ANALISIS CITRA PERAWAT DALAM KONTEKS PEMASARAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK KLIEN DI RSUD TIDAR MAGELANG Eko Susilo1, Yeni Rustina2, Tris Eryando3 ABSTRAK Tujuan: Mengetauhi gambaran citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan berdasarkan karakteristik klien di RSUD Tidar Kota Magelang sebagai salah satu dasar penerapan strategi pemasaran keperawatan. Metodologi: Desain penelitian keperawatan dengan rancangan studi pontong lintang. Populasi terjangkau adalah klien rawat inap di RSUD Tidar Magelang dengan besar sampel 121 responden. Hasil: Berdasarkan uji t-pooled dan one-way ANOVA (α=0,05), terdapat perbedaan citra perawat yang bermakna menurut kelompok umur (p = 0,004), strata ekonomi (p=0,017), dan tingkat pendidikan (p = 0,029) klien di RSUD Tidar Magelang , sedangkan jenis kelamin (p=0,242) dan asal tempat tinggal (p=0,115) tidak bermakna. Klien berusia muda cenderung membuat nilai standard pelayanan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lebih tua. Pendapat klien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung berbeda dengan klien dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Kesimpulan: Institusi rumah sakit perlu menerapkan program pemasaran yang lebih terarah dan tepat sasaran terutama penekanan pada citra keperawatan dalam konteks pemasaran keperawatan. Perawat pelaksana harus selalu menjaga kualitas layanan keperawatan dengan menerapkan prinsip-prinsip pemasaran, yaitu : dapat dipercaya dan trampil, memahami klien, dapat diandalkan, dan cepat tanggap terhadap kebutuhan klien. Kata kunci: citra perawat, pemasaran keperawatan, karakteristik klien
1
Dosen STIKES Ngudi Waluyo, Semarang, Jawa Tengah Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 3 Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2
1. Pendahuluan Pemasaran (marketing) merupakan salah satu konsep administrasi bisnis yang berhubungan dengan aktivitas penjualan, faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan, kepercayaan dan kepuasan pelanggan, serta kesan pelanggan terhadap suatu produk (Huber,12000). Konsep pemasaran tersebut menitikberatkan pada upaya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan (customer). Pemahaman terhadap pelanggan termasuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan merupakan kunci sukses dalam kegiatan pemasaran. Oleh karenanya, prinsip-prinsip pemasaran dapat diimplementasikan dalam bidang keperawatan (Dubuque & Neathawk,21993; Mitty & 3 Flores, 2007). Alward dan Camunas4(1991) menegaskan bahwa teori pemasaran dapat digunakan untuk meningkatkan layanan perawatan, pencitraan perawat, dan organisasi pelayanan kesehatan. Perawat sebagai salah satu komponen dalam pelayanan kesehatan perlu menerapkan pendekatan pemasaran untuk mewujudkan pelayanan profesional yang berorientasi pada kepuasan dan kesembuhan klien (Weishapple,52001; Milton,62005). Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari organisasi pelayanan kesehatan. Tugas berat yang harus diemban oleh profesi keperawatan secara kolektif adalah meningkatkan kinerja di setiap aspek pelayanan baik aspek manajemen pelayanan maupun asuhan keperawatan (Pilkington,72004). Fakta menunjukkan bahwa tenaga keperawatan merupakan bagian terbesar dari pemberi pelayanan yang ada di rumah sakit dan memiliki kontribusi yang amat penting (Huber, 2000). Kesuksesan program pemasaran
keperawatan di suatu rumah sakit tergantung pada derajat perpaduan antara situasi dan kondisi lingkungan eksternal dan internal organisasi rumah sakit tersebut (Homburg, Workman & Jensen,82000). Gambaran terhadap citra perawat yang beragam juga dilaporkan oleh Cunningham9(1999), bahwa masyarakat di Inggris memiliki gambaran terhadap perawat, sebagai berikut: perawat memiliki beban kerja yang berat, pekerjaan perawat bagaikan malaikat, perawat sebagai simbol seks, dan perawat sebagai asisten dokter. Penilaian masyarakat di Indonesia tentang perawat juga memiliki kesan yang negatif. Perawat dinilai kurang tanggap, kurang menghargai klien, dan kurang komunikatif (Kurniati, 