangunan 3. Mengusulkan SK kakanwil tentang NJOPTKP dan NPOPTKP d. Penagihan PBB 1. Menerbitkan surat teguran 2. Menerbitkan surat paksa e. Intensifikasi penerimaan BPHTB 1. Melakukan verifikasi Surat Setoran BPHTB (SSB) yang masuk f. Penagihan BPHTB 1. Menerbitkan surat teguran 2. Menerbitkan surat paksaan g. Pemberdayaan pelayanan satu tempat (PST) 1. Menyelesaikan seluruh pengajuan permohonan wajib pajak PBB 2. Menyelesaikan seluruh pengajuan permohonan wajib pajak BPHTB Tujuan yang ingin dicapai Kantor Pelayanan PBB Malang adalah mengefektifkan mekanisme penerimaan PBB, memperkecil peluang peluang penghindaran penerimaan PBB dan BPHTB, meminimalkan ketidakpuasan wajib pajak, meningkatkan kualitas koordinasi dan meningkatkan kualitas pelayanan 4.4. Kinerja Kinerja pada Kantor Pelayanan PBB Malang dapat dilihat dari indikator kinerja kegiatan. Ukuran kinerja tersebut adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Adapun indikator kinerja kegiatan terdiri dari: a. Indikator Kinerja Input
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
28
Indikator
ini
adalah
segala
sesuatu
yang
dibutuhkan
agar
pelaksanaan kegiatan dalam rangka menghasilkan keluaran dapat berjalan dengan baik b. Indikator Kinerja Output Indikator ini adalah segala sesuatu berupa produk/jasa baik dalam bentuk fisik
maupun
non-fisik
sebagai hasil
langsung
dari
pelaksanaan suatu kegiatan c. Indikator Kinerja Outcomes Indikator ini adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran (output) kegiatan pada jangka menengah dan merupakan ukuran
seberapa
jauh
setiap
produk/jasa
dapat
memenuhi
kebutuhan dan harapan masyarakat. 4.4.1. Rencana dan Realisasi Penerimaan PBB dan BPHTB KP PBB Malang Kinerja Kantor Pelayanan PBB Malang berdasarkan realisasi penerimaan PBB dari yang direncanakan terlihat ada kecenderungan yang positif. Pada tahun 2002 sektor pedesaan dan pertambangan memperlihatkan penerimaan PBB di atas target yang direncanakan yaitu sebesar Rp12.719.986.000,menjadi
Rp13.021.676.943,-
dan
Rp
9.217.036.000,-
menjadi
Rp12.023.488.158,- atau naik 102,37 persen dan 130 persen. Besarnya penerimaan PBB sektor pedesaan dari sektor perkotaan karena rencana target penerimaan lebih besar di sektor perkotaan daripada di pedesaan. Sedangkan pada tahun 2003 terjadi perubahan sebaliknya yaitu sektor perkotaan mulai menggeser sektor pedesaan dalam besarnya penerimaan PBB dari target yang direncanakan, kemudian disusul sektor pertambangan sebesar Rp20.208.798.000,- menjadi Rp21.293.438.822,-dan Rp13.831.610.000,menjadi Rp19.256.318.472,- atau naik 104,65 persen dan 139 persen. Tahun 2004 (sampai bulan Oktober) sektor perkotaan cenderung masih di posisinya disusul sektor perkebunan yaitu sebesar Rp23.409.010.000,- menjadi
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
29
Rp21.924.292.126,- dan Rp 2.691.987.000,- menjadi Rp2.750.524.812.,- atau sebesar 93,68 persen dan 102,17 persen. Sektor terkecil dari realisasi penerimaan PBB pada tahun 2002 adalah sektor perhutanan yang disusul sektor perkebunan yang hanya menerima sebesar
Rp3.093.316.000,-
menjadi
Rp1.871.157.511,-
dan
Rp3.227.055.000,- menjadi Rp2.299.819.347,- atau sebesar 60,49 persen dan 71,27 persen dari target yang direncanakan. Sedangkan pada tahun 2003 pedesaan menjadi satu-satunya sektor yang tidak mencapai target rencana penerimaan
sebesar
Rp13.389.986.000,-
hanya
terealisasi
sebesar
Rp13.162.893.669,- atau sebesar 98,30 persen. Tahun 2004 (sampai bulan Oktober) sektor pedesaan dan pertambangan sementara belum dapat melebihi dari rencana target penerimaan yaitu dari rencana penerimaan sebesar Rp 13.669.652.000,- hanya tercapai Rp11.327.443.585,- dan Rp14.309.251.000,hanya tercapai Rp13.607.756.665,-
atau sebesar 82,93 persen dan 95,10
