ANALISIS DAN STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK ONE STOP SERVICE DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BOGOR
SUTOPO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN TENTANG TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis kajian Manajemen Pembangunan Daerah "Analisis dan Strategi Pelayanan Publik One Stop Service dalam Kerangka Pembangunan Daerah Kota Bogor'' merupakan karya saya pribadi dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tulisan tesis.
Bogor, Oktober 2011
SUTOPO H252090015
ABSTRACT
SUTOPO. Analysis and Strategy Improvement of Public Services One Stop Service in Bogor District. Supervised by ARIS MUNANDAR and FREDIAN TONNY. Public services which is basically linked to all aspects of life society, according to this, the Government of Bogor city has developed the instituional duty and authorities in maintaining One Stop Service system namely Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal ( BPPTPM ). The fact, there are gaps between the real services and the expectations of society, which is initiated to creation of this thesis by using descriptive analysis method on Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) and the Analytical Hierarchy Process (AHP) model to determine the priority alternative strategies. The purpose of this thesis are to analyze the gap between of the goverment services with the expectation of society, also to analyze of the Institutional of BPPTPM, and analyze performance before and after of BPPTPM. Using AHP Method, writer try to formulate the alternative strategies how to improve the service quality based on Quality, Cost, and Delivery (QCD) model. Keyword : One Stop Service, BPPTPM, IKM, AHP, and QCD
RINGKASAN SUTOPO. Analisis dan Strategi Peningkatan Pelayanan Publik One Stop Service dalam Kerangka Pembangunan Daerah Kota Bogor. Dibawah bimbingan ARIS MUNANDAR dan FREDIAN TONNY. Kota Bogor merupakan salah satu Kotamadya di Propinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dengan jumlah penduduk berjumlah 950.334 jiwa. Wilayah Kota Bogor sangat strategis karena menjadi jalur utama bagi warga Jakarta dan sekitarnya yang hendak berwisata ke area wisata puncak yang berada di Kabupaten Bogor. Pemerintah Kota Bogor melihat potensi yang ada, mencanangkan visi sebagai kota jasa perdagangan, dalam rangka mendukung visi tersebut perlu adanya kualitas pelayanan publik yang baik dan memenuhi harapan masyarakat. Bertolak dari hal tersebut, Pemerintah Kota Bogor melakukan reformasi birokrasi dengan membentuk Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) yang mempunyai kewenangan menyelenggarakan semua proses pelayanan perijinan dengan harapan dapat meningkatkan kualitas pelayanan serta mendorong kegiatan investasi. Tujuan umum kajian ini adalah merumuskan rancangan alternatif strategi peningkatan pelayanan publik One Stop Service di Kota Bogor, sedang tujuan spesifik meliputi : 1) Menganalisis tingkat kesenjangan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Bogor dengan tingkat harapan atau kepentingan masyarakat penerima layanan; 2) Menganalisis kelembagaan BPPTPM atas kualitas pelayanan dan investasi di Kota Bogor; 3) Menganalisis kinerja pelayanan sebelum dan sesudah adanya BPPTPM. Dalam melakukan analisis menggunakan metode analisis deskriptif dan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan rancangan alternatif strategi. Hasil analisis kajian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pemerintah kota Bogor secara umum dalam kategori baik atas semua unsur pelayanan bila mengacu pada kriteria pelayanan publik dari KepMenPAN yaitu pada kisaran angka 62,50 – 81,25. Namun demikian hasil tersebut masih belum memenuhi tingkat ekspektasi/harapan dari masyarakat penerima layanan, sehingga masih ada kesenjangan antara kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kota Bogor dengan tingkat harapan/ekspektasi masyarakat penerima layanan. Unsur-unsur pelayanan yang menjadi skala prioritas untuk dilakukan peningkatan kinerja meliputi : penyempurnaan prosedur pelayanan, adanya kejelasan petugas pelayanan, kepastian biaya dan waktu pelayanan, kecepatan pelayanan, serta kenyamanan lokasi pelayanan. BPPTPM secara kelembagaan memberikan dampak positif dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong kegiatan investasi, hal ini terlihat dari adanya trend perbaikan kinerja pelayanan atas unsur-unsur pelayanan antara sebelum dan sesudah adanya BPPTPM terutama yang berkaitan dengan adanya kepastian biaya pengurusan pelayanan. Sementara dalam kegiatan investasi juga terjadi peningkatan pada dua tahun terakhir sehingga mencapai angka 1 triliun rupiah pada tahun 2010.
Matriks alternative strategi dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik one stop service mengacu pada hasil analisis data survey difokuskan pada peran dan komitmen Pemerintah Daerah Kota Bogor, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, simplifikasi system prosedur, dan optimalisasi teknologi informasi dan komunikasi dalam mendukung implementasi one stop service.
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS DAN STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK ONE STOP SERVICE DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BOGOR
SUTOPO
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Pada Ujian Tugas Akhir: Ir. Lukman M. Baga, MAEc
Judul Tugas Akhir : Analisis dan Strategi Peningkatan Pelayanan Publik One Stop Service dalam Kerangka Pembangunan Daerah Kota Bogor Nama
: Sutopo
NRP
: H-252090015
Disetujui Komisi Pembimbing
Ir. Fredian Tonny, MS Anggota
Dr. Ir. Aris Munandar, MS Ketua
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana,
Manajemen Pembangunan Daerah,
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Tanggal Ujian :
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan ridhoNYA maka kajian Pembangunan Daerah ini dengan topik Analisis dan strategi peningkatan pelayanan publik One stop Service dalam kerangka pembangunan daerah Kota Bogor dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat kelulusan dan memperoleh
gelar
Master
Profesional
dari
Progam
Studi
Manajemen
Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjan Institut Pertanian Bogor. Pada
kesempatan
yang
berbahagia
ini,
dengan
tulus
penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr.Ir.Aris Munandar, MS. dan bapak Ir. Fredian Tonny, MS. sebagai pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan didalam setiap kesempatan berupa saran, masukkan sehingga kajian ini dapat diselesaikan dengan hasil memuaskan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh jajaran civitas academica MPD dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal pemerintah daerah Kota Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menggali data-data yang dibutuhkan sebagai bahan kajian. Kepada keluarga tercinta atas dukungan dan do'a nya yang tidak pernah lepas selama mengikuti kuliah sampai selesai, khususnya kepada istri tercinta Eli Kurniati serta anak-anak Muhammad Eko Pratikto, Ainurrahma Dwi Saraswati, dan Muhammad Haidar Abqory terima kasih yang luar biasa.
Bogor, Agustus 2011
Sutopo
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri, propinsi Jawa Timur pada tanggal 12 Juni 1962 merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara, dari ayah Soeparno (Almarhum) dan Ibu Sutinah (Almarhum). Pendidikan Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Surabaya, dan melanjutkan kuliah Diploma III - Institut Sepuluh Nopember Surabaya jurusan Teknik Elektro lulus pada tahun 1985, dan menyelesaikan pendidikan S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana Jakarta pada tahun 2008. Tahun 1986, mulai bekerja di PT. INDOSAT (Persero) sebagai staf teknik penempatan di Medan (Sumatra Utara), pada tahun 1994 dipromosikan menjadi Asisten Manager Niaga di Area Batam (Riau). Kemudian tahun 2000 mendapatkan promosi sebagai Manager Area Kalimantan berkantor di Balikpapan (Kalimantan Timur) dengan tugas meningkatkan penjualan dan perluasan jangkauan pelayanan di wilayah Kalimantan. Akhir tahun 2002 dipercaya untuk memegang jabatan Manager Area Bali-Nusra dan IBT (Indonesia Bagian Timur) dengan lingkup tugas sampai Bagian Timur Indonesia berkantor di Kuta-Bali, dan kembali ke Batam sebagai Kepala Cabang Indosat Kepulauan Riau pada Juli tahun 2004 sampai Maret 2006. Tahun 2006, menempati posisi Kepala Divisi Post Sales dengan lingkup tugas melayani dan menjaga pelanggan segmen Korporasi seperti Bank Mandiri, Cevron, Citybank, Sinar Mas, dan partner Luar Negeri (British Telecom, Singapore Telecom, dan lain-lain) serta membuat system pelayanan on-line 24 jam sebagai bentuk pelayanan pelanggan. Awal 2008, dipercaya menjadi Kepala Cabang Indosat Banten dengan fokus bidang Seluler sampai tahun Maret 2009, kemudian memegang Kepala Cabang Bogor-Depok sampai dengan Maret 2011 (Mengundurkan diri). Menikah dengan Eli Kurniati pada bulan Oktober tahun 1988 dan dikaruniai tiga orang anak ( 2 laki-laki dan 1 perempuan ).
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan ........................................................................................... 1.4. Manfaat .........................................................................................
1 3 4 4
II.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pelayanan Publik ............................................................. 5 2.2. Konsep Manajemen Pelayanan Prima .......................................... 7 2.3. Persepsi Terhadap Layanan .......................................................... 7 2.4. Tatakelola Pelayanan Publik........................................................ 9 2.5. Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat.............................................. 9 2.6. Analytical Hierarchy Process ( AHP )......................................... 10 2.7. Penelitian Terdahulu..................................................................... 15
III.
METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Berpikir Kajian............................................................. 23 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian........................................................ 24 3.3 Metode Penelitian......................................................................... 25 3.4 Metode Perancangan Alternatif Strategi...................................... 27
IV.
GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Dasar Hukum................................................................................ 29 4.2 Kondisi Wilayah Kota Bogor....................................................... 30
V.
TINGKAT KESENJANGAN PELAYANAN dan HARAPAN MASYARAKAT 5.1 Kualitas Pelayanan Publik Kota Bogor......................................... 37 5.2 Analisis Deskriptif Kualitas Pelayanan dan Harapan Masyarakat.................................................................................... 39 5.3 Ikhtisar.......................................................................................... 41
VI.
KELEMBAGAAN PERIJINAN, INVESTASI, dan KINERJA PELAYANAN PUBLIK 6.1 Kelembagaan Perijinan, Kualitas Pelayanan, dan Investasi......... 42 6.2 Kinerja Pelayanan Publik.............................................................. 53 6.3 Ikhtisar.......................................................................................... 58
VII.
ALTERNATIF PERANCANGAN STRATEGI 7.1 AHP (Analytical Hierarchy Process)........................................... 59 7.2 Model Strategi.............................................................................. 60 7.3 Perancangan Program Alternatif.................................................. 66
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan................................................................................... 71 8.2 Saran............................................................................................. 72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman 1
Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Per-Unsur Pelayanan Pemerintah Kota Bogor ....................................................................
3
2
Realisasi Investasi Kota Bogor 2006 - 2010 ....................................
4
3
Nilai Persepsi, Interval, dan Kinerja Unit Pelayanan .......................
14
4
Contoh Matriks untuk Perbandingan Berpasangan ..........................
17
5
Skala Perbandingan secara Berpasangan .........................................
18
6
Mensintesa Pertimbangan ................................................................
19
7
Matrik yang Dinormalisasi ..............................................................
19
8
Contoh Mensistesis Pertimbangan ...................................................
20
9
Contoh Matriks yang Dinormalisai, Jumlah Baris, dan Prioritas Menyeluruh ......................................................................................
21
10
Menjumlahkan Entri ........................................................................
21
11
Unsur-Unsur Pelayanan dalam Klaster QCD .................................
26
12
Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan, Luas Wilayah perKecamatan Kota Bogor Tahun 2010 ................................................
13
Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bogor Tahun 2009 2010 .......................................................................................
14
51
Nilai Rata-Rata per Unsur Pelayanan Sebelum dan Sesudah BPPTPM Kota Bogor Tahun 2006 - 2010 .......................................
20
38
Jumlah Investasi (Rp. dan $US) menurut Tipe Investasi dan Pertumbuhan Investasi (Rp.) Kota Bogor ........................................
19
37
Nilai Kesenjangan Pelayanan Publik dengan Harapan Masyarakat PerUnsur Pelayanan Kota Bogor ....................................................
18
35
Nilai Rata-Rata Indeks Kepuasan Masyarakat dan Harapan Masyarakat per-Unsur-Unsur Pelayanan Publik Kota Bogor ..........
17
34
PDRB Per-Sektor Industri Kota Bogor Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2009 (Juta Rupiah) .......................................
16
34
Pertumbuhan dan Angka PDRB Kota Bogor Atas Harga Berlaku Kota Bogor ………………………………………………………...
15
33
53
Jumlah Penerbitan Perijinan berdasarkan Jenis Perijinan Kota Bogor …………………………………………………....................
57
21
Unsur - Unsur pada Level AHP Pelayanan Publik ..........................
60
22
Peranan Stakeholder dalam OSS dan Investasi ...............................
61
23
Faktor yang Berpengaruh pada OSS dan Investasi .........................
63
24
Pilar-Pilar Penguatan Kelembagaan .................................................
64
25
Faktor Ketersediaan Infrastruktur One Stop Service .......................
65
26
Alternatif Strategi .............................................................................
67
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Asesmen Persepsi Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan ...........
11
2
Struktur Hirarki AHP ......................................................................
17
3
Kerangka Berpikir Kajian ...............................................................
24
4
Peta Kota Bogor ..............................................................................
30
5
Grafik Rata-Rata IM - Ekspektasi/Harapan Masyarakat Kota Bogor Tahun 2006 - 2010 ................................................................
6
39
Nilai Rata-Rata IKM Kota Bogor 2006 -2010 per-Klaster Kualitas, Biaya, dan Deliveri ...........................................................................
49
7
Kerangka AHP Pelayanan Publik Kota Bogor .................................
61
8.
Bobot Faktor pada Level AHP Strategi Pelayanan Satu Atap ........
66
DAFTAR LAMPIRAN 1
Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bogor .......................................................
2
Hasil Pengolahan Kuesioner AHP ...................................................
3
Konfigurasi Pelayanan One Stop Service Kota Bogor ....................
4
Matriks Alternatif Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan BPPTPM Kota Bogor ……………………………………………...
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sejalan dengan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sejak
bergulirnya reformasi telah terjadi berbagai pergeseran mendasar dalam sistem pemerintahan daerah dari sentralistik menjadi desentralistik dengan memberikan lebih besar kewenangan dan tanggung jawab kepada masing-masing daerah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan di daerah. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah (PKPD) merupakan penguatan adanya keinginan yang kuat dari segenap komponen bangsa untuk mewujudkan otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab, kedua Undang-Undang tersebut menjadi prinsip dasar awal untuk memulai suatu revitalisasi kegiatan pembangunan di daerah dengan semangat yang kompetitif (Soetarto E, 2009). Konsekuensi dari adanya Undang-Undang tersebut, maka masing-masing pemerintah daerah baik tingkat propinsi atau kabupaten / kota akan berupaya secara maksimal mengerahkan semua sumberdaya yang ada di daerah untuk menggerakkan
roda
perekonomian
daerah
dalam
upaya
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara efisien, efektif, transparan, dan mempunyai akuntabilitas sesuai dengan prinsip tatakelola yang baik atau 'Good Governance'. Good Governance yaitu sistem penyelengaraan pemerintahan yang bersih, bertanggung jawab, dan profesional yang ditandai adanya aparat birokrasi pemerintah yang senantiasa mengedepankan terpenuhinya akuntabilitas dan responsibilitas publik (Islamy, 1989). Berkaitan dengan hal tersebut, perlu adanya transformasi dan perubahan pola pikir di jajaran birokrasi pemerintah daerah dimana berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 dijelaskan bahwa fungsi utama dari pemerintah daerah adalah sebagai agent of development telah berubah menjadi publick servant atau pelayanan masyarakat dengan adanya otonomi daerah. Sebagaimana telah kita diketahui bahwa pelayanan publik merupakan aspek pelayanan yang paling dekat dan menyentuh masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan publik sebagai salah satu tolok ukur kredibilitas
penyelenggaraan pemerintahan karena kualitas pelayanan yang baik dapat memberikan manfaat posistif bagi penyelenggara pemerintahan. Berdasarkan KepMenPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah: segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggara pelayanan publik adalah Instansi Pemerintah di Pusat, Daerah, dan Lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk penyediaan /pemberian barang/jasa. Berkaitan dengan kegiatan pelayanan publik, Pemerintah Kota Bogor melalui Sekretariat Daerah melakukan kerjasama dengan Lembaga Studi Pembangunan
Pertanian
dan
Perdesaan
(PSP3)
Lembaga
Kajian
Dan
Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2006 telah melakukan kegiatan bersama 'Kajian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Kota Bogor' dengan tujuan untuk melihat secara umum kinerja tingkat kepuasan dan kepentingan masyarakat berkaitan dengan kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh aparatur di lingkungan dinas Pemerintah Daerah Kota Bogor. Disamping tujuan tersebut, kegiatan penelitian indeks kepuasan masyarakat dapat melihat seberapa besar kesenjangan yang ada antara kualitas pelayanan Pemerintah Daerah Kota Bogor dengan harapan/ekspektasi masyarakat. Banyak faktor yang menyebabkan terjadi kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan masyarakat, dan salah satu faktor pendorong yang erat kaitannya dengan kegiatan pelayanan publik adalah pemilihan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan, menurut Moenir (1998) penggunaan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sumber daya manusia atau aparatur akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dengan pemilihan jenis teknologi yang digunakan akan memberikan kemudahan akses ketersediaan informasi serta ragam pilihan bagi publik untuk mengetahui kebutuhan yang diinginkan, disamping itu teknologi dapat mengurangi tingkat hirarki organisasi sehingga organisasi menjadi lebih fleksible dan sistem yang terbuka (Chapman, 1980). Organisasi yang fleksible dapat mendorong aparatur untuk terus berinovasi atas sistem kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas pelayanan publik. Dalam Tabel 1. disajikan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) per unsur pelayanan Kota Bogor periode tahun 2006 - 2010.