2005). Menurut Yani (2001, Profesi keperawatan bukanlah bahan lelucon, ¶ 3, http://www.pdpersi.co.id/?show=detailn ews&kode= 568&tbl=artikel, diunduh pada tanggal 8 Mei 2007), tradisi stereotipik yang memandang keperawatan sebagai bahan lelucon adalah sangat tidak etis, padahal kenyataannya, 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan, 24 jam perawat kontak dengan klien dalam rangka asuhan berkelanjutan dan 60% karyawan rumah sakit adalah perawat. Oleh karenanya, stereotip yang telah terbentuk dalam persepsi masyarakat perlu diluruskan oleh perawat dengan membangun pencitraan yang positif mengenai perawat (Fletcher,102007). Upaya pemasaran keperawatan untuk membangun citra perawat dan memperkuat strategi pemasaran organisasi pelayanan kesehatan belum mendapatkan perhatian yang cukup memadai. Hal tersebut didukung oleh
2 Jacobalis11(2000) yang memotret lemahnya strategi pemasaran di rumah sakit-rumah sakit daerah. Berdasarkan pengamatan peneliti, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tidar Kota Magelang sebagai rumah sakit Kelas B non Pendidikan (berdasarkan SK Menkes No. 108/Menkes/SK/II/1995) belum melakukan pengembangan secara spesifik pemasaran keperawatan meskipun di dalam visi dan misinya menyiratkan adanya keinginan untuk memberikan pelayanan profesional dan bermutu tinggi kepada klien. Perencanaan strategis keperawatan dikembangakan sesuai dengan kebutuhan intern rumah sakit. Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Keperawatan dan Diklat Keperawatan RSUD Tidar Magelang didapatkan informasi bahwa klien saat ini semakin kritis dalam menanggapi setiap pelayanan yang diberikan kepadanya sehingga keluhan yang disampaikanpun sangat beragam terhadap pelayanan yang didapat baik respon yang negatif maupun respon positif. Hasil analisa peneliti terhadap quesioner yang masuk kotak saran RSUD Tidar Magelang tentang respon klien terhadap perawat menunjukkan bahwa klien mengannggap perawat saat ini sudah mulai ramah, sigap dalam bertugas dan bersahabat, namun ada juga yang masih menganggap bahwa perawat kurang senyum, aktifitas perawatan ke klien kurang, wajah murung, kurang menanggapi keluhan klien, cara komunikasi saat memberi instruksi kurang baik dan kebersihan kurang. Adanya respon klien yang negatif tersebut menurut Sabarguna (2004) akan membentuk image secara keseluruhan tentang citra keperawatan. Analisis terhadap citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan berdasarkan karakteristik klien belum
pernah dilakukan di RSUD Tidar Magelang sehingga belum memperoleh komponen dasar dalam menentukan strategi pemasaran keperawatan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan berdasarkan karakteristik klien di RSUD Tidar Kota Magelang. 2. Metodologi Penelitian ini menggunakan metodologi riset keperawatan observasional dengan rancangan studi pontong lintang (cross-sectional). Peneliti menilai secara simultan pada satu saat hubungan beberapa variabel bebas (karakteristik klien: umur, jenis kelamin, strata ekonomi, tempat tinggal, dan tingkat pendidikan) dengan variabel terikat (citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan). Populasi terjangkau adalah klien rawat inap di RSUD Tidar Magelang. Kriteria inklusi responden, yaitu: (1) klien bersedia menjadi responden, (2) klien mampu berkomunikasi secara verbal, (3) klien bukan termasuk klien gangguan jiwa, (4) Klien dapat membaca dan menulis, dan (5) klien yang sudah mendapatkan perawatan dan menjelang pulang. Berdasarkan metode simple random sampling, maka besar sampel penelitian ditentukan sebesar 121 responden. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebagian besar (60,3%) adalah perempuan. Umur paling rendah responden penelitian yaitu 14 tahun dan umur paling tua yaitu 81 tahun. Rata-rata umur responden yaitu 39,16 tahun (interval kepercayaan 95%: 36,20–42,11). Peneliti selanjutnya