persen. Sementara untuk penerimaan dari sektor BPHTB dari tahun 2002 sampai 2004 (bulan Oktober) tidak ada yang melebihi dari rencana target penerimaan. Rencana penerimaan tahun 2002 sebesar Rp18.459.880.000,namun hanya tercapai sebesar Rp13.308.768.579,- atau sebesar 72,10 persen. Sedangkan tahun 2003 tidak jauh berbeda hanya persentasenya lebih tinggi dari sebelumnya yaitu penerimaan direncanakan sebesar Rp22.339.665.000,dan hanya tercapai Rp18.172.715.548,- atau 81,35 persen. Tahun 2004 (sampai bulan Oktober) direncanakan penerimaan sebesar Rp25.551.548.000,dan hanya tercapai Rp18.306.368.234,- atau 71,64 persen. 4.4.2. Realisasi Penerimaan PBB dan BPHTB di Kota Malang Untuk wilayah Kota Malang tahun 2002 realisasai penerimaan PBB tertinggi dicapai oleh sektor pertambangan sebesar Rp3.738.507.622,- dari rencana semula sebesar Rp Rp2.895.084.000,- atau meningkat sebesar
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
30
129,13 persen. Disusul
sektor perkotaan sebesar Rp10.627.010.505,-dari
rencana Rp12.826.750.000,- atau hanya tercapai sebesar 82,85 persen. Tahun 2003 realisasai penerimaan PBB tertinggi tetap dicapai oleh sektor pertambangan sebesar Rp5.096.542.187,- dari rencana semula sebesar Rp Rp4.052.681.000,- atau meningkat sebesar 125,76 persen. Disusul sektor perkebunan
sebesar
Rp42.257.504,-dari
rencana
Rp37.726.000,-
atau
meningkat sebesar 112,01. Tahun 2004 sektor perkebunan mencapai penerimaan tertinggi sebesar Rp47.073.200,- dari rencana penerimaan sebesar Rp42.257.000,- atau meningkat 111,40 persen. Sektor terkecil dari realisasi penerimaan PBB pada tahun 2002 adalah sektor perhutanan yang disusul sektor perkebunan yang hanya menerima sebesar Rp54.623.000,- menjadi Rp10.752.134,- dan Rp131.169.000,menjadi Rp37.725.734,- atau sebesar 19,68 persen dan 28,76 persen dari target yang direncanakan. Sedangkan pada tahun 2003 sektor perkotaan menjadi satu-satunya sektor yang tidak mencapai target rencana penerimaan sebesar Rp13.500.000.000,- hanya terealisasi sebesar Rp12.916.589.078,atau sebesar 95,68 persen. Tahun 2004 (sampai bulan Oktober) sektor perkotaan dan pertambangan sementara belum dapat melebihi dari rencana target penerimaan yaitu dari rencana penerimaan sebesar Rp 14.608.295.000,hanya tercapai Rp13.770.129.914,- dan Rp4.144.986.000,- hanya tercapai Rp3.330.617.847,- atau sebesar 94,26 persen dan 80,35 persen. Sementara untuk penerimaan dari sektor BPHTB dari tahun 2002 sampai 2004 (bulan Oktober) tidak ada yang melebihi dari rencana target penerimaan. Rencana penerimaan tahun 2002 sebesar Rp15.907.626.000,namun hanya tercapai sebesar Rp9.367.218.182,- atau sebesar 59,69 persen. Sedangkan tahun 2003 tidak jauh berbeda yaitu penerimaan direncanakan sebesar Rp15.839.665.000,- dan hanya tercapai Rp13.499.876.004,- atau 85,23 persen. Tahun 2004 (sampai bulan Oktober) direncanakan penerimaan sebesar Rp18.116.548.000,- dan hanya tercapai Rp13.110.103.789,- atau 72,37 persen.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
31
4.4.3. Realisasi Penerimaan PBB dan BPHTB di Kota Batu Untuk wilayah Kota Batu tahun 2002 realisasai penerimaan PBB tertinggi dicapai oleh sektor pertambangan sebesar Rp2.051.482.632,- dari rencana semula sebesar Rp Rp1.708.567.000,- atau meningkat sebesar 120,07 persen. Disusul
sektor perkotaan sebesar Rp2.562.778.424,-dari
rencana Rp2.500.350.000,- atau sebesar 102,50 persen. Tahun 2003 realisasai penerimaan PBB tertinggi tetap dicapai oleh sektor pertambangan sebesar Rp3.901.475.222,- dari rencana semula sebesar Rp Rp2.708.693.000,- atau meningkat sebesar 144,04 persen. Disusul sektor perkotaan sebesar Rp3.655.762.788,- dari rencana Rp2.695.000.000,- atau meningkat sebesar 135,65. Tahun 2004 sektor pertambangan mencapai penerimaan tertinggi sebesar Rp2.768.186.565,- dari rencana penerimaan sebesar Rp2.812.281.000,- atau 98,43 persen. Sektor terkecil dari realisasi penerimaan PBB pada tahun 2002 tidak ada. Begitu juga pada tahun 2003 dan tahun 2004 (sampai bulan Oktober). Sementara untuk penerimaan dari sektor BPHTB untuk kota Batu tahun 2002 melebihi dari rencana target penerimaan. Rencana penerimaan tahun 2002 sebesar Rp250.000.000,- ternyata dapat tercapai sebesar Rp864..545.913,atau sebesar 345,82 persen. Sedangkan pada tahun 2003 turun drastis dan hanya
