JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
| Vol. 1 No. 2 Agustus 2016
ANALISIS BEBAN EMISI UDARA PRIMER DI PROVINSI BANGKA BELITUNG (Analysis of Primary Air Emissions Load at Bangka Belitung Province) Elviana1*, Arief Sabdo Yuwono2, Yudi Chadirin3 1,2,3
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jl. Raya Dramaga, Kampus IPB Dramaga, PO BOX 220, Bogor, Jawa Barat Indonesia Penulis korespondensi: Elviana. Email:
[email protected]
Diterima: 7 Februari 2016
Disetujui: 18 Juli 2016
ABSTRACT Increased economic growth affects the consumption of fossil fuels from various sectors. It causes changes in air quality. The first step in mitigating air quality is inventory of emissions. This research aims to quantify emissions load in the province of Bangka Belitung and reduction strategies that can be used by the Government of the province of Bangka Belitung. The load of emissions of sulfur dioxide (SO2), nitrogen oxides (NOx), carbon monoxide (CO), and particulate matter (PM10) is the primary air pollutants dangerous to be inventoried. The required data are obtained from the secondary data collectionfrom the Department authorized. These data were calculated using the program Global Atmospheric Pollution version 5.0 released by the Stockholm Environment Institute and the Centre for International Climate and Environmental Research in Oslo.The average load of SO2 emission Bangka Belitung province of 6,045.89 tons/year and the largest contributor came from the industrial sector (41.43%). Load of NOx emissions by 16,324.84 tons/year, CO amounted to 75,639.01 tons/year, and PM10 amounted to 2,750.66 tons/year. The transportation sector is the largest contributor of load NOx emissions (62.11%), CO (96.58%), and PM10 (79.93%). The largest contributor of load of emissions SO2, NOx, CO, and PM10 in Bangka Belitung is Bangka. Bangka Belitung Provincial Government planned several strategies to reduce the load of emissions include smart driving, energy audit, centralized power plants, and the conversion of kerosene to LPG in the domestic sector. With the implementation of this strategy is expected to reduce emissions loadby 30%.
Key words: Bangka Belitung Province, emissions load, mitigation
PENDAHULUAN Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi di suatu wilayah ditandai dengan pembanguan fisik dan pendirian pusatpusat industri. Hal ini memicu pergerakan penduduk sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas manusia. Peningkatan aktivitas manusia memicu peningkatan moda transportasi. Tingginya aktivitas industri, domestik, dan transportasi menghasilkan emisi yang cukup tinggi sehingga meningkatkan masalah lingkungan, salah satunya adalah polusi udara.
91
Menurunnya kualitas lingkungan dapat diduga dari tingginya konsumsi bahan bakar. Di Negara-negara berkembang, penyumbang emisi terbesarnya berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (Christian et al. 2010). Penggunaan bahan bakar minyak didominasi oleh sektor transportasi sebesar 55%, diikuti oleh sektor rumah tangga sebesar 19%, industri sebesar 14%, dan listrik sebesar 12% (BPS 2007 dalam Mandra 2013). Sektor transportasi berkontribusi paling tinggi terhadap penurunan kualitas udara di berbagai kotakota besar di dunia (Tietenberg 2003).
JSIL | Elviana dkk. : Analisis Beban Emisi Udara Primer
Proses pembakaran bahan bakar minyak akan menghasilkan pencemarpencemar ke udara, seperti PM, CO), HC, NOx, SO2), dan O3 (Kementerian Lingkungan Hidup 2013). Apabila kadar dari pencemar-pencemar tersebut melebihi baku mutu dan lama-kelamaan terakumulasi, akan mengganggu kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. Beberapa penelitian menyatakan bahwa polusi udara mungkin berdampak akut terhadap kesehatan manusia terutama terhadap orang yang sudah tua, anak kecil, dan kaum minoritas (Swartz 1994 dalam Sovacool BK dan Brown MA 2010). Mengidentifikasi dan memperkirakan jumlah beban pencemar merupakan langkah pertama dalam pengelolaan kualitas udara. Langkah tersebut dikenal dengan istilah inventarisasi emisi. Inventarisasi emisi adalah pencatatan secara komprehensif tentang jumlah pencemar udara dari sumber-sumber pencemar udara dalam
suatu wilayah dan periode tertentu (Kementerian Lingkungan Hidup 2013). Iinventarisasiemisi dibutuhkan untuk mengatasi peningkatan polusi udara di suatu kawasan administrasi (Zheng et al. 2009). Penelitian ini bertujuan menghitung beban emisi SO2, NOx, CO, dan PM10 Wilayah Provinsi Bangka Belitung, menghitung kontribusi masing-masing kota/kabupaten terhadap beban emisi Provinsi Bangka Belitung, dan mempelajari strategi pengurangan emisi dan dampaknya terhadap besarnya beban emisi. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bangka Belitung. Provinsi Bangka Belitung memiliki 7 wilayah administratif, meliputi Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, KabupatenBelitung,
Tabel 1 Data yang diperlukan dalam perhitungan No.
Aktivitas
Data yang dibutuhkan
Jenis bahan bakar
Sumber data
1
Sektor pembangkit listrik
Jumlah bahan bakar
Solar, batubara
PLN
2
Sektor industri
Jenis industri dan kebutuhan bahan bakar
Bensin, Minyak tanah, Solar, LPG, Gas alam, Batubara
BPS
Jumlah bahan bakar yang terjual 3 Sektor transportasi di SPBU 4
Sektor domestik
Jumlah bahan bakar
5
Sektor pertanian dan peternakan
Jumlah luasan pertanian, produktivitas hasil pertanian, jumlah penggunaan pupuk, dan jumlah ternak
Sektor persampahan
Jumlah penduduk, estimasi timbulan sampah, estimasi fraksi sampah, estimasi fraksi penduduk desa dan kota
6
Bensin, Solar
Minyak tanah, LPG
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dinas Pertanian Provinsi BPS BLHD Provinsi Dinas Pertamanan dan Kebersihan
Sumber: Data sekunder (2014)
92
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
Kabupaten Belitung Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan JanuariβMaret 2014. Tahapan penelitian ini melalui tiga tahap yaitu pengumpulan data sekunder, perhitungan beban emisi, dan analisis beban emisi.Data yang digunakan dalam analisis ini berupa data sekunder selama 3 tahun (2010β2012). Data-data yang diperlukan untuk menghitung beban emisi dapat dilihat pada Tabel 1. Perhitungan beban emisi yang dilakukan menggunakan tier satu (emisi dihitung berdasarkan jumlah bahan-bahan penghasil emisi dikalikan faktor emisi standar). Beban emisi dihitung menggunakan program GAP yang dikeluarkan oleh Stockholm Environment Institute dan Centre for International Climate and Environmental Research-Oslo bekerjasama dengan ahli udara dari Brazil, China, India, dan Malawi sebagai bagian dari program Regional Air Pollution in Developing Countries (RAPIDC). Faktor emisi yang digunakan untuk menghitung setiap beban emisi dari semua aktivitas adalah faktor emisi dari US EPA dan IPCC. Persamaan umum untuk menghitung emisi polutan x berdasarkan US EPA adalah: πΈπππ ππ₯ = π΄ Γ πΈπΉ Γ (1 β πΈπ
/100) (1) Di mana: A
: Activity rate
| Vol. 1 No. 2 Agustus 2016
perhitungan ini digunakan persamaan sebagai berikut: πΈπππ ππ₯ = β(πΎπππ π’ππ πππβπππππππ Γ πΉπππ‘ππππππ ππ₯ ) (2)
Di mana: Emisi x:
Jumlah polutan x yang diemisikan oleh suatu jenis bahan bakar (ton x/tahun) Konsumsi bahan bakar: Jumlah bahan bakar yang dibakar (TJ/tahun) Faktor emisix : Faktor emisi polutan x untuk jenis bahan bakar tersebut (kg gas/TJ) (3) Setelah diperoleh beban emisi dari setiap sektor, kemudian dihitung beban emisi dari setiap kabupaten. Berdasarkan Permen LH Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah, beban emisi suatu wilayah dihitung dengan persamaan berikut: Beban emisi totalx = β BE Pembangkit listrikx + β BE transportasix + β BE industrix + β BE domestik x + β BE pertanianx + β BE sampahx (4)
Di mana: BE : Beban emisi setiap sektor polutan x (ton/tahun)
EF : Emission factor (factor emisi) ER : Efisiensi reduksi emisi (m3/tahun; digunakan jika dalam suatu aktivitas terdapat teknologi reduksi emisi) Estimasi konsumsi bahan bakar dihitung berdasarkandata statistik penggunaan energi dan dinyatakan dalam satuan Tera Joule (TJ).Data konsumsi bahan bakar pertama-tama dikonversi ke dalam bentuk energi yang dihasilkan dari masing-masing jenis bahan bakar menggunakan calorific value. Pada
93
HASIL DAN PEMBAHASAN Kuantifikasi Beban Emisi Provinsi Bangka Belitung Berdasarkan perhitungan diperoleh rata-rata beban emisi SO2 dari tahun 2010 sampai dengan 2012 di Provinsi Bangka Belitung sebesar 6,045.89 ton/tahun, beban emisi NOx sebesar 16,324.84 ton/tahun, beban emisi CO sebesar 75,639.01 ton/tahun, dan PM10 sebesar 2,750.66 ton/tahun. Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa pada tahun 2012 terjadi penurunan
JSIL | Elviana dkk. : Analisis Beban Emisi Udara Primer
Gambar 1 Beban emisi SO2, NOx, CO, dan PM10 Provinsi Bangka Belitung tahun 2010-2012 beban emisi SO2 sebesar 38%. Hal ini Beban emisi NOx pada tahun 2012 juga disebabkan terjadinya penurunan mengalami penurunan sebesar 5.9% produktivitas industri sebesar 40% disebabkan penurunan produktivitas (Bangka Belitung Dalam Angka 2013). industri. sebesar 14.77%, pembangkit listrik Karakterisrik Beban Emisi di Provinsi sebesar 3.25%, industri sebesar 1.1%, dan Bangka Belitung peternakan dan pertanian sebesar 0.81%, Sektor industri merupakan dan domestik sebesar 0.14%.Karakteristik penyumbang terbesar beban emisi SO2 beban emisi di Provinsi Bangka Belitung sebesar 41.43%, pembangkit listrik dapat dilihat pada Gambar 2. Beban emisi sebesar 31%, transportasi sebesar 21.6%, SO2 dihasilkan dari pembakaran batubara domestik sebesar 0.5%, persampahan dan bahan bakar fosil. Berdasarkan data sebesar 0.42%, serta peternakan dan yang diperoleh, kebutuhan rata-rata per pertanian sebesar 0.04%. Sektor tahun batubara sektor industri mencapai transportasi merupakan penyumbang 50,068,889 kg/tahun dan solar sebesar terbesar beban emisi NOx sebesar 62.11%, 111,364,323 liter/tahun. Sektor pembangkit listrik sebesar 22.46%, pembangkit listrik merupakan industri sebesar 11.9%, dan peternakan penyumbang besar beban emisi SO2 kedua dan pertanian sebesar 1.77%, setelah sektor industri membutuhkan solar persampahan sebesar 0.93%, dan domestik sekitar 111,972,429.8 liter/tahun. sebesar 0.84%.Sektor transportasi Kebutuhan solar pada pembangkit tenaga merupakan penyumbang terbesar beban listrik lebih besar daripada sektor emisi CO sebesar 96.58%, persampahan industri.Namun, pada sektor industri juga sebesar 2.82%, domestik sebesar 0.31%, menggunakan batubara untuk industri sebesar 0.17%, pembangkit listrik aktivitasnya.Cahyono (2011) melakukan sebesar 11.9%.Sektor transportasi juga penelitian inventarisasi beban emisi di merupakan penyumbang terbesar beban Jawa Tengah dan diperoleh hasil bahwa emisi PM10 sebesar 79.93%, persampahan sektor industri juga berkontribusi paling
94
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
| Vol. 1 No. 2 Agustus 2016
NOx SO2
CO
PM10
Gambar 2 Persentase karakteristik beban emisi udara primer di Provinsi Bangka Belitung besar untuk beban emisi SO2 dibandingkan dengan sektor lainnya sebesar 32%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) bahwa sektor transportasi diperkirakan menyumbang 70% pencemaran udara di daerah perkotaan (JICA 1997). Besarnya beban emisi di sektor transportasi berbanding lurus dengan jumlah kendaraan. Jumlah kendaraan berbanding lurus dengan jumlah bahan bakar yang digunakan. Vijayan et al. (2008) menyatakan bahwa umur mesin, pemeliharaan mesin, dan teknologi yang digunakan memengaruhi emisi gas buang. Sektor transportasi merupakan penyumbang terbesar beban emisi NO x, CO, dan PM10 di Provinsi Bangka Belitung. Berdasarkan data penjualan
95
BBM di SPBU Provinsi Bangka Belitung, diketahui bahan bakar bensin dan solar meningkat sebesar 9.4%/tahun dan 5.2%/tahun. Hodijah et al. (2014) menyatakan bahwa kendaraan berbahan bakar bensin akan menghasilkan CO lebih banyak dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar solar. Kontribusi utama beban emisi CO dan PM10 adalah sepeda motor, sementara beban emisi NOx adalah sedan/van, dan beban emisi SO2 adalah truk (Hodijah et al. 2014). Kontribusi Setiap Wilayah terhadap Beban Emisi Provinsi
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa inventarisasi emisi udara dilakukan pada daerah tingkat satu (provinsi). Berdasarkan peraturan tersebut, inventarisasi untuk setiap kabupaten/kota
JSIL | Elviana dkk. : Analisis Beban Emisi Udara Primer
tidak dilakukan. Pada kenyataannya, aktivitas-aktivitas yang menimbulkan emisi dilakukan di kabupaten dan kota. Kontribusi beban emisi setiap wilayah administratif Provinsi Bangka Belitung dapat dilihat pada Tabel 2.
Kabupaten Bangka lebih besar (22%) dibandingkan dengan wilayah administratif lainnya dengan laju pertambahan penduduk sebesar 3.14% (Bappeda 2013). Kabupaten Bangka menyumbang
Tabel 2 Kontribusi beban emisi setiap wilayah administratif Provinsi Bangka Belitung Wilayah Administratif
Beban Emisi (ton/tahun) SO2
NOx
Pangkalpinang
1,580.55
2,536.01
12,071.56
402.77
Bangka
2,389.49
5,432.83
16,572.18
631.38
Bangka Tengah
609.52
2,186.32
14,067.72
456.45
Bangka Barat
419.22
1,904.44
11,306.34
408.33
Bangka Selatan
191.47
1,192.73
7,238.62
290.82
652.2
2,052.65
7,999.49
324.88
203.43
1,019.86
6,383.10
236.04
Belitung Belitung Timur
Berdasarkan perhitungan selama tahun 2010β2012 Kabupaten Bangka menyumbang emisi paling besar terhadap beban emisi provinsi Bangka Belitung untuk polutan SO2, NOx, CO, dan PM10. Kabupaten Bangka men yumbang beban emisi SO2 sebesar 39.52%, diikuti Kota Pangkalpinang sebesar 26.14%, Kabupaten Belitung sebesar 10.79%, Kabupaten Bangka Tengah sebesar 10.08, Kabupaten Bangka Barat sebesar 6.93%, Kabupaten Belitung Timur sebesar 3.36%, dan Kabupaten Bangka Selatan sebesar 3.17%. Sektor industri merupakan kontributor utama untuk beban emisi SO2.Berdasarkan data konsumsi bahan bakar di sektor industri, Kota Pangkalpinang menggunakan batubara dan bahan bakar fosil lebih banyak (35β 50%) dibandingkan Kabupaten Bangka. Namun, Kota Pangkalpinang tidak memiliki pembangkit tenaga listrik.Kebutuhan listriknya disokong oleh Kabupaten Bangka.Sektor pembangkit tenaga listrik merupakan kontributor besar beban emisi SO2 kedua setelah sektor industri. Selain itu, jumlah penduduk
CO
P M10
beban emisi CO sebesar 33.28%, diikuti oleh Kota Pangkalpinang sebesar 15.53%, Kabupaten Bangka Tengah sebesar 13.39%, Kabupaten Belitung sebesar 12.57%, Kabupaten Bangka Barat sebesar 11.67%, Kabupaten Bangka Selatan sebesar 7.31%, dan Kabupaten Belitung Timur sebesar 6.25%. Hal ini disebabkan tingginya konsumsi bahan bakar sektor transportasi Kabupaten Bangka sebesar 21% kemudian diikuti oleh Kota Pangkalpinang sebesar 14β16%. Kabupaten Bangka menyumbang beban emisi NOxsebesar 21.91%, diikuti oleh Bangka Tengah sebesar 18.60%, Kota Pangkalpinang sebesar 15.96%, Kabupaten Bangka Barat sebesar 14.95%, Kabupaten Belitung sebesar 10.58%, Kabupaten Bangka Selatan sebesar 9.57%, dan Kabupaten Belitung Timur sebesar 8.44%. Beban emisi NOx Kabupaten Bangka Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan Kota Pangkalpinang.Hal ini disebabkan adanya beban emisi NOx yang dihasilkan dari sektor pembangkit tenaga listrik.Selain itu, luasan lahan pertanian di 96
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
Kabupaten Bangka Tengah lebih besardibandingkan dengan Kota Pangkalpinang. Pada tahun 2012 lahan di Kabupaten Bangka Tengah yang ditanami seluas 1,188 ha sedangkan Kota Pangkalpinang hanya 71 ha.Kabupaten Bangka menyumbang beban emisi PM10 sebesar 22.95%, diikuti oleh Bangka Tengah sebesar 16.59%, Kabupaten Bangka Barat sebesar 14.84%, Kota Pangkalpinang sebesar 14.64%, Kabupaten Belitung sebesar 11.81%, Kabupaten Bangka Selatan sebesar 10.57%, dan Kabupaten Belitung Timur sebesar 8.58%. Beban emisi PM10 dihasilkan dari pembakaran bahan bakar minyak, penggunaan pupuk, dan pembakaran sissa hasil pertanian.Konsumsi bahan bakar di Kabupaten Bangka lebih tinggi dibandingkan wilayah administratif lainnya.Meskipun lahan pertanian Provinsi Bangka Belitung terluas berada di Bangka Selatan (45%), penggunaan bahan bakar minyaknya lebih kecil dibandingkan dengan Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah.
| Vol. 1 No. 2 Agustus 2016
Strategi Reduksi Beban Emisi Sektor transportasi merupakan penyumbang emisi terbesar NOx, CO dan PM10 di seluruh wilayah administrasi Bangka Belitung. Sektor industri merupakan penyumbang beban emisi SO2 terbesar di Provinsi Bangka Belitung. Beberapa strategi reduksi yang direncanakan oleh Provinsi Bangka Belitung adalah sebagai berikut: 1. Smart driving Metode smart driving menggunakan strategi perilaku pengemudi dalam berkendaraan agar dicapai konsumsi bahan bakar yang efisien. Hasil uji coba studi ini menunjukkan bahwa metode ini berpotensi untuk menghemat bahan bakar antara 10-30% dan menurunkan emisi gas buang kendaraan hingga 20% (Studi Dit BSTP 2009 dalam Balai Lingkungan Hidup Provinsi Bangka Belitung 2013). Dinas Perhubungan Provinsi Bangka Belitung merencanakan akan menerapkan pelatihan smart diving dengan target pengemudi 100 orang/tahun. Diasumsikan dari metode tersebut dapat
Tabel 3 Perbandingan beban emisi sebelum dan setelah reduksi No
Sektor
Beban Emisi Sebelum Reduksi (ton/tahun) SO2 NOx CO PM10
1
Pembangkit listrik
1,874
3,666
87
89
1,780 (5%)
3,483 (5%)
83 (5%)
85 (-5%)
2
Industri
2,807
1,942
131
30
2,527 (10%)
1,748 (10%)
118 (-10%)
27 (-10%)
3
Transportasi
1,306
10,139
73,054
2,198
1,045 (10%)
8,111 (10%)
58,443 (-10%)
1759 (-10%)
4
Domestik
31
137
234
4
29 (5%)
130 (5%)
222 (5%)
4 (-5%)
5 6 7
Peternakan dan Pertanian Kehutanan Persampahan
3 0 25
289 0 152
0 0 2,133
22 0 406
3 0 25
289 0 152
0 0 2,133
22 0 406
Total
6,046
16,325
75,639
2,749
5,409
13,913
60,999
2,303
97
Beban Emisi Setelah Reduksi (ton/tahun) SO2 NOx CO PM10
JSIL | Elviana dkk. : Analisis Beban Emisi Udara Primer
mengurangi konsumsi BBM sebesar 10% setiap tahunnya. 2. Audit energi Audit energi adalah proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang penghematan energi serta rekomendasi peningkatan efisiensi pada pengguna sumber energi dan pengguna energi dalam rangka konservasi energi. Audit energi terdiri dari dua bagian, survei manajemen energi dan survei teknis. Survei teknis secara singkat mengulas kondisi dan operasi peralatan dari pemakai energi yang penting serta instrumentasi yang berkaitan dengan efisiensi energi. Jenis uji yang dijalankan selama audit energi terinci mencakup uji efisiensi pembakaran, pengukuran suhu dan aliran udara pada peralatan utama yang menggunakan bahan bakar, penentuan penurunan faktor daya yang disebabkan oleh berbagai peralatan listrik, dan uji sistem proses untuk operasi yang masih didalam spesifikasi (Kementerian Perindustrian 2011). Program ini ditargetkan dapat mengurangi beban emisi 10% per tahunnya. 3. Pembangunan pembangkit listrik tenaga surya terpusat (komunal) Pemerintah provinsi merencanakan membangun pembangkit listrik tenaga surya terpusat (komunal). Pembangkit listrik tenaga surya terpusat adalah suatu pembangkit listrik yang menggunakan tenaga matahari dengan cara memanfaatkan intensitas cahaya matahari dimana energi yang dihasilkan, disalurkan kepada pemakai jaringan melalui jaringan listrik. Program ini ditargetkan dapat mengurangi emisi sebesar 5%/tahun. 4. Konversi minyak tanah ke LPG Pemprov Bangka Belitung mencanangkan program tersebut sebanyak 267,645/unit. Diasumsikan konversi
dilakukan merata di seluruh kabupaten/kota. Secara teori, pemakaian 1 liter minyak tanah setara dengan pemakaian 0.57 kg LPG. Apabila strategi-strategi tersebut dilaksanakan bersamaan, diharapkan beban emisi menurun sebesar 30%. Penurunan beban emisi yang diharapkan dapat dilihat pada Tabel 3. KESIMPULAN Rata-rata beban emisi SO2 di Provinsi Bangka Belitung sebesar 6,045.89 ton/tahun, NOx sebesar 16,324.84 ton/tahun, CO 75,639.01 ton/tahun, dan PM10 sebesar 2,750.66 ton/tahun. Sektor transportasi merupakan penyumbang terbesar beban emisi NOx (10,138.98 ton/tahun), CO (73,053.90 ton/tahun), dan PM10 (2,198.49 ton/tahun). Beban emisi SO2 terbesar dihasilkan dari sektor industri rata-rata sebesar 2,807.26 ton/tahun. Kabupaten Bangka merupakan penyumbang terbesar beban emisi SO2, CO, NOx, dan PM10. Strategi reduksi yang akan diterapkan oleh Provinsi Bangka Belitung adalah smart driving, audit energi untuk sektor industri, mengurangi penggunaan solar, dan konversi minyak tanah ke LPG. DAFTAR PUSTAKA [BLH Provinsi Bangka Belitung] Balai Lingkungan Hidup Provinsi Bangka Belitung. 2013. RAD-GRK Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 20122020. Bangka Belitung. Bappeda. 2013. Bangka Belitung Dalam Angka. Tersedia dalam bentuk PDF di bappeda.babelprov.go.id/content/bd da-bangka-belitung-dalam-angka Cahyono EW. 2011. Kajian tingkat pencemaran sulfur dioksida dari industri di beberapa daerah di
98
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
Indonesia. Berita Dirgantara. Vol 12 (4): 132β137 Christian TJ, Yokelson RJ, Cardenas B, Molina LT, Engling G, Hsu SC. 2010. Trace gas and particle emissions from domestic and industrial biofuel use and garbage burning in central Mexico. Journal ofAtmospheric chemistry and physics. 10:565-584. Hodijah Nurhadi, Amin B, Mubarak. 2014. Estimasi beban pencemar dari emisi kendaraan bermotor di ruas jalan Kota Pekanbaru. Jurnal Dinamika Lingkungan Indonesia. Vol 1(2):71β70. [JICA].Japan Intenational Cooperation Agency. 1997. The Study on the Integrated Air QualityManagement for Jakarta MetropolitanArea, Indonesia. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. Pedoman Teknis Penyusunan Inventarisasi Emisi Pencemar Udara di Perkotaan. 2013. [Diacu 4 Juni 2016] http://www.menlh.go.id/ [Kementerian Perindustrian]. Pedoman teknis Audit Energi. 2011. [Diacu 4 Juni 2016] https://www.kemenperin.go.id Mandra MAS. 2013. Model Dinamik Pengendalian Emisi Kendaraan Bermotor di Kota Makassar. Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor. [Pertamina]. Program Konversi. [Internet]. [Diacu 14 Agustus 2015]. Tersedia dari: http://www.pertamina.com/gasdom/ produk_dan_services_elpiji_konver si.aspx Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah.
99
| Vol. 1 No. 2 Agustus 2016
Sovacool BK, Brown MA. 2009. Twelve metropolitan carbon footprint: a preliminary comparative global assessment. Journal of Environmental Pollution. 38:48564869.doi: 10.1016/j.enpol.2009.10.001. Tietenberg T. 2003. Environmental and Natural Resource Economics.Ed-6. Eddison Wesley: Boston. Vijayan A, Kumar A, Abraham MA. 2008. Experimental analysis of vehicle operation parameters affecting emission behavior of public transport buses operating on alternative diesel fuel. Journal of the Transportation Research Board, No. 2058, pp. 68-78. Zheng J, Zhang L, Che W, Zheng Z, Yin S. 2009. A highly resolved temporal and spatial air pollutant emission inventory for the Pearl River Delta region, China and its uncertainty assessment. Journal of Atmospheric Environment 43:5112β5122.doi:10.1