ANALISIS BEBAN KERJA, KELUHAN MUSKULOSKELETAL, DAN KELELAHAN UNTUK MENENTUKAN KERJA LEMBUR PADA PT. MEGA ANDALAN KALASAN Risma Adelina Simanjuntak, Joko Susetyo, Fitri Astiwahyuni Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institus Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta ABSTRACT PT. Mega Andalan Kalasan is a company in Yogyakarta which focuses on hospital equipment products. Quality and on time fulfillment of customer needs continue to be improved. One of the efforts made by the company is implementing additional overtime. Employees have the lack of expertise that could be overtime effect employee work load, musculoskeletal disorders, and fatigue. This study analyzed work load, musculoskeletal disorders, and fatigue using pulse method, Nordic Body Map, Bourdon Wiersma Test, and Subjective Self Rating Test. Measurements were taken before work, before the break, and after work. Based on the results of this study obtained and average Body Mass Index included in the normal category. Pulse measurement results there is a difference between the three conditions (Fcount = 51.517). The measurement results of Nordic Body Map there is a difference fatigue between before work and after work (Fcount = 6.789). The measurement results of Bourdon Wiersma Test there is no speed difference between the three conditions (Fcount = 0.117); there is a difference in accuracy between before work and after work (Fcount = 5.836); there is no difference between the three conditions of the constancy (Fcount = 0.842). The measurement results of Subjective Self Rating Test there isn’t difference between the three conditions (F count = 0.812). The addition of overtime permissible, adjusted duration needs of the company and not to exceed the provisions of the Law of Republic of Indonesia. Keywords: Work Load, Musculoskeletal Disorders, Fatigue, Pulse, Nordic Body Map, Bourdon Wiersma Test, Subjective Self Rating Test, Overtime INTISARI PT. Mega Andalan Kalasan (MAK) adalah perusahaan di Yogyakarta yang fokus pada produk perlengkapan rumah sakit. Kualitas dan waktu pemenuhan kebutuhan pelanggan terus ditingkatkan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh adalah mengimplementasikan kerja lembur. Karyawan memiliki keterbatasan kemampuan sehingga bisa saja kerja lembur mempengaruhi kondisi beban kerja, keluhankelelahan karyawan. Penelitian ini menganalisis beban kerja, keluhan musculoskeletal, dan kelelahan menggunakan metode denyut nadi, Nordic Body Map, Bourdon Wiersma Test, dan Subjective Self Rating Test. Pengukuran dilakukan sebelum bekerja, sebelum istirahat, dan setelah bekerja. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil rata-rata IMT pekerja termasuk dalam kategori normal. Hasil pengukuran denyut nadi terdapat perbedaan antara ketiga kondisi tersebut (Fhitung = 51,517). Hasil pengukuran Nordic Body Map terdapat perbedaan kelelahan antara sebelum bekerja dan setelah bekerja (Fhitung = 6,789). Hasil pengukuran Bourdon Wiersma Test tidak terdapat perbedaan kecepatan antara ketiga kondisi tersebut (Fhitung = 0,117); terdapat perbedaan ketelitian antara sebelum bekerja dan setelah bekerja (Fhitung = 5,836); tidak terdapat perbedaan konstansi antara ketiga kondisi tersebut (Fhitung = 0,842). Hasil pengukuran Subjective Self Rating Test tidak terdapat perbedaan antara ketiga kondisi tersebut (Fhitung = 0,812). Penambahan waktu kerja lembur boleh dilakukan, durasi menyesuaikan kebutuhan perusahaan dan tidak melebihi ketentuan UU Republik Indonesia. Kata kunci: Beban Kerja, Keluhan Musculoskeletal, Kelelahan, Denyut Nadi, Nordic Body Map, Bourdon Wiersma test, Subjective Self Rating Test, Kerja Lembur