3 mengelompokkan umur menjadi empat, yaitu : remaja (13-21 tahun), dewasa (22-39 tahun), dewasa madia (40-59 tahun), dan lansia (≥ 60 tahun). Sebagian besar (42,1%) responden merupakan kelompok usia dewasa, hanya 13,2% responden merupakan kelompok umur remaja. Sebagian besar (40,5%) responden pernah mengenyam bangku sekolah di tingkat SLTA sedangkan 25,6% lainnya hanya mengenyam pendidikan sampai setingkat sekolah dasar atau sekolah rakyat. Hanya sebagian kecil (5,0%) dari responden yang belum pernah mengenyam pendidikan formal. Strata ekonomi rendah atau kurang dari standard Upah Minimum Kabupaten Magelang (Rp. 540.000,-) memiliki proporsi terbesar (60,3%) diantara responden di RSUD Tidar Magelang. Persentase responden yang memiliki penghasilan ≥ Rp. 540.000,- hanya 39,7%. Untuk lebih jelasnya, karakteristik responden dapat dilihat dalam Tabel 1. Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada responden, maka sebagian besar (98,3%) responden menyatakan apabila menderita sakit atau perlu dilakukan rawat inap, ternyata bersedia memanfaatkan kembali fasilitas rawat inap RSUD Tidar Magelang. Selanjutnya, pengalaman responden dirawat di RSUD Tidar Magelang disajikan dalam Tabel 2. 3.2. Perbedaan citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan berdasarkan kelompok umur Rerata skor persepsi klien terhadap citra perawat paling tinggi (85,11; 95%IK 83,97 - 86,25) dicapai oleh kelompok lansia, selanjutnya berturut-turut diikuti oleh kelompok dewasa (84,59; 95%IK 83,83 - 85,35), dewasa madia (83,83; 95%IK 83,16 -
84,51), dan paling kecil dicapai oleh kelompok remaja (82,31; 95%IK 80,81 83,82). Dengan menggunakan uji korelasi one way ANOVA menunjukkan persepsi klien mengenai citra perawat RSUD Tidar Magelang berbeda menurut umur responden. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan citra perawat yang bermakna menurut kelompok umur klien di RSUD Tidar Magelang dalam batas kepercayaan 5% (p = 0,004; p<0,05). Rangkuman analisis perbedaan kedua variabel tersaji dalam Tabel 3. Setelah dilakukan uji post hoc dengan menggunakan metode least significant difference (LSD), ternyata pendapat kelompok remaja cenderung berbeda dengan kelompok umur lainnya. Selisih rerata skor citra perawat kelompok remaja dengan kelompok lansia sebesar 2,799 (95%IK: 1,12 4,48) dengan nilai p=0,001 (p<0,05), selisih dengan kelompok dewasa sebesar 2,276 (95%IK: 0,88 - 3,67) dengan nilai p=0,002 (p<0,05), dan selisih dengan kelompok dewasa madia sebesar 1,521 (95%IK: 0,05 - 2,99) dengan nilai p=0,042 (p<0,05). Selanjutnya rangkungan analisis post hoc disajikan dalam Tabel 4. Hasil penelitian tersebut memperkuat studi Richmond dan Roberson (1995), bahwa kelompok umur mempengaruhi persepsi mereka tentang pelayanan kesehatan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Bowling dan Ebrahim (2001) menegaskan bahwa klien dengan usia di atas 60 tahun cenderung lebih pasif dalam menentukan pilihan jenis pelayanan kesehatan, kelompok tersebut lebih terpengaruh pendapat orang lain atau keluarga dalam memilih jenis pelayanan kesehatan. Peneliti memiliki asumsi bahwa klien berusia muda lebih kritis terhadap
4 pelayanan perawatan yang diberikan kepada mereka. Klien berusia muda cenderung membuat nilai standard pelayanan yang lebih tinggi, sedangkan semakin tua seseorang maka akan lebih besar perasaan memaafkan atau cenderung lebih pasif. Dalam konteks budaya Jawa, barangkali pendapat terhadap citra perawat pada golongan dewasa dan lansia lebih dipengaruhi pada sikap budaya nerimo (menerima apa adanya atau pasrah). Sejalan dengan Wedel dan Kamakura (2003), tuntutan perawat agar memahami karakteristik klien dimaksudkan agar perawat lebih memahami klien terlebih dahulu sehingga dapat memberikan strategi pemasaran keperawatan yang sesuai dan spesifik. Permasalahan yang menarik dari fenomena di atas adalah perawat dituntut untuk lebih memperhatikan teknik pendekatannya kepada klien dengan kelompok umur yang berbeda. Meskipun demikian, perawat tidak boleh membedakan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan, misalnya perawat akan lebih memperhatikan kebutuhan dan keluhan pada klien berusia muda dibandingkan pada klien berusia lebih tua karena takut mendapatkan komplain. 3.3. Perbedaan citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan berdasarkan jenis kelamin Skor citra perawat pada klien lakilaki memiliki rerata sebesar 84,48 (SD=2,585), sedangkan kelompok klien perempuan memiliki rerata skor citra perawat sebesar 83,92 (SD=2,559). Selisih rerata skor citra perawat di antara kedua kelompok klien sebesar 0,561 (95%IK: -0,38 - 1,51). Berdasarkan analisis statistik beda mean untuk dua sampel tidak berpasangan menunjukkan tidak adanya perbedaan
