DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
ANALISIS BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER DENGAN PENDEKATAN MIMETIK Ira Rahayu Jurdiksatrasia Unswagati Cirebon ABSTRAK Karya sastra lahir bukan dari kekosongan budaya. Ungkapan ini kiranya menjadi acuan bahwa diciptakannya karya sastra bukan semata-mata hasil imajinasi kosong belaka, tapi hasil kontemplasi dari penciptanya. Novel sebagai salah satu jenis karya sastra tidak lepas dari hal tersebut. Ada sebagian novel yang menggunakan data-data faktual di dalamnya seperti nama tokoh, setting, maupun rekaman peristiwa, sehingga pembaca sering kali terkecoh untuk membedakan apakah novel yang dibacanya benar-benar mengandung unsur fakta atau sekedar fiksi belaka. Jika benar terdapat fakta di dalamnya apakah fakta itu tersaji apa adanya ataukah mendapat polesan dari subjektivitas pengarangnya. Adapun novel Bumi Manusia, novel Bumi Manusia kental dengan nuansa sejarah, karena banyak mengangkat rekaman peristiwa yang terjadi pada lingkup waktu fase pergantian abad 19 ke abad 20. Banyaknya data yang hampir mirip dengan data-data faktual yang dapat dibuktikan kebenarannya. Hal ini membuat penulis merasa tertarik untuk mengungkap kandungan fakta yang terdapat dalam karya fiksi ini. Penulis juga tertarik untuk mengungkap sejauh mana data-data itu dapat dihubungkan dengan realitas kehidupan yang pernah terjadi. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka metode yang tepat untuk penelitian ini adalah metode analisis kritik sastra berdasarkan pendekatan mimetik. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data analisis dokumen. Kata Kunci: Novel, Mimetik, Fakta dan fiksi A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra adalah ciptaan yang dapat menimbulkan rasa indah baik orang yang membaca atau merasakannya, baik dari segi bahasa maupun isinya (Suprapto, 1993:42). Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Menurut Teeuw (1967:67) Novel adalah genre prosa yang menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang luas, selain itu novel juga menyajikan masalahmasalah kemasyarakatan yang paling luas. Pada umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, novel dikatakan genre yang paling sosiologis dan responsif sebab sangat peka
terhadap fluktuasi sosiohistoris ( Ratna, 2004:336). Ada sebagian novel yang menggunakan data-data faktual di dalamnya seperti nama tokoh, setting, maupun rekaman peristiwa, sehingga pembaca sering kali terkecoh untuk membedakan apakah novel yang dibacanya benar-benar mengandung unsur fakta atau sekedar fiksi belaka. Jika benar terdapat fakta di dalamnya, apakah fakta itu tersaji apa adanya ataukah mendapat polesan dari subjektivitas pengarangnya. Adapun Novel Bumi Manusia merupakan salah satu novel dari rangkaian tetralogi buru karya Pramoedya Ananta Toer yang terbit pada tahun 1980. Novel ini dibuat saat Pramoedya menjalani masa
44
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
pengasingan sebagai tahanan politik di Pulau Buru. Hal yang menarik dari novel Bumi Manusia yaitu latar utamanya yang terjadi pada masa awal abad ke-20 tepatnya pada tahun 1900. Bumi Manusia menceritakan kehidupan Minke, putra seorang bupati yang memperoleh pendidikan Belanda pada masa pergantian abad 19 ke abad 20. Pendapat yang berkembang menyatakan bahwa Minke adalah nama samaran dari seorang tokoh pers generasi awal Indonesia yakni RM. Tirto Adhi Soerjo. Novel Bumi Manusia kental dengan nuansa sejarah, karena banyak mengangkat rekaman peristiwa yang terjadi pada lingkup waktu fase pergantian abad 19 ke abad 20. Banyaknya data yang hampir mirip dengan data-data faktual yang dapat dibuktikan kebenarannya. Hal ini membuat penulis merasa tertarik untuk mengungkap kandungan fakta yang terdapat dalam karya fiksi ini. Penulis juga tertarik untuk mengungkap sejauh mana data-data itu dapat dihubungkan dengan realitas kehidupan yang pernah terjadi.
Pada umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat oleh karena itulah novel dikatakan genre yang paling sosiologis dan responsip sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris. (Ratna, 2004:336) Novel adalah karya sastra yang berfungsi sebagai tempat menuangkan pemikiran pengarangnya sebagai reaksi atas keadaan sekitarnya. Kenney (1966:31) juga menjelaskan bahwa novel adalah suatu fiksi naratif yang panjang dan merupakan imitasi dari keadaan sebenarnya. Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa novel adalah salah satu jenis ragam prosa yang pada dasarnya merupakan satu bentuk cerita panjang, melibatkan banyak tokoh dengan masing-masing wataknya dan merupakan suatu rangkaian peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan manusia.
B. KAJIAN TEORI 1. Novel a. Pengertian Novel Novel adalah sebuah karya fiksi, prosa yang tertulis dan naratif biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah, sepotong berita" Novel menurut Teeuw (1967:67) adalah salah satu jenis ragam prosa yang pada dasarnya merupakan satu bentuk cerita panjang. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Novel adalah genre prosa yang menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang luas, selain itu novel juga menyajikanmasalahmasalah kemasyarakatan yang paling luas.