Tabel 1. Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Per-Unsur Pelayanan Pemerintah Kota Bogor No. Unsur Pelayanan KepMenPAN Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) 2006 2007 2008 2009 2010 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Prosedur Pelayanan Persyaratan Pelayanan Kemampuan Petugas Kesopanan dan Keramahan Kenyamanan Lokasi Keamanan Pelayanan Kewajaran Biaya Pelayanan Kepastian Biaya Pelayanan Kejelasan Petugas Pelayanan Kedisiplinan Petugas Tanggung Jawab Petugas Kecepatan Pelayanan Kepastian Jadwal Pelayanan Keadilan Mendapatkan Pelayanan Nilai IKM rata - rata
67,05 71,35 73,00 73,10 71,60 74,65 66,55 64,55 64,20 69,00 70,25 63,30 66,00 68,55 66,88
68,13 70,00 73,81 74,31 84,81 76,44 69,13 63,75 69,81 68,50 74,50 64,63 63,75 69,81 68,50
71,00 71,00 69,97 69,50 68,13 73,88 68,25 66,58 74,13 69,92 67,44 64,42 65,67 67,67 68,20
71,25 76,25 74,63 73,75 51,88 74,63 72,75 65,00 71,38 69,63 72,38 58,00 72,38 73,25 69,50
65,96 71,17 74,38 74,54 61,04 73,75 69,54 71,17 67,46 68,25 73,58 65,33 66,33 72,42 68,90
Sumber : Data Sekunder BPPTPM dan IPB (diolah)
Dari angka pada Tabel 1. Di atas terlihat bahwa tingkat pelayanan publik Pemerintah Kota Bogor dalam kisaran nilai rata-rata 66,88 sampai 69,50 pada tahun 2006 - 2010. Hasil tersebut masuk dalam kategori baik bila mengacu pada ketetapan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) KepMenPAN untuk semua unsur-unsur pelayanan publik. Otonomi daerah selain mengubah pola pikir pelayanan, masing-masing daerah berupaya untuk meningkatkan kegiatan investasi dengan memberikan kemudahan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di daerah. Pemerintah Kota Bogor terus berupaya menarik investor salah satunya dengan diberikannya kemudahan pengurusan perijinan melalui layanan satu atap atau One Stop Service, yang sebelumnya kegiatan perijinan dilakukan secara fungsional di masing-masing UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah). Melihat pentingnya
kegiatan pelayanan publik dan upaya mendorong kegiatan investasi, maka dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan Pemerintah Kota Bogor melakukan upaya reformasi birokrasi dengan dibentuknya Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor No 13 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah Kota Bogor. Pembentukan BPPT tersebut
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pelayanan dibidang perijinan dengan prinsip dapat dipercaya, mudah, murah, cepat dan transparan melalui satu pintu layanan atau One Stop Service. Pada Tabel 2. disajikan realisasi investasi total Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di Kota Bogor tahun 2006 – 2010 yang terus bertumbuh dari tahun ke tahun dan pada tahun 2010 mencapai angka Satu Triliun Rupiah. Tabel 2. Realisasi Investasi Kota Bogor Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Realisasi Investasi (Rp) 626,740,000,010.00 795,349,999,985.00 824,460,000,020.00 869,500,000,005.00 1,002,664,999,995.00 Sumber : BPPTPM kota Bogor Bidang Investasi, 2011
Pengaruh
perkembangan
teknologi
dan
meningkatnya
kebutuhan
masyarakat akan kualitas pelayanan yang prima telah mendorong kepada Pemerintah Daerah Kota Bogor untuk dapat memberikan kualitas pelayanan prima sehingga mampu memenuhi harapan masyarakat dalam hal pelayanan publik. Harapan akan kualitas pelayanan publik yang baik terus berubah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat yang didorong oleh tekanan global dan teknologi. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan serta upaya mendorong peningkatan investasi di Kota Bogor dirasa perlunya dilakukan evaluasi dan analisis atas pencapaian kualitas pelayanan publik serta adanya alternatif strategi sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik melalui konsep One Stop Service di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bogor, daerah-daerah yang telah menerapkan pelayanan secara One Stop Service seperti Kabupaten Sragen, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Sidoarjo bisa menjadi contoh.
I.2.
PERUMUSAN MASALAH Mengacu pada latar belakang tersebut dan melihat pentingnya kegiatan
pelayanan publik sebagai salah satu tolok ukur kredibilitas penyelenggaraan Pemerintahan di Kota Bogor, untuk itu dalam rangka kajian terkait dengan upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik maka permasalahan yang perlu dilihat 'Bagaimana tingkat kesenjangan pelayanan nyata yang diberikan oleh Pemerintah Kota Bogor dengan tingkat harapan atau kepentingan masyarakat?' berdasarkan pada hasil data Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) periode 2006 2010. Dengan demikian dapat dilihat tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja pelayanan aparatur Pemerintah Kota Bogor berada di atas atau di bawah harapan/kepentingan masyarakat. Kegiatan pelayanan publik pada tahun 2006 - 2008 dilaksanakan oleh masing-masing Dinas terkait dengan bidang layanan yang diberikan kepada masyarakat, dan sejak tahun 2009 sampai saat ini kegiatan pelayanan diarahkan kepada layanan satu atap atau One Stop Service yang dilakukan oleh Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Pananaman Modal (BPPTPM). Harapan yang terkandung dengan adanya layanan satu atap oleh BPPTPM dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan terkait dengan kelembagaan BPPTPM maka kegiatan kajian tesis ini ingin melihat permasalahan 'Bagaimana keberadaan BPPTPM secara kelembagaan dikaitkan dengan kualitas pelayanan dan investasi di Kota Bogor?' Keberadaan BPPTPM tersebut sebagai sebuah lembaga merupakan upaya reformasi birokrasi pelayanan publik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor. Hal ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi adanya tekanan yang berasal dari eksternal berupa tekanan perubahan teknologi dan tekanan dari masyarakat sebagai stakeholder yang berharap terjadinya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintah Kota Bogor. Sebagaimana keterangan diatas bahwa kegiatan pelayanan publik sebelum tahun 2009 dilayani oleh masingmasing Dinas dan sesudahnya ditangani oleh BPPTPM, untuk itu dalam perumusan masalah kajian tesis adalah 'Bagaimana kinerja pelayanan sebelum dan sesudah adanya lembaga BPPTPM? dengan melakukan studi analisis
komparasi tersebut diharapkan dapat mengetahui unsur-unsur pelayanan mana yang akan ditingkatkan. Berdasarkan hasil analisis ketiga permasalahan tersebut diatas, selanjutnya kajian ini mencoba merumuskan konsep alternatif strategi dalam rangka peningkatan pelayanan publik di Kota Bogor melalui pertanyaan 'Bagaimana menentukan rancangan strategi alternatif dalam rangka peningkatan pelayanan publik One Stop Service melalui penguatan Kelembagaan BPPTPM? dengan dukungan infrastruktur TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi)
I.3.
TUJUAN Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan
utama kajian ini adalah menentukan rancangan alternatif strategi peningkatan pelayanan publik One Stop Service dalam kerangka pembangunan Daerah Kota Bogor melalui penguatan BPPTPM. Untuk mencapai tujuan utama tersebut ada beberapa tujuan spesifik kajian meliputi : 1.
Menganalisis tingkat kesenjangan pelayanan nyata yang diberikan oleh Pemerintah Kota Bogor dengan tingkat harapan atau kepentingan masyarakat.
2.
Menganalisis keberadaan BPPTPM secara kelembagaan dikaitkan dengan Kualitas Pelayanan dan Investasi di Kota Bogor.
3.
Menganalisis kinerja pelayanan publik sebelum dan sesudah adanya lembaga BPPTPM.
4.
Menentukan rancangan alternatif strategi dalam rangka peningkatan pelayanan publik One Stop Service melalui penguatan Kelembagaan BPPTPM Kota Bogor.
I.4
Manfaat Manfaat dari kegiatan kajian adalah dalam rangka memberikan alternatif
strategi peningkatan pelayanan publik One Stop Service di Kota Bogor kepada semua pihak yang berkepentingan atau stakeholder dengan mengoptimalkan infrastruktur TIK (teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai media integrator diimplementasi operasional.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pelayanan Publik Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia secara etimologis
diartikan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain atau kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain yang menyediakan kepuasan pelanggan. Sedangkan ”publik” merupakan sejumlah orang (tidak mesti berada dalam satu tempat) yang dipersatukan oleh beberapa faktor kepentingan yang sama, yang berbeda dengan kelompok lain. Pedoman Standar Umum Pelayanan Publik merupakan segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan penerima layanan yang operasionalnya dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah atau badan umum milik pemerintah sesuai kewenangan yang dimiliki berupa layanan yang bersifat langsung dan tidak langsung melalui kebijakan-kebijakan tertentu. Dalam kegiatan operasional pemerintahan konsep pelayanan publik diterjemahkan kedalam Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara (KepMenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 yang berbunyi : Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik (negara) sebagai upaya pemenuhan penerima pelayanan maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan pelayanan publik berpedoman atas 10 (sepuluh) prinsip : 1. Kesederhanaan, Prosedur pelayanan publik tidak berbelit- belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan. 2. Kejelasan, a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; b. Unit kerja / pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan
penyelesaian keluhan/ persoalan/ sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik. c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.
3. Kepastian Waktu, Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. 4. Akurasi, Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. 5. Keamanan, Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. 6. Tanggung jawab, Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. 7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana, Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). 8. Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. 9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ihklas. 10. Kenyamanan, Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan. Makna yang terkandung dari konsepsi diatas bahwa sifat dari pelayanan publik menyangkut pelayanan yang mendahulukan kepentingan masyarakat umum, mempermudah urusan publik, dengan mempersingkat waktu pelaksanaan sehingga dapat memberikan kepuasan kepada publik. Keputusan MenPAN Nomor 63
tahun
2003
menyebutkan
bahwa
berdasarkan
organisasi
yang
menyelenggarakannya, pelayanan publik dibedakan menjadi tiga (3) yaitu : 1.
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik (private atau swasta), yakni menyediakan barang dan jasa publik yang
diselenggarakan oleh swasta seperti rumah sakit swasta, sekolah swasta, angkutan kota dan lain-lain 2.
Pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah yang bersifat primer, yakni semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh
pemerintah
dan
pemerintah
merupakan
satu-satunya
penyelenggaranya, sehingga pengguna atau masyarakat masu tidak mau harus memanfaatkannya, seperti pelayanan kantor imigrasi (paspor), kelurahan (Kartu Tanda Penduduk (KTP)), pelayanan perijinan (Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)) dan lain-lain. 3.
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang bersifat sekunder, yakni semua bentuk penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah tetapi pengguna atau masyarakat tidak harus memanfaatkannya karena ada penyelenggara pelayanan lain, misalnya program asuransi tenaga kerja, pendidikan, kesehatan, dan lainlain.
Sedang berdasarkan bentuk atau jenis pelayanan yang diberikan, pelayanan publik dikelompokan menjadi : 1.
Kelompok Pelayanan Administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, kepemilikan atau penguasaan atas barang dan jasa. Dokumen tersebut antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Nikah, Surat Ijin Mengemudi (SIM), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), sertipikat, dan lain-lain.
2.
Kelompok Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan publik, misalnya jaringan telepon, lisrtik, air bersih, dan sebagainya.
3.
Kelompok Pelayanan Jasa, yakni pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan sebagainya.
kesehatan,
penyelenggaraan
transportasi,
pos,
dan
2.2.
Konsep Manajemen Pelayanan Prima Manajemen pelayanan adalah siklus kegiatan strategis (startegic activity)
yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penyempurnaan secara terus menerus terhadap proses pelayanan, yang bertujuan untuk memberikan kepuasan dan loyalitas pelanggan secara jangka panjang. Lingkup manajemen pelayanan mencakup pengelolaan seluruh sumber daya pelayanaan internal yang ada yakni produk, manusia, proses dan biaya, dan sumber daya eksternal yakni pelanggan dan lingkungan. Pelayanan yang prima (service excellence) pada
dasarnya merupakan
pengelolaan pelayanan berdasarkan harapan pelanggan (cutomer expectation). Secara konsep, agar menghasilkan kepuasan pelanggan maka diperlukan pengelolaan harapan pelanggan yang sangat di pengaruhi oleh perasaan (emosional). Contoh implementasi pengelolaan harapan pelanggan adalah dengan menginformasikan kepada pelanggan standar pelayanan yang ditetapkan suatu perusahaan,
dengan informasi tersebut harapan pelanggan dan kepuasan
pelanggan yang sangat individual dapat di kelola dan arahkan sesuai dengan koridor standar yang telah di tetapkan oleh perusahaan. Untuk tecapainya pelayanan prima, ada 3 (tiga) pilar pendukung yang harus dikembangkan oleh sebuah perusahaan yakni ; upaya untuk terus menerus melakukan peningkatan kualitas proses
produk (poduct excellence), penyempurnaan
(process excellence) dan peningkatan profesionalisme sumberdaya
manusia (people excellence). Treacy Michael dan Wiersema Fred, (1996), dalam bukunya Dicipline of Market Leaders mengatakan untuk menang dalam persaingan
dan
menjadi
pemimpin
pasar,
sebuah
perusahaan
harus
mengembangkan 3 (tiga) disiplin atau kewajiban dalam pelayanannya, yakni keunggulan produk (product leadership) yaitu produk yang dihasilkan selalu memberikan nilai lebih kepada pelanggan baik kualitas, fitur, dan harga, keunggulan dalam operasional (operational leadership) berupa cerminan perusahan yang efektif dan efisien, terus berinovasi, berkreasi yang berorientasi pada hasil produk yang unggul, dan kedekatan dengan pelanggan (customer intimacy) merupakan kegiatan perusahaan yang untuk menjaga loyalitas pelanggan melalui pelayanan prima, ketiga kewajiban tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan dan terpadu.
2.3.
Persepsi Terhadap Layanan Kualitas layanan diartikan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan
yang mampu diberikan oleh penyedia layanan dapat memenuhi ekspektasi dan harapan pelanggan, dengan demikian factor yang mempengaruhi Kualitas layanan adalah kesesuaian kualitas layanan yang diharapkan (expected service) dan persepsi terhadap layanan (perceived service) (Parasuraman, et al. 1990). Sehingga bila perceived service sama atau sesuai dengan expected service maka Kualitas layanan akan dinilai baik dan positif, jika perceived service lebih besar dari expected service maka kualitas layanan dipersepsikan ideal, namun bila perceived service lebih jelek dari expected service maka kualitas layanan dipersepsikan negative atau buruk. Ekspektasi pelanggan bersifat dinamis dan berubah dari waktu ke waktu, seiring dengan banyaknya informasi yang diterima pelanggan atau masyarakat dan semakin bertambahnya pengalamannya, faktor-faktor spesifik yang mempengaruhi terbentuknya ekspektasi pelanggan terlihat pada Gambar 1.
Dimensi Kualitas Pelayanan :
Getok Tular
Tampilan Kehandalan Kecepatan Kompentensi Keramahan / Sopan Kredibilitas Keamanan Kemudahan Komunikasi
Memahami pelanggan
Kebutuhn
Personal
Pengala man masa lalu
Metode Komunikasi
Pelayanan yg diharapkan
Perceived Service Quality Pelayanan yang dipersepsi
Source : Parasuraman, et al. (1990) Gambar 1. Asesmen Persepsi Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan
Model Kualitas layanan yang banyak dipakai sebagai acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa adalah model ServQual (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Barry (1990) pada Gambar 1. di atas, lima komponen yang berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan yaitu: Reliability, Achúrate, Assurance, Emphaty, dan Tangible, semua komponen ini tidak saling terpisahkan tapi saling mendukung untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan atau ekspektasi pelanggan. Kunci utama kepuasan pelanggan adalah kemampuan memahami dan mengelola ekspektasi pelanggan, artinya dalam menetapkan tolok ukur pelayanan yang akan kita berikan harus memahami terlebih dahulu keinginan dan harapan pelanggan yang akan kita tetapkan sebagai target. Kepuasan pelanggan atau customer satisfy merupakan ukuran atas kinerja organisasi dalam hal layanan produk/jasa dibandingkan dengan serangkaian keperluan pelanggan (customer requirements). Kepuasan pelanggan bukanlah konsep absolut melainkan relatif dan tergantung pada apa yang diharapkan pelanggan, dan factor-faktor utama tidak terpenuhinya harapan pelanggan meliputi : pelanggan keliru menafsirkan program pemasaran; kurangnya sosialisasi; kinerja karyawan; infrastruktur tidak mendukung; dan lain-lain. Prinsip dasar yang melandasi pentingnya pengukuran kepuasan pelanggan adalah melakukan yang terbaik sisi-sisi yang diharapkan pelanggan, dimana secara garis besar ada 4 (empat) metode yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu : 1) Sistem keluhan dan saran; 2) belanja oleh pihak netral; 3) Analisa pelanggan yang hilang; 4) Survei Kepuasan Pelanggan.
2.4.