PENDAHULUAN PT. MAK menjadi salah satu industri yang berkembang di Yogyakarta, khususnya untuk perlengkapan rumah sakit. Sistem continuous improvement diterapkan oleh perusahaan sehingga perusahaan terus menerus melakukan pengembangan diri untuk menjadi perusahaan yang lebih baik dari sebelumnya. Kualitas dan waktu pemenuhan kebutuhan pelanggan terus ditingkatkan untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat memenuhi hal tersebut adalah mengimplementasikan kerja lembur. Kerja lembur tersebut dapat berpengaruh pada kondisi perusahaan, sebab perusahaan ini merupakan perusahaan padat karya. Karyawan tetap di perusahaan ini bagi menjadi dua yaitu direct worker yang merupakan operator produksi dan indirect worker yang merupakan staf. Karyawan memiliki kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan kemampuan sehingga bisa saja kerja lembur mempengaruhi kondisi karyawan. Penilaian berat ringannya beban kerja dapat dilakukan dengan pengukuran denyut nadi. Kepekaan denyut nadi terhadap perubahan pembebanan yang diterima tubuh cukup tinggi (Tarwaka dkk, 2004). Menurut Grandjean (1993) keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang-ulang dan dalam waktu lama dapat menyebabkan keluhan hingga kerusakan muskuloskeletal. Kelelahan menurut Granjean (1993) menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Sigit Tri Sudharman (2011) dalam penelitiannya tentang shift kerja terhadap kelelahan mengungkapkan kelelahan (fatigue) erat kaitannya dengan perasaan sehingga bagi setiap orang bersifat subjektif dan objektif. Berdasarkan latar belakang di atas , ingin mengetahui beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan karyawan untuk menentukan kerja lembur boleh dilakukan atau tidak agar kondisi kesehatan karyawan tetap terjaga. Beban Kerja Melakukan pekerjaan perlu memperhatikan aplikasi tenaga otot dengan benar agar diperoleh daya otot yang optimal. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti: umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan fisik dan kemampuan tubuh untuk menyesuaikan dengan lingkungan.Salah satu indikator kesehatan seseorang juga dapat diketahui dari status gizi dilihat dari berat dan tinggi badan. Cara untuk mengetahui kondisi kesehatan ditinjau dari status gizi berdasarkan berat dan tinggi badan adalah dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI), yaitu angka yang menunjukkan tingkat perbandingan antara berat badan (dalam satuan kg) dengan nilai kuadrat ukuran tinggi badan (dalam satuan meter 2) (Soekirman, 1994). Menurut Tarwaka dkk (2004) pengukuran denyut jantung kerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovascular strain. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah metode 10 denyut. Metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut: ( ) Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika maupun kimiawi (Tarwaka dkk, 2004). Menurut Tarwaka dkk (2004) keluhan muskuloskletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sakit. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Menurut Grandjean (1993) keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot. Menurut Tarwaka (2010) metode Nordic Body Map (NBM) merupakan metode yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan (severity) atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot-otot skeletal. Aplikasi metode NBM dengan menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map). Nordic Body Map meliputi dua puluh delapan (28) bagian otot-otot skeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan bagian paling bawah yaitu otot pada kaki. Tarwaka (2010) menyatakan desain penilaian menggunakan skoring (misalnya 4 skala likert), maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden. Total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot skeletal) dihitung untuk dapat digunakan dalam entri data statistik. Kelelahan adalah suatu unsur mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan kerja adalah kondisi para pekerja yang merasa lelah secara fisik dan atau psikis. Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah tremor pada otot/perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotomi, status kesehatan, dan keadaan gizi (Grandjean, 1993). Kelelahan terjadi karena beberapa sebab antara lain karena melakukan aktivitas monoton, beban kerja dan waktu kerja yang berlebihan, keadaan lingkungan, keadaan kejiwaan (psikologis) dan keadaan gizi (Suma’mur, 1982). Aktivitas yang monoton yang harus dilakukan sepanjang hari, beban kerja yang berat, durasi waktu kerja yang panjang dan paparan panas matahari merupakan sumber penyebab timbulnya kelelahan. Menurut Hiperkes & Keselamatan Kerja (2003) kesulitan terbesar dalam pengukuran kelelahan adalah karena tidak adanya cara langsung yang dapat mengukur sumber penyebab kelelahan itu sendiri. Menurut eksperimen yang pernah dilakukan, sejauh ini pengukuran kelelahan berupa indikator kelelahan. Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kelelahan. Pengukuran subjektif kelelahan umum diukur dengan pelemahan aktivitas, motivasi dan fisik menggunakan kuesioner Subjective Self Rating Test. Pengukuran objektif mengenai kelelahan menggunakan uji mental diukur dengan tes Bourdon Wiersma. Kedua alat ukur ini digunakan secara bersama-sama untuk mengetahui kelelahan indirect worker. Tarwaka (2010) mengungkapkan pengukuran kelelahan secara subjektif dengan subjective self rating test dari dari International Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan. Desain penilaian menggunakan skoring (misalnya 4 skala likert). Tes Bourdon Wiersma merupakan salah satu tes kognitif yang dikembangkan pada tahun 1982, merupakan tes objektif dari kelelahan. Tes ini dipakai untuk mengevaluasi konsentrasi, perhatian, kecepatan bekerja untuk tugas-tugas yang rutin dan monoton, ketelitian kerja, dan daya tahan dalam bekerja. Lamanya waktu kerja di Indonesia telah ditetapkan sehari maksimum adalah 8 jam kerja. Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi tujuh (7) jam sehari dan empat puluh (40) jam satu (1) minggu untuk enam (6) hari kerja dalam satu (1) minggu, atau delapan (8) jam sehari dan empat puluh (40) jam satu (1) minggu untuk lima (5) hari kerja dalam satu (1) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah. METODE Objek yang diteliti adalah karyawan tetap yaitu direct worker yang merupakan operator produksi dan indirect worker yang merupakan staf PT. Mega Andalan Kalasan. Metode yang digunakan, yaitu pengukuran Indeks Masa Tubuh, pengukuran denyut nadi, kuesioner Nordic
Body Map, kuesioner Subjective Self Rating Test, Bourdon Wiersma Test yang dilakukan sebelum bekerja (07.15-07.35 WIB), sebelum istirahat (11.40-12.00 WIB) dan sesudah bekerja (15.40-16.00 WIB). Populasi penelitian ini adalah direct worker yaitu operator produksi dan indirect worker yaitu staf dengan total 417 orang. Sampel dalam penelitian dihitung dengan rumus Slovin. Rumus Slovin digunakan untuk menentukan ukuran sampel minimal. Hasil perhitungan sampel diperoleh 81 orang. Pada penelitian ini jumlah sampel ditambah 15% untuk menghindari drop out sehingga jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 95 orang dan ditentukan jumlahnya sesuai dengan jenis pekerjaannya, yaitu staf 17 orang dan operator produksi 78 orang. Beban kerja, keluhan musculoskeletal, dan kelelahan karyawan diukur menggunakan pengukuran denyut nadi, kuesioner