ANALISIS DATA TIME SERIES NDVI-SPOT VEGETATION UNTUK TANAMAN PADI (STUDI KASUS: KABUPATEN KARAWANG)
DIPA PRADIPTA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT DIPA PRADIPTA. Time series analysis of NDVI-SPOT Vegetation data for Agriculture Area (Case Study: Karawang). Supervised by YON SUGIARTO. Remote sensing has become very important to various fields of science, especially agriculture. Rice crop growth cycle can be monitored using multi temporal remote sensing application, such as SPOT-Vegetation image. This research presents the time series analysis to monitor growth phase of rice crop in Karawang using NDVI. Based on NDVI, analysis of fenology trends from rice crop growth can be done to help determine plant season, optimal vegetative phase, fallow phase after harvest and spatial distribution pattern formed in one plant season. This research show that for rice crop Karawang in 2007 has high level of vegetation index and reach optimal vegetative growth phase in 70-90 days after planting. This result also stated before in research done by Yang and Su in 1998, it is stated that NDVI value will reach its peak around 70 days after planting and decrease following the aging of the plant. Key words : SPOT VEGETATION, NDVI, Phenology
ABSTRAK
DIPA PRADIPTA. Analisis data time series NDVI - SPOT Vegetasi untuk tanaman padi (studi kasus : Karawang). Dibimbing oleh YON SUGIARTO. Teknologi penginderaan jauh yang semakin berkembang telah dimanfaatkan di berbagai bidang termasuk pertanian. Aplikasi pemantauan terhadap siklus pertumbuhan tanaman padi dapat dilakukan dengan menggunakan data penginderaan jauh multiwaktu,salah satunya dengan citra SPOT-VEGETATION. Penelitian ini menyajikan analisis data serial untuk memonitor fase pertumbuhan tanaman padi di wilayah Karawang menggunakan nilai indeks vegetasi atau indeks kehijauan suatu tanaman. Berdasarkan hasil nilai indeks kehijauan tersebut maka tren fenologi dari pertumbuhan tanaman padi dapat dianalisa untuk memperkirakan awal mulai tanam, saat tanaman memasuki masa vegetatif optimum, hingga memasuki masa bera setelah panen serta pola spasial distribusi yang terbentuk selama satu musim tanam. Berdasarkan data NDVI yang diolah dari citra, maka diketahui bahwa daerah Karawang pada tahun 2007 memiliki tingkat vegetasi yang cukup tinggi, sedangkan fase pertumbuhan vegetatif (optimum) padi terjadi pada umur 70 -90 hari setelah tanam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh (Yang dan Su 1998) bahwa nilai NDVI padi akan mencapai puncak sekitar 70 hari setelah tanam, kemudian nilai NDVI akan menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kata kunci: SPOT Vegetasi, NDVI, fenologi
ANALISIS DATA TIME SERIES NDVI-SPOT VEGETATION UNTUK TANAMAN PADI (STUDI KASUS: KABUPATEN KARAWANG)
DIPA PRADIPTA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
LEMBAR PENGESAHAN Judul skripsi Nama NIM
: Analisis DataTime Series NDVI-SPOT VEGETATION Untuk Tanaman Padi (Studi Kasus: Kabupaten Karawang) :Dipa Pradipta :G24062495
Menyetujui Pembimbing,
Yon Sugiarto, S.Si,M.Sc NIP.19740604 199803 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas akhir ini berjudul Analisis Data Time Series NDVI-SPOT VEGETATION untuk Tanaman Padi (Studi Kasus: Karawang). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 hingga Februari 2011. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yon Sugiarto S.Si,M.Sc selaku pembimbing, yang telah memberikan masukan dan pengarahankepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik. Tugas akhir ini dapat terlaksana atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Keluarga penulis : mama, papah, kakak, serta adik yang terkasih dan tersayang atas segala doa, kasih sayang, perhatian, semangat, dan dukungannya selama ini. 2. Isa Teguh Widodo, Lutfhi Aziz, Tia Erfiyanti, Anang Ahmadi, Uji Astrono, Daniel Chrisendo, Saputri Sapta, Tri Yulianti yang selalu menemani penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini dan teman-teman LabAgro (Ariyani, Ria, Titik dan Sarah) untuk bantuan dan kebersamaannya. 3. Teman-teman GFM 43 : Abie, Amel, Chris, Debo, Desi, Dian, Diana, Diki, Enno, Fajar, Gema,Hilda, Lastri, Legran, Maya, Ray, Rendy, Rizki, Robby, Sandro, Sasti, Zahe, Willy, Dinda, Rahmi, Egie, Tara, Icha, Devi, dan Neny yang telah menemani perjalanan penulis di GFM. Terima kasih untuk persahabatan, kebersamaan, keceriaan, dan kekeluargaannya selama tiga tahun ini, yang akan selalu ada di hati penulis dan menjadi sesuatu yang indah untuk dikenang. GFM 43: “Ga Ada Matinya” 4. Segenap civitas GFM : Pak Pono, Bu Inda, Mas Azis, Pak Jun, Mbak Wanti, Mbak Icha, Pak Badrudin, Pak Kaerun, Pak Udin, dan para dosen serta staf pengajar untuk bimbingan dan bantuannya selama ini. 5. Seluruh kakak kelas dan adik kelas di GFM. Kepada semua pihak lainnya yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Tanpa mereka, semuanya ini tidak akan berarti apa-apa. Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, namun semoga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor,Juni2012
Dipa Pradipta
\
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Desember 1987 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Dedy Duryadi dan Ibu Henny Permana. Tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pengadilan III dan melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 5 Bogor dan tahun 2003 melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 5 Bogor. Penulis diterima di IPB pada tahun 2006 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB. Setahun kemudian penulis diterima pada mayor Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi anggota Himpunan Profesi Himagreto sebagai Wakil Ketua Umum 2008 – 2009 dan sebagai Ketua Umum Himagreto 20092010. Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kegiatan seperti Meteorologi Interaktif 2007 sebagai MC, Meteorologi Interaktif 2008, Birunya Langitku 2008, dan Fieldtrip Himagreto 2008 serta aktif dalam ICSF (Indonesian Climate Student Forum). Tahun 2009 penulis diberikan kesempatan magang di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat). Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Data Time Series NDVISPOT VEGETATION Untuk Tanaman Padi (Studi Kasus: Karawang)” di bawah bimbingan Bapak Yon SugiartoS.Si, M.Sc.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL........................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1.2 Tujuan ..........................................................................................................................
1 1 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 2.1 Citra SPOT ................................................................................................................... 2.2 SPOT Vegetation ......................................................................................................... 2.3 NDVI (Normalized Difference Vegetation Indeks) ....................................................
1 1 2 3
BAB III METODOLOGI ........................................................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................................... 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................................. 3.3 Metode Penelitian ........................................................................................................ 3.3.1 Pengolahan Data Citra ........................................................................................ 3.3.2 Indeks Vegetasi .................................................................................................. 3.3.3 Analisis Grafik ...................................................................................................
4 4 5 5 5 5 5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 4.1 Kondisi Klimatologi..................................................................................................... 4.1.1 Letak Wilayah ..................................................................................................... 4.1.2 Topografi ............................................................................................................. 4.1.3 Iklim .................................................................................................................... 4.2 Karakteristik Tanaman Padi pada Lahan Sawah .......................................................... 4.3 Pola Hubungan Nilai NDVI terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah ................. 4.4 Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Padi di Kabupaten Karawang pada Dua Waktu Musim Tanam................................................................................................... 4.4.1 Musim Tanam 1 .................................................................................................. 4.4.2 Musim Tanam 2 .................................................................................................. 4.4.3 Perbandingan 2 musim tanam .............................................................................