Tatakelola Pelayanan Publik Tatakelola yang baik (good governance) dalam pelayanan Publik
difokuskan pada proses-proses pemberdayaan masyarakat oleh instansi atau kelembagaan pemerintah dalam bentuk pelayanan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, desentralisasi, dan demokrasi. Oleh karena itu tatakelola pelayanan Publik perlu dibangun dengan memperkuat kelembagaan dan sumberdaya manusia pada kelembagaan pelayanan Publik yang arahnya adalah
perbesaran kapasitas kelembagaan pelayanan Publik agar mampu memberikan pelayanan secara optimal. Tatakelola pelayanan Publik yang berdasarkan transparansi, akuntabilitas, desentralisasi, dan demokrasi tersebut diharapkan mampu memberikan dan menciptakan bentuk inovasi pelayanan publik satu atap atau secara One Stop Service (OSS) , dimana konsep tersebut berorientasi memutus birokrasi pelayanan yang panjang dan rumit selama ini. Masyarakat akan dapat mengakses layanan dengan konsep OSS bila tingkat aksesibilitas didukung oleh prasarana transportasi, komunikasi, informasi, dan manajemen pelayanan yang handal dan memadai. Oleh karena itu, jika pelayanan Publik berhasil dikembangkan akan dapat dan mampu memudahkan segala urusan Publik dan Sangat mendukung program kinerja otonomi daerah kabupaten / kota mencapai Good Corporate Governance (GCG).
Pelayanan publik dengan tatakelola yang baik dari suatu
institusi pemerintah harus mampu memotong rantai birokrasi, mendekatkan jarak pelayanan, serta efisiensi biaya pelayanan bagi publik. Dengan kata lain kerangka governance system pelayanan publik sebagai dampak kebijakan desentralisasi juga diarahkan sebagai instrumen yang mampu menekan praktek korupsi di daerah otonom.
2.5.
Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah tingkat kepuasan masyarakat
dalam memperoleh pelayanan yang diperoleh dari penyelenggara atau pemberi pelayanan sesuai harapan dan kebutuhan masyarakat (KepMen PAN, 2003) Nilai IKM dihitung dengan menggunakan ’nilai rata-rata terimbang’ masing-masing unsur pelayanan, terdapat 14 (empat Belas) unsur pelayanan berdasarkan pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Pemerintah adalah : 1.
Prosedur Pelayanan
2.
Persyaratan Pelayanan
3.
Kejelasan Petugas Pelayanan
4.
Kedisiplinan Petugas Pelayanan
5.
Tanggung Jawab Petugas Pelayanan
6.
Kemampuan Petugas Pelayanan
7.
Kecepatan Pelayanan
8.
Keadilan mendapatkan Pelayanan
9.
Kesopanan dan keramahan Petugas
10.
Kewajaran biaya Pelayanan
11.
Kepastian biaya Pelayanan
12.
Kepastian jadwal Pelayanan
13.
Kenyamanan Lingkungan
14.
Keamanan Pelayanan
Setiap unsur diatas dalam proses penghitungan IKM mempunyai penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut :
Bobot nilai rata-rata tertimbang = Jumlah Bobot / Jumlah Unsur = 1/14 = 0.071
Sedangkan untuk memperoleh nilai IKM digunakan pendekatan nilai ratarata tertimbang :
IKM = (total nilai persepsi per unsur / Total Unsur Terisi) x nilai penimbang Dalam rangka memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM antara 25 – 100 maka hasil penilaian tersebut dikonversikan dengan nilai dasar 25 sehingga dapat ditulis dengan rumus : IKM Unit Pelayanan x 25 Tabel 3. Nilai Persepsi, Interval IKM, dan Kinerja Unit pelayanan
Nilai Persepsi
Interval IKM
1 2 3 4
1,00 – 1,75 1,76 – 2,50 2,51 – 3,25 3,26 – 4,00
Sumber : KepMenPAN 63/2003
Interval Konversi Mutu Pelayanan IKM 25,00 – 43,75 D 43,76 – 62,50 C 62,51 – 81,25 B 81,26 – 100,00 A
Kinerja Unit Pelayanan Tidak Baik KurangBaik Baik Sangat Baik
2.6.
Analytical Hierarchy Process ( AHP ) Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan model keputusan
individual dengan menggunakan pendekatan kolektif dari proses pengambilan keputusannya. Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya manusia, dengan hirarki suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan kelompok-kelompoknya, selanjutnya kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama diperkenalkan oleh Prof. Thomas Saaty guru besar Wharton School pada tahun 1971 dan 1975 (dikutip dari Falatehan, 2010). Hirarki didefinisikan sebagai representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multilevel dimana level pertama berisikan tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, dan sub kriteria hingga pada level terakhir sebuah alternatif sehingga sebuah permasalahan menjadi lebih terstruktur dan sistematis dalam menetapkan alternatif solusinya. Membuat hirarki adalah menguraikan realitas menjadi kelompokkelompok yang homogen, dan menguraikannya lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Menurut Daryanto dan Hafiszrianda, 2010, menjelaskan bahwa keunggulan hirarki antara lain: a.
Menggambarkan sistem yang dapat digunakan untuk melihat bagaimana
perubahan prioritas pada tingkat diatas akan mempengaruhi tingkat dibawahnya. b.
Memberikan informasi yang sangat mendetail tentang struktur dan fungsi
sistem pada tingkat yang rendah dan memberikan gambaran mengenai pelaku dan tujuan pada tingkat atasnya. Perbedaan mencolok antara Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan model pengambilan keputusan lainnya terletak pada input yang digunakan. Model-model yang sudah ada umumnya menggunakan data sekunder yang kuantitatif sebagai input, dan pada model Analytical Hierarchy Process (AHP) menggunakan persepsi manusia yang dianggap ahli atau ekspert sebagai input. Karena menggunakan input yang kualitatif (persepsi) maka model inipun dapat mengelola hal-hal yang kualitatif disamping data kuantitatif. Pengukuran kualitatif menjadi sangat penting mengingat makin kompleks nya permasalahan
yang ada dengan ketidakpastian tinggi. Kelebihan lain dari Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah kemampuannya dalam memecahkan maslah yang multiobjektif dan multi-kriteria, hal ini disebabkan oleh fleksibilitasnya yang tinggi terutama dalam pembuatan hirarkinya sehingga dengan fleksibilitas tersebut AHP dapat menangkap beberapa tujuan dan beberapa kriteria sekaligus dalam sebuah model atau hirarki. Disamping
kelebihan-kelebihan
yang
dimiliki,
model
Analytical
Hierarchy Process (AHP) juga mempunyai kelemahan-kelemahan yang dapat menyebabkan
kekeliruan
dalam
penetapan
pengambilan
keputusan.
Ketergantungan pada input berupa persepsi seorang ekspert memberikan penilaian yang keliru bila yang bersangkutan memberikan penilaian yang keliru, untuk itu penetapan pemiliham kriteria ekspert harus dengan batasan yang jelas sehingga input yang diberikan dapat mewakili sebagaian besar masyarakat. Kelemahan lain adalah bentuknya yang sederhana, para pengambil keputusan yang terbiasa dengan model kuantitatif yang rumit akan menganggap bahwa model Analytical Hierarchy Process (AHP) bukanlah model yang cocok untuk proses pengambilan keputusan, bagi para pengambil keputusan tingkat tinggi maka ini merupakan model yang cepat dapat dimengerti dan bila ingin melakukan perubahan pada satu elemen dapat dengan mudah dapat dilakukan analisa sensitifitas. Falatehan (2010), menjelaskan bahwa dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, ada 3 (tiga) prinsip yaitu : 2.6.1. Menyusun Hirarki, Merupakan proses menggambarkan dan menguraikan secara hirarki, yaitu memecahkan persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah, sasaran keseluruhan yang sifatnya luas disebut sebagai fokus dan merupakan tingkat puncak hirarki yang terdiri satu elemen, tingkat berikutnya dapat terdiri atas beberapa elemen menurut hubungan esensial yang sama dan berada dalam tingkat hirarki yang sama. Hirarki antara beberapa elemen dalam level yang sama disebut sebagai hirarki fungsional, sedangkan hubungan setiap elemen dalam suatu tingkat yang dibandingkan dengan satu dengan lainnya terhadap kriteria yang berada diatasnya disebut hirarki struktural. Hirarki ini memiliki karakteristik sistem yang kompleks dalam
urutan menurun berdasarkan sifat strukturalnya, dimana jumlah tingkat dalam suatu hirarki tidak dibatasi dan bila elemen-elemen dalm suatu tingkat tidak dapat dibandingkan dengan mudah maka dapat dibuat suatu tingkat baru lagi.
Tujuan
Elemen 1
Elemen 2
Alternatif 1
Elemen 3
Alternatif 2
Alternatif 3
Gambar 2. Struktur Hirarki AHP
2.6.2 Menentukan Prioritas, Penentuan prioritas ini berdasarkan atas perbedaan prioritas dan sintesis, yaitu menentukan elemen-elemen menurut relatif tingkat kepentingannya. Langkah
pertama
dalam
menentukan
prioritas
dengan
membuat
perbandingan berpasangan, yaitu perbandingan dari setiap elemen yang berpasangan, bentuk dari perbandingan ini biasanya dalam matriks. Langkah ini dapat dimulai pada puncak hirarki untuk memilih kriteria atau sifat yang akan digunakan dalam melakukan perbandingan yang pertama (C). Lalu elemen dibawahnya dibandingkan, misalnya A1, A2, A3, dan seterusnya (lihat Tabel 4.) Tabel 4. Contoh Matriks untuk Perbandingan Berpasangan C
A1
A1
1
A2 A3 ... An
A2
A3
...
An
1 1 ... 1
Untuk mengisi matriks pada Tabel 4, langkah berikutnya adalah diisi berdasarkan skala nilai dengan angka 1 hingga 9, Falatehan (2010) menyatakan bahwa pembatasan ini didasarkan pada beberapa alasan, yaitu: Pertama, perbedaan hal-hal yang kualitatif akan mempunyai arti dan dapat dijamin keakuratannya apabila dibandingkan dalam besaran yang sama dan jelas. Kedua, secara umum seseorang dapat menyatakan perbedaan kualitatif dalam lima istilah yaitu, sama, lemah, kuat, sangat kuat, dan absolut. Ketiga, berdasarkan atas suatu penelitian psikologi oleh G.A. Miller pada tahun 1956 yang menyimpulkan bahwa manusia tidak dapat secara simultan membandingkan lebih dari tujuh objek. Pada kondisi tersebut manusia akan mulai kehilangan konsistensinya dalam melakukan perbandingan dan bahkan cenderung bingung. Skala perbandingan secara berpasangan terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Skala Perbandingan secara Berpasangan Intensitas
Keterangan
1
•
3
•
Kedua elemen sama pentingnya
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya 5 • Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain 7 • Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen yang lain 9 • Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lain 2,4,6,8 • Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan • Jika untuk aktifitas ke-î mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas ke-ĵ, maka ĵ mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan î. Sumber : Saaty, 1975 (dalam Falatehan 2010)
Untuk memperoleh peringkat prioritas menyeluruh bagi suatu persoalan pengambilan keputusan, kita harus menyatukan atau mensitesis pertimbangan yang telah dibuat dalam perbandingan berpasangan dengan cara pembobotan dan penjumlahan untuk satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap
elemen. Makin tinggi nilai suatu pilihan semakin tinggi prioritasnya. Langkah dalam melakukan sintesis adalah sebagai berikut setelah matriks terisi dilakukan sintesis pertimbangan dengan cara membagi nilai perbandingan dengan setiap kolom untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi. Sebagai contoh dalam proses pengambilan keputusan untuk pembelian rumah setara dan dilihat dari tingkat kenyamanan dengan membandingkan 3 komplek perumahan, yaitu Komplek A, B, dan C. Matriks ini mempunyai 9 entri data untuk diisi, dimana tiga bilangan ditengah harus diisi dengan nilai 1 (sesuai Tabel 4), tiga lainnya berisi kebalikannya. Dalam menentukan prioritas atas ketiga komplek tersebut dilakukan berdasarkan pengalaman dan preferensi kita,
misalnya Dinas A
mempunyai tingkat kenyamanan setengah kali dari Dinas B, dan seperempat kali dari Dinas C, artinya Dinas B lebih nyaman 2 kali dari Dinas A dan Dinas C empat kali lebih nyaman dari Dinas A. Tabel 6. Mensintesis Pertimbangan Kenyamanan
Dinas A
Dinas B
Dinas C
Dinas A
1
1/2
1/4
Dinas B
2
1
1/2
Dinas C
4
2
1
jumlah
7
3,5
1,75
Setelah mensintesis pertimbangan kemudian dibagi setiap entri kolom dengan jumlah nilai pada kolom tersebut untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi, seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Matriks yang Dinormalisasi Kenyamanan
Dinas A
Dinas B
Dinas C
Dinas A
1/7
1/7
1/7
Dinas B
2/7
2/7
2/7
Dinas C
4/7
4/7
4/7
jumlah
7
3,5
1,75
Setelah mendapatkan nilai matriks yang dinormalisasi kemudian dirataratakan dengan cara menjumlahkan nilai dalam setiap baris dari matriks yang dinormalisasi tersebut, kemudian membagi dengan banyaknya entri dari setiap baris. ((1/7)+(1/7)+(1/7))/3 = 1/7 = 0,14
Dinas A
((2/7)+(2/7)+(2/7))/3 = 2/7 = 0,29
Dinas B
((4/7)+(4/7)+(4/7))/3 = 4/7 = 0,57
Dinas C
Sintesis ini menghasilkan prosentase prioritas yang relatif menyeluruh, atau preferensi untuk Dinas A, B, dan C dengan nilai atau bobot prioritas masingmasing 14, 29, dan 57, hal berarti Dinas C lebih nyaman empat kali dibandingkan dengan Dinas A dan dua kali Dinas B.
2.6.3 Konsistensi Hasil Konsistensi sampai pada level tertentu dapat menetapkan prioritas untuk elemen-elemen yang berkenaan dengan beberapa kriteria diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal dengan kondisi dunia nyata. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai aspek atau pertimbangan melalui rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi paling tinggi 10 persen,
jika lebih maka
pertimbangan yang telah dilakukan perlu diperbaiki. Sebagai contoh untuk melihat tingkat konsistensi dari hasil diatas, dilakukan dengan merubah kenyamanan Dinas C menjadi empat kali Dinas B, sehingga setelah diolah maka diperoleh prosentase prioritas relatif menyeluruh yaitu 13 persen, 21 persen, dan 66 persen. Tabel 8. Contoh Mensintesis Pertimbangan Kenyamanan
Dinas A
Dinas B
Dinas C
Dinas A
1
1/2
1/4
Dinas B
2
1
1/4
Dinas C
4
4
1
jumlah
7
5,5
1,5
Dengan perubahan tersebut (ketidakkonsistenan) maka semua nilai berubah, disini akan dihitung besarnya ketidakkonsistenan tersebut. Untuk itu kolom pertama pada matriks yang baru (tidak konsisten) dikalikan dengan prioritas relatif dari Dinas A (0,13), kolom kedua dengan Dinas B (0,21), dan kolom ketiga dengan Dinas C (0,66) kemudian entri dalam baris-baris tersebut dijumlahkan. Tabel 9. Contoh Matriks yang Dinormalisasi, Jumlah Baris, dan Prioritas Menyeluruh Jumlah Rataan Kenyamanan Dinas A Dinas B Dinas C Baris baris Dinas A 1/7 1/11 1/6 0,40 0,13 Dinas B
2/7
2/11
1/6
0,63
0,21
Dinas C
4/7
8/11
4/6
1,97
0,66
Jumlah
7
5,5
1,5
Kemudian jumlahkan entri dalam baris-baris dalam Tabel 10. Tabel 10. Menjumlahkan Entri Kenyamanan
Dinas A (0,13)
Dinas B (0,21)
Dinas A
(1x0,13) = 0,13
(1/2)x(0,21) = 0,11
(1/4)x(0,66) = 0,17
0,41
Dinas B
(2x0,13) = 0,26
( 1 x 0,21) = 0,21
(1/4)x (0,66) = 0,17
0,64
Dinas C
(4x0,13) = 0,52
(4 x 0,21 ) = 0,84
2.7.
Dinas C (0,66)
(1 x 0,66)
= 0,66
Jumlah
2,02
Penelitian Terdahulu Redioka dkk. (2009), melakukan penelitian tentang Pelayanan Publik Pada
Unit Pelayanan Terpadu Pemerintah Kota Denpasar yang dimuat dalam Jurnal Wacana, Vol. 12 No. 3, Juli 2009, ISSN. 1411-0199. Penelitian menggunakan metode pendekatan kualitatif yang berlandaskan phenomenologi, dengan pendekatan dilakukan pengamatan yang bersifat holistik dan naturalistik dan fokus pada penelitian meliputi : 1) Kondisi Desentralisasi UPT Kota Denpasar, 2) Kondisi Internal UPT Kota Denpasar, 3) Kondisi Eksternal UPT Kota Denpasar, 4) Kualitas Pelayanan publik di UPT Kota Denpasar. Metode Penelitian ini menggunakan 8 kriteria standar yang dinilai sebagai ukuran adanya kualitas pelayanan yang baik, yaitu terdiri atas : 1) Kesederhanaan,
2) Kejelasan dan Kepastian, 3) Keamanan, 4) Keterbukaan, 5) Efisien, 6) Ekonomis, 7) Keadilan dan Pemerataan, dan 8) Ketepatan waktu. Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa baru pelayanan akta-akta Catatan Sipil dan pelayanan ijin eklame yang sudah memenuhi ukuran 8 kriteria tersebut, dan dapat dikatakan memberikan kualitas pelayanan yang baik di UPT Pelayanan terpadu Kota Denpasar. Pada penelitian ini tidak menggunakan data Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) sebagai data penelitian.
III. METODOLOGI KAJIAN
3.1.