mencapai
penerimaan
sebesar
Rp878.142.808,-
dari
rencana
penerimaan semula sebesar Rp1.500.000.000,- atau tercapai 58,64 persen. Tahun 2004 (sampai bulan Oktober) direncanakan penerimaan sebesar Rp1.715.000.000,- dan hanya tercapai Rp850.996.382,- atau 49,62 persen. 4.4.4. Realisasi Penerimaan PBB dan BPHTB di Kabupaten Malang Untuk wilayah Kabupaten Malang tahun 2002 realisasai penerimaan PBB tertinggi dicapai oleh sektor pertambangan sebesar Rp6.233.497.904,dari rencana semula sebesar Rp Rp4.613.385.000,- atau meningkat sebesar
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
32
135,12 persen. Disusul
sektor perkotaan sebesar Rp3.847.330.763,-dari
rencana Rp3.697.286.000,- atau hanya tercapai sebesar 104,06 persen. Tahun 2003 realisasai penerimaan PBB tertinggi tetap dicapai oleh sektor pertambangan sebesar Rp10.258.301.063,- dari rencana semula sebesar Rp Rp7.070.236.000,- atau meningkat sebesar 145,09 persen. Disusul sektor perkotaan sebesar Rp4.721.086.955,-dari rencana Rp4.113.798.000,atau meningkat sebesar 114,76. Tahun 2004 sektor pertambangan mencapai penerimaan tertinggi sebesar Rp7.508.952.253,- dari rencana penerimaan sebesar Rp7.351.984.000,- atau meningkat 102,14 persen. Sektor terkecil dari realisasi penerimaan PBB pada tahun 2002 adalah sektor perhutanan yang disusul sektor perkebunan yang hanya menerima sebesar
Rp1.691.591.807,-
dari
rencana
penerimaan
sebesar
Rp3.038.695.000,- dan Rp2.262.093.613,- dari rencana penerimaan sebesar Rp3.095.886.000,- atau sebesar 55,67 persen dan 73,07 persen. Sedangkan pada tahun 2003 sektor pedesaan menjadi satu-satunya sektor yang tidak mencapai target rencana penerimaan sebesar Rp13.389.986.000,- hanya terealisasi sebesar Rp13.162.893.669,- atau sebesar 98,30 persen. Tahun 2004 (sampai bulan Oktober) sektor pedesaan sementara belum dapat melebihi dari rencana target penerimaan yaitu dari rencana penerimaan sebesar Rp 13.659.652.000,- hanya tercapai Rp11.327.443.585,- atau sebesar 82,93 persen. Sementara untuk penerimaan dari sektor BPHTB untuk tahun 2002 Rencana
penerimaannnya
adalah
sebesar
Rp2.516.919.000,-
dan
penerimaannya melebihi rencana yaitu sebesar Rp3.077.004.484,- atau sebesar 122,25 persen. Sedangkan tahun 2003 tidak dapat mencapai target penerimaan yang direncanakan sebesar Rp5.000.000.000,- dan hanya terealisasi sebesar Rp3.794.696.736,- atau 75,89 persen. Tahun 2004 (sampai bulan Oktober) direncanakan penerimaan sebesar Rp5.720.000.000,- dan hanya tercapai Rp4.345.268.063,- atau 75,97 persen.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
33
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Responden Dalam pengukuran kinerja sebuah instansi atau organisasi, ketersediaan fasilitas dan sarana fisik seperti bangunan, peralatan, perlengkapan dan lain sebagainya merupakan faktor tangible yang dapat mempengaruhi kinerja. fasilitas
Valid
kurang cukup baik Total
Frequency 3 5 2 10
Percent 30,0 50,0 20,0 100,0
Valid Percent 30,0 50,0 20,0 100,0
Cumulative Percent 30,0 80,0 100,0
Dari 10 pegawai KP PBB yang menjadi sampelpenelitian menunjukan bahwa fasilitas fisik di KP PBB cukup yaitu sebanyak 50%, sedangkan sisanya sebesar 30% menyatakan fasilitas fisik kurang dan 20% menyatakan baik. Salah satu fasilitas fisik
yang mendukung dalam pembayaran pajak
diantaranya adalah peralatan dan teknologi online sistem juga akan mempengaruhi kinerja KP PBB. Penilaian sampel penelitian dapat dilihat dalam tabel dibawah ini peralatan dan teknologi
