Laporan Akhir
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN INVESTASI LIMBAH MENJADI ENERGI MELALUI KREDIT PROGRAM
kerjasama
Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI dan
UK Low Carbon Support Programme UK Department for International Development Tahun 2014
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya Laporan AKhir Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini dapat diselesaikan dengan baik. Secara umum, laporan kegiatan ini dilakukan untuk menilai kelayakan dari usulan pembiayaan investasi dalam mendukung Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Usulan pembiayaaninvestasi dalam laporan ini lebih diarahkan kepada pemanfaatan limbah yang diubah menjadi energi (waste to energy - WtE) yang dijadikan alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan terkait dengan energy dan penurunan GRK. Secara spesifik kegiatan ini mengidentifikai dan melakukan analisis biaya dan manfaat terkait dengan usulan pembiayaan investasi melalu skim kredit program untuk mendukung pengembangan Waste to Egergy (WtE) untuk beberapa jenis atau tipe pengembangan WtE. Tingginya ketergantungan terhadap pemanfaatan energi fosil merupakan salah satu masalah dan hambatan dalam pelaksanaan RAN-GRK. Semakin tingginya harga energi fosil juga memberikan beban biaya terhadap aktivitas produksi, baik bagi industri maupun rumah tangga. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah melalui APBN. Pemanfaatan limbah untuk dijadikan energi (berupa biogas dan biomassa) dapat dilakukan sebagai alternatif solusi permasalahan krisis energyidan juga sekaligus upaya pelaksanaan RAN-GRK. Pemanfaatan limbah mempunyai potensi yang besar serta berdampak positif. Namun pemanfaatan limbah menjadi energi dalam skala kecil dan menengah, baik oleh industri kecil dan menengah (IKM) maupun rumah tangga, masih relatif sedikit di Indonesia. Salah satu penyebabnya yakni keterbatasan pendanaan yang dimiliki oleh IKM dan rumah tangga. Oleh karena itu, diperlukan dukungan pembiayaan investasi limbah menjadi energi, salah satunya melalui kredit program. Dalam laporan ini disajikan usulan pembiayaan untuk reaktor biogas limbah industri tahu, reaktor limbah peternakan sapi, pembangunan PLT biogas POME, pembangunan PLT biomassa pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk silo/pengering padi/jagung. Kami menyampaikan terima kasih terhadap semua pihak yang telah membantu dalam memberikan saran/masukan demi sempurnanya laporan ini. Diharapkan laporan dari kegiatan Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah menjadi Energi melalui Kredit Program ini dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan yang terkait. Jakarta, 31 Maret 2014
Tim Penyusun
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
i
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
RINGKASAN EKSEKUTIF ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN INVESTASI LIMBAH MENJADI ENERGI MELALUI KREDIT Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan cukup besar, salah satunya adalah berasal dari limbah. Limbah berupa limbah perkotaan, sektor pertanian, sektor industri dan lain-lain dapat dimanfaatkan untuk dikonversikan sebagai energi, baik berupa energi bahan bakar/pemanas maupun listrik. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) (2011), Indonesia mempunyai potensi limbah berupa biomassa sebesar 885,2 juta Gigajoule (GJ) per tahun. Potensi kalori sebesar itu diperoleh diantaranya jenis limbah peremajaan kebun karet (496,0 juta GJ per tahun), sisa lodging (11,0 juta GJ per tahun), limbah industri penggergajian kayu (10,6 juta GJ per tahun), tandan kosong kelapa sawit (15,4 juta GJ per tahun), sabut sisa kelapa sawit (35,3 juta GJ per tahun), cangkang buah sawit (17,2 juta GJ pertahun), bagas tebu (78,0 juta GJ pertahun), sekam padi (179,0 juta GJ per tahun), tempurung kelapa (18,7 juta GJ per tahun) serta sabut kelapa (24,0 juta GJ per tahun). Potensi sumber listrik dari limbah tersebut dapat mencapai 50 ribu MW, yang merupakan potensi sumber daya energi terbesar kedua setelah hidro dalam skala besar. Pemanfaatan limbah tersebut sampai saat ini masih sekitar 1600 MW atau sekitar 3,25 persen dari potensi yang ada. Dari Program Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik Berbasis Bio-Energi yang dilakukan oleh PT PLN (Persero), kondisi kapasistas eksisting pembangkit listrik yang ada yang berasal dari biomasa (berbasis kelapa sawit), biogas, dan sampah perkotaan yang terhubung dengan jaringan listrik PLN baru sebesar 61 MW pada bulan Februari 2012, yang akan ditingkatkan kemudian sebesar 197 MW pada tahun 2013 dan ditingkatkan lagi sebesar 544 MW pada tahun 2014 (sehingga menjadi 741 MW pada tahun 2013/2014) Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya beban biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan semakin besarnya pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah dari APBN. Masih tingginya ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah kaca (GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan limbah menjadi energi dapat dijadikan alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan tersebut. Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebegai energi alternatif memberikan dampak positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi dikarenakan limbah pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan hanya akan menjadi sampah apabila tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya dapat menjadi lebih efisien dikarenakan penanganan limbah secara khusus seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya mengurangi penggunaan lahan khusus untuk penampungan limbah, yang pada akhirnya akan menghemat biaya penanganan limbah.
Beberapa jenis potensi pemanfaatan limbah yang dapat dikonversikan menjadi energI (WtE atau bioenergi) di Indonesia adalah pemanfaatan biogas dari limbah industri tahu, biogas dari limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari biogas limbah industri kelapa sawit (POME), pembangkit listrik dari biomassa pelepah sawit, pemanfaatan sekam padi untuk pengering/silo padi/jagung, pemanfaatan sampah perkotaan (urban waste), dan pemanfaatan biogas dari limbah domestik rumah tangga (kotoran manusia). Berbagai
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
ii
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
potensi tersebut sudah dimanfaatkan dan dikembangkan melalui program-program yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian ESDM dengan dukungan baik melalui APBN, hibah internasional, maupun kredit perbankan. Namun, pengembangannya masih dirasa terbatas dikarenakan terbatasnya anggaran di APBN, dan beberapa program bantuan sudah berhenti. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan pembiayaan pengembangan WtE atau bioenergi yang lebih berkelanjutan. Terdapat beberapa jenis peluang dalam pembiayaan untuk pengembangan WtE di Indonesia, antara lain program dari KLH (sudah berhenti), Kementerian ESDM (beberapa sudah berhenti), Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, Pusat Investasi pemerintah (PIP), kredit perbankan (dari Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin dengan dukungan AFD), dan juga kredit program eksisting dengan berbagai pola (namun belum spesifik dapat dimanfaatkan untuk pengembangan WtE). Dari berbagai jenis sumber pembiayaan tersebut, Kredit Program berupa Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) merupakan kredit program yang eksisting yang dirasa paling sesuai untuk mendukung pengembangan WtE dikarenakan untuk merealisasikannya tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama bila dibandingkan dengan pilihan yang lain (yaitu dengan merevisi Peraturan Menteri Keuangan dan menyusun Pedoman Teknis-nya di KLH atau Kementerian ESDM). Dikarenakan ada batasan dari skema pembiayaan investasi melalui KKP-E terutama terkait dengan besaran kredit yang dapat diberikan (yaitu maksimum Rp. 100 juta untuk individu dan maksimum Rp. 500 juta untuk kelompok) dan juga tenor waktu yang diberikan (yaitu maksimum 5 tahun), jenis pengembangan WtE yang berpeluang untuk diberikan kredit program adalah pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu dan pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi dimana untuk pengembangannya membutuhkan biaya yang besarnya dapat kurang dari Rp. 100 juta untuk setip unitnya. Untuk pengembangan jenis WtE yang lain dapat menggunakan sumber pendanaan yang lain seperti PIP atau skema kredit program yang baru, dikarenakan pengembangannya dibutuhkan biaya yang lebih besar dari batas maksimum KKP-E. Fokus dari analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi pada berbagai jenis pemanfaatan limbah dalam kajian ini mencakup (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi. Secara keuangan, hampir semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini layak untuk dikembangkan, namun sangat tergantung dari kondisi awal. Potensi yang layak adalah pengembangan produk bersih dan biogas dari limbah industri tahu (pengembangan biogas industri tahu yang dibarengi dengan pengembangan produk bersih), pengembangan biogas dari limbah/kotoran peternakan sapi (terutama untuk penggantian gas LPG, sementara untuk penggantian dari bahan bakar kayu sangat tergantung dari harga kayu bakar di daerahnya), pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industri kelapa sawit (POME) (terutama untuk penggantian solar, bukan untuk menjual produk listriknya), pembangkit listrik dari pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk pemanas/pengering pada silo padi/jagung. Untuk beberapa jenis WtE yang layak secara keuangan tersebut di atas dapat dilakukan tanpa diberikan dukungan bantuan subsidi bunga. Sedangkan untuk jenis pengembangan yang tidak layak secara keuangan, seperti misalnya pengembangan biogas PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
iii
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
industri tahu yang tanpa dibarengi dengan pengembangan produk bersih, pengembangan biogas dari limbah peternakan sapi untuk penggantian kayu bakar (yang sangat tergantung harga kayu bakar), dan pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industry kelapa sawit (POME) dimana produk listriknya dijual, dibutuhkan subsidi bunga atau bantuan lain dalam pembiayaan pengembangan WtE agar menjadi layak. Namun demikian, untuk mendorong agar masyarakat tertarik untuk melakukan pengembangan WtE, tetap dibutuhkan insentif berupa subsidi bunga melalui kredit program untuk semua jenis pengembangan WtE. Secara ekonomi, berdasarkan hasil analisis biaya dan manfaat (CBA), semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini (mencakup (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi) layak untuk dikembangkan, dengan rasio manfaat per biayanya (BCR) yang bervariatif. Variasi dari nilai BCR sangat tergantung dari: (a) besarnya investasi yang dibutuhkan; (b) kondisi awal dari jenis dan harga energi yang disubstitusi dengan biogas dan biomassa (WtE atau bioenergi); (c) pemanfaatan/penggunaan dari produk WtE. Berdasarkan pengalaman dari berbagai negara yang mengembangkan WtE, terdapat beberapa kunci sukses dalam pengembangan WtE, antara lain: (a) Harga energi fosil dan listrik yang tinggi dan tidak bersubsidi; (b) Dilakukan untuk mensubstitusi jenis energi fosil yang digunakan; (c) Keberlanjutan ketersediaan limbah; (d) Terbatasnya lahan untuk pembuangan limbah; (e) Tingginya tipping fee untuk pembuangan sampah/limbah; (f) Kebijakan untuk lebih mendukung pengembangan WtE; dan (g) Dukungan public akan pengembangan WtE. Saran/rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari kegiatan Analisis Biaya Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara lain: a. Masih terdapat perbedaan teknis terkait ukuran, spesifikasi, dan standar biaya untuk pengembangan setiap jenis WtE. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan koordinasi dan penyepakatan diantara kementerian teknis yang terkait, yaitu Kementerian ESDM dan KLH. b. Untuk pengembangan WtE awal, dapat dilakukan melalui kredit program dengan pola subsidi bunga yang eksisting saat ini, yaitu skema Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) untuk 2 (dua) jenis pengembangan WtE yang potensial, yaitu biogas dari limbah industri tahu dan biogas dari kotoran sapi. c. Untuk pengembangan WtE yang lain (pembangkit listrik dari biogas POME dan biomassa pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk pemenas/pengering/silo padi/jagung), dapat menggunakan skema PIP, pembiayaan perbankan atau skema kredit program yang baru. d. Agar dalam pengembangan WtE melalui kredit program tidak tumpang tindih dengan program-program yang sudah ada, terutama dari Kementerian ESDM dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, maka perlu dilakukan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
iv
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
penentuan kriteria penerima manfaat (beneficiaries) dan pemetaan lokasinya (zoning), baik oleh Kementerian ESDM maupun KLH. e. Bank Pelaksana adalah pelaku utama yang menjadi faktor penentu dalam keberhasilan pelaksanaan program pengembangan WtE melalui kredit program. Untuk pelibatannya, diperlukan sosialisasi, baik oleh Kementerian Keuangan, KLH dan Kementerian ESDM untuk mendorong mereka agar tertarik dalam pembiayaan WtE. Selain sosialisasi, diperlukan juga dukungan teknis dari kementerian teknis (KLH dan Kementerian ESDM) untuk membantu perbankan, misalnya melalui technical assistant (TA) dalam pengembangan WtE. Bank Pelaksana yang diprioritaskan adalah perbankan yang pernah atau sedang melakukan pembiayaan melalui kredit terhadap pengembangan WtE, antara lain Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan beberapa Bank Pembangunan Daerah. f. Sebagai payung hukum pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE, dibutuhkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu Perubahan Ketiga atas PMK Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) di Kementerian Keuangan RI. Selain itu, di kementerian teknis (yaitu KLH dan/atau Kementerian ESDM), dibutuhkan Peraturan Menteri LH atau Peraturan Menteri ESDM terkait dengan pedoman teknis pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE, seperti yang juga dilakukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pelaksanaan KKP-E. Dari hasil pelaksanaan kajian tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini, masih banyak langkah tindak lanjut yang diperlukan untuk merealisasikan, baik yang dilakukan oleh kementerian teknis (yaitu KLH dan Kementerian ESDM), Kementerian Keuangan maupun Bank Pelakana. Guna menindaklanjuti hasil kajian ini, masih diperlukan FGD kembali dengan pihak perbankan selaku pelaksana dari rencana kegiatan Kredit Program bagi WtE ini, yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI) Direktorat Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI. Beberapa hal yang juga masih perlu dilakukan, terutama oleh kementerian teknis, antara lain: a. Penentuan kriteria calon penerima manfaat (beneficiaries) dari program, baik dari sisi KLH maupun Kementerian ESDM. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih program ini dengan kegiatan/program serupa yang lain yang sedang dilaksanakan oleh KLH maupun Kementerian ESDM. Pemetaan (zonasi) penerima manfaat antara program-program yang sedang berlangsung dengan program yang akan diusulkan dibiayai dengan kredit program juga menjadi penting. Dengan adanya kriteria penerima manfaat dan pemetaannya yang jelas, maka diharapkan program ini akan lebih tepat sasaran. b. Penyusunan daftar calon bank pelaksana (beserta contact person (CP)-nya) yang sudah berpengalaman dalam mendukung dan melaksanakan program-program terkait dengan lingkungan maupun energi yang selama ini telah menjadi mitra baik KLH, Kementerian ESDM maupun Kementerian Keuuangan. Diharapkan dengan adanya kesediaan dari bank pelaksana yang berpengalaman, maka program ini akan lebih mudah untuk dijalankan dan tujuan dari program ini akan lebih tepat sasaran. c. Dalam menuju proses penyiapan rancangan peraturan berupa Rancangan Peraturan Menteri Keuangan dan juga peraturan dari kementerian teknis, maka diharapkan PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
v
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
agar KLH dan Kementerian ESDM kiranya dapat mempersiapkan nama dan alamat calon penerima manfaat (beneficiaries) dalam sebuah daftar yang nantinya dapat disampaikan kepada Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI), Direktorat Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI sebagai dasar dalam disbursement subsidi nantinya.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
vi
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i RINGKASAN EKSEKUTIF..................................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xi DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang.................................................................................................................. 1 1.2. Tujuan .............................................................................................................................. 3 1.3. Ruang Lingkup .................................................................................................................. 3 1.4. Keluaran (Output) yang Diharapkan ................................................................................ 3 1.5. Sistematika Penulisan Laporan ........................................................................................ 4 BAB II POTENSI PENGEMBANGAN WASTE TO ENERGY DI INDONESIA ............................... 6 2.1. Pemanasan Global, Isu Emisi dan Krisis Energi ................................................................ 6 2.2. Limbah Sebagai Sumber Energi dan Implementasi Pengembangan Waste to Energy ... 7 2.3. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu .................................................. 10 2.4. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi ............................................. 11 2.5. Pembangunan Pembangkit Listrik dari Limbah (Biogas) Industri Kelapa Sawit dan Biomassa dari Pelepah Sawit ......................................................................................... 15 2.6. Penggunaan Limbah Biomassa Pertanian untuk Bahan Bakar Pemanas/Pengering: Pengeringan/Silo Gabah ................................................................................................ 17 2.7. Pemanfaatan Sampah Perkotaan .................................................................................. 19 2.8. Pemanfaatan Limbah Cair Domestik ............................................................................. 20 BAB III ALTERNATIF PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE TO ENERGY ................................... 22 3.1. Kebutuhan Dukungan Pembiayaan ............................................................................... 22 3.2. Program Pinjaman Lunak di KLH .................................................................................... 22 3.2.1. Program Pollution Abatement Equipment (PAE) ................................................ 22 3.2.2. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 1 ................... 22 3.2.3. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 2 ................... 23 3.2.4. Program Debt for Nature Swap (DNS)................................................................. 24 3.2.5. Program Emission Reduction Investment (ERI) ................................................... 25 3.3. Program di Kementerian ESDM ..................................................................................... 26 3.4. Kredit Program Eksisting ................................................................................................ 28 3.4.1. Pola Subsidi Bunga (Interest Subsidy Pattern) .................................................... 28 3.4.2. Pola Jasa Penjaminan (Assurance Services Pattern) ........................................... 38 3.4.3. Kredit Program Pola Kombinasi (Combination Pattern) ..................................... 40 3.5. Kredit Perbankan ........................................................................................................... 41 3.6. Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Perdesaan ................................................... 42 3.7. Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ................................................................................... 45
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
vii
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
3.8. Usulan Pembiayaan Waste to Energy Melalui Kredit Program Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) ......................................................................................................... 47 3.9. Peran Perbankan dan Konsep Pengembangan Skema Pembiayaan UMKM Ramah Lingkungan ..................................................................................................................... 52 3.10. Minat Terhadap Pinjaman Ramah Lingkungan (Green Lending) ................................... 53 BAB IV ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE TO ENERGY MELALUI KREDIT PROGRAM ................................................................................ 55 4.1. Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost and Benefit Analysis (CBA) .... 55 4.1.1. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu ...... 56 4.1.2. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi . 57 4.1.3. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT dari Biogas Palm Oil Mill Effluent (POME) ................................................................................................................ 58 4.1.4. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit .................... 60 4.1.5. Asumsi Dasar untuk Pemanfaatan Sekam Padi unruk Silo/Pemanas/ Pengering Gabah/Jagung .................................................................................... 61 4.2. Analisis Kelayakan Keuangan ......................................................................................... 62 4.2.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu ................................ 62 4.2.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi .................................. 64 4.2.3. Pengembangan PLT Biogas dari Limbah Industri Kelapa Sawit (POME) ............. 66 4.2.4. Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit ..................................................... 69 4.2.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pengering/Pemanas/Silo Padi/Jagung ............ 69 4.3. Analisis Biaya dan Manfaat ............................................................................................ 70 4.3.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu ................................ 70 4.3.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi .................................. 72 4.3.3. Pengembangan PLT dari Biogas Limbah Industri Kelapa Sawit (POME) ............. 72 4.3.4. Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit .............................................. 73 4.3.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pemanas/Pengering/Silo Padi/Jagung ............ 74 4.4. Mekanisme Pembiayaan Investasi WtE Melalui Kredit Program .................................. 75 BAB V PENUTUP ............................................................................................................ 80 5.1. Kesimpulan..................................................................................................................... 80 5.2. Saran/Rekomendasi Kebijakan ...................................................................................... 82 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 84 LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................................... 87
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
viii
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Ketersediaan Pasokan Energi Fosil Nasional............................................................ 9 Tabel 2.2 Program Nasional Rencana Pengurangan Emisi 2020 ............................................. 9 Tabel 2.3 Persebaran Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi 2009 - 2013* (dalam Ekor) ....................................................................................................................... 12 Tabel 2.4 Produksi Padi dan Jagung Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2011................... 17 Tabel 3.1 Laporan Penyaluran per 31 Mei 2013 dan ............................................................ 50 Tabel 3.2 Analisis Penggabungan WtE ke KKP-E.................................................................... 51 Tabel 4.1 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu ....................................................... 56 Tabel 4.2 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi ..................................... 57 Tabel 4.3 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan Reaktor Biogas POME .................................................................. 59 Tabel 4.4 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit ........................................................ 60 Tabel 4.5 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pemanfaatan Sekam Padi untuk Silo Gabah/Jagung ............................................. 61 Tabel 4.6 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) dan IRR (Dalam Persen) .... 63 Tabel 4.7 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu Berdasarkan Hasil Hitung ROI (dalam Persen) dan PI................................... 63 Tabel 4.8 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) ......................... 65 Tabel 4.9 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung IRR (Dalam Persen)............................ 65 Tabel 4.10 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung ROI (Dalam Persen) ........................... 66 Tabel 4.11 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung PI........................................................ 66 Tabel 4.12 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .................. 67 Tabel 4.13 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .................. 67 Tabel 4.14 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .................. 68 Tabel 4.15 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .................. 68 Tabel 4.16 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit Berdasarkan Hasil Hitung NPV, IRR, ROI dan PI ........................................... 69 Tabel 4.17 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Silo Pengering Padi/Jagung Berdasarkan Hasil Hitung Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR) ............................................................................................... 70 Tabel 4.18 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu .......... 71
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
ix
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel 4.19 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun ..................... 72 Tabel 4.20 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT dari Biogas POME ..................... 73 Tabel 4.21 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit .... 74 Tabel 4.22 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Silo Pengering Gabah ...................... 75
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
x
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4
Peningkatan Suhu Permukaan Global Tahun 1999 - 2008 ................................ 7 Sektor Penyumbang Emisi Gas CO2 ................................................................... 8 Total Pasokan Sumber Energi Nasional Tahun 2011 ......................................... 8 Komposisi Target Kontribusi Energi Nasional Tahun 2025 .............................. 10 Skema Model IPAL Reaktor Biogas Fixed Bed .................................................. 11 Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia ....................................................... 12 Perkembangan Populasi Sapi Potong Tahun 2009-2013 ................................. 13 Potensi Nasional Biogas Asal Ternak Tahun 2010 ........................................... 14 Komponen Reaktor Program Biru (Biogas Rumah Indonesia) ......................... 14 Produksi Kelapa Sawit Indonesia (dalam Ton) Tahun 2008 – 2012 ................. 16 Contoh Model PLTU Mini Berbahan Bakar Limbah Biomassa Kelapa Sawit Dengan Kapasitas Produksi Listrik 250 KW ...................................................... 17 Model Pengering Gabah .................................................................................. 19 Proses Konversi Biologis .................................................................................. 20 Proporsi Penduduk Tanpa Akses terhadap Sanitasi ....................................... 21 Sanimas Sistem Mix (Gabung) antara Komunal- Perpipaan dan MCK Plus ..... 21 Skema Kredit Ketahanan Pangan Energi.......................................................... 29 Skema Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) ......................................................................................................... 31 Skema Penyaluran KPP NAD – Nias ................................................................. 33 Skema Penyaluran KUPS .................................................................................. 34 Skema Penyaluran S-SRG ................................................................................. 36 Skema instalasi Biogas Skala Rumah Tangga ................................................... 44 Sektor Prioritas Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ........................................... 46 Fokus Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ke Depan........................................... 47 Instrumen Keuangan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) .................................. 47 Skema Intensif Pembiayaan Terkait Target Penurunan Emisi Nasional 2020 ................................................................................................................. 49 Minat UMKM Mendapatkan Pinjaman Ramah Lingkungan ............................ 54 Prosedur Penyaluran KKP-E kepada Petani/ Peternak/Pekebun secara Individu atau Kelompok Tani/ Koperasi secara Langsung ke Bank.................. 76 Prosedur Penyaluran KKP-E oleh Petani/Kelompok Tani/Koperasi yang Bekerjasama dengan Mitra Usaha ................................................................... 77 Tugas dan Tanggung Jawab Lembaga yang Terkait ......................................... 79
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
xi
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
DAFTAR SINGKATAN AFD APBN BAU BBM BBN BCA BI BII BKF BLUD BMKG BNI BNPB BPD BPS BRI BUMD BUMN CBA CCFL DAK DIPA DNS DPR RI ERI ESDM FGD GDP GJ Gokaptindo GRK IDUL IEPC IJP IKM IPAL IPCC IPLP
Agence Française de Développement Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Business As Usual Bahan Bakar Minyak Bahan Bakar Nabati Bank Central Asia Bank Indonesia Bank Internasional Indonesia Badan Kebijakan Fiskal Badan Layanan Umum Daerah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Bank Negara Indonesia Badan Nasional Penanggulangan Bencana Bank Pembangunan Daerah Badan Pusat Statistik Bank Rakyat Indonesia Badan Usaha Milik Daerah Badan Usaha Milik Negara Cost and Benefit Analysis Caissecentrale de la France Libre Dana Alokasi Khusus Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Debt for Nature Swap Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Emission Reduction Investment Energi dan Sumber Daya Mineral Focus Group Discussion Gross Domestic Produc Gigajoule Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Gas Rumah Kaca Instalasi Daur Ulang Limbah Industrial Efficiency and Pollution Control Imbal Jasa Penjaminan Industri Kecil dan Menengah Instalasi Pengolahan Air Limbah Intergovernmental Panel on Climate Change Instalasi Pengolahan Limbah Padat
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
xii
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
IPPU IRR JBIC KfW KIP KKP-E KLH KOPTI KPEN-RP KPP NAD-Nias KSRG KTS KUPS KUR LPG LPS LULUCF MW NAD NPV NRE PAE PDAM PI PIP PKPPIM PLN PLTMH PLTS PLTSa PLTU PMK POME PPP PT RDKK RKU ROI S-SRG TDL UMKM UMKMK
Instalasi Pengendalian Pencemaran Udara Internal Rate of Return Japan Bank for International Cooperation Kreditanstalt fur Wiederaufbau Kredit Investasi Pemerintah Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Kementerian Lingkungan Hidup Koperasi Tahu Tempe Indonesia Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias Kredit Subsidi Resi Gudang Kotoran Ternak Segar Kredit Usaha Pembibitan Sapi Kredit Usaha Rakyat Liquefied Petroleum Gas Lembaga Penjamin Simpanan Land Use, Land-Use Change and Forestry Mega Watt Nanggroe Aceh Darussalam Net Present Value New and Renewable Energy Pollution Abatement Equipment Perusahaan Daerah Air Minum Profitability Index Pusat Investasi Pemerintah Pusat Kebijakan Pendanaan Perubahan Iklim dan Multilateral Perusahaan Milik Negara Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Pembangkit Listrik Tenaga Surya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Pembangkit Listrik Tenaga Uap Peraturan Menteri Keuangan Palm Oil Mill Effluent Public Private Partnership Perusahaan Terbatas Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Rencana Kebutuhan Usaha Return on Investment Skema Subsidi Resi Gudang Tarif Dasar Listrik Usaha Mikro Kecil dan Menengah Usaha Mikro, Kecil, Menegah dan Koperasi
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
xiii
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
UNEP UNICEF WHO WMO WtE
United Nations Environment Programme United Nations International Children's Emergency Fund World Health Organization World Meteorological Organization Waste to Energy
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
xiv
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan cukup besar, salah satunya adalah berasal dari limbah. Limbah berupa limbah perkotaan, sektor pertanian, sektor industri dan lain-lain dapat dimanfaatkan untuk dikonversikan sebagai energi, baik berupa energi bahan bakar/pemanas maupun listrik. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) (2011), Indonesia mempunyai potensi biomassa sebesar 885,2 juta Gigajoule (GJ) pertahun. Potensi kalori sebesar itu diperoleh diantaranya jenis limbah peremajaan kebun karet (496,0 juta GJ pertahun), sisa lodging (11,0 juta GJ pertahun), limbah industri penggergajian kayu (10,6 juta GJ pertahun), tandan kosong kelapa sawit (15,4 juta GJ pertahun), sabut sisa kelapa sawit (35,3 juta GJ pertahun), cangkang buah sawit (17,2 juta GJ pertahun), bagas tebu (78,0 juta GJ pertahun), sekam padi (179,0 juta GJ pertahun), tempurung kelapa (18,7 juta GJ pertahun) serta sabut kelapa (24,0 juta GJ pertahun). Potensi sumber listrik dari limbah tersebut dapat mencapai 50 ribu MW, yang merupakan potensi sumber daya energi terbesar kedua setelah hidro dalam skala besar. Pemanfaatan limbah tersebut sampai saat ini masih sekitar 1600 MW atau sekitar 3,25 persen dari potensi yang ada. Dari Program Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik Berbasis Bio-Energi yang dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN-Persero), kondisi kapasistas eksisting pembangkit listrik yang ada yang berasal dari Biomassa (berbasis kelapa sawit), biogas, dan sampah perkotaan yang terhubung dengan jaringan listrik PLN baru sebesar 61 MW pada bulan Februari 2012, yang akan ditingkatkan kemudian sebesar 197 MW pada tahun 2013 dan ditingkatkan lagi sebesar 544 MW pada tahun 2014 (sehingga menjadi 741 MW pada tahun 2013/2014) Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya beban biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan semakin besarnya pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Masih tingginya ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah kaca (GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan Biomassa, salah satunya limbah menjadi energi dapat dijadikan alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan tersebut. Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebagai energi alternatif memberikan dampak positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi dikarenakan limbah pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan hanya akan menjadi sampah apabila tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya dapat menjadi lebih efisien dikarenakan penanganan limbah secara khusus seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya mengurangi penggunaan lahan khusus untuk penampungan limbah, yang pada akhirnya akan menghemat biaya penanganan limbah.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
1
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian ESDM telah melaksanakan studi dan juga telah menjalankan beberapa proyek terkait pemanfaatan limbah untuk dijadikan energi (waste to energy (WtE)). Khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup, studi tersebut bertujuan untuk mengembangkan program pembiayaan investasi WtE untuk beberapa hal, antara lain (a) penangkapan gas metan di limbah peternakan sapi (biogas); (b) efisiensi dan penangkapan gas metan di limbah industri tahu (biogas); (c) limbah pertanian (biomassa); (d) industri pengolahan (panas menjadi energi); (e) WtE umum (biomassa dari pelepah pohon kelapa sawit, biogas dari pabrik kelapa sawit, dan limbah domestik (kotoran manusia)); (f) flaring pada industri minyak dan gas bumi (KLH, 2013). Dari berbagai jenis WtE, terdapat empat jenis tipe WtE yang diusulkan untuk didukung melalui pembiayaan investasi, yaitu (a) reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi. Pemanfaatan limbah menjadi energi dalam skala kecil dan menengah, baik oleh industri kecil dan menengah (IKM) maupun rumah tangga, masih relatif sedikit di Indonesia, salah satunya dikarenakan keterbatasan pendanaan yang dimiliki oleh IKM dan rumah tangga. Oleh karena itu, diperlukan dukungan pembiayaan investasi limbah menjadi energi, salah satunya melalui kredit program. Berbagai jenis pembiayaan melalui kredit program yang telah ada (eksisting) saat ini, baik dengan pola subsidi bunga, pola jasa penjaminan, pola pendanaan sendiri, maupun pola kombinasi, belum secara spesifik dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan kebijakan agar kredit program yang telah ada saat ini, dapat dimanfaatkan secara optimal khususnya untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi. Terdapat beberapa jenis kredit program yang didukung oleh Kementerian Keuangan, salah satunya adalah Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dimana terkait dengan energi masih ditujukan untuk pengembangan bahan baku Bahan Bakar Nabati (BBN), yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79/PMK.05/2007 sebagaimana telah diubah dua kali, yaitu melalyi PMK Nomor 48/PMK.05/2009 dan PMK Nomor 198/PMK.05/2010. Kredit program tersebut dilakukan melalui subsidi bunga, dan sangat dimungkinkan pula bahwa pengembangan WtE dilakukan dengan mekanisme yang sama, namun perlu dilakukan penyesuaian, khususnya terkait dengan regulasi yang ada. Pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program, selain memiliki manfaat, tentunya memiliki konsekuensi logis terhadap biaya. Manfaat yang diproleh baik secara keuangan, ekonomi, maupun lingkungan, diharapkan dapat lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk membuktikan hal tersebut, dan juga sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan kebijakan ke depan, diperlukan analisis biaya dan manfaat yang cukup komperehensif dari pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
2
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
1.2. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program adalah untuk mengidentifikasi dan melakukan analisis biaya dan manfaat terkait dengan usulan skim pembiayaan investasi kredit program untuk mendukung pengembangan WtE untuk beberapa jenis atau tipe pengembangan WtE. Hasil analisis tersebut nantinya akan digunakan oleh Pusat Kebijakan Pendanaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM)-Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk menyiapkan kebijakan terkait dengan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program.
1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini adalah: a. Mengidentifikasi berbagai jenis potensi pemanfaatan limbah yang dapat dikonversikan menjadi energi, khususnya yang berasal dari limbah peternakan sapi, industri tahu, perkebunan/industri kelapa sawit, dan biomassa pertanian padi di Indonesia; b. Mengidentifikasi berbagai jenis pembiayaan melalui kredit program yang ada saat ini dan berpotensi untuk dimanfaatkan dalam pembiayaan investasi limbah menjadi energi yang didukung oleh Pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan; c. Melakukan analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi pada berbagai jenis pemanfaatan limbah, yang mencakup (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi. d. Melakukan analisis biaya dan manfaat dari pembiayaan investasi limbah menjadi energi yang nantinya diusulkan, yang mencakup (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi, dan e. Menyusun draft rekomendasi kebijakan untuk pengembangan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program berdasarkan hasil analisis kelayakan keuangan dan analisis biaya dan manfaat.
1.4. Keluaran (Output) yang Diharapkan Keluaran (output) yang diharapkan dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini adalah: a. Berbagai jenis pembiayaan investasi limbah menjadi energi (WtE) melalui mekanisme kredit program dan lainnya yang didukung oleh Pemerintah, termasuk
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
3
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Kementerian Keuangan. Hasil studi ini juga merekomendasikan jensi pembiayaan investasi yang cocok untuk mendukung pengembangan WtE; b. Analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program pada berbagai jenis pemanfaatan limbah, yang mencakup empat jenis yaitu (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi c. Analisis biaya dan manfaat untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program pada berbagai jenis pemanfaatan limbah, yang mencakup empat jenis yaitu (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi; dan d. Draft Nota Dinas ke Menteri Keuangan terkait usulan pembiayaan investasi melalui kredit program untuk mendorong pengembangan WtE di Indonesia.
1.5. Sistematika Penulisan Laporan Laporan dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang tersusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini berisikan tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, keluaran yang diharapkan dan sistematika penulisan laporan dari pelaksanaan studi. Bab II Potensi Pengembangan Waste to Energy di Indonesia Bab ini menguraikan tentang limbah sebagai sumber energi alternatif, implementasi pengembangan WtE, dan berbagai potensi pengembangan WtE di Indonesia, yang mencakup pengembangan reaktor biogas di industri tahu, reaktor biogas limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari limbah industri kelapa sawit (POME) dan biomassa pelepah sawit, penggunaan limbah biomassa sekam padi untuk bahan bakar pemanas/pengering, pemanfaatan limbah cair domestik, dan pemanfaatan sampah perkotaan. Bab III Alternatif Pembiayaan Investasi Waste to Energy di Indonesia Bab ini menjelaskan tentang berabgai alternatif pembiayaan investasi yang eksisting WtE di Indonesia baik melalui kredit program maupun lainnya, seperti misalnya yang berasal dari KLH, Kementerian ESDM, dan pihak lainnya. Selain itu, bab ini juga berisikan tentang usulan pembiayaan investasi WtE melalui Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
4
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Bab IV Analisis Keuangan dan Analisis Biaya Manfaat Pembiayaan Waste to Energy Melalui Kredit Program Bab ini berisikan tentang asumsi-asumsi yang digunakan, analisis keuangan, dan analisis biaya manfaat dari pembiayaan investasi melalui kredit program, yaitu mencakup pengembangan reaktor biogas di industri tahu, reaktor biogas limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari limbah industri kelapa sawit (POME) dan biomassa pelepah sawit, penggunaan limbah biomassa sekam padi untuk bahan bakar pemanas/pengering seperti yang diusulkan oleh KLH dan Kementerian ESDM. Bab V Penutup Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dan saran/rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari pelaksanaan studi ini terkait dengan dukungan pembiayaan investasi WtE melalui kredit program. Selain itu, terdapat juga langkah tindak lanjut dari pelaksanaan kajian ini.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
5
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB II POTENSI PENGEMBANGAN WASTE TO ENERGY DI INDONESIA Peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) akibat aktifitas manusia. Indonesia disinyalir sebagai negara peringkat empat paling berpolusi di dunia (sebagai salah satu negara penghasil GRK terbesar). Penggunaan energi adalah salah satu sektor penyumbang emisi CO2. Sampai tahun 2011, energi fosil dikonsumsi hingga 96,21 persen dari total energi nasional (KLH, 2013). Persoalan energi juga diiringi oleh permasalahan krisis energi dan komitmen Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 terkait pengurangan emisi GRK, dimana Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan mencapai 41 persen jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020 dari kondisi business as usual (BAU). Kondisi krisis energi juga menjadi perhatian serius pemerintah. Indonesia sebagai negara tropis banyak menghasilkan biogas dan biomassa termasuk bioenergi yang merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy). Bioenergi dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable). Dengan pendekatan penggunaan teknologi yang tepat, limbah biogas dan biomassa tersebut termanfaatkan dengan nilai guna dan nilai ekonomi tinggi (valuable). Upaya-upaya perbaikan lingkungan dengan mengimplementasikan teknologi waste to energy (pemanfaatan limbah menjadi energi) memerlukan dukungan untuk mempercepat pengembangannya. Dalam program pengembangan waste to energy, setidaknya terdapat dua indikator keberhasilan, yaitu (1) pengurangan emisi dari kegiatan pemanfaatan waste to energy, dan (2) didapatkannya energi alternatif pengganti bahan bakar fosil bagi masyarakat sebagai hasil dari kegiatan pemanfaatan waste to energy.
2.1. Pemanasan Global, Isu Emisi dan Krisis Energi Fenomena perubahan iklim saat ini menjadi perhatian penting bagi Negara-negara maju maupun berkembang. Bahkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) didirikan pada tahun 1988 oleh Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) menyatakan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia1. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan2.
1
Summary for Policy Makers: A report of Working Group I of the Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC, 2007.
2
NASA: Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News, August 31, 2007.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
6
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Gambar 2.1 Peningkatan Suhu Permukaan Global Tahun 1999 - 2008
Upaya untuk mengendalikan pemanasan global dilakukan melalui pengurangan emisi gas rumah kaca. Protocol Kyoto mengatur enam jenis gas-gas rumah kaca yang memberikan dampak pemanasan global, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan tiga gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC,PFC dan SF6)3. Indonesia telah disinyalir sebagai negara peringkat empat paling berpolusi di seluruh dunia. Berdasarkan data KLH, emisi GRK nasional Indonesia, dari CO2, CH4, N2O diluar emisi dari Peat Fire dan Land Use, Land-Use Change and Forestry (LULUCF), meningkat 733.017 KT CO2e di tahun 2000 di tahun 20004.
2.2. Limbah Sebagai Sumber Energi dan Implementasi Pengembangan Waste to Energy Produksi energi adalah sektor penyumbang emisi CO2 terbesar. Dengan mengesampingkan sumber emisi dari LULUCF, emisi CO2 menyumbang 85 persen dari total emisi5. Sedangkan sisanya 15 persen berasal dari agrikultur, industri dan limbah. Sedangkan sampai tahun 2011, energi didominasi oleh penggunaan minyak bumi, gas alam dan batu bara. Energi fosil dikonsumsi hingga 96,21 persen dari total energi nasional6. Total pasokan sumber energi berupa oil sebesar 46,93 persen, batu bara 26,93 persen, dan berupa gas sebesar 21,90 persen.
3
The Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panei on Climate Change (IPCC) AR4, 2007. Kajian Kementerian Lingkungan Hidup, 2010. 5 Kementerian Lingkungan Hidup, 2010. 6 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012. 4
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
7
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2010 Gambar 2.2 Sektor Penyumbang Emisi Gas CO2
Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2012 Gambar 2.3 Total Pasokan Sumber Energi Nasional Tahun 2011
Disamping isu emisi CO2 dan dampak gas rumah kaca, persoalan energi juga diiringi oleh permasalahan krisis energi dan kebutuhan pasokan dari sumber energi baru. Penggunaan energi baru dan terbarukan (new and renewable energy, NRE) hanya mengisi 4,79 persen dari total energi nasional. Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar merupakan pengguna energi fosil yang cukup dominan dipergunakan di banyak sektor. Dalam beberapa kurun waktu terakhir, harga energi semakin mahal dan mengakibatkan subsidi energi juga semakin besar Rp. 224,4 Triliun yang dibagi untuk alokasi BBM Rp. 137,38 Triliun dan untuk alokasi Listrik Rp. 64,9 Triliun. Namun faktanya, Indonesia masih boros dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber energinya yang ditunjukan dengan intensitas energi yang masih tinggi. Pertumbuhan konsumsi energi rata-rata 7 persen per tahun ini belum diimbangi dengan pasokan energi yang cukup. Selain itu keterbatasan pasokan energi nasional juga semakin menipis. Cadangan sumber energi fosil sebagai pemasok sumber energi terbesar saat ini hanya bertahan untuk beberapa tahun mendatang. Kondisi konsumsi energi yang terus PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
8
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
meningkat tajam dan cadangan energi nasional dari sumber energi fosil yang semakin menipis juga menjadi perhatian serius pemerintah. Tabel 2.1 Ketersediaan Pasokan Energi Fosil Nasional NO. 1. 2. 3.
FOSSIL ENERGY Oil Gas Coal
RESERVES 4.0 billion barel 104.71 TSCF 28 billion ton
PRODUCTION PER YEAR 347 million barel 3212 BSCF 329 million ton
RESERVE TO PRODUCTION RATIO 11 years 32 years 85 years
Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2012
Pemerintah berkomitmen untuk mendukung pengendalian emisi gas rumahkaca diantaranya adalah komitmen Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-20 di Pittsburg untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan mencapai 41 persen jika mendapatkan bantuan internasional pada tahun 2020 dari kondisi business as usual (BAU). Pemerintah juga terdorong mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan porsi NRE (New and Renewable Energy) dalam energi nasional. Kebijakan global tentang energi nasional menyebutkan bahwa diversifikasi energi dijalankan dengan meningkatkan kontribusi NRE sebagai pemasok energi nasional, yaitu: a) Energi Baru Batu bara cair (Liquefied Coal), Metana batu bara (Coal Bed Methane), gasifikasi batu bara (Gasified Coal), nuklir (Nuclear), hydrogen (Hydrogen). b) Energi Terbarukan geothermal (Geothermal), bioenergi (Bioenergy), air (Hydro), matahari (Solar), angin (Wind), arus laut (Ocean). Kebijakan ini diperkuat dengan perundangan melalui Peraturan Presiden Nomor 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Peraturan ini mendorong NRE berkontribusi hingga 17 persen di tahun 2025. Melalui visi energi nasional 2025, NRE semakin didorong untuk berkontribusi hingga 25 persen. Tabel 2.2 Program Nasional Rencana Pengurangan Emisi 2020 Sectors Forestry and Peat
Sectors Emission Reduction Plan (Giga ton CO2e) 26% 15% (total 41%) 0.672 0,367
Waste
0.048
0.03
Agriculture
0.008
0.003
Industry Energy and Transportation
0.001 0.038
0.004 0.018
0.767
0.422
Agency Ministry of Forestry, Ministry of Environment, Ministry of Public Works, Ministry of Agriculture Ministry of Public Works, Ministry of Environment Ministry of Agriculture, Ministry of Environment Ministry of Industry Ministry of Transportation, Ministry of Energy and Mining, Ministry of Public Works
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
9
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2012 Gambar 2.4 Komposisi Target Kontribusi Energi Nasional Tahun 2025
2.3. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu Industri tahu di Indonesia mempunyai peran penting, selain makanan yang biasa dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat, industri tahu merupakan industri berskala kecil dan rumah tangga yang menghidupi banyak warga masyarakat di kalangan ekonomi menengah ke bawah. Di Indonesia, tercatat sebanyak 177 koperasi tahu dan tempe (Kopti) yang tersebar di 18 provinsi. Jumlah perajinnya mencapai 115.000 unit, dengan total jumlah tenaga kerja 1 juta orang. Industri tahu sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku kedelai. Kebutuhan bahan baku kedelai untuk perajin tahu dan tempe mencapai 132 ton per bulan7. Industri tahu ternyata salah satu industri penyumbang emisi yang signifikan. Jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 usaha unit. Dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, industri tahu ini memproduksi limbah cair sebanyak 20 juta meter kubik per tahun dengan menghasilkan emisi sekitar satu juta ton CO2 ekivalen. Sebanyak 80 persen industri tahu berada di Pulau Jawa. Dengan demikian emisi yang dikeluarkan pabrik tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO2 ekivalen8. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Kandungan organik tinggi ini yang berpotensi melepas emisi metana. Seperti perlakukan limbah kotoran sapi, limbah industri tahu tersebut juga dapat diolah dengan reaktor biogas. Penataan produksi bersih di bagian proses perlu dilakukan untuk memastikan kondisi limbah cukup memenuhi syarat untuk diolah dalam reaktor biogas.
7 8
Gokaptindo, 2013 Asdep Analisis Kebutuhan Iptek, Deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek Kementerian Ristek, 2010
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
10
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Sumber: Sri Subekti UNPAD, 2011 Gambar 2.5 Skema Model IPAL Reaktor Biogas Fixed Bed
Salah satu model pengolahan limbah industri tahu adalah dengan menggunakan model Fixed Bed Reaktor dan dibangun dengan sistem anerobik. Pertimbangannya, sistem ini memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Keuntungan lain dari sistem ini adalah dalam prosesnya menghasilkan energi dalam bentuk biogas, ampas dan air untuk makanan ikan ternak. Selain itu, prosesnya lebih stabil dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Unit pengolahan limbah cair tahu terdiri dari unit utama digester, jaringan pipa pengumpul limbah, penampung gas, trickling, filter, jaringan sisa limbah hasil olahan, kolam penampung air hasil proses.
2.4. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Sektor peternakan yang berkembang cukup baik di Indonesia salah satunya adalah peternakan sapi perah. Populasi ternak sapi perah di Indonesia mencapai 597.100 ekor dengan penyebaran dominan di pulau Jawa. Populasi sapi perah di pulau Jawa mencapai 99 persen dari total populasi sapi perah di Indonesia (592.400 ekor). Selanjutnya populasi terbesar kedua adalah Sumatera sebesar 0,4 persen (2.400 ekor). Sebaran di pulau Jawa didominasi wilayah Jawa Timur sebesar 49,61 persen (296.300 ekor), dan selanjutnya Jawa Tengah 25,11 persen (149.900 ekor) serta Jawa Barat 23,44 persen (140.000 ekor)9.
9
BPS, 2011.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
11
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Sumber: BPS, 2011 Gambar 2.6 Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia
Apabila kita melihat angka populasi sapi potong di Indonesia, terlihat bahwa terjadi peningkatan angka populasi sapi potong di Indonesia tiap tahunnya selama periode 20092013. Pada tahun 2009, populasi sapi potong sekitar 12,7 juta ekor. Angka ini kemudian meningkat sebesar 6,44 persen pada tahun 2010 menjadi sekitar 13,5 juta ekor. Peningkatan angka populasi terbesar sepanjang lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2011 yang tumbuh sebesar 9,15 persen menjadi sekitar 14,8 juta ekor. Pada tahun 2012, angka populasi sapi potong juga meningkat menjadi sekitar 15,9 juta ekor, meskipun angka pertumbuhannya turun sedikit dari tahun sebelumnya, yakni sebesar 7,8 persen. Kemudian, pada tahun 2013 populasi sapi potong meningkat sedikit menjadi sekitar 16,6 juta ekor, namun dengan pertumbuhan yang cukup rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni hanya sebesar 3,92 persen
Tabel 2.3 Persebaran Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi 2009 - 2013* (dalam Ekor) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara
2009
2010
Tahun 2011
2012
669.996 722.501 462.840 505.171 394.063 412.670 541.698 609.951 492.272 513.255 327.013 359.233 172.394 170.105 159.855 189.060 164.256 177.710 119.888 139.534 342.412 347.873 246.295 260.124 97.528 103.262 98.948 105.550 463.032 496.066 742.776 778.050 9.624 9.852 7.733 8.405 8.323 8.693 17.338 17.251 0 0 1.691 1.214 309.609 327.750 422.989 429.637 1.525.250 1.554.458 1.937.551 2.051.407 283.043 290.949 375.844 358.387 3.458.948 3.745.453 4.727.298 4.957.478 73.515 69.727 46.900 55.424 675.419 683.800 637.473 651.216 592.875 695.951 685.810 916.560 577.552 600.923 778.633 814.450 175.019 176.734 153.320 169.240 68.022 75.098 54.647 59.385 218.065 228.545 138.691 152.495 101.176 108.321 90.748 99.986 106.598 98.522 105.225 119.889
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
2013*) 530.999 625.817 373.603 197.340 151.543 277.032 111.756 834.154 9.246 17.440 1.214 444.155 2.092.436 424.839 5.058.853 56.942 660.984 1.002.503 817.708 171.429 71.922 162.515 104.985 125.883
Pertumbuhan 2013 thdp 2012 (%) 5,11 2,60 4,00 4,38 8,61 6,50 5,88 7,21 10,00 1,10 0,00 3,38 2,00 18,54 2,04 2,74 1,50 9,38 0,40 1,29 21,11 6,57 5,00 5,00
12
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Tahun 2010 2011 2012 2013*) 210.535 211.769 230.682 250.921 257.303 729.066 848.916 983.985 1.112.893 1.152.053 253.171 268.138 213.736 236.511 261.008 240.659 253.411 183.868 202.974 203.582 124.632 135.770 72.822 79.905 88.208 79.162 83.943 73.976 83.866 95.156 45.488 45.488 60.840 64.136 68.675 36.081 37.093 41.464 52.046 62.683 62.053 78.825 81.796 88.347 92.837 12.759.838 13.581.570 14.824.373 15.980.697 16.606.803
Provinsi Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
2009
Pertumbuhan 2013 thdp 2012 (%) 2,54 3,52 10,36 0,30 10,39 13,46 7,08 20,44 5,08 3,92
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2013 Keterangan: *) Angka Sementara - ) Data tidak tersedia
Sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang berpotensi menyumbang emisi metana. Sedangkan metana merupakan emisi terbesar kedua setelah CO2 dengan memberikan kontribusi 13 persen dari total emisi10. Dengan pertimbangan ini maka emisi gas metana dan sumber emisi gas metana terbesar dari sektor peternakan perlu mendapat perhatian serius. Potensi produksi Kotoran Ternak Segar (KTS) sebagai bahan baku biogas limbah sapi mencapai 88714,88 ribu Ton pada Tahun 2010. Dari potensi produksi KTS tersebut mampu menghasilkan produksi biogas setara minyak Tanah sebesar 4,43 miliar liter per tahun. Kemudian potensi pupuk organik yang dihasilkan mencapai 35,48 miliar ton per Tahun.
18000
10 9,15
16000 14000
8
7,80 6,44
6
10000
5 8000 3,92 6000
4
PERSEN
7
12000
RIBU EKOR
9
3
4000
2
2000
1
0
0 2009
2010
2011
Populasi Sapi Potong
2012
2013
Pertumbuhan
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Gambar 2.7 Perkembangan Populasi Sapi Potong Tahun 2009-2013
10
Kajian KLH 2010
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
13
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 -
3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 -
Ruminansia Besar
Ruminansia Kecil
Non Ruminansia
Unggas
Produksi KTS (Ribu Ton/th)
66,294
7,152
6,362
8,906
Produksi Pupuk Organik (Ribu Ton/Tahun)
26,518
2,861
2,545
3,563
Produksi Biogas Setara Minyak Tanah ( Ribu Liter/Tahun)
3,314,719
357,623
318,084
445,318
Sumber: Kementerian ESDM, 2010 Gambar 2.8 Potensi Nasional Biogas Asal Ternak Tahun 2010
Reaktor biogas merupakan salah satu solusi untuk mengendalikan emisi metana. Kotoran hewan ternak yang berpotensi mengahasilkan metana, akan diisolasi dalam reaktor dan ditampung produksi metananya. Gas metana terkandung dalam biogas, sebagai hasil reaktor biogas, merupakan bahan bakar yang dapat mengkonversi penggunaan minyak tanah dan elpiji untuk keperluan rumah tangga maupun usaha. Konversi energi dengan bahan bakar alternatif biogas akan menekan emisi metana yang sangat besar berkontribusi pada pemanasan global.
Sumber: http://www.biru.or.id Gambar 2.9 Komponen Reaktor Program Biru (Biogas Rumah Indonesia) 1 2 3
: Inlet (tangki pencampur) : Pipa Inlet (bisa diadaptasi untuk dihubungkan ke toilet) : Digester
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
14
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
: : : : : : : : : : : :
Penampung Gas (Kubah) Manhole Outlet & Overflow Pipa Gas Utama Katup Gas Utama Saluran Pipa Waterdrain Pengukur Tekanan Keran Gas Kompor Gas dengan pipa selang karet Lampu (opsional) Lubang Bio-slurry
Reaktor biogas berfungsi mengubah kotoran binatang, kotoran manusia dan materi organik lainnya, menjadi biogas. Konsumsi biogas untuk skala rumah tangga antara lain digunakan sebagai bahan bakar alternatif pemanas dan generator listrik. Dari lamanya pengembangan dan aplikasi teknologi biogas di dunia, dapat dikatakan bahwa teknologi ini sudah cukup mapan dan terbukti dapat memproduksi energi non BBM yang sekaligus ramah lingkungan. Bagi masyarakat dan kalangan usaha terutama pelaku usaha mikro kecil, produksi biogas sangatlah menguntungkan. Konversi penggunaan biogas sebagai bahan bakar alternatif merupakan penghematan untuk menggantikan bahan bakar fosil seperti minyak tanah dan elpiji. Umpan biogas juga merupakan limbah yang dimanfaatkan dengan proses biologi anaerobic dalam reaktor. Ampas atau limbah buangan reaktor biogas juga memiliki potensi ekonomi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik. Reaktor biogas merupakan salah satu solusi praktis teknologi energi tepat guna yang mudah dan murah diimplementasikan untuk masyarakat termasuk masyarakat pelosok. Pengoperasian dan perawatannya juga sangat mudah dan tidak membutuhkan SDM dengan keahlian khusus. Untuk pembangunannya pun telah banyak SDM di Indonesia yang terlatih dan telah siap mengaplikasikan beragam teknologi reaktor biogas.