Kerangka Berpikir Kajian Pemerintah Daerah Kota Bogor telah menetapkan visi sebagai kota jasa
yang nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintah yang amanah, berkaitan dengan visi sebagi kota yang memfokuskan di bidang jasa maka poin penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah kualitas pelayanan publik kepada masyarakat Kota Bogor sendiri dan masyarakat pendatang harus dapat memenuhi ekspektasi dan harapan. Sebagai pelayan masyarakat dan penyelenggara pelayanan publik, Pemerintah Daerah Kota Bogor diwajibkan dapat memberikan pelayanan sesuai dengan unsur-unsur pelayanan atau Indeks kepuasan Masyarakat (IKM) yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara (PAN) nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pelayanan Publik Hasil dari survei yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor berkaitan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dari tahun 2006 sampai dengan 2010 secara umum masuk dalam kriteria baik, namun demikian kegiatan peningkatan pelayanan tidak boleh berhenti karena sifat dari jasa pelayanan adalah selalu berubah mengikuti situasi dan kondisi masyarakat sehingga dapat memperkecil tingkat kesenjangan yang terjadi. Sebagai upaya memenuhi ekspektasi atau harapan masyarakat dalam hal pelayanan publik, Walikota Bogor menetapkan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) sebagai penyelenggara pelayanan terpadu satu atap atau 'One Stop Service' pada tahun 2009. Disamping tujuan tersebut, dengan adanya pelayanan satu atap ini diharapkan kegiatan pelayanan publik dapat berlangsung dengan cepat, efisien, murah, akuntabel, dan transparan dalam setiap proses. Berdasarkan kondisi tersebut diatas, maka kajian ini memformulasikan kerangka pemikiran antara lain : 1) Mencermati kesenjangan atau GAP antara kualitas pelayanan yang diberikan dengan ekspekstasi/harapan masyarakat Kota Bogor sebagai penerima pelayanan. 2) Melihat peranan kelembagaan BPPTPM dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan mendorong kegiatan investasi di Kota Bogor. 3) Melihat bagaimana infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam mendukung peningkatan kualitas pelayanan melalui
layanan satu atap atau One Stop Service. Kerangka pemikiran seperti tertuang
dalam Gambar 3. berikut. erikut.
Ga Gambar 3. Kerangka Berpikir Kajian
Dari Gambar 3. di atas dapat dijelaskan dalam rangka melakuka akukan analisis atas data kualitas pelayan elayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah rah Ko Kota Bogor dilakukan dengan menggunakan mengg pola analisis deskriptif dengan tujuan melihat perbandingan antaraa kualitas kua pelayanan aparatur/dinas di lingkungan gan Pe Pemerintah Daerah Kota Bogor or terhadap ter ekspektasi / harapan kualitas pelayan elayanan yang diinginkan oleh masyara asyarakat sebelum dan sesudah adanya kelembagaa bagaan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Terp dan Penanaman Modal (BPPTPM) serta rta pe peranannya
dalam mendorong kegiatan kegia investasi. Metode Analytical Hierarchy chy Process (AHP) digunakan dalam upaya melihat faktor-faktor yang secara cara ssignifikan memberikan pengaruh aruh dan penguatan atas kelembagaan BPPTP PPTPM serta menetapkan rancangan gan alternatif a strategi untuk peningkatan kualitas litas ppelayanan publik dan investasii di Ko Kota Bogor.
3.2.
Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu Penelitian dilakukan pada periode Maret 2011 sampai dengan Mei
2011, waktu tiga bulan tersebut digunakan untuk persiapan penelitian, pelaksanaan survei melalui diskusi kelompok terarah, dan penulisan hasil serta seminar hasil. Lokasi penelitian di Pemerintah Kota Bogor cq. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal, hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pemerintah Kota Bogor telah menetapkan pelimpahan kewenangan proses pelayanan perijinan dikelola oleh Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bogor.
3.3.
Metode Penelitian Metode penelitian dilakukan atas 2 (dua) tahap yaitu tahap pengumpulan
data untuk mencari dan mengumpulkan data primer dan sekunder, dan tahap kedua melakukan analisis atas data yang diperoleh pada tahap pertama.
3.3.1
Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder sebagai sumber
analisis pembahasan. Data Primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada nara sumber yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, dalam hal ini dilakukan kepada Pemerintah Kota Bogor melalui Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal, Anggota DPRD, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Pengusaha. Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan-laporan, tex book, jurnal, dan literatur serta sumber informasi yang berkaitan dengan penulisan tesis.
3.3.2. Analisis Data Metode penelitian yang digunakan dalam kajian tesis adalah dengan menggunakan metode analisis deskriptif atas data sekunder, yaitu studi analisis untuk menganalisis dan memilih alternatif dalam memecahkan suatu masalah,
3.3.2.1.
Analisis Deskriptif Persepsi dan Kepuasan Masyarakat Merupakan studi komparasi atau perbandingan antara tingkat kepuasan
masyarakat dengan tingkat pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor dengan analisis deskriptif, menurut Parasuraman et al (1990), bahwa
'good service quality is meeting or exceeding what customer expect from the service'
sehingga berdasarkan definisi tersebut maka apakah masih ada
kesenjangan antara kualitas pelayanan Pemerintah Daerah Kota Bogor dengan ekspektasi masyarakat.
Nilai
Indeks
Kepuasan
Masyarakat
(IKM)
dihitung
dengan
menggunakan ‘nilai rata-rata tertimbang’ dari masing-masing unsur pelayanan. Terdapat 14 (empat belas) unsur pelayanan berdasarkan Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah (Pendekatan KepMenPAN) yang dikelompokan berdasarkan Total Quality Management (TQM) menjadi 3 (tiga) klaster Quality Cost Delivery (QCD) sebagaimana disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Unsur-Unsur Pelayanan dalam Klaster QCD Klaster Q (Quality)
Klaster C (Cost)
Klaster D (Delivery)
a. Kewajaran atas Biaya a. Kejelasan Prosedure Pelayanan Petugas Pelayanan Persyaratan Pelayanan Pelayanan b. Kepastian atas Biaya b. Kedisiplinan Petugas Kemampuan Petugas Pelayanan Kesopanan dan c. Tanggung Jawab Keramahan Petugas Petugas e. Kenyamanan Lokasi d. Kecepatan Pelayanan f. Keamanan Pelayanan e. Kepastian Jadwal Pelayanan f. Keadilan Pelayanan
a. b. c. d.
Sumber : TQM dan KepMenPAN 63/2003 (diolah) Dalam melaksanakan pengelompokan atau klasterisasi atas empat belas unsu-unsur pelayanan seperti yang tertuang dalam Tabel 11 di atas, dilakukan dalam rangka pendekatan simplifikasi dengan tujuan mendapatkan gambaran kelompok mana yang menjadi skala prioritas berdasarkan analisis data sekunder dan hasil survei atas para pemangku kepentingan yang berkaitan langsung dengan kegiatan pelayanan publik. Dengan demikian pada diakhir kajian terdapat unsurunsur pelayanan yang menjadi skala prioritas dalam menentukan program dan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh dinas terkait.
3.3.2.2.
Tahapan Penentuan Level AHP Dalam rangka melakukan analisis terhadap kelembagaan Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) dan dukungan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menggunakan metode penelitian Analytical Hierarchy Process (AHP). Dalam penentuan level hirarki diperoleh dengan melalui tahapan sebagai berikut : pertama, melakukan studi literasi dari sumber-sumber yang berkaitan dengan proses Analytical Hierarchy Process (AHP); kedua, melakukan wawancara langsung dengan pihak terkait untuk menentukan kriteria atau unsur-unsur yang ada di masing-masing level; dan ketiga, melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tim Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bogor. Berkaitan dengan leveling tersebut, maka dalam penetapan atau pemilihan responden diarahkan kepada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terkait atau memahami hal-hal yang berhubungan bidang penelitian dengan masingmasing diambil satu responden , yaitu : 1. Pemerintah, Ka BP2T qq Ka.Bidang Penanaman Modal 2. Pengusaha, level usaha menengah bidang usaha Jasa dan Instalasi Teknik (Dirut) 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
3.4. Metode Perancangan Alternatif Strategi Pelaksanaan penelitian diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dilakukan dengan menggunakan mekanisme Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan mekanisme ini diharapkan diperoleh tingkat skala prioritas, level 1 stakeholder terdiri atas Pemerintah, Dewan Perwakilann Rakyat Daerah (DPRD), Pengusaha, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); sementara level 2 faktor pendukung terdiri atas Kelembagaan, Potensi Ekonomi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur; level 3 faktor penguatan kelembagaan terdiri atas Regulasi, Interest Ekonomi, dan Kebudayaan; level 4 dengan prioritas infrastruktur terdiri atas TIK, Tenaga Kerja, dan Anggaran; serta alternatif strategi total quality management (TQM) terdiri atas Quality, Cost, dan Delivery (QCD). Melalui metode wawancara dan faktor-faktor yang terkait langsung
dengan kegiatan One Stop Service, sehingga dihasilkan alternatif strategy dalam implementasi pelayanan publik dan investasi di Kota Bogor. Data sekunder diperoleh dari laporan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Bogor yaitu Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal, Dinas Komunikasi dan Informasi, serta Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor, dan melakukan studi pustaka yang masih relevan dengan bidang penelitian. Dalam kegiatan penetapan rancangan strategi berkaitan dengan pelayanan perijinan yang dilakukan oleh BPPTPM berpedoman pada skor terbaik dari proses program ExpertChoice 2000 masingmasing Level, kemudian dibuat keluaran strategi alternatif dengan pola matriks antara Skor tertinggi di masing-masing level dengan skor posisi pertama (skala Prioritas). Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ini digunakan untuk mengambil keputusan yang komplek dengan menggunakan pendekatan matematik dan psikologi atau persepsi manusia, dengan prinsip kerja melakukan penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamis menjadi bagian-bagian yang tertata dalam satu struktur / hirarki. Dengan demikian bisa dilakukan proses pengambilan keputusan-keputusan yang komplek menjadi keputusan yang lebih kecil.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
4.1.
Dasar Hukum Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kota
Bogor dilakukan
Pemerintah Kota Bogor berdasarkan ketentuan tentang otonomi daerah yang berlangsung di dalam bingkai penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berdasarkan Undang Undang dasar 1945. Pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dimaksud adalah fungsi-fungsi pemerintahan, kewajiban dan kewenangan pemerintah daerah yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah Jawa Barat. Secara sah Pemerintah Kota Bogor menyelenggarakan pemerintahan daerah berdasarkan kewenangan yang dimilikinya, dan keabsahan tersebut ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalam produk perundang-undangan sebagai berikut : 1.
Undang Undang Nomor 16 Tahun 1950, tentang pemebentukan Daerahdaerah Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan dalam Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1954 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1954 nomor 40, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 551)
2.
Undang Undang Nomor 22 Tahun 2003, tentang Susunan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310).
3.
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437).
4.
Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
4.2.
Kondisi Wilayah Kota Bogor Kota Bogor dengan luas wilayah 11.850 Ha secara geografis terletak di
antara 1060 43’30” - 160051’00” BT dan 60 30’30” - 60 41’00” LS.
Posisi
geografis Kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan berjarak cukup dekat dengan Ibukota Negara - Jakarta - kurang lebih 60 Km. Wilayah Kota Bogor terbagi atas 6 Kecamatan (Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Barat dan Tanah Sareal). Ke enam wilayah Kecamatan tersebut melingkupi 31 kelurahan dan 37 desa. Peta wilayah Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 4. Seluruhnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor : a. utara
- Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Sukaraja
b. timur - Kecamatan Sukaraja dan Ciawi c. barat
- Kecamatan Dramaga dan Ciomas
d. selatan - Kecamatan Cijeruk dan Caringin dari arah Selatan
Sumber : www.kotabogor.go.id
Gambar 4. Peta Kota Bogor
Kondisi ini merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Terlebih lagi Kota Bogor juga merupakan daerah pendukung bagi Jakarta sebagai tempat pemukiman, pendidikan, maupun perdagangan. Hal tersebut didukung dengan kondisi topografis dan klimatologi yang sesuai sebagai tempat tinggal, pendidikan dan pengembangan ekonomi. Tingkat kemiringan sebagian besar wilayahnya berkisar antara 0 - 15 persen dan lapisan top soil tanah Lotosil coklat kemerahan dengan kedalaman efektif 90 cm daerah ini cocok untuk budidaya pertanian meskipun saat ini terkalahkan dengan menjamurnya perumahan, perkantoran dan pertokoan.
Dengan
ketinggian
minimum 190 meter dan maksimum 330 m di atas permukaan laut, Kota Bogor secara umum memiliki suhu udara yang relatif sejuk, dimana suhu rata-rata tiap bulan adalah 260 C dengan suhu terendah 21,80 C dan suhu tertinggi 30,4’ C serta kelembaban udara 70 %, curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 – 4.000 mm dengan curah hujan terbesar pada Bulan Desember dan Januari. Kondisi udara di Kota Bogor cenderung sejuk dan nyaman untuk tinggal terlebih lagi dibandingkan Kota Jakarta yang panas. Kawasan Puncak yang masuk ke wilayah Kabupaten Bogor sebagai tempat rekreasi warga Jakarta dan sekitarnya memberikan keuntungan tersendiri bagi Kota Bogor sebagai salah satu jalur utama menuju kawasan tersebut. Begitu pula dengan keberadaan Kebun Raya Bogor, selain sebagai daya tarik pariwisata juga menjadikan Kota Bogor semakin asri dan memberikan kenyamanan tersendiri bagi warga yang tinggal di wilayah ini maupun penduduk Jakarta dan sekitarnya yang ingin menikmati hawa yang sejuk tanpa harus ke Puncak. Potensi tersebut merupakan nilai strategis bagi Kota Bogor dan dapat dikembangkan sesuai dengan visi dan misi daerah
yang tertuang dalam RPJMD (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah) tahun 2010 - 2014 yaitu: Visi Kota Bogor :
"Kota Perdagangan dengan sumberdaya manusia produktif dan pelayanan prima".
Misi Kota Bogor : 1)
Mengembangkan perekonomian masyarakat yang bertumpu pada kegiatan jasa perdagangan.
2)
Mewujudkan kota yang bersih dengan sarana transportasi yang berkualitas.
3)
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan penekanan pada penuntasan wajib belajar 12 tahun, serta peningkatan kesehatan dan ketrampilan masyarakat.
4)
Peningkatan Pelayanan Publik dan partisipasi masyarakat. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut dengan Perda No 1 Tahun 2000 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (Tahun 1999-2009), fungsi Kota Bogor ditetapkan sebagai berikut : a.
Sebagai Kota Perdagangan;
b.
Sebagai Kota Industri;
c.
Sebagai Kota Permukiman;
d.
Wisata Ilmiah; dan
e.
Kota Pendidikan Sebagian besar wilayah Kota Bogor merupakan kawasan yang sudah terbangun
dengan berbagai jenis pemanfaatannya, seluas 4.151,69 Ha atau 35,48 persen lahan sudah menjadi kawasan pemukiman dan sisanya dipergunakan untuk pertanian seluas 2.112,72 Ha (17,82 persen), industri 92,59 Ha (0,78 persen), kegiatan perdagangan dan jasa 81,02 Ha (0,68 persen), lahan perkantoran dan pemerintahan 90,27 Ha (0,76 persen), dan lahan lain masih merupakan hutan kota seluas 141,50 Ha (1,19 persen), taman dan lapangan olahraga seluas 342,33 Ha (2,89 persen), kuburan seluas 305,96 Ha (2,58 persen), sungai dan situ 342,07 Ha (2,89 persen). 4.2.1. Kondisi Kependudukan
Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik Kota Bogor pada akhir Tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk Kota Bogor berjumlah 950.334 jiwa yang terdiri dari 484.791 jiwa laki-laki dan 465.543 jiwa perempuan.
Jumlah penduduk ini mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya sebesar 2,96 persen, dengan luas wilayah 11.850 Km2 maka kepadatan penduduk di Kota Bogor per Km2 sebesar 8.196 jiwa.