Valid
cukup baik Total
Frequency 5 5 10
Percent 50,0 50,0 100,0
Valid Percent 50,0 50,0 100,0
Cumulative Percent 50,0 100,0
Sebanyak 5 orang sampel atau 50% dari total sampel penelitian menyatakan bahwa peralatan dan teknologi on line system (ATM) untuk membayar pajak menyatakan baik sedangkan sisanya sebanyak 5 orang menyatakan cukup. Dalam hal proses untuk menghasilkan suatu output yang optimal diperlukan input yang baik dalam hal ini adalah pengetahuan dan
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
34
kemampuan petugas mengenai perpajakan baik teknis maupun non teknis adalah sebagai berikut kemampuan staf
Valid
kurang cukup baik Total
Frequency 1 7 2 10
Percent 10,0 70,0 20,0 100,0
Valid Percent 10,0 70,0 20,0 100,0
Cumulative Percent 10,0 80,0 100,0
Hampir sebagian responden yaitu sebesar 70% menyatakan bahwa pengetahuan dan kemampuan petugas cukup, 20 % baik sedangkan yang menyatakan kurang adalah sebesar 10%. Pengetahuan dan kemampuan petugas ini akan sangat berpengaruh pada kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan secara tanggap dan memuaskan seperti yang terlihat dalam tabel berikut pelayanan
Valid
kurang cukup baik Total
Frequency 1 7 2 10
Percent 10,0 70,0 20,0 100,0
Valid Percent 10,0 70,0 20,0 100,0
Cumulative Percent 10,0 80,0 100,0
Sesuai dengan kemampuan staf mengenai perpajakan ternyata sangat berpengaruh pada kemampuan dalam memberikan pelayanan. Sebesar 70% responden menyatakan bahwa kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan secara tanggap dan memuaskan. Sedangkan sisanya sebesar 10 % menyatakan kurang serta 20% adalah baik. Kemampuan tersebut akan sangat mempengaruhi kepuasan pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
35
kepuasan pelayanan
Valid
kurang cukup baik Total
Frequency 1 6 3 10
Percent 10,0 60,0 30,0 100,0
Valid Percent 10,0 60,0 30,0 100,0
Cumulative Percent 10,0 70,0 100,0
Tingkat kepuasan pelayanan yang telah diberikan kepada wajib pajak menurut 6 responden (60%) adalah cukup, 3 responden (30%) menyatakan baik sedangkan 1 responden (10%) menyatakan bahwa tingkat kepusaan yang telah diberikan kurang. kecukupan jumlah pegawai
Valid
kurang cukup baik Total
Frequency 1 7 2 10
Percent 10,0 70,0 20,0 100,0
Valid Percent 10,0 70,0 20,0 100,0
Cumulative Percent 10,0 80,0 100,0
Tingkat kepuasan wajib pajak dalam hal pelayanan sangat dipengaruhi oleh kecukupan jumlah pegawai untuk melayani wajib pajak secara cepat. Menurut 7 0rang yang menjadi responden mengemukakan bahwa kecukupan jumlah pegawai dalam melayani wajib pajak dikatkan sangat cukup, 2 orang responden menyatakan baik sedangkan sisanya menyatakan kurang yang dikemukakan oleh 1 orang responden. sarana sosialisasi
Valid
kurang cukup baik Total
Frequency 4 5 1 10
Percent 40,0 50,0 10,0 100,0
Valid Percent 40,0 50,0 10,0 100,0
Cumulative Percent 40,0 90,0 100,0
Selain kecukupan jumlah pegawai, sarana sosialisasi dan komunikasi yang tersedia akan sangat mempengaruhi terhadap kepuasan pelayanan yang diberikan. Sebagian responden (50%) menyatakan sarana tersebut cukup, 10%
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
36
menyatakan baik sedangkan sisanya sebesar 40% menyatakan sarana tersebut kurang. Dari sisi pegawai, selain kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, gaji dan bonus yang diberikan akan menjadi suatu stimulus untuk meningkatkan kinerja pelayanannya. Hal ini dapat dilihat dari pendapat responden sebagai berikut gaji
Valid
kurang cukup baik Total
Frequency 4 5 1 10
Percent 40,0 50,0 10,0 100,0
Valid Percent 40,0 50,0 10,0 100,0
Cumulative Percent 40,0 90,0 100,0
Jumlah gaji maupun bonus lainnya yang diberikan oleh KP PBB menurut 5 orang responden (50%) adalah cukup. Sedangkan menurut 40% responden menyatakan bahwa gaji maupun bonus yang diterima kurang dan hanya 10% yang menyatakan baik (lebih dari cukup). kesesuaian target