2.5. Pembangunan Pembangkit Listrik dari Limbah (Biogas) Industri Kelapa Sawit dan Biomassa dari Pelepah Sawit Komoditas perkebunan yang cukup besar produktifitasnya di Indonesia antara lain Kelapa Sawit, Kelapa dan Tebu. Selain dari produk utamanya, komoditas tersebut juga menghasilkan limbah Biomassa yang besar. Limbah biomassa kering kelapa sawit antara lain berupa tepas/pelepah, angkang, bungkil dan tandan kosong. Dari kelapa terdapat limbah biomassa kering berupa tempurung, serbuk kayu dan sabut. Sedangkan tebu menghasilkan limbah kering daun dan bagas/ampas tebu. Dari ketiga komoditas ini, kelapa sawit berkembang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Produksi limbah cair pabrik kelapa sawit (palm oil mill effluent, POME) di Indonesia diperkirakan sebesar 28,7 juta ton/tahun. POME adalah limbah cair kelapa sawit yang masih mengandung banyak padatan terlarut. Sebagian besar padatan terlarut ini berasal dari material lignoselulosa mengandung minyak yang berasal dari buah sawit. Umumnya pengolahan POME dilaksanakan secara konvensional yaitu dengan menggunakan sistem kolam (pond). Selain memerlukan biaya operasional dan memerlukan lahan yang luas,
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
15
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
sistem ini juga menghasilkan emisi gas rumah kaca. Padahal POME merupakan bahan baku potensial untuk menghasilkan biogas.
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012 Gambar 2.10 Produksi Kelapa Sawit Indonesia (dalam Ton) Tahun 2008 – 2012
Dari tiga komoditas perkebunan tersebut, terlihat penyebaran budidaya banyak terdapat di luar Jawa. Limbah biomassa kering yang terbuang memiliki potensi kalori yang cukup besar sedangkan daerah luar Jawa banyak yang belum terlayani kebutuhan listriknya. Hal ini merupakan salah satu solusi pemenuhan kebutuhan konsumsi listrik dengan mengembangkan teknologi pembangkit listrik dari bahan bakar biomassa kering. Limbah biomassa kering memiliki potensi kalori sebesar 2.000 sampai dengan 3.000 kkal/kg limbah. Dengan proses pembakaran dapat dihasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi uap serta membangkitkan listrik melalui generator turbin uap. Komoditas perkebunan terbesar banyak dibudidayakan di luar Jawa. Limbah biomassa kering yang terbuang memiliki potensi kalori yang cukup besar sedangkan daerah luar Jawa banyak yang belum terlayani kebutuhan listriknya. Hal ini merupakan salah satu solusi pemenuhan kebutuhan konsumsi listrik dengan mengembangkan teknologi pembangkit listrik dari bahan bakar biomassa kering. Potensi listrik dari total seluruh biomassa adalah sebesar 49.810 MW. Dari potensi ini baru sekitar 3 persen yang telah dimanfaatkan (1.618MW). Diperkirakan 60 persen dari potensi ini dapat dikelola sebagai sumber energi alternatif melalui pembangkit listrik tenaga uap. Kementerian Lingkungan Hidup sendiri dalam menangani energi terbarukan memiliki pengalaman dalam pengembangan PLT Biomassa dari pelepah sawit dan Kementerian Eenergi dan Sumber Daya Mineral mengembangkan PLT dari POME (limbah pabrik kelapa sawit). Untuk mengembangkan PLT Biomassa ukuran mini (misal 200 kW) dari pelepah sawit, dibutuhkan biaya sekitar Rp. 5 miliar. Sedangkan PLT POME lebih besar dari Rp. 20 miliar, tergantung kapasitas pengolahan sawit (30 ton/jam – 1 MW, 45 ton/jam – 1,5 MW, 60 ton/jam – 2 MW). Pengembangan PLT dari pelepah sawit dan POME dilakukan untuk memproduksi listrik (dijual untuk penerangan rumah tangga atau digunakan sendiri) dan menggantikan/menghemat konsumsi solar.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
16
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Sumber: Alcor, 2009 Gambar 2.11 Contoh Model PLTU Mini Berbahan Bakar Limbah Biomassa Kelapa Sawit Dengan Kapasitas Produksi Listrik 250 KW
2.6. Penggunaan Limbah Biomassa Pertanian untuk Bahan Bakar Pemanas/Pengering: Pengeringan/Silo Gabah Pertanian padi dan jagung merupakan komoditas yang cukup dominan dikembangkan di Indonesia. Dengan kondisi infrastruktur pengairan saat ini maka model pertanian yang dikembangkan masih mengandalkan kepada musim dan pasokan air hujan. Model pertanian tersebut tentunya akan menjadi kendala dalam proses penyimpanan pasca panen. Masa panen yang tidak penuh dalam satu tahun menuntut metode penyimpanan yang mampu menunjang cadangan komoditas pada masa paceklik. Salah satu teknologi yang telah dikembangkan adalah teknologi pengeringan hasil panen. Biji produk seperti gabah dan jagung dikeringkan hingga kadar air tertentu sihingga akan tahan lama untuk disimpan.
Tabel 2.4 Produksi Padi dan Jagung Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2011 Provinsi Indonesia Aceh Sumatera Utara Sumatera barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah
Jenis Tanaman Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi
Produksi(Ton)
Jenis Tanaman
70,866,571 1,968,474 3,664,588 2,373,806 440,131 685,681 3,593,463 626,176 3,218,232 29,087 1,396 10,141 12,009,422 10,295,494
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung
Produksi(Ton) 18,510,435 186,761 984,453 525,205 30,185 26,038 147,499 90,769 1,725,727 1,061 818 1,113,088 3,042,420
17
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program Provinsi DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua
Jenis Tanaman Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi
Produksi(Ton)
Jenis Tanaman
891,137 12,144,973 2,046,832 857,157 2,161,442 725,507 1,514,654 793,576 1,990,788 573,382 641,236 1,033,241 4,911,567 562,078 291,248 429,006 113,178 71,002 26,280 172,196
Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung Jagung
Produksi(Ton) 271,751 5,741,833 11,897 57,954 624,445 711,278 161,632 7,283 104,402 8,492 439,263 140,304 1,440,003 69,137 677,249 121,232 12,315 27,146 1,710 7,085
Sumber: BPS, 2013
Pengeringan hasil pertanian dimaksudkan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam bahan hasil pertanian yang dikeringkan hingga mencapai tinggal 10 persen sampai 12 persen saja, dengan hasil pengeringan seperti ini biji-bijian hasil pertanian tidak mudah diserang mikroorganisme pembusuk (Lahming, 1993). Mengingat bahwa bahan bakar biomassa (limbah-limbah pertanian, seperti gabah) dapat dimanfaatkan dalam peningkatan nilai ekonomi dan pencegahan pencemaran lingkungan. Proses pengeringan dengan memanfaatkan bahan bakar biomassa pada prinsipnya sama dengan pemanfaatannya dalam kegiatan pembangkit listrik. Namun dalam alat pengering ini, kalori yang dihasilkan dari pembakaran limbah dapat langsung dikontakkan dengan bahan/media yang akan diolah. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memiliki pengalaman dalam pengembangan sekam padi untuk pengering gabah. Untuk penggunaan sekam padi untuk pengering gabah, dibutuhkan investasi Rp. 945 juta dengan kapasitas 20 ton/hari.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
18
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Sumber: http://santosorising.blogspot.com Gambar 2.12 Model Pengering Gabah
2.7. Pemanfaatan Sampah Perkotaan Pemanfaatan sampah perkotaan merupakan salah satu dari prioritas nasional bidang energi baru dan terbarukan yang tertuang dalam agenda riset nasional 2010-2014, hal ini yang juga melatarbelakangi untuk menjadikan sampah sebagai objek penelitian dalam konversi energi listrik. Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi. Dalam Undang-Undang No. 18 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses alam yang berbentuk padat. PLTSa disebut juga sebagai pembangkit listrik tenaga sampah merupakan pembangkit yang dapat membangkitkan tenaga listrik dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan utamanya, baik dengan memanfaatkan sampah organik maupun anorganik. Mekanisme pembangkitan dapat dilakukan dengan metode secara pembakaran/thermal dan secara biologis. Proses konversi melalui metode thermal dapat dicapai melalui beberapa cara pembangkitan, yaitu dengan metode pirolisis, combustion, Plasma Arc Gasification, thermal gasifikasi.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
19
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Sumber: aneka-sains.blogspot.com Gambar 2.13 Proses Konversi Biologis
2.8. Pemanfaatan Limbah Cair Domestik Selain permasalahan sampah, kawasan pemukiman juga menimbulkan dampak pembuangan limbah cair domestik. Besarnya jumlah penduduk dan padatnya permukiman penduduk terutama di perkotaan memberikan dampak negative terhadap lingkungan sekitar terutama pada limbah cair rumah tangga. Limbah cair rumah tangga pada permukiman apabila tidak ditangani dengan cukup baik, akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan diantaranya penurunan kualitas air badan air dan air tanah, penurunan tingkat kesuburan tanah, maupun penurunan tingkat estetika suatu wilayah. Limbah cair rumah tangga biasanya dihasilkan dari kegiatan mandi, cuci, kakus, memasak, maupun kegiatan-kegiatan rumah tangga lainnya. Limbah cair rumah tangga ini juga sering disebut dengan limbah domestik. Sebagai cirikhas dari limbah ini adalah mempunyai karakteristik kaya akan zat organik disamping adanya zat padat. Potensi kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk mencapai US$ 6,3 Miliar atau setara Rp. 58 Triliun atau 2,3 persen GDP Indonesia. Hal demikian sama saja dengan kebocoran pada angka pertumbuhan ekonomi Indonesia (World Bank, 2007). Pada tahun 2011, terdapat peningkatan presentasi jumlah penduduk yang memiliki akses terhadap sanitasi yang layak di Indonesia, sebesar 55,60 persen. Beberapa permasalahan dalam pengembangan infrastruktur limbah cair rumah tangga antara lain terbatasnya pendanaan, terbatasnya sumber daya manusia, persepsi tentang pentingnya sanitasi masih rendah, belum efisiennya tata kelola dan kelembagaan, Sektor air limbah bukan sektor yang “seksi”. Sampai saat ini investasi sanitasi masih jauh dari kondisi ideal. Angka Investasi Sanitasi tahun 1970 – 2000 sebesar Rp. 200/kap/tahun. Selama lima tahun terakhir terjadi peningkatan menjadi Rp. 5000/kap/tahun jauh dari Angka Investasi Sanitasi Ideal yaitu Rp. 47.000/kap/tahun.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
20
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Sumber: WHO/UNICEF, 2012 Gambar 2.14 Proporsi Penduduk Tanpa Akses terhadap Sanitasi
Diantara limbah cair ini, yang paling besar dampak buangannya adalah limbah dari feces manusia (buangan BAB, buang air besar). Pemanfaatan limbah cair domestik merupakan salah satu cara untuk memproduksi energi yang terbarukan. Salah satu alternatif pembuangan limbah feces adalah dengan metode pengolahan reaktor biogas. Model pengolahan reaktor biogas dari limbah domestik ini telah dikembangkan di beberapa tempat. Salah satunya adalah reaktor Biogas dari kotoran manusia yang terus dikembangkan di Pondok Pesantren. Model pengembangan biogas feces di pesantren merupakan salah satu jalan untuk memenuhi syarat jumlah komoditas di wilayah tertentu. Pembangunan instalasi biogas di pesantren ini juga berpotensi menciptakan ekopesantren atau pesantren berwawasan lingkungan yang turut peduli terhadap pengolahan limbah dan penggunaan energi alternatif.
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2012 Gambar 2.15 Sanimas Sistem Mix (Gabung) antara Komunal- Perpipaan dan MCK Plus
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
21
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB III ALTERNATIF PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE TO ENERGY 3.1. Kebutuhan Dukungan Pembiayaan Usaha pelestarian lingkungan hidup membutuhkan penanganan yang sistemik dan menyeluruh. Terlebih, penanganan pelestarian lingkungan hidup dengan pemanfaatan Waste to Energy (WtE) memerlukan pendekatan multi-stakeholders. Kegiatan pemanfaatan WtE memerlukan penanganan dari berbagai pemangku kepentingan. Kesadaran dunia usaha khususnya UMKM akan pemanfaatan WtE membutuhkan dukungan investasi tersendiri. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mengurangi kerusakan lingkungan telah dilakukan oleh pemerintah antara lain melakukan edukasi kepada seluruh pemangku kepentingan terkait pentingnya pengelolaan lingkungan hidup, pemberian insentif (misal pembebasan bea impor, pengurangan PPh atas biaya pengolahan limbah, subsidi kompos, dan lain-lain), dan pemberian pinjaman lunak11.
3.2. Program Pinjaman Lunak di KLH 3.2.1. Program Pollution Abatement Equipment (PAE) Program PAE (Pollution Abatement Equipment) dimulai dari tahun 1992-2011 dengan sumber dana dari Jepang melalui JBIC (Japan Bank for International Cooperation)- (JBICPAE). Program ini dilaunching pada tahun 1992. Dana yang telah disalurkan Rp. 407,7 miliar ke 96 perusahaan semua skala. Dana revolving fund per tahun sekitar Rp. 38 miliar. Pelaksanaannya empat bank, Danamon, BII, BCA, Lippo, BNI dan Mandiri. Ini kredit investasi dengan bunga sesuai SBI. Khusus untuk Program PAE, BI bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Bank Peserta (BCA, Bank Danamon, BII, Lippo Bank, Bank Umum Nasional, PT. BBD (Persero), PT. BEII (Persero), PT. BNI (Persero), dan PT. Bapindo (Persero)). Menurut kajian Kesiapan UMKM Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2012 menyebutkan bahwa program tersebut berakhir belum ada lembaga perbankan di Indonesia yang menginisiasi peluncuran skim pinjaman atau pembiayaan untuk UMKM ramah lingkungan dengan mengadopsi program sejenis untuk tujuan serupa.
3.2.2. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 1 Program Kreditanstalt fur Wiederaufbau-Industrial Efficiency And Pollution Control Tahap I yang selanjutnya disebut Program KfW-IEPC I adalah program yang bersumber dari hibah Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW) yang dipinjamkan oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan kepada bank pelaksana untuk membiayai kegiatan investasi yang berorientasi lingkungan hidup dalam rangka pengendalian polusi dan efisiensi industri. Program IEPC (Industrial Efficiency and Pollution Control) Tahap I dimulai dari Tahun 19982013. 11
Kajian Kesiapan UMKM Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan, 2012, BI.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
22
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Sasaran dari program pinjaman lunak ini adalah industri dengan skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Bank pelaksana dari kegiatan program ini terdiri dari 4 BPD, 1 Bank Nasional yaitu Bank BNI, Bank Jateng, Bank Nagari, Bank Jabar Banten, dan BPD Bali dengan tingkat suku bunga efektif mencapai 9 – 14 persen. Tujuan dari pinjaman ini adalah untuk mendorong agar UMK dapat mengurangi limbah produksi melalui peningkatan efisiensi dalam penggunaan energi, bahan baku dan pengolahan limbah.
3.2.3. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 2 Salah satu permasalahan yang dihadapi Usaha Kecil dan Menengah dalam pengelolaan lingkungan adalah tidak tersedianya dana untuk pengadaan peralatan pencegahan dan pengendalian pencemaran. Pemerintah Indonesia menyediakan pinjaman lunak untuk membantu usaha skala kecil dan menengah dalam: -
Investasi di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran; Meningkatkan efisiensi produksi; Bantuan teknis.
Dana pinjaman ini bersifat bergulir (Revolving Fund), sehingga akan diteruspinjamkan kembali kepada nasabah yang menerapkan upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan. Dana ini berasal dari bantuan Pemerintah Jerman melalui program Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2) – Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW). Oleh karena itu disebut Program Pinjaman Lunak Lingkungan IEPC-KfW Phase II. Sasaran dari dana program pinjaman ini antara lain ditujukan bagi: -
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) nasional, yang memiliki aset kurang dari Rp. 10 Miliar (di luar tanah dan bangunan); UKM sentra dan/atau individu yang berbadan hukum (CV, PT, koperasi dan lain-lain); Potensial mencemari lingkungan.
Dana ini dapat diberikan apabila perusahaan tersebut telah memenuhi kelayakan teknis yang ditentukan berdasarkan penilaian KLH dan kelayakan finansial yang ditentukan berdasarkan penilaian Bank Penyalur. Maksimum pinjaman adalah Rp. 5 Miliar (Rp. 10 Miliar untuk perusahaan sistem kluster) dengan tingkat suku bunga pinjaman yang kompetitif. Masa pengembalian pinjaman sekitar 3 – 10 tahun dengan masa tenggang waktu pembayaran pokok sekitar 0 -1 tahun. Ketentuan pembayaran bunga dan pokok sesuai dengan ketentuan intern Bank Penyalur. Mekanisme yang dalam pengajuan dana yang harus diperhatikan dalam program Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2), yaitu : -
Pengajuan permohonan pinjaman dari Perusahaan kepada Bank Penyalur. Penilaian aspek finansial oleh Bank Penyalur. Permohonan penilaian aspek teknis dari Bank Penyalur kepada KLH. Penilaian aspek teknis oleh KLH. Penyampaian hasil penilaian teknis KLH kepada Bank Penyalur. Permohonan dana dari Bank Penyalur ke Bank Pelaksana. Pencairan dana dari Bank Pelaksana ke Bank Penyalur. Pencairan dana dari Bank Penyalur kepada Perusahaan Pemohon.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
23
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Kemudian komponen investasi yang dapat dibiayai dalam program Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2), yaitu : -
-
Peralatan pencegahan pencemaran (Mesin produksi yang ramah lingkungan, mesin yang lebih efesien dari segi bahan baku, energi dan berkurangnya cacat serta kegagalan produk). Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Instalasi Pengendalian Pencemaran Udara (IPPU), Instalasi Pengolahan Limbah Padat (IPLP), Instalasi Daur Ulang Limbah (IDUL); Jasa konsultasi desain sistem dan konstruksi sipil, pencegahan dan pengendalian pencemaran, serta daur ulang; Lahan tapak IPAL.
Pada komponen modal kerja yang dapat dibiayai yakni modal kerja permanen yang terkait investasi seperti bahan kimia, suku cadang dan lain-lain yang terkait dengan mesin atau alat yang dibiayai oleh IEPC2 (tidak lebih dari 40 persen). Sedangkan komponen investasi yang tidak dapat dibiayai dalam program Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2), yaitu : -
Biaya administrasi; Pajak; Bangunan pabrik, gudang, kantor, kantin; Kompensasi dan pembebasan lahan pabrik; Biaya operasi dan pemeliharaan; Alat transportasi; Power plant, genset; Alat transportasi;
Bank Pelaksana adalah bank yang menampung dana dari KFW Jerman dan menyalurkan melalui Bank Penyalur. Bank Pelaksana dalam program Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2) adalah Bank Negara Indonesia dan Bank Ekspor Indonesia. Sedangkan bank penyalurnya adalah: -
Bank Negara Indonesia Bank Jateng Bank BPD Kaltim Bank Kalbar Bank Bukopin Bank Niaga
3.2.4. Program Debt for Nature Swap (DNS) Salah satu aksi kongkret pemerintah adalah melalui kerjasama dengan pemerintah Jerman, yang juga memberi perhatian serius terhadap pembangunan berwawasan lingkungan. Aksi kongret tersebut adalah bekerjasama melakukan penyelamatan atau pelestarian lingkungan melalui program pembiayaan usaha kecil dan mikro yang memberi perhatian pada pelestarian lingkungan. Sumber dana pembiayaan berasal dari konversi hutang pemerintah Indonesia kepada pemerintah Jerman yang disalurkan kepada sektor usaha kecil dan mikro yang peduli terhadap pelestarian lingkungan melalui perbankan. Program tersebut dinamakan pembiayaan Debt Nature Swap-Kementrian Lingkungan Hidup (DNS-KLH). PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
24
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Program Debt for Nature Swap (DNS) dengan Pemerintah Jerman adalah suatu program yang memberikan keringanan hutang dari Pemerintah Jerman kepada Pemerintah Indonesia melalui penyediaan sejumlah dana oleh Pemerintah Indonesia untuk kegiatan pengelolaan lingkungan hidup. Dana DNS adalah dana program bantuan pendanaan investasi lingkungan bagi UMK yang bersumber dari DNS Pemerintah Jerman. Inti dari program DNS-KLH adalah Bank dapat membiayai usaha kecil dan mikro, dimana sumber pendanaan berasal dari alokasi pembayaran hutang pemerintah sebesar 80 persen dari total pembiayaan dan sisanya 20 persen berasal dari dana komersial perbankan. Besarnya pembiayaan yang dapat diterima oleh nasabah adalah s.d. Rp. 500 juta. Beberapa Benefit yang dapat diterima oleh nasabah kecil dan mikro yang dibiayai adalah: 1) Akses ke perbankan bagi usaha kecil dan mikro menjadi lebih mudah. Selama ini usaha kecil dan mikro mengalami kesulitan dalam mengakses pendanaan dari perbankan, karena memang sifat usaha mereka yang belum bankable. 2) Tingkat bunga atau margin yang dikenakan lebih murah dari tingkat bunga perbankan secara umum yaitu setara dengan 12 persen eff.p.a. Sebagai informasi bahwa tingkat bunga pembiayaan kecil dan mikro di perbankan berada pada kisaran 20 persen eff. p.a. ke atas. Sudah lazim kita ketahui bahwa perbankan membebankan tingkat bunga yang cukup tingga untuk nasabah kecil dan mikro. Hal ini sejalan dengan tingkat risiko yang relatif tinggi di segmen ini. 3) Mensukseskan program pemerintah khususnya dalam upaya pelestarian lingkungan. 4) Membantu pemerintah dalam mengurangi hutang kepada pemerintah Jerman. Sebagai informasi bahwa Rp. 1 dana pembiayaan yang disalurkan akan melunasi Rp. 2 hutang pemerintah Indonesia kepada pemerintah Jerman. Semakin besar portofolio pembiayaan program ini, maka hutang pemerintah Indonesia akan semakin cepat terbayar.
3.2.5. Program Emission Reduction Investment (ERI) Program Emission Reduction Investment (ERI) adalah program pinjaman lunak dengan mekanisme two step loan yang bertujuan membiayai investasi pengurangan emisi bagi industri lokal dalam mendorong penggunaan peralatan efisiensi energi. Program ini merupakan dana hibah yang berasal dari Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KFW) yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang kemudian diteruspinjamkan kepada Bank Pelaksana. Program ERI diharapkan memberikan dampak terhadap meningkatkan kesadaran akan pentingnya investasi pengurangan emisi (Emission Reduction Investment) dan menyediakan informasi tentang keuntungan komersial dari Program ERI. Selain itu, dapat mengembangkan suatu fasilitas pendanaan yang berkelanjutan bagi investasi pengurangan emisi yang disalurkan melalui lembaga keuangan untuk usaha kecil dan menengah yang ingin berinvestasi dalam pengembangan energi yang berkelanjutan. Tujuan lain dari ERI adalah meningkatkan kapasitas Lembaga Keuangan yang berpartisipasi dalam program ERI dan perusahaan lokal, dan membangun portofolio Investasi Pengurangan Emisi pada lembaga keuangan pelaksana terpilih.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
25
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
ERI program merupakan kesepakatan Pemerintah Jerman dengan Pemerintah Indonesia yang terdiri dari 3 (tiga) komponen: -
Dana untuk pinjaman sebesar EUR 16.5 juta yang disalurkan kepada Loan Administrator dan/atau kepada Lembaga Keuangan terpilih untuk membiayai investasi efisiensi energi bagi usaha kecil dan menengah;
-
Unit Bantuan Teknis (Technical assistance unit) sebesar EUR1.5 juta untuk mendukung pelaksanaan, pemasaran, peningkatan kapasitas, perispan program, dan portofolio pengembangan bagi lembaga pelaksana dan industri.
-
Sebesar EUR 2.0 juta dialokasikan untuk suatu pengembangan skema insentif untuk mendorong investasi hemat energi/energi efisiensi. Sedangkan beberapa tipe pinjaman dalam program ERI antara lain sebagai berikut,
yaitu: a) Tipe 1: Pinjaman sampai Rp. 750 juta untuk Investasi ERI skala kecil yang telah distandardisasi: -
Skala kecil investasi ERI berdasarkan daftar teknologi dan peralatan (pendekatan berdasarkan teknologi); Jumah pinjaman sampai Rp. 750 juta (mendekati USD 90,000); Lama pinjaman sampai 5 tahun; Tidak dibutuhkan jasa/input konsultansi.
b) Tipe 2: Pinjaman sampai Rp. 10 Miliar untuk investasi ERI skala usaha menengah -
Skala menengah investasi ERI (pendekatan berdasarkan penilaian/assessment based approach) Jumlah pinjaman sampai Rp. 10 Miliar; Lama pinjaman sampai 7 tahun termasuk grace period; Kriteria pinjaman : min. 15 persen pengurangan emisi, dan project IRR > 12 persen; Dibutuhkan jasa konsultansi (ERI eligibility assessment, project preparation support)
3.3. Program di Kementerian ESDM Program Biogas Rumah Indonesia atau biasa disebut dengan Program BIRU adalah program 4 tahun yang dikelola dan diimplementasikan oleh HIVOS (Institut Kemanusiaan untuk Kerjasama Pembangunan) dengan bantuan teknis dari SNV (Lembaga Pembangunan Belanda) yang bertanggung jawab untuk pertukaran pengetahuan selama fase implementasi program. Dimulai pada tanggal 15 Mei 2009, program ini didanai seluruhnya oleh Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan dukungan penuh dari Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi dari Kementrian Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Tujuan pembangunan program Biogas Rumah secara keseluruhan adalah untuk mempopulerkan reaktor biogas rumah sebagai sumber energi lokal berkelanjutan melalui pengembangan sektor komersial berorientasi pasar, pada beberapa provinsi terpilih di Indonesia.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
26
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rumah tangga di maksimal delapan provinsi di Indonesia, dengan target konstruksi minimal 8,000 reaktor biogas rumah yang diharapkan dapat memberi beragam manfaat ganda. Pemanfaatan teknologi biogas secara langsung berkontribusi terhadap naiknya tingkat kesejahteraan hidup rumah tangga di pedesaan khususnya bagi anak-anak dan perempuan. Hal ini sekaligus membuka kesempatan kerja dengan membuka sektor bisnis dan usaha (mulai dari pemasok hingga pekerja). Manfaat lain termasuk metode yang hemat waktu dan dana seperti pengurangan berbagai bahan bakar yang tidak terbarukan seperti kayu bakar, batu bara dan bahan bakar fosil yang telah terbukti merusak baik lingkungan dan kesehatan; mempromosikan hidup organik melalui penggunaan bio-slurry atau ampas biogas yang menyuburkan tanah sehingga menghasilkan panen perkebunan dan pertanian yang lebih tinggi hingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi lokal. Telah diakui secara luas bahwa energi memainkan peran penting dalam mendukung upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium dan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat miskin di seluruh dunia. Sebagai tindak lanjut dari KTT Pembangunan Berkelanjutan, pemerintah Belanda telah menformulasikan program aksi untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan kemampuan program untuk mengatasi hubungan antara kemiskinan dan energi yang memungkinkan akses ke jasa energi untuk 10 juta orang (2 juta rumah tangga) sebagai salah satu hasil yang diinginkan, pemerintah Belanda menyediakan EUR 500 juta untuk mempromosikan energi terbarukan di sejumlah negara berkembang. Melalui Program Biogas Rumah Indonesia, Pemerintah Belanda mengalokasikan EUR 656,535 untuk memungkinkan pembentukan sektor biogas berorientasi pasar yang layak dan mandiri. Program ini diimplementasikan mulai 15 Mei 2009 hingga 31 Desember 2013. Dengan sekitar 43 persen atau 92.9 juta penduduk di Indonesia yang terjun dalam pertanian (FAO, 2005), seperempat dari luas tanah masih diolah dan jumlah kelompok tani ternak tampaknya bertambah dari 37.000 menjadi 54.600 kelompok antara 1993 dan 1997. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi baik dalam jangka panjang untuk pengembangkan sektor biogas rumah yang berkelanjutan secara nasional. Sektor pertanian Indonesia menunjukkan peningkatan substansial sebanyak 56 persen dan jumlah rumah tangga ternak meningkat 20 persen dari 3,74 juta menjadi 4,49 juta antara 1983 dan 1993. (Bank Dunia, 2002). Berdasarkan studi kelayakan yang telah dilakukan sebelum inisiasi program, pulau Jawa, Sumatera Barat dan Bali menjadi fokus awal program BIRU karena populasi ternak di lokasi-lokasi ini tinggi dengan sebagian besar hewan ternak dikandangkan. Meski demikian, keputusan ini tidak hanya mempertimbangkan potensi pasar teknis semata, namun juga keberadaan dari kemampuan pelaksana untuk segera mengikutsertakan diri dalam beberapa fungsi primer dari program nasional: konstruksi dan servis pasca penjualan serta pemberian kredit. Pemilihan provinsi-provinsi target biasanya diawali dengan pelaksanaan studi pasar. Pada saat ini, Program BIRU beroperasi di tujuh provinsi di Indonesia: Jawa Barat, DI Yogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Lampung.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
27
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
3.4. Kredit Program Eksisting 3.4.1. Pola Subsidi Bunga (Interest Subsidy Pattern) a. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) Dalam rangka mendukung Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Bahan Baku Bahan Bakar Nabati, diperlukan pendanaan yang mengedepankan peran perbankan nasional dengan subsidi bunga dari Pemerintah. Selain itu, agar penyediaan, penyaluran dan pertanggungjawaban pendanaan KKP-E dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, perlu diciptakan suatu skim dan mekanisme kredit yang terpadu. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 tentang Perubahan Pertama Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E dan terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tanggal 23 November 2010. Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atas dasar permohonan bank yang bersangkutan, yang kemudian diatur dalam Perjanjian Kerjasama Pendanaan (PKP) antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E. Risiko KKP-E ditanggung Bank Pelaksana, kecuali skim intensifikasi padi, jagung dan kedelai sebagian dapat dijaminkan ke lembaga penjamin yang didukung oleh Pemerintah. Risiko KKP-E ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, kecuali untuk skim intensifikasi padi/jagung/kedelai, skim hortikultura (ubi kayu dan ubi jalar) serta skim peternakan khususnya sapi, sebagian risiko bank pelaksana dapat ditanggung secara bersama-sama oleh lembaga penjamin dan pemerintah. Plafon KKP-E Per Bank Pelaksana Per Kelompok Kegiatan ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan Program Kementerian Teknis, Komitmen Pendanaan Bank Pelaksana, Alokasi Subsidi Bunga dalam APBN, dan pendapat Komite Kebijakan. Peserta KKP-E adalah Petani/Peternak/Pekebun/Nelayan dan Pembudidaya Ikan yang tergabung dalam Kelompok/Koperasi secara mandiri atau bekerjasama dengan Mitra Usaha. Calon Peserta KKP-E mengajukan KKP-E kepada Bank Pelaksana dengan dilampiri Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang telah disetujui Dinas terkait, diseleksi dan ditetapkan sebagai Peserta KKP-E oleh Bank Pelaksana. Kegiatan Usaha yang dibiayai KKP-E adalah: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Pengembangan Tanaman Pangan; Pengembangan Hortikultura; Pengembangan Perkebunan; Pengembangan Pengadaan Pangan berupa gabah, jagung, kedelai dan perikanan; Peternakan; Penangkapan dan Pembudidayaan ikan; dan Pengadaaan/peremajaan peralatan, mesin dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha dari huruf a s/d f di atas.
Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus usaha dan tanam, paling lama 5 (lima) tahun. Tingkat bunga peserta KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditambah 5 persen untuk kegiatan usaha perkebunan (tebu) dan ditambah 6 persen untuk kegiatan usaha non perkebunan (tebu). PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
28
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Plafon Peserta KKP-E per individu maksimum sebesar Rp. 100 juta dan untuk Koperasi, Kelompok Tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani (KKP-E Pengadaan pangan gabah, jagung, dan kedelai serta perikanan) maksimum sebesar Rp. 500 juta. Sedangkan untuk pengadaan/ peremajaan peralatan dan mesin, batas maksimum kredit adalah sebesar Rp. 500 juta.
Gambar 3.1 Skema Kredit Ketahanan Pangan Energi
Bank Pelaksana KKP-E sebanyak 22 bank yang menyediakan alokasi kredit KKP-E dengan plafon total sebesar Rp. 9,34 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Outstanding KKP-E s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp. 4,01 triliun atau sebesar 42,92 persen dari total plafon. Realisasi subsidi bunga TA 2012 sebesar Rp. 196,08 miliar (87,20 persen) dari alokasi TA 2012 sebesar Rp. 224,86 miliar. Formulasi perhitungan KKP-E adalah sebagai berikut:
Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (Hari Bunga/365) Keterangan: 1. Outstanding = Penyaluran / Mutasi Debet dikurangi Pengembalian / Mutasi Kredit. 2. Hari Bunga = Sejak Tanggal Mutasi s.d. Tanggal Jatuh Tempo / Tanggal Akhir Periode. 3. Tingkat Subsidi Bunga = Tingkat Subsidi Bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan.
Untuk mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KKP-E yang telah dibayarkan kepada Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan Monitoring dan Verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KKP-E sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara. Pelaksanaan Monitoring dan Verifikasi dilakukan dengan : 1) Meminta data perkembangan pelaksanaan KKP-E yang meliputi penyaluran, pengembalian, outstanding, dan jumlah debitur serta informasi lainnya terkait dengan pelaksanaan KKP-E kepada Bank Pelaksana; 2) Memberikan lembar isian kepada Bank Pelaksana KKP-E untuk diisi oleh petugas bank yang menangani/memahami masalah KKP-E;
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
29
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
3) Memilih dan mengunjungi satu atau dua sampel peserta KKP-E dengan mempertimbangkan jarak dan waktu pelaksanaan monitoring KKP-E.
b. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006, Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati. Guna mempercepat pertumbuhan sektor riil melalui pengembangan perkebunan, Menteri Pertanian telah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian No. 33/Permentan/OT. 140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Pelaksanaan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati dan revitalisasi perkebunan didukung pendanaan yang mengedepankan perbankan nasional. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan 2, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.06/2006 tanggal 30 Nopember 2006 tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Pengembangan perkebunan yang dapat didanai melalui KPEN-RP meliputi perluasan, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman kelapa sawit, karet, dan kakao. KPEN-RP diberikan langsung kepada Petani Peserta atau melalui Mitra Usaha. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan menunjuk Bank Pelaksana berdasarkan permohonan bank yang bersangkutan. Antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bank Pelaksana dibuat Perjanjian Kerjasama Pendanaan. Tingkat bunga KPEN-RP ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan ketentuan setinggi-tingginya sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 5 persen (lima per seratus). Menteri Keuangan menetapkan bagian tingkat bunga KPEN-RP yang dibebankan kepada Petani Peserta atas usul Menteri Pertanian, setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga atas KPEN-RP diberikan sebesar selisih antara tingkat bunga KPEN-RP sebagaimana dimaksud dalam butir 11 dengan tingkat bunga KPEN-RP yang dibebankan kepada Petani Peserta. Tingkat bunga KPEN-RP ditinjau dan ditetapkan kembali setiap 6 (enam) bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Bank setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga dibayarkan setiap 3 bulan berdasarkan data penyaluran yang disampaikan Bank Pelaksana. Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama masa pengembangan. Masa pengembangan perkebunan yaitu maksimal selama 5 (lima) tahun untuk kelapa sawit dan kakao, sedangkan untuk karet maksimal selama 7 (tujuh) tahun. Risiko KPEN-RP ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, dan/atau bersama dengan Mitra Usaha, dan/atau bersama dengan lembaga penjamin kredit, atas kesepakatan bersama. Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana sebanyak 17 bank yang menyediakan alokasi kredit KPEN-RP sebesar Rp (?) dengan plafon total sebesar Rp. 38,61 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Telah Akad Kredit s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp. 7,32 triliun atau sebesar 18,97 persen dari total plafon. Subsidi Bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan TA 2012 adalah sebesar Rp. 76,99 Miliar (87,40 persen) dari alokasi sebesar Rp. 88,09 Miliar dialokasikan anggaran subsidi bunga KPEN-RP sebesar Rp. 80,313 miliar.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
30
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Realisasi penyaluran KPEN-RP masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam kendala pada proses penyaluran kredit kepada peserta KPEN-RP, salah satunya yang sangat mengemuka adalah masalah sertifikasi lahan.
Gambar 3.2 Skema Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPENRP)
Formula Perhitungan Subsidi Bunga KPEN-RP
Plafon Peserta KPEN-RP per individu maksimum seluas 4 ha dengan nominal yang disesuaikan dengan peraturan Ditjen Perkebunan, Kementerian Keuangan. Untuk mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan kepada Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KPENRP sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara.
c. Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD-Nias) untuk Korban Bencana Alam Gempa dan Tsunami Bencana alam gempa dan gelombang tsunami akhir tahun 2004 yang lalu telah mengakibatkan kerusakan yang luar biasa diberbagai aspek kehidupan masyarakat di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias. Kehilangan/kerusakan aset, ditambah dengan sarana dan prasarana perekonomian yang belum sepenuhnya pulih, yang mengakibatkan biaya operasional usaha menjadi mahal,
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
31
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
pada akhirnya mengakibatkan pengusaha lokal sulit untuk segera bangkit kembali dari keterpurukan akibat bencana alam tersebut. Rapat konsultasi antara Tim Pengawas Penanggulangan Bencana Alam di Propinsi NAD dan Nias Sumatera Utara - DPR RI dengan Pemerintah c.q. Menteri Keuangan pada tanggal 27 Maret 2007 disepakati bahwa pengusaha lokal perlu dibantu dan diberdayakan untuk dapat berperan serta mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi perekonomian Provinsi NAD dan Kepulauan Nias melalui penyediaan kredit dengan tingkat bunga yang terjangkau yang mengedepankan pendanaan perbankan dengan subsidi bunga Pemerintah. Sebagai tindaklanjut hasil Rapat di atas dan sebagai pelaksanaan Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias korban bencana Alam Gempa dan Tsunami, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tanggal 23 Juli 2008 tentang Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD dan Nias). Surat Kuasa Menteri Keuangan No. SKU-295/MK/2008 tanggal 20 Agustus 2008 tentang pelimpahan kuasa kepada Dirjen Perbendaharaan dalam rangka KPP NAD dan Nias. Terkait Pelaksanaan dari kegiatan ini telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan No.135/PMK.05/ 2008 pada tanggal 18 Agustus 2008 di Banda Aceh, NAD dan tanggal 24 Agustus 2008 di Nias, Kepulauan Nias (Sumatera Utara); 2) Penetapan Bank Pelaksana KPP NAD dan Nias, yaitu PT. Bank Sumut dan PT. BPD Istimewa Aceh, Bank Mandiri dan Bank BNI (Bank BRI menolak untuk menjadi bank pelaksana); 3) Peraturan Gubernur NAD dan Peraturan Gubernur terkait pelaksanaan teknis KPP NAD dan Nias. Realisasi outstanding penyaluran KPP NAD-Nias s/d 28 Februari 2013 oleh BPD Aceh, BPD Sumatera Utara, BNI dan Bank Mandiri selaku Bank Pelaksana sebesar Rp. 26,33 miliar (3,13 persen) dari komitmen sebesar Rp. 840 miliar dan realisasi subsidi bunga Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 1,39 miliar (27,86 persen) dari alokasi subsidi sebesar Rp. 5 miliar.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
32
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Gambar 3.3 Skema Penyaluran KPP NAD – Nias
Pembayaran subsidi bunga KPP NAD Nias kepada Bank Pelaksana dilakukan berdasarkan saldo harian KPP-NAD secara bunga tunggal dan dihitung berdasarkan hari yang sebenarnya dengan ketentuan 1 (satu) tahun dihitung 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sebagai faktor pembagi tetap, dan dibayarkan setiap 6 bulan, dengan ketentuan: 1) periode bulan Oktober s.d. Maret, subsidi bunga ditagihkan pada bulan April; dan 2) periode bulan April s.d. September, subsidi bunga ditagihkan pada bulan Oktober.
Formula Perhitungan Subsidi Bunga KPP NAD-NIAS: Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365) Keterangan : 1) 2) 3) 4)
Outstanding: penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit Tingkat subsidi bunga: tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan Hari bunga: sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode: tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana KKP-E.
Subsidi bunga KPP NAD-Nias diberikan selama jangka waktu pinjaman dan tidak termasuk untuk perpanjangan jangka waktu pinjaman dan tambahan plafon.
d. Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) Berdasarkan surat Menteri Keuangan RI No. 258/KU.300/M/10/2008 tanggal 21 Oktober 2008, diputuskan dalam rakortas Wakil Presiden tanggal 24 Juni 2008 bersama beberapa Menteri Kabinet dan calon Bank Pelaksana untuk pengadaan satu juta ekor bibit PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
33
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
sapi dalam lima tahun. Pelaku Usaha perlu diberikan bantuan tingkat bunga yang memadai untuk melaksanakan program pemerintah melalui swasembada daging sapi melalui program subsidi bunga kredit yang disalurkan oleh perbankan pelaksana. Penyaluran KUPS berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.05/2009 tanggal 18 Agustus 2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK No.241/PMK.05/ 2011 tanggal 27 Desember 2011 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi, yang diantaranya mengatur tentang pemberian subsidi bunga kepada Pelaku usaha pembibitan sapi. Realisasi penyaluran KUPS hingga 28 Februari 2013 oleh 12 Bank Pelaksana sebesar Rp. 575,24 miliar (14,51 persen) dari komitmen pendanaan sebesar Rp. 3,96 triliun. Sedangkan realisasi pembayaran subsidi bunga KUPS hingga 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp. 26,98 miliar (63,40 persen) dari plafon sebesar Rp. 42,55 miliar. 12 Bank Pelaksana KUPS adalah Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, BPD Bali, BPD NTB dan BPD Jambi. Formula Perhitungan Subsidi Bunga KUPS:
Subsidi bunga = Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365) Keterangan : 1) 2) 3) 4)
Outstanding: penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit Tingkat subsidi bunga: tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan Hari bunga: sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode: tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana KUPS
Gambar 3.4 Skema Penyaluran KUPS
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
34
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
e. Kredit Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG) Dalam rangka membantu usaha kecil, menengah, petani serta kelompok tani dalam mendapatkan akses kredit perbankan, maka pada rapat Panitia Anggaran DPR dan Pemerintah pada tanggal 21-24 Oktober 2008, disepakati untuk memberikan subsidi atas kepemilikan Resi Gudang yang dimanfaatkan untuk menjaga usaha produksi yang berkelanjutan. Menindaklanjuti hal tersebut, pada bulan November 2008 telah dilaksanakan rapat antara Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Sistem Manajemen Investasi dengan Kementerian Perdagangan guna membahas rencana subsidi bunga kredit melalui skim Kredit Subsidi Resi Gudang (KSRG). Tujuan Kredit SRG ini antara lain adalah: 1) memfasilitasi petani/poktan/gapoktan dan koperasi agar dapat dengan mudah mengakses sumber pembiayaan baik bank maupun lembaga keuangan lainnya; 2) petani/poktan/gapoktan dapat memanfaatkan Sistem Resi Gudang (SRG) dalam upaya menghindari kejadian anjlok harga pada saat panen raya; 3) memfasilitasi petani/poktan/gapoktan agar mendapatkan pembiayaan/harga yang lebih baik pada saat musim paceklik. Sasaran yang ingin dicapai melalui program Kredit SRG ini antara lain: 1) Terfasilitasinya petani/poktan/gapoktan dan koperasi dalam mengakses sumber pembiayaan baik bank maupun lembaga keuangan dalam pelaksanaan SRG di 15 Kabupaten yang tersebar di 7 provinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara dan Lampung. 2) Terfasilitasinya petani/poktan/gapoktan dan koperasi di daerah sentra produksi yang menghasilkan 8 komoditi yaitu: Gabah, beras, jagung, karet, kakao, kopi, lada dan rumput laut. Realisasi penyaluran S-SRG per 28 Februari 2013 oleh 7 bank pelaksana (BPD Jatim, BPD Jabar, Bank BRI, BPD Kalsel , BPD DIY, BPD Sumut dan BPD Jateng) sebesar Rp. 58,54 miliar(49,19 persen) dari komitmen pendanaan sebesar Rp. 119 miliar. Realisasi Pembayaran subsidi bunga S-SRG Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 430 juta (40,93 persen) dari Plafon sebesar Rp. 1,05 miliar. Rendahnya penyaluran S-SRG ini disebabkan belum tersedianya sarana pergudangan komoditas yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Formula Perhitungan Subsidi Bunga S-SRG:
Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365)
Keterangan: 1. Outstanding = penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit 2. Tingkat subsidi bunga = tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan 3. Hari bunga = sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
35
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode = tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana S-SRG.
Gambar 3.5 Skema Penyaluran S-SRG
f. Kredit Investasi Pemerintah (KIP) untuk UMK Dalam rangka meningkatkan perkuatan akses permodalan usaha mikro dan kecil bagi kegiatan usaha produktif, Menteri Negara Koperasi dan UKM melalui surat No. 125/M.KUMK/VIII/2002 tanggal 30 Agustus 2002, mengusulkan penyediaan kredit yang berasal dari dana SU-005. Setelah medapatkan izin dari DPR melalui Kesepakatan Bersama antara Pemerintah dengan Komisi IX DPR-RI pada tanggal 19 Desember 2003, Menteri Keuangan menetapkanKeputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.6/2003 tanggal 29 Januari 2003 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.06/2005 tanggal 14 Pebruari 2005 tentang KUMK. Plafon dana SU-005 untuk pendanaan KUMK pada awalnya sebesar Rp.3,1 triliunm dan telah dialokasikan kepada 33 BUMN Pengelola/LKP KUMK yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan yang kemudian diatur dalam Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah dan BUMN Pengeloladan LKP. Dalam perkembangannya, Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.06/2005 tanggal 14 Pebruari 2005 tentang KUMK disempurnakan kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember 2011 tentang Kredit Investasi Pemerintah (KIP) yang dananya langsung dari APBN. Dari 33 BUMN Pengelola/LKP,saat ini tinggal 23 BUMN Pengelola/LKP yang menyalurkan KUMK dengan total outstanding pinjaman Rp 2,9 tiliun, sedang 10 BUMN/LKP telah melunasi dan tidak memperpanjang. Kredit Investasi Pemerintah, yang selanjutnya disingkat KIP, adalah pembiayaan Pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang digunakan untuk membiayai kegiatan peningkatan produksi dan/atau pengendalian polusi yang dilakukan oleh usaha mikro dan usaha kecil. KIP disediakan dengan tujuan untuk meningkatkan akses Usaha Mikro dan Usaha Kecil terhadap pembiayaan kegiatan dalam rangka peningkatan produksi secara berkelanjutan dan/atau pengendalian polusi. Kegiatan PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
36
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
pengendalian polusi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Usaha Mikro atau Usaha Kecil yang bertujuan untuk mengurangi tingkat polusi dan meningkatkan efisiensi produksi. Kegiatan peningkatan produksi merupakan kegiatan pada semua sektor ekonomi yang dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan Usaha Mikro atau Usaha Kecil Pola penyaluran KUMK terbagi dua yaitu langsung dipinjamkan pemerintah kepada BUMN Pengelola yang selanjutnya diteruspinjamkan kepada LKP untuk dipinjamkan kembali kepada usaha mikro dan kecil atau pemerintah meminjamkan dana SU-005 kepada LKP yang ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan untuk dipinjamkan kepada usaha mikro dan kecil. Atas dana yang diterima, BUMN Pengelola/LKP membayar bunga sebesar BI rate 3 (tiga) bulan secara triwulanan, dengan ketentuan apabila terjadi keterlambatan pembayaran pokok/bunga maka akan dikenakan denda sebesar 4% di atas tingkat bunga yang dikenakan. Guna mendorong penyaluran KUMK dalam rangka peningkatan penyaluran KUMK, dipersyaratkan bahwa apabila outstanding KUMK kurang dari 80%, maka BUMN Pengelola/LKP akan dikenakan denda sebesar 4% atas selisih outstanding tersebut. Risiko KUMK sepenuhnya (100%) ditanggung oleh BUMP Pengelola/LKP. Usaha yang dapat dibiayai adalah usaha mikro dan kecil pada semua sektor ekonomi, yang dinilai layak untuk dibiayai sesuai asas-asas perkreditan yang sehat, serta tidak sedang memperoleh KUMK dari LKP lain atau kredit di luar KUMK dari LKP lain. Dengan plafon individual untuk usaha kecil maksimal sebesar Rp.500 juta dan usaha mikro maksimal Rp.50 juta. Jangka waktu KUMK untuk kredit investasi maksimal 5 tahun dan kredit modal kerja maksimal 1 tahun (dapat diperpanjang maksimal 2 kali). Peserta KUMK tidak dikenakan Biaya Komitmen dan Biaya Provisi. Pengenaan tingkat bunga kepada Usaha Mikro dan Kecil sebesar: 1. dari BUMN Pengelola kepada LKP:
a. spread bunga dari Bank Mandiri kepada BSM adalah 0% (pass on); b. spread bunga dari PNM kepada LKP maksimal 4% sedangkan dari LKP kepada usaha mikro dan kecil maksimal 9%. 2. dari LKP kepada usaha mikro dan kecil:
a. b. c. d.
spread bunga dari LKP perbankan kepada: usaha mikro setinggi-tingginya adalah 10%; usaha kecil setinggi-tingginya adalah 7%. spread bunga Pegadaian kepada usaha mikro & kecil maksimal 12%.
Dengan telah diperpanjangnya pinjaman pendanaan KUMK dari Pemerintah kepada BUMN Pengelola/LKP selama 10 (sepuluh) tahun dari semula 10 Desember 2007 s.d 10 Desember 2009 menjadi 10 Desember 2017 s.d. 10 Desember 2019, dari 31 BUMN Pengelola/LKP KUMK sebanyak 22 (dua puluh dua) BUMN Pengelola/LKP menyatakan memperpanjang pinjaman pendanaan KUMK, yang mana 1 (satu) diantaranya mengajukan pengurangan plafon pinjaman, sedangkan 10 BUMN-P/LKP lainnya menyatakan tidak memperpanjang pinjamannya atau mengembalikan pinjaman sesuai dengan jadwal angsuran. Dari total plafon Rp.9,9 triliun dana SU-005, telah diteruspinjamkan sebesar 3,1 triliun kepada 31 BUMN Pengelola/LKPdan telah dilunasi oleh 10 BUMN. Atas dana angsuran
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
37
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
dari BUMN Pengelola/LKP yang tidak memperpanjang, pada tahun 2011 dilanjutkan dengan Kredit Investasi Pemerintah (KIP) melalui PMK No.193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember 2011 berupa penambahan pinjaman kepada Bank Sumbar sebesar Rp300 miliar, Bank Jatim sebesar Rp200 miliar dan pinjaman baru kepada Bank Jateng sebesar Rp 42 miliar, sehingga s.d 31 Desember 2012 terdapat 2 BUMN Pengelola dan 20 LKP dengan sisa outstanding pinjaman sebesar Rp.2,72 triliun.
3.4.2. Pola Jasa Penjaminan (Assurance Services Pattern) Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menegah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, melalui penerbitan Paket Kebijakan pemerintah pada tahun 2007 yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil dan memberdayakan UMKMK. Untuk meningkatkan akses UMKMK pada sumber pembiayaan, diperlukan penyediaan kredit/pembiayaan yang bersumber dari dana perbankan dengan persyaratan yang ringan dan terjangkau yang didukung fasilitas penjaminan dari Pemerintah. Pelaksanaan program penjaminan kredit/pembiayaan bagi UMKMK, Pemerintah yang diwakili oleh 6 (enam) Kementerian Teknis bersama-sama dengan 6 (enam) bank pelaksana dan 2 (dua) perusahaan penjaminan sepakat menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2007 yang mengatur tugas dan kewajiban masingmasing pihak. Pelaksanaan program pejaminan KUR agar dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.06/2006 tanggal 24 September 2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dalam rangka percepatan penyaluran KUR, 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD) kemudian ditetapkan sebagai bank pelaksana KUR berdasarkan Amandemen Kedua Nota Kesepahamanan Pelaksanaan KUR. Selain dilakukan penambahan bank pelaksana KUR, Pemerintah melakukan revisi atas Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.06/2006 tanggal 24 September 2008 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.05/2010 tanggal 2 November 2010. Adapun pokok-pokok perubahan pelaksanaan KUR meliputi: 1) Merupakan calon debitur yang tidak sedang menerima kredit modal kerja dan/atau investasi dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah yang dibuktikan dengan hasil Sistem Informasi Debitur pada saat Permohonan KUR diajukan; 2) Debitur yang sedang menerima Kredit Konsumtif (Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya) masih dapat menerima KUR; 3) Untuk linkage program dengan pola executing, lembaga linkage yang menyalurkan KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) wajib tidak sedang menerima Kredit Program; 4) Untuk linkage program dengan pola channeling, lembaga linkage yang menyalurkan KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dapat sedang menerima Kredit Program;
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
38
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
5) Untuk KUR sampai dengan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan KUR melalui lembaga linkage sampai dengan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) per UMKM-K, tidak diwajibkan melampirkan hasil Sistem Informasi Debitur. Pendanaan KUR bersumber dari bank pelaksana, sedangkan penjaminan KUR dilaksanakan oleh 2 Lembaga Penjaminan Kredit, yaitu PT Askrindo dan Perum Jamkrindo yang telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2008. Atas kredit/pembiayaan yang dijaminkan, lembaga penjaminan kredit mendapat Imbal Jasa Penjaminan (IJP) atau premi dari Pemerintah. Penjaminan kredit/pembiayaan kepada UMKMK dilaksanakan secara otomatis bersyarat, dan UMKMK yang mendapat fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang layak, namun belum bankable. Tata cara pelaksanaan KUR adalah sebagai berikut: 1) KUR yang disalurkan kepada setiap UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut: a.
b.
paling tinggi sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22 persen (dua puluh dua persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan; Di atas Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14 persen (empat belas persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
2) KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. b.
c.
Plafon yang diberikan kepada setiap lembaga linkage paling tinggi sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14 persen (empat belas persen) efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan; Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan lembaga linkage kepada UMKM-K paling tinggi sebesar/setara 22 persen (dua puluh dua persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
3) UMKM-K yang telah menerima KUR dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan syarat masih dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut: a.
b.
Perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat diberikan sepanjang tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal efektifnya perjanjian kredit awal antara bank pelaksana dan UMKM-K; Dalam hal kredit/pembiayaan investasi untuk usaha perkebunan tanaman keras, perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi tidak dapat diberikan;
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
39
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
c. d.
Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon pinjaman dan tingkat bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2); Mekanisme pelaksanaan perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan tambahan pinjaman (suplesi) diatur lebih lanjut dalam perjanjian kredit antara Bank Pelaksana dan debitur.
4) Besarnya Imbal Jasa Penjaminan yang dibayarkan kepada Perusahaan Penjaminan ditetapkan sebesar 3,25 persen (tiga koma duapuluh lima persen) per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan, yang dibayarkan setiap tahun dan dihitung dari KUR yang dijamin, dengan ketentuan: a. Untuk kredit modal kerja dihitung dari plafon kredit; b. Untuk kredit investasi dihitung dari realisasi kredit. 5) Persentase jumlah KUR yang dijaminkan kepada Perusahaan Penjaminan ditetapkan sebesar: a.
b. c.