6 6 6 6 6 7 8 10 10 11 13
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 14 5.1 Simpulan ...................................................................................................................... 14 5.2 Saran ............................................................................................................................ 14 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 14 LAMPIRAN ................................................................................................................................. 16
i
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Sistem Satelit SPOT ..................................................................................................... Gambar 2 Diagram alir langkah identifikasi dan interpretasi citra.............................................. Gambar 3 Klasifikasi tingkat kehijauan vegetasi NDVI ............................................................... Gambar 4 Pola curah hujan Kabupaten Karawang tahun 1998-2007.......................................... .. Gambar 5 Pola suhu udara Kabupaten Karawang tahun 1998-2007 ............................................. Gambar 6 Hubungan antara nilai NDVI dengan umur tanaman padi............................................ Gambar 7 Fase Awal Pertumbuhan pada MT 1 ............................................................................ Gambar 8 Fase Awal Pertumbuhan pada MT 2 ............................................................................ Gambar 9 Fase Vegetatif Pertumbuhan pada MT 1 ...................................................................... Gambar 10 Fase Vegetatif Pertumbuhan pada MT 2 ................................................................... Gambar 11 Fase Generatif Pertumbuhan pada MT 1 ................................................................... Gambar 12 Fase Generatif Pertumbuhan pada MT 2 ................................................................... Gambar 13 Fase Bera Pertumbuhan pada MT 1 .......................................................................... Gambar 14 Fase Bera Pertumbuhan pada MT 2 ...........................................................................
1 5 6 6 7 9 10 11 10 12 10 12 11 12
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Nilai NDVI dan Kehijauan Tanaman ..............................................................................
9
ii
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi penginderaan jauh telah berkembang demikian pesat dan penerapannya semakin luas untuk berbagai bidang (Martono 2008), salah satunya pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan komoditi utama dari negara kita sehingga penerapan teknologi penginderaan jauh dapat dimanfaatkan secara langsung untuk pengembangan dan peningkatan produksi pertanian seperti memprediksi hasil pertanian, membuat model simulasi tanaman, serta skenario produksi hasil pertanian pada kurun waktu tertentu. Prediksi hasil tanaman pertanian dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi tingkat kehijauan (indeks vegetasi) suatu tanaman menggunakan rasio (perbandingan) antara band inframerah dengan near inframerah (Affan 2002). Formula rasio tersebut dikenal sebagai indeks vegetasi yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat kehijauan vegetasi berdasarkan biomassa tanaman. Nilai formulasi indeks vegetasi yang umum digunakan adalah NDVI (Normalized Difference Vegetation Indeks). Rentang nilai NDVI ini adalah berkisar dari -1 sampai 1. Nilai -1 sampai 0 mengindikasikan adanya objek non vegetasi. Sedangkan nilai dari > 0 hingga 1 mengindikasikan objek bervegetasi. Indeks nilai yang tercantum pada NDVI menentukan seberapa besar pengaruh tutupan lahan yang bervegetasi, atau tidak bervegetasi, serta karakteristik sebaran potensi dari suatu wilayah. Semakin tinggi nilai NDVI-nya, maka tanaman semakin berada pada fase siap panen, sebaliknya semakin rendah nilainya maka tanaman semakin tidak produktif (masa bera). Oleh karena itu, NDVI paling sering digunakan sebagai parameter untuk memantau kehijauan tanaman terkait dengan tingkat produksinya (Wahyunto 2006). Dalam bidang pertanian, nilai indeks kehijauan lahan (NDVI) dapat dikaitkan dengan fenologi suatu tanaman. Berdasarkan nilai sebaran indeks kehijauan dari satu tanaman dapat dilihat kecenderungan (trend) perubahan fenologi tanaman tersebut serta pola spasial distribusi pada puncak masa tanamnya. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan banyak menggunakan citra LANDSAT sebagai acuan dasar dari photo citra. Namun demikian citra tersebut
memiliki beberapa kelemahaan antara lain resolusi yang rendah serta waktu perekaman yang tidak terekam secara temporal waktu. Salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah penggunaan teknologi citra SPOT karena memiliki kemampuan kualitas citra yang lebih tinggi terutama kualitas piksel gambar yang dihasilkan (resolusi) sehinga menjamin ketelitian dan efektifitas dalam interpretasi data yang dihasilkan. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis tren perubahan fenologi tanaman padi berdasarkan citra satelit. 2. Mempelajari pola spasial distribusi fenologi tanaman selama masa tanam berdasarkan time series NDVI-SPOT.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra SPOT SPOT (Systeme Probatoire de I’Observation de la Terre) adalah proyek kerja sama antara Prancis, Swedia dan Belgia di bawah koordinasi CNES (Centre National d’Etudes Spatiales), badan ruang angkasa Prancis. SPOT-1 diluncurkan pada 23 Februari 1986 dari stasiun Peluncuran Kourou, Guyana Prancis dengan membawa dua sensor identik yang disebut HRV (Haute Resolution Visibel, Resolusi Tinggi Pada Cahaya Tampak). Disebut sensor identik karena keduasensor tersebut sepenuhnya sama (Danoedoro 1996).