Valid
kurang cukup baik Total
Frequency 2 6 2 10
Percent 20,0 60,0 20,0 100,0
Valid Percent 20,0 60,0 20,0 100,0
Cumulative Percent 20,0 80,0 100,0
Dalam hal kesesuaian antara target dan realisasi pajak yang berhasil dipungut oleh KP PBB, sebanyak 60% responden menyatakan cukup sesuai, sedangkan sisanya masing-masing 20% berpendapat baik dan kurang. Sejalan dengan tingkat kesesuaian target dan realisasi pajak dan komponen lainnya yang telah disebutkan diatas maka secara umum kinerja KP PBB adalah baik yang dikemukakan oleh 60% responden sedangkan sisanya 40% menyatakan cukup.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
37
kinerja
Valid
cukup baik Total
Frequency 4 6 10
Percent 40,0 60,0 100,0
Valid Percent 40,0 60,0 100,0
Cumulative Percent 40,0 100,0
Dari berbagai uraian diatas ada bebera faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan KP PBB sehingga bisa dikatakan mempunyai kinerja yang memuaskan adalah sebagai berikut: •
Adanya kerjasama antar instansi terkait;
•
Pelayanan prima
•
Ketersediaan sarana & prasarana;
•
Penetapan rencana penerimaan berdasarkan potensi
•
Kesejahteraan pegawai;
•
Kepemimpinan manager
•
Keterbukaan & panutan yang baik;
•
Tersedianya sdm profesional yang memadai;
•
Peralatan & teknologi yang mencukupi;
•
Data subjek/ objek pajak yang valid & up to date;
•
Realisasi rencana penerimaan yang baik
•
Gaji & bonus yang cukup Sedangkan faktor yang menyebabkan kinerja KP PBB menurun adalah
sebagai berikut: •
kurang sarana & prasarana penunjang;
•
turunnya semangat kerja;
•
lemahnya koordinasi antar bidang terkait
•
keterbatasan dana pengembangan teknologi & pengawasan thd wajib pajak;
•
kurangnya law enforcement kepada wajib pajak;
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
38
•
turunnya kesadaran wajib pajak
•
kurangnya disiplin dan kualitas pegawai;
•
tidak ada sistem reward & punishment dari kantor pusat
•
buruknya kepemimpinan;
•
kurangnya panutan yang baik; adanya sikap otoriter dari atasan;
•
penghasilan yang kurang memadai
•
data subjek/ objek pajak yang tdk valid
•
kurang sosialisasi program/ sistem pajak;
•
penghargaan & sanksi yang tidak jelas;
•
kurangnya kerjasama dengan pihak lain;
5.2. Gambaran Diskriptif Kinerja KP PBB Kota Malang Bagian ini secara diskriptif akan menguraikan kinerja KP PBB Kota Malang selama periode 2002-2004 dengan mempertimbangkan 4 jenis variabel input (masukan), yaitu: (i) biaya personalia, (ii) sarana fisik, (iii) biaya operasional, dan (iv) jumlah pegawai serta 2 jenis variabel output (keluaran), yaitu (i) realisasi penerimaan pajak, dan (ii) jumlah tunggakan. Di dalam penjabarannya yang lebih meng-khusus, 4 jenis variabel input yang telah disebutkan diatas akan dijelaskan secara terinci dengan memperhatikan besaran unit-unit pembentuknya. a. Variabel Input 1. Biaya Personalia Di dalam penelitian ini, variabel biaya personalia secara asumtif dibentuk dari 3 besaran unit pokok, yaitu: (i) gaji pegawai, (ii) bonus, dan (iii) tunjangan. Memperhatikan Gambar 5.1 berikut, dapat diperoleh kesimpulan bahwa secara agregat biaya personalia yang dimiliki oleh KP PBB Kota Malang cenderung untuk berfluktuasi selama periode 20022004. Pada tahun 2003, tercatat jumlah pengeluaran biaya personalia menurun menjadi Rp. 1.467.061.928 atau turun sebesar 10.2% dari
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
39
pencapaiannya di tahun 2002. Tingkat penurunan ini terutama diakibatkan oleh menurunnya jumlah share gaji pegawai dan bonus terhadap total biaya personalia pada tahun tersebut. Di tahun 2003, penurunan jumlah gaji pegawai dan bonus yang dibayarkan oleh KP PBB Kota Malang rata-rata mencapai 24.7% jika dibandingkan dengan pembayaran besaran unit yang sama di tahun 2002, sementara tunjangan yang dibayarkan pada periode yang sama hanya tumbuh sebesar 18%.