skor citra perawat pada kelompok klien laki-laki dan perempuan pada taraf signifikansi 5% (p=0,242; p>0,05). Rangkuman analisis perbedaan kedua variabel tersaji dalam Tabel 5. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan pendapat Kotler (2005) dan temuan Sasmita (2001). Kotler (2005) menegaskan bahwa pria dan wanita cenderung memiliki orientasi sikap dan perilaku yang berbeda, hal senada juga ditunjukkan oleh Sasmita (2001) bahwa perempuan lebih banyak memiliki kesesuaian antara tingkat kepentingan dengan kepuasan terhadap asuhan keperawatan daripada laki-laki. Menurut peneliti, klien laki-laki di RSUD Tidar Magelang memperoleh kepuasan terhadap layanan keperawatan yang sama dengan klien perempuan. Artinya, asuhan keperawatan yang diberikan di RSUD Tidar Magelang selama ini tidak membedakan gender. Namun demikian, perawat perlu memperhatikan strategi pemasaran keperawatan yang sesuai dengan jenis kelamin kliennya dengan tanpa melupakan aspek profesionalisme. Sehingga tidak akan muncul pencitraan perawat dari aspek sensualitas (simbol seks) seperti yang dikhawatirkan oleh Cunningham (1999). 3.4. Perbedaan citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan berdasarkan status ekonomi Skor citra perawat pada klien dengan strata ekonomi rendah memiliki rerata sebesar 84,59 (SD=2,210), sedangkan kelompok klien dengan strata ekonomi tinggi memiliki rerata skor citra perawat sebesar 83,46 (SD=2,939). Selisih rerata skor citra perawat diantara kedua kelompok klien sebesar 1,131 (95%IK: 0,20 - 2,06). Berdasarkan analisis statistik beda mean untuk dua
5 sampel tidak berpasangan menunjukkan adanya perbedaan skor citra perawat yang bermakna pada kelompok klien dengan strata ekonomi rendah dan tinggi pada taraf signifikansi 5% (p=0,017; p<0,05). Rangkuman analisis perbedaan kedua variabel tersaji dalam Tabel 6. Hasil penelitian tersebut memperkuat studi Kotler (1999) yang menegaskan bahwa kelas sosial memiliki pengaruh yang kuat terhadap preferensi seseorang. Hal senada juga sesuai dengan hasil penelitian Sasmita (2001), bila penghasilan seseorang semakin meningkat, tingkat kesesuaian kepentingan dengan kepuasan terhadap asuhan keperawatan justru akan semakin menurun. Peneliti memiliki asumsi bahwa klien dengan status ekonomi yang lebih tinggi, akan menginginkan standard pelayanan perawatan yang lebih tinggi pula karena mereka sudah bersedia membayar tinggi sesuai dengan kelas yang diinginkan. Sebaliknya, klien dengan status ekonomi rendah yang sebagian besar (34,7%) memanfaatkan bantuan Gakin (lihat Tabel 2) lebih menerima apa adanya dan tidak menuntut preferensi yang lebih tinggi. 3.5. Perbedaan citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan berdasarkan tempat tinggal Skor citra perawat pada klien yang berasal dari desa memiliki rerata sebesar 84,35 (SD=2,491), sedangkan kelompok klien yang berasal dari kota memiliki rerata skor citra perawat sebesar 83,48 (SD=2,760). Selisih rerata skor citra perawat diantara kedua kelompok klien sebesar 0,865 (95%IK: -0,21 - 1,94). Berdasarkan analisis statistik beda mean untuk dua sampel tidak berpasangan menunjukkan adanya perbedaan skor citra perawat yang bermakna pada kelompok klien yang berasal dari desa