Gambar 1 Sistem Satelit SPOT (http://www.satimagery.com) Satelit pengamatan bumi yaitu SPOT 5 diluncurkan dari pusat luar angkasa The
2
Guiana, Kourou, Guyana, Prancis pada tanggal 3 – 4 Mei 2002. Dibandingkan pendahulunya, SPOT 5 menawarkan kemampuan kualitas citra yang lebih tinggi sehingga menjamin keefektifitasan solusi pertambahan harga citra yaitu dengan peningkatan 13 resolusi sebesar 5 meter untuk multispektral dan 2,5 meter untuk pankromatik serta lebar luas cakupan citra mencakup 60 x 60 km atau 60 x 120 km, satelit SPOT 5 memberikan keseimbangan ideal antara resolusi yang tinggi dan luas area cakupan. Daerah cakupan tersebut merupakan asset kunci untuk aplikasi seperti dalam pemetaan skala menengah (pada 1 : 25.000 dan 1 : 10.000), perencanaan wilayah kota dan pedesaan, eksplorasi minyak dan gas serta manajemen atau mitigasi bencana. Fitur kunci dari satelit SPOT 5 lainnya adalah tidak ditetapkannya acuan kemampuan akuisisi dari instrument HRS (High Resolution Stereo), yang mana mampu mengcover area yang luas dalam sekali orbit. Penggunaan sensor stereo adalah vital untuk permodelan tiga dimensi suatu daerah dan lingkungan komputerisasi sekitarnya, contohnya basis data simulasi penerbangan, koridor jalur pipa dan perencanaan jaringan telepon genggam (http://www.satimagery.com). Instrument vegetation dua awak pada SPOT 5 juga dapat memberikan monitoring lingkungan vegetasi tersebut secara berkelanjutan di seluruh dunia, seperti satelit pendahulunya yaitu SPOT 4. Satelit SPOT 5 diharapkan mampu memasuki masa operasional dalam memberikan pelayanan komersil sekitar 2 bulan setelah peluncurannya. Grup dari SPOT image terdiri dari empat bagian, satu kantor di Jerman dan sebuah jaringan global dari stasiun penerima. Saluran komunikasi untuk rekan–rekan bisnis dan para distributor. Satelit 14 Imaging Corporation (SIC) merupakan sebuah petugas distribusi untuk SPOT Image Corporation. Citra SPOT 5 dalam akurasi planimetris sebesar 10 m (RMS) dan akurasi ketinggian 5 m (RMS). Gambaran ini sesuai dengan syarat standar pemetaan berskala 1 : 50.000. Kemudian dihitung kualitas radiometric dari SPOT 5, yang perbandingannya akan sama atau lebih baik dari SPOT 4. Citra SPOT interpretasi tematik khususnya yang terjamin dari interpretasi visual dan control yang baik selama proses digitasi. Disamping itu, citra SPOT 5 memiliki beberapa kekurangan yang
perlu dibenahi seperti kemampuan resolusi tinggi tidak diimbangi dengan resolusi temporal yang rendah 26 hari. Selain itu perbedaan resolusi yang sangat mencolok antara titik pusat dengan daerah cakupan citra yaitu 2,5 m membuat perbedaan titik koordinat yang besar. 2.2 SPOT Vegetation Program vegetasi SPOT dikembangkan bersama oleh Perancis, Komisi Eropa, Belgia, Italia, dan Swedia. Sensor ini telah beroperasi sejak April 1998 pada sistem satelit SPOT-4. Ada setidaknya satu pengamatan dalam sehari yang terekam oleh sensor satelit pada pukul 10:30 waktu lokal untuk lintang di atas 328. Tujuan dari adanya SPOT Vegetation ini adalah untuk menyediakan pengukuran akurat karakteristik dasar dari kanopi vegetasi pada landasan operasional, baik untuk penelitian ilmiah skala regional dan global dalam periode waktu tertentu, juga sistem yang dirancang untuk pemantauan vegetasi. Satelit SPOT yang pertama diluncurkan pada Februari 1986 merupakan satelit yang dilengkapi dengan sensor optik dengan resolusi spasial tinggi. Hingga kini, sudah diluncurkan satelit ke lima, SPOT 5, pada Mei 2002. Sensor Vegetation dipasang sejak SPOT 4. Sensor ini memiliki 4 band spektral, yaitu (Band 1: 430-470 nm; Band 2: 610-680 nm; Band 3: 780-890 nm, dan Band 4: 1,58-1,7 nm) dengan resolusi spasial 1 km dan resolusi temporal 1 hari. Rentang panjang gelombang dari kedua band tersebut digunakan untuk menghitung nilai NDVI. Terdapat berbagai konfigurasi sensor pada satelit SPOT. Sensor Vegetation terletak bersebelahan dengan sensor HRS (High Resolution Stereoscopic imaging) yang menampilkan karakteristik sensor Vegetation. Saat ini, citra Vegetation komposit 10-harian dapat diunduh secara gratis setelah 3 bulan tanggal akuisisi. Setiap bulan, diproduksi 3 citra komposit 10 harian, yang mencakup tanggal 1-10, tanggal 11-20, dan tanggal 21-31. Citra tersebut sudah terkoreksi geometrik dan tersedia dalam beberapa cakupan geografis, misalnya untuk wilayah Indonesia adalah cakupan Asian Islands. Citra VGT S10 tersedia dalam format HDF dan terdiri dari citra NDVI, dan citra status map yang menjelaskan tentang kualitas radiometric. Setiap citra NDVI (produk S10) yang diunduh perlu dilakukan konversi dari nilai digital ke nilai NDVI sebenarnya, dengan
3
menggunakan persamaan berikut: NDVI = a * DN + b di mana; a = 0.004, b = -0.1, DN= digital number 2.3 NDVI (Normalized Difference Vegetation Indeks) Indeks vegetasi atau NDVI adalah indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan dari suatu tanaman. Perhitungan nilai NDVI diperoleh dari perbandingan antara nilai reflaktansi kanal inframerah dekat dengan kanal cahaya tampak yang diperoleh dari citra SPOT. Nilai NDVI ini berkisar antara -1 sampai 1. Semakin tinggi nilai NDVI yang dihasilkan maka tanaman semakin berada pada fase siap panen sedangkan semakin rendah nilainya maka tanaman semakin tidak produktif (masa bera) sehingga nilai NDVI sering digunakan sebagai parameter untuk memantau kehijauan tanaman terkait dengan tingkat produksinya. Nilai NDVI positif (+) terjadi apabila vegetasi lebih banyak memantulkan radiasi pada gelombang panjang inframerah dekat dibanding pada cahaya tampak. Nilai NDVI nol (NDVI=0) terjadi apabila pemantulan energi yang direkam oleh panjang gelombang cahaya tampak sama dengan gelombang inframerah dekat. Hal ini sering terjadi pada daerah pemukiman, tanah, darat non vegetasi, awan dan permukaan air. Sedangkan nilai NDVI negatif (-) terjadi apabila permukaan awan, air, lebih banyak memantulkan energi pada panjang gelombang cahaya tampak dibandingkan pada inframerah dekat (Affan 2002). NDVI dipakai untuk mendapatkan informasi tentang pertanaman seperti pola kurva pertumbuhan tanaman, penutupan lahan, mengamati kerusakan tanaman akibat penyakit dan memperkirakan hasil pertanaman lebih awal. Perkiraann hasil panen pertanaman dilakukan dengan menghubungkan nilai NDVI dengan indeks panen, kemudian dikonfirmasi dengan hasil panen aktual untuk mendapatkan faktor koreksi yang tepat (Sembiring et al 2000). Penelitian Yang dan Su (1998), telah meneliti pola pertumbuhan tanaman dengan metode NDVI. Penelitian dilakukan pada tanaman padi saat musim tanam tahun 1996 dan tahun 1997. Spektral radiasi diukur dengan alat spectroradiometer yang
dipasang 1 m di atas permukaan tanaman padi. Hasil pengukuran menunjukkan nilai NDVI padi akan mencapai puncak sekitar 70 hari setelah tanam, kemudian NDVI akan menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Hal ini berarti bahwa NDVI peka terhadap aktivitas fotosintesis suatu tanaman dan dapat menjadi faktor utama memonitor pertumbuhan tanaman. Menurut Wahyunto dan Hikmatullah, pemanfaatan teknologi penginderaan jauh citra satelit NDVI merupakan alternatif yang tepat untuk wilayah indonesia dalam usaha memperoleh informasi sumberdaya pertanian secara tepat dan akurat. a. Karakteristik Tanaman Padi pada Lahan Sawah Lahan sawah memiliki karakteristik yang khas yang membedakannya dengan tanaman lainnya. Pada awal pertumbuhan tanaman padi, areal sawah selalu digenangi air sehingga kenampakan yang dominan yaitu air (fase air). Seiring dengan pertumbuhannya kondisi lahan sawah akan berubah didominasi oleh daun padi. Pada saat puncak pertumbuhan vegetatif, tingkat kehijauan tinggi disebabkan oleh kandungan klorofil tinggi. Setelah masa tersebut, tingkat kehijauan akan menurun, lalu timbul bunga-bunga padi sampai menguning. Fase pertumbuhan akan diakhiri dengan masa panen dan lahan dibiarkan kosong selama jangka waktu tertentu (bera) tergantung pada pola tanam dari satu wilayah. Sehubungan dengan itu, maka fase pertumbuhan tanaman padi dapat dikelompokkan kedalam 4 kategori, yaitu fase air, fase pertumbuhan vegetatif, fase pertumbuhan generatif dan fase bera (Wahyunto 2006). Dengan mempelajari karakteristik spektral dari fase pertumbuhan tanaman padi dari awal tanam hingga fase siap panen sebagai acuan dalam mengenali pertumbuhan tanaman padi tersebut dapat dilakukan pemantauan menggunakan citra satelit. Pemantauan itu diarahkan untuk melihat umur tanaman padi, luas areal panen serta melihat pola spasial distribusi selama masa tanam. Dengan menggunakan citra satelit dari beberapa tanggal perekaman, pemantauan terhadap pertumbuhan tanaman padi dapat dilakukan lebih akurat dan tepat waktu. b.
