PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI BILANGAN MACH DAN SUDUT SERANG SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin
Oleh
JAKATARU DAVID EMBANG NIM : 125214023
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2D ANALYSIS OF AIRFOIL NACA 4412 USING COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC ON MACH NUMBER AND ANGLE OF ATTACK VARIATIONS
FINAL PROJECT As parctial fulfillment of the requirements to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering
By
JAKATARU DAVID EMBANG Student Number : 125214023
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2016 ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI BILANGAN MACH DAN SUDUT SERANG
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI BILANGAN MACH DAN SUDUT SERANG
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta 11 Juli 2016
Jakataru David Embang
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama
: Jakataru David Embang
Nomor Mahasiswa
: 125214023
Demi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :
ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI BILANGAN MACH DAN SUDUT SERANG Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media yang lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dan memberikan royalty kepada saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta 11 Juli 2016 Yang menyatakan,
Jakataru David Embang
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI Penelitian tentang airfoil merupakan sebuah pengembangan teknologi dalam dunia aerodinamika. Hasil dari berbagai eksperimen telah banyak digunakan untuk mendesain airfoil dalam berbagai konfigurasi sayap sesuai dengan penggunaannya. Pada masa yang lampau, pembuatan serta analisis kinerja dari suatu airfoil membutuhkan terowongan angin dan memerlukan waktu serta biaya yang besar untuk proses pengujiannya. Penelitian ini menggunakan airfoil tidak simetris yaitu NACA 4412. Penelitian ini ingin mengetahui dampak dari variasi bilangan mach pada setiap peningkatan sudut serang dan akan dilihat intensitas turbulensi pada setiap variasi bilangan mach serta sudut serang dalam bentuk kontur dan streamline. Variasi bilangan mach yang diterapkan pada penelitian ini berkisar pada aliran subsonic hingga supersonic dengan variasi sudut serang mulai dari 0°, 4°, 8°, 12° dan 16°. Pengujian ini dilakukan dalam metode Computational Fluid Dynamic dengan bentuk mesh tidak terstruktur dan menggunakan persamaan spalart-almaras turbulence model. Bentuk domain yang digunakan adalah C-type dan kondisi batas pada domain diasumsikan dalam keadaan tunak dengan batasan pada domain yaitu inlet, outlet, symmetry dan wall. Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa variasi bilangan mach terhadap peningkatan sudut serang berpengaruh pada nilai koefisien lift dan drag dari airfoil NACA 4412. Pada sudut stall aliran subsonic memiliki koefisien lift lebih tinggi dengan nilai 1,17290 dibandingkan aliran supersonic dengan nilai 1,17150. Aliran subsonic memiliki intensitas turbulensi lebih kecil dibanding aliran supersonic. Kata kunci: Airfoil NACA 4412, bilangan mach, Computational Fluid Dynamic.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Research on the airfoil is a technological development in the world of aerodynamics. The results of numerous experiments have been widely used to design the wing airfoil in a variety of configurations suitable for use. In the past, the manufacture and analysis of the performance of an airfoil requires wind tunnel and require time and substantial costs in the process of testing. This study uses asymmetrical airfoil is NACA 4412. This study investigates the impact of variations in mach numbers on any increase in the angle of attack and will be seen turbulence intensity at each variation of Mach numbers and angles of attack in the form of contours and streamlined. Variations mach numbers were applied in this study ranged in subsonic to supersonic flow with the variation of the angle of attack ranging from 0°, 4°, 8°, 12° and 16°. This testing is done in the method of Computational Fluid Dynamics to form an unstructured mesh and use spalart-almaras equation turbulence models. Domain form used is C-type and boundary conditions on the domain assumed to be in a steady state with restrictions on the domain, namely the inlet, outlet, symmetry and wall. From the research that has been done, shows that variation of mach number to increase the angle of attack affects the value of the coefficient of lift and drag of the airfoil NACA 4412. At the stall angle subsonic flow has a higher lift coefficient value of 1,17290 compared with supersonic flow with a value of 1,17150, Subsonic flow turbulence intensity is smaller than the supersonic flow. Keywords: Airfoil NACA 4412, mach number, Computational Fluid Dynamic.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya, sehingga penyusunan skripsi dapat berjalan dengan baik dan lancar. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi oleh mahasiswa untuk mendapatkan gelar S-1 pada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Atas berkat, bimbingan serta dukungan dari banyak pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Sudi Mungkasi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2.
Ir. Petrus Kanisius Purwadi M.T. selaku Kaprodi jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3.
A. Prasetyadi SSi M.Si. selaku Dosen Pembimbing 1 Skripsi dan pembimbing Akademik atas segala arahan, kesabaran dan motivasi yang telah diberikan
4.
Stefan Mardikus, ST,. MT selaku Dosen Pembimbing 2 Skripsi atas segala arahan, kesabaran dan motivasi yang telah diberikan.
5.
Seluruh dosen Program Studi Teknik Mesin yang telah memberikan ilmu pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6.
Seluruh Staf Sekretariat Fakultas Sains dan Teknologi.
7.
Amensiu Indra Embang dan Eljine Kristiasie sebagai orang tua saya, kakak dan
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
adik saya serta seluruh keluarga besar saya atas dukungan baik moril maupun materi yang diberikan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 8.
Teman-teman Teknik Mesin yang telah memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis.
9.
Teman-teman kos Griya Kanna yang telah memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian dan penulisan skripsi ini
jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.
Yogyakarta, 11 Juli 2016
Penulis
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI JUDUL .............................................................................................................
i
TITLE ...............................................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ...........................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................................
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...........................
vi
INTISARI.........................................................................................................
vii
ABSTRACT .....................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xvi
DAFTAR SATUAN DAN SINGKATAN ...................................................... xxiii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1
Latar Belakang ............................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah .......................................................................
5
1.3
Manfaat penelitian ......................................................................
5
1.4
Tujuan penelitian ........................................................................
6
1.5
Batasan Masalah .........................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
8
2.1
Kajian Penelitian .........................................................................
8
2.2
Sifat Aliran ..................................................................................
9
2.2.1 Kerapatan ........................................................................
10
2.2.2 Berat Jenis .......................................................................
11
2.2.3 Kekentalan ......................................................................
12
2.3
Aliran Laminer, Transisi dan Turbulen ......................................
13
2.4
Reynold Number .........................................................................
14
2.5
Aliran Incompresible dan Aliran Compresible ..........................
16
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.6
Aliran Steady dan Unsteady .......................................................
18
2.7
Eksternal Flow ............................................................................
19
2.8
Kecepatan Suara (Speed of Sound) ............................................
21
2.9
Mach Number .............................................................................
22
2.10 Dasar Aerodinamika ...................................................................
23
2.11 Koefisien Lift dan Drag ..............................................................
29
2.12 Teori Airfoil ................................................................................
31
2.13 CFD (Computational Fluid Dynamic) ........................................
34
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................
49
3.1
Diagram Alir Penelitian ..............................................................
49
3.2
Airfoil NACA 4412 ....................................................................
50
3.3
Variable Penelitian ......................................................................
52
3.4
Diagram Alir Simulasi ................................................................
52
3.5
Variasi Penelitian dan Input Parameter Boundary Condition .....
53
3.6
Metode Meshing .........................................................................
55
3.7
Alat dan Bahan............................................................................
58
3.8
Pengolahan Data .........................................................................
59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
61
4.1
Hasil Penelitian ...........................................................................
4.2
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Aliran Subsonic...........................................................................
4.3
67
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Aliran Supersonic. ......................................................................
4.6
66
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Aliran Supersonic. ......................................................................
4.5
65
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Aliran Subsonic...........................................................................
4.4
61
68
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Perbandingan Antara Aliran Subsonic dan Supersonic. ............. xii
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.7
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Perbandingan Antara Aliran Subsonic dan Supersonic. .............
4.8
70
Analisis Kontur Tekanan pada Aliran Subsonic Terhadap Perubahan Angle of Attack. .........................................................
71
4.8.1 Pengaruh Mach Number 0,6 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
72
4.8.2 Pengaruh Mach Number 0,8 Terhadap Perubahan Angle of Attack. ............................................................................. 4.9
75
Analisis Kontur Tekanan pada Aliran Supersonic Terhadap Perubahan Angle of Attack. .........................................................
79
4.9.1 Pengaruh Mach Number 1 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
79
4.9.2 Pengaruh Mach Number 1,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
83
4.9.3 Pengaruh Mach Number 2 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
86
4.9.4 Pengaruh Mach Number 2,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
90
4.9.5 Pengaruh Mach Number 3 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
93
4.10 Analisis Velocity Streamlines pada Aliran Subsonic Terhadap Perubahan Angle of Attack. .........................................................
97
4.10.1 Pengaruh Mach Number 0,6 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
97
4.10.2 Pengaruh Mach Number 0,8 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
101
4.11 Analisis Velocity Streamlines pada Aliran Supersonic Terhadap Perubahan Angle of Attack. .........................................................
xiii
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.11.1 Pengaruh Mach Number 1 Terhadap Perubahan Angle of Attact. ..............................................................................
105
4.11.2 Pengaruh Mach Number 1,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
108
4.11.3 Pengaruh Mach Number 2 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
112
4.11.4 Pengaruh Mach Number 2,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
115
4.11.5 Pengaruh Mach Number 3 Terhadap Perubahan Angle of Attack. .............................................................................
119
BAB V PENUTUP ...........................................................................................
123
5.1
Kesimpulan .................................................................................
123
5.2
Saran ...........................................................................................
125
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
126
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Arti dari eff dan S untuk setiap ..................................................
39
Tabel 3.1
koordinat X dan Y dari airfoil NACA 4412 ......................................
50
Tabel 3.2
Parameter boundary condition pada proses penelitian......................
54
Tabel 3.3
Parameter ukuran mesh pada proses penelitian airfoil NACA 4412.................................................................................................
56
Tabel 3.4
Spesifikasi laptop yang digunakan dalam penelitian.........................
58
Tabel 4.1
Bilangan Mach 0,6 (204 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil…....................................................................................................
62
Bilangan Mach 0,8 (272 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil .......................................................................................................
62
Bilangan Mach 1 (340 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil........................................................................................................
62
Bilangan Mach 1,5 (510 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil........................................................................................................
63
Bilangan Mach 2 (680 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil........................................................................................................
63
Bilangan Mach 2,5 (850 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil........................................................................................................
64
Bilangan Mach 3 (1.020 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil........................................................................................................
64
Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1
Bagian-bagian airfoil....................................................................
Gambar 2.1
Tiga jenis aliran viskos (a) aliran laminer; (b) aliran transisi; (c) aliran turbulen............................................................................... 13
Gambar 2.2
Aliran di dalam pipa (a) viskositas tinggi. Reynolds number rendah. Aliran laminer; (b) viskositas rendah. Reynold number tinggi, aliran turbulen.................................................................... 15
Gambar 2.3
Perubahan densitas terhadap perubahan Mach number................
Gambar 2.4
Koefisien drag untuk bilangan Mach rendah dalam benda dua dimensi.......................................................................................... 20
Gambar 2.5
Streamline aliran udara pada airfoil..............................................
25
Gambar 2.6
Arah dan gaya-gaya dalam penerbangan......................................
26
Gambar 2.7
Gaya dan momen aerodinamis terhadap arah penerbangan.................................................................................. 27
Gambar 2.8
Distribusi kecepatan dan entalpi aliran gas pada lapisan dinding yang memiliki kecepatan tinggi.................................................... 29
Gambar 2.9
Kurva lift untuk ketebalan sedang dan chamber berbeda.............
Gambar 2.10
Geometri airfoil dan definisi bagian airfoil................................... 32
Gambar 2.11
Arah dan gaya-gaya dalam pesawat terbang................................. 34
Gambar 2.12
CFD hasil untuk air mengalir melewati sebuah NASA 66 (MOD) hydrofoil; C grid 262 dengan 91 node............................. 36
Gambar 2.13
Eksperimental oil-streak visualisasi permukaan mengalir di Re=40.000..................................................................................... 36
Gambar 2.14
Komputasi large-eddy mensimulasikan aliran permukaan kubus dengan aliran oil-streak pada Re=40.000...................................... 37
Gambar 2.15
Permukaan terstruktur dan volume grid konfigurasi dari sayapbadan pesawat............................................................................... 42
Gambar 2.16
Permukaan jaringan tidak terstruktur dari konfigurasi sayapbadan pesawat............................................................................... 42
xvi
4
18
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 2.17
Tipe untuk domain dua dimensi.................................................... 43
Gambar 2.18
Jenis kondisi batas dalam analisis cairan-aliran............................ 44
Gambar 2.19
Jenis-jenis grid pada domain......................................................... 45
Gambar 2.20
C-grid topologi dalam 2D.............................................................
Gambar 3.1
Diagram alir penelitian.................................................................. 49
Gambar 3.2
Bentuk airfoil NACA 4412 dengan panjang 1 m.......................... 51
Gambar 3.3
Diagram alir simulasi....................................................................
Gambar 3.4
Bentuk domain dengan mesh C-type yang memiliki ukuran W= 10C dan R=6C............................................................................... 55
Gambar 3.5
Bentuk domain dalam penelitian ini dengan mesh C-type............ 57
Gambar 3.6
Bentuk mesh pada sekitar permukaan airfoil NACA 4412........... 57
Gambar 4.1
Variasi bilangan Mach subsonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift.............................. 65
Gambar 4.2
Variasi bilangan Mach subsonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag......................... 66
Gambar 4.3
Variasi bilangan Mach supersonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift.............................. 67
Gambar 4.4
Variasi bilangan Mach supersonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag.......................... 68
Gambar 4.5
Variasi bilangan Mach subsonic dan supersonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift.................................................................................................. 69
Gambar 4.6
Variasi bilangan Mach pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag......................................... 71
Gambar 4.7
Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach 0,6.................................................................................................. 72
Gambar 4.8
Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach 0,6.................................................................................................. 72
xvii
46
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.9
Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach 0,6.................................................................................................. 73
Gambar 4.10
Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach 0,6.................................................................................................. 73
Gambar 4.11
Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach 0,6.................................................................................................. 74
Gambar 4.12
Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach 0,8.................................................................................................. 75
Gambar 4.13
Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach 0,8.................................................................................................. 76
Gambar 4.14
Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach 0,8.................................................................................................. 76
Gambar 4.15
Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach 0,8.................................................................................................. 77
Gambar 4.16
Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach 0,8.................................................................................................. 77
Gambar 4.17
Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach 1..................................................................................................... 79
Gambar 4.18
Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach 1..................................................................................................... 80
Gambar 4.19
Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach 1..................................................................................................... 80
Gambar 4.20
Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach 1..................................................................................................... 81
Gambar 4.21
Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach 1..................................................................................................... 81
Gambar 4.22
Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach 1,5.................................................................................................. 83
Gambar 4.23
Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach 1,5.................................................................................................. 83
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.24
Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach 1,5.................................................................................................. 84
Gambar 4.25
Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach 1,5.................................................................................................. 84
Gambar 4.26
Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach 1,5.................................................................................................. 85
Gambar 4.27
Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach 2..................................................................................................... 86
Gambar 4.28
Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach 2..................................................................................................... 87
Gambar 4.29
Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach 2..................................................................................................... 87
Gambar 4.30
Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach 2..................................................................................................... 88
Gambar 4.31
Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach 2..................................................................................................... 88
Gambar 4.32
Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach 2,5.................................................................................................. 90
Gambar 4.33
Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach 2,5.................................................................................................. 90
Gambar 4.34
Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach 2,5.................................................................................................. 91
Gambar 4.35
Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach 2,5.................................................................................................. 91
Gambar 4.36
Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach 2,5.................................................................................................. 92
Gambar 4.37
Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach 3..................................................................................................... 93
Gambar 4.38
Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach 3..................................................................................................... 94
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.39
Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach 3..................................................................................................... 94
Gambar 4.40
Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach 3..................................................................................................... 95
Gambar 4.41
Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach 3..................................................................................................... 95
Gambar 4.42
Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach 0,6.................................................................................................. 97
Gambar 4.43
Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach 0,6.................................................................................................. 98
Gambar 4.44
Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach 0,6.................................................................................................. 98
Gambar 4.45
Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach 0,6.................................................................................................. 99
Gambar 4.46
Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach 0,6.................................................................................................. 99
Gambar 4.47
Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach 0,8.................................................................................................. 101
Gambar 4.48
Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach 0,8.................................................................................................. 101
Gambar 4.49
Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach 0,8.................................................................................................. 102
Gambar 4.50
Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach 0,8.................................................................................................. 102
Gambar 4.51
Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach 0,8.................................................................................................. 103
Gambar 4.52
Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach 1..................................................................................................... 105
Gambar 4.53
Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach 1..................................................................................................... 105
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.54
Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach 1..................................................................................................... 106
Gambar 4.55
Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach 1..................................................................................................... 106
Gambar 4.56
Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach 1..................................................................................................... 107
Gambar 4.57
Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach 1,5................................................................................................. 108
Gambar 4.58
Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach 1,5.................................................................................................. 109
Gambar 4.59
Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach 1,5.................................................................................................. 109
Gambar 4.60
Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach 1,5................................................................................................. 110
Gambar 4.61
Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach 1,5.................................................................................................. 110
Gambar 4.62
Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach 2..................................................................................................... 112
Gambar 4.63
Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach 2..................................................................................................... 112
Gambar 4.64
Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach 2..................................................................................................... 113
Gambar 4.65
Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach 2..................................................................................................... 113
Gambar 4.66
Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach 2..................................................................................................... 114
Gambar 4.67
Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach 2,5.................................................................................................. 115
Gambar 4.68
Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach 2,5.................................................................................................. 116
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.69
Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach 2,5.................................................................................................. 116
Gambar 4.70
Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach 2,5.................................................................................................. 117
Gambar 4.71
Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach 2,5.................................................................................................. 117
Gambar 4.72
Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach 3..................................................................................................... 119
Gambar 4.73
Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach 3..................................................................................................... 119
Gambar 4.74
Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach 3..................................................................................................... 120
Gambar 4.75
Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach 3..................................................................................................... 120
Gambar 4.76
Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach 3..................................................................................................... 121
xxii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SATUAN DAFTAR DAN SINGKATAN Lambang
Simbol Satuan
Keterangan (Besaran)
kg/m3
Kerapatan
γ
N/m3
Berat
N s/m2
Viskositas dinamik
m2/s
Viskositas kinematik
g
m2/s
gravitasi
F
N
Gaya
S
m2
Luas
c
m
Panjang
v
m/s
Kecepatan
T
K
Suhu
P
Pa
Tekanan
kg/m-s
Viskositas udara
C
mach
Kecepatan Suara
Singkatan
Arti
NACA
National Advisory Comitte for Aeronatics
CL
Coeficient Lift
CD
Coeficient Drag
CFD
Computational Fluid Dynamic
C
Chord
CAD
Computer Aided Design
xxiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
AOA
Angle of attack
xxiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pesawat terbang merupakan suatu penemuan teknologi transportasi dalam
dunia penerbangan. Pesawat terbang pertama kali diterbangkan oleh Orville Wright dan Wilbur Wright pada tahun 1903 (Federation Aeronatic International, 1951). Pada masa perang dunia ke I hingga perang Dunia ke II pesawat terbang digunakan untuk kepentingan militer, namun pada akhir perang dunia ke II tahun 1945 pesawat terbang mulai digunakan sebagai transportasi umum hingga sekarang. Kemajuan teknologi tentang pesawat terbang semakin bertambah pesat dengan berbagai penelitian dan penemuan teknologi dalam dunia penerbangan. Setelah ditemukannya pesawat dan digunakan sebagai transformasi umum, jumlah penumpang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, jumlah penumpang pesawat udara tahun 2014 mencapai 72,6 juta orang atau naik 5,6 persen dari tahun sebelumnya yaitu 68,5 juta orang. Transportasi udara menjadi salah satu pilihan utama khususnya bagi masyarakat Indonesia. Perkembangan dunia penerbangan di era modern semakin maju mengikuti jumlah pengguna pesawat terbang yang semakin meningkat. Perkembangan dalam dunia penerbangan khususnya pesawat terbang tidak lepas dari berbagai penelitian yang telah dilakukan. Salah satu fokus penelitian yang dilakukan dalam dunia penerbangan adalah penelitian tentang airfoil. Airfoil adalah
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
bagian dari pesawat terbang yang merepresentasikan bentuk dari suatu sayap pesawat yang dapat menghasilkan gaya angkat (lift) atau efek aerodinamika ketika melewati suatu aliran udara. Airfoil merupakan bentuk dari potongan melintang sayap yang dihasilkan oleh perpotongan tegak lurus sayap terhadap pesawat (Houghton, 2013). Penelitian tentang airfoil merupakan sebuah pengembangan teknologi dalam dunia aerodinamika. Hasil dari berbagai eksperimen telah banyak digunakan untuk mendesain airfoil dalam berbagai konfigurasi sayap sesuai dengan penggunaannya. Pada masa yang lampau, pembuatan serta analisis kinerja dari suatu airfoil membutuhkan terowongan angin dan memerlukan waktu serta biaya yang besar untuk proses pengujiannya. Proses eksperimen cenderung menghasilkan informasi yang kurang akurat dari hal tekanan dan distribusi kecepatan dikarenakan memungkinkan banyak rugi-rugi yang terjadi pada saat proses penelitian. Namun pada zaman sekarang pembuatan serta analisis dari suatu airfoil dapat dilakukan dengan cara simulasi, dengan cara ini pembuatan serta pengujian dapat dilakukan dengan cepat dan murah serta hasil yang didapatkan dari simulasi lebih baik dan akurat dibandingkan hasil eksperimen (Ahmed Abd Ahmahmoud Ahmed Yasin, 2011). Jenis airfoil yang biasa digunakan dalam dunia penerbangan adalah airfoil jenis tidak simetris. Jenis airfoil tidak simetris memiliki geometri dengan karakterisitik aerodinamika yang dapat meningkatkan nilai koefisien lift pada sayap pesawat terbang. Jika dibandingkan airfoil simetris dan airfoil tidak simetris maka akan didapatkan nilai koefisien lift pada airfoil tidak simetris lebih tinggi daripada airfoil simetris (Whei zang, 2015). Hal ini yang mendasari banyak pesawat terbang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
menggunakan airfoil tidak simetris dibanding airfoil simetris, misalkan Boeing, Airbus, NASA (UIUC Airfoil Coordinate Database). Banyak penelitian sebelumnya yang dilakukan terkait dengan karakteristik dan performa dari suatu airfoil. Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah analisis dari airfoil tentang pengaruh angle of attack terhadap koefisien lift dan drag (Karna S. Patel, 2014). Dari hasil penelitian menunjukkan perbedaan nilai koefisien lift dan drag pada sudut serang yang berbeda. Penelitian lainnya menunjukan pengaruh kecepatan aliran, tekanan serta vortex yang terjadi pada bagian airfoil terhadap nilai koefisien lift dan drag (Abhay Sharma, 2014). Fenomena gesekan antara aliran fluida dan sebuah badan pesawat dapat menimbulkan wake pada sekitar bagian pesawat terbang dan cenderung merugikan. Hal ini mendasari banyak penelitian yang fokus pada efisiensi kinerja dari pesawat terbang. Pada zaman sekarang pesawat komersil mampu mencapai kecepatan supersonic, misalkan pesawat Concorde memiliki kecepatan jelajah 2,04 Mach dengan ketinggian terbang hingga 60.000 ft (Owen, 2001). Dalam kecepatan yang tinggi dibutuhkan prinsip-prinsip aerodinamika yang baik pada desain pesawat terbang. Sehingga, banyak penelitian tentang areodinamika mengarah pada bagian penting pada pesawat yaitu airfoil. Airfoil yang digunakan dalam penelitian ini adalah NACA 4412 dengan panjang chord 1 m. Airfoil ini adalah jenis airfoil tidak simetris dan memiliki 4 digit. Digit pertama menyatakan maximum chamber terhadap chord, digit kedua menyatakan posisi maximum chamber pada chord dari leading edge dan dua digit terakhir menyatakan persentase maximum thickness airfoil terhadap chord.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
Gambar 1.1 Bagian-bagian airfoil (Houghton, 2013). Jenis airfoil ini memiliki permukaan atas dan bawah yang melengkung keatas, sehingga memiliki chamber rata-rata yang relatif tinggi. Airfoil jenis ini biasa digunakan untuk scale model, sailplane, free flight serta paling umum digunakan pada pesawat yang membutuhkan gaya angkat yang tinggi. Masalah yang sering muncul dalam penelitian tentang airfoil NACA 4412 adalah sudut stall yang rendah yaitu 12°-14° dalam aliran subsonic (Ahmed Abd Ahmahmoud Ahmed Yasin, 2011), sehingga perlu diteliti pengaruh kecepatan aliran terhadap sudut stall. Wake yang muncul pada sudut serang tertentu juga berpengaruh pada nilai CL dan CD, hal ini menunjukan kecepatan stall dari airfoil NACA 4412 (Mayurkumar Kevadiya, 2013). Masalah yang muncul pada airfoil NACA 4412 perlu diteliti pada variabel yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Fenomena stall yang terjadi pada sudut serang tertentu dalam aliran subsonic dapat diteliti untuk mendapatkan sudut spesifik terjadinya stall dan dapat diamati pengaruh kecepatan aliran pada koefisien lift dan drag jika dalam aliran supersonik. Setiap airfoil memiliki performa aerodinamika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
yang berbeda-beda, hal ini akan dilihat batas maksimum performa aerodinamika dari NACA 4412 jika diberi kecepatan aliran melebihi kecepatan suara. Pada kecepatan yang tinggi disertai penambahan sudut serang, aliran yang terjadi cenderung mengalami wake, namun pada airfoil NACA 4412 yang diberi aliran subsonic terjadi wake pada sudut yang rendah, maka perlu diketahui sudut terjadinya wake dan besarnya wake yang terjadi pada airfoil NACA 4412 dalam kecepatan supersonic. Dari penelitian mengenai airfoil NACA 4412, akan diketahui performa maksimum dalam penggunaannya pada pesawat terbang, sehingga dapat ditentukan efisiensi penggunaan airfoil NACA 4412 terhadap batas kecepatan dan sudut serang suatu pesawat terbang. Oleh karena itu, perlu diteliti pengaruh kecepatan aliran subsonic hingga aliran supersonic terhadap koefisien lift dan drag, angle of attack dan wake yang terjadi pada airfoil NACA 4412.
1.2
Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh distribusi tekanan dan kecepatan? 2. Bagaimana pengaruh angle of attack pada nilai CL dan CD? 3. Bagaimana pengaruh perbedaan kecepatan pada setiap angle of attack terhadap nilai CL dan CD? 4. Bagaimana pengaruh angle of attack terhadap fenomena wake dan stall angle? 1.3
Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
1. Memberikan kontribusi bagi Universitas Sanata Dharma khususnya Fakultas Sains dan Teknologi dalam bidang penelitian. 2. Penelitian yang dilakukan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. 3. Penelitian
berkontribusi
untuk
mendukung kemajuan
teknologi
dan
pendidikan di Indonesia. 1.4
Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui dampak dari variasi kecepatan pada airfoil dalam aliran subsonic hingga supersonic terhadap nilai koefisien lift dan drag. 2. Mengetahui dampak dari variasi angle of attack pada airfoil terhadap koefisien nilai lift dan drag. 3. Mengetahui dampak dari variasi kecepatan subsonic dan supersonic terhadap perubahan angle of attack dan pengaruh terhadap nilai koefisien lift dan drag. 4. Mengetahui distribusi kecepatan dan tekanan yang terjadi pada airfoil. 5. Mengetahui terjadinya fenomena wake dalam derajat tertentu. 6. Mengetahui stall angle dari airfoil NACA 4412. 1.5
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Geometri yang digunakan adalah dua dimensi. 2. Aliran yang digunakan dalam keadaan steady.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
3. Kecepatan aliran dalam subsonic dan supersonic. 4. Komputasi menggunakan software ANSYS FLUENT 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kajian Penelitian Pada tahun 2013, Gaurav Saxena dan Mahendra Agrawal membuat sebuah
penelitian tentang analisis aerodinamika pada Airfoil NACA 4412. Proyek ini menyajikan studi komputasi pada NACA 4412 pada sudut serang yang berbeda (10º, 12.5º, 15, 16º, 17º, 17.5º, 20º dan 22.5º) menggunakan metode CFD (Computational Fluid Dynamic). Hasil penelitian menemukan bahwa belum terlihat adanya aliran yang terpisah pada sudut serang 10º dan 12.5º, tetapi pemisahan aliran dimulai pada sudut serang 15º dan meningkat pada sudut serang 17.5º, 20º, dan 22.5º. Dalam penelitian ini, efek permukaan airfoil tidak dipertimbangkan. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa penambahan sudut serang pada airfoil berdampak pada pemisahan aliran dan disertai dengan peningkatan tekanan yang merugikan. Sementara itu pada sudut serang rendah gradien tekanan tidak cukup kuat untuk menyebabkan vortex. Peningkatan sudut serang berdampak pada peningkatan koefisien lift, namun setelah mencapai sudut maksimal gaya lift tidak dapat ditingkatkan lebih lanjut dan cenderung menurun. Penurunan gaya lift terjadi karena muncul banyak tekanan yang merugikan, sehingga meningkatkan gaya drag. Hal tersebut dikenal dengan sudut stall dan dalam percobaan ditemukan pada sudut serang 16º. Pada sudut serang 16 º
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
diamati koefisien lift dengan nilai 1.55 merupakan nilai tertinggi (Gaurav saxena, 2013). Sebuah penelitian dilakukan oleh Ahmed Abd Almahmoud Ahmed Yassin dan Abubaker Mohammed Ahmed Elbashir, Penelitian ini dilakukan pada airfoil NACA 4412 yang diberi aliran subsonic dengan menggunakan metode CFD. Hasil dari penelitian menunjukan nilai CL tertinggi terjadi pada sudut serang 14° kemudian secara bertahap menurun. Hal ini kemudian dibandingkan dengan hasil eksperimen dalam benda uji, sudut dan kecepatan aliran yang sama. Hasilnya adalah nilai CL dan stall angle pada penelitian dengan menggunakan metode CFD lebih tinggi dibandingkan dengan eksperimen yang menghasilkan nilai stall angle pada sudut 13° (Ahmed Abd Almahmoud Ahmed Yassin, 2013). Dalam studi lainnya yang dilakukan
oleh Mayurkumar kevadiya pada tahun 2013 tentang analisis 2 dimensi pada airfoil NACA 4412. Penelitian ini menggunakan persamaan spalart allmaras (1 equation) dan menggunakan jenis solver Pressure based steady state. Airfoil diuji dalam kecepatan subsonic pada sudut 0°-12° dan diamati pengaruhnya terhadap nilai koefisien lift dan drag. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien lift tertinggi berada pada sudut 8°, setelah mencapai sudut 8° nilai koefisien lift cenderung menurun. 2.2
Sifat Aliran Pengamatan yang mendalam mengenai struktur molekul dari material
mengungkapkan bahwa zat-zat yang biasanya dianggap sebagai benda padat (baja,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
beton dll) memiliki jarak antar molekul yang rapat dengan gaya-gaya kohesi antar molekul yang besar yang memungkinkan sebuah benda padat mempertahankan bentuknya dan tidak mudah untuk dideformasi. Namun, untuk zat-zat yang dianggap sebagai cairan (air, minyak, dll) memiliki molekul agak terpisah, gaya antar molekulnya lebih lemah daripada benda-benda padat dan molekulnya mempunyai pergerakan yang bebas. Jadi zat cair dapat dengan mudah terdeformasi. Gas-gas (udara, oksigen dll) memiliki jarak antar molekul yang lebih besar dan gerakan yang bebas dengan gaya antar molekul yang dapat diabaikan, sehingga sangat mudah terdeformasi. Secara khusus fluida didefinisikan sebagai zat yang berdeformasi terusmenerus selama dipengaruhi suatu tegangan geser. Beberapa sifat fluida yang sangat berkaitan dengan perilaku fluida adalah jelas bahwa fluida yang berbeda secara umum memilki sifat yang berbeda. Misalnya, gas-gas bersifat ringan dan dapat dimampatkan, sementara zat cair dan relatif tidak dapat dimampatkan. Sifat-sifat fluida yang memegang peranan penting dalam analisis perilaku fluida antara lain adalah kerapatan, berat jenis dan viskositas (Bruce R. Munson, 2009). 2.2.1
Kerapatan Kerapatan (density) dari sebuah fluida , dilambangkan dengan huruf Yunani
(rho), didefinisikan sebagai massa fluida per satuan volume. Kerapatan biasanya digunakan untuk mengkarakteristikkan massa sebuah sistem fluida. Dalam sistem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
BG, mempunyai satuan slugs/ft3 atau dalam satuan SI adalah Kg/m3. Nilai kerapatan dapat bervariasi cukup besar di antara fluida yang berbeda, untuk zat-zat cair variasi tekanan dan temperatur umumnya hanya memberian pengaruh kecil terhadap nilai . Namun, kerapatan dari gas sangat dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur. Massa jenis fluida didapatkan dengan persamaan (2.1):
m V
(2.1)
dimana adalah masa jenis, m adalah massa dan V adalah volume. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda-beda (Bruce R. Munson, 2009). 2.2.2
Berat Jenis Berat jenis dari sebuah fluida dilambangkan dengan huruf Yunani γ (gamma),
didefinisikan sebagai berat fluida per satuan volume. Berat jenis berhubungan dengan kerapatan melalui persamaan (2.2):
g
(2.2)
dimana γ adalah berat jenis, adalah massa jenis dan g adalah percepatan gravitasi. Seperti halnya kerapatan yang digunakan untuk mengkarakteristikan massa dari sebuah sistem fluida, berat jenis juga digunakan untuk mengkarakteristikan massa sebuah sistem fluida. Dalam satuan BG, mempunyai satuan lb/ft3 dan satuan SI adalah N/m3 (Bruce R. Munson, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
2.2.3
Kekentalan Nilai kekentalan (viskositas) dari sebuah fluida tergantung dari jenis fluida
tersebut. Viskositas disimbolkan dengan huruf Yunani (mu) dan disebut sebagai viskositas mutlak, viskositas dinamik, atau viskositas saja. Viskositas sangat bergantung dari nilai temperatur. Di dalam gas molekul-molekul terpisah jauh dan gaya-gaya antar molekul diabaikan. Dalam hal ini, hambatan terhadap gerak relatif timbul karena pertukaran momentum antara molekul gas antara lapisan-lapisan fluida yang bersebelahan. Dalam kajian fluida dikenal dua jenis viskositas yaitu viskositas dinamik dan viskositas kinematik. Viskositas dinamik dilambangkan dengan huruf Yunani (mu). Jika didefinisikan menurut relasi tegangan geser dengan laju regangan geser pada fluida Newtonian, viskositas dinamik adalah rasio dari tegangan geser terhadap laju regangan geser:
di mana
(2.3)
dU / dy
adalah tegangan geser (N/m2) dan dU
dy adalah laju regangan geser
(1/s). Dengan demikian dalam sistem SI satuan untuk viskositas dinamik adalah N s/m2. Sedangkan viskositas kinematik, dilambangkan dengan huruf Yunani (nu) merupakan rasio antara viskositas dinamik dengan kerapatan fluida:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
(2.4)
Oleh karena itu, dalam sistem SI satuan viskositas kinematik adalah m2/s (Bruce R. Munson, 2009). 2.3
Aliran Laminer, Transisi dan Turbulen Aliran viskos dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu aliran laminer, transisi
dan aliran turbulen. Dalam aliran laminer partiket-partikel zat cair/gas bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar. Aliran ini terjadi apabila kecepatan rendah atau kekentalan besar.
