ANALISIS BREAKEVEN POINT SEBAGAI ALAT BANTU MANAJEMEN DALAM PERENCANAAN PENJUALAN (Studi Kasus : Hotel Permata Krakatau)
Oleh ALINI RATIH PRAMESTYAS H24062091
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN Alini Ratih Pramestyas. H24062091. Analisis Breakeven Point Sebagai alat Bantu Manajemen dalam Perencanaan Penjualan (Studi Kasus Hotel Permata Krakatau Cilegon). Di bawah bimbingan Wita Juwita Ermawati. Adanya persaingan yang cukup tinggi menuntut pihak manajemen untuk dapat mengelola perusahaan dengan sebaik mungkin. Besar kecilnya laba perusahaan akan menjadi ukuran sukses tidaknya manajemen dalam mengelola perusahaan. Agar laba meningkat perusahaan harus menaikkan tingkat penjualannya. Oleh karena itu, manajemen perusahaan perlu melakukan suatu perencanaan dalam menghadapi berbagai kemungkinan dan kesempatan yang ada. Salah satu perencanaan yang digunakan perusahaan untuk meningkatkan pendapatannya adalah dengan melakukan perencanaan penjualan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis pertumbuhan biaya-biaya operasional dan penjualan produk selama periode 2006-2009, (2) Menganalisis nilai penjualan yang dicapai saat Breakeven Point, (3) Menganalisis pengaruh perubahan salah satu faktor yang mempengaruhi laba terhadap Breakeven Point perusahaan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak yang berkepentingan yaitu di bagian sub divisi akuntansi manajemen. Data sekunder diperoleh didapat dari studi literatur buku, artikel elektronik, skripsi terdahulu dan literatur terkait serta data tentang perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian, pada tahun 2006 total biaya operasional berjumlah Rp. 11.654.717.261 dengan total penjualan sebesar Rp. 12.094.417.523. BEP tahun 2006 adalah sebesar Rp. 11.097.411.439 dengan keuntungan sebesar Rp. 439.700.262. Pada tahun 2007 total biaya operasional menurun sebesar 0,42% yaitu sebesar Rp. 11.605.426.321 dengan total penjualan sebesar Rp. 11.775.020.880 atau mengalami penurunan sebesar 2,46%. BEP tahun 2007 adalah Rp.11.386.739.223 dengan keuntungan sebesar Rp. 169.594.559. Tahun 2008 biaya operasional sebesar Rp. 16.165.752.765 atau meningkat sebesar 39,29% dengan total penjualan sebesar Rp. 17.010.527.675 meningkat sebesar 44,46% dari tahun sebelumnya. BEP tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 15.237.965.937 dengan keuntungan sebesar Rp. 844.774.910. Tahun 2009 biaya operasional meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 4,14% atau menjadi Rp 16.835.180.204 dengan total penjualan sebesar Rp. 17.097.850.535 atau meningkat sebesar 0,51%. BEP tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 16.554.192.927 dengan keuntungan sebesar Rp. 262,670,331 yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Agar perusahaan mencapai target laba dan penjualan yang diinginkan, maka dapat dilakukan analisis BEP. Alternatif pertama yaitu dengan menurunkan biaya pemasaran sebesar 10%, perusahaan tidak hanya mencapai nilai BEP tetapi juga memperoleh laba sebesar Rp. 333.120.486. Alternatif kedua yaitu dengan menurunkan biaya telepon sebesar 20%, perusahaan hanya memperoleh laba sebesar Rp. 278.594.637. Alternatif ketiga merupakan alternatif terbaik karena tidak hanya memberikan nilai BEP terkecil yaitu Rp. 16.376.810.773 tetapi juga memberikan laba yang terbesar yaitu Rp. 349.044.792. Alternatif ini dapat juga dipakai sebagai pertimbangan dalam penetapan strategi penjualan untuk tahun periode 2010.
ANALISIS BREAKEVEN POINT SEBAGAI ALAT BANTU MANAJEMEN DALAM PERENCANAAN PENJUALAN (STUDI KASUS : HOTEL PERMATA KRAKATAU)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh ALINI RATIH PRAMESTYAS H24062091
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Analisis Breakeven Point Sebagai Alat Bantu Manajemen dalam Perencanaan Penjualan Perusahaan (Studi Kasus Hotel Permata Krakatau) Nama
: Alini Ratih Pramestyas
NIM
: H24062091
Menyetujui : Dosen Pembimbing,
(Wita Juwita Ermawati, STP, MM) NIP : 19750907 2005012 001
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc) NIP : 19610123 1986011 002
Tanggal Lulus :
Sesungguhnya beserta kesukaran ada kemudahan, maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), maka kerjakanlah (urusan yang lain) dengan sunguh-sungguh, dan hanya kepada Tuhanmu hendaklah engkau berharap (Q.S. Al- Insyiraah : 6-8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Januari 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Supriyono dan Lusi Rosenia Nugraeni. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Islam An-Nur Tambun pada tahun 1994, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Setia Mekar 04 Tambun. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Tambun Selatan dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tambun Selatan dan masuk dalam Program IPA pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain : Anggota Paduan Suara Agriaswara (2006-2007), Anggota Paduan Suara COAST FEM IPB (2008), dan Panitia Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen (2008).
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Breakeven Point Sebagai Alat Bantu Manajemen dalam Perencanaan Penjualan (Studi Kasus : Hotel Permata Krakatau)”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
ini
menganalisis
bagaimana
pertumbuhan
biaya-biaya
operasional dan penjualan produk selama periode 2006-2009, menganalisis bagaimana tingkat dan volume penjualan yang dicapai pada saat Breakeven Point, menganalisis pengaruh perubahan salah satu faktor yang mempengaruhi laba terhadap Breakeven Point perusahaan. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait terutama Hotel Permata Krakatau dalam melakukan perencanaan penjualan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta tanggapan yang sifatnya membangun agar penulisan di masa mendatang menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi rabbil’ alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan
rahmat
dan
hidayah-Nya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Breakeven Point Sebagai Alat Bantu Manajemen dalam Perencanaan Penjualan (Studi Kasus : Hotel Permata Krakatau)”. Penyusunan skripsi ini dibantu oleh berbagai pihak, baik secara moril maupun materil dan secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada : 1. Orangtuaku tercinta atas ketulusan doa restu, kesabaran, semangat, perhatian, nasihat, cinta dan kasih sayang yang terus dialirkan kepada penulis hingga saat ini. 2. Wita Juwita Ermawati, STP, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan
meluangkan waktu, tenaga, pikiran,
perhatian, dan kesabarannya dalam membimbing, memotivasi, dan memberikan
bimbingan
serta
arahan
kepada
penulis
hingga
terselesainya skripsi ini. 3. Farida Ratna Dewi, SE, MM dan Hardiana Widiastuti, S.Hut, MM selaku dosen penguji skripsi. 4. Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc selaku ketua Departemen Manajemen. 5. Drs. H. Dibyo Soemantri, MBA selaku direktur SDM dan Keuangan PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) atas rekomendasi untuk melakukan penelitian di Hotel Permata Krakatau. 6. Bapak I Ketut Siarta selaku Direktur Hotel Permata Krakatau atas ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian di hotel tersebut. 7. Bapak Djadjang Saepurachman selaku Kepala Divisi Hotel Permata Krakatau atas semua informasi dan arahan yang diberikan selama penelitian di lapangan. 8. Rekan-rekan penulis satu bimbingan skripsi dan teman-teman seperjuanganku Manajemen 43 yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
v
9. Sahabat-sahabatku, Astrid Harera Valentina, Handayani, Irma Melia, Nenny Pebriani, Nurheni, Iis K. Wardani, Nurul Aulia, Susanti Yandini, Windry Novera, Nita Choirunissa, Yoffa Oktavia, Yusra Nabila, Diah Modjo, Angel Permata atas dukungan, bantuan, semangat, motivasi, dan doanya serta persahabatan yang indah selama ini. 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebut namanya satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik agar penulisan di masa mendatang menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor,
Agustus 2010
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN* RIWAYAT HIDUP .................................................................................. iii KATA PENGANTAR ............................................................................... iv UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................... v DAFTAR ISI............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix DAFTAR TABEL....................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xi I.
PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1. Latar belakang ................................................................................ 1.2. Perumusan masalah ........................................................................ 1.3. Tujuan penelitian ............................................................................ 1.4. Manfaat penelitian .......................................................................... 1.5. Ruang lingkup penelitian ................................................................
1 1 3 3 4 4
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 5 2.1. Biaya .............................................................................................. 5 2.1.1 Pengertian biaya..................................................................... 5 2.1.2 Klasifikasi Biaya untuk Analisis Breakeven Point .................. 6 2.2. Laba ............................................................................................... 7 2.2.1 Pengertian laba....................................................................... 7 2.3. Analisis Breakeven ......................................................................... 8 2.3.1 Pengertian Analisis Breakeven Point...................................... 8 2.3.2 Persyaratan Analisis Breakeven Point .................................... 9 2.3.3 Diagram Titik Impas ............................................................ 11 2.3.4 Perhitungan Breakeven Point ............................................... 12 2.3.5 Perubahan-perubahan yang mempengaruhi Breakeven Point 14 2.4. Penentuan Penjulan Minimal ........................................................ 17 2.5. Margin of Safety ........................................................................... 17 2.6. Penelitian terdahulu ...................................................................... 18 III. METODE PENELITIAN .................................................................. 3.1. Kerangka pemikiran penelitian ..................................................... 3.2. Lokasi dan waktu penelitian.......................................................... 3.3. Metode penelitian ......................................................................... 3.3.1 Pengumpulan data................................................................ 3.3.2 Pengolahan dan analisis data ................................................
21 21 24 24 24 24
IV. PEMBAHASAN ................................................................................. 28 4.1. Gambaran umum perusahaan ........................................................ 28 4.1.1 Sejarah singkat Hotel Permata Krakatau............................... 31
vii
4.1.2 Operasionalisasi Hotel Permata Krakatau............................. 4.1.3 Struktur organisasi Hotel Permata Krakatau ......................... 4.2. Pertumbuhan biaya operasional tahun 2006-2009 ......................... 4.2.1 Pertumbuhan Biaya Variabel Tahun 2006-2009 ................... 4.2.2 Pertumbuhan Biaya Tetap Tahun 2006-2009........................ 4.3. Pertumbuhan penjualan tahun 2006-2009 ..................................... 4.4. Perhitungan BEP .......................................................................... 4.4.1 Titik impas tahun 2006......................................................... 4.4.2 Titik impas tahun 2007......................................................... 4.4.3 Titik impas tahun 2008......................................................... 4.4.4 Titik impas tahun 2009......................................................... 4.5. Analisis BEP untuk perencanaan penjualan................................... 4.5.1 Analisis perubahan Biaya Tetap terhadap laba dan BEP ....... 4.5.2 Analisis perubahan Biaya variabel terhadap laba dan BEP ... 4.5.3 Analisis perubahan Biaya Tetap dan biaya variabel terhadap laba dan BEP..........................................................................
32 33 34 34 37 41 43 44 44 45 46 47 49 50 51
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 54 Kesimpulan ......................................................................................... 54 Saran ................................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 56 LAMPIRAN.............................................................................................. 57
viii
DAFTAR GAMBAR
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Halaman Grafik titik impas ................................................................................ Grafik perubahan harga jual................................................................. Grafik perubahan biaya tetap ............................................................... Grafik perubahan biaya variabel .......................................................... Grafik perubahan volume produksi atau penjualan............................... Kerangka pemikiran penelitian ............................................................ Struktur Organisasi Hotel Permata Krakatau........................................
ix
11 14 15 16 17 23 34
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Data biaya variabel periode tahun 2006-2009 ...................................... 2. Data biaya tetap periode tahun 2006-2009 ........................................... 3. Data biaya operasional periode tahun 2006-2009 ................................. 4. Data pertumbuhan biaya operasional periode tahun 2006-2009............ 5. Data penjualan periode tahun 2006-2009 ............................................. 6. Data pertumbuhan penjualan periode tahun 2006-2009........................ 7. Perbandingan laba target dengan laba aktual........................................ 8. Perhitungan BEP setelah perubahan biaya tetap .................................... 9. Perhitungan BEP setelah perubahan biaya variabel ............................... 10. Perhitungan BEP setelah perubahan biaya variabel dan biaya tetap.......