Pemantauan Fase-fase Pertumbuhan padi
4
Kunci interpretasi citra yang paling penting untuk mengenali lahan sawah adalah mengetahui fase-fase pertumbuhan tanaman padi. Lahan sawah memiliki ciri-ciri yang unik sehingga mudah untuk dibedakan dengan lahan lainnya. Lahan sawah berbentuk petakan-petakan, memerlukan genangan air, umunya terletak pada daerah yang relatif datar. Di daerah yang berlereng, lahan sawah selalu berteras, petakannya memanjang mengikuti kontur, dengan tanaman utama padi dan sebagian palawija. Pengenalan jenis penutup lahan seperti padi pada citra dilakukan dengan mempelajari karakteristik reflaktan dari pertumbuhan tanaman yang diidentifikasi. Vegetasi atau tanaman yang berbeda akan memantulkan energi elektromagnetik yang berbeda sehingga gambar yang terekam dan tampak pada citra juga akan berbeda. Karakteristik reflektan tersebut merupakan pola tingkatan reflektan suatu objek yang dinyatakan dalam nilai piksel pada citra satelit. Dengan demikian, nilai piksel merupakan unsur interpretasi utama dalam mengenali objek, termasuk tanaman pertanian yang terekam oleh citra. Fase-fase kondisi penutupan lahan selama masa pertumbuhan tanaman padi, dan kenampakannya pada citra dapat dijelaskan sebagai berikut : Fase awal pertumbuhan padi, dimana lahan sawah didominasi oleh air karena penggenangan. Fase pertumbuhan vegetatif, ditandai dengan semakin lebatnya daun tanaman padi yang menutupi seluruh lahan sawah. Pada fase ini, penutupan lahan didominasi oleh warna hijau. Fase pertumbuhan generatif, dimana lahan sawah yang semula didominasi daun yang berwarna hijau akan digantikan dengan butir-butir padi yang berwarna kuning. Fase panen. Pada fase ini lahan menjadi bera dibiarkan kosong selama jangka waktu tertentu.
Dengan memantau yang berurutan dan mengacu kepada umur padi yang berkisar 110-120 hari maka fase panen dapat diperkirakan apabila awal masa tanam sudah terpantau, yaitu adanya perubahan dari fase bera menjadi fase air menjadi fase vegetatif. Prediksi padi dapat dilakukan sampai tiga bulan sebelum panen. Perkiraan masa panen padi ditentukan berdasarkan umur padi yang diperoleh dari hasil transformasi nilai indeks vegetasi tersebut diperoleh dari hasil analisa citra digital. Perkiraan panen padi satu bulan sebelum panen ditentukan berdasarkan umur padi lebih dari tiga belas minggu. Panen padi dua bulan yang akan datang ditentukan berdasarkan umur padi antara 8-12 minggu, sedangkan panen padi 3 bulan yang akan datang ditentukan berdasarkan umur padi antara 5-7 minggu. Panen padi yang terjadi 1 bulan sebelumnya ditentukan berdasarkan kenampakan lahan bera pada citra. d. Pendugaan Produksi Padi dan Luas Panen Fase generatif merupakan fase pertumbuhan optimum tanaman padi, yaitu pada saat padi berumur 9-13 minggu setelah tanam. Pada saat itu, tanaman padi mempunyai nilai indeks vegetasi yang optimum pada citra satelit yang dinyatakan dengan NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Tanaman padi yang mepunyai nilai NDVI optimum tersebut kemudian pada waktu panen dihitung produksinya (ton per hektar). Berdasarkan data ubinan tersebut maka untuk daerah lain yang mempunyai nilai NDVI yang sama dapat diduga pula produktivitasnya, sehingga dengan mengetahui nilai NDVI dari sebaran suatu vegetasi maka kita dapat memperkirakan berapa besar luasan areal pertanian yang mengalami panen dalam satu musim tanam.
III METODE PENELITIAN c. Perkiraan Panen Padi Perkiraan masa panen padi dapat dilakukan dalam tiga periode pemantauan, yaitu: • Januari – April untuk perkiraan panen pada bulan Februari, Maret, April dan Mei. • September – Desember untuk perkiraan panen bulan Oktober, November, Desember dan Januari.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 hingga bulan Juli 2011 di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
5
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam analisis dan pengolahan data sebagai berikut: 1. Perangkat lunak ER Mapper 7; 2. Perangkat lunak Arc View GIS 3.3 with full extention; 3. Perangkat lunak MS. Office 2007; 4. Seperangkat komputer dan printer. Adapun data-data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Data citra SPOT VEGETATION; 2. Data batas kabupaten Karawang. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengolahan data citra Pengolahan data citra dimulai dengan import data dalam bentuk *.HDF dan dikonversi ke bentuk *ers. Konversi ini dilakukan agar pengolahan data selanjutnya lebih mudah dan sesuai dengan yang dibaca oleh ermapper. Langkah berikutnya yaitu tahapan : • Visualisasi yang digunakan untuk membuat tampilan citra sesuai dengantampilan aslinya. • Rektifikasi dimaksudkan untuk memasukkan koordinat melalui Ground Control Point kedalam citra sehingga citra yang dipakai ada sistem koordinatnya. Tetapi dalam tahap ini rektifikasi diterapkan untuk peta Rupa Bumi yang dijadikan sebagai background/acuan batas wilayahnya melalui koordinat citra SPOT yang dipakai. • Cropping citra dimaksudkan untuk memotong daerah yang hendakdipetakan (Area Of Interest). • Klasifikasi dimaksudkan untuk pembagian wilayah citra berdasarkan tujuan analisis • Interpretasi sebagai penjabaran dari hasil citra yang sudah dipetakan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam identifikasi dan interpretasi citra dapat disajikan pada diagram alir berikut:
Gambar 2 Diagram alir langkah identifikasi dan interpretasi citra. 3.3.2 Indeks Vegetasi Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data sensor satelit. Untuk pemantauan vegetasi, dilakukan proses pembandingan antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah dekat(near infrared). Algoritma yang umum digunakan untuk menentukan nilai Normalized Difference Vegetation Index sebagai berikut:
NDVI =
𝑁𝑁𝑁 �−1] 𝑅𝑅𝑅 𝑁𝑁𝑁 �+1] [� 𝑅𝑅𝑅
[�
Indeks vegetasi berbasis NDVI yang ditunjukkan pada persamaan diatas, mempunyai nilai yang hanya berkisar antara -1 (non-vegetasi) hingga 1 (vegetasi). Setelah NDVI diperoleh, langkah selanjutnya adalah membuat skala warna (color map) tingkat vegetasi agar diperoleh informasi lebih lanjut. Klasifikasi tingkat kehijauan vegetasi NDVI menggunakan skala seperti tampak pada gambar dibawah ini :
Gambar 3
Klasifikasi tingkat kehijauan vegetasi NDVI. 3.3.3 Analisis grafik 3.3.3.1 Membuat grafik hubungan antara nilai sebaran NDVI dengan rentang waktu dasarian per wilayah kajian. 3.3.3.2 Membuat grafik hubungan antara pertumbuhan sawah dengan nilai sebaran NDVI.