1200000000 1000000000 800000000 600000000 400000000 200000000 0 2002 Gaji pegaw ai
2003 Bonus
2004 Tunjangan
Gambar 5.1. Perkembangan Biaya Personalia KP PBB Kota Malang, 2002-2004, dalam Rupiah Selanjutnya untuk periode 2003 hingga 2004, perkembangan variabel biaya personalia terlihat meningkat tajam, yaitu hampir mencapai 44%. Perkembangan yang sangat mencolok ini terutama disebabkan oleh membumbungnya pertumbuhan gaji pegawai yang harus dibayarkan hingga 61%. Demikian pula pembayaran besaran unit tunjangan juga tercatat meningkat sebesar 37%, sedangkan di pihak lain hanya bonus pegawai yang menunjukkan penurunan selama periode tersebut, yaitu sebesar 9%.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
40
2. Sarana Fisik Untuk variabel sarana fisik, penelitian ini dalam analisanya akan mempertimbangkan sekitar 4 besaran unit, yaitu: (i) luas bangunan (pusat dan cabang), (ii) mobil, (iii) sepeda motor, dan (iv) komputer. Selama periode penelitian (2002-2004), dalam Gambar 2 terlihat bahwa hampir
seluruh
besaran
unit
dari
variabel
sarana
fisik
tidak
menunjukkan perkembangan yang berarti dari sisi jumlah.. Berdasar data yang dimiliki KP PBB Kota Malang, luas bangunan tidak mengalami perubahan selama periode pengamatan, yaitu sebesar 1750m2. Sementara itu, jumlah unit inventaris fisik lain yang dimiliki oleh KP PBB ini di dalam menunjang kegiatan operasionalnya tercatat sedikit menunjukkan penambahan walau terlihat kurang signnifikan (lihat Gambar 5.2).
35 30 25 20 15 10 5 0 2002
2003 Mobil
Sepeda Motor
2004 Komputer
Gambar 5.2. Perkembangan Sarana Fisik KP PBB Kota Malang, 20022004, dalam Unit
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
41
3. Biaya Operasional Variabel
biaya
operasional
akan
diperhitungkan
dengan
mempertimbangkan perkembangan 3 besaran unit pokok, yaitu: (i) biaya listrik, (ii) biaya telepon, dan (iii) biaya air. Dapat disimak dari Gambar 5.3, ternyata selama periode pengamatan, komponenkomponen biaya operasional ini cenderung untuk selalu menurun jumlahnya. Hal ini tentu menunjukkan keadaan yang positif, dimana berarti dalam praktiknya, KP PBB Kota Malang dapat menekan intensitas penggunaan fasilitas listrik, telepon maupun air di dalam aktifitas kerjanya. Tercatat pengeluaran biaya telepon yang paling memiliki angka penurunan yang konstan dan signifikan. Komponen inilah yang menyumbang tingkat penurunan terbesar yang kemudian menekan jumlah pengeluaran agreat biaya operasional kantor di tahun 2004. Selama periode 2003-2004, penurunan pengeluaran biaya telepon mencapai 23% (bandingkan dengan penurunan pengeluaran biaya listrik yang 15.5% dan peningkatan pengeluaran biaya air sebesar 9.8%), yang mana keadaan tersebut kemudian membawa dampak nyata pada menurunnya biaya total operasional kantor hingga mencapai 12.3%.