x
35 37 40 40 42 43 48 49 51 52
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Peta lokasi Hotel Permata Krakatau Kota Cilegon ............................... 58 2. Struktur organisasi PT. Krakatau Steel................................................. 59 3. Struktur organisasi Hotel Permata Krakatau Kota Cilegon ................... 60 4. Uraian jabatan ringkas dari struktur organisasi Hotel Permata Krakatau 61 5. Struktur divisi keuangan Hotel Permata Krakatau Kota Cilegon .......... 63 6. Data realisasi operasional Hotel Permata Krakatau Tahun 2006........... 64 7. Data realisasi operasional Hotel Permata Krakatau Tahun 2007............ 65 8. Data realisasi operasional Hotel Permata Krakatau Tahun 2008............ 66 9. Data realisasi operasional Hotel Permata Krakatau Tahun 2009............ 67 10. Foto-foto Hotel Permata Krakatau ........................................................ 68
xi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Cilegon adalah sebuah kota dengan karakteristik masyarakat yang agamis dan lingkungan industri yang kuat, maka dari itu pemerintahan Kota Cilegon memiliki visi ke depan untuk mengarahkan Kota Cilegon menjadi kota wisata dan industri karena disesuaikan dengan kultur dan alam yang ada. Sebagai kota wisata maka banyak jasa-jasa yang menawarkan kepada para wisatawan untuk menikmati berbagai macam fasilitas untuk berwisata, salah satunya adalah hotel. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Cilegon tahun 2009, jumlah hotel di Cilegon ada 19 Hotel. Dengan banyaknya jumlah hotel yang ada di Cilegon maka menjadi persoalan tersendiri bagi pihak manajemen hotel dalam melakukan kegiatan operasionalnya karena persaingan yang cukup tinggi. Untuk itu manajer suatu hotel dituntut untuk dapat mengelola perusahaan yang dipimpinnya sebaik mungkin. Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah tujuan utama yang hendak dicapai oleh perusahaan. Berhasil tidaknya suatu perusahaan ditentukan oleh kemampuan manajer dalam mengelola perusahaan dan mencapai tujuan perusahaan tersebut. Salah satu ukuran keberhasilan manajer dalam memimpin sebuah perusahaan dapat dilihat dari laba yang dihasilkan selama periode tertentu. Manajer juga dituntut untuk dapat melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi maupun kesempatankesempatan atau peluang-peluang yang ada di masa yang akan datang, baik jangka pendek maupun panjang. Oleh karena itu, manajemen perusahaan perlu
melakukan
suatu
perencanaan
dalam
menghadapi
berbagai
kemungkinan dan kesempatan yang ada. Menurut Keown, Martin, Petty, dan Scott, JR (2004) perencanaan yang baik ditujukan untuk mengantisipasi dan mempersiapkan perusahaan untuk menghadapi kondisi masa depan, dimana, ketika perusahaan harus membutuhkan adanya pembiayaan tambahan, dan juga ketika perusahaan tidak mampu menghasilkan pemasukan kas. Salah
2
satu unsur pokok dalam proses perencanaan perusahaan adalah meramalkan penjualan. Salah satu tujuan dari suatu perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang maksimal agar kelangsungan hidup perusahaan terus berjalan dari waktu ke waktu. Besar kecilnya laba perusahaan akan menjadi ukuran sukses tidaknya manajemen dalam mengelola perusahaan. Laba dicapai jika pendapatan melebihi total biaya yang dikeluarkan. Agar pendapatan meningkat perusahaan harus menaikkan tingkat penjualannya. Untuk menaikkan penjualan tersebut, maka perusahaan harus merencanakannya terlebih dahulu. Perencanaan itu dipakai sebagai pedoman dalam melakukan penjualan. Manajemen membutuhkan informasi dalam menyusun perencanaan penjualan, seperti pada tingkat penjualan berapa yang harus dicapai oleh perusahaan agar mencapai titik impas, atau pada tingkat penjualan berapa perusahaan akan menderita kerugian. Dalam hal ini, salah satu alat bantu yang digunakan manajemen adalah analisis Breakeven Point (BEP), yang merupakan bagian dari analisis biaya-volume-laba. Analisis BEP adalah suatu analisis yang memberikan informasi tentang berapa tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh laba. Dari analisis ini manajemen juga akan mengetahui berapa produk yang harus dijual untuk mencapai laba yang ditargetkan. Selain itu Breakeven Point (BEP) juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauhkah berkurangnya penjualan yang masih dapat ditoleransi agar perusahaan tidak menderita rugi dan juga untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh (Jumingan, 2008). Hotel Permata Krakatau merupakan hotel bisnis berbintang Tiga yang representatif di kota Cilegon. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya adakalanya manajemen hotel belum mampu mencapai laba yang ditargetkan atau mengalami penurunan laba dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena hotel tidak mencapai angka penjualan yang telah
3
ditargetkan. Sehingga diperlukan strategi yang sesuai dalam meningkatkan penjualannya. Berdasarkan uraian di atas, sangat penting bagi seorang manajer untuk mengetahui Breakeven Point perusahaan yang dipimpinnya. Dengan mengetahui Breakeven Point (titik impas) manajer perusahaan juga dapat menargetkan atau merencanakan jumlah penjualan produk agar memperoleh keuntungan tertentu. Dari informasi yang diperoleh, Hotel Permata Krakatau belum menerapkan analisis Breakeven Point. Mengingat pentingnya Breakeven Point sebagai salah satu alat bantu dalam perencanaan penjualan, maka penulis ingin mengkaji lebih jauh lagi dengan mengadakan penelitian dengan judul : “Analisis Breakeven Point Sebagai alat Bantu Manajemen dalam Perencanaan Penjualan (Studi Kasus Hotel Permata Krakatau Cilegon)”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas
maka perumusan masalah yang
dihasilkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pertumbuhan biaya-biaya operasional dan penjualan produk selama periode 2006-2009? 2. Seberapa besar nilai penjualan yang harus dicapai pada titik Breakeven Point? 3. Bagaimana
pengaruh
perubahan
pada
salah satu faktor
yang
mempengaruhi laba terhadap Breakeven Point perusahaan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis pertumbuhan biaya-biaya operasional dan penjualan produk selama periode 2006-2009. 2. Menganalisis nilai penjualan yang harus dicapai saat Breakeven Point. 3. Menganalisis pengaruh perubahan salah satu faktor yang mempengaruhi laba terhadap Breakeven Point perusahaan.
4
1.4. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Perusahaan Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran yang selanjutnya dapat membantu manajemen Hotel Permata Krakatau dalam perencanaan penjualan di masa yang akan datang agar memperoleh laba sesuai dengan target yang diinginkan. 2. Bagi pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan tambahan pengetahuan bagi para pembaca terutama dalam bidang perencanaan penjualan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup data anggaran dan realisasi dari biaya operasional maupun data penjualan dari tahun 2006-2009 Hotel Permata Krakatau Cilegon. Data ini digunakan untuk melihat tingkat Breakeven Point dan perolehan laba rugi perusahaan. Selain itu, data empat tahun tersebut merupakan data terkini yang dianggap cukup menggambarkan kondisi perusahaan saat perusahaan mengalami peningkatan laba maupun saat perusahaan mengalami penurunan laba. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak mencapai angka penjualan yang telah ditargetkan. Sehingga diperlukan strategi yang sesuai dalam penjualan produknya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Salah satu data yang diperlukan oleh manajemen perusahaan untuk memperoleh laba yang diinginkan adalah informasi biaya. Melalui informasi tersebut manajemen dapat menyusun laba yang diinginkan yang akan membantu dalam pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Dalam literatur akuntansi, pada umumnya tidak hanya satu pengertian tentang konsep biaya. Banyak penulis yang telah mencoba untuk memberikan definisinya masing-masing. Akuntan mendefinisikan biaya (cost) sebagai suatu sumber daya yang dikorbankan (sacrificed) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya (seperti bahan baku atau iklan) biasanya diukur dalam unit yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa. Biaya aktual adalah biaya yang terjadi (historical cost), untuk dibedakan dari biaya yang dianggarkan (budgeted) atau biaya yang diperkirakan (forecasted) (Horngren, Datar, dan Foster, 2006). Menurut Hansen dan Mowen (2006), biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Dalam usaha menghasilkan manfaat saat ini dan di masa depan, para manajer harus melakukan berbagai usaha untuk meminimumkan biaya yang dibutuhkan dalam mencapai manfaat ini. Mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai manfaat tertentu memiliki arti bahwa perusahaan menjadi lebih efisien. Akan tetapi biaya tidak hanya harus ditekan tetapi juga harus dikelola secara strategis. Para manajer harus memiliki tujuan menyediakan nilai bagi pelanggan yang sama besar (atau lebih besar) dengan biaya yang lebih
6
rendah dari para pesaingnya. Dengan cara ini, posisi strategis perusahaan akan naik, dan terciptalah keungggulan kompetitif. Biaya dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat di masa depan. Pada perusahaan yang berorientasi laba, manfaat masa depan biasanya berarti pendapatan. 2.1.2 Klasifikasi Biaya untuk Analisis Breakeven Point Klasifikasi biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat membantu manajemen dalam mencapai tujuannya. Untuk kepentingan analisis Breakeven Point, maka biaya-biaya yang ada di perusahaan harus digolongkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Jika terdapat biaya yang bersifat semivariabel maka perusahaan harus memisahkan biaya tersebut menjadi biaya tetap dan biaya variabel, dengan begitu manajemen akan dapat menyusun laba yang diinginkan melalui persamaan Breakeven Point (Jumingan, 2008). Biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Variabel Cost (biaya Variabel) Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Biaya variabel adalah biaya yang dalam jumlah total bervariasi secara proporsional terhadap perubahan output. Sementara biaya tetap tidak berubah saat terjadi perubahan output, biaya variabel berubah sesuai dengan perubahan output. Oleh karena itu, biaya variabel naik ketika output naik dan akan turun ketika output turun (Hansen dan Mowen, 2006). Menurut Horngren, Datar, dan Foster (2006), biaya variabel secara total berubah proporsional mengikuti perubahan tingkat aktivitas atau volume yang terkait. Yang termasuk ke dalam kelompok biaya variabel adalah biaya-biaya langsung seperti pemakaian bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
7
2. Fixed Cost (biaya tetap) Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Biaya tetap adalah suatu biaya yang jumlahnya tetap sama ketika output berubah. Lebih formalnya, biaya tetap adalah suatu biaya yang dalam jumlah total tetap konstan dalam rentang yang relevan ketika tingkat output aktivitas berubah (Hansen dan Mowen, 2006). Menurut Horngren (2006), biaya tetap tidak berubah secara total untuk jangka waktu tertentu, sekalipun terjadi perubahan yang besar atas tingkat aktivitas atau volume terkait. Berproduksi atau tidaknya perusahaan, biaya ini tetap dikeluarkan. Yang termasuk biaya tetap misalnya biaya sewa, biaya penyusutan, biaya gaji, biaya asuransi, biaya pemeliharaan, bunga. 3. Semi Varibel Cost Semi variabel cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost. Menurut Hansen dan Mowen (2006), biaya campuran adalah biaya yang memiliki komponen tetap dan variabel. Misalnya, agen penjualan sering dibayar dengan gaji yang ditambah dengan komisi penjualan. Contoh biaya semi variabel yaitu selling expenses, administrasi dan umum, biaya perawatan dan perbaikan. 2.2.Laba 2.2.1 Pengertian Laba Menurut Hansen dan Mowen (2001), laba adalah perbedaan antara pendapatan dan biaya. Laba dapat digunakan untuk mengukur kinerja manajerial. Dalam hal ini laba menunjukkan efisiensi dalam menggunakan sumber daya, karena biaya dijaga tetap di bawah laba. Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa
8
yang diterimanya, merupakan tingkat dimana perusahaan menjadi sejahtera dengan transaksi-transaksi yang dilakukannya. Menurut Horngren, Datar, dan Foster (2006), laba operasi adalah selisih antara pendapatan operasi total dengan harga pok penjualan dan biaya operasi. Laba bersih (net income) adalah laba operasi ditambah pendapatan nonoperasi (seperti pendapatan bunga) dikurangi biaya nonoperasi (seperti biaya bunga) dikurangi pajak. Menurut
Warren,
Reeve,
dan
Fess
(2006),
kelebihan
pendapatan terhadap beban-beban yang terjadi disebut laba bersih atau keuntungan bersih (net income atau net profit). Jika beban melebihi pendapatan, maka disebut rugi bersih (net loss). 2.3. Analisis Breakeven Point 2.3.1 Pengertian Analisis Breakeven Point Menurut Ricketts dan Gray (1988) breakeven point is the sales volume at which total sales revenue equals total costs and there is no profit or loss. Sedangkan menurut Horngren, Datar, dan Foster (2006), titik impas adalah jumlah penjualan output yang akan menyamakan pendapatan total dengan biaya total, yaitu jumlah penjualan output yang akan menghasilkan laba operasi 0 (nol). Analisis titik impas atau analisis Breakeven Point diperlukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau rugi. Suatu perusahaan dikatakan dalam keadaan impas, yaitu apabila setelah disusun laporan perhitungan laba rugi untuk periode tertentu perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian. Dengan perkataan lain labanya sama dengan nol atau ruginya sama dengan nol. Hasil penjualan (sales revenue) yang diperoleh untuk periode tertentu sama besarnya dengan keseluruhan biaya (total cost), yang telah dikorbankan sehingga perusahaan tidak keuntungan atau menderita kerugian (Jumingan, 2008).
memperoleh
9
Analisis titik impas adalah suatu cara yang digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui atau untuk merencanakan pada volume produksi atau volume penjualan berapakah perusahaan yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian.
Dengan
diketahuinya
titik impas tersebut
dapatlah
direncanakan tingkat-tingkat volume produksi atau volume penjualan yang
akan
mendatangkan
keuntungan
bagi
perusahaan
yang
bersangkutan. Agar terhindar dari kerugian perusahaan harus dapat mengusahakan jumlah penjualan pada titik impas tersebut. Apabila volume penjualan tidak mencapai titik impas tersebut bararti perusahaan akan menderita rugi (Jumingan, 2008). 2.3.2 Persyaratan Analisis Breakeven Point Menurut Jumingan (2008) diperlukan sejumlah persyaratan tertentu agar analisis titik impas dari suatu perusahaan dapat dilakukan. Syarat-syarat tersebut harus dipenuhi terlebih dahulu agar kita dapat menentukan tingkat atau volume penjualan atau produksi yang akan menghasilkan pulang pokok, artinya tidak memberikan laba atau rugi. Syarat-syarat yang diperlukan untuk menentukan titik impas adalah sebagai berikut: 1. Bahwa prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengan tepat (principle of cost variability is valid). 2. Bahwa biaya-biaya yang dikorbankan harus dapat dipisahkan menjadi dua kelompok biaya, yakni biaya tetap dan biaya variabel. Biaya-biaya yang bersifat meragukan, yaitu bersifat semi tetap atau semi variabel harus ditegaskan kelompoknya sehingga akhirnya hanya ada dua kelompok biaya saja, yakni biaya tetap dan biaya variabel. 3. Bahwa yang dikelompokkan sebagai biaya tetap tersebut akan tinggal konstan sepanjang kisaran periode kerja atau kapasitas produksi tertentu, akhirnya tidak mengalami perubahan walaupun volume produksi atau volume kegiatan berubah. Apabila dihitung
10
per unit biaya tetap ini berarti akan semakin menurun dengan meningkatnya volume produksi. 4. Bahwa yang dikelompokkan sebagai biaya variabel tersebut akan berubah sebanding dengan perubahan volume produksi, yakni meningkat atau menurun secara sebanding dengan perubahan volume produksi. Dengan demikian, biaya variabel itu akan tetap sama bila dihitung per unit, berapapun jumlah unit barang yang diproduksikan. 5. Bahwa harga jual per unit barang itu akan tetap saja, tidak naik atau tidak turun, berapapun jumlah unit barang yang dijual. Harga per unit tidak akan menurun walaupun volume penjualan meningkat, dan sebaliknya volume penjualan barang tidak akan mempengaruhi harga jual atau harga pasarnya. Persyaratan ini berlaku bagi pasar barang yang bersaing sempurna di mana perusahaan secara individual tidak dapat mempengaruhi harga pasar. 6. Bahwa tingkat harga umum tidak akan mengalami perubahan selama kisaran tertentu yang dianalisis. 7. Bahwa perusahaan yang bersangkutan hanya memproduksi dan menjual
satu
jenis
barang
saja.
Bagi
perusahaan
yang
memproduksi dan menjual lebih dari satu jenis barang maka produk-produk itu harus dianggap sebagai satu jenis produk saja dengan perbandingan (mix) yang selalu konstan. 8. Bahwa
produktivitas
tenaga
kerja
pada
perusahaan
yang
bersangkutan akan tinggal tetap atau tidak berubah. 9. Bahwa
dalam
perusahaan
yang
bersangkutan
harus
ada
sinkronisasi antara volume produksi dengan volume penjualan, artinya bahwa barang yang diproduksi harus terjual semua pada periode yang bersangkutan (tidak ada sisa atau persediaan). Dengan adanya persyaratan tersebut, dalam gambar titik impas, garis hasil penjualan, garis biaya total (biaya variabel ditambah biaya tetap) akan berupa garis lurus karena perusahaan dianggap sebanding
11
dengan volume penjualan. Grafik titik impas dapat dilihat pada Gambar 1. 2.3.3 Diagram Titik Impas Pada metode grafik, biaya total dan pendapatan total digambarkan dalam grafik. Masing-masing ditunjukkan dengan sebuah garis pada grafik. Titik dimana garis berpotongan menunjukan titik impas (Horngren, Datar, dan Foster, 2006). Untuk menggambarkan titik impas perlu digambarkan adanya garis penjualan. Penjualan ini merupakan hasil perkalian antara volume produksi/penjualan dengan harga jual per unit. Grafik titik impas dapat dilihat pada Gambar 1.