b. Unsur-unsur Novel Menurut Nurgioantoro (2007:23) unsur-unsur pembangun sebuah novel terdiri atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsurunsur yang membangun karya sastra dari dalam sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur cerita inilah yang akan dijumpai jika membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya peristiwa, cerita, plot,
45
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra, atau secara lebih khusus dapat dikaitkan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun karya itu sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan, Wellek & Warren (seperti dikutip Nurgiantoro, 2007:24). Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Unsur ekstrinsik dalam karya sastra terdiri dari beberapa unsur. Di antaranya adalah tentang keadaan subjektivitas individu, keyakinan, dan pandangan hidup. Semua itu dapat mempengaruhi karya tulis. Selain itu juga yang termasuk unsur ekstrinsik adalah biografi pengarang yang menentukan corak karya sastra yang dihasilkannya. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifnya), psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam karya. Unsur ekstrinsik lainnya yang juga akan berpengaruh terhadap karya sastra yaitu, keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial. 2. Kritik Sastra a. Pengertian Kritik Sastra Sastra sebagai disiplin ilmu sebagaimana dikemukakan oleh Wellek dan Warren (1968:43) terbagi menjadi tiga, yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Pernyataan Wellek dan Warren itu mengimplikasikan bahwa teori, sejarah, dan kritik sastra memiliki kedudukan yang sejajar. Artinya, ketiga-tiganya penting
sehingga tidak ada yang lebih utama dibanding yang lainnya. Kritik sastra merupakan salah satu cabang studi sastra yang penting dalam kaitannya dengan ilmu sastra dan penciptaan sastra. Dalam bidang keilmuaan sastra, kritik sastra tidak terpisahkan dengan cabang studi sastra yang lain, yaitu teori sastra dan sejarah sastra (Welek dan Warren, 1968:39). Kritik sastra ialah pertimbangan baik dan buruk karya sastra, penerangan dan penghakiman karya sastra (Jassin, 1959:44,45; Hudson, 1955:260). Berdasarkan hal itu dalam penelitian kritik sastra perlu dikemukakan apa dasar-dasar atau kriteria-kriteria yang dipergunakan untuk mempertimbangkan karya sastra. Begitu juga perlu dibicarakan metodemetode yang dipergunakan untuk mengerjakan atau mempertimbangkan karya sastra itu. Untuk menentukan baikburuknya karya sastra diperlukan kriteria penilaian atau ukuran-ukuran nilai. Jadi, di sini perlu dipaparkan teori-teori yang berhubungan dengan penilaian karya sastra. Menurut Abrams (Pradopo, 2002:18) Kritik sastra merupakan studi yang berhubungan dengan pendefinisian, penggolongan, penguraian (analisis), dan penilaian (evaluasi) karya sastra. Sebelum sampai pada penilaian, karya sastra perlu diinterpretasikan dan dianalisis. Dalam penelitian kritik sastra perlu dikemukakan teori-teori dan metode-metode analisis. Karya sastra perlu dianalisis karena karya sastra merupakan struktur yang kompleks, tanpa dianalisis karya sastra tidak dapat dimengerti dengan baik. Ada bermacammacam cara analisis, tetapi tidak semua analisis sama baiknya. Analisis yang tidak tepat hanya menghasilkan suatu fragmen. Jadi kritik sastra adalah pertimbangan baik dan buruk karya sastra, penerangan dan penghakiman karya sastra. Agar dapat menimbang baik dan buruk karya sastra, menjelaskan dan menghakimi
46
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
karya sastra dengan tepat maka terlebih dahulu kritikus harus melakukan kegiatan pendefinisian, penggolongan, penguraian (analisis) karya sastra, Sebelum akhirnya sampai pada tahap penilaian (evaluasi) karya sastra. b. Pendekataan Kritik Mimetik Kritik mimetik (mimetic criticism) adalah kritik yang memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam, pencerminan atau penggambaran dunia dan kehidupan. Kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran” penggambaran terhadap terhadap objek yang digambarkan, atau yang hendaknya digambarkan. Kritik mimetik didasari oleh pandangan Plato. Pandangan Plato tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan pendirian filsafatnya mengenai kenyataan yang bersifat hirarki. Plato (Teeuw, 1984:220) berpendapat bahwa sastra, seni, hanya berupa peniruan, peneladanaan, atau pencerminan dari kenyataan, maka ia ada di bawah kenyataan itu sendiri. Aristoteles menolak pendapat Plato. Aristoteles yang tidak menerima filsafat ide Plato dan sistem nilainya yang hirarki. Dia justru menonjolkan aspek positif dari mimetis. Aristoteles (Teeuw, 1984:220) berpendapat bahwa dalam proses penciptaan, sastrawan tidak sematamata meniru kenyataan melainkan sekaligus menciptakan, menciptakan sebuah dunia dengan kekukatan kreativitasnya. Dunia yang diciptakan pengarang adalah sebuah dunia yang baru, dunia yang diidealkan, dunia yang mungkin dapat terjadi. Aristoteles berpandangan bahwa karya sastra merupakan perpaduan antara unsur mimetik dan kreasi, peniruan dan kreativitas, khayalan, dan realitas. Dari pemaparaan kritik sastra berdasarkan orientasi atau pendekatannya terhadap karya sastra, maka penulis memilih analisis kritik sastra berdasarkan
pendekatan mimetik untuk menelisik keterkaitan fakta yang terkandung dalam karya sastra (novel). Oleh karena itu, pada bagian berikutnya penulis akan menguraikan fakta dan fiksi dalam novel. c. Fakta dan Fiksi dalam Novel Pembaca sering sekali merasa terkecoh setelah membaca sebuah novel yang di dalamnya terkandung tempat dan waktu kejadian (setting), nama-nama tokoh, dan peristiwa yang hampir sama dengan fakta yang ada. Hal tersebut meninggalkan tanda tanya besar di benak pembaca yaitu apakah novel yang dibacanya mengandung kebenaran fakta ataukah hanya berupa teks fiksi belaka. Untuk lebih jelasnya maka penulis akan mencoba memaparkan beberapa pendapat para ahli tentang fiksi. Abrams (Nurgiantoro, 2007:2) menyatakan bahwa. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discource) (dalam pendekataan struktur dan semiotik). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal ini disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah. Pendapat Abrams juga dipertegas oleh Nurgiantoro. Nurgiantoro (2007:2) berpendapat bahwa karya fiksi adalah karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga ia tak perlu dicari kebenarannya dalam dunia nyata. Dari pendapat Abrams dan Nurgiantoro tersebut dapat disimpulkan bahwa novel tak lain hanyalah sesuatu yang lahir dari khayalan belaka. Di samping itu, bukankah sebagai karya imajiner, novel menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan
47
