ANALISA VOICE OVER WiMAX PADA JARINGAN IEEE 802.16e Muhammad Rahmat Dwiyanto, Muhammad Suryanegara Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Indonesia E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak - Aplikasi suara melalui jaringan IP (Internet Protocol) pada saat ini berkembang pesat dikarenakan kualitasnya yang tinggi dan biayanya yang cukup terjangkau. Diperlukan sebuah jaringan telekomunikasi yang dapat menyediakan VoIP dengan kualitas tinggi. Oleh karena itu, digunakan jaringan WiMAX karena jaringan tersebut dapat diandalkan untuk menyediakan VoIP dengan kualitas tinggi. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menganalisis kinerja voice over WiMAX pada jaringan IEEE 802.16e melalui analisis QoS pada modulasi BPSK dan QPSK pada berbagai coding rate dengan mempertimbangkan parameter BER dan SNR. Simulasi dilakukan dengan menggunakan PHY-layer IEEE 802.16e pada Simulink dengan menggunakan file audio sebagai input. Pada simulasi dilakukan proses puncture, proses tersebut berfungsi untuk menghilangkan output stream dari low-rate encoder sehingga dapat meningkatkan transfer rate. Berdasarkan hasil simulasi, modulasi QPSK dengan coding rate ¾ (QPSK ¾ ) memiliki nilai BER yang paling baik karena pada proses puncture, modulasi QPSK ¾ menghasilkan transfer rate yang cukup baik sehingga nilai BER yang didapatkan juga baik. Berdasarkan uji mean opinion score (MOS) kepada 20 responden, didapatkan nilai BER yang dapat menjadi standar untuk layanan VoIP yaitu sebesar 0.0004762 didapatkan dengan menggunakan modulasi QPSK dengan coding rate ¾ pada SNR 15 dB. Dapat disimpulkan bahwa modulasi QPSK lebih tahan error bila dibandingkan dengan modulasi BPSK. Kata kunci : VoIP; WiMAX; Simulink; MOS Abstract - The voice applications over IP networks are growing rapidly due to their increasing popularity and cost. To meet the demand of providing high-quality of VoIP, we need to use reliable network. Therefore, we use WiMAX networks because it can provide high quality of VoIP due to its high speed data rates. The purpose of this thesis is to analyze voice over WiMAX performance in IEEE 802.16e networks by analyzing BPSK and QPSK with various coding rate which SNR and BER included in consideration. The simulation was running in PHY-layer IEEE 802.16e by using Simulink and put an audio file as its input. In simulation, puncturing process was done. Puncturing is the process of systematically deleting bits from the output stream of a low-rate encoder in order to reduce the amount of data to be transmitted, thus forming a highrate code. Based on the simulation, QPSK modulation with coding rate ¾ (QPSK ¾ ) had the best BER because while in puncturing process, QPSK ¾ had the good high rate code. Therefore, we have got a lowest BER as its result among the other modulation. Based on the mean opinion score (MOS) test to 20 respondents, BER value which could be a standard of VoIP service is 0.0004762 with QPSK ¾ modulation at SNR 15 dB. The conclusion is the higher coding rate, the higher rate-code could be transmitted and QPSK modulation is more robust to error than BPSK. Keywords: VoIP; WiMAX; Simulink; MOS
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