6
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Klimatologis 4.1.1 Letak Wilayah Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak antara 107o02’ 107o40’ BT dan 5o562’ - 6o34’ LS. Kabupaten Karawang termasuk daerah daratan yangrelatif rendah, mempunyai variasi kemiringan wilayah 0 – 2%, 2 – 15% dan diatas 40%. Secara administratif, Kabupaten Karawang mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : • Sebelah utara batas alam, yaitu Laut Jawa. • Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Subang. • Sebelah tenggara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. • Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi. Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 km2 atau 3,73% dari luas Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Karawang merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan subur di Jawa Barat, sehingga sebagian besar lahannya digunakan untuk pertanian. (www.karawangkab.go.id). 4.1.2. Topografi Bentuk tanah di Kabupaten Karawang sebagian besar merupakan dataran yang
relatif rata dengan variasi ketinggian antara 0 – 5 m diatas permukaan laut. Hanya sebagian kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0 – 1200 m. Wilayah Kabupaten karawang sebagian besar tertutup dataran pantai yang luas, yang terhampar di bagian pantai utara dan merupakan batuan sedimen yang dibentuk oleh bahan-bahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Di bagian tengah ditempati oleh perbukitan terutama dibentuk oleh batuan sedimen, sedang dibagian selatan terletak Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 m diatas permukaan laut. 4.1.3 Iklim Sesuai dengan bentuknya Kabupaten Karawang merupakan dataran rendah dengan temperatur udara rata-rata 27oC dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66% dan kelembaban nisbi 80%, sampai April bertiup angin Muson Laut dan sekitar bulan Juni bertiup Angin Muson Tenggara, kecepatan angin antara 30 – 35 km/jam, lamanya tiupan ratarata 5 – 7 jam. Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh kondisi iklim, keadaan orografis dan pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan sangat beragam menurut bulan.
Gambar 4 Pola curah hujan rata-rata Kabupaten Karawang tahun 1998 - 2007
7
Gambar 5 Pola suhu udara rata – rata Kabupaten Karawang tahun 1998 - 2007 Berdasarkan data curah hujan dan suhu di Kabupaten Karawang selama 10 tahun (1998 hingga 2007), dapat diketahui bahwa pola curah hujan bulanannya bervariasi. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari 2002 dan 2007. Selain itu, dapat diketahui juga bahwa rata-rata curah hujan selama 10 tahun menunjukkan curah hujan tertinggi yang terjadi selama bulan Oktober hingga April dan akan mulai akan turun pada bulan April hingga Oktober. Jika ditinjau dari data suhu permukaan wilayah Karawang, maka dapat diketahui bahwa wilayah Karawang memiliki suhu yang relatif konstan dengan nilai 20 – 27 OC. Karena data curah hujan tertinggi terdapat pada tahun 2007, maka data tersebut (tahun 2007) digunakan sebagai data dasar dalam pengolahan citra. Penggunaan data curah hujan tertinggi bertujuan untuk melihat perbandingan pola musim tanam di Kabupaten Karawang dengan dua pola musim hujan yang berbeda (musim hujan yang relatif rendah dan relatif tinggi). Berdasarkan Gambar 4, dapat diketahui bahwa curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari sebesar 133 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 12 mm. Hubungan antara curah hujan dan suhu udara di daerah tersebut menunjukkan bahwa rata-rata suhu menurun akibat curah hujan yang meningkat. Hal ini juga disebabkan oleh faktor iklim lainnya seperti intensitas matahari. Wilayah karawang sebagai wilayah kajian penelitian memiliki pola tanam padi
dua kali dalam satu tahun.Waktu tanam pertama diawali pada bulan Oktober hingga Maret (MT 1), dan yang kedua pada bulan April hingga September (MT 2). Hal ini berdasarkan awal musim hujan yang terjadi di wilayah Karawang karena sebagian besar lahan sawah merupakan sawah tadah hujan. 4.2 Karakteristik Fase Pertumbuhan Tanaman Padi Lahan sawah memiliki karakteristik yang khas yang membedakannya dengan tanaman lainnya. Pada awal pertumbuhan tanaman padi, areal sawah selalu digenangi air sehingga kenampakan yang dominan yaitu air (fase air). Seiring dengan pertumbuhannya kondisi lahan sawah akan berubah didominasi oleh daun padi. Pada saat puncak pertumbuhan vegetatif, tingkat kehijauan tinggi disebabkan oleh kandungan klorofil tinggi. Setelah masa tersebut, tingkat kehijauan akan menurun, lalu timbul bunga-bunga padi sampai menguning. Fase pertumbuhan akan diakhiri dengan masa panen dan lahan dibiarkan kosong selama jangka waktu tertentu (bera) tergantung pada pola tanam dari satu wilayah. Sehubungan dengan itu, maka fase pertumbuhan tanaman padi dapat dikelompokkan kedalam 4 kategori, yaitu fase air, fase pertumbuhan vegetatif, fase pertumbuhan generatif dan fase bera (Wahyunto 2006). Dengan mempelajari karakteristik spektral dari fase pertumbuhan tanaman padi dari awal tanam hingga fase siap panen sebagai acuan dalam mengenali
8
pertumbuhan tanaman padi tersebut dapat dilakukan pemantauan menggunakan citra satelit. Pemantauan itu diarahkan untuk melihat umur tanaman padi, luas areal panen serta melihat pola spasial distribusi selama masa tanam. Dengan menggunakan citra satelit dari beberapa tanggal perekaman, pemantauan terhadap pertumbuhan tanaman dapat dilakukan lebih akurat dan tepat waktu. 4.3 Pola Hubungan Nilai NDVI terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Penggunaan nilai indeks vegetasi (NDVI) digunakan sebagai parameter untuk memantau kehijauan tanaman terkait dengan tingkat produksinya. Secara rinci sering digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai pertumbuhan tanaman, penutupan lahan, perkiraan panen pada tanaman padi, pendugaan produksi pada tanaman padi serta perkiraan luasan produksi padi. Penelitian ini mencoba mengkaji penggunaan data NDVI SPOT-VGT untuk menganalisis tren perubahan fenologi pada tanaman padi sawah. Dengan menganalisa tren fenologi pada tanaman padi, maka dapat diduga masa panen padi dan hal-hal yang terkait dengan produktivitasnya. Selain itu, dapat juga digunakan untuk perbandingan dua masa tanam dari tanaman padi. Berdasarkan skala klasifikasi indeks kehijauan, maka nilai tersebut menunjukkan bahwa daerah Karawang pada tahun 2007 memiliki tingkat vegetasi yang cukup tinggi. Selain untuk pemantauan vegetasi, secara spesifik data NDVI juga dapat digunakan untuk menganalisis tren perubahan fenologi tanaman padi. Nilai indeks vegetasi yang didapatkan berkisar dari 0 hingga 0.8 yang menunjukkan tingkat kehijauan vegetasi yang cukup tinggi. 4.3.1 Perkiraan Panen Padi Nilai NDVI memiliki kisaran antara -1 sampai 1. Dimana semakin tinggi nilai NDVI, maka tanaman padi akan semakin mendekati fase siap panen. Nilai indeks vegetasi yang semakin mendekati +1 (0.8 – 0.9) menunjukkan bahwa kerapatan daun yang tinggi. Nilai NDVI dari saat tanaman padi berumur 3 - 4 MST (Minggu Setelah Tanam) sampai 16 MST menunjukkan bentuk kurva dengan puncaknya (parabolik) saat padi pada umur (fase) vegetatif optimum – padi bunting (umur sekitar 70-80 hari setelah tanam atau sekitar 10-11 MST).