Rp
S Daerah laba BEP Daerah rugi
R2
S4 T3
T S3
T2
T1
V
S2 V4
R1
S1
V3 V2
V1 P 0
P1
P2
P3
P4
Gambar 1. Grafik Titik Impas (Jumingan, 2008) Keterangan : OS = Garis penjualan-dalam rupiah OP = Garis produksi/penjualan-dalam unit OV = Garis biaya variabel-dalam rupiah R1T = Garis biaya total (biaya tetap + biaya variabel)-dalam rupiah BEP= Titik impas-merupakan titik potong antara garis penjualan dengan garis biaya total
12
Titik impas (breakeven point) tercapai pada penjualan OP2 unit dengan harga jual per unit tertentu yang sama pada berbagai tingkat penjualan. Hasil penjualan ditunjukkan dengan garis vertikal P2S2 atau OR2. Hasil penjualan P2S2 digunakan untuk menutup biaya variabel P2V2 dan sisanya (pendapatan marginal) hanya cukup untuk menutup biaya tetap V2T2. Jadi, labanya adalah nol (beradanya titik impas). Apabila perusahaan menghendaki untuk memperoleh keuntungan, penjualan harus diusahakan melebihi OP2 unit. Misalnya, penjualan dapat mencapai OP3 unit. Dengan harga jual yang sama hasil penjualan yang dapat dicapai adalah P3S3. Hasil penjualan ini digunakan untuk menutup biaya variabel yang meningkat secara proporsional P3V3 dan biaya tetap V3T3. Sisanya sebanyak P3S3 merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Pada penjualan yang lebih banyak lagi misalnya OP4 unit, keuntungan yang diperoleh juga semakin besar, yakni T4S4. Sebaliknya bila penjualan berada dibawah OP2 unit perusahaan akan menderita rugi. Misalnya penjualan hanya mencapai OP1 unit. Pada penjualan sebanyak ini hasil penjualan yang diperoleh hanya mencapai P1S1. Hasil ini digunakan untuk menutupi biaya variabel yang menurun secara proporsional P1V1. Sisanya tidak cukup untuk menutupi keseluruhan biaya tetap V1T1. Rugi yang diderita adalah sebesar S1T1. Kerugian akan bertambah besar apabila penjualan berada dibawah OP1 unit. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa daerah yang terletak di sebelah kanan BEP adalah daerah laba, dan daerah yang terletak di sebelah kiri BEP merupakan daerah rugi (Jumingan, 2008). 2.3.4 Perhitungan Breakeven Point Menurut Jumingan (2008), terdapat berbagai metode dalam menghitung titk impas (pendekatan matematis). Data atau informasi yang diperlukan dalam menghitung titik impas adalah : a. Hasil keseluruhan penjualan atau harga jual per unit b. Biaya variabel keseluruhan atau biaya variabel per unit c. Jumlah biaya tetap keseluruhan
13
Terdapat empat metode atau rumus dalam menghitung titik impas, yakni : a. Perhitungan breakeven point atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan dengan menghitung rumus : BEP Rp=
………......………………….....…..……….…….(1)
Dimana: BEP Rp = Penjualan pada titik impas-dalam rupiah FC
= Biaya tetap keseluruhan (fixed cost)
VC
= Biaya variabel keseluruhan (variabel cost)
S
= Hasil penjualan keseluruhan
1
= Konstanta
VC/S
= Variabel Cost Ratio (VCR-perbandingan antara biaya variabel dengan hasil penjualan)
b. Perhitungan breakeven point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menghitung rumus: BEP unit= FC/(P-V)………………..………………...……...……(2) Dimana: BEP unit= Penjualan pada titik impas-dalam unit P
= Harga jual per unit (sales price per unit)
V
= Biaya variabel per unit
c. BEP = FC/ MIR……………………………........…….........……(3) Dimana: MIR = Marginal incme ratio (rasio pendapatan marginal dengan hasil penjualan). MIR = 1-VCR disebut juga profitvolume ratio (P/V) d. BEP
= FC + VC pada BEP + nol ………….…...…......………(4)
Dimana: VC pada BEP = Persentase biaya variabel dari hasil penjualan titik impas
14
2.3.5 Perubahan-perubahan yang mempengaruhi Breakeven Point Besarnya
laba
dalam
analisis
titik
impas
ditentukan
berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue) dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi/penjualan tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah volume penjualan yang berada di atas titik impas. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi besar-kecilnya laba tersebut. Faktor-faktor ini bersumber dari besaran-besaran yang diperlukan dalam analisis/perhitungan titik impas. Besaran-besaran tersebut adalah volume produksi/penjualan, harga jual per unit, biaya tetap, biaya variabel. Apabila besaran-besaran tersebut ini berubah maka laba juga akan berubah (Jumingan, 2008). 1. Perubahan harga jual Apabila harga jual per unit mengalami perubahan, sedangkan volume penjualan, biaya variabel per unit, dan biaya tetap tidak berubah, maka perolehan laba juga akan mengalami perubahan. Naiknya harga jual per unit akan menggeser BEP ke bawah, dan sebaliknya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Rp
S1 C1
S C
BEP
BEP1
T B A
V
A1 R
P 0
P1
P2
Gambar 2. Perubahan Harga Jual (Jumingan, 2008)
15
Apabila harga jual per unit naik maka nilai penjualan akan bergeser
ke
atas
dari
0S
menjadi
0S1.
Pada
volume
produksi/penjualan 0P2 perolehan laba akan bertambah dari BC menjadi BC1. Titik impasnya bergeser ke kiri dari BEP menjadi BEP1. 2. Perubahan biaya Apabila biaya variabel per unit atau biaya tetap berubah sedangkan volume penjualan dan harga per unit tidak berubah, maka perolehan laba juga akan mengalami perubahan. Dalam kasus ini titik impasnya akan bergeser. Perubahan dalam fixed cost (biaya tetap) dapat terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi. Perubahan fixed cost dalam grafik dapat ditandai dengan naik atau turunnya garis total cost, tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi miringnya garis tersebut. Bila fixed cost naik, maka BEP akan bergeser ke atas dan sebaliknya bila fixed cost turun maka BEP akan bergeser ke bawah. Keadaan ini dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut : Rp S BEP1 C BEP A1
T1 T
B1 B V
A R1 R
F1 F
P 0
P1
P2
Gambar 3. Perubahan Biaya Tetap (Jumingan, 2008) Meningkatkan biaya tetap dari RF menjadi R1F1 akan menggeser biaya total dari RT menjadi R1T1. Pada volume produksi/penjualan 0P2 perolehan laba akan mengecil dari BC menjadi B1C. Titik impasnya bergeser ke kanan dari BEP menjadi
16
BEP1. Perubahan pada variabel cost ratio atau variabel cost per unit akan menentukan bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biaya variabel per unit akan menggeser BEP ke atas. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini : Rp S BEP1
C T1
BEP
B1 A1
T B
A
V1 V
R
P 0
P1
P2
Gambar 4. Perubahan Biaya Variabel (Jumingan, 2008) Meningkatkan biaya variabel dari 0V menjadi 0V1 akan menggeser
biaya
dari
RT
menjadi
RT1.
Pada
volume
produksi/penjualan 0P2 perolehan laba akan mengecil dari BC menjadi B1C. Titik impasnya bergeser ke kanan dari BEP menjadi BEP1. 3. Perubahan volume produksi atau penjualan Apabila
volume
produksi
atau
penjualan
berubah
sedangkan faktor-faktor yang lain (harga jual, rasio biaya variabel, biaya tetap) tidak berubah maka perolehan laba juga akan berubah. Dalam kasus ini titik impasnya akan tetap atau tidak bergeser. Perubahan volume produksi atau penjualan dari OP2 menjadi OP3 akan memperbesar perolehan laba dari BC menjadi B1C1. Keadaan ini dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut :
17
Rp
C1
S
C T BEP
B1
B A
V R
P 0
P1
P2
P3
Gambar 5. Perubahan Volume Produksi/Penjualan (Jumingan, 2008) 2.4.Penentuan Penjualan Minimal Apabila besarnya keuntungan yang diinginkan telah ditetapkan, maka perlulah ditentukan berapa besarnya penjualan minimal yang harus dicapai untuk memungkinkan diperolehnya keuntungan yang diinginkan tersebut (Jumingan, 2008). Penjualan minimal tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Penjualan minimal (dalam rupiah) =
FC + Keuntungan
.. ……….…(5)
1– (Variable cost/Sales) 2.5. Margin of Safety Margin of safety (batas keamanan) merupakan hubungan antara volume penjualan yang dianggarkan dengan volume penjualan pada titik impas. Apabila volume penjualan pada titik impas telah diketahui, dan kemudian dihubungkan dengan penjualan yang dianggarkan, akan diketahui batas keamanan, yaitu berapa besar volume penjualan boleh turun asal perusahaan tidak menderita kerugian. Selisih antara volume penjualan yang dianggarkan atau tingkat penjualan tertentu dengan volume penjualan pada titik impas merupakan margin of safety (MOS) bagi perusahaan yang bersangkutan (Jumingan, 2008). Dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : MOS =
penjualan dianggarkan – penjualan BEP Penjualan dianggarkan
x 100 ...............….…(6)
18
Menurut Guan, Hansen, dan Mowen (2009) Margin of safety is the units sold or expected to be sold or the revenue earned or expected to be earned above the breakeven volume. Sedangkan menurut Ricketts dan Gray (1988) Margin of safety is the difference between expected sales volume and the breakeven point in units divided by expected sales volume. Expressed as a percentage, it is used as a measure of the risk inherent in a sales plan. 2.6.Penelitian terdahulu Fridayanti (2006) melakukan penelitian dengan judul skripsi Penerapan
Cost-Volume
Profit
Analysis
dalam
Menunjang Rencana
Pencapaian Laba Tahun 2006 Pada PT X. Tujuan dari penelitian adalah (1) mengetahui dan menganalisis pertumbuhan biaya-biaya operasional yang terjadi pada perusahaan selama periode 2003-2005, (2) mengetahui dan menganalisis pertumbuhan penjualan produk selama periode 2003-2005, (3) menganalisis
penerapan
analisis
CVP
pada
perusahaan
berdasarkan
pertumbuhan biaya-biaya operasional dan pertumbuhan penjualan produk yang terjadi selama periode 2003-2005. Analisis data yang dipakai adalah analisis Cost-Volume-Profit dan metode titik impas (Breakeven Point). Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa pada tahun 2003 total biaya operasional berjumlah Rp. 670. 792.820, dengan total penjualan sebesar Rp. 593.850.000. BEP tahun 2003 adalah sebesar Rp. 786.212.217 atau berjumlah 304 unit dengan kerugian sebesar Rp. 76.942.861. Pada tahun 2004 total biaya operasional meningkat 42,60% yaitu sebesar Rp. 956.542.991 dengan total penjualan sebesar Rp. 1.041.750.000 atau mengalami peningkatan sebesar 75,42%. BEP tahun 2004 adalah Rp. 799.993.670 atau berjumlah 279 unit dengan keuntungan sebesar Rp. 85.207.002. Tahun 2005 total biaya operasional sebesar Rp. 1.984.898.440 atau meningkat sebesar 107,51% dengan total penjualan sebesar Rp. 2.028.600.000 meningkat 94,73% dari tahun sebelumnya. BEP tahun 2005 yaitu sebesar Rp. 43.702.064. Agar perusahaan mencapai nilai BEP, maka dapat dilakukan analisis CVP untuk bulan September sampai Desember 2006. Alternatif pertama yaitu dengan menaikkan harga jual produk Elegancia, Classic Latex, dan Florentina sebesar 6%, perusahaan tidak hanya mencapai nilai BEP tetapi juga memperoleh laba
19
sebesar Rp. 31.663.030. Alternatif kedua yaitu dengan meningkatkan volume penjualan sebesar 15% dengan peningkatan iklan sebesar 20%, perusahaan hanya memperoleh laba sebesar Rp. 27.811.413. Dari ketiga alternatif dalam upaya mencapai laba maksimal tahun 2006, alternatif menaikkan harga jual 10% dengan penurunan volume penjualan 5% merupakan alternatif terbaik karena tidak hanya memberikan nilai BEP terkecil yaitu Rp. 1.441.637.843 tetapi juga memberikan laba yang terbesar yaitu Rp. 297.504.714. Alternatif ini dapat juga dipakai sebagai pertimbangan dalam penetapan strategi penjualan untuk tahun periode 2007. Wulandari (2006) melakukan penelitian dengan judul skripsi Analisis Biaya-Volume-Laba sebagai Alat Bantu Perencanaan Laba (studi kasus pada “Quality” Hotel Yogyakarta). Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui Breakeven Point pada kegiatan operasional “Quality” Hotel Yogyakarta, (2) mengetahui jumlah volume penjualan “Quality” Hotel Yogyakarta pada tingkat laba yang direncanakan, (3) mengetahui berapa tingkat Margin of Safety pada tahun yang dijadikan obyek penelitian. Hasil dari penelitian ini diperoleh nilai Breakeven Point dan nilai Margin of Safety pada periode tahun yang dijadikan obyek penelitian, yaitu pada tahun 2003 anggaran pendapatannya sebesar Rp22.946.410.175,08; MOS (Margin Of Safety) sebesar Rp10.665.870.293,46 atau sebesar 59,98% ; BEP (Break Even Point) berdasarkan rupiah adalah sebesar Rp7.117.179.706,54 ; pendapatan yang terjadi
sebesar
Rp17.783.050.000,00
dengan
tingkat
laba
sebesar
Rp7.793.127.000,00. Pada tahun 2004 anggaran pendapatannya sebesar Rp22.946.410.175,08; MOS (Margin Of Safety) sebesar Rp10.875.596.916,48 atau sebesar 59,03%; BEP (Break Even Point) berdasarkan rupiah adalah sebesar
Rp7.549.173.083,52;
pendapatan
yang
terjadi
sebesar
Rp18.424.770.000,00 dengan tingkat laba sebesar Rp7.681.807.300,00. Dan pada tahun 2005 anggaran pendapatannya sebesar Rp27.431.339.528,53; MOS (Margin Of Safety) sebesar Rp13.158.663.341,31 atau sebesar 61,40%; BEP
(Break
Even
Point)
berdasarkan
rupiah
adalah
sebesar
Rp8.271.856.658,69; pendapatan yang terjadi sebesar Rp21.430.529.000,00 dengan tingkat laba sebesar Rp9.037.326.500,00.
20
Persamaan dari kedua penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan alat analisis Break Even Point dalam melakukan perencanaan laba perusahaan, sedangkan perbedaanya adalah penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2006) tidak menganalisis efek perubahan faktor yang mempengaruhi laba terhadap tingkat BEP. Fridayanti (2006) melakukan penelitian terhadap perusahaan dagang sedangkan Wulandari (2006) melakukan penelitian terhadap perusahaan jasa.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Seiring dengan majunya suatu perusahaan, aktivitas operasional perusahaan juga semakin kompleks. Agar perusahaan tetap konsisten dan dapat terus mampu menjalaninya serta mampu bersaing maka perusahaan harus memperoleh laba yang maksimal. Untuk memperoleh laba yang maksimal, maka perusahaan harus mampu meningkatkan penjualan dan menekan biaya serendah mungkin. Untuk meningkatkan penjualan maka perlu disusun suatu perencanaan penjualan. Penyusunan perencanaan penjualan ini meliputi jumlah unit yang harus terjual atau jumlah rupiah yang ingin diperoleh dalam suatu periode tertentu. Sedangkan unsur yang kedua adalah biaya. Menurut Hansen dan Mowen (2006) disebutkan bahwa ”Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan membawa keuntungan masa kini dan masa datang untuk organisasi”. Dalam hal ini biaya dikeluarkan untuk menghasilkan manfaat di masa depan. Manfaat di masa depan biasanya berarti pendapatan. Jadi, biaya digunakan dalam menghasilkan pendapatan. Besarnya laba yang diperoleh dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, biaya, harga jual produk, dan besarnya volume penjualan. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain karena biaya akan menentukan harga jual yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap volume penjualan. Oleh karena itu dalam perencanaan, hubungan antara biaya, volume, dan laba memegang peranan yang penting untuk perumusan kebijakan yang akan datang. Manajemen membutuhkan data yang dapat dipergunakan untuk menilai berbagai macam kemungkinan yang berakibat pada perolehan laba. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh manajemen dalam hubungannya dengan biaya, harga jual, dan volume penjualan adalah dengan menggunakan analisis titik impas, dimana penjualan akan sama dengan total biaya. Hal ini berarti perusahaan tidak mendapat keuntungan ataupun mengalami kerugian. Breakeven point ini merupakan cabang dari analisis
22
biaya-volume-laba, yaitu suatu analisis yang mengevaluasi hubungan antara biaya, volume produksi, serta laba. Pihak manajemen sangat membutuhkan informasi yang tepat dalam mengambil keputusan untuk mencapai laba yang diinginkan. Hal yang diinformasikan dalam analisis Breakeven Point adalah berapa tingkat penjualan minimum yang harus dicapai agar perusahaan tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh laba. Tingkat penjualan tersebut dapat berupa jumlah unit produk terjual dan jumlah rupiah yang terjual. Informasi ini tentulah sangat membantu manajemen dalam perencanaan laba. Dengan mengetahui titik impas perusahaan, manajemen dapat menentukan kebijakan yang akan dilakukan untuk perencanaan laba perusahaan. Selain itu, manajemen dapat menentukan batas toleransi turunnya penjualan, karena apabila penjualan perusahaan sudah berada di bawah titik impas maka perusahaan akan mengalami kerugian. Hasil dari analisis Breakeven Point ini, nantinya akan memberikan alternatif penjualan terbaik yang akan memberikan kontribusi terbesar terhadap pencapaian laba perusahaan. Kerangka pemikiran di atas, dapat disederhanakan dalam bagan berikut ini.
23
Target Laba Hotel Permata Krakatau
Faktor yang Mempengaruhi Laba
Volume Penjualan
Biaya BiayaTetap
Harga Jual
Biaya Variabel Total Pendapatan
Total Biaya
Titik Impas (Metode Breakeven)
Alternatif Kebijakan Penjualan terbaik Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian
24
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Hotel Permata Krakatau berlokasi di Jl. KH. Yasin Beji No.4 Cilegon Banten. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama tiga bulan dimulai bulan Maret sampai bulan Mei 2010. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1
Pengumpulan Data Data dan informasi yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Adapun data primer
diperoleh
melalui
wawancara
dengan
pihak
yang
berkepentingan yaitu di bagian sub divisi akuntansi manajemen. Data sekunder yang digunakan adalah adalah laporan keuangan, berupa laba rugi yang berisi rincian biaya-biaya operasional dan pendapatan perusahaan periode 2006-2009, serta data tentang perusahaan. Selain itu informasi juga didapat dari studi literatur buku, artikel elektronik, skripsi terdahulu dan literatur terkait yang dapat mendukung data primer yang diperoleh. 3.3.2
Pengolahan dan Analisis Data Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengolah data yang diperoleh adalah : a. Menganalisis laporan biaya-biaya operasional perusahaan yang terjadi selama tahun 2006-2009 serta besarnya jumlah penjualan yang telah dicapai oleh perusahaan selama kurun waktu tersebut. b. Memisahkan semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. c. Membuat analisis BEP (Breakeven point) berdasarkan data penjualan dan biaya-biaya tetap maupun variabel, sehingga dapat menghasilkan gambaran titik dimana perusahaan tidak mendapat laba maupun mengalami kerugian. d. Menganalisis perubahan terhadap salah satu faktor tingkat laba sehingga dapat diketahui langkah apa yang harus diambil perusahaan.
25
Metode yang dipergunakan untuk menghitung titik impas dalam analisis ini adalah metode titik impas atas dasar sales dalam rupiah. Titik impas atas dasar unit tidak dihitung karena perusahaan yang diteliti berjenis perusahaan jasa dan menjual banyak jenis produk. Menentukan titik impas (BEP) dapat dicari dengan rumus: Titik impas atas dasar sales dalam rupiah BEP Rp=
………..….……….........….……………….…….(7)
Dimana: BEP Rp = Penjualan pada titik impas-dalam rupiah FC
= Biaya Tetap keseluruhan (fixed cost)
VC
= Biaya Variabel keseluruhan (variabel cost)
S
= Hasil Penjualan keseluruhan
1
= Konstanta
VC/S = Variabel Cost Ratio (VCR-perbandingan antara biaya variabel dengan hasil penjualan) Penentuan breakeven point akan sangat berpengaruh bagi manajemen di dalam merencanakan penjualan satu periode ke depan. Semakin rendah breakeven point berarti semakin besar kemungkinan perusahaan memperoleh kesempatan mendapatkan laba. Setelah melakukan penentuan breakeven point maka perusahaan menentukan margin of safety. Margin of safety atau tingkat keamanan memberikan informasi bagi manajemen yaitu berapa tingkat penjualan boleh turun agar perusahaan tidak memperoleh rugi di dalam merencanakan penjualan. Penentuan penjualan minimal dilakukan bila perusahaan ingin mencapai laba yang ditargetkan, maka pihak manajemen akan mengetahui berapa tingkat penjualan yang harus dicapai agar memperoleh laba tersebut. Hal ini merupakan hal yang terakhir dipertimbangkan dalam penyusunan anggaran penjualan. Dalam
26
anggran penjualan akan tercantum berapa penjualan yang harus dicapai agar memperleh laba yang diinginkan. Berkaitan dengan analisis perubahan faktor laba, analisis breakeven point dapat memberikan gambaran kepada manajemen mengenai pengaruhnya terhadap laba dan tingkat breakeven point apabila terjadi perubahan dalam komponen biaya tetap, biaya variabel, harga jual, serta volume penjualan. Gambaran ini tentunya berguna bagi manajemen untuk dapat mengantisipasi perubahan salah satu faktor tersebut bahkan lebih dengan melihat pengaruhnya terhadap laba dan tingkat breakeven point, sehingga dapat diambil keputusan yang tepat. Analisis BEP yang dapat dilakukan adalah: 1. Menurunkan biaya variabel Biaya variabel harus diturunkan untuk meningkatkan laba perusahaan. Jika biaya variabel diturunkan, maka contribution margin akan bertambah, sehingga laba pun akan menjadi lebih besar. Menurut Horngren, Datar, dan Foster (2003), perbedaan antara pendapatan total dan biaya variabel total disebut marjin kontribusi
(contribution
margin).
Marjin
kontribusi
menunjukkan mengapa laba operasi berubah ketika jumlah unit terjual berubah. 2. Menurunkan biaya tetap Salah satu cara untuk memperoleh laba yang lebih besar adalah dengan menurunkan biaya tetap 3. Menaikkan harga jual Salah satu cara yang dapat ditempuh dalam proses perencanaan laba adalah dengan meningkatkan harga jual. 4. Menaikkan volume penjualan Volume
penjualan
harus
ditingkatkan
dalam
mencapai
peningkatan laba. Setelah penjualan mencapai BEP, maka peningkatan penjualan akan menambah laba yang dihasilkan.
27
Dari hasil analisis BEP yang dilakukan dengan beberapa cara di atas, maka akan dipilih cara mana yang dianggap paling rasional yang dapat dilakukan oleh perusahaan dan paling sesuai dengan kondisi perusahaan maupun kondisi pasar yang ada.
IV. PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan Perkembangan pembangunan nasional beberapa tahun terakhir ini telah mengindikasikan kegiatan ekonomi baru bagi bangsa ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu faktor yang menjadi pilar perekonomian bangsa ini adalah peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang juga turut serta dalam membawa perubahan pada terciptanya stabilitas ekonomi bangsa. Keberadaan PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT. KIEC) diawali bersamaan dengan beroperasinya satu-satunya pabrik pengolahan baja terbesar di Indonesia, yaitu PT. Krakatau Steel (KS). PT. KS didirikan pada tahun 1971. PT. Krakatau Steel adalah salah satu pabrik baja utama yang menawarkan berbagai jenis produk, termasuk air bersih, tenaga listrik, baja, rekayasa industri, kawasan industri, pelabuhan, jasa bidang teknologi informasi, dan jasa medis. PT. KS terletak di kota Cilegon, Banten, kantor pusatnya beralamat di Jalan Industri No. 5 Cilegon. Perusahaan ini memulai operasi komersialnya pada tahun 1971. Selain meningkatkan aktivitas bisnis, perusahaan dengan giat terus menerus melakukan berbagai usaha untuk memenuhi tanggung jawab atas kualitas produk, keselamatan kerja, dan keamanan lingungan. PT. Karakatau Steel memiliki 10 anak perusahaan dan 6 perusahaan joint venture diantaranya PT. Cipta Marga Nusaphala Persada, PT. Marga Mandala Sakti, PT. METBELOSA, PT. INDAREF, PT. Seamless Pipe Indonesia Jaya, dan PT. Kerismas Witikco Makmur. Dalam perkembangannya, PT. Krakatau Steel kini telah mengembangkan sayap bisnisnya dengan menciptakan berbagai industri pendukung dan salah satunya adalah sektor kawasan industri. Inilah cikal bakal berdirinya KIEC. Untuk mewujudkan strategi dan orientasi yang senantiasa fokus pada tujuannya telah dirumuskan visi dan misi yang menjadi pilar utama sekaligus motivasi, inspirasi, dan semangat juang KIEC yaitu :
29
Visi :
Pemain properti nasional yang kompetitif
Pemain properti nasional yang terdepan
Pemain properti regional
Misi : “Menyediakan properti residensial, komersial, industri, dan infrastruktur terkait dengan menyediakan solusi-solusi kepada investor, pelanggan ,dan stakeholder.” 1. Properti Industri Mencakup lahan industri, bangunan pabrik siap pakai dan pergudangan. 2. Properti Komersil Mencakup hotel dan restoran, padang golf, ruang perkantoran, dan sarana olahraga. 3. Properti Perumahan Mencakup real estate, yaitu Pejaten Mas dan Bumi Rakata Asri. Motto : Hijau, Bersih, dan Ramah PT. KIEC mempunyai lokasi perusahaan yang sangat strategis dibantu dengan keamanan regional maupun nasional, tentu saja kawasan Cilegon merupakan areal industri terbaik bagi para investor untuk berinvestasi. KIEC dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung yang membuat perusahaan ini menjadi kawasan industri terpadu di Indonesia. Beberapa fasilitas tersebut adalah industrial facility berupa listrik, penyediaan air industri, ketersediaan pelabuhan terpenting, jaringan gas alam depot kontainer, telepon, koneksi internet dan server sistem, jaringan jalan raya kelas satu, penerangan jalan, penghijauan, dan taman kota serta pemadam kebakaran dan keamanan 24 jam, akses tol langsung masuk ke kawasan industri serta akses langsung dari kawasan menuju pelabuhan. Selain itu, fasilitas pendukung lainnya adalah social facility berupa sekolah berstandar internasional, rumah sakit, dan fasilitas pendukung seperti apotik, klinik pasien spesialis, dan laboratorium, pusat rekreasi dan area piknik, fasilitas olahraga, pusat perbelanjaan, dan supermarket serta perbankan.