I. PENDAHULUAN Teknologi nirkabel yang mampu menyediakan layanan VoIP dengan kualitas yang baik adalah Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) yang ditentukan oleh standar IEEE 802.16e. WiMAX standar 802.16e menyediakan fixed, nomadic, portable dan konektivitas mobile broadband nirkabel tanpa perlu berada dalam posisi Line of Sight (LOS) dengan base station [1]. WiMAX menyediakan cakupan area yang luas. Cakupan area dari sel tunggal WiMAX adalah sekitar 30 sampai 50 km, dengan kecepatan hingga 40 Mbps [1]. Penelitian ini menggunakan physical layer pada jaringan IEEE 802.16e sebagai obyek penelitian. Jaringan nirkabel dapat dikatakan andal dalam memberikan layanan VoIP, apabila jaringan tersebut memenuhi standar kualitas layanan VoIP. Kualitas sebuah jaringan nirkabel dapat dilihat pada sisi physical layer dari jaringan tersebut. Telah dilakukan beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan physical layer IEEE 802.16e. Penelitian seputar physical layer IEEE 802.16e umumnya hanya dilakukan untuk menggambarkan cara kerja physical layer IEEE 802.16e, seperti yang telah dilakukan oleh M. Nadeem Khan [1]. Pada [1] hanya menggunakan random integer sebagai input. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan adalah pada penelitian ini digunakan input berupa file audio. Hal tersebut untuk merepresentasikan layanan VoIP dalam keadaan sebenarnya pada jaringan IEEE 802.16e. Pada skripsi ini dilakukan sebuah simulasi VoIP pada IEEE 802.16e. Simulasi ini dilakukan untuk mengevaluasi kualitas VoIP pada IEEE 802.16e dengan menggunakan analisis QoS. Beberapa parameter yang dipertimbangkan dalam skripsi ini, antara lain BER, dan SNR [3]. Simulasi ini dilakukan dengan menggunakan Simulink pada MATLAB. II. TEORI WiMAX merupakan sebuah standar telekomunikasi yang dibuat oleh The Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE).WiMAX atau yang biasa disebut IEEE 802.16 memungkinkan pengiriman layanan broadband secara nirkabel kapan saja dan di mana saja [4]. WiMAX menawarkan kecepatan downlink data mulai dari 75 Mbps hingga 1 Gbps [2]. IEEE 802.16 memiliki beberapa protokol, salah satunya adalah IEEE 802.16e. Protokol IEEE 802.16e menyediakan konektivitas fixed, nomadic, portable tanpa perlu berada dalam posisi Line of Sight (LOS) dengan base station. IEEE 802.16 dirancang untuk mengisi kesenjangan antara jaringan nirkabel area lokal dan jaringan mobilitas tinggi selular pada area yang lebih luas.
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
WiMAX menggunakan dua metode duplex, yaitu Frequency Division Duplexing (FDD) dan Time Division Duplexing (TDD) [5]. Pada FDD, transmitter dan receiver bekerja pada frekuensi karier yang berbeda. Keuntungan dari FDD adalah mobile terminal (MT) dapat mengirim dan menerima transmisi pada saat yang bersamaan. Selain itu, FDD sangat cocok digunakan pada saat traffic simetris. Kerugian dari FDD adalah penggunaan bandwidth yang tidak efisien pada saat peralihan pada saat mengirim dan menerima transmisi sehingga menyebabkan semakin besar nilai latensi dan juga mengakibatkan rangkaian menjadi kompleks. Pada TDD, transmitter dan receiver menggunakan satu frekuensi yang sama. Namun penggunaan frekuensinya bergantung pada waktu. Keuntungan dari TDD adalah traffic bersifat dinamis, dapat menyesuaikan dengan kebutuhan uplink dan downlink [5]. Pada Gambar 1 dapat dilihat perbedaan antara FDD dan TDD.
Gambar 1 Perbedaan antara FDD dan TDD [5]
Modulasi yang digunakan pada skripsi ini adalah modulasi Binary Phase Shift Keying (BPSK) dan Quadrature Phase Shift Keying (QPSK). Kedua jenis modulasi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : a. BPSK Modulasi BPSK (Binary Phase Shift Keying) merupakan perkembangan dari PSK (Phase Shift Keying). Binary phase shift keying (BPSK) adalah bentuk modulasi sudut dimana outputnya memiliki dua kemungkinan yang direpresentasikan dengan dua fasa (“binary” berarti ”2”). Fasa output yang satu mewakili logika “1” dan yang lain logika “0”. Pada modulasi BPSK bentuk sinyal berupa sinyal digital. Modulasi sinyal digital dapat dilihat pada Gambar 2.
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
Gambar 2 Sinyal modulasi BPSK [6]
Hubungan sinyal digital dan sinyal BPSK pada Gambar 2 berbeda fasa sebesar 1800. b. QPSK
Pada transmisi digital QPSK, mengirimkan 1 dari 4 sinyal yang mungkin selama interval waktu tertentu dimana setiap sinyal unik sama dengan (pasangan bit) 00, 01, 11, 10. Pada QPSK sinyal yang ditumpangkan pada sinyal pembawa, mempunyai empat kemungkinan dari setiap pasangan bit. Dalam QPSK, fasa dari sinyal pembawa membawa satu dari empat harga seperti 00, 900, 1800, dan 2700. Setiap harga fasa yang mungkin berkorespondensi dengan pasangan bit yang unik disebut dibit. Sebagai contoh, kita dapat memilih set harga fasa untuk merepresentasikan set gray coded pada bit 00,01,11,10.[6]. Gambar 3 menunjukkan bentuk sinyal modulasi QPSK.
Gambar 3 Sinyal modulasi QPSK [6]
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
Pada jaringan IEEE 802.16e menggunakan metode multiplexing OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing). OFDM adalah sebuah teknik multiplexing multicarrier menggunakan frekuensi yang saling tegak lurus (ortogonal) yang muncul sebagai solusi untuk mengatasi masalah dalam propagasi gelombang di udara. Ortogonalitas dalam OFDM memberikan transmisi secara simultan pada sub-carrier yang banyak dalam ruang frekuensi yang sempit tanpa saling berinteferensi. Masing-masing sub-carrier dibuat saling ortogonal dengan spasi frekuensi yang tepat sehingga dapat dilakukan spektral overlap antar sub-carrier yang berdekatan tanpa menimbulkan efek Inter Symbol Interference (ISI) dan Inter Carrier Interference (ICI) sehingga pada akhirnya akan terjadi penghematan bandwidth yang cukup besar [7]. Perbedaan teknik multiplexing pada FDM dengan OFDM dapat dilihat pada Gambar 4. Pada berbagai protokol IEEE 802.16 umumnya menggunakan teknik multiplexing OFDM.
Gambar 4 (a) Multiplexing pada FDM (b) OFDM [7]
Pada Gambar 2.6 dapat dilihat bahwa dengan teknik OFDM dapat menghemat hingga 50% dari bandwidth yang telah dialokasikan. Sinyal hasil modulasi kemudian diubah menjadi simbol-simbol OFDM dalam domain frekuensi. Simbol-simbol OFDM tersebut kemudian diubah ke dalam domain waktu dengan menggunakan Inverse Fast Fourier Transform (IFFT). Metode IFFT lebih mudah untuk diterapkan karena tidak membutuhkan banyak osilator untuk mengirim dan menerima sinyal OFDM. Pada domain frekuensi, masing-masing simbol OFDM dipetakan menjadi urutan simbolsimbol pada subcarrier. WiMAX memiliki tiga jenis subcarrier [8], yaitu : 1. Data subcarrier, digunakan untuk membawa simbol-simbol data/pesan. 2. Pilot subcarrier, digunakan untuk membawa simbol-simbol pilot. Simbol-simbol pilot digunakan untuk estimasi dan pelacakan kanal.
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
3. Null subcarrier, digunakan baik sebagai guard subcarrier maupun DC subcarrier. Tidak diperlukan daya untuk membentuk subcarrier tersebut. Guard subcarrier berfungsi untuk melindungi sinyal OFDM di sepanjang spektrum pada bandwidth yang telah dialokasikan sehingga hal ini dapat mengurangi interferensi dengan kanal yang berdekatan. Simbol OFDM yang terdiri dari data, pilot, dan null subcarrier dalam domain frekuensi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Sinyal subcarrier OFDM dalam domain frekuensi [8]
Setiap teknik multiplexing memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Adapun keuntungan dan kerugian dari penggunaan OFDM adalah sebagai berikut [9]: a. Keuntungan: •
Membuat efisiensi penggunaan spektrum dengan memungkinkan tumpang tindih (overlapping).
•
OFDM lebih tahanfrekuensi selektif fading bila dibandingkan dengan sistem single carrier karena pada OFDM saluran dibagi menjadi narrowband subkanal flat fading,
•
Menghilangkan ISI dengan melalui penggunaan awalan siklis.
•
Memberikan perlindungan yang baik terhadap interferensi cochannel dan noise.
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
b. Kerugian : •
Sinyal OFDM membutuhkan amplitudo dengan rentang dinamis yang sangat besar. Oleh karena itu diperlukan power amplifier yang memiliki daya ratarata yang cukup besar.
•
Sinyal multicarrier pada OFDM lebih sensitif terhadap frequency offset bila dibandingkan dengan sinyal single carrier.
Pada penelitian ini digunakan physical layer jaringan IEEE 802.16e. PHY layer IEEE802.16e menggunakan dua jenis teknik transmisi, yaitu Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dan Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA). Kedua teknik ini bekerja pada pita frekuensi di bawah 11 GHz dan menggunakan TDD dan FDD sebagai teknologi duplexing. PHY layer IEEE 802.16 berdasarkan pada Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM). OFDM merupakan pilihan yang tepat untuk transmisi data berkecepatan tinggi, komunikasi multimedia dan layanan video digital. OFDM bahkan dapat mempertahankan data rate yang sangat cepat pada keadaan Non Line of Sight (NLOS) dan pada keadaan multipath. Peran PHY-layer adalah untuk mengkodekan digit biner yang mewakili frame Medium Access Control (MAC) menjadi sinyal, selain itu PHY layer juga berfungsi untuk mengirim dan menerima sinyal-sinyal yang telah dikodekan tersebut pada media komunikasi [10]. PHY layer pada IEEE 802.16 ditunjukkan pada Gambar 6.
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
Gambar 6 PHY layer IEEE 802.16 [10]
PHY layer IEEE 802.16 terdiri dari beberapa bagian [10], yaitu: a.
Randomizer Randomizer berfungsi untuk melakukan pengacakan data input pada setiap urutan. Hal ini
dilakukan untuk menghindari urutan bit 1 atau 0 yang sangat panjang (kontinyu). Pada randomizer diimplementasikan generator Pseudo Random Binary Sequence (PRBS) di mana generator ini menggunakan 15 langkah shift register dengan generator polynomial dari 1 + x14 + x15 dengan gerbang XOR pada konfigurasi feedback seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
Gambar 7 Generator PRBS untuk randomisasi [10]
b. Reed Solomon Encoder Reed Solomon encoder sangat cocok untuk digunakan pada aplikasi dimana terjadi eror pada saat dalam keadaan burst. Koreksi eror Reed Solomon merupakan skema pengkodean yang bekerja dengan cara membentuk sebuah polinomial dari symbol-simbol data untuk ditransmisikan dan kemudian dikirimkan sebuah oversampled dari polinomial. Kode Reed Solomon dirumuskan sebagai RS (n, k, t) dengan 1 simbol bit. Encoder mengambil sebuah k data simbol masing-masing 1 bit dan menambahkan simbol paritas 2t untuk membentuk sebuah nsimbol codeword. Sehingga n, k, dan t dapat didefinisikan sebagai: n : jumlah byte setelah encoding, k : jumlah byte sebelum encoding, dan t : jumlah byte data yang sudah diperbaiki. Kemampuan koreksi kesalahan dari setiap kode RS ditentukan oleh (n – k), dan nilai redundansi dalam blok. Jika lokasi eror simbol tidak diketahui, maka kode Reed Solomon dapat memperbaiki hingga t simbol dimana simbol t dapat dinyatakan sebagai t = (n – k)/2. Sebagaimana sudah ditentukan pada keadaan standar, kode Reed Solomon harus diturunkan secara sistematis dari RS (n = 255, k = 239, t = 8) kode menggunakan Galois field, ditetapkan sebagai GF (28) [10]. Delapan bit ekor ditambahkan pada data sebelum memasuki Reed Solomon encoder. Pada tahap ini dibutuhkan dua polinomial agar encoder dapat beroperasi, polinomial yang pertama disebut generator kode polinomial g(x) dan Primitive polinomial p(x). Primitive dan generator polinomial yang digunakan pada kode sistematis ditampilkan pada persamaan berikut : Primitive Polinomial: (2.8)
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
Generator Polinomial (2.9)
c.
Convolutional Encoder Blok terluar dari hasil pengkodean RS akan dimasukkan ke dalam binary bagian dalam
dari convolutional encoder. Pada keadaan default, encoder memiliki rating sebesar ½ dengan batas panjang sebesar 7. Generator polinomial digunakan untuk mendapatkan 2 keluaran bit kode, dinotasikan dengan X dan Y. nilai X ditentukan sebagai berikut: untuk X, G1 = 171OCT, sedangkan untuk Y, G2 = 133OCT [10]. Proses pada convolutional encoder dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Convolutional encoder untuk rating ½ [10]
Convolutional coding digunakan untuk memperbaiki kesalahan acak pada saat transmisi data. Convolutional coding adalah salah satu jenis Forward Error Correction (FEC). Convolutional code ditentukan oleh CC (m, n, k), di mana setiap m-bit simbol informasi yang akan dikodekan, ditransformasikan menjadi n-bit simbol, di mana m / n adalah code rate (nm) dan transformasi adalah fungsi dari simbol informasi k, di mana k batas panjang kode. Pengkodean data dimulai dengan register memori k, masing-masing memegang 1 input bit. Semua memori register dimulai dengan nilai 0. Encoder ini memiliki sebanyak n modulo-2 adder, dan sejumlah n Generator polinomial, masing-masing satu untuk setiap adder. d. Proses Puncture Puncture adalah sebuah proses yang secara sistematis menghapus bit dari output stream pada low-rate encoder untuk mengurangi jumlah data yang akan dikirim sehingga membentuk
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
kode high-rate. Proses puncture digunakan untuk membuat variabel coding rate yang diperlukan untuk memberikan berbagai tingkat perlindungan kesalahan untuk pengguna sistem. Convolutional code rate berbeda yang dapat digunakan adalah 1/2, 2/3, 3/4, dan 5/6 [10]. Puncture vektor untuk rate yang berbeda-beda diberikan dalam Tabel 1. TABEL 1 PUNCTURE VEKTOR UNTUK CONVOLUTIONAL CODING RATE BERBEDA [10]
e.
Rate
Puncture vektor
1/2
[1]
2/3
[1 1 1 0]
3/4
[1 1 0 1 1 0]
5/6
[1 1 0 1 1 0 0 1 1 0]
Interleaver Data yang telah dikodekan oleh Reed Solomon Convolutional Coder (RSCC) kemudian
disisipkan oleh blok interleaver. Ukuran blok tersebut tergantung pada jumlah bit yang dikodekan tiap sub-channel dalam 1 simbol OFDM, Ncbps. Pada IEEE 802.16, interleaver didefinisikan dengan dua langkah permutasi. Permutasi pertama adalah memastikan bahwa bit kode yang berdekatan dipetakan pada subcarrier yang tidak berdekatan. Permutasi kedua adalah untuk memastikan bahwa bit kode yang berdekatan dipetakan secara bergantian ke bit yang kurang atau lebih signifikan dari konstelasi sehingga hal ini dapat menghindari jalannya unrelieable bit yang semakin panjang [10]. Implementasi interleaver pada MATLAB dilakukan dengan cara menghitung nilai indeks dari bit pertama setelah dilakukan permutasi pertama dan kedua, melalui persamaan berikut: (2.10) k = 0, 1, 2, 3, … Ncbps - 1 (2.11) k = 0, 1, 2, 3, … Ncbp – 1 dimana (2.12)
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
Ncpc merupakan singkatan dari jumlah bit kode per subcarrier, yaitu 1, 2, 4 atau 6 untuk BPSK, QPSK 16QAM, 64QAM secara berurutan. Jumlah subchannel pada keadaan default yang digunakan pada implementasi MATLAB berjumlah 16 subchannel. Pada bagian penerima (receiver) dilakukan operasi kebalikan dua langkah permutasi dari bagian pengirim (transmitter) dengan menggunakan persamaan berikut:
(2.13) j = 0, 1, 2, 3, … Ncbps 1
(2.14) j = 0, 1, 2, 3, … Ncbps 1
III.
PERANCANGAN SIMULASI
Simulasi dalam skripsi ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak Simulink pada MATLAB 2013a. Program ini menunjukkan keadaan panggilan suara pada WiMAX (IEEE 802.16e) dengan modulasi, coding rate, dan pada nilai SNR yang bervariasi. Performa layanan akan dinilai berdasarkan beberapa parameter, yaitu BER dan SNR. Simulasi ini terbagi menjadi dua program, program utama dan program tambahan. Program utama
merupakan program
Physical Layer pada IEEE 802.16e sedangkan program tambahan merupakan program Binary Symmetric Channel. Program utama bertujuan untuk mendapatkan nilai BER pada masingmasing modulasi yang berbeda, sedangkan program tambahan bertujuan untuk menguji kualitas suara. Kualitas suara tergantung pada nilai BER yang didapat pada program utama. Program utama dibuat dengan mengembangkan contoh program Physical Layer pada IEEE 802.16e pada Simulink [1]. Pengembangan program tersebut dilakukan dengan menambahkan blok input file suara sebagai pengganti blok input, penambahan blok output suara berupa speaker, penggantian berbagai jenis modulasi dan koding untuk dibandingkan performanya kemudian dilakukan penambahan Graphic User Interface (GUI). Simulasi dikembangkan dengan berdasarkan contoh program WiMAX
pada MATLAB
2013a. Pada program utama akan memunculkan 3 buah pilihan, seperti yang ditunjukkan pada
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
Gambar 9. Pilih tipe modulasi yang ingin disimulasikan, sebagai contoh adalah BPSK ½. Klik
push button BPSK ½, kemudian akan muncul tampilan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Pilih “M file” terlebih dahulu untuk menjalankan program .m file untuk BPSK ½ , kemudian pilih “Simulink” untuk menjalankan program Simulink untuk tipe modulasi BPSK ½, maka akan muncul tampilan simulink modulasi BPSK ½ seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 9 Menu program utama simulasi yang dibangun
Gambar 10 GUI untuk BPSK ½
Gambar 11 Simulink untuk BPSK ½
Pada masing-masing pilihan program, dapat diketahui nilai BER.
Nilai BER yang
didapatkan kemudian dimasukan ke dalam parameter Binary Symmetric Channel sebagai probabilitas error. Simulink Binary Symmetric Channel dapat diakses dengan cara meng-klik “Program Tambahan” pada menu utama. Simulink Binary Symmetric Channel ditunjukkan pada Gambar 12.
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
Gambar 12 Simulink untuk Binary Symmetric Channel
IV. HASIL DAN ANALISIS Hasil Simulasi Data yang diambil adalah berupa BER untuk setiap variasi SNR pada masing-masing modulasi. Hasil simulasi dapat dilihat pada Tabel 2. TABEL 2 HASIL SIMULASI Modulasi
SNR (dB)
BPSK 1/2
QPSK 1/2
QPSK 3/4
1
0.5141
0.5004
0.4944
2
0.5159
0.4965
0.4973
3
0.5163
0.4856
0.5
4
0.511
0.4891
0.4941
5
0.5099
0.4696
0.4971
6
0.5093
0.4248
0.4955
7
0.5089
0.3697
0.4825
8
0.5099
0.274
0.4271
9
0.5088
0.2067
0.3434
10
0.5089
0.1721
0.226
11
0.509
0.1542
0.1041
12
0.509
0.1464
0.04277
13
0.509
0.1454
0.01246
14
0.509
0.1454
0.001667
15
0.509
0.1454
0.0004762
16
0.509
0.1454
0.0004762
17
0.509
0.1454
0
18
0.509
0.1454
0
19
0.509
0.1454
0
20
0.509
0.1454
0
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
Setelah nilai BER untuk masing-masing SNR didapatkan maka dibentuklah grafik perbandingan nilai SNR dengan BER pada setiap modulasi. Grafik perbandingan antara nilai SNR dan BER ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 13 Grafik perbandingan nilai SNR dan BER
Analisa Hasil Simulasi Bit Error Rate Gambar 4.1 menunjukkan grafik perbandingan SNR terhadap BER. Berdasarkan teori, semakin tinggi SNR, maka BER akan cenderung semakin rendah. Namun hal ini tidak terjadi untuk tipe modulasi BPSK ½. Hal ini dikarenakan vektor puncture pada BPSK 1/2 adalah [1]. Seperti yang kita ketahui bahwa matriks [1] merupakan matriks identitas, sehingga apabila sebuah matriks dikalikan dengan matriks identitas maka hasilnya adalah matriks itu sendiri. Tujuan dari proses puncture adalah untuk menghapus bit dari output stream pada low-rate encoder untuk mengurangi jumlah data yang akan dikirim sehingga kode yang dikirimkan memiliki rating yang tinggi. Hal tersebut tidak terjadi pada modulasi BPSK ½ dikarenakan matriks puncture dari BPSK ½ adalah [1] atau matriks identitas, sehingga output BPSK ½ tidak ada yang diproses pada proses puncture. Hal ini mengakibatkan transfer rate pada BPSK menjadi menurun, mengakibatkan nilai BER yang didapat menjadi cukup besar, yaitu bervariasi dari 0.5088 sampai 0.5163 pada rentang nilai SNR dari 1 dB hingga 20 dB.
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa modulasi QPSK dengan coding rate
¾
menghasilkan nilai BER yang jauh lebih baik bila dibandingkan dengan modulasi QPSK dengan coding rate ½. Hal ini disebabkan pada proses puncture, coding rate ¾ mengalami penghematan bit-bit transmisi yang jauh lebih besar bila dibandingkan proses puncture dengan coding rate ½, sehingga pada coding rate ¾ dihasilkan transmisi rate yang lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan nilai BER yang didapat jauh lebih baik bila dibandingkan dengan modulasi QPSK dengan coding rate ½. Berdasarkan hasil simulasi didapatkan nilai BER yang bervariasi dari 0.1454 hingga 0.5004 dengan rentang nilai SNR dari 1 dB hingga 20 dB pada modulasi QPSK dengan coding rate ½. Pada modulasi QPSK dengan coding rate ¾ didapatkan nilai BER yang bervariasi dari 0 hingga 0.5 pada rentang nilai SNR mulai dari 1 dB hingga 20 dB. Berdasarkan grafik, dari ketiga modulasi dapat disimpulkan bahwa modulasi yang paling tahan terhadap error adalah QPSK ¾ . Analisa Kualitas Suara Saat simulasi dijalankan, dapat diketahui bahwa semakin tinggi BER, maka kualitas suara akan semakin buruk. Hal ini dibuktikan dengan adanya noise pada output suara pada Binary Symmetric Channel. Nilai BER menjadi nilai probabilitas error pada Binary Symmetric Channel, sehingga semakin tinggi nilai BER, maka probabilitas error juga semakin besar. Hal ini mengakibatkan output suara pada Binary Symmetric Channel akan semakin rusak. Sehingga pada saat BER berada di sekitar 0.5, suara dari file suara hampir tidak terdengar karena terkubur oleh noise. Sedangkan pada saat BER bernilai sangat kecil, noise yang terdengar jauh lebih sedikit dibandingkan pada saat BER bernilai besar. Berdasarkan simulasi didapatkan nilai BER yang dapat dikatakan cukup layak untuk digunakan sebagai standar akses layanan VoIP yaitu sebesar 0.0004762. Nilai BER tersebut didapatkan pada modulasi QPSK ¾ pada SNR 15 dB. Nilai BER tersebut dinilai cukup dikarenakan pada nilai BER tersebut kualitas suara yang dihasilkan masih dapat terdengar cukup baik meskipun masih terdapat sedikit noise. Namun kualitas suara yang dihasilkan masih dapat ditoleransi oleh pendengaran manusia.
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
V.
KESIMPULAN
Dari simulasi panggilan suara pada teknologi WiMAX (IEEE 802.16e) yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil simulasi, nilai BER yang dapat dikatakan layak untuk dijadikan sebagai standar layanan VoIP yaitu sebesar 0.0004762 pada skema modulasi QPSK ¾ dengan SNR 15 dB. Berdasarkan hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa semakin rendah nilai BER, maka kualitas suara yang dihasilkan akan semakin baik yang ditandai dengan kejernihan suara yang didengar. Berdasarkan studi literatur, dari ketiga skema modulasi yang disimulasikan, QPSK ¾ adalah skema modulasi yang paling tahan terhadap error.
VI. DAFTAR PUSTAKA [1] M. Nadeem Khan dan S. Ghauri,”The WiMAX 802.16e Physical Layer Model ”, IET Conference on Wireless, Mobile and Multimedia Networks, 2008 [2] M. Chakraborty dan D. Bhattacharyya, “Overview of End to -end WiMAX Network Architecture”, WiMAX Security and Quality of Service: An End-to-End Perspective, 2010 [3] S. Jadhav, H. Zhang, dan Z. Huang,”Performance Evaluation of Quality of VoIP in WiMAX and UMTS ”, 12th International Conference on Parallel and Distributed Computing, Applications and Technologies, 2011 [4] M. Suryanegara, D.K. Murti, dan D. Gunawan,”Evaluation of 802.16 Tariff Proportion on Segmentation Scenarios”, Personal, Indoor and Mobile Radio Communications, 2007 [5] White Paper,”Coexistence of TDD and FDD Wireless Access Systems In the 3.5GHz Band”, Airspan Networks, 2007 [6] Modulasi
Digital,
diakses
pada
tanggal
10
April
2013
dari
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/398/jbptunikompp-gdl-noviesaefu-19857-6-babii.pdf [7] OFDM,
diakses
pada
tanggal
17
April
2013
dari
http://digilib.ittelkom.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1079:orthogo nal-frequency-division-multiplexing-ofdm&catid=17:sistemkomunikasi-bergerak&Itemid=14 [8] U. Ahmed Salahria, Usman Ali, Usman Akram dan M. Bilal Amin,”Interference Reduction in FDD and TDD Coexistence Scenarios in WiMAX Systems“, National University of Sciences and Technology, 2008 [9] The Advantages and Disadvantages of OFDM, diakses pada tanggal 17 April 2013 dari http://sna.csie.ndhu.edu.tw/~cnyang/MCCDMA/tsld021.html
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013
[10] M. A. Mohamed, F. W. Zaki dan R. H. Mosbeh, “Simulation of WiMAX Physical Layer: IEEE 802.16e“, International Journal of Computer Science and Network Security, 2010
Analisa Voice ..., Muhammad Rahmat Dwiyanto, FT UI, 2013