80 persen (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri; 80 persen (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk KUR Tenaga Kerja Indonesia; 70 persen (tujuh puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor lainnya.”
Pemerintah memberikan Imbal Jasa Penjaminan KUR selama jangka waktu paling lama 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi termasuk untuk perpanjangan, tambahan pinjaman (suplesi), dan restrukturisasi. Sedangkan untuk kredit/pembiayaan investasi di sektor tanaman keras, jangka waktu paling lama adalah 13 tahun dan tidak dapat diperpanjang jangka waktunya. Formula perhitungan Imbal Jasa Penjaminan KUR adalah sebagai berikut: -
Untuk Kredit Modal Kerja : 3,25% x 70% x 1 tahun x plafon kredit
-
Untuk Kredit Investasi
: 3,25% x 70% x 1 tahun x realisasi kredit
Plafon kredit/pembiayaan kepada UMKM: 1) s.d Rp. 20 jt dengan tingkat bunga 22 persen effektif per tahun; 2) diatas Rp. 20 jt s.d Rp. 500 jt dengan tingkat bunga 14 persen effektif per tahun. Realisasi penyaluran KUR s.d. 28 Februari 2013 sebesar Rp. 103,20 triliun oleh 33 bank pelaksana KUR. Dari realisasi penyaluran KUR yang telah dijamin, telah dibayarkan subsidi IJP KUR kepada PT Askrindo(Persero) dan Perum Jamkrindo untuk TA 2012 sebesar Rp. 801,13 miliar (100 persen) dari alokasi anggaran sebesar Rp. 801,13 miliar.
3.4.3. Kredit Program Pola Kombinasi (Combination Pattern) Dalam rangka percepatan penyediaan air minum, Pemerintah Pusat dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara dapat memberikan jaminan atas
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
40
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
pembayaran kembali kredit PDAM kepada bank dan subsidi atas bunga yang dikenakan oleh bank sebagaimana tercantum dalam peraturan Presiden RI nomor 29 tahun 2009 tentang pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh pemerintah pusat. Pemberian jaminan atas utang perusahaan daerah air minum (PDAM) sekaligus memberikan subsidi bunga atas kredit yang diberikan bank kepada perusahaan daerah tersebut. Langkah ini diharapkan akan memperbaiki kondisi keuangan perusahaan dan pada akhirnya memperlancar pasokan air bersih di daerah. Kredit yang diberikan hanya untuk investasi, berdasarkan perjanjian antara PDAM dan bank. Besaran penjamian oleh pemerintah pusat sebesar 70 persen dengan pembebanan realisasi pembayaran 40 persen pemerintah pusat dan 30 persen pemerintah daerah dari jumlah keseluruhan kewajiban pembayaran kembali kredit, sedangkan 30 persen menjadi resiko bank pemberi kredit. Jaminan atas pembayaran kembali kredit PDAM kepada bank mencapai 70 persen dari jumlah kewajiban PDAM yang telah jatuh tempo, sedangkan sisanya 30 persen menjadi risiko bank pemberi kredit. Adapun subsidi bunga diberikan kepada PDAM sebesar selisih antara suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) dengan suku bunga kredit investasi yang disepakati oleh bank pemberi kredit investasi, atau paling tinggi lima persen. Pemberian jaminan Pemerintah Pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan menerbitkan Surat Jaminan Pemerintah Pusat. Setiap pembayaran jaminan Pemerintah Pusat kepada bank harus didahului dan didasarkan pada perjanjian pinjaman antara PDAM dan Pemerintah Pusat sebesar jumlah yang akan dibayarkan kepadabank sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak dapat dipenuhi PDAM. Jaminan dan subsidi diberikan kepada dua jenis PDAM, yakni PDAM yang tidak memiliki tunggakan kepada pemerintah pusat maupun PDAM yang masih mempunyai kewajiban kepada pusat.Catatan Kementerian Keuangan menyebutkan, total utang ditambah bunga dan denda 107 PDAM mencapai Rp. 4,8 triliun. Dalam data yang dikemukakan Kementerian Pekerjaan Umum dijelaskan, utang 190 PDAM yang jatuh tempo hingga 2008 mencapai Rp. 4,394 triliun. Utang itu terdiri atas utang pokok Rp. 1,435 triliun dan tunggakan berupa denda, bunga, serta commitment charge sebesar Rp. 2,959 triliun
3.5. Kredit Perbankan Agence Française de Développement (AFD, atau Agen Pengembangan Perancis) adalah suatu institusi publik yang menyediakan pembiayaan pembangunan. AFD merupakan suatu lembaga keuangan khusus, yang mendukung pembayaran pengembangan proyek yang dilakukan oleh pemerintah otoritas lokal, perusahaan umum, dan pribadi dan sektor asositif pada lima benua dengan memberikan keutamaan pada benua afrika yang memperoleh dua per tiga komitment dari AFD. Fokus Proyek ini pada tata kota dan infrastruktur, pembangunan masyarakat desa, industri, sistem keuangan, dan pendidikan dan kesehatan. AFD mulai beroperasi pada saat Jendral Charles de Gaulle mengungsi ke London dan mendirikan organisasi ini pada 2 Desember 1941 dengan nama The Central Fund of Free France (Caissecentrale de la France libre or CCFL). Peran utama organisasi ini sebagai tresuri Negara dan bank sentral. Pada tahun 1943, kantor pusatnya dipindahkan ke Algeria. AFD adalah suatu institusi pengembangan keuangan publik Prancis yang bertugas untuk mengurangi kemiskinan dan mendukung pertumbuhan ekonomi di negara-negara
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
41
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
berkembang dan masyarakat di luar Prancis selama lebih dari 70 tahun. Negara-negara yang telah mendapatkan bantuan: Sub-sahara Afrika: Benin, Burkina Faso, Rep. Afrika Tengah, Chad, Komoros, Kongo, Ghana, Guinea, Madagaskar dll. Lembaga ini mempunyai banyak proyek di 70 negara dengan besaran pembiayaan 950 miliar euro. Proyek-proyek tersebut meliputi air minum, transportasi, pengurangan emisi, telekomunikasi, perlistrikan, pendidikan dasar, pinjaman mikro. Di Indonesia sendiri, AFD memulai aktivitasnya sejak tahun 2007 dengan fokus untuk pinjaman program perubahan iklim (Climate Change Program), bantuan teknis dan keahlian dalam teknologi hijau (Green Technology), serta pendanaan publik dan swasta. Agence Francaise de Development (AFD) memberikan pinjaman senilai US$ 50 juta (Rp. 500 miliar) melalui PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) untuk pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi. Pinjaman tersebut memiliki tenor panjang, yakni maksimum 10 tahun. Pinjaman itu merupakan nilai maksimum, namun Bank Bukopin dapat meningkatkan seiring dengan peningkatan kinerja bisnis terkait proyek-proyek energi terbarukan dan efisiensi energi. Tujuan pinjaman ini adalah memperoleh pendanaan jangka panjang dan peningkatan pendapatan bunga dan pendapatan non-bunga (fee-base), sekaligus meningkatnya portofolio energi terbarukan. Proyek-proyek yang akan dibiayai oleh AFD ini sejalan dengan program 'Protokol Kyoto' yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan industri dunia, terkait dengan perubahan (perbaikan) iklim dunia. Sebelum dengan Bank Bukopin, guna mendukung pengembangan energi terbarukan dan proyek efisiensi energi di Indonesia, Agence Francaise de Development (AFD) juga telah memberikan dana pinjaman kepada PT Bank Mandiri Tbk senilai US$100 juta. Penandatangan fasilitas kredit ini dilakukan pada bulan November 2013. Fasilitas tersebut merupakan pinjaman kedua setelah pinjaman pertama pada tahun 2010. Fasilitas ini memiliki tenor 5 sampai 10 tahun dan akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang memenuhi kriteria, baik yang diimplementasikan oleh perusahaan milik negara maupun swasta, terutama untuk sektor energi seperti hydropower, geothermal, biogas, dan lain-lain dalam berbagai ukuran dan kapasitas. AFD merupakan lembaga keuangan pemerintah Perancis yang memiliki reputasi baik di dunia internasional dan kepedulian tinggi terhadap konservasi energi dan lingkungan hidup. Lembaga ini juga memiliki perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi serta penghapusan kemiskinan khususnya bagi negara-negara berkembang. Lembaga yang telah berada di Indonesia sejak 2005 ini sebelumnya juga telah terlibat dalam berbagai proyek pembiayaan lingkungan hidup, seperti rekonstruksi pasca tsunami di Aceh dan konservasi kelautan Indonesia. Bank Mandiri telah memanfaatkan pinjaman pertama sebesar US$97 juta untuk membiayai proyek nasabah di bidang hydropower, biogas, dan combined-cycle powerplant. Fasilitas kedua ini juga membantu PT Bank Mandiri Tbk memperkuat struktur pembiayaan jangka panjang dan meningkatkan pembiayaan untuk proyek ramah lingkungan yang dapat mendukung peningkatan investasi di Indonesia.
3.6. Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Perdesaan Dana Alokasi Khusus Bidang Energi Perdesaan yang selanjutnya disebut DAK Bidang Energi Perdesaan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
42
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Negara yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan pembangunan energi terbarukan. Pemerintah mengucurkan dana alokasi khusus (DAK) kepada tujuh puluh satu kabupaten di seluruh Indonesia pada tahun anggaran 2013. Sejak tahun anggaran 2013, DAK berbeda dengan kegiatan dimana sebelumnya yang hanya mengeimplementasikan pengembangan energi baru terbarukan untuk listrik maka untuk kegiatan DAK tahun 2013juga akan memfasilitasi pemanfaatan biogas. Diharapkan Kabupaten penerima memiliki rencana kegiatan yang akan didanai dari DAK bidang energi perdesaan secara partisipatif berdasarkan konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan sehingga kegiatan akan menghasilkan energi yang diprioritaskan pada desa yang belum terjangkau listrik dari PT PLN (Persero). DAK ini dialokasikan untuk diversifikasi energi yaitu memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan, termasuk masyarakat di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, terhadap energi modern. Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2013, DAK Bidang Energi Perdesaan diarahkan untuk membiayai kegiatan fisik pembangunan instalasi pemanfaatan energi terbarukan yang meliputi, pembangunan PLTMH baru; kemudian rehabilitasi PLTMH yang rusak, perluasanatau peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH yang rusak; lalu pembangunan PLTS Terpusat dan/atau PLTS Tersebar; dan Pembangunan instalasi Biogas skala rumah tangga. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan program pemerintah melalui pelaksanaan DAK EBT yang menekankan pada 2 (dua) hal penting, yaitu upaya diversifikasi energi di sisi penyediaan dengan mengutamakan sumber energi baru terbarukan, serta mendorong percepatan pembangunan daerah yang rasio elektrifikasinya relatif masih rendah.(ferial) Sedangkan dalam Peraturan menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2014, diatur mengenai spesifikasi umum dan khusus dari pembangunan instalasi biogas skala rumah tangga. Spesifikasi umumnya adalah sebagai berikut: 1. Pembangunan instalasi Biogas skala rumah tangga ditujukan untuk pembangunan perangkat peralatan Biogas baru untuk rumah tangga dengan volume 4 (empat) m3 sampai dengan 6 (enam) m3 ; 2. Instalasi Biogas skala rumah tangga yang dibangun meliputi: a) tangki pencerna (digesteli, dengan bak dan saluran pemasukan bahan baku maupun bak dan saluran pengeluaran bahan organik; b) penyaluran biogas terdiri atas pemipaan, penguras air (water drain), keran gas, dan manometer; c) kompor terdiri atas kompor biogas dan pemantik api; d) lampu Biogas (apabila diperlukan). 3. Untuk menjamin ketersediaan limbah kotoran ternak, rumah tangga penerima bantuan perangkat peralatan Biogas harus memiliki hewan ternak paling sedikit 2 (dua) ekor sapi atau 7 (tujuh) ekor babi (tangki pencerna/ digester ukuran 4 m3) dan 3 (tiga) ekor sapi atau 10 (sepuluh) ekor babi (tangki pencerna/ digester ukuran 6 m3) serta membuat surat pernyataan jaminan ketersediaan ternak minimal selama 2 (dua) tahun;
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
43
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
4. Instalasi biogas skala rumah tangga dibangun untuk unit tangki pencerna/ digester anaerob menggunakan tipe kubah tetap (fixed dome) dan diterapkan untuk seluruh wilayah penerima DAK Bidang Energi Perdesaan; 5. Khusus untuk wilayah di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, dapat menggunakan tipe serat kaca (fiber glass). 6. Untuk wilayah yang rawan bencana alam dimungkinkan untuk melakukan perubahan tipe tangki pencerna (digesterj Biogas, dengan melampirkan surat konfirmasi adanya potensi bencana alam oleh kepala desa dan/ atau kepala stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang terdekat. 7. Pembangunan instalasi Biogas skala rumah tangga dilakukan oleh kontraktor pelaksana yang memiliki tenaga ahli yang ditandai dengan sertifikat atau surat keterangan pelatihan di bidang Biogas oleh lembaga pelatihan atau institusi lokal/internasional di bidang pelatihan atau pengembangan instalasi Biogas. 8. Pembangunan unit tangki pencerna (digester) anaerob tipe kubah tetap (fixed dome) menggunakan material, peralatan dan dimensi material sebagaimana yang dipersyaratkan untuk menjamin instalasi biogas dapat beroperasi normal. 9. Pembangunan unit tangki pencerna (digester) anaerob menggunakan material serat kaca (fiberglass) yang memiliki tangki pencerna (digester) Biogas serat kaca (fiberglass) yang diproduksi sesuai SNI 7639:20 II. 10. Pemasangan sistem pemipaan menggunakan material yang diproduksi dengan SNI yang berlaku dengan ukuran panjang dan dimensi yang menjamin perangkat peralatan Biogas dapat beroperasi normal. 11. Kompor Biogas yang digunakan adalah kompor yang khusus diproduksi untuk pemanfaatan bahan bakar Biogas. 12. Skema instalasi Biogas skala rumah tangga adalah sebagaimana tercantum pada gambar di bawah ini:
Gambar 3.6 Skema instalasi Biogas Skala Rumah Tangga
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
44
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
3.7. Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) merupakan lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1005/KMK.05/2006 tentang Penetapan Badan Investasi Pemerintah pada Kementerian Keuangan sebagai instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan dirubah dengan KMK Nomor 497/KMK.05/2007 sehingga menjadi Pusat Investasi Pemerintah. Berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, Investasi Pemerintah dilakukan dalam bentuk Investasi Surat Berharga dan Investasi Langsung. Investasi Surat Berharga meliputi investasi dengan cara pembelian saham dan surat utang. Sementara Investasi Langsung meliputi Penyertaan Modal dan/atau Pemberian Pinjaman. Investasi Langsung dilakukan dengan cara kerjasama investasi antara PIP dengan Badan Usaha dan/atau BLU dengan pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership atau PPP) dan/atau antara PIP dengan Badan Usaha, BLUD, Pemprov/Pemkab/ Pemkot, BLUD, dan/atau badan hukum asing dengan pola selain PPP (Non-PPP). Dasar hukum pembiayaan dari PIP adalah: • • •
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tanggal 18 Agustus 2010. Skema Pembiayaan yang dapat diberikan, antara lain:
-
Penyediaan lahan infrastruktur Pembiayaan konstruksi infrastruktur Pembiayaan melalui joint venture dengan Badan Usaha
PIP juga dapat melakukan kerja sama investasi atau pembiayaan proyek-proyek pembangunan terutama di bidang infrastruktur dengan mitra luar negeri. Salah satu fokus bidang investasi dari PIP adalah program pembangunan yang ramah lingkungan, salah satunya adalah energi terbarukan,
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
45
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Gambar 3.7 Sektor Prioritas Pusat Investasi Pemerintah (PIP)
Ketenagalistrikan merupakan salah satu target investasi PIP pada proyek infrastruktur guna mempercepat laju ekonomi dan transaksi bisnis bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, investasi PIP pada proyek ketenagalistrikan juga mendukung percepatan program sejuta listrik pemerintah. Khusus untuk ketenagalistrikan, sumber daya kelistrikan adalah dari pembangkit listrik dengan energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga air (hydro power), pembangkit listrik tenaga gas maupun sumber energi listrik lainnya yang ramah lingkungan. Prioritas PIP atas rencana proyek ketenagalistrikan di tahun 2013 adalah proyek yang tujuannya untuk pembangunan atau penambahan daya dalam rangka menunjang kebutuhan pasokan listrik untuk rumah tangga, industri maupun bisnis. Investasi pada sektor teknologi ramah lingkungan untuk tahun 2013 dilaksanakan melalui skema/instrument investasi berupa pinjaman daerah maupun kerjasama dengan pihak BUMN/D dan swasta. Skema pinjaman daerah diprioritaskan mengingat bahwa investor/ pengembang teknologi ramah lingkungan di Indonesia masih relative baru (2 s/d 3 tahun) sehingga diperlukan adanya peran pemerintah daerah berada pada lokasi sumber proyek/ kegiatan investasi energi terbarukan dan secara langsung mendapat manfaat dari investasi tersebut.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
46
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Gambar 3.8 Fokus Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ke Depan
Gambar 3.9 Instrumen Keuangan Pusat Investasi Pemerintah (PIP)
3.8. Usulan Pembiayaan Waste to Energy Melalui Kredit Program Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) Pendanaan lingkungan merupakan instrumen berbasis intensif sebagai salah satu strategi pengelolaan lingkungan hidup yang menggunakan pendekatan berbasis pasar (market based instrument) dan dijalankan sebagai komplementari dari pendekatan pengaturan dan pengawasan (command and control). Instrumen ini bekerja mempengaruhi benefit-cost dari pelaku ekonomi melalui market signal.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
47
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Pendanaan lingkungan telah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan dalam mendukung pengembangan inventasi lingkungan. Investasi lingkungan yang telah terbukti memberikan keuntungan signifikan bagi pelaku usaha baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan akan terdorong tumbuh lebih cepat dengan program intensif pendanaan lingkungan. Dukungan intensif ini akan semakin mendorong peran aktif pelaku usaha untuk secara mandiri melakukan perbaikan kualitas lingkungan. KLH telah menggulirkan program pinjaman lunak sebagai bagian dari pelayanan intensif pendanaan untuk investasi lingkungan. Sebanyak Rp. 727,7 Miliar telah disalurkan kepada 401 usaha dimana diantaranya adalah 84 usaha skala besar dan 317 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi telah menerima pembagian berupa pinjaman lunak untuk pembiayaan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan. Program pinjaman lunak ini yaitu : a) Program Pollution Abatement Equipment (PAE) bagi semua skala usaha, yang dibiayai dari pinjaman lunak Pemerintah Jepang melalui Bank International Coperation (JBIC); b) Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 1 bagi usaha skala kecil dan menengah, yang didukung oleh Pemerintah Jerman melalui Kreditanstalt fur Wiederaufbau (WfK) berupa hibah; c) Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 2 bagi usaha skala kecil dan menengah, yang bersumber dari pinjaman lunak dari Pemerintah Jerman melalui Kreditanstalt fur Wiederaufbau (WfK); dan d) Program Debt for Nature Swap (DNS) bagi usaha skala mikro dan kecil, yang dibiayai melalui pertukaran hutang Pemerintah Jerman. Terkait dengan program nasional penurunan emisi 26 persen di tahun 2020, Kementerian lingkungan hidup telah mengembangkan program pinjaman lunak baru yaitu Program Emision Reduction Investment (ERI). Program ini memberikan insentif pembiayaan bagi pelaku usaha skala kecil, menengah dan besar (untuk chiller) yang berinfestasi untuk menurunkan konsumsi energinya. Terkait limbah biomassa dan sumber energy alternative, Kementerian lingkungan hidup mengajukan pengembangan program pinjaman lunak baru untuk kegiatan pemanfaatan waste to energy . Program ini diperuntukkan bagi usaha skala mikro, kecil dan menengah.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
48
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Gambar 3.10 Skema Intensif Pembiayaan Terkait Target Penurunan Emisi Nasional 2020
Program pinjaman lunak ini direncanakan dibiayai oleh kredit program pemerintah yang telah bergulir dengan beberapa tambahan insentif dan adaptasi mekanisme pandanaan. Fasilitas baru ini diimplementasikan untuk lebih mendorong sektor riil berperan aktif secara mandiri dalam mendukung program penurunan emisi nasional melalui kegiatan pemanfaatan waste to energy. Sumber dana pembiayaan program pinjaman lunak lingkungan berasal dari dana Bank Pelaksana yang dikelola dan disalurkan berdasarkan ketentuan program. Insentif pembiayaan berupa subsidi bunga diperoleh dari dana APBN yang dikucurkan melalui DIPA Kementerian Keuangan. Dana subsidi dikucurkan kepada bank pelaksana untuk menutup selisih yang harus ditanggung Bank Pelaksana atas pengurangan besaran bunga yang disalurkan terhadap besaran bunga komersial. Dana subsidi juga dipergunakan besaran bunga yang disalurkan terhadap besaran bunga komersial. Dana subsidi juga dipergunakan untuk menutup selisih besaran jaminan yang ditanggung nasabah terhadap cover jaminan sesuai ketentuan Bank Pelaksana. Dalam rangka mendukung kelancaran program waste to energy, KLH mengalokasikan dana untuk pelaksanaan kegiatan Pokja Program, assessment, pertemuan teknis, koordinasi, monitoring dan evaluasi serta pelaporan diperoleh dari dana APBN melalui DIPA KLH. Disamping itu, untuk meningkatkan kinerja program maka dipandang perlu membentuk TAU dalam melaksanakan fungsi pendamping terhadap calon nasabah, bank pelaksana, Kemenkeu dan KLH. Dana ini diperoleh dari dana APBN melalui DIPA KLH yang akan membiayai kegiatan TAU. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan Kementerian Keuangan, KLH, dan Kementerian ESDM, muncul usulan bahwa untuk pengembangan WtE dengan investasi sampai maksimum Rp. 500 juta (berkelompok), yaitu untuk Biogas Industri Tahu dan Biogas dari Kotoran Sapi, dapat menggunakan skema KKP-E dikarenakan membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama dan secara regulasi hanya membutuhkan revisi PMK berupa Perubahan Ketiga atas PMK No. 79/PMK.05/2007 tentang KKP-E dan penerbitan Peraturan Menteri LH atau Peraturan Menteri ESDM terkait KKP-E untuk WtE. Sedangkan untuk pengembangan WtE dengan investasi lebih dari Rp. 500 juta, dapat PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
49
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
menggunakan skema PIP atau skema Kredit Program Baru (membutuhkan waktu yang lebih lama), yaitu untuk PLT dari POME dan pelepah sawit dan penggunaan sekam padi untuk pemanas/pengering/silo padi/jagung Sementara itu, kondisi dari KKP-E sendiri sampai dengan Juni 2013 adalah sebagai berikut: -
Per 30 Juni 2013 terdapat 22 Bank Pelaksana KKP-E: a) 3 Bank BUMN, yaitu BRI, BNI, Mandiri b) 5 Bank Swasta Nasional, yaitu Bukopin, BCA, BRI Agro, BII, CIMB Niaga c) 14 Bank Pembangunan Daerah, yaitu BPD Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel Babel, Riau, Jabar Banten, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, Kalsel, Sulsel, Papua.
-
Plafon Pendanaan: d) KKP-E Tebu : Rp 3,38 T a) KKP-E Lainnya: Rp 7,23 T
Tabel 3.1 Laporan Penyaluran per 31 Mei 2013 dan Rencana Tahunan Penyaluran (RTP) KKP-E (dalam Rp. Juta) TOTAL No
Bank Pelaksana
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
BRI BNI Bank Mandiri Bukopin BCA Bank Agroniaga BII Bank CIMB Niaga BPD Sumut BPD Sumbar BPD Sumsel BPD Jabar BPD Jateng BPD DIY BPD Jatim BPD Bali BPD Sulsel BPD Kalsel BPD Papua BPD Riau BPD NTB BPD Jambi JUMLAH
Plafon 6,783,000.00 627,000.00 500,000.00 745,000.00 55,000.00 438,000.00 105,000.00 190,000.00 24,050.00 100,000.00 20,000.00 105,500.00 100,000.00 25,000.00 375,000.00 278,755.00 1,100.00 7,114.50 65,000.00 50,000.00 9,812.00 13,400.00 10,617,731.50
Outstanding 2,776,390.59 335,228.03 206,671.25 201,764.20 8,817.00 54,920.60 11,389.30 62,050.41 12,041.56 51,617.73 66,400.44 64,077.86 20,913.30 183,637.54 190,845.75 3,082.66 26,648.82 28,298.37 280.41 4,305,075.82
% Outstanding Thd Plafon 40.90% 53.50% 41.30% 27.10% 16.00% 12.50% 10.80% 32.70% 50.10% 51.60% 0.00% 62.90% 64.10% 83.70% 49.00% 68.50% 0.00% 43.30% 41.00% 56.60% 2.90% 0.00% 40.50%
RTP 2013 4,100,000.00 432,850.00 228,000.00 735,000.00 15,000.00 301,900.00 55,000.00 28,900.00 3,230.00 26,811.00 11,000.00 26,740.00 77,182.00 10,318.00 67,650.00 61,000.00 8,340.00 5,600.00 7,256.00 6,201,777.00
Sumber: Dit SMI, Dirjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan RI, 2013
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
50
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Terkait dengan usulan pembiayaan investasi WtE melalui KKP-E, setidaknya terdapat beberapa pendapat pro dan kontra-nya, antara lain:
Tabel 3.2 Analisis Penggabungan WtE ke KKP-E Pro’s
Con’s
Semangat Waste to Energy sejalan dengan program ketahanan energi nasional, walaupun lingkup KKP-E saat ini baru sebatas Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nasional.
Skema-skema kredit program direncanakan untuk di sederhanakan menjadi satu skema sehingga perlu sdipertimbangkan kemungkinan skema KKP-E akan ikut digabungkan ke dalam skema baru.
Penyaluran kredit melalui mekanisme perbankan memiliki governance dan manajemen risiko yang lebih baik
Beberapa jenis proyek Waste to Energy membutuhkan biaya lebih dari Rp 100 juta sehingga tidak dapat dibiayai melalui KKP-E. (Dapat dimungkinkan melalui KUR)
Tidak perlu penyusunan PMK baru, dimungkinkan dengan revisi PMK KKP-E dan revisi Perjanjian Kerjasama. Walaupun tetap diperlukan Peraturan Menteri LH.
Mekanisme penyaluran mengikuti komoditas/ kegiatan usaha lainnya yang telah ada misal maksimal jangka waktu kredit, maksimal plafon, dsb
Sumber: Dit SMI, Dirjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan RI, 2013
Selain pendapat pro dan kontra, terdapat juga beberapa tantangan penggabungan usulan pembiayaan WtE melalui KKP-E, antara lain: 1. Pendanaan KKP-E dilakukan oleh perbankan sehingga perlu analisis kelayakan usaha yang memadai (IRR, NPV, Payback Period, dan lain-lain) agar perbankan tertarik untuk menyalurkan kredit waste to energy. (Contoh kasus KUPS: kelayakan usaha pembibitan sapi tidak memadai namun dipaksakan untuk dibiayai dengan kredit perbankan) 2. Penunjukan calon peserta KKP-E memerlukan rekomendasi dan pengesahan Kebutuhan Indikatif Kredit/Rencana Kebutuhan Definitif Kelompok dari kementerian/dinas teknis sehingga perlu disusun mekanisme/SOP penerbitan rekomendasi oleh Kementerian LH. Kritik: saat ini proses rekomendasi dan pengesahan RDKK cenderung lambat dan “berbiaya”. 3. Perlu disusun Nilai Kebutuhan Indikatif Kredit untuk masing-masing jenis proyek waste to energy sebagai acuan perbankan dalam menganalisa kewajaran pengajuan kredit. 4. Risiko kegagalan proyek waste to energy akan berbeda dengan risiko di sektor pertanian sehingga perlu analisa kelayakan tingkat bunga yang akan menjadi beban debitur
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
51
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
3.9. Peran Perbankan dan Konsep Pengembangan Skema Pembiayaan UMKM Ramah Lingkungan12 Secara sekilas, lembaga perbankan sepertinya tak terpengaruh atas masalah lingkungan yang ada saat ini. Meski secara internal, lembaga perbankan itu sendiri umumnya menerapkan aspek ramah lingkungan dalam menjalankan aktivitasnya. Namun, secara eksternal, bila disimak lebih mendalam hubungan yang terjadi antara lembaga perbankan dengan entitas pengguna produk perbankan, maka kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh entitas pengguna jasa perbankan ini sangat signifikan. Dengan kata lain, lembaga perbankan yang berperan sebagai mediator dalam mempengaruhi kegiatan industri, secara tidak langsung akan berhadapan dengan risiko terkait dengan kerusakan lingkungan hidup. Selanjutnya, merosotnya kualitas lingkungan hidup serta daya dukungnya terhadap kegiatan ekonomi di dalamnya diperkirakan dapat mempengaruhi kualitas aktiva dan ekspektasi pengembalian pembiayaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi lembaga perbankan untuk menerapkan go green dan berperan pro-aktif. Bahkan lembaga perbankan dapat berperan sebagai lokomotif dalam aspek kelestarian lingkungan hidup melalui prinsip pembiayaan yang berpihak pada kelestarian lingkungan. Kebijakan yang diterapkan lembaga perbankan sedikit banyak akan memaksa industri (UMKM) untuk melakukan investasi melalui manajemen lingkungan yang tepat guna. Jika kebijakan ini diimplementasikan secara proporsional sesuai dengan kondisi UMKM, maka tidak mustahil kebijakan ini menjadi instrumen yang sangat efektif dalam mencegah kerusakan lingkungan. Bahkan lembaga perbankan dapat berperan dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan etika dan tanggung jawab sosial perusahaan melalui penerapan kebijakan investasi yang mempertimbangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan citra, daya saing dan memberi keunggulan komparatif tersendiri bagi perbankan yang bersangkutan. Menyimak pentingnya peran lembaga perbankan sebagai salah satu institusi yang turut menentukan arah kebijakan terhadap kelestarian lingkungan, serta memperhatikan kondisi UMKM yang sangat bervariasi untuk menerapkan usaha ramah lingkungan, maka konsep pengembangan skema pembiayaan usaha ramah lingkungan adalah:
12
i.
Bekerjasama dengan lembaga terkait seperti dinas-dinas yang mengelola lingkungan hidup, perindustrian dan perdagangan serta pertambangan untuk melakukan stratifikasi atau assesment secara berkala atau periodik terhadap UMKM yang memiliki potensi pencemaran lingkungan. Pihak perbankan juga melakukan assesment terhadap aspek feasibility usaha dan aspek bankable-nya terhadap UMKM dimaksud. Hasil assesment akan diperoleh stratifikasi atau pengelompokkan UMKM berdasarkan aspek kelayakan usaha dan aspek lingkungan yaitu potensi pencemaran. Selanjutnya, kelompok UMKM dimaksud dapat memiliki kriteria sebagai UMKM yang feasible dan bankable serta ramah lingkungan, atau kriteria sebaliknya.
ii.
Berdasarkan stratitifikasi tersebut dapat dirancang bentuk bantuan teknis dan skema pembiayaan yang sesuai dengan kondisi masing-masing strata UMKM atau kriteria yang dimiliki. Rancangan dimaksud dapat didiskusikan dengan dinas terkait, sedangkan usulan skema pembiayaan termasuk sumber pembiayaan dapat diusulkan
Kajian Kesiapan UMKM Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan, Bank Indonesia, 2012
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
52
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
melalui pemanfaatan dana dari program CSR dan didiskusikan lebih lanjut dengan lembaga perbankan. iii.
Rancangan dan implementasi program bantuan teknis dalam rangka pengembangan UMKM ramah lingkungan merupakan program multi years dan berkesinambungan. Secara garis besar terdapat kelompok UMKM yang feasible, namun belum memiliki potensi sebagai usaha ramah lingkungan sehingga diupayakan pemberian pinjaman/pembiayaan dengan suku bunga yang menarik. Untuk kelompok UMKM dengan keterbatasan kemampuan dari sisi keuangan dan kemampuan diupayakan peningkatan kemampuan teknis sehingga akan mendorong UMKM menjadi feasible seraya diarahkan usahanya memenuhi kriteria ramah lingkungan.
iv.
Dukungan pemerintah dan lembaga domestik melalui edukasi dan sosialisasi secara terencana dan berkesinambungan kepada UMKM dan masyarakat sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap pentingnya kelestarian lingkungan, diantaranya penggunaan produk-produk ramah lingkungan serta adanya sanksi yang tegas dan bersifat mendidik bila diperlukan.
3.10. Minat Terhadap Pinjaman Ramah Lingkungan (Green Lending)13 Berkaitan dengan upaya perintisan pinjaman yang mengarah pada upaya untuk mendorong UMKM agar ramah lingkungan bahwa 77 persen responden UMKM menyatakan minatnya untuk mendapatkan pinjaman jenis ini. Meskipun demikian terdapat sekitar 17,4 persen UMKM lainnya dengan tegas menyatakan tidak berminat. Total responen dari survey berjumlah 283 pelaku UMKM yang terdiri dari sektor Industri Pengolahan 141 responden, sektor pertanian 81 responden, sektor transportasi 51 responden dan sektor pertambangan 10 responden. Hampir semua UMKM dari berbagai sektor usaha berminat mendapatkan pinjaman ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan adanya niatan dari para pelaku UMKM untuk mengarahkan usahanya pada kelestarian lingkungan. Namun demikian informasi ini perlu dicermati dengan hati-hati, karena konsep ramah lingkungan belum dipahami dengan baik oleh pelaku UMKM. Temuan dalam kajian yang dilakukan BI menunjukan bahwa bank dalam menjalankan program pinjaman kepada UMKM lebih berorientasi pada aspek kelayakan usaha, artinya isu lingkungan belum menjadi aspek yang menjadi pertimbangan. Hal ini terungkap saat wawancara dengan pihak perbankan bahwa azas 5C menjadi dasar utama dalam penyaluran kreditnya. Pinjaman ramah lingkungan yang akan ditawarkan kepada UMKM tersebut direncanakan akan digunakan untuk menambah modal (57 persen), dan investasi 21 persen. Hanya sebagian saja yang menyatakan secara eksplisit bahwa pinjaman tersebut akan diperuntukan guna pengadaan peralatan (13 persen) dan kegiatan pengendalian dan pencegahan pencemaran (7 persen). Fakta ini menunjukkan bahwa pinjaman ramah lingkungan harus dirancang sedemikian rupa agar peruntukannya sesuai dengan target yang diharapkan. Bila tidak maka para pelaku UMKM akan menggunakan pinjaman tersebut seperti layaknya pinjaman konvensional.
13
Ibid.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
53
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Sumber: Bank Indonesia, 2012 Gambar 3.11 Minat UMKM Mendapatkan Pinjaman Ramah Lingkungan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
54
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB IV ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE TO ENERGY MELALUI KREDIT PROGRAM 4.1. Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost and Benefit Analysis (CBA) Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis keuangan dan analisis biaya dan manfaat (CBA) proyek pengembangan WtE bersumber dari survei lapangan (primer) dan sumber data sekunder dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Sumber data yang digunakan dalam penyusunan asumsi dasar yang berasal dari survey adalah survey pada 3 (tiga) lokasi, yaitu pelaku Industri Tahu di Kabupaten Kulonprogo (untuk biogas limbah industri tahu), Koperasi Setia Kawan di Kabupaten Pasuruan (untuk biogas limbah peternakan sapi perah), dan PT Pinago Utama di Kota Palembang (untuk biogas POME). Kemudian sumber data sekunder diperoleh dari program-program ragam investasi WtE yang pernah dilakukan oleh KLH dan Kementerian ESDM. Studi kasus atau program-program ragam investasi yang menjadi pijakan dasar dalam penyusunan asumsi dasar analisis perhitungan keuangan dan analisis biaya-manfaat (CBA) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu antara lain : a) Studi kasus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yaitu pembangunan biodigester limbah industri tahu ukuran 40 m3 di Kabuaten Klaten; b) Studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yaitu pembangunan biodigaster limbah industri tahu ukuran 94 m3 di Kabuaten Klaten; c) Studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yaitu pembangunan biodigaster limbah industri tahu ukuran 84 m3 di Kota Bekasi. d) Studi Kasus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yaitu pembangunan biodigaster limbah industri tahu ukuran 90 m3 di Kabupaten Kulonprogo; Studi kasus atau program-program ragam investasi yang menjadi pijakan dalam penyusunan asumsi dasar analisis perhitungan keuangan dan analisis biaya-manfaat (CBA) pengembangan reaktor biogas POME yakni studi kasus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yaitu dari studi kasus Tandun – PTPN V, PT. Nubika, Lada Kalteng – PT SSS, dan Sei Mangkei – Sumatera Utara. Kemudian penyusunan asumsi pada pengembangan PLT biomassa pelepah sawit didasarkan pada studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yakni Koperasi Primer Malolo, Kec. Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat. Sedangkan studi kasus yang dijadikan pijakan penyusunan asumsi analisis perhitungan keuangan dan analisisi biaya-manfaat (CBA) pengembangan silo/pengering/ pemanas gabah/jagung yakni berasal pengalaman Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada CV Pesona, Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape/Lapok, Kab. Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain berdasarkan studi kasus, terdapat asumsi umum yang digunakan untuk semua perhitungan analisa kelayakan keuangan dan analisa biaya dan manfaat (CBA) untuk setiap jenis pengembangan WtE. Asumsi umum tersebut antara lain:
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
55
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
-
Jangka waktu pinjaman (5 tahun) Umur ekonomis (20 tahun), Suku bunga perbankan sebesar suku bunga penjaminan LPS (7,5%) + 6%, yakni sebesar 13,5%) Kurs Rp/USD adalah sebesar Rp. 11.500/USD Pajak UMKM adalah sebesar 1% dari omset Pajak industri besar totalnya adalah sebesar 35% dari keuntungan kena pajak Gas LPG yang disubsitusi adalah LPG bersubsidi Solar yang disubstitusi adalah Solar Industri (non subsidi) Tidak Ada Perdagangan Karbon Kelayakan keuangan jika NPV positif, IRR > suku bunga pinjaman bank umum (12%), ROI positif, dan Profitability Index > 1
4.1.1. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu Untuk pengembangan reaktor biogas dari limbah industry tahu, asumsi yang dibangun dalam analisis ini terdiri dari berbagai ukuran reaktor biogas berdasarkan pengalaman Kementerian ESDM yaitu ukuran 40 m3 dan 90 m3 (tanpa perbaikan produksi bersih) dan pengalaman KLH untuk ukuran 94 m3 dan 84 m3 (dengan perbaikan produksi bersih). Secara rinci, berikut adalah asumsinya:
Tabel 4.1 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu No.
Asumsi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Investasi Awal Jangka Waktu Investasi Umur Ekonomis Volume Kedelai Limbah yang Dimanfaatkan Biogas yang Dihasilkan Biogas ke LPG
8. 9.
Setara LPG Biogas ke Kayu Bakar
10. 11.
Setara Kayu Bakar Harga Gas LPG atau Solar
12. 13. 14.
Subsidi Gas LPG Harga Kayu Bakar Atau Serbuk Gergaji Kebutuhan Rumah Tangga Gas LPG Kayu Bakar
15. 16. 17. 18. 19.
Jumlah Rumah Tangga Hemat LPG (Volume) Hemat LPG (Rp) Hemat Kayu Bakar (Volume) Hemat Kayu Bakar (Rp)
Satuan Rp. Tahun Tahun Kg per Hari M3 M3 Biogas Kg per 1 M3 Biogas per Hari Kg Kg per 1 M3 Biogas per Hari Kg pe Hari Rp./1 Kg (Tabung) Rp./Kg Rp. Per Kg Kg per Hari per RT Kg per Hari per RT Rumah Tangga Kg per Tahun Rp. Per Tahun Kg per Tahun Rp. Per Tahun
KESDM: Ukuran 3 40 m 103,627,000 5 20 40 4.50 0.46
KLH: Ukuran 3 94 m 148,000,000 5 20 600 94.3 10.6 0.52
KLH: Ukuran 3 84 m 105,720,000 5 20 300 84 9.4 0.46
KESDM: Ukuran 3 90 m 120,000,000 5 20 300 90 10.12 0.46
2.07 3.5
5.5 3.5
2.30 3.5
4.65 3.5
6,000
133.33 5,500
25.0 6,000
65.75 6,000
4,500 67.5
4,500 5,250
4,500 300
6,855
0.465
755 4,529,873 -
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
2008 11,041,250 48,665 3,285,000
5 840 5,037,000 9,125 47,906,250
17 2491 14,946,000 24,000 7,200,000
56
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Asumsi
Satuan
Suku Bunga Pinjaman ke Industri/Kelompok*) Subsidi Bunga*) Bunga yang Diterima Bank Bunga Penjaminan LPS Tambahan Bunga Karbon Dioksida dari LPG Karbon Dioksida dari Kayu Bakar
Persen
Karbon Dioksida dari LPG yang Dihemat Karbon Dioksida dari Kayu Bakar yang Dihemat Pupuk yang Dihasilkan Harga Pupuk Pendapatan dari Pupuk Tingkat Diskonto (Suku Bunga Pinjaman) Depresiasi Sisa dalam 20 Tahun (dari umur ekonomis 20 tahun) Waktu Bangun sampai siap Pakai Asumsi Penghindaran Polusi: Biaya EUR 19/Ton dan Kurs: 1 EUR: Rp. 16,500 Pengeluaran Usaha dalam Setahun Pendapatan usaha dalam Setahun
KESDM: Ukuran 3 40 m 0%
KLH: Ukuran 3 94 m 0%
KLH: Ukuran 3 84 m 0%
KESDM: Ukuran 3 90 m 0%
13.5% 13.5% 7.5% 6% 3 1.52
13.5% 13.5% 7.5% 6% 2.6873 1.52
13.5% 13.5% 7.5% 6% 3 1.52
13.5% 13.5% 7.5% 6% 3 1.52
2.26 -
5.39 74.13
2.52 13.90
7.47 36.56
12.0% 5%
12.00% 5%
12.00% 5%
12.00% 5%
0%
0%
0%
0%
153 313,500
153 313,500
153 313,500
153 313,500
Persen Persen Persen Persen Kg CO2/Kg LPJ Kg CO2/Kg Kayu Bakar Ton CO2/Tahun Ton CO2/Tahun Kg per Bulan Rp/Kg Rp/ per Tahun Persen Persen per Tahun Persen di Tahun ke 5 Hari Rp/Ton Rp. Rp.
160,920,000 197,100,000
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi
Sumber: KLH dan KESDM, 2013
4.1.2. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Untuk pengembangan reaktor biogas limbah peternakan/kotoran sapi, asumsi yang dibangun dalam analisis ini terdari dari berbagai ukuran reaktor biogas, yaitu 6 m3, 8 m3, 10 m3, dan 12 m3 berdasarkan pengalaman Kementerian ESDM. Sebenarnya juga ada ukuran 4 m3, namun dari kunjungan lapangan di Koperasi Setia Kawan di Kabupaten Pasuruan (untuk biogas limbah peternakan sapi perah), ukuran tersebut banyak yang tidak berfungsi karena hasil produksi biogasnya kurang optimal. Secara rinci, berikut adalah asumsi-asumsi yang digunakan:
Tabel 4.2 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Asumsi Investasi Awal Jangka Waktu Investasi Umur Ekonomis Jumlah Sapi Kotoran yang Dimanfaatkan Biogas yang Dihasilkan Biogas ke LPG
Satuan Rp. Tahun Tahun Ekor kg M3 Biogas Kg per 1 M3 Biogas per Hari
Ukuran 3 6m 8,000,000 5 20 6-8 60 1.8 0.46
Ukuran 3 8m 10,000,000 5 20 8 - 10 80 2.4 0.46
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
Ukuran 3 10 m 12,000,000 5 20 10 - 12 100 3 0.46
Ukuran 3 12 m 14,000,000 5 20 12 -14 120 3.6 0.46
57
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
Asumsi
8. 9.
Setara LPG Biogas ke Kayu Bakar
10. 11.
Setara Kayu Bakar Harga Gas LPG
12. 13. 14.
Subsidi Gas LPG Harga Kayu Bakar Kebutuhan Rumah Tangga Gas LPG Kayu Bakar
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
Jumlah Rumah Tangga Hemat LPG (Volume) Hemat LPG (Rp) Hemat Kayu Bakar (Volume) Hemat Kayu Bakar (Rp) Suku Bunga Pinjaman ke Industri/Kelompok*) Subsidi Bunga*) Bunga yang Diterima Bank Bunga Penjaminan LPS Tambahan Bunga Karbon Dioksida dari LPG Karbon Dioksida dari Kayu Bakar Karbon Dioksida dari LPG yang Dihemat Karbon Dioksida dari Kayu Bakar yang Dihemat Pupuk yang Dihasilkan Harga Pupuk Pendapatan dari Pupuk Tingkat Diskonto untuk IRR (Suku Bunga) Depresiasi Sisa dalam 20 Tahun (dari umur ekonomis 20 tahun) Waktu Bangun sampai siap Pakai Asumsi Penghindaran Polusi: Biaya EUR 19/Ton dan Kurs: 1 EUR: Rp. 16,500
Satuan Kg Kg per 1 M3 Biogas per Hari Kg Rp./1 Kg (Tabung) Rp./Kg Rp. Per Kg Kg per Hari per RT Kg per Hari per RT Rumah Tangga Kg per Tahun Rp. Per Tahun Kg per Tahun Rp. Per Tahun Persen Persen Persen Persen Persen Kg CO2/Kg LPJ Kg CO2/Kg Kayu Bakar Ton CO2/Tahun Ton CO2/Tahun Kg per Bulan Rp/Kg Rp/ per Tahun Persen Persen per Tahun Persen di Tahun ke 5 Hari Rp/Ton
Ukuran 3 6m 0.828 3.5
Ukuran 3 8m 1.104 3.5
Ukuran 3 10 m 1.38 3.5
Ukuran 3 12 m 1.656 3.5
6.3 6,000
8.4 6,000
10.5 6,000
12.6 6,000
6,855 600
6,855 600
6,855 600
6,855 600
0.465
0.465
0.465
0.465
3.185
3.185
3.185
3.185
2 302 1,813,320 2,300 1,379,700 13.5%
2 403 2,417,760 3,066 1,839,600 13.5%
3 504 3,022,200 3,833 2,299,500 13.5%
4 604 3,626,640 4,599 2,759,400 13.5%
0.0% 13.5% 7.5% 6% 3 1.52
0.0% 13.5% 7.5% 6% 3 1.52
0.0% 13.5% 7.5% 6% 3 1.52
0.0% 13.5% 7.5% 6% 3 1.52
0.91
1.21
1.51
1.81
3.50
4.67
5.84
7.01
15 2,500 450,000 12.0%
20 2,500 600,000 12.00%
25 2,500 750,000 12.00%
30 2,500 900,000 12.00%
5%
5%
5%
5%
0%
0%
0%
0%
15 313,500
15 313,500
15 313,500
15 313,500
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi
Sumber: KESDM, 2013
4.1.3. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT dari Biogas Palm Oil Mill Effluent (POME) Untuk pengembangan PLT dari biogas POME, asumsi yang dibangun dalam analisis ini terdari dari berbagai ukuran reaktor biogas, yaitu 45 Ton TBS (dari Tandun – PTPN V), 45 Ton TBS (dari PT Nubika), 60 Ton TBS (dari Lada Kalteng – PT SSS), dan 75 Ton TBS (dari Sei Mangkei – Sumatera Utara) berdasarkan pengalaman dari Kementerian ESDM. Secara rinci, asumsi yang digunakan untuk setiap ukuran tersebut adalah:
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
58
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel 4.3 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan Reaktor Biogas POME No.
Asumsi
2. 3. 4. 5.
Investasi Awal (Jual Listrik) Investasi Awal (Pengganti Solar) Jangka Waktu Investasi Umur Ekonomis Kurs Rupiah Laju Limbah
6.
Kualitas COD
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
18. 19.
HRT Kadar CH4 dalam Biogas Produksi CH4 Volume Reaktor Biogas yang Diproduksi Power plant capacity Listrik yang Dihasilkan Harga Listrik Penjualan Listrik Biaya Working Capital (Jual listrik) Biaya Working Capital (Pengganti Solar) Variabel Cost Fixed Cost
20.
Penghematan Solar per Hari
21.
Penghematan Solar per Tahun
22.
Harga Solar Industri
23.
Hemat Solar (Rp)
24.
Metana Baseline
25.
Metana After Project
26.
Saving Metana
1.
17.
27. 28. 29. 30. 31.
Suku Bunga Pinjaman ke Industri/Kelompok*) Subsidi Bunga*) Bunga yang Diterima Bank Bunga Penjaminan LPS Tambahan Bunga
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS 3,214,297 2,162,375 5 20 11,500 630
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS 3,686,668 2,572,286 5 20 11,500 600
PT SSS: Ukuran 60 Ton TBS 3,843,190 2,697,269 5 20 11,500 600
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS 8,019,205 6,157,083 5 20 11,500 975
45,000
53,000
54,500
54,500
63 65.0% 8,930 39,690 13,739 1,415 11,772,182 1,325 15,598,141,761 292,209
63 60% 8,930 39,690 14,884 1,415 11,772,182 1,325 15,598,141,761 292,209
18 60% 9,728 10,800 16,214 1,415 12,824,135 1,325 16,991,979,237 349,381
18 60% 15,808 17,550 26,347 2,504 20,839,220 1,325 27,611,966,261 729,019
USD
196,580
233,844
245,206
559,735
USD USD Liter per Hari Liter per Tahun Rp. Per Liter Rp. Per Tahun ton CO2eq per Tahun ton CO2eq per Tahun ton CO2eq per Tahun
38,594 225,001
38,594 225,001
44,813 269,023
67,861 561,344
8,377
8,875
9,126
14,830
3,057,710
3,239,267
3,330,944
5,412,784
13,665
13,665
13,665
13,665
41,782,991,920
44,263,933,827
45,516,686,671
73,964,615,841
38,379
38,379
44,328
72,034
3,567
3,567
6,406
10,409
34,812
34,812
37,923
61,624
0%
0%
0%
0%
Satuan USD USD Tahun Tahun Rp./USD M3/hari ppm atau mg/l Hari Persen Nm3/hari M3 M3/hari kW KWh/Tahun Rp/KwH Rp. USD
Persen Persen Persen Persen Persen Kg CO2/Liter Solar ton CO2eq per Tahun ton CO2eq per Tahun
13.5% 13.5% 7.5% 6%
13.5% 13.5% 7.5% 6%
13.5% 13.5% 7.5% 6%
13.5% 13.5% 7.5% 6%
2.6873
2.6873
2.6873
2.6873
8,217
8,705
8,951
14,546
43,029
43,517
46,874
76,170
12.0%
12.00%
12.00%
12.00%
5%
5%
5%
5%
32.
Karbon Dioksida dari Solar per Liter Solar
33.
Karbon Dioksida dari Solar dalam Setahun
34.
Karbon Dioksida Total
35.
Tingkat Diskonto (Suku Bunga Pinjaman)
Persen
36.
Depresiasi
Persen per Tahun
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
59
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. 37. 38. 39. 40. 41.
Asumsi
Satuan
Sisa dalam 20 Tahun (dari umur ekonomis 20 tahun) Waktu Bangun sampai siap Pakai Asumsi Penghindaran Polusi: Biaya EUR 19/Ton dan Kurs: 1 EUR: Rp. 16,500 Variabel Cost - Solar Fixed Cost - Solar
Persen di Tahun ke 5 Tahun
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
5%
5%
5%
5%
1
1
1
1
Rp/Ton
313,500
313,500
313,500
313,500
USD USD
12,867 151,366
12,867 180,060
12,957 188,809
12,957 430,996
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi
Sumber: KESDM, 2013
4.1.4. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit Untuk pengembangan PLT biomassa dari pelepah sawit, studi kasus yang digunakan adalah berdasarkan pengalaman dari KLH pada Koperasi Primer Malolo, Kec. Sarudu Mamuju Utara, Sulawesi Barat (Jl. Trans Sulawesi, Desa Sarudu, Kab. Mamuju Utara – Sulawesi Barat). Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit No. 1. 2. 3. 4. 9. 10. 11. 12. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Deskripsi Investasi Awal Jangka Waktu Investasi Depresiasi Kapasitas Reaktor akan Pelepah Sawit Harga Bahan Bakar Solar Subsidi Bahan Bakar Solar Penghematan Bahan Bakar Solar Penghematan Bahan Bakar Solar Penghematan Bahan Bakar Solar Discount rate Marjin bunga yang diterima bank Bunga yang diterima debitur*) Subsidi bunga*) Pajak Kapasitas Produksi Faktor Emsisi CO2 Solar Penurunan emisi CO2 Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Kurs Euro Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Pelepah Sawit Kapasitas Pembangkit Konsumsi Rumah Tangga Jumlah Rumah Tangga Jam Operasional
Satuan Rp tahun % kg/jam Rp/liter Rp/liter liter/jam liter/bulan liter/tahun % % % % Persen dari Omset % Kg/Liter Ton/Tahun Euro/ton Rp/Euro Rp/Tahun kg/hari KW Watt KK Jam
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
Nilai 4,886,108,000 20 5% 170 13,665 0 50 18,000 219,000 12.0% 13.5% 0% 13.5% 1% 100% 2.6873 589 19 16,500 184,500,612 2040 200 200 737 12
60
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. 28. 29. 30. 31. 32.