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Bertentangan dengan pendapat Abrams, fiksi menurut pandangan Altenbernd dan lewis (seperti dikutip Nurgiantoro, 2007:2) Prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia. Penyeleksian pengalaman kehidupan yang akan diceritakan tersebut tentu saja bersifat subjektif. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesame, interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa khayalan, tidak benar jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan. perenungan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Fiksi menawarkan model-model kehidupan sebagaimana yang diidealkan oleh pengarang sekaligus menunjukan sosoknya sebagai karya seni yang berunsur estetik dominan. Berbeda dengan fiksi, fakta adalah sesuatu yang benar-benar ada dan terjadi di
dunia nyata sehingga kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Dalam dunia fiksi mungkin ada yang berhubungan dengan fakta atau merujuk pada data, mungkin dalam fiksi itu ada data yang dapat dirujuk, sesuatu yang diobservasi, dinilai secara objektif, seperti halnya karya ilmiah. Berbeda dengan ilmuan yang mengolah data secara objektif pengarang fiksi mengolah data secara subjektif, seorang pengarang fiksi menggunakan data lalu ia mengkombinasikan dan memanipulasi data itu dengan imajinasi. Sumber karya ilmiah dan sastra sebenarnya sama, yakni alam serta peristiwa yang ada dalam masyarakat. Caralah yang membedakannya: cara pandang, cara persepsi, cara meyakinkan, cara mengungkapkan. Pada perinsipnya tujuannya sama yaitu menemukan kebenaran, mengungkapkan rahasia kehidupan, membantu kesulitan orang banyak, memberikan jalan untuk mengenali kehidupan, memudahkan dalam menjalani kehidupan, dan lain-lain. Novel sebagai karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur interinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuannya bersifat imajinatif. Kesemuanya itu bersifat noneksistensial, karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip, diintimidasikan atau dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan peritiwa-peristiwa dan latar aktualnya sehingga tampak seperti sungguh ada dan terjadi, terlihat berjalan dengan sistem koherensinya sendiri. Kebenaran dalam fiksi dengan demikian tidak harus sama dan memang tidak perlu disamakan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata. Hal ini disebabkan dunia fiksi yang imajinatif dengan dunia nyata
48
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
masing-masing memiliki sistem hukumnya sendiri. Ada perbedaan antara kebenaran dalam dunia fiksi dengan kebenaran di dunia nyata. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini “keabsahannya” sesuai dengan pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan. Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata, misalnya kebenaran dari segi hukum, moral, agama, bahkan logika dan sebagainya. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi dan tidak dianggap benar di dunia, dapat saja terjadi dan dianggap benar di dunia fiksi. Adanya ketegangan yang terjadi karena hubungan faktual dan kebenaran imajinatif, sebenarnya juga bersumber dari pandangan Aristoteles (Teeuw, 1984:222). Karya sastra merupakan paduan antara unsur mimetik dan kreasi, peniruan dan kreativitas, khayalan dan realitas. Teori mimetik menganggap bahwa fiksi hanya merupakan peniruan atau pencerminan terhadap realitas kehidupan, sekaligus merupakan hasil kreativitas pengarang. Pandangan Aristoteles selanjutnya diperjelas oleh pandangan Scoles dan Kellogg(Ratna, 2003: 108) Totalitas makna karya terkandung dalam antarhubungan dunia nyata dan dunia fiksi, antarrefresentasi dengan ilustrasi. Refresentasi berkaitan dengan ciri-ciri mimesis, sedang ilustrasi berkaitan dengan sistem simbol. Memahami karya sastra pada dasarnya adalah memahami antarhubungan representasi dengan ilustrasi, sekaligus memahami prasyarat ruang dan waktu, sebagai penjelasan komposisi dan aktualisasi karya. Oleh sebab itu, novel sebagai salah satu bentuk narasi fiksi tidak terlepas dari keseharian, karena pada kenyataannya,
narasi itu ada dalam kehidupan keseharian. Novel terkadang digunakan untuk mengkontruksikan sejarah pribadi, untuk memberikan pengajaran kepada pembaca, untuk menghibur orang lain, menyediakan contoh-contoh untuk argumen dan untuk merekam sejarah budaya dan dunia. Novel berkemungkinan mengandung fakta dalam kehidupan sehari-hari akan tetapi, yang menjadi masalah bagaimana mengetahui fakta dan fiksi dalam novel tersebut. Satu hal yang perlu diperhitungkan adalah adanya imajinasi. Unsur itu yang membedakan yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari karya fiksi. Imajinasi menurut Kleden (1998:23) kemampuan seseorang untuk melihat sesuatu dari sudut lain, menembus batas apa yang akan terjadi sendirinya. Ia merupakan ungkapan lain secara sepesifik. Seorang pengarang melalui imajinasinya menciptakan imago, image, citra. Ini yang membuat kemasing-masingan, keberbedaan diantara karya fiksi. Dalam mengungkapkan atau mempresentasikan lingkungannya pun pengarang selalu menggunakan citra. Dalam ilmu tidak ada imajinasi. Di situ hanya ada abstraksi yang berfungsi melepaskan dari ikatan waktu tempat dan konotasi. Dalam karya fiksi imajinasi memberikan kebebasan kepada pengarang untuk menemukan, mencoba, mencipta. Bagian inilah yang menjadikan fiksi menarik. Tanpa imajinasi karya fiksi akan kering. Dalam pengalaman baca prosa fiksi tidak ada pondamen atau tidak dapat terlintas jarak antara kehidupan keseharian pembaca dan kehidupan yang dipresentasikan dalam novel. Ketika pembaca membaca novel maka pembaca dapat masuk dengan dunianya sendiri. Imajinasi pembaca masuk menelusuri pengalaman yang disiapkan pengarang. Melalui sarana cerita, pembaca secara tidak langsung dapat belajar merasakam dan menghayati berbagai permasalahan
49
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
kehidupan yang secara sengaja ditawarkan pengarang. C. PEMBAHASAN 1. Sinopsis Minke adalah siswa HBS di Surabaya. Ia tergolong murid yang pandai dan terpelajar. Selain itu, ia juga pengagum Ratu Wilhelmina. Pada suatu hari sahabatnya Robert Suurhof menantangnya bertaruh. Robert hendak mengajak Minke berkunjung ke rumah Robert Mellema. Ia menceritakan bahwa adik dari Robert Mellena sangantlah cantik. Robert menentang Minke untuk mengambil perhatian gadis cantik itu. Bila Minke berhasil, ia berjanji akan menghormati Minke lebih dari siapa pun. Namun bila Minke gagal, ia berjanji akan terus mengejek dan mengolok-olok. Pada mulanya Minke ragu pada ajakan Robert namun pada akhirnya ia pun menuruti ajakan itu. Sesampainya di rumah Robert Mellema, Minke sangat terkejut saat bertemu dengan Annelies, ternyata benar apa dikatakan oleh Robert Suurhof bahwa adik Robert Mellema secantik Ratu Wilhelmina. Di luar dugaan ternyata Annelies pun jatuh cinta terhadap Minke, bahkan Nyai Ontosoroh mengajak Minke untuk tinggal saja di rumahnya. Sepulang dari rumah keluarga Nyai Ontosoroh, Minke selalu teringat pada Annelies, Minke pun sangat mempertimbangkan ajakan dari Nyai Ontosoroh, Minke meminta saran pada sahabatnya Jean Marais, seorang pelukis berkaki satu yang bijaksana. Jean menyarankan agar Minke tidak menghakimi atau berprasangka buruk dulu atas ajakan Nyai Ontosoroh. Ia menyarankan agar Minke memenuhi ajakan itu. Setelah mendengar saran dari Jean, ia pun memutuskan untuk tinggal di kediaman Nyai Ontosoroh, dan meninggalkan asramanya. Selama tinggal di kediaman Nyai, ia jadi mengenal