Dari enam kecamatan, Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak, yaitu 198.296 jiwa dan Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan terpadat dengan kepadatan penduduk sebesar 13,445 jiwa/Km2. Secara lebih lengkap data penduduk per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan, Luas Wilayah per Kecamatan Kota Bogor Tahun 2010 Kecamatan
Laki - Laki
Perempuan
Luas Wilayah (Km2)
Jumlah Penduduk
Bogor Selatan
92.842
87.427
29,26
180.270
Bogor Timur
47.681
47.041
10,15
94.722
Bogor Utara
84.376
82.567
17,69
166.943
Bogor Tengah
57.048
55.377
8,11
112.425
Bogor Barat
105.002
100.995
31,33
205.997
Tanah Sereal
94.609
91.238
20,31
185.847
481.559
464.645
20,31
946.204
Total
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor Kota Bogor sebagai daerah hinterland bagi Jakarta juga merupakan salah satu sasaran penduduk dari luar kota untuk mendapatkan pekerjaan. Dan seperti yang disampaikan dalam rencana tata ruang Kota Bogor, Bogor menempatkan sektor industri dan perdagangan sebagai salah satu fokus pengembangan. Hal ini menjadi penting karena pembangunan ekonomi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja. Kehidupan masyarakat yang berlangsung dinamis dan penyelenggaraan pembangunan yang telah dilaksanakan sepanjang tahun 2010, telah mendorong peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Kondisi ini tercermin pada pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mencapai 75,59 atau meningkat 0,37 poin dari IPM tahun 2009 sebesar 75,42. Data pada Tabel 13. menggambarkan pencapaian masing-masing unsur dari tolok ukur penetapan angka Indeks Pembangunan Manusia, yaitu Indeks Pendidikan, Kesehatan, dan Kesejahteraan atau Daya Beli Masyarakat. Tabel 13. Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bogor
IPM
2009
2010
Selisih
Indeks Pendidikan
87,16
87,19
0,03
Indeks Kesehatan
72,95
73,10
0,15
Indeks Kesejahteraan
66,15
67,11
0,96
Sumber : Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Bogor 2010 Nilai Indeks Pembangunan Manusia Kota Bogor tahun 2010 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2009 pada semua aspek yaitu bidang pendidikan (0,03); kesehatan masyarakat (0,15); dan tingkat kesejahteraan (0,96). 4.2.2. Kondisi Perekonomian Kehidupan perekonomian Kota Bogor Tahun 2010 ditopang oleh 9 sektor lapangan usaha, yaitu pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, bangunan, perdagangan
, hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi, jasa
keuangan, persewaan dan jasa-jasa. Berdasarka kajian Biro Pusat Statistik (BPS) pada Produk Dometik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor berbasis perhitungan tahun 2006 2009, struktur perekonomian Kota Bogor dikontribusi oleh sektor perdagangan, Hotel dan Restoran, industri pengolahan, serta angkutan dan komunikasi. Secara rinci sektor perdagangan, hotel dan restoran berkontribusi 38,40 persen pada PDRB kota Bogor Tahun 2009 atas dasar harga berlaku, kemudian sektor industri pengolahan sebesar 25,57 persen dan sektor angkutan dan komunikasi sebesar 14,45 persen. Tabel 14. Pertumbuhan dan Angka PDRB Atas Harga Berlaku
Tahun
PDRB
Pertumbuhan (%)
2009
(Juta Rupiah) 11.904.599,00
17,98
2008
10.089.943,00
17,90
2007
8.558.035,00
17,92
2006
7.257.742,00
-
Kota Bogor Sumber : BPS Kota Bogor 2009
Berdasarkan data terakhir yang dimiliki BPS yang disajikan pada Tabel 14. Terlihat PDRB atas dasar harga berlaku Kota Bogor pada tahun 2009 sebesar Rp. 11.904.599.660.000,00 artinya mengalami pertumbuhan sebesar 17,98 persen terhadap PDRB tahun 2008 yang terhitung hanya Rp. 10.089.943.960.000,00 dan diperkirakan pada tahun 2010 angka PDRB mencapai Rp.13,340 trilyun. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh 3 sektor lapangan usaha yang mengalami laju pertumbuhan tertinggi, yaitu sektor Angkutan dan Komunikasi sebesar 28,18 persen, sektor industri pengolahan sebesar 19,89 persen, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahan sebesar 18,58 persen, laju pertumbuhan di sektor-sektor tersebut telah mendorong laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor tahun 2009 sebesar 6,01 persen dan diperkirakan pada tahun 2010 laju pertumbuhan ekonomi kota Bogor mencapai 6,2 persen.
Tabel 15. PDRB Per Sektor Industri Kota Bogor Atas harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2009 (Jutaan Rupiah) Sektor Industri Harga Berlaku Harga Konstan 1. Pertanian
24.008,43
13.539,61
207,34
121,98
3.044.078,40
1.273.762,00
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
245.221,37
146.236,51
5. Bangunan
653.511,28
312.096,14
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
4.528.567,95
1.331.847,52
7. Pengangkutan dan Komunikasi
1.719.767,35
453.533,00
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
1.216.482,77
648.625,82
472.745,77
328.915,49
2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri dan Pengolahan
9. Jasa-jasa
Total 11.904.599,66 4.508.705,07 Sumber: Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) Kota Bogor Tahun 2010 Dilihat dari dua sektor industri yang menyumbangkan PDRB terbesar, yaitu Industri dan Pengolahan serta Perdagangan, hotel dan Restoran, maka kondisi tersebut sesuai dengan arah pengembangan Kota Bogor sebagai kota jasa perdagangan.
V.
TINGKAT KESENJANGAN PELAYANAN DAN HARAPAN MASYARAKAT
Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan pelayanan publik di Kota Bogor adalah masih terdapatnya tingkat kesenjangan antara kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur atau dinas terkait pelayanan publik dengan tingkat ekspektasi atau harapan masyarakat sebagai penerima pelayanan publik, untuk itu dirasa perlunya menyusun strategi alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas dilingkungan penyelenggara kegiatan pelayanan publik Pemerintah Daerah Kota Bogor sehingga dapat menjaga loyalitas dan tingkat kepercayaan pemangku kepentingan di Kota Bogor. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan menjawab permasalahan kesenjangan tersebut, Pemerintah Daerah Kota Bogor mempunyai komitmen bagiamana mampu memberikan kualitas pelayanan prima kepada para pemangku kepentingan yaitu masyarakat, pengusaha, lembaga sosial, dan dunia pendidikan. Bentuk komitmen Pemerintah Daerah Kota Bogor adalah membentuk lembaga yang mengelola semua kegiatan yang berhubungan dengan proses pelayanan perijinan di Kota Bogor yaitu Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) sebagai salah satu bentuk reformasi birokrasi pelayanan sehingga akan tercipta bentuk pelayanan publik yang cepat, murah, terintegrasi, dan mempunyai akuntabilitas tinggi.
5.1.
Kualitas Pelayanan Publik Kota Bogor Kegiatan Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat dilakukan oleh
Pemerintah Kota Bogor sejak tahun 2006 sampai dengan 2010 bekerjasama dengan Institut pertanian Bogor (IPB), mengacu pada unsur-unsur pelayanan masyarakat yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara nomor 63 Tahun 2003. Pada Tabel 16, disajikan nilai rata-rata Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) periode tahun 2006 - 2010 dan harapan masyarakat, dari data tersebut terlihat
kinerja dari masing-masing unsur pelayanan yang
diberikan oleh badan atau dinas yang berwenang.
Tabel 16. Nilai Rata-Rata Indeks Kepuasan Masyarakat dan Harapan Masyarakat per Unsur-Unsur Pelayanan Publik Kota Bogor No Unsur Pelayanan KepMenPAN 2006 2007 2008 2009 2010 IKM Harapan IKM Harapan IKM Harapan IKM Harapan IKM Harapan 1 Prosedur Pelayanan 67,05 66,85 68,13 84,25 71,00 77,00 71,25 80,75 65,96 76,39 2 Persyaratan Pelayanan 71,35 79,80 70,00 82,06 71,00 74,75 76,25 78,88 71,17 74,40 3 Kemampuan Petugas 73,00 83,25 73,81 84,88 69,97 78,25 74,63 78,38 74,38 77,74 4 Kesopanan dan Keramahan 73,10 79,05 74,31 81,31 69,50 75,00 73,75 78,50 74,54 75,75 5 Kenyamanan Lokasi 71,60 76,45 84,81 79,88 68,13 70,75 51,88 77,63 61,04 72,53 6 Keamanan Pelayanan 74,65 77,45 76,44 81,81 73,88 74,75 74,63 79,88 73,75 76,14 7 Kewajaran Biaya Pelayanan 66,55 83,40 69,13 84,56 68,25 73,75 72,75 75,13 69,54 76,69 8 Kepastian Biaya Pelayanan 64,55 83,05 63,75 84,75 66,58 75,00 65,00 71,25 71,17 73,08 9 Kejelasanan Petugas Pelayanan 64,20 73,40 69,81 80,94 74,13 80,00 71,38 79,13 67,46 72,10 10 Kedisiplinan Petugas 69,00 80,90 68,50 83,13 69,92 77,75 69,63 77,88 68,25 74,11 11 Tanggung Jawab Petugas 70,25 81,15 74,50 87,19 67,44 73,25 72,38 79,63 73,58 79,04 12 Kecepatan Pelayanan 63,30 80,90 64,63 84,38 64,42 75,00 58,00 77,75 65,33 76,56 13 Kepastian Jadwal Pelayanan 66,00 80,45 63,75 83,69 65,67 75,25 72,38 78,25 66,33 73,69 14 Keadilan Mendapatkan Pelayanan 68,55 81,55 69,81 84,06 67,67 72,50 73,25 77,88 72,42 75,71 Sumber : BPPTPM dan LPPM IPB (diolah) Secara umum hasil yang diberikan oleh aparatur pemerintah kota Bogor dalam kegiatan pelayanan publik dengan mengacu pada data Tabel 17, terlihat masih adanya kesenjangan kualitas pelayanan dengan harapan masyarakat sebagai penerima pelayanan. Bila dilihat lebih mendalam pada masing-masing unsur pelayanan terdapat beberapa unsur pelayanan yang mengalami peningkatan perubahan secara signifikan seperti pada unsur pelayanan yang berhubungan dengan kepastian biaya pelayanan pengurusan, disiplin petugas pelayanan, kesopanan dan keramahan, tanggung jawab petugas, serta keadilan dalam mendapatkan pelayanan. Sementara unsur pelayanan yang perlu mendapatkan perhatian dengan skala prioritas lebih meliputi prosedur pelayanan, kenyamanan lokasi pelayanan karena terlihat trend terjadinya penurunan atas kualitas pelayanan. Unsur-unsur pelayanan lain secara data terjadi peningkatan namun bersifat fluktuatif dan masih harus dilakukan upaya peningkatan perbaikan kualitas pelayanan seprti pada unsur kecepatan pelayanan, keamanan pelayanan, dan kewajaran biaya pelayanan. Kegiatan survey pelaksanaan pelayanan publik pada tahun 2006 meliputi jenis perijinan Ijin Gangguan (HO), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas); pada tahun 2007 pada unit pelayanan publik Dinas Kesehatan, DLLAJ, Disperindag, dan Dispenda; pada tahun 2008 dilaksanakan pada Kecamatan Bogor Utara dan Kecamatan Bogor Tengah; kemudian pada tahun 2009 dilaksanakan di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Dinas Sosial, dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi; terakhir pada tahun 2010 dilaksanakan di Dinas BPPTPM meliputi jenis perijinan HO, IMB, IPR, PPTUR, SIUP, dan TDP.
5.2
Analisis deskriptif Kualitas Pelayanan dan Harapan Masyarakat Bila mengacu pada tolok ukur KepMenPAN, maka kegiatan pelayanan
publik yang dilaksanakan oleh aparatur Pemerintah Daerah Kota Bogor sudah masuk dalam kategori Baik yaitu dalam area nilai 62,5 sampai dengan 81,2. Namun demikian jika dibandingkan dengan tingkat ekspektasi masyarakat maka masih terdapat kesenjangan di semua tingkat layanan disemua unsur-unsur pelayanan publik di Kota Bogor. Tabel 17, memperlihatkan besaran nilai kesenjangan pelayanan dari tahun 2006 sampai 2010. Tabel 17. Nilai Kesenjangan Pelayanan Publik dengan Harapan Masyarakat Per-Unsur Pelayanan Kota Bogor No Unsur Pelayanan KepMenPAN 2006 2007 2008 2009 2010 0,20 -16,13 -6,00 -9,50 -10,43 1 Prosedur Pelayanan -8,45 -12,06 -3,75 -2,63 -3,24 2 Persyaratan Pelayanan -10,25 -11,06 -8,28 -3,75 -3,36 3 Kemampuan Petugas -5,95 -7,00 -5,50 -4,75 -1,21 4 Kesopanan dan Keramahan -4,85 4,94 -2,63 -25,75 -11,49 5 Kenyamanan Lokasi -2,80 -5,37 -0,88 -5,25 -2,39 6 Keamanan Pelayanan -16,85 -15,44 -5,50 -2,37 -7,15 7 Kewajaran Biaya Pelayanan -18,50 -21,00 -8,42 -6,25 -1,92 8 Kepastian Biaya Pelayanan -9,20 -11,13 -5,88 -7,75 -4,64 9 Kejelasanan Petugas Pelayanan -11,90 -14,63 -7,83 -8,25 -5,86 10 Kedisiplinan Petugas -10,90 -12,69 -5,81 -7,25 -5,46 11 Tanggung Jawab Petugas -17,60 -19,75 -10,58 -19,75 -11,22 12 Kecepatan Pelayanan -14,45 -19,94 -9,58 -5,88 -7,36 13 Kepastian Jadwal Pelayanan -4,63 -3,29 14 Keadilan Mendapatkan Pelayanan -13,00 -14,25 -4,83 Sumber : BPPTPM Kota Bogor dan LPPM IPB (Diolah) Dari data Tabel 17 terlihat bahwa besarnya harapan masyarakat untuk mendapatkan kualitas pelayanan mengakibatkan terjadi kesenjangan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun, namun demikian bila kita lihat lebih mendalam
terdapat penurunan besar nilai kesenjangan dari tahun ke tahun, hal ini menandakan terjadinya kualitas pelayanan publik yang semakin baik dilakukan olah Pemerintah Daerah Kota Bogor. Sementara bila lihat pada Gambar 5, terlihat besaran nilai kesenjangan per-unsur pelayanan rata-rata tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 atas kualitas pelayanan dan rata-rata harapan masyarakat.
90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Rata-rata IKM
Rata-rata Harapan Masyarakat
sumber : BPPTPM Kota Bogor dan LPPM IPB (diolah)
Gambar 5. Grafik Rata-Rata IKM - Ekspektasi/Harapan Masyarakat Kota Bogor Tahun 2006 - 2010 Data grafik pada Gambar 5, menunjukkan bahwa tingkat pelayanan publik pada Pemerintah Daerah Kota Bogor berada dalam area kategori 'baik', namun tingginya tingkat ekspektasi atau harapan masyarakat atas pelayanan yang berkualitas mengakibatkan terjadinya kesenjangan pada semua empat belas unsurunsur pelayanan publik. Kesenjangan tertinggi terlihat pada unsur kedisiplinan petugas, tanggung jawab petugas, kecepatan pelayanan, dan kepastian jadwal pelayanan,
keempat
unsur
tersebut
mencerminkan
tingkat
ketrampilan
sumberdaya manusia internal di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bogor perlu ditingkatkan. Kondisi ini memberikan makna bahwa harus dilakukan kegiatan upaya peningkatan kualitas pelayanan yang berkelanjutan atau continous improvement dilingkungan aparatur Pemerintah Daerah Kota Bogor khususnya
badan atau dinas yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab atas kegiatan pelayanan publik. Dalam melaksanakan kajian/penelitian ini mengacu pada proses perbaikan berkesinambungan dalam mutu layanan Total Quality Management (TQM) dengan konsep Quality Cost and Delivery (QCD) yaitu melakukan klasterisasi atau pengelompokan empat belas unsur pelayanan kedalam tiga kelompok besar QCD dalam rangka simplifikasi dalam analisis dan penentuan alternatif strategi pada akhir kajian. Pada klaster quality (Q) yang terdiri atas unsur layanan prosedur pelayanan,
persyaratan pelayanan,
kemampuan
petugas,
kesopanan
dan
keramahan, kenyamanan lingkungan, dan keamanan pelayanan secara umum kualitas pelayanan berada dalam kategori baik, namun demikian ketika dibandingkan dengan tingkat harapan kualitas pelayanan masyarakat masih terdapat kesenjangan disemua unsur kecuali pada unsur keamanan pelayanan. Unsur prosedur pelayanan, kemampuan petugas, dan kenyamanan lokasi pelayanan harus mendapatkan perhatian lebih karena mempunyai selisih atau kesenjangan yang paling tinggi diantara unsur-unsur pelayanan yang ada di klaster quality. Hasil wawancara dengan tim Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Bogor ditemukan bahwa unsur Prosedur pelayanan merupakan salah satu unsur yang perlu mendapatkan peningkatan perbaikan sehingga dirasa perlu untuk dibuatkan Standar Operating Procedure (SOP) untuk semua kegiatan di BP2T dan bahkan saat ini sedang dalam proses penyusunan administrasi dalam rangka mendapatkan
sertifikasi
ISO-9001-2008
bidang
pelayanan.
Pada
unsur
kemampuan petugas perlu ditingkatkan dan kondisi ini sejalan dengan misi Pemerintah Daerah Kota Bogor untuk terus meningkatkan sumberdaya manusia sehingga tercipta kualitas pelayanan yang prima, sementara terkait unsur kenyamanan lokasi pelayanan sudah seharusnya dilakukan relokasi atas kantor pelayanan saat ini karena dengan kenyamanan lokasi pelayanan akan meningkatkan kualitas pelayanan publik di Pemerintahan Kota Bogor. Unsur-unsur pelayanan yang berada pada klaster cost (C) yang terdiri atas kewajaran dan kepastian biaya pelayanan terlihat trend yang terus membaik dari tahun ke tahun khususnya pada unsur kepastian biaya semakin menunjukkan
kecilnya kesenjangan antara kualitas pelayanan dengan ekspektasi atau harapan masyarakat terkait pelayanan publik, kondisi ini dapat memberikan gambaran bahwa tingkat besaran biaya pengurusan pelayanan perijinan semakin bisa diterima oleh masyarakat sepanjang terjadi peningkatan pada kualitas pelayanan. Berdasarkan data pada Gambar 5 di atas dapat dilihat bahwa terjadi kesenjangan yang masih cukup tinggi pada semua unsur-unsur pelayanan yang berada pada klaster delivery (D) yaitu disiplin petugas, tanggung jawab petugas, kecepatan pelayanan yang mempunyai kesenjangan tinggi. Kondisi ini memberikan gambaran betapa masyarakat menginginkan adanya perhatian lebih terhadap unsur-unsur pelayanan yang ada di dalamnya seperti kecepatan pelayanan, kejelasan petugas, kedisiplinan petugas, serta masyarakat sangat konsern terhadap adanya kecepatan pelayanan dengan harapan waktu yang mereka gunakan dapat dioptimalkan sebaik-baiknya. Demikian juga dengan pada unsur kejelasan petugas artinya masyarakat menginginkan adanya kepastian petugas dan institusi yang menangani setiap melakukan pengurusan perijinan sehingga mudah karena hanya cukup ke satu pintu atau meja saja. Namun, secara data menunjukkan kecenderungan adanya perbaikan kinerja dari sisi deliveri layanan dari tahun ke tahun.
5.3.