50000000 40000000 30000000 20000000 10000000 0 2002
2003 Listrik
Telpon
2004 Air
Gambar 5.3. Perkembangan Biaya Operasional KP PBB Kota Malang, 2002-2004, dalam Rupiah
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
42
4. Jumlah Pegawai Variabel input jumlah pegawai akan menggambarkan jumlah pegawai yang dipekerjakan di KP PBB Kota Malang (tentu pegawai yang secara nyata terkait dengan tugas dan aktivitas KP PBB). Untuk mendekati realita yang sebenarnya dan mengurangi penyimpangan di dalam penilaiannya selama penelitian
dilakukan, maka dalam kasus ini
pegawai KP PBB akan dibedakan berdasarkan golongannya. Golongan pegawai akan dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu: (i) Golongan I, (ii) Golongan II, (iii) Golongan III dan (iv) Golongan IV. Untuk kasus KP PBB Kota Malang, tercatat pegawai golongan III mendominasi secara kuantitas, dimana golongan ini selama periode penelitian berjumlah rata-rata 35 orang. Disusul kemudian oleh pegawai golongan II, yang rata-rata berjumlah 23 orang selama 2002-2004. Secara agregat, jumlah pegawai KP PBB Kota Malang sebenarnya menunjukkan kecenderungan yang menurun, dimana pada tahun 2002, jumlah pegawai yang dimiliki adalah sekitar 67 orang dan kemudian untuk tahun 2004, jumlah pegawai yang tercatat tinggal 56 orang. Fakta ini agaknya searah dengan biaya operasional yang juga cenderung menurun dan sarana fisik yang terlihat stagnan. Dapat dipahami, penerapan efisiensi di dalam pemanfaatan sumber daya sangat terlihat selalu diperhatikan di dalam kegiatan KP PBB Kota Malang.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
43
40 35 30 25 20 15 10 5 0 2002
2003 Gol I
Gol II
2004
Gol III
Gol IV
Gambar 5.4. Perkembangan Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan di KP PBB Kota Malang, 2002-2004, dalam satuan Orang
b. Variabel Output 1. Realisasi Penerimaan Pajak Kinerja Kantor Pelayanan PBB Malang berdasarkan realisasi penerimaan PBB dari yang direncanakan terlihat ada kecenderungan yang positif. Pada tahun 2002 sektor pedesaan dan pertambangan memperlihatkan penerimaan PBB di atas target yang direncanakan yaitu sebesar Rp12.719.986.000,-
menjadi
Rp13.021.676.943,-
dan
Rp
9.217.036.000,- menjadi Rp12.023.488.158,- atau naik 102,37 persen dan 130 persen. Besarnya penerimaan PBB sektor pedesaan dari sektor perkotaan karena rencana target penerimaan lebih besar di sektor perkotaan daripada di pedesaan. Sedangkan pada tahun 2003 terjadi perubahan sebaliknya yaitu sektor perkotaan
mulai
menggeser
sektor
pedesaan
dalam
besarnya
penerimaan PBB dari target yang direncanakan, kemudian disusul sektor pertambangan
sebesar
Rp20.208.798.000,-
menjadi
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
44
Rp21.293.438.822,-dan
Rp13.831.610.000,-
menjadi
Rp19.256.318.472,- atau naik 104,65 persen dan 139 persen. Tahun 2004 (sampai bulan Oktober) sektor perkotaan cenderung masih di posisinya disusul sektor perkebunan yaitu sebesar Rp23.409.010.000,menjadi
Rp21.924.292.126,-
dan
Rp
2.691.987.000,-
menjadi
Rp2.750.524.812.,- atau sebesar 93,68 persen dan 102,17 persen.
2. Jumlah Tunggakan Jumlah tunggakan yang dimiliki oleh KP PBB Kota Malang selama periode 2002-2004 terlihat bergerak secara fluktuatif. Nilainya menurun sebesar 38% selama 2002-2003 dan kemudian meningkat di tahun 2004 namun dengan nilai yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah yang dicapai pada tahun 2002 (lihat Gambar 5.5).
40000000 35000000 30000000 25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 0 2002
2003
2004
Gambar 5.5. Jumlah Tunggakan KP PBB Kota Malang, 2002-2004, dalam Ribuan Rupiah
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
45
BAB VI KESIMPULAN
6.1. Simpulan Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) Jawa timur dalam menilai kinerjanya memperhitungkan berbagai aspek diantanya dari sisi input yang digunakan (sarana dan prasarana fisik, jumlah pegawai, biaya operasional, dll), proses maupun output yang dihasilkan (realisasi penerimaan pajak dan besarnya tunggakan). 2. Kinerja
KP
PBB
berdasarkan
pengamatan
kepada
petugasnya
menunjukan bahwa kinerja KP PBB secara umum sangat baik. 3. Ada
beberapa faktor
yang mempengaruhi keberhasilan KP PBB
sehingga dapat dikatakan mempunyai kinerja yang baik diantaranya ditentukan oleh: Pelayanan prima, ketersediaan sarana & prasarana, penetapan rencana penerimaan berdasarkan potensi, kesejahteraan pegawai yang memadai dan lain sebagainya; 4. Selain faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja KP PBB, ada juga faktor yang dapat menjadikan penurunan kinerjanya diantaranya adalah: kurang sarana & prasarana penunjang; turunnya semangat kerja; lemahnya
koordinasi
antar
bidang
terkait
keterbatasan
dana
pengembangan teknologi & pengawasan thd wajib pajak; kurangnya law enforcement kepada wajib pajak dan sebagainya. Saran Terkait dengan kinerja dari aktifitas rutin yang telah dicapai oleh obyek penelitian selama periode pengamatan, maka perlu kiranya diperhatikan penambahan beberapa sarana fisik, terutama yang berhubungan dengan
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
46
penambahan
sarana
unit
computer
yang
ditujukan
untuk
semakin
meningkatkan kecepatan waktu layan kepada para wajib pajak.