Deskripsi Biaya Bahan Baku Upah Tenaga Kerja Maintenance O&M Pendapatan Koperasi dari Listrik
Satuan Rp./Bulan Rp./Bulan Rp./Tahun Rp./Tahun Rp./Bulan
Nilai 12,240,000 12,000,000 20,000,000 310,880,000 184,250,000
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi
Sumber: KLH, 2013
4.1.5. Asumsi Dasar untuk Pemanfaatan Sekam Padi unruk Silo/Pemanas/Pengering Gabah/Jagung Untuk pemanfaatan sekam padi untuk silo/pemanas/pengering gabah/jagung, studi kasus yang digunakan berdasarkan pengalaman dari KLH pada CV Pesona, Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape/Lapok, Kab. Sumbawa. Asumsi rinci yang digunakan adalah:
Tabel 4.5 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pemanfaatan Sekam Padi untuk Silo Gabah/Jagung No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Deskripsi Investasi Awal Jangka Waktu Investasi Depresiasi Kapasitas Reaktor Harga Bahan Bakar Solar (dengan Pajak) Subsidi Bahan Bakar Solar Penghematan Bahan Bakar Solar Penghematan Bahan Bakar Solar Penghematan Bahan Bakar Solar DiscountFactor Marjin bunga yang diterima bank Bunga yang diterima debitur*) Subsidi bunga*) Pajak Kapasitas Produksi Faktor Emsisi CO2 Solar Penurunan emisi CO2 Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Kurs Euro Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Biomassa Sekam Jam Operasional Biaya Maintenance
Satuan Rp Tahun % ton Rp/liter Rp/liter Liter per Hari liter/bulan liter/tahun % % % % Persen dari Omset % Kg/Liter Ton/Tahun Euro/ton Rp/Euro Rp/Tahun kg/hari Jam per Hari Rp./Tahun
Nilai 945,000,000 20 5% 3 13,665 0 150 4,500 54,000 12.0% 13.5% 0% 13.5% 1% 100% 2.6873 145 19 16,500 45,493,302 3000 10 20,000,000
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi
Sumber: KLH, 2013
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
61
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
4.2. Analisis Kelayakan Keuangan Dalam rangka mencari indikator yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek, terdapat beberapa kriteria investasi yang perlu diperhatikan. Kriteria investasi yang akandigunakan pada analisis keuangan ini adalah net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR). NPV merupakan selisih nilai sekarang (present value) dari arus manfaat terhadap arus biaya. Di sisi lain, IRR menggambarkan tingkat rendemen (rate of return) dari investasi netto. Dalam evaluasi proyek, diperlukan NPV yang lebih besar atau sama sama dengan nol dan IRR yang lebih besar dibandingkan tingkat diskonto agar suatu proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial. Indikator keuangan lainnya yang dapat juga digunakan adalah Indeks Profitabilitas (Profitability Index/PI) dan Return on Investment (ROI). Indeks Profitabilitas (PI) dimaksudkan untuk menghitung perbandingan antara nilai arus kas bersih yang akan datang dengan nilai investasi yang sekarang. Jika PI > 1, maka investasi layak dijalankan dan jika PI < 1 maka investasi tidak layak dijalankan. Kemudian, ROI adalah rasio laba bersih terhadap biaya. ROI digunakan untuk membandingkan laba atas investasi antara investasi-investasi yang sulit dibandingkan dengan menggunakan nilai moneter. ROI yang positif menunjukan bahwa investasi layak untuk dilaksanakan.
4.2.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu Pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu umumnya dilakukan untuk menggantikan atau menghemat penggunaan gas LPG dan/atau kayu bakar, baik oleh industri tahu itu sendiri maupun rumah tangga pemiliki industri tahu dan/atau tetangganya. Kelayakan secara keuangan sangat ditentukan oleh seberapa besar produk biogas yang dihasilkan mampu menggantikan atau menghemat penggunaan gas LPG dan/atau kayu bakar. Gas LPG dan kayu bakar umumnya bersama-sama digunakan sebagai bahan bakar pada industri tahu, dengan kondisi proporsi yang bervariatif. Pilihan suku bunga yang ditanggung debitur mulai dari 0 persen sampai dengan 13,5 persen menentukan nilai berbagai indikator keuangan. Dari hasil perhitungan NPV dan IRR di bawah ini, terlihat bahwa ukuran reaktor biogas industri tahu yang layak untuk dikembangkan yakni ukuran 84 m3 dan 94 m3, dimana keduanya adalah pengembangan biogas industri tahu yang merupakan pengalaman dari KLH, dimana dalam prosesnya dibarengi pula dengan perbaikan proses bersih produksi pada industri tahu. Sedangkan untuk ukuran 40 m3 dan 90 m3 merupakan pengalaman dari Kementerian ESDM, dimana dalam proses pengembangan biogasnya tidak disertai dengan perbaikan proses produksi pada industri tahu. Selain itu juga, pada ukuran 40 m3, informasi yang digunakan untuk analisis keuangan tidak lengkap, terutama dari sisi penerimaan. Hal yang menjadi catatan penting dalam analisa kelayakan pengembangan raktor biogas dari limbah industri tahu adalah bahwa kelayakan sangat dipengaruhi oleh harga kayu bakar yang ada di daerah masing-masing dan seberapa besar kebutuhannya, dimana kondisinya sangat berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Semakin tinggi harga dan volume kayu bakar yang digantikan dengan biogas di suatu daerah, semakin layak juga pengembangan biogas dari limbah industri tahu secara keuangan, dan begitu juga sebaliknya.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
62
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel 4.6 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) dan IRR (Dalam Persen) Suku Bunga Debitur 0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10% 11% 12% 13% 13.5%
Ukuran 3 40 m -146.20 -148.61 -151.02 -153.43 -155.84 -158.25 -160.66 -163.07 -165.47 -167.88 -170.29 -172.70 -175.11 -177.52 -178.73
NPV (Rp Juta) Ukuran Ukuran 3 3 94 m 84 m 103.65 193.7 100.21 191.24 96.77 188.79 93.32 186.33 89.88 183.87 86.44 181.41 83.00 178.95 79.56 176.49 76.12 174.04 72.68 171.58 69.23 169.12 65.79 166.66 62.35 164.2 58.91 161.74 57.19 160.51
Ukuran 3 90 m -49.38 -52.18 -54.97 -57.76 -60.55 -63.34 -66.13 -68.92 -71.71 -74.50 -77.29 -80.08 -82.87 -85.66 -87.06
Ukuran 3 40 m #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0!
IRR (Persen) Ukuran Ukuran 3 3 94 m 84 m 19.13% 30.28% 18.83% 29.88% 18.53% 29.49% 18.24% 29.11% 17.96% 28.73% 17.67% 28.36% 17.40% 27.99% 17.13% 27.63% 16.86% 27.28% 16.60% 26.93% 16.30% 26.58% 16.10% 26.25% 15.80% 25.91% 15.60% 25.59% 15.50% 25.43%
Ukuran 3 90 m 7.50% 7.29% 7.09% 6.89% 6.69% 6.50% 6.31% 6.12% 5.94% 5.76% 5.58% 5.41% 5.24% 5.07% 4.99%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Dari indikator NPV, IRR, ROI, dan PI, terlihat bahwa semakin besar pembebanan suku bunga terhadap debitur akan memberikan kesempatan lebih kecil terhadap kelayakan dari pembangunan reaktor biogas industri tahu, dan juga sebaliknya. Senada dengan hasil perhitungan indikator NPV dan IRR, hasil perhitungan indikator ROI dan PI dari pembangunan reaktor biogas pada industri tahu menunjukkan bahwa ukuran 94 m3 dan 84 m3 merupakan jenis biogas pada industri tahu yang layak untuk dikembangkan, yaitu yang dibarengi dengan perbaikan proses produksi bersih pada industri tahu, seperti pengalaman KLH.
Tabel 4.7 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu Berdasarkan Hasil Hitung ROI (dalam Persen) dan PI Suku Bunga Debitur 0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10% 11% 12%
Ukuran 3 40 m -57.20% -57.84% -58.45% -59.05% -59.63% -60.19% -60.74% -61.27% -61.79% -62.29% -62.79% -63.26% -63.73%
ROI (Persen) Ukuran Ukuran 3 3 94 m 84 m 20.10% 390.29% 19.95% 383.05% 19.79% 376.01% 19.64% 369.18% 19.49% 362.54% 19.33% 356.09% 19.18% 349.81% 19.03% 343.70% 18.88% 337.76% 18.73% 331.97% 18.58% 326.34% 18.43% 320.85% 18.28% 315.50%
PI Ukuran 3 90 m 80.68% 78.01% 75.42% 72.90% 70.45% 68.08% 65.76% 63.51% 61.32% 59.19% 57.11% 55.09% 53.12%
Ukuran 3 40 m -0.41 -0.43 -0.46 -0.48 -0.50 -0.53 -0.55 -0.57 -0.60 -0.62 -0.64 -0.67 -0.69
Ukuran 3 94 m 1.70 1.68 1.65 1.63 1.61 1.58 1.56 1.54 1.51 1.49 1.47 1.44 1.42
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
Ukuran 3 84 m 2.83 2.81 2.79 2.76 2.74 2.72 2.69 2.67 2.65 2.62 2.60 2.58 2.55
Ukuran 3 90 m 0.59 0.57 0.54 0.52 0.5 0.47 0.45 0.43 0.4 0.38 0.36 0.33 0.31
63
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program Suku Bunga Debitur 13% 13.5%
Ukuran 3 40 m -64.19% -64.41%
ROI (Persen) Ukuran Ukuran 3 3 94 m 84 m 18.13% 310.29% 18.05% 307.73%
PI Ukuran 3 90 m 51.20% 50.26%
Ukuran 3 40 m -0.71 -0.72
Ukuran 3 94 m 1.40 1.39
Ukuran 3 84 m 2.53 2.52
Ukuran 3 90 m 0.29 0.27
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.2.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Dalam pengembangan reaktor biogas limbah peternakan sapi, terdapat dua kondisi awal yang menentukan hasil perhitungan, yaitu kondisi pengembangan reaktor biogas limbah peternakan sapi untuk menggantikan salah satu dari: i) penggunaan gas LPG atau ii) penggunaan kayu bakar. Berbeda halnya dengan pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu yang secara bersamaan dapat menggantikan atau menghemat penggunaan gas LPG dan kayu bakar, pengembangan reaktor biogas limbah peternakan hanya dapat menggantikan salah satu jenis penggunaan dikarenakan karakteristik dari rumah tangga yang memang awalnya hanya menggunakansalah satu jenis bahan bakar saja, dimana sebagian rumah tangga hanya menggunakan gas LPG saja, dan sebagian rumah tangga hanya menggunakan kayu bakar saja. Dari hasil perhitungan terhadap berbagai indikator keuangan yang digunakan, dapat ditunjukkan bahwa pengembangan reaktor biogas limbah peternakan sapi akan layak dilakukan untuk semua ukuran (6m3, 8m3, 10m3, dan 12m3) apabila produk biogas dari limbah peternakan sapi tersebut digunakan untuk mensubstitusi gas LPG yang selama ini digunakan oleh rumah tangga para peternak untuk kepentingan keseharian di rumah. Sedangkan apabila produk biogas dari limbah peternakan sapi tersebut hanya digunakan untuk mensubstitusi kayu bakar yang selama ini digunakan oleh rumah tangga, kelayakan secara keuangannya sangat tergantung dari besaran suku bunga yang harus ditanggung oleh debitur dan ukuran dari reaktor biogas limbah peternakan sapi yang dibangun. Semakin kecil suku bunga yang harus ditanggung debitur dan semakin besar ukuran reaktornya, semakin layak juga secara keuangan untuk pengembangan biogas dari limbah peternakan sapi. Dari indikator keuangan yang ada, biogas dari limbah peternakan sapi layak secara keuangan digunakan untuk mensubstitusi penggunaan kayu bakar jika debitur hanya menanggung beban bunga maksimal sebesar 3 persen untuk ukuran 8 m3, menangung beban bunga sebesar maksimal 7 persen untuk ukuran 10 m3 dan menanggung beban bunga sebesar 9 persen untuk ukuran 12 m3. Sementara itu, untuk ukuran 6 m3 berdasarkan indikator NPV, IRR, dan PI tidak layak secara keuangan, namun secara ROI layak. Bila dilihat secara umum untuk semua ukuran biogas dari limbah kotoran sapi, kelayakan secara keuangan sangat ditentukan oleh pemanfaatan dari produk biogas yang dihasilkan dan juga produk sampingannya, yaitu pupuk.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
64
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel 4.8 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) Suku Bunga Debitur 0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0% 10.0% 11.0% 12.0% 13.0% 13.5%
NPV dari LPG ke Biogas (Rp. Juta) Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran 3 3 3 3 6m 8m 10 m 12 m 3.05 5.22 7.38 9.55 2.87 4.99 7.11 9.22 2.68 4.75 6.83 8.90 2.50 4.52 6.55 8.57 2.31 4.29 6.27 8.25 2.12 4.06 5.99 7.92 1.94 3.82 5.71 7.60 1.75 3.59 5.43 7.27 1.57 3.36 5.15 6.95 1.38 3.13 4.87 6.62 1.19 2.89 4.59 6.29 1.01 2.66 4.31 5.97 0.82 2.43 4.04 5.64 0.64 2.20 3.76 5.32 0.54 2.08 3.62 5.15
NPV dari Kayu Bakar ke Biogas (Rp Juta) Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran 3 3 3 3 6m 8m 10 m 12 m (0.17) 0.92 2.01 3.10 (0.35) 0.69 1.73 2.78 (0.54) 0.46 1.46 2.45 (0.73) 0.22 1.18 2.13 (0.91) (0.01) 0.90 1.80 (1.10) (0.24) 0.62 1.48 (1.29) (0.47) 0.34 1.15 (1.47) (0.71) 0.06 0.83 (1.66) (0.94) (0.22) 0.50 (1.84) (1.17) (0.50) 0.17 (2.03) (1.40) (0.78) (0.15) (2.22) (1.64) (1.06) (0.48) (2.40) (1.87) (1.34) (0.80) (2.59) (2.10) (1.61) (1.13) (2.68) (2.22) (1.75) (1.29)
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Tabel 4.9 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung IRR (Dalam Persen) Suku Bunga Debitur 0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0% 10.0% 11.0% 12.0% 13.0% 13.5%
Ukuran 3 6m 16.17% 15.88% 15.59% 15.31% 15.03% 14.76% 14.49% 14.23% 13.97% 13.72% 13.48% 13.24% 13.00% 12.76% 12.65%
IRR Dari LPG ke Biogas Ukuran Ukuran 3 3 8m 10 m 17.69% 18.70% 17.38% 18.38% 17.08% 18.07% 16.78% 17.76% 16.49% 17.46% 16.20% 17.17% 15.92% 16.88% 15.65% 16.59% 15.38% 16.32% 15.12% 16.04% 14.86% 15.78% 14.60% 15.51% 14.35% 15.26% 14.11% 15.00% 13.99% 14.88%
Ukuran 3 12 m 19.42% 19.09% 18.77% 18.46% 18.15% 17.85% 17.56% 17.27% 16.98% 16.70% 16.43% 16.16% 15.90% 15.64% 15.51%
IRR Dari Kayu Bakar ke Biogas Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran 3 3 3 3 6m 8m 10 m 12 m 11.77% 13.02% 13.84% 14.43% 11.51% 12.75% 13.57% 14.15% 11.27% 12.49% 13.30% 13.88% 11.02% 12.24% 13.04% 13.62% 10.79% 11.99% 12.79% 13.36% 10.55% 11.75% 12.54% 13.10% 10.33% 11.51% 12.29% 12.85% 10.10% 11.27% 12.05% 12.60% 9.88% 11.05% 11.81% 12.36% 9.67% 10.82% 11.58% 12.12% 9.45% 10.60% 11.35% 11.89% 9.25% 10.38% 11.13% 11.66% 9.04% 10.17% 10.91% 11.44% 8.84% 9.96% 10.70% 11.22% 8.74% 9.86% 10.59% 11.11%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
65
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel 4.10 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung ROI (Dalam Persen) Suku Bunga Debitur 0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0% 10.0% 11.0% 12.0% 13.0% 13.5%
Ukuran 3 6m 182.33% 178.15% 174.10% 170.17% 166.34% 162.63% 159.01% 155.50% 152.08% 148.75% 145.50% 142.34% 139.26% 136.26% 134.78%
ROI Dari LPG ke Biogas Ukuran Ukuran 3 3 8m 10 m 201.15% 213.70% 196.70% 209.06% 192.38% 204.56% 188.18% 200.19% 184.10% 195.94% 180.14% 191.81% 176.28% 187.79% 172.53% 183.89% 168.88% 180.08% 165.33% 176.38% 161.87% 172.78% 158.50% 169.27% 155.21% 165.84% 152.01% 162.51% 150.43% 160.87%
Ukuran 3 12 m 222.66% 217.89% 213.26% 208.76% 204.39% 200.15% 196.02% 192.00% 188.09% 184.28% 180.57% 176.96% 173.44% 170.01% 168.32%
ROI Dari Kayu Bakar ke Biogas Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran 3 3 3 3 6m 8m 10 m 12 m 128.24% 143.45% 153.60% 160.84% 124.86% 139.85% 149.85% 156.99% 121.59% 136.36% 146.21% 153.24% 118.41% 132.97% 142.68% 149.61% 115.32% 129.67% 139.24% 146.08% 112.31% 126.47% 135.90% 142.64% 109.39% 123.35% 132.66% 139.30% 106.55% 120.32% 129.50% 136.06% 103.78% 117.37% 126.42% 132.89% 101.09% 114.49% 123.43% 129.82% 98.47% 111.70% 120.52% 126.82% 95.91% 108.97% 117.68% 123.90% 93.42% 106.32% 114.91% 121.05% 90.99% 103.73% 112.21% 118.28% 89.80% 102.45% 110.89% 116.92%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Tabel 4.11 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung PI Suku Bunga Debitur 0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0% 10.0% 11.0% 12.0% 13.0% 13.5%
Profitability Index Dari LPG ke Biogas Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran 3 3 3 3 6m 8m 10 m 12 m 1.38 1.52 1.62 1.68 1.36 1.50 1.59 1.66 1.34 1.48 1.57 1.64 1.31 1.45 1.55 1.61 1.29 1.43 1.52 1.59 1.27 1.41 1.50 1.57 1.24 1.38 1.48 1.54 1.22 1.36 1.45 1.52 1.20 1.34 1.43 1.50 1.17 1.31 1.41 1.47 1.15 1.29 1.38 1.45 1.15 1.29 1.38 1.45 1.10 1.24 1.34 1.40 1.08 1.22 1.31 1.38 1.07 1.21 1.30 1.37
Profitability Index Dari Kayu Bakar ke Biogas Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran 3 3 3 3 6m 8m 10 m 12 m 0.98 1.09 1.17 1.22 0.96 1.07 1.14 1.20 0.93 1.05 1.12 1.18 0.91 1.02 1.10 1.15 0.89 1.00 1.07 1.13 0.86 0.98 1.05 1.11 0.84 0.95 1.03 1.08 0.82 0.93 1.00 1.06 0.79 0.91 0.98 1.04 0.77 0.88 0.96 1.01 0.75 0.86 0.94 0.99 0.72 0.84 0.91 0.97 0.70 0.81 0.89 0.94 0.68 0.79 0.87 0.92 0.66 0.78 0.85 0.91
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.2.3. Pengembangan PLT Biogas dari Limbah Industri Kelapa Sawit (POME) Dalam pengembangan PLT biogas dari limbah industri kelapa sawit, secara umum terdapat dua asumsi kondisi yang berbeda yang menentukan kelayakan pengembangannya secara keuangan, yaitu i) apabila pengembangan PLT biogas dari POME dilakukan untuk memproduksi listrik dan selanjutnya listrik tersebut dijual; dan ii) apabila pengembangan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
66
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
PLT biogas dari POME dilakukan untuk menggantikan atau menghemat penggunaan solar (dalam hal ini solar industri yang tidak bersubsidi). Dari hasil perhitungan berbagai indikator keuangan, dapat ditunjukkan bahwa pengembangan PLT biogas dari limbah industri sawit (POME) dalam berbagai ukuran kapasitas akan layak secara keuangan apabila dilakukan untuk pengganti solar yang digunakan untuk pembangkit listrik. Sedangkan untuk pengembangan PLT biogas dari limbah industri sawit (POME) yang dilakukan dengan tujuan untuk memproduksi listrik dan nantinya dijual ke masyarakat, secara umum relatif tidak layak. Kelayakan secara keuangan hanya terjadi untuk studi kasus Tandun – PTPN V, dan hal itupun layak apabila debitur hanya menanggung maksimum 1 persen dari beban bunga yang diberlakukan oleh perbankan. Apabila ditinjau lebih jauh, penyebab utama ketidaklayakan tersebut berasal dari produksi listrik yang masih relatif kecil dan harga jual listrik yang masih relatif rendah.
Tabel 4.12 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rupiah) NPV Jual Listrik (Rp. Juta)
NPV dari Penggantian Solar (Rp. Juta)
Suku Bunga Debitur
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0% 10.0% 11.0% 12.0% 13.0% 13.5%
938.71 264.48 (409.75) (1,083.98) (1,758.21) (2,432.43) (3,106.66) (3,780.89) (4,455.12) (5,129.35) (5,803.58) (6,477.80) (7,152.03) (7,826.26) (8,163.37)
(7,296.95) (8,265.99) (9,235.03) (10,204.07) (11,173.11) (12,142.16) (13,111.20) (14,080.24) (15,049.28) (16,018.32) (16,987.36) (17,956.40) (18,925.44) (19,894.48) (20,379.00)
(6,597.40) (7,607.59) (8,617.77) (9,627.95) (10,638.13) (11,648.32) (12,658.50) (13,668.68) (14,678.87) (15,689.05) (16,699.23) (17,709.42) (18,719.60) (19,729.78) (20,234.87)
(55,908.40) (58,052.88) (60,197.36) (62,341.84) (64,486.32) (66,630.80) (68,775.28) (70,919.76) (73,064.23) (75,208.71) (77,353.19) (79,497.67) (81,642.15) (83,786.63) (84,858.87)
148,844.29 148,390.71 147,937.13 147,483.55 147,029.98 146,576.40 146,122.82 145,669.24 145,215.66 144,762.09 144,308.51 143,854.93 143,401.35 142,947.77 142,720.99
153,806.63 153,267.07 152,727.51 152,187.95 151,648.39 151,108.83 150,569.27 150,029.71 149,490.15 148,950.59 148,411.03 147,871.47 147,331.91 146,792.35 146,522.57
157,441.26 156,875.49 156,309.71 155,743.93 155,178.16 154,612.38 154,046.60 153,480.83 152,915.05 152,349.27 151,783.50 151,217.72 150,651.94 150,086.16 149,803.28
231,419.57 230,128.06 228,836.56 227,545.05 226,253.55 224,962.04 223,670.54 222,379.04 221,087.53 219,796.03 218,504.52 217,213.02 215,921.51 214,630.01 213,984.26
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013 Tabel 4.13 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME Berdasarkan Hasil Hitung IRR (Dalam Persen) IRR Jual Listrik
IRR Penggantian Solar
Suku Bunga Debitur
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0%
12.26% 12.07% 11.89% 11.70% 11.52% 11.34% 11.17%
10.19% 9.97% 9.75% 9.54% 9.33% 9.12% 8.92%
10.44% 10.22% 10.00% 9.79% 9.57% 9.37% 9.16%
5.55% 5.37% 5.19% 5.01% 4.84% 4.67% 4.50%
58.02% 57.64% 57.27% 56.90% 56.53% 56.16% 55.80%
52.96% 52.60% 52.24% 51.88% 51.52% 51.17% 50.82%
52.15% 51.79% 51.43% 51.07% 50.72% 50.36% 50.02%
39.60% 39.27% 38.95% 38.64% 38.32% 38.01% 37.71%
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
67
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program IRR Jual Listrik
IRR Penggantian Solar
Suku Bunga Debitur
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
7.0% 8.0% 9.0% 10.0% 11.0% 12.0% 13.0% 13.5%
11.00% 10.83% 10.66% 10.49% 10.33% 10.17% 10.01% 9.93%
8.72% 8.53% 8.33% 8.15% 7.96% 7.78% 7.60% 7.51%
8.97% 8.77% 8.58% 8.39% 8.20% 8.02% 7.88% 7.75%
4.33% 4.16% 3.99% 3.84% 3.68% 3.52% 3.37% 3.21%
55.44% 55.08% 54.72% 54.37% 54.02% 53.67% 53.33% 53.16%
50.47% 50.12% 49.78% 49.44% 49.11% 48.77% 48.44% 48.28%
49.67% 49.33% 48.99% 48.65% 48.32% 47.99% 47.66% 47.49%
37.40% 37.10% 36.80% 36.51% 36.21% 35.93% 35.64% 35.50%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013 Tabel 4.14 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME Berdasarkan Hasil Hitung ROI (Dalam Persen) ROI Jual Listrik
ROI Penggantian Solar
Suku Bunga Debitur
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0% 10.0% 11.0% 12.0% 13.0% 13.5%
54.32% 53.64% 52.97% 52.31% 51.65% 51.00% 50.35% 49.71% 49.07% 48.44% 47.82% 47.20% 46.58% 45.97% 45.67%
48.29% 47.38% 46.48% 45.59% 44.72% 43.85% 42.99% 42.15% 41.31% 40.49% 39.67% 38.86% 38.07% 37.28% 36.89%
47.45% 46.58% 45.73% 44.89% 44.06% 43.24% 42.43% 41.62% 40.83% 40.04% 39.26% 38.50% 37.74% 36.98% 36.61%
28.12% 27.27% 26.43% 25.60% 24.78% 23.97% 23.17% 22.38% 21.61% 20.84% 20.08% 19.33% 18.59% 17.86% 17.50%
121.62% 121.27% 120.92% 120.57% 120.22% 119.87% 119.52% 119.18% 118.83% 118.49% 118.14% 117.80% 117.46% 117.12% 116.95%
115.98% 115.60% 115.23% 114.86% 114.48% 114.11% 113.74% 113.38% 113.01% 112.64% 112.28% 111.91% 111.55% 111.19% 111.01%
115.01% 114.63% 114.25% 113.87% 113.50% 113.12% 112.75% 112.38% 112.01% 111.64% 111.27% 110.90% 110.54% 110.17% 109.99%
96.47% 96.02% 95.58% 95.14% 94.70% 94.26% 93.83% 93.40% 92.96% 92.53% 92.11% 91.68% 91.26% 90.84% 90.63%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013 Tabel 4.15 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME Berdasarkan Hasil Hitung PI Profitability Index Jual Listrik
Profitability Index Penggantian Solar
Suku Bunga Debitur
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0%
1.03 1.01 0.99 0.97 0.95 0.93 0.92 0.90 0.88 0.86
0.83 0.81 0.78 0.76 0.74 0.71 0.69 0.67 0.65 0.62
0.85 0.83 0.81 0.78 0.76 0.74 0.71 0.69 0.67 0.65
0.39 0.37 0.35 0.32 0.30 0.28 0.25 0.23 0.21 0.18
6.99 6.97 6.95 6.93 6.91 6.89 6.88 6.86 6.84 6.82
6.20 6.18 6.16 6.14 6.13 6.11 6.09 6.07 6.05 6.04
6.08 6.06 6.04 6.02 6.00 5.98 5.97 5.95 5.93 5.91
4.27 4.25 4.23 4.21 4.20 4.18 4.16 4.14 4.12 4.10
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
68
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program Profitability Index Jual Listrik
Profitability Index Penggantian Solar
Suku Bunga Debitur
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS
10.0% 11.0% 12.0% 13.0% 13.5%
0.84 0.84 0.81 0.79 0.78
0.60 0.60 0.55 0.53 0.52
0.62 0.62 0.58 0.55 0.54
0.16 0.16 0.11 0.09 0.08
6.80 6.78 6.77 6.75 6.74
6.02 6.00 5.98 5.96 5.95
5.89 5.88 5.86 5.84 5.83
4.09 4.07 4.05 4.03 4.02
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.2.4. Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit Berdasarkan hasil perhitungan indikator keuangan untuk studi kasus pengembangan PLT biomassa dari pelepah sawit di Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat (pengalaman KLH), semua indikator yang ada baik NPV, IRR, ROI maupun PI menunjukkan layak secara keuangan. Sama halnya dalam pengembangan PLT biogas dari limbah industri kelapa sawit (POME) yang layak secara keuangan, pengembangan PLT biomassa pelepah sawit layak secara keuangan dikarenakan produknya digunakan sebagai pengganti solar daripembangkit listrik yang ada sebelumnya.
Tabel 4.16 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit Berdasarkan Hasil Hitung NPV, IRR, ROI dan PI Suku Bunga Debitur 0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10% 11% 12% 13% 13.5%
NPV Rp. Juta 3,967.45 3,853.83 3,740.21 3,626.59 3,512.97 3,399.35 3,285.73 3,172.11 3,058.49 2,944.87 2,831.25 2,717.63 2,604.01 2,490.39 2,433.58
IRR Persen 19.37% 19.09% 18.83% 18.56% 18.30% 18.05% 17.80% 17.55% 17.31% 17.07% 16.83% 16.60% 16.38% 16.15% 16.04%
ROI Persen 162.46% 160.09% 157.76% 155.48% 153.24% 151.03% 148.86% 146.73% 144.64% 142.58% 140.56% 138.57% 136.61% 134.68% 133.73%
Profitability Index Indeks 1.8120 1.7887 1.7655 1.7422 1.7190 1.6957 1.6725 1.6492 1.6260 1.6027 1.5794 1.5562 1.5329 1.5097 1.4981
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.2.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pengering/Pemanas/Silo Padi/Jagung Pengembangan pemanfaatan sekam padi untuk pengeriang/pemanas/silo padi/jagung secara umum dari indikator keuangan yang ada menunjukan bahwa hal tersebut layak untuk dikembangkan secara keuangan. Pemanfaatan sekam padi dilakukan untuk mengganti solar yang selama ini digunakan dalam pengering/pemanas/silo padi/jagung.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
69
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel 4.17 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Silo Pengering Padi/Jagung Berdasarkan Hasil Hitung Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR) Suku Bunga Debitur 0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0% 10.0% 11.0% 12.0% 13.0% 13.5%
NPV Rp. Juta 3,723.08 3,689.01 3,654.95 3,620.88 3,586.81 3,552.75 3,518.68 3,484.62 3,450.55 3,416.49 3,382.42 3,348.36 3,314.29 3,280.23 3,263.20
IRR Persen 59.00% 58.14% 57.29% 56.44% 55.59% 54.76% 53.93% 53.12% 52.30% 51.50% 50.71% 49.92% 49.15% 48.38% 48.00%
ROI Persen 505.44% 493.92% 482.84% 472.16% 461.87% 451.94% 442.36% 433.10% 424.15% 415.50% 407.13% 399.03% 391.18% 383.58% 379.86%
Profitability Index Indeks 4.9398 4.9037 4.8677 4.8316 4.7956 4.7595 4.7235 4.6874 4.6514 4.6153 4.5793 4.5432 4.5072 4.4711 4.4531
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.3. Analisis Biaya dan Manfaat Analisis biaya dan manfaat adalah proses identifikasi, pengukuran, dan pembandingan biaya dan manfaat sosial yang dihasilkan oleh suatu proyek atau kegiatan investasi. Titik awal dari diperlukannya analisis biaya dan manfaat dalam analisis proyek adalah ketidakmampuan analisis finansial secara tunggal menangkap keseluruhan keuntungan dan kerugian yang dirasakan oleh masyarakat akibat dilakukannya suatu proyek atau investasi. Indikator-indikator yang digunakan dalam analisis finansial dapat menyesatkan apabila dijadikan indikator kesejahteraan sosial sebab sebagian besar proyek publik menghasilkan barang yang tidak dapat diperdagangkan secara bebas di pasar, seperti pengelolaan sampah, pengurangan polusi, atau perbaikan sarana kesehatan. Salah satu metode analisis biaya dan manfaat yang lazim digunakan adalah benefitcost ratio (BCR). Benefit-cost ratio (BCR) ini pada dasarnya adalah perbandingan antara nilai sekarang dari valuasi manfaat yang diterima masyarakat terhadap biaya yang harus ditanggung masyarakat dari pelaksanaan suatu proyek. Suatu proyek dinyatakan layak untuk dilaksanakan apabila B/C ratio lebih besar dibandingkan satu, yang mana valuasi manfaat lebih besar jika dibandingkan dengan valuasi biaya.
4.3.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pelaku industri tahu bahwa masa manfaat reaktor biogas industri tahu mampu bertahan sampai 20 tahun. Maka dengan demikian asumsi yang dibangun dalam analisis biaya dan manfaat pada reaktor biogas industri tahu memberikan masa manfaat selama 20 tahun. Reaktor biogas merupakan bentuk kekayaan (aktiva) tetap yang memiliki umur jangka panjang dan tidak habis pakai.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
70
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Dalam analisis biaya dan manfaat ini, pinjaman yang akan diberikan memiliki asumsi jangka waktu pengembalian selama lima tahun. Analisis biaya dan manfaat pengembangan reaktor biogas industri tahu terdapat beberapa ukuran yang umumnya digunakan oleh para pemilik pabrik tahu, yakni ukuran 40 m3, 94 m3, 84 m3, dan ukuran 90 m3. Berdasarkan analisis biaya dan manfaat dari semua skenario terhadap masing-masing ukuran reaktor biogas pada industri tahu memberikan kesimpulan layak untuk dijalankan karena nilai BCR menghasilkan nilai yang lebih besar dari satu, kecuali pada ukuran 40 m3 dimana informasi nilai manfaatnya tidak lengkap (dari Kementerian ESDM). Ukuran 40 m3 memiliki BCR sebesar 0.86, ukuran 94 m3 memiliki nilai sebesar 2.49, ukuran 84 m3 memiliki nilaisebesar 2.55, dan ukuran 90 m3 memiliki nilai 1.89. Dalam perhitungan CBA, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah. Dari hasil CBA tersebut, dan apabila informasi manfaat yang diperoleh cukup lengkap, secara umum semua ukuran pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu layak secara ekonomi untuk dikembangkan.
Tabel 4.18 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun No.
Indikator
1 2 3 4 A.
Biaya Awal (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Penurunan Emisi C02 (ton) Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Penurunan Emisi C02 (ton)
B.
KESDM: Ukuran 3 40 m 103,627,000 5 13.5%
KLH: Ukuran 3 94 m 148,000,000 5 13.5%
KLH: Ukuran 3 84 m 105,720,000 5 13.5%
KESDM: Ukuran 3 90 m 120,000,000 5 13.5%
0.0% 13.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak 44
0.0% 13.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak 1,557
0.0% 13.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak 321
0.0% 13.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak 862
1.0% 12.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak 44
1.0% 12.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak 1,557
1.0% 12.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak 321
1.0% 12.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak 862
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
71
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
4.3.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pemilik reaktor biogas limbah peternakan sapi bahwa masa manfaat reaktor biogas limbah peternakan sapi mampu bertahan sampai 20 tahun. Sama halnya dengan pengembangan reaktor bioas dari limbah industri tahu, dalam analisis biaya dan manfaat untuk pengembangan reaktor biogas dari limbah peternaan sapi ini, pinjaman yang akan diberikan memiliki asumsi jangka waktu pengembalian selama lima tahun. Berdasarkan hasil perhitungan analisis biaya dan manfaat untuk semua ukuran reaktor biogas limbah peternakan sapi, dari nilai BCR yang dihasilkan menunjukkan bahwa pengembangan tersebut layak secara ekonomi untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari 1, baik untuk yang sebelumnya menggunakan gas LPG maupun kayu bakar sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangganya. Dalam perhitungan CBA ini, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah.
Tabel 4.19 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun No. 1. 2. 3. 4. A.
Indikator Biaya Awal (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas - Nilai Biaya (C)(Rp) - Nilai Manfaat (B) (Rp) - Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Penurunan Emisi C02 (ton) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas - Nilai Biaya (C)(Rp) - Nilai Manfaat (B) (Rp) - Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Penurunan Emisi C02 (ton)
Ukuran 3 6m 8,000,000 5 13.5%
Ukuran 3 8m 10,000,000 5 13.5%
Ukuran 3 10 m 12,000,000 5 13.5%
Ukuran 3 12 m 14,000,000 5 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak 18
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak 24
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak 30
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak 36
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak 70
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak 93
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak 117
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak 140
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.3.3. Pengembangan PLT dari Biogas Limbah Industri Kelapa Sawit (POME) Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pengembang PLT dari biogas limbah industry kelapa sawit (POME) bahwa masa manfaat reaktor biogas POME mampu bertahan sampai 20 tahun. Sama seperti dalam pengembangan jenis WtE yang lain, dalam analisis PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
72
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
biaya dan manfaat untuk pengembangan jenis WtE ini, pinjaman yang akan diberikan memiliki asumsi jangka waktu pengembalian selama lima tahun. Dari hasil analisis biaya dan manfaat untuk pengembangan PLT dari biogas POME berdasarkan ukuran kapasitas pengolahan sawit, yaitu untuk ukuran 45 Ton TBS (Tandun PTPN V), 45 Ton TBS (PT Nubika), 60 Ton TBS (PT. SSS), dan 75 Ton TBS per jam (Sei Mangkei), ditunjukan bahwa nilai BCR-nya lebih besar dari 1, yang berarti pengembangan tersebut layak secara ekonomi, baik untuk tujuan penjualan listrik maupun penggantian/penghematan solar industri yang selama ini digunakan. Dalam perhitungan CBA ini, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah.
Tabel 4.20 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT dari Biogas POME Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun No. 1. 2. 3. 4. 5. A.
Indikator Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) Biaya Awal - Penghematan Solar (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik - Nilai Biaya (C)(Rp) - Nilai Manfaat (B) (Rp) - Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Penurunan Emisi C02 (ton) b. Asumsi Penghematan Solar - Nilai Biaya (C)(Rp) - Nilai Manfaat (B) (Rp) - Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Penurunan Emisi C02 (ton)
Tandun: Ukuran 45 Ton TBS 36,964,416,510 24,867,310,067 5 13.5%
PT Nubika: Ukuran 45 Ton TBS 42,396,678,573 29,581,284,210 5 13.5%
PT. SSS: Ukuran 60 Ton TBS 44,196,687,578 31,018,593,375 5 13.5%
Sei Mangkei: Ukuran 75 Ton TBS 92,220,853,048 70,806,449,968 5 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak 817,548.80
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak 826,818.86
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak 890,604.30
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak 1,447,231.98
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak 817,548.79
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak 826,818.86
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak 890,604.30
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak 1,447,231.98
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.3.4. Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pengembang PLT biomassa pelepah sawit bahwa masa manfaat PLT biomassa pelapah sawit mampu bertahan sampai 20 tahun. Dari studi kasus yang digunakan, ukuran dari PLT biomassa yang dikembangkan adalah berdaya 200 KV, yang mampu untuk menerangi hampir 800 rumah penduduk. Dari hasil analisa CBA, pengembangan PLT biomassa dari pelepah sawit layak secara ekonomi untuk PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
73
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
dikembangkan, dimana nilai BCR-nya lebih besar dari 1. Dalam perhitungan CBA ini juga, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah.
Tabel 4.21 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun No. Indikator 1. 2. 3. 4. A.
Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Penurunan Emisi C02 (ton)
B. Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Penurunan Emisi C02 (ton)
Ukuran 200 KV 4,886,108,000 5 13.5%
0.0% 13.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 11,181.85 1.0% 12.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 11,181.85
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.3.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pemanas/Pengering/Silo Padi/Jagung Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh KLH, pemanfaatan sekam padi untuk pemanas/pengering/silo padi/jagung mampu memberikan masa manfaat sampai 20 tahun. Dari studi kasus yang digunakan, yaitu berupa silo padi dengan kapasitas 20 ton per hari, pemanfaatan sekam padi digunakan untuk menggantikan solar yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar. Dari hasil analisa CBA, diperoleh bahwa nilai BCR-nya lebih besar dari satu yang menunjukkan bahwa pemanfaatan sekam padi untuk pemanas/pengering/silo padi/jagung layak secara ekonomi untuk dikembangkan. Sama halnya dalam perhitungan analisis CBA jenis WtE yang lainnya, dalam perhitungan CBA ini juga, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah. PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
74
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel 4.22 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Silo Pengering Gabah Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun No. Indikator 1. 2. 3. 4. A.
Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Penurunan Emisi C02 (ton)
Ukuran 200 KV 945,000,000 5 13.5%
0.0% 13.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 2,886.73
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.4. Mekanisme Pembiayaan Investasi WtE Melalui Kredit Program Pasca UU Nomor 23 Tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999 tentang BI sebagaimana terakhir diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, Bank Sentral tidak diperkenankan lagi memberikan kredit likuiditas untuk mendukung pengembangan sektor-sektor prioritas yang ditetapkan pemerintah. Selanjutnya, peran tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui pemberian kredit program. Kredit program adalah kredit/pembiayaan yang ditujukan untuk pengembangan sektor prioritas, sumber dananya seratus persen menggunakan dana bank dengan suku bunga rendah yang ditetapkan oleh pemerintah. Selisih antara suku bunga kredit program dengan suku bunga pasar yang seharusnya diterima oleh bank, disubsidi oleh pemerintah. Beberapa kredit program yang diluncurkan oleh pemerintah antara lain kredit-kredit yang terkait dengan sektor pertanian dan perkebunan, misalnya, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Pengembangan Energi Nabati & Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Selain itu, terdapat kredit program yang menggunakan pola penjaminan, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR merupakan kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi yang usahanya layak dibiayai (feasible) namun belum memenuhi persyaratan bank (unbankable). Senada dengan tujuan kredit program lainnya, bahwa tujuan dari pembiayaan investasi WtE juga mempunyai semangan dan tujuan yang sama. Tujuan dari pembiayaan investasi WtE melalui kredit program antara lain: a) Mendukung program pemerintah dalam pengendalian pencemaran termasuk mendukung komitmen Pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan mencapai 41 persen jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020;
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
75
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
b) Mendorong proyek investasi lingkungan waste to energy sehingga dapat memberikan kontribusi perbaikan kualitas lingkungan secara signifikan dan berkelanjutan serta memberikan penambahan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha; c) Meningkatkan jumlah pendanaan untuk investasi lingkungan waste to energy bagi industri dan usaha produktif; dan d) Memberikan kemudahan akses pembiayaan investasi lingkungan waste to energy bagi usaha skala mikro, kecil, menengah dan koperasi. Yang lebih spesifik dari pembiayaan investasi WtE yakni lebih mengerucut pada investasi dalam memberikan kontribusi perbaikan kualitas lingkungan secara signifikan dan berkelanjutan serta memberikan penambahan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha. Meski demikian sasaran pembiayaan investasi WtE sama dengan sasaran kredit program lainnya, yakni petani dan UKM.
Gambar 4.1 Prosedur Penyaluran KKP-E kepada Petani/ Peternak/Pekebun secara Individu atau Kelompok Tani/ Koperasi secara Langsung ke Bank Keterangan : 1.
2. 3. 4.
5.
Petani/peternak/pekebun yang langsung mengajukan kredit secara individu menyusun Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) dan bagi kelompok Tani menyusun menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) dibantu oleh Petugas Dinas Teknis /Badan setempat atau Penyuluh Pertanian; Pejabat Dinas Teknis/Badan setempat atau Penyuluh Pertanian mensahkan RKU atau RDKK; Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) petani/peternak/pekebunan dan atau RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana; Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen usulan kredit, dan apabila dinilai layak dan memenuhi syarat, kemudian petani/peternak menandatangani akad kredit dengan cabang Bank Pelaksana dan menyalurkan kredit ke petani/peternak. Jika petani mengajukan kredit melalui Kelompok Tani maka RDKK diajukan ke bank pelaksana, jika memenuhi syarat kelompok tani
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
76
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
6.
7.
menandatangi akad kredit dan KKP-E akan disalurkan kepada petani anggota kelompok. Petani/ peternak/ pekebun yang secara individu langsung mengembalikan kredit kepada Bank pelaksana sesuai jadwal, dan bila melalui kelompoktani anggota mengembalikan kepada kelompoktani; Kelompok tani mengembalikan KKP-E langsung kepada Bank Pelaksana sesuai jadwal yang disepakati dalam akad kredit.
Gambar 4.2 Prosedur Penyaluran KKP-E oleh Petani/Kelompok Tani/Koperasi yang Bekerjasama dengan Mitra Usaha Keterangan : 1.
2.
3. 4.
5.
6.
7.
8.
Petani menyusun Rencana Kebutuhan Usaha dan Kelompok Tani menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok RDKK dibantu oleh Petugas Dinas Teknis setempat/Badan atau Penyuluh Pertanian. Pejabat yang diberi kuasa Dinas Teknis/Badan setempat/Penyuluh Pertanian terkait mensahkan RKU atau RDKK yang diketahui oleh Mitra Usaha. RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana. Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen RKU/RDKK, dan apabila dinilai layak kemudian bank menandatangani akad kredit dengan petani/kelompok tani, selanjutnya menyalurkan KKP-E kepada Kelompok Tani. Dalam hal petani/kelompoktani/koperasi bekerjasama dengan Mitra Usaha (Perusahaan BUMN, BUMD, Koperasi, Swasta lain yang memiliki usaha bidang pertanian), maka mitra usaha dapat bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit (avalis) sesuai perjanjian pihak yang bermitra. Jika mitra usaha sebagai avalis sebagian pengelolaan kredit sesuai perjanjian dapat dikuasakan kepada mitra usaha. Bagi mitra usaha berbentuk koperasi maka koperasi bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit (avalis) terhadap anggotanya. Mitra usaha menjamin pemasaran hasil produksi petani/kelompoktani/ koperasi dan membantu kelancaran pengembalian kreditnya yang berkoordinasi dengan Bank Pelaksana. Petani/kelompoktani/koperasi mengembalikan KKP-E langsung kepada Bank pelaksana sesuai jadwal yang disepakati dalam akad kredit.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
77
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Untuk mewujudkan pembiayaan WtE melalui kredit program, diusulkan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab menurut lembag sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, antara lain mencakup: a. KLH atau Kementerian ESDM bertugas dan bertanggung jawab dalam hal berikut: 1. Membantu menyusun dan mengembangkan pedoman daftar investasi lingkungan waste to energy yang berhak mendapatkan fasilitas program insentif lingkungan 2. Memberikan arahan aspek teknis terkait pemenuhan kriteria lingkungan dalam penyaluran program 3. Menerbitkan panduan teknis obyek investasi yang berhak mendapatkan insentif pembiayaan 4. Melakukan peningkatan kapasitas dan koordinasi hal teknis terkait pemahaman terhadap penilaian kontribusi terhadap lingkungan dan pemenuhan kriteria program 5. Melakukan sosialisasi program pembiayaan WtE 6. Melakukan monitoring terhadap realisasi pengadaan investasi dan pencapaian kontribusi terhadap lingkungan terkait kriteria program b. Kementerian Keuangan bertugas dan bertanggung jawab dalam hal berikut: 1. Menyediakan dana APBN sebagai fasilitas subsidi bunga 2. Menetapkan besaran subsidi suku bunga pinjaman 3. Menunjuk bank pelaksana 4. Memberikan persetujuan plafon masing-masing bank c. Komite Kredit Program, berwenang untuk melakukan evaluasi dan membahas perubahan dalam kebijakan program yang menjadi acuan pelaksanaan bagi stakeholder. d. Bank Pelaksana bertugas dan bertanggung jawab untuk menyalurkan pembiayaan program sesuai mekanisme dan kriteria yang telah ditetapkan. Tugas dan tanggung jawab Bank Pelaksana secara detail adalah sebagai berikut 1. Menyampaikan komitmen target penyaluran kepada Kementerian Keuangan dan mempersiapkan dana pembiayaan yang akan disalurkan pada calon Nasabah 2. Melaksanakan pembiayaan program sesuai syarat dan ketentuan 3. Mengidentifikasi calon potensial nasabah baik secara mandiri maupun bersamasama dengan TAU. 4. Menganalisa sesuai dengan prosedur dan ketentuan Bank Pelaksana untuk menentukan apakah pembiayaan kepada calon Nasabah layak untuk dilakukan. 5. Melakukan pencairan pembiayaan kepada Nasabah. 6. Melakukan manajemen risiko atau pembiayaan kepada Nasabah. 7. Menatausahakan dan menagih kewajiban Nasabah. 8. Melakukan monitoring dan evaluasi pembiayaan kepada Nasabah. 9. Melakukan pembinaan bersama dengan KLH atau Kementerian ESDM, untuk memastikan pembiayaan tersebut sesuai dengan tujuan yang disepakati. 10. Mempunyai komitmen jangka panjang untuk memastikan indikator keberhasilan program terpenuhi. 11. Menyusun laporan kepada KLH atau Kementerian ESDM atas penyaluran dan perkembangan usaha Nasabah yang dilaporkan secara periodik. 12. Melakukan hal-hal lain yang sesuai dengan ketentuan pembiayaan Bank Pelaksana. PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
78
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
e. Pokja program adalah badan bentukan KLH atau Kementerian ESDM yang bertugas dan bertanggung jawab untuk melakukan evaluasi dan memberikan masukan di internal KLH atau Kementerian ESDM terhadap pelaksanaan program. f. Unit Pendamping Teknis (TAU), dimana tugas dan tanggung jawab utama Unit Pendamping Teknis atau Technical Assistance Unit (TAU) adalah sebagai berikut : 1. Membantu KLH atau Kementerian ESDM, Kemenkeu, Bank Pelaksana dan calon nasabah dalam pengembangan waste to energy 2. Mengenalkan dan meningkatkan pemahaman UMKM tentang waste to energy 3. Bersama-sama KLH atau Kementerian ESDM menyusun dan mengembangkan daftar investasi lingkungan waste to energy yang berhak mendapatkan fasilitas program insentif lingkungan. 4. Mengembangkan konsep evaluasi dan monitoring KLH atau Kementerian ESDM serta membantu KLH atau Kementerian ESDM dalam kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan 5. Membantu serta memfasilitasi kegiatan sosialisasi dan capacity building stakeholder termasuk Kemenkeu, Bank Pelaksana dan pihak terkait 6. Membantu studi kelayakan, identifikasi kegiatan dan pengembangan pipeline di Bank Pelaksana 7. Menyusun laporan kegiatan TAU secara periodik (semester dan tahunan)
Komite Kredit Program
Kementerian Keuangan
KLH/KESDM
Pokja Program Program Pembiayaan
TAU
WTE
Nasabah Gambar 4.3 Tugas dan Tanggung Jawab Lembaga yang Terkait
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
79
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari kegiatan Analisis Biaya Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara lain: b. Beberapa jenis potensi pemanfaatan limbah yang dapat dikonversikan menjadi energy (WtE atau bioenergi) di Indonesia adalah pemanfaatan biogas dari limbah industri tahu, biogas dari limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari biogas limbah industri kelapa sawit (POME), pembangkit listrik dari biomassa pelepah sawit, pemanfaatan sekam padi untuk pengering/silo padi/jagung, pemanfaatan sampah perkotaan (urban waste), dan pemanfaatan biogas dari limbah domestik rumah tangga (kotoran manusia). Berbagai potensi tersebut sudah dimanfaatkan dan dikembangkan melalui program-program yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian ESDM dengan dukungan baik melalui APBN, hibah internasional, maupun kredit perbankan. Namun, pengembangannya masih dirasa terbatas dikarenakan terbatasnya anggaran di APBN, dan beberapa program bantuan sudah berhenti. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan pembiayaan pengembangan WtE atau bioenergi yang lebih berkelanjutan. c. Terdapat beberapa jenis peluang dalam pembiayaan untuk pengembangan WtE di Indonesia, antara lain program dari KLH (sudah berhenti), Kementerian ESDM (beberapa sudah berhenti), Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, Pusat Investasi pemerintah (PIP), kredit perbankan (dari Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin dengan dukungan AFD), dan juga kredit program eksisting dengan berbagai pola (namun belum secara spesifik dapat dimanfaatkan untuk pengembangan WtE). Dari berbagai jenis sumber pembiayaan tersebut, Kredit Program berupa Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) merupakan kredit program yang eksisting yang dirasa paling sesuai untuk mendukung pengembangan WtE dikarenakan untuk merealisasikannya tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama bila dibandingkan dengan pilihan yang lain (yaitu dengan merevisi Peraturan Menteri Keuangan dan menyusun Pedoman Teknis-nya di KLH atau Kementerian ESDM). d. Dikarenakan ada batasan dari skema pembiayaan investasi melalui KKP-E terutama terkait dengan besaran kredit yang dapat diberikan (yaitu maksimum Rp. 100 juta untuk individu dan maksimum Rp. 500 juta untuk kelompok) dan juga tenor waktu yang diberikan (yaitu maksimum 5 tahun), jenis pengembangan WtE yang berpeluang untuk diberikan kredit program adalah pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu dan pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi dimana untuk pengembangannya membutuhkan biaya yang besarnya dapat kurang dari Rp. 100 juta untuk setip unitnya. Untuk pengembangan jenis WtE yang lain dapat menggunakan sumber pendanaan yang lain seperti PIP atau skema kredit program yang baru, dikarenakan pengembangannya dibutuhkan biaya yang lebih besar dari batas maksimum KKP-E. PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
80
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
e. Fokus dari analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi pada berbagai jenis pemanfaatan limbah dalam kajian ini mencakup (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi. Secara keuangan, hampir semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini layak untuk dikembangkan, namun sangat tergantung dari kondisi awal. Potensi yang layak adalah pengembangan produk bersih dan biogas dari limbah industri tahu (pengembangan biogas industri tahu yang dibarengi dengan pengembangan produk bersih), pengembangan biogas dari limbah/kotoran peternakan sapi (terutama untuk penggantian gas LPG, sementara untuk penggantian dari bahan bakar kayu sangat tergantung dari harga kayu bakar di daerahnya), pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industri kelapa sawit (POME) (terutama untuk penggantian solar, bukan untuk menjual produk listriknya), pembangkit listrik dari pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk pemanas/pengering pada silo padi/jagung. f. Untuk beberapa jenis WtE yang layak secara keuangan tersebut di atas dapat dilakukan tanpa diberikan dukungan bantuan subsidi bunga. Sedangkan untuk jenis pengembangan yang tidak layak secara keungan, seperti misalnya pengembangan biogas industri tahu yang tanpa dibarengi dengan pengembangan produk bersih, pengembangan biogas dari limbah peternakan sapi untuk penggantian kayu bakar (yang sangat tergantung harga kayu bakar), dan pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industry kelapa sawit (POME) dimana produk listriknya dijual, dibutuhkan subsidi bunga atau bantuan lain dalam pembiayaan pengembangan WtE agar menjadi layak. Namun demikian, untuk mendorong agar masyarakat tertarik untuk melakukan pengembangan WtE, tetap dibutuhkan insentif berupa subsidi bunga melalui kredit program untuk semua jenis pengembangan WtE. g. Secara ekonomi, berdasarkan hasil analisis biaya dan manfaat (CBA), semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini (mencakup (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi) layak untuk dikembangkan, dengan rasio manfaat per biayanya (BCR) yang bervariatif. Variasi dari nilai BCR sangat tergantung dari: (a) besarnya investasi yang dibutuhkan; (b) kondisi awal dari jenis dan harga energi yang disubstitusi dengan biogas dan biomassa (WtE atau bioenergi); (c) pemanfaatan/penggunaan dari produk WtE. h. Berdasarkan pengalaman dari berbagai negara yang mengembangkan WtE, terdapat beberapa kunci sukses dalam pengembangan WtE, antara lain: (a) Harga energi fosil dan listrik yang tinggi dan tidak bersubsidi; (b) Dilakukan untuk mensubstitusi jenis energi fosil yang digunakan; (c) Keberlanjutan ketersediaan limbah; (d) Terbatasnya lahan untuk pembuangan limbah; (e) Tingginya tipping fee untuk pembuangan sampah/limbah; (f) Kebijakan untuk lebih mendukung pengembangan WtE; dan (g) Dukungan public akan pengembangan WtE. PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
81
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
5.2. Saran/Rekomendasi Kebijakan Saran/rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari kegiatan Analisis Biaya Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara lain: a. Masih terdapat perbedaan teknis terkait ukuran, spesifikasi, dan standar biaya untuk pengembangan setiap jenis WtE. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan koordinasi dan penyepakatan diantara kementerian teknis yang terkait, yaitu Kementerian ESDM dan KLH. b. Untuk pengembangan WtE awal, dapat dilakukan melalui kredit program dengan pola subsidi bunga yang eksisting saat ini, yaitu skema Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) untuk 2 (dua) jenis pengembangan WtE yang potensial, yaitu biogas dari limbah industri tahu dan biogas dari kotoran sapi. c. Untuk pengembangan WtE yang lain (pembangkit listrik dari biogas POME dan biomassa pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk pemenas/pengering/silo padi/jagung), dapat menggunakan skema PIP, pembiayaan perbankan atau skema kredit program yang baru. d. Agar dalam pengembangan WtE melalui kredit program tidak tumpang tindih dengan program-program yang sudah ada, terutama dari Kementerian ESDM dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, maka perlu dilakukan penentuan kriteria penerima manfaat (beneficiaries) dan pemetaan lokasinya (zoning), baik oleh Kementerian ESDM maupun KLH. e. Bank Pelaksana adalah pelaku utama yang menjadi faktor penentu dalam keberhasilan pelaksanaan program pengembangan WtE melalui kredit program. Untuk pelibatannya, diperlukan sosialisasi, baik oleh Kementerian Keuangan, KLH dan Kementerian ESDM untuk mendorong mereka agar tertarik dalam pembiayaan WtE. Selain sosialisasi, diperlukan juga dukungan teknis dari kementerian teknis (KLH dan Kementerian ESDM) untuk membantu perbankan, misalnya melalui technical assistant (TA) dalam pengembangan WtE. Bank Pelaksana yang diprioritaskan adalah perbankan yang pernah atau sedang melakukan pembiayaan melalui kredit terhadap pengembangan WtE, antara lain Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan beberapa Bank Pembangunan Daerah. f. Sebagai payung hukum pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE, dibutuhkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu Perubahan Ketiga atas PMK Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) di Kementerian Keuangan RI. Selain itu, di kementerian teknis (yaitu KLH dan/atau Kementerian ESDM), dibutuhkan Peraturan Menteri LH atau Peraturan Menteri ESDM terkait dengan pedoman teknis pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE, seperti yang juga dilakukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pelaksanaan KKP-E.