Ikhtisar Pencapaian pelayanan publik Pemerintah Daerah Kota Bogor secara
umum dalam kategori baik, hal ini dilihat dari hasil Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang berpedoman kepada tolok ukur KepMenPAN No. 63/2003 berada dalam nilai 62,5 sampai 81,25. Namun demikian secara akumulatif hasil tersebut masih belum mampu memenuhi harapan masyarakat sebagai penerima jasa layanan, sehingga dengan adanya kesenjangan ini harus dilakukan kegiatan dan program yang mengarah kepada pemenuhan harapan masyarakat dalam hal pelayanan publik. Unsur-unsur pelayanan yang menjadi skala prioritas untuk ditingkatkan mengacu pada Gambar 5 diatas meliputi: kecepatan pelayanan dan kepastian jadwal pelayanan, dimana semua bermuara pada faktor adanya sistem prosedur pelayanan dan kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
VI.
7.1.
ALTERNATIF PERANCANGAN STRATEGI
AHP ( Analytical Hierarchy Process ) Pelayanan terpadu merupakan salah satu solusi dari terciptanya reformasi
birokrasi di bidang pelayanan publik, melalui Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu dapat dijadikan pedoman bagi Pemerintah Kota Bogor dalam hal kegiatan pelayanan terpadu satu atap kepada masyarakat. Berdasarkan analisis dari data sekunder terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah saat sebelum dan sesudah adanya Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT), maka diperlukan konsep-konsep mendasar sebagai upaya terus menerus untuk meningkatkan pelayanan publik sebagai bagian dari Total Quality Management (TQM). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tercantum Misi Kota Bogor adalah mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa perdagangan yang mengoptimalkan sumberdaya yang ada, juga meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta mewujudkan pemerintahan kota yang bersih dan efisien. Guna mendukung tercapai misi tersebut, maka pelayanan publik yang prima dan optimal merupakan salah satu sarana / perangkat yang akan diimplementasikan. Perumusan alternatif perancangan strategi peningkatan pelayanan publik yang terintegrasi kedalam system One Stop Service (OSS) dalam kerangka pembangunan Daerah Kota Bogor menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process), metode ini digunakan dengan melakukan survey langsung ke semua pemangku kepentingan yang dianggap dapat mewakili komponen masyarakat di Kota Bogor. Salah satu amanah yang diemban pemerintah Kota Bogor adalah terciptanya kualitas pelayanan publik yang berorientasi pada implementasi tatakelola pemerintah yang baik, bersih, terbuka, dan transparan atau 'good governance', perijinan yang sarat dengan birokrasi merupakan
permasalahan dan kendala bagi terciptanya iklim usaha dan investasi di hampir seluruh wilayah Indonesia tak terkecuali di Kota Bogor. Dalam penetapan komponen-komponen pada level Analytical Hierarchy Process (AHP) dituangkan sebagai hasil dari pola interaksi dengan unsur pejabat di lingkungan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Penanaman Modal (BPPTPM) Kota Bogor, dengan hasil sebagaimana tertuang pada Tabel 21 Tabel 21. Unsur-Unsur pada Level AHP Pelayanan Publik Level 1
1. Pemerintah 2. Pengusaha 3. DPRD 4. LSM
Level 2 1. Kelembagaan 2. Potensi Ekonomi 3. Ketenagakerjaan 4. Infrastruktur
Level 3 1. Regulasi 2. Interes Ekonomi 3. Kognitif Budaya
Alternatif Strategi 1. Quality 2. Cost 3. Delivery
1. Teknologi 2. Tenaga Kerja 3. Anggaran Sumber: primer FGD
7.2.
Model Strategi Dalam proses pengolahan data, penelitian ini menggunakan perangkat
lunak ExpertChoice 2000, sesuai dengan data primer yang diperoleh dari masingmasing responden sebagai kategori ekspert sesuai dengan fungsinya. Dalam penyusunan hirarki strategi peningkatan pelayanan publik (One Stop service) dibagi kedalam level-level sebagai berikut, dimana level kesatu merupakan prioritas peranan stakeholder dalam mempengaruhi kegiatan pelayanan publik dan investasi di kota Bogor, level kedua merupakan faktor-faktor pendukung kegiatan pelayanan publik dan investasi, level ketiga berupa pilar-pilar penguatan dan infrastruktur dalam implementasi pelayanan publik (One Stop Service), sementara dalam membuat strategi alternatif menggunakan pola dari total kualiti menejemen yaitu QCD (Quality, Cost, and Delvery) sebagai basis pengembangan rancangan strategi dan program alternatif peningkatan kualitas pelayanan publik dan mendorong aktifitas investasi di Kota Bogor. Untuk menetapkan alternatif rancangan strategi dan program terkait dengan upaya peningkatan pelayanan publik atau 'One stop Service' yang dilakukan secara kelembagaan oleh BPPTPM Kota Bogor, maka dilakukan analisis secara hirarki skala prioritas stakeholder sebagai fungsi kelembagaan yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan pelayanan publik dan kegiatan investasi di Kota Bogor. Berdasarkan analisis AHP
diperoleh skala prioritas
menurut urutan nilai yang diperoleh menurut faktor
Peranan Stakeholder; faktor Pendukung OSS dan Investasi (kelembagaan dan infrastruktur); faktor Penguatan Kelembagaan; yaitu : 1) Pemerintah; 2) Kelembagaan; 3) Interes Ekonomi; dan 4) dari TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Pelayanan Publik BPPTPM Kota Bogor
Pemerintah
Kelembagaan
Regulasi
Pengusaha
DPRD Kota
Pot. Ekonomi
Interes Ekon
Tenaga Kerja
Kog. Budaya
Quality
TIK
LSM
Infrastruktur
T. Kerja
Cost / Biaya
Anggaran
Delivery
Gambar 6. Kerangka AHP Pelayanan Publik Kota Bogor
7.2.1 Peranan Stakeholder pada Pelayanan Publik dan Investasi Pada level pertama pada AHP adalah berkaitan dengan peranan Stakeholder terdiri atas Pemerintah, DPRD Kota Bogor, Pengusaha, dan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai responden dalam pengaruhnya atas pelayanan satu atap dan mendorong investasi. Tabel 22. Peranan Stakeholder dalam OSS dan Investasi No. 1 2 3 4
Stakeholder Pemerintah Pengusaha DPRD LSM Total
Nilai 0,583 0,166 0,139 0,111 1,00
Prioritas 1 2 3 4
Sumber : Primer AHP diolah
Hasil analisis terhadap peran stakeholder terlihat pada Tabel 22, hal ini memberi gambaran bahwa peranan pemerintah selaku pelaksana pemerintahan mempunyai pengaruh tertinggi dalam kegiatan pelaksanaan pelayanan publik untuk mendorong kegiatan investasi di Kota Bogor. Karena Pemerintah daerah Kota Bogor mempunyai kewenangan dalam penetapan atas struktur yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan publik dengan skala tertinggi yaitu 0,583. Peranan Pemerintah dalam mendukung kegiatan pelayanan dan investasti dilakukan dalam bentuk membuat regulasi dalam mendukung iklim usaha investasi, menyediakan infrastruktur yang mendorong terciptanya iklim investasi, kemudahan-kemudahan atau insentif-insentif bagi caon investor dan pelaku usaha, dan seterusnya dalam rangka menarik investor ke Bogor. Pengusaha atau pelaku usaha pada skala prioritas kedua (0,166) hal ini mencerminkan bahwa kegiatan pelayanan melalui layanan satu atap atau One Stop Service diyakini dapat mendorong kegiatan investasi melalui peningkatan kualitas pelayanan yang cepat, murah, transparan, dan adanya jaminan waktu serta biaya penyelesaian pengurusan.
7.2.2 Faktor Pendukung Pelayanan Publik dan Investasi Level kedua AHP merupakan faktor-faktor yang mendukung kegiatan pelaksanaan pelayanan satu atap dan mendorong iklim investasi di kota Bogor, yaitu Kelembagaan, Potensi ekonomi, tenaga kerja, dan infrastruktur. Analisis data AHP pada level ini memberikan kejelasan tentang pentingnya kelembagaan yang mempunyai landasan kuat dalam menjamin telaksananya kegiatan pelayanan publik serta terciptanya iklim investasi yang mampu menarik investor datang ke Bogor. Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi pelayanan publik dan kegiatan investasi dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Faktor yang Berpengaruh pada OSS dan Investasi Nomor 1 2 3 4
Faktor berpengaruh Kelembagaan Potensi Ekonomi Daerah Tenaga Kerja Infrastruktur
Nilai 0,289 0,201 0,229 0,281
Total
1,00
Prioritas 1 4 3 2
Sumber : Primer AHP diolah Kelembagaan
merupakan
faktor
yang
berkaitan
dengan
kemampuan atau kapasitas Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam menjalankan fungsi pemerintahan yang dicerminkan melalui adanya kepastian dan penegakan hukum; pelayanan kepada masyarakat melalui aparatur pemerintah, perumusan kebijakan melalui peraturan daerah. (Widodo T, 2006) Sejalan dengan Widodo T (2006), hasil analisis AHP terhadap faktorfaktor pendukung implementasi pelayanan satu atap dan investasi di kota Bogor sesuai Tabel 24. Terlihat kelembagaan merupakan skala prioritas dengan skor 0,289 kondisi ini menggambarkan bahwa peranan lembaga pelayanan satu atap mempunyai posisi yang strategis dalam mendorong terciptanya pelayanan berkualitas dan investasi di Kota Bogor. Infrastruktur berada pada skala prioritas kedua (0,281), dalam mendukung kegiatan layanan satu atap maka peranan infrastruktur yang handal sangat mendukung pelaksanaan pelayanan prima dan mendukung kegiatan investasi. Sementara faktor Ketenagakerjaan pada skala prioritas ketiga (0, 229), dan faktor Potensi Ekonomi Daerah pada skala prioritas keempat (0.201).
7.2.3. Faktor-Faktor Penguatan Kelembagaan Pada level ketiga, AHP berisikan
pilar-pilar yang berpengaruh pada
sistem penguatan kelembagaan yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan satu atap yang terdiri atas : 1) Pilar Regulasi; 2) Pilar Interes Ekonomi; 3) Pilar kognitif kebudayaan.
Pilar Regulasi, merupakan landasan hukum dalam terwujudnya kelembagaan pelayanan publik yang sinergis dan terintegrasi dalam bentuk 'One
Stop Service'. Pilar Interest Ekonomi berorientasi pada kelembagaan yang efektif dan efisien berorientasi kepada upaya yang mengarah kepada peningkatan kinerja pelayanan publik. Pilar kognitif kebudayaan merupakan landasan nilainilai dan norma-norma dalam kelembagaan pelayanan publik dalam upaya untuk menginternalisasi budaya pelayanan prima kepada masyarakat melalui proses adaptasi atas perubahan budaya kerja, teknologi, dan munculnya ide-ide atau gagasan, Hasil olah data pada level ketiga faktor-faktor Penguatan Kelembagaan dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Pilar-Pilar Penguatan Kelembagaan No
Pilar Penguatan
Nilai
Prioritas
1 2
Regulasi Interest Ekonomi
0,339 0,390
2 1
3
Kognitif Kebudayaan
0,271
3
Total
1,000
Sumber : Primer AHP diolah
Pilar Interes Ekonomi merupakan prioritas pertama (bobot 0,390) dalam penguatan kelembagaan untuk mendorong kualitas pelayanan publik dan investasi, kondisi ini mencerminkan bahwa kegiatan kelembagaan yang dikelola dengan efektif dan efisien akan memberikan dampak positif pada kegiatan pelayanan publik dan investasi. Unsur-unsur pilar ekonomi meliputi peningkatan kualitas pelayanan, kemudahan proses pelayanan, adanya kepastian biaya dan jadwal pengurusan perijinan dan lain-lain. Sementara pilar Regulasi menjadi skala prioritas kedua dengan bobot 0,339, hal ini berarti bahwa regulasi terkait implementasi layanan satu atap guna mendukung kegiatan investasi di Kota Bogor sudah dianggap cukup bagi para stakeholder di Kota Bogor. Sehingga yang menjadi fokus bagi stakeholder adalah upaya peningkatan pelayanan yang bersih, efisien dan efektif. Dan ilar Koginitif kebudayaan yang merupakan faktor yang berkaitan proses adaptasi atas perubahan-perubahan pada skala prioritas ketiga (0,271).
7.2.4. Infrastruktur Dalam Mendukung One Stop Service Pada level ketiga yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan dalam ketersediaan infrastruktur terdiri atas Teknologi Informasi, Tenaga Kerja, dan Anggaran. Berdasarkan hasil oleh data survei disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Faktor Ketersediaan Infrastruktur One Stop Service No 1 2 3
Faktor Ketersediaan
Nilai
Prioritas
TIK Tenaga Kerja Anggaran
0,469 0,217 0,314
1 3 2
Total
1,000
Sumber : Primer AHP diolah Hasil olah data survei terkait dengan faktor-faktor ketersediaan infrastruktur One Stop Service pada Tabel 25.
yang menjadi skala prioritas
terhadap kegiatan pelayanan satu atap adalah pada infrastruktur TIK dengan bobot 0,469 hal ini mencerminkan keberadaan Pelayanan Satu atap tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur TIK sebagai penggerak terintegrasinya pelayanan di BPPTPM, sementara Anggaran berada pada posisi kedua (bobot 0,314) dan Tenaga Kerja pada posisi ketiga (0,217). Ketersediaan infrastruktur TIK dalam kegiatan pelayanan publik dan investasi menjadi hal yang dianggap penting oleh para stakeholder dengan harapan implementasi pelayanan satu atap atau One stop Service dapat dilaksanakan, kondisi ini memberi sinyal bahwa TIK (Teknologi Informasi Komunikasi) merupakan infrastruktur penting dalam mendukung kegiatan pelayanan publik dan investasi di Kota Bogor.
7.2.5. Hirarki Bobot AHP Pada Pelayanan Satu Atap Mengacu pada hasil analisis AHP terhadap masing-masing faktor yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan satu atap atau One Stop Service, berikut bobot pada masing-masing faktor dan level pada Gambar 7.
Pelayanan Publik BPPTPM Kota Bogor
Pemerintah (0,583)
Kelembagaan (0,289)
Regulasi (0,329)
Pengusaha (0,166)
DPRD Kota (0,139)
Pot. Ekonomi (0,201)
Interes Ekon (0,39)
Quality (0,738)
LSM (0,111)
Tenaga Kerja (0,229)
Kog. Budaya (0,272)
TIK (0,469)
Cost / Biaya (0,116)
Infrastruktur (0,281)
T. Kerja (0,217)
Anggaran (0,314)
Delivery (0,146)
Gambar 7. Bobot Faktor pada Level AHP Strategi Pelayanan Satu Atap
7.3.
Perancangan Program Alternatif Dalam menetapkan strategi alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan publik Kota Bogor, pada akhir analisis AHP ini menggunakan 3 (tiga)
strategi yang menjadi prioritas yaitu : QCD (Quality Cost Delivery) sebagai basis perancangan strategi alternatif, dalam Total Quality management upaya peningkatan perbaikan kualitas pelayanan hars dilakukan secara terus menerus sehingga menghasilkan kualitas pelayanan yang sesuai harapan atau ekspektasi dari masyarakat. Hasil dari analisis hasil olah AHP pada alternatif strategi secara prioritas terlihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Alternatif Strategi No
Strategi Prioritas
Nilai
Prioritas
1
Quality (Kualitas layanan)
0,738
1
2
Delivery
0,146
2
3
Cost ( Biaya Layanan )
0,116
3
Total
1,000
Sumber : Primer AHP diolah Menilik hasil pada Tabel 26, maka strategi prioritas peningkatan pelayanan publik One Stop Service yang harus dilakukan adalah program-program yang berkait dengan peningkatan Quality of Service, kondisi ini in-line dengan hasil analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dimana kualitas mempunyai peranan yang tinggi dalam kegiatan pelayanan publik, unsur-unsur pelayanan yang ada didalamya meliputi
prosedur pelayanan; persyaratan pelayanan;
kemampuan petugas; kesopanan dan keramahan petugas; kenyamanan lokasi; dan keamanan pelayanan.
7.4.
Matriks Alternatif Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bogor Matriks rancangan strategi alternatif yang melingkup unsur-unsur prioritas
dari hasil AHP dalam rangka peningkatan pelayanan publik untuk mendorong aktifitas investasi di Kota Bogor secara detil dapat dilihat pada lampiran 4, perancangan strategi ini merupakan hasil penelitian 'on the spot' di BPPTPM dan Diskominfo kota Bogor serta literasi yang diperoleh dari kegiatan penelusuran terhadap Kabupaten/Kota yang telah menerapkan dan melaksanakan sistem
pelayanan satu atap atau 'One Stop Service' seperti Sragen - Jawa Tengah serta teori-teori yang berkaitan dengan penciptaan Pelayanan yang berkualitas :
1. Pemerintah Pemerintah berperan penting dalam proses penentuan kebijakan dan regulasi atas terselenggaranya kegiatan proses pembangunan yang berkelanjutan di Kota Bogor, untuk berkaitan dengan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan publik yang mampu mendorong investasi maka alternatif strategi yang dijalan harus terintegrasi dan terpadu. Program-program alternatif tersebut : a.
Kepastian Hukum atas Lembaga Pelayanan Publik (BPPTPM), hal ini untuk
menjamin
organisasi
BPPTPM
berjalan
dalam
koridor
kewenangannya, kondisi eksisting sudah dilaksanakan oleh pemerintah Kota Bogor melalui Peraturan Walikota nomor 13 tahun 2008. Namun hal ini perlu diimbangi dengan komitmen dan konsistensi dalam implementasi di lapangan. b.
