1
Analisa Perbedaan Motivasi Melakukan Fitness Pada Dewasa Muda (Studi Pada Anggota Pusat Kebugaran “X”)
Jayasti
[email protected] Sumi Lestari Ika Herani Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya
ABSTRACT This research aims to know the difference between fitness motivation do women and men at the age young adults. Perticipants in this research is active members in “X” Fitness Center aged between 20-40 years. The subjects of the study are 50 women and 50 men in “X” Fitness Center defined with incidental sampling. Measurement tools that are used in this study are motivation to do fitness scale. Use of quantitative research methodology. The data were analyzed using T-test for two independent samples or sample t-test. The results showed that there was no difference in motivation do fitness among women and men. Key words: Motivation do fitness, young adult, fitness center members
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi melakukan fitness antara wanita dan laki-laki pada usia dewasa muda. Sampel dalam penelitian ini adalah anggota-anggota aktif di pusat kebugaran “X” yang berusia antara 20-40 tahun. Jumlah subjek masing-masing kelompok terdiri dari 50 wanita dan 50 pria yang ditentukan dengan incidental sampling. Alat ukur yang digunakan penelitian adalah skala motivasi melakukan fitness. Metodologi penelitian menggunakan kuantitatif. Data dianalisis dengan menggunakan uji T dua sampel atau independent sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan motivasi melakukan fitness antara wanita dan pria. Kaya kunci: Motivasi melakukan fitness, dewasa muda, anggota pusat kebugaran
2
LATAR BELAKANG Kebiasaan hidup sehat sangat dibutuhkan oleh semua orang baik pria ataupun wanita. Kebanyakan individu yang memiliki aktivitas yang sangat padat akibatnya sering melupakan olahraga, makan yang teratur dan sehat, tidur yang teratur, dan sebagainya. Membuat tubuh sehat dengan tetap memperhatikan bentuk tubuh sudah menjadi gaya hidup yang dibutuhkan bagi sebagian orang saat ini, hal ini disebabkan banyak masyarakat yang sudah mulai sadar tentang pentingnya menjaga tubuh tetap bugar. Berbagai macam cara untuk meningkatkan kebugaran tubuh, diantaranya dengan melakukan jogging di sekitar rumah, mengikuti kelas senam, atau melakukan program latihan dengan trainer di pusat-pusat kebugaran. Berolahraga di pusat kebugaran menjadi salah satu pilihan masyarakat perkotaan (Komala dan Hardiansyah, 2014). Keberadaan pusat kebugaran melalui program dalam pola kehidupan masyarakat menciptakan fenomena baru terutama menyangkut keberagaman kebutuhan masyarakat yang nampak dalam aktifitasnya. Sebagian masyarakat memanfaatkan olahraga untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan manusia yang meliputi fisiologis, rasa aman, aktualisasi diri, harga diri, serta kebutuhan akan cinta dan ketergantungan (Hamada, 2014). Berbagai cara dilakukan oleh setiap individu untuk memenuhi segala kebutuhan, salah satunya dengan menjadi anggota tetap dan anggota tidak tetap di pusat kebugaran. Kebutuhan masyarakat akan gaya hidup serba praktis namun tetap sehat merupakan sebuah peluang bagi usaha fitness. Apalagi perkotaan yang kebanyakan para pekerja dengan tingat kesibukan tinggi. Ada berbagai alasan masyarakat perkotaan lebih menyukai berolahraga di pusat kebugaran diantaranya, pusat kebugaran dilengkapi dengan alat-alat dan fasilitas canggih, serta variasi program yang membuat para anggotanya bersemangat untuk menggerakkan tubuh dan diawasi oleh pelatih profesioal, serta kelas-kelas yang ada di pusat kebugaran dapat menambah variasi latihan sehingga tidak membosankan, manfaat lainnya pada anggota pusat kebugaran tertentu dianggap dapat meningkatkan gengsi seseorang. Selain memperoleh manfaat kesehatan pusat kebugaran juga merupakan tempat yang nyaman untuk bersosialisasi, dapat berkenalan dengan orang-orang baru, termasu lawan jenis, atau janjian bersama teman-teman, pergi hangout setelah olahraga ke lokasi yang biasanya dekat dari pusat kebugaran. (Komala Hardiansyah, 2014). Hal ini