30
KIEC terletak di kawasan industri yang dikelilingi oleh daerah perbukitan dan laut, memiliki kultur tanah yang datar mencakup 700 hektar dan telah terpakai 70 persen oleh 69 perusahaan baik nasional maupun multinasional dengan area industri yang terbagi dua, yaitu zona kawasan industri 1 dan zona kawasan industri 2. KIEC juga telah mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 yang pertama di Indonesia dalam hal mutu pelayanan dan manajemen di bidang kawasan industri. Pabrik KIEC didesain dan dikembangkan dengan berdasarkan peraturan dan master plan pengembangan daerah industri. Kawasan KIEC memiliki kondisi tanah yang sesuai untuk bangunan dan pabrik KIEC memiliki beberapa divisi operasional dan divisi penunjang, satu sama lain saling bekerjasama dan terintegrasi dalam menjalankan kegiatan operasional KIEC. Divisi opersional ini merupakan divisi yang menghasilkan pendapatan sehingga disebut sebagai profit center dan memiliki biaya yang dikelompokkan ke dalam lima kelompok biaya, yaitu biaya variabel, biaya tetap langsung, biaya administrasi dan umum, biaya pemasaran, dan biaya lain-lain. Divisi tersebut terdiri dari kawasan industri yang mencakup penjualan tanah, jasa lingkungan, penyewaan tanah, dan lain-lain; perkantoran yang mencakup jasa atau sewa perkantoran; pergudangan yang mencakup sewa gudang; hotel mencakup jasa penginapan; padang golf dan kolam renang; Wisma Building Management (WBM) di Jakarta yang mencakup sewa ruang kantor. Divisi penunjang merupakan divisi yang mendukung berjalannya kegiatan operasional perusahaan. Tanpa adanya divisi tersebut maka kegiatan operasional perusahaan tidak dapat terlaksana dan perusahaan tidak dapat mencapai misi dan tujuan yang telah ditetapkan atau direncanakan. Divisi ini terdiri dari divisi pengembangan usaha, perencanaan dan pembangunan, SDM, keuangan, pemasaran, dan logistik. KIEC menyediakan fasilitas perhotelan yaitu Hotel Permata Krakatau yang merupakan salah satu hotel bertaraf internasional di kota Cilegon. Hotel Permata Krakatau dilengkapi dengan coffee shop, ruang serba guna, ruang rapat, kolam renang dan lapangan tenis, hotspot area dan fasilitas outbond. Dengan pengalaman dan tekad yang kuat menjadikan KIEC akan tetap
31
menjadi pilihan pertama sebagai kawasan industi tersentralisasi berkelas dunia. 4.1.1 Sejarah Singkat Hotel Permata Krakatau Kota Cilegon Hotel Permata Krakatau sebelum menjadi hotel merupakan salah satu fasilitas akomodasi dari PT. Krakatau Steel sebagai tempat penginapan bagi tamu-tamu perusahaan, tenaga kerja asing, tamutamu pemerintahan yang dalam kunjungannya mempunyai kaitan dengan operasional perusahaan, juga penginapan bagi para atlit dalam binaan PT. Krakatau Steel, selanjutnya fasilitas tersebut dikenal sebagai Guest House (Wisma Tamu). Perkembangan selanjutnya dalam rangka restrukturisasi PT. Krakatau Steel, Guest House dengan luas 5 Hektar tersebut diambil alih oleh PT. KIEC, sebagai anak perusahaan PT. Krakatau Steel yang khususnya mengelola Commercial Property. PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon atau yang disingkat menjadi PT. KIEC. Merupakan anak perusahaan PT. Krakatau Steel yang didirikan pada tanggal 16 Juni 1982 dengan Akta Pembetulan Anggaran Dasar Perseroan oleh Rahmah Ari Soetardjo, SH. Tgl 23 Juli 1998 No. 34, dan terdaftar dalam Tambahan Berita Negara RI. tanggal 8 Des 1998 No. 98. Pengelolaan bidang properti, kawasan industri PT. KIEC mengembangkan kawasan industri beserta fasilitas-fasilitas industri seperti tanah, tenaga listrik, air, bangunan, pabrik, pergudangan, dan fasilitas lainnya seperti Hotel, Golf sarana olahraga, gedung perkantoran, serta memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh penanam modal juga melakukan kegiatan perawatan untuk seluruh kawasan industri. Pada tahun 1995, PT. KS membagi anak perusahaannya ke dalam divisi-divisi yang termasuk ke dalam divisi operasional dan divisi penunjang. Hotel Permata Krakatau mulai dikomersialisasikan secara total oleh PT. KIEC pada tahun 1996, dan Hotel Permata Krakatau merupakan salah satu unit usaha (profit center), dengan Corporate Decision masih di PT. KIEC. Kini dengan manajemen perhotelan
32
yang telah dimiliki para karyawan, Hotel Permata Krakatau merupakan
satu-satunya
hotel
bisnis
berbintang
Tiga
yang
representatif di kota Cilegon dibandingkan hotel lainnya di dalam kota. 4.1.2
Operasionalisasi Hotel Permata Krakatau Hotel Permata Krakatau Kota Cilegon beroperasi selama 24 jam dan masing-masing bagian seperti Front Office, Food & Beverage, House Keeping, Engineering, Personel, Accounting, dan Purchasing departemen sudah berjalan sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing. Disamping itu juga dalam operasionalnya hotel Permata Krakatau menggunakan sistem komputerisasi hotel “MAXIAL” dan juga menggunakan sistem PABX billing system “DATACOM” , sehingga dalam pembuatan laporan dan proses administrasi yang berhubungan dengan tamu baik di Front Office maupun di outlet-outlet yang lain seperti di Food & Beverage dan House Keeping dapat berjalan dengan cepat efektif dan efisien. Hotel Permata Krakatau berlokasi di Jl. KH. Yasin Beji No.4 Cilegon Banten. Jalan tersebut merupakan jalan bebas hambatan dan lokasi hotel Permata Krakatau mudah di jangkau baik dengan kendaraan umum yang beroperasi selama 24 jam maupun dengan kendaraan pribadi. Untuk mendapatkan gambaran tentang potensi lokasi dimana Hotel Permata Krakatau beroperasi, dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada gambar tersebut disajikan peta lokasi Hotel Permata Krakatau, hotel-hotel pesaing serta situasi lingkungan yang sekiranya dapat berpengaruh terhadap penyerapan potensi pasar Hotel Permata Krakatau. Hotel Permata Krakatau memiliki lokasi yang sangat strategis, terletak di tengah kota Cilegon yang merupakan pusat bisnis Kawasan Industri Krakatau Steel, pusat perkantoran, perbelanjaan atau pertokoan, hotel, restaurant dan juga permukiman. Terletak di tengahtengah pintu tol Cilegon Barat dan Timur, serta lokasinya tidak begitu
33
jauh dari Jakarta dan Bandara Soekarno Hatta. Oleh sebab itu, Hotel Permata Krakatau merupakan hotel bintang tiga yang mempunyai segmen pasar kalangan bisnis yang sangat representatif di kota Cilegon. Hal ini sangat berpengaruh terhadap tipe atau jenis tamu yang menginap, tamu–tamu yang menginap kebanyakan dari kalangan pengusaha atau bisnis, expatriate perusahaan baik dari Hotel Permata Krakatau maupun perusahaan-perusahaan yang berada di kawasan Industri. 4.1.3
Struktur Organisasi Hotel Permata Krakatau Kota Cilegon Suatu perusahaan harus memenuhi terlebih dahulu struktur organisasi perusahaan, baik secara garis besar maupun secara mendetail, karena struktur organisasi tersebut merupakan manifestasi dari manajemen yang mencerminkan cara kerja, tanggung jawab, pembagian kerja, koordinasi dari atas sampai bawahannya didalam mencapai tujuan serta kebijaksanaan yang telah digariskan oleh top manajemen perusahaan tersebut. Meskipun beberapa hirarki jabatan telah berfungsi dengan baik, namun diperlukan evaluasi dari semua hirarki jabatan sehingga dapat diselidiki apakah dalam penempatannya hirarki tersebut telah menuju “ The right man in the right place”. Adapun bentuk struktur organisasi Hotel Permata Krakatau adalah
menggunakan
bentuk
struktur
organisasi
garis
(line
organization), dimana kekuasaan, keputusan dan tanggung jawab berada pada satu garis hubungan untuk melaporkan kepada atasannya, atau dengan kata lain pada bentuk struktur organisasi garis ini kekuasaan mengalir secara langsung dari direktur ke kepala bagian dan kemudian terus ke karyawan di bawahnya. Masing-masing bagian merupakan unit yang berdiri sendiri dan kepala bagian menjalankan semua fungsi pengawasan dalam bagiannya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar di bawah ini dan uraian jabatan terdapat pada Lampiran 4.
34
Direktur Utama
Direktur
Kasubdit
Kasubdit
Kasubdit
Kadiv
Kadis
Gambar 7. Struktur Organisasi Hotel Permata Krakatau 4.2. Analisis Pertumbuhan Biaya Operasional Tahun 2006-2009 Biaya operasional merupakan semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan kegiatan produksi. Biaya operasional dapat dipisahkan menjadi biaya tetap, variabel, dan semivariabel. Biaya tetap merupakan biaya yang besarnya tidak terpengaruh oleh aktivitas produksi. Biaya ini akan tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan kegiatan produksi. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah secara
proporsional
dengan
aktivitas
produksi.
Sedangkan
biaya
semivariabel adalah biaya yang mengandung unsur biaya tetap dan biaya variabel. 4.2.1 Pertumbuhan Biaya Variabel Tahun 2006-2009 Biaya variabel yang termasuk dalam kegiatan operasional Hotel Permata Krakatau meliputi biaya upah langsung, biaya perawatan, biaya listrik, biaya air, biaya telepon, biaya cetak atau alat kantor, biaya pastry, biaya Food and Beverage, biaya bahan bakar, biaya toiletris or guest and cleaning supplies, dan biaya lain-lain. Biaya upah langsung pada biaya variabel ini meliputi gaji untuk
35
karyawan casual, pekerja Karyawan Borongan (PKB) yaitu karyawan yang diterima melalui outsourcing. Biaya cetak atau alat kantor merupakan peralatan yang diperlukan untuk masing-masing divisi hotel. Biaya bahan bakar merupakan biaya bahan bakar bagi kendaraan divisi hotel dan gas untuk keperluan dapur pada restoran serta pemakaian genset. Pertumbuhan biaya variabel periode 20062009 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Biaya variabel periode tahun 2006-2009 (Rp) Biaya Variabel Upah Langsung Biaya Perawatan Listrik hotel Air hotel Telepon hotel Biaya Cetak / Alat Kantor Biaya Pastry Biaya Food and Beverage Biaya Bahan Bakar Biaya Toiletris / Guest and Cleaning Supply Linen Biaya Lain-lain Total Biaya Variabel
2006 2.068.259.918 540.130.922 1.173.483.945 126.179,900 103.081.560
2007 1.925.135.456 541.368.448 1.066.943.975 115.698.200 90,756,457
2008 2.292.109.100 829.665.575 1.313.165.725 279.207.075 65.255.650
2009 2.461.368.398 846.490.846 1.334.678.047 293.136.702 79.621.528
112.157.349 164.854.967
106.948.507 138.050.273
170.981.000 269.061.150
106.545.820 263.823.905
1.733,765.642 78.567.500
1.762.872.849 107.212,500
2.322.813.200 159.043.000
2.137.415.977 169.678.800
285.579.149 0 374.468.907 6.760.529.759
333.635.936 0 443.277.455 6.631.900.056
558.241.800 53.939.450 590.096.300 8.903.579.025
565.404.548 114.698.883 464.092.732 8.836.956.186
Biaya upah langsung pada biaya variabel ini meliputi gaji untuk karyawan casual, Pekerja Karyawan Borongan (PKB) yaitu karyawan yang diterima melalui outsourcing. Biaya upah langsung pada tahun 2006 lebih besar dibandingkan dengan biaya upah langsung pada tahun 2007 dikarenakan pada tahun 2006 sedang ada perbaikan pada fasilitas hotel sehingga perusahaan mengeluarkan biaya cukup besar untuk membayar para tenaga kerja yang melakukan kegiatan perbaikan. Biaya perawatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki atau mengganti komponen atau fasilitas yang rusak di setiap tahunnya. Biaya perawatan meningkat dikarenakan adanya perbaikan terhadap fasilitas hotel seperti perbaikan pada ruang meeting room dan perbaikan pada taman hotel. Biaya listrik dan air meningkat pada tahun 2006, 2008, dan 2009 dikarenakan pada tahun
36
tersebut terjadi pemakaian listrik dan air yang begitu besar yang terkait dengan jumlah pengunjung hotel yang meningkat sehingga menyebabkan biaya listrik dan air juga meningkat. Besarnya biaya telepon tergantung pada tingkat pemakaian oleh para pengunjung hotel sehingga besarnya biaya telepon berbeda setiap tahun. Pada tahun 2006 sampai tahun 2008 terjadi penurunan biaya telepon, hal ini disebabkan oleh jumlah pemakaian yang rendah oleh para pengunjung hotel, sedangkan pada tahun 2009 meningkat
dikarenakan
banyaknya
pengunjung
hotel
yang
menggunakan fasilitas telepon. Untuk biaya cetak dan alat kantor nilainya tergantung pada jenis dan jumlah barang yang dibeli dan juga pada kenaikan harga. Biaya cetak atau alat kantor merupakan biaya yang berkaitan dengan peralatan kantor seperti pulpen, kertas, memo, dan lain-lain. Sedangkan pada tahun 2009 terjadi penurunan biaya, hal ini dikarenakan tidak terjadi pengeluaran yang cukup besar untuk biaya cetak atau alat kantor. Biaya cetak atau alat kantor ini terkait dengan event-event seperti rapat, seminar, dan lain-lain Kenaikan biaya pastry dikarenakan pemesanan terhadap kuekue dalam pelaksanaan event atau cara-acara lebih besar. Selain itu juga disebabkan oleh banyaknya event-event yang diadakan sehingga biaya pastry pun akan meningkat. Pada biaya food and beverage terjadi peningkatan setiap tahunnya, hal ini disebabkan adanya kenaikan harga pada bahan makanan. Sedangkan pada tahun 2009 baik biaya pastry maupun biaya food and beverage mengalami penurunan, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut tidak banyak pengunjung hotel yang melakukan pemesanan. Biaya bahan bakar merupakan biaya atas bahan bakar solar untuk keperluan BBM (bahan bakar minyak) bagi kendaraan divisi hotel dan gas untuk keperluan dapur pada restoran serta pemakaian genset. Biaya bahan bakar setiap tahunnya terus meningkat dikarenakan pemakaian yang besar terkait dengan aktivitas kantor yang semakin tinggi. Biaya toiletris or guest and cleaning supplies
37
adalah biaya untuk keperluan perlengkapan kebersihan fasilitas hotel. Biaya toiletris or guest and cleaning supplies terus meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan jumlah pengunjung hotel yang meningkat serta adanya kenaikan harga pada perlengkapan yang dibeli maupun jumlah kebutuhan yang terus meningkat. Biaya linen adalah biaya perlengkapan hotel seperti sprei, sarung bantal guling, taplak meja, dan lain-lain. Biaya linen baru terjadi pada tahun 2008 dan 2009 dikarenakan biaya linen sebelumnya dimasukkan ke dalam biaya penyusutan dan pada saat dilakukan audit dilakukan penyesuaian ke biaya linen. Biaya lainlain adalah biaya tak terduga yang dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya lain-lain meliputi biaya transportasi, biaya front office, biaya MC. Coordinating, dan lain-lain. 4.2.2
Pertumbuhan Biaya Tetap Tahun 2006-2009 Biaya
tetap
merupakan
biaya
yang
besarnya
tidak
terpengaruh oleh aktivitas produksi. Biaya ini akan tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan kegiatan produksi. Nilai untuk setiap tahunnya tidak selalu sama, dikarenakan adanya kenaikan tarif di tahun tertentu. Tabel berikut ini menyajikan biaya tetap yang terjadi selama tahun 2006-2009. Biaya tetap yang termasuk ke dalam biaya operasional meliputi biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya reparasi dan perawatan, biaya asuransi, pajak dan sewa, biaya listrik dan air, biaya penelitian dan pengembangan, biaya perkantoran dan umum, biaya surat perjalanan dinas atau SPD, biaya training, biaya administrasi dan umum, biaya pemasaran, dan biaya lain-lain. Tabel 2. Biaya tetap periode tahun 2006-2009 (Rp) Biaya Tetap Biaya Tenaga Kerja Biaya Penyusutan Biaya Perbaikan dan Perawatan Biaya Asuransi, Pajak dan Sewa
2006 1.923.098.661 1.405.573.645 88.383.041 295.807.369
2007 2.076.379.342 1.363.363.682 34.826.325 441.868.597
2008 2.660.532.200 2.575.714.710 25.592.500 370.073.600
2009 2.744.890.140 2.362.769.246 31.763.722 366.954.180
38
Lanjutan Tabel 2. Biaya tetap periode tahun 2006-2009 (Rp) Biaya Listrik dan Air Biaya Ristek dan Pengembangan Biaya Perkantoran dan Umum Biaya SPD Biaya Training Biaya Administrasi dan Umum Biaya Pemasaran Biaya Lain-lain Total Biaya Tetap
8.672.996 186.073.205 187.530.842 5.646.000 0 63.052.861 375.610.127 354.738.755 4.894.187.502
2.801.648 16.657.750 239.591.155 10.968.000 0 I59.862.389 523.543.431 103.663.946 4.973.526.265
16.769.390 0 310.587.250 20.962.490 58.272.300 126.801.020 892.347.460 204.520.820 7.262.173.740
1.876.404 0 297.150.804 12.392.000 13.320.000 1.163.597.705 704.501.551 299.008.266 7.998.224.018
Biaya tenaga kerja terus meningkat setiap tahunnya dikarenakan adanya kenaikan gaji maupun penambahan jumlah karyawan seiring dengan kenaikan aktivitas hotel. Biaya penyusutan meliputi penyusutan gedung, kendaraan, dan peralatan hotel. Nilai penyusutan diambil berdasarkan estimasi umur peralatan, selain itu nilai setiap tahun berbeda karena adanya peralatan yang telah selesai disusutkan sehingga sudah tidak perlu disusutkan kembali di tahun berikutnya atau adanya pembelian peralatan baru sehingga terdapat barang baru yang harus disusutkan nilainya. Biaya perbaikan dan perawatan setiap tahunnya terus menurun dikarenakan tidak dilakukan pengeluaran secara besar-besaran terhadap perawatan fasilitas kantor. Sedangkan pada tahun 2009 terjadi pengeluaran yang cukup besar dari tahun sebelumnya karena adanya perbaikan pada beberapa fasilitas kantor. Biaya asuransi terdiri dari biaya kesehatan karyawan seperti perawatan atas kacamata, gigi, kandungan, dan lain-lain. Sedangkan biaya pajak terdiri atas pajak bumi dan bangunan (PBB) serta asuransi dan biaya sewa yang merupakan biaya atas sewa kendaraan. Biaya ini besarnya sama setiap bulannya dan pada realisasinya mengalami fluktuasi sesuai dengan kebutuhan pada tahun yang bersangkutan. Biaya listrik dan air pada setiap tahun berfluktuasi, tergantunng pada tingkat pemakaian dan adanya kenaikan tarif pada listrik dan air sehingga menyebabkan biaya tersebut meningkat. Pada tahun 2008 terjadi kenaikan tarif pada listrik maupun air, sehingga biaya tersebut memiliki nilai yang cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya. Biaya penelitian dan pengembangan atau ristek pada
39
tahun 2006 memiliki nilai cukup besar dikarenakan pada tahun tersebut Hotel ingin meningkatkan mutu dan pelayanannya sehingga perlu dilakukan pengembangan terhadap fasilitas hotel. Pada tahun 2007, biaya ristek dan pengembangan memiliki nilai lebih rendah dibandingkan
tahun
sebelumnya
dikarenakan
tidak
terjadi
pengeluaran yang cukup besar terhadap pengembangan fasilitas hotel. Sedangkan pada tahun 2008 dan 2009 biaya ristek dan pengembangan sudah masuk ke dalam service charge. Biaya perkantoran dan umum nilainya tergantung pada jenis dan jumlah barang yang dibeli dan juga pada kenaikan harga. Biaya Surat Perjalanan Dinas (SPD) terus meningkat disebabkan setiap tahun terjadi perjalanan dinas yang intensif sehingga menyebabkan biaya tersebut meningkat. Sedangkan pada tahun 2009 biaya SPD tidak terlalu besar karena perusahaan tidak banyak melakukan perjalanan dinas. Biaya training baru ada pada tahun 2008 dan 2009 dikarenakan pada tahun sebelumnya biaya training sudah masuk dalam service charge sebesar 2%. Namun pada tahun 2008 dan 2009, biaya training yang dianggarkan tidak cukup dalam realisasinya sehingga biaya tersebut muncul pada laporan keuangan tahun 2008 dan 2009. Peningkatan biaya adminstrasi dan umum pada tahun 2007 dan 2009 dikarenakan pada tahun tersebut terjadi kegiatan purchasing. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan berdasarkan frekuensi aktifitas promosi. Biaya pemasaran meningkat dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk promosi hotel sangat tinggi pada tahun tersebut. Promosi hotel dilakukan melalui website hotel, spanduk, maupun media cetak. Biaya pemasaran ini dimasukkan ke dalam biaya tetap karena tidak dipengaruhi oleh tingkat produksi. Biaya lain-lain meliputi
biaya bank, biaya
penyisihan piutang, biaya PPh 23, dan biaya lainnya. Biaya lain-lain mengalami fluktuasi karena besarnya komponen biaya untuk tiap tahunnya berbeda
40
Tabel 3 dan 4 merupakan ringkasan dari total seluruh biaya operasional yang terjadi sepanjang tahun 2006 sampai 2009 beserta pertumbuhannya. Tabel 3 menunjukkan besarnya total biaya dalam satuan rupiah dan pada tabel 4 menunjukkan pertumbuhannya dalam persentase guna melihat berapa besar perubahan atas biaya-biaya yang terjadi selama tahun 2006-2009. Tabel 3. Biaya-biaya operasional tahun 2006-2009 (Rp) Jenis Biaya Total Biaya Variabel Total Biaya Tetap Total Biaya
2006 6.760.529.759 4.894.187.502
2007 6.631.900.056 4.973.526.,265
2008 8.903.579.025 7.262.173.740
2009 8.836.956.186 7.998.224.018
11.654.717.261
11.605.426.321
16.165.752.765
16.835.180.204
Tabel 4 berikut ini merupakan pertumbuhan biaya operasional tahun 2006 sampai 2009 dalam bentuk presentase sehingga mempermudah untuk melihat besarnya perubahan yang terjadi. Tabel 4. Pertumbuhan biaya operasional tahun 2006-2009 Jenis Biaya Total Biaya Variabel Total Biaya Tetap Total Biaya
2006 -
2007 -1,90% 1,62% -0,42%
2008 34,25% 46,02% 39,29%
2009 -0,75% 10,14% 4,14%
Melalui Tabel 3 dapat diketahui bahwa biaya variabel tahun 2006 sebesar Rp. 6.760.529.759 dan mengalami penurunan 1,90% pada tahun 2007 menjadi Rp. 6.631.900.056. Kemudian di tahun 2008 kembali mengalami kenaikan sebesar 34,25% atau menjadi Rp. 8.903.579.025. Pada tahun 2009 kembali mengalami penurunan
sebesar
0,75%
menjadi
Rp.