Begitu juga sebaliknya, dengan semakin rendahnya nilai NDVI, maka menunjukkan bahwa tanaman berada pada fase tidak produktif (bera). Berdasarkan hal tersebut, maka nilai NDVI dapat digunakan untuk menentukan perkiraan panen dari tanaman padi. Berdasarkan pengolahan data NDVI tahun 2007, maka dapat dihubungkan dengan umur padi. Sehingga, dapat diketahui hubungan antara NDVI dan umur padi pada saat memasuki panen. Nilai NDVI dalam grafik diperoleh dari hasil rata-rata data 10 harian. Hasil nilai tersebut dijadikan sebagai rataan bulanan selama empat bulan sesuai dengan umur tanaman padi selama kurang lebih 110 hari. Berdasarkan grafik pada Gambar 6, maka dapat diketahui bahwa dengan meningkatnya nilai NDVI, maka umur tanaman padi meningkat hingga menuju titik panen. Hasil analisis terhadap pertumbuhan sawah di wilayah karawang menunjukkan bahwa nilai NDVI dari awal tanam hingga memasuki fase vegetatif optimum berlangsung pada umur 70-90 hari setelah tanam dan mencapai fase bera pada umur 120 hari setelah tanam seperti yang terlihat dalam Gambar 6, sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh (Yang dan Su 1998) bahwa nilai NDVI padi akan mencapai puncak sekitar 70 hari setelah tanam, kemudian nilai NDVI akan menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Setelah melewati fase generatif tersebut, maka dapat diketahui bahwa masa panen akan datang satu bulan berikutnya (dengan nilai NDVI yang tinggi yang berkisar antara 0.7 – 0.8). Setelah tanaman padi mengalami masa panen pada umur 90 hari, maka trennya akan menurun hingga umur tanaman padi 120 hari. Fase inilah yang disebut dengan fase bera. Pada saat fase ini, nilai NDVI-pun mengalami penurunan hingga kembali pada fase awal (fase air), hal ini disebabkan oleh jumlah tanaman padi (vegetasi) yang menurun akibat telah dipanen, sehingga bentukan permukaan lahan adalah non-vegetasi dan akan kembali didominasi oleh permukaan air.
9
Gambar 6 Hubungan antara nilai NDVI dengan umur tanaman padi Tabel 1 Nilai NDVI dan Kehijauan Tanaman
No
Nilai NDVI
Tingkat Kehijauan / Kondisi Lahan
Umur Tanaman (MST)
1
-0.096 - 0.036
Tidak bervegetasi/ terbuka/air
<3
2
0.036 - 0.24
Kehijauan sangat rendah
3-<4
3
0.24 - 0.456
Kehijauan rendah
4–6
4
0.456 - 0.652
Kehijauan sedang
6–8
5
0.652 - 0.884
Kehijauan tinggi
8 – 13
Setelah vegetatif optimum nilai NDVI akan turun sesuai dengan tingkat kematangan bulir
Berdasarkan kisaran indeks vegetasi, hal tersebut juga dapat dibuktikan, dimana pada awal tanam/pertumbuhannya nilai indeks vegetasi tanaman padi akan berkisar antara 0-0.3 bahkan bernilai negatif (karena didominasi oleh kenampakan air) dan nilai indeks akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya umur, kemudian mencapai maksimum pada umur tertentu yaitu pada saat padi bunting (pinnacleinitiation). Selanjutnya nilai indeks vegetasi semakin menurun selama fase pengisian-pematangan bulir hingga menjelang panen (Wahyunto 2006) seperti terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan hal tersebut, dapat dibuktikan bahwa nilai NDVI akan meningkat, jika pada permukaan lahan terbentuk vegetasi dan nilai NDVI akan
menurun jika vegetasi atau permukaan air lebih banyak. Berdasarkan data NDVI yang tersedia, maka dapat diketahui bahwa ratarata nilai NDVI pada tahun 2007 sebesar 0,652. 4.3.2 Pendugaan Produksi Padi Tanaman padi akan mengalami pertumbuhan optimum pada umur 9 – 12 minggu setelah tanam. Pada tahap inilah yang disebut sebagai fase generatif, dimana mulai bermunculan butir-butir padi yang menguning. Berdasarkan Gambar 6, dapat diketahui bahwa padi mulai berproduksi umur 60 hari. Hal ini membuktikan bahwa padi mengalami fase generatif pada umur 9 – 12 minggu.
10
4.4 Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Padi di Kabupaten Karawang pada Dua Waktu Musim Tanam 4.4.1 Musim Tanam 1 1. Fase Awal Fase awal pertumbuhan merupakan fase yang didominasi kenampakan air (fase air). Berdasarkan hasil pengolahan citra, dimana data yang digunakan adalah tahun 2007, maka dapat diketahui bahwa pada saat fase awal terjadi untuk musim tanam 1, di wilayah bagian utara Kabupaten Karawang, yaitu Kecamatan Pakis Jaya, Batujaya, Cibuaya, Pedes, Tempuran, dan Cimalaya tepat berada pada fase ini. Sedangkan wilayah lainnya yang berada di Kabupaten Karawang tengah dan selatan telah melewati fase air dan memasuki fase selanjutnya. Hal ini bisa terjadi karena awal penanaman yang tidak seragam di setiap wilayah Karawang. Sehingga akan terdapat perbedaan fase yang terjadi di masing-masing wilayahnya. Fase air yang terjadi pada bagian utara Kabupaten Karawang memiliki nilai NDVI negatif sebesar 0.096. Hal ini menunjukkan bahwa nilai NDVI akan negatif jika permukaan lahan berupa air atau tidak bervegetasi. Sedangkan nilai NDVI tertinggi yaitu 0.832, terletak pada bagian tengah Kabupaten Karawang. Dengan nilai NDVI sebesar 0.832 menunjukkan bahwa wilayah memiliki tingkat kehijauan yang tinggi.
yang menutupi seluruh lahan sawah. Pada fase ini, penutupan lahan didominasi oleh warna hijau. Berdasarkan gambar berikut, dapat diketahui bahwa sebagian besar telah beranjak dari fase air, dimana mulai terbentuk kehijauan dari tanaman. Fase inilah yang disebut sebagai fase vegetatif. Nilai NDVI yang terdapat pada fase ini berkisar antara -0.096 dan 0.788. Berdasarkan hasil prediksi dengan menggunakan nilai NDVI, wilayah yang sedang mengalami fase vegetatif adalah Kecamatan Krawang, Rawa, Talaga, Klan, Tirta dan Cikampek (bagian tengah Kabupaten Karawang). Bagian Utara wilayah Kabupaten Karawang mulai mengalami peralihan dari fase air menuju fase vegetatif. Sedangkan wilayah lainnya, seperti Jatisari dan Pangkalan telah mulai memasuki fase siap panen ditunjukkan dengan hamparan padi yang menguning seperti yang telah terekam dalam citra yang diperoleh.
Gambar 8 Fase Vegetatif Pertumbuhan pada MT1
Gambar 7 Fase Awal Pertumbuhan pada MT1 2.
