Bab II Teori Dasar
BAB II TEORI DASAR 2.1
PASANG SURUT
Analisa pasang surut dilakukan untuk menentukan elevasi muka air rencana bagi perencanaan fasilitas laut (dermaga, jaringan pipa, revetment, dan breakwater), mengetahui tipe pasang surut yang terjadi dan meramalkan fluktuasi muka air. Data masukan untuk analisa pasang surut ini adalah data hasil pengamatan pasang surut di lapangan. Urutan analisa pasang surut adalah sebagai berikut: 1.
Menguraikan komponen-komponen pasang surut.
2.
Penentuan tipe pasang surut yang terjadi.
3.
Meramalkan fluktuasi muka air akibat pasang surut.
4.
Menghitung elevasi muka air penting.
Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Metode yang biasa digunakan untuk menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah metode admiralty dan least square. Bagan alir analisa data pasang surut dapat dilihat pada Gambar 2. 1. Pengamatan pasang surut dilakukan pada lokasi yang representatif dengan lama pengamatan 15 x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara memasang alat duga muka air yang dibaca setiap jam. Elevasi hasil pengamatan muka air selanjutnya diikatkan pada titik tetap yang ada (Bench Mark).
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 1
Bab II Teori Dasar
Mulai
Data Pengamatan Pasang Surut 15 x 24 jam
Komponen Pasang Surut
Amplitudo dan Beda Fase
Tipe Pasang Surut (Bil. Formzall)
Peramalan Fluktuasi Muka Air
Klasifikasi Pasang Surut
Grafik Fluktuasi Muka Air
Elevasi Muka Air
HHWL (Highest High Water Level) MHWS (Mean High Water Spring) MHWL (Mean High Water Level) MSL (Mean Sea Level) MLWL (Mean Low Water Level) MLWS (Mean Low Water Spring) LLWL (Lowest Low Water Level)
Elevasi Muka Air Rencana Hasil Tipe Pasang Surut Grafik Fluktuasi Muka Air Elevasi Muka Air Rencana
Selesai
Gambar 2. 1 Bagan Alir Analisa Data Pasang Surut.
2.1.1
Pembangkit Pasang Surut
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Bumi berotasi sendiri dalam mengelilingi matahari dalam waktu 24 jam, sedangkan bulan berotasi sendiri dalam mengelilingi bumi pada saat yang bersamaan dalam waktu 24 jam 50 menit. Selisih 50 menit ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser terlambat 50 menit dari tinggi air yang ditimbulkan oleh gaya tarik matahari. Gerak rotasi bumi mengelilingi matahari melalui suatu lintasan yang mempunyai bentuk elliptis yang disebut bidang elliptis. Sudut inklinasi bumi terhadap bidang elliptis
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 2
Bab II Teori Dasar
sebesar 66.50, sedangkan sudut inklinasi bulan terhadap bidang rotasi bumi adalah 50 9’. Jarak terdekat antara posisi bulan dan bumi disebut perigee dan jarak terjauh disebut apogee (Gambar 2. 2). Keadaan pasang pada saat perigee dan keadaan surut pada saat apogee. orbit bumi
Bm
Bm
M
Bm
Bl
Apogee
Bm Bl Perigee
Gambar 2. 2 Pergerakan Bumi-Bulan-Matahari.
Besar pengaruh bulan dan matahari terhadap permukaan air laut di bumi disesuaikan dengan gaya-gaya yang bekerja satu sama lainnya. Adanya gaya tarik bulan dan matahari menyebabkan lapisan air yang semula berbentuk bola menjadi ellips. Peredaran bumi dan bulan pada orbitnya menyebabkan posisi bumi-bulan-matahari selalu berubah setiap saat. Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh dalam waktu 29.5 hari (jumlah hari dalam satu bulan menurut kalender tahun kamariah, yaitu tahun yang didasarkan pada peredaran bulan). Pada sekitar tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan purnama) posisi bumibulan-matahari kira-kira berada pada satu garis lurus (Gambar 2.3) sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut purnama (pasang besar, spring tide), di mana tinggi pasang surut sangat besar dibandingkan pada hari-hari yang lain. Sedangkan sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tiga perempat revolusi bulan terhadap bumi) di mana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi (Gambar 2.4) maka gaya tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut perbani (pasang kecil, neap tide)di mana tinggi pasang surut kecil dibandingkan dengan harihari yang lain.
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 3
Bab II Teori Dasar
Bulan Purnama
Bulan Mati
M
Bm Bl
d
Bl
c b
a : tanpa pengaruh bulan dan matahari b : pengaruh matahari c : pengaruh bulan d : pengaruh bulan dan matahari
a
Gambar 2. 3 Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Purnama
Seperempat Pertama
Bl
M
Bm b a d c
Seperempat Akhir
Bl
a : tanpa pengaruh bulan dan matahari b : pengaruh matahari c : pengaruh bulan d : pengaruh bulan dan matahari
Gambar 2. 4 Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Perbani
2.1.2
Komponen Pasang Surut
Guna memperkirakan keadaan pasang surut, maka terdapat banyak komponenkomponen yang mempengaruhi pasang surut. Komponen utama adalah akibat gaya tarik bulan dan matahari (lunar dan solar komponen). Komponen lainnya adalah komponen non astronomis. Komponen pasang surut yang ada sebanyak 9 (sembilan). Penjabaran ke delapan komponen pasang surut tersebut seperti pada Tabel 2.1. Hasil penguraian pasang surut adalah parameter amplitudo dan beda fase masing-masing komponen pasang surut.
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 4
Bab II Teori Dasar
Tabel 2. 1 Komponen Pasang Surut. Simbol
Periode (jam)
Keterangan
Utama bulan Utama matahari Bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan Matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan
M2 S2 N2 K2
12.4106 12.0000 12.6592 11.9673
Pasang Surut Semi Diurnal
Matahari-bulan Utama bulan Utama matahari
K1 O1 P1
23.9346 25.8194 24.0658
Pasang Surut Diurnal
Utama bulan Matahari-bulan
M4 MS4
6.2103 6.1033
Perairan Dangkal
Komponen
2.1.3
Metoda Peramalan Pasang Surut
Ada beberapa metoda yang biasa digunakan dalam peramalan pasang surut diantaranya adalah metoda admiralty, metoda harmonik, dan metoda least square.
Dalam
penyelesaian tugas akhir ini metoda peramalan pasang surut yang digunakan adalah metoda perataan kuadrat terkecil (least square).
Metoda ini menggunakan prinsip
bahwa kesalahan peramalan harus sekecil-kecilnya, sehingga jumlah selisih kuadrat antara peramalan dengan data pengamatan harus minimum. Kita misalkan jumlah konstituen adalah satu, sehingga persamaan modelnya menjadi: k
k
i =1
i =1
Z t = Z 0 + ∑ Ai cos ω1t + ∑ Bi sin ω1t
2. 1
Misalkan data pengamatan kita adalah D, maka persamaan errornya akan menjadi:
ε 2 = ( Z t − D) 2 k
k
i =1
i =1
ε 2 = ( Z 0 + ∑ Ai cos ω1t + ∑ Bi sin ω1t − D) 2
2. 2
berhubung jumlah konstituen, k=1, maka persamaan di atas menjadi:
ε 2 = ( Z 0 + A1 cos ω1t + B1 sin ω1t − D) 2 Untuk mendapatkan harga minimum, maka persamaan di atas diturunkan secara parsial untuk setiap variabelnya.
δ (ε 2 ) = 0 → Z 0 + A1 cos ω1t + B1 sin ω1t = D δZ 0 δ (ε 2 ) = 0 → ( Z 0 + A1 cos ω1t + B1 sin ω1t ) cos ω1t = D cos ω1t δA1
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 5
Bab II Teori Dasar
δ (ε 2 ) = 0 → ( Z 0 + A1 cos ω1t + B1 sin ω1t ) sin ω1t = D sin ω1t δB1 Misalkan q adalah jumlah pengamatan dan p adalah nomor pengamatan, maka ketiga persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut: q
q
p =1
p =1
∑ (Z 0 + A1 cosω1t p + B1 sin ω1t p ) = ∑ Dp ∑ [(Z q
0
p =1
∑ [(Z q
p =1
0
2. 3
]
q
+ A1 cos ω1t p + B1 sin ω1t p ) cos ω1t p = ∑ D p cos ω1t p
]
2. 4
p =1
q
+ A1 cos ω1t p + B1 sin ω1t p ) sin ω1t p = ∑ D p sin ω1t p
2. 5
p =1
Ketiga persamaan di atas bila ditampilkan dalam bentuk matriks akan seperti di bawah ini:
⎡ q ⎢ ⎢ ⎢q ⎢∑ cos ω1t p ⎢ p q=1 ⎢ ⎢ ∑ sin ω1t p ⎣ p =1
q
∑ cosω t
1 p
p =1
q
∑ cosω t
cos ω1t p
∑ cosω t
sin ω1t p
1 p
p =1 q
1 p
p =1
q ⎧ ⎤ ⎫ Dp ⎥ ⎪ ⎪ ∑ p =1 p =1 ⎥ ⎧Z 0 ⎫ ⎪ ⎪ q ⎥⎪ ⎪ ⎪ q ⎪ sin ω1t p cos ω1t p ⎥ ⎨ A1 ⎬ = ⎨∑ D p cos ω1t p ⎬ ∑ p =1 ⎪ ⎥ ⎪⎩ B1 ⎪⎭ ⎪ p q=1 q ⎪ ⎪ ⎥ sin ω1t p sin ω1t p ⎥ ∑ ⎪ ∑ D p sin ω1t p ⎪ p =1 ⎦ ⎩ p =1 ⎭ q
∑ sin ω t
1 p
2. 6
Matriks di atas dapat diselesaikan dengan bantuan Eliminasi Gauss sehingga nila Z0, A1, dan B1 dapat ditemukan. Penyelesaian di atas dapat pula diterapkan pada persamaan gerak harmonik dengan 9 buah konstanta. Untuk mempermudah, penyelesaian di atas dapat dilakukan dengan bantuan komputer. 2.1.4
Tipe Pasang Surut
Dengan didapatkannya nilai amplitudo dari komponen pasang surut, dapat ditentukan tipe pasang surut yang terjadi pada lokasi, yaitu dengan melakukan perhitungan Formzall (F) dengan persamaan sebagai berikut: F=
AO1 + AK 1 AM 2 + AS 2
2. 7
di mana: AO
= amplitudo komponen O1
AK1 = amplitudo komponen K1
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 6
Bab II Teori Dasar
AM2 = amplitudo komponen M2 AS2
= amplitudo komponen S2
Macam tipe pasang surut berdasarkan angka formzall dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2. 2 Tipe Pasang Surut. Bilangan Formzall (F)
2.1.5
Tipe Pasang Surut
Keterangan
F < 0.25
Pasang harian ganda (semidiurnal)
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian yang hampir sama dan terjadi berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
0.25 < F < 1.5
Campuran, condong ke semi diurnal
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian dan periode yang berbeda.
1.5
Campuran, condong ke diurnal
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.
F <> 3.0 3.0 F
Pasang harian tunggal (diurnal)
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit
Elevasi Muka Air Rencana
Penentuan muka air dilakukan dengan menggunakan komponen pasang surut yang telah dihasilkan. Dari penentuan tersebut dapat ditentukan beberapa elevasi muka air penting seperti pada Tabel 2.3. Dari beberapa elevasi muka air tersebut, dipilih salah satu muka air yang akan digunakan sebagai acuan dalam perencanaan yang disebut elevasi muka air rencana. Tabel 2. 3 Elevasi Muka Air. Elevasi Muka Air
Keterangan
HHWL (Highest High Water Level)
Air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
MHWS (Mean High Water Spring)
Rata-rata muka air tinggi saat purnama.
MHWL (Mean High Water Level)
Rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.
MSL (Mean Sea Level)
Muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata.
MLWL (Mean Low Water Level)
Rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.
MLWS (Mean Low Water Spring)
Rata-rata muka air rendah saat purnama.
LLWL (Lowest Low Water Level)
Air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 7
Bab II Teori Dasar
2.2
GELOMBANG
2.2.1
Umum
Gelombang merupakan salah satu fenomena proses fisik yang terjadi di pantai. Gelombang pada perairan dapat didefinisikan sebagai perubahan elevasi perairan secara harmonik yang ditimbulkan oleh beberapa gaya, yaitu gaya angin, gaya gempa di laut, kapal yang bergerak, dan lain-lain. Sketsa definisi gelombang dapat dilihat pada Gambar 2.5.
C
Z
η H=a/2
X
SWL
d atau h L
z = -d
Gambar 2. 5 Sketsa definisi gelombang.
Dari gambar di atas, dapat dilihat beberapa hal: x
=
koordinat horizontal
z
=
koordinat vertikal
atau h =
kedalaman dihitung dari SWL
SWL
Still Water Level (muka air rata-rata)
=
n ( x, t ) =
a cos (kx-ωt) = elevasi muka air terhadap muka air rerata
a
=
amplitudo gelombang = (H/2)
H
=
tinggi gelombang = 2 a
L
=
panjang gelombang
T
=
periode gelombang, interval waktu yang diperlukan oleh partikel kembali pada kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya.
C
=
kecepatan rambat gelombang = L/T
k
=
angka gelombang = jumlah gelombang = (2π/L)
ω
=
frekuensi gelombang = (2π/T)
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 8
Bab II Teori Dasar
Beberapa karakteristik gelombang yang sering digunakan dalam berbagai analisa gelombang adalah perioda gelombang (T), tinggi gelombang (H), kecepatan gelombang (C), kecepatan sudut gelombang (ω), bilangan gelombang (k), dan arah gelombang. Perioda gelombang selalu merupakan besaran yang diketahui dan selalu tetap besarnya pada seluruh medan gelombang. Tinggi gelombang dapat diketahui pada suatu posisi dan pada posisi lain adalah merupakan suatu besaran yang dicari melalui analisa transformasi gelombang. Dengan diketahuinya perioda gelombang (T) dan kedalaman perairan (h), dapat dicari karakteristik gelombang yang lainnya. Persamaan yang menghubungkan antara T dan k dinyatakan dalam suatu persamaan implisit yang disebut dengan persamaan dispersi seperti di bawah ini:
σ 2 = gk tanh (kh )
2. 8
di mana: g = percepatan gravitasi h = kedalaman perairan Dengan diketahuinya T dan h, maka k dapat dicari melalui persamaan dispersi di atas dengan bantuan metoda iterasi. Selanjutnya panjang gelombang dapat dicari sebagai berikut:
2π 2π dan σ = , maka persamaan dispersi di atas menjadi: L T 2 2π 2π ⎛ 2π ⎞ tanh ⎜ ⎟ =g L L ⎝ T ⎠ k=
2. 9
Bila panjang gelombang di laut dalam diketahui, maka panjang gelombang di kedalaman perairan tertentu dapat ditentukan dengan bantuan tabel panjang gelombang yang dapat dilihat pada SPM Volume 1, 1984. Dengan substitusi L = C x T ke persamaan panjang gelombang di atas, maka akan diperoleh:
C=
gT 2πh tanh CT 2π
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2. 10
2- 9
Bab II Teori Dasar
Sementara itu kecepatan grup gelombang, Cg, dapat dicari dengan persamaan di bawah ini:
Cg =
1 ⎡ ⎛ 2kh ⎞⎤ ⎟⎥C ⎢1 + ⎜ 2 ⎣ ⎜⎝ sinh(2kh) ⎟⎠⎦
2. 11
Di antara beberapa bentuk gelombang tersebut, yang paling dominan adalah gelombang angin (gelombang yang dibangkitkan oleh gaya angin). Gelombang merupakan faktor penting di dalam perencanaan pelabuhan. Gelombang mempunyai energi, maka semua bangunan dalam perencanaan pelabuhan harus dapat memikul gaya gelombang tersebut. Fasilitas pelabuhan direncanakan dengan menggunakan gaya perencanaan tersebut. Selain itu, gelombang juga bisa menimbulkan arus dan transpor sedimen di sekitar daerah pantai. Layout pelabuhan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga sedimentasi di pelabuhan dapat dihindarkan. 2.2.2
Klasifikasi Gelombang
Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d dan panjang gelombang L, gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam seperti pada Tabel 2.4.
Klasifikasi
ini
dilakukan
untuk
menyederhanakan
rumus-rumus
yang
merepresentasikan karakteristik gelombang. Tabel 2. 4 Klasifikasi Gelombang Menurut Kedalaman Relatif
Klasifikasi
2.2.3
d/L
2πd/L
Tanh (2πd/L)
Laut dalam
D/L > ½
>π
≈1
Laut transisi
1/25 < d/L < ½
1/4 sampai π
Tanh (2πd/L)
Laut dangkal
d/L < 1/25
<¼
≈ 2πd/L
Karakteristik Gelombang
Seperti pasang surut, angin, dan fenomena proses fisik lainnya gelombang juga memiliki beberapa karakteristik, seperti cepat rambat gelombang, panjang gelombang, kecepatan gelombang, percepatan gelombang, dan lain-lain. Setiap karakteristik ini diwakili masing-masing oleh sebuah persamaan matematik tertentu. Persamaan-persamaan tersebut didapat dari penurunan persamaan dispersi. Adapun persamaan karakteristik
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 10
Bab II Teori Dasar
gelombang yang akan umum digunakan dalam perencanaan pelabuhan studi kasus secara lengkap berdasarkan kedalaman relatifnya dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2. 5 Persamaan Cepat Rambat dan Panjang Gelombang Menurut Kedalaman Relatif
Laut Dalam (d/L > ½) Cepat rambat gelombang
C0 =
gT 2π
Panjang gelombang
L0 =
gT 2 2π
2.2.4
Laut Transisi (1/25 < d/L < ½) gT ⎛ 2 πd ⎞ tanh⎜ C= ⎟ 2π ⎝ L ⎠ L=
gT 2 ⎛ 2 πd ⎞ tanh ⎜ ⎟ 2π ⎝ L ⎠
Laut Dangkal (d/L < 1/25) C = gd L = T gd
Analisa Data Gelombang
2.2.4.1 Hindcasting Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data angin. Prediksi gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi yang telah lampau dan forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi hasil prediksi. Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data meteorologinya. Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam suatu perairan yang dibangkitkan oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya perairan di dekat pantai. Hasil peramalan gelombang berupa tinggi dan perioda gelombang signifikan untuk setiap data angin. Data-data yang dibutuhkan untuk meramal gelombang terdiri dari: 1.
Data angin yang telah dikonversi menjadi wind stress factor (UA).
2.
Panjang fetch efektif.
2.2.4.1.1.
Penentuan Wind Stress Factor (UA)
Data angin yang berupa kecepatan perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind stress factor (UA). Adapun koreksi tersebut meliputi:
1.
Koreksi Elevasi Data angin yang digunakan adalah data angin yang diukur pada elevasi 10 m dari permukaan tanah. Apabila angin tidak diukur pada elevasi tersebut, maka harus dikoreksi dengan persamaan:
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 11
Bab II Teori Dasar
1
⎛ 10 ⎞ 7 u10 = u z ⎜ ⎟ ⎝ z ⎠
2. 12
di mana:
2.
u10
=
kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/s)
uz
=
kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggian 10 m (m/s)
z
=
elevasi alat ukur (m)
Koreksi Durasi Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan data hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah selalu berubah-ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan hindcasting, diperlukan juga durasi atau lama angin bertiup, di mana selama dalam durasi tersebut dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu, koreksi durasi ini dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama durasi angin bertiup yang diinginkan. Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung kecepatan angin rata-rata untuk suatu durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai berikut: a. Diketahui kecepatan angin sesaat adalah uf. Akan ditentukan kecepatan angin dengan durasi t detik (ut).
t1 =
1609 det uf
2. 13
b. Menghitung u3600.
uf u3600
=c
u 3600 =
uf c
2. 14
dengan:
⎛ ⎛ 45 ⎞ ⎞ c = 1.277 + 0.296 tanh ⎜⎜ 0.9 log⎜ ⎟ ⎟⎟ ⎝ t ⎠ ⎠ untuk 1 < t1 < 3600 detik ⎝ c = −0.15 log t1 + 1.5334 untuk 3600 < t1 < 36000 detik
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 12
Bab II Teori Dasar
c.
Menghitung ut, t = durasi yang ditentukan.
ut =c u3600
u3600 =
ut c
2. 15
dengan:
⎛ ⎛ 45 ⎞ ⎞ c = 1.277 + 0.296 tanh ⎜⎜ 0.9 log⎜ ⎟ ⎟⎟ ⎝ t ⎠ ⎠ untuk 1 < t1 < 3600 detik ⎝ c = −0.15 log t1 + 1.5334 untuk 3600 < t1 < 36000 detik di mana
3.
uf =
kecepatan angin maksimum hasil koreksi elevasi (m/s)
ut =
kecepatan angin rata-rata untuk durasi angin yang diinginkan (m/s)
t =
durasi waktu yang diinginkan (detik)
Koreksi Stabilitas Apabila terdapat perbedaan temperatur antara udara dan laut, maka kecepatan angin efektif dapat diperoleh dengan melakukan koreksi stabilitas sebagai berikut:
u = ut .Rt
2. 16
di mana: RT
=
rasio amplifikasi, diperoleh dari grafik pada Gambar 2.6.
ut
=
kecepatan angin hasil koreksi durasi (m/s)
Apabila data perbedaan temperatur tidak diketahui, maka SPM 1984 menyarankan penggunaan RT = 1,1.
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 13
Bab II Teori Dasar
Gambar 2.6 Grafik Rasio Amplifikasi
4.
Koreksi Lokasi Pengamatan Apabila pengukuran data angin dilakukan di atas daratan, maka perlu ada koreksi lokasi untuk menjadikan data angin di atas daratan menjadi data angin hasil pengukuran di laut. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan:
u = ut .RL
2. 17
di mana: RL
=
rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan, diperoleh dari grafik pada Gambar 2.7.
ut
=
kecepatan angin hasil koreksi stabilitas (m/s)
Untuk pengukuran angin yang dilakukan di pantai atau di laut, koreksi ini tidak perlu dilakukan (RL =1).
Laporan Tugas Akhir Kajian Sedimenasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan
2- 14