Dukungan Peraturan atau kebijakan atas terciptanya lingkungan usaha yang kondusif dengan kebijakan terkait pengelolaan sumber daya manusia, ekonomi, dan infrastruktur. DalamVisi dan Misi kota Bogor sudah ditetapkan perlunya peningkatan kualitas SDM, infrastruktur yang handal, namun demikian diperlukan pengawalan dan pengawasan atas programprogram turunan dari visi dan misi tersebut secara komprehensif.
2. Kelembagaan dan Interest Ekonomi Peranan Kelembagaan dilingkungan pemerintahan dalam kegiatan pelayanan publik merupakan faktor yang penting dikaitkan dengan kemampuan atau kapasitas pemerintah Kota Bogor dalam menjalankan fungsi kepemerintahan. Variable kelembagaan pelayanan publik yang berkualitas mencerminkan tingkat layanan yang diberikan berlandaskan sistem prosedur dan sumber daya manusianya (Widodo T, 2006). Berkaitan dengan hal tersebut maka peranan sistem prosedur yang handal dan aparatur atau sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan pelayanan publik yang berkualitas.
Kerangka alternatif strategi yang berkaitan dengan kelembagaan pelayanan publik: a.
Penyempurnaan Sistem Prosedur Menurut Moenir (1998), bahwa faktor aturan yang menjadi landasan kerja organisasi dapat mendukung terwujudnya kualitas pelayanan. Dimana uraian tugas tersebut merupakan penjabaran secara detail mengenai fungsi, tugas pokok, dan wewenang organisasi. Kejelasan atas prosedur yang telah ditetapkan dapat mewujudkan kualitas pelayanan. Mengacu pada hal tersebut diatas dan hasil interview kepada pejabat-pejabat yang berkaitan dengan Pelayanan di Kota Bogor, maka strategi yang berkaitan dengan sistem prosedur adalah : 1. Melakukan simplifikasi prosedur pada setiap jenjang pelayanan, dengan harapan bisa terjadi percepatan dalam pelayanan perijinan, sehingga tercipta Biropreuner di BPPTPM. 2. Adanya SOP (Standart Operating Procedure) yang mudah, simple, dan dapat dilakukan secara benar oleh semua staf yang berada di fungsi tersebut. 3. Implementasi Standar Pelayanan yang mengacu pada sistem ISO 9001-2008, sebagai standar sistem pelayanan yang baku.
b.
Peningkatan SDM Menurut Steer (1985) dikutip dari Redioka dkk (2009),
karakteristik
pekerja sebagai variabel yang dapat mendukung terwujudnya kualitas pelayanan. Maksudnya adalah ketrampilan yang dimiliki oleh para pelaksana organisasi sesuai dengan tugas akan dapat mewujudkan efektifitas kerja yang pada akhirnya mewujudkan efektifitas organisasi dan kualitas pelayanan. Berkaitan dengan teori diatas dan hasil penelitian, maka strategi alternatif yang harus dilaksanakan kepada karyawan di lingkungan BPPTPM meliputi :
1. Peningkatan 'Soft skill dan Hard Skill' di lingkungan BPPTPM berkaitan dengan fungsi sebagai Customer Service / Frontliner, Marketing, dan Representatif Pemda Kota Bogor. 2. Peningkatan
skill
dalam
kapabilitas
bidang informatika
dan
telekomunikasi sebagai basis implementasi Layanan Satu Atap atau One Stop Service. 3. Penetapan SKI (Sasaran Kerja Individu) di lingkungan BPPTPM, sebagai tolok ukur kinerja semua karyawan, sehingga program 'Reward dan Punishment' atas prestasi karyawan dapat diberlakukan. 4. Mengembangkan pola 'Outsourcing IT'' yaitu melakukan program pendelegasian pekerjaan internal 'non-core' atau bukan pekerjaan inti kepada pihak partner eksternal yang berkompeten dalam bidang IT. Kegiatan ini lazim dilakukan oleh perusahaan besar sehingga bisa fokus pada aktifitas inti, aktifitas-aktifitas yang dapat di-outsourcingkan meliputi pemeliharaan pengembangan aplikasi, layanan hosting web/aplikasi, manajemen LAN/ WAN/ dan konektifitas, menejemen TI, penyediaan desktop dan PC, proses bisnis yang didukung IT, Layanan koneksi internet. (Mahayana D., et.al, 2008).
3. Infrastruktur TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Chapman (1973) dan Moenir (1998), menyatakan bahwa faktor tekanan atas perubahan teknologi akan mempengaruhi pola hirarki di organisasi, dimana organisasi menjadi lebih fleksibel, terbuka. Penggunaan teknologi yang tepat guna dan disesuaikan dengan kemampuan dan kapabilitas sumber daya manusia yang ada didalam organisasi akan dapat mewujudkan terciptanya kualitas pelayanan yang baik. Sementara Steer (1985) menyatakan bahwa karakteristik lingkungan kerja yang kondusif suasana kerja yang nyaman cenderung meningkatkan semangat kerja, dengan demikian akan dapat menciptakan kualitas pelayanan yang baik juga. Implementasi One Stop Service yang dilaksanakan oleh BPPTPM kota Bogor untuk dapat memberikan pelayanan terbaik, sangat tergantung kepada penggunaan teknologi yang
dipergunakan serta suasana atau lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman. Untuk itu alternatif strategi dikaitkan dengan kondisi eksisting berupa : a. Optimalisasi dan utilisasi teknologi Informasi dan Komunikasi dalam rangka mendukung implementasi Pelayanan Digital 'One Stop Service' dengan melakukan kolaborasi dengan semua institusi yang bergerak di bidang TIK. b. Dalam proses membangun sistem tatakelola IT yang baik atau Good Governance, perlunya tim IT strategic Committe yang terdiri atas Walikota dan jajaran eksekutif pemda dalam rangka menetapkan arah strategis, menjamin tercapainya tujuan, mengelola resiko dengan tepat atau risk management, serta memastikan penggunaan sumberdaya secara benar. (Mahayana D., et.al, 2008). c. Tekanan teknologi dan pelanggan mengharuskan BPPTPM untuk mempunyai sistem pelayanan yang terpadu, terintegrasi, dan ‘always connected’ 24/7 yang memungkinkan diakses oleh masyarakat. d. Sistem yang dikembangkan harus ‘User Friendly’ dan terintegrasi kesemua fungsi pelayanan yang ada di Kota Bogor, sehingga memudahkan masyarakat dalam menggunakan aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan. e. Kehandalan sistem dengan adanya Back-up data, Data Centre, dan fasilitas monitor performansi sarana dan selalu Update data. f. Sebagai wajah dan representasi Kota Bogor, BPPTPM perlu merelokasi kantor eksisting ke lokasi yang lebih layak bukan sebagai program 'nice to have' akan tetapi dengan tujuan utama kemudahan dijangkau, kenyamanan, kemudahan dalam dukungan infrastruktur TIK, serta terciptanya lingkungan kerja yang kondusif. Hal ini untuk menjawab terkait hasil analisis IKM sebelum dan sesudah BPPTPM terkait unsur Kenyamanan Lingkungan pada unsur-unsur pelayanan publik.
VII.
7.1.
ALTERNATIF PERANCANGAN STRATEGI
AHP ( Analytical Hierarchy Process ) Pelayanan terpadu merupakan salah satu solusi dari terciptanya reformasi
birokrasi di bidang pelayanan publik, melalui Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu dapat dijadikan pedoman bagi Pemerintah Kota Bogor dalam hal kegiatan pelayanan terpadu satu atap kepada masyarakat. Berdasarkan analisis dari data sekunder terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah saat sebelum dan sesudah adanya Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT), maka diperlukan konsep-konsep mendasar sebagai upaya terus menerus untuk meningkatkan pelayanan publik sebagai bagian dari Total Quality Management (TQM). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tercantum Misi Kota Bogor adalah mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa perdagangan yang mengoptimalkan sumberdaya yang ada, juga meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta mewujudkan pemerintahan kota yang bersih dan efisien. Guna mendukung tercapai misi tersebut, maka pelayanan publik yang prima dan optimal merupakan salah satu sarana / perangkat yang akan diimplementasikan. Perumusan alternatif perancangan strategi peningkatan pelayanan publik yang terintegrasi kedalam system One Stop Service (OSS) dalam kerangka pembangunan Daerah Kota Bogor menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process), metode ini digunakan dengan melakukan survey langsung ke semua pemangku kepentingan yang dianggap dapat mewakili komponen masyarakat di Kota Bogor. Salah satu amanah yang diemban pemerintah Kota Bogor adalah terciptanya kualitas pelayanan publik yang berorientasi pada implementasi tatakelola pemerintah yang baik, bersih, terbuka, dan transparan atau 'good governance', perijinan yang sarat dengan birokrasi merupakan
permasalahan dan kendala bagi terciptanya iklim usaha dan investasi di hampir seluruh wilayah Indonesia tak terkecuali di Kota Bogor. Dalam penetapan komponen-komponen pada level Analytical Hierarchy Process (AHP) dituangkan sebagai hasil dari pola interaksi dengan unsur pejabat di lingkungan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Penanaman Modal (BPPTPM) Kota Bogor, dengan hasil sebagaimana tertuang pada Tabel 21 Tabel 21. Unsur-Unsur pada Level AHP Pelayanan Publik Level 1
1. Pemerintah 2. Pengusaha 3. DPRD 4. LSM
Level 2 1. Kelembagaan 2. Potensi Ekonomi 3. Ketenagakerjaan 4. Infrastruktur
Level 3 1. Regulasi 2. Interes Ekonomi 3. Kognitif Budaya
Alternatif Strategi 1. Quality 2. Cost 3. Delivery
1. Teknologi 2. Tenaga Kerja 3. Anggaran Sumber: primer FGD
7.2.
Model Strategi Dalam proses pengolahan data, penelitian ini menggunakan perangkat
lunak ExpertChoice 2000, sesuai dengan data primer yang diperoleh dari masingmasing responden sebagai kategori ekspert sesuai dengan fungsinya. Dalam penyusunan hirarki strategi peningkatan pelayanan publik (One Stop service) dibagi kedalam level-level sebagai berikut, dimana level kesatu merupakan prioritas peranan stakeholder dalam mempengaruhi kegiatan pelayanan publik dan investasi di kota Bogor, level kedua merupakan faktor-faktor pendukung kegiatan pelayanan publik dan investasi, level ketiga berupa pilar-pilar penguatan dan infrastruktur dalam implementasi pelayanan publik (One Stop Service), sementara dalam membuat strategi alternatif menggunakan pola dari total kualiti menejemen yaitu QCD (Quality, Cost, and Delvery) sebagai basis pengembangan rancangan strategi dan program alternatif peningkatan kualitas pelayanan publik dan mendorong aktifitas investasi di Kota Bogor. Untuk menetapkan alternatif rancangan strategi dan program terkait dengan upaya peningkatan pelayanan publik atau 'One stop Service' yang dilakukan secara kelembagaan oleh BPPTPM Kota Bogor, maka dilakukan analisis secara hirarki skala prioritas stakeholder sebagai fungsi kelembagaan yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan pelayanan publik dan kegiatan investasi di Kota Bogor. Berdasarkan analisis AHP
diperoleh skala prioritas
menurut urutan nilai yang diperoleh menurut faktor
Peranan Stakeholder; faktor Pendukung OSS dan Investasi (kelembagaan dan infrastruktur); faktor Penguatan Kelembagaan; yaitu : 1) Pemerintah; 2) Kelembagaan; 3) Interes Ekonomi; dan 4) dari TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Pelayanan Publik BPPTPM Kota Bogor
Pemerintah
Kelembagaan
Regulasi
Pengusaha
DPRD Kota
Pot. Ekonomi
Interes Ekon
Tenaga Kerja
Kog. Budaya
Quality
TIK
LSM
Infrastruktur
T. Kerja
Cost / Biaya
Anggaran
Delivery
Gambar 6. Kerangka AHP Pelayanan Publik Kota Bogor
7.2.1 Peranan Stakeholder pada Pelayanan Publik dan Investasi Pada level pertama pada AHP adalah berkaitan dengan peranan Stakeholder terdiri atas Pemerintah, DPRD Kota Bogor, Pengusaha, dan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai responden dalam pengaruhnya atas pelayanan satu atap dan mendorong investasi. Tabel 22. Peranan Stakeholder dalam OSS dan Investasi No. 1 2 3 4
Stakeholder Pemerintah Pengusaha DPRD LSM Total
Nilai 0,583 0,166 0,139 0,111 1,00
Prioritas 1 2 3 4
Sumber : Primer AHP diolah
Hasil analisis terhadap peran stakeholder terlihat pada Tabel 22, hal ini memberi gambaran bahwa peranan pemerintah selaku pelaksana pemerintahan mempunyai pengaruh tertinggi dalam kegiatan pelaksanaan pelayanan publik untuk mendorong kegiatan investasi di Kota Bogor. Karena Pemerintah daerah Kota Bogor mempunyai kewenangan dalam penetapan atas struktur yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan publik dengan skala tertinggi yaitu 0,583. Peranan Pemerintah dalam mendukung kegiatan pelayanan dan investasti dilakukan dalam bentuk membuat regulasi dalam mendukung iklim usaha investasi, menyediakan infrastruktur yang mendorong terciptanya iklim investasi, kemudahan-kemudahan atau insentif-insentif bagi caon investor dan pelaku usaha, dan seterusnya dalam rangka menarik investor ke Bogor. Pengusaha atau pelaku usaha pada skala prioritas kedua (0,166) hal ini mencerminkan bahwa kegiatan pelayanan melalui layanan satu atap atau One Stop Service diyakini dapat mendorong kegiatan investasi melalui peningkatan kualitas pelayanan yang cepat, murah, transparan, dan adanya jaminan waktu serta biaya penyelesaian pengurusan.
7.2.2 Faktor Pendukung Pelayanan Publik dan Investasi Level kedua AHP merupakan faktor-faktor yang mendukung kegiatan pelaksanaan pelayanan satu atap dan mendorong iklim investasi di kota Bogor, yaitu Kelembagaan, Potensi ekonomi, tenaga kerja, dan infrastruktur. Analisis data AHP pada level ini memberikan kejelasan tentang pentingnya kelembagaan yang mempunyai landasan kuat dalam menjamin telaksananya kegiatan pelayanan publik serta terciptanya iklim investasi yang mampu menarik investor datang ke Bogor. Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi pelayanan publik dan kegiatan investasi dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Faktor yang Berpengaruh pada OSS dan Investasi Nomor 1 2 3 4
Faktor berpengaruh Kelembagaan Potensi Ekonomi Daerah Tenaga Kerja Infrastruktur
Nilai 0,289 0,201 0,229 0,281
Total
1,00
Prioritas 1 4 3 2
Sumber : Primer AHP diolah Kelembagaan
merupakan
faktor
yang
berkaitan
dengan
kemampuan atau kapasitas Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam menjalankan fungsi pemerintahan yang dicerminkan melalui adanya kepastian dan penegakan hukum; pelayanan kepada masyarakat melalui aparatur pemerintah, perumusan kebijakan melalui peraturan daerah. (Widodo T, 2006) Sejalan dengan Widodo T (2006), hasil analisis AHP terhadap faktorfaktor pendukung implementasi pelayanan satu atap dan investasi di kota Bogor sesuai Tabel 24. Terlihat kelembagaan merupakan skala prioritas dengan skor 0,289 kondisi ini menggambarkan bahwa peranan lembaga pelayanan satu atap mempunyai posisi yang strategis dalam mendorong terciptanya pelayanan berkualitas dan investasi di Kota Bogor. Infrastruktur berada pada skala prioritas kedua (0,281), dalam mendukung kegiatan layanan satu atap maka peranan infrastruktur yang handal sangat mendukung pelaksanaan pelayanan prima dan mendukung kegiatan investasi. Sementara faktor Ketenagakerjaan pada skala prioritas ketiga (0, 229), dan faktor Potensi Ekonomi Daerah pada skala prioritas keempat (0.201).
7.2.3. Faktor-Faktor Penguatan Kelembagaan Pada level ketiga, AHP berisikan
pilar-pilar yang berpengaruh pada
sistem penguatan kelembagaan yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan satu atap yang terdiri atas : 1) Pilar Regulasi; 2) Pilar Interes Ekonomi; 3) Pilar kognitif kebudayaan.
Pilar Regulasi, merupakan landasan hukum dalam terwujudnya kelembagaan pelayanan publik yang sinergis dan terintegrasi dalam bentuk 'One
Stop Service'. Pilar Interest Ekonomi berorientasi pada kelembagaan yang efektif dan efisien berorientasi kepada upaya yang mengarah kepada peningkatan kinerja pelayanan publik. Pilar kognitif kebudayaan merupakan landasan nilainilai dan norma-norma dalam kelembagaan pelayanan publik dalam upaya untuk menginternalisasi budaya pelayanan prima kepada masyarakat melalui proses adaptasi atas perubahan budaya kerja, teknologi, dan munculnya ide-ide atau gagasan, Hasil olah data pada level ketiga faktor-faktor Penguatan Kelembagaan dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Pilar-Pilar Penguatan Kelembagaan No
Pilar Penguatan
Nilai
Prioritas
1 2
Regulasi Interest Ekonomi
0,339 0,390
2 1
3
Kognitif Kebudayaan
0,271
3
Total
1,000
Sumber : Primer AHP diolah
Pilar Interes Ekonomi merupakan prioritas pertama (bobot 0,390) dalam penguatan kelembagaan untuk mendorong kualitas pelayanan publik dan investasi, kondisi ini mencerminkan bahwa kegiatan kelembagaan yang dikelola dengan efektif dan efisien akan memberikan dampak positif pada kegiatan pelayanan publik dan investasi. Unsur-unsur pilar ekonomi meliputi peningkatan kualitas pelayanan, kemudahan proses pelayanan, adanya kepastian biaya dan jadwal pengurusan perijinan dan lain-lain. Sementara pilar Regulasi menjadi skala prioritas kedua dengan bobot 0,339, hal ini berarti bahwa regulasi terkait implementasi layanan satu atap guna mendukung kegiatan investasi di Kota Bogor sudah dianggap cukup bagi para stakeholder di Kota Bogor. Sehingga yang menjadi fokus bagi stakeholder adalah upaya peningkatan pelayanan yang bersih, efisien dan efektif. Dan ilar Koginitif kebudayaan yang merupakan faktor yang berkaitan proses adaptasi atas perubahan-perubahan pada skala prioritas ketiga (0,271).