Fase Vegetatif Fase pertumbuhan vegetatif, ditandai dengan semakin lebatnya daun tanaman padi
3. Fase Generatif Fase pertumbuhan generatif, dimana lahan sawah yang semula didominasi daun yang berwarna hijau akan digantikan dengan butir-butir padi yang berwarna kuning. Nilai NDVI pada fase ini berkisar antara -0.096 dan 0.876. Nilai NDVI terendah sebesar 0.096 yang terdapat di wilayah bagian utara Kabupaten Karawang. Wilayah ini masih mengalami fase air karena wilayah yang berbatasan langsung dengan laut. Sedangkan nilai NDVI tertinggi sebesar 0.876 yang
11
terdapat pada wilayah bagian tengah Kabupaten Karawang. Nilai NDVI yang tertinggi menunjukkan nilai NDVI yang optimum yang berarti wilayah tersebut berada pada fase generatif. Berdasarkan hasil prediksi menggunakan analisis nilai NDVI tersebut, wilayah di Kabupaten Karawang yang sedang mengalami fase generatif adalah sebagian dari Kecamatan Pangkalan, Jatisari, dan sebagian dari Kecamatan Teluk Jambe.
Gambar 10 Fase Bera Pertumbuhan pada MT1
Gambar 9 Fase Generatif Pertumbuhan pada MT1 4. Fase Bera Fase panen atau bera merupakan fase dimana lahan sawah menjadi bera dibiarkan kosong selama jangka waktu tertentu. Kisaran nilai NDVI yaitu sebesar -0.096 dan 0.904. Nilai NDVI tertinggi terdapat di bagian tengah Kabupaten Karawang. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar lahan di Kabupaten Karawang berwarna kuning kemerahan yang menjelaskan bahwa telah melewati tahap panen dan akan kembali ketahap awal dalam jangka waktu tertentu. Wilayah yang berada pada fase bera adalah Kecamatan Rengas, Rawa dan Klan, sebagian Kecamatan Tempura, Pedes, dan Cibuaya.
Berdasarkan keempat fase yang terjadi pada musim tanam 1 yaitu bulan Oktober, maka dihasilkan bahwa wilayah Utara Kabupaten Karawang mengalami perubahan fase yang lambat dari fase air menuju fase berikutnya. Hal ini bisa disebabkan oleh wilayah utara yang berbatasan langsung dengan laut sehingga ketika proses pengolahan nilai NDVI dilakukan rata-rata nilai kenampakan air yang lebih dominan ditangkap oleh citra. Setiap kecamatan memiliki fase yang berbeda dan tidak sesuai dengan hasil prediksi nilai NDVI. Hal ini disebabkan setiap wilayah memiliki pola awal musim tanam yang berbeda-beda yang tidak tergantung pada awal musim tanam 1 yaitu bulan Oktober. Sebagian petani yang berada di beberapa kecamatan di Kabupaten Karawang juga melakukan awal tanam padi berdasarkan kalender tanam atau mengikuti pola yang sering dilakukan. Berdasarkan ke-empat fase pada musim tanam 1 (bulan Oktober), maka dapat disimpulkan bahwa perkiraan panen padi dapat dilakukan dengan menggunakan prediksi berdasarkan pengolahan data NDVI pada musim tanam 1. Berdasarkan prediksi dengan menggunakan nilai NDVI, wilayah yang mengalami awal musim tanam 1 pada bulan Oktober (sesuai prediksi) adalah Kecamatan Jatisari. 4.4.2 Musim Tanam 2 1. Fase Awal Berdasarkan hasil pengolahan data citra tahun 2007 dan berdasarkan musim tanam 2 yang dimulai bulan April, maka diperoleh
12
kisaran nilai NDVI pada fase awal musim tanam 2 sebesar -0.096 hingga 0.884. Nilai NDVI yang terendah menunjukkan bahwa wilayah tersebut mengalami fase air yaitu Kecamatan Batujaya, Pakis Jaya, Pedes, Cibuaya, Tempuran, dan Cimalaya (bagian Utara Kabupaten Karawang). Nilai NDVI tertinggi yaitu 0.884 yang menunjukkan bahwa wilayah tersebut pada fase generatif. Wilayah yang mengalami fase tersebut adalah sebagian dari Kecamatan Pedes, Tempura, Cikampek serta Kecamatan Pangkalan.
Gambar 12 Fase Vegetatif Pertumbuhan pada MT2 3.
Fase Generatif Fase generatif ditunjukkan dengan gambaran hasil olahan citra yang ubinannya berwarna kuning kemerahan. Fase ini merupakan fase dengan nilai optimum yang menunjukan bahwa tanaman padi yang hijau mulai digantikan dengan butir-butir padi yang berwarna kuning.
Gambar 11 Fase Awal Pertumbuhan pada MT2 2.
Fase Vegetatif Berdasarkan hasil pengolah data, maka diperoleh kisaran nilai NDVI sebesar -0.096 hingga 0.92. Nilai NDVI terendah berada pada angka -0.096 yang menunjukkan wilayah tersebut masih berupa air dan tidak bervegetasi. Hal ini ditunjukkan dengan bagian Utara Kabupaten Karawang yang masih mengalami fase air dan mulai beralih ke fase vegetatif. Sedangkan nilai NDVI tertinggi yaitu 0.92 menunjukkan bahwa wilayah tersebut telah mengalami fase generatif dan memasuki awal panen. Berdasarkan hasil olahan data citra Gambar 12, maka dapat dilihat bahwa wilayah yang sedang mengalami fase vegetatif adalah Kecamatan Krawang, Rawa, Talaga, Tirta dan sebagian dari Kecamatan Cikampek.
Gambar 13
Fase Generatif Pertumbuhan pada MT2
Berdasarkan hasil data citra yang diperoleh, nilai NDVI berkisar antara -0.096 hingga 0.876. Nilai terendah masih menunjukkan wilayah tersebut masih berupa permukaan air dan tidak bervegetasi. Wilayah bagian Utara Kabupaten Karawang menunjukkan masih berada pada fase awal. Sedangkan nilai NDVI tertinggi yaitu 0.876, menunjukkan nilai optimum atau fase
13
generatif yang terjadi pada Kecamatan Rengas, Klan, Tirta, sebagian dari Kecamatan Rawa, Pedes, dan Rengas. Fase Bera Fase panen atau bera merupakan fase dimana lahan sawah menjadi bera dibiarkan kosong selama jangka waktu tertentu. Gambaran fase ini pada musim tanam 2 yaitu bulan April hingga September dapat dilihat pada gambar berikut:
Wilayah yang mengalami perubahan fase sesuai dengan prediksi nilai NDVI dan memulai awal tanam pada bulan April adalah Kecamatan Rengas.
4.
Gambar 14 Fase Bera Pertumbuhan pada MT2 Berdasarkan hasil olahan data citra diatas, maka dapat diketahui bahwa nilai NDVI berkisar antara -0.096 hingga 0.884. Sebagian wilayah Utara Kabupaten Karawang masih mengalami fase awal dan mulai mengalami perubahan fase selanjutnya, akan tetapi nilai NDVI wilayah tersebut masih rendah yaitu sekitar -0.096 (sebagian besar wilayah tersebut masih tertutup oleh air). Sedangkan nilai NDVI tertinggi yaitu 0.884. Nilai ini menunjukkan umur tanaman padi berkisar antara 9 hingga 13 MST. Pada fase ini tanaman padi mulai menjadi bera. Berdasarkan keempat fase yang diperoleh dari olahan data citra dengan musim tanam 2 yaitu bulan April, maka dapat disimpulkan bahwa wilayah Utara Kabupaten Karawang mengalami perubahan dari fase awal menuju fase selanjutnya sangat lama. Sama hal nya dengan analisa musim tanam 1, wilayah Utara Kabupaten Karawang letaknya yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa sehingga nilai yang terekam oleh citra merupakan rataan kenampakan fase air.