Gambar 2.1 Tiga jenis aliran viskos (a) aliran laminer; (b) aliran transisi; (c) aliran turbulen (Frank M. White, 1998).
Pengaruh kekentalan adalah sangat besar sehingga dapat meredam gangguan yang dapat menyebabkan aliran menjadi turbulen. Dengan berkurangnya kekentalan dan bertambahnya kecepatan aliran maka daya redam terhadap gangguan akan berkurang, yang sampai pada suatu batas tertentu akan menyebabkan terjadinya perubahan aliran dari laminr ke aliran turbulen. Pada aliran turbulen gerak partikel-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
partikel zat cair/gas tidak teratur. Aliran ini terjadi apabila kecepatan tinggi dan kekentalan zat cair/gas kecil (Bambang Triatmodjo, 2013) 2.4
Reynold Number Pada tahun 1884 Osborne Reynold melakukan percobaan untuk menunjukkan
sifat-sifat aliran laminer dan turbulen. Reynold menunjukkan bahwa untuk kecepatan aliran yang kecil fluida akan mengalir secara lurus seperti benang yang sejajar. Apabila kecepatan fluida ditambah maka aliran akan bergelombang yang akhirnya pecah dan menyebar. Kecepatan pada saat aliran mulai pecah disebut aliran kritik. Menurut Reynold, ada tiga faktor yang mempengaruhi keadaan aliran yaitu kekentalan fluida (mu), rapat massa fluida (rho) dan luas penampang dari benda. Reynold menunjukkan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu angka tertentu. Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran dengan nilai / l , yang disebut dengan Bilangan Reynold. Bilangan Reynolds didapatkan dari persamaan (2.5):
Re
V lV Vl l
(2.5)
dengan (nu) adalah kekentalan kinematik. Dengan bertambahnya bilangan Reynolds baik karena bertambahnya kecepatan atau berkurangnya kekentalan suatu fluida, akan menyebabkan kondisi aliran laminer menjadi tidak stabil. Sampai suatu bilangan reynolds di atas nilai tertentu aliran berubah dari laminer menjadi turbulen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
Gambar 2.2 Aliran di dalam pipa (a) viskositas tinggi. Reynolds number rendah. Aliran laminer; (b) viskositas rendah. Reynold number tinggi, aliran turbulen (Frank M. White, 1998).
Berdasarkan hasil percobaan aliran dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk bilangan Reynolds di bawah 2.000, gangguan aliran dapat diredam oleh kekentalan suatu fluida dan aliran pada kondisi tersebut adalah laminer. Aliran akan turbulen apabila bilangan Reynolds lebih besar dari 4.000. Apabila bilangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
Reynolds berada diantara kedua nilai tersebut (2.000
aliran adalah
transisi. Bilangan Reynolds pada kedua nilai di atas (Re=2.000 dan Re=4.000) disebut dengan batas kritik bawah dan atas (Bambang Triatmodjo, 2013). 2.5
Aliran Incompresible dan Aliran Compresible Kemampatan sebuah fluida didefinisikan sebagai perubahan (pengecilan)
volume karena adanya perubahan (penambahan) tekanan, yang ditunjukkan oleh perbandingan antara perubahan tekanan dan perubahan volume terhadap volume awal. Perbandingan tersebut dikenal dengan modulus elastisitas. Apabila dp adalah pertambahan tekanan dan dV adalah pengurangan volume dari volume awal V, maka:
K
dp dV V
(2.6)
Aliran inkompresibel adalah aliran dimana densitas fluidanya tidak berubah di dalam medan aliran (flow field), misalnya aliran air. Nilai modulus elastisitas untuk zat cair adalah sangat besar sehingga perubahan volume karena perubahan tekanan adalah sangat kecil. Contoh fluida tak-termampatkan adalah: air, berbagai jenis minyak, emulsi, dll. Bentuk Persamaan Bernoulli untuk aliran tak-termampatkan adalah sebagai berikut:
2 w konstan 2
(2.7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
di mana P adalah tekanan fluida, adalah densitas fluida, g adalah percepatan dan gravitasi adalah kecepatan fluida (Bambang Triatmodjo, 2013). Sedangkan aliran kompresibel adalah aliran dimana densitas fluidanya berubah didalam medan aliran. Contoh fluida inkompresibel adalah udara, gas alam, dll. Persamaan Bernoulli untuk aliran termampatkan adalah sebagai berikut: P1 gh1
1 1 1 2 P2 gh2 2 2 2
2
(2.8)
di mana adalah energi potensial gravitasi per satuan massa; jika gravitasi konstan maka gh dan
w
adalah entalpi fluida per satuan massa (Batchelor, 1967).
Perbedaan antara aliran kompresibel dan inkompresibel di udara juga dapat dilihat dalam perbedaan mach number (rasio kecepatan aliran dengan kecepatan suara). mach number harus lebih besar dari 0,3 mach sehingga dianggap sebagai aliran konpresibel. Jika kecepatan aliran kurang dari 0,3 mach maka aliran tersebut dianggap sebagai aliran inkompresibel. Meskipun gas adalah kompresibel, perubahan densitas yang terjadi pada kecepatan rendah mungkin tidak besar. Perubahan densitas diplot sebagai fungsi dari mach number. Perubahan densitas udara direpresentasikan dalam 2013).
/ 0 , di mana 0 adalah densitas udara pada kecepatan nol (Houghton,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
Gambar 2.3 Perubahan densitas terhadap perubahan mach number (Houghton, 2013). Diamati bahwa untuk nomor mach sampai 0,3 mach, perubahan densitas berada pada 4,37%. Jadi, untuk semua tujuan praktis perubahan densitas pada wilayah ini dapat diabaikan. Tetapi jika mach number meningkat melampaui 0,3 mach, maka perubahan densitas menjadi cukup besar dan pada angka 1 mach, perubahan tersebut naik sekitar 36,5%. Pada angka 2 mach perubahan densitas setinggi 77%. Oleh karena itu, aliran udara dapat dianggap inkompresibel untuk mach number di bawah 0,3 mach dan kompresibel untuk mach number diatas 0,3 mach (Houghton, 2013). 2.6
Aliran Steady dan Unsteady Aliran tunak (steady flow) terjadi jika kecepatannya tidak terpengaruh oleh
perubahan waktu. Dengan demikian ditinjau pada titik yang sama, kecepatan aliran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
selalu konstan dari waktu ke waktu (Bruce R. Munson, 2009). Secara matematika kondisi tunak ini dapat dinyatakan dengan:
V 0 t
(2.9)
Sedangkan aliran tak tunak (unsteady flow) terjadi jika kecepatannya terpengaruh oleh perubahan waktu. Dengan demikian jika ditinjau pada titik yang sama, kecepatan aliran berubah-ubah dari waktu ke waktu (Bruce R. Munson, 2009). Secara matematika kondisi aliran tunak ini dapat dinyatakan dengan:
V 0 t 2.7
(2.10)
Eksternal Flow Aliran eksternal adalah aliran yang tidak dibatasi dinding. Geometri benda
yang kompleks biasanya memerlukan data eksperimen pada gaya dan moment yang disebabkan oleh aliran. Aliran ini ditemui dalam studi engineering: aerodinamis (pesawat terbang, roket, proyektil), hidrodinamika (Kapal, kapal selam, torpedo), transportasi (mobil, truk), angin engineering (bangunan, jembatan, menara air, turbin angin), dan rekayasa laut (Pelampung, pemecah gelombang, tiang, kabel,dll). Aliran eksternal dibagi menjadi dua jenis yaitu aliran Bluff Body dan Aliran Streamlined Body. Dalam hal ini terjadi perbedaan antara nilai Cd (koefisien drag) dan Cf (Koefisien friction) (Frank M. White, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
Bluff Body adalah sebuah geometri yang memiliki hambatan udara yang tinggi sehingga jika memberikan aliran fluida dengan kecepatan yang tinggi akan menyebabkan terbentuknya vortex. Berbeda dengan bluff body, geometri yang memiliki gaya hambat fluida yang rendah disebut dengan streamline body. geometri ini menyebabkan aliran yang melaluinya tetap laminar, contohnya pada desain pesawat terbang (Frank M. White, 1998).
Gambar 2.4 Koefisien drag untuk bilangan Mach rendah dalam benda dua dimensi (Frank M. White, 1998).
Kontribusi relatif gesekan dan tekanan hambatan tergantung pada bentuk benda, terutama ketebalannya. Gambar 2.3 menunjukkan data untuk square cylinder memiliki koefisien drag yang lebih tinggi daripada airfoil (Frank M. White, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
2.8
Kecepatan Suara (Speed of Sound) Kecepatan suara adalah jarak yang ditempuh per satuan waktu, gelombang
suara merambat melalui media elastis. Dalam udara kering pada 20 ° C (68 ° F), kecepatan suara adalah 343,2 meter per detik (1.126 ft / s; 1.236 km / h. Dalam dinamika fluida, kecepatan suara dalam fluida (gas atau cair) digunakan sebagai ukuran relatif untuk kecepatan sebuah benda bergerak. Kecepatan suatu benda dibagi dengan kecepatan suara dalam fluida tersebut dan disebut bilangan Mach. Benda yang bergerak dengan kecepatan lebih besar dari Mach 1 berarti berada pada kecepatan supersonik (Bannon, 2015). Model gas ideal memprediksi bahwa kecepatan suara dalam gas murni:
V suara
p
(2.11)
di mana Vsuara adalah kecepatan suara, γ adalah adiabatik konstan (juga disebut sebagai eksponen adiabatik, rasio panas spesifik, atau eksponen isentropik), P adalah tekanan absolut gas, dan ρ adalah densitas gas. kecepatan suara di udara nyata tergantung pada suhu, tekanan, kelembaban dan frekuensi (A. J. Zuckerwar, 2002). Dalam gas dan cairan, suara biasanya merambat adiabatik, yaitu perubahan suhu yang berhubungan dengan kompresi di gelombang suara tidak keluar dalam satu periode. Kecepatan suara dalam hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
C K ad 1 / ad / is
(2.12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
di mana Kad adalah modulus bulk adiabatik, adalah densitas, kompresibilitas adiabatik,
ad adalah
is ad adalah kompresibilitas isotermal, dan = cp /
cv adalah rasio panas spesifik pada tekanan konstan untuk panas spesifik di Volume konstan. Kecepatan suara dalam gas ideal diberikan oleh rumus Laplace:
C / RT /
(2.13)
di mana adalah tekanan rata-rata pada benda, R adalah konstanta gas universal, T adalah temperatur absolut dan adalah kekentalan fluida. Rumus Newton untuk kecepatan suara diperoleh ketika 1 ; formula ini didasarkan pada asumsi bahwa proses propagasi memiliki karakter isotermal. Perbedaan antara proses adiabatik dan isotermal biasanya dapat diabaikan dalam kasus cairan (Landau, L. D., 1987). Dalam gas, kecepatan suara meningkat karena suhu dan kenaikan tekanan. Dalam cairan, kecepatan suara umumnya menurun dengan naiknya suhu. Air merupakan pengecualian untuk aturan ini. Dalam ISA (atmosfer standar internasional), kecepatan gelombang suara merambat pada media tertentu sekitar 761,6 mph (setara dengan 1.116 ft / s, 340 m / s, 661,7 knot, 34,046.16 cm / s, atau 1.225,35 km / jam). Kecepatan suara ditentukan oleh kepadatan medium. Di udara, suhu yang mempengaruhi kepadatan udara (Landau, L. D, 1987). 2.9
Mach Number Bilangan mach adalah parameter dominan dalam analisis aliran kompresibel,
dengan berbagai efek tergantung pada besar nilainya. Para ahli aerodinamika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
terutama membuat perbedaan antara berbagai rentang bilangan mach dan klasifikasi sebagai berikut: 1. Ma < 0,3: aliran incompresible, di mana efek kerapatan fluida diabaikan. 2. 0,3 < Ma < 0,8: aliran subsonik, di mana efek kerapatan fluida penting tapi gelombang kejut yang muncul kecil. 3. 0,8 < Ma < 1,2: aliran transonik, di mana wake pertama kali muncul, membagi wilayah subsonic dan wilayah supersonik. penerbangan di wilayah transonik sulit karena karakter campuran medan aliran. 4. 1,3 < Ma < 3,0: aliran supersonik, di mana terjadi wake namun tidak ada daerah subsonik. 5. 3,0 < Ma: aliran hipersonik, di mana wake dan aliran lainnya mengalami perubahan yang sangat kuat. nilai-nilai numerik yang tercantum di atas adalah panduan kasar. Kelima kategori aliran sesuai untuk eksternal aerodinamis dalam kecepatan tinggi (Frank M. White, 1998). 2.10
Dasar Aerodinamika Dalam merancang suatu pesawat hal terpenting adalah membuat perkiraan
awal untuk dasar karakteristik aerodinamis (drag dan lift) dari suatu pesawat. Udara mengalir melewati pesawat terbang, atau badan pesawat harus dialihkan dari jalur aslinya. Hal tersebut menyebabkan perubahan kecepatan udara. Persamaan Bernoulli menunjukkan bahwa tekanan yang diberikan oleh udara di pesawat merubah aliran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
menjadi aliran yang mengganggu. Selain itu, viskositas udara juga menyebabkan gaya gesek yang cenderung menahan aliran udara (Houghton, 2013). Pada prinsipnya, saat pesawat mengudara, terdapat 4 gaya utama yang bekerja pada pesawat, yakni gaya dorong (thrust), hambat (drag), angkat (lift), dan berat pesawat (weight). Pada saat pesawat sedang menjelajah (cruise) pada kecepatan dan ketinggian konstan, ke-4 gaya tersebut berada dalam kesetimbangan: T = D dan L = W. Sedangkan pada saat pesawat take off dan landing, terjadi akselerasi dan deselerasi yang dapat dijelaskan menggunakan Hukum II Newton (total gaya adalah sama dengan massa dikalikan dengan percepatan) (Houghton, 2013). Ada tiga penjelasan yang diterima untuk fenomena munculnya gaya angkat pada sayap: prinsip Bernoulli, Hukum III Newton, dan efek Coanda. Sayap pesawat memiliki kontur potongan melintang yang unik: airfoil. Pada airfoil, permukaan atas sedikit melengkung membentuk kurva cembung, sedangkan permukaan bawah relatif datar. Bila aliran udara mengenai kontur airfoil ini, maka ada kemungkinan bahwa udara bagian atas akan memiliki kecepatan lebih tinggi dari bagian bawah: hal ini disebabkan karena udara bagian atas harus melewati jarak yang lebih panjang (permukaan atas airfoil adalah cembung) dibandingkan udara bagian bawah. Prinsip Bernoulli menyatakan bahwa semakin tinggi kecepatan fluida (untuk ketinggian yang relatif sama), maka tekanannya akan mengecil. Dengan demikian akan terjadi perbedaan tekanan antara udara bagian bawah dan atas sayap: hal inilah yang menciptakan gaya angkat (L) (Don Berliner, 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
Gambar 2.5 Stream line aliran udara pada airfoil (Houghton, 2013). Penjelasan menggunakan Hukum III Newton menekankan pada prinsip perubahan momentum manakala udara dibelokkan oleh bagian bawah sayap pesawat. Dari prinsip aksi reaksi, muncul gaya pada bagian bawah sayap yang besarnya sama dengan gaya yang diberikan sayap untuk membelokkan udara. Sedangkan penjelasan menggunakan efek Coanda menekankan pada beloknya kontur udara yang mengalir di bagian atas sayap. Bagian atas sayap pesawat yang cembung memaksa udara untuk mengikuti kontur tersebut. Pembelokan kontur udara tersebut dimungkinkan karena adanya daerah tekanan rendah pada bagian atas sayap pesawat (atau dengan penjelasan lain: pembelokan kontur udara tersebut menciptakan daerah tekanan rendah). Perbedaan tekanan tersebut menciptakan perbedaan gaya yang menimbulkan gaya angkat (L) (Don Berliner, 1997). Udara yang melewati pesawat terbang atau badan lainnya, harus dialihkan dari jalur aslinya. Pembelokkan tersebut menyebabkan perubahan dalam kecepatan udara, namun gaya gesek pada badan pesawat cenderung menahan aliran udara. Sebagai hasil dari proses ini, pesawat mengalami gaya aerodinamis dan momen. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
dipisah menjadi beberapa komponen seperti gaya lift (L), gaya drag (D), crosswind force (Y), pitching moment (M), rolling moment (LR) dan yawing moment (N) Lift adalah komponen gaya yang bekerja ke atas. Gambar 2.4 menggambarkan arti dalam berbagai arah dari penerbangan. Panah V merupakan arah penerbangan, panah L mewakili arah gaya lift dan panah W adalah berat pesawat yang menunjukkan arah ke bawah. Harus diingat bahwa lift adalah komponen yang tegak lurus terhadap arah penerbangan. Sedangkan, drag adalah komponen dari gaya yang bekerja dalam arah yang berlawanan dengan garis penerbangan atau dalam arah yang sama dengan datangnya aliran. Gaya ini adalah kekuatan yang menghambat gerakan/laju pesawat (Houghton, 2013).
Gambar 2.6 Arah dan gaya-gaya dalam penerbangan (Houghton, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
Komponen berikutnya dalam arah penerbangan adalah Crosswind dan pitching, crosswind yaitu komponen kekuatan yang saling tegak lurus ke gaya lift dan drag dalam arah spanwise atau searah dengan sayap pesawat. Sedangkan Pitching adalah momen yang berada pada pesawat yang memiliki gaya lift dan drag, momen pitching berada pada bidang horisontal namun bergerak ke arah vertikal ketika pesawat terbang horizontal. Hal ini didefinisikan positif karena digunakan meningkatkan sudut serangan atau menaikkan hidung pesawat. Selanjutnya adalah momen rolling, momen ini cenderung untuk membuat berputar/hampir berputar sebuah pesawat dari arah penerbangan. Momen rolling menekan salah satu ujung sayap dan menaikkan lainnya. Komponen selanjutnya adalah yawing momen, komponen ini cenderung untuk memutar/membelokan pesawat untuk mengayunkan hidung pesawat ke satu sisi dari arah penerbangan (Houghton, 2013).
Gambar 2.7 Gaya dan momen aerodinamis terhadap arah penerbangan (Houghton, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Hubungan komponen-komponen ini ditunjukkan pada Gambar 2.5 Dalam setiap kasus arah panah menunjukkan arah gaya positif atau momen. Sistem gaya dan momen ini dijelaskan secara konvensional dan digunakan untuk analisis kinerja dan masalah sederhana (Houghton, 2013). Dalam prinsip aerodinamika juga perlu memperhatikan fenomena wake dan turbulensi. Kejutan melengkung yang terdiri dari elemen kecil dari gelombang kejut pada saat pesawat bermanuver adalah wajar selama radius kelengkungan lebih besar dibandingkan dengan ketebalan. Wake memiliki karakter dan kekuatan yang saling bersinggungan satu sama lain dengan konfigurasi permukaan/bentuk pesawat. Streamline juga mengubah arah pada perpotongan gelombang dengan karakter yang sama tetapi dengan kekuatan berbalik yang berbeda. Teori wake akan memberikan wawasan yang lebih mendalam pada masalah turbulensi terkait dengan aerodinamis (Houghton, 2013). Dalam fisika, wake adalah jenis aliran yang menyebarkan gangguan. Seperti gelombang biasa, wake membawa energi dan dapat menyebar melalui media tetapi muncul dengan tiba-tiba. Hal ini terjadi karena perubahan tekanan, suhu dan kepadatan fluida. Ketika wake melewati materi, energi dipertahankan tapi entropi meningkat. Perubahan sifat materi ini memanifestasikan dirinya sebagai penurunan energi yang bisa disebut sebagai gaya drag pada objek (Houghton, 2013). Wake memiliki perubahan yang sangat signifikan dalam sifat-sifat gas. Dalam jarak yang lebih jauh, wake dapat berubah dari gelombang nonlinier menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
gelombang linear, berubah menjadi gelombang suara konvensional karena memanaskan udara dan kehilangan energi. Gelombang suara umumnya ditemui pada penerbangan supersonik (Houghton, 2013). Wake terjadi pada airfoil saat airfoil mencapai sudut yang tinggi dan aliran tidak mengalir dipermukaan atas airfoil seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Distribusi kecepatan dan entalpi aliran gas pada lapisan dinding yang memiliki kecepatan tinggi (Frank M. White, 1998).
2.11
Koefisien Lift dan Drag koefisien lift diilustrasikan pada Gambar 2.9 untuk sayap dua dimensi. Pada
kurva penuh (a), meliliki bagian cukup tebal dari nol chamber, hal ini terlihat dari garis lurus melewati titik asal dan melengkung melalui nilai CL yang tinggi, mencapai nilai lift maksimum pada sudut stall, yang dikenal sebagai titik stall. Setelah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
mencapai titik stall, koefisien lift menurun dan cenderung mendatar pada nilai yang sedikit lebih rendah (Houghton, 2013).
Gambar 2.9 Kurva lift untuk ketebalan sedang dan chamber berbeda (Houghton, 2013).
Nilai koefisien lift maksimum merupakan karakteristik airfoil yang sangat penting karena digunakan menentukan kecepatan minimum sebuah pesawat bisa terbang. Kurva (b) dan (c) pada Gambar 2.7 memiliki distribusi ketebalan yang sama, tetapi (c) lebih melengkung dari (b). Koefisien lift didapatkan dari persamaan 2.14:
CL
FL 1 V 2 S 2
(2.14)
di mana CL adalah koefisien lift, FL (N) adalah gaya lift, (Kg/m3) adalah densitas fluida, V (m/s) adalah kecepatan aliran dan S (m2) menunjukkan luas area (Houghton, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
Selain koefisien lift, pada airfoil juga menghasilkan nilai koefisien drag. Koefisien drag adalah koefisien hambatan yang menunjukkan seberapa besar suatu benda dapat melawan hambatan fluida. Semakin kecil nilai dari koefisien drag, maka semakin mudah suatu benda untuk melawan hambatan fluida. Koefisien drag didapatkan dari Persamaan 2.15:
CD
FD 1 V 2 S 2
(2.15)
di mana CD adalah koefisien drag, FD (N) adalah gaya drag, (Kg/m3) adalah densitas fluida, V (m/s) adalah kecepatan aliran dan S (m2) menunjukkan luas area (Houghton, 2013). 2.12
Teori Airfoil Jika sayap horisontal dipotong dengan pesawat sejajar vertikal ke centerline,
bentuk bagian yang dihasilkan biasanya seperti Gambar 2.10. Bagian ini disebut dengan airfoil, yang untuk Penggunaan subsonik hampir selalu memiliki leading edge bulat (Houghton, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
Gambar 2.10 Geometri airfoil dan definisi bagian airfoil (Houghton, 2013). Panjang garis chord adalah chord airfoil, dilambangkan c. Titik di mana garis chord memotong bagian depan (atau hidung) bagian yang digunakan sebagai awal dari sepasang sumbu: sumbu x adalah garis chord, sumbu y tegak lurus ke garis chord positif dalam arah ke atas. Bentuk bagian ini biasanya diberikan sebagai nilai dari x dan nilai y. Bagian ini dibuat dalam bentuk koordinat yang biasanya dinyatakan sebagai persentase dari chord (Houghton, 2013). Bentuk melengkung pada setiap jarak sepanjang chord dari hidung ditandai dengan titik di tengah antara permukaan atas dan bawah. Kedudukan dari semua titik tersebut biasanya melengkung disebut dengan garis median dan disebut garis chamber. Ketinggian maksimum garis camber atas garis chord dilambangkan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
kuantitas / c , ini disebut dengan camber maksimum. Bagian airfoil yang melengkung biasanya berkisar dari 0% (bagian simetris) sampai 5. Setelah menemukan median, atau camber, garis, jarak dari atas dan bawah permukaan dapat diukur pada setiap nilai x. Semua bagian tersebut dapat diukur pada semua titik sepanjang chord dan kemudian diplot terhadap x dari garis lurus. Hasilnya bentuk simetris, yang disebut distribusi ketebalan atau fairing simetris (Houghton, 2013). Parameter penting dari distribusi ketebalan adalah ketebalan maksimum, yang menyatakan sebagian kecil dari chord, disebut chord rasio ketebalan dan umumnya dinyatakan dalam persentase. Posisi sepanjang chord di mana ketebalan maksimum terjadi adalah karakteristik penting dari distribusi ketebalan. Nilai ketebalan maksimum biasanya terletak antara 30% dan 60% chord dari leading edge (Houghton, 2013). Secara
keseluruhan,
airfoil
bekerja
menghasilkan
gaya
(lift)
atau
menghasilkan efek aerodinamika saat melewati suatu aliran udara. Ketika melewati suatu aliran udara terjadi perbedaan kecepatan aliran udara di atas dan di bawah sayap pesawat. Kecepatan udara yang melewati sayap bagian atas cenderung lebih cepat dibandingkan dengan sayap bagian bawah, perbedaan ini menimbulkan perbedaan tekanan udara antara sayap bagian atas dan sayap bagian bawah (Houghton, 2013). Ada 4 gaya yang bekerja pada sayap pesawat, gaya-gaya tersebut dinamakan dengan gaya aerodinamika antara lain :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
1. Lift, gaya angkat pesawat karena adanya perbedaan tekanan pada penampang pesawat. 2. Weight, gaya yang berasal dari berat pesawat. 3. Thrust, gaya dorong pesawat yang dihasilkan oleh mesin pesawat 4. Drag, gaya hambatan karena adanya gesekan antara permukaan pesawat dan udara.
Gambar 2.11 Arah dan gaya-gaya dalam pesawat terbang (Houghton, 2013). Lift dan drag adalah gaya aerodinamika yang paling utama yang bekerja pada suatu pesawat, sedangkan thrust pada pesawat harus lebih besar daripada gaya drag. Gaya thrust diatur oleh pilot melalui putaran dari propeler atau mesin pesawat agar dapat menghasilkan tenaga yang cukup (Houghton, 2013). 2.13
CFD (Computational Fluid Dynamic) Datangnya milenium ketiga telah melihat perkembangan yang sangat besar
pada aplikasi komputer di hampir setiap bidang. Penggunaanya sangat beragam antara lain untuk geometri yang cukup kompleks dan pola aliran untuk model pada digital komputer hingga simulasi persamaan gerak aliran fluida. Wilayah aliran ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
dibagi menjadi grid elemen dan node, dengan aljabar yang mensimulasikan persamaan diferensial parsial dasar aliran. Sementara simulasi aliran dua dimensi sederhana telah lama dipelajari dan dapat diprogram sebagai latihan siswa. Arus tigadimensi yang melibatkan ribuan atau bahkan jutaan titik-titik grid, tidak dipecahkan dengan superkomputer modern (Frank M. White, 1998). Meskipun pemodelan komputer dasar diolah secara ringkas, CFD pada dasarnya adalah untuk studi lanjutan atau praktik profesional. Perubahan besar lebih pada dekade terakhir adalah bahwa insinyur dapat menyelesaikan masalah dalam eksperimen yang diprogramkan ke dalam CFD. Para insinyur dapat mengambil keuntungan dari salah satu atau beberapa kode CFD komersial. CFD adalah paket perangkat lunak yang luas, yang memungkinkan para insinyur untuk membangun geometri dan kondisi batas untuk mensimulasikan masalah aliran tertentu. Perangkat lunak kemudian diubah menjadi grid wilayah aliran dan dilakukan perhitung sifat aliran di setiap elemen jaringan. Hal ini memiliki kenyamanan yang bagus namun memiliki bahaya yang juga besar. Artinya, perhitungan yang dilakukan tidak hanya otomatis seperti ketika menggunakan kalkulator tangan, melainkan memerlukan pemikiran, analisis dan perhatian dari pengguna. Konvergensi dan akurasi adalah masalah nyata bagi pemodel karena penggunaan CFD membutuhkan beberapa seni dan pengalaman (Frank M. White, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
Gambar 2.12 CFD hasil untuk air mengalir melewati sebuah NASA 66 (MOD) hydrofoil; C grid 262 dengan 91 node (Frank M. White, 1998).
CFD harus dilakukan dengan hati-hati dengan melakukan perhitungan serta berpatokan pada hasil eksperimen untuk menghindari hasil yang tidak akurat. Namun juga harus disadari bahwa simulasi CFD memberikan hasil yang spektakuler. Gambar 2.13 dan 2.14 menunjukkan aliran turbulen melewati sebuah kubus dipasang di lantai saluran yang jarak clrearance dua kali tinggi kubus.
Gambar 2.13 Eksperimental oil-streak visualisasi permukaan mengalir di Re=40.000 (Frank M. White, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
Gambar 2.14 Komputasi large-eddy mensimulasikan aliran permukaan kubus dengan aliran oil-streak pada Re=40.000 (Frank M. White, 1998).
Bandingkan Gambar 2.11, pandangan atas permukaan eksperimental mengalir sebagai divisualisasikan dengan garis-garis minyak. Hasil superkomputer gambar 2.12 CFD menggunakan metode simulasi large-eddy memberi hasil yang luar biasa. Pola terlihat jelas mengalir di depan kubus disebabkan oleh terbentuknyan pusaran tapal kuda (horseshoe vortex), seperti yang terlihat dalam pandangan sisi eksperimen (gambar 2.11). Dapat disimpulkan bahwa CFD memiliki potensi prediksi aliran yang luar biasa (Frank M. White, 1998). Persamaan pokok dinamika fluida didasarkan pada Fakta bahwa perilaku dinamis dari fluida ditentukan oleh berikut ini hukum konservasi, yaitu: 1. konservasi massa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
2. konservasi momentum 3. konservasi energi. Hukum tersebut diterapkan untuk volume control sangat kecil terletak di cairan bergerak. Aplikasi ini menghasilkan Partial Differential Equation (PDE) massa, momentum dan perpindahan energi. Hukum kedua Newton tentang gerak, dikombinasikan dengan hukum stoke’s stress, menghasilkan tiga persamaan momentum untuk kecepatan dalam arah x j (j =1, 2, 3). Hukum pertama termodinamika dalam hubungannya dengan hukum Fourier dari konduksi panas ( qi t / xi ) menghasilkan persamaan energi untuk menghantarkan suhu (T) atau entalpi (h). Menggunakan notasi tensor, kita dapat menyatakan hukum ini sebagai berikut: Konservasi Massa untuk Campuran m ( m u j ) 0 t x j
(2.16)
Persamaan Momentum i (i = 1, 2, 3)
( m u i ) ( m u j u k ) t x j x j
u i p m Bi S ui eff x j x i
(2.17)
Dalam persamaan ini, akhiran m mengacu pada campuran fluida. Untuk komponen tunggal fluida, akhiran dapat dihilangkan dan persamaan perpindahan massa menjadi tidak relevan. Demikian pula pada persamaan yang memiliki akhiran eff
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
menunjukkan nilai-nilai yang efektif difusivitas massa (D), viskositas ( ) , dan termal konduktivitas (k). Pada aliran laminar, nilai-nilai sifat perpindahan diambil dari tabel properti untuk cairan di bawah pertimbangan. Pada aliran turbulen, sifat perpindahan diasumsikan nilainya lebih banyak dari nilai-nilai pada cairan. Selain itu, perpindahan yang efektif adalah berubah menjadi sifat aliran (Anil W. Date, 2005). Dari sudut pandang diskusi lebih lanjut dengan metode numerik, beberapa persamaan dapat berperan sebagai satu persamaan untuk variabel umum seperti berikut:
m m u j t x j x j
eff S x j
(2.18)
Table 2.1 Arti dari eff dan S untuk setiap (Anil W. Date, 2005).
eff (exch.
S (net source)
Persamaan
2.16
1
0
0
2.17
ui
eff
p / xi m Bi S ui
coef.)
arti dari eff dan S untuk setiap tercantum dalam Tabel 2.1. Persamaan 2.18 adalah disebut transport equation untuk properti . Persamaan yang biasa digunakan dalam analisis 2 dimensi untuk kasus simulasi airfoil adalah Spalart-Allmaras one-equation turbulence model (J. Blazek,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
2001). Model persamaan Spalart-Allmaras memungkinkan untuk hasil prediksi yang cukup akurat dari aliran turbulen yang memiliki gradien tekanan yang merugikan. Selain itu, persamaan ini memiliki transisi yang baik dari aliran laminar ke aliran turbulen pada lokasi tertentu. Persamaan ini adalah "lokal" yang berarti bahwa persamaan pada satu titik tidak tergantung pada solusi di titik lain. Oleh karena itu, dapat segera diimplementasikan pada multi-block terstruktur atau grid yang tidak terstruktur. Nilai konvergensi cepat didapatkan untuk kondisi steady-state dan hanya membutuhkan resolusi grid sedang di wilayah dekat dinding. Persamaan SpalartAllmaras dapat ditulis dalam notasi tensor sebagai berikut: v (v j ) C b1 (1 f t 2 ) Sv t x j 2 C b1 1 v v v v ( v L v ) Cb2 Cw1 fw 2 f t 2 f t1 v x j x j x j x j k d
(2.19) 2 2
istilah di sisi kanan mewakili produksi eddy-viskositas kekacauan turbulensi dekat dinding, transisi redaman produksi dan sumber transisi turbulensi. Selanjutnya, v L L / menandakan viskositas kinematik laminar dan
d adalah jarak ke dinding
terdekat (J. Blazek, 2001). Sebelum mengatur solusi numerik dari berbagai persamaan, kita harus mengatur permukaan pada semua batas dan untuk menghasilkan grid volume yang berada dalam domain. kita bisa memilih pada dasarnya antara: 1. Structured grid. 2. Unstructured grid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
Structured grid dan Unstructured grid memiliki keunggulan dan kekurangan. Namun, terlepas dari jenis grid, hambatan utama adalah kualitas data yang dimasukkan dari CAD (Computer Aided Design) sistem ke generasi jaringan program. Deskripsi permukaan biasanya ditransfer melalui format standar seperti IGES, hal ini adalah proses transfer langsung data asli CAD. Pengalaman menunjukkan bahwa proses ini dapat mengganggu keakuratan data. Selanjutnya, representasi permukaan dalam sistem CAD itu sendiri sering tidak tepat dan cendrung menimbulkan sebagian besar kesenjangan, tumpang tindih atau diskontinuitas antara permukaan sekitarnya. Kesalahan tersebut harus dihilangkan sebelum permukaan dapat discretised. Generasi grid terstruktur dimulai dengan mendistribusikan grid bersama kurva batas (batas-batas patch permukaan). Prosedur yang biasa adalah dengan menempatkan node lebih padat di daerah dengan kelengkungan tinggi. Menggunakan titik distribusi pada kurva batas, grid permukaan dapat dihasilkan sehingga dapat membangun volume jaringan. Dengan demikian, masalah yang umum adalah untuk menghasilkan grid dalam domain berdasarkan batas diskritisasi. Berikut adalah bentuk dari Structured grid dan Unstructured grid (J. Blazek, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
Gambar 2.15 Permukaan terstruktur dan volume grid konfigurasi dari sayap-badan pesawat (J. Blazek, 2001).
Gambar 2.16 Permukaan jaringan tidak terstruktur dari konfigurasi sayap-badan pesawat (J. Blazek, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Pengembangan cabang penting dari CFD, yaitu generasi jaringan numerik. Dengan perkembangan ini, domain dari bentuk acak dapat dipetakan sehingga koordinat garis mengikuti bentuk batas domain. Domain yang kompleks tersebut belum diaplikasikan oleh pengembangan lain, domain tersebut dinamakan mesh generasi yang tidak terstruktur. Domain dapat dipetakan lengkap dan didistribusi dengan poin yang sembarang. Saat poin tersebut dihubungkan dengan garis lurus, diperoleh poligon (di dua dimensi) dan polyhedra (dalam tiga dimensi). Beberapa metode untuk mesh generasi terstruktur sekarang telah tersedia (Anil W. Date, 2005). Untuk meningkatkan pemahaman tentang domain, berikut beberapa contoh yang ideal:
Gambar 2.17 Tipe untuk domain dua dimensi (Anil W. Date, 2005). Dalam situasi ideal sebagai domain axisymmetric dua dimensi yang akan melibatkan fluida resirkulasi, ada empat batas-batas yang berlaku antara lain inflow, wall, symmetri dan exit. Gambar 2.18 menunjukkan tiga jenis yang paling umum dari batas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
dianalisis cairan-aliran: dinding, inlet atau outlet, antar permukaan cair-gas. Dinding tidak ada selip dan tidak ada kenaikan suhu pada cairan yang memiliki nilai kekentalan. Bagian inlet biasanya didefinisikan sebagai tempat fluida memasuki domain berbagai kondisi diterapkan pada inlet antara lain distribusi kecepatan, tekanan, dan temperatur dll. Sedangkan, outlet adalah tempat fluida keluar dari domain atau didalam CFD yaitu nilai yang didapat dari semua variabel yang didefinisikan dan diekstrapolasi dari titik atau sel sebelumnya. Kondisi yang paling kompleks terjadi pada antar permukaan cair-gas, atau permukaan bebas seperti pada Gambar 2.18 berikut
Gambar 2.18 Jenis kondisi batas dalam analisis cairan-aliran (Frank M. White, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
Domain dipetakan oleh tiga jenis grid: Cartesian, Curvilinear dan Unstructured. Bagian yang diarsir menunjukkan volume control dan lingkaran penuh adalah node. Perhatikan bahwa dalam grid Cartesian, volume control di dekat dinding miring tidak persegi panjang seperti di tempat lain. Jenis ini kesulitan diatasi dalam grid lengkung di mana semua volume control adalah segiempat dan garis grid mengikuti kontur batas domain seperti yang diperlukan. Kita dapat memiliki banyak jenis atau volume kontrol, tetapi hal ini menentukan koordinat node dan spesifikasi dari volume control yang disebut generasi jaringan. (Anil W. Date, 2005).
Gambar 2.19 Jenis-jenis grid pada domain (Anil W. Date, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
Setiap blok grid harus ditetapkan batas-batas dalam komputasi domain untuk batas tertentu dalam ruang fisik (misalnya, dinding yang kokoh, fairfield, dll). Dalam prakteknya, tiga standar tunggal-blok topologi jaringan telah ditetapkan antaralain disebut sebagai C-, H-, atau 0-grid karena dalam pandangan pesawat garis grid menyerupai huruf yang sesuai. Dalam kasus C-topologi body aerodinamis tertutup oleh satu kumpulan dari garis grid (J. Blazek, 2001). Situasi ini dapat dilihat pada Gambar 2.19
Gambar 2.20 C-grid topologi dalam 2D (J. Blazek, 2001). Seperti yang kita lihat, garis = konstan mulai dari farfield ( = 0), trailing edge (node b), membungkus searah jarum jam dan akhirnya kembali ke farfield lagi (c = 1). Bagian (segmen) a-b dari garis kotak = 0 merupakan koordinat memotong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Ini berarti bahwa segmen a-b dipetakan ke dua segmen di ruang komputasi, yaitu a b dan b' a' . Oleh karena itu, node pada bagian atas (b'-a ') dan bagian
bawah (a-b) dipotong dan dilakukan secara terpisah dalam memori komputer (J. Blazek, 2001). Metode yang menghasilkan solusi-solusi jika kondisi untuk konvergensi (dikenal sebagai kriteria Scarborough). Sederhananya, kriteria yang menyatakan kondisi konvergensi adalah dengan persamaan (2.19) : [ AE i AWi ] APi
1
untuk semua node
(2.20)
Diskretisasi transportasi diferensial hasil persamaan dalam satu persamaan aljabar adalah dari bentuk berikut:
AP P AK K S
(2.21)
di mana akhiran k mengacu pada node lain yang tepat dari node P. Dalam masalah konduksi murni ( = T), Ak dan S dapat menjadi fungsi dari T. Dalam masalah umum convective–diffusive transport, mungkin ada untuk setiap pemindahan variabel dan Ak serta S mungkin menjadi fungsi di bawah pertimbangan atau ada
lainnya yang relevan ke sistem. Dalam generasi jaringan curvilinear, = x1, x2, Ak dan S adalah fungsi lagi dari x1 dan x2. Dalam semua kasus tersebut, jika ada N
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
node interior, kita perlu untuk memecahkan persamaan N untuk setiap variabel dalam urutan yang ditentukan. Dalam prosedur iterasi, konvergensi berarti kepuasan numerik dari persamaan 2.21 di setiap node interior untuk setiap . Kepuasan ini diperiksa oleh residual dalam Persamaan 2.21 di setiap l tingkat iterasi. Seperti pada persamaan 2.22:
RP AP lP AK lK S
(2.22)
Konvergensi keseluruhan dinyatakan pada persamaan 2.23:
R
nodesR
0.5 2 P
Rnorm
CC
(2.23)
di mana CC singkatan kriteria konvergensi dan Norm adalah dimensi yang benar kuantitas normalisasi didefinisikan oleh analis CFD. Idealnya, CC harus sekecil akurasi mesin mka akan diizinkan, tetapi biasanya CC = 10-5 sudah cukup untuk sebagian besar aplikasi teknik sebagai kriteria konvergensi (Anil W. Date, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Diagram Alir Penelitian
Penelitian dilakukan dengan proses sebagai berikut: Mulai
Studi Literatur
Permodelan airfoil NACA 4412 dan variasi sudut serang serta penggambaran domain
Proses mesh airfoil
Proses running data dengan variasi Mach number
Analisa dan pembahasan hasil variasi sudut serang serta variasi Mach number ]
Kesimpulan dan saran
Selesai Gambar 3.1 Diagram alir penelitian. 49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
3.2
Airfoil NACA 4412 Dalam proses penelitian menggunakan jenis airfoil tdiak simetris yaitu airfoil
NACA 4412 dengan koordinat dan bentuk sebagai berikut: Tabel 3.1 koordinat X dan Y dari airfoil NACA 4412 (UIUC Airfoil Coordinate Database). No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Y Chord 1 0.95 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.075 0.05 0.025 0.0125 0 0.0125 0.025 0.05 0.075 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.4
X Chord 0.0013 0.0147 0.0271 0.0489 0.0669 0.0814 0.0919 0.098 0.0976 0.0941 0.088 0.0789 0.0659 0.0576 0.0473 0.0339 0.0244 0 -0.0143 -0.0195 -0.0249 -0.0274 -0.0286 -0.0288 -0.0274 -0.025 -0.0226 -0.018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
No 29 30 31 32 33 34 35
Gambar 3.2
Y Chord 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.95 1
X Chord -0.014 -0.01 -0.0065 -0.0039 -0.0022 -0.0016 -0.0013
Bentuk airfoil NACA 4412 dengan panjang 1 m (UIUC Airfoil Coordinate Database).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
3.3
Variable Penelitian Variable dalam penelitian ini terdiri dari variable bebas dan variable terikat.
Variabel bebas antara lain sebagai berikut: 1. Variasi sudut serang (0°, 4°, 8°, 12°, 16°). 2. Bilangan Mach subsonic dan supersonic a. 0,6 Mach
e. 2 Mach
b. 0,8 Mach
f. 2,5 Mach
c. 1 Mach
g. 3 Mach
d. 1,5 Mach Variable terikat dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Nilai koefisien lift. 2. Nilai koefisien drag. 3. Kontur Tekanan. 4. Velocity streamline.
3.4
Diagram Alir Simulasi Pengujian dan pengambilan data dilakukan dengan langkah seperti pada
diagram alir simulasi berikut: Ambil koordinat airfoil pada UIUC Airfoil Coordinate Database
A
Notepad, format teks dokumen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
A
Gambar goemetri pada workbench Fluent
Masukkan koordinat airfoil dan tentukan ukuran serta parameter airfoil Gambar domain dan tentukan kondisi serta ukuran domain
Tentukan parameter dalam result dan proses running
Pengambilan data
Tentukan viscous, solver, scheme, air density, viscosity, turbulent condition, atmosfer pressure dan velocity
Tentukan residual plotting dan monitors
Nilai CL dan Cd
Kontur tekanan Mesh dan tentukan volume mesh, Inlet, outlet, symmetri, wall generate mesh
Pilih compute from inlet, Initialize dan running data
Streamline
Hasil
Tidak Gambar 3.3 Diagram alir simulasi.
3.5
Variasi Penelitian dan Input Parameter Boundary Condition
Input parameter boundary condition pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
Tabel 3.2 Parameter boundary condition pada proses penelitian (Mayurkumar kevadiya, 2013). No
Input
Pilihan
1
Kecepatan aliran
Subsonic dan supersonic (m/s)
2
Temperatur
300 K
3
Tekanan atmosfer (Pa)
1 atm (101325 Pa)
4
Model/viscous
Spalart-almaras (1 equation)
5
Solver
Pressure-based
6
Densitas udara
1,225 kg/m3
7
Viskositas udara
1,7894 x 10-5 kg/m-s
8
Panjang chord
1m
9
Scheme
Simple
10
Momentum
Second order upwind
11
Turbulent viscosity ratio
10
12
Sudut serang
0°, 4°, 8°, 12°, 16°
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
3.6
Metode Meshing Jenis mesh/grid yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
unstructured. Type domain yang digunakan adalah C- type dengan ukuran sebagai berikut:
Gambar 3.4 Bentuk domain dengan mesh C-type yang memiliki ukuran W= 10c dan R=6c (Wei Zhang, 2015).
Pada Gambar 3.4 arah panah menunjukkan titik dimulainya proses komputasi dan diberi nama inlet. Sedangkan, batas domain atas dan bawah dinamakan symmetri,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
batas domain belakang dinamakan outlet dan airfoil dinamakan wall. Pada penelitian ini jumlah sel adalah 24.385 dan ukuran mesh seperti pada Tabel 3.3: Tabel 3.3 Parameter ukuran mesh pada proses penelitian airfoil NACA 4412. No
Parameter
Pilihan
1
Minimum size
Default (0,00292 m)
2
Proximinity min size
Default (0,00292 m)
3
Max face size
0,10 m
4
Max size
0,10 m
5
Elemen size (Body sizing)
0,05 m
6
Growt rate
1,20
7
Definition (Inflation)
Total thickness ((Inflation option)
8
Number of layer (Inflation)
10
9
Growt rate (Inflation)
1,2
10
Maximum thickness (Inflation)
0,05 m
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
Parameter pada Tabel 3.3 dapat divariasikan lagi sesuai dengan kemampuan dari alat dan bahan yang digunakan sehingga mendapatkan hasil mesh yang baik. Berikut adalah gambar hasil mesh dalam penelitian ini:
Gambar 3.5 Bentuk domain dalam penelitian ini dengan mesh C-type.
Gambar 3.6 Bentuk mesh pada sekitar permukaan airfoil NACA 4412.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
3.7
Alat dan Bahan Pada penelitian ini proses pengujian dan pengambilan data memerlukan alat
serta bahan sebagai berikut : 1. Laptop Toshiba dengan spesifikasi sebagai berikut : Tabel 3.4 Spesifikasi laptop yang digunakan dalam penelitian. Nama
Spesifikasi
Toshiba
L745-1197U Intel® CoreTM i5-2450M
Processor Processor (2.3 Ghz, cache 3 MB) Chipset
Intel HM55
Graphics
VGA Intel GMA HD 729 MB (shared)
Ram
8 GB
Hardisk internal
640 GB HDD serial ATA 5400 RPM
Battery
6 cell Rechargeable lithium-ion Battery 14” WXGA LED, Max. Resulation
Display 1366 x 768 Windows
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
berfungsi untuk menjalankan dan melakukan proses komputasi dengan metode Computational Fluid Dynamic (CFD). 2. Koordinat airfoil NACA untuk mengetahui/mendapatkan geometri airfoil, koordinat didapatkan dari UIUC Airfoil Coordinate Database. 3. Airfoil NACA 4412 dengan panjang 1 m sebagai benda uji dalam proses penelitian. 4. Software ANSYS 14.0 berfungsi untuk melakukan simulasi dengan metode CFD pada airfoil NACA 4412. 5. Software Originpro 8 berfungsi untuk membuat grafik hasil perhitungan pada simulasi airfoil. 3.8
Pengolahan Data
Langkah-langkah yang dilakukan untuk pengambilan data yaitu sebagai berikut: 1. Pengambilan data dilakukan setelah proses running mencapai nilai konvergensi. 2. Ambil data koefisien lift dan drag saat proses komputasi selesai pada setiap variasi sudut dan kecepatan aliran. 3. Tampilkan dan simpan file kontur tekanan serta streamline pada setiap variasi sudut dan kecepatan aliran. 4. Data koefisien lift dan drag dari semua variasi sudut dan kecepatan aliran dimasukkan ke dalam software Originpro 8 untuk diolah dalam bentuk grafik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
5. Analisis efek variasi kecepatan aliran dan sudut dari grafik koefisien lift dan drag pada airfoil NACA 4412. Analisis stall angle dan kecepatan stall dari kontur tekanan dan streamline serta grafik CL dan CD pada airfoil NACA 4412.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian Berikut adalah data keseluruhan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
dalam variasi sudut dan kecepatan, yaitu: 1. Airfoil dengan sudut 0° diuji pada bilangan mach subsonic (0,6 mach, 0,8 mach) dan supersonic (1 mach, 1,5 mach, 2 mach, 2,5 mach, 3 mach). 2. Airfoil dengan sudut 4° diuji pada bilangan mach subsonic (0,6 mach, 0,8 mach) dan supersonic (1 mach, 1,5 mach, 2 mach, 2,5 mach, 3 mach). 3. Airfoil dengan sudut 8° diuji pada bilangan mach subsonic (0,6 mach, 0,8 mach) dan supersonic (1 mach, 1,5 mach, 2 mach, 2,5 mach, 3 mach). 4. Airfoil dengan sudut 12° diuji pada bilangan mach subsonic (0,6 mach, 0,8 mach) dan supersonic (1 mach, 1,5 mach, 2 mach, 2,5 mach, 3 mach). 5. Airfoil dengan sudut 16° diuji pada bilangan mach subsonic (0,6 mach, 0,8 mach) dan supersonic (1 mach, 1,5 mach, 2 mach, 2,5 mach, 3 mach). Secara lengkap hasil perhitungan dari semua variasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 hingga 4.7 dengan keterangan sebagai berikut: 1. Koefisien lift dari airfoil (CL). 2. Koefisien drag dari airfoil (CD). 3. Viskositas udara . 61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
4. Densitas udara ( ). 5. Angle of attack atau sudut serang airfoil (AOA) Tabel 4.1 Bilangan mach 0,6 (204 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil. 0.6 mach (204m/s) AOA (°)
CL
CD
0.44505
0.015400
0.93894
0.011210
1.16450
0.031090
12
1.10340
0.090870
16
1.10340
0.090870
3
(kg/m )
(kg/m-s)
0 4 8
1.225
1.7894 x 10-5
Tabel 4.2 Bilangan mach 0,8 (272 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil. 0.8 mach (272 m/s) AOA (°)
CL
CD
0.44650
0.015110
0.91875
0.013810
1.17290
0.032490
12
1.11440
0.090010
16
1.11440
0.090010
3
(kg/m )
(kg/m-s)
0 4 8
1.225
1.7894 x 10-5
Tabel 4.3 Bilangan mach 1 (340 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil. 1 mach (340 m/s) AOA (°) 0 4
3
(kg/m )
(kg/m-s)
1.225
1.7894 x 10-5
CL
CD
0.447180
0.014909
0.910910
0.015102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
1 mach (340 m/s) AOA (°)
CL
CD
1.17150
0.033699
12
1.12050
0.089418
16
1.12050
0.089418
8
3
(kg/m )
(kg/m-s)
1.225
1.7894 x 10-5
Tabel 4.4 Bilangan mach 1,5 (510 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil.
AOA (°)
1.5 Mach (510 m/s)
CL
CD
0.44845
0.014580
0.90035
0.016780
1.17120
0.035270
12
1.13130
0.088340
16
1.13130
0.088340
3
(kg/m )
(kg/m-s)
0 4 8
1.225
1.7894 x 10-5
Tabel 4.5 Bilangan mach 2 (680 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil. 2 Mach (680 m/s) AOA (°)
CL
CD
0.44983
0.014340
0.89568
0.017530
8
1.17010
0.036140
12
1.14390
0.087260
16
1.14390
0.087260
3
(kg/m )
(kg/m-s)
0 4
1.225
1.7894 x 10-5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
Tabel 4.6 Bilangan mach 2,5 (850 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil.
AOA (°)
2.5 Mach (850 m/s)
CL
CD
0.45048
0.014180
0.89308
0.017950
8
1.16970
0.036670
12
1.15710
0.086020
16
1.15710
0.086020
3
(kg/m )
(kg/m-s)
0 4
1.225
1.7894 x 10-5
Tabel 4.7 Bilangan mach 3 (1.020 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil.
AOA (°)
3 Mach (1.020 m/s)
CL
CD
0.45150
0.014030
0.89150
0.018210
1.17000
0.037010
12
1.15900
0.085230
16
1.15900
0.085230
3
(kg/m )
(kg/m-s)
0 4 8
1.225
1.7894 x 10-5
Dengan melakukan perhitungan menggunakan Persamaan 2.14 dan 2.15 serta melihat hasil dari Tabel 4.1 hingga 4.7 didapatkan nilai CL dan CD pada setiap peningkatan kecepatan aliran. Peningkatan kecepatan aliran berbanding lurus dengan peningkatan nilai koefisien lift tetapi peningkatan kecepatan aliran menimbulkan dampak penurunan nilai dari koefisien drag. Peningkatan sudut serang airfoil meningkatkan nilai koefisien drag pada setiap variasi kecepatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
4.2
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Aliran Subsonic.
1.2
CL
1.0 Ma 0,6 Ma 0,8
0.8
0.6
0.4 0.0 0
4
8
12
16
Sudut (deg)
Gambar 4.1 Grafik variasi kecepatan subsonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift. Gambar 4.1 menunjukkan nilai koefisien lift dari variasi kecepatan subsonic pada setiap sudut serang. Gambar 4.1 menunjukkan peningkatan sudut serang berdampak pada peningkatan koefisien lift dari kedua variasi aliran subsonic. Pada sudut 4° nilai koefisien lift tertinggi berada pada bilangan mach 0,6 yaitu 0,93894. Hal ini dikarenakan distribusi tekanan yang terjadi pada Ma 0,6 lebih merata dibanding Ma 0,8 khususnya pada bagian bawah permukaan airfoil (dapat dilihat dikontur tekanan pada Ma 0,6 dan 0,8). Sudut serang 8° menjadi sudut serang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
tertinggi pada kedua variasi kecepatan dengan nilai koefisien lift tertinggi berada pada bilangan mach 0,8 yang memiliki nilai koefisien lift 1,1729. Pada 12° dan 16° airfoil mengalami penurunan nilai koefisien lift atau disebut juga dengan stall dengan masing-masing pada Ma 0,6 dan 0,8 memiliki koefisien lift sekitar 1,10340 dan 1,11440 pada sudut 16° (M. Mirsal, 2012). 4.3
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Aliran Subsonic.
0.10
0.08
CD
0.06 Ma 0,6 Ma 0,8
0.04
0.02
0.00 0
4
8
12
16
Sudut (deg)
Gambar 4.2
Grafik variasi kecepatan subsonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag.
Peningkatan sudut serang berpengaruh terhadap nilai koefisien drag pada variasi kecepatan subsonic yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Nilai koefisien drag
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
pada variasi kecepatan subsonic mengalami peningkatan setelah melewati sudut serang 4°, kemudian mengalami peningkatan yang signifikan pada sudut serang 12° sebesar 0.090870 pada Ma 0,6 dan 0.090010 pada Ma 0,8. Sudut serang 12° menuju ke 16° menunjukkan nilai koefisien drag stabil tetapi cenderung meningkat. Hal tersebut dikarenakan kecepatan dan tekanan yang tidak merata pada bagian atas airfoil sehingga menimbulkan turbulensi yang berarti bertambahnya gaya drag (Shaowu LI, 2011). 4.4
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Aliran Supersonic.
1.2
CL
1.0 Ma 1 Ma 1,5 Ma 2 Ma 2,5 Ma 3
0.8
0.6
0.4 0.0 0
4
8
12
16
Sudut (deg)
Gambar 4.3 Grafik variasi kecepatan supersonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
Gambar 4.3 menunjukkan nilai koefisien lift dari variasi kecepatan supersonic pada setiap sudut serang. Peningkatan sudut serang berdampak pada peningkatan nilai koefisien lift dari variasi kecepatan supersonic. Nilai koefisien lift tertinggi dari variasi kecepatan supersonic sebesar 1.17000 berada pada sudut 8° dengan bilangan Mach 3, tetapi menurun pada sudut 12° dan 16° pada setiap variasi. Hal tersebut dikarenakan peningkatan kecepatan menimbulkan peningkatan koefisien lift sebelum mencapai sudut stall/nilai koefisien lift maksimal (Mayurkumar kevadiya, 2013 ). 4.5
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Aliran Supersonic.
0.10
0.08
CD
0.06 Ma 1 Ma 1.5 Ma 2 Ma 2.5 Ma 3
0.04
0.02
0.00 0
4
8
12
16
sudut (deg)
Gambar 4.4 Grafik variasi bilangan Mach supersonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
Gambar 4.4 menunjukan peningkatan nilai koefisien drag pada setiap sudut serang. Nilai koefisien drag pada sudut 8° menuju ke 12° mengalami peningkatan yang signifikan. Koefisien drag pada sudut serang 12° dan 16° cukup cenderung meningkat mengikuti peningkatan sudut serang. Hal tersebut dikarenakan kecepatan dan tekanan yang tidak merata pada airfoil sehingga meningkatkan gaya drag (Mayurkumar kevadiya, 2013 ). 4.6
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Perbandingan Antara Aliran Subsonic dan Supersonic.
1.2
CL
1.0 Ma 0,6 Ma 0,8 Ma 1 Ma 1,5 Ma 2 Ma 2,5 Ma 3
0.8
0.6
0.4 0.0 0
4
8
12
16
Sudut (deg) Gambar 4.5 Grafik variasi kecepatan subsonic dan supersonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Gambar 4.5 menunjukkan variasi kecepatan subsonic dan supersonic pada setiap sudut serang. Peningkatan sudut serang berdampak pada peningkatan koefisien lift. Sudut serang 8° menjadi sudut serang tertinggi pada setiap variasi kecepatan dengan nilai koefisien lift tertinggi berada pada bilangan mach 0,8 sebesar 1,1729. Pada 12° dan 16°, airfoil mengalami penurunan nilai koefisien lift atau disebut juga dengan stall. Nilai koefisien lift tertinggi pada titik stall yaitu sebesar 1,159 pada bilangan mach 3. Hal ini dikarena semakin meningkatnya kecepatan maka koefisien lift akan meningkat. Sudut 8° dengan bilangan mach 3 memiliki nilai koefisien drag sebesar 0.037010, nilai tersebut lebih besar dibandingkan bilangan mach 0,8 yang memiliki nilai koefisien drag sebesar 0.032490. Sehingga airfoil dengan bilangan mach 3 memiliki gaya hambat yg lebih tinggi atau mengalami turbulensi dan wake yang lebih besar dibanding bilangan mach 0,8 serta adanya pengaruh dari karakteristik airfoil NACA 4412 (Shao-wu LI, 2011). 4.7
Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Perbandingan Antara Aliran Subsonic dan Supersonic. Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh variasi kecepatan subsonic dan
supersonic dan peningkatan sudut serang terhadap nilai koefisien drag. Pada sudut 4° hingga 8° bilangan mach subsonic memiliki nilai koefisien drag lebih rendah dibandingkan bilangan mach supersonic seperti pada Tabel 4.1 dan 4.2. Nilai koefisien drag pada variasi kecepatan supersonic setelah mencapai titik stall lebih rendah dibandingkan variasi kecepatan subsonic. Namun, peningkatan nilai koefisien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
drag pada sudut 12°-16° terjadi pada setiap variasi kecepatan. Hal tersebut berarti aliran yang melewati airfoil pada kondisi stall memiliki gaya hambat yang tinggi (Mayurkumar kevadiya, 2013 ). Dapat dilihat pada Gambar 4.6 sebagai berikut:
0.10
0.08
Ma 0,6 Ma 0,8 Ma 1 Ma 1.5 Ma 2 Ma 2.5 Ma 3
CD
0.06
0.04
0.02
0.00 0
4
8
12
16
Sudut (deg)
Gambar 4.6 Grafik variasi kecepatan subsonic dan supersonic pada setiap sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag. 4.8
Analisis Kontur Tekanan pada Aliran Subsonic Terhadap Perubahan Angle of Attack. Pengaruh Angle of attack dan bilangan Mach terhadap nilai koefisien lift dan
drag juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan tekanan pada airfoil NACA 4412 pada kedua bilangan mach subsonic, maka perlu dianalisis melalui kontur tekanan tentang pengaruh bilangan mach subsonic terhadap perubahan angle of attack.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
4.8.1
Pengaruh Mach Number 0,6 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.7 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 0,6
Gambar 4.8 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 0,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
Gambar 4.9 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 0,6.
Gambar 4.10 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 0,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
Gambar 4.11 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 0,6. Gambar 4.7 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0° sekitar 5.436 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -18.870 Pa hingga -2.667 Pa. Gambar 4.8 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 4° sekitar 5.058 Pa hingga 10.960 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -24.450 Pa hingga -843,2 Pa. Tekanan dibawah airfoil pada sudut 4° lebih besar dibandingkan sudut serang 0°, sehingga pada sudut serang 4° dengan bilangan mach 0,6 airfoil memiliki nilai koefisien lift yang meningkat dari sudut serang 0°. Gambar 4.9 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut 8° sekitar 6.347 Pa hingga 15.230 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -29.190 Pa hingga -2.538 Pa sehingga pada sudut serang 8° memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat dibanding sudut serang 4°. Sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan di atas airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien lift. Sudut serang 8° memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
nilai koefisien drag yang meningkat pada setiap peningkatan sudut serang dikarenakan semakin meningkatnya nilai tekanan maka kecepatan aliran semakin berkurang pada bagian atas airfoil. Gambar 4.10 menunjukan tekanan di bawah airfoil sekitar 14.510 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -16.900 Pa hingga -6.432 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil dibanding sudut serang 8°, sehingga pada sudut serang 12° airfoil memiliki nilai koefisien lift yang lebih rendah dibanding sudut serang 8°. Gambar 4.11 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tetapi cenderung menurun (Mayurkumar kevadiya, 2013 ). 4.8.2
Pengaruh Mach Number 0,8 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.12 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 0,8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Gambar 4.13 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 0,8.
Gambar 4.14 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 0,8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Gambar 4.15 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 0,8.
Gambar 4.16 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 0,8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
Gambar 4.12 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut 0° sekitar 2.417 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -26.400 Pa hingga -4.788 Pa. Gambar 4.13 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 4° sekitar 9.264 Pa hingga 19.440 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -41.600 Pa hingga -908 Pa. Airfoil dengan sudut serang 4° memiliki nilai koefisien lift lebih tinggi di bandingkan sudut serang 0°. Tekanan di bawah airfoil yang memiliki nilai tekanan cukup besar pada bilangan mach 0,8 tidak merata ke seluruh bagian bawah airfoil. Hal ini berbeda dengan bilangan Mach 0,6 dimana tekanan yang memiliki nilai cukup besar lebih merata pada bagian bawah airfoil. Sehingga, nilai koefisien lift pada sudut serang 4° lebih tinggi pada bilangan Mach 0,6. Gambar 4.14 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut 8° sekitar 11.330 Pa hingga 27.060 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -67.350 Pa hingga -4.406 Pa. Nilai koefisien lift pada sudut serang 8° lebih besar dibanding sudut serang 4°. Sudut serang 8° dengan bilangan mach 0,8 memiliki tekanan lebih besar dan lebih merata pada bagian bawah airfoil dibandingkan dengan bilangan Mach 0,6 sehingga nilai koefisien lift pada bilangan mach 0,8 lebih besar dari bilangan Mach 0,6. Sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan di atas airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien lift. Gambar 4.15 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° sekitar 25.720 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -30.310 Pa hingga -11.630 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil dibanding sudut serang 8°, sehingga sudut serang 12° memiliki nilai koefisien lift yang lebih rendah dibanding sudut serang 8°. Gambar 4.16 menunjukan tekanan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
bawah airfoil pada sudut 16° sekitar 25.720 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar 30.310 Pa hingga -11.630 Pa. Nilai koefisien drag semakin meningkat pada sudut 12° dan 16° karena kecepatan aliran semakin berkurang pada bagian atas airfoil. Tekanan di bawah airfoil pada sudut 16° cenderung menurun dibanding sudut serang 12° (Mayurkumar Kevadiya, 2013 ). 4.9
Analisis Kontur Tekanan pada Aliran Supersonic Terhadap Perubahan Angle of Attack. Pengaruh Angle of attack dan bilangan mach terhadap nilai koefisien lift dan
drag juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan tekanan pada airfoil NACA 4412 pada semua variasi aliran supersonic, maka perlu dianalisis melalui kontur tekanan tentang pengaruh aliran supersonic terhadap perubahan angle of attack. 4.9.1
Pengaruh Mach Number 1 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.17 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
Gambar 4.18 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 1.
Gambar 4.19 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Gambar 4.20 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 1.
Gambar 4.21 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
Gambar 4.17 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0° sekitar 3.747 Pa hingga 15.010 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -41.870 Pa hingga -7.512 Pa. Gambar 4.18 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 4° sekitar 1.464 Pa hingga 30.030 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar 63.367 Pa hingga -1.026 Pa. Sudut serang 4° dengan bilangan mach 1 airfoil memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat dibanding 0°. Gambar 4.19 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 8° sekitar 17.870 Pa hingga 42.290 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -79.800 Pa hingga -6.548 Pa. Sudut serang 8° memiliki nilai koefisien lift yang lebih besar dibanding sudut serang 4°. Sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan di atas airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien lift. Gambar 4.20 menunjukan tekanan di bawah airfoil sekitar 40.120 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -47.520 Pa hingga -18.310 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut 12° lebih kecil dibanding sudut 8°, tetapi tekanan yang terjadi lebih merata pada bagian bawah airfoil dibandingkan dengan sudut 8°. Sudut serang 12° memiliki nilai koefisien lift yang cendrung menurun dibanding sudut serang 8°. Nilai koefisien drag pada sudut serang 12° lebih besar nilainya dibandingkan pada sudut serang 8° karena meningkatnya nilai tekanan di bagian atas airfoil seperti pada Tabel 4.3. Gambar 4.21 menunjukan tekanan di bawah airfoil sekitar 40.120 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -47.520 Pa hingga -18.310 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12°, tetapi cenderung menurun (Mayurkumar Kevadiya, 2013 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
4.9.2
Pengaruh Mach Number 1,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.22 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 1,5.
Gambar 4.23 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 1,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Gambar 4.24 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 1,5.
Gambar 4.25 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 1,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
Gambar 4.26 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 1,5. Gambar 4.22 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0° sekitar 8.326 Pa hingga 33.660 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -93.320 Pa hingga -17.010 Pa. Gambar 4.23 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 4° sekitar 33.330 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -104.800 Pa hingga 70.230 Pa, sehingga pada sudut serang 4° dengan memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat dibanding 0°. Gambar 4.24 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 8° sekitar 40.640 Pa hingga 95.120 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -177.300 Pa hingga -13.840 Pa. Sehingga pada sudut serang 8° memiliki nilai koefisien lift yang lebih besar dibanding sudut serang 4°. Sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan di atas airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien lift. Gambar 4.25 menunjukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° sekitar 89.960 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -108.100 Pa hingga -42.060 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil dibanding sudut 8°, sehingga pada sudut serang 12° airfoil memiliki nilai koefisien lift yang cendrung menurun dibanding sudut 8°. Nilai koefisien drag pada sudut serang 12° mengalami peningkatan karena kecepatan aliran semakin berkurang pada bagian atas airfoil seperti pada Tabel 4.4. Gambar 4.26 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sekitar 89.960 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -108.100 Pa hingga -42.206 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12°, tetapi cenderung menurun (Mayurkumar Kevadiya, 2013 ). 4.9.3
Pengaruh Mach Number 2 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.27 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
Gambar 4.28 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 2.
Gambar 4.29 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Gambar 4.30 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 2.
Gambar 4.31 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
Gambar 4.27 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0° sekitar 14.540 Pa hingga 59.590 dan tekanan di atas airfoil sekitar -120.600 Pa hingga -30.510 Pa. Gambar 4.28 menunjukan tekanan di bawah airfoil sekitar 59.540 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -183.500 Pa hingga -122.800 Pa, sehingga pada sudut serang 4° airfoil memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat dari sudut serang 0°. Gambar 4.29 menunjukkan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 8° sekitar 72.720 Pa hingga 169.100 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -216.400 Pa hingga 23.640 Pa. Nilai koefisien lift pada sudut serang 8° meningkat dari sudut serang 4°. Sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan di atas airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien lift. Gambar 4.30 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° sekitar 159.100 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -196.000 Pa hingga -77.620 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil dibanding sudut 8°. Sudut serang 12° memiliki nilai koefisien lift yang cendrung menurun dibanding sudut 8°. Sudut serang 12° memiliki tekanan yang lebih merata dan lebih besar nilainya pada bagian atas airfoil dibandingkan pada sudut sebelumnya, sehingga ada peningkatan nilai koefisien drag karena kecepatan aliran semakin berkurang pada bagian atas airfoil seperti pada Tabel 4.5. Gambar 4.31 menunjukan tekanan di bawah airfoil sekitar 159.100 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -196.000 Pa hingga -77.620 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut 16° sama seperti 12° ,tetapi cenderung menurun. Nilai koefisien lift cenderung menurun dan nilai koefisien drag cenderung meningkat (Mayurkumar Kevadiya, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
4.9.4
Pengaruh Mach Number 2,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.32 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 2,5.
Gambar 4.33 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 2,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
Gambar 4.34 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 2,5.
Gambar 4.35 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 2,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
Gambar 4.36 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 2,5. Gambar 4.32 menunjukkan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0° sekitar 22.530 Pa hingga 92.930 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -120.600 Pa hingga -30.510 Pa. Gambar 4.33 menunjukkan tekanan di bawah airfoil sekitar 93.270 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -284.300 Pa hingga -189.900 Pa, sehingga pada sudut serang 4° dengan bilangan mach 2,5 airfoil memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat dibanding 0°. Gambar 4.34 menunjukkan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 8° sekitar 114.000 Pa hingga 264.200 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -336.300 Pa hingga -36.070 Pa. Sudut serang 8° memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat dibanding sudut serang 4°. Sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan di atas airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien lift. Gambar 4.35 menunjukan tekanan di bawah airfoil sekitar 246.800 Pa dan tekanan di atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
airfoil pada sudut serang 12° sekitar -314.700 Pa hingga -127.500 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil dibanding sudut serang 8°. Sudut serang 12° memiliki nilai koefisien lift yang cendrung menurun dibanding sudut serang 8°. Nilai koefisien drag pada sudut serang 12° mengalami peningkatan karena kecepatan aliran semakin berkurang pada bagian atas airfoil seperti pada Tabel 4.6. Gambar 4.36 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sekitar 246.800 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -314.700 Pa hingga -127.500 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12°, tetapi cenderung menurun (Mayurkumar Kevadiya, 2013 ). 4.9.5
Pengaruh Mach Number 3 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.37 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
Gambar 4.38 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 3.
Gambar 4.39 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
Gambar 4.40 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 3.
Gambar 4.41 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
Gambar 4.37 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0° sekitar 32.020 Pa hingga 133.400 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -272.200 Pa hingga -69.380 Pa. Gambar 4.38 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut 4° sekitar 134.500 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -407.200 Pa hingga -136.300 Pa, sehingga pada sudut serang 4° memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat dibanding 0°. Gambar 4.39 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 8° sekitar 144.500 Pa hingga 380.400 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -698.800 Pa hingga -51.290 Pa. Hal ini menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibanding tekanan di atas airfoil. Sehingga pada sudut serang 8° memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat dibanding 4°. Tekanan pada bagian atas airfoil meningkat dan tekanan dengan nilai cukup besar pada sudut serang 8° hampir merata pada bagian atas airfoil. Gambar 4.40 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° sekitar 355.000 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -454.300 Pa hingga -184.600 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil dibanding sudut serang 8°. Nilai koefisien lift pada sudut serang 12° cendrung menurun dibanding sudut serang 8°. Nilai koefisien drag pada sudut serang 12° mengalami peningkatan karena kecepatan aliran semakin berkurang pada bagian atas airfoil seperti pada Tabel 4.7. Gambar 4.41 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sekitar 355.000 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -454.300 Pa hingga -184.600 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° ,tetapi cenderung menurun (Mayurkumar Kevadiya, 2013 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
4.10
Analisis Velocity Streamlines pada Aliran Subsonic Terhadap Perubahan Angle of Attack. Pengaruh Angle of attack dan bilangan Mach terhadap nilai koefisien lift dan
drag juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan kecepatan dan intensitas turbulensi pada airfoil NACA 4412 pada kedua variasi aliran subsonic, maka perlu dianalisis melalui velocity streamline tentang pengaruh bilangan mach subsonic terhadap perubahan angle of attack. Velocity streamline menampilkan perbedaan kecepatan pada bagian atas dan bawah dari airfoil serta wake pada airfoil NACA 4412 (Shao-wu LI, 2011). 4.10.1 Pengaruh Mach Number 0,6 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.42 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 0,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
Gambar 4.43 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 0,6.
Gambar 4.44 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 0,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
Gambar 4.45 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 0,6.
Gambar 4.46 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 0,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
Gambar 4.42 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 0° sekitar 225 m/s hingga 250 m/s dan di bawah airfoil sekitar 200 m/s. Gambar 4.43 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 223,4 m/s hingga 297,9 m/s dan di bawah airfoil sekitar 170 m/s. Gambar 4.44 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 250,6 m/s hingga 334,1 m/s dan kecepatan di bawah airfoil sekitar 165 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil menyebabkan meningkatnya kecepatan pada bagian atas airfoil dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.45 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 12° sekitar 263,6 m/s hingga 300 m/s dan di bawah airfoil sekitar 175 m/s. Kecepatan aliran pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dari permukaan airfoil sehingga menimbulkan turbulensi yang meningkatkan nilai koefisien drag. Kecepatan aliran di bawah airfoil mengalami
peningkatan
sehingga
nilai
koefisien
lift
cenderung
menurun
dibandingkan sudut serang 8°. Gambar 4.46 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 16° sekitar 263,6 m/s hingga 300 m/s dan di bawah airfoil sekitar 175 m/s. Kecepatan pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tapi cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
4.10.2 Pengaruh Mach Number 0,8 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.47 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 0,8.
Gambar 4.48 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 0,8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
Gambar 4.49 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 0,8.
Gambar 4.50 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 0,8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
Gambar 4.51 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 0,8. Gambar 4.47 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 0° sekitar 280 m/s hingga 352,1 m/s dan di bawah airfoil sekitar 264,1 m/s. Gambar 4.48 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 296,2 m/s hingga 394,9 m/s dan di bawah airfoil sekitar 197,4 m/s. Gambar 4.49 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 250,6 m/s hingga 334,1 m/s dan di bawah airfoil sekitar 165 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran pada bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
atas airfoil dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.50 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 12° sekitar 351,6 m/s hingga 400 m/s dan di bawah airfoil sekitar 234,4 m/s. Kecepatan aliran pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dari permukaan airfoil sehingga menimbulkan wake yang meningkatkan nilai koefisien drag. Kecepatan aliran di bawah airfoil mengalami peningkatan sehingga nilai koefisien lift cenderung menurun dibandingkan sudut serang 8°. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan Mach 0,6 dengan kecepatan aliran pada daerah wake yang lebih cepat. Gambar 4.51 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 16° sekitar 351,6 m/s hingga 400 m/s dan di bawah airfoil sekitar 234,4 m/s. Kecepatan aliran pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tapi cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011). 4.11
Analisis Velocity Streamlines Perubahan Angle of Attack.
pada
Aliran
Supersonic
Terhadap
Pengaruh Angle of attack dan bilangan mach terhadap nilai koefisien lift dan drag juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan kecepatan pada airfoil NACA 4412 pada semua variasi aliran supersonic, maka perlu dianalisis melalui velocity streamline tentang pengaruh aliran supersonic terhadap perubahan angle of attack. Velocity streamline menampilkan perbedaan kecepatan pada bagian atas dan bawah dari airfoil serta wake pada airfoil NACA 4412 (Shao-wu LI, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
4.11.1 Pengaruh Mach Number 1 Terhadap Perubahan Angle of Attact.
Gambar 4.52 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 1.
Gambar 4.53 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
Gambar 4.54 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 1.
Gambar 4.55 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
Gambar 4.56 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 1. Gambar 4.52 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 0° sekitar 370 m/s dan di bawah airfoil sekitar 330,2 m/s. Gambar 4.53 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 369,3 m/s hingga 492,4 m/s dan di bawah airfoil sekitar 250 m/s. Gambar 4.54 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 416,2 m/s hingga 500 m/s dan di bawah airfoil sekitar 277,4 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran pada bagian atas airfoil dibandingkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
sudut sebelumnya. Gambar 4.55 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 12° sekitar 500 m/s dan di bawah airfoil sekitar 293,3 m/s. Kecepatan aliran pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dan menimbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 0,8 dengan kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan di bawah airfoil mengalami
peningkatan
sehingga
nilai
koefisien
lift
cenderung
menurun
dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.56 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 16° sekitar 500 m/s dan di bawah airfoil sekitar 293,3 m/s. Kecepatan aliran pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tapi cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011). 4.11.2 Pengaruh Mach Number 1,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.57 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 1,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
Gambar 4.58 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 1,5.
Gambar 4.59 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 1,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
Gambar 4.60 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 1,5.
Gambar 4.61 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 1,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
Gambar 4.57 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 0° sekitar 500 m/s dan di bawah airfoil sekitar 495,4 m/s. Gambar 4.58 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 600 m/s dan di bawah airfoil sekitar 420 m/s. Gambar 4.59 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 622,3 m/s hingga 700 m/s dan di bawah airfoil sekitar 414,9 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran pada bagian atas airfoil dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.60 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 12° sekitar 661,5 m/s dan di bawah airfoil sekitar 441 m/s. Kecepatan pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dan menimbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 1 dengan kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan aliran di bawah airfoil mengalami
peningkatan
sehingga
nilai
koefisien
lift
cenderung
menurun
dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.61 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 16° sekitar 661,5 m/s dan di bawah airfoil sekitar 441 m/s. Kecepatan aliran pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tapi cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
4.11.3 Pengaruh Mach Number 2 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.62 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 2.
Gambar 4.63 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
Gambar 4.64 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 2.
Gambar 4.65 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
Gambar 4.66 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 2. Gambar 4.62 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 0° sekitar 750 m/s dan di bawah airfoil sekitar 660,7 m/s. Gambar 4.63 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 850 m/s dan di bawah airfoil sekitar 550 m/s. Gambar 4.64 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 828,1 m/s hingga 1104 m/s dan di bawah airfoil sekitar 552 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran pada bagian atas airfoil dibandingkan sudut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
sebelumnya. Gambar 4.65 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 12° sekitar 900 m/s dan di bawah airfoil sekitar 590,1 m/s. Kecepatan aliran pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dan meninmbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 1,5 dengan kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan di bawah airfoil mengalami
peningkatan
sehingga
nilai
koefisien
lift
cenderung
menurun
dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.66 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 16° sekitar 900 m/s dan di bawah airfoil sekitar 590,1 m/s. Kecepatan aliran pada sudut ini sama seperti sudut sebelumnya tapi cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011). 4.11.4 Pengaruh Mach Number 2,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.67 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 2,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
Gambar 4.68 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 2,5.
Gambar 4.69 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 2,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
Gambar 4.70 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 2,5.
Gambar 4.71 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 2,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
Gambar 4.67 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 0° sekitar 1101 m/s dan di bawah airfoil sekitar 826 m/s. Gambar 4.68 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 1224 m/s dan di bawah airfoil sekitar 800 m/s. Gambar 4.69 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 1034 m/s hingga 1378 m/s dan di bawah airfoil sekitar 689,2 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran pada bagian atas airfoil dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.70 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 12° sekitar 1200 m/s dan di bawah airfoil sekitar 741,1 m/s. Kecepatan aliran pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas serta menimbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 2 dengan kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan aliran di bawah airfoil mengalami
peningkatan
sehingga
nilai
koefisien
lift
cenderung
menurun
dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.71 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 16° sekitar 1200 m/s dan di bawah airfoil sekitar 741,1 m/s. Kecepatan aliran pada sudut sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tapi cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
4.11.5 Pengaruh Mach Number 3 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.72 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 3.
Gambar 4.73 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
Gambar 4.74 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 3.
Gambar 4.75 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
Gambar 4.76 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 3. Gambar 4.72 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 0° sekitar 1322 m/s dan di bawah airfoil sekitar 991,5 m/s. Gambar 4.73 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 1468 m/s dan di bawah airfoil sekitar 850 m/s. Gambar 4.74 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 1240 m/s hingga 1653 m/s dan di bawah airfoil sekitar 826,6 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran pada bagian atas airfoil dibandingkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
sudut sebelumnya. Gambar 4.75 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 12° sekitar 1500 m/s dan di bawah airfoil sekitar 889,7 m/s. Kecepatan aliran pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dan menimbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 2,5 dengan kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan aliran di bawah airfoil mengalami peningkatan sehingga nilai koefisien lift cenderung menurun dibandingkan sudut serang 8°. Gambar 4.76 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 16° sekitar 1500 m/s dan kecepatan di bawah airfoil sekitar 889,7 m/s. Kecepatan aliran pada sudut serang 12° sama seperti sudut serang 16° tapi cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan mengenai pengaruh
variasi aliran subsonic dan supersonic terhadap perubahan angle of attack dari airfoil NACA 4412, maka dapat disimpulkan sesuai dengan tujuan dari penelitian; 1. Variasi aliran subsonic dan supersonic berdampak pada peningkatan nilai koefisien lift. Namun, variasi aliran subsonic memiliki nilai Koefisien lift sedikit lebih tinggi dengan nilai 1,17290 daripada variasi aliran supersonic dengan nilai 1,17150 pada titik stall. Ketika airfoil melewati titik stall, variasi aliran supersonic memiliki nilai koefisien lift lebih tinggi dengan nilai 1,15900 dibandingkan variasi aliran subsonic dengan nilai 1,11440. Nilai koefisien drag meningkat mengikuti peningkatan kecepatan pada setiap sudut serang. Namun variasi aliran supersonic memiliki nilai koefisien drag lebih rendah dengan nilai 0,085230 dibandingkan variasi aliran subsonic dengan nilai 0,090870 setelah melewati titik stall. 2. Variasi peningkatan angle of attack pada airfoil berpengaruh pada peningkatan nilai koefisien lift, tetapi setelah melewati sudut stall nilai koefisien lift cenderung menurun. Peningkatan angle of attack pada airfoil juga diikuti dengan peningkatan nilai koefisien drag.
123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
3. Variasi aliran subsonic dan supersonic pada setiap perubahan angle of attack berdampak pada nilai koefisien lift dan drag. Peningkatan angle of attack pada setiap variasi aliran berpengaruh pada peningkatan nilai koefisien lift. Nilai koefisien lift tertinggi dari semua variasi kecepatan berada pada sudut 8° dengan bilangan Mach 0,8. Nilai koefisien drag semakin meningkat pada setiap variasi sudut dan kecepatan. Nilai koefisien drag tertinggi dari semua variasi kecepatan berada pada sudut 16° dengan bilangan Mach 0,6. 4. Distribusi tekanan pada airfoil NACA 4412 dalam setiap variasi kecepatan dan angle of attack dianalisa melalui kontur tekanan. Hasil analisa menunjukkan tekanan yang terjadi di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan yang terjadi di atas airfoil pada setiap angle of attack. Tekanan di bawah airfoil menurun dan tekanan di atas airfoil meningkat setelah melewati sudut stall sehingga terjadi penurunan nilai koefisien lift. Hal ini berkaitan dengan distribusi kecepatan pada airfoil NACA 4412 yang dianalisa melalui kontur kecepatan. Kecepatan aliran pada bagian atas airfoil lebih cepat dibandingkan kecepatan aliran dibawah airfoil dikarenakan jarak yang ditempuh aliran lebih panjang pada bagian atas airfoil. Sehingga, tekanan di atas airfoil lebih rendah dibandingkan tekanan di bawah airfoil. Tetapi, kecepatan aliran di atas airfoil menurun setelah melewati sudut stall sehingga nilai tekanan meningkat dibagian atas airfoil. 5. Fenomena wake terlihat pada velocity streamline dan terjadi pada sudut serang 12°-16°. Peningkatan variasi kecepatan khususnya supersonic menimbulkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
peningkatan intensitas wake. Pada bilangan Mach subsonic intensitas wake sangat kecil sehingga dengan mempertimbangkan nilai koefisien lift dan drag pada setiap variasi bilangan mach dan angle of attack, airfoil NACA 4412 lebih cocok digunakan dalam penerbangan subsonic. 6. Stall angle airfoil NACA 4412 dalam penelitian ini terjadi pada sudut 8°. Hal ini dikarenakan sudut 8° adalah sudut yang memiliki nilai koefisien lift tertinggi dibandingkan sudut lainnya. 5.2
Saran Dari penelitian yang telah dilakukan ada beberapa hal yang perlu dicermati
dan diperbaiki yaitu sebagai berikut: 1. Hasil dari penelitian akan lebih maksimal dengan menggunakan jenis mesh structured. Sehingga, data dari hasil penelitian lebih detail dan akurat. 2. Penentuan angle of attack akan lebih baik jika dilakukan pada range yang lebih rapat agar sudut stall yang diketahui lebih spesifik. 3. Alat yang digunakan berupa laptop akan lebih baik jika memiliki spesifikasi lebih tinggi daripada yang digunakan dalam penelitian ini. Sehingga, proses running dapat dilakukan lebih cepat dan metode pengujian dapat lebih bervariasi. 4. Penelitian ini dapat ditingkatkan dengan bentuk analisis 3D serta dapat ditambah dengan variasi yang lainnya berkaitan dengan solusi untuk mereduksi intensitas turbulensi dan wake.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Bannon, Mike. 3 May 2015."The Newton–Laplace Equation and Speed of Sound". Thermal Jackets. Batchelor, G.K. 1967. An Introduction to Fluid Dynamics. Cambridge University Press. Great Britain : Cambridge University Press, reprint Publisher 2000. Berliner , Don. 1997. "Aviation: Reaching for the Sky". The Oliver Press. Innovators, 3. Date, Anil W. 2005. Introduction to Computational Fluid Dynamic. United Kingdom : Cambridge University Press. Houghton, E.L. Carpenter, P.W. Collicott, Steven and Valentine, Dan. 2013. Aerodynamics for Engineering Students (Sixth Edition). Amsterdam : Elsevier. J. Blazek, 2001. Computational Fluid Dynamic : Principles and Applications. United Kingdom : Elsevier. Kevadiya, Mayurkymar. May 2013. CFD Analysis of Pressure Coefficient for NACA 4412. International Journal of Engineering Trends and Technology (IJETT). Volume 4 Issue 5. Landau, L. D., and E. M. Lifshits. 1987. Mekhanika sploshnykh sred, 2nd ed. Moscow. Oxford, England ; New York : Pergamon Press, 1987. Course of theoretical physics ; v.6. Lubis, M. Mirsal. 2012. Analisis Aerodinamika Airfoil NACA 2412 pada Sayap Pesawat Model Glider dengan Menggunakan Software Berbasis Computational Fluid Dynamic untuk memperoleh Gaya Angkat Maksimum. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik. Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 Munson, Bruce R dkk. 2009. Solution Manual for Fundamentals of Fluid Mechanics, 6th Edition. Great Britain : Wiley. Owen, kenneth. 2001. Concorde : story of a supersonic pioneer. "Updated and revised edition of Concorde: new shape in the sky, which was first published in 1982"--Title page verso. Great Britain : Science Museum.
126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
Patel, Karna S. March 2014. CFD Analysis of an Aerofoil. International Journal of Engineering Research. Volume No.3, Issue No.3, pp : 154-158. Saxena, Gaurav dkk. June-July 2013. Aerodynamic analysis of NACA 4412 airfoil using CFD. International Journal of Emerging Trends in Engineering and Development. Issue 3, Vol.4. Shao-wu LI. 2011. Effect of turbulence intensity on airfoil flow: numerical simulations and experimental measurements. Shanghai University and Springer-VerlagBerlin Heidelberg. Appl. Math. Mech. -Engl. Ed., 32. Sharma, Abhay dkk. July 2014. CFD and Real Time Analysis of a Symmetric Airfoil. International Journal of Reasearch in Aeronatical and Mechanical Engineering. Vol.2 Issue.7. Triatmodjo, Bambang. 2013. Hidraulika II cetakan ke-9. Yogyakarta : BETA OFFSET. Whei zang dkk. April 2015. Geometrical effects on the airfoil flow separation and transition. Elsevier. Computers & Fluids 116 (2015) 60-73. Whei zang dkk. Oktober 2015. Assessment of spanwise domain size effect on the transitional flow past an airfoil. Elsevier. Computers and Fluids 124 (2016) 39–53. White ,Frank M.. 1998. Fluid Mechanics Fourth Edition. United States : McGrawHill Series in Mechanical Engineering. Yasin, Ahmed Abd Ahmahmoud Ahmed. Elbashir, Abubaker Mohammed Ahmed. February 2011. Simulation around airfoil NACA 4412. University of Khartoum Faculty of engineering Mechanical engineering department. Msc Renewable Energy Numerical Techniques. Zuckerwar, A. J. 2002. "Handbook of the Speed of Sound in Real Gases," Academic Press.