dan kota pada taraf signifikansi 5% (p=0,115; p>0,05). Rangkuman analisis perbedaan kedua variabel tersaji dalam Tabel 7. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan studi Kotler (1999) yang menegaskan bahwa karakteristik orang perkotaan dan perdesaan relatif berbeda dari segi psikografis, misalnya preferensi, gaya hidup, kepribadian atau nilai-nilai yang diyakini. Orang perkotaan dianggap memiliki preferensi terhadap layanan perawatan yang lebih tinggi. Ketidaksesuaian fenomena yang ditemukan dalam penelitian dengan hasil studi Kotler karena kemungkinan masyarakat kota Magelang secara umum masih belum memiliki preferensi yang tinggi terhadap layanan keperawatan. Sehingga, tuntutan terhadap pencitraan perawat masih belum mencapai standard yang tinggi. 3.6. Perbedaan citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan berdasarkan tingkat pendidikan Rerata skor persepsi klien terhadap citra perawat paling tinggi dicapai oleh kelompok responden yang memiliki tingkat pendidikan tidak sekolah (85,00; 95%IK 82,35 - 87,65) dan lulus SD/SR (85, 00; 95%IK 84,24 85,76), selanjutnya berturut-turut diikuti oleh responden yang berpendidikan SLTP (84,35; 95%IK 82,98 - 85,72), SLTA (83,90; 95%IK 83,19 - 84,61), dan perguruan tinggi (82,53; 95%IK 81,01 - 84,06). Dengan menggunakan uji korelasi one way ANOVA menunjukkan persepsi klien mengenai citra perawat RSUD Tidar Magelang berbeda menurut tingkat pendidikan. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan citra perawat yang bermakna menurut tingkat pendidikan klien di RSUD Tidar Magelang dalam batas
6 kepercayaan 5% (p = 0,029; p<0,05). Rangkuman analisis perbedaan kedua variabel tersaji dalam Tabel 8. Setelah dilakukan uji post hoc dengan menggunakan metode least significant difference (LSD), ternyata pendapat klien yang berpendidikan perguruan tinggi cenderung berbeda dengan kelompok pendidikan tidak sekolah, SD/SR, dan SLTP. Sedangkan kelompok berpendidikan PT tidak berbeda dengan responden yang berpendidikan SLTA. Selisih rerata skor citra perawat pada responden yang berpendidikan PT dengan responden yang tidak bersekolah sebesar 2,467 (95%IK: 0,08 - 4,86) dengan nilai p=0,043 (p<0,05), selisih dengan responden yang berpendidikan SD/SR sebesar 2,467 (95%IK: 0,91 - 4,02) dengan nilai p=0,002 (p<0,05), selisih dengan responden yang berpendidikan SLTP sebesar 1,817 (95%IK: 0,13 3,51) dengan nilai p=0,035 (p<0,05), selisih dengan responden yang berpendidikan SLTA sebesar 1,365 (95%IK: 0,10 - 2,83) dengan nilai p=0,067 (p>0,05). Selanjutnya rangkungan analisis post hoc disajikan dalam Tabel 9. Hasil penelitian tersebut memperkuat studi Friis & Tilles (1988) yang menegaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi preferensinya terhadap jasa pelayanan kesehatan. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih jenis layanan yang lebih baik dan berkualitas. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Anjaswarni (2002) yang menyimpulkan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan klien maka akan semakin rendah pula tingkat kepuasannya. Fenomena yang muncul tersebut dimungkinkan karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin besar pula keinginan dan harapannya bahkan tingkat kepuasannya pun menurun. Hal ini terkait dengan tingkat kepentingan klien yang memiliki pendidikan tinggi akan berbeda pula dengan klien yang memiliki pendidikan lebih rendah. 4. Keterbatasan dan Implikasi Penelitian Memahami segmentasi pasar terutama segmentasi demografis (misalnya pembagian kelompok berdasarkan variabel usia, jenis kelamin, penghasilan, pendidikan serta kelas sosial) merupakan landasan analisis yang paling populer untuk membedakan kelompok pelanggan, dimana keinginan, preferensi, dan tingkat pemakaian konsumen sering sangat berhubungan dengan variabel-variabel tersebut. Penggunaan variable-variabel demografis juga mengindikasikan lebih mudah diukur daripada kebanyakan variable lain. Namun penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan, sebagai berikut: (1) tingkat kepercayaan klien terhadap orang luar (bukan perawat ruangan) kurang, sehingga dalam pemberian angket pada klien juga melibatkan kepala ruangan dan perawat masing-masing ruangan. Meskipun teknis pengambilan data tersebut lebih memudahkan pelaksanaannya namun peneliti mengkhawatirkan adanya bias pengisian oleh klien, artinya klien akan memberikan jawaban yang baik-baik saja karena segan dengan perawat setempat. Keperawatan merupakan salah satu bagian pelayanan dalam industri pelayanan kesehatan. Oleh karenanya, perawat perlu menerapkan pendekatan pemasaran agar dapat digunakan untuk meningkatkan layanan perawatan, pencitraan perawat, dan organisasi pelayanan kesehatan. Penelitian ini