pribadi Nyai dan Annelies. Minke pun jadi mengetahui konflik yang terjadi di kediaman itu. Ternyata Nyai Ontosoroh dan Annelies dengan gigih dan mandiri telah membangun dan mempertahankan perusahaan. Tuan Herman Mellema ternyata menderita sakit jiwa yang disebabkan karena istri dan anak sahnya. Ir Maurits Mellema mengajukan tuntutan kepengadilan karena telah merasa di telantarkan. Sementara Robert Mellema, putra sulung Nyai, malah tidak peduli pada urusan keluarganya. Ia lebih senang menghabiskan waktunya untuk berburu. Hal itu dikarnakan ia sangat membenci kepribumian ibunya. Setelah tinggal di kediaman Nyai, Annelies kian mencintai Minke. Begitu juga dengan Nyai Ontosoroh, ia sangat menyayangi Minke seperti anak sendiri. Namun ternyata hal ini menjadi bibit kecemburuan di hati Robert Mellema, sehingga Robert berniat hendak membunuh Minke. Di HBS pun Minke terancam dikeluarkan, Robert Suurhaf yang merasa iri karena Minke yang dicintai Annelies. Ia malah menghasut siswa-siswi HBS dan para guru. Ia menyebarkan berita-berita fitnah. Saat itu hanya Jufrow Magda Peter yang selalu membela Minke. Ia selalu membela Minke karena ia tahu Minke tidaklah seperti yang difitnahkan. Selain itu, Magda Peter sangat menyayangi Minke karena kepandaian dan ketajaman Minke yang dapat menulis di surat kabar. Setelah lulus dari HBS, Minke dan Annelies menikah. Namun setelah pernikahan, prahara terjadi, Tuan Herman Mellema meninggal terbunuh di rumah Bordir Babah Ah Tjong, Robert Mellema terjangkit penyakit Sipilis dan Ir. Maurits Mellema muncul untuk kembali menuntut hak perwalian atas Annelies dan hak waris kepemilikan perusahaan peninggalan mendiang Herman Mellema. Peradilan berjalan berdasarkan hukum Belanda. Nyai Ontosoroh kian
50
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
terdesak, posisinya lemah di mata hukum Belanda, sehingga ia dan Minke tidak dapat berbuat banyak. Meskipun telah berusaha menyewa pengacara handal tapi tetap tak membuahkan hasil. Ir. Maurits Mellemalah yang memenangkan peradilan. Annelies terpaksa harus pindah ke Amsterdam karena hak perwaliannya kini menjadi hak Ir.Maurits Mellema. Pernikahan Annelies dan Minke di mata hukum Belanda dianggap tidak sah, Minke dan Nyai Ontosoroh melepas kepergian Annelies dengan perasaan haru. Meskipun di mata hukum Minke dan Nyai kalah, namun di mata kehidupan merekalah yang justru menang. 2.
Analisis Novel Bumi Manusia Berdasarkan Pendekatan Mimetik Analisis berdasarkan pendekatan mimetik adalah analisis yang menghubungkan karya sastra dengan realitas kehidupan. Ada pun tenik analisis pendekatan mimetik yaitu dengan cara memahami isi cerita dari rangkaian novel yang akan dianalisis lalu melakukan analisis unsur fakta dan fiksi dari rangkaian peristiwa dalam novel tersebut. Sebagai data pembanding maka penulis harus mempelajari dari berbagai sumber sehingga dapat menganalisis tentang data fakta apa sajakah yang terdapat dalam novel yang berkaitan dengan fakta sejarah kemudian barulah menyimpulkan hubungan keterkaitan fakta dalam novel dengan realitas kehidupan. Sumber data novel Bumi Manusia adalah novel pertama dari rangkaian tetralogi buru, novel ini menceritakan perjalanan hidup dan kisah percintaan tokoh bernama Minke seorang keturunan ningrat Jawa yang sangat membenci sistem tata nilai keningratan, putra dari seorang bupati, berstatus sebagai siswa HBS di Surabaya, berpola pikir maju dan moderen, dan pencinta ilmu pengetahuan. Selain itu, Minke juga diceritakan fasih berbahasa
Belanda dan terampil menulis di surat kabar. Terdapat atau tidaknya unsur mimetik dalam novel ini, penulis akan coba mengungkap dan menganalisisnya secara bertahap. Pada halaman pertama tertulis: Orang memanggil aku: Minke. Namaku sendiri… Sementara ini tak perlu kusebutkan. Bukan karena gila misteri. Telah aku timbang: belum perlu benar tampilkan diri di hadapan mata orang lain.(Bumi, hal.1) Dari kutipan di atas tersirat ada yang sengaja disembunyikan yaitu nama asli tokoh itu sendiri. Mengapa nama asli tokoh tidak disebutkan atau mengapa disembunyikan? Siapakah tokoh Minke yang sebenarnya? Hasil analisis penulis, Minke adalah penjelmaan dari tokoh R.M. Tirto Adhi Soerjo perintis pers Indonesia. Dari catatan yang terdapat dalam biografi Tirto Adhi Soerjo, memang terdapat beberapa kesamaan yaitu, Tirto memang sorang keturunan ningrat putra dari Bupati Bojonegoro yang juga pernah menempuh pendidikan di HBS Surabaya. (http://Yulian.Firdaus.or.id/2006/11/11/Mi nke) Keterangan di atas juga diperkuat dengan data kelahiran tokoh fiksi Minke yang sama dengan data kelahiran R.M. Tirto Adhi Soerjo. Minke dalam Bumi Manusia menerangkan kelahirannya sama dengan hari kelahiran Ratu Wilhelmina. Dara kekasih para dewa ini seumur denganku: delapanbelas. Kami berdua dilahirkan pada tahun yang sama: 1880. hanya satu angka yang berbentuk batang, tiga lainnya bulat-bulat seperti kelereng salah cetak. Hari dan bulannya juga sama 31 Agustus. (Bumi, hal.5)
51
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Sedangkan dalam buku biografi 100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia tercatat Tirto juga dilahirkan di Blora pada, 31 Agustus tahun 1880. Meskipun Minke adalah tak lain dari penjelmaan dari tokoh Tirto Adhi Soerjo namun penamaan Minke dalam Bumi Manusia seakan menegaskan status fiksi yang terkandung dalam novel tersebut. Dalam Bumi Manusia lalu diceritakan Minke yang hidup pada latar tahun 1898-an di saat mulai berkembangnya ilmu pengetahuan. Dalam hidupku, baru seumur jagung, sudah dapat kurasai: ilmu pengetahuan telah memberikan padaku suatu restu yang tiada terhingga indahnya. Ilmu dan pengetahuan yang kudapatkan dari sekolah dan kusaksikan sendiri pernyataaanya dalam hidup, telah membikin pribadiku menjadi agak berbeda dari sebangsaku pada umumnya. Menyalahi wujudku sebagai orang Jawa atau tidak aku pun tidak tahu. Dan justru pengalaman hidup sebagai orang Jawa berilmu penngetahuan Eropa yang mendorong aku suka mencatat-catat. Suatu kali akan berguna, seperti sekarang ini. (Bumi, hal. 2).