8.836.956.186.
Pertumbuhan yang negatif berarti hotel tidak banyak melakukan aktivitas yang mengeluarkan biaya sehingga memiliki nilai yang rendah. Namun bila hotel mengalami pertumbuhan yang positif selain aktivitas hotel yang meningkat tapi juga adanya kenaikan harga atas masing-masing komponen dalam biaya variabel. Biaya tetap pada tahun 2006 sebesar Rp 4.894.187.502 dan tahun
2007
sebesar
Rp
4.973.526.265
atau
mengalami
pertumbuhan sebesar 1,62%. Kemudian pada tahun 2008 biaya
41
tetap sebesar Rp 7.262.173.740 atau mengalami pertumbuhan sebesar 46,025. Pada tahun 2009 biaya tetap mengalami pertumbuhan sebesar 10,14% atau menjadi Rp. 7.998.224.018 Pertumbuhan biaya tetap ini terjadi karena adanya kenaikan harga maupun kebutuhan hotel yang meningkat. Pertumbuhan total biaya menjadi negatif pada tahun 2007 dan kembali meningkat pada tahun 2008. Pada tahun 2006 total biaya sebesar Rp. 11.654.717.261 dan menurun menjadi Rp. 11.605.426.321 atau sebesar 0,42%. Kemudian pada tahun 2008 sebesar Rp. 16.165.752.765 atau naik sebesar 39,29%. Peningkatan biaya yang cukup tinggi pada tahun 2008 dikarenakan aktivitas dan kebutuhan hotel yang meningkat, selain itu terjadi kenaikan harga tiap komponen biaya terkait dengan krisis global. Pada tahun 2009 kembali
meningkat
sebesar
4,14%
atau
menjadi
Rp.
16.835.180.204. 4.3. Pertumbuhan Penjualan Tahun 2006-2009 Pendapatan operasional Hotel Permata Krakatau terdiri dari pendapatan pihak afiliasi dan pendapatan pihak ketiga. Masing-masing pendapatan ini mencakup pendapatan sewa kamar dengan berbagai tipe kamar, pendapatan Food and Beverage, pendapatan telepon, pendapatan laundry, meeting room, drug store, dan pendapatan lain-lain. Pendapatan sewa kamar merupakan pendapatan yang diperoleh dari pendapatan atas sewa kamar hotel, pendapatan Food and Beverage merupakan pendapatan yang berasal dari restoran yang merupakan fasilitas penunjang hotel, pendapatan telepon merupakan pendapatan yang diperoleh atas pemakaian telepon oleh para pengunjung atau penginap hotel, pendapatan laundry merupakan pendapatan atas jasa laundry bagi tamu yang menginap di hotel, pendapatan meeting room adalah pendapatan yang diperoleh dari penyewaan gedung serba guna yang berada di wilayah sekitar hotel dan gedung tersebut dapat digunakan untuk event-event seperti acara pernikahan, rapat, dan lain-lain. Pendapatan drug store adalah pendapatan yang diperoleh atas penjualan cinderamata, fotokopi, obat-obatan, minuman,
42
dan sebagainya. Pendapatan lain-lain bukan merupakan pendapatan inti dari jasa hotel yang terdiri dari sewa ruang kantor travel dan sewa ruang Bank Niaga. Tabel 5. Penjualan selama tahun 2006-2009 (Rp) Pendapatan Sewa Kamar Food and Beverage Telepon Laundry Meeting room Drug Store Pendapatan Lain-lain Total Pendapatan
2006 4.966.861.280 5.512.137.066 177.145.570 200.744,701 265.130.458 51.253.500 921.144.948 12.094.417.523
2007 4.457.144,064 5.597.613.288 127.488.000 178.521.926 326.441.084 73.453.314 1.014.359.204 11.775.020.880
2008 6.634.415.325 7.317.072.950 61.514.325 478.984.150 1.168.288.650 120.149.850 1.230.102.425 17.010.527.675
2009 6.655.462.281 7.247.387.070 37.766.156 378.144.894 1.106.421.607 106.549.143 1.566.119.383 17.097.850.535
Tabel 5 memperlihatkan bahwa setiap tahunnya pendapatan sewa kamar mengalami fluktuasi, hal ini tergantung pada tingkat pemakaian sewa kamar setiap tahunnya. Jika pada tahun 2006, 2008 dan tahun 2009 memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan tahun 2007 disebabkan pada tahun tersebut tingkat penyewaan kamar sedang tinggi. Meningkatnya pendapatan Food and beverage disebabkan aktifitas hotel yang meningkat seiring meningkatnya pengunjung hotel yang datang. Pendapatan telepon yang menurun setiap tahunnya dikarenakan jumlah pemakaian yang rendah, hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi yang semakin hari semakin canggih yaitu dengan adanya handphone sehingga sebagian besar orang saat ini lebih senang berkomunikasi dengan menggunakan handphone karena selain praktis, tarif pulsanya pun juga lebih murah dibandingkan dengan menggunakan telepon. Namun lain halnya jika pembayaran telepon ditanggung oleh instansi terkait dimana pengunjung bekerja di instansi tersebut. Pendapatan laundry mengalami fluktuasi, pada tahun 2006 dan 2008 pedapatan laundry meningkat dikarenakan penggunaan jasa laundry bagi tamu yang menginap dalam jangka waktu yang lama (long stay) atau karena biaya laundry bagi penginap yang biasa laundry-nya ditanggung oleh instansi terkait sehingga pemakaian jasa laundry jauh lebih besar dibandingkan tahun 2007 dan tahun 2009. Pendapatan meeting room terus meningkat setiap tahun kecuali pada tahun 2009, dikarenakan pada tahun
43
2006 sampai 2008 terjadi banyak kegiatan atau event-event seperti acara pernikahan, rapat, dan lain-lain. Pendapatan lain-lain terdiri dari sewa ruang kantor travel dan sewa ruang Bank Niaga. Selain itu, pendapatan lain yang diperoleh dari Hotel Permata Krakatau berupa jasa giro, bunga deposito, laba penjualan aktiva, dan pendapatan lain-lain. Tabel 6 berikut merupakan pertumbuhan pendapatan yang telah dicapai Hotel Permata Krakatau selama tahun 2006 sampai 2009. Pada tahun 2006 pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 12.094.417.523 dan mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp. 11.775.020.880 atau turun 2,64% pada tahun 2007 dan kembali meningkat 44,46% pada tahun 2008 atau sebesar Rp. 17.010.527.675. Pada tahun 2009 pandapatan hotel meningkat sebesar 0,51% atau sebesar Rp. 17.097.850.535. Peningkatan pendapatan yang tinggi di tahun 2009 dikarenakan tahun tersebut terjadi peningkatan okupansi yang cukup tinggi terkait dengan masa kampanye pemilu. Penurunan penjualan yang terjadi pada tahun 2007 akan berpengaruh pada penurunan laba hotel karena hotel tidak mampu mencapai angka penjualan yang ditargetkan. Maka dari itu, diperlukan suatu perencanaan penjualan agar pendapatan hotel terus meningkat atau sesuai dengan target yang ingin dicapai. Tabel 6. Pertumbuhan penjualan tahun 2006-2009 Pendapatan Pendapatan (Rp) Pertumbuhan (%)
2006 12.094.417.523 -
2007 11.775.020.880 -2,64%
2008 17.010.527.675 44,46%
2009 17.097.850.535 0,51%
4.4. Perhitungan BEP Dengan menggunakan data biaya operasional dan penjualan selama tahun 2006 sampai 2009, maka dapat kita hitung nilai BEP dalam rupiah pada masing-masing tahun. Selain itu akan didapat juga berapa besar laba atau rugi yang dicapai oleh perusahaan selama kurun waktu tersebut. Hasil perhitungan tersebut dapat digunakan dalam menilai seberapa besar keberhasilan perusahaan dalam mencapai target penjualan atau laba.
44
4.4.1
Titik Impas Tahun 2006 Berdasarkan data biaya tahun 2006, maka dapat dihitung besarnya penjualan pada Breakeven Point sebagai berikut : BEP2006 (Rp) = =
Fixed cost 1– (Variable cost/Sales) 4.894.187.502 1– (6.760.529.759/12.094.417.523)
= Rp. 11.097.411.439 Dari hasil perhitungan, didapatkan bahwa BEP tahun 2006 adalah sebesar Rp. 11.097.411.439. Angka tersebut menjelaskan bahwa perusahaan tidak mengalami untung ataupun rugi pada penjualan sebesar Rp. 11.097.411.439. Apabila penjualan lebih besar dari nilai BEP maka perusahaan mengalami keuntungan tetapi sebaliknya bila penjualan berada di bawah nilai BEP maka perusahaan mengalami kerugian. Diketahui bahwa angka penjulan pada tahun 2006 sebesar Rp. 12.094.417.523 sudah berada di atas nilai BEP yaitu Rp. 11.097.411.439 sehingga peusahaan mengalami keuntungan. Besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan akan dihitung dibawah ini : Laba sebelum pajak = Total penjualan – total biaya =12.094.417.523 – 11.654.717.261 = Rp. 439.700.262 Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2006 memperoleh keuntungan sebesar Rp. 439.700.262 sehingga mampu menutupi biaya variabel dan biaya tetapnya. 4.4.2
Titik Impas Tahun 2007 Berdasarkan data biaya tahun 2007, maka dapat dihitung besarnya penjualan pada Breakeven Point sebagai berikut : BEP2007 (Rp) =
Fixed cost 1– (Variable cost/Sales)
45
=
4.973.526.265 1– (6.631.900.056/11.775.020.880)
= Rp. 11.386.739.223 Hasil perhitungan diatas diketahui bahwa BEP tahun 2007 mengalami kenaikan dibanding tahun 2006. Dengan total penjualan sebesar Rp. 11.775.020.880, total biaya tetap sebesar Rp. 4.973.526.265 dan total biaya variabel sebesar Rp. 6.631.900.056 maka diperoleh BEP sebesar Rp. 11.386.739.223. Angka tersebut menjelaskan bahwa perusahaan tidak mengalami untung ataupun rugi pada penjualan sebesar Rp. 11.386.739.223. Apabila penjualan lebih besar dari nilai BEP maka perusahaan mengalami keuntungan tetapi sebaliknya bila penjualan berada di bawah nilai BEP maka perusahaan mengalami kerugian. Diketahui bahwa angka penjualan pada tahun 2006 sebesar Rp. 11.775.020.880 sudah berada di atas nilai BEP yaitu Rp. 11.386.739.223 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2007 perusahaan mengalami keuntungan. Besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan akan dihitung dibawah ini : Laba sebelum pajak = Total penjualan – total biaya = 11.775.020.880 – 11.605.426.321 = Rp. 169.594.559 Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2007 memperoleh keuntungan sebesar Rp. 169.594.55 sehingga mampu menutupi biaya variabel dan biaya tetapnya. Namun laba pada tahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2006 karena angka penjualan tahun 2007 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006, serta meningkatnya biaya tetap yang mengakibatkan perolehan laba menjadi lebih rendah. 4.4.3
Titik Impas Tahun 2008 Berdasarkan data biaya tahun 2008, maka dapat dihitung besarnya penjualan pada Breakeven Point sebagai berikut : BEP2008 (Rp) =
Fixed cost 1– (Variable cost/Sales)
46
=
7.262.173.740 1– (8.903.579.025/17.010.527.675)
= Rp. 15.237.965.937 Seiring dengan kenaikan jumlah penjualan, biaya tetap dan biaya variabel maka nilai BEP untuk tahun 2008 pun mengalami kenaikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dengan total penjualan sebesar Rp. 17.010.527.675, total biaya tetap sebesar Rp. 7.262.173.740 dan total biaya variabel sebesar Rp. 8.903.579.025 maka diperoleh BEP sebesar Rp. 15.237.965.937. Angka tersebut menjelaskan bahwa perusahaan tidak mengalami untung ataupun rugi pada penjualan sebesar Rp. 15.237.965.937. Apabila penjualan lebih besar dari nilai BEP maka perusahaan mengalami keuntungan tetapi sebaliknya bila penjualan berada di bawah nilai BEP maka perusahaan mengalami kerugian. Diketahui bahwa angka penjulan pada tahun 2008 sebesar Rp. 17.010.527.675 sudah berada di atas nilai BEP yaitu Rp. 15.237.965.937 sehingga peusahaan mengalami keuntungan. Besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan akan dihitung dibawah ini : Laba sebelum pajak = Total penjualan – total biaya = 17.010.527.675 – 16.165.752.765 = Rp. 844.774.910 Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2008 memperoleh keuntungan sebesar Rp. 844.774.910 sehingga mampu menutupi biaya variabel dan biaya tetapnya. Laba pada tahun 2008 ini mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan tahun 2007 karena memiliki angka penjualan yang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. 4.4.4
Titik Impas Tahun 2009 Berdasarkan data realisasi biaya maupun realisasi penjualan tahun 2009, maka dapat dihitung besarnya penjualan pada Breakeven Point sebagai berikut :
47
BEP2009 (Rp) = =
Fixed cost 1– (Variable cost/Sales) 7.998.224.018 1– (8.836.956.186 /17.097.850.535)
= Rp. 16.554.192.927 Kini diketahui bahwa BEP tahun 2009 adalah sebesar Rp. 16.554.192.927. Perusahaan mengalami peningkatan nilai BEP dari tahun sebelumnya. Diketahui bahwa angka penjualan tahun 2009 adalah sebesar Rp. 17.097.850.535. sudah berada di atas nilai BEP yaitu
Rp.