5.3. Langkah Tindak Lanjut Dari hasil pelaksanaan kajian tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini, masih banyak langkah tindak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
82
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
lanjut yang diperlukan untuk merealisasikan, baik yang dilakukan oleh kementerian teknis (yaitu KLH dan Kementerian ESDM), Kementerian Keuangan maupun Bank Pelakana. Guna menindaklanjuti hasil kajian ini, masih diperlukan FGD kembali dengan pihak perbankan selaku pelaksana dari rencana kegiatan Kredit Program bagi WtE ini, yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI) Direktorat Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI. Beberapa hal yang juga masih perlu dilakukan, terutama oleh kementerian teknis, antara lain: a. Penentuan kriteria calon penerima manfaat (beneficiaries) dari program, baik dari sisi KLH maupun Kementerian ESDM. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih program ini dengan kegiatan/program serupa yang lain yang sedang dilaksanakan oleh KLH maupun Kementerian ESDM. Pemetaan (zonasi) penerima manfaat antara program-program yang sedang berlangsung dengan program yang akan diusulkan dibiayai dengan kredit program juga menjadi penting. Dengan adanya kriteria penerima manfaat dan pemetaannya yang jelas, maka diharapkan program ini akan lebih tepat sasaran. b. Penyusunan daftar calon bank pelaksana (beserta contact person (CP)-nya) yang sudah berpengalaman dalam mendukung dan melaksanakan program-program terkait dengan lingkungan maupun energi yang selama ini telah menjadi mitra baik KLH, Kementerian ESDM maupun Kementerian Keuuangan. Diharapkan dengan adanya kesediaan dari bank pelaksana yang berpengalaman, maka program ini akan lebih mudah untuk dijalankan dan tujuan dari program ini akan lebih tepat sasaran. c. Dalam menuju proses penyiapan rancangan peraturan berupa Rancangan Peraturan Menteri Keuangan dan juga peraturan dari kementerian teknis, maka diharapkan agar KLH dan Kementerian ESDM kiranya dapat mempersiapkan nama dan alamat calon penerima manfaat (beneficiaries) dalam sebuah daftar yang nantinya dapat disampaikan kepada Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI), Direktorat Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI sebagai dasar dalam disbursement subsidi nantinya.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
83
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
DAFTAR PUSTAKA Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2012. Implementasi Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK), Jakarta; Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Bank Indonesia, 2010. Studi Kelayakan Usaha Sapi Potong di Kabupaten Langkat Sumatera Utara, Medan: Bank Indonesia Medan. _________, 2012. Kajian Kesiapan Umkm Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan, Jakarta: Bank Indonesia. Husnan, Suad dan Suwarsono Muhammad (2000). Studi Kelayakan Proyek, Yogyakarta; UPP AMP YKPN.
Edisi-4,
Ibrahim, Yacob. 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi revisi. Jakarta ; Rineka Cipta. Intergovernmental Panel on Climate Change, 2007. Summary for Policymakers : A report of Working Group I of the Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC. Kamaluddin, 2004. Studi Kelayakan Bisnis, Malang; Dioma. Kasmir, Jakfar, 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi-1, Jakarta; Prenada Media. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012. Kajian Teknis Peluang Pemanfaatan Biogas Untuk Pembangkit Sendiri Pada Industri, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. _________, 2012. Kajian Kelayakan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Dari Limbah Cair PKS Di Kabupaten Rokan Hulu, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. _________, 2012. Studi Kelayakan : Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Tandun PTPN V Riau, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. _________, 2012. Studi Kelayakan : Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT Nubika, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. _________, 2012. Studi Kelayakan : Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Se Mangkei Sumut, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. _________, 2012. Program Pengembangan Bioenergi di Indonesia, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. _________, 2013. Peluang dan Tantangan Pengembangan WtE di Indonesia, Jakarta; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. Kementerian Keuangan, 2013. Peluang Pemanfaatan KKP-E Untuk Pembiayaan Waste to Energy, Jakarta; Direktorat Sistem Manajemen Investasi Kementerian Keuangan.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
84
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Kementerian Lingkungan Hidup, 2009. Ragam Investasi WtE : PLTU Mini dengan Pelepah Sawit di Mamaju, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup. _________, 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10A Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Penyaluran Pembiayaan Bagi Kegiatan Debt for Nature Swap (DNS) Dengan Pemerintah Jerman Untuk Investasi Lingkungan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK), Jakarta; Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan _________, 2010. Ragam Investasi WtE : Industri Tahu dan Reaktor Biogas di Bekasi, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup. _________, 2010. Ragam Investasi Industri WtE: Ragam Investasi WtE : Industri Tahu dan Reaktor Biogas di Klaten, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup. _________, 2010. Ragam Investasi Industri WtE : Ragam Investasi WtE : Pengering Gabah dan Sekam di Sumbawa, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup. _________, 2012. Ragam Investasi Industri WtE : Reaktor Biogas Limbah Kotoran Sapi di Pasuruan, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup. _________, 2013. Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi (Waste to Energy), Jakarta; Asdep Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Pekerjaan Umum, 2001. Kajian Metode Analisis Biaya-manfaat Hasil Litbang, Jakarta : Puslitbang Sosial, Ekonomi dan Lngkungan. Kementerian Pertanian, 2012. Pedoman Teknis Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Jakarta. Direktorat Pembiayaan Pertanian Kementerian Pertanian. Kuncoro. Kukuh Siwi, 2010. Studi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah 10 MWe di Kota Medan ditinjau dari Aspek Teknis, Ekonomi dan Lingkungan, Medan: Fakultas Teknologi Industri ITS. Lahming, 2012. Rancang Bangun Alat Pengering Biji-Bijian Hasil Pertanian Tipe Kontinyu Bahan Bakar Biomassa Ramah Lingkungan, Makassar : Universitas Negeri Makassar Mulyantara. Lilik T, dkk, 2008. Simulasi Pengering Jagung Pipilan Menggunakan Alat Pengering Surya Tipe Rumah Kaca (ERK) - Hybrid Dengan Pengering Silinder Berputar, Bogor : Institut Pertanian Bogor . NASA, 2007. Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News: August 31, 2007. Putri, Agita Kirana, 2008. Studi Kelayakan Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat di Wilayah Kabupaten Bogor, Bogor ; Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Sugiarto, Lilik, dkk, 2008. Studi Kelayakan Pembuatan Biogas dari Fases Sapi sebagai Sumber Energi Alternatif, Yogyakarta; Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND. Sutoyo, S, 2003. Studi Kelayakan Proyek : Konsep dan Teknik, Jakarta: Badan Penerbit LPPM.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
85
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Umar, Husein, 2005. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi-3, Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama. Zubir, Z., 2006. Studi Kelayakan Usaha, Jakarta ; Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,.
Web : Asep Budi Brata, RMOL : Upaya BI dalam Mendongkrak Peningkatan Penyaluran Kredit Program Melalui Kemitraan Strategis http://www.rmol.co/read/2011/12/01/47602/Upaya-BI-dalam-MendongkrakPeningkatan-Penyaluran-Kredit--Program-Melalui-Kemitraan-StrategisKementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia http://www.menlh.go.id/ Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia http://www.esdm.go.id/ Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas http://www.bappenas.go.id/
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
86
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
87
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Lampiran 1 : Hasil Survey Lapangan Pengembangan Waste to Energy: Yogyakarta, Pasuruan (via Malang), dan Palembang
A. Yogyakarta: Rangkuman Laporan Kegiatan Survei Penggunaan Limbah Tahu di Kabupaten Kulonprogo, Provinsi DI Yogyakarta Latar Belakang Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Kandungan organik tinggi ini yang berpotensi melepas emisi metana. Seperti perlakukan limbah kotoran sapi, limbah industri tahu tersebut juga dapat diolah dengan reaktor biogas. Penataan produksi bersih di bagian proses perlu dilakukan untuk memastikan kondisi limbah cukup memenuhi syarat untuk diolah dalam reaktor biogas. -
Industri tahu adalah industri berbasis UMK, bertempat di pemukiman, menggunakan banyak sumber daya air dan berpotensi mengakibatkan pencemaran, disamping sifat industrinya sendiri yang telah turun-menurun memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat sekitarnya;
-
Industri ini sangat tipis dalam permodalan dan omset yang dijalankan, sehingga permasalahan tambahan seperti air buangan dan bau, belumlah menjadi perhatian serius. Di sisi lain, industri ini telah banyak memberi kontribusi bagi pembangunan gizi masyarakat, dengan mengolah bahan berprotein tinggi (kedelai), menjadi bahan makanan murah yang berpotensi cukup luas dapat dinikmati masyarakat golongan ekonomi apapun;
-
Perlu adanya perbaikan dalam proses-peralatan-tata/ruang, diharapkan efisiensi proses akan meningkat, termasuk efisiensi penggunaan air;
-
Diharapkan juga pendapatan bertambah, sehingga permasalahan lingkungan akan semakin dekat untuk diselesaikan, setelah semakin terpenuhinya harapan terbesar industriawan dalam meraih laba;
-
Perlu adanya teknologi pengolahan limbah, yang sebisa mungkin sekaligus memanfaatkan buangan tersebut, sehingga dengan nilai tambah yang diperoleh, mendorong upaya penangulangan pencemaran akibat buangan industri ini akan teratasi dengan kesadaran dari pemilik.
Investasi Produksi Bersih dan Reaktor Biogas Tahu -
Kedelai diproses dengan kaidah produksi bersih yaitu mengefisiensikan ruang proses, mendorong perilaku penghematan air dan energi, merubah cara produksi sehingga lebih bersih dan efisien, mengendalikan pencemaran, memanfaatkan buangan.
-
Mengoptimalkan ruang pengolahan 100 kg kedelai per hari dapat dimaksimalkan menjadi 400 kg kedelai per hari dengan nilai investasi yang sama karena faktor penghematan waktu kerja
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
88
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
-
Penghematan konsumsi air (menghemat biaya listrik)
-
Menurunkan konsumsi bahan bakar lebih dari 20 persen (menghemat biaya produksi)
-
Perbaikan kualitas tahu dari sisi tampilan dan cita rasa karena perubahan cara masak
-
Mendapat nilai ekonomi tambahan dari pemanfaatan buangan limbah cair yang diproduksi menjadi biogas sebagai sumber bahan bakar pengganti di rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan 4 KK
-
Menyelesaikan permasalahan limbah dan dampak lingkungan sehingga industri tahu dapat diterima di pemukiman
Deskripsi Usaha Tahu Tradisional Usaha tahu tradisional menggunakan metode masakan langsung. Bubur tahu di campur air dan dipanaskan langsung di atas api dengan pengadukan terus menerus. Proses masakan menggunakan bahan bakar kayu bakar. Proses penggumpalan telah menggunakan air asaman dari buangan hasil penggumpalan. Hasil gumpalan tahu dicetak lempengan dan dipotong sesuai ukuran pesanan. Dari sisi konsumsi air, pengerajin masih menggunakan air tanpa kontrol ukuran terutama di bagian pencucian dan pembilasan awal kedelai. Air buangan juga tercampur antara air buangan netral dari cucian dan air buangan asam dari pasca proses masakan. Dalam sistem produksi tradisional ini, produsen tahu relatif lebih besar mengkonsumsi air dan energi. Bahan bakar saat ini menggunakan kayu bakar yang relatif semakin langka dan harga relatif mahal. Dengan kondisi ini, maka perlu dilakukan pembenahan proses produksi, mengatur konsumsi air, mendapatkan bahan bakar alternatif pengganti kayu bakar dan berupaya mengolah limbah cair dengan biodegester. Upaya pengolahan limbah cair dengan biodegester juga memberi nilai tambah ekonomi dengan dihasilkannya biogas yang dapat menjadi energi alternatif rumah tangga.
Reduce Limbah Tahu Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) menjadi sebuah tatanan yang memiliki keterkaitan antara proses satu dengan lainnya. Pengelohan Limbah terpadu saat ini cenderung mengarah pada sebuah pengolahan yang bisa menghasilkan sebuah benefit finansial yang menguntungkan untuk semua pihak. Prinsip terpadu dalam pengolahan limbah diterapkan dalam sebuah siklus ekologi industri. Konsep ini berawal dari sistem biologi yang dikenal dengan sebuah ekosistem yang didalamnya terdapat sebuah rantai makanan bagi spesies yang ada di dalamnya. Upaya penerapan produksi bersih (cleaner production) dengan cara penataan proses produksi yang baik dari mulai tempat proses pencucian, penempatan peralatan yang tepat, penggunaan air yang bersih sehingga limbah padat maupun limbah cair berkurang merupakan salah satu dari upaya pengelolaan limbah yang mengacu pada prinsip 3R yaitu Reduce (upaya pengurangan). Selain itu, upaya Reduce yang lainnya dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroalga dapat mengatasi limbah
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
89
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
pabrik tahu. Teknologi pembiakan Chlorella sp. dapat dikembangkan sehingga secara terusmenerus dapat mengubah limbah cair tahu menjadi biomassa.
Desain Ideal Adanya perubahan konsep proses pengolahan kedelai, untuk mendorong tercapainya laba yang berlipat. Proses pembuatan tahu banyak menggunakan air sehingga limbah cair lebih banyak dibandingkan limbah padat tahu Limbah cair dari industri tahu banyak mengandung bahan organik yang baik untuk perkembangan mikroorganisme, limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu sekitar 15-20 liter/kg bahan baku kedelai. Total Suspended Solid (TSS) sekitar 30 Kg/Kg bahan baku kedelai, Biological Oxygen Demnad (BOD) 65 g/ Kg bahan baku kedelai dan Chemical Oxygen Demand (COD) 130 g/ Kg bahan baku kedelai. Pengolahan limbah cair secara biologi dengan menggunakan mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : -
Pengolahan limbah secara anaerob. Limbah cair mengalami proses penguraian dengan bantuan mikroorganisme anaerob, mikroorganisme yang dapat hidup tanpa memerlukan oksigen bebas.
-
Pengolahan limbah secara aerob. Limbah cair mengalami proses penguraian dengan bantuan mikroorganisme aerob, mikroorganisme yang memerlukan oksigen bebas untuk hidup.
Mikroorganisme, seperti bakteri dapat berkembang biak dengan baik menghasilkan biogas. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses pembusukkan bahan organik oleh bakteri pada kondisi anaerob. Salah satu sumber energi yang ramah lingkungan dan murah adalah biogas. Biogas dapat diperoleh dari proses fermentasi limbah organik dengan bantuan mikroorganisme. Limbah cair tahu memungkinkan untuk dijadikan penghasil biogas.
Keadaan di Lapangan (Lokasi Survei) -
Kapasitas Biodigaster 90M3
-
Dengan adanya pemanfaatan limbah tahu sebagai sumber energi alternatif memberikan dampak terhadap peralihan penggunaan dari gas LPG ke gas limbah tahu. Tidak menggunakan lagi gas LPG 3Kg;
-
Pemanfaatan biogas dari biodigaseter : a) Menyalurkan 15 tungku kompor yang didistribusikan ke rumah tangga setara dengan penggunaan gas LPG 3Kg. Untuk menunjang kebutuhan masak rumah tangga membutuhkan 1 - 2 tabung gas LPG 3Kg dalam 1 minggu. Harga gas LPG tabung ukuran 3Kg sebesar Rp. 18.000,00. b) Menyalurkan 3 tungku kompor yang digunakan untuk kegiatan industri tahu setara dengan gas @12Kg. Untuk menunjang kegiatn industri tahu membutuhkan 2 tabung gas @12Kg dalam 1 bulan. Harga LPG 12Kg mencapai Rp. 72.000,00. c) Jika penggorengan tahu dilakukan dengan kayu bakar tanpa biogas maka setiap bulannya membutuhkan kayu 5 rit kayu dengan harga kayu sebesar Rp.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
90
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
1.000.000 per rit. Sedangakan jika penggorengan tahu hanya mengandalkan biogas maka hanya membutuhkan bahan bakar kayu sebanyak 1 rit dalam setiap bulannya. Dengan kata lain, penggunaan biogas dari limbah tahu dapat menghemat kayu sebanyak 4 rit per bulannya. -
Dengan adanya pemanfaatan limbah tahu sebagai sumber energy alternative memberikan dampak penghematan biaya pada industri tahu dan rumah tangga sebesar 90 persen.
-
Kapasitas produksi tahu di lokasi survei sebanyak 250 – 300 Kg per hari.
-
Potensi penggunaan biogas yang berasal dari limbah tahu di wilayah survei antara lain terdapat 15 pengrajin tahu dalam satu dusun yang belum memanfaatkan limbah tahu sebagai sumber energy alternative.
Bentuk Investasi yang dapat diberikan Refinancing dan penambahan beberapa peralatan untuk optimasi, penataan dan relokasi proses-peralatan-tata/ruang serta penanganan dan pemanfaatan limbah dengan instalasi reaktor biogas.
Kesimpulan Perubahan peralatan dan penataan ruang produksi sesuai cara kerja proses produksi bersih memberikan keuntungan lingkungan dan ekonomi. Tujuan perubahan peralatan dan penataan ruangan adalah untuk menjadikan proses produksi tahu lebih ramah lingkungan dan efisien (ekoefisiensi) menggunakan sumber daya bahan baku kedelai, bahan bakar pemanas dan terutama konsumsi air. Pada ujung proses tujuan utamanya adalah menekan jumlah limbah baik padat (ampas tahu) dan limbah cair sebagai upaya menekan dampak negatif keberadaan industri tahu. Pemanfaatan limbah dengan instalasi reaktor biogas, penambahan unit reaktor biogas untuk memanfaatkan buangan air asam sebagai sumber produksi biogas. Gas tersebut dapat dipergunakan sebagai energi alternatif untuk kompor rumah tangga atau tambahan panas untuk tungku ketel uap.
Responden
: Bapak Adjid
CP
: 081215510111
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
91
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
B. Pasuruan (via Malang)
Laporan Kegiatan Pengumpulan Data dan Peninjauan Lapangan Atas Pembiayaan Program Waste to Energy (WtE) Selasa s.d. Rabu / 11 s.d. 12 Desember 2013
Waktu dan Tempat Pelaksanaan -
Hari/tanggal : Tempat :
-
Kontak
:
Selasa s.d. Rabu / 11 s.d. 12 Desember 2013 Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur Responden 1. H. Hariyanto (08125228446) Responden 2. Tri (085234095571) Responden 3. Mukhlisin (085646711797)
Pada tanggal 11 s.d. 12 Desember 2013 bertempat di Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur, PKPPIM yang diwakili oleh Staf Bidang Perubahan Iklim I mengikuti kegiatan lapangan bersama perwakilan dari Direktorat Bioenergi – Kementerian ESDM, perwakilan dari Asdep Ekonomi Lingkungan – Kementerian Lingkungan Hidup, dan konsultan dari Universitas Indonesia untuk pengumpulan data dan peninjauan lapangan tahap II atas pembiayaan program Waste to Energy (WtE) pada para peternak sapi yang telah berhasil mengimplementasikan pengelolaan biogas skala rumah tangga (Biogas Rumah/BIRU).
A. Pendahuluan Agenda pokok kegiatan adalah menghimpun segala data yang ada untuk mendukung penyusunan kajian pembiayaan WtE yang sedang dilaksanakan. Sebelumnya PKPPIM bersama dengan Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan, Direktorat Bioenergi, dan Konsultan dari Universitas Indonesia pada tanggal 23 November 2013 telah melaksanakan pengumpulan data dan peninjauan lapangan tahap I atas pembiayaan program Waste to Energy (WtE) pada para pengusaha tahu/tempe di Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Kegiatan tahap II ini merupakan kelanjutan dari kegiatan tahap I tersebut.
B. Pembahasan Sekilas tentang KPSP Setia Kawan 1) Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan Nongkojajar merupakan koperasi terbesar di Provinsi Jawa Timur yang berdiri tahun 1967. Hasil utamanya adalah susu sapi segar. Berada di lereng sebelah barat Pegunungan Tengger di ketinggian 400-2.000 meter, wilayah kerja KPSP Setia Kawan meliputi 12 desa yang termasuk pada Kecamatan Tutur Nongkojajar. Sejak tahun 1979, PT.Nestle Indonesia merupakan perusahaan yang menampung seluruh produksi susu segar dari Anggota PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
92
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
KPSP Setia Kawan Nongkojajar. Tingkat produksi saat ini telah meningkat secara signifikan dan sekarang mampu meng-output sekitar 50.000-60.000 liter susu per harinya. Sampai dengan saat ini, KPSP Setia Kawan memiliki anggota terdaftar sebanyak 8.094 peternak sapi yang terbagi menjadi 63 kelompok perwakilan, dimana yang masih aktif yaitu sebanyak 4.352 peternak. Simpanan wajib bagi anggota sebesar Rp. 31.000 dimana sebesar Rp. 25.000 untuk simpanan pokok dan Rp. 6.000 untuk administrasi. 2) Usaha ternak sapi perah di Nongkojajar Pasuruan Jawa Timur tidak hanya menghasilkan produk utama susu segar, tapi juga mampu menghasilkan produk sampingan berupa energi alternatif biogas dan pupuk organik, sehingga siklus kegiatan peternakan selain mampu meningkatkan nilai ekonomi juga menjaga kelestarian lingkungan. 3) KPSP Setia Kawan pada awalnya hanya bergerak di bidang penampungan susu segar, simpan pinjam, serta perdagangan dan jasa. Seiring dengan kemajuaan usahanya, perkembangan populasi sapi perah dari tahun ke tahun juga semakin bertambah. Diakui peningkatan populasi sapi perah juga berhasil meningkatkan pendapatan peternak. Namun di sisi lain, peningkatan populasi sapi perah juga meningkatkan produksi kotoran sapi yang berdampak menimbulkan masalah polusi lingkungan dan mengganggu kesehatan. 4) Berangkat dari pertimbangan tersebut maka koperasi kemudian mengajak para anggotanya untuk memanfaatkan kotoran sapi perahnya menjadi energi alternatif melalui proses reaktor biogas. Maka, sejak tahun 1989 koperasi merintis membangun dua unit reaktor biogas skala rumah tangga untuk dimanfaatkan dua keluarga di Desa Tutur dan Desa Gendro. 5) Biogas yang dihasilkan sangat membantu kebutuhan energi rumah tangga peternak. Biogas dimanfaatkan untuk bahan bakar genset, lampu penerangan, memasak, serta water heater (pemanas air) yang sangat dibutuhkan bagi warga yang berada di kawasan kaki Gunung Bromo yang dingin. 6) Limbah kotoran sapi yang telah diambil gasnya (bio-slurry) yang jumlahnya melimpah juga bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik yang sangat dibutuhkan para petani maupun peternak sebagai pupuk tanaman bunga krisan, cabe, paprika, apel, tebu, pembibitan pohon keras, serta rumput Setia, yakni rumput jenis gajah yang daunnya halus tak berbulu dan disukai sapi. Sehingga dengan melimpahnya produk pupuk organik juga berdampak pada pelestarian lingkungan dan peningkatan pendapatan peternak maupun petani. 7) Dengan ketersediaan energi alternatif biogas, warga juga tidak lagi merambah hutan guna menebang tanaman keras untuk kayu bakar, sehingga berdampak pula pada pelestarian sumber air yang juga sangat dibutuhkan peternak dalam memelihara sapi perahnya. Disebutkan, setiap ekor sapi perah setiap harinya membutuhkan air antara 80 hingga 150 liter. Sementara itu, sekitar separuh dari 150 sumber air yang ada sempat kering. Namun setelah adanya pengembangan energi alternatif biogas yang berdampak pada pelestarian lingkungan, kini banyak sumber air di Nongkojajar yang sempat mati telah kembali mengalirkan air lagi.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
93
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
8) KPSP Setia Kawan pernah meraih beberapa penghargaan pada tahun 2012, yaitu di antaranya: Penghargaan Pemasok Susu Terbaik dan wawasan lingkungan dari PT. Nestle Indonesia; Penghargaan Energi Prakarsa dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia; dan Penghargaan Kalpataru kategori Penyelamat lingkungan dari Presiden RI dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia. KPSP Setia Kawan, Nongkojajar memperoleh Kalpataru kategori kelompok penyelamat lingkungan karena keberhasilannya membangun 883 unit biogas untuk mengolah kotoran sapi yang populasinya mencapai 17.765 ekor yang bisa dimanfaatkan untuk 1.253 rumah tangga, dan menghasilkan pupuk organik, serta melestarikan lingkungan.
Sekilas tentang Biogas Rumah (BIRU) 1) Rata-rata setiap rumah tangga di Nongkojajar mempunyai 3 s.d. 4 ekor sapi. Setiap ekor sapi dapat menghasilkan rata-rata 11 liter susu/hari. 2) Sebagai gambaran, 1 kg kotoran ternak sapi menghasilkan sekitar 37 liter biogas. Satu buah kompor dalam waktu 1 jam menghabiskan ± 400 liter biogas atau 0,22 – 1,10 m3 per jam dan satu buah lampu dalam waktu 1 jam menghabiskan ± 100 -150 liter biogas atau 0,07 – 0,14 m3 per jam. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan biogas, peternak setiap harinya membutuhkan sekitar 50-60 kg kotoran sapi, atau setara dengan 1 ember cat ukuran 50 kg diisi penuh. Satu ekor sapi perah secara normal menghasilkan 25-30 kg kotoran setiap harinya. 3) Setiap 30 kg kotoran sapi pada biodigester tipe 8m3 akan mengasilkan pupuk slurry (kotoran kering) sebanyak 10 kg. Dimana setiap 1 kg pupuk slurry dihargai Rp. 1.500. 4) Reaktor biogas berfungsi mengubah kotoran binatang, kotoran manusia dan materi organik lainnya menjadi biogas. Konsumsi biogas untuk skala rumah tangga antara lain digunakan sebagai bahan bakar memasak dan lampu untuk penerangan. 5) Teknologi reaktor BIRU adalah reaktor kubah beton (fixed-dome) yang diadaptasi dari sistem yang telah digunakan di negara lain seperti Bangladesh, Kamboja, Laos, Pakistan, Nepal, dan Vietnam. Reaktor kubah beton ini terbuat dari batu-bata dan beton yang tertutup di bawah tanah. Sistem ini terbukti aman bagi lingkungan dan berfungsi sebagai sumber energi yang bersih. Di Nepal, teknologi ini telah digunakan oleh lebih dari 200 ribu rumah tangga selama lebih dari 15 tahun dengan 95 persen reaktor masih berfungsi. 6) Bangunan kubah beton biogas ini dapat bertahan minimal 15 tahun dengan penggunaan dan perawatan benar. Perawatannya mudah, hanya membutuhkan pemeriksaan sesekali dan – jika butuh – penggantian pipa dan perlengkapan. Untuk mengoperasikan satu unit, dibutuhkan setidaknya dua sapi atau tujuh babi (atau 170 ayam) untuk memproduksi bahan baku (kotoran) yang cukup agar reaktor dapat memproduksi gas yang dapat mencukupi kebutuhan dasar memasak dan penerangan lampu rumah tangga (petromak). 7) Ada 6 bagian utama dari reaktor BIRU yaitu: Inlet (tangki pencampur) tempat bahan baku kotoran dimasukkan, reaktor (ruang anaerobik/hampa udara), penampung gas (kubah penampung), outlet (ruang pemisah), sistem pipa penyalur gas dan lubang
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
94
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
penampung ampas biogas atau lubang pupuk kotoran yang telah terfementasi. Campuran kotoran dan air (yang bercampur dalam inlet atau tangki pencampur) mengalir melalui saluran pipa menuju kubah. Campuran tersebut lalu memproduksi gas setelah melalui proses pencernaan di dalam reaktor. Gas yang dihasilkan lalu ditampung di dalam ruang penampung gas (bagian atas kubah). Kotoran yang sudah berfermentasi dialirkan keluar dari kubah menuju outlet. Ampas ini dinamakan bioslurry. Ia akan mengalir keluar melalui overflow outlet ke lubang penampung slurry. Gas yang dihasilkan di dalam kubah lalu mengalir ke dapur melalui pipa. 8) Reaktor Biodigester yang biasanya dibuat oleh KPSP Nongkojajar terdiri dari Biodigester tipe 6m3 untuk 1 rumah tangga, 8m3 untuk 2 rumah tangga, 10m3 untuk 3 rumah tangga, dan 12m3 untuk 4 rumah tangga. KPSP Setia Kawan paling banyak melayani permintaan anggota untuk membangun Biodigester yang tipe 8m3. 9) Untuk reaktor berkapasitas 6 m3 membutuhkan bahan baku kotoran sebanyak 40– 60 kg/hari dan jumlah tersebut masih bisa dipenuhi dari 3 ekor sapi perah. 10) Dengan pemeliharaan yang baik, umur reaktor bisa mencapai 15 tahun.
Sekilas tentang Pendanaan Reaktor BIRU di KPSP Setia Kawan 1) KPSP Setia Kawan mempunyai suatu divisi simpan pinjam yang mana salah satu pembiayaannya adalah adanya kredit pengadaan reaktor biogas. 2) Harga rata-rata sapi per ekor yakni mencapai Rp. 10 juta – Rp. 15 juta per ekor. Kebutuhan ekor sapi untuk membangun Biodigester : -
Tipe 6m3 membutuhkan 5-8 ekor sapi; Tipe 8m3 membutuhkan 8-10 ekor sapi; Tipe 10m3 membutuhkan 10-12 ekor sapi; dan Tipe 12m3 membutuhkan 12-14 ekor sapi.
3) Biaya untuk membangun Biodigester : -
Tipe 6m3 sebesar Rp. 10 juta; Tipe 8m3 sebesar Rp. 12 juta; Tipe 10m3 sebesar Rp. 14 juta; dan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
95
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
-
Tipe 12m3 sebesar Rp. 16 juta.
4) Misal untuk pembangunan tipe 8 m3, HIVOS (organisasi pembangunan nirlaba nonpemerintah dai Belanda) mensubsidi 2 juta, dimana dibayarkan sebesar Rp. 1,9 juta pada waktu awal dan sisanya pada saat inspeksi dalam dua semester pertama. Untuk biaya yang tidak disubsidi HIVOS, Nestle memberikan kredit pinjaman tanpa bunga yang harus dilunasi selama 3 tahun dan BSM (Bank Syariah Mandiri) melalui pendanaan DNS (debt nature swap) KLH memberikan kredit pinjaman yang berbunga lunak dengan jangka waktu pelunasan lebih panjang yaitu 5 tahun. 5) Seluruh pembiayaan tersebut dikelola oleh koperasi dan kemudian disalurkan kepada masyarakat dengan iuran wajib ke koperasi sebesar Rp. 42.000/10 hari dengan jangka waktu pelunasan selama 5 tahun. Kredit pinjaman dari BSM ini yang dinilai lebih menarik karena walaupun berbunga lunak, namun jangka waktu pelunasannya lebih panjang dari jangka waktu Nestle sehingga yang dibayarkan bulanan oleh peternak ke koperasi tidaklah terlalu besar. Hal ini dirasa tidak memberatkan oleh para peternak karena peternak rata-rata memiliki 3 ekor sapi dimana tiap ekornya dapat menghasilkan 13 liter susu/hari, dan dapat menghasilkan pendapatan Rp. 1.250.000/10 hari dengan biaya perawatan dan pakan sebesar Rp. 350.000/10 hari. 6) Mekanisme koperasi untuk mendapatkan pendanaan pun juga tidaklah gampang. Untuk pengajuan pendanaan ke BSM, koperasi harus menanggung biaya pembangunan terlebih dahulu, baru setelah reaktor selesai dibangun, baru dapat diajukan pembiayaanya ke BSM. 7) Aspek Manfaat : -
Penghematan konsumsi Gas LPG Dengan adanya pemanfaatan kotoran sapi menjadi gas, rumah tangga tidak lagi menggunakan gas LPG sebagai bahan bakar untuk memasak. Pemanfaatan gas biodigaster dapat memberikan manfaat penghematan pengeluaran untuk membeli gas. Setiap rumah tangga membutuhkan 3 tabung gas LPG/10 hari. Harga gas LPG Rp. 18.000. Maka rumah tangga dapat menghemat pengeluaran sebesar RP. 54.000/10 hari. Masing-masing ukuran biodigaster dapat menghasilkan titik penggunaan kompor (Asumsi bahwa setiap rumah tangga memiliki 2 titik komor):
-
Tipe 6m3 menghasilkan 2 titik kompor untuk 1 rumah tangga; Tipe 8m3 menghasilkan 4 titik kompor untuk 2 rumah tangga; Tipe 10m3 menghasilkan 6 titik kompor untuk 3 rumah tangga; dan Tipe 12m3 menghasilkan 8 titik kompor untuk 4 rumah tangga.
Penghematan Penggunaan Kayu Bakar Dengan menggunakan gas yang dihasilkan dari biodigaster, rumah tangga berkesempatan untuk tidak lagi menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak. Setiap rumah tangga membutuhkan 8 Kg/hari kayu untuk kebutuhan memasak. Harga kayu pada umumnya Rp. 30.000/pikul dengan berat +/- 50 Kg. Maka pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
96
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
memasak menggunakan kayu bakar sebesar Rp. 4.500/hari atau Rp. 45.000/10 hari. -
Pupuk Limbah bodigaster dapat digunakan sebagai pupuk. Harga pupuk kering biasanya terjual dengan harga Rp. 2.500/Kg. Masing-masing ukuran biodigaster mampu menghasilan pupuk :
Tipe 6m3 menghasilkan 15 Kg pupuk kering/30 hari; Tipe 8m3 menghasilkan 20 Kg pupuk kering/30 hari; Tipe 10m3 menghasilkan 25 Kg pupuk kering/30 hari; dan Tipe 12m3 menghasilkan 30 Kg.
C. Kesimpulan 1) Sampai dengan saai ini KPSP Setia Kawan telah membangun sebanyak 1.300 buah biodigester bagi anggotanya. Biogas yang dihasilkan sampai dengan saat ini masih dialirkan langsung ke rumah warga melalui pipa, belum dapat dimasukkan ke dalam tabung dikarenakan belum terdapatnya alat untuk dapat memasukkan biogas ke dalam tabung dan sekaligus memampatkannya. Apabila biogas ini nantinya dapat dimasukkan dalam tabung, besar kemungkinan dimana tabung gas nantinya dapat diperjualbelikan di pasar sehingga menambah manfaat ekonomi yang didapatkan warga yang memiliki reaktor biogas. Selain itu, sedang dikembangkan suatu genset modifikasi yang dapat memurnikan biogas yang ada agar tidak menyebabkan korosi sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik rumahan warga dan menghemat biaya listrik PLN. 2) Kandungan air dalam biogas membuat nyala api merah/kuning dan menimbulkan korosi. Untuk mencegah korosi, ada beberapa komponen peralatan biogas yang harus dilindungi terutama pada bagian kritis kebocoran, misalnya pada pipa gas utama yang harus di galvanis, burner cup pada kompor yang harus kuningan dan keran gas utama yang juga mesti kuningan. 3) Warga mengungkapkan sejak menggunakan energi alternatif biogas tidak lagi dibayang-bayangi rasa was-was, karena meski sifat biogas mudah terbakar, jika terjadi kebocoran tidak sampai menimbulkan ledakan. Selain itu, warga dapat berhemat dalam hal pengeluaran untuk membeli elpiji. Lokasi pemukiman warga yang berada di daerah pegunungan tinggi membuat harga elpiji mahal karena biaya distribusi. Apalagi pada saat terjadi kelangkaan elpiji atau permainan pasar yang mengakibatkan warga tidak mampu untuk membelinya, maka biogas sangat dapat diandalkan. Sehingga biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk membeli elpiji setiap bulannya dapat dialihkan untuk investasi penambahan sapi. 4) Kendala yang kami hadapi adalah tidak didapatnya laporan keuangan koperasi dikarenakan laporan keuangan tersebut disimpan oleh pengurus. 5) Saran dan masukan dari responden antara lain bukan hanya biodigaster yang menadi sasaran pembiayaan namun demikian diharapkan lebih diperluas dengan program pembangunan sistem kandang ternak yang lebih memperhatikan sanitasi dan manajemen operasional yang lebih memadai. Kebanyakan yang menjadi anggota
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
97
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
koperasi merupakan petani kecil yang belum terlalu memperhatikan sanitasi dan sistem manajemen operasi kandang yang baik. 6) Saran dan masukan selanjutnya yaitu terkait dengan jaminan (collateral). Memperhatikan bahwa sebagian besar anggota koperasi adalah petani kecil yang tidak terlalu mempunyai jaminan yang besar. Oleh karena itu, reaktor/biodigaster dan sapi dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
98
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
C. Palembang
Methane Recovery and Utilisation at PT Pinago Utama Sugihwaras Palm Oil Mill, Pelembang, Sumatera Selatan, Indonesia.
Latar Belakang Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism) di PT.Pinago Utama dilatarbelakangi oleh keinginan besar manajemen Perusahaan untuk membantu pemerintah dalam pelestarian lingkungan dan penurunan kadar pencemaran dengan melakukan pengurangan emisi karbon dari kegiatan industri pengolahan yang sejalan dengan tujuan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) – (sebuah organisasi internasional yang dibentuk pasca protokol Kyoto dengan tujuan untuk membuat desain kegiatan dalam rangka penurunan emisi).
Rencana Proyek Dari Latar belakang tersebut diperoleh rencana pengembangan proyek: -
Methane Recovery & Utilisation for Thermal Energy Generation Methane Emissions Avoidance from EFB Biomass Composting Biomass Power Plant for the new Palm Kernel Oil Processing Plant
Setelah melalui tahapan Audit, Validasi dan pemeriksaan Fisik, maka diputuskan untuk skala prioritas diutamakan pengajuan proposal proyek “ Methane Recovery & Utilisation for Thermal Energy Generation”
Tujuan : Untuk mengurangi Gas methan hasil pengolahan Limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit yang terlepas ke atmosfer dan dimanfaatkan menjadi sumber Energi.
Data Fisik Sebelum Pengembangan Proyek CDM -
Kapasitas pabrik Terpasang = 120 ton TBS/jam Jumlah TBS rata-rata yang diproses dari tahun 2005 – 2008 = 310,000 ton/tahun Menghasilkan air limbah (POME) rata-rata sebanyak 186,000 m3/tahun COD bagi POME dalam lingkungan sebesar 45 – 80 kg/m3; Cara pengolahan air limbah menggunakan system Kolam Air Limbah Anaerobik Terbuka.
Baseline: Pengeluaran Gas Metan (GHG) dari Kolam Air Limbah Anaerobik Terbuka
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
99
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Prinsip Kerja Kegiatan proyek Clean Development Mechanism (CDM) ini akan menggantikan system pengolahan air limbah kolam terbuka seperti yang sudah ada saat ini digantikan dengan Digester Anaerobik tanki tertutup (CSTR = Closed Tank Anaerobic Digester & Biogas Recovery) dengan tujuan untuk menangkap gas metan dalam proses pengolahan air limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) menggunakan tanki besi pengolah limbah.
Perbandingan prinsip kerja Deskripsi Cara pengelolaan air limbah POME Pembuangan Limbah Cair
Gas Methan
Sludge
Konvensional Kolam Air Limbah Anaerobik terbuka Mematuhi baku mutu pembuangan Limbah Cair
Proyek CDM System Anaerobik tanki tertutup ( Technology CSTR) Mematuhi Baku mutu pembuangan limbah cair dengan mutu yang lebih konsisten dan rendah Akan terlepas ke atmosfer Gas Methan ditangkap dalam tanki tertutup system anaerobik dan dimanfaatkan menjadi sumber energi pengganti solar Akan mempengaruhi kualitas Akan dipisahkan dan dapat tanah dimanfaatkan sebagai bahan kompos
Penurunan Emisi Dicapai oleh Proyek CDM Anggaran/ Target penurunan emisi (ER) pertahun dalam pengembangan proyek CDM (t CO2-e): 2009 (Apr-Dec) ~ 29,326 2010 ~ 44,069 2011 ~ 49,036 2012 ~ 54,003 2013 onwards ~ 58,970
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
100
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Gambar A Lokasi Proyek
Gambar B Lokasi Baseline (kolam lama) dan ‘Proyek’
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
101
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Keunggulan System CSTR 1. 2. 3. 4. 5.
Sudah terbukti berhasil dikembangkan di negara –negara lain Mampu menurunkan COD hingga 90-95% Anti Bocor Dapat menampung seluruh produksi biogas yang dihasilkan Gas Metan yang tertangkap dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pengganti Bahan Bakar Solar.
Efek Lingkungan -
-
-
Dengan penangkapan Gas methan secara sempurna akan mengurangi pelepasan methan dan H2S (Hydrogen Sulphide) ke atmosfer sehingga pencemaran udara dapat dikurangi. Dengan penerapan system tangki tertutup, maka pengolahan limbah cair lebih konsisten dan efisien sehingga menghasilkan limbah yang memiliki baku mutu yang lebih baik. Dengan demikian pencemaran air dapat lebih dieliminir. “Sludge” dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kompos sehingga tidak mempengaruhi kondisi kestabilan tanah dan hidrologis lokal.
Gambar C. Diagram Skematik Project Boundary Drying of crumb rubber
Drying of compost
Drying of RSS
Biogas Burners
Biogas Burners
Package steam boiler
Enclosed flare system
Biogas Cooling & acidification pond
POME
Closed tank - Anaerobic Digester
Sludge Separation system
Aerobic ponds
Final effluent to river
POME Sludge use for cocomposting with EFB
Baseline
Anaerobic ponds (2)
Facultative ponds (2)
POME flow under project activity POME flow under baseline scenario Biogas flow under project activity
Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan) Kriteria L.1
: Keberlanjutan lingkungan dengan menerapkan konservasi atau diversifikasi pemanfaatan sumber daya alam
Kriteria L.2
: Keselamatan dan kesehatan masyarakat lokal
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
102
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Aktivitas proyek tidak akan menyebabkan dampak negatif terhadap ekologis lokal dan pencemaran lingkungan (udara, air dan tanah) Deskripsi: 1. Proyek dikembangkan dengan memanfaatkan gas metan hasil pengolahan Pabrik yang biasanya terlepas ke atmosfer menjadi sumber energi baru (pengganti solar) sehingga pencemaran udara tidak terjadi. 2. Sludge dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan kompos (pupuk Organik) sehingga membantu mengembalikan kualitas tanah. 3. System pengolahan Limbah cair menggunakan system CSTR menghasilkan output limbah buangan yang berkualitas sangat baik.
Aktivitas proyek tidak akan menyebabkan gangguan kesehatan terhadap pekerja atau masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi. Deskripsi: 1. Perusahaan menerapkan prinsip “ Utamakan Keselamatan Kerja ” sehingga dalam setiap kegiatan dilengkapi dengan alat keselamatan kerja yang memadai dan fasilitas kesehatan berupa klinik perusahaan lengkap dengan dokter dan perawat yang terampil. 2. Perusahaan melakukan pengecekan kesehatan seluruh karyawan tanpa terkecuali setiap tahunnya bekerjasama dengan Disnaker dan Balai Hiperkes Kabupaten untuk memantau tingkat kesehatan karyawan. 3. “Final Effluent” yang sudah melalui tahapan proses pengolahan limbah memiliki kualitas yang sangat baik sehingga aman untuk dibuang ke sungai dan tidak menyebabkan kerusakan ekosistem air maupun penurunan kualitas air untuk dimanfaatkan masyarakat sekitar pabrik.
Keberlanjutan Ekonomi Kriteria E.1 Kesejahteraan masyarakat lokal 1. Aktivitas proyek mengakibatkan pembukaan peluang kesempatan kerja dan lapangan pekerjaan baru karena diperlukannya penambahan tenaga kerja. Dalam recruitmenttenaga kerja, masyarakat lokal diberikan prioritas yang utama dalam penerimaan tenaga kerja dimana sistem recruitment akan memakai sistem yang transparan, sehingga tidak timbul kecemburuan atau prasangka ketidakadilan. 2. PT Pinago Utama memiliki Kesepakatan Kerja Bersama dan Lembaga Bipartit untuk menyelesaikan keluhan dan permasalahan menyangkut kepegawaian sehingga proses pemutusan kerja (bila terjadi) menggunakan peraturan perundangan yang berlaku dan menerapkan pola persuasif konstitusional. 3. PT.Pinago Utama mengembangkan budidaya Jamur Tiram Putih dengan memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit (Empty Bunch) sebagai media tanamnya. Budidaya jamur ini targetnya dikembangkan sebagai industri rumah tangga
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
103
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
masyarakat sekitar pabrik sehingga bisa menjadi komoditas andalan masyarakat dan menopang sendi perekonomian masyarakat untuk jangka panjang.
Budidaya Jamur Tiram Putih Budidaya yang dilakukan dimulai dari skala laboratorium (Skala percobaan) hingga skala menengah. Dalam jangka pendek, usaha dan produksi yang dikembangkan akan diarahkan pada skala komersil. Dengan system pembinaan dan transfer ilmu yang berkelanjutan akan menciptakan sebuah unit usaha budidaya jamur masyarakat yang menjadi komoditas andalan daerah dan mampu menopang sendi perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dan jangka panjang disamping pekerjaan disektor perkebunan dan industri pabrik minyak kelapa sawit.
Keberlanjutan Sosial Kriteria S.1 Partisipasi masyarakat Kriteria S.2 Proyek tidak merusak integritas sosial masyarakat 1. Forum konsultasi masyarakat lokal telah diadakan pada tanggal 15 Oktober 2008 dimana para pemangku kepentingan (Stakeholders) seperti Bupati Kabupaten Musi Banyuasin, Camat, Kepala Desa, Tokoh Agama dan Masyarakat, LSM dan perusahaan-perusahaan perkebunan telah menghadiri dan tidak ada komentar negatif atau bantahan mengenai rencana pengembangan proyek tersebut. 2. Proyek dibangun diatas lahan perusahaan sendiri sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam proses pembebasan lahan dan pembangunan pabrik. Dengan pembangunan proyek CDM tidak akan merusak Integritas sosial masyarakat.
Keberlanjutan Teknologi Kriteria T.1 Terjadi alih teknologi 1. Teknologi ini berdasarkan “Teknologi Novaviro-KS Anaerobic Digester” yang telah menerima penghargaan ASEAN Energy Award tahun 2003. 2. Teknologi yang diterapkan merupakan suatu teknologi yang sudah terbukti dan efisien dan sudah diaplikasikan pada beberapa perusahaan di Indonesia dan Malaysia. 3. Proses transfer teknologi akan dilakukan dari awal kegiatan instalasi sampai dengan perngoperasian dan perawatan kepada enginer, teknisi dan tenaga kerja lokal sehingga tidak terjadi ketergantungan terhadap tenaga kerja asing/ expatriat dan terjadi peningkatan kualitas skill individual tenaga kerja lokal. 4. Teknologi ini akan menjadi proyek percontohan bagi Pabrik minyak kelapa sawit lainnya di indonesia untuk pemanfaatan Biogas melalui penangkapan gas metan.
Corporate Social Responsibility 1. Pembangunan Sekolah Dasar SD Pinago Mulya dengan Jumlah Murid sebanyak 135 Siswa dan sudah meluluskan sebanyak 64 murid. Sekolahan ini terdiri dari 6 lokal PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
104
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
2.
3.
4. 5. 6. 7. 8.
9.
kelas dan 1 unit bangunan kantor. Disamping itu juga disediakan 2 (Dua) unit bus sekolah untuk layanan antar jemput anak karyawan dan masyarakat. Pembangunan Klinik/ Puskesbun yang melayani masyarakat sekitar dan seluruh karyawan perusahaan yang bisa diakses pelayanan 24 jam. Layanan ini Bekerjasama dengan klinik dan puskesmas kecamatan terdekat. Bekerjasama dengan PU Binamarga, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten dalam rangka Perbaikan jalan kabupaten dengan pembuatan konsorsium perbaikan jalan dan jembatan. Dalam hal ini PT. Pinago Utama membantu dalam penyediaan material maupun penyediaan unit alat berat. Bantuan dalam proses site preparation pembuatan pasar kecamatan. Pembuatan dermaga Pontoon Penyeberangan untuk membantu akses desa Sungai Napal di Kec. Batang harileko Kab. Musi Banyuasin Bantuan-bantuan tentatif berupa sumbangan kegiatan sosial, keagamaan, olahraga, penyediaan fasilitas perangkat desa, sekolah dan lain sebagainya. Pembagian hewan kurban, pelaksanaan acara sunatan masal dan kegiatan rutin lainnya. Dan Saat ini pemerintah kabupaten sedang menyusun forum CSR dimana PT. Pinago Utama sebagai anggotanya akan menyusun program-program pendanaan kegiatan masyarakat baik dalam bidang infrastruktur maupun bidang-bidang lainnya. Diharapkan dengan adanya forum ini, arah pembangunan dan bentuk kepedulian dunia usaha dapat diimplementasikan secara lebih efektif dan terarah. Bekerja sama dengan Assesor dari PT. Surveyor Indonesia untuk melakukan assesment terkait kebutuhan CSR desa-desa Ring 1 diwilayah kerja perusahaan.
Kesimpulan 1. PT.Pinago Utama concern pada kegiatan penurunan emisi karbon dan pencemaran lingkungan dengan penerapan sistem CSTR dalam pengolahan limbah PMKS. 2. PT. Pinago Utama berusaha menerapkan konsep Reduce, Recovery, Recycle & Reuse dalam pengelolaan limbah pabrik. 3. PT. Pinago Utama menerapkan pola pembangunan berkelanjutan ( Sustainable Development) dan Program Corporate Social Responsibility (CRS) dalam kegiatan pengembangan proyek. 4. Proyek tersebut dianggap sebagai Clean Development Mechanism karena mampu menyumbang penurunan emisi GHG.
Estimated amount of emission reductions over the chosen crediting period: The estimated amount of emission reductions over the first of the 3 x 7 years crediting period is summarised in the table below: Years 2010 (Aug – Dec) 2011 2012 2013 2014
Estimation of annual emission reductions (tCO2-e) 17,756 47,502 52,392 57,281 57,281
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
105
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program Estimation of annual emission reductions (tCO2-e) 57,281 57,281 33,414 380,186 7 years
Years 2015 2016 2017 (Jan – July) Total estimated reductions Total number of crediting years in the first crediting period Annual average over the crediting period of estimated reductions
54,312
Summary of sources and gases included in the project boundary Source
Wastewater treatment processes
Baseline
Electricity consumption / generation
Decay of final sludge generated
Project Activity
Thermal energy generation
Wastewater treatment processes
Gas CH4
Included? Yes
N2O
No
CO2
No
CH4
No
N2O
No
CO2
No
CH4
No
N2O
No
CO2
No
CH4
No
N2O
No
CO2
Yes
CH4
Yes
Justification/Explanation Emissions from anaerobic digestion of wastewaterfrom open lagoons treatment system. Excluded for simplification. This is conservative. CO2 emissions from the decomposition of organicwaste are considered as carbon neutral. Excluded for simplification. This is conservative. Excluded for simplification. This is conservative. Electricity used is from the Biomass Power Plant of themill, which is carbon neutral. The final sludge generated under the baseline scenario is disposed off at the disposal site and might be subject to anaerobic decay. However this source of emissions is excluded for simplification. This is conservative. Excluded for simplification. This is conservative. Excluded for simplification. This is conservative. Excluded for simplification. This is conservative. Excluded for simplification. This is conservative. Emissions from combustion of fossil fuel for thermal energy generation at the Crumb Rubber Factory. The treatment of wastewater under the proposed project activity may cause emissions: a) physical leakage of methane from the digester system; b) methane emissions from discharged wastewater where treatment may be incomplete.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
106
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
On-site electricity use.
On-site fossil fuel consumption.
N2O
No
CO2
No
CH4
No
N2O
No
CO2
No
CH4
No
N2O
No
CO2
No
CH4
No
N2O
No
CO2
No
CH4
Yes
N2O
No
CO2
No
Decay of final sludge generated
Utilisation or combustion of biogas
Excluded for simplification. This emission source is assumed to be very small. CO2 emissions from the decomposition of organic waste are considered as carbon neutral. Excluded for simplification. This emission source is assumed to be very small. Excluded for simplification. This emission source is assumed to be very small. Electricity consumed for the operation of the wastewater treatment system under the project activity is from the Biomass Power Plant of the mill, which is carbon neutral. No equipment or systems under the project activity require the combustion of fossil fuel. No equipment or systems under the project activity require the combustion of fossil fuel. No equipment or systems under the project activity require the combustion of fossil fuel. The final sludge generated under the project scenario would be sent for aerobic cocomposting with EFB at a composting facility adjacent to the project site. Excess sludge would be directed to soil application. The final sludge generated under the project scenario would be sent for aerobic cocomposting with EFB at a composting facility adjacent to the project site. Excess sludge would be directed to soil application. CO2 emissions from the decomposition of organic waste are considered as carbon neutral. Emissions from incomplete combustion of the biogas. Excluded for simplification. This emission source is assumed to be very small. CO2 emissions from the combustion of organic waste are considered as carbon neutral.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
107
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
CDM – Executive Board
Description of how the anthropogenic emissions of GHG by sources are reduced below those that would have occurred in the absence of the registered small-scale CDM project activity: The project would not have occurred without the additional financial support expected from the CDM project activity. The project proponent has considered CDM support available to the project financing at the early stage of project planning. The following is a summary of the efforts undertaken by the project developer for the CDM project activity development:
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
108
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program Date 16 October 2006 21 May 2007 26 October 2007 20 November 2007 8 January 2008 18 January 2008 19 February 2008
31 March 2008 9 June 2008 19 June 2008 20 Oct 2008 15 Dec 2008
Event Review proposal from technology provider on the development of POME Biogas Recovery and Utilisation project as a CDM project. Review Letter of Intent for CDM Projects from AES AgriVerde, Indonesia. Board of Director’s decided to proceed with the development of the POME Biogas Recovery and Utilisation Project provided that CDM Support can be achieved. Review biogas CDM Project Development Proposal from EcoSecurities, Indonesia Proposal on the POME Biogas Recovery and Utilisation project was received from technology provider for evaluation. Project Idea Note (PIN) was prepared and sent to potentialAnnex I entities to participate in the proposed projectactivity. Several offers were received. Nordjysk Elhandel A/S (NE) arranged by the Royal Danish Embassy at Kuala Lumpur was short-listed. General terms and conditions of offer for the participation by Nordjysk Elhandel has been agreed upon. The project developer signed the contract for the project on implementation of the Anaerobic Digester Plant with Aquarius Systems Sdn Bhd. Letter of Intent (LoI) was signed with Nordjysk Elhandel A/S (NE) NE Contract with CDM Consultant was signed. Draft ERPA has been prepared by NE and forwarded to PT Pinago Utama for consideration. NE has signed contract with DOE for CDM project validation.
Input data in financial analysis Parameter
Value ( ‘000 USD)
Capital cost inclusive of: Engineering, procurement, construction, installation and biogas piping system of anaerobic digester plant, biogas burners and dual fuel package boiler. Capital cost for CDM Monitoring Equipment Annual Salary cost Annual Operation & maintenance cost inclusive of monitoring, testing & calibration, parts & repairs and consumables for: 1. Biogas Plant 2. Biogas thermal energy generation systems (biogas burners and package boiler) 3. CDM monitoring equipment Insurance Annual CDM Monitoring Consultancy fees and expenses 14 Revenue – diesel saving CER price
3,187
150 105
34 20 15 5 27 311 17.34
14
Bank of Indonesia, 2006 Economic Report on Indonesia, page 4.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
109
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Lampiran 2 : Ragam Investasi Waste to Energy: Pengalaman KLH dan Kementerian ESDM
A. Biogas Industri Tahu 1. Pengalaman Kementerian ESDM Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Bio-Digester Limbah Industri Tahu Kapasitas 40 M3 Di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten No. 1. 2. 3.
Pekerjaan Digaster Pemipaan Komisioning dan Pelatihan Termasuk Pencetakan Buku Manual Jumlah Biaya Konstruksi PPN 10 % Total DIBULATKAN
Unit 1 1 1
Rp Rp Rp
Harga 87,861,067.50 6,344,568.50 2,000,000.00
Rp Rp Rp Rp
94,205,636.00 9,420,563.60 103,626,199.60 103,627,000.00
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Bio-Digester Limbah Industri Tahu Kapasitas 40 M3 Di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten No I
II
III
Harga Satuan (Rp)
Volume
Jumlah (Rp)
Uraian Pekerjaan
Analisa
PEKERJAAN TANAH 1. Galian tanah 2. Urugan pasir 3. Urugan tanah 4. Buang galian tanah
B.6.3 B.6.11 B.6.9 B.6.8
198.57 4.74 94.66 103.91
m 3 m 3 m 3 m
3
45,685.00 132,605.00 8,736.00 23,350.00
9,071,555.51 628,268.17 826,960.61 2,426,210.75 12,952,995.04
PEKERJAAN PASANGAN DAN PLESTERAN 1. Lantai Kerja 1:3:5 2. Beton bertulang 3. Pasangan batu bata 1 pc : 4 ps 1 batu 4. Pasangan batu bata 1 pc : 4 ps 1/2 batu 5. Plesteran 1:3 6. Plesteran 1:2 kedap gas 7. Pemasangan Batu Vulkano
G.6.1 G.6.28 D.6.3 DG D.6.9 DG E.6.14 E.6.2 T6
4.74 10.13 88.56 17.40 160.19 45.78 11.50
m 3 m m2 3 m 2 m 2 m 3 m
3
571,917.50 3,309,960.00 201,048.00 133,690.00 26,384.30 90,037.00 291,375.00
2,709,683.35 33,529,894.80 17,804,810.88 2,326,206.00 4,226,511.78 4,122,001.90 3,350,812.50 64,719,108.71
PERLENGKAPAN 1. Pemasangan Pipa PVC Ø 6" 2. Pemasangan Pipa PVC Ø 4" 3. Pemasangan Pipa PVC D Ø 2" 4. Pemsangan Tee Ø 4" 5. Pemasangan man hole plat baja 6. Pemasangan Kompor Biogas + Pemantik 7. Pemsngn Slang kompor Ø 3/8" 8. Pemasngn Pipa PVC Inst gas Ø 3/4" 9. Pemasangan Kran KITZ Ø 3/4" 10. Pemasangan Kran KITZ Ø 1/2" 11. Pemasangan Manometer 12. Test kebocoran 13. Papan Nama
J.6.33 J.6.33 J.6.29 T2 T1 T8 T7 J.6.25 J.6.36 J.6.36 Paket Paket -
2.00 18.00 4.00 8.00 1.00 8.00 40.00 80.00 1.00 16.00 8.00 1.00 1.00
m' m' m' Bh Bh Bh m' m' Bh Bh Bh ls unit
73,843.75 42,103.75 21,659.00 31,334.00 366,968.75 256,997.13 9,997.13 8,384.63 208,300.00 174,637.50 200,000.00 350,000.00 500,000.00
147,687.50 757,867.50 86,636.00 250,672.00 366,968.75 2,055,977.00 399,885.00 670,770.00 208,300.00 2,794,200.00 1,600,000.00 350,000.00 500,000.00
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
110
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No
Uraian Pekerjaan
Analisa
Harga Satuan (Rp)
Volume
JUMLAH
Jumlah (Rp) 10,188,963.75 87,861,067.50
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Pemipaan Bio-Digester Limbah Industri Tahu 40 M3 Di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten No I
II
III
Harga Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
m3 m3 m3
45,685.00 8,736.00 132,605.00
822,330.00 117,936.00 397,815.00 1,338,081.00
3.00
bh
438,100.00
1,314,300.00 1,314,300.00
50.00
m'
73,843.75
3,692,187.50 3,692,187.50 6,344,568.50
Uraian Pekerjaan
Analisa
PEKERJAAN TANAH 1. Galian tanah 2. Urugan tanah 3. Urugan pasir
B.6.3 B.6.9 B.6.11
18.00 13.50 3.00
PEKERJAAN PASANGAN DAN PLESTERAN 1. Bak kontrol 60x60 J.6.15E PEMIPAAN 1. Pemasangan PVC D Ø 6'
J.6.33
Volume
JUMLAH
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
111
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
2. Pengalaman KLH
Minimalisasi Buangan Proses Melalui Optimasi, Penataan dan Relokasi Proses-PeralatanTata/Ruang Serta Penanganan dan Pemanfaatan Limbah dengan Instalasi Reaktor Biogas Menjadi Sumber Energi dan Pupuk Alam Klaten – Jawa Tengah
Pemilik : Bapak Marno Desa Pandean, Kelurahan Karang Anom, Klaten Utara Klaten – Jawa Tengah Jenis UMK : Industri tahu (industri makanan) Bentuk Investasi : Refinancing dan penambahan beberapa peralatan untuk optimasi, penataan dan relokasi proses-peralatan-tata/ruang serta penanganan dan pemanfaatan limbah dengan instalasi reaktor biogas
RAB Refinancing dan Penambahan Peralatan untuk Optimasi, Penataan dan Relokasi ProsesPeralatan-Tata/Ruang dan Penanganan dan Pemanfaatan Limbah dengan Instalasi Reaktor Biogas No
Perincian
1.
Tata ruang lama meliputi rekondisi ruang produksi meliputi fondasi, lantai, tembok, atap, ventilasi, pintu dan lain-lain kelengkapan bangunan pabrik. Termasuk tenaga borongan untuk membangun; - Pemasangan serta penataan perpipaan air bersih dan jalur-jalur air buangan; - Lantai dan lubang peresapan air cucian; - Fondasi mesin giling berbahan concrete. - Bak cuci (3 buah) berbahan concrete ukuran 60 x 60 x 80 cm; - Bak rendam (1 buah) berbahan concrete ukuran 175 x 120 x 80 cm. Ayakan kedelai double screen stainless steel Mesin giling berikut motor diesel 7.5 PK untuk penggerak mesin giling Bak buat masakan (2 buah) berbahan concrete dilapis stainless steel di dasar dengan dasar mendatar ukuran diameter 80 x 80 cm Gantungan kain-rantai-kain (2 set) Bak buat pengasaman (2 buah) berbahan concrete dilapis stainless steel dengan dasar melengkung ukuran diameter 80 x 80 cm Bak tampungan air bersih (2 buah) berbahan concrete dilapis porcelain ukuran 60 x 60 x 80 cm - Bak tampungan air asam (4 buah) berbahan concrete
2.
3. 4. 5.
6. 7.
8. 9.
-
Item
Total
Rp
21,600,000.00
Rp
21,600,000.00
Rp
850,000.00
Rp
850,000.00
Rp Rp
4,500,000.00 13,750,000.00
Rp Rp
4,500,000.00 13,750,000.00
Rp
2,500,000.00
Rp
5,000,000.00
Rp Rp
250,000.00 3,000,000.00
Rp Rp
500,000.00 6,000,000.00
Rp
600,000.00
Rp
3,600,000.00
Rp
700,000.00
Rp
700,000.00
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
112
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Perincian ukuran 60 x 60 x 80 cm; - Bak pengepresan berbahan concrete; Pemotong tahu berbahan stainless steel Serok berbahan stainless steel Ketel uap dan Tungku ketel Biogas Menara dan Bak tampungan air bersih (1 buah) berikut sumur dan pompa Sosialisa perubahan dan upgrade proses Jasa Pelatihan dan Pendampingan Jasa konsultan penyelenggara Total Pinjaman Investasi Persiapan, Fasilitasi Proses dan Pekerjaan Modal Kerja dan Pengembangan Usaha Total Pinjaman
Item
Total
Rp Rp Rp Rp Rp
850,000.00 200,000.00 9,500,000.00 26,750,000.00 3,500,000.00
Rp Rp Rp Rp Rp
850,000.00 200,000.00 9,500,000.00 26,450,000.00 3,500,000.00
Rp Rp Rp
10,000,000.00 10,000,000.00 6,000,000.00
Rp Rp Rp Rp
10,000,000.00 10,000,000.00 6,000,000.00 123,000,000.00
Rp Rp
25,000,000.00 148,000,000.00
Rp Rp
25,000,000.00 148,000,000.00
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
113
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Peralatan dan Tata Ruang Produksi Bersih pada Industri Tahu Bekasi – Jawa Barat Bank Pelaksana No./Tgl Surat Pemohon Alamat Kantor/ Bidang Usaha
: PT. BSM Cabang Bekasi : B-/Dep-VII-3/LH/04/2010, April 2010 : H. Mamik M. K. : Perum Margahayu Jaya, Jl Pinus IV Blok A No. 535, Bekasi Timur : Industri Tahu Pabrik
Daftar Komponen Yang Secara Teknis Dinilai Layak Mendapatkan Pinjaman Program DNS No.
Komponen
Spesifikasi Teknis
A 1
Investasi Peralatan / Mesin Bak perendaman kedelai
2
Bak cucian kedelai
3
Ketel uap dan tungku
4
5
Bak pemanas dan penggumpalan bubur kedelai Bak air bersih dan asaman
Kapasitas produksi 300 kg kedelai per hari Bak ukuran 600 liter, pasangan bata berlapis keramik Bak ukuran 100 liter, pasangan bata berlapis keramik Diameter 80 cm tinggi 120 cm, steinless steel tebal 2 mm, pipa saluran uap galvanis diameter 1", tungku pasangan bata lapis semen api horisontal dengan 2 pipa api Bejana 250 liter pasangan bata dan besi beton berlapis steinless steel tebal 0,8 mm
6
Tempat cetakan tahu
7 8
Peralatan tambahan Alat gilingan kedelai
9
Reaktor Biogas
B
Investasi Bangunan Pekerjaan sipil ruang produksi bersih Industri Tahu
1 2 3
Lantai kerja Saluran buang air limbah Pekerjaan bongkaran tembok
4
Ruang penyimpanan bahan bakar alternatif Modal Kerja Pembelian Kedelai
C. 1
Pembelian Serbuk gergaji/sekam TOTAL (A+B+C) 2
Bak 200 liter, pasangan bata berlapis keramik Meja ukuran @ 0,5 m2, beton dan pasangan bata berlapis keramik dan pipa air buangan Saringan gantung, press ampas dan tahu Gilingan 12' merk panda, Motor diesel 15 PK merk dompeng, fondasi alat dan motor bata plester Bak biodegester 36 m3, Diameter 5m dan kedalama 3m, bentuk kubah dengan dasar silindris
Satuan
Harga Satuan
Total Rp 74,050,000.00 Rp 1,500,000.00
1 LS
Rp
1,500,000.00
3 LS
Rp
400,000.00
1 LS
Rp 22,000,000.00
Rp 22,000,000.00
4 LS
Rp
800,000.00
Rp
3,200,000.00
6 LS
Rp
450,000.00
Rp
2,700,000.00
1 LS
Rp
750,000.00
Rp
750,000.00
1 LS 1 LS
Rp Rp
1,700,000.00 9,000,000.00
Rp Rp
1,700,000.00 9,000,000.00
1 LS
Rp 32,000,000.00
Rp
1,200,000.00
Rp 32,000,000.00
Rp 24,500,000.00 kapasitas produksi 300 kg kedelai per hari
Plesteran lapis keramik anti licin Kemiringan 1 derajat, rolak dan plester Pekerjaan bongkaran tembok bata, pembersihan dan perataan lantai serta pendirian tembok sekat baru dengan bata plester Ukuran ruang 16 m2, fondasi, cor ringan, lantai plester, tembok bata, atap genteng
1 LS 1 LS 1 LS
Rp Rp Rp
1 LS
Rp 16,000,000.00
Rp 16,000,000.00
300 kg/hari x 4 hari x Rp 5.100,-/kg
1200 LS 3 LS
Rp
5,100.00
Rp Rp
7,170,000.00 6,120,000.00
Rp
350,000.00
Rp
1,050,000.00
1 karung/hari x 3 hari x Rp 350.000,/karung
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
3,000,000.00 500,000.00 5,000,000.00
Rp Rp Rp
3,000,000.00 500,000.00 5,000,000.00
Rp 105,720,000.00
114
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
B. Biogas Limbah Kotoran Sapi: Pengalaman Kementerian KLH
Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi Pasuruan – Jawa Timur
Nama Calon Nasabah Alamat Nasabah Kontak Personal Telp/HP Tanggal Aplikasi Bidang Usaha Bank Pelaksana
: : : : : : :
Koperasi Setia Kawan (Tahap VI) Jl. Raya Nongkojajar No. 38 Pasuruan Hariyanto 0343-499099 Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi BSM KC Malang
Koperasi Setia Kawan merupakan koperasi dengan 7.000 anggota dan mempunyai 16.000 sapi perah yang berlokasi di 12 desa di Kecamatan Tutu Nongkojajar, Pasuruan - Jawa Timur. Koperasi ini mendapatkan program subsidi biogas bantuan Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Jerman yang disebut dengan Program BIRU (Biogas Rumah). Untuk pengajuan tahap VI ini, Koperasi Setia kawan mengajukan 126 unit biogas untuk 126 peternak sapi dengan reaktor volume 6 – 12 m3. Kebutuhan pembiayaan total seluruh reaktor setelah dipenuhi selfinancing sebesar Rp. 252 juta adalah :
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
115
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
C. Biogas Limbah Industri Kelapa Sawit: Pengalaman Kementerian ESDM
1. Biogas PTPN V di Riau Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Biogas PTPN V Riau No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Component Purchased Equipment Piping Electrical Instrumentation Utilities Foundations Insulations Painting, fireprofing, safety Yard Improvement Environmental Building Land Subtotal 1 Construction, engineering Contractors fee Contigency Subtotal 2 Total Plant Cost Other Capital Requirements Off-site Facilities Plant start-up Working capital Total Plant Investment
Factor 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 0 0 1.02 0 0 0 0 1.02
Cost ($) 2,864,792.41 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 57,295.85 0.00 0.00 2,922,088.26 0.00 0.00 0.00 0.00 2,922,088.26
Biaya (Rupiah) Rp 25,783,131,721 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 515,662,634 Rp Rp Rp 26,298,794,355 Rp Rp Rp Rp Rp 26,298,794,355
0% 0% 10%
0.00 0.00 292,208.83 3,214,297.09
Rp Rp Rp Rp
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
2,629,879,436 28,928,673,791
116
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PTPN V Riau (Pengganti Solar) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Component Purchased Equipment Piping Electrical Instrumentation Utilities Foundations Insulations Painting, fireprofing, safety Yard Improvement Environmental Building Land Subtotal 1 Construction, engineering Contractors fee Contigency Subtotal 2 Total Plant Cost Other Capital Requirements Off-site Facilities Plant start-up Working capital Total Plant Investment
Factor 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 0 0 1.02 0 0 0 0 1.02
Cost ($) 1,927,250.26 0 0 0 0 0 0 0 0 38,545.01 0 0 1,965,795.26 0 0 0 0 1,965,795.26
Biaya (Rupiah) Rp 17,345,252,313 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 346,905,046 Rp Rp Rp 17,692,157,360 Rp Rp Rp Rp Rp 17,692,157,360
0% 0% 10%
0 0 196,579.53 2,162,374.79
Rp Rp Rp Rp
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
1,769,215,736 19,461,373,096
117
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
2. Biogas PT Nubika
Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT Nubika No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Component Purchased Equipment Piping Electrical Instrumentation Utilities Foundations Insulations Painting, fireprofing, safety Yard Improvement Environmental Building Land Subtotal 1 Construction, engineering Contractors fee Contigency Subtotal 2 Total Plant Cost Other Capital Requirements Off-site Facilities Plant start-up Working capital Total Plant Investment
Factor 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 0 0 1.02 0 0 0 0 1.02
Cost ($) 3,285,800.09 0 0 0 0 0 0 0 0 65,716.00 0 0 3,351,516.09 0 0 0 0 3,351,516.09
Biaya (Rupiah) Rp 29,572,200,818 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 591,444,016 Rp Rp Rp 30,163,644,835 Rp Rp Rp Rp Rp 30,163,644,835
0% 0% 10%
0 0 335,151.61 3,686,667.70
Rp Rp Rp Rp
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
3,016,364,483 33,180,009,318
118
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT Nubika (Pengganti Solar) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Component Purchased Equipment Piping Electrical Instrumentation Utilities Foundations Insulations Painting, fireprofing, safety Yard Improvement Environmental Building Land Subtotal 1 Construction, engineering Contractors fee Contigency Subtotal 2 Total Plant Cost Other Capital Requirements Off-site Facilities Plant start-up Working capital Total Plant Investment
Factor 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 0 0 1.02 0 0 0 0 1.02
Cost ($) 2,292,589.65 0 0 0 0 0 0 0 0 45,851.79 0 0 2,338,441.44 0 0 0 0 2,338,441.44
Biaya (Rupiah) Rp 20,633,306,820 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 412,666,136 Rp Rp Rp 21,045,972,956 Rp Rp Rp Rp Rp 21,045,972,956
0% 0% 10%
0 0 233,844.14 2,572,285.58
Rp Rp Rp Rp
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
2,104,597,296 23,150,570,252
119
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
3. PT SSS Kalimantan Tengah
Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT SSS Kalimantan Tengah No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Component Purchased Equipment Piping Electrical Instrumentation Utilities Foundations Insulations Painting, fireprofing, safety Yard Improvement Environmental Building Land Subtotal 1 Construction, engineering Contractors fee Contigency Subtotal 2 Total Plant Cost Other Capital Requirements Off-site Facilities Plant start-up Working capital Total Plant Investment
Factor 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 0 0 1.02 0 0 0 0 1.02
Cost ($) 3,425,303.23 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 68,506.06 0.00 0.00 3,493,809.29 0.00 0.00 0.00 0.00 3,493,809.29
Biaya (Rupiah) Rp 30,827,729,071 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 616,554,581 Rp Rp Rp 31,444,283,652 Rp Rp Rp Rp Rp 31,444,283,652
0% 0% 10%
0.00 0.00 349,380.93 3,843,190.22
Rp Rp Rp 3,144,428,365 Rp 34,588,712,017
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
120
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT SSS Kalimantan Tengah (Penghemat Solar) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Component Purchased Equipment Piping Electrical Instrumentation Utilities Foundations Insulations Painting, fireprofing, safety Yard Improvement Environmental Building Land Subtotal 1 Construction, engineering Contractors fee Contigency Subtotal 2 Total Plant Cost Other Capital Requirements Off-site Facilities Plant start-up Working capital Total Plant Investment
Factor 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 0 0 1.02 0 0 0 0 1.02
Cost ($) 2,403,983.06 0 0 0 0 0 0 0 0 48,079.66 0 0 2,452,062.72 0 0 0 0 2,452,062.72
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya (Rupiah) 21,635,847,506 432,716,950 22,068,564,456 22,068,564,456
0% 0% 10%
0 0 245,206.27 2,697,268.99
Rp Rp Rp Rp
2,206,856,446 24,275,420,902
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
121
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
4. Biogas di Sei Mangkei, Sumatera Utara
Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Sei Mangke Sumatera Utara No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Component Purchased Equipment Piping Electrical Instrumentation Utilities Foundations Insulations Painting, fireprofing, safety Yard Improvement Environmental Building Land Subtotal 1 Construction, engineering Contractors fee Contigency Subtotal 2 Total Plant Cost Other Capital Requirements Off-site Facilities Plant start-up Working capital Total Plant Investment
Factor 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 0 0 1.02 0 0 0 0 1.02
Cost ($) 7,147,241.19 0 0 0 0 0 0 0 0 142,944.82 0 0 7,290,186.01 0 0 0 0 7,290,186.01
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya (Rupiah) 64,325,170,692 1,286,503,414 65,611,674,105 65,611,674,105
0% 0% 10%
0 0 729,018.60 8,019,204.61
Rp Rp Rp Rp
6,561,167,411 72,172,841,516
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
122
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Sei Mangke Sumatera Utara (Pengganti Solar) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Component Purchased Equipment Piping Electrical Instrumentation Utilities Foundations Insulations Painting, fireprofing, safety Yard Improvement Environmental Building Land Subtotal 1 Construction, engineering Contractors fee Contigency Subtotal 2 Total Plant Cost Other Capital Requirements Off-site Facilities Plant start-up Working capital Total Plant Investment
Factor 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 0 0 1.02 0 0 0 0 1.02
Cost ($) 5,487,595.91 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 109,751.92 0.00 0.00 5,597,347.82 0.00 0.00 0.00 0.00 5,597,347.82
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya (Rupiah) 49,388,363,149 987,767,263 50,376,130,412 50,376,130,412
0% 0% 10%
0.00 0.00 559,734.78 6,157,082.61
Rp Rp Rp Rp
5,037,613,041 55,413,743,453
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
123
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
D. Biomassa Pelepah Sawit: Pengalaman KLH Investasi dan Modal (Pendanaan) Kerja yang Direkomendasi PLT Biomassa Pelepah Sawit No
Uraian
A
Peralatan Mesin PLTU Mini
1
Bangunan dan Gudang
2
Mesin Perajang Pelepah dan Daun Kelapa Sawit
3 4
Screw Feeding Machine Screw Press Machine Screw Drier Conveyor Machine Bio Pallet Machine Solar Pumping System Boiler Feed Water System
5 6 7 8 9
10
Pekerjaan Jaringan
Steam Boiler Unit 2000 kg/jam Pressure 6 bar automatic
11
Steam Turbine, Pressure nett 5 bar, 2 ton/jam steam
Spesifikasi (Engineering, Kapasitas)
Bangunan gudang ukuran 25 2 X 100 m Terdiri dari: 1. Corong kerucut 2. Dimensi p x l = 110 x 330 mm 3. Berat: 270 kg 4. Kapasitas perajang: 170 kg pelepah sawit/jam 5. Perajang daun dan pelepah sawit sekaligus 6. Mesin 12 PK sistem starter atau sistem manual 7. Konsumsi bahan bakar solar 2,5 jam/liter Bahan Perajang: 1. Plat UNP 8 2. Plat DLM 10 mm untuk dudukan pisau diameter 500 mm 3. Tebal plat tabung 3 mm 4. Pisau pemotong HSS 18% 5. Pisau perajang berbahan baja intan Kapasitas : 750 kg/jam Kapasitas : 750 kg/jam
Jumlah
Satuan
Total Pengajuan
(Rp)
(Rp)
1
Unit
250,000,000.00
250,000,000.00
1
Unit
25,000,000.00
25,000,000.00
16,500,000.00 19,000,000.00
16,500,000.00 19,000,000.00
11,250,000.00
11,250,000.00
21,000,000.00 120,000,000.00
21,000,000.00 120,000,000.00
92,500,000.00
92,500,000.00
Kapasitas : 60 kg/jam Kapasitas : 100 - 200 kg/jam 3 Kapasitas : 2 m Condensing Sytem A. JARINGAN TR JALUR UTAMA 5 KM - Tiang Listrik 126 buah seharga Rp. 189,000,000 - Kabel TIC 70 sebanyak 5000 m seharga Rp. 225,000,000 B. JARINGAN TR JALUR SUB 10 KM - Tiang Listrik 251 buah seharga Rp. 376,500,000 - Kabel TIC 25 sebanyak 10000 m seharga Rp. 350,000,000 feeding, automatic water control, sertifikat Depnaker. Konsumsi pelepah sawit (2.000 kkal/kg) 170 kg/jam
Harga/unit
1
Unit
452,250,000.00
452,250,000.00
1
Unit
802,875,000.00
802,875,000.00
1,530,000,000.00
1,530,000,000.00
1,545,733,000.00
1,545,733,000.00
1
Electrical Output 200 kW Condesor unit Mechanical Transmission, Coupling and Safety Guard Synchronous Generator, 250
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
124
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No
Uraian
Spesifikasi (Engineering, Kapasitas)
Jumlah
Satuan
Harga/unit
Total Pengajuan
(Rp)
(Rp)
kVA/200 kW, 230/400V 3P 50 Hz, 1.500 rpm, Brussles, class H.Including base frame Controller, 200 kW/ 250 kVA, 230/400 V 50 Hz, Merk Renerconsys, Digital Power Metering : voltage, 3P Current, frequensi. Contactor, circuit breaker, Transducer and Lighting arrester Suvervision of erection, commisioning
B C D E
Total Investasi Peralatan/Mesin Modal Kerja Total Kebutuhan Dana Self financing - Bangunan dan gudang Pembiayaan 1. DNS-KLH (80%) 2. BSM (20%)
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
4,886,108,000 0 4,886,108,000 250,000,000 4,636,108,000 3,708,886,400 927,221,600
125
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
E. Biomassa Sekam Padi: Pengalaman KLH
PENGGANTIAN SOLAR DENGAN SEKAM PADI PADA PROSES PENGERINGAN GABAH – SUMBAWA
Nama Nasabah : Alamat Nasabah : Lapok, Kab. Sumbawa Alamat Usaha : Lapok, Kab. Sumbawa Telephone/Fax : Contact Person : Bidang Usaha : BSM Pelaksana :
CV Pesona Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape / Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape / 0818-03666716 H.A. Karim Maula Penggilingan Padi BSM KCP Sumbawa
CV. Pesona adalah perusahaan penggilingan padi yang sudah berjalan sejak tahun 2007, saat ini berproduksi 20 ton beras/hari. Bahan baku penggilingan yaitu gabah hasil panen dibeli dari petani lokal dari kecamatan Lape.dengan harga Rp. 3.250/kg dan dari kecamatan Klunyuk juga harga dengan harga Rp. 3.250/kg tetapi ditambah biaya BBM karena kecamatan Klunyuk berjarak 80 Km dari lokasi usaha.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
126
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Lampiran 3 : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI MENTERI KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional, diperlukan pendanaan yang mengedepankan peran perbankan nasional dengan subsidi bunga dari Pemerintah; b. bahwa agar penyediaan, penyaluran dan pertanggungjawaban pendanaan sebagaimana tersebut pada huruf a dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, perlu diciptakan suatu skim dan mekanisme kredit yang terpadu; c. bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.017/2000 tentang Pendanaan Kredit Ketahanan Pangan, sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.06/2004 dinilai tidak dapat memenuhi upaya peningkatan ketahanan pangan dan energi; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi; Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia 'Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
127
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 6. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional; 7. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan : 1. Program Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan yang menghasilkan pangan nabati dan/atau hewani. 2. Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman penghasil bahan baku bahan bakar nabati untuk memenuhi kebutuhan sumber energi lain. 3. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, selanjutnya disingkat KKP-E, adalah kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati. 4. Kredit Ketahanan Pangan, selanjutnya disingkat KKP, adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan, kelompok (tani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, pengembangan budidaya tanaman tebu, peternakan sapi potong, ayam buras dan itik, usaha penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung, dan kedelai. 5. Menteri Teknis adalah Menteri yang membidangi sektor/sub-sektor tertentu yang tercakup dalam program dibiayai KKP-E.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
128
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
6. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok, selanjutnya disingkat RDKK, adalah rencana kebutuhan kredit kelompok dalam rangka Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati, untuk 1 (satu) periode tertentu, yang disusun melalui musyawarah anggota kelompok atas dasar program kelompok dan satuan biaya, dan dilengkapi dengan rencana pembayaran kembali kredit yang akan diperoleh. 7. Calon Peserta KKP-E adalah petani, peternak, pekebun, nelayan, pembudidaya ikan, dan/atau koperasi yang memenuhi kriteria untuk dapat menjadi Peserta KKP-E yang RDKK-nya telah disetujui oleh pejabat yang diberi kuasa oleh dinas teknis setempat. 8. Peserta KKP-E adalah calon peserta KKP-E yang disetujui oleh Bank Pelaksana sebagai penerima KKP-E. 9. Kelompok Tani adalah kumpulan petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya, tempat) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. 10. Mitra Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta dan/atau Badan Usaha Milik Daerah, atau Koperasi yang berbadan hukum dan memiliki usaha di bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan/atau industri bahan bakar nabati. 11. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga KKP-E yang berlaku dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada Peserta KKP-E. 12. Kebutuhan Indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap komoditas yang didanai KKP-E per satuan luas dan/atau per unit usaha yang ditetapkan oleh Menteri Teknis. 13. Bank Indonesia adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. 14. Bank Pelaksana adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998. 15. Koperasi adalah Koperasi Primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang anggotanya terdiri dari Calon Peserta/Peserta KKP-E. 16. Perjanjian Kerjasama Pendanaan, selanjutnya disingkat PKP, adalah perjanjian antara Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan mewakili Pemerintah dengan Bank Pelaksana. 17. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 18. Komite Kebijakan dan Komite Teknis adalah komite yang dibentuk oleh Menteri Keuangan, yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil Departemen Keuangan, Departemen Teknis, Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
129
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB II TUJUAN Pasal 2 KKP-E disediakan dalam rangka mendukung pendanaan pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati.
BAB III OBJEK PENDANAAN Pasal 3 Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi : a. Pengembangan Padi, Jagung, Kedelai, Ubi Jalar, Tebu, Ubi Kayu (Singkong), Kacang Tanah, dan Sorgum; b. Pengembangan Tanaman Hortikultura berupa: Cabe, Bawang Merah, Jahe, Kentang, dan Pisang; c. Pengadaan Pangan berupa: Gabah, Jagung, dan Kedelai; d. Peternakan Sapi Potong, Sapi Perah, Pembibitan Sapi, Ayam Ras Petelur, Ayam Ras Pedaging, Ayam Buras, Itik, dan Burung Puyuh; e. Penangkapan Ikan, Budidaya Udang, Nila, Gurame, Patin, Lele, Kerapu Macan, dan Ikan Mas, serta pengembangan Rumput Laut; dan f. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha sebagaimana tersebut pada huruf d dan e.
Pasal 4 Kegiatan usaha dalam rangka Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bakar Nabati dapat dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan Mitra Usaha.
BAB IV SUMBER PENDANAAN Pasal 5 (1) Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana. (2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan dan ditatausahakan oleh Bank Pelaksana.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
130
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB V MEKANISME PENDANAAN Pasal 6 (1) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan menunjuk Bank Pelaksana berdasarkan permohonan bank yang bersangkutan. (2) Bank Pelaksana sekurang-kurangnya memenuhi syarat sebagai berikut : a. Menyampaikan l:omitmen tertulis penyediaan dana sejumlah tertentu guna pendanaan KKP-E. b. Berkedudukan atau memiliki kantor operasional atau memiliki kerjasama operasional dengan lembaga keuangan lain yang berkedudukan di wilayah provinsi penyaluran KKP-E. (3) Bank Pelaksana KKP, yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat langsung menjadi Bank Pelaksana KKP-E tanpa penunjukan baru, dengan menyampaikan pernyataan kesediaan untuk menjadi Bank Pelaksana KKP-E secara tertulis kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 7 Menteri Keuangan memberikan persetujuan plafon KKP-E untuk masing-masing Bank Pelaksana, dengan didasarkan pada pertimbangan : a. Program dan Pembiayaan Peningkatan Ketahanan Pangan dan Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati untuk sektornya masing-masing, yang dirinci per tahun, per wilayah propinsi dan per komoditi/kelompok kegiatan usaha, yang disampaikan oleh Menteri Teknis; b. kemampuan Pemerintah menyediakan Subsidi Bunga; c. usul/komitmen penyediaan dana KKP-E oleh Bank Pelaksana; dan d. pendapat Komite Kebijakan.
Pasal 8 (1) Alokasi plafon KKP-E masing-masing Bank Pelaksana, komoditi/kelompok kegiatan usaha, dituangkan dalam PKP.
yang
dirinci
per
(2) Berdasarkan alokasi plafon KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Pelaksana menyusun Rencana Tahunan Penyaluran KKP-E yang dirinci per komoditi/kelompok kegiatan usaha dan per wilayah provinsi. (3) Rencana Tahunan Penyaluran KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Bank Pelaksana kepada Menteri dan Menteri Teknis.
Pasal 9 Bank Pelaksana menetapkan Peserta KKP-E berdasarkan penilaian terhadap kelayakan Calon Peserta KKP-E dan kegiatan usaha yang diusulkan Calon Peserta KKP-E yang bersangkutan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
131
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.
Pasal 10 (1) KKP-E diberikan kepada Peserta KKP-E melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi. (2) Penyaluran KKP-E dilakukan dengan ketentuan : a.
Volume kegiatan usaha yang dibiayai, paling tinggi sebesar batas tertinggi volume kegiatan usaha per Peserta KKP-E yang ditetapkan oleh Menteri Teknis atau pejabat yang dikuasakan.
b.
Realisasi KKP-E, paling tinggi sebesar Kebutuhan Indikatif.
c.
Besarnya plafon individual KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana dengan memperhatikan Kebutuhan Indikatif, dengan ketentuan : -
d.
untuk petani, peternak, pekebun, dan nelayan paling tinggi sebesar Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah); dan untuk koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, dan kedelai) paling tinggi sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Besarnya batas tertinggi plafon individual sebagaimana dimaksud pada huruf c ditinjau kembali setiap tanggal 1 April.
(3) Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana, dari waktu ke waktu untuk masing-masing komoditi/kelompok kegiatan usaha paling tinggi sebesar plafon KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Pasal 11 Bank Pelaksana wajib mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menjamin penyediaan dan penyaluran KKP-E yang menjadi tanggung jawabnya secara tepat jumlah dan tepat waktu sesuai program yang ditetapkan Pemerintah, serta mematuhi semua ketentuan tatacara penatausahaan yang berlaku.
BAB VI PERSYARATAN KREDIT Pasal 12 (1) Tingkat bunga KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan ketentuan : a.
untuk KKP-E pengembangan Tebu paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 5 persen (lima perseratus); dan
b.
untuk KKP-E lainnya paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 6 persen (enam per seratus).
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
132
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
(2) Tingkat bunga KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan ditetapkan kembali setiap 6 (enam) bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana dengan mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. (3) Tingkat bunga KKP-E untuk pertama kali ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan batas paling tinggi didasarkan pada suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan yang berlaku pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, dan dicantumkan dalam PKP. (4) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan memberitahukan secara tertulis penetapan tingkat bunga KKP-E pada setiap terjadi perubahan kepada Bank Pelaksana dengan tembusan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Teknis, dan selanjutnya tindasan surat pemberitahuan tersebut setelah ditandatangani Direksi Bank Pelaksana sebagai tanda persetujuan disampaikan kembali kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan. (5) Menteri Keuangan sewaktu-waktu dapat mengusulkan dilakukannya peninjauan kembali/penyesuaian tingkat bunga KKP-E, dengan mempertimbangkan pendapat Komite Kebijakan.
Pasal 13 (1) Risiko KKP-E ditanggung oleh Bank Pelaksana. (2) Sebagian risiko KKP-E tertentu yang ditetapkan Pemerintah dapat dijaminkan oleh Bank Pelaksana dengan membayar premi kepada lembaga penjamin yang didukung oleh Pemerintah.
Pasal 14 Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus tanam atau siklus usaha, paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 15 Bank Pelaksana KKP-E tidak mengenakan provisi kredit dan biaya komitmen kepada Peserta KKP-E.
BAB VII SUBSIDI BUNGA Pasal 16 (1) Bagian tingkat bunga KKP-E yang dibebankan kepada Peserta KKP-E ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan :
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
133
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
a. b.
usul Menteri Teknis; dan pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis.
(2) Penetapan bagian tingkat bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Menteri Keuangan kepada Bank Pelaksana, dengan tembusan kepada : a. b. c.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Menteri Teknis; dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
Pasal 17 Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama masa jangka waktu KKP-E, tidak termasuk perpanjangan jangka waktu pinjaman.
Pasal 18 (1) Pengalokasian Subsidi Bunga dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan mengacu pada program sebagaimana dimaksud dalam Basal 7 huruf a dan plafon KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). (2) Atas alokasi Subsidi Bunga yang tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Menteri Keuangan menerbitkan Surat Penetapan Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SP-SAPSK) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Subsidi Bunga.
Pasal 19 (1) Subsidi bunga KKP-E dibayarkan setiap 3 (tiga) bulan sekali. (2) Permintaan pembayaran Subsidi Bunga KKP-E diajukan oleh Bank Pelaksana kepada Menteri Keuangan u.p. Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan dilampiri : a. b. c.
rincian perhitungan tagihan Subsidi Bunga KKP-E; rincian mutasi rekening pinjaman masing-masing penerima KKP-E; dan tanda terima pembayaran Subsidi Bunga KKP-E yang ditandatangani Direksi Bank Pelaksana atau pejabat yang dikuasakan.
(3) Pembayaran Subsidi Bunga KKP-E dilakukan berdasarkan data penyaluran KKP-E yang disampaikan oleh Bank Pelaksana. (4) Dalam rangka meneliti kebenaran perhitungan Subsidi Bunga yang telah dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan verifikasi oleh Departemen Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, secara periodik atau sewaktu-waktu. (5) Dalam hal diperlukan, pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengikutsertakan Departemen Teknis.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
134
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB VIII PEDOMAN PELAKSANAAN, PEMBINAAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI Pasal 20 (1) Pedoman pelaksanaan KKP-E ditetapkan oleh Menteri Teknis. (2) Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan KKP-E dilakukan oleh Menteri Keuangan, Menteri Teknis, dan Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan bidang tugas dan wewenang masing-masing. (3) Rapat Evaluasi Penyelenggaraan KKP-E dilaksanakan secara periodik atau sewaktuwaktu atas prakarsa Menteri Keuangan dan/atau Menteri Teknis, dengan mengikutsertakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Direksi/Pengurus Mitra Usaha, dan Direksi Bank Pelaksana, atau yang mewakili.
BAB IX PEMERIKSAAN Pasal 21 (1) Menteri Keuangan dan/atau Menteri Teknis, sewaktu-waktu dapat mengadakan pemeriksaan atas realisasi penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana dan penggunaannya oleh Peserta KKP-E. (2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dan/atau Menteri Teknis dapat meminta bantuan aparat fungsional pemeriksa internal atau eksternal. (3) Pemeriksaan atas realisasi penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia. (4) Bank Pelaksana dan/atau Peserta KKP-E dan/atau Mitra Usaha berkewajiban : a. b. c.
menyampaikan data dan dokumen terkait; memberikan tanggapan atau jawaban terhadap hal-hal ditanyakan atau diperlukan kejelasan; dan bersikap kooperatif dalam pelaksanaan pemeriksaan.
BAB X LAPORAN Pasal 22 (1) Bank Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Bulanan Penyaluran dan Pengembalian KKP-E kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Menteri Teknis paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
135
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
(2) Bank Pelaksana wajjb menyampaikan laporan lain terkait dengan penyelenggaraan KKPE dalam hal diperlukan dan diminta secara khusus oleh Menteri Keuangan dan/atau Menteri Teknis. (3) Kewajiban penyampaian laporan kegiatan oleh Mitra Usaha diatur oleh Menteri Teknis.
BAB XI SANKSI Pasal 23 (1) Dalam hal Bank Pelaksana melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, maka Bank Pelaksana dikenakan sanksi: a. b. c.
administratif berupa teguran tertulis; penundaan pembayaran Subsidi Bunga; atau penghentian pembayaran Subsidi Bunga.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengenaan sanksi diatur dalam PKP.
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 Memorandum Kesepakatan Bersama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 11 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.017/2000 tentang Pendanaan Kredit Ketahanan Pangan sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.06/2004, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2007 atau sampai dengan tangga1 berlakunya PKP.
Pasal 25 KKP yang masih tersalur pada saat diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan ini, dialihkan dan diperlakukan sebagai bagian KKP-E sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 26 Selama tingkat bunga KKP-E dan bagian tingkat bunga KKP-E yang dibebankan kepada Peserta KKP-E belum ditetapkan, maka ketentuan mengenai tingkat bunga dan bagian tingkat bunga KKP pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini diberlakukan untuk Peraturan Menteri Keuangan ini.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
136
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB XIIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomur 345/KMK.017/2000 tentang Pendanaan Kredit Ketahanan Pangan sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.06/2004 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 28 Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban, hak, tugas, dan tanggung jawab Bank Pelaksana serta mekanisme dan tata cara pendanaan, penyaluran, persyaratan, penatausahaan, pembayaran subsidi bunga, Pelaporan, pengawasan, dan ketentuan-ketentuan lain yang diperlukan dalam pelaksanaan KKP-E, diatur dalam PKP.
Pasal 29 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 2007
MENTERI KEUANGAN, SRI MULYANI INDRAWATI
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
137
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Lampiran 4 : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 tentang Perubahan Pertama Peraturan Menteri Keungan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 48 / PMK.05/ 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI MENTERI KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa untuk pendanaan dalam rangka program peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, diperlukan penyesuaian tingkat plafond individual Kredit Ketahanan Pangan dan Energi; b. bahwa sehubungan dengan penyesuaian tingkat plafond individual Kredit Ketahanan Pangan dan Energi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dipandang perlu untuk mengubah ketentuan yang mengatur mengenai plafond individual dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi; Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7); 2. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2008);
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
138
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi; MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI.
Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/ PMK.05/ 2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga keseluruhan Pasal 3 menjadi berbunyi sebagai berikut: Pasal 3 (1) Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi: a. b. c. d. e. f. g.
Pengembangan Tanaman Pangan; Pengembangan Tanaman Hortikultura; Pengembangan Perkebunan; Pengadaan Pangan berupa: Gabah, Jagung, dan Kedelai; Peternakan; Penangkapan dan Pembudidayaan Ikan; dan Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha sebagaimana tersebut pada huruf a sampai dengan e.
(2) Uraian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Teknis terkait.
2. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga keseluruhan Pasal 10 menjadi berbunyi sebagai berikut: Pasal 10 (1) KKP-E diberikan kepada Peserta KKP-E melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi. (2) Penyaluran KKP-E dilakukan dengan ketentuan: a. Volume kegiatan usaha yang dibiayai, paling tinggi sebesar batas tertinggi volume kegiatan usaha per Peserta KKP-E yang ditetapkan oleh Menteri Teknis atau pejabat yang dikuasakan; b. Realisasi KKP-E paling tinggi sebesar Kebutuhan Indikatif; c. Besarnya plafon individual KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana dengan memperhatikan Kebutuhan Indikatif, dengan ketentuan: 1) untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan paling tinggi sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); 2) untuk koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, dan kedelai) paling tinggi sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
139
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
3) untuk kelompok tarsi dalam rangka pengadaan/ peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, paling tinggi sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). d. Besarnya batas tertinggi plafon individual sebagaimana dimaksud pada huruf c ditinjau, kembali setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober. (3) Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana, dari waktu ke waktu untuk masing-masing komoditi/kelompok kegiatan usaha paling tinggi sebesar plafond KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
3. Di antara Bab XII dan Bab XIII disisipkan 1 (satu) Bab baru, yaitu Bab XIIA yang berbunyi sebagai berikut: BAB XIIa KETENTUAN PERALIHAN 4. Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal baru, yakni Pasal 26a, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 26a Penentuan besarnya plafon individual KKP-E oleh Bank Pelaksana yang diputuskan mulai tanggal 1 April 2009, dapat menggunakan skema seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal II Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Maret 2009
MENTERI KEUANGAN SRI MULYANI INDRAWATI
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
140
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Lampiran 5 : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Keungan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 198/PMK.05/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi pendanaan untuk program peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009, perlu dilakukan penyesuaian jenis kegiatan usaha yang dapat dibiayai, skema penyaluran, dan tingkat plafon individual Kredit Ketahanan Pangan dan Energi; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 Tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi; Mengingat :
1. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009; MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI.
Pasal I
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
141
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 diubah sebagai berikut: 5. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 3 (1) Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi: a. b. c. d. e. f. g.
Pengembangan Tanaman Pangan; Pengembangan Tanaman Hortikultura; Pengembangan Perkebunan; Pengadaan Pangan berupa gabah, jagung, kedelai, dan perikanan; Peternakan; Penangkapan dan Pembudidayaan Ikan; dan Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf f.
(2) Uraian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.” 6. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 10 (1) KKP-E diberikan kepada Peserta KKP-E melalui Kelompok Tani, dan/atau Koperasi. (2) KKP-E dapat diberikan secara langsung kepada petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan untuk jenis kegiatan usaha tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Teknis. (3) Penyaluran KKP-E dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Volume kegiatan usaha yang dibiayai, paling tinggi sebesar batas tertinggi volume kegiatan usaha per Peserta KKP-E yang ditetapkan oleh Menteri Teknis atau pejabat yang dikuasakan; b. Realisasi KKP-E paling tinggi sebesar Kebutuhan Indikatif; c. Besarnya plafon individual KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana dengan memerhatikan Kebutuhan Indikatif, dengan ketentuan: 1) untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan paling banyak sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); 2) untuk pengajuan plafon kredit lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), calon peserta KKP-E wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana; 3) untuk koperasi, kelompok tani, dan/atau gabungan kelompok tani dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, kedelai, dan perikanan) paling banyak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan 4) untuk kelompok tani dalam rangka pengadaan/ peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g, paling banyak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
142
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
d. Besarnya batas tertinggi plafon individual sebagaimana dimaksud pada huruf c ditinjau kembali setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober. (4) Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana dari waktu ke waktu untuk masing-masing komoditas/kelompok kegiatan usaha paling banyak sebesar plafon KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).”
Pasal II Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 November 2010 MENTERI KEUANGAN, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 23 November 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 562
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
143
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Lampiran 6 : Draft Peraturan Menteri Keuangan Nomor ……/PMK.011/2014 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Menteri Keungan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
USULAN DRAFT PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.011/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a. bahwa dalam rangka optimalisasi dan perluasan obyek pendanaan untuk program peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009, perlu dilakukan penyesuaian jenis kegiatan usaha yang dapat dibiayai, skema penyaluran, dan tingkat plafon individual Kredit Ketahanan Pangan dan Energi; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 Tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi;
Mengingat
: 1. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010; MEMUTUSKAN:
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
144
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Menetapkan
: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan : 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
Program Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan yang menghasilkan pangan nabati dan/atau hewani. Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman penghasil bahan baku bahan bakar nabati untuk memenuhi kebutuhan sumber energi lain. Program Waste to Energy adalah upaya perbaikan lingkungan dengan mengimplementasikan teknologi pemanfaatan limbah menjadi energi pada industri tahu serta peternakan sapi potong dan/atau sapi perah. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, selanjutnya disingkat KKPE, adalah kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Ketahanan Pangan, Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati dan Program Waste to Energy. Kredit Ketahanan Pangan, selanjutnya disingkat KKP, adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan, kelompok (tani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, pengembangan budidaya tanaman tebu, peternakan sapi potong, ayam buras dan itik, usaha penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung, dan kedelai. Menteri Teknis adalah Menteri yang membidangi sektor/subsektor tertentu yang tercakup dalam program dibiayai KKP-E. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok, selanjutnya disingkat RDKK, adalah rencana kebutuhan kredit kelompok dalam rangka Program Ketahanan Pangan, Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati dan Program Waste to Energy
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
145
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
8.
9. 10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
untuk 1 (satu) periode tertentu, yang disusun melalui musyawarah anggota kelompok atas dasar program kelompok dan satuan biaya, dan dilengkapi dengan rencana pembayaran kembali kredit yang akan diperoleh. Calon Peserta KKP-E adalah petani, peternak, pekebun, nelayan, pembudidaya ikan, dan/atau koperasi yang memenuhi kriteria untuk dapat menjadi Peserta KKP-E yang RDKK-nya telah disetujui oleh pejabat yang diberi kuasa oleh dinas teknis setempat. Peserta KKP-E adalah calon peserta KKP-E yang disetujui oleh Bank Pelaksana sebagai penerima KKP-E. Kelompok Tani adalah kumpulan petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya, tempat) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Mitra Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta dan/atau Badan Usaha Milik Daerah, atau Koperasi yang berbadan hukum dan memiliki usaha di bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan/atau industri bahan bakar nabati. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga KKP-E yang berlaku dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada Peserta KKP-E. Kebutuhan Indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap komoditas yang didanai KKP-E per satuan luas dan/atau per unit usaha yang ditetapkan oleh Menteri Teknis. Bank Indonesia adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. Bank Pelaksana adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Koperasi adalah Koperasi Primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang anggotanya terdiri dari Calon Peserta/Peserta KKP-E. Perjanjian Kerjasama Pendanaan, selanjutnya disingkat PKP, adalah perjanjian antara Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan mewakili Pemerintah dengan Bank Pelaksana. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Komite Kebijakan dan Komite Teknis adalah komite yang
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
146
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
dibentuk oleh Menteri Keuangan, yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil Kemeterian Keuangan, Kementerian Teknis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.” 2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 2 KKP-E disediakan dalam rangka mendukung pendanaan pelaksanaan Program Ketahanan Pangan, Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati dan Program Waste to Energy.” 3. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 3 (1)
Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi: a. Pengembangan Tanaman Pangan; b. Pengembangan Tanaman Hortikultura; c. Pengembangan Perkebunan; d. Pengadaan Pangan berupa gabah, jagung, kedelai, dan perikanan; e. Peternakan; f. Penangkapan dan Pembudidayaan Ikan; dan g. Pengembangan Biogas dari limbah industri tahu serta kotoran sapi; h. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf g.
(2)
Uraian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.”
3. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 10 (1)
KKP-E diberikan kepada Peserta KKP-E melalui Kelompok Tani, dan/atau Koperasi.
(2)
KKP-E dapat diberikan secara langsung kepada petani, peternak,pekebun, nelayan, pembudidaya ikan, pengusaha tahu dan/atau tempe, dan peternak sapi potong dan/atau perah untuk jenis kegiatan usaha tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Teknis.
(3)
Penyaluran KKP-E dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Volume kegiatan usaha yang dibiayai, paling tinggi sebesar batas tertinggi volume kegiatan usaha per Peserta KKP-E yang
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
147
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
ditetapkan oleh Menteri Teknis atau pejabat yang dikuasakan; b. Realisasi KKP-E paling tinggi sebesar Kebutuhan Indikatif; c. Besarnya plafon individual KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana dengan memerhatikan Kebutuhan Indikatif, dengan ketentuan: 1) untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan paling banyak sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); 2) untuk pengajuan plafon kredit lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), calon peserta KKP-E wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana; 3) untuk koperasi, kelompok tani, dan/atau gabungan kelompok tani dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, kedelai, dan perikanan) paling banyak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan 4) untuk kelompok tani dalam rangka pengadaan/ peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h, paling banyak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). d. Besarnya batas tertinggi plafon individual sebagaimana dimaksud pada huruf c ditinjau kembali setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober. (4)
Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana dari waktu ke waktu untuk masing-masing komoditas/kelompok kegiatan usaha paling banyak sebesar plafon KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).” Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI KEUANGAN, ttd. M. Chatib Basri
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
148
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR….
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
149
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Lampiran 7 : Juknis KKP-E di Kementerian Pertanian
Pedoman Teknis Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Sistem Kredit Bersubsidi untuk Petani dan Peternak
Direktorat Pembiayaan Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian 2012
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian tetap memegang peran strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio energi, penyerapan tenaga kerja, sumber devisa negara dan sumber pendapatan serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Pembangunan pertanian diharapkan dapat memperbaiki pendapatan penduduk secara merata dan berkelanjutan, karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Sejalan dengan target utama Kementerian Pertanian 20102014 meliputi: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) peningkatan diversifikasi pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor dan (4) peningkatan kesejahteraan petani. Strategi yang akan dilaksanakan adalah melakukan revitalisasi pertanian dengan fokus tujuh aspek dasar yang dinamakan dengan Tujuh Gema Revitalisasi, yang terdiri atas: (1) lahan; (2) perbenihan dan perbibitan; (3) infrastruktur dan sarana; (4) sumber daya manusia, (5) pembiayaan petani; (6) kelembagaan petani dan (7) teknologi dan industri hilir. Keberhasilan peningkatan produksi pangan di masa lalu dalam hal pencapaian swasembada pangan, tidak terlepas dari peran pemerintah melalui penyediaan kredit program dengan suku bunga rendah, fasilitas Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sampai dengan tahun 1998 dan subsidi sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida). Semenjak diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia maka tidak tersedia lagi sumber dana dari KLBI, oleh karena itu mulai tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang sumber dananya berasal dari Perbankan dengan subsidi suku bunga bagi petani dan peternak yang disediakan oleh pemerintah. Dalam perkembangannya KKP mengalami penyesuaian dari tahun ke tahun, mulai Oktober 2007 KKP disempurnakan menjadi KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi). Hal ini mengadopsi upaya mengurangi ketergantungan energi berbahan baku fosil dan perkembangan teknologi energi dikembangkan energi lain yang berbasis sumber energi nabati. Energi alternatif dimaksud disini berbasis ubi kayu/singkong dan tebu diintegrasikan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
150
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
dengan Skim KKP yang telah ada sehingga berubah menjadi Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E). KKP-E merupakan skim kredit yang ditetapkan Pemerintah dengan pola penyaluran executing. Untuk kelancaran pelaksanaan KKP-E penyaluran dan pengembaliannya dapat berjalan dengan baik ditingkat lapangan perlu disusun Pedoman Teknis Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi yang disempurnakan sesuai perkembangan dan kebutuhan.
1.2. Pengertian 1)
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik, jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau;
2)
Pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia;
3)
Program Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan yang menghasilkan pangan nabati dan/atau hewani;
4)
Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman penghasil bahan baku bahan bakar nabati untuk memenuhi kebutuhan sumber energi lain;
5)
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi yang selanjutnya disebut KKP-E, adalah kredit investasi dan/ atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati;
6)
Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok yang selanjutnya disebut RDKK, adalah rencana kebutuhan modal kerja dan atau investasi kelompok untuk usaha pertanian yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok dalam satu periode tertentu yang dilengkapi dengan jadwal pencairan dan pengembalian kredit;
7)
Rencana Kebutuhan Usaha Petani yang selanjutnya disebut RKU petani adalah rencana kebutuhan modal kerja atau investasi petani untuk usaha pertanian dalam satu periode tertentu yang dilengkapi jadwal pencairan dan pengembalian kredit;
8)
Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengelola usaha di bidang pertanian;
9)
Kelompok Tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya, tempat) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota;
10) Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) adalah kumpulan beberapa kelompoktani yang bergabung dan berkerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. 11) Calon peserta KKP-E adalah petani/peternak/pekebun yang tergabung dalam kelompok tani dan/atau koperasi; 12) Peserta KKP-E adalah calon peserta KKP-E yang disetujui oleh Bank Pelaksana sebagai penerima KKP-E;
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
151
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
13) Mitra Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta dan/atau Badan Usaha Milik Daerah, atau Koperasi yang berbadan hukum dan memiliki usaha di bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan/atau industri bahan bakar nabati; 14) Koperasi adalah Koperasi Primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang anggotanya terdiri dari Peserta KKP-E; 15) Penyuluh Pertanian, yang selanjutnya disebut penyuluh adalah petugas yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat Dinas Teknis setempat untuk mengesahkan RDKK; 16) Kebutuhan indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap komoditas yang didanai KKP-E per satuan luas dan/atau per unit usaha yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian; 17) Bank Pelaksana adalah Bank Umum yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk menyediakan, menyalurkan, dan menatausahakan KKP-E.
1.3. Tujuan 1)
Memberikan acuan bagi pemangku kepentingan di pusat dan daerah dalam pelaksanaan penyaluran dan pengembalian KKP-E;
2)
Mengoptimalkan pemanfaatan dana kredit yang disediakan oleh perbankan untuk petani/peternak/pekebun yang memerlukan pembiayaan usahanya secara efektif, efisien dan berkelanjutan;
3)
Mendukung peningkatan produksi dalam peningkatan ketahanan pangan nasional dan ketahanan energi lain melalui pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati.
1.4. Sasaran 1) Terlaksananya penyaluran KKP-E pengembalian kredit tepat waktu;
kepada
petani/peternak/pekebun
dan
2) Terpenuhinya modal bagi petani/peternak/pekebun dalam melaksanakan usaha taninya; 3) Meningkatnya penerapan teknologi anjuran bagi petani/peternak /pekebun yang memanfaatkan kredit.
1.5. Landasan Hukum 1)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 dan juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05 / 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, antara lain menetapkan obyek pendanaan, sumber pendanaan, mekanisme pendanaan, persyaratan kredit, suku bunga, subsidi bunga, sanksi dan ketentuan peralihan;
2)
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 57/Permentan/KU.430/2007 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21/Permentan/ KU.430/4/2009 tanggal 21 April 2009 dan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
152
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Juncto Nomor 08/ Permentan / KU.430 /2 / 2011 tentang Peraturan Menteri Pertanian Perubahan Kedua Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, antara lain menetapkan pengertian, obyek yang dibiayai, persyaratan dan kewajiban penerima KKP-E, persyaratan dan kewajiban mitra usaha, plafon, kebutuhan indikatif, mekanisme pengajuan, penyaluran dan pengembalian, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan.
BAB II KETAHANAN PANGAN DAN KETAHANAN ENERGI 2.1. Ketahanan Pangan Program Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014 difokuskan pada 5 (lima) komoditas pangan utama yaitu: padi (beras), jagung, kedelai, tebu (gula) dan daging sapi. Dalam rangka mencukupi kebutuhan bahan pangan utama dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor pangan maka pemerintah telah mencanangkan program pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. Swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan jagung, dengan sasaran peningkatan produksi dapat dipertahankan minimal sesuai dengan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sedangkan pencapaian swasembada yang ditargetkan untuk Tahun 2014, untuk tiga komoditas pangan utama yaitu kedelai, gula dan daging sapi.
Tabel 1 Sasaran Produksi Komoditas Utama Tahun 2010 – 2014
Sumber: Rentra 2010-2014 Kementerian Pertanian 1) Gabah Kering Giling (GKG); 2) Pipilan Kering (PK); 2) Hablur
Disamping lima komoditas pangan utama tersebut di atas, juga dikembangan 34 komoditas unggulan nasional baik komoditas pangan dan non pangan. Untuk mencapai sasaran produksi tahun 2010-2014 yang telah ditetapkan diperlukan upaya-upaya sebagai berikut : A. Sub Sektor Tanaman Pangan Upaya pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan tanaman pangan ditempuh melalui : 4) Peningkatan produktivitas hasil dengan meningkatkan mutu intensifikasi, penerapan teknologi unggul tepat guna dan spesifik lokasi, penggunaan benih varietas unggul bermutu, penerapan pupuk berimbang dan organik; 5) Perluasan areal tanam melalui upaya khusus dengan peningkatan intensisitas tanaman, tumpang sari, cetak sawah baru, optimalisasi pemanfaatan Jaringan Irigasi Tingkat Usaha
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
153
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tani (JITUT), Jaringan Irigasi Desa (JIDES), Tata Air Mikro (TAM) serta pompa, sumur dan embung; 6) Pengamanan produksi melalui : Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), Penanganan Panen dan Pasca Panen, serta Pemanfaatan Alsintan melalui pola UPJA; 7) Program peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan kemampuan kelembagaan kelompok tani dan Gabungan Kelompoktani (Gapoktan), manajemen usaha tani, kemampuan penangkar benih, penerapan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) dan Magang Sekolah Lapang Pelatihan Pendidikan Pertanian dan Kewirausahaan; 8) Dukungan pembiayaan melalui : Bantuan Sosial, Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3), Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM), Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dan optimalisasi pemanfaatan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).
B. Sub Sektor Hortikultura Pengembangan hortikultura tidak hanya berfokus produksi saja tetapi juga terkait peningkatan mutu, keamanan pangan dan lingkungan. Upaya peningkatan produksi dan mutu melalui : 1) Pengembangan dan pengutuhan kawasan , baik melalui perluasan areal, peningkatan produktivitas dan mutu; 2) Penyediaan (bantuan) benih hortikultura bermutu varietas unggul. 3) Penerapan budidaya yang baik (Good Agriculture Practices); 4) Revitalisasi sistem pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), penyakit hewan karantina dan peningkatan keamanan pangan; 5) Peningkatan dan pemberdayaan kelembagaan petani melalui gapoktan, asosiasi, koperasi atau usaha lain berbadan hukum; 6) Penyediaan sarana produksi dan dukungan infrastruktur guna mendukung pengembangan agribisnis; 7) Penguatan kelembagaan ekonomi petani melalui PMUK, LM3 dan Sekolah Lapangan Hortikultura; 8) Peningkatan fasilitasi investasi hortikultura melalui peningkatan koodinasi, kerjasama dan promosi; 9) Pemasyarakatan produk hortikultura dari tingkat pengelola produksi hingga ke pusat promosi; 10) Optimalisasi pemanfaatan KKP-E.
C. Sub Sektor Perkebunan Khusus Tebu (Gula) Upaya pencapaian swasembada gula melalui : 1) 2) 3) 4)
Pelaksanaan bongkar ratoon dan rawat ratoon dalam upaya peningkatan produktivitas; Perluasan kebun bibit; Perluasan areal pertanaman utamanya ke luar Jawa khususnya lahan kering; Penyediaan air melalui penyiapan embung-embung dan sumber-sumber air serta pompanisasi;
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
154
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
5) 6) 7) 8)
Penerapan pupuk berimbang dan pupuk organik; Peningkatan/pemanfaatan idle capacity pabrik gula untuk mengolah raw sugar; Pengaturan tata niaga gula; Dukungan pembiayaan melalui : Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), dan Optimalisasi Pemanfaatan KKP-E;
D. Sub Sektor Peternakan Upaya percepatan swasembada daging sapi dan kerbau melalui : 1) Peningkatan produksi daging sapi, unggas dan ketersediaan susu dalam negeri; 2) Peningkatan ketersediaan pakan dan bibit sapi; 3) Peningkatan mutu bibit ternak sapi potong dan sapi perah ditempuh dengan pengembangan mutu genetik dengan pendekatan bioteknologi, inseminasi buatan dan atau embrio transfer; 4) Peningkatan populasi dan optimalisasi produksi ternak ruminansia melalui penerapan Good Farming Practices (GFP); 5) Pengembangan pakan sapi potong melalui perbaikan padang penggembalaan dan pemanfaatan hasil samping pertanian serta hasil samping industri pertanian maupun pengembangan industri pakan ternak. 6) Pengendalian gangguan reproduksi dan penyakit hewan menular melalui pemantauan terhadap kesehatan ternak khususnya kesehatan reproduksinya, serta penanganan kesehatan hewan mulai dari pedet hingga ternak melahirkan. 7) Peningkatan mutu daging sapi potong dengan melengkapai sarana pendukung Rumah Potong Hewan (RPH) dengan melengkapi sarana pendukungnya dalam upaya penyediaan Aman Sehat Utuh Dan Halal (ASUH). 8) Pencegahan pemotongan sapi betina produktif. 9) Optimalisasi pemanfaatan Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa 10) (SMD)/Pemuda Membangun Desa (PMD), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).
2.2. Ketahanan Energi Kebijakan energi nasional ditujukan untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu program ketahanan energi diarahkan untuk mengurangi ketergantungan sumber energi bahan bakar minyak yang tak terbarukan. Untuk itu pemerintah mendorong penggunaan sumber energi dari bahan bakar nabati (biofuel) yang terbarukan yang antara lain komoditas ubi kayu, jagung dan tetes tebu untuk dijadikan bioethanol. Untuk menggerakkan pemanfaatan komoditas ubi kayu, jagung dan tetes tebu sebagai bahan bakar nabati maka diperlukan langkah-langkah dan upaya antara lain : (1) mendorong penyediaan tanaman biofuel termasuk benih dan bibitnya, (2) melakukan penyuluhan pengembangan biofuel, (3) memanfaatkan lahan terlantar, dan (4) melakukan sosialisasi pemanfaatan biofuel.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
155
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Komoditas ubi kayu dan tebu dapat secara bersama-sama dapat digunakan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan ketahanan energi. Pengembangan komoditas ubi kayu dan tebu dapat digunakan sebagai bahan baku energi nabati (biofuel). Produksi ubi kayu di beberapa daerah sudah dikembangan sebagai bahan baku pabrik yang menghasilkan ethanol. Pada saat sekarang terdapat sekitar 85 pabrik yang tersebar di 12 propinsi yaitu : Lampung, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Timur. Sasaran produksi ubi kayu Tahun 2012 sebanyak 25.000.000 ton dan Tahun 2013 sebanyak 26.300.000 ton. Untuk komoditas tebu diprioritaskan untuk sawasembada gula, baru kemudian untuk mendukung ketahanan energi. Diharapkan melalui optimalisasi pemanfaatan KKP-E khususnya ubi kayu dan tebu dapat mendukung ketahanan energi nasional.
BAB III BANK PELAKSANA KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI 3.1. Bank Pelaksana Bank Pelaksana KKP-E meliputi 22 Bank yaitu 9 (sembilan) Bank Umum : Bank BRI, Mandiri, BNI, Bukopin, CIMB Niaga, Agroniaga, BCA, BII, dan Artha Graha serta 13 (tiga belas) Bank Pembangunan Daerah (BPD) yaitu : BPD Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Papua , Riau dan Nusa Tenggara Barat.
3.2. Plafon KKP-E Plafon KKP-E secara nasional sebesar Rp. 8,806 Triliun yang meliputi untuk sub sektor tanaman pangan : Rp. 2,730 Triliun, hortikultura: Rp. 725,330 Miliar, perkebunan (tebu) Rp. 2,993 Triliun, peternakan : Rp. 2,046 Triliun dan pengadaan pangan: Rp. 310,830 Miliar. Alokasi plafon KKP-E per sub sektor per wilayah (propinsi) secara rinci terdapat pada lampiran 1. Alokasi tersebut sifatnya fleksible dan dinamis yaitu dapat bergerak antar propinsi, tergantung kebutuhan dan propinsi yang bersangkutan pada Bank Pelaksana yang sama.
3.3. Suku Bunga Besarnya tingkat bunga kredit bank, tingkat bunga kepada peserta KKP-E, dan subsidi bunga adalah sebagai berikut pada tabel 3 berikut.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
156
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel 3. Tingkat Bunga Bank, Tingkat Bunga Peserta KKP-E dan Subsidi Bunga
Ketentuan tingkat bunga tersebut mulai berlaku tanggal 1 Oktober 2011 s.d 31 Maret 2012.
3.4. Sumber Dana dan Resiko Kredit 1) Sumber dana KKP-E berasal dari Bank Pelaksana; 2) Resiko KKP-E ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana; 3) Peran pemerintah antara lain menyediakan subsidi suku bunga dan risk sharing untuk komoditas padi, jagung dan kedelai; 4) Keputusan akhir kredit ada pada bank mengingat resiko kredit sepenuhnya ditanggung Bank.
BAB IV KETENTUAN POKOK KKP-E 4.1. Usaha dan Komoditas yang dibiayai KKP-E KKP-E digunakan untuk : 1) Petani, dalam rangka pengembangan tanaman padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, koro dan/atau perbenihan (padi, jagung dan/atau kedelai); 2) Petani, dalam rangka pengembangan tanaman bawang merah, cabai, kentang, bawang putih, tomat, jahe, kunyit, kencur, pisang, salak, nenas, buah naga, melon, semangka, pepaya, strawberi, pemeliharaan manggis, mangga, durian, jeruk, apel dan/atau melinjo; 3) Petani, dalam rangka pengembangan tebu, pemeliharaan teh, kopi arabika, kopi robusta dan atau lada; 4) Peternak, dalam rangka pengembangan peternakan sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing/domba, ayam ras, ayam buras, itik, burung puyuh , kelinci dan atau babi; 5) Kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi, dalam rangka pengadaan gabah, jagung dan kedelai; 6) Kelompoktani, dalam rangka pengadaan/peremajaan alat dan mesin untuk mendukung usaha tanaman pangan, hortikultura, tebu dan peternakan meliputi meliputi traktor, power threser, tracer (alat tebang), corn sheller, pompa air, dryer, vacuum fryer, chopper, mesin tetas, pendingin susu, biodigester, mesin pembibitan (seedler),alat tanam biji-bijian (seeder), mesin panen (paddy mower, reaper, combine harvester), mesin penggilingan padi (rice miling unit), mesin pengupas kacang tanah (peanut shell), mesin penyawut singkong, juicer, mesin pengolah biji jarak, mesin pengolah pakan (mixer, penepung, pelet) dan atau kepras tebu.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
157
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
4.2. Petani, Kelompoktani dan Koperasi Penerima KKP-E Persyaratan Petani, Kelompoktani dan Koperasi Penerima KKP-E : A. Persyaratan Petani penerima KKP-E, sebagai berikut : 1) Petani/peternak/pekebun mempunyai identitas diri. 2) Petani/peternak/pekebun dapat secara individu dan atau menjadi anggota Kelompok Tani. 3) Menggarap sendiri lahannya (petani pemilik penggarap) atau menggarap lahan orang lain (petani penggarap). 4) Apabila menggarap lahan orang lain diperlukan surat kuasa/ keterangan dari pemilik lahan yang diketahui oleh Kepala Desa. 5) Luas lahan petani yang dibiayai maksimum 4 (empat) Ha dan tidak melebihi plafon kredit Rp. 100 juta per petani/peternak/pekebun. 6) Bagi petani/peternak/pekebun yang mengajukan plafon kredit lebih dari Rp. 50 juta harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan persyaratan lain sesuai ketentuan Bank Pelaksana. 7) Petani peserta paling kurang berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah. 8) Bersedia mengikuti petunjuk Dinas Teknis atau Penyuluh Pertanian dan mematuhi ketentuan-ketentuan sebagai peserta KKP-E.
B. Persyaratan Kelompok Tani penerima KKP-E sebagaiberikut : 1) Kegiatan usaha kelompok dapat dilakukan secara mandiri dan atau bekerjasama dengan mitra usaha. Apabila kelompoktani bekerjasama dengan Mitra Usaha agar membuat kesepatan secara tertulis dalam bentuk perjanjian kerjasama antara pihak-pihak yang bermitra; 2) Kelompok tani telah terdaftar pada Balai Penyuluhan Pertanian/ Dinas Teknis terkait setempat; 3) Mempunyai anggota yang melaksanakan budidaya komoditas yang dapat dibiayai KKP-E; 4) Mempunyai organisasi dengan pengurus yang aktif, paling kurang ketua, sekretaris dan bendahara; 5) Mempunyai aturan kelompok yang disepakati oleh seluruh anggota.
C. Persyaratan Koperasi penerima KKP-E, sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5)
Berbadan hukum; Memiliki pengurus yang aktif; Memenuhi persyaratan dari Bank Pelaksana; Memiliki anggota yang terdiri dari petani/peternak/pekebun; Memiliki bidang usaha di sektor pertanian.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
158
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Kewajiban Petani, Kelompoktani dan Koperasi Penerima KKP-E: A. Kewajiban Petani penerima KKP-E : 1) Petani /peternak/ pekebun yang mengajukan kredit secara individu perlu menyusun rencana kebutuhan usahanya yang disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh dinas teknis setempat/penyuluh pertanian; 2) Petani/ peternak/ pekebun yang menjadi anggota kelompok tani, menghadiri musyawarah Kelompok Tani dalam penyusunan RDKK untuk mengajukan kebutuhan kredit dalam musyawarah Kelompok Tani; 3) Menandatangani RDKK sekaligus sebagai pemohon kebutuhan KKP-E; 4) Menandatangani daftar penerimaan kredit dari pengurus Kelompok Tani; 5) Memanfaatkan KKP-E sesuai peruntukan dengan menerapkan anjuran teknologi budidaya dari dinas teknis; 6) Membayar kewajiban pengembalian KKP-E sesuai jadwal.
B. Kewajiban Kelompok Tani penerima KKP-E sebagai berikut: 1) Menyediakan formulir RDKK; 2) Menyeleksi petani anggotanya calon penerima KKP-E; 3) Menyusun RDKK bersama anggotanya dan disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis setempat/ Penyuluh Pertanian; 4) Permohonan KKP-E yang dilakukan secara mandiri, RDKK yang sudah disahkan langsung diajukan kredit kepada Bank Pelaksana berdasarkan kuasa dari anggota kelompok; 5) Bagi kelompoktani yang mengajukan langsung kredit langsung ke Bank, kelompoktani menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana; 6) Menerima dan menyalurkan kredit kepada anggota kelompok; 7) Melaksanakan administrasi kredit sesuai ketentuan yang berlaku; 8) Mengawasi penggunaan kredit oleh anggota kelompok; 9) Melakukan penagihan kepada anggota kelompok dan menyetorkan pengembalian sesuai jadwal yang ditetapkan, serta bertanggung jawab penuh atas pelunasan kredit petani kepada Bank Pelaksana.
C. Kewajiban Koperasi penerima KKP-E sebagai berikut : 1) Menyeleksi kelompok tani anggota koperasi sebagai calon peserta KKP-E; 2) Memeriksa kebenaran RDKK yang diajukan oleh Kelompok Tani; 3) Menyusun dan menandatangani rekapitulasi RDKK berdasarkan RDKK yang diajukan Kelompok Tani; 4) Pengurus Koperasi mengajukan permohonan KKP-E langsung kepada Bank Pelaksana dan dilampiri rekapitulasi RDKK yang telah disahkan pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis setempat/Penyuluh Pertanian; 5) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana; 6) Menerima dan menyalurkan KKP-E dari Bank Pelaksana kepada anggotanya melalui Kelompok Tani; 7) Melaksanakan administrasi kredit sesuai pedoman dan peraturan yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana; 8) Mengawasi penggunaan kredit petani /kelompoktani anggotanya; PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
159
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
9) Melakukan penagihan kepada kelompok tani dan menyetorkan pengembalian sesuai jadwal yang ditetapkan, serta bertanggung jawab penuh atas pelunasan kredit petani kepada Bank Pelaksana; 10) Memberikan bukti pelunasan kredit dari Bank kepada Kelompok Tani; 11) Dalam hal koperasi sebagai penerima kredit pengadaan pangan, koperasi mengajukan dan menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana dan mengembalikan kredit sesuai jadwal.
4.3. Mitra Usaha Dalam Pelaksanaan KKP-E A. Persyaratan Mitra Usaha : 1) Berbadan hukum dan memiliki usaha terkait dengan bidang tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, dan atau di bidang pengolahan energi lain; 2) Bermitra dengan petani/kelompoktani/Gapoktan dan atau koperasi. Jika mitra usahanya koperasi harus bermitra dengan petani/ kelompoktani/ Gapoktan; 3) Bertindak sebagai penjamin pasar dan atau penjamin kredit (avalis) sesuai kesepakatan antara petani/kelompok tani/ Gapoktan dan atau koperasi, kesepakatan antara petani/ kelompoktani/ Gapoktan dengan mitra usaha dibuat secara tertulis dalam bentuk perjanjian kerjasama sesuai kesepakatan pihak-pihak bermitra. B. Kewajiban Mitra Usaha : 1) Membantu Kelompok Tani menyusun rencana usaha yang dituangkan dalam RDKK. 2) Menandatangani RDKK yang disusun oleh kelompok tani. 3) Mendorong Kelompok Tani untuk melaksanakan kegiatan produksi dengan menerapkan teknologi anjuran. 4) Membina kelompok tani/Gapoktan dan atau koperasi di wilayah kerjanya guna mengoptimalkan pemanfaatan kredit secara tepat. 5) Mengawasi atas penggunaan dan pengembalian KKP-E. 6) Menampung dan atau mengolah hasil produksi dari kelompok tani/Gapoktan/koperasi. 7) Menjamin pemasaran hasil produksi dan atau menjamin pengembalian kredit kelompoktani/Gapoktan dan atau koperasi apabila mitra usaha sebagai avalis. 8) Melakukan koordinasi dengan Dinas Teknis terkait setempat. 9) Membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama antara kelompok tani/gapoktan dan atau koperasi.
4.4. Kebutuhan Indikatif 1) Besarnya KKP-E maksimal untuk komoditas tanaman pangan per ha, yaitu padi sawah irigasi Rp. 8,637 juta, padi gogo rancah/ladang Rp. 11,110 juta, padi hibrida Rp. 9,200 juta, jagung Rp. 7,265 juta, kedelai Rp. 6,010 juta, ubi kayu Rp. 5,992 juta dan ubi jalar Rp. 8,840 juta, kacang tanah Rp. 7,637 juta, kacang hijau Rp. 5,040 juta, koro Rp. 5,830 juta per Ha, perbenihan padi Rp. 9,875 juta, padi hibrida Rp. 26,880 juta, jagung Rp. 8,675 juta dan kedelai Rp. 6,945 juta.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
160
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
2) Besarnya KKP-E maksimal untuk komoditas hortikultura per ha, yaitu cabai Rp. 62,082 juta,bawang merah Rp. 54,224 juta, kentang Rp. 61,856 juta, bawang putih Rp. 44,690 juta, tomat Rp. 50.330 juta, Jahe Rp. 38,950 juta, kencur Rp. 36,950 juta, kunyit Rp. 31,950 juta, pisang Rp. 18,0 juta, nenas Rp. 38,0 juta, buah naga Rp. 97,529 juta, melon Rp. 52,739 juta, semangka Rp. 30,324 juta, papaya Rp. 19,0 juta, salak Rp. 49,125 juta, strawberi Rp. 98,464 juta, pemeliharaan durian Rp. 35,168 juta, mangga Rp. 22,595 juta, manggis Rp. 27,775 juta, jeruk Rp. 74,900 juta, apel Rp. 62,062 juta dan melinjo Rp. 40,575 per ha. 3) Besarnya KKP-E maksimal untuk pengembangan budidaya tebu per ha Rp. 18 juta, pemeliharaan teh Rp. 7,663 juta, kopi robusta Rp. 9,186 juta, kopi arabika Rp. 12,885 juta dan lada Rp. 32,250 juta. 4) Besarnya KKP-E maksimal untuk peternak, yaitu ayam buras Rp. 100 juta, ayam ras petelur Rp. 100 juta, ayam ras pedaging Rp. 100 juta, Itik Rp. 100 juta, burung puyuh Rp. 100 juta, kelinci Rp. 100 juta, sapi potong dan sapi perah Rp. 100 juta, penggemukan sapi perah jantan/sapi potong Rp. 100 juta, kambing/domba Rp. 100 juta, kerbau Rp. 100 juta, dan babi Rp. 100 juta per satuan unit usaha. 5) Besarnya KKP-E untuk kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung dan kedelai) setinggi-tingginya Rp. 500 juta. 6) Besarnya KKP-E untuk kelompoktani dalam rangka pengadaan/peremajaan alat dan mesin untuk mendukung usaha tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan setinggi-tingginya Rp. 500 juta.
BAB V MEKANISME PENCAIRAN DAN PENGEMBALIAN KKP-E Prosedur pencairan dan pengembalian KKP-E sebagai berikut : Prosedur awal pengajuan permohonan KKP-E sama untuk semua kegiatan usaha, baik dilaksanakan oleh petani/ peternak/ pekebun secara individu, kelompoktani/ secara mandiri dan yang bekerjasama dengan mitra usaha yaitu petani / peternak/ pekebun, kelompoktani/ koperasi yang membutuhkan pembiayaan KKP-E melakukan melakukan penyusunan Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) sebagai dasar perencanaan kebutuhan KKP-E, dengan memperhatikan kebutuhan indikatif yang telah ditetapkan.
5.1. Kegiatan Usaha dilaksanakan secara mandiri 1) Permohonan KKP-E yang kegiatan usahanya mandiri yang dilaksanakan petani/ peternak/ pekebun secara individu atau kelompok tani dapat langsung diajukan kepada Bank Pelaksana dengan dilampiri RKU yang telah ditandatangani petani/peternak/pekebun/kelompok tani dan disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis setempat/Penyuluh Pertanian. 2) Permohonan kredit diteliti oleh Bank Pelaksana dan apabila memenuhi syarat, maka petani/ peternak/pekebun/ Kelompoktani melakukan akad kredit dengan Bank Pelaksana. 3) Bank Pelaksana merealisasikan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan kepada petani/ peternak/pekebun atau Kelompoktani/ Koperasi untuk diteruskan kepada anggotanya.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
161
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
4) Kelompok Tani/koperasi meneruskan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan kepada petani/anggota Kelompoktani. 5) Petani/ Kelompoktani harus mengembalikan kewajiban KKP-E kepada Bank Pelaksana sesuai dengan jadwal, tanpa harus menunggu saat jatuh tempo.
5.2. Kegiatan Usaha melalui Koperasi 1) Permohonan KKP-E yang diajukan melalui Koperasi disampaikan kepada Bank Pelaksana dilampiri dengan Rekapitulasi RDKK dan RDKK yang telah ditandatangani Kelompoktani dan telah disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis setempat/Penyuluh Pertanian; 2) Pengurus koperasi menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana; 3) Bank Pelaksana merealisasikan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan kepada koperasi untuk diteruskan kepada kelompok tani anggotanya; 4) Kelompok Tani meneruskan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan kepada Petani/anggota Kelompok Tani; 5) Petani/ Kelompok Tani harus mengembalikan kewajiban KKP-E melalui koperasi kepada Bank Pelaksana sesuai dengan jadwal, tanpa harus menunggu saat jatuh tempo.
Gambar 1. Prosedur Penyaluran KKP-E melalui petani/ peternak/pekebun secara individu atau Kelompok Tani/Koperasi.
1.
2. 3. 4.
5. 6.
7.
Petani/peternak/pekebun yang lansung mengajukan kredit secara individu menyusun Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) dan atau bagi kelompok Tani menyusun menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) dibantu oleh Petugas Dinas Teknis setempat/ Penyuluh Pertanian; Pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis/ Penyuluh Pertanian terkait mensahkan rencana kebutuhan usaha dan atau RDKK; Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) petani/peternak/pekebunan dan atau RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana; Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen usulan kredit, dan apabila dinilai layak kemudian bank menandatangani akad kredit dengan petani/peternak/pekebun yang langsung mengajukan mengajukan kredit dan atau dengan kelompoktani, selanjutnya menyalurkan KKP-E kepada Kelompoktani; Kelompok Tani meneruskan KKP-E kepada petani anggota kelompok. Petani/ peternak/ pekebun yang secara individu langsung mengembalikan kredit kepada Bank pelaksana sesuai jadwal, dan bila melalui kelompoktani anggota mengembalikan kepada kelompoktani; Kelompok tani mengembalikan KKP-E langsung kepada Bank Pelaksana sesuai jadwal yang disepakati dalam akad kredit.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
162
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
5.3. Kegiatan Usaha bekerjasama dengan Mitra Usaha 1) Kegiatan usaha yang dilaksanakan bekerjasama dengan mitra usaha baik petani, kelompok tani dan atau koperasi, maka Rencana Definitive Usaha Petani (RDUP) / RDKK yang telah disusun oleh kelompoktani dan telah disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis setempat/Penyuluh Pertanian dan Mitra Usaha diajukan kepada Bank Pelaksana. 2) Kelompok tani dan atau koperasi menandatangani akad kredit. 3) Bank Pelaksana merealisasikan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan kepada petani/kelompok tani dan atau koperasi untuk diteruskan kepada petani anggota kelompok tani atau anggota koperasi. 4) Dalam hal mitra usaha sebagai avalis kredit, pengelolaan kredit diatur sesuai kesepakatan pihak-pihak yang bermitra yang dituangkan pada perjanjian kerjasama.
Gambar 2. Prosedur Penyaluran KKP-E Bekerjasama dengan Mitra Usaha
Keterangan : 1. 2. 3. 4.
5.
6. 7.
Petani menyusun Rencana Kebutuhan Usaha dan Kelompok Tani menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok RDKK (dibantu oleh Petugas Dinas Teknis setempat/Penyuluh Pertanian. Pejabat yang diberi kuasa Dinas Teknis setempat /Penyuluh Pertanian terkait mensahkan RKU usaha petani RDKK yang diketahui oleh Mitra usaha. RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana. Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen RKU/RDKK, dan apabila dinilai layak kemudian bank menandatangani akad kredit dengan Kelompok tani, selanjutnya menyalurkan KKP-E kepada Kelompok Tani. Dalam hal petani/ kelompok tani/koperasi bekerjasama dengan Mitra Usaha (Perusahaan BUMN, BUMD, Koperasi, Swasta lain yang memiliki usaha bidang pertanian), maka mitra usaha dapat bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit (avalis) sesuai perjanjian pihak yang bermitra. Jika mitra usaha berbentuk koperasi maka koperasi bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit (avalis) terhadap anggotanya. Mitra usaha menjamin pemasaran hasil produksi petani/kelompok tani/ koperasi dan membantu kelancaran pengembalian kreditnya yang berkoordinasi dengan Bank Pelaksana. Petani/ kelompok tani/ koperasi mengembalikan KKP-E langsung kepada Bank pelaksana sesuai jadwal yang disepakati dalam akad kredit.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
163
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB VI PEMBINAAN, MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN Dalam rangka mengantisipasi agar penyaluran, pemanfaatan dan pengembalian KKP-E berjalan lancar, aman dan terkendali serta dapat memberikan manfaat bagi penerimanya maka diperlukan adanya upaya-upaya pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan secara rutin.
6.1. Pembinaan 1) Pembinaan dalam pelaksanaan KKP-E di tingkat pusat dilakukan oleh Direktorat Pembiayaan Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian bersama Instansi terkait lainnya dan Bank Pelaksana KKP-E. Pembinaan di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota dilakukan Dinas Teknis berkoordinasi dengan instansi tekait lainnya dan Cabang Bank Pelaksana setempat. 2) Pembinaan diarahkan dalam hal : - Menginventarisir petani/peternak/pekebun dan kelompoktani yang layak usahanya untuk dibiayai KKP-E; - Membimbing petani/ peternak/ pekebun, dan kelompoktani dalam penyusunan rencana kebutuhan usaha dan atau RDKK; - Melakukan sosialisasi sumber pembiyaan pertanian kepada petani/ peternak/ pekebun dan penyuluh pertanian di tingkat lapangan; - Melakukan intermediasi akses pembiyaan ke lembaga perbankan; - Memfasilitasi mencarikan penjamin pasar hasil produksi atau penjamin kredit; - Membimbing, mendampingi dan mengawal petani/peternak/ pekebun dan kelompoktani dalam pemanfaatan KKP-E secara optimal, sehingga mau dan mampu menerapkan teknologi anjuran guna meningkatkan mutu intensifikasinya; - Memberikan pemahaman kepada petani/peternak/pekebun dan kelompoktani bahwa kredit yang diterima wajib dikembalikan sesuai jadwal.
6.2. Monitoring dan Evaluasi 1) Monitoring secara terencana dan teratur mulai dari aspek rencana penyaluran, perkembangan penyaluran, kelompok sasaran dan pengembalian KKP-E dilakukan secara periodik berjenjang dari tingkat kabupaten/ kota, propinsi dan Pusat; 2) Monitoring di tingkat pusat dilakukan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi KKP-E (Tim Monev KKP-E), dan di tingkat Propinsi serta Kabupaten/Kota dilakukan Tim Teknis Propinsi/Kabupaten/Kota, yang dibentuk beraggotakan instansi terkait dan berkoordinasi dengan Cabang Bank Pelaksana setempat; 3) Monitoring dan evaluasi diarahkan pada pelaksanaan KKP-E secara menyeluruh mulai dari (a) pemahaman terhadap penyampaian pedoman /petunjuk teknis, (b) mekanisme pengajuan, penyaluran dan pengembalian KKP-E, (c) pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait, (d) melakukan identifikasi dan upaya pemecahan permasalahan dilapangan, (d) mengevaluasi dan merumuskan saran penyempurnaan skim KKP-E dan (e) menyampaikan laporan secara berkala sesuai tugas dan tanggung jawabmya.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
164
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
6.3. Pelaporan 1) Bank Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan laporan bulanan kepada Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya secara rutin. 2) Cabang Bank Pelaksana KKP-E wajib menyampaikan laporan bulanan perkembangan penyaluran dan pengembalian KKP-E yang dikelolanya kepada Dinas Teknis (Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan, Peternakan) setempat selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. 3) Dinas Teknis (Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan, Peternakan) menyampaikan laporan penyaluran dan pengembalian KKP-E kepada Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian.
6.4. Indikator keberhasilan 1) Plafon KKP-E yang telah disediakan Bank Pelaksana dapat dimanfaatkan dan disalurkan kepada petani/peternak/pekebun, Kelompoktani atau koperasi. 2) Petani/peternak/pekebun mendapatkan subsidi suku bunga dari pemerintah. 3) Peningkatan penerapan teknologi anjuran 4) Peningkatan produktivitas hasil diatas rata-rata.
BAB VII PENUTUP Pedoman Teknis Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi merupakan tindak lanjut diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/ 2007 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 57/Permentan/ KU.430/7/2007 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21/Permentan/ KU.430/ 4/2009 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/ KU.430/02/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi. Pedoman Teknis Skim KKP-E terus mengalami penyempurnaan dari tahun ke tahun sesuai perkembangan dan kebutuhan di lapangan. Pedoman Teknis ini sebagai acuan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan KKP-E baik di pusat dan daerah, sehingga penyaluran dan pengembalian KKP-E dapat berjalan lancar, baik dan tepat sasaran.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
165
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Lampiran 8
: Juknis KKP-E di Kementerian Kelautan dan Perikanan
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2012 TENTANG PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pendanaan program peningkatan ketahanan pangan dan energi di bidang kelautan dan perikanan serta dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, perlu dilakukan penyesuaian terhadap kegiatan usaha, subjek penerima, dan tingkat plafon yang dapat didanai melalui kredit ketahanan pangan dan energi di bidang kelautan dan perikanan; b. bahwa dalam rangka optimalisasi pendanaan untuk program peningkatan ketahanan pangan dan energi di bidang kelautan dan perikanan, perlu meninjau kembali Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06/MEN/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan di Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2010; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi di Bidang Kelautan dan Perikanan; Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
166
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660); 5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011; 7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011; 9. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 198/PMK.05/2010; 10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;
MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
167
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: Program ketahanan pangan adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan yang menghasilkan pangan ikan. 2. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi di Bidang Kelautan dan Perikanan, yang selanjutnya disingkat KKP-E, adalah kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan program ketahanan pangan dan energi di bidang kelautan dan perikanan. 3. Rencana definitif kebutuhan kelompok, yang selanjutnya disingkat RDKK, adalah rencana kebutuhan kredit kelompok dalam rangka program ketahanan pangan, untuk 1 (satu) periode tertentu, yang disusun melalui musyawarah anggota kelompok atas dasar program kelompok dan satuan biaya, dan dilengkapi dengan rencana pembayaran kembali kredit yang akan diperoleh. 4. Rencana definitif kebutuhan perseorangan, yang selanjutnya disingkat RDKP, adalah rencana kebutuhan kredit perseorangan dalam rangka program ketahanan pangan, untuk 1 (satu) periode tertentu, program perseorangan dan satuan biaya, dan dilengkapi dengan rencana pembayaran kembali kredit yang akan diperoleh. 5. Kebutuhan indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap komoditas yang didanai KKPE per satuan luas dan/atau per unit usaha yang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. 6. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya. 7. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. 8. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. 9. Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan. 10. Kelompok usaha bersama, yang selanjutnya disingkat KUB, adalah kelompok usaha di bidang penangkapan ikan yang beranggotakan minimal 10 (sepuluh) orang nelayan yang berada di sentra-sentra nelayan dan/atau pelabuhan perikanan. 11. Kelompok pembudidaya ikan, yang selanjutnya disingkat Pokdakan, adalah kelompok usaha di bidang pembudidayaan ikan sejenis yang beranggotakan minimal 10 (sepuluh) pembudidaya ikan. 12. Koperasi adalah koperasi primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang anggotanya terdiri dari Calon peserta/peserta KKP-E, yang bergerak di bidang kelautan dan perikanan.
1.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
168
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
13. Mitra usaha adalah badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik swasta dan/atau badan usaha milik daerah (BUMD), atau koperasi yang berbadan hukum dan memiliki usaha di bidang kelautan dan perikanan. 14. Tenaga pendamping adalah penyuluh perikanan dan/atau petugas konsultan keuangan mitra bank yang telah dilatih oleh Bank Indonesia dan diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, serta hak secara penuh untuk membantu pelaksanaan program KKP-E 15. Bank pelaksana adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998. 16. Dinas adalah dinas provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi perikanan. 17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap atau Direktur Jenderal Perikanan Budidaya sesuai dengan kewenangannya. 18. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.
BAB II USAHA YANG DIBIAYAI Pasal 2 KKP-E di bidang kelautan dan perikanan digunakan untuk kegiatan usaha: a.
Pengadaan pangan di bidang perikanan meliputi pembelian ikan hasil tangkapan dan ikan hasil budidaya untuk menjamin stabilitas harga.
b.
Penangkapan ikan, meliputi kegiatan usaha penangkapan dengan menggunakan alat penangkapan ikan (API): 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
c.
jaring lingkar (surrounding nets); pukat tarik (seine nets); pukat hela (trawls); penggaruk (dredges); jaring angkat (lift nets); jaring insang (gillnets and entangling nets); perangkap (traps); pancing (hooks and lines);
Pembudidayaan ikan, meliputi: 1)
kegiatan usaha pembenihan: a) air tawar, yaitu ikan lele, mas, nila, patin, dan gurame; b) air payau, yaitu udang, dan bandeng; c) air laut, yaitu rumput laut, kerapu, dan kakap.
2)
d.
kegiatan usaha pembesaran: a) air tawar, yaitu ikan lele, nila, mas, patin, gurame, dan ikan hias; b) air payau, yaitu udang, kerapu, kakap, dan bandeng; c) air laut, yaitu rumput laut (eucheuma atau gracilllaria), kerapu, dan kakap. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha penangkapan ikan, meliputi kapal, mesin, peralatan seperti navigasi dan komunikasi, keselamatan, power blok, alat penangkapan ikan (API), dan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
169
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
alat bantu penangkapan ikan (ABPI) berupa rumpon, lampu dan/atau suku cadang yang disesuaikan dengan kegiatan usahanya. e.
Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha pembudidayaan ikan, meliputi: 1)
pembenihan: a) ikan air tawar, meliputi traktor kecil/penggaruk, bak plastik, alat grading, timbangan, aerator/hyblower, hypophisa, freezer, happa, kakaban, corong penetasan, akuarium, water quality teskit, tabung oksigen, kendaraan pengangkut, dan/atau peralatan pendukung usahanya; b) ikan air payau dan laut, meliputi traktor kecil/penggaruk, bak plastik, alat grading, penetasan artemia, genset, pompa air laut, pompa air tawar, pompa celup, blower, aerator listrik, tabung oksigen, kendaraan pengangkut, dan/atau peralatan pendukung usahanya;
2)
pembesaran: a) ikan air tawar, meliputi pengadaan dan/atau perbaikan karamba jarring apung (KJA), karamba, kolam, kolam plastik, generator (genset), perahu ketinting, perbaikan rumah jaga, mesin pembuat pellet, dan/atau peralatan pendukung usahanya; b) ikan air payau, meliputi perbaikan tambak, kolam, kincir air, generator (genset), pompa, mesin pembuat pellet, dan/atau peralatan pendukung usahanya; c) ikan air laut, meliputi pengadaan dan/atau perbaikan KJA (HDPE), generator (genset), perahu, mesin pembuat pellet, rumah jaga, dan/atau peralatan pendukung usahanya. d) ikan hias, yaitu pengadaan dan/atau perbaikan bak, akuarium, aerator/hyblower, heater, generator (genset), dan/atau peralatan pendukung usahanya. e) rumput laut, yaitu perbaikan bagan apung/long line, perahu, gerobak, parapara, mesin pengepres, dan/atau peralatan pendukung usahanya.
BAB III CALON PESERTA Pasal 3 (1) Calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan terdiri dari: a. perorangan, yaitu nelayan atau pembudidaya ikan; b. kelompok, yaitu KUB, Pokdakan, atau koperasi. (2) Persyaratan nelayan perseorangan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan: a. memiliki identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP)/kartu nelayan yang diterbitkan oleh dinas kabupaten/kota; b. memiliki atau mengelola usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal berukuran sampai dengan 60 (enam puluh) gross tonage (GT) dengan alat penangkapan ikan yang sesuai dengan ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E; PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
170
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi yang mengajukan plafon kredit lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana. (3) Persyaratan nelayan anggota KUB calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan: a. memiliki identitas diri berupa KTP/kartu nelayan yang diterbitkan oleh dinas kabupaten/kota; b. menjadi anggota KUB; c. memiliki atau mengelola usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal berukuran sampai dengan 60 (enam puluh) gross tonage (GT) dengan alat penangkapan ikan yang sesuai dengan ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E; dan d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana. (4) Persyaratan KUB calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan: a. KUB telah terdaftar pada dinas kabupaten/kota; b. memiliki anggota yang melaksanakan usaha penangkapan ikan dengan alat penangkapan ikan sesuai dengan ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E; c. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD-ART); d. memiliki pengurus aktif minimal terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan mendapat pengukuhan dari dinas kabupaten/kota; dan e. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
Pasal 4 (1) Persyaratan pembudidaya ikan perseorangan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan: a. memiliki identitas diri berupa KTP; b. memiliki hak atas lahan, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau perjanjian sewa lahan atau surat kuasa dari pemilik yang dipergunakan untuk usaha pembudidayaan ikan atau surat keterangan hak guna lahan/surat keterangan lainnya dari Lurah/Kepala Desa setempat; c. memiliki NPWP bagi yang mengajukan plafon kredit lebih dari Rp. 50.000.000,00; dan d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana. (2) Persyaratan pembudidaya ikan anggota pokdakan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan: a. memiliki identitas diri berupa KTP; b. merupakan anggota pokdakan; c. memiliki hak atas lahan, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau perjanjian sewa lahan atau surat kuasa dari pemilik yang dipergunakan untuk usaha pembudidayaan ikan atau surat keterangan hak guna lahan/surat keterangan lainnya dari Lurah/Kepala Desa setempat; dan d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana. (3) Persyaratan pokdakan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan:
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
171
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
a. Pokdakan telah terdaftar pada dinas kabupaten/kota; b. memiliki anggota yang melaksanakan usaha pembudidayaan ikan sesuai dengan ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E; c. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD-ART); d. memiliki pengurus aktif, minimal terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara dan mendapat pengukuhan dari dinas kabupaten/kota; dan e. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
Pasal 5 Persyaratan koperasi calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan: a. telah terdaftar pada dinas kabupaten/kota; b. memiliki anggota yang melaksanakan usaha di bidang kelautan dan perikanan yang dibiayai KKP-E; c. memiliki pengurus aktif, minimal ketua, sekretaris, dan bendahara dan mendapat pengukuhan dari dinas kabupaten/kota; d. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD-ART); dan e. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
BAB IV TUGAS DAN KEWAJIBAN CALON PESERTA KKP-E Pasal 6 (1) Tugas dan kewajiban nelayan perseorangan dan pembudidaya ikan perseorangan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan, meliputi: a. b. c. d. e.
menyusun dan menandatangani RDKP; mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana; menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana; mengembalikan KKP-E sesuai jadwal; dan mengikuti segala ketentuan sebagai peserta KKP-E.
(2) Tugas dan Kewajiban KUB/Pokdakan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan: a. b. c. d. e.
melakukan seleksi anggota yang layak untuk dibiayai; menyusun RDKK berdasarkan musyawarah; menandatangani RDKK; mengajukan permohonan kredit melalui musyawarah KUB/Pokdakan; menandatangani akad kredit dengan bank pelaksana atas nama anggota berdasarkan surat kuasa; f. memantau, mengawasi dan mengendalikan pemanfaatan dan penggunaan kredit anggota; g. membantu pelaksanaan penagihan dan pengembalian KKP-E; h. melakukan pembinaan dan bimbingan kepada anggota; i. mengembalikan KKP-E sesuai jadwal; dan j. mengikuti segala ketentuan sebagai peserta KKP-E.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
172
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
(3) Tugas dan Kewajiban koperasi calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan: a. b. c. d. e. f.
melakukan seleksi anggota yang layak untuk dibiayai; menyusun dan menandatangani RDKK; mengajukan permohonan kredit kepada bank pelaksana; menandatangani akad kredit dengan bank pelaksana; menerima dan menyalurkan kredit kepada anggota; memantau, mengawasi dan mengendalikan pemanfaatan dan penggunaan kredit anggota; g. melakukan penagihan dan pengembalian KKP-E; h. memberikan bukti pelunasan kredit kepada anggota; i. melakukan pembinaan dan bimbingan kepada anggota; j. melaksanakan administrasi kredit sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan bank pelaksana; k. bertanggung jawab secara penuh atas pelunasan kredit dari anggota kepada bank pelaksana; dan l. mengikuti segala ketentuan sebagai peserta KKP-E. (4) Format RDKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan format RDKK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 7 Calon peserta KKP-E yang disetujui oleh Bank Pelaksana untuk menerima KKP-E di bidang kelautan dan perikanan ditetapkan sebagai peserta KKP-E.
BAB V PERSYARATAN DAN KEWAJIBAN MITRA USAHA Pasal 8 Dalam melakukan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, peserta KKP-E dapat melakukan kemitraan usaha. Pasal 9 (1) Persyaratan mitra usaha adalah: a. badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta dan/atau badan usaha milik daerah, dan/atau koperasi yang berbadan hukum dan memiliki usaha di bidang perikanan; dan b. bertindak sebagai pembeli dan/atau penjamin pasar sesuai kesepakatan. (2) Kewajiban mitra usaha adalah: a. membina secara teknis dan manajemen usaha kepada peserta KKP-E yang menjadi mitranya; b. membeli hasil produksi perikanan dengan harga sesuai kesepakatan bersama antara mitra usaha dengan nelayan, pembudidaya ikan, KUB/Pokdakan/koperasi; dan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
173
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
c. membuat dan menandatangani perjanjian kerja sama antara nelayan, pembudidaya ikan, KUB/Pokdakan/koperasi dengan mitra usaha dan diketahui oleh dinas kabupaten/kota.
BAB VI PENDAMPINGAN Pasal 10 (1) Dalam pemanfaatan KKP-E dapat dilakukan pendampingan oleh tenaga pendamping. (2) Tenaga pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas yaitu: a. membimbing secara teknis nelayan dan pembudidaya ikan baik individu dan/atau KUB/Pokdakan/Koperasi dalam menyusun RDKP atau RDKK, pemanfaatan serta kewajiban pengembalian KKP-E di bidang kelautan dan perikanan; dan b. menyampaikan laporan bulanan perkembangan pemanfaatan KKP-E kepada dinas kabupaten/kota selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. (3) Tenaga pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh dinas kabupaten/kota.
BAB VII KEWAJIBAN DINAS KABUPATEN/KOTA Pasal 11 Dinas kabupaten/kota dalam pelaksanaan KKP-E di bidang kelautan dan perikanan mempunyai kewajiban: a. memberikan rekomendasi terhadap RDKP atau RDKK yang akan diajukan oleh nelayan, pembudidaya ikan, KUB/Pokdakan/Koperasi untuk disampaikan kepada Bank Pelaksana; b. memonitor kesesuaian penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian KKP-E; c. menyampaikan laporan bulanan mengenai pelaksanaan KKP-E kepada dinas provinsi dan tembusan kepada Menteri selambat-lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya; d. menetapkan tenaga pendamping; dan e. melaksanakan pendampingan apabila di kabupaten/kota setempat tidak tersedia tenaga pendamping.
BAB VIII PLAFON, JANGKA WAKTU KKP-E DAN KEBUTUHAN INDIKATIF KKP-E Pasal 12 (1) Besarnya plafon KKP-E di bidang kelautan dan perikanan untuk perseorangan baik nelayan atau pembudidaya ikan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
174
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
(2) Besarnya plafon KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c. (3) Besarnya plafon KKP-E di bidang kelautan dan perikanan untuk KUB/Pokdakan/Koperasi paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (4) Besarnya plafon KKP-E di bidang kelautan dan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf d dan huruf e. (5) Jangka waktu pengembalian KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus tanam atau siklus usaha dengan ketentuan paling lama 5 (lima) tahun. (6) Besaran kebutuhan indikatif KKP-E di bidang kelautan dan perikanan untuk usaha pengadaan pangan perikanan (hasil tangkapan), penangkapan ikan, dan pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha penangkapan ikan sebagaimana tersebut dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (7) Besaran kebutuhan indikatif KKP-E di bidang kelautan dan perikanan pengadaan pangan perikanan (hasil budidaya), pembudidayaan ikan, dan pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha pembudidayaan ikan sebagaimana tersebut dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IX PENGAJUAN, PENYALURAN DAN PENGEMBALIAN KKP-E Bagian Kesatu Pengajuan Pasal 13 (1) Calon peserta KKP-E perseorangan atau KUB/Pokdakan/koperasi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 mengajukan permohonan persetujuan RDKP atau RDKK kepada dinas kabupaten/kota. (2) Dinas kabupaten/kota berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan verifikasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak RDKP atau RDKK diterima, yang hasilnya berupa rekomendasi persetujuan atau penolakan terhadap RDKP atau RDKK kepada pemohon. (3) Calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan yang telah memperoleh rekomendasi persetujuan RDKP atau RDKK dari dinas kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya mengajukan permohonan KKP-E kepada Bank pelaksana dengan melampirkan persyaratan: a. persyaratan calon peserta KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5; dan b. RDKP atau RDKK yang telah mendapat rekomendasi persetujuan dari dinas kabupaten/kota.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
175
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank pelaksana dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja melakukan pemeriksaan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan sebagai peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan. (5) Peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan yang telah disetujui oleh Bank Pelaksana, selanjutnya melakukan penandatanganan akad kredit.
Bagian Kedua Penyaluran Pasal 14 (1) Bank Pelaksana menyalurkan KKP-E di bidang kelautan dan perikanan setelah penandatanganan akad kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) kepada: a. perseorangan nelayan atau pembudidaya ikan; atau b. Anggota KUB/POKDAKAN/koperasi melalui KUB/POKDAKAN/koperasi. (2) Penyaluran kredit KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan langsung oleh Bank Pelaksana kepada perseorangan nelayan atau pembudidaya ikan. (3) Penyaluran kredit KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan oleh Bank Pelaksana kepada KUB/Pokdakan/koperasi untuk kemudian disalurkan kepada anggotanya dengan jumlah dana yang utuh dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya kredit dari Bank pelaksana.
Bagian Ketiga Pengembalian Pasal 15 (1) Pengembalian pinjaman dari perseorangan nelayan atau pembudidaya ikan dilakukan secara langsung kepada Bank Pelaksana. (2) Pengembalian pinjaman anggota KUB/POKDAKAN/koperasi dilakukan melalui pengurus KUB/POKDAKAN/koperasi untuk selanjutnya disetorkan kepada Bank Pelaksana.
BAB X PEMBINAAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI Pasal 16 (1) Pembinaan pelaksanaan KKP-E di bidang kelautan dan perikanan di tingkat pusat dilakukan oleh Menteri dan di tingkat daerah oleh gubernur/bupati/walikota melalui dinas. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian KKP-E di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan kewenangannya.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
176
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Pasal 17 (1) Pemantauan dan evaluasi terhadap penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian KKP-E dilakukan secara berjenjang dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan pusat secara periodik. (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim pemantauan dan evaluasi yang dibentuk oleh Menteri dengan melibatkan Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan bank pelaksana.
BAB XI PELAPORAN Pasal 18 Bank pelaksana menyampaikan laporan bulanan perkembangan penyaluran dan pengembalian KKP-E yang dikelolanya kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Menteri, paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan berikutnya. Pasal 19 (1) Dinas Kabupaten/Kota menyampaikan laporan pemanfaatan KKP-E kepada Dinas Provinsi paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas Provinsi menyampaikan laporan kepada Menteri paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada bulan yang sama. (3) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 20 Mitra Usaha menyampaikan laporan perkembangan pembinaan teknis dan manajemen usaha terhadap peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan kepada Menteri up. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap atau Direktur Jenderal Perikanan Budidaya sesuai kewenangannya paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan berikutnya.
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka pengajuan KKP-E yang diajukan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.06/MEN/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
177
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Kredit Ketahanan Pangan di Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.01/MEN/2010.
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.06/MEN/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan di Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.01/MEN/2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 23 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Januari 2012 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Januari 2012 6 Juni 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 117 326
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
178
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Lampiran 9 : Notulensi Focus Group Discussion (FGD) Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Notulensi Focus Group Discussion (FGD) Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------A. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
B. Tempat, Waktu, dan Fasilitator Tempat
: Ruang Rapat Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Kementerian Keuangan Republik Indonesia Gedung Radius Prawiro, lt 6, Jalan Dr. Wahidin No. 1, Jakarta 10710
Waktu
: Kamis, 27 Maret 2014
Pukul
: 15.00 – 18.00 WIB
Fasilitator : Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Kementerian Keuangan RI
C. Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan ini yakni memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk memberikan masukan kepada terhadap hasil kajian pada Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah menjadi Energi melalui Kredit Program. Dengan adanya kegiatan FGD ini diharapkan dari berbagai pemangku kepentingan memberikan kritik, saran serta masukan dari hasil kegiatan ini.
D. Peserta FGD Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program dihadiri oleh : 1. Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup; 2. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral; 3. Direktorat Sistem Manajemen Investasi, Kementerian Keuangan; 4. Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Kementerian Keuangan; 5. Tim Pengkaji dari Universitas Indonesia.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
179
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
E. Diskusi Dalam kegiatan FGD Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program, terbagi dalam beberapa termin yaitu : 1. Pembukaan Kepala Bidang II PKPPIM Kegiatan FGD ini dibuka dan dipimpin langsung oleh Bapak S. Haryo Suwakhyo Kepala Bidang I PKPPIM. Dalam pembukaan FGD ini mengemukaan bahwa Indonesia mempunyai potensi pengembangan limbah menjadi energi yang nantinya akan berdampak pada pngurangan subsidi pada penggunaan energi fosil. Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya beban biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan semakin besarnya pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah dari APBN. Masih tingginya ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah kaca (GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan Biomassa, salah satunya limbah menjadi energi dapat dijadikan alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan tersebut. Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebegai energi alternatif memberikan dampak positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi dikarenakan limbah pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan hanya akan menjadi sampah apabila tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya dapat menjadi lebih efisien dikarenakan penanganan limbah secara khusus seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya mengurangi penggunaan lahan khusus untuk penampungan limbah, yang pada akhirnya akan menghemat biaya penanganan limbah. Oleh karena itu membutuhkan kajian pembiayaan limbah energi melalui kredit program. Pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program, selain memiliki manfaat, tentunya memiliki konsekuensi logis terhadap biaya. Manfaat yang diproleh baik secara keuangan, ekonomi, maupun lingkungan, diharapkan dapat lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk membuktikan hal tersebut, dan juga sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan kebijakan ke depan, diperlukan analisis biaya dan manfaat yang cukup komperehensif dari pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program. 2. Pemaparan Laporan Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program Pemaparan laporan kegiatan ini disampaikan oleh tim kajian Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program yang disampaikan oleh Bapak Nurkholis. Beberapa point yang dipaparkan oleh tim pengkaji antara lain sebagai berikut : -
Dari pengalaman Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ukuran reaktor biogas dari kotoran sapi
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
180
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
-
-
-
-
-
-
-
-
umumnya: 4 m3, 6 m3, 8 m3, 10 m3, dan 12 m3, namun yang ukuran 4 m3 banyak yang tidak aktif. Ukuran reaktor biogas pada limbah peternakan sapi ditentukan berdasarkan jumlah kepemilikan peternak sapi yakni : 6 m3 (6 – 8 ekor), 8 m3 (8- 10 ekor), 10 m3 (10-12 ekor), dan 12 m3 (12-14 ekor). Kebutuhan pembiayaan per unit reaktor biogas: 6 m3 (Rp. 6,5 – 8 juta), 8 m3 (Rp. 10 juta), 10 m3 (Rp. 12 juta), dan 12 m3 (Rp. 14 juta) Pengembangan biogas limbah kotoran sapi dilakukan untuk menggantikan/ menghemat konsumsi gas LPG dan/atau kayu bakar oleh rumah tangga. Dari pengalaman KLH dan KESDM, ukuran reaktor biogas dari industri tahu sangat bervariasi, tergantung dari kapasitas kedelai yang diproduksi tahu. Pengalaman dari KLH, pengembangan biogas industri tahu juga dilakukan dengan perbaikan pada proses produksi tahu, sedangkan pengalaman dari KESDM hanya pengembangan biogas saja. Dengan ukuran dari 40 s.d. 94 m3, dibutuhkan investasi sekitar Rp. 90 s.d. 170 juta per unit reaktor biogas. Pengembangan biogas industri tahu dilakukan untuk menggantikan/menghemat konsumsi gas LPG dan/atau kayu bakar/serbuk gergaji oleh industri tahu dan rumah tangga. KLH memiliki pengalaman dalam pengembangan PLT Biomassa dari pelepah sawit, dan KESDM mengembangkan PLT dari biogas POME (limbah pabrik kelapa sawit -PKS). Untuk mengembangkan PLT Biomassa ukuran mini (misal 200 kW) dari pelepah sawit, dibutuhkan biaya sekitar Rp. 5 miliar. Sedangkan PLT Biogas POME lebih besar dari Rp. 20 miliar, tergantung kapasitas pengolahan sawit (30 ton/jam – 1 MW, 45 ton/jam – 1,5 MW, 60 ton/jam – 2 MW). Pengembangan PLT dari pelepah sawit dan POME dilakukan untuk produksi listrik (dijual untuk penerangan rumah tangga atau digunakan sendiri) dan/atau menggantikan / menghemat konsumsi solar di PKS atau pembangkit listrik. KLH memiliki pengalaman dalam pengembangan sekam padi untuk pengering gabah. Untuk penggunaan sekam padi untuk pengering gabah, dibutuhkan investasi Rp. 945 juta dengan kapasitas 20 ton/hari. Penggunaan silo pengering Padi/jagug dapat dilakukan untuk menggantikan/ menghemat konsumsi solar. Secara keuangan, tidak semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini layak untuk dikembangkan. Potensi yang layak adalah: pengembangan produk bersih dan biogas tahu (KLH), biogas kotoran sapi (terutama penggantian LPG), POME (untuk penggantian solar), pembangkit listrik dari pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam untuk pemanas/pengering pada silo padi/jagung. Untuk menjadikan semakin layak secara keuangan, dibutuhkan subsidi bunga dalam pembiayaan pengembangan WtE Secara ekonomi (CBA), semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini layak untuk dikembangkan.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
181
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
-
-
Apabila menggunakan skema kredit eksisting, yaitu KKP-E (dengan sedikit merevisi PMK), terdapat 2 jenis pengembangan WtE yang potensial, yaitu biogas dari limbah industri tahu dan biogas dari kotoran sapi , dimana pertimbangan utamanya adalah besarnya investasi yang dibutuhkan yang besarnya bisa maksimal Rp. 100 juta. Untuk pengembangan WtE yang lain (POME, pelepah sawit, dan sekam untuk silo), dapat menggunakan skema PIP atau pembiayaan perbankan (misal AFD – Bukopin) atau skema kredit program yang baru dikarenakan besarnya investasi yang lebih besar dari Rp. 100 juta.
3. Masukan dari Pemangku Kepentingan : Beberapa point penting disampaikan oleh para pemangku kepentingan yang hadir dalam FGD ini, yaitu : a) Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup; -
Asdep Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup yang fokus terhadap pennganan investasi dan penanganan teknis pada pengembangan pengolahan limbah menjadi energi ramah lingkungan. Investasi lingkungan ini bermaksud juga investasi terhadap tekhnologi bersih, CBHF, penyajian bahan-bahan ramah lingkungan.
-
Dengan banyaknya permintaan dari berbagai pihak untuk memfasilitasi pengolahan limbah bisa menjadi energi, Asdep Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup berusaha untuk mengajukan kembali program khusus pembiayaan pengolahan limbah baik padat maupun cair menjadi energi. Oleh karena itu lebih baik untuk terlebih dahulu fokus terhadap biogas untuk produksi tahu.
-
Selain fokus pada pengembangan dan fasilitasi pengolahan limbah menjadi energi itu sendiri tapi juga fokus terhadap proses produksi bersih. Hal tersebut dilakukan supaya mitigasi dari sektor biogas terus berkelanjutan. Diharapkan dengan adanya penanganan pengolahan limbah secara keseluruhan dari proses produksi sampai dengan pengolahan limbahnya akan mampu memberikan efisiensi dan produksi yang sehat.
-
Dengan demikian, mengusulkan program pinjaman dengan asumsi intervensi dari proses produksinya. Penangnan produksi dapat dilakukan pada peternakan sapi, tahu, dll.
-
Penyeragaman dan spesifikasi dari pengembangan reaktor biogas akan didiskusikan lebih lanjut dengan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral. Pada umunya spesifikasi investasi pengembangan pengolahan limbah menjadi energi yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tidak berbeda jauh.
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
182
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
-
Pelaksanaan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program akan terdistorsi oleh adanya program-program lain yang bersumber dari dana hibah.
b) Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral; -
Program yang telah berhasil dijalankan oleh Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral yakni program pembiayaan dari HIVOS.
-
Program pinjaman dari HIVOS yang difasilitasi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempuyai rata-rata pembebanan biaya bunga 10 persen. Para peternak umumnya mempunyai kemampuan untuk terus mengembangkan usahanya sendiri. Peternak, misalnya telah mempunyai kemampuan dalam proses produksi dan telah mempunyai pasar sendiri. Namun di sisi lain, tidak tahu bagaimana cara mengubah limbah menjadi biogas yang dapat dimanfaatkan. Oleh karenanya, membutuhkan fasilitasi dalam bentuk kerja sama pembiayaan dan kerja sama terhadap teknik pembangunan alat pengolahan limbah menjadi biogas. Program pembiayaan tersebut dimasukkan dalam kategori shoft loan bukan hibah.
-
Peternak yang sudah mempunyai kemampuan produksi secara efisien hanya perlu didorong pada bentuk pinajaman, kemudian diperbaiki dari segi produksinya sehingga bisa lebih efisien dan limbahnya dapat diubah menjadi biogas. Hanya peternak yang tidak mempunyai kemampuan membayar serta tidak tahu bagaimana cara mengolah limbah itulah yang berhak mendapatkan dana hibah. Oleh karena itu, perlu dipetakan kriteria siapa yang berhak mendapatkan hibah dan siapa yang mendapatkan soft loan.
-
Kami memberikan dalam bentuk soft loan entah dalam bentuk pinjaman bunga rendah ataupun subsidi bunga karena di lapangan banyak peternak yang telah maju dimana mereka telah berinteraksi dengan pasar dan mempunyai income yang baik. Kami mendorong mereka bisa lebih professional sehingga bisa masuk dalam skala komersial. Intervensi kita dalam hal pengembangan sehingga lebih mengenal pasar. Kalaupun kemudian program ini untuk mengubah limbah menjadi biogas, maka perlu dilakukan pemetaan sehingga program ini tepat sasaran.
-
Sampai tahun 2014, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral masih mempunyai program pemban pengembangan limbah menjadi energi melalui program non pembiayaan (hibah). Dengan adanya kegiatan ini nantinya akan mendistorsi program pembiayaan limbah menjadi energi melalui kredit program. Oleh karena itu, program yang akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral akan dilakukan dengan memperhatikan aspek kewilayahan yang mempunyai elektrifikasi yang masih rendah dan daerah yang terpencil.
c) Direktorat Sistem Manajemen Investasi, Kementerian Keuangan;
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
183
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
-
Lembaga Keuangan Perbankan merupakan salah satu pihak yang berkepentingan terhadap pelaksanaan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program. Oleh karena itu, membutuhkan forum tersendiri dalam rangka menyampaikan usulan pembiayaan investasi limbah energi menjadi energi melalui redit program.
-
Selain itu, memerlukan informasi terkait dengan ketertarikan pihak perbankan terhadap pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program. Paling tidak dengan mengundang pelalu perbankan yang sudah memiliki pengalaman dalam pembiayaan investasi limbah menjadi energi.
d) Bidang I PKPPIM -
Pengalaman pengembangan sarana pengolahan limbah menjadi energi mempunyai variasi dan/atau ukuran yang berbeda. Oleh karena itu membutuhkan standardisasi atau penyeragaman dalam pelaksanaan pembangunan reaktor biogas. Dengan adanya penyeragaman/standardisasi pengembangan dalam pengolahan limbah menjadi energi akan mudah dalam memberikan pembiayaan pengolahan limbah.
-
Supaya pembahasan menjadi lebih jelas, membutuhkan koordinasi antara Kemen LH, Kemen ESDM dan Pemda terhadap pelaksanaan program masingmasing. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan kegiatan program dan dapat dilaksanakan tepat sasaran.
-
ESDM, Pemda dan KLH yang akan atau sudah melakukan bernagai kegiatan pengembangan dalam pengolahan limbah menjadi biogas mungkin bisa memberitahukan sumber pembiayaan, mekanisme serta tipe pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program.
-
Membutuhkan Pemetaan secara kewilayahan dalam pelaksanaan program pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program. Karena hal tersebut dilakukan untuk menghindari distrorsi program lainnya, seperti program hibah pengolahan limbah menjadi energi.
F. Penutup Kegitan ini tutup oleh Bapak S. Haryo Suwakhyo Kepala Bidang I PKPPIM Kementerian Keuangan. Diharapkan dari kegiatan ini dapat memberikan perbaikan laporan kegiatan dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari pemangku kepentingan pada kegiatan Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program. Harapan lainnya yakni hasil kegiatan ini dapat diimplementasikan dalam sebuah kebijakan yang tepat sasaran.
Jakarta, 27 Maret 2014 Tim Penyusun
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
184
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Lampiran 10 : Contoh Perhitungan Kelayakan Keuangan dan Analisa Biaya Manfaat
A. Biogas Industri Tahu Tabel Analisis Keuangan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun) No. A B C D 1.
2.
3.
4.
5.
Indikator Biaya Awal (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 3: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 4: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 5: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp)
Ukuran 40 M3 103,627,000 5 13.5%
Ukuran 94 M3 148,000,000 5 13.5%
Ukuran 84 M3 105,720,000 5 13.5%
Ukuran 90 M3 120,000,000 5 13.5%
0.0% 13.5% (146,197,172) #DIV/0! -57.2% -41.1% #DIV/0!
0.0% 13.5% 103,649,432 19.1% 20.1% 170.0% Layak
0.0% 13.5% 193,702,367 30.3% 390.3% 283.2% Layak
0.0% 13.5% (49,384,828) 7.5% 80.7% 58.8% Tidak Layak
1.0% 12.5% (148,606,887) #DIV/0! -57.8% -43.4% #DIV/0!
1.0% 12.5% 100,207,880 18.8% 19.9% 167.7% Layak
1.0% 12.5% 191,243,983 29.9% 383.0% 280.9% Layak
1.0% 12.5% (52,175,276) 7.3% 78.0% 56.5% Tidak Layak
2.0% 11.5% (151,016,601) #DIV/0! -58.4% -45.7% #DIV/0!
2.0% 11.5% 96,766,328 18.5% 19.8% 165.4% Layak
2.0% 11.5% 188,785,598 29.5% 376.0% 278.6% Layak
2.0% 11.5% (54,965,724) 7.1% 75.4% 54.2% Tidak Layak
3.0% 10.5% (153,426,315) #DIV/0! -59.0% -48.1% #DIV/0!
3.0% 10.5% 93,324,776 18.2% 19.6% 163.1% Layak
3.0% 10.5% 186,327,214 29.1% 369.2% 276.2% Layak
3.0% 10.5% (57,756,171) 6.9% 72.9% 51.9% Tidak Layak
4.0% 9.5% (155,836,030)
4.0% 9.5% 89,883,224
4.0% 9.5% 183,868,830
4.0% 9.5% (60,546,619)
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
185
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Indikator IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 6: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 7: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 8: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 9: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 10: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 11: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp)
Ukuran 40 M3 #DIV/0! -59.6% -50.4% #DIV/0!
Ukuran 94 M3 18.0% 19.5% 160.7% Layak
Ukuran 84 M3 28.7% 362.5% 273.9% Layak
Ukuran 90 M3 6.7% 70.5% 49.5% Tidak Layak
5.0% 8.5% (158,245,744) #DIV/0! -60.2% -52.7% #DIV/0!
5.0% 8.5% 86,441,672 17.7% 19.3% 158.4% Layak
5.0% 8.5% 181,410,445 28.4% 356.1% 271.6% Layak
5.0% 8.5% (63,337,066) 6.5% 68.1% 47.2% Tidak Layak
6.0% 7.5% (160,655,458) #DIV/0! -60.7% -55.0% #DIV/0!
6.0% 7.5% 83,000,120 17.4% 19.2% 156.1% Layak
6.0% 7.5% 178,952,061 28.0% 349.8% 269.3% Layak
6.0% 7.5% (66,127,514) 6.3% 65.8% 44.9% Tidak Layak
7.0% 6.5% (163,065,172) #DIV/0! -61.3% -57.4% #DIV/0!
7.0% 6.5% 79,558,568 17.1% 19.0% 153.8% Layak
7.0% 6.5% 176,493,677 27.6% 343.7% 266.9% Layak
7.0% 6.5% (68,917,962) 6.1% 63.5% 42.6% Tidak Layak
8.0% 5.5% (165,474,887) #DIV/0! -61.8% -59.7% #DIV/0!
8.0% 5.5% 76,117,016 16.9% 18.9% 151.4% Layak
8.0% 5.5% 174,035,292 27.3% 337.8% 264.6% Layak
8.0% 5.5% (71,708,409) 5.9% 61.3% 40.2% Tidak Layak
9.0% 4.5% (167,884,601) #DIV/0! -62.3% -62.0% #DIV/0!
9.0% 4.5% 72,675,464 16.6% 18.7% 149.1% Layak
9.0% 4.5% 171,576,908 26.9% 332.0% 262.3% Layak
9.0% 4.5% (74,498,857) 5.8% 59.2% 37.9% Tidak Layak
10.0% 3.5% (170,294,315)
10.0% 3.5% 69,233,912
10.0% 3.5% 169,118,524
10.0% 3.5% (77,289,304)
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
186
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
12.
13.
14.
15.
Indikator IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 12: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 13: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 14: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 15: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan
Ukuran 40 M3 #DIV/0! -62.8% -64.3% #DIV/0!
Ukuran 94 M3 16.3% 18.6% 146.8% Layak
Ukuran 84 M3 26.6% 326.3% 260.0% Layak
Ukuran 90 M3 5.6% 57.1% 35.6% Tidak Layak
11% 3% (172,704,030) #DIV/0! -63.3% -66.7% #DIV/0!
11% 3% 65,792,360 16.1% 18.4% 144.5% Layak
11% 3% 166,660,139 26.2% 320.9% 257.6% Layak
11% 3% (80,079,752) 5.4% 55.1% 33.3% Tidak Layak
12.0% 1.5% (175,113,744) #DIV/0! -63.7% -69.0% #DIV/0!
12.0% 1.5% 62,350,808 15.8% 18.3% 142.1% Layak
12.0% 1.5% 164,201,755 25.9% 315.5% 255.3% Layak
12.0% 1.5% (82,870,200) 5.2% 53.1% 30.9% Tidak Layak
13.0% 0.5% (177,523,458) #DIV/0! -64.2% -71.3% #DIV/0!
13.0% 0.5% 58,909,256 15.6% 18.1% 139.8% Layak
13.0% 0.5% 161,743,371 25.6% 310.3% 253.0% Layak
13.0% 0.5% (85,660,647) 5.1% 51.2% 28.6% Tidak Layak
14% 0% (178,728,315) #DIV/0! -64.4% -72.5% #DIV/0!
14% 0% 57,188,480 15.5% 18.1% 138.6% Layak
14% 0% 160,514,179 25.4% 307.7% 251.8% Layak
14% 0% (87,055,871) 5.0% 50.3% 27.5% Tidak Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
187
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Reaktor Biogas Industri Tahu (Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun) No.
Indikator
A. B. C. D. 1.
Biaya Awal (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 3: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 4: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 5: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 6: Beban Bunga Debitur
2.
3.
4.
5.
6.
Ukuran 40 M3 103,627,000 5 13.5%
Ukuran 94 M3 148,000,000 5 13.5%
Ukuran 84 M3 105,720,000 5 13.5%
Ukuran 90 M3 120,000,000 5 13.5%
0.0% 13.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
0.0% 13.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
0.0% 13.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
0.0% 13.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
1.0% 12.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
1.0% 12.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
1.0% 12.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
1.0% 12.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
2.0% 11.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
2.0% 11.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
2.0% 11.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
2.0% 11.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
3.0% 10.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
3.0% 10.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
3.0% 10.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
3.0% 10.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
4.0% 9.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
4.0% 9.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
4.0% 9.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
4.0% 9.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
5.0%
5.0%
5.0%
5.0%
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
188
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Indikator Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 7: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 8: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 9: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 10: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 11: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 12: Beban Bunga Debitur
Ukuran 40 M3 8.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
Ukuran 94 M3 8.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
Ukuran 84 M3 8.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
Ukuran 90 M3 8.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
6.0% 7.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
6.0% 7.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
6.0% 7.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
6.0% 7.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
7.0% 6.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
7.0% 6.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
7.0% 6.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
7.0% 6.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
8.0% 5.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
8.0% 5.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
8.0% 5.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
8.0% 5.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
9.0% 4.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
9.0% 4.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
9.0% 4.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
9.0% 4.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
10.0% 3.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
10.0% 3.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
10.0% 3.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
10.0% 3.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
11.0%
11.0%
11.0%
11.0%
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
189
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
13.
14.
15.
Indikator Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 13: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 14: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 15: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1)
Ukuran 40 M3 2.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
Ukuran 94 M3 2.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
Ukuran 84 M3 2.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
Ukuran 90 M3 2.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
12.0% 1.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
12.0% 1.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
12.0% 1.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
12.0% 1.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
13.0% 0.5% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
13.0% 0.5% 302,109,086 753,439,700 451,330,614 2.49 Layak
13.0% 0.5% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
13.0% 0.5% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
13.5% 0.0% 210,868,571 181,140,056 (29,728,516) 0.86 Tidak Layak
13.5% 0.0% 301,162,328 752,492,942 451,330,614 2.50 Layak
13.5% 0.0% 215,127,576 547,826,431 332,698,855 2.55 Layak
13.5% 0.0% 244,185,671 462,564,344 218,378,672 1.89 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
190
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
B. Biogas Limbah Kotoran Sapi Tabel Analisis Keuangan Pengembangan Reaktor Limbah Kotoran Sapi (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun) No. Indikator A. B. C. D. 1.
2.
3.
Biaya Awal (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 3: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp)
Ukuran 6 M3 8,000,000 5 13.5%
Ukuran 8 M3 10,000,000 5 13.5%
Ukuran 10 M3 12,000,000 5 13.5%
Ukuran 12 M3 14,000,000 5 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
3,053,898 16.2% 182.3% 1.3817 Layak
5,219,168 17.7% 201.1% 1.5219 Layak
7,384,438 18.7% 213.7% 1.6154 Layak
9,549,707 19.4% 222.7% 1.6821 Layak
(168,870) 11.8% 128.2% 0.9789 Tidak Layak
922,143 13.0% 143.5% 1.0922 Layak
2,013,157 13.8% 153.6% 1.1678 Layak
3,104,170 14.4% 160.8% 1.2217 Layak
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
2,867,868 15.9% 178.2% 1.3585 Layak
4,986,631 17.4% 196.7% 1.4987 Layak
7,105,393 18.4% 209.1% 1.5921 Layak
9,224,155 19.1% 217.9% 1.6589 Layak
(354,900) 11.5% 124.9% 0.9556 Tidak Layak
689,606 12.8% 139.9% 1.0690 Layak
1,734,112 13.6% 149.8% 1.1445 Layak
2,778,618 14.2% 157.0% 1.1985 Layak
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
2,681,839
4,754,093
6,826,348
8,898,603
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
191
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. Indikator
4
5.
6.
IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 4: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 5: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 6: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Ukuran 6 M3 15.6% 174.1% 1.3352 Layak
Ukuran 8 M3 17.1% 192.4% 1.4754 Layak
Ukuran 10 M3 18.1% 204.6% 1.5689 Layak
Ukuran 12 M3 18.8% 213.3% 1.6356 Layak
(540,930) 11.3% 121.6% 0.9324 Tidak Layak
457,069 12.5% 136.4% 1.0457 Layak
1,455,067 13.3% 146.2% 1.1213 Layak
2,453,066 13.9% 153.2% 1.1752 Layak
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
2,495,809 15.3% 170.2% 1.3120 Layak
4,521,556 16.8% 188.2% 1.4522 Layak
6,547,303 17.8% 200.2% 1.5456 Layak
8,573,050 18.5% 208.8% 1.6124 Layak
(726,960) 11.0% 118.4% 0.9091 Tidak Layak
224,531 12.2% 133.0% 1.0225 Layak
1,176,023 13.0% 142.7% 1.0980 Layak
2,127,514 13.6% 149.6% 1.1520 Layak
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
2,309,779 15.0% 166.3% 1.2887 Layak
4,289,019 16.5% 184.1% 1.4289 Layak
6,268,258 17.5% 195.9% 1.5224 Layak
8,247,498 18.2% 204.4% 1.5891 Layak
(912,989) 10.8% 115.3% 0.8859 Tidak Layak
(8,006) 12.0% 129.7% 0.9992 Tidak Layak
896,978 12.8% 139.2% 1.0747 Layak
1,801,961 13.4% 146.1% 1.1287 Layak
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
192
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. Indikator
7.
8.
9.
Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 7: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 8: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 9: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga
Ukuran 6 M3 2,123,749 14.8% 162.6% 1.2655 Layak
Ukuran 8 M3 4,056,481 16.2% 180.1% 1.4056 Layak
Ukuran 10 M3 5,989,214 17.2% 191.8% 1.4991 Layak
Ukuran 12 M3 7,921,946 17.9% 200.1% 1.5659 Layak
(1,099,019) 10.6% 112.3% 0.8626 Tidak Layak
(240,543) 11.7% 126.5% 0.9759 Tidak Layak
617,933 12.5% 135.9% 1.0515 Layak
1,476,409 13.1% 142.6% 1.1055 Layak
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
1,937,719 14.5% 159.0% 1.2422 Layak
3,823,944 15.9% 176.3% 1.3824 Layak
5,710,169 16.9% 187.8% 1.4758 Layak
7,596,394 17.6% 196.0% 1.5426 Layak
(1,285,049) 10.3% 109.4% 0.8394 Tidak Layak
(473,080) 11.5% 123.4% 0.9527 Tidak Layak
338,888 12.3% 132.7% 1.0282 Layak
1,150,857 12.8% 139.3% 1.0822 Layak
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
1,751,689 14.2% 155.5% 1.2190 Layak
3,591,407 15.6% 172.5% 1.3591 Layak
5,431,124 16.6% 183.9% 1.4526 Layak
7,270,842 17.3% 192.0% 1.5193 Layak
(1,471,079) 10.1% 106.5% 0.8161 Tidak Layak
(705,618) 11.3% 120.3% 0.9294 Tidak Layak
59,843 12.1% 129.5% 1.0050 Layak
825,305 12.6% 136.1% 1.0590 Layak
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
193
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. Indikator
10.
11.
12.
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 10: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 11: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 12: Beban Bunga Debitur
Ukuran 6 M3
Ukuran 8 M3
Ukuran 10 M3
Ukuran 12 M3
1,565,660 14.0% 152.1% 1.1957 Layak
3,358,870 15.4% 168.9% 1.3359 Layak
5,152,079 16.3% 180.1% 1.4293 Layak
6,945,289 17.0% 188.1% 1.4961 Layak
(1,657,109) 9.9% 103.8% 0.7929 Tidak Layak
(938,155) 11.0% 117.4% 0.9062 Tidak Layak
(219,201) 11.8% 126.4% 0.9817 Tidak Layak
499,752 12.4% 132.9% 1.0357 Layak
9.0% 4.5%
9.0% 4.5%
9.0% 4.5%
9.0% 4.5%
1,379,630 13.7% 148.7% 1.1725 Layak
3,126,332 15.1% 165.3% 1.3126 Layak
4,873,035 16.0% 176.4% 1.4061 Layak
6,619,737 16.7% 184.3% 1.4728 Layak
(1,843,139) 9.7% 101.1% 0.7696 Tidak Layak
(1,170,692) 10.8% 114.5% 0.8829 Tidak Layak
(498,246) 11.6% 123.4% 0.9585 Tidak Layak
174,200 12.1% 129.8% 1.0124 Layak
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
1,193,600 13.5% 145.5% 1.1492 Layak
2,893,795 14.9% 161.9% 1.2894 Layak
4,593,990 15.8% 172.8% 1.3828 Layak
6,294,185 16.4% 180.6% 1.4496 Layak
(2,029,169) 9.5% 98.5% 0.7464 Tidak Layak
(1,403,230) 10.6% 111.7% 0.8597 Tidak Layak
(777,291) 11.4% 120.5% 0.9352 Tidak Layak
(151,352) 11.9% 126.8% 0.9892 Tidak Layak
11%
11%
11%
11%
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
194
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. Indikator
13.
14.
15.
Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 13: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 14: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 15:
Ukuran 6 M3 3%
Ukuran 8 M3 3%
Ukuran 10 M3 3%
Ukuran 12 M3 3%
1,007,570 13.2% 142.3% 1.1259 Layak
2,661,258 14.6% 158.5% 1.2661 Layak
4,314,945 15.5% 169.3% 1.3596 Layak
5,968,633 16.2% 177.0% 1.4263 Layak
(2,215,198) 9.2% 95.9% 0.7231 Tidak Layak
(1,635,767) 10.4% 109.0% 0.8364 Tidak Layak
(1,056,336) 11.1% 117.7% 0.9120 Tidak Layak
(476,904) 11.7% 123.9% 0.9659 Tidak Layak
12.0% 1.5%
12.0% 1.5%
12.0% 1.5%
12.0% 1.5%
821,540 13.0% 139.3% 1.1027 Layak
2,428,720 14.4% 155.2% 1.2429 Layak
4,035,900 15.3% 165.8% 1.3363 Layak
5,643,081 15.9% 173.4% 1.4031 Layak
(2,401,228) 9.0% 93.4% 0.6998 Tidak Layak
(1,868,304) 10.2% 106.3% 0.8132 Tidak Layak
(1,335,380) 10.9% 114.9% 0.8887 Tidak Layak
(802,456) 11.4% 121.1% 0.9427 Tidak Layak
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
635,510 12.8% 136.3% 1.0794 Layak
2,196,183 14.1% 152.0% 1.2196 Layak
3,756,856 15.0% 162.5% 1.3131 Layak
5,317,528 15.6% 170.0% 1.3798 Layak
(2,587,258) 8.8% 91.0% 0.6766 Tidak Layak
(2,100,842) 10.0% 103.7% 0.7899 Tidak Layak
(1,614,425) 10.7% 112.2% 0.8655 Tidak Layak
(1,128,009) 11.2% 118.3% 0.9194 Tidak Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
195
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. Indikator Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan
Ukuran 6 M3 13.5% 0.0%
Ukuran 8 M3 13.5% 0.0%
Ukuran 10 M3 13.5% 0.0%
Ukuran 12 M3 13.5% 0.0%
542,495 12.6% 134.8% 1.0678 Layak
2,079,914 14.0% 150.4% 1.2080 Layak
3,617,333 14.9% 160.9% 1.3014 Layak
5,154,752 15.5% 168.3% 1.3682 Layak
(2,680,273) 8.7% 89.8% 0.6650 Tidak Layak
(2,217,110) 9.9% 102.5% 0.7783 Tidak Layak
(1,753,947) 10.6% 110.9% 0.8538 Tidak Layak
(1,290,785) 11.1% 116.9% 0.9078 Tidak Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
196
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Reaktor Limbah Kotoran Sapi (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun) No.
Indikator
A. B. C. D. 1.
Biaya Awal (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 3: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp)
2.
3.
Ukuran 6 M3 8,000,000 5 13.5%
Ukuran 8 M3 10,000,000 5 13.5%
Ukuran 10 M3 12,000,000 5 13.5%
Ukuran 12 M3 14,000,000 5 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800
22,076,000
26,491,200
30,906,400
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
197
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
4.
5.
6.
Indikator Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 4: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 5: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 6: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR)
Ukuran 6 M3 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
Ukuran 8 M3 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
Ukuran 10 M3 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
Ukuran 12 M3 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
198
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. 7.
8.
9.
10.
Indikator Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 7: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 8: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 9: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 10: Beban Bunga Debitur
Ukuran 6 M3 Layak
Ukuran 8 M3 Layak
Ukuran 10 M3 Layak
Ukuran 12 M3 Layak
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
9.0%
9.0%
9.0%
9.0%
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
199
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
11.
12.
13.
Indikator Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 11: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 12: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 13: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp)
Ukuran 6 M3 4.5%
Ukuran 8 M3 4.5%
Ukuran 10 M3 4.5%
Ukuran 12 M3 4.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
11.0% 2.5%
11.0% 2.5%
11.0% 2.5%
11.0% 2.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
12.0% 1.5%
12.0% 1.5%
12.0% 1.5%
12.0% 1.5%
17,832,229
22,076,000
26,491,200
30,906,400
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
200
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
14.
15.
Indikator Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 14: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 15: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1)
Ukuran 6 M3 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
Ukuran 8 M3 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
Ukuran 10 M3 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
Ukuran 12 M3 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 50,757,622 24,266,421 1.92 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
13.5% 0.0%
13.5% 0.0%
13.5% 0.0%
13.5% 0.0%
17,832,229 43,992,374 26,160,145 2.47 Layak
22,076,000 57,851,432 35,775,432 2.62 Layak
26,491,200 71,710,490 45,219,289 2.71 Layak
30,906,400 85,569,548 54,663,147 2.77 Layak
17,660,800 31,420,653 13,759,853 1.78 Layak
22,076,000 41,089,137 19,013,137 1.86 Layak
26,491,200 63,176,189 36,684,988 2.38 Layak
30,906,400 60,426,106 29,519,706 1.96 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
201
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
C. Biogas POME Tabel Analisis Keuangan Pengembangan PLT Biomassa POME (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun) No.
Indikator
A.
Biaya Awal-Jual Listrik (Rp) Biaya Awal-Penghematan Solar (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank/Tingkat Diskonto Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 3: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index
B. C. D. 1.
2.
3.
Ukuran 45 Ton TBS 36,964,416,510 24,867,310,067 5 13.5%
Ukuran 45 Ton TBS 42,396,678,573 29,581,284,210 5 13.5%
Ukuran 60 Ton TBS 44,196,687,578 31,018,593,375 5 13.5%
Ukuran 75 Ton TBS 92,220,853,048 70,806,449,968 5 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
938,705,875 12.3% 54.3% 1.0254 Layak
(7,296,950,934) 10.2% 48.3% 0.8279 Tidak Layak
(6,597,403,119) 10.4% 47.4% 0.8507 Tidak Layak
(55,908,403,315) #NUM! 28.1% 0.3938 #NUM!
148,844,286,995 58.0% 121.6% 6.9855 Layak
153,806,633,540 53.0% 116.0% 6.1995 Layak
157,441,263,213 52.1% 115.0% 6.0757 Layak
231,419,565,237 39.6% 96.5% 4.2683 Layak
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
264,477,709 12.1% 53.6% 1.0072 Layak
(8,265,991,939) 10.0% 47.4% 0.8050 Tidak Layak
(7,607,586,086) 10.2% 46.6% 0.8279 Tidak Layak
(58,052,882,129) 5.4% 27.3% 0.3705 Tidak Layak
148,390,709,137 57.6% 121.3% 6.9673 Layak
153,267,073,150 52.6% 115.6% 6.1812 Layak
156,875,486,413 51.8% 114.6% 6.0575 Layak
230,128,060,937 39.3% 96.0% 4.2501 Layak
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
(409,750,456) 11.9% 53.0% 0.9889
(9,235,032,944) 9.8% 46.5% 0.7822
(8,617,769,053) 10.0% 45.7% 0.8050
(60,197,360,943) 5.2% 26.4% 0.3472
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
202
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
4.
5.
6.
Indikator Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 4: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 5: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 6: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp)
Ukuran 45 Ton TBS Tidak Layak
Ukuran 45 Ton TBS Tidak Layak
Ukuran 60 Ton TBS Tidak Layak
Ukuran 75 Ton TBS Tidak Layak
147,937,131,280 57.3% 120.9% 6.9491 Layak
152,727,512,760 52.2% 115.2% 6.1630 Layak
156,309,709,612 51.4% 114.3% 6.0392 Layak
228,836,556,637 39.0% 95.6% 4.2319 Layak
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
(1,083,978,621) 11.7% 52.3% 0.9707 Tidak Layak
(10,204,073,949) 9.5% 45.6% 0.7593 Tidak Layak
(9,627,952,019) 9.8% 44.9% 0.7822 Tidak Layak
(62,341,839,756) #NUM! 25.6% 0.3240 #NUM!
147,483,553,422 56.9% 120.6% 6.9308 Layak
152,187,952,370 51.9% 114.9% 6.1447 Layak
155,743,932,812 51.1% 113.9% 6.0210 Layak
227,545,052,338 38.6% 95.1% 4.2136 Layak
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
(1,758,206,787) 11.5% 51.7% 0.9524 Tidak Layak
(11,173,114,953) 9.3% 44.7% 0.7365 Tidak Layak
(10,638,134,986) 9.6% 44.1% 0.7593 Tidak Layak
(64,486,318,570) #NUM! 24.8% 0.3007 #NUM!
147,029,975,565 56.5% 120.2% 6.9126 Layak
151,648,391,981 51.5% 114.5% 6.1265 Layak
155,178,156,011 50.7% 113.5% 6.0027 Layak
226,253,548,038 38.3% 94.7% 4.1954 Layak
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
(2,432,434,952) 11.3% 51.0% 0.9342 Tidak Layak
(12,142,155,958) 9.1% 43.9% 0.7136 Tidak Layak
(11,648,317,953) 9.4% 43.2% 0.7364 Tidak Layak
(66,630,797,383) #NUM! 24.0% 0.2775 #NUM!
146,576,397,707
151,108,831,591
154,612,379,211
224,962,043,738
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
203
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
7.
8.
9.
Indikator IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 7: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 8: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 9: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index
Ukuran 45 Ton TBS 56.2% 119.9% 6.8943 Layak
Ukuran 45 Ton TBS 51.2% 114.1% 6.1083 Layak
Ukuran 60 Ton TBS 50.4% 113.1% 5.9845 Layak
Ukuran 75 Ton TBS 38.0% 94.3% 4.1771 Layak
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
(3,106,663,118) 11.2% 50.4% 0.9160 Tidak Layak
(13,111,196,963) 8.9% 43.0% 0.6907 Tidak Layak
(12,658,500,920) 9.2% 42.4% 0.7136 Tidak Layak
(68,775,276,197) #NUM! 23.2% 0.2542 #NUM!
146,122,819,850 55.8% 119.5% 6.8761 Layak
150,569,271,201 50.8% 113.7% 6.0900 Layak
154,046,602,410 50.0% 112.7% 5.9663 Layak
223,670,539,438 37.7% 93.8% 4.1589 Layak
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
(3,780,891,283) 11.0% 49.7% 0.8977 Tidak Layak
(14,080,237,968) 8.7% 42.1% 0.6679 Tidak Layak
(13,668,683,887) 9.0% 41.6% 0.6907 Tidak Layak
(70,919,755,010) #NUM! 22.4% 0.2310 #NUM!
145,669,241,992 55.4% 119.2% 6.8579 Layak
150,029,710,811 50.5% 113.4% 6.0718 Layak
153,480,825,610 49.7% 112.4% 5.9480 Layak
222,379,035,139 37.4% 93.4% 4.1407 Layak
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
(4,455,119,448) 10.8% 49.1% 0.8795 Tidak Layak
(15,049,278,973) 8.5% 41.3% 0.6450 Tidak Layak
(14,678,866,854) 8.8% 40.8% 0.6679 Tidak Layak
(73,064,233,824) 4.2% 21.6% 0.2077 Tidak Layak
145,215,664,135 55.1% 118.8% 6.8396
149,490,150,421 50.1% 113.0% 6.0535
152,915,048,810 49.3% 112.0% 5.9298
221,087,530,839 37.1% 93.0% 4.1224
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
204
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. 10.
11.
12.
13.
Indikator Kelayakan Skenario 10: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 11: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 12: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 13: Beban Bunga Debitur
Ukuran 45 Ton TBS Layak
Ukuran 45 Ton TBS Layak
Ukuran 60 Ton TBS Layak
Ukuran 75 Ton TBS Layak
9.0% 4.5%
9.0% 4.5%
9.0% 4.5%
9.0% 4.5%
(5,129,347,614) 10.7% 48.4% 0.8612 Tidak Layak
(16,018,319,978) 8.3% 40.5% 0.6222 Tidak Layak
(15,689,049,821) #NUM! 40.0% 0.6450 #NUM!
(75,208,712,637) 4.0% 20.8% 0.1845 Tidak Layak
144,762,086,277 54.7% 118.5% 6.8214 Layak
148,950,590,031 49.8% 112.6% 6.0353 Layak
152,349,272,009 49.0% 111.6% 5.9115 Layak
219,796,026,539 36.8% 92.5% 4.1042 Layak
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
(5,803,575,779) 10.5% 47.8% 0.8430 Tidak Layak
(16,987,360,983) 8.1% 39.7% 0.5993 Tidak Layak
(16,699,232,788) 8.4% 39.3% 0.6222 Tidak Layak
(77,353,191,451) 3.8% 20.1% 0.1612 Tidak Layak
144,308,508,420 54.4% 118.1% 6.8031 Layak
148,411,029,641 49.4% 112.3% 6.0171 Layak
151,783,495,209 48.7% 111.3% 5.8933 Layak
218,504,522,240 36.5% 92.1% 4.0859 Layak
11% 3%
11% 3%
11% 3%
11% 3%
(6,477,803,945) 10.3% 47.2% 0.8248 Tidak Layak
(17,956,401,988) #NUM! 38.9% 0.5765 #NUM!
(17,709,415,754) 8.2% 38.5% 0.5993 Tidak Layak
(79,497,670,264) #NUM! 19.3% 0.1380 #NUM!
143,854,930,562 54.0% 117.8% 6.7849 Layak
147,871,469,252 49.1% 111.9% 5.9988 Layak
151,217,718,408 48.3% 110.9% 5.8751 Layak
217,213,017,940 36.2% 91.7% 4.0677 Layak
12.0%
12.0%
12.0%
12.0%
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
205
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
14.
15.
Indikator Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 14: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 15: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan b. Asumsi Penghematan Solar Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan
Ukuran 45 Ton TBS 1.5%
Ukuran 45 Ton TBS 1.5%
Ukuran 60 Ton TBS 1.5%
Ukuran 75 Ton TBS 1.5%
(7,152,032,110) 10.2% 46.6% 0.8065 Tidak Layak
(18,925,442,993) 7.8% 38.1% 0.5536 Tidak Layak
(18,719,598,721) 8.0% 37.7% 0.5764 Tidak Layak
(81,642,149,078) #NUM! 18.6% 0.1147 #NUM!
143,401,352,704 53.7% 117.5% 6.7667 Layak
147,331,908,862 48.8% 111.6% 5.9806 Layak
150,651,941,608 48.0% 110.5% 5.8568 Layak
215,921,513,640 35.9% 91.3% 4.0495 Layak
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
(7,826,260,275) 10.0% 46.0% 0.7883 Tidak Layak
(19,894,483,998) 7.6% 37.3% 0.5308 Tidak Layak
(19,729,781,688) #NUM! 37.0% 0.5536 #NUM!
(83,786,627,892) 3.4% 17.9% 0.0915 Tidak Layak
142,947,774,847 53.3% 117.1% 6.7484 Layak
146,792,348,472 48.4% 111.2% 5.9623 Layak
150,086,164,807 47.7% 110.2% 5.8386 Layak
214,630,009,340 35.6% 90.8% 4.0312 Layak
13.5% 0.0%
13.5% 0.0%
13.5% 0.0%
13.5% 0.0%
(8,163,374,358) 9.9% 45.7% 0.7792 Tidak Layak
(20,379,004,501) 7.5% 36.9% 0.5193 Tidak Layak
(20,234,873,172) 7.7% 36.6% 0.5422 Tidak Layak
(84,858,867,298) #NUM! 17.5% 0.0798 #NUM!
142,720,985,918 53.2% 117.0% 6.7393 Layak
146,522,568,277 48.3% 111.0% 5.9532 Layak
149,803,276,407 47.5% 110.0% 5.8295 Layak
213,984,257,191 35.5% 90.6% 4.0221 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
206
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk PLT Biomassa POME (sumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun) No.
Indikator
A.
Biaya Awal-Jual Listrik (Rp) Biaya Awal-Penghematan Solar (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank/Tingkat Diskonto Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 3: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar
B. C. D. 1.
2.
3.
Ukuran 45 Ton TBS 36,964,416,510 24,867,310,067 5 13.5%
Ukuran 45 Ton TBS 42,396,678,573 29,581,284,210 5 13.5%
Ukuran 60 Ton TBS 44,196,687,578 31,018,593,375 5 13.5%
Ukuran 75 Ton TBS 92,220,853,048 70,806,449,968 5 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
0.0% 13.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
1.0% 12.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
2.0% 11.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
207
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
4.
5.
6.
Indikator Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 4: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 5: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 6: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp)
Ukuran 45 Ton TBS 167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
Ukuran 45 Ton TBS 186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
Ukuran 60 Ton TBS 192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
Ukuran 75 Ton TBS 370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
3.0% 10.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
4.0% 9.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
5.0% 8.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
208
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
7.
8.
9.
10.
Indikator B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 7: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 8: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 9: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 10:
Ukuran 45 Ton TBS 2.87 Layak
Ukuran 45 Ton TBS 2.73 Layak
Ukuran 60 Ton TBS 2.73 Layak
Ukuran 75 Ton TBS 2.29 Layak
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
6.0% 7.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
7.0% 6.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
8.0% 5.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
209
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
11.
12.
13.
Indikator Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 11: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 12: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 13: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik
Ukuran 45 Ton TBS 9.0% 4.5%
Ukuran 45 Ton TBS 9.0% 4.5%
Ukuran 60 Ton TBS 9.0% 4.5%
Ukuran 75 Ton TBS 9.0% 4.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
10.0% 3.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
11.0% 2.5%
11.0% 2.5%
11.0% 2.5%
11.0% 2.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
12.0% 1.5%
12.0% 1.5%
12.0% 1.5%
12.0% 1.5%
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
210
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
14.
15.
Indikator Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 14: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 15: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1)
Ukuran 45 Ton TBS 130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
Ukuran 45 Ton TBS 137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
Ukuran 60 Ton TBS 146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
Ukuran 75 Ton TBS 293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
13.0% 0.5%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
13.5% 0.0%
13.5% 0.0%
13.5% 0.0%
13.5% 0.0%
130,577,022,753 252,041,144,313 121,464,121,560 1.93 Layak
137,122,560,225 236,398,939,765 99,276,379,540 1.72 Layak
146,746,347,401 254,359,349,049 107,613,001,648 1.73 Layak
293,578,389,012 434,552,531,685 140,974,142,673 1.48 Layak
167,069,912,183 480,258,032,346 313,188,120,163 2.87 Layak
186,035,035,800 507,344,753,694 321,309,717,894 2.73 Layak
192,966,778,018 526,585,561,403 333,618,783,385 2.73 Layak
370,321,553,481 849,405,525,155 479,083,971,674 2.29 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
211
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
D. PLT Biomassa Pelepah Sawit Tabel Analisis Keuangan Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun) No. Indikator A. B. C. D. 1.
2.
3.
4.
5.
Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 3: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 4: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 5: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
Ukuran 200 KV 4,886,108,000 5 13.5%
0.0% 13.5% 3,967,448,360 19.4% 162.5% 1.8120 Layak 1.0% 12.5% 3,853,828,124 19.1% 160.1% 1.7887 Layak 2.0% 11.5% 3,740,207,888 18.8% 157.8% 1.7655 Layak 3.0% 10.5% 3,626,587,653 18.6% 155.5% 1.7422 Layak 4.0% 9.5%
212
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. Indikator
6.
7.
8.
9.
10.
Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 6: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 7: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 8: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 9: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 10: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
Ukuran 200 KV 3,512,967,417 18.3% 153.2% 1.7190 Layak 5.0% 8.5% 3,399,347,181 18.0% 151.0% 1.6957 Layak 6.0% 7.5% 3,285,726,945 17.8% 148.9% 1.6725 Layak 7.0% 6.5% 3,172,106,709 17.6% 146.7% 1.6492 Layak 8.0% 5.5% 3,058,486,473 17.3% 144.6% 1.6260 Layak 9.0% 4.5% 2,944,866,237 17.1% 142.6% 1.6027
213
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. Indikator 11.
12.
13.
14.
15.
Kelayakan Skenario 11: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 12: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 13: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 14: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 15: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
Ukuran 200 KV Layak 10.0% 3.5% 2,831,246,001 16.8% 140.6% 1.5794 Layak 11% 3% 2,717,625,765 16.6% 138.6% 1.5562 Layak 12.0% 1.5% 2,604,005,529 16.4% 136.6% 1.5329 Layak 13.0% 0.5% 2,490,385,293 16.2% 134.7% 1.5097 Layak 13.5% 0% 2,433,575,175 16.0% 133.7% 1.4981 Layak
214
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk PLT Biomassa Pelepah Sawit (Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun) No. Indikator A. B. C. D. 1.
2.
3.
4.
5.
Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 3: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 4: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 5: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp)
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
Ukuran 200 KV 4,886,108,000 5 13.5%
0.0% 13.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 1.0% 12.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 2.0% 11.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 3.0% 10.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 4.0% 9.5% 13,739,279,477 40,662,524,806
215
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. Indikator
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 6: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 7: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 8: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 9: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 10: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 11:
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
Ukuran 200 KV 26,923,245,329 2.96 Layak 5.0% 8.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 6.0% 7.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 7.0% 6.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 8.0% 5.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 9.0% 4.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak
216
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. Indikator
12.
13.
14.
15.
Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 12: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 13: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 14: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 15: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1)
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
Ukuran 200 KV 10.0% 3.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 11.0% 2.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 12.0% 1.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 13.0% 0.5% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak 13.5% 0.0% 13,739,279,477 40,662,524,806 26,923,245,329 2.96 Layak
217
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
E. Silo Pengering Padi/Jagung Tabel Analisis Keuangan Pengembangan Silo Pengering/Jagung (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun) No. Indikator 1. 2. 3. 4. 1.
2.
3.
4.
5.
Biaya Awal (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 3: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 4: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 5: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga
Ukuran 200 KV 945,000,000 5 13.5%
0.0% 13.5% 3,723,075,435 59.0% 505.4% 4.9398 Layak 1.0% 12.5% 3,689,010,300 58.1% 493.9% 4.9037 Layak 2.0% 11.5% 3,654,945,165 57.3% 482.8% 4.8677 Layak 3.0% 10.5% 3,620,880,030 56.4% 472.2% 4.8316 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
4.0% 9.5%
218
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No. Indikator
6.
7.
8.
9.
10.
Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 6: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 7: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 8: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 9: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 10: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index
Ukuran 200 KV 3,586,814,895 55.6% 461.9% 4.7956 Layak 5.0% 8.5% 3,552,749,760 54.8% 451.9% 4.7595 Layak 6.0% 7.5% 3,518,684,625 53.9% 442.4% 4.7235 Layak 7.0% 6.5% 3,484,619,490 53.1% 433.1% 4.6874 Layak 8.0% 5.5% 3,450,554,354 52.3% 424.2% 4.6514 Layak 9.0% 4.5% 3,416,489,219 51.5% 415.5% 4.6153
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
219
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program Ukuran 200 KV Layak
No. Indikator 11.
12.
13.
14.
15.
Kelayakan Skenario 11: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 12: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 13: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 14: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan Skenario 15: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai NPV (Rp) IRR ROI Profitability Index Kelayakan
10.0% 3.5% 3,382,424,084 50.7% 407.1% 4.5793 Layak 11% 3% 3,348,358,949 49.9% 399.0% 4.5432 Layak 12.0% 1.5% 3,314,293,814 49.1% 391.2% 4.5072 Layak 13.0% 0.5% 3,280,228,679 48.4% 383.6% 4.4711 Layak 13.5% 0% 3,263,196,111 48.0% 379.9% 4.4531 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
220
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program
Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Silo Pengering/Jagung (Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun) No.
Indikator
A. B. C. D. 1.
Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto Simulasi untuk Beban Bunga Debitur Skenario 1: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 2: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 3: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 4: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 5: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 6:
2.
3.
4.
5.
6.
Ukuran 200 KV 945,000,000 5 13.5%
0.0% 13.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 1.0% 12.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 2.0% 11.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 3.0% 10.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 4.0% 9.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
221
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Indikator Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 7: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 8: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 9: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 10: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 11: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 12:
Ukuran 200 KV 5.0% 8.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 6.0% 7.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 7.0% 6.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 8.0% 5.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 9.0% 4.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 10.0% 3.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
222
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program No.
13.
14.
15.
Indikator Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 13: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 14: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1) Skenario 15: Beban Bunga Debitur Subsidi Bunga Nilai Biaya (C)(Rp) Nilai Manfaat (B) (Rp) Nilai Manfaat Bersih (Rp) B per C Ratio (BCR) Kelayakan (Jika BCR > 1)
Ukuran 200 KV 11.0% 2.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 12.0% 1.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 13.0% 0.5% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak 13.5% 0.0% 2,643,619,075 7,047,808,005 4,404,188,930 2.67 Layak
PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme
223