Nordic Body Map, Bourdon WIersma Test, dan Subjective Self Rating Test, untuk menentukan penambahan waktu kerja lembur boleh dilakukan atau tidak. Analisis data berdasarkan pada data yang telah diolah kemudian dilakukan analisis anava menggunakan software SPSS (Statistical Package for The Social Science). PEMBAHASAN Responden penelitian ini mayoritas adalah pria berjumlah 94 orang dengan persentase 99% dan wanita berjumlah 1 orang dengan persentase 1%. Status pernikahan responden yaitu menikah 34 orang dengan persentase 36% dan belum menikah 61 orang dengan persentase 64%. Tingkat pendidikan responden yaitu SMK 98% dengan jumlah 93 orang, D3 1% dengan jumlah 1 orang dan S1 1% dengan jumlah 1 orang. Hasil analisis umur pekerja dalam penelitian ini antara 23-58 tahun dengan rata-rata 32,95 tahun. Pada rentang umur tersebut merupakan usia produktif untuk bekerja, sebab batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15-64 tahun. Menurut Tarwaka, umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur pekerja dapat menunjang penelitian karena berada dalam rentang umur dengan kemampuan fisiologi sesuai. Masa kerja merupakan waktu yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugastugas suatu pekerjaan. Masa kerja berpengaruh pada tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Masa kerja dapat mempengaruhi berat ringannya tingkat kelelahan. Hasil analisis masa kerja pekerja dalam penelitian ini antara 1-29 tahun dengan rata-rata 9,26 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa para pekerja sudah terbiasa dengan pekerjaan tersebut, sehingga pekerjaan yang mereka lakukan tidak lagi terasa berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan pekerja antara 45-90 kg dengan ratarata 61,71 kg. Tinggi badan pekerja antara 1,50-1,86 m dengan rata-rata 1,66 m. Berat badan dan tinggi badan diukur untuk menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) yang berguna untuk mengetahui keseimbangan energi yang masuk melalui asupan makanan dengan energi yang dikeluarkan. Kelebihan atau kekurangan berat badan dapat mempengaruhi kinerja dan dapat mempercepat terjadinya kelelahan. IMT pekerja termasuk dalam kategori normal yaitu 22,36 kg/m2 dengan rentang antara 16,3-33,5 kg/m2. Hal tersebut menunjukkan status gizi pekerja baik dan dapat bekerja optimal. Berat ringannya beban kerja dapat diketahui menggunakan pengukuran denyut nadi, pengukuran ini bersifat objektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa denyut nadi rata-rata sebelum bekerja adalah 76,981 denyut per menit dengan kategori ringan, denyut nadi rata-rata sebelum istirahat adalah 90,912 denyut per menit dengan kategori sedang, dan denyut nadi ratarata setelah bekerja adalah 95,526 denyut per menit dengan kategori sedang. Selisih denyut nadi antara sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 13,931 dan setelah bekerja-sebelum istirahat adalah 4,614. Hasil kategori beban kerja pada kondisi sebelum bekerja menunjukkan kategori ringan dengan persentase jumlah responden 37%, sebelum istirahat menunjukkan kategori sedang dengan persentase jumlah reponden 67%, dan setelah bekerja menunjukkan kategori sedang dengan persentase jumlah responden 54%.
Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi kelelahan tersebut tidak sama atau berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 51,517 dan Ftabel = 3,03 (Fhitung > Ftabel) dan nilai sig. = 0,000 dan α = 0,05 (sig. < α.). Hasil analisis post hoc dan homogeneus subset menunjukkan bahwa ketiga kondisi tersebut, sebelum bekerja–sebelum istirahat, sebelum istirahat–setelah bekerja, dan sebelum bekerja–setelah bekerja, mempunyai perbedaan denyut nadi secara nyata. Artinya terdapat peningkatan kelelahan yang terjadi antara sebelum bekerja-sebelum istirahat, sebelum istirahat-setelah bekerja dan sebelum bekerjasetelah bekerja. Berat ringannya keluhan muskuloskeletal dapat diketahui menggunakan kuesioner Nordic Body Map, pengukuran ini bersifat subjektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata sebelum bekerja adalah 36,35 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), skor rata-rata sebelum istirahat adalah 39,29 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), dan skor rata-rata setelah bekerja adalah 42,56 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan). Selisih skor antara sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 2,94 dan setelah bekerja-sebelum istirahat adalah 3,27. Ketiga kondisi pengukuran tersebut menunjukkan hasil tingkat resiko yang sama yaitu rendah. Persentase jumlah responden yang memiliki tingkat resiko rendah saat sebelum bekerja adalah 90%, sebelum istirahat adalah 92% dan setelah bekerja adalah 81%. Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi kelelahan tersebut tidak sama atau berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 6,789 dan Ftabel = 3,03 (Fhitung > Ftabel) dan nilai sig. = 0,001 dan α = 0,05 (sig. < α.). Hasil analisis post hoc dan homogeneus subset menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor secara nyata antara kondisi sebelum bekerja dan setelah bekerja. Artinya terdapat peningkatan kelelahan yang terjadi antara sebelum bekerja dan setelah bekerja. Kelelahan ditinjau menggunakan Bourdon Wiersma Test untuk pengukuran objektif dan kuesioner Subjective Self Rating Test untuk pengukuran subjektif menunjukkan: 1. Pengukuran objektif Pengukuran objektif menggunakan Bourdon Wiersma Test dilakukan untuk menilai kecepatan, ketelitian dan konstansi responden. a. Kecepatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata sebelum bekerja adalah 10,2476 dengan golongan cukup baik, kecepatan rata-rata sebelum istirahat adalah 10,0065 dengan golongan cukup baik, dan kecepatan rata-rata setelah bekerja adalah 10,2212 dengan golongan cukup baik. Selisih kecepatan antara sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 0,2411 dan setelah bekerja-sebelum istirahat adalah 0,2147. Ketiga kondisi pengukuran tersebut menunjukkan hasil golongan yang sama yaitu cukup baik. Persentase jumlah responden yang memiliki golongan cukup baik saat sebelum bekerja adalah 24%, sebelum istirahat adalah 35% dan setelah bekerja adalah 30%. Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi kelelahan tersebut sama atau tidak berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 0,117 dan Ftabel = 3,19 (Fhitung < Ftabel) dan nilai sig. = 0,890 dan α = 0,05 (sig. > α.). Hasil analisis post hoc dan homogeneus subset menunjukkan bahwa ketiga kondisi tersebut, sebelum bekerja–sebelum istirahat, sebelum istirahat–setelah bekerja, dan sebelum bekerja–setelah bekerja, tidak mempunyai perbedaan kecepatan secara nyata. b. Ketelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketelitian rata-rata sebelum bekerja adalah 20,06 dengan golongan ragu-ragu, ketelitian ragu-ragu sebelum istirahat adalah 13,53 dengan golongan ragu-ragu, dan ketelitian rata-rata setelah bekerja adalah 9,12 dengan golongan cukup. Selisih ketelitian antara sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 6,53 dan setelah bekerjasebelum istirahat adalah 4,41. Hasil golongan ketelitian pada kondisi sebelum bekerja menunjukkan golongan ragu-ragu dengan persentase jumlah responden 53%, sebelum istirahat menunjukkan golongan ragu-ragu dengan persentase jumlah reponden 59%, dan setelah bekerja menunjukkan cukup dengan persentase jumlah responden 65%.
Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi kelelahan tersebut tidak sama atau berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 5,836 dan Ftabel = 3,19 (Fhitung > Ftabel) dan nilai sig. = 0,005 dan α = 0,05 (sig. < α.). Hasil analisis post hoc dan homogeneus subset menunjukkan bahwa kondisi antara sebelum bekerja dan setelah bekerja terdapat perbedaan ketelitian secara nyata. Pengukuran sebelum bekerja merupakan kali pertama responden mengerjakan tes tersebut sehingga hasilnya masih ragu-ragu, sedangkan saat setelah bekerja berupakan kali ketiga responden mengerjakan tes tersebut sehingga hasilnya membaik. c. Konstansi Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstansi rata-rata sebelum bekerja adalah 4,7918 dengan golongan cukup, konstansi rata-rata sebelum istirahat adalah 3,8818 dengan golongan cukup, dan konstansi rata-rata setelah bekerja adalah 4,7971 dengan golongan cukup. Selisih konstansi antara sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 0,91 dan setelah bekerja-sebelum istirahat adalah 0,9153. Ketiga kondisi pengukuran tersebut menunjukkan hasil golongan yang sama yaitu cukup. Persentase jumlah responden yang memiliki golongan cukup saat sebelum bekerja, sebelum istirahat dan setelah bekerja adalah 53%. Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi kelelahan tersebut sama atau tidak berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 0,842 dan Ftabel = 3,19 (Fhitung < Ftabel) dan nilai sig. = 0,437 dan α = 0,05 (sig. > α.). Hasil analisis post hoc dan homogeneus subset menunjukkan bahwa ketiga kondisi tersebut, sebelum bekerja–sebelum istirahat, sebelum istirahat–setelah bekerja, dan sebelum bekerja–setelah bekerja, tidak mempunyai perbedaan konstansi secara nyata. 2. Pengukuran subjektif Pengukuran subjektif menggunakan kuesioner Subjective Self Rating Test dilakukan untuk menilai berat ringannya kelelahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata sebelum bekerja adalah 43,76 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), skor rata-rata sebelum istirahat adalah 45,47 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), dan skor rata-rata setelah bekerja adalah 47,82 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan). Selisih skor antara sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 1,71 dan setelah bekerja-sebelum istirahat adalah 2,35. Ketiga kondisi pengukuran tersebut menunjukkan hasil tingkat resiko yang sama yaitu rendah. Persentase jumlah responden yang memiliki tingkat resiko rendah saat sebelum bekerja adalah 82%, sebelum istirahat adalah 71% dan setelah bekerja adalah 59%. Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi kelelahan tersebut sama atau tidak berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 0,812 dan Ftabel = 3,19 (Fhitung < Ftabel) dan nilai sig. = 0,450 dan α = 0,05 (sig. > α.). Hasil analisis post hoc dan homogeneus subset menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan skor secara nyata. Artinya tidak terdapat perbedaan peningkatan kelelahan secara nyata pada ketiga kondisi tersebut. Penambahan Waktu Kerja Lembur Identifikasi penambahan waktu kerja lembur pada penelitian ini ditinjau dari beban kerja, keluhan musculoskeletal, dan kelelahan. Kondisi kesehatan karyawan ditinjau dari status gizi karyawan menggunakan pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) menunjukkan bahwa ratarata IMT pekerja termasuk dalam kategori normal yaitu 22,36 kg/m2. Hal tersebut menunjukkan status gizi pekerja baik dan dapat bekerja optimal. Pengukuran beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan pada kondisi yang berbeda yaitu sebelum bekerja, sebelum istirahat dan setelah bekerja. Menurut Budiono (2003) dalam pengukuran kelelahan tidak terdapat cara langsung yang dapat mengukur sumber kelelahan dan tidak terdapat satuan ukuran yang mutlak dalam pengukuran kelelahan. Pengukuran kelelahan dilakukan melelui indikator kelelahan. Berikut ini adalah hasil analisis beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan yang disajikan pada Tabel 1 Hasil Analisis Beban Kerja, Keluhan Muskuloskeletal, dan Kelelahan.
Tabel 1 Hasil Analisis Beban Kerja, Keluhan Muskuloskeletal, dan Kelelahan Keluhan Beban Muskulosk Kelelahan Kerja eletal Kondisi
Sebelum Bekerja
Sebelum Istirahat
Setelah Bekerja
Denyut Nadi
Nordic Body Map
Objektif
Subjektif
Nilai
76,981
36,35
Klasifikasi
Ringan
Rendah
% Nilai
37% 90,912
90% 39,29
Klasifikasi
Sedang
Rendah
% Nilai
67% 95,526
92% 42,56
Klasifikasi
Sedang
Rendah
54%
81%
Kecepatan 10,2476 Cukup Baik 24% 10,0065 Cukup Baik 35% 10,2212 Cukup Baik 30%
13,931
2,94
4,614
3,27
Penilaian
% Sebelum IstirahatSebelum Bekerja Setelah BekerjaSebelum Istirahat
Objektif Ketelitian 20,06
Konstansi 4,7918
Ragu-ragu
Cukup
Rendah
53% 13,53
53% 3,8818
82% 45,47
Ragu-ragu
Cukup
Rendah
59% 9,12
53% 4,7971
71% 47,82
Cukup
Cukup
Rendah
65%
53%
59%
0,2411
6,53
0,91
1,71
0,2147
4,41
0,9153
2,35
Subjektif 43,76
Ketiga Ketiga Ketiga Ketiga Ketiga kondisi kondisi kondisi kondisi kondisi berbeda sama berbeda sama sama Anava (Analisa Sebelum Sebelum Ketiga Tidak Tidak Tidak Variansi bekerjabekerjaPerbedaan kondisi terdapat terdapat terdapat setelah setelah berbeda perbedaan perbedaan perbedaan bekerja bekerja Hasil analisis beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan membuktikan bahwa ada peningkatan kondisi antara sebelum bekerja-sebelum istirahat, sebelum istirahat-setelah bekerja, dan sebelum bekerja-setelah bekerja. Artinya selama proses bekerja terdapat pelemahan kondisi responden akibat energi yang dikeluarkan selama bekerja. Pada Bourdon Wiersma Test menunjukkan bahwa kecepatan dan konstansi responden pada ketiga kondisi pengukuran tersebut adalah sama tidak terdapat perbedaan, sedangkan ketelitian terdapat perbedaan antara kondisi sebelum bekerja dan setelah bekerja. Pengukuran kelelahan ketiga metode pengukuran, yaitu denyut nadi, Nordic Body Map, dan Subjective Self Rating Test, menunjukkan bahwa masuk dalam klasifikasi rendah/ringan dan sedang. Artinya pekerjaan responden tergolong rendah/ringan dan sedang. Hal tersebut mengidentifikasikan bahwa boleh dilakukan penambahan waktu kerja lembur sebab beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan responden masih tergolong rendah/ringan dan sedang. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 78 ayat 1 b menyatakan bahwa waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga (3) jam dalam satu (1) hari dan empat belas (14) jam dalam satu (1) minggu. Ditinjau dari hasil pengukuran langsung mengenai status gizi, beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan serta Undang-Undang Republik Indonesia yang berlaku, maka penambahan waktu kerja lembur boleh dilakukan oleh perusahaan. Lamanya (durasi) waktu Hasil analisis
Ketiga kondisi berbeda
Bourdon Wiersma Test
Subjective Self Rating Test
kerja lembur yang dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan tidak melebihi ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia. KESIMPULAN Berdasarkan pengukuran, analisis data, dan hasil pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa: Kondisi kesehatan karyawan ditinjau dari status gizi karyawan menggunakan pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) menunjukkan bahwa rata-rata IMT pekerja termasuk dalam kategori normal yaitu 22,36 kg/m2. Hal tersebut menunjukkan status gizi pekerja baik dan dapat bekerja optimal. Beban kerja berdasarkan denyut nadi menggunakan metode sepuluh (10) denyut menunjukkan bahwa denyut nadi rata-rata sebelum bekerja adalah 76,981 denyut per menit dengan kategori ringan, denyut nadi rata-rata sebelum istirahat adalah 90,912 denyut per menit dengan kategori sedang, dan denyut nadi rata-rata setelah bekerja adalah 95,526 denyut per menit dengan kategori sedang. Terdapat peningkatan kelelahan yang terjadi antara sebelum bekerja-sebelum istirahat, sebelum istirahat-setelah bekerja dan sebelum bekerja- setelah bekerja. Keluhan muskuloskeletal menggunakan kuesioner Nordic Body Map menunjukkan bahwa skor rata-rata sebelum bekerja adalah 36,35 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), skor rata-rata sebelum istirahat adalah 39,29 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), dan skor rata-rata setelah bekerja adalah 42,56 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan). Terdapat peningkatan kelelahan yang terjadi antara sebelum bekerja dan setelah bekerja. Kelelahan karyawan ditinjau dari kecepatan ketelitian dan konstansi menggunakan Bourdon Wiersma Test menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata sebelum bekerja adalah 10,2476 dengan golongan cukup baik, kecepatan rata-rata sebelum istirahat adalah 10,0065 dengan golongan cukup baik, dan kecepatan rata-rata setelah bekerja adalah 10,2212 dengan golongan cukup baik. Ketelitian rata-rata sebelum bekerja adalah 20,06 dengan golongan raguragu, ketelitian ragu-ragu sebelum istirahat adalah 13,53 dengan golongan ragu-ragu, dan ketelitian rata-rata setelah bekerja adalah 9,12 dengan golongan cukup. Konstansi rata-rata sebelum bekerja adalah 4,7918 dengan golongan cukup, konstansi rata-rata sebelum istirahat adalah 3,8818 dengan golongan cukup, dan konstansi rata-rata setelah bekerja adalah 4,7971 dengan golongan cukup. Kelelahan karyawan ditinjau dari kelelahan secara subjektif menggunakan kuesioner Subjective Self Rating Test menunjukkan bahwa skor rata-rata sebelum bekerja adalah 43,76 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), skor rata-rata sebelum istirahat adalah 45,47 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), dan skor rata-rata setelah bekerja adalah 47,82 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan). Tidak terdapat perbedaan peningkatan kelelahan secara nyata pada ketiga kondisi tersebut. Penambahan waktu kerja lembur boleh dilakukan oleh perusahaan. Lamanya (durasi) waktu kerja lembur yang dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan tidak melebihi ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia. Berdasarkan kesimpulan terdapat beberapa hal yang dapat disarankan bagi peneliti selanjutnya dan perusahaan jika ingin melakukan kerja lembur, yaitu: Perlu diteliti kembali durasi waktu kerja lembur yang optimal serta tidak melampaui ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan waktu kerja lembur terkait dengan analisis keuangan hingga sistem penggajian karyawan ketika terdapat kerja lembur. Perlu diberi batasan waktu tertentu dalam mengerjakan Bourdon Wiersma Test. Perlu adanya penelitian mengenai kebosanan karyawan terkait dengan pekerjaan karyawan yang monoton.
DAFTAR PUSTAKA Budiono, A.M.S, 2003, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Grandjean, E, 1993, Fitting the Task to the Man 4th edition, dalam Tarwaka, 2010, Ergonomi Industri Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja, Harapan Press, Surakarta. Hiperkes & KK, 2003, Bunga Rampai Higiene Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Kasim U., 2010, Waktu Kerja Lembur Lebih dari 54 Jam Seminggu. Available from: URL: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4293 (18 Januari 2013, 13.07) Soekirman, 1994, Menghadapi Masalah Gizi Ganda Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua: Agenda 180 Repelita VI, dalam Arimbawa, I Made Gede, 2010, Redesain Peralatan Kerja Secara Ergonomis: Meningkatkan Kinerja Pembuat Minyak Kelapa Tradisional di Kecamatan Dawan Klungkung, Udayana University Press, Denpasar. Sudharman, S. T., 2011, Analisis Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kelelahan Karyawan dengan Menggunakan Metode Bourdon Wiersma dan 30 Items of Rating Scale, Skripsi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta. (tidak dipublikasikan) Suma’mur, P.K, 1982, Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja, Yayasan Swabhawa Karya, Jakarta. Tarwaka, Solichul H.A. Bakri, Lilik S., 2004, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, UNIBA Press, Surakarta. Tarwaka, 2010, Ergonomi Industri Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja, Harapan Press, Surakarta.