16.554.192.927
sehingga
peusahaan
mengalami
keuntungan. Besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan akan dihitung dibawah ini : Laba sebelum pajak = Total penjualan – total biaya = 17.097.850.535 – 16.835.180.204 = Rp. 262,670,331 Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2009 memperoleh keuntungan sebesar Rp. 262.670.331 sehingga mampu menutupi biaya variabel dan biaya tetapnya. Namun laba yang diperoleh pada tahun 2009 jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yang mencapai Rp. 844.774.905. Maka dari itu, diperlukan suatu perencanaan penjualan agar pendapatan hotel terus meningkat atau sesuai dengan target yang ingin dicapai dalam upaya peningkatan perolehan laba. 4.5. Analisis Breakeven Point untuk perencanaan penjualan Breakeven point merupakan salah satu alat bantu manajemen di dalam merencanakan penjualan. Dengan adanya breakeven point, maka manajemen akan mendapatkan informasi yang sangat berguna di dalam merencanakan penjualan. Anggaran penjualan akan disusun berdasarkan informasi yang dihasilkan oleh breakeven point. Analisis Breakeven Point digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan salah satu faktor terhadap tingkat laba dan breakeven point. Gambaran ini tentunya sangat diperlukan manajemen untuk mengantisipasi dan merancang kembali
48
faktor-faktor yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Perolehan laba yang tidak sesuai dengan target dikarenakan perusahaan belum mampu mencapai angka penjualan untuk mencapai laba yang telah direncanakan atau biaya yang lebih tinggi dari yang direncanakan. Tabel 7 memperlihatkan realisasi perolehan laba hotel dengan target laba hotel. Tabel 7. Perbandingan laba target dengan laba aktual Laba Target Laba Laba actual
2006 380.939.000 439.700.262
2007 216.132.000 169.594,56
2008 693.967.700 844.774,88
2009 1.306.770.000 262.670.332
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi besar-kecilnya laba tersebut. Faktor-faktor ini bersumber dari besaran-besaran yang diperlukan dalam analisis/perhitungan titik impas. Besaran-besaran tersebut adalah volume produksi/penjualan, harga jual per unit, biaya tetap, biaya variabel. Apabila besaran-besaran tersebut ini berubah maka laba juga akan berubah (Jumingan, 2008). Analisis breakeven point merupakan salah satu alat perencanaan. Saat
ini
perusahaan belum menggunakan
breakeven point
untuk
memproyeksikan penjualannya. Dengan menggunakan breakeven point, perusahaan diharapkan tidak akan mengalami kerugian atau bahkan dapat mencapai target laba yang telah direncanakan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak manajemen serta melihat kondisi perusahaan maka analisis BEP yang mungkin dilakukan adalah menurunkan biaya tetap dan biaya variabel karena perusahaan ingin mencapai laba yang optimal melalui penggunaan biaya secara efisien. Bila perusahaan memilih meningkatkan volume penjualan maka akan ada biaya lain yang mempengaruhi seiring bertambahnya volume penjualan tersebut. Sedangkan bila menaikkan harga jual, perusahaan khawatir akan mempengaruhi okupansi jumlah kunjungan hotel sehingga pengunjung akan beralih ke hotel lain yang memiliki harga lebih rendah. Pada umumnya untuk setiap tahun, perusahaan menganggarkan biaya berdasarkan data biaya dan penjualan tahun sebelumnya. Data penjualan tahun sebelumnya akan menentukan berapa target penjualan, dan target penjualan secara langsung akan menentukan berapa besar anggaran
49
biaya yang akan ditetapkan oleh perusahaan. Perusahaan memiliki target laba sebesar 10-20% dari laba tahun sebelumnya. Data biaya operasional dan penjualan tahun 2009 digunakan untuk menghitung nilai BEP tahun 2009 dan kemudian dilakukan analisis breakeven point untuk memperoleh strategi penjualan terbaik yang dapat digunakan perusahaan dalam upaya peningkatan perolehan laba sehingga dapat memberikan gambaran kepada perusahaan dalam merencanakan penjualannya pada tahun 2010. 4.5.1
Pengaruh Perubahan Biaya Tetap Terhadap Tingkat laba dan Breakeven Point Pada alternatif yang pertama ini, perusahaan merencanakan akan menurunkan biaya tetap. Perusahaan mengestimasi bahwa biaya pemasaran dapat diturunkan sebesar 10%. Perusahaan berpendapat bahwa penurunan biaya pemasaran tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat penjualan. Dalam analisis breakeven melihat bagaimana perubahan biaya tetap tersebut mempengaruhi tingkat laba dan breakeven. Diketahui dari tabel biaya tahun 2009 bahwa biaya pemasaran adalah sebesar Rp. 704.501.551 maka jika diturunkan sebesar 10% maka biaya pemasaran menjadi Rp. 634.051.396. Dengan demikian biaya tetap juga menurun menjadi Rp. 7.927.773.863. Perusahaan merencanakan laba untuk tahun 2010 sebesar
20% dari laba tahun sebelumnya atau sebesar Rp.
315.204.397. Maka tanpa mengubah data yang lain, akan didapatkan perhitungan sebagai berikut : Tabel 8. Perhitungan BEP setelah perubahan biaya tetap Keterangan Penjualan Biaya variabel Margin kontribusi Biaya tetap Laba sebelum pajak Laba sasaran Penjualan pada BEP Margin of safety Penjualan untuk mencapai laba sasaran
Nilai semula Rp. 17.097.850.535 Rp. 8.836.956.186 Rp. 8.260.894.349 Rp.7.998.224.018 Rp. 262.670.331 Rp. 315.204,397 Rp. 16.554.192.297 3,18%
Nilai setelah penurunan biaya tetap Rp. 17.097.850.535 Rp. 8.836.956.186 Rp. 8.260.894.349 Rp. 7.927.773.863 Rp. 333.120.486 Rp. 315.204.397 Rp. 16.408.379.875 4,03%
Rp.17.152.216.296
Rp. 17.060.769.004
50
Berdasarkan perhitungan di atas terlihat bahwa dengan menurunkan biaya pemasaran sebesar 10% perusahaan memperoleh keuntungan Rp. 333.120.486 dan berada di atas laba sasaran sehingga penjualan untuk mencapai laba sasaran adalah Rp. 17.060.769.004.
Adanya
perubahan
biaya
tetap
ini
telah
mengakibatkan titik BEP berubah dari Rp. 16.554.192.297 menjadi Rp. 16.408.379.875. Margin of Safety ini dapat memberikan gambaran kepada manajemen mengenai seberapa jauh perusahaan dapat menurunkan penjualan agar tidak menderita kerugian dan tetap memperoleh laba. Margin of Safety pada data sebelum ada penurunan biaya pemasaran adalah sebesar 3,18%, hasil perhitungan tersebut menyimpulkan bahwa jika volume penjualan yang dianggarkan tersebut tidak tercapai, maka maksimum penurunan yang boleh terjadi adalah 3,18% agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Margin of Safety berubah pada data yang mengalami perubahan biaya tetap menjadi 4,03%, artiya realisasi penjualan dipertahankan jangan sampai turun lebih dari 4,03% karena akan mengalami kerugian. 4.5.2
Pengaruh Perubahan Biaya variabel Terhadap Tingkat laba dan Breakeven Point Pada alternatif kedua ini perusahaan merencanakan untuk menurunkan biaya variabel. Perusahaan mengestimasi untuk menurunkan biaya telepon sebesar 20 %. Perusahaan berpendapat bahwa biaya telepon dapat diturunkan melihat dari pertumbuhan biaya telepon yang menurun. Besaran persentase ditentukan oleh perusahaan yang paling mungkin atau realistis yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Diketahui dari tabel biaya 2009 bahwa biaya telepon adalah sebesar Rp. 79.621.528, maka jika diturunkan sebesar 20% biaya telepon menjadi Rp. 63.697.222. Dengan demikian biaya variabel juga menurun menjadi Rp. 8.821.031.880. Perusahaan merencanakan laba untuk tahun 2010 sebesar 20% dari laba tahun sebelumnya atau sebesar Rp. 315.204.397.
51
Maka tanpa mengubah data yang lain, akan didapatkan perhitungan sebagai berikut : Tabel 9. Perhitungan BEP setelah perubahan biaya variabel
Keterangan Penjualan Biaya variable Margin kontribusi Biaya tetap Laba sebelum pajak Laba sasaran Penjualan pada BEP Margin of safety Penjualan untuk mencapai laba sasaran
Nilai semula Rp. 17.097.850.535 Rp. 8.836.956.186 Rp.8.260.894.349 Rp. 7.998.224.018 Rp. 262.670.331 Rp. 315.204.397 Rp. 16.554.192.297 3,18%
Nilai setelah penurunan biaya variabel Rp. 17.097.850,535 Rp. 8.821.031.880 Rp. 8.276.818.655 Rp. 7.998.224.018 Rp. 278.594.637 Rp. 315.204.397 Rp. 16.552.343.247 3,19%
Rp. 17.152.216.296
Rp. 17.173.477.202
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, penurunan biaya telepon sebesar 20% telah merubah tingkat laba dari Rp. 262.670.331 menjadi Rp. 278.594.637 dan merubah titik BEP dari Rp. 16.554.192.297 menjadi Rp. 16.552.343.247. Margin of Safety mengalami perubahan menjadi 3,19%, artiya realisasi penjualan dipertahankan jangan sampai turun lebih dari 3,19% karena akan mengalami kerugian. Namun, alternatif ini belum mampu untuk mencapai target laba yang direncanakan. 4.5.3
Pengaruh Perubahan Biaya Variabel dan Biaya TetapTerhadap Tingkat laba dan Breakeven Point Alternatif yang ketiga adalah dengan menurunkan biaya tetap dan biaya variabel sekaligus. Penurunan biaya pemasaran sebesar 10% dan penurunan biaya telepon sebesar 20%. Perusahaan merencanakan laba untuk tahun 2010 sebesar 20% dari laba tahun sebelumnya atau sebesar Rp. 315.204.397. Maka tanpa mengubah data yang lain, akan didapatkan perhitungan sebagai berikut :
52
Tabel 10. Perhitungan BEP setelah perubahan biaya variabel dan biaya tetap
Keterangan Penjualan Biaya variable Margin kontribusi Biaya tetap Laba sebelum pajak Laba sasaran Penjualan pada BEP Margin of safety Penjualan untuk mencapai laba sasaran
Nilai semula Rp. 17.097.850.535 Rp. 8.836.956.186 Rp. 8.260.894.349 Rp. 7.998.224.018 Rp. 262.670.331 Rp. 315.204.397 Rp. 16.554.192.297 3,18%
Nilai setelah penurunan biaya tetap dan biaya variabel Rp. 17.097.850.535 Rp. 8.821.031.880 Rp. 8.276.818.655 Rp. 7.927.773.863 Rp. 349.044.792 Rp. 315.204.397 Rp. 16.376.810.773 4,22%
Rp. 17.152.216.296
Rp. 17.027.944.688
Jika seluruh perubahan tersebut terjadi di tahun 2010, diperkirakan tahun 2010 perusahaan akan mendapat keuntungan yang sangat besar. Hotel Permata Krakatau akan memperoleh laba sebesar Rp. 349.044.792 atau naik sebesar Rp. 86.374.461 dari tahun 2009. Titik BEP turun dari Rp. 16.554.192.297 menjadi Rp. 16.376.810.773. Laba sasaran akan tercapai pada penjualan Rp. 17.027.944.688. Perubahan biaya tetap dan biaya variabel akan mengubah titik impas. Margin of Safety mengalami perubahan menjadi 4,22%, artiya realisasi penjualan dipertahankan jangan sampai turun lebih dari 4,22% karena akan mengalami kerugian. Berdasarkan ketiga alternatif tersebut, alternatif pertama memberikan nilai BEP sebesar Rp. 16.408.379.875, alternatif kedua memberikan nilai BEP paling besar yaitu Rp. 16.552.343.247, dan alternatif ketiga merupakan alternatif dengan nilai BEP paling kecil sebesar Rp. 16.376.810.773. Dalam hal laba, alternatif pertama memberikan laba dengan nilai sebesar Rp. 333.120.486, alternatif kedua memberikan nilai laba paling kecil yaitu Rp. 278.594.637, dan alternatif ketiga memberikan nilai laba paling besar yaitu Rp. 349.044.792. Dari ketiga alternatif di atas, alternatif kedua dianggap alternatif terburuk karena selain memberikan laba paling rendah juga menghasilkan BEP paling tinggi. Sedangkan alternatif ketiga
53
merupakan alternatif terbaik karena selain memberikan nilai BEP paling rendah juga mampu memberikan laba paling tinggi. Hasil analisis BEP di atas, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam penetapan strategi penjualan untuk pencapaian target laba periode tahun 2010. Dengan asumsi bahwa hasil analisis BEP di atas masih dianggap relevan dilakukan, maka dengan alternatif menurunkan biaya pemasaran sebesar 10% dan biaya telepon sebesar 20%, diharapkan untuk tahun 2010 perusahaan akan mampu meningkatkan laba sebelum pajak mereka dan tidak mengalami kerugian.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan a. Pada tahun 2006 total biaya operasional berjumlah Rp. 11.654.717.261 dengan total penjualan sebesar Rp. 12.094.417.523. BEP tahun 2006 adalah
sebesar Rp. 11.097.411.439 dengan keuntungan sebesar Rp.
