ANALISIS BALOK BETON BERTULANG BAMBU PROFIL DENGAN VARIASI SUSUNAN TULANGAN
PURNAMA DWI PUTRA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi Susunan Tulangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013
Purnama Dwi Putra NIM F44090041
ABSTRAK PURNAMA DWI PUTRA.Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi Susunan Tulangan.Dibimbing oleh Meiske Widyarti dan Fengky Satria Yoresta. Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat halus, agregat kasar, batu pecah, atau agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan (McCormac 2004). Penggunaan beton bertulang dalam pembangunan yang membutuhkan biaya tinggi menimbulkan fenomena yang menarik untuk mencari material pengganti tulangan baja. Tujuan dari penelitian ini mengukur kekuatan mekanik bambu betung, mengukur beban maksimum dan momen runtuh pada benda uji beton bertulang bambu, dan membandingkan kapasitas kuat balok uji bertulang bambu profil terhadap balok uji bertulang baja. Pengukuran kapasitas balok beton bertulang dibagi menjadi dua yaitu beton bertulang baja sebagai kontrol dan beton bertulang bambu dengan 4 variasi susunan berbeda dengan berdimensi . Pengujian balok beton bertulang dilakukan dengan mengacu SNI 03 – 4154 – 1996 “Metode Pengujan Kuat Lentur Beton dengan Balok Uji Sederhana yang Dibebani Terpusat Langsung”.Momen runtuh rata-rata balok tipe 1, 2, 3, 4, dan kontrol secara berurutan yaitu 3.318,23 Nm, 2.306,57 Nm, 2.554,89 Nm, 3.001,86 Nm, dan 3.498,49 Nm. Hasil pengujian lentur menunjukkan bahwa balok bertulang baja (kontrol) mempunyai nilai kapasitas kuat balok yang tertinggi. Balok bertulang bambu yang memiliki nilai kapasitas kuat mendekati nilai kontrol adalah balok tipe 1 dengan persentase 94,85% karena balok tipe 1 memiliki susunan tulangan profil yang vertikal sehingga mampu menahan beban yang besar. Kata kunci : beton bertulang bambu, variasi tulangan bambu, kapasitas kuat balok ABSTRACT PURNAMA DWI PUTRA. Analisis of Variation Composition Bamboo Profile for Concrete Beam Reinforcement. Supervised by Meiske Widyarti and Fengky Satria Yoresta. Concrete is a mixture consisting of fine aggregate, coarse aggregate, which mixed with a cement paste. A cement paste is made of cement and water, that will form a rock (McCormac 2004). The usage of reinforced concrete in construction is expensive, it is an interesting phenomenon to find a new material to be used as a steel reinforcement. This research purposes 1) to measure the mechanical strenght of Betung bamboo, 2) to measure the maximum moment and load of the bamboo reinforced concrete and 3) to compare the strength of bamboo reinforced concrete beam with steel reinforced concrete beam. The steel reinforced concrete beam is used as a strength control. The bamboo reinforced concrete beam is divided into 4 different combination using a dimension 150 x 150 x 600 mm. Testing reinforced concrete beam is done using SNI 03 – 4154 – 1996 about “Procedure for the
Calculation of Structural Concrete Building". The average rupture moment of bamboo beam type 1, 2, 3, 4, and steel are 3.318,23 Nm, 2.306,57 Nm, 2.554,89 Nm, 3.001,86 Nm, and 3.498,49 Nm. The bending moment test result shows that the steel reinforced concrete beam (control) show the highest value. The strongest bamboo reinforced concrete beam value is the type 1 with a vertikal bamboo arrangement beam that can reach a moment value 94,85 % of the steel beam. Keywords: reinforced concrete, variation bamboo reinforced beam, strength of concrete beam.
ANALISIS BALOK BETON BERTULANG BAMBU PROFIL DENGAN VARIASI SUSUNAN TULANGAN
PURNAMA DWI PUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi Susunan Tulangan Nama : Purnama Dwi Putra NIM : F44090041
Disetujui oleh
Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng Pembimbing I
Fengky Satria Yoresta, ST, MT Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof.Dr.Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia, rahmat dan hidayah dari-Nya lah maka penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul “Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi Susunan Tulangan”. Karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyakbanyaknya kepada : 1. Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng. selaku pembimbing akademik pertama yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan skripsi 2. Fengky Satria Yoresta, ST. MT. selaku pembimbing akademik kedua yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama melakukan penelitian. 3. Orang tua dan keluarga besar yang selalu memberikan doa yang tulus untuk kelancaraan pelaksanaan rangkaian penelitian. 4. Septiana Wulandari atas dukungan moral dan saran-sarannya. 5. Seluruh teman-teman SIL angkatan 46 atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga diucapkan kepada semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam pembuatan usulan ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di negeri ini.
Bogor, September 2013
Purnama Dwi Putra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA Beton
3 3
Struktur Balok
4
Analisis Struktur
6
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat
7 7
Alat dan Bahan
7
Prosedur Penelitian
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Bambu
14 14
Kuat Tekan Beton
16
Hasil Pengujian Lentur Balok
19
Perilaku Lentur Balok
21
KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
30 30 31
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
31 32
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelas dan mutu beton Massa jenis bambu Komposisi tulangan bambu profil Tegangan tarik bambu W/C rasio Nilai slump beton Hasil pengujian tekan kubus beton Hasil perhitungan pengujian balok
4 5 10 14 17 17 18 19
DAFTAR GAMBAR 1 Grafik tegangan-regangan beton 2 Reaksi perletakkan pembebanan titik 3 Tahapan penelitian 4 Susunan tulangan pada penampang balok 5 Posisi buku bambu tulangan. 6 Spesimen uji tarik bambu 7 Spesimen uji lentur kulit bambu 8 Spesimen uji lentur daging bambu 9 Balok uji beton bertulang bambu 10 Balok uji beton bertulang baja 11 Pengujian kuat tarik bambu 12 Grafik pengujian kuat tarik bambu 13 Pengujian lentur daging bambu 14 Pengujian lentur daging bambu 15 Diagram batang momen runtuh balok 16 Grafik hubungan beban-lendutan pada balok 17 Grafik beban-defleksi balok tipe 1. 18 Grafik beban-defleksi balok tipe 2 19 Grafik beban-defleksi balok tipe 3 20 Grafik beban-defleksi balok tipe 4. 21 Grafik beban-defleksi balok kontrol 22 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan dua buku di tepi bentang 23 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan satu buku di tengah bentang 24 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang. 25 Keretakan yang terjadi pada balok sederhana 26 Pola retak pada balok kontrol 27 Pola retak balok tipe 1 28 Pola retak balok tipe 2 29 Pola retak balok tipe 3 30 Pola retak balok tipe 4
3 6 8 9 9 10 11 11 13 13 14 15 16 16 20 21 22 23 23 24 25 25 26 27 28 28 28 29 29 29
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Hasil pengujian lentur bambu Grafik pengujian lentur bambu
33 34
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan beton bertulang dalam pembangunan membutuhkan biaya yang tinggi. Pembangunan dengan biaya yang lebih terjangkau dan tidak mengurangi kekuatan bangunan menimbulkan fenomena yang cukup menarik untuk diteliti. Bahan-bahan yang unggul menjadi prioritas utama dalam penggunannya sebagai bahan bangunan sehingga mengakibatkan ketersediaannya yang terbatas dan mahal. Dewasa ini, bambu sering digunakan sebagai bahan konstruksi karena sifatnya yang keras, kuat, ulet, mudah dibelah, dan mudah dikerjakan. Jenis bambu yang sering digunakan oleh masyarakat tradisional adalah bambu jenis betung dan ori karena memiliki sifat yang kuat dibandingkan dengan bambu jenis lainnya. Beton merupakan suatu material yang sampai sekarang merupakan material yang banyak digunakan dalam pembangunan karena sifatnya yang kuat, keras dan kaku. Komposisi pembentuk beton antara lain semen, agregat halus, agregat kasar, dan air menjadikan beton mempunyai kekuatan tekan yang tinggi. Nilai kekuatan beton dapat diketahuidengan melakukan pengujian kuat tekan terhadap benda uji silinder ataupun kubus yang dibebani dengan gaya tekan sampai mencapai beban maksimum. Pada era modern ini banyak dijumpai beton bertulang bambu sebagai pengganti tulangan baja yang harganya terus meningkat. Beton bertulang bambu telah menjadi inovasi sejak tahun 1990an. Menurut Khare (2005) balok bertulang bambu sangat disarankan untuk daerah yang terbatas dalam ketersediaan tualangan baja polos. Menurut penyidikan yang telah dilakukan, kekuatan tegangan tarik ultimit dari bambu sekitar 1000 – 2000 kg/cm2 dimana nilai tersebut merupakan ½ sampai ¼ dari tegangan tarik ultimit besi (Surjokusumo dan Nugroho, 1993), sehingga sangat menarik untuk direncanakan peningkatan potensi bambu sebagai material pengganti besi agar dapat mengurangi biaya pembuatan beton bertulang baja. Penelitian yang dilakukan oleh Surjokusumo dan Naresworo (1993) adalah beton bertulang bambu profil yang menggunakan bambu jenis tali dan bambu andong. Perlakuan yang dilakukan pada tulangan adalah dengan membuat profil berlubang di bentang bambu dan dililit dengan kawat sebagai penghubung geser. Sedangkan pada penelitian ini, bambu yang digunakan adalah bambu jenis betung. Perlakuan yang dilakukan yaitu dengan membentuk susunan profil tulangan yang ditinjau dari penampang balok. Selain itu, modifikasi yang diberikan adalah modifikasi jumlah dan posisi buku di bentang bambu serta pemberian paku sebagai penghubung geser. Penelitian beton bertulang bambu dilakukan dengan pengujian kuat tarik dan lentur beberapa bambu serta uji lentur balok beton sederhana dengan variasi susunan tulangan bambu untuk mengetahui kekakuan, kekuatan lentur dan momen runtuh balok tersebut yang kemudian dibandingkan dengan kekuatan balok beton betulang baja. Beton yang akan digunakan adalah beton K-175 dengan mutu kuat tekan rencana ± 17,5 MPa. Penelitian ini perlu dilakukan karena bertujuan untuk
2 mengetahui potensi bambu untuk menggantikan kontribusi tulangan baja.Selain itu, perlu diketahui mutu beton bertulang bambu sebagai pengganti tulangan baja yang dapat menjadi pilihan untuk diaplikasikan pada balok dan kolom rumah sederhana yang lebih terjangkau. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas permasalahan pokok yang ada antara lain sebagai berikut : 1. Apakah sifat mekanik tulangan bambu menyerupai sifat mekanik tulangan baja. 2. Apakah balok beton bertulang bambu berpotensi untuk dapat dijadikan sebagai konversi balok beton bertulangan baja. 3. Balok dengan susunan tulangan bambu profil manakah yang nilai kekuatannya mendekati kekuatan balok tulangan baja. Tujuan Penelitian 1. 2. 3.
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : Mengukur kekuatan mekanik bambu betung sebagai pengganti tulangan baja Mengukur beban maksimum dan momen runtuh pada benda uji beton bertulang bambu. Mengukur perbandingan kapasitas kuat balok uji bertulang bambu dengan balok uji bertulang baja.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah mengetahui kapasitas kuat balok beton bertulang bambu. Balok beton bertulang bambu yang memiliki kekuatan mendekati kapasitas kuat balok bertulang baja dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti balok tulangan baja.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini diantaranya sebagai berikut: 1. Balok yang didesain adalah balok bertulang bambu betung dan bertulang baja rangkap sebagai kontrol. 2. Pengujian dilakukan dengan metode center point loading yaitu pembebanan yang diberikan di tengah bentang balok.
3
TINJAUAN PUSTAKA Beton Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat halus, agregat kasar, batu pecah, atau agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan (McCormac 2004). Beton memiliki kekuatan tekan yang tinggi tetapi lemah terhadap kuat tariknya. Kekuatan tekan beton dapat ditentukan dengan melakukan uji kegagalan terhadap benda uji kubus 15 cm x 15 cm x 15 cm. Kekuatan tekan beton juga dapat digambarkan dengan grafik hubungan tegangan-regangan seperti Gambar 1 berikut.
Gambar 1 Grafik tegangan-regangan beton Beton normal tegangan tekan f’c terletak pada nilai regangan 0,002 sampai 0,003. Setelah titik maksimum dilalui, kurva akan turun dengan bertambahnya nilai regangan hingga benda uji hancur pada nilai regangan mencapai 0,003 – 0,005. SK SNKI T-15-1991-03 pasal 3.3.2 menetapkan bahwa regangan tekan maksimum (c) adalah 0,003 sebagai batas hancur. Sesuai dengan teori elastisitas, kemiringan awal kurva menggambarkan nilai modulus elastisitas beton. Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur. Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kelas dan mutu beton yang dibuat. Sehingga dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan bangunan ataupun konstruksi yang akan dibangun untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Untuk kepentingan pengendalian mutu disamping pertimbangan ekonomis, beton dengan mutu Bo (beton dengan f’c 50-80 MPa), perbandingan jumlah agregat (pasir, kerikil atau batu pecah) terhadap jumlah semen tidak boleh melampaui 8:1. Untuk Beton dengan mutu B1 (beton dengan f’c 100 MPa), dan K125 (beton dengan minimum f’c 125 MPa), dapat memakai perbandingan campuran unsur bahan beton dalam takaran volume 1 pc : 2 AH : 3 AK atau 3/2 AH : 5/2 AK (pc = semen portland, AH= agregat halus, AK= agregat halus). Apabila hendak menentukan perbandingan antar-fraksi bahan beton mutu K175
4 dan mutu lainnya yang lebih tinggi harus dilakukan percobaan campuran rencana guna dapat menjamin tercapainya kekuatan karakteristik yang diinginkan dengan menggunakan bahan-bahan susunan yang ditentukan. Menurut PBI’ 71beton dibagi dalam kelas dan mutu pada Tabel 1 sebagai berikut:
Kelas beton
Tabel 1 Kelas dan mutu beton Mutu beton Kuat tekan Tujuan pemakaian beton beton 2 (kgf/cm )
I
Bo
50-80
Non-struktural
II
Bi K125 K175 K225
100 125 175 225
Rumah tinggal Perumahan Perumahan Perumahan dan bendungan
III
K>225
>225
Jembatan, bangunan tinggi, terowongan kereta api
Beton bertulang merupakan kombinasi dua unsur bahan yaitu tulangan baja dan beton yang digunakan secara bersama sehingga desain stuktur elemen beton bertulang dilakukan berdasarkan prinsip yang berbeda dengan perencanaan dan desain suatu bahan (Nasution A 2009). Beton mempunyai kekuatan tekan yang besar, tetapi tidak mampu menerima gaya tarik. Kuat tarik beton bervariasi antara 8% - 15 % dari kuat tekannya.Ini berarti tulangan baja yang ditanam dalam beton menjadi unsur kekuatan yang memikul tegangan tarik. Struktur Balok Balok merupakan komponen pemikul momen yang akan menyalurkan beban ke kolom. Balok dimodelkan sebagai frame yang memiliki joint yang kaku sehingga momen-momen maksimum terjadi di ujung balok.Struktur balok yang diberi beban lentur akan mengakibatkan terjadinya momen lentur pada balok tersebut, sehingga akan terjadi deformasi (regangan) lentur dalam balok tersebut. Regangan-regangan yang terjadi tersebut akan menimbulkan tegangan pada balok. Sifat utama beton yang kurang mampu menahan tarik, mengakibatkan perlunya penahan tegangan tarik pada beton dengan cara memasang baja tulangan pada daerah tarik sehingga terbentuk struktur beton bertulang yang dapat menahan lenturan. Apabila gaya geser yang bekerja sangat besar maka perlu dipasang baja tulangan tambahan untuk menahan geser tersebut (Fauzan dan Riswan 2002).
Tulangan Baja
5 Jenis tulangan baja untuk beton dibedakan menurut tulangan polos atau berulir (deformed). Tulangan polos adalah batang baja yang permukaan sisi luarnya rata tidak bersirip atau berulir, sedangkan tulangan deform adalah batang baja dengan permukaan sisi luar tidak rata, tetapi bersirip atau berukir (Nasution A 2009). Kuat leleh/yield point tulangan baja (fy) bagi beton bertulang minimum 240 MPa dan tidak boleh melebihi nilai 550 MPa sedangkan nilai modulus elastisitas untuk tulangan non pratekan sebesar 200.000 MPa. Tulangan Bambu Bambu merupakan tanaman yang tidak bergantung pada musim dan hidupnya mengelompok membentuk suatu rumpun. Batang bambu berbentuk silinder dengan garis tengah atau diameter antara 2 cm – 30 cm dan panjangnya dapat mencapai 3 m – 35 m. Panjang garis tengah dan ketebalan batang bambu bergantung dari jenis spesies dan umur tanaman bambu. Batang bambu umumnya berongga dan terbagi atas interval-interval yang dibatasi oleh simpul atau ruas. Rongga antara ruas-ruas tersebut dipisahkan oleh diafragma (Surjokusumo dan Nugroho 1993). Kadar air merupakan presentase kandungan air yang terdapat pada batang bambu. Kadar air rata-rata semua jenis bambu kering udara menurut Janssen (1991) adalah sebesar 12 %, tergantung umur bambu.Massa jenis bambu juga tergantung pada umur bambu. Tabel 2 berikut ini merupakan nilai massa jenis bambu dengan kadar air 12% menurut Janssen (1991):
Age (year)
a a
Tabel 2Massa jenis bambu Li D t d 3 (kg/m ) (mm) (mm) (mm) (mm)
1
646
308
36,8
8,4
20,0
2
703
320
38,6
8,1
22,3
3
718
340
38,9
7,4
24,1
4
706
332
41,4
8,9
23,6
5
672
321
42,4
8,9
24,6
6
608
285
37,8
9,9
18,0
Sumber: Janssen JJA (1991) : massa jenis, Li : panjang, D : diameter luar, t : tebal, d : lebar.
Mekanisme interaksi antara bambu dengan pasta semen tidak cukup baik. Bambu mudah menyerap dan melepaskan air pada saat mengering, sehingga terjadi perubahan dimensi bambu. Hal tersebut juga terjadi ketika bambu diselimuti oleh pasta semen. Menurut Wang T (1944) dalam Surjokusumo dan Nugroho (1993) bambu dapat menyerap air sampai 25 % pada 24 jam pertama. Hal ini merupakan salah satu penghalang dalam penggunaan bambu sebagai tulangan struktur beton. Adapun cara-cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan tersebut, antara lain :
6 1.
Sebaiknya digunakan bambu yang sudah tua usianya sehingga daya serap dan kelembabannya kecil. 2. Melapisi batang bambu tua dengan bahan kedap air seperti vernis, cat, atau cairan aspal untuk mengurangi kadar air yang cenderung diserap. Akan tetapi hal tersebut harus dihindarkan dari licinnya permukaan bambu akibat pemakaian bahan-bahan tersebut karena dapat mengurangi daya lekat pasta semen. Sifat mekanis adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan kekuatan bahan dan merupakan ukuran kemampuan bahan untuk mengubah bentuk dan ukurannya yang disebabkan oleh gaya luar. 1. Kuat Tarik Kuat tarik atau tegangan tarik ( adalah suatu ukuran intensitas pembebanan tarik yang dinyatakan oleh gaya dan dibagi oleh luas di tempat gaya tersebut bekerja (Iremonger 1990). Selain tegangan tarik, hasil yang didapat dari pengujian tarik adalah tegangan leleh/yield strength (fy) bambu. 2. MOE dan MOR Modulus of Elasticity (MOE) adalah ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Nilai dari MOE ini akan digunakan untuk menentukan sifat kekakuan bambu. Modulus of Rupture (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu bahan pada saat menerima beban maksmum yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Analisis Struktur Analisis struktur pada pengujian balok sederhana dilakukan dengan pembebanan yang menyebabkan terjadinya lenturan. Perletakkan sendi – rol dalam Gambar 2 hanya terdapat reaksi – reaksi vertikal atau tidak ada gaya horizontal pada batang. Untuk menahan pembebanan yang demikian sebuah batang haruslah ditunjang pada satu atau lebih posisi menurut panjangnya sehingga menyebabkan gaya-gaya internal salah satunya adalah momen lentur (Mr). Momen lentur adalah jumlah total aljabar momen-momen gaya eksternal yang bekerja pada sembarang satu sisi penampang yang ditinjau (Iremonger 1990).
Gambar 2 Reaksi perletakkan pembebanan titik
7
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian “Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi Susunan Tulangan” dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Mei – Juli 2013. Pengambilan data dilaksanakan dengan 2 tahap yaitu data yang diperoleh dari pengujian mekanik bambu dan pengujian lentur beton dengan balok uji sederhana. Pengujian mekanik bambu dilakukan di laboratorium Rekayasa Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan sedangkan pengujian lentur balok beton di laboratorium Kekuatan Bahan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah bambu Betung (umur 3-4 tahun) yang diambil dari Desa Cibereum Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, agregat halus, agregat kasar, semen Portland, air bersih, paku, karung goni bekas. Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meteran, gergaji kayu, spidol permanen, golok, timbangan, circular saw, jangka sorong, UTM (Universal Testing Machine) merk Shimadzu kapasitas 60 ton, UTM merk Instron kapasitas 5 ton,dial gauge/deflektometer merk Peacock dengan ketelitian 0,01 mm, bekisting balok 15 cm x 15 cm x 60 cm, spesimen kubus beton 15 cm x15 cm x 15 cm untuk pengujian kuat tekan, cangkul, adukan beton, 1 set alat slump, pelat besi, dan alat tulis. Prosedur Penelitian Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap antara laindesain penampang balok beton, pengerjaan bambu, pengujian bambu, pengerjaan beton, pengujian beton, serta analisis dan pembahasan hasil eksperimen. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3berikut.
8
MULAI
Desain balok beton bertulang
Pemotongan profil
Kuat tarik bambu
Berat jenis kering udara
MOE dan MOR
Pengerjaan bambu
Pengujian bambu
Concrete mix
Analisis Hasil
Uji tekan kubus beton
Ujian Lentur Balok
Curring beton
Slump tes
PengujianBeton Pengerjaan Beton
Penyusunan Tugas Akhir
Selesai
Gambar 3Tahapan penelitian Desain balok beton bertulang Penampang balok yang digunakan pada penelitian ini berdimensi 15 cm x 15 cm. Panjang balok beton bertulang yaitu 60 cm. Tipe tulangan balok yang akan digunakan ada 5 tipe yaitu 4 tipe balok bertulang bambu dan 1 tipe balok bertulang baja sebagai kontrol. Bambu yang digunakan adalah bambu jenis Betung dengan ketebalan ± 1 cm dan diameter penampang ± 12 cm, sedangkan baja yang digunakan yaitu baja polos berdiameter 10 mm dan besi sengkang berdiameter 8 mm. Pada Gambar 4 berikut merupakan bentuk susunan tulangan pada penampang balok uji sederhana.
9 Gambar 4 Susunan tulangan pada penampang balok Keterangan : Tipe 1 = dua bagian bambu yang disusun vertikal dengan kulit bambu saling berhadapan di tengah susunan Tipe 2 = dua bagian bambu disusun horizontal dengan kulit bambu saling berhadapan di tengah susunan Tipe 3 = dua bagian bambu yang disusun horizontal dengan kulit bambu berada di atas tulangan Tipe 4 = dua bagian bambu yang disusun horizontal dengan kulit bambu berada di bawah tulangan Kontrol = Tulangan baja polos dengan diameter 10 mm dan sengkang berdiameter 8 mm Modifikasi adanya buku pada tulangan bambu dibuat bervariasi. Setiap susunan tulangan mempunyai 3 variasi buku yang berbeda yaitu 2 buku di tepi bentang, 1 buku di tengah bentang, dan 1 buku dari jarak 1/3 tepi bentang (Gambar 5). Variasi posisi buku ini diharapkan dapat berpengaruh pada kuat lentur balok bertulang bambu. Selain modifikasi buku, ada juga modifikasi penghubung geser. Modifikasi ini dilakukan untuk menambah lekatan tulangan bambu pada beton. Bahan yang digunakan sebagai penghubung geser pada tulangan adalah paku kecil yang diberikan pada tulangan bambu.
(a)
(b)
(c) Gambar 5 Posisi buku bambu tulangan. Keterangan : Tulangan (a) = dua buku tulangan di tepi bentang
10 Tulangan (b) = satu buku tulangan di tengah bentang Tulangan (c) = satu buku tulangan di jarak 1/3 dari tepi bentang Pengerjaan Bambu Bambu betung yang sudah dipilih adalah bambu dengan diameter luar ± 12 cm. Bambu tersebut ditebang dengan cara mengambil jarak 30 cm dari pangkal ujung bawah batang untuk mencegah air tertampung pada sisa bambu yang akan merusak akar rimpang bambu. Bambu yang sudah ditebang, dipotong-potong sesuai ukuran rencana benda uji yaitu uji lentur dengan panjang 58 cm.Setelah dipotong dengan panjang 58 cm, bambu dibelah menjadi dua bagian. Masingmasing bagian bambu yang dipergunakan sebagai tulangan hanya 2/3 dari total luas penampang bambu. Total jumlah tulangan bambu untuk seluruh spesimen adalah 24 buah bagian bambu. Jumlah potongan bambu yang diperlukan untuk pembuatan benda uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Semua bambu yang sudah dipotong tersebut kemudian didiamkan selama 3-4 hari untuk pengeringan kadar air. Setelah bambu cukup kering, tulangan bambu tersebut ditimbang agar mendapatkan berat jenis bambu kering udara. Tabel 3Komposisi tulangan bambu profil Penampang Balok
Panjang Balok (cm)
Jumlah Tulangan (unit)
Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4
58 58 58 58
2 2 2 2
Jumlah Balok Beton 3 3 3 3 Total
Jumlah tulangan untuk setiap tipe balok 6 6 6 6 24
Pengujian bambu yang dilakukan adalah pengujian tarik dan pengujian lentur bambu. Pembuatan sampel uji tarik dan lentur spesimen bambu dilakukan dengan mengacu ASTM D143-09 “Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber”.Spesimen kuat tarik membutuhkan 7 buah spesimen dengan penampang terkecil 3 mm x 5 mm (Gambar 6). Spesimen kuat lentur bambu dibuat dengan dimensi 20 mm x 20 mm x 300 mm yang membutuhkan 10 spesimen yaitu 5 spesimen untuk lentur kulit bambu (Gambar 7) dan 5 spesimen untuk lentur daging bambu (Gambar 8). Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah jangka sorong dan Universal Testing Machine (UTM) merk Instron. 3 mm x 5 mm 20 mm
20 mm
300 mm
Gambar 6 Spesimen uji tarik bambu
11
P
Kulit Bambu 20 mm 20 mm
300 mm
Gambar 7 Spesimen uji lentur kulit bambu P
Daging Bambu
Gambar 8 Spesimen uji lentur daging bambu Pengujian Bambu 1. Pengujian kuat tarik bambu dilakukan untuk memperoleh data beban (P) dan defleksi . Data tersebut kemudian diolah menggunakan persamaan 1 dan 2 untuk memperoleh nilai tegangan leleh bambu (fy) dan tegangan tarik bambu . (1) (2) dimana: fy = Tegangan leleh bambu (MPa) = Tegangan tarik bambu (MPa) = Beban dibawah batas proporsi (N) = Beban maksimum (N) A = Luas penampang tarik (mm2) 2) Pengujian lentur dilakukan untuk mendapat nilai MOE dan MOR. Persamaan 3 dan 4 berikut ini dapat digunakan untuk menghitung nilai MOE dan MOR. (3) (4) dimana : MOE = Modulus of Elasticity (MPa) MOR = Modulus of Rupture (MPa) P = Beban dibawah batas proporsi (N)
12 Pmax = Beban maksimum (N) b = Lebar (mm) h = Tinggi (mm) L = Panjang bentang (mm) = Defleksi (mm) Pengerjaan beton 1. Concrete Mix Desain Beton yang akan digunakan pada penelitian ini adalah beton dengan kuat tekan kubus rencana (f’c)17,5 MPa dan w/c = 0,54. Concrete mix design mengacu pada metode American Concrete Institute (ACI 318-89). 2.
Slump Tes Beton Perbandingan campuran material penyusun beton disesuaikan dengan hasil concrete mix yang telah didesain sebelumnya. Slump tes beton dilakukan setelah pengadukan adonan beton yang masih segar menggunakan 1 set alat slump. Nilai slump akan didapatkan dengan menghitung rata-rata ketinggian beton yang telah dislump dengan slump cone. Berikut ini merupakan rumus yang dapat digunakan untuk menghitung nilai slump. (5) (6)
dimana : hrata-rata = Tinggi rata-rata beton (cm) htinggi = Tinggi beton tertinggi (cm) hrendah = Tinggi beton terendah (cm) hawal = Tinggi awal beton / slump cone (cm) Slump = Nilai Slump (cm) Perawatan/curring beton Perawatan beton dilakukan untuk menjaga suhu dan kualitas beton selama pegeringan. Cara yang digunakan untuk curring balok beton adalah dengan menggunakan karung goni basah yang diselimutkan pada balok tersebut. Curring beton dilakukan setiap hari selama 28 hari dengan membasahi karung goni dengan air. 3.
Pengujian beton 1. Uji Tekan Kubus beton Uji tekan kubus beton dilakukan untuk mengetahui kualitas beton. Kubus beton yang akan diuji berukuran 15 m x 15 cm x 15 cm yang sudah berumur 14 dan 28 hari. Alat yang digunakan pada pengujian ini yaitu UTM merk Shimadzu kapasitas 30 ton. Berikut ini merupakan rumus yang dapat digunakan untuk menghitung kuat tekan beton (f’c).
13 (7)
dimana : f’c = Kuat tekan beton (MPa) Pmax = Beban maksimum (N) A = Luas tekan penampang (mm2) 2.
Uji Lentur Balok Beton bertulang Balok yang sudah siap uji yaitu balok beton yang sudah berumur 28 hari. Pengujian lentur dilakukan dengan metode center point loading atau balok dengan dibebani terpusat dengan panjang bentang 45 cm dan batas toleransi 9 mm (SNI 03 – 4154 – 1996) seperti yang terlihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Alat yang digunakan yaitu UTM merk Shimadzu tipe UMH-30 dengan kapasitas 30 ton dan deflektometer. Data yang harus dicatat adalah angka yang ditunjukkan pada jarum panel UTM dan Dial Gauge setiap 10 detik. Jika benda uji telah mengalami kerusakan maka pengujian dapat dihentikan.
Gambar 9 Balok uji beton bertulang bambu
Gambar 10 Balok uji beton bertulang baja Data dari pegujian balok yang didapat adalah data beban (P) dan data defleksi . Data tersebut kemudian diolah dengan persamaan 8 untuk mendapatkan nilai momen runtuh (Mr) (8) dimana: Pmax L
= beban maksimum (N) = panjang bentang perletakkan (m)
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Bambu Kuat Tarik Sejajar Serat Bambu merupakan material alam yang dapat dimanfaatkan secara lansung layaknya kayu. Pada umumnya, bambu memiliki kekuatan tarik yang tinggi dibandingkan dengan kayu. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan pengujian kuat tarik yang dilakukan pada daging bambu dengan dimensi terkecil 3 mm x 5 mm (Gambar 11).
Gambar 11 Pengujian kuat tarik bambu Hasil dari pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata tegangan tarik bambu sejajar serat adalah 229,93 MPa atau 2.343,83 kg/cm2dengan defleksi maksimum rata-rata 1.63 mm dari 7 buah benda uji. Selain tegangan tarik, pengujian tersebut menghasilkan tegangan leleh bambu (fy) dengan rata-rata 179,83 MPa atau 1.955,37 kg/cm2 seperti terlihat pada Tabel 4. Hasil tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kayu dengan kualitas I. Grafik hubungan tegangan – regangan dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 12. Tabel 4 Tegangan tarik bambu Pmax fy σ tr|| No (kgf) (MPa) (Mpa) 1 359,60 182,04 235,18 2 234,80 130,43 153,56 3 389,87 178,59 254,97 4 327,18 186,60 213,98 5 444,79 216,33 290,89 6 378,93 209,55 247,82 7 325,85 155,29 213,10
15 Ratarata
351,57
179,83
229,93
3000 sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 5 sampel 6 sampel 7
2500 2000 Tegangan (kg/cm2)
1500 1000 500 0 0.00
0.20
0.40
0.60
Regangan
Gambar 12 Grafik pengujian kuat tarik bambu Berdasarkan SNI 07 – 2052 – 2002 tentang “Baja Tulangan Beton” menunjukkan bahwa bambu memiliki kekuatan tarik dengan persentase 60,5 % dari kekuatan tulangan baja mutu sedang dengan tegangan tarik 380 MPa, sedangkan tegangan leleh bambu memiliki kekuatan 76,5 % dari tegangan leleh baja mutu sedang 235 MPa. Tegangan tarik dan tegangan leleh merupakan hal yang paling berperan pada tulangan balok, karena sifat balok yang lentur akibat pembebanan. Mulyono (2003) menyatakan bahwa nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus. Menurut perkiraan kasar, nilai kuat tarik beton berkisar antara 8% - 15% dari kuat tekannya. Kecilnya kuat tarik ini merupakan kelemahan dari dari beton biasa. Untuk mengatasinya, beton dikombinasikan dengan tulangan beton yang memiliki kuat tarik yang tinggi. Kuat Lentur Bambu Tegak Lurus Serat Pengujian lentur bambu dilakukan dengan 2 bagian yaitu pengujian lentur daging dan pengujian lentur kulit bambu. Kondisi benda uji yang digunakan yaitu batang bambu yang bebas buku. Pengujian tersebut dilakukan 2 bagian bertujuan untuk menganalisa perbedaan posisi/susunan tulangan bambu yang ditinjau dari penampang balok beton. Masing-masing pengujian menggunakan 5 buah benda uji atau lima kali pengulangan. Posisi dari pengujian lentur daging dan kulit bambu dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14. Modulus of elastiscity (MOE) adalah nilai kekakuan suatu bahan yang diberi perlakuan lentur. Nilai rata-rata MOE daging bambu yaitu 5.156,32MPa atau 52.615,5 kg/cm2, sedangkan kekakuan kulit bambu adalah 6.211,89 MPa atau 63.386,59 kg/cm2. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekakuan kulit bambu yang diberi beban lentur lebih besar daripada kekakuan daging bambu.
16
Gambar 13 Pengujian lentur daging bambu
Gambar 14 Pengujian lentur daging bambu Modulus of rupture (MOR) adalah suatu nilai tegangan suatu bahan yang diberi beban lentur. Nilai rata-rata MOR daging bambu adalah 62 MPa atau 633,38 kg/cm2, sedangkan nilai MOR kulit bambu adalah 80,98 MPa atau 826,36 kg/cm2. Hasil perhitungan dari pengujian lentur bambu selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran1, sedangkan grafik pengujian lentur bambu disajikan pada Lampiran 2. Kuat Tekan Beton Seperti yang telah diuraikan, beton merupakan adukan/campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air. Kuat tekan beton (f’c) yang direncanakan yaitu sebesar 17,5 MPa. Perencanaan campuran beton atau concrete mixing pada penelitian ini mengacu pada peraturan American Concrete Institute (ACI) No 318-89. Hasil dari perencanaan tersebut dihasilkan perbandingan massa antara semen : agregat halus : agrgegat kasar = 1 : 2 : 2,6. Rasio air-semen juga penting dalam perencanaan beton basah, karena mempengaruhi nilai slump pada beton. Nilai rasio air-semen atau W/C rasio yang ditetapkan ASTM pada tulisan Nasution A (2009) dapat dilihat pada Tabel 5.
17 Beton dengan kuat tekan rencana 17,5 MPa pada penelitian ini menggunakan W/C rasio sekitar 0,75. Tabel 5 W/C rasio Kekuatan tekan Nilai ratabeton 28 hari rata W/C kg/cm2 Mpa 410
41
0,44
330
33
0,53
260
26
0,62
190
19
0,73
150
15
0,80
Slump merupakan perbedaan tinggi dari adukan dalam suatu cetakan berbentuk kerucut terpancung terhadap tinggi dari adukan setelah cetakan diambil. Nilai slump juga menandakan suatu kekenyalan atau keenceran adukan dan kehalusan adukan beton basah. Nilai slump pada lima kali pengecoran yang dilakukan yaitu 8,65 cm, 11,45 cm, 8,85 cm, 9,5 cm, dan 10,25 cm seperti yang terlihat pada Tabel 6 dibawah ini. Nilai tersebut sudah sesuai dengan nilai slump yang disarankan oleh metode ACI dan SNI. Menurut aturan ACI dan SNI nilai slump untuk struktur balok sebesar 10,1 cm dengan toleransi ± 2 cm.
hrendah (cm)
Tabel 6 Nilai slump beton htinggi hrata-rata Slump (cm) (cm) (cm)
19,5
23,2
21,35
8,65
3
18
19,1
18,55
11,45
4
19
23,3
21,15
8,85
2
22,5
18,5
20,5
9,5
1
21
18,5
19,75
10,25
kontrol
Pengecoran Tipe balok
Massa rata-rata dari kubus beton adalah 2140 kg/m3. Hasil dari pengujian tekan menunjukkan bahwa kubus beton dengan umur 14 hari mempunyai kuat tekan rata-rata 4,99 MPa atau 50,89 kg/cm2, sedangkan kubus beton dengan umur 28 hari atau umur beton dengan kekuatan maksimum mempunyai kuat tekan 6,84 MPa atau 69,78 kg/cm2. Hasil dari perhitungan kubus beton selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
18
No
Tabel 7 Hasil pengujian tekan kubus beton Kuat Tekan 14 Hari Kuat Tekan 28 Hari Massa
kgf/cm2
Mpa
Massa
kgf/cm2
Mpa
1
2.138,074
64,00
6,27
2.141,481
90,67
8,89
2
2.142,222
54,44
5,34
2.140,741
60,00
5,88
3
2.140,444
34,22
3,35
2.140,444
58,67
5,75
Rata-rata
2.140,25
50,89
4,99
2.140,89
69,78
6,84
Tabel di atas menyatakan bahwa kuat tekan beton maksimum yaitu pada umur 28 hari masih dibawah kuat beton yang direncanakan. Kuat tekan beton rencana adalah 17,5 MPa sedangkan kuat tekan beton hasil pengujian yaitu 6,84 MPa. Hal tersebut bisa terjadi karena disebabkan olehfaktor water cemen rasio dan selanjutnya akan mempengaruhi nilai slump beton. Beton yang baik adalah beton dengan nilai slump yang sangat mendekati nilai yang disyaratkan di atas untuk mendapatkan kuat tekan sesuai rencana. Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi water cemen rasio dan komposisi campuran antara lain serapan air dan kadar air pada agregat yang tinggi, modulus halus butir dan gradasi agregat yang tidak merata, dan kekuatan agregat yang rendah yang perlu diuji terlebih dahulu serta penyimpanan agregat yang perlu diperhatikan. Menurut Mulyono (2003), serapan air yang kebasahannya hampir sama dengan agregat dalam beton tidak akan menambah atau mengurangi air dari pastanya. Kondisi tersebut adalah kondisi jenuh permukaan kering (JPK) atau saturated surface dry (SSD). Kadar air yang demikianlah yang baik digunakan untuk perencenaan struktur beton karena kondisi agregat yang terlalu jenuh dengan air maupun yang terlalu kering akan mempengaruhi angka water cement rasio dan nilai slump yang telah direncanakan sehingga mempengaruhi water cemen rasio dan komposisi concrete mix design. Distribusi ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela, menerus dan seragam. Agregat dengan gradasi menerus yang sering digunakan dalam campuran beton karena semua ukuran agregat terdistribusi dengan baik dan merata. Gradasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan angka pori yang lebih kecil dan kemampatan yang tinggi sehingga terjadi interlocking yang diperlukan dalam campuran beton yang baik. Kekuatan agregat sangat mempengaruhi kekuatan tekan beton. Agregat yang cukup aman digunakan dalam campuran beton adalah agregat yang memiliki kuat tekan lebih tinggi dari beton. Untuk menguji kekuatan agregat dapat mengunakan bejana Rudelloff ataupun Los Angeles Test. Kegagalan perencanaan campuran beton/mixing concrete yang terjadi dapat dimungkinkan karena beberapa hal yang telah disebutkan. Oleh karena itu, perlu diselidiki lebih lanjut tentang kualitas material dasar campuran/adukan untuk mendapatkan kuat tekan beton yang sesuai.
19 Hasil Pengujian Lentur Balok Kekuatan balok Fungsi utama struktur balok adalah menahan beban lentur merata maupun terpusat. Seperti yang telah diuraikan di atas, momen lentur adalah jumlah total aljabar momen-momen gaya eksternal yang bekerja pada sembarang satu sisi penampang yang ditinjau pada suatu perletakkan. Momen runtuh balok beban terpusat pada balok terjadi pada tengah bentang perletakkan sendi dan rol. Balok beton yang diuji adalah balok sederhana dengan tumpuan sendi dan rol yang diberi beban terpusat. Momen runtuh rata-rata balok tipe 1, 2, 3, 4, dan kontrol secara berurutan yaitu 3.318,23 Nm, 2.306,57 Nm, 2.554,89 Nm, 3.001,86 Nm, dan 3.498,49 Nm. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa balok kontrol atau balok bertulang baja masih unggul dalam momen runtuh balok. Hasil momen runtuh balok tersebut dapat dilihat pada Gambar 15 sedangkan data hasil perhitungan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil perhitungan pengujian balok Balok
No
Tipe 1
1 2 3
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
kontrol
P Max (Kgf)
2.930 2.800 3.290 rata-rata 1 2.340 2 2.010 3 1.920 rata-rata 1 2.960 2 2.010 3 1.975 rata-rata 1 2.530 2 2.630 3 3.000 rata-rata 1 3.210 2 3.130 rata-rata
Momenexp. (Nm) 3.233,621 3.090,15 3.630,926 3.318,233 2.582,483 2.218,286 2.118,96 2.306,576 3.266,73 2.218,286 2.179,659 2.554,892 2.792,171 2.902,534 3.310,875 3.001,86 3.542,64 3,454,35 3,498,49
20
3500
3.498,49
3.318,23 3.001,86
3000 2.306,58
2500
2.554,89
Momen 2000 runtuh (Nm) 1500 1000 500 0 Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
Kontrol
Tipe Balok
Gambar 15 Diagram batang momen runtuh balok Balok bertulang bambu yang memiliki momen runtuh paling tinggi dan mendekati nilai balok kontrol adalah balok tipe 1. Balok tipe 1 memiliki persentase momen runtuh sebesar 94,85% dari balok kontrol. Hal tersebut terjadi kerena susunan tulangan bambu tipe 1 memiliki posisi tulangan yang vertikal sehingga inersia yang dimiliki besar. Inersia yang besar ini sangat mempengaruhi balok untuk menahan beban serta momen runtuh yang lebih besar seperti yang sering dijumpai pada balok baja berprofil I. Menurut Cahyono (2011), tegangan lentur adalah besarnya nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji berbentuk balok yang diperoleh dari hasil pembebanan benda uji tersebut atau hasil bagi antara momen lentur dengan inersia balok sehingga semakin besar nilai inersia balok maka tegangan yang terjadi pada balok semakin kecil sehingga beban yang diterima lebih besar. Selain posisi tulangan, nilai slump pada beton balok tipe 1 memiliki nilai yang mendekati nilai slump yang disyaratkan. Nilai slump yang disyaratkan sebesar 10,1 cm, sedangkan nilai slump yang mendekati nilai tersebut yaitu campuran beton yang digunakan pada balok kontrol dengan nilai 10,25 cm dan campuran beton yang digunakan pada balok tipe 1 dengan nilai 9,5 cm. Hal tersebut membuktikan bahwa nilai slump dan water cemen rasio sangat mempengaruhi nilai kapasitas balok. Selain balok tipe 1, balok bertulang bambu tipe 4 juga memiliki nilai momen runtuh mendekati balok kontrol. Persentase nilai momen runtuhnya sebesar 85,8 % dari kuat lentur balok kontrol. Menurut susunan tulangan bambu menunjukkan bahwa kulit bambu pada tulangan balok terdapat di bawah tulangan tekan maupun tulangan tarik. Letak kulit bambu pada tulangan tersebut yang berperan menahan beban lenturan pada balok dari atas, khususnya pada daerah tarik balok. Menurut hasil penelitian Morisco (1999), kulit bambu merupakan bagian bambu yang paling kuat. Karakteristik kulit bambu lebih kuat daripada daging bambu dimana tegangan tarik kulit bambu jenis betung tiga kali lipat lebih kuat daripada daging bambu.
21
Perilaku Lentur Balok Analisa lentur balok Hubungan beban-lendutan balok beton bertulang pada dasarnya dapat diidealisasikan menjadi bentuk triliniear yang diperlihatkan pada Gambar 16. Hubungan ini terdiri atas tiga daerah sebelum terjadinya runtuh pada saat mencapai beban maksimum. Selain itu, setelah mencapai beban maksimum perilaku balok yang ditunjukkan yaitu perilaku daktail. Daktail adalah perilaku balok pada saat menahan beban setelah mencapai beban maksimum (Nawy, 1996).
IV
Gambar 16 Grafik hubungan beban-lendutan pada balok I II III IV
= Perilaku elastisitas balok pra-retak = Perilaku pasca-retak balok = Perilaku pasca-servicebility, dimana tulangan balok mulai leleh. = Perilaku daktail
Menurut hasil dari pengujian balok dengan 3 pengulangan menunjukkan bahwa beberapa balok susunan tulangan bambu memiliki pola grafik yang sama tetapi ada juga balok dengan pola grafik berbeda pada pengulangan tersebut. Pola grafik yang tidak sama dalam pengulangan tersebut dapat disebabkan oleh kondisi tertentu pada tulangan bambu saat pengujian. Balok bertulang bambu tipe 1 memiliki grafik yang cukup stabil atau sama pada 3 kali pengulangan seperti yang ditunjukkan Gambar 17. Daerah (1) merupakan daerah elastis balok yang mempunyai pola relatif sama. Daerah (2) pada grafik menunjukkan kondisi balok yang mulai retak akibat pembebanan. Pada daerah ini pola grafik yang ditunjukkan juga relatif sama pada tiap-tiap benda uji, sedangkan pada daerah (3) grafik terdapat satu benda uji yang polanya berbeda.
22 (3)
3500 3000 2500 Beban 2000 (kg) 1500 1000 500 0
(4) (2) Balok 1.1 Balok 1.2 Balok 1.3
(1) 0
1
2
3 4 5 6 Defleksi (mm)
7
8
Gambar 17Grafik beban-defleksi balok tipe 1. Keterangan : Balok 1.1 = dua buku di tepi bentang, Balok 1.2 = satu buku di tengah bentang, Balok 1.3 = satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang. Daerah (3) grafik menunjukkan tulangan pada balok mulai leleh sebelum mencapai beban maksimum. Balok tipe 1.2 yang memiliki buku di tengah tulangan mengalami penurunan kekuatan pada lendutan 3.25 mm, sedangkan balok tipe 1.1 dan 1.3 mengalami penurunan kekuatan pada lendutan 4,95 dan 4,34 mm. Hal tersebut disebabkan karena terdapatnya buku yang letaknya di titik pembebanan sehingga tidak adanya paku pada tengah bentang dimana terjadinya momen lentur yang paling besar. Menurut penelitian Morisco (1999) menyatakan bahwa buku bambu ada sebagian serat yang berbelok, dan sebagian lagi tetap lurus. Serat yang berbelok ini sebagian menuju sumbu batang, sedangkan bagian lain menjauhi sumbu batang, sehingga pada buku arah gaya tidak lagi sejajar semua serat. Oleh karena itu buku bambu adalah bagian yang paling lemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang. Daerah (4) pada grafik menunjukkan perilaku daktail balok setelah mencapai kekuatan maksimum. Dari grafik tersebut terlihat bahwa balok tipe 1.2 dengan buku di tengah bentang memiliki sifat yang daktail. Hal tersebut ditandai dengan bentuk grafik yang landai pada saat penurunan kekuatan. Balok bertulang bambu tipe 2 memiliki pola grafik yang relatif sama seperti yang ditunjukkan Gambar 18 pada 3 kali pengulangan hanya saja berbeda pada daerah elastisnya. Daerah (1) yang ditunjukkan oleh grafik merupakan daerah elastisitas balok yang mempunyai pola berbeda pada setiap benda uji. Pada balok tipe 2 ini yang memiliki kekakuan paling tinggi yaitu balok 2.2 dengan letak satu buku bambu di tengah tulangan dan yang paling rendah adalah tipe 2.1 dengan dua buku bambu yang terdapat di tepi tulangan.
23
2500 (3)
2000 Beban (kg)
(4)
(2)
1500
Balok 2.1 1000 500
Balok 2.2 (1)
Balok 2.3
0 0
1
2
3 4 5 Defleksi (mm)
6
7
8
Gambar 18 Grafik beban-defleksi balok tipe 2. Daerah (2) pada grafik menunjukkan kondisi balok yang mulai retak akibat pembebanan.Pada daerah ini pola grafik yang ditunjukkanberbeda-beda karena daerah tersebut tidak dimiliki oleh balok tipe 2.2, sehingga setelah kondisi elastis perilaku yang ditunjukkan selanjutnya adalah tulangan bambu yang mulai leleh disertai keretakan. Hal tersebut bisa terjadi karena tidak terdapatnya penghubung geser atau paku pada tengah tulangan atau buku bambu. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa buku bambu memiliki sifat yang sangat keras sehingga terlalu sulit untuk dipaku. Daerah (3) grafik menunjukkan tulangan pada balok mulai leleh sebelum mencapai beban maksimum yang relatif sama pada tiap benda uji. Hanya saja pada tipe 2.2 kekuatan maksimum balok terjadi lebih awal dari benda uji lain yaitu pada lendutan 0,48 mm. Daerah (4) yaitu penurunan kekuatan atau perilaku daktail juga memiliki pola yang sama di setiap benda uji. Jika dilihat dari bentuk grafik, perilaku daktail balok tipe 2 sangat baik karena penurunan grafik yang landai setelah mencapai kekuatan maksimum dibanding balok bertulang bambu tipe lain. 3500 3000 2500 Beban 2000 (kg) 1500 1000 500 0
(2) Balok 3.1 Balok 3.2 Balok 3.3
(1) 0
1
2
3 4 5 Defleksi (mm)
6
7
Gambar 19 Grafik beban-defleksi balok tipe 3
24 Pengujian balok tipe 3 dilakukan dengan pengambilan data hanya sampai pada kekuatan maksimum, sehingga pola penurunan kekuatan pada pengujian ini tidak dapat dianalisis. Pada umumnya pola grafik balok tipe 3 sama tetapi balok tipe 3.3 yang mengalami perbedaan pola lentur seperti yang ditunjukkan Gambar 19. Daerah elastis (1) balok tersebut berada pada beban 0 kg – 1.300 kg, sedangkan daerah (2) adalah perilaku keretakan sekaligus lelehnya tulangan sampai mencapai kekuatan maksimum. Pada daerah tersebut balok tipe 3.3 mengalami perbedaan pola dimana tidak terjadi peningkatan kekuatan yang curam pada saat keretakan mulai timbul tetapi pola yang ditunjukkan grafik yaitu kenaikan kekuatan yang landai. Hal tersebut bisa terjadi karena luas tulangan balok 3.3 memiliki luas penampang yang lebih kecil. 3500 3000 2500 Beban 2000 (kg) 1500
Balok B41
1000
Balok B43
Balok B42
500 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Defleksi (mm)
Gambar 20 Grafik beban-defleksi balok tipe 4. Hasil dari pengujian balok tipe 4 pada umumnya memiliki pola grafik yang bervariasi setiap benda ujinya seperti yang ditunjukkan Gambar 20. Pola grafik balok tipe 4.1 memiliki daerah elastisitas, retak awal, tulangan leleh, dan penurunan kekuatan yang sangat ideal. Sedangkan pola grafik balok tipe 4.2 memiliki nilai elastisitas yang rendah. Selain itu grafik penurunan yang ditunjukkan balok 4.2 juga cukup curam artinya setelah mencapai kekuatan maksimum balok tersebut terjadi patahan pada tulangan bambu. Patahan tersebut disebabkan karena posisi buku yang letaknya pas di titik pembebanan. Daerah elastis balok 4.3 memiliki nilai yang mendekati elastisitas balok 4.1. Pola peningkatan kekuatan setelah tulangan leleh yang ditunjukkan oleh grafik cukup landai. Hal tersebut dikarenakan kulit bambu yang terdapat di bawah tulangan memiliki kekakuan yang tinggi meskipun beton telah mengalami leleh. Kekakuan tersebut terjadi akibat tidak terdapatnya buku bambu pada tengah bentang sehingga serat kulit bambu lebih kompak.
25 3500 3000 2500 Beban 2000 (kg) 1500
Balok K1
1000
Balok K2
500 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Defleksi (mm)
Gambar 21 Grafik beban-defleksi balok kontrol Gambar 21 di atas merupakan grafik hasil dari pengujian balok bertulang baja sebagai kontrol atau pembanding dari balok bertulang bambu. Grafik tersebut terlihat bahwa balok kontrol memiliki peningkatan kekuatan yang sangat curam. Akan tetapi kekakuan atau elastisitas dari balok masih rendah dibanding dengan daerah elastisitas balok bertulang bambu. Modifikasi pada tulangan bambu perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi tertentu. Bentang tulangan bambu sepanjang 58 cm tidak terhindarkan dari keberadaan buku. Buku memisahkan beberapa bagian buluh bambu yang disebut ruas. Menurut penelitian Ramadhan A (2006), keberadaan buku pada bambu memliki kekuatan yang lebih pada bambu. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya serat di buku yang lebih padat dan sekat pembatas buluh yang keras. 3500 3000 2500 Balok B11
Beban 2000 (kg) 1500
Balok B21 Balok B31
1000
Balok B41
500 0 0
2
4 6 Defleksi (mm)
8
Gambar 22 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan dua buku di tepi bentang Menurut grafik pada Gambar 22 menunujukkan bahwa daerah elastis balok bertulang dengan dua buku di tepi bentang berada di antara pembebanan 320 kg – 1.000 kg. Setelah itu, daerah plastis beton dengan ditandai muculnya keretakan mengalami peningkatan. Peningkatan di daerah palstis tersebut ditunjukkan dengannaiknya pola grafik yang tinggi meskipun tidak curam. Hal tersebut disebabkan karena terdapatnya paku dari tengah bentang sampai batas buku di tepi
26 bentang sehingga lekatan antar tulangan dengan beton yang dibebani terpusat lebih kokoh. Setelah mencapai kekuatan maksimum, balok akan menunjukkan perilaku penurunan grafik atau sifat daktail. Pola grafik yang memiliki sifat daktail yang serupa terjadi pada balok tipe 2 dan 4 dengan peurunan yang landai. Secara umum, pola grafik balok dengan dua buku tulangan di tepi bentang serupa tetapi tidak untuk penurunan grafik atau kedaktailannya. 3000 2500 2000 Beban 1500 (kg)
Balok B12
1000
Balok B32
500
Balok B42
Balok B22
0 0
2
4
6
8
Defleksi (mm)
Gambar 23 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan satu buku di tengah bentang Gambar 23 di atas menunujukkan bahwa daerah elastis balok bertulang dengan satu buku di tengah bentang berada di antara pembebanan 400 kg – 900 kg pada balok tipe 1, 3, dan 4 sedangkan balok tipe 2 memiliki elastisitas pada pembebanan 1.710 kg. Setelah itu, daerah plastis beton dengan ditandai muculnya keretakan mengalami peningkatan kekuatan. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan pola grafik yang curam sampai kekuatan maksimum. Pola grafik yang curam pada daerah plastis disebabkan karena terdapatnya buku di titik pembebanan yang sifatnya keras seperti yang telah dijelaskan. Jika dilihat dari kekuatan maksimum, balok dengan buku di tengah bentang tulangan masih lebih rendah dari kekuatan maksimum rata-rata balok dengan dua buku tulangan di tepi bentang. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya paku di tengah bentang dimana pembebanan balok diberikan. Tidak adanya paku tersebut menyebabkan lekatan beton dengan tulangan kurang kokoh sehingga beban yang dapat ditahan akan lebih rendah. Menurut Nurodji (2004), pola keruntuhan pada tulangan yang memiliki sirip yaitu splitting failure sehingga ikatan ikatan pada tulangan tersebut sangat didominasi oleh interlocking antara permukaan tulangan dengan matriks beton di sekitarnya. Sedangkan keruntuhan pada tulangan polos adalah keruntuhan slip antara tulangan dengan beton.
27 3500 3000 2500 Beban 2000 (kg) 1500
Balok B13
1000
Balok B33
500
Balok B43
Balok B23
0 0
2
4
6
8
10 12 14 16
Defleksi (mm)
Gambar 24 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang. Gambar 24 di atas menunujukkan bahwa daerah elastis balok bertulang dengan satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang berada di antara pembebanan 600 kg – 1.200 kg. Daerah plastis balok dengan ditandai lelehnya beton mengalami peningkatan kekuatan yang tidak seragam.Pola grafik yang curam terjadi pada balok tipe 1 dan tipe 2, sedangkan pola grafik yang landai terjadi pada balok tipe 3 dan tipe 4. Setelah mencapai kekuatan maksimum, balok akan menunjukkan perilaku penurunan grafik atau sifat daktail. Pola grafik yang memiliki sifat daktail yang serupa terjadi pada balok tipe 1 dan 4 dengan peurunan yang curam sedangkan balok tipe 2 mengalami penurunan grafik yang landai. Secara umum, balok dengan satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang meiliki pola grafik yang tidak konsisten. Menurut grafik hasil pengujian secara umum keberadaan buku pada tengah bentang tulangan dapat mengurangi kekuatan balok bertulang bambu. Hal tersebut disebabkan tidak adanya paku di titik pembebanan sehingga lekatan beton dengan tulangan rendah dan mampu menahan beban yang lebih rendah pula. Selain itu, kekuatan balok kontrol masih lebih tinggi dibanding kekuatan balok bertulang bambu. Akan tetapi, elastisitas atau kekakuan balok bertulang baja masih lebih rendah daripada balok bertulang bambu. Pola retak balok Pada pengujian balok beton bertulang yang dibebani lentur murni menyebabkan terjadinya keretakan lentur. Beban yang bekerja di atas balok bertambah besar sehingga timbul retakan-retakan di bagian yang tertarik dan retakan tersebut akan menyebar ke daerah tekan balok. Selain keretakan tarik akibat lentur, retak geser juga bisa terjadi yang diakibatkan kurangnya tulangan geser pada balok tersebut (Wikana dan Widayat 2007). Pada Gambar 25 berikut merupakan ilustrasi keretakan yang terjadi akibat beban lentur pada balok sederhana.
28
Gambar 25 Keretakan yang terjadi pada balok sederhana Retak lentur awal yang terjadi memang selalu berada pada daerah tarik selanjutnya retak menyebar sedikit demi sedikit ke daerah tekan. Retak yang terjadi pada daerah tekan tersebut tidak terlalu banyak dan lebar. Dalam penelitian ini,retak yang terjadi pada balok bertulang bambu tidak hanya keretakan tarik, tetapi juga keretakan geser. Retak yang terjadi pada balok kontrol merupakan retak lentur yang terjadi pada daerah tarik seperti yang terlihat pada Gambar 26, sedangkan pada balok tipe 1, 2, 3, dan 4 keretakan yang terjadi adalah retak tarik dan retak geser.
Retak lentur
Gambar 26 Pola retak pada balok kontrol Tulangan geser pada umumnya disebut sengkang yang fungsinya untuk menahan gaya geser yang terjadi balok. Pada balok kontrol tulangan geser atau besi sengkang telah didesain sehingga tidak terjadi retak geser pada balok tersebut. Retak geser pada balok bisa terjadi karena tidak adanya tulangan geser yang didesain.
Retak lentur
Gambar 27 Pola retak balok tipe 1
Retak geser
29
Retak geser Retak lentur
Gambar 28 Pola retak balok tipe 2 Pola keretakan balok tipe 1 dan tipe 2 pada Gambar 27 dan Gambar 28 sangat tipikal yaitu retak lentur yang terjadi tepat tegak lurus dari arah pembebanan. Retak lentur yang terjadi berawal dari lelehnya beton pada daerah tarik balok. Retak lentur balok tersebut juga disertai retak geser yang terjadi di sisi balok. Bersamaan dengan meningkatnya beban, retak geser bertambah panjang sampai ke ujung balok. Retak tersebut bisa disebabkan tidak adanya pengikat atau sengkang pada tulangan bambu, sehingga gesernya posisi bambu pada saat pembebanan sangat mungkin terjadi. Selain itu, pergeseran posisi bambu juga bisa terjadi pada saat pengecoran. Hal tersebut juga dikarenakan tidak terdapatnya tulangan geser untuk menstabilkan tulangan pada saat pengecoran. Retak geser
Retak geser Retak lentur
Gambar 29 Pola retak balok tipe 3 Retak geser Retak lentur
Gambar 30 Pola retak balok tipe 4 Pola retak balok tipe 3 dan 4 berbeda dengan pola retak balok tipe 1 dan 2. Pada Gambar 29 dan Gambar 30 terlihat bahwa retak lentur yang terjadi membentuk sudut miring mendekati sudut 45o. Bersamaan dengan meningkatnya beban yang diberikan, arah retak tersebut melebar mendekati titik pembebanan yang bekerja. Selain itu, retak lentur tersebut juga disertai retak geser yang terjadi di satu sisi balok. Sedangkan pada balok tipe 3, retak geser terjadi di kedua sisi badan balok. Hal tersebut disebabkan pergeseran posisi tulangan yang menyebabkan terjadinya selip yang tinggi.
30 Menurut Romel (2010), penambahan tulangan geser longitudinal akan meningkatkan kapasitas beban retak geser dan beban ultimit balok tinggi. Kenaikan tersebut mencapai 87,5% untuk beban retak geser dan 83,2% untuk beban ultimit balok dengan 3 lapis tulangan longitudinal dibandingkan terhadap balok tanpa tulangan geser. Penambahan tulangan geser longitudinal, akan meningkatkan kapasitas beban yang dapat diterima oleh struktur balok tinggi. Peningkatan ini terjadi dikarenakan adanya tambahan perkuatan dari tulangan arah longitudinal atau horizontal yang mampu menahan gaya geser yang terjadi akibat beban. Tulangan longitudinal tersebut mampu memberikan aksi perlawanan bersama-sama sengkang setelah retak diagonal terjadi pada daerah bentang geser. Namun demikian penambahan tulangan geser longitudinal ini harus tetap diperhitungkan terhadap batasan rasio penulangan maximum (ρmax) agar tidak terjadi kondisi over-reinforced. Selain retak lentur dan retak geser, retak rambut juga terjadi pada permukaan balok bertulang bambu sebelum pengujian dilakukan. Hal tersebut terjadi karena sifat bambu yang higroskopis yaitu suatu bahan yang dapat menyerap air. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa bambu dapat menyerap air 25% dari volume bambu tersebut yang dapat mengurangi kandungan air pada beton basah.
KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Menurut analisa penelitian beton bertulang bambu bisa menjadi peluang sebagai pengganti beton bertulang baja. Beberapa kesimpulan dari hasil kajian eksperimen pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tulangan bambu betung memiliki sifat yang mendekati sifat mekanis baja mutu sedang. Kuat tarik bambu betung adalah 229,93 MPa, sedangkan tegangan leleh bambu (fy) adalah 179,83 MPa. Berdasarkan SNI 07 – 2052 – 2002 tentang “Baja Tulangan Beton” dan dari hasil pengujian menunjukkan bahwa bambu betung memiliki kekuatan tarik 60,5 % dan tegangan leleh bambu betung 76,5 % dari baja mutu sedang. Kondisi tersebut menunjukkan bambu betung bisa menjadi alternatif pengganti tulangan baja. 2. Momen runtuh rata-rata balok tipe 1, 2, 3, dan 4 secara berurutan yaitu 3.318,23 Nm, 2.306,57 Nm, 2.554,89 Nm, dan 3.001,86 Nm. Hasil analisis eksperimen menunjukkan bahwa balok tipe 1mampu menahan beban lebih besar dibanding balok bertulang bambu tipe lainnya. Hal tersebut terjadi karena susunan tulangan bambu tipe 1 memiliki posisi tulangan yang vertikal sehingga inersia yang dimiliki besar. Selain itu, nilai slump pada beton balok tipe 1 memiliki nilai yang mendekati nilai slump yang disyaratkan yaitu 9,5 cm.
31 3. Kapasitas kuat balok bertulang baja (kontrol) masih unggul daripada balok bertulang bambu. Kapasitas balok bertulang bambu tipe 1 mendekati nilai kontrol yaitu 3.318,23 Nm dengan persentase 94,85%. Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas, perlu adanya penyidikan terlebih dahulu terhadap karakteristik bahan penyusun beton yaitu agregat halus dan agregat kasar agar mendapat kuat beton yang sesuai dengan yang direncanakan. Kelayakan peralatan pelaksanaan juga perlu diperhatikan seperti molen untuk pengadukan beton basah yang lebih merata. Selain itu, pengikat atau sengkang pada bambu juga harus didesain agar tidak terjadinya retak geser pada pengujian lentur balok beton bertulang.
DAFTAR PUSTAKA [BSN] Badan Standarisasi Nasional.1996. Metode Pengujan Kuat Lentur Beton dengan Balok Uji Sederhana yang Dibebani Terpusat Langsung SNI 03 – 4154 – 1996. Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional.2002. Baja Tulangan Beton SNI 07 – 2052 – 2002. Jakarta (ID): BSN. [PBI] Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia N.I – 2. Bandung (ID): Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. Cahyono B. 2011. Kajian Kuat Lentur Beton Kertas (Papercrete) dengan Bahan Tambah Serat Nylon [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Fauzan M, Riswan D. 2002. Analisa dan perhitungan konstruksi gedung perkantoran bidakara pancoran [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas. Iremonger MJ. 1990. Dasar Analisis Tegangan. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari :Basic Stress Analysis. Janssen J JA. 1991. Mechanical propertis of bamboo. Eindhoven (NL): Eindhoven University of Technology. Khare L. 2005. Perfomance evaluation of bamboo reinforced concrete beams [Internet]. [Diunduh 2013 April 28]; Texas (US): University of Texas. Tersedia pada :http://www.learningace.com/doc/1491267/bfa7323e7f692f daf7e7679125bd5c89/umi-uta-1098. Mark AA, Russell AO. 2011. A comparative study of bamboo reinforced concrete beams using different stirrup materials for rural construction. International Journal Of Civil And Structural Engineering (IJCSER) [Internet]. [Diunduh 2013 Mei 4]; 2(1): 0976-4399. Tersedia pada http://www.ipublishing. co.in/ijcserarticles/twelve/articles/voltwo/EIJCSE3033.pdf McCormac JC. 2004. Desain Beton Bertulang. Jilid ke-1.Sumargo, penerjemah; Simarmata L, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Design of Reinforced Concrete Fifth Edition. Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Yogyakarta (ID) : Nafiri Offset. Mulyono T. 2003. Teknologi Beton. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
32 Nasution A. 2009. Analisis dan Desain Struktur Beton Bertulang. Bandung (ID): ITB Pr. Nawy GE. 1985. Beton Bertulang – Suatu Pendekatan Dasar. Suryoatmono B, penerjemah. Bandung (ID): PT. Refika Aditama. Terjemahan dari: Reinforced Concrete – A Fundamental Approach. Noorhidana VA, Syahland SJ.2009. Kajian eksperimental pengaruh bentuk penampang balok terhadap beban maksimum dan kekauan balok beton bertulang. REKAYASA Jurnal Sipil Dan Perencenaan [Internet]. [Diunduh 2013 Agustus 21]; 2(13): 199-208. Tersedia pada :http://ftsipil. unila.ac.id/ejournals/index.php/jrekayasa/article/view/12/pdf Nuroji. 2004. Studi eksperimental lekatan antara beton dan tulangan pada beton mutu tinggi. Media Komunikasi Teknik Sipil [Internet]. [Diunduh 2013 September 12]; 3(12): 28-27. Tersedia pada http://ejournal. undip.ac.id/index.php/mkts/article/view/2739/2427 Ramadhan A. 2006. Ketahanan tekan dan lentur bambu sebagai bahan tiang penyangga pada bagan apung [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Rommel E. 2010. Pemakaian perkuatan geser longitudinal sebagai upaya peningkatan kapasitas balok tinggi beton bertulang [Internet]. [Diunduh 2013 Agustus 21]; Malang (ID): Erwin Rommel Corner. Tersedia pada: http://erwinrommel.staff.umm.ac.id/2010/02/04/seminar-tentang-baloktinggi/. Sevalia JK, dkk. 2013. Study on bamboo as reinforcement in cement concrete. International Journal Of Engineering Research And Applications (IJERA) [Internet]. [Diunduh 2013 Agustus 21]; 3(2) : 1181-1190. Tersedia pada :http://www.ijera.com/papers/Vol3_issue2/GK3211811190.pdf Sunggono V. 1984. Teknik Sipil. Bandung (ID) : NOVA Surjokusumo S, Nugroho N. 1993. Studi Penggunaan Bambu Sebagai Bahan Tulangan Beton [laporan penelitian]. Bogor (ID): Fakultas kehutanan IPB. Wikana I, Widayat Y. 2007. Tinjauan kuat lentur balok beton bertulan dengan lapisan mutu beton yang berbeda. Majalah Ilmiah UKRIM [Internet]. [Diunduh 2013 Mei 4]; 2(8): 1-19. Tersedia pada :http://e-jurnal.ukrim university.ac.id/file/21205.pdf
33 Lampiran 1 Hasil pengujian lentur bambu TabelPengujian lentur daging bambu Max No
MOE
MOR
(kgf)
kgf/cm2
1
112,82
45.422,73 4.451,43 592,32
58,05
2
126,37
53.465,20 5.239,59 663,46
65,02
3
122,53
52.949,90 5.189,09 643,28
63,04
4
124,34
57.175,96 5.603,24 652,78
63,97
5
117,16
54.063,73 5.298,25 615,07
60,28
52.615,50 5.156,32 633,38
62,07
Rata-Rata
mpa
kgf/cm2
mpa
Tabel Pengujian lentur kulit bambu Max No
MOE
MOR
(kgf)
kgf/cm2
1
165,15
66.338,59 6.501,18 867,02
84,97
2
173,76
70.015,88 6.861,56 912,24
89,40
3
163,28
65.525,41 6.421,49 857,24
84,01
4
152,88
64.019,48 6.273,91 802,64
78,66
5
131,93
51.033,58 5.001,29 692,65
67,88
63.386,59 6.211,89 826,36
80,98
rata-rata
Mpa
kgf/cm2
Mpa
34 Lampiran 2 Grafik pengujian lentur bambu
140 120 100 Beban (kg)
lentur 1
80
lentur 2 60
lentur 3
40
lentur 4 lentur 5
20 0 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 Defleksi (mm)
Grafik beban-defleksi lentur daging bambu
200 180 160 140 120 Beban 100 (kg) 80
lentur 1
60
lentur 4
40
lentur 5
lentur 2 lentur 3
20 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Defleksi (mm)
Grafik beban-defleksi lentur kulit bambu
35
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 3 April 1991 dari ayah Riyadi (alm) dan ibu Nurdiana. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Puri Mojokerto dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Wilayah pada semester genap tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga pernah aktif sebagai pengurus Divisi Musik MAX IPB pada tahun 20092010. Bulan Juni – Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapang di suatu perusahaan kontraktor BUMN PT Nindya Karya dengan judul “Studi Tentang Pemancangan Concrete Spun Pile (CSP) Proyek Dermaga 103, 104 dan 105 Tj. Priok”. Penulis juga aktif mengikuti lomba yang pernah diadakan di kampus IPB. Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis antara lain adalah Juara III Kompetisi Cipta Lagu IPB Art Contest tahun 2010, Juara I Cabang Bola Basket Red’s Cup tahun 2011, dan Juara II Cabang Sprint 100 meter Red’s Cup tahun 2011.