Minke hidup di saat mulai berkembangnya ilmu pengetahuan dan mulai ditemukannya beberapa hasil penemuan. Hasil penemuan yang tak habis-habisnya ia kagumi antara lain yaitu percetakan, zincografi dan kereta api. Salah satu hasil ilmu-pengetahuan yang tak habis-habis kukagumi adalah percetakan, terutama zincografi. Coba orang sudah dapat memperbanyak potret berpuluh ribu lembar dalam sehari. Gambar pemandangan, orang besar dan penting, mesin baru, gedung-gedung pencakar langit Amerika, semua dan dari seluruh dunia- kini dapat aku saksikan
sendiri dari lembaran-lembaran kertas cetak. (Bumi, hal. 3). Berita-dari Eropa dan Amerika banyak mewartrakan penemuan-penemuan terbaru. Kehebatannya menandingi kesaktian para satria dan dewa nenek moyangku dalam cerita wayang. Kereta api- kereta tanpa kuda, tanpa sapi, tanpa kerbau, belasan tahun telah disaksikan sebangsaku. Dan masih juga ada keheranan dalam hati mereka sampai sekarang! Betawi-Surabaya, telah dapat ditempuh dalam tiga hari. Diramalkan akan hanya seharmal, seharmal ! deretan gerbong sebesar rumah, penuh arang dan orang pula, ditarik oleh kekuatan air semata! Kalau Stevenson pernah aku temui dalam hidupku akan aku persembahkan padanya karangan bunga, sepenuhnya dari anggrek.( Bumi, hal.3) Kutipan novel di atas bukan tanpa rujukan. Berdasarkan rujukan sejarah, pada masa peralihan abad ke-19 ke abad 20, perkembangan fotografi dan zincografi tumbuh dengan pesat. Hasil dari fotografi dan zincografi digunakan pada masa kolonial untuk dokumentasi visual yang menjadi bahan rujukan. Dengan adanya zincografi pada masa itu orang-orang yang berada jauh di Eropa bisa melihat relif pada candi Borobudur, wajah sultan Jawa, keseharian di pedesaan, sawah, hutan tropis dan lain sebagainya. Citra tentang Hindia-Belanda yang stereotype, menghiasi buku-buku, majalah dan posterposter yang beredar di Eropa, menawarkan impian-impian yang menawan bagi orangorang Eropa untuk berkunjung ke Hindia. Masyarakat pribumi di HindiaBelanda saat itu pun merasa diuntungkan dengan perkembangan ini. Banyaknya informasi diserap bukan hanya dari ruangruang sekolah yang masih elit atau perpustakaan. Tetapi juga dari berbagai majalah, poster-poster, brosur, dan dari mana saja. Perubahan sosial tercermin
52
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
dalam keseharian masyarakat pribumi terutama di kota-kota besar. Mereka tahu pakaian apa yang pantas tanpa harus didikte, model rambut, sepatu dan lainnya. Tak hanya itu, adanya perkembangan percetakan menyuguhkan banyak informasi tentang perjuangan dari bangsabangsa lain yang berusaha merdeka dari kaum penjajahnya sehingga menjadi sumber inspirasi masyarakat untuk mulai memimpikan terciptanya Hindia menjadi sebuah bangsa yang mandiri dan merdeka. Perkembangan kereta api di Hindia-Belanda seperti yang dipaparkan oleh Minke, juga dapat ditelisik dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. Sejarah perkeretaapian di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara KemijenTanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang-Surakarta (110 Km), mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km. Selain di Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), [[ ]] (1914), bahkan tahun 1922 di
Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujung Pandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan relKA. (http://jatidukuh.multiply.com/journal) Dari sejarah perkeretaapian Indonesia penulis akhirnya mengetahui bahwa apa yang diungkapkan oleh tokoh Minke bukan tanpa rujukan. Hal ini dikuatkan juga oleh adanya pernyataan Minke tentang Stevenson yang dalam sejarah nyata tercatat sebagai penemu kereta api. Cerita Bumi Manusia dimulai saat Robert Suurhof menantang dan mengajak Minke berkunjung ke Boerderij Buitenzorg kediaman keluarga Mellema. Di sana mereka berkenalan dengan Robert Mellema, Annelies Mellema, Nyai Ontosoroh dan Tuan Herman Melema. Minke menemukan permasalahan kompleks di kediaman itu, ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada Annelies gadis indo yang sangat cantik, kekanakkanakan namun di usia belia mampu membantu ibunya mengelola dan mengawasi kegiatan perusahaan keluarga. Keheranan Minke juga tertuju pada hubungan Nyai Ontosoroh dan Robert Mellema. Nyai Ontosoroh tak seperti Nyainyai pada umumnya yang biasanya bermoral rendah, Nyai Ontosoroh tampak sangat agung penuh karisma, cerdas, terdidik, berwawasan, fasih berbahasa Belanda dan berpola hidup layaknya wanita Eropa. Tetapi hubungan Nyai Ontosoroh dan putranya terjalin tidak harmonis ada jurang rasial yang tertanam dalam benak Robert Mellema. Robert menganggap ibunya tak lain hanyalah seorang pribumi yang status sosialnya jauh
53
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
lebih rendah dibanding dengan dirinya yang berdarah Eropa. Pandangan Robert Mellema yang menganggap pribumi bersatatus sosial lebih rendah juga tak terkecuali ia tujukan pada Minke. Saat berbincang di kamar bersama Minke, berkali-kali ia menyayangkan status Minke yang hanya seorang pribumi. Jurang rasial juga kental terasa saat Herman Mellema tiba-tiba muncul dan menghardik Minke dengan kata-kata kasar. “kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda lantas jadi Eropa ? tetap monyet !” ( Bumi, hal.43). Sikap rasial Robert Mellema dan Herman Mellema mencerminkan adanya jurang rasial pada masa itu. Dalam catatan sejarah memang bangsa kolonial dalam hal ini adalah Belanda telah membuat ordonansi yang dikeluarkan pada tahun 1854. Isi ordonansi itu adalah Belanda mengklaisfikasikan penduduk yang mendiami bumi Hindia dan membagi-bagi kedudukan hukum penduduk Hindia Belanda menjadi tiga kelompok, yaitu yang pertama kelompok orang Eropa termasuk di dalamnya orang Indo Eropa, yang kedua kelompok Vreemde Oosterlingen atau Orang Timur Asing yang terdiri dari orang Tionghoa, Arab dan orang Asia lainnya dan yang ketiga adalah kelompok Inlander atau bumiputera. Membaca tetralogi buru khususnya Bumi Manusia secara tak langsung membawa pembaca ke dalam bumi manusia Hindia pada fase pergantian abad 19 ke abad 20 dimana Hindia dihuni oleh beragam penduduk. Interaksi antar beragam penduduk itu, dalam Bumi Manusia dikemas dengan sangat menarik. Ada banyak interaksi positif di antara bangsa-bangsa yang berbeda itu, tetapi ada