7 memiliki implikasi yang penting bagi ranah pelayanan, pendidikan dan penelitian keperawatan. Implikasi penelitian bagi pelayanan keperawatan, yaitu: (1) perawat perlu menerapkan pendekatan pemasaran untuk mewujudkan pelayanan profesional yang berorientasi pada kepuasan dan kesembuhan klien; (2) perawat perlu mengembangkan manajemen mutu yang terkait dengan standardisasi pelayanan perawatan; (3) institusi pelayanan kesehatan perlu menerapkan prinsip pemasaran secara holistik termasuk bidang perawatan yang memiliki interaksi selama 24 jam dengan klien dengan penerapan Decision Support (4) perawat perlu Sistem; mengaplikasikan hasil-hasil penelitian (evidence-based. Implikasi penelitian bagi pendidikan profesi keperawatan, menegaskan bahwa pendidikan keperawatan perlu mengajarkan prinsipprinsip pemasaran keperawatan agar peserta didik mampu untuk mengembangkan diri agar dapat membentuk citra perawat yang positif. Sedangkan implikasi bagi penelitian keperawatan di masa mendatang, yaitu: (1) perlunya diperbanyak penelitian yang berkaitan dengan prinsip-prinsip pemasarana keperawatan; dan (2) perlunya mengaplikasikan prinsipprinsip pemasaran dalam praktik keperawatan berdasarkan pengujian empiris (evidence-based) sehingga dapat memperkuat tubuh ilmu keperawatan (body of knowledge). 5. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan berdasarkan karakteristik klien di RSUD Tidar Magelang dapat disimpulkan bahwa: (1) persepsi klien
mengenai citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan di RSUD Tidar Magelang berbeda menurut umur responden. Klien berusia muda cenderung membuat nilai standard pelayanan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lebih tua. Hasil penelitian memperkuat studi lain yang menegaskan bahwa kelompok umur mempengaruhi persepsi klien tentang pelayanan kesehatan; (2) citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan di RSUD Tidar Magelang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna menurut jenis kelamin klien. Hasil penelitian berbeda dengan temuan peneliti lain yang menegaskan bahwa pria dan wanita cenderung memiliki orientasi sikap dan perilaku yang berbeda; (3) citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan di RSUD Tidar Magelang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna menurut strata ekonomi klien. Hasil penelitian memperkuat studi lain yang menegaskan bahwa kelas sosial memiliki pengaruh yang kuat terhadap preferensi seseorang; (4) citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan di RSUD Tidar Magelang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna menurut asal tempat tinggal klien. Hasil penelitian berbeda dengan temuan peneliti lain yang menegaskan bahwa karakteristik orang perkotaan dan perdesaan relatif berbeda dari aspek psikografis, misalnya preferensi, gaya hidup, kepribadian atau nilai-nilai yang diyakini; dan (5) citra perawat dalam konteks pemasaran keperawatan di RSUD Tidar Magelang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna menurut tingkat pendidikan klien. Pendapat klien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung berbeda dengan klien dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Hasil