7.2.4. Infrastruktur Dalam Mendukung One Stop Service Pada level ketiga yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan dalam ketersediaan infrastruktur terdiri atas Teknologi Informasi, Tenaga Kerja, dan Anggaran. Berdasarkan hasil oleh data survei disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Faktor Ketersediaan Infrastruktur One Stop Service No 1 2 3
Faktor Ketersediaan
Nilai
Prioritas
TIK Tenaga Kerja Anggaran
0,469 0,217 0,314
1 3 2
Total
1,000
Sumber : Primer AHP diolah Hasil olah data survei terkait dengan faktor-faktor ketersediaan infrastruktur One Stop Service pada Tabel 25.
yang menjadi skala prioritas
terhadap kegiatan pelayanan satu atap adalah pada infrastruktur TIK dengan bobot 0,469 hal ini mencerminkan keberadaan Pelayanan Satu atap tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur TIK sebagai penggerak terintegrasinya pelayanan di BPPTPM, sementara Anggaran berada pada posisi kedua (bobot 0,314) dan Tenaga Kerja pada posisi ketiga (0,217). Ketersediaan infrastruktur TIK dalam kegiatan pelayanan publik dan investasi menjadi hal yang dianggap penting oleh para stakeholder dengan harapan implementasi pelayanan satu atap atau One stop Service dapat dilaksanakan, kondisi ini memberi sinyal bahwa TIK (Teknologi Informasi Komunikasi) merupakan infrastruktur penting dalam mendukung kegiatan pelayanan publik dan investasi di Kota Bogor.
7.2.5. Hirarki Bobot AHP Pada Pelayanan Satu Atap Mengacu pada hasil analisis AHP terhadap masing-masing faktor yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan satu atap atau One Stop Service, berikut bobot pada masing-masing faktor dan level pada Gambar 7.
Pelayanan Publik BPPTPM Kota Bogor
Pemerintah (0,583)
Kelembagaan (0,289)
Regulasi (0,329)
Pengusaha (0,166)
DPRD Kota (0,139)
Pot. Ekonomi (0,201)
Interes Ekon (0,39)
Quality (0,738)
LSM (0,111)
Tenaga Kerja (0,229)
Kog. Budaya (0,272)
TIK (0,469)
Cost / Biaya (0,116)
Infrastruktur (0,281)
T. Kerja (0,217)
Anggaran (0,314)
Delivery (0,146)
Gambar 7. Bobot Faktor pada Level AHP Strategi Pelayanan Satu Atap
7.3.
Perancangan Program Alternatif Dalam menetapkan strategi alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan publik Kota Bogor, pada akhir analisis AHP ini menggunakan 3 (tiga)
strategi yang menjadi prioritas yaitu : QCD (Quality Cost Delivery) sebagai basis perancangan strategi alternatif, dalam Total Quality management upaya peningkatan perbaikan kualitas pelayanan hars dilakukan secara terus menerus sehingga menghasilkan kualitas pelayanan yang sesuai harapan atau ekspektasi dari masyarakat. Hasil dari analisis hasil olah AHP pada alternatif strategi secara prioritas terlihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Alternatif Strategi No
Strategi Prioritas
Nilai
Prioritas
1
Quality (Kualitas layanan)
0,738
1
2
Delivery
0,146
2
3
Cost ( Biaya Layanan )
0,116
3
Total
1,000
Sumber : Primer AHP diolah Menilik hasil pada Tabel 26, maka strategi prioritas peningkatan pelayanan publik One Stop Service yang harus dilakukan adalah program-program yang berkait dengan peningkatan Quality of Service, kondisi ini in-line dengan hasil analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dimana kualitas mempunyai peranan yang tinggi dalam kegiatan pelayanan publik, unsur-unsur pelayanan yang ada didalamya meliputi
prosedur pelayanan; persyaratan pelayanan;
kemampuan petugas; kesopanan dan keramahan petugas; kenyamanan lokasi; dan keamanan pelayanan.
7.4.
Matriks Alternatif Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bogor Matriks rancangan strategi alternatif yang melingkup unsur-unsur prioritas
dari hasil AHP dalam rangka peningkatan pelayanan publik untuk mendorong aktifitas investasi di Kota Bogor secara detil dapat dilihat pada lampiran 4, perancangan strategi ini merupakan hasil penelitian 'on the spot' di BPPTPM dan Diskominfo kota Bogor serta literasi yang diperoleh dari kegiatan penelusuran terhadap Kabupaten/Kota yang telah menerapkan dan melaksanakan sistem
pelayanan satu atap atau 'One Stop Service' seperti Sragen - Jawa Tengah serta teori-teori yang berkaitan dengan penciptaan Pelayanan yang berkualitas :
1. Pemerintah Pemerintah berperan penting dalam proses penentuan kebijakan dan regulasi atas terselenggaranya kegiatan proses pembangunan yang berkelanjutan di Kota Bogor, untuk berkaitan dengan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan publik yang mampu mendorong investasi maka alternatif strategi yang dijalan harus terintegrasi dan terpadu. Program-program alternatif tersebut : a.
Kepastian Hukum atas Lembaga Pelayanan Publik (BPPTPM), hal ini untuk
menjamin
organisasi
BPPTPM
berjalan
dalam
koridor
kewenangannya, kondisi eksisting sudah dilaksanakan oleh pemerintah Kota Bogor melalui Peraturan Walikota nomor 13 tahun 2008. Namun hal ini perlu diimbangi dengan komitmen dan konsistensi dalam implementasi di lapangan. b.
Dukungan Peraturan atau kebijakan atas terciptanya lingkungan usaha yang kondusif dengan kebijakan terkait pengelolaan sumber daya manusia, ekonomi, dan infrastruktur. DalamVisi dan Misi kota Bogor sudah ditetapkan perlunya peningkatan kualitas SDM, infrastruktur yang handal, namun demikian diperlukan pengawalan dan pengawasan atas programprogram turunan dari visi dan misi tersebut secara komprehensif.
2. Kelembagaan dan Interest Ekonomi Peranan Kelembagaan dilingkungan pemerintahan dalam kegiatan pelayanan publik merupakan faktor yang penting dikaitkan dengan kemampuan atau kapasitas pemerintah Kota Bogor dalam menjalankan fungsi kepemerintahan. Variable kelembagaan pelayanan publik yang berkualitas mencerminkan tingkat layanan yang diberikan berlandaskan sistem prosedur dan sumber daya manusianya (Widodo T, 2006). Berkaitan dengan hal tersebut maka peranan sistem prosedur yang handal dan aparatur atau sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan pelayanan publik yang berkualitas.
Kerangka alternatif strategi yang berkaitan dengan kelembagaan pelayanan publik: a.
Penyempurnaan Sistem Prosedur Menurut Moenir (1998), bahwa faktor aturan yang menjadi landasan kerja organisasi dapat mendukung terwujudnya kualitas pelayanan. Dimana uraian tugas tersebut merupakan penjabaran secara detail mengenai fungsi, tugas pokok, dan wewenang organisasi. Kejelasan atas prosedur yang telah ditetapkan dapat mewujudkan kualitas pelayanan. Mengacu pada hal tersebut diatas dan hasil interview kepada pejabat-pejabat yang berkaitan dengan Pelayanan di Kota Bogor, maka strategi yang berkaitan dengan sistem prosedur adalah : 4. Melakukan simplifikasi prosedur pada setiap jenjang pelayanan, dengan harapan bisa terjadi percepatan dalam pelayanan perijinan, sehingga tercipta Biropreuner di BPPTPM. 5. Adanya SOP (Standart Operating Procedure) yang mudah, simple, dan dapat dilakukan secara benar oleh semua staf yang berada di fungsi tersebut. 6. Implementasi Standar Pelayanan yang mengacu pada sistem ISO 9001-2008, sebagai standar sistem pelayanan yang baku.
b.
Peningkatan SDM Menurut Steer (1985) dikutip dari Redioka dkk (2009),
karakteristik
pekerja sebagai variabel yang dapat mendukung terwujudnya kualitas pelayanan. Maksudnya adalah ketrampilan yang dimiliki oleh para pelaksana organisasi sesuai dengan tugas akan dapat mewujudkan efektifitas kerja yang pada akhirnya mewujudkan efektifitas organisasi dan kualitas pelayanan. Berkaitan dengan teori diatas dan hasil penelitian, maka strategi alternatif yang harus dilaksanakan kepada karyawan di lingkungan BPPTPM meliputi :
5. Peningkatan 'Soft skill dan Hard Skill' di lingkungan BPPTPM berkaitan dengan fungsi sebagai Customer Service / Frontliner, Marketing, dan Representatif Pemda Kota Bogor. 6. Peningkatan
skill
dalam
kapabilitas
bidang informatika
dan
telekomunikasi sebagai basis implementasi Layanan Satu Atap atau One Stop Service. 7. Penetapan SKI (Sasaran Kerja Individu) di lingkungan BPPTPM, sebagai tolok ukur kinerja semua karyawan, sehingga program 'Reward dan Punishment' atas prestasi karyawan dapat diberlakukan. 8. Mengembangkan pola 'Outsourcing IT'' yaitu melakukan program pendelegasian pekerjaan internal 'non-core' atau bukan pekerjaan inti kepada pihak partner eksternal yang berkompeten dalam bidang IT. Kegiatan ini lazim dilakukan oleh perusahaan besar sehingga bisa fokus pada aktifitas inti, aktifitas-aktifitas yang dapat di-outsourcingkan meliputi pemeliharaan pengembangan aplikasi, layanan hosting web/aplikasi, manajemen LAN/ WAN/ dan konektifitas, menejemen TI, penyediaan desktop dan PC, proses bisnis yang didukung IT, Layanan koneksi internet. (Mahayana D., et.al, 2008).
3. Infrastruktur TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Chapman (1973) dan Moenir (1998), menyatakan bahwa faktor tekanan atas perubahan teknologi akan mempengaruhi pola hirarki di organisasi, dimana organisasi menjadi lebih fleksibel, terbuka. Penggunaan teknologi yang tepat guna dan disesuaikan dengan kemampuan dan kapabilitas sumber daya manusia yang ada didalam organisasi akan dapat mewujudkan terciptanya kualitas pelayanan yang baik. Sementara Steer (1985) menyatakan bahwa karakteristik lingkungan kerja yang kondusif suasana kerja yang nyaman cenderung meningkatkan semangat kerja, dengan demikian akan dapat menciptakan kualitas pelayanan yang baik juga. Implementasi One Stop Service yang dilaksanakan oleh BPPTPM kota Bogor untuk dapat memberikan pelayanan terbaik, sangat tergantung kepada penggunaan teknologi yang
dipergunakan serta suasana atau lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman. Untuk itu alternatif strategi dikaitkan dengan kondisi eksisting berupa : g. Optimalisasi dan utilisasi teknologi Informasi dan Komunikasi dalam rangka mendukung implementasi Pelayanan Digital 'One Stop Service' dengan melakukan kolaborasi dengan semua institusi yang bergerak di bidang TIK. h. Dalam proses membangun sistem tatakelola IT yang baik atau Good Governance, perlunya tim IT strategic Committe yang terdiri atas Walikota dan jajaran eksekutif pemda dalam rangka menetapkan arah strategis, menjamin tercapainya tujuan, mengelola resiko dengan tepat atau risk management, serta memastikan penggunaan sumberdaya secara benar. (Mahayana D., et.al, 2008). i. Tekanan teknologi dan pelanggan mengharuskan BPPTPM untuk mempunyai sistem pelayanan yang terpadu, terintegrasi, dan ‘always connected’ 24/7 yang memungkinkan diakses oleh masyarakat. j. Sistem yang dikembangkan harus ‘User Friendly’ dan terintegrasi kesemua fungsi pelayanan yang ada di Kota Bogor, sehingga memudahkan masyarakat dalam menggunakan aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan. k. Kehandalan sistem dengan adanya Back-up data, Data Centre, dan fasilitas monitor performansi sarana dan selalu Update data. l. Sebagai wajah dan representasi Kota Bogor, BPPTPM perlu merelokasi kantor eksisting ke lokasi yang lebih layak bukan sebagai program 'nice to have' akan tetapi dengan tujuan utama kemudahan dijangkau, kenyamanan, kemudahan dalam dukungan infrastruktur TIK, serta terciptanya lingkungan kerja yang kondusif. Hal ini untuk menjawab terkait hasil analisis IKM sebelum dan sesudah BPPTPM terkait unsur Kenyamanan Lingkungan pada unsur-unsur pelayanan publik.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis kajian terhadap pelayanan satu atap yang telah
dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Kesenjangan antara kualitas pelayanan publik dan harapan masyarakat masih terjadi, harus ada perbaikan kinerja pelayanan terkait unsur prosedur pelayanan, kepastian biaya, kepastian petugas, dan kecepatan pelayanan. 2. BPPTPM mempunyai dampak positif terhadap kegiatan peningkatan kualitas pelayanan publik dan mampu mendorong kegiatan investasi di kota Bogor, karena mampu menciptakan pelayanan yang murah, cepat, dan transparan. 3. Terjadi peningkatan kinerja pelayanan publik pasca adanya BPPTPM. 4. Strategi alternatif dalam kerangka peningkatan pelayanan publik di BPPTPM Kota Bogor dilakukan pada komitmen dan peran Pemerintah Daerah Kota Bogor, pengembangan sumberdaya manusia, simplifikasi system prosedur dan infrastruktur TIK yang handal.
8.2
Saran 1. Reformasi birokrasi bidang pelayanan di Kota Bogor Pemerintah Kota Bogor melalui BPPTPM harus terus dilaksanakan dengan komiten tinggi dan konsisten, untuk itu perlu dijaga adanya kepastian hukum atas lembaga BPPTPM.
2. Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan, perlu dilakukan program Debirokratisasi (Penyederhaan) prosedur pelayanan sehingga dapat meningkatkan
kecepatan pelayanan di lingkungan BPPTPM yang
berkaitan dengan pelayanan perijinan dan investasi.
3. Hasil analisis IKM atas unsur kenyamanan lingkungan kantor BPPTPM harus dilakukan perbaikan, untuk itu harus ada Re-arrange lingkungan kerja BPPTPM hal ini bertujuan agar ada kemudahan akses, terciptanya
lingkungan kerja yang kondusif, serta terciptanya Citra Kota Bogor melalui BPPTPM.
4. Terkait hal tersebut perlu penguatan Kelembagaan sebagai penyelenggara kegiatan pelayanan perijinan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Penguatan kelembagaan harus didukung oleh sarana TIK yang handal sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan perijinan secara On-line melalui pola pengembangan sinergi dengan operator dan system outsourcing IT.
LAMPIRAN 4
Matriks Alternatif Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan BPPTPM Kota Bogor Tujuan
Inisiatif
Meningkatkan Kualitas Pelayanan 1. Komitmen Pemerintah Daerah
2. Penguatan Kelembagaan dan kesisteman
Program Kerja
Sistem Monitor
Pelaksana
1 Payung Hukum BPPTPM 2 Penyempurnaan Daya dukung organisasi BPPTPM 3 Penetapan Lokasi BPPTPM yang strategis dan mudah di akses
Evaluasi per-Quarter Sesuai Kebutuhan
Bagian Hukum
3. Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia
Analisis Kebutuhan
BPPTPM
Audit system per Semester
BPPTPM
Audit system per Semester
BPPTPM
Simulasi pada semua karyawan
BPPTPM
1 Penyempurnaan Sistem dan Prosedur ISO 9001 - 2008 2 Penyederhanaan Prosedur 3 Pembuatan SOP (Standart Operating Prosedure) yang simple dan benar
Bagian Organisasi
1 Pelatihan Hard Skill dan Soft Skill untuk fungsi Frontline; Marketing tim BPPTPM 2 Pelatihan bidang IT sebagai basis system One Stop Service 3 Penetapan SKI (Sasaran Kerja Individu) pada semua level karyawan BPPTPM 4 Program Outsource IT untuk kegiatan pengembangan aplikasi dan pemeliharaan sarana One Stop Service
Forum diskusi Internal
Diklat; Perguruan Tinggi; Lembaga Swasta
Test Operasional per Semester Evaluasi per-Quarter
Diklat; Perguruan Tinggi; Lembaga Swasta BPPTPM
Evaluasi per-Quarter
Kampus; Swasta; BPPTPM
1
Evaluasi per semester
DisKominfo; BPPTPM
Pertemuan Bulanan
Walikota; Sekda; BPPTPM; Diskominfo
Sample test oleh Team BPPTPM
BPPTPM dan DisKominfo
rutin Bulanan
BPPTPM dan DisKominfo
Pemberdayaan sarana dan prasarana IT dalam implementasi One Stop Service 4. Optimalisasi Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 Penetapan IT Strategic Committe sebagai penentu arah kebijakan penggunaan teknologi IT 3 Pembuatan sistem on-line 24/7 sehingga dapat diakses masyarakat yang membutuhkan 4 Pembuatan Back-up system sebagai antisipasi bila terjadi gangguan seperti serangan Hacker dan lain-lain