juga interaksi yang malah menjadi bahan konflik. Interaksi positif yang terjalin antar keragaman manusia dapat kita temukan dalam Bumi Manusia. Hubungan persahabatan Minke dan Jean Marais serta persahabatan Minke dengan keluarga de la Croix mencerminkan hubungan persahabatan yang tulus saling mendukung dan menguatkan meskipun Minke seorang pribumi sedangkan Jeans dan kelauarga De la Croix adalah keturunan Eropa. Interaksi positif juga terjadi antara guru dan murid, antara Minke dan Magda Peters, guru bahasa Belandanya. Hubungan antara dokter dengan keluarga pasien seperti hubungan antara dokter Martinet dengan Nyai Ontosoroh dan Minke. Namun hubungan yang paling menarik adalah hubungan antara Nyai Ontosoroh dan Tuan Herman Mellema. Perubahan sosok Sanikem menjadi pribadi Nyai Ontosoroh yang luar biasa tak lain adalah juga karena tangan dingin Herman Mellema yang bersikap mau mendidik dan memanusiakan manusia. Rasa dendam dan motivasi belajar Sanikem yang sangat besar tak disia-siakan oleh Herman Mellema. Ia malah kian giat mengajari Sanikem hingga tumbuh menjadi wanita yang tangguh, terampil dan terdidik. Selain interaksi positif ternyata keragaman manusia juga dapat menjadi pemicu timbulnya konflik. Konflik-konflik itu antara lain konflik antara Nyai Ontosoroh dan Robert Mellema, konflik antara Babah ah Tjong dan keluarga Mellema, konflik antara Meiko dan Robert Mellema, dan konflik yang terhebat yaitu konflik antara Nyai Ontosoroh dan Ir. Maurits Mellema yang pada akhirnya sekaligus menjurus pada konflik pribumi melawan hukum pengadilan Eropa. Konflik Nyai Ontosoroh melawan Ir. Maurits Mellema memberikan gambaran bagaimana dulu posisi pribumi yang selalu dirugikan. Peradilan Eropa ditegakan tak lain hanyalah untuk kepentingan bangsa
54
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Eropa itu sendiri sehingga Minke dan Nyai Ontosoroh memilih pembelaan dengan caranya sendiri yaitu dengan membentuk opini publik lewat jalur pers. Selain penyajian tema dan konflik yang menarik Bumi Manusia banyak menyajikan data-data yang faktual. Banyaknya karakter tokoh yang cerdas berwawasan, suka menulis dan berdiskusi seperti tokoh Minke, Nyai Ontosoroh, Sarah dan Miriam de la Croix, membuat cerita Bumi Manusia pun kaya akan wawasan. Dalam Bumi Manusia seringkali membahas beberapa novel dan pengarangnya. Penyebutan nama novel dan pengarangnya itu pun bukan sekedar data fiksi. Seperti novel Nyai Dasima karya G. Francis yang terlihat oleh Annelies tengah dibaca oleh Nyai Ontosoroh. Nyai Dasima adalah novel yang benar-benar ada dan dikarang oleh G. Francis. Juga keterangan yang menyatakan Nyai Ontosoroh sangat mengagumi karyakarya Victor Hugo, siapakah Victor Hugo? Apakah hanya sebuah nama fiksi? Bagi para pencinta sastra dunia pasti tidaklah asing pada sosok Viktor Hugo. Viktor Hugo adalah salah satu penulis aliran romantisme pada abad ke-19 dan sering dianggap sebagai salah satu penyair terbesar Perancis. Namun, penulis yang paling sering dibicarakan dalam novel ini adalah Multatuli (Eduard Douwes Dekker) dan karyanya Max Havelaar. Max Havelaar karya agung Multatuli yang diagungkan oleh Magda Peters, Sarah, dan Miriam de la Croix yang kemudian juga menjadi inspirasi bagi karir menulis Minke adalah juga bukan tanpa rujukan. Siapapun yang pernah belajar sejarah pasti mengenal nama Eduard Douwes Dekker dan karyanya Max Havelaar yang sangat berperan dalam sejarah proses kebangkitan bangsa. Selain banyak menyebut beberapa nama penulis, dalam Bumi Manusia pun Minke sering menyebutkan beberapa nama
penemu yang kian memajukan peradaban dengan hasil penemuan ilmiahnya. Seperti ulasan Minke di bagian awal novel tentang Stevenson penemu kereta api, lalu Shiga penemu kuman disentri, Kitasato menemukan kuman pes, Benjamin Franklin penemu penangkal petir dan penemuan obat aspirin oleh bangsa Jerman. Penulisan nama-mana di atas bukanlah tanpa rujukan. Selain banyak mencatat tentang penemuan ilmiah yang kian memajukan peradaban, Minke sering menyimak dan membuat catatan tentang perkembangan suatu negara, perkembangan negara yang paling menarik perhatian Minke adalah Jepang. Tulisan itu memperkaya catatanku tentang negri Jepang yang banyak dibicarakan dalam bulan-bulan terakhir ini. Tak ada diantara teman sekolahku yang mempunyai perhatian pada negri dan bangsa ini sekalipun barang dua kali pernah disinggung dalam diskusi sekolah. Teman-teman menganggap bangsa ini terlalu rendah untuk dibicarakan. Secara selintas mereka menyamaratakan dengan pelacur-pelacurnya yang memenuhi Kembang Jepun, warung-warung kecil, restoran dan pangkas rambut, verkoper, dan kelontongnya yang sama sekali: tak dapat mencerminkan suatu pabrik yang menantang ilmu dan pengetahuan moderen. Dalam suatu diskusi sekolah, waktu guruku, tuan Lastendienst, mencoba menarik perhatian para siswa, orang lebih banyak tinggal mengobrol pelan. Ia bilang ilmu Jepang juga mengalami kebangkitan. Kitasato telah menemukan kuman pes, Shiga menemukan kuman disentri-dan dengan demikian Jepang telah juga berjasa pada umat manusia. (Bumi, hal.121)
55