439.700.262. Pada tahun 2007 total biaya operasional menurun sebesar 0,42% yaitu sebesar Rp. 11.605.426.321 dengan total penjualan sebesar Rp. 11.775.020.880 atau mengalami penurunan sebesar 2,46%. BEP tahun 2007 adalah Rp.11.386.739.223 dengan keuntungan sebesar Rp. 169.594.559. Tahun 2008 biaya operasional sebesar Rp. 16.165.752.765 atau meningkat sebesar 39,29% dengan total penjualan sebesar Rp. 17.010.527.675 meningkat sebesar 44,46% dari tahun sebelumnya. BEP tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 15.237.965.937 dengan keuntungan sebesar Rp. 844.774.910. Tahun 2009 biaya operasional meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 4,14% atau menjadi Rp 16.835.180.204 dengan total penjualan sebesar Rp. 17.097.850.535 atau meningkat sebesar 0,51%. BEP tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 16.554.192.927 dengan keuntungan sebesar Rp. 262,670,331 yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. b. Agar perusahaan mencapai target laba dan penjualan yang diinginkan, maka dapat dilakukan analisis BEP. Alternatif pertama yaitu dengan menurunkan biaya pemasaran sebesar 10%, perusahaan tidak hanya mencapai nilai BEP tetapi juga memperoleh laba sebesar Rp. 333.120.486. Alternatif kedua yaitu dengan menurunkan biaya telepon sebesar 20%, perusahaan hanya memperoleh laba sebesar Rp. 278.594.637. Dari ketiga alternatif dalam upaya mencapai laba maksimum, alternatif menurunkan biaya tetap maupun biaya variabel secara bersamaan merupakan alternatif terbaik karena tidak hanya memberikan nilai BEP terkecil yaitu Rp. 16.376.810.773 tetapi juga memberikan laba yang terbesar yaitu Rp. 349.044.792. Alternatif ini dapat juga dipakai sebagai pertimbangan dalam penetapan strategi penjualan untuk tahun periode 2010.
55
2. Saran a. Perusahaan hendaknya lebih memperhatikan masalah perencanaan. Khususnya mengenai perencanaan penjualan, karena hal tersebut berpengaruh langsung terhadap perolehan laba. Dalam melakukan perencanaan
penjualan
perlu
diperhatikan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi penjualan seperti data historis meliputi kuantitas, kualitas, dan harga. Selain itu kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan masalah penjualan seperti penentuan laba yang diinginkan, kapasitas produksi, tenaga kerja yang dimiliki, modal, serta kondisi persaingan pasar, juga perlu diperhatikan. b. Perusahaan hendaknya memperhatikan komponen biaya operasional lain yang bisa diturunkan selain biaya pemasaran dan biaya telepon dalam pencapaian target penjualan maupun laba. Pada komponen biaya tetap, perusahaan bisa melakukan efisiensi pada biaya perbaikan dan perawatan melihat dari pertumbuhan biaya tersebut yang negatif. c. Manajemen hendaknya dapat meningkatkan kinerjanya pada tahun berikutnya agar target penjualan dan laba tercapai secara optimal atau melebihi yang ditargetkan melalui penggunaan biaya secara efisien dan meningkatkan kinerja perusahaannya. d. Perusahaan
dapat
meningkatkan
penjualannya
dengan
cara
mempertahankan mutu dari jasa yang ada, memperbaiki pelayanan, menciptakan keunikan, meningkatkan kenyamanan dan kebersihan. e. Perusahaan harus bisa menerapkan dengan tepat biaya variabel dan biaya tetap dalam melakukan analisis Breakeven Point. Bila terdapat biaya-biaya yang bersifat meragukan, yaitu bersifat semi tetap atau semi variabel harus ditegaskan kelompoknya sehingga akhirnya hanya ada dua kelompok biaya saja, yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
DAFTAR PUSTAKA
Fridayanti. 2006. Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis dalam Menunjang Rencana Pencapaian Laba Tahun 2006 pada PT X. Skripsi pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Guan, L., D. R. Hansen, dan M. M. Mowen. 2009. Cost Management. sixth edition. Nelson Mandela, Ltd. Canada. Hansen, D. R dan M. M. Mowen. 2001. Manajemen Biaya : Akuntansi dan Pengendalian buku 2. Edisi Pertama. Salemba Empat, Jakarta. Hansen, D. R dan M. M. Mowen. 2006. Akuntansi Manajemen 1, (Terjemahan, edisi ketujuh). Salemba Empat, Jakarta. Horngren, C. T., S. Datar dan G. Foster. 2006. Akuntansi Biaya : Penekanan Manajerial. Edisi Kesebelas. PT Indeks, Kelompok Gramedia, Jakarta Jumingan. 2008. Analisis Laporan Keuangan. PT Bumi Aksara, Jakarta. Keown, A. J., J. D. Martin, J. W. Petty, dan D. F. Scott, JR. 2004. Manajemen Keuangan : Prinsip-prinsip dan Aplikasi. Edisi Kesembilan. PT Indeks, Kelompok Gramedia, Jakarta. Ricketts, D., J. Gray. 1988. Managerial Accounting. Houghton Mifflin Company. Boston. Umar, H. 2008. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Warren, C. S., J. Reeve dan P. Fess. 2006. Pengantar Akuntansi buku 1. Salemba Empat, Jakarta. Wulandari. 2006. Analisis Biaya-Volume-Laba sebagai Alat Bantu Perencanaan Laba (studi kasus pada “Quality” Hotel Yogyakarta). Skripsi pada Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. www.mediacenterkopukm.com
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. Peta lokasi Hotel Permata Krakatau Kota Cilegon
59
Lampiran 2. Struktur organisasi PT. Krakatau Steel
60
Lampiran 3. Struktur organisasi Hotel Permata Krakatau Kota Cilegon
Direktur Utama
Direktur
Kepala SubDirektorat
Kepala Divisi
Kepala Dinas
Kepala SubDirektorat
Kepala SubDirektorat
61
Lampiran 4. Uraian jabatan ringkas dari struktur organisasi Hotel Permata Krakatau 1. Direktur Utama Tugas dan wewenang direktur utama berdasarkan surat keputusan SK Direksi PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon No. HK. 00.01/0068/2001
adalah
memimpin
dan
mengelola
harta-harta
perusahaan berupa kawasan industri, hotel dan sarana olahraga, dana, serta tenaga kerja sesuai dengan kebijakan umum yang digariskan oleh rapat umum pemegang saham, serta menetapkan susunan dan kebijakan pelaksanaan yang diperlukan demi tercapainya laba jangka panjang dalam arti luas. 2. Direktur Tugas dan wewenang direktur sebagai kepala direktorat adalah membuat perencanaan strategis, mengkoordinasikan, mengendalikan, kegiatan direktorat dan menetapkan kebijakan-kebijakan pelaksanaan pada wilayah direktorat yang dipimpinnya. 3. Kepala subdirektorat (kasubdit) atau General Manager Tugas dan wewenang kasubdit adalah membuat perencanaan strategis mengkoordinasikan, mengendalikan kegiatan subdirektorat yang dipimpinnya. Sedangkan tugas serta wewenang dari kepala subdirektorat pengembangan korporasi, yang didalamnya terdapat divisi hotel
dan
perkantoran
mengkoordinasikan,
adalah
membuat
mengendalikan
perencanaan
kegiatan
strategis,
subdirektorat
pengembangan korporasi meliputi : aktifitas pengembangan usaha, perencanaan, pengawasan pembangunan, dan perawatan agar dapat diperoleh laba yang optimal sesuai dengan tujuan perusahaan. 4. Kepala Divisi atau Manajer Tugas
dan
wewenang
dari
manajer
adalah
mengatur,
mengorganisasikan dan mengkoordinasikan dari seluruh kegiatan operasional divisinya. Manajer bertanggung jawab terhadap kepala sub direktorat (kasubdit) Masing-masing. Sedangkan tugas dan wewenang
62
Kadiv (kepala divisi) Hotel dan perkantoran adalah mengatur, mengorganisasikan, mengkoordinasikan dan mengendalikan seluruh kegiatan operasional hotel dan perkantoran untuk mencapai keuntungan yang maksimal dengan cara yang efisien dan ekonomis. 5. Kepala Dinas Tugas dan wewenang dari kepala dinas atau disingkat menjadi Kadis
adalah
mengaktualisasikan
dan
mengkoordinasikan
serta
mengendalikan kegiatan-kegiatan operasional, seperti yang telah digariskan oleh atasannya, dalam hal ini adalah Kadiv (kepala divisi).
63
Lampiran 5. Struktur organisasi divisi keuangan Hotel Permata Krakatau Kota Cilegon
64
Lampiran 6. Data realisasi operasional Hotel Permata Krakatau Tahun 2006 Biaya Variabel Upah Langsung Biaya Perawatan Listrik Air Telepon Biaya Cetak / Alat Kantor Biaya Pastry Biaya Food and Beverage Biaya Bahan Bakar Biaya Toiletris / Guest and Cleaning Supply Linen Biaya Lain-lain Total Biaya Variabel Biaya Tetap Biaya Tenaga Kerja Biaya Penyusutan Biaya Reparasi dan Perawatan Biaya Asuransi, Pajak dan Sewa Biaya Listrik dan Air Biaya Ristek dan Pengembangan Biaya Perkantoran dan Umum Biaya SPD Biaya Training Biaya Administrasi dan Umum Biaya Pemasaran Biaya Lain-lain Total Biaya Tetap Pendapatan Sewa Kamar Food and Beverage Telepon Laundry Meeting room Drug Store Pendapatan Lain-lain Total Pendapatan
2006 2.068.259.918 540.130.922 1.173.483,945 126.179.900 103.081.560 112.157.349 164.854.967 1.733.765.642 78.567.500 285.579.149 0 374.468.907 6.760.529.759 2006 1.923.098.661 1.405.573.645 88.383.041 295.807.369 8.672.996 186.073.205 187.530.842 5.646.000 0 63.052.861 375.610.127 354.738.755 4.894.187.502 2006 4.966.861.280 5.512.137.066 177.145.570 200.744.701 265.130.458 51.253.500 921.144.948 12.094.417.523
65
Lampiran 7. Data realisasi operasional Hotel Permata Krakatau Tahun 2007 Biaya Variabel Upah Langsung Biaya Perawatan Listrik Air Telepon Biaya Cetak / Alat Kantor Biaya Pastry Biaya Food and Beverage Biaya Bahan Bakar Biaya Toiletris / Guest and Cleaning Supply Linen Biaya Lain-lain Total Biaya Variabel Biaya Tetap Biaya Tenaga Kerja Biaya Penyusutan Biaya Reparasi dan Perawatan Biaya Asuransi, Pajak dan Sewa Biaya Listrik dan Air Biaya Ristek dan Pengembangan Biaya Perkantoran dan Umum Biaya SPD Biaya Training Biaya Administrasi dan Umum Biaya Pemasaran Biaya Lain-lain Total Biaya Tetap Pendapatan Sewa Kamar Food and Beverage Telepon Laundry Meeting room Drug Store Pendapatan Lain-lain Total Pendapatan
2007 1.925.135.456 541.368.448 1.066.943.975 115.698.200 90.756.457 106.948.507 138.050.273 1.762.872.849 107.212.500 333.635.936 0 443.277.455 6.631.900.056 2007 2.076.379.342 1.363.363.682 34.826.325 441.868.597 2.801.648 16.657.750 239.591.155 10.968.000 0 I59.862.389 523.543.431 103.663.946 4.973.526.265 2007 4.457.144.064 5.597.613.288 127.488.000 178.521.926 326.441.084 73.453.314 1.014.359.204 11.775.020.880
66
Lampiran 8. Data realisasi operasional Hotel Permata Krakatau tahun 2008 Biaya Variabel Upah Langsung Biaya Perawatan Biaya Peralatan Listrik Air Telepon Biaya Cetak / Alat Kantor Biaya Pastry Biaya Food and Beverage Biaya Bahan Bakar Biaya Toiletris / Guest and Cleaning Supply Linen Biaya Lain-lain Total Biaya Variabel Biaya Tetap Biaya Tenaga Kerja Biaya Penyusutan Biaya Reparasi dan Perawatan Biaya Asuransi, Pajak dan Sewa Biaya Listrik dan Air Biaya Ristek dan Pengembangan Biaya Perkantoran dan Umum Biaya SPD Biaya Training Biaya Administrasi dan Umum Biaya Pemasaran Biaya Lain-lain Total Biaya Tetap Pendapatan Sewa Kamar Food and Beverage Telepon Laundry Meeting room Drug Store Pendapatan Lain-lain
2008 2.292.109.100 829.665.575 1.313.165.725 279.207.075 65.255.650 170.981.000 269.061.150 2.322.813.200 159.043.000 558.241.800 53.939.450 590.096.300 8.903.579.025 2008 2.660.532.200 2.575.714.710 25.592.500 370.073.600 16.769.390 0 310,587.250 20.962.490 58.272.300 126.801.020 892.347.460 204.520.820 7.262.173.740 2008 6.634.415.325 7.317.072.950 61.514.325 478.984.150 1.168.288.650 120.149.850 1.230.102.425 17.010.527.675
67
Lampiran 9. Data realisasi operasional Hotel Permata Krakatau tahun 2009 Biaya Variabel Upah Langsung Biaya Perawatan Biaya Peralatan Listrik Air Telepon Biaya Cetak / Alat Kantor Biaya Pastry Biaya Food and Beverage Biaya Bahan Bakar Biaya Toiletris / Guest and Cleaning Supply Linen Biaya Lain-lain Total Biaya Variabel Biaya Tetap Biaya Tenaga Kerja Biaya Penyusutan Biaya Reparasi dan Perawatan Biaya Asuransi, Pajak dan Sewa Biaya Listrik dan Air Biaya Ristek dan Pengembangan Biaya Perkantoran dan Umum Biaya SPD Biaya Training Biaya Administrasi dan Umum Biaya Pemasaran Biaya Lain-lain Total Biaya Tetap Pendapatan Sewa Kamar Food and Beverage Telepon Laundry Meeting room Drug Store Pendapatan Lain-lain Total Pendapatan
2009 2.461.368.398 846.490.846 52.825.515 1.334,678.047 293.136.702 79.621.528 106.545.820 263.823.905 2.137.415.977 169.678.800 565.404.548 114.698.883 464.092.732 8.836.956.186 2009 2.744.890.140 2.362.769.246 31.763.722 366.954.180 1.876.404 297.150.804 12.392.000 13.320.000 1.163.597.705 704.501.551 299.008.266 7.998.224.018 2009 6.655.462.281 7.247.387.070 37.766.156 378.144.894 1.106.421.607 106.549.143 1.566.119.383 17.097.850.535
68
Lampiran 10. Foto-foto Hotel Permata Krakatau
Front Office dan Meeting Room
Fasilitas dalam Kamar Hotel
Coffee Shop dan Live Music
Ruang Serba Guna
Fasilitas Olahraga Hotel
69
Business Centre, Drug Store, Laundry Service and Travel Agent
Superior
Deluxe Krakatau Twin
Family Suite
Executive Suite
Executive
Deluxe Krakatau
Suite