3
dikarenakan di pusat kebugaran para anggota dapat bertemu dengan anggota-anggota lainnya dari berbagai usia dan profesi. Berdasarkan hasil observasi salah satu pusat kebugaran di Indonesia anggota atau pengunjung sangat bervariatif mulai dari anak-anak usia 6 tahun, remaja, dewasa, dan lanjut usia, tetapi yang paling banyak datang adalah usia dewasa 18-30 tahun (Hutomo, 2013). Mendukung hasil tersebut, menurut Monks, dkk (Rahmania dan Aliza, 2009) mengatakan wanita pada usia dibawah 40 tahun masih senang mencoba dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencari dan mempertahankan eksistentsi diri. Sedangkan usia yang lebih dari 40 tahun menurut Trisnawati (Rahmania dan Aliza, 2009), tidak lagi terlalu merisaukan penampilan dan kecantikan. Wanita diatas 40 tahun lebih menerima kondisi fisiknya apa adanya dan lebih memprioritaskan perannya dalam keluarga, dan kebanggaan akan keutuhanya keluarga. Menurut Dariyo (2003) secara fisik individu usia antara 20-40 tahun termasuk pada fase dewasa muda (young adulthhood) dimana individu menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak. Individu memiliki daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan tampak insiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif. Usia dewasa muda, wanita ingin menarik perhatian pasangannya dengan cara tampil semenarik mungkin agar memperoleh pasangan yang diinginkan, selain itu individu juga harus menghadap dunia kerja. Tuntutan dunia kerja rupanya tidak hanya mengharapkan kemampuan bekerja yang tinggi namun juga penampilan yang menarik (Sunartio, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ongkowijoyo (2010) bahwa ketidakpuasan bentuk tubuh tidak ada hubungannya dengan perilaku latihan di pusat kebugaran yang dilakukan oleh pria dewasa awal, namun ada faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku latihan yang dilakukan adalah minat terhadap kesehatan. Sementara sebagian besar wanita datang ke pusat kebugaran untuk bersenang-senang mendapatkan kegembiraan dan untuk memperoleh kebanggaan atas dirinya sendiri (Irdhiyana, 2014). Hal tersebut membuktikan bahwa motivasi pria dan wanita yang mendorong individu melakukan fitness di pusat kebugaran berbeda-beda. Berbeda dengan wanita, pada pria terlihat ada perbedaan penilaian mengenai tubuh jaman dulu dengan jaman modern seperti saat ini. Menurut Friedman & Schustack (Ciciilabaika, 2013) mengemukakan bahwa pria pada jaman dahulu dituntut untuk memiliki tubuh
4
yang kuat, akan tetapi tubuh yang kuat tersebut tidak diidentikkan dengan kekar atau berotot sedangkan pada jaman modern, konsep maskulnitas tentang standar tubuh ideal pada pria mengalami perubahan. Menurut McCabe, dkk (Onkowijoyo, 2010), pria memiliki bentuk tubuh yang indah atau lebih spesifik memiliki tubuh yang kekar dan berotot sangatlah dihargai dalam ligkungan teritama diantara para pria. Melihat berbagai kebutuhan serta manfaat yang ingin diperoleh para anggota pusat kebugaran untuk memenuhi kebutuhannya dapat dikatakan bahwa setiap anggota memiliki dorongan yang berbeda-beda saat memutuskan untuk mendatangi pusat kebugaran. Menurut Munandar (2004) motivasi merupakan suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada tercapainya suatu tujuan. Sementara berdasarkan usia umumnya yang aktif sebagai anggota-anggota pusat kebugaran sekitar usia dewasa muda hal ini disebabkan karena fase ini merupakan fase dimana aspek-aspek perkembangan fisik telah mencapai puncak kekuatan dan energi, ketekunan, dan kemauan yang luar biasa (Dariyo, 2003). Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini dikhususkan untuk mengalanasis motivasi melakukan fitness pada anggota di Pusat Kebugaran “X” pada usia dewasa muda. METODE PENELITIAN Responden dan Desain Penelitan Partisipan dalam penelitian ini menggunakan 100 orang yang terdiri dari 50 pria dan 50 wanita anggota Pusat Kebugaran “X” yang ditentukan dengan menggunakan incidental sampling, kerena adanya faktor spontanitas, artinya siapa saja anggota fitness yang tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik sampel peneliti, maka individu tersebut dapat digunakan sebagai sampel atau responden (Riduwan, 2009). Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan kantitatif karena informasi yang didapatkan berupa angka-angka dan menggunakan rancangan penelitian komparatif. Alat Ukur Data Dan Prosedur Penelitian Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala motivasi melakukan fitness yang terdiri dari 48 aitem. Skala motivasi melakukan fitness yang akan digunakan
5
dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi yang sama dengan skala Ryan, Frederick, Lepes, Rubio, dan Sheldon (1997) skala Motives for Physical Activity Measure-Revised (MPAM-R) yang terdapat pada penelitian terdahulu mengenai motivasi. Pada penelitian ini skala yang akan mengukur tingkat motivasi pada individu menggunakan skala Likert dengan lima skor. Hal ini berarti semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi motivasi melakukan aktifitas fisik. Semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah motivasi melakukan aktifitas fisik. Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi yang didukung juga dengan validitas konstrak. Pada validitas isi peneliti menampilkan koesioner dengan tampilan yang menarik serta berkonsultasi kepada dosen pembimbing sebagai expert judgment untuk mengukur validitas, sementara pada validitas kostrak peneliti menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini adalah dengan teknik korelasi aitem total (corrected item-total correlation)dengan batas nilai 0,300. Apabila nilai corrected item-total correlation positif dan melebihi 0,300 maka dapat disimpulkan bahwa alat ukur tersebut memiliki validitas konstruk yang baik. Pada skala tersebut terdapat 41 aitem yang valid dengan nilai corrected item total correlation berkisar antara 0,309 hingga 0,720. Reabilitas dalam peneltian ini menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal. Perhitungan koefisien reliabilitas antar aitem menggunakan koefisien alpha (α) dari Cronbach. Nilai reliabilitas pada pengujian skala motivasi melakukan fitness yaitu 0,956. Skala penelitian ini memiliki reliabilitas yang sangat tinggi, sehingga skala tersebut layak untuk digunakan dalam penelitian.
HASIL PENELITIAN Analisis Deskriptif Tabel 1. Perbandingan Skor Hipotetik dan Empirik Variabel Variabel Motivasi Melakukan Fitness
Statistik Skor minimum Skor maksimum Mean Standar deviasi
Hipotetik 41 205 123 27
Empirik 120 204 168,91 18,614
6
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa dari data skor empirik variabel motivasi melakukan fitness memiliki rata (mean) sebesar 168,91 dengan skor minimal sebesar120 dan skor maksimak 204, serta standar deviasi sebesar 18,614. Dari data skor hipotetik pada skala motivasi melakukan fitness, skor minimal yang didapat subjek adalah 41, skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 205, rata-rata (mean) hipotetik sebesar 123 dan standar deviasi sebesar 27. Gambaran Umum Subjek Tabel 2. Kategorisasi Subjek Skala Motivasi Melakukan Fitness Variabel Motivasi Melakukan Fitness
Daerah Keputusan X < 96 96 < X < 150 150 < X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
Jumlah Subjek 0 13 87 100
Presentase 0% 13% 87% 100%
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa motivasi melakukan fitness dengan kategori tinggi memiliki jumlah subjek paling banyak yaitu 87 orang atau 87%. Sementara, motivasi melakukan fitness dengan kategori rendah memiliki jumlah terendah yaitu 0% atau tidak terdapat subjek. Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3. Kategorisasi Berdasarkan Jenis Kelamin Pria Dimensi Ketertarikan/ kesenangan Total Tantangan
Total Penampilan
Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Jumlah 0 5 45 50 0 6 44 50 0 3 47 50
Persentase 0% 10% 90% 100% 0% 12% 88% 100% 0% 6% 94% 100%
7
Dimensi Kebugaran
Total Sosial
Katagori Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Total
Jumlah 0 0 50 50 0 15 35 50
Prasentase 0% 0% 100% 100% 0% 30% 70% 100%
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa kategori motivasi melakukan fitness tinggi terbanyak berada pada dimensi kebugaran sebanyak 50 subjek, diikuti kedua oleh penampilan sebanyak 47 subjek, ketiga adalah ketertarikan/ kesenangan sebanyak 45 subjek, keempat adalah tantangan sebanyak 44 subjek, dan paling sedikit adalah dimensi sosial sebanyak 35 subjek. Tabel 4. Kategorisasi Berdasarkan Jenis Kelamin Wanita Dimensi Ketertarikan/ kesenangan Total Tantangan
Total Penampilan
Kategori Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Total Kebugaran
Total Sosial
Total
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Jumlah 0 4 46 50 0 13 37 50 0 4 46 50 0 4 46 50 0 7 43 50
Persentase 0% 8% 92% 100% 0% 26% 74% 100% 0% 8% 92% 100% 0% 8% 92% 100% 0% 14% 86% 100%
Kategori motivasi melakukan fitness tinggi terbanyak berada pada dimensi ketertarikan/ kesenangan, penampilan, dan kebugaran yaitu sebanyak 46 subjek, diikuti
8
kedua oleh dimensi sosial sebanyak 43 subjek, dan ketiga adalah tantangan sebanyak 37 subjek. Berdasarkan Umur Tabel 5. Katagorisasi berdasarkan umur Usia 20-22 23-25 26-28 29-31 32-34 35-37 38-40 Total
Jumlah 19 23 22 10 15 3 8 100
Presentase 19% 23% 22% 10% 15% 3% 8% 100%
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa terdapat beberapa kategori usia yang banyak mengunjungi pusat kebugaran yaitu usia 23 tahun sampai dengan 25 tahun sebanyak 23% atau 23 orang, disusul dengan usia 26 tahun sampai dengan 28 tahun sebanyak 22% atau 22 tahun orang. Uji Asumsi Uji asumsi yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas terhadap variabel penelitian dan uji homogenitas untuk mengetahui apakah populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sama (homogen) atau tidak. Uji normalitas dianalisis dengan menggunakan uji one-sample KolmogorovSmirnov. Berdasarkan pengujian Kolmogorov-Smirnov, didapatkan nilai kolmogorovsmirnov sebesar 0,667 dengan nilai signifikasi variabel motivasi melakukan fitness yang bernilai 0,766 dimana nilai tersebut lebih besar daripada α = 0,05. Dengan nilai signifikansi lebih besar daripada α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas telah terpenuhi sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel motivasi melakukan fitness telah menyebar normal. Uji normalitas juga dapat dicari dengan melihat diagram penyebaran datanya melalui analisis grafik. Berikut merupakan analisis grafik uji normalitas dengan menggunakan tampilan histogram.
9
Gambar 1. Hasil Uji Normalitas Motivasi Melakukan Fitness Gambar diatas menunjukkan bahwa kurva dependent yaitu Frequency dan residual standardized yaitu SOC membentuk gambar lonceng. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data penelitian menyebar secara normal. Cara lain dalam analisis grafik untuk menentukan suatu data normal atau tidak adalah dengan menggunakan Normal Probability Plot. Berdasarkan gambar scatterplot, menunjukkan bahwa data (lingkaran kecil) pada penelitian ini menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan menyebarnya data (lingkaran kecil) pada sekitar garis diagonal, maka menunjukkan adanya suatu pola distribusi normal.
Gambar 2. Scatterplot Hasil Uji Normalitas Pengujian homogenitas sampel menjadi sangat penting apabila peneliti bermaksud melakukan generalisasi untuk hasil penelitiannya serta penelitian yang data penelitiaannya diambil dari kelompok-kelompok terpisah yang berasal dari satu populasi (Arikunto, 2010). Uji homogenitas varians ditujukkan untuk menguji apakah
10
beberapa kelompok memiliki varians yang sama (homogeny), yaitu kelompok pria dengan kelompok wanita. Dalam penelelitian ini Uji F (uji varians) digunakan untuk menguji apakah kelompok pria dan wanita memiliki varian yang sama. Data dikatakan homogen jika signifikansi yang diperoleh > α = 0,05, maka varinasi setiap kelompok sama atau homogeny. Dari hasil uji F diproleh nilai F = 0.027 (p = 0.869), karena nilai p diatas 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan varians pada data motivasi melakukan fitness antar kedua sampel atau dapat juga disebut data equal/homogen. Uji Hipotesis Pada uji normalitas dan homogenitas motivasi melakukan fitness sebelumnya diketahui bahwa kedua kelompok member memiliki distribusi data yang normal dan homogen. Karena itu, uji perbedaan dilakukan dengan T-Test yang disesuaikan dengan hasil uji normalitas dan homogen. Dari hasil menggunakan Independent T-Test terdapat nilai Asymp. Sig (2-tailed) untuk uji dua sisi adalah sebesar 0,583. Dengan demikian, diketahui bahwa nilai probabilitas berada diatas 0,05 (0,583 > 0,05). Selain itu, dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa nilai t-hitung < t-tabel (0,551 < 1,984). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan motivasi melakukan fitness antara pria dan wanita. Untuk melihat kelompok yang lebih tinggi hasilnya dibandingkan kelompok lain, dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 6. Perbedaan Mean Motivasi Melakukan Fitness Jenis
N
Mean
Kelamin
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
Motivasi
Pria
50
169,94
18,700
2,645
Melakukan
Wanita
50
167,88
18,660
2,639
Fitness
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pria memiliki rata-rata (mean) yang lebih tinggi dibandingkan wanita (169,94 > 167,88). Meskipun pria lebih memiliki
11
motivasi namun berdasarkan hasil uji-t sebelumnya terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan selisih dari hasil yang diperoleh sedikit. DISKUSI Peranan motivasi melakukan fitness di pusat kebugaran merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan, melalui motivasi terdapat beberapa hal yaitu interest/enjoyment
(kesenangan),
competence/challenge
(tantangan),
appearance
(penampilan), fitness (kebugaran), dan social (sosial) yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi individu dalam melakukan fitness. Berdasarkan hasil penelitian pada hasil dapat dilihat bahwa 87% anggota fitness di pusat kebugaran memiliki motivasi tinggi. Sementara dilihat berdasarkan jenis kelamin, pria memiliki motivasi tinggi pada dimensi fitness (kebugaran) sebanyak 100%. Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin wanita yang memiliki motivasi tinggi dapat dilihat bahwa interest/enjoyment (kesenangan), appearance (penampilan), dan fitness (kebugaran) memiliki persentase yang sama yaitu 92%. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Julianti, Hartoyo,dan Guharja (2008) mengenai manfaat yang dirasakan dengan mendatangi pusat kebugaran pada wanita adalah keadaan tubuh yang lebih segar dan sehat menjadi manfaat yang dirasakan oleh sebagian besar (80%). Diikuti oleh manfaat peningkatan daya tahan (52,7%) dan penurunan berat badan (51,7%). Sementara prosentase alasan member mengikuti olahraga di pusat kebugaran adalah agar tubuh menjadi lebih segar dan sehat (66,7%) dan menurunkan berat badan (66,7%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ryan, dkk (1997) menunjukkan bahwa seringnya kehadiran individu secara keseluruhan dalam berolahraga dimediasi oleh adanya motivasi kesenangan (interest/enjoyment). Rentan usia subjek penelitian ini antara 20 sampai dengan 40 tahun, dimana subjek terbanyak berada di usia 23 sampai dengan 25 tahun yaitu sebanyak 23 orang, disusul dengan usia 26 sampai dengan 28 tahun yaitu sebanyak 22 orang dan usia 20 sampai dengan 22 tahun yaitu sebanyak 19 orang. Pada usia ini individu mengalami masa-masa dimana golongan dewasa muda telah mencapai puncak kekuatan (strength), energi (energy), dan ketekunan (endurance) yang prima (Dariyo, 2003). Pada penelitian yang dilakukan oleh Julianti, dkk (2008) harapan atau keinginan utama member berdasarkan
12
usia menunjukkan bahwa member yang berusia 18 sampai dengan 29 tahun lebih dari separuh (62,5%) menyatakan harapan utama mereka adalah menurunkan berat badan dan 31,2% harapan agar tubuh menjadi segar dan sehat, Sedangkan member berusia diatas 30 tahun 46,4% menyatakan keinginan mengikuti olahraga di pusat kebugaran adalah untuk menurunkan berat badan, namun 50% menyatakan harapan mereka adalah untuk kesegaran dan kesehatan. Terdapat hubungan antara keinginan utama individu dan usianya, dimana terdapat kecenderungan yang positif, yaitu dengan semakin meningkatnya usia maka cenderung individu tidak menempatkan penurunan berat badan (appearance) sebagai keinginan utama. Sebaliknya individu yang berusia lebih muda cenderung mengharapkan penurunan berat badan (appearance) sebagai keinginan utama (Julianti, dkk, 2008). Berdasarkan uji hipotesis, diperoleh hasil bahwa Ho diterima sehingga tidak terdapat perbedaan motivasi melakukan fitness pada pria dan wanita. Hal ini dibuktikan dengan nilai t-hitung pada motivasi melakukan fitness adalah 0,427 dimana nilai tersebut lebih kecil daripada nilai t-tabel dengan jumlah 1,984. Jika nilai t-hitung lebih kecil daripada t-tabel, maka tidak terdapat perbedaan pada motivasi melakukan fitness antara pria dan wanita. Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh mean motivasi melakukan fitness pada anggota fitness dengan jenis kelamin pria lebih tinggi yaitu sebesar 169,94 dengan nilai standar deviasi sebesar 18,700, sedangkan mean motivasi melakukan fitness pada anggota fitness dengan jenis kelamin wanita sebesar 167,88 dengan nilai standar deviasi sebesar 18,660. Kedua mean tersebut tidak jauh berbeda sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan motivasi melakukan fitness antara pria dan wanita. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya mengenai motivasi dan aktivitas fisik oleh Kaupuzs (2013) yang menunjukkan hasil 78% wanita dan 85% pria memiliki level yang tinggi pada aktivitas fisik, hasil yang tidak jauh berbeda juga ditunjukkan pada level rendah dan sedang untuk aktivitas fisik antara pria dengan wanita sehingga berdasarkan data statistik tidak ada perbedaan yang signifikan pada level aktivitas fisik antara pria dan wanita. Menurut Egli et al (Kaupuzs, 2013) yang melakukan penelitian di Rezekne Augstskola bahwa mahasiswa pria lebih memiliki motivasi intrinsik (power, competition, challenges) sedangkan mahasiswa wanita lebih memiliki motivasi
13
ekstrinsik seperti mengontrol berat badan dan memperhatikan penampilan. Hal ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya mengenai kebugaran fisik (physical fitness) yang dilakukan oleh Najam dan Ashfaq (2012) mengatakan bahwa wanita lebih sering mengalami ketidakpuasan bentuk tubuh jika dibandingkan dengan pria apabila melihat bentuk badan individu saat ini dan bentuk badan yang ideal. Menurut Johnson (Najam dan Ashfaq, 2012) pria lebih menerima bentuk tubuh mereka dan memiliki pendekatan yang lebih releks untuk pemilihan makanan mereka, sedangkan menurut Morry dan Staska (Najam dan Ashfaq, 2012) wanita cenderung untuk menginternalisasikan bentuk badan secara umum yang ideal pada bentuk tubuh mereka yang dikomunikasikan melalui majalah dan menunjukkan ketidakpuasan bentuk tubuh. Menurut Abel dan Richard (Najam dan Ashfaq, 2012) menemukan bahwa pria lebih merasa tidak puas terhadap bentuk tubuh mereka karena pria menyatakan ingin menjadi lebih kuat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut hipotesis awal yang menyebutkan bahwa “tidak ada perbedaan motivasi melakukan fitness antara pria dan wanita di Pusat Kebugaran X” dapat diterima karena dalam hasil penelitian diperoleh nilai T-hitung lebih kecil dari pada nilai T-tabel. Berdasarkan hasil keseluruhan para anggota memiliki motivasi melakukan fitness yang tinggi. Berdasarkan jenis kelamin hasil yang diperoleh ditemukan bahwa kebanyakan pria termotivasi melakukan fitness dengan tujuan kebugaran sedangkan wanita termotivasi pada tiga hal yaitu penampilan, kesenangan, dan kebugaran. Berdasarkan usia berkisar antara 23-25 tahun memiliki prosentase terbesar.
14
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Berk, L.E. 2012. Development Through The Lifespan (Edisi 5). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ciciilabaika, R. (2013). Hubungan antara Kepuasan Citra Tubuh dengan Harga Diri pada Laki-Laki yang Melakukan Fitness. (Online). Diakses pada 5 Januari 2014 http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/11/jurnal-RATNACICIILLABAIKA-105120301111007.pdf Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Feist, J. & Feist, G.J..( 2008) Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Gunarsa, S.D. (2004). Bungai Rampai Psikologi Perkembangan: dari Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta: Gunung Mulia. Hamada. (2014). “Motivasi Para Peserta Senam Aerobic Di Pusat Kebugaran Jasmani Di Tinjau Dari Segi Usia Dan Jenis Kelamin”. (Online). Diakses pada 26 November 2014 http://repository.upi.edu/11228/4/ S_PJKR_0900174_Chapter1. pdf Henggaryadi, G. (2005). Hubungan antara Body Image dengan Harga Diri pada Remaja Pria yang Mengikuti Latihan Fitness/Kebugaran. Jurnal Diterbitkan. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Hutomo,P. (2013). “Laporan Observasi Tempat Fitness (Gold’s Gym MOI)”. (Online) Diakses pada 23 Oktober 2014 http://www.slideshare.net/ fitpram/laporanobservasi-tempat-fitness-golds-gym-moi Irdhiyana, Y.R. (2014). Studi Tentang Motivasi Berolahraga Pada Wanita Anggota Pusat Kebugaran Di Kota Surakarta Tahun 2013 (Online) Diakses pada tanggal 1 Februari 2014 http://digilib.uns.ac.id/ pengguna.php?mn=showview&id=42033 Julianti, E.D., Hartoyo, & Guhadja,S. (2008). Analisis Manfaat dan Kepuasan Peserta Wanita Program Pusat Kebugaran di Kota Bogor. Jurnal Fakultas Ekologi Manusia Universitas Institut Pertanian Bogor, 1, 77-86.
15
Kaupuz, A. (2013). The relitionship Between Physical Activity and Exercise Motivation of The First Year Students From Rezekne Augstskola. Lase Journal of Sport Science, 4, 3-15. Komala, A & Hardianyah, M..(2014). “Memilih Pusat Keugaran Fitness”. (Online) Diakses pada 22Oktober 2014. http://infonitas.com/apartemen/ 2014/06/04/memilihpusat-kebugaran-fitnes/ Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Rineka. Cipta. Nababan, F.M.T.. (2011). “Bab II: Landasan Teori Motivasi”. (Online). Diakses pada 1 Desember 2014 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 23083/3/ Chapter%20II.pdf Najam, N. & Ashfaq, H. (2012). Gender Differences in Physical Fitness, Body Shape Satisfaction, and Body Figure Preferencen. Pakistan Jurnal of Psychological Research, 27, 187-200. Ongkowijoyo, H. (2010). Hubungan Antar Body Dissatisfaction Dengan Perilaku Latihan Di Pusat Kebugaran Pada Laki-Laki Dewasa Awal. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Rahmania, A.R. & Aliza M. (2009). Hubungan Antara Body Image dengan Tipe Motivasi dalam Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Center pada Wanita. Naskah Publikasi. Yogyakarta: Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia. Rai, A. (2009). Tingkatkan Fitness IQ Anda!: Rahasia Tuntas Bakar Lemak dan Gaya Hidup Sehat. Jakarta: Libri. Riduwan. (2009). Pengantar Statistika Sosial. Bandung: Alfabeta Ryan, dkk. (1997). Intrinsic Motivation and Exercise Adherence. Int. J. Sport Psychol. Sunartio, L. (2012). Hubungan Antara Social Comparison dengan Body Dissatisfaction pada Wanita Dewasa Awal. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surabaya: Universitas Surabaya Sutarto, T.H. (2009). Minat membeli obat pelangsing pada Anggota Fitnes ditinjau dari Kepercayaan Diri. Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.