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Itu sedikit kutipan dari catatan Minke tentang Jepang. Dengan adanya tulisan dari majalah pemberian Robert, catatan Minke pun bertambah banyak. Tentang kesibukan di Jepang untuk menentukan strategi pertahanannya. Aku tak banyak mengerti tentang hal demikian. Justru karna hal itu aku catat. Paling tidak akan menjadi bahan bermegah dalam diskusi sekolah. Dikatakan adanya persaingan antara angkatan darat dengan Angkatan Laut Jepang. Kemudian dipilih strategi maritim untuk pertahanannya. Angkatan Darat dengan tradisi samurainya yang berabad merasa kurang senang. Tulisan itu juga mengatakan: Jepang mencoba meniru Inggris di perairan. Dan pengaranggya memperingatkan agar menghentikan ejekan terhadap bangsa itu sebagai monyet peniru. Pada setiap awal pertumbuhan, katanya semua hanya meniru. Setiap kita semasa kanak-kanak juga hanya meniru. Tapi kanak-kanak itu pun akan dewasa, mempunyai perkembangan sendiri…. ( Bumi, hal. 123). Pada faktanya perkembangan Jepang setelah Restorasi Meiji memang mengalami kemajuan yang pesat, tak hanya dalam bidang ilmu pengetahuan dan maritim saja bahkan di bidang pertumbuhan ekonomi dan militer pun Jepang jauh lebih unggul dibanding dengan bangsa-bangsa Asia pada umumnya. Data tentang perkembangan Jepang dapat dilihat secara lebih rinci dalam http:// www. Kanimaja.org/content/view/26/49.com Pusat perhatian Minke yang tak kalah menarik untuk dianalisis adalah isi diskusi dan surat menyurat antara Minke dengan Sarah dan Miriam de la Croix tentang teori assosiasi Doktor Snouck Hurgronje. Berikut ini adalah kutipan
diskusi antara Minke dengan Sarah dan Miriam de la Croix : “pernah kau dengar tentang teori assosiasi ?” “juffrouw Miriam, kaulah sekarang guruku,” jawabku mengelak cepat. “bukan, bukan guru,” tiba-tiba ia jadi rendah hati.” Sudah pada galibnya ada pertukaran pikiran antara kaum terpelajar. Begitukan? jadi belum pernah dengar tentangnya?” “belum” “baik. Teori itu berasal dari sarjana itu. Teori baru. Dia punya pikiran, kalau percobaannya berhasil, pemerintah Hindia-Belanda bisa mulai memperaktekannya. Begitukan, Sarah?” “ tetuskan sendiri,” Sarah mengelak. “Yang dimaksudkan dengan assosiasi adalah kerjasama berdasarkan serba Eropa antara para pembesar Eropa dengan kaum terpelajar pribumi. Kalian yang sudah maju diajak memerintah negri ini bersama-sama. Jadi tanggung jawab tidak dibebankan pada bangsa kulit putih saja. Dengan demikian tak perlu lagi ada jabatan kontroloir, penghubung antara pemerintah Eropa dengan pemerintah pribumi. Bupati bisa langsung berhubungan dengan pemerintahan putih. Kau mengerti”( Bumi, hal 159). Dalam Bumi Manusia keluarga de la Croix sangat mengagumi teori assosiasi Doktor Snouck Hurgronje. Keluarga yang sangat peduli pada nasib bangsa pribumi ini berharap bangsa pribumi bisa bangkit tidak hanya melata dan terbungkuk-bunguk pada bangsa Eropa. Mereka sangat berharap kelak Minke dapat menjadi
56
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
perintis yang menjadi “gung” memimpin bangsanya untuk bangkit. Dalam catatan sejarah Snouck Hurgronje dikenal sebagai penggagas teori assosiasi dan peletak dasar kebijakan Islam Politik. Snouck Hurgronje menggagas teori assosiasi dengan tujuan agar melalui program ini, lapisan pribumi yang berkebudayaan lebih tinggi dalam artian berpendidikan Barat mampu menjadi pola assosiasi (upaya mendekatkan pribumi dengan kebudayaan Belanda), untuk selanjutnya dapat menjadi mitra dalam kehidupan sosial budaya. Tujuan Hurgronje menggas teori assosiasi sebenarnya adalah agar dengan adanya assosiasi gejolak pan-Islam di bumi Hindia dapat diredam dengan cara halus. http://Dunia.pelajar.islam.id/?m:20080401. Dalam perkembangan sejarah, di antara bangsa Eropa sendiri ada beberapa yang membuat kebijakan yang pada akhirnya mendukung terciptanya Indonesia, Hindia-Belanda yang merdeka. Sebagai contoh yaitu politik licik Hurgronje yang pada akhirnya juga malah menguntungkan bangsa pribumi. Selain itu, ada juga politik etis atau politik balas budi yang dicetuskan oleh C. van Deventer yang pada akhirnya menguntungkan pribumi karena dengan adanya politik etis putra-putra bangsawan pribumi berkesempatan mengenyam pendidikan, pendidikan yang kemudian mengantarkan para terpelajar pribumi itu untuk berpikir meraih kemerdekaan Hindia-Belanda. Bahkan di negeri Belanda sendiri pada kisaran tahun 1894 tumbuh gerakan politik golongan radikal, golongan liberal progresif yang menentang pemerasan kolonial di bumi Hindia-Belanda. Golongan radikal di Belanda mendirikan Radikal Bond sesudah tahun 1900 radikal bond mengganti nama menjadi Vrijzinnig Democratishe Bond (VDB). Sedikit atau banyaknya peran serta bangsa Eropa terhadap terbentuknya kebangkitan bangsa Indonesia, tak pernah
dapat terwujud kebangkitan, jika bukan bangsa pribumi itu sendiri yang memulai memperjuangkannya. Seperti yang mulai dilakukan oleh Minke dalam Bumi Manusia. Banyak data yang tebukti berdasarkan fakta, tetapi ada juga data yang ternyata tidak sesuai dengan fakta. Data yang tidak sesuai dengan fakta yaitu data tentang tanggal penobatan Ratu Wilhelmina dalam Bumi Manusia tertulis bahwa Ratu Wilhelmina naik tahta pada tanggal 6 September 1898. Hal ini bertentangan dengan fakta yang sesungguhnya. Fakta yang sesungguhnya Ratu Wilhelmina naik tahta pada tanggal 17 September 1898. Sedangkan tanggal 6 September adalah tanggal Ratu Juliana, putri dari Ratu Wilhelmina naik tahta menggantikan ibunya. (http://Forum.wgaul.com/archive/thread/t25958-Ratu-Juliana-Mangkat) Terdapatnya data yang tidak sesuai dengan fakta mengingatkan kembali penulis pada status fiksi novel ini. Karena Bumi Manusia adalah novel bukan buku sejarah maka tak dapat dipersalahkan keabsahan datanya. Fakta-fakta yang ternyata benar sesuai dengan fakta pun dalam novel ini posisnya hanya sebagai pelengkap untuk meyakinkan pembaca dan bahkan tidak dapat dipungkiri novel Bumi Manusia memang telah berhasil menggabungkan unsur khayalan dan realitas, menjadi suatu novel yang menarik dan sarat akan nuansa mimetik. 3.