4.4.3 Perbandingan Dua Musim Tanam Berdasarkan dua musim tanam tersebut, maka dapat diketahui perbandingan bahwa pada saat musim tanam 1 yaitu bulan Oktober menghasilkan sebaran NDVI yang relatif rendah. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 7, dimana rata-ratan sebaran tutupan lahan di Kabupaten Karawang relatif tidak banyak. Fase awal pada musim tanam 1 didominasi oleh wilayah yang berada di bagian Utara Kabupaten Karawang, hal ini terlihat pada sebaran warna yang terdapat disepanjang Utara Karawang. Sedangkan wilayah lainnya yaitu bagian tengah dan Selatan Karawang mulai memasuki fase Generatif bahkan fase bera pada tanaman padi. Hal tersebut terjadi pada bulan Oktober dimana curah hujan mulai meningkat. Fase awal pada musim tanam 2 yaitu bulan April menunjukkan bahwa tutupan lahan di Kabupaten Karawang memiliki nilai NDVI relatif tinggi. Hal ini terlihat pada Gambar 13, dimana terjadi perluasan wilayah bagian Utara yang mengalami fase awal. Sedangkan wilayah lainnya di Kabupaten Karawang mengalami fase vegetatif, generatif dan bera. Musim tanam ini terjadi pada saat curah hujan relatif rendah. Berdasarkan dua musim tanam tersebut, terdapat kesamaan yaitu pada wilayah bagian Utara Kabupaten Karawang mengalami perubahan dari fase awal menuju fase selanjutnya dengan waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan karena wilayah tersebut berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai NDVI yang relatif rendah dari fase ke fase dan berwarna biru pada permukaan hasil citra. Warna permukaan yang biru dan nilai nilai NDVI yang rendah (-0.096) menunjukkan wilayah tersebut masih berupa permukaan air dan tidak bervegetasi. Selain kecamatan yang berada di bagian Utara Kabupaten Karawang, kecamatankecamatan lainnya mengalami variasi dalam fase penanaman padi. Hal ini terlihat pada hasil citraan yang bervariasi dari setiap wilayah dan bahkan tidak sesuai dengan prediksi data citra pada dua musim tanam. Hal ini disebabkan oleh cara pertanian di setiap wilayah atau kecamatan memiliki perbedaan tergantung pada kebiasaan yang
14
sering dilakukan oleh petani tersebut. Sebagian petani melakukan musim tanam berdasarkan kalender tanam dan yang lainnya berdasarkan kebiasaan sebelumnya dalam penanaman padi. Jika ditinjau dari luasan panen padi dari dua musim tanam, maka dapat disimpulkan bahwa luasan panen padi pada musim tanam 2 lebih besar dari pada musim tanam 1. Hal ini juga disebabkan karena musim tanam 2 yaitu bulan April mengalami masa awal tanam dengan curah hujan yang relatif tinggi, setelah sebulan kemudian, curah hujan menurun, sehingga perubahan fase dapat terjadi dengan baik. Berbeda hal nya dengan musim tanam 1 yaitu bulan Oktober, dimana pada saat awal tanam padi, curah hujan adalah rendah. Seiring dengan perubahan fase, curah hujan di wilayah Karawang mengalami peningkatan, sehingga perubahan fase pun menjadi lambat.
V. PENUTUP 5.1 Simpulan Melalui analisis citra satelit khususnya SPOT, maka dapat diestimasi umur tanaman padi yang bermanfaat dalam memperkirakan waktu panen serta luas arealnya. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa tingkat kehijauan (nilai NDVI) mempunyai korelasi yang positif dengan fase pertumbuhan tanaman padi, sehingga hasil pemetaan dari nilai sebaran indeks tersebut dapat dijadikan acuan dalam analisis visual pertumbuhan padi dalam satu musim tanam. Jika ditinjau dari dua musim tanam, maka dapat disimpulkan bahwa awal musim tanam yang efektif bagi tanaman padi adalah musim tanam 2 yaitu bulan April hingga September. Hal ini juga dipengaruhi oleh curah hujan yang relatif tidak terlalu tinggi, sehingga menyebabkan perubahan tiap fasenya berlangsung lebih cepat. 5.2 Saran Hasil nilai indeks vegetasi yang diperoleh lebih baik lagi jika dibandingkan dengan data aktual lapangan temporal waktu yang sama. Selain itu, periode data yang lebih panjang sangat diperlukan untuk memperoleh pola hubungan yang dapat lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Affan, M J. 2002. Penilaian Tingkat Bahaya Kebakaran Hutan Berdasarkan Indeks Vegetasi dan KBDI. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor. Danoedoro, P B. 1996. Pengolahan Citra Digital : Teori dan Aplikasi dalam Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Kiefer, L. 1990. Pengindraan jauh dan interpretasi citra. Dulbahri et al,penerjemah. Yogyakarta: gadjah mada university press. Terjemahan dari : remote sensing and image interpretation. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). 2000. Produksi Tanaman Padi Berdasarkan Indeks Vegetasi. Pusat pemanfaatan Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jakarta(publikasi). Martono, D N. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Uji Validasinya Untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan Penggunaan/Penutup Lahan. PUSDATA LAPAN. Panuju, D R, F Heidina, B H.Trisasongko, B Tjahjono. 2009. Variasi Nilai Indeks Vegetasi Modis pada Siklus Pertumbuhan Padi. Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 15 (2), Desember 2009. Panuju, D R, B Susetyo, M A.Raimadoya. 2009. Telaah Pola Musiman penutupan Lahan Bervegetasi dengan X12ARIMA pada NDVI SPOT VEGETATION. Prosiding Semiloka Geomatika-SAR Nasional. Sembiring, H.; H.L. Lees; W.R. Raun; G.V. Johnson; J.B. Solie; M.L. Stone; M.J. DeLeon; E.V. Lukina; D.A. Cossey; J.M. LaRuffa; C.W. Woolfolk; S.B. Phillips, and W.E. Thomason,. 2000. Effect Of Growth Stage And Variety On Spectral Radiance In Winter Wheat. J. Plant Nutr. 23:141149.. Sudiana, D dan E Diasmara. 2008. Analisis indeks Vegetasi menggunakan Data Satelit NOAA/AVRR dan TERRA/AQUA-MODIS. Seminar on Intelligent Technology and Its
15
Application. Wahyunto, W dan B Heryanto. 2006. Pendugaan Produktivitaas Tanaman Padi Sawah Melalui Analisis Citra Satelit. Yang, C.M. and M.R. Su. 1998. Correlation of Spectral Reflectance to Growth in Rice Vegetation. ACRS Journal. ______,http//www.satimagery.com
LAMPIRAN
Gambar 1 Fase Awal pada MT 1
Gambar 2 Fase Vegetatif pada MT 1
Gambar 3 Fase Generatif pada MT 1
Gambar 4 Fase Bera pada MT 1
Gambar 5 Fase Awal pada MT 2
Gambar 6 Fase Vegetatif pada MT 2
Gambar 7 Fase Generatif pada MT 2
Gambar 8 Fase Bera pada MT 2
Gambar 9 Pola curah hujan Bulanan 1998 – 2007 Kabupaten Karawang
Gambar 10 Pola Suhu Bulanan 1998 – 2007 Kabupaten Karawang