Untuk
menindak lanjuti tentang adanya fakta dari masih tingginya jumlah tunggakan yang dimiliki oleh kantor pelayanan PBB, perlu kiranya dirumuskan suatu strategic plan yang berkesinambungan di dalam upaya untuk menekan angka tunggakan setiap tahunnya.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
47
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,1995, How to Measure Performance A Handbook of Techniques and Tools, U.S. Department of Energy, USA. http://www.llnl.gov/PBM/handbook Barr Richard S, Kory A Killgo, Thomas F Siems, Sheri Zimel, 1999, Evaluating the Productive Efficiency and Performance of U.S. Commercial Banks, Federal Reserve bank of Dallas. U.S. http://www.dallasfed.org/banking/fiswp/fiswp9903.pdf Berger, A.N and Humphrey, D.B, 1997, Efficiency of Financial Institutions: International Survey and Directions for Future Research. In: European Journal of Operations Research. 1997, no. 98, pp. 175 – 212. http://www.federalreserve.gov/pubs/feds/ 2000/200037/200037pap.pdf Bambang Budiarto, 2003, Evaluation of The Implementation of Regional Otonomy Base on Data Envelopment Analysis and Service Quality, Abstract, http://bdg.centrin.net.id/~alisjahbana/paper/5c1.PDF Cooper William W, Lawrance M Seiford, Kaoru Tone, 2000, Data Envelopment Analysis : A Comprehensive Text With Models Applications, References and DEA Solver Software, Kluwer Academics Publisher, Boston, U.S. Erwinta Siswandi, Wilson Arafat, 2004, Mengukur Efisiensi Relatif Kantor Cabang Bank dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA), Majalah Usahawan, No. 01 TH. XXXIII Januari, Jakarta. Ferry Prasetya, 2004, Analisis Efisiensi Kinerja Perbankan dengan Pendekatan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Kasus Pada Perbankan Indonesia 2000-2003), Skripsi, Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Harahap Abdullah, 2004, Paradigma Baru Perpajakan Indonesia, Intergrita Dinamika Press, Jakarta. Jemric Igor, Boris Vujcic, 2002, Efficiency of Banks in Croatia : A DEA Approach, Working Papers W-7, Croatian National Bank. http://www.hnb.hr/publikac/istrazivanja/w-007.pdf Muliaman D. Hadad, Wimboh Santoso, Dhaniel Ilyas, dan Eugenia Mardanugraha,2004, Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia : Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
48
Penggunaan Metode Nonparametrik Data Envelopment Analysis (Dea), Riset Bank Indonesia Jakarta. http://www.bi.go.id/web/id/Riset+Survey+Dan+Publikasi/Riset/Riset+Ter kait+Sistem+Keuangan/Penggunaan+Metode+Nonparametrik+Data+Env elopment+Analysis+(DEA).htm Nugroho R Purwantoro, 2003, Penerapan Data Envelopment Analysis (DEA) dalam Kasus Pemilihan Produk Inkjet Personal Printer, Majalah Usahawan, No. 10 TH. XXXII Oktober, Jakarta. Putu Mahardika Adi Saputra, 2003, Analisis Kinerja Pemerintah Daerah : Suatu Pendekatan dengan mempergunakan Data Envelopment Analysis di Seluruh Daerah Kota dan Kabupaten di Propinsi Bali, Jurnal Ekonomi, Vol 7, No. 2 , Juni, Universitas Merdeka Malang Jawa Timur. Hal : 159-172. White, R. Kenneth and Ozcan, A. Yasar, 1996. Church Ownership and Hospital Efficiency. Hospital and Health Services Administration. 41 (3): 297310.
Analisis Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
49