Tujuan Pengutipan Fakta dalam Karya Fiksi Terbukti banyaknya data fakta yang dikutipkan oleh Pramoedya meninggalkan tanda tanya besar dibenak penulis. Untuk apa Pram melakukan pengutipan fakta dalam karya-karya fiksinya? Bukankah pengutipan fakta tersebut sangat membutuhkan kejelian dan konsentrasi tersendiri, bahkan dimukinkkan terlebih
57
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
dahulu Pram harus melakukan riset yang serius. Menurut Teeuw (1984:230) novel yang baik menurut harapan pembaca adalah novel yang terkenal dan akrab dengan segi kenyataan pembaca. Banyak penulis berusaha agar setting, latar sejarah sedapat mungkin cocok dengan informasi faktual yang pembaca miliki. Sebagai penganut paham realisme sosialis, Pramoedya ingin menjadikan novelnya sebagai dokumen sosial yang melukis alam, peristiwa, manusia, dan dunia masa itu sendiri. Dalam buku Saya Terbakar Amarah Sendirian bahkan Pram mengungkapkan bahwa tujuan ia memasukan unsur-unsur fakta yaitu agar pembaca tidak lupa pada sejarah. Pilihan Pram memasukan fakta sejarah ke dalam karya fiksinya, sangatlah beralasan bukankah dalam karya fiksi pengarang lebih bebas bereksplorasi. Dalam karya fiksi penulis memiliki kebebasan untuk memasukkan subjektifitasnya terhadap suatu fakta. Aristoteles (Teeuw, 1984:243) bahkan berpendapat : Si penyair sebenarnya lebih ulung pekerjaannya dari pada si sejarahwan. Sejarahwan mau tak mau terikat pada fakta-fakta yang “kebetulan” pernah terjadi, dia tidak bebas dalam penggarapan bahan-bahan sejarah itu, sedangkan seorang penyair dapat menulis ceritanya sendiri. Sehingga bila terdapat data yang diduga fakta dalam fiksi yang ternyata bukanlah fakta, penulis tidak dapat dituntut pertanggung jawabannya. Karena dalam
fiksi penulis memang berhak memadukan realitas dengan hayalan. D. SIMPULAN Pada dasarnya karya sastra merupakan perpaduan antara unsur mimetik dan kreasi. Peniruan dan kreativitas, khayalan dan realitas. Karya fiksi (novel) merupakan peniruan atau pencerminan terhadap realitas kehidupan, sekaligus merupakan hasil kreativitas pengarang. Dunia nyata dan dunia rekaan selalu saling berhubungan. Perpaduan antara fakta dan fiksi dalam novel tak lain adalah teknik pengarang agar novelnya sesuai dengan harapan pembaca. Novel harus mendekati kenyataan. Dunia novel yang disajikan oleh pengarang setidaknya harus dikenal dan akrab dengan segi kenyataan pembaca. Setting, latar sejarah, nama tokoh dan rangkaian peristiwa dalam Bumi Manusia merupakan data fakta yang menghiasi novel ini. Tujuan terdapatnya fakta-fakta dalam novel tak lain adalah untuk menunjang unsur-unsur kisah narasi dari fiksi itu sendiri. Data-data yang diduga mengandung fakta dalam novel Bumi Manusia kebanyakan memang benar fakta. Namun, rangkaian kisah tentang Minke dan Nyai Ontosoroh dan sepakterjangnya dalam novel ini merupakan benang merah fiksi. Perpaduan fakta dan fiksi dalam novel ini saling menunjang, saling menguatkan membentuk satu kesatuan narasi yang utuh dan memukau.
58
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PUSTAKA RUJUKAN Al-Gadban, Syaikh Munir. 1992. Snouck Hurgronje dan Pemisahan Islam Politik. Tersedia pada http://id.shvoog.com/Sosial.Science s/1090979-Fenomena-SnouckHurgronje. Anwar, Rosihan. 2004. Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia. Jakarta: Kompas. Djokosujatno, Apsanti. 2007. Membaca Katrologi Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer. Jakarta :Gramedia Pustaka Utama. Ewien.2008. Sejarah Jepang. Tersedia padahttp://www.kanimaja.org/conte nt/view/26/49 Firdaus, Yulian.2008. Tirto Adhi Soerjo. Tersedia pada http://YulianFirdaus.or.id/2006/11/11/Minke. Kleden, Ignas.2004. Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan, Esai-esai Sastra dan Budaya. Jakarta :Pustaka Utama. Kurniawan, Eka. 2006. Pramoedya Ananta Toer dan sastra Realisme Sosialis. Jakarta : Gramedia. Mahendra, Daniel. 2004. Pramoedya Ananta Toer dan Manifestasi Karya Sastra. Bandung: Malka. Nurgiantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media. Rahzen, Taufik. 2008. Tanah Air Bahasa Seratus Jejak Pers Indonesia. Blora : I boekoe, Indonesia Buku. Ratna, Nyoman Khuta. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar.
S. Aning, Floliberta.2000. 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia. Jakarta: Narasi. Semi, Atar. 1984. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa. Setiono G, Benny. Etnis Tionghoa Adalah Bagian Integral Bangsa Indonesia. Tersedia pada http:// dharmaghandul.blogspot.com/2007/ 07/ etnis-tionghoa-adalah-bagianintegral. Teeuw, A. 1997. Citra Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer. Jakarta: Pustaka Jaya. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta; Pustaka Jaya. Toer, Pramoedya Ananta. 2002. Bumi Manusia. Yogyakarta: Hasta Mitra. Toer, Pramoedya Ananta. 2003. Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia. Jakarta: Lentera Dipantara. Zein, A. Ratu Juliana Mangkat. Tersedia padahttp:forum.wgaul.com/archive/ thread/t-25958-Ratu-JulianaMangkat. Html. Zoets. Van A. 1990. Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Jakarta: Intermasa. http:/id. Wikipedia.org/wiki/Aspirin. http:/id. Wikipedia.org/wiki/BenjaminFranklin. http:/id. Wikipedia.org/wiki/Sejarahperkeretaapian-di- Indonesia. http:/id. Wikipedia.org/wiki/Tirto_Adhi_ Soerjo. http:/id. Wikipedia.org/wiki/Tweed kamer. http:/id. Wikipedia.org/wiki/VDB. http:/id. Wikipedia.org/wiki/Victor-Hugo
59