TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013
ANALISA KORELASI INFLASI, ECONOMIC GROWTH, ECONOMIC STRUCTURE, DAN TAX RATE TERHADAP TAX REVENUE DI NEGARANEGARA ASEAN
Richard dan Agus Arianto Toly Program Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Petra Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi dari inflasi, economic growth, economic structure serta tax rate terhadap tax revenue di negara-negara Asean. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan penelitian ini menggunakan data sekunder mengenai inflasi, economic growth, economic structure, tax rate, serta tax revenue yang diperoleh melalui website world bank yaitu http://data.worldbank.org. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah negara-negara Asean tahun 2002 sampai dengan 2012. Penelitian ini menggunakan uji korelasi untuk meneliti hubungan dengan alat bantu SPSS. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Inflasi tidak berkorelasi signifikan terhadap tax revenue Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Economic Growth tidak berkorelasi signifikan terhadap tax revenue Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Economic Structure memiliki korelasi positif dan signifikan terhadap tax revenue Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Tax Rate memiliki korelasi negatif dan signifikan terhadap tax revenue Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Kata kunci: inflasi, pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, tarif pajak dan pajak penghasilan.
ABSTRACT This study aimed to determine the affect of inflation, economic growth, economic structure and tax revenue to the tax ratio in Asean countries. This research was a quantitative study by using secondary data of inflation, economic growth, economic structure, tax rate, and tax revenue obtained through the World Bank website ie http://data.worldbank.org. The sample used in this study was the ASEAN countries from 2002 to 2012. This study using pearson correlation analysis with SPSS tools. The results showed that inflation was not significantly correlated to the tax revenue of Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, and the Philippines. Economic Growth was not correlated significantly to tax revenue Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, and the Philippines. Economic Structure has a positive and significant correlation to the tax revenue of Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, and the Philippines. Tax Rate had negative and significant correlation to the tax revenue of Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, and the Philippines.
Keywords:
inflation,
economic
growth,
economic
1
structure,
tax
rate,
tax
revenue.
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013 Dalam penelitian Chenery (1975), sejalan dengan
PENDAHULUAN
peningkatan pendapatan, perekonomian suatu negara Sejak
pemerintah
dapat bergeser dari yang semula mengandalkan
Indonesia tidak lagi dapat mengandalkan penerimaan
sektor pertanian menuju ke sektor industri. Gambaran
negara dari sektor minyak bumi dan gas karena
kondisi struktur ekonomi suatu negara dapat dilihat
turunnya harga minyak internasional (Sinaga, 2010).
melalui kontribusi setiap sektor ekonomi terhadap
Salah satu sumber penerimaan negara yang menjadi
pembentukan
andalan utama pemerintah sejak saat itu adalah pajak.
kontribusi
Dari keseluruhan penerimaan negara, penerimaan
mengindikasikan kemajuan pembangunan negara
dari sektor pajak merupakan sumber penerimaan
tersebut (Kaufmann, 2012). Negara-negara ASEAN
yang sangat potensial dan memegang peranan
dapat digolongkan sebagai negara yang sedang
penting dalam pembiayaan pembangunan negara.
berkembang karena tingginya kontribusi sektor
Penerimaan Indonesia memang didominasi oleh
industry.
pajak,
tetapi
awal
tahun
rasio
1980-an,
penerimaan
GDP. sektor
Dan
semakin
industri,
maka
tingginya dapat
perpajakan
Setiap individu yang membayar pajak dalam
dibandingkan dengan GDP atau yang lebih dikenal
suatu negara berharap dengan adanya dana yang
dengan istilah tax ratio masih rendah dibandingkan
mereka berikan kepada negara dapat menjadi sumber
dengan negara-negara ASEAN.
dana yang dapat dipergunakan untuk pembangunan
Disisi lain, penggunaan tax ratio sebagai
ekonomi negara mereka, karena tujuan utama dari
ukuran kinerja penerimaan pajak juga diperdebatkan
pembangunan ekonomi adalah mencapai kondisi
karena bersifat kontradiktif dengan data dan fakta
masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur (Holik,
ekonomi
7
2005). Cobham (2007) dan Fjeldstad (2008) juga
September 2004, dalam penelitian Setiaji, 2005)
mengatakan, “Being a major and vital source of
mempertanyakan penerimaan pajak yang tinggi tetapi
revenue, a sound taxation system is imperative for the
berasosisasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang
public finances of a country and improving citizen
rendah, yang ditunjukkan oleh fakta bahwa selama
participation whether that is in any stage of the
orde baru, tax ratio sebesar 7,4 persen namun
progressive
pertumbuhan ekonomi (economic growth) mencapai
transitional.”. Oleh karena itu, pendapatan pajak
6,1 persen. Saat pemerintahan Abdurrahman Wahid,
harus diawasi dengan baik sehingga keperluan
rasio
namun
pembangunan negara dapat dibiayai dan selebihnya
pertumbuhan ekonomi turun menjadi 4,8 persen, dan
dapat menjadi tabungan negara. Caroll (2008)
saat pemerintahan Megawati, tax ratio mencapai 13,5
menemukan bukti bahwa tax rate yang rendah
persen,
pertumbuhan ekonomi terus
mempengaruhi pembayar pajak untuk melaporkan
menurun mencapai 4,2 persen. Dalam artikel
lebih besar penghasilan/pendapatan kena pajaknya,
Sunarsip "Mega Fakta dan Mega Ilusi" di Harian
maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan besarnya
Republika 8 September 2004, beliau menyatakan
pengenaan tarif pajak (tax rate) juga berpengaruh
bahwa pengukuran berdasarkan angka nominal
terhadap memaksimalkan potensi pendapatan pajak
cenderung bias karena tidak mempertimbangkan
suatu negara.
lainnya.
pajak
Imam
mencapai
sementara
Sugema
10,7
(Tempo,
persen
aspek inflasi.
2
process,
developing,
developed
or
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013 Tingkat defisit dalam neraca perdagangan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
serta meningkatkan besarnya utang luar
1.
negeri.
Apakah inflasi berkorelasi terhadap tax revenue Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan
2.
2. Akibatnya kepada individu dan masyarakat
Filipina?
Memperburuk distribusi pendapatan
Apakah economic growth berkorelasi terhadap
Pendapatan riil merosot dan nilai tabungan
tax revenue Indonesia, Malaysia, Singapura,
juga merosot
Thailand, dan Filipina? 3.
Kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi
Apakah economic structure berkorelasi terhadap
dapat berupa: kebijakan fiskal, kebijakan moneter
tax revenue Indonesia, Malaysia, Singapura,
dan dasar segi penawaran (Sukirno, 2004).
Thailand, dan Filipina? 4.
a.
Kebijakan
fiskal,
Apakah tax rate berkorelasi terhadap tax
menambahnya
revenue
pengeluaran pemerintah.
Indonesia,
Malaysia,
Singapura,
Thailand, dan Filipina?
b.
Kebijakan
Inflasi
pajak
yaitu dan
moneter,
dengan mengurangi
yaitu
dengan
mengurangi, menaikkan suku bunga dan Inflasi
adalah
kecenderungan
membatasi kredit.
terjadinya c.
kenaikan harga-harga umum secara terus menerus
Dasar
segi
penawaran,
yaitu
dengan
(Murni 2006:203). Kenaikan harga dari satu atau dua
melakukan langkah-langkah yang dapat
barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi,
mengurangi
kecuali kenaikan tersebut bersifat meluas atau
menstabilkan harga, seperti mengurangi
menyebabkan kenaikan sebagian besar harga barang
pajak impor dan pajak ke atas bahan mentah,
lain.
melakukan penetapan harga, menggalakkan
produksi
dan
pertambahan produksi dan menggalakkan
Penggolongan inflasi Pratomo (2006:107-
perkembangan teknologi
110), berdasarkan parah-tidaknya inflasi sebagai
Economic Growth
berikut : 1.
biaya
Inflasi ringan, yaitu di bawah 10% per
Menurut Sumitro Djojohadikusumo (1991),
tahun;
secara umum pertumbuhan ekonomi didefenisikan
2.
Inflasi sedang, yaitu 10%-30% per tahun;
sebagai
3.
Inflasi berat, yaitu 30%-100% per tahun;
perekonomian dalam memproduksi barang-barang
dan
dan jasa-jasa. Rahmananta (2009) mengatakan bahwa
Hiperinflasi, yaitu di atas 100% per tahun.
suatu
4.
1. Akibatnya terhadap perekonomian
bunga
meningkat
perekonomian
kemampuan
dikatakan
dari
suatu
mengalami
pertumbuhan apabila tingkat ekonomi yang dicapai
Menggalakkan spekulasi penanaman modal Tingkat
peningkatan
dan
tahun tertentu lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
akan
Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai
mengurangi investasi
dari seluruh produksi nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, biasanya
3
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013 setiap tahun (Soebagiyo, 2007). GDP mengukur nilai
pendapatan
tidak
semakin
timpang.”
pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh
pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan
sumber daya yang berada dalam suatu negara selama
ekonomi yang diikuti dengan perubahan dalam hal:
Proses
1. Perubahan struktur ekonomi dari pertanian
jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP sering digunakan sebagai salah satu tolok ukur yang
ke industri atau jasa
digunakan untuk mengetahui perkembangan suatu
2. Perubahan dalam kelembagaan baik melalui
negara dan dapat dibandingkan antara satu negara
regulasi maupun reformasi kelembagaan itu
dengan yang lain dengan mengkonversikannya
sendiri.
menjadi satu mata uang yang sama (Gregori, 2011).
Adanya perubahan struktural dapat tercermin
Di dalam pengertian ekonomi makro, perumbuhan
dalam peranan sektor-sektor dalam pembentukan
ekonomi (economic growth) adalah penambahan
produksi nasional maupun besarnya persentase
produk domestik bruto yang berarti juga penambahan
tenaga kerja pada masing-masing sektor ekonomi
pendapatan nasional (Tambunan, 2001:38). Semakin
tersebut. Dimana peranan ataupun sumbangan sektor
tinggi pendapatan, maka akan disertai dengan
primer
peningkatan penerimaan pajak dalam negara tersebut
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) ataupun
(Nugroho, 2013).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan
(pertanian
semakin
Economic Structure Menurut
berkurang,
pertambangan)
sedangkan
peranan
dalam
sektor
sekunder (industri manufaktur, konstruksi) serta pembangunan,
sektor tersier (jasa-jasa) akan semakin meningkat,
semakin tinggi kontribusi sektor industri terhadap
dengan semakin majunya perekonomian negara.
perekonomian negaranya, maka negara tersebut akan
Disamping itu, semakin tinggi pendapatan perkapita
maju. Pada negara maju, peranan sektor industri lebih
suatu negara, akan semakin kecil peranan pertanian
dominan dibandingkan dengan sektor pertanian. BPS
dalam menyediakan dan menyerap kesempatan kerja,
mencatat bahwa pada negara berkembang seperti
dan sebaliknya sektor industri akan semakin penting
Indonesia, peranan sektor industri juga menunjukkan
dan meningkat peranannya dalam menampung tenaga
kontribusi yang semakin tinggi. Dengan kontribusi
kerja. (Kamaludin, 1999).
yang
teori
dan
semakin
menyebabkan
tinggi
perubahan
ekonomi
dari
sektor
struktur
industri,
Pembangunan ekonomi dalam periode jangka
perekonomian
panjang,
mengikuti
pertumbuhan
pendapatan
negara dari sektor pertanian ke sektor industri
nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar
(Yunizar, 2007). Dengan begitu, pendapatan negara
dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional
dari segi pajak dapat ditingkatkan.
dengan pertanian sebagai sektor utama ke sektor modern yang didominasi oleh sektor-sektor non
Kuncoro (2006) juga mengatakan bahwa pembangunan
adalah
"suatu
proses
primer
dimana
khususnya
industri
manufaktur
dengan
increasing returns to scale (relasi positif antara
pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama
pertumbuhan
kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa
output
dengan
pertumbuhan
produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama
jumlah penduduk yang hidup di bawah garis
pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2001), sehingga
kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi
4
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013 terdapat
suatu
kolerasi
yang
positif
antara
Simanjuntak (2012:32) mengungkapkan bahwa
pertumbuhan ekonomi dengan perubahan struktur
hubungan antara tarif pajak (tax rates) dengan
ekonomi melalui peningkatan pendapatan masyarakat
penerimaan negara dari sektor pajak terjadi karena
(demand side effect).
perubahan dalam tarif pajak mempunyai dua efek terhadap penerimaan negara yaitu arithmetic effect dan economic effect. Arithmetic effect adalah ketika
Tax Rate Tidaklah mudah untuk membebankan pajak
tarif pajak rendah, maka penerimaan pajak rendah
kepada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat
dan begitu juga sebaliknya. Economic effect dapat
akan enggan membayar pajak (Caroll, 2008). Bila
menyebabkan terjadinya perubahan dalam kegiatan
terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan
ekonomi (output) yang disebabkan oleh perubahan
berjalan karena dana yang kurang. Kenny (2006)
tarif pajak. Apabila tarif pajak dinaikkan, maka
mengatakan
multiplier effect-nya akan bersifat negatif terhadap
bahwa
tax
rate
yang
rendah
mempengaruhi pembayar pajak untuk melaporkan
kegiatan
lebih besar penghasilan kena pajaknya. Oleh karena
diturunkan, maka multiplier effect-nya akan bersifat
itu,
positif terhadap kegiatan ekonomi.
kebijakan
besarnya
pengenaan
tax
rate
ekonomi.
Sebaliknya,
apabila
tarif
berpengaruh terhadap upaya memaksimalkan potensi
Tax Revenue
pendapatan pajak suatu negara. Asas-asas yang harus
Definisi pajak dari P.J.A Abdriani yang dikutip
dipenuhi yaitu:
oleh Sukardji (2009:1) yaitu “Pajak adalah iuran 1.
Asas Legal: Setiap pemungutan pajak harus
kepada negara (yang dapat dipaksakan)
didasarkan pada undang-undang. 2.
terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut
Asas Kepastian Hukum: Ketentuan-ketentuan
peraturan-peraturan,
perpajakan tidak boleh menimbulkan keraguan 3.
4.
dengan
tidak
mendapatkan
prestasi kembali yang langsung dapat ditujukan dan
Asas Efisien: Biaya-biaya yang dikeluarkan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
dalam
harus
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
dikalkulasi secara cermat sehingga jangan
untuk menyelenggarakan pemerintahan." Menurut
sampai pajak yang diterima lebih rendah dari
Siahaan (2010), sistem pemugutan pajak yang
biaya yang dikeluarkan..
digunakan ada tiga, yaitu :
Asas
rangka
Non
menimbulkan
pemungutan
Distorsi: distorsi
Pajak
pajak
tidak
dalam
boleh
1.
masyarakat,
Official Assesssment System Sistem
pemungutan
yang
member
terutama distorsi ekonomi. Pengenaan pajak
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
seharusnya
menentukan besarnya pajak yang terutang yang
tidak
menimbulkan
kelesuan
ekonomi, misalnya alokasi sumber daya dan
harus dibayar oleh
inflasi. 5.
yang
Asas
2. Sederhana:
Pajak
harus
Self Assessment System
sederhana
Sistem pemungutan pajak yang memberi
sehingga mudah dimengerti baik oleh fiskus
wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab
maupun wajib pajak.
kepada
5
WP
untuk
menghitung,
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013
3.
memperhitungkan, membayar dan melaporkan
sistem perpajakan yang selaras antar negara ASEAN,
sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
maka ASEAN sebagai suatu komunitas ekonomi
Witholding System
dapat menjadi kawasan yang mampu bersaing dengan
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada
pihak
ketiga
kawasan ekonomi yang lain (Effendi, 2011). ASEAN
untuk
sering dijadikan pembanding dalam perekonomian
memotong atau memungut besarnya pajak yang
termasuk keberhasilan pemungutan pajak. Sehingga
terutang dari WP.
berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menggunakan
Pendapatan pajak (tax revenue) adalah pajak
negara pendiri ASEAN yang terdiri dari Indonesia,
yang diterima oleh pemerintah pusat dan digunakan
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina dalam
untuk kepentingan umum, denda dan kontribusi
penelitian.
social
security
dikecualikan
dari
penghasilan.
Restitusi dan kompensasi pajak diperlakukan sebagai
Hipotesis Penelitian
pengurang pendapatan pajak
Salah satu kendala yang banyak dialami oleh berbagai negara dalam perekonomian adalah masalah
ASEAN
inflasi, terlebih jika yang terjadi tingkat inflasi tinggi.
Association of Southeast Asian Nations
Inflasi
mempengaruhi
seluruh
variabel
makro
(ASEAN) merupakan perhimpunan bangsa-bangsa di
ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, ekspor
kawasan Asia Tenggara dalam bidang politik,
impor,
ekonomi, sosial dan budaya yang didirikan pada
pendapatan, dan penerimaan pajak (Nersiwad, 2002).
tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka diajukan
Organisasi
hipotesis sebagai berikut:
pertumbuhan
ini
bertujuan
ekonomi,
untuk
meningkatkan
kemajuan
sosial,
tingkat
bunga,
investasi,
distribusi
dan
H1: Ada korelasi antara inflasi dengan tax
pengembangan kebudayaan antar negara anggotanya.
revenue Indonesia, Malaysia, Singapura,
Sepuluh negara yang tergabung dalam ASEAN
Thailand, dan Filipina.
adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina,
H0: Tidak ada korelasi antara inflasi dengan tax
Singapura, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos,
revenue Indonesia, Malaysia, Singapura,
Myanmar, dan Kamboja.
Thailand, dan Filipina. Suatu negara dapat dikatakan mengalami
Salah satu hasil pertemuan para Menteri
pertumbuhan ekonomi yang positif apabila kuantitas
Keuangan ASEAN yang berlangsung di Bali pada
barang dan jasa yang dihasilkan negara tersebut
bulan April 2011 adalah pembentukan ASEAN Tax
mengalami
Forum. Tujuan pembentukan ASEAN Tax Forum untuk
memperkuat
perpajakan, ASEAN menghindari menangani
kerjasama
pertukaran mengenai terjadinya witholding
dalam
bidang
antar
negara
informasi ketentuan pajak tax
untuk
Oleh
karena
itu
untuk
mengukur pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan output dilakukan dengan menggunakan perubahan nilai moneternya (uang) yang tercermin dalam
perpajakan,
berganda,
kenaikan.
Produk Domestik Bruto. Semakin tinggi nilai Produk
dan
Domestik Bruto
membangun
maka
pendapatan per
kapita
masyarakat juga meningkat sehingga penerimaan
komunitas ASEAN yang lebih kompetitif. Dengan
pajak akan meningkat melalui penerimaan pajak
6
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013 penghasilan dan pajak lainnya (Rahmanta, 2009).
kegiatan
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka diajukan
diturunkan, maka multiplier effect-nya akan bersifat
hipotesis sebagai berikut:
positif terhadap kegiatan ekonomi, sehingga diajukan
H2: Ada korelasi antara economic growth
ekonomi.
Sebaliknya,
apabila
tarif
hipotesis sebagai berikut:
dengan tax revenue Indonesia, Malaysia,
H4: Ada korelasi antara tax rate dengan tax
Singapura, Thailand, dan Filipina.
revenue Indonesia, Malaysia, Singapura,
H0: Tidak ada korelasi antara economic growth
Thailand, dan Filipina.
dengan tax revenue Indonesia, Malaysia,
H0: Tidak ada korelasi antara tax rate dengan
Singapura, Thailand, dan Filipina.
tax
Peranan sektor industri dalam berbagai
revenue
Indonesia,
Malaysia,
Singapura, Thailand, dan Filipina.
negara sangat penting karena sektor industri memiliki keunggulan dalam pembangunan negara, diantaranya
METODE PENELITIAN
adalah dapat memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja dan mampu menciptakan nilai tambah
Penelitian ini menggunakan metode uji
(value added) yang tinggi pada komoditas yang begitu,
korelasi antara variabel independen terhadap variabel
pendapatan negara dari segi pajak dapat ditingkatkan.
dependen. Variabel independen yang akan diuji
Sehingga didapatkan hipotesis :
adalah tingkat inflasi, economic growth, economic
dihasilkan
H3:
(Anwar,
2007).
Dengan
Ada korelasi antara economic structure
structure, dan tax rate suatu negara dibandingkan
dengan tax revenue Indonesia, Malaysia,
dengan variabel dependen yaitu tax revenue. Jenis data yang digunakan dalam penelitian
Singapura, Thailand, dan Filipina. economic
ini adalah jenis data kuantitatif. Sumber data dalam
structure dengan tax revenue Indonesia,
penelitian ini berasal dari data sekunder. Data
Malaysia,
sekunder dalam penelitian diperoleh dari Website
H0: Tidak ada
korelasi
Singapura,
antara
Thailand,
dan
World
Filipina. Simanjuntak
(2012:32)
Bank
(http://data.worldbank.org)
untuk
memperoleh data inflasi, economic growth, economic
mengungkapkan
structure, tax rate, dan tax revenue.
bahwa hubungan antara tarif pajak (tax rates) dengan
Prosedur
penerimaan negara dari sektor pajak terjadi karena
pengumpulan
data
dalam
perubahan dalam tarif pajak mempunyai dua efek
penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi dan
terhadap penerimaan negara yaitu arithmetic effect
mengumpulkan data sekunder yang relevan tahun
dan economic effect. Arithmetic effect adalah ketika
2002-2012 dari negara-negara yang menjadi sampel
tarif pajak rendah, maka penerimaan pajak rendah
penelitian.
dan begitu juga sebaliknya. Economic effect dapat
Populasi dalam penelitian ini adalah negara-
menyebabkan terjadinya perubahan dalam kegiatan
negara yang termasuk dalam ASEAN. Sampel dalam
ekonomi (output) yang disebabkan oleh perubahan
penelitian ini adalah negara-negara yang menjadi
tarif pajak. Apabila tarif pajak dinaikkan, maka
pendiri
multiplier effect-nya akan bersifat negatif terhadap
Singapura,
7
ASEAN
yaitu
Thailand,
Indonesia, dan
Filipina
Malaysia, dengan
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013 menggunakan jangka waktu 10 tahun yang dimulai
sedangkan tax rate memiliki hubungan yang negatif
dari tahun 2002 sampai dengan 2012.
dan sangat kuat terhadap tax revenue.
Penelitian
ini
menggunakan
purposive Pearson Correlation Malaysia
sampling, yaitu teknik pemilihan negara didasarkan
Inflasi dan economic growth memiliki hubungan
pada regional Asia Tenggara (ASEAN).
yang negatif dan sangat lemah terhadap tax revenue
Unit analisis dalam penelitian ini adalah
yaitu masing-masing sebesar 0,164 dan 0,141.
Penelitian hanya dilakukan kepada negara-negara
Economic structure memiliki hubungan positif dan
pendiri ASEAN.
sangat kuat terhadap tax revenue dengan nilai 0,817 dan tingkat signifikansi 1%. Angka korelasi tax rate menunjukkan hubungan negatif dengan tax revenue
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dengan nilai 0,792. Pearson Correlation Singapura
Uji Asumsi Pearson
Inflasi memiliki hubungan yang negatif dan kuat
Normalitas
terhadap tax revenue yaitu sebesar 0,589. Untuk
Data menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya
mengikuti
arah
garis
hubungan economic growth dan tax revenue terlihat
diagonal
negatif dan sangat lemah yaitu sebesar 0,096.
tersebut. Hal ini membuktikan bahwa uji asumsi normalitas
baik
negara
Indonesia,
Economic structure memiliki hubungan yang positif
Malaysia,
dan sangat kuat sekali terhadap tax revenue dengan
Singapura, Thailand maupun Filipina telah terpenuhi.
tingkat signifikansi 1%, dan tax rate memiliki hubungan yang negatif dan sangat kuat terhadap tax
Multikolinieritas Semua
VIF <
10,
ini
berarti,
revenue.
tidak terjadi
multikolinieritas dan menyimpulkan bahwa uji Pearson Correlation Thailand
multikolonieritas ke-5 negara sampel telah terpenuhi.
Inflasi dan memiliki hubungan yang positif dan kuat Heterokedastisitas
terhadap tax revenue. Untuk hubungan economic
Titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0
growth dan tax revenue terlihat negatif dan sangat
pada sumbu Y. Hal ini membuktikan ke-5 negara
lemah yaitu sebesar 0,191. Economic structure
sampel tidak terjadi heterokedastisitas.
memiliki hubungan negatif dan sangat kuat terhadap tax revenue dengan nilai 0,861 pada tingkat
Hasil Statistik Deskriptif
signifikansi 1%, tax rate sendiri memiliki hubungan
Pearson Correlation Indonesia
yang negatif dan kuat terhadap tax revenue dengan
Inflasi dan economic growth memiliki
nilai 0,675 pada tingkat signifikansi 5%.
hubungan yang negatif dan sangat lemah terhadap tax revenue yaitu masing-masing sebesar 0,101 dan
Pearson Correlation Filipina
0,195. Economic structure memiliki hubungan positif
Inflasi dan memiliki hubungan yang positif dan
yang sangat kuat dengan tingkat signifikansi 5%,
lemah terhadap tax revenue. Untuk hubungan
8
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013 economic growth dan tax revenue terlihat negatif dan
- H2 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,778
sangat lemah yaitu sebesar 0,127. Economic structure
> 0,05, maka H0 diterima.
memiliki hubungan positif dan sangat kuat terhadap - H3 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,000
tax revenue dengan nilai 0,863 pada tingkat
< 0,05, maka H0 ditolak.
signifikansi 1%, tax rate sendiri memiliki hubungan yang negatif dan kuat terhadap tax revenue dengan
- H4 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,004
nilai 0,608 pada tingkat signifikansi 5%.
< 0,05, maka H0 ditolak
Uji Hipotesis
Uji Hipotesis Thailand
Uji Hipotesis Indonesia
- H1 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,152 > 0,05, maka H0 diterima.
- H1 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,768 > 0,05, maka H0 diterima.
- H2 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,574 > 0,05, maka H0 diterima.
- H2 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,418 > 0,05, maka H0 ditolak.
- H3 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,001 < 0,05, maka H0 ditolak.
- H3 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,013 < 0,05, maka H0 ditolak.
- H4 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,023 < 0,05, maka H0 ditolak.
- H4 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,003 < 0,05, maka H0 ditolak.
Uji Hipotesis Filipina
Uji Hipotesis Malaysia
- H1 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,307 > 0,05, maka H0 diterima.
- H1 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,630 > 0,05, maka H0 diterima.
- H2 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,710 > 0,05, maka H0 diterima.
- H2 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,680 > 0,05, maka H0 diterima.
- H3 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,001 < 0,05, maka H0 ditolak.
- H3 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,002 < 0,05, maka H0 ditolak.
- H4 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,047 < 0,05, maka H0 ditolak.
- H4 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,004 < 0,05, maka H0 ditolak.
Temuan dan Interpetasi
Uji Hipotesis Singapura
Disimpulkan bahwa inflasi tidak memiliki korelasi
- H1 didapatkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,057
yang signifikan dengan tax revenue pada semua
> 0,05, maka H0 diterima.
negara. Ketidaksesuaian antara teori dengan hasil dikarenakan inflasi yang terjadi di dalam sebelas
9
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013 tahun terakhir adalah inflasi yang berasal dari faktor
perkapita dalam jangka panjang dan pertambahan
eksternal seperti naiknya harga bahan bakar minyak
output itu haruslah lebih tinggi dari persentase
yang menyebabkan naiknya harga komoditas lainnya.
pertambahan
Hal tersebut menciptakan dampak inflasi yang terjadi
kecenderungan
tergolongkan rendah yaitu dibawah 10%, kecuali
pertumbuhan
pada
Indonesia
penjelasan diatas, dapat disimpulkan tingginya
merupakan negara yang memberikan subsidi atas
economic growth tidak selalu menggambarkan
bahan bakar yang terbesar di Asia (National
meratanya
Geographic, 2012). Dampak dari inflasi tersebut
mendorong peningkatan penerimaan pajak.
Indonesia
yang
dikarenakan
jumlah
penduduk
dalam
jangka
berlanjut.
pendapatan
panjang
Sehingga
per
serta
kapita
ada bahwa
berdasarkan
yang
dapat
adalah menyebabkan naiknya harga barang lain dan
Hasil dari korelasi economic structure
menyebabkan turunnya daya beli masyarakat yang
dengan tax revenue adalah korelasi positif yang
memiliki
dengan
signifikan, hal ini sesuai dengan teori bahwa peranan
penghasilan yang relatif tetap, mereka tidak dapat
sektor industri dalam berbagai negara sangat penting
menyesuaikan pendapatannya dengan kenaikan harga
karena sektor industri memiliki keunggulan dalam
yang disebabkan karena inflasi, namun hal tersebut
pembangunan negara, diantaranya adalah dapat
tidak akan mempengaruhi pendapatan pajak terutama
memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja
pajak
dan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi
pendapatan
penghasilan
kontribusi
terbesar
tetap
yang
karena
dimana
dalam
memberikan
penerimaan
pajak
pada komoditas yang dihasilkan (Anwar, 2007). Dengan kontribusi yang semakin tinggi dari sektor
(Syafrudin, 2010).
industri dapat Ditemukan tidak terdapat korelasi yang
meningkat, dengan begitu pendapatan negara dari
signifikan antara economic growth terhadap tax
segi pajak dapat ditingkatkan (Sukirno, 2007).
revenue. Ketidaksesuaian antara terori dan hasil dikarenakan
economic
growth
Simanjuntak
menjelaskan
perubahan dalam tarif pajak mempunyai dua efek
penduduk dengan meratanya pendapatan per kapita
terhadap penerimaan negara yaitu arithmetