Struktur
MODEL BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU SEBAGAI PENGGANTI TULANGAN BAJA (207S) Agus Setiya Budi1, Kusno Adi Sambowo2 dan Ira Kurniawati3 1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Email:
[email protected] 2 Program Studi Mipa, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK Untuk mengatasi akan ketergantungan pemakaian baja tulangan pada beton yang semakin mahal, digunakan alternatif material lain pengganti baja tulangan dengan yang renewable, mudah dan murah didapat, yaitu berupa tulangan dari kulit bambu. Hal tersebut dimungkinkan karena kulit bambu memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Oleh sebab itu, penelitian ini mengkaji kapasitas lentur balok beton dengan menggunakan tulangan bambu bertakikan. Metode dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Pengujian yang dilakukan berupa pengujian kapasitas lentur balok beton tulangan bambu dengan menggunakan tipe tulangan bambu polos dan tipe tulangan bambu takikan masing-masing pada jenis bambu Petung dan Wulung yang telah berumur lebih dari 3 tahun. Mutu beton yang digunakan fc’ = 15 MPa. Benda uji kapasitas lentur balok berupa balok beton ukuran 100x150x1500 mm pada umur beton 28 hari dengan metode pengujian fourth point loading system. Hasil uji material bambu didapat, kuat tarik rata-rata bilah bambu Petung dan Wulung adalah 240,54 MPa dan 182,73 MPa, sedang kuat tarik baja polos adalah 378,4 MPa. Dari hasil kapasitas lentur balok, diperoleh bahwa penggunaan takikan pada tulangan bambu menambah kapasitas lentur balok menjadi lebih tinggi sekitar 110% terhadap tulangan bambu Petung polos, dan sekitar 118% terhadap tulangan bambu Wulung polos. Namun, bila dibanding dengan kapasitas lentur balok baja polos, kapasitas lentur balok tulangan bambu Petung takikan sekitar 41% dan bambu Wulung takikan sekitar 28% terhadap kapasitas lentur balok baja tulangan polos. Kata kunci: balok, bambu, kapasitas lentur
1.
PENDAHULUAN
Seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan penduduk maka kebutuhan penggunaan beton bertulang sebagai komponen utama dalam pembangunan perumahan akan semakin meningkat pula. Salah satu bahan utama dari beton adalah tulangan baja. Tulangan baja ini dibentuk dan diproduksi menggunakan bahan mentah utamanya berupa bijih besi, yang ketersediaan di alam memiliki batas, dikarenakan unsur bahan mentah bijih besi ini merupakan bahan tambang yang tidak dapat diperbaharui. Lester Brown dari Worldwatch Institute telah memperkirakan bahwa bijih besi bisa habis dalam waktu 64 tahun, berdasarkan pada ekstrapolasi konservatif dari 2% pertumbuhan per tahun. Peningkatan kebutuhan tulangan baja ini nantinya akan menimbulkan dampak negatif berupa semakin menipisnya ketersediaan material bijih besi tersebut, sehingga menjadi langka, yang tentunya ini akan berakibat memicu kenaikkan harga bijih besi menjadi semakin mahal. Semakin mahalnya harga tulangan baja ini akan sangat memberatkan bagi masyarakat terutama masyarakat golongan ekonomi lemah, dalam upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan primernya, yaitu berupa perumahan yang layak huni. Oleh sebab itulah perlu diupayakan mencari alternatif baru pengganti tulangan baja pada beton. Adapun alternatif lain sebagai pengganti tulangan beton tersebut, diantaranya adalah bambu. Bambu merupakan produk hasil alam yang renewable yang dapat diperoleh dengan mudah, murah, mudah ditanam, pertumbuhan cepat, dapat mereduksi efek global warming serta memiliki kuat tarik tinggi (Setiyabudi, 2010). Bambu dapat digunakan sebagai tulangan beton pengganti baja karena mempunyai kekuatan tarik tinggi yang mendekati kekuatan baja. Seperti yang dikemukakan oleh Morisco (1999), bahwa pemilihan bambu sebagai bahan bangunan dapat didasarkan seperti pada harga yang relatif rendah, pertumbuhan cepat, mudah ditanam, mudah dikerjakan, serta keunggulan spesifik yaitu serat bambu memiliki kekuatan tarik yang tinggi, seperti pada kuat tarik
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 245
Struktur
kulit bambu Ori sekitar dua kali tegangan luluh baja. Mengacu pada penelitian tersebut dapat dipertimbangkan bahwa bambu dapat digunakan sebagai bahan baku pada suatu struktur bangunan. Oleh karena itulah dalam penelitian ini akan mengkaji kapasitas lentur balok bertulangan bambu dari beberapa tipe/model penulangan bambu. 2.
TINJAUAN PUSTAKA
Bambu merupakan salah satu material konstruksi yang tersebar di seluruh daerah tropis dan subtropis. Sepanjang tradisi, penggunaan bambu secara luas telah banyak terlihat dalam berbagai bentuk konstruksi (Shupe et al, 2002). Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari ratusan jenis itu, hanya ada empat macam saja yang dianggap penting sebagai jenis bambu dan yang umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu Petung, bambu Wulung, bambu Tali dan bambu Duri (Frick, 2004). Bambu Petung (Dendrocalamus Asper) adalah bambu yang amat kuat, dengan jarak ruas pendek, tetapi dengan dindingnya tebal sehingga tidak begitu liat. Garis tengah bambu Petung 80 - 130 mm, panjang batang 10 - 20 m (Frick, 2004). Janssen, JAA (1988) dalam Morisco (1999) memberikan rekomendasi tentang keunggulan bambu sebagai berikut: a. Bambu dapat tumbuh sangat cepat dan dapat dibudidayakan secara cepat serta modal dapat diputar berkesinambungan. b. Bambu mempunyai sifat-sifat mekanika yang baik. c. Pengerjaan bambu hanya membutuhkan peralatan yang sederhana. d. Kulit luar bambu mengandung banyak silika yang membuat bambu terlindungi. Bambu termasuk zat higroskopis, artinya bambu mempunyai afinitas terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kayu atau bambu mempunyai kemampuan mengabsorpsi atau desorpsi yang tergantung dari suhu dan kelembaban udara disekelilingnya. Menurut Liese (1980), kandungan air dalam batang bambu bervariasi baik arah memanjang maupun arah melintang. Hal itu tergantung dari umur, waktu penebangan dan jenis bambu. Janssen (1980) menyatakan bahwa kekuatan tarik bambu akan menurun dengan meningkatnya kadar air, kekuatan tarik maksimum bagian luar bambu paling besar dibandingkan dengan bagian-bagian yang lain. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bambu adalah berat jenis bambu. Berat jenis dinyatakan sebagai perbandingan antara berat kering tanur suatu benda terhadap berat suatu volume air yang sama dengan volume benda itu. Bambu yang mempunyai berat jenis besar berarti mempunyai jumlah zat dinding sel persatuan volume besar. Selanjutnya zat kayu ditentukan oleh beberapa faktor antara lain tebal dinding sel, besarnya sel dan jumlah sel berdinding tebal. Jumlah sel berdinding pada bambu berarti jumlah sel sklerenkim pada bambu tersebut. (Hakim, 1987). Hakim (1987), berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa jenis bambu belah dengan nodia berpengaruh sangat nyata terhadap kekuatan tarik maksimum bambu belah tanpa nodia, sedangkan posisi contoh benda uji tidak berpengaruh secara nyata, rata-rata kekuatan tarik terendah terdapat pada bambu Apus 2558,46 kg/cm2, bambu Wulung 2833,4784 kg/cm2, bambu Legi 2835,141 kg/cm2, bambu Ori 3062,703 kg/cm2, bambu Ampel 3229,014 kg/cm2, dan bambu Petung 3958,2324 kg/cm2. Penelitian Morisco (1999), memperlihatkan kekuatan tarik bambu dapat mencapai sekitar dua kali kekuatan tarik baja tulangan. Sebagai pembanding dipakai baja tulangan beton dengan tegangan luluh sekitar 240 MPa yang mewakili baja beton yang banyak terdapat di pasaran. Dari penelitian diperoleh bahwa kuat tarik kulit bambu Ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 500 MPa, sedang kuat tarik rata-rata bambu Petung juga lebih tinggi dari tegangan luluh baja, hanya satu spesimen yang mempunyai kuat tarik lebih rendah dari tegangan luluh baja. Menurut Pathurahman, et al (2003), timbulnya keraguan penggunaan tulangan bambu dalam beton karena lekatan antara bambu dan semen kurang baik, selain itu bambu sangat higroskopis, sedang kandungan air pada bambu sangat mempengaruhi kembang susut, yang lebih lanjut akan mempengaruhi lekatan antara bambu dan beton. Oleh sebab itu menurut Surjokusumo, et al (1993), para peneliti mengusulkan cara untuk mengatasi kelemahan tersebut dengan menggunakan bambu yang sudah tua usianya sehingga daya serap dan kelembabannya kecil dan melapisi batang bambu dengan bahan kedap air seperti vernis, cat dan cairan aspal, tetapi harus dihindari licinnya permukaan bambu akibat pemakaian bahan-bahan tersebut, karena hal itu akan mengurangi daya lekat. Untuk memperbaiki lekatan antara bambu dan beton, Lopez (1996) menggunakan bambu pilinan. Salah satu dasar anggapan yang digunakan dalam perancangan dan analisis struktur beton bertulang ialah bahwa ikatan antara baja dan beton yang mengelilinginya berlangsung sempurna tanpa terjadi penggelinciran atau pergeseran. Berdasarkan atas anggapan tersebut dan juga sebagai akibat lebih lanjut, pada waktu komponen struktur
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 246
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
beton bertulang bekerja menahan beban akan timbul tegangan lekat yang berupa shear interlock pada permukaan singgung antara tara batang tulangan dengan beton ((Dipohusodo, I. 1999). Menurut Winter, (Kindi, 2007), kuat lekat merupakan kombinasi antara baja tulangan dan beton yang gaya yang dapat menyebabkan lepasnya ikatan antara batang tulangan dan menyelimutinya dalam menahan gaya gaya-gaya beton. Agar beton bertulang dapat berfungsi dengan baik sebagai bahan komposit dimana batang baja tulangan saling bekerja sama sepenuhnya dengan beton, maka perlu diusahakan supaya terjadi penyaluran gaya yang baik dari suatu bahan ke bahan lain. Untuk menjamin hal ini diperlukan adanya lekatan yang baik antara beton dengan tulangan dan penutup beton yang cukup tebal. Agar baja tulangan dapat menyalurkan gaya sepenuhnya, maka tulangan baja harus tu yang dinyatakan dengan panjang penyaluran (Vis dalam Kindi, tertanam di dalam beton hingga kedalaman terten tertentu 2007). Ikatan efektif antara beton dan tulangan mutlak perlu, karena penggunaan secara efisien kombinasi baja dan beton ngukuran efektivitas kuatnya pegangan tergantung pada pelimpahan tegangan beton pada baja. Kuat ikatan atau pe pengukuran antara beton dan baja, paling baik ditentukan sebagai tegangan yang ada dimana terjadi pergelinciran yang sangat terhadap kecil. Ikatan awal ditahan oleh adhesi (daya perlekatan dua buah benda yang berlainan) dan daya tahan ter geseran. Tetapi segera setelah pergelinciran dimulai, maka adhesi hilang, dan ikatan yang berikutnya ditahan oleh ketahanan terhadap geseran dan mekanik (Murdock et al dalam Kindi, 2007). Menurut Rohman (2005), pada balok uji beton bertulangan bambu yang berukuran 100x150x1500 mm, beban retak awal meningkat 9,2% pada balok uji dengan tulangan bambu divernis dan meningkat 20,1% pada balok uji dengan an bambu polos. Beban maksimum yang mampu didukung tulangan bambu dipilin dibanding dengan balok uji tulang tulangan balok uji meningkat sampai 16,21% setelah pada tulangan bambu diberi perlakuan dengan dilapisi vernis, dan meningkat 32,43% setelah pada tulangan bambu diberi perlakuan dengan dipilin. Penelitian yang dilakukan Pathurahman (2003), menunjukkan bahwa keruntuhan yang terjadi pada benda uji balok beton ukuran 150x200x2000 mm diawali dengan retaknya beton. Retak yang selalu terjadi pada awal proses keruntuhan adalah retak lentur ditandai dengan pola retak yang tegak lurus. Secara umum retak tersebut terjadi pada saat beban mencapai di atas 90% dari beban teoritis atau sekitar 78% dari beban runtuh. Retak awal biasanya terjadi pada daerah pembebanan di sekitar tumpuan rol, kemudian retak terjadi di daerah tengah bentang selanjutnya di daerah sekitar sendi, atau sebaliknya. Dan dari hasil perbandingan antara teori dengan eksperimen menunjukkan bahwa bambu memiliki peluang untuk digunakan sebagai tulangan balok beton, khususnya untuk struktur sederhana.
Gambar 1. Distribusi tegangan dan regangan pada balok beton 3.
METODOLOGI PENELITIA PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen eksperimental tal laboratorium, yaitu metode dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan data sebagai hasil penelitian. Kemudian data dianalisis untuk pengambilan kesimpulan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24 24-26 Oktober 2013
S - 247
Struktur
Gambar 2. Bentuk penampang tulangan bambu takikan. Benda uji balok dibuat dengan ukuran 10x15x170 cm. Tiga balok diberi dua buah tulangan bambu petung dengan takikan tidak sejajar dengan dimensi tulangan 15 mm x 5,2 mm, sedangkan tiga balok yang lain diberi tulangan baja dengan diameter 10 mm. Pada bagian tengah balok diharapkan akan terjadi lentur murni. Hal ini dimaksudkan agar pada bagian tersebut tulangan yang berpengaruh hanya tulangan tarik saja dan menjadi bagian yang terlemah dari balok uji. Pada bagian lain dipasang tulangan rangkap dengan tulangan begel diameter 5 mm. Maksud pemasangan penulangan tersebut untuk menghindari gaya geser yang dimungkinkan terjadi sehingga kemungkinan patah yang diharapkan benar-benar pada daerah lentur murni. Penulangan dan pembebanan balok dapat dilihat pada gambar dibawah ini: P 1 2
1 2
P
2 @(15x5,2) mm
P
1
2 @(15x5,2) mm
Ø 6mm
1 10 cm
50 cm
25 cm
2 @(15x5,2) mm
25 cm
50 cm
10 cm
Gambar 3. Penulangan dan Pembebanan Balok
Loading Frame Hidraulic Jack Load Cell Balok Uji
Dial Gauge
Transducer
Hidraulic Pump
Gambar 4. Setting Alat Pengujian Balok
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 248
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Mulai
Persiapan Bahan - Material beton - Material bambu
Mix Design : f’c: 15 MPa Tidak Tes Mutu Beton f’c = 15 MPa? Ya Uji Pendahuluan - Uji tarik tulangan baja - Beton : agregat halus dan agregat kasar - Karakteristik Bambu : kuat tarik, kadar air, kerapatan, kuat geser, kuat tekan
Pembuatan Benda Uji Balok beton berukuran 100x150x1700 mm
Perawatan Benda Uji Balok beton berukuran 100x150x1700 mm
Persiapan Alat Uji - Loading frame, hydraulic jack, load cell, - Transducer, dial gauge, load indicator - Batang elemen transformasi beban
Pengujian Kapasitas Lentur Balok
Data Hasil Uji Kapasitas Lentur Balok
Analisis Hasil Uji
Kesimpulan
Selesai
Gambar 5. Pola retak balok
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 249
Struktur
4.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasar hasil uji properti material bambu, didapat data bahwa kuat tarik rata-rata (tensile strength) bilah bambu Petung adalah 240,54 MPa, dan kuat tarik rata-rata (tensile strength) bilah bambu Wulung adalah 182,73 MPa serta kuat tarik rata-rata (tensile strength) tulangan baja polos adalah 378,4 MPa. Besar momen pada balok hasil pengujian dan analisis tampang, disajikan dalam Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Momen balok uji 75.68*-**473; 5 .6-*&21 *76"./
;.96?6? ).:=.;4
.9<8)A9.;4.;.7.
.9<8)A9.;4.;.:/A&2@A;4&<9
.9<8)A9.;4.;.:/A&2@A;4).868.;
.9<8)A9.;4.;.:/A,A9A;4&<9
.9<8)A9.;4.;.:/A,A9A;4).868.;
Pola retak saat kondisi runtuh yang ingin dicapai yaitu terjadi retak pada daerah 1/3 bentang tengah dari balok. Pengujian pola retak balok beton tulangan baja dan balok beton tulangan bambu Petung dan bambu Wulung ini menghasilkan pola retak yang relatif sama yaitu pada bagian 1/3 bentang tengah sehingga dapat dikatakan bahwa retak yang terjadi termasuk retak lentur. Retak maksimal yang terjadi yaitu pada 1/3 bentang tengah dan menuju beban yang bekerja. Berikut ini disajikan salah satu contoh pola retak balok beton pada pengujian balok beton tulangan baja dan balok beton tulangan bambu Petung dengan takikan dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 6. Pola retak balok beton bertulangan baja
Gambar 7. Pola retak balok beton bertulangan bambu Petung dengan takikan
Pembahasan Berdasar data diatas, dapat dijelaskan bahwa penggunaan tulangan bambu Petung takikan dapat menambah kapasitas lentur balok sebesar 110% jika dibandingkan dengan kapasitas lentur balok tulangan bambu Petung polos, dan pada penggunaan tulangan bambu Wulung takikan dapat menambah kapasitas lentur balok sebesar 118% jika dibandingkan dengan kapasitas lentur balok tulangan bambu Wulung polos. Penggunaan takikan pada tulangan bambu menambah kapasitas lentur balok menjadi lebih tinggi. Penggunaan takikan pada tulangan bambu Petung menambah kapasitas lentur balok sekitar 110% terhadap tulangan bambu Petung tanpa takikan (polos), dan penggunaan takikan pada tulangan bambu Wulung menambah kapasitas lentur balok sekitar 118% terhadap tulangan bambu Wulung tanpa takikan (polos).
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 250
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
5.
KESIMPULAN
Tulangan bambu Petung dan Wulung takikan dapat menambah kapasitas lentur balok menjadi lebih tinggi, yaitu sekitar 110% terhadap tulangan bambu Petung polos, dan sekitar 118% terhadap tulangan bambu Wulung polos. Bila dibanding dengan baja polos, kapasitas lentur balok tulangan bambu Petung takikan sekitar 41% dan kapasitas lentur balok tulangan bambu Wulung takikan sekitar 28% terhadap kapasitas balok tulangan baja polos.
DAFTAR PUSTAKA ________. (1991). SK SNI T-15-1991-03. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Departemen Pekerjaan Umum, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung. ________. (2002). SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Departemen Pekerjaan Umum, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung. Anggraeni, DK. (2007). “Kapasitas Lentur dan Geser Bambu Wulung”. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta. D, Istimawan. (1994). Struktur Beton Bertulang. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Frick, H (2004). Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Pengantar Konstruksi Bambu. Kanisius, Yogyakarta. Ganie, CN. (2008). “Pengaruh Isian Mortar Terhadap Kuat Tekan Bambu Wulung”. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Ghavami, K. (1990). “Aplication of Bamboo as a low-cost Construction Material”, 270-279. In Rao, I.V.R., Gnanaharan, R. & Shastry, C.B., Bamboos Current Research, The Kerala Forest Research Institute-India, and IDRC Canada. Ghavami, K. (2004). Bamboo as reinforcement in structural concrete elements. Universitas Katolik Pontificia. Rio de Janeiro, Brazil. Hakim. A. ( 1987). Pengujian Beberapa Sifat Fisika dan Mekanika Enam Jenis Bambu Dalam Kondisi Segar, Fakultas Kehutanan, UGM, Yogyakarta. Janssen, JJA. (1987). “The Mechanical Properties of Bamboo” : 250-256. In Rao, A.N., Dhanarajan, and Sastry, C.B., Recent Research on Bamboos, The Chinese Academy of Forest, People’s Republic of China, and IDRC, Canada. Kumar, S And Dobryal, P.B. (1988). “Preservative Treatment Of Bamboo For Structure Uses”. In Rao, I.V.R.,Gnanaharan, R & Shastry, C.B : Bamboos Current Research, pp 199-206, The Kerala Forest Research Institute-India and IDRC, Canada. Liesse, W. (1980). “Preservation of Bamboo”, in Lessard, G. & Chouinard, A.: Bamboo Research in Asia, pp.165172, IDRC, Canada. Kindi, M. (2007). Tinjauan Kuat Lekat dan Panjang Penyaluran Baja Polos Pada Beton Ringan Batu Apung Dengan Variasi Jenis Bahan Tambah. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Lopez, O.H. (1996). “Manual de Construccion Con Bambu”, Universidad Nacional de Colombia, Bogota, Colombia. Morisco. (1996). “Bambu Sebagai Bahan Rekayasa”. Pidato Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala Madya dalam Bidang Teknik Konstruksi, Fakultas Teknik, UGM, Yogyakarta. Morisco (1999). Rekayasa Bambu. Nafiri Offset, Yogyakarta. Neville, AM And Brooks, J.J. (1987). Concrete Technology. Longman Scientific and Technical. New York. Pathurahman, JF.(2003). “Aplikasi Bambu Pilinan Sebagai Tulangan Balok”. Civil Engineering Dimension, Vol. 5, No.1. Pradana, C.G. (2011). Kajian Kuat Lekat Tulangan Bambu Pilinan dan Tulangan Baja Polos pada Beton Normal dengan Variasi Jenis Bambu, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Prawirohatmodjo, S. (1990). ”Comparative Strength of Green and Air-dry Bamboo”. 218-222. In Rao I.V.R., Gnanaharan, R. & Shastry, C.B., Bamboos Current Research, The Kerala Forest Research Institute-India, and IDRC Canada. Rochman, A . (2005). “Peningkatan Kinerja Tulangan Bambu pada Balok Beton Bertulang dengan Cara Perbaikan Kuat Lekat”. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Setiyabudi, A. (2010). “Tinjauan Jenis Perekat pada Balok Laminasi Bambu terhadap Keruntuhan Lentur”, Prosiding Seminar Nasional “Pengelolaan Infrastruktur Dalam Menyikapi Bencana Alam”, ISBN: 979-489540-6, 1 Mei 2010. Shupe T.F., Cheng P And Chung Y.H. (2002). ”Value-Added Manufacturing Potential for Honduran Bamboo”. Final Report to Honduran Counterparts. Lanticitilla National Park, Esnacifor, Cuprofor.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 251
Struktur
Sioponco, J.O. dan Munandar, M. (1987), Technology Manual on Bamboo as Building Material. RENAS_BMTCS, Philippines. Surjokusumo, S. dan Nugroho, N. (1993). “Studi Penggunaan bambu Sebagai Bahan Tulangan Beton”, Laporan Penelitian, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Tjokrodimulyo, K. (1996). Teknologi Beton. Gajah Mada Press. Yogyakarta. Utomo, MB. (2008). “Bambu Sebagai Alternatif Pengganti Tulangan Beton Pada Bangunan Sederhana”, Majalah Ilmiah Orbit, Volume 4, No.4, Nopember 2008, Halaman 586-592, Politeknik Negeri Semarang, ISSN : 18582095.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 252
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013