8 penelitian memperkuat studi lain yang menegaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi preferensinya terhadap jasa pelayanan kesehatan. Peneliti mengharapkan institusi pelayanan kesehatan agar melaksanakan fungsi pemasaran dengan memperhatikan analisis citra keperawatan berdasarkan karakteristik klien agar dapat diketahui basis pemasaran secara jelas sehingga program pemasaran yang lebih terarah dan tepat sasaran. Evaluasi kinerja perawat berkala untuk menjaga mutu layanan keperawatan. Sedangkan, perawat pelaksana harus selalu menjaga kualitas layanan keperawatan dengan menerapkan prinsip-prinsip pemasaran, yaitu : (1) dapat dipercaya dan trampil; (2) memahami klien (empati); (3) dapat diandalkan; dan (4) cepat tanggap terhadap kebutuhan klien. 6. Ucapan Terima Kasih Peneliti memberikan penghargaan dan terima kasih kepada Yayasan Ngudi waluyo Ungaran sehingga peneliti mendapatkan kesempatan untuk mengikuti tugas belajar. Korespondensi : Eko Susilo, S.Kep. Ns STIKES Ngudi Waluyo, Jawa Tengah. Kepustakaan : Alomepe, J. (2005). Professional nursing care in patient perception. Disampaikan dalam Seminar Nasional Keperawatan di STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran 27 Juni 2005. Alward, R.R. & Camunas, C. (1991). The nurse’s guide to marketing. Albany, NY: Delmar Publisher. Asmirajanti, M. (2005). Analisis hubungan fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh tenaga keperawatan dengan persepsi kesadaran pelanggan akan hak
pelayanan kesehatan di Rumah SAkit Islam Bandung, Thesis. Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Barata, A.A. (2003). Dasar-dasar pelayanan prima. Jakarta: Elex Media Komputindo. Cunningham, A. (1999). Nursing stereotypes. Nursing Standard, 13(45), 46-47. Dominiak, M.C. (2004).The concept of branding: is it relevant to nursing?. Nursing Science Quarterly, 17(4): 295300 Dubuque, S.E. & Neathawk, R.D. (1993). Applying a marketing framework to staff recruitment and retention. Home Health Care Management & Practice, 5(2): 1-8 Fletcher, K. (2007). Image: changing how women nurses think about themselves. Literature review. J Adv Nurs, 58(3):207-215. Gallup Organization. (2003, December 1). Public rates nursing as most honest and ethical profession. Diakses pada tanggal 6 Maret 2007 dari http://www.gallup.com Homburg, C., Workman, J.P., & Jensen, O. (2000). Fundamental changes in marketing organization: the movement toward a customer-focused organizational structure. Journal of the Academy of Marketing Science, 28(4): 459-478. Huber, D. (2000). Leadership and nursing care management. Philadelphia, Pennsylvania: W.B. Saunders Company. Jacobalis, S. (2000). Kumpulan tulisan terpilih tentang rumah sakit Indonesia dalam dinamika sejarah transformasi, globalisasi dan krisis nasional. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI. Kurniati, A. (2005). Persepsi klien tentang perawat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 9(2): 63-70. Kurtenbach, J. & Warmoth, T. (1995). Strategic planning futurist need to be capitationspecific and epidemiological. Health Care Strategic Management, 13(9): 811. Milton, C.L. (2005). The metaphor of nurse as guest with ethical implications for nursing and healthcare. Nursing Science Quarterly, 18(4): 301-303. Mitty, E. & Flores, S. (2007). Assisted living nursing practice: admission assessment. Geriatr Nurs., 28(1):27-30. Mulyadi. (1998). Total Quality Management.
9 Prinsip manajemen kontemporer untuk mengarungi lingkungan bisnis global. Yogyakarta: Aditya Media. Pilkington, F.B. (2004). A fresh look at how to communicate the value of nursing. Nursing Science Quarterly, 17(4): 294 Tjiptono, F. (1995). Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Offset. Weishapple, C. (2001). Introduction to legal nurse consulting. Albany, NY: Delmar.
10
LAMPIRAN Tabel 1. Distribusi responden menurut karakteristiknya di RSUD Tidar Magelang bulan Juni tahun 2006 No . 1. 2.
3.
4. 5.
Karakteristik Jenis kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Kelompok umur : a. Remaja (13-21 th) b. Dewasa (22-39 th) c. Dewasa madia (40-59 th) d. Lansia (≥ 60 th) Pendidikan : a. Tidak sekolah b. SD/SR c. SLTP d. SLTA e. PT Asal tempat tinggal : a. Desa b. Kota Strata ekonomi : a. Rendah (< Rp. 540.000) b. Tinggi (>= Rp. 540.000)
Frek / n
%
48/121 73/121
39,7 60,3
16/121 51/121 36/121 18/121
13,2 42,1 29,8 14,9
6/121 31/121 20/121 49/121 15/121
5,0 25,6 16,5 40,5 12,4
92/121 29/121
76,0 24,0
73/121 48/121
60,3 39,7
Tabel 2. Pendapat responden menurut pengalamannya dirawat di RSUD Tidar Magelang bulan Juni tahun 2006 No. 1.
Pengalaman dirawat di RSUD Tidar Magelang Apabila mengalami sakit, bersedia berobat kembali ke RSUD Tidar Magelang a. Ya b. Tidak
Frek / n
%
119/121 2/121
98,3 1,7
Tabel 3. Analisis perbedaan skor citra perawat pada klien menurut kelompok umur di RSUD Tidar Magelang, Juni 2007 Variabel Remaja (13-21 th) Dewasa (22-39 th) Dewasa madia (40-59 th) Lansia (≥60 th) Keterangan :
MEAN 82,31 84,59 83,83 85,11
SD 2,822 2,692 1,993 2,298
95%IK 80,81 £ X £ 83,82 83,83 £ X £ 85,35 83,16 £ X £84,51 83,97 £ X £86,25
P value 0,004 *
2 * bermakna (p<0,05) Tabel 4. Analisis post hoc perbedaan skor citra perawat pada kelompok klien menurut kelompok umurnya di RSUD Tidar Magelang, Juni 2007 I
Kelompok umur II
Remaja
Dewasa Dewasa madia Lansia Keterangan : * bermakna (p<0,05)
D MEA N -2,276 -1,521 -2,799
SE
95%IK
p value
0,706 0,740 0,847
-3,67£ X £ -0,88 -2,99 £ X £ -0,05 -4,48 £ X £ -1,12
0,002 * 0,042 * 0,001 *
Tabel 5. Analisis perbedaan skor citra perawat pada kelompok klien menurut jenis kelamin di RSUD Tidar Magelang, Juni 2007 Variabel Selisih skor citra perawat a. responden lakilaki b. responden perempuan
MEA N
SD
SE
95%IK
P value
N
0,561
--
0,477
-0,38 ≤ X ≤ 1,51
0,242
121
84,48
2,585
0,373
48
83,92
2,559
0,300
73
Tabel 6. Analisis perbedaan skor citra perawat pada kelompok klien menurut strata ekonominya di RSUD Tidar Magelang, Juni 2007 Variabel Selisih skor citra perawat a. strata ekonomi rendah b. strata ekonomi tinggi
MEAN
SD
SE
95%IK
P value
N
1,131
--
0,469
0,20 ≤ X ≤ 2,06
0,017
121
84,59
2,210
0,259
73
83,46
2,939
0,424
48
Tabel 7. Analisis perbedaan skor citra perawat pada kelompok klien menurut asal tempat tinggalnya di RSUD Tidar Magelang, Juni 2007 Variabel Selisih skor citra perawat a. dari desa/luar kota b. kota
MEAN
SD
SE
95%IK
P value
N
0,865
--
0,545
-0,21 ≤ X ≤ 1,94
0,115
121
84,35
2,491
0,260
92
83,48
2,760
0,512
29
Tabel 8. Analisis perbedaan skor citra perawat pada kelompok klien menurut tingkat pendidikannya di RSUD Tidar Magelang, Juni 2007
3 Tingkat pendidikan Tidak sekolah SD/SR SLTP SLTA PT Keterangan : * bermakna (p<0,05)
a. b. c. d. e.
MEAN 85,00 85,00 84,35 83,90 82,53
SD 2,530 2,082 2,925 2,477 2,748
95%IK 82,35 £ X £ 87,65 84,24 £ X £ 85,76 82,98 £ X £ 85,72 83,19 £ X £ 84,61 81,01 £ X £ 84,06
P value 0,029 *
Tabel 9. Analisis post hoc perbedaan skor citra perawat pada kelompok klien menurut strata ekonominya di RSUD Tidar Magelang, Juni 2007 Tingkat pendidikan II PT Tidak sekolah SD/SR SLTP SLTA Keterangan : * bermakna (p<0,05) I
D MEAN -2,467 -2,467 -1,817 -1,365
SE
95%IK
p value
1,207 0,786 0,854 0,738
-4,86 £ X £ -0,08 -4,02 £ X £ -0,91 -3,51 £ X £ -0,13 -2,83 £ X £ 0,10
0,043 * 0,002 * 0,035 * 0,067
4
1
Huber, D. (2000). Leadership and nursing care management. Philadelphia, Pennsylvania: W.B. Saunders Company. 2 Dubuque, S.E. & Neathawk, R.D. (1993). Applying a marketing framework to staff recruitment and retention. Home Health Care Management & Practice, 5(2): 1-8 3 Mitty, E. & Flores, S. (2007). Assisted living nursing practice: admission assessment. Geriatr Nurs., 28(1):27-30. 4 Alward, R.R. & Camunas, C. (1991). The nurse’s guide to marketing. Albany, NY: Delmar Publisher. 5 Weishapple, C. (2001). Introduction to legal nurse consulting. Albany, NY: Delmar. 6 Milton, C.L. (2005). The metaphor of nurse as guest with ethical implications for nursing and healthcare. Nursing Science Quarterly, 18(4): 301-303. 7 Pilkington, F.B. (2004). A fresh look at how to communicate the value of nursing. Nursing Science Quarterly, 17(4): 294 8 Homburg, C., Workman, J.P., & Jensen, O. (2000). Fundamental changes in marketing organization: the movement toward a customer-focused organizational structure. Journal of the Academy of Marketing Science, 28(4): 459-478. 9 Cunningham, A. (1999). Nursing stereotypes. Nursing Standard, 13(45), 46-47. 10 Fletcher, K. (2007). Image: changing how women nurses think about themselves. Literature review. J Adv Nurs, 58(3):207-215. 11 Jacobalis, S. (2000). Kumpulan tulisan terpilih tentang rumah sakit Indonesia dalam dinamika sejarah transformasi, globalisasi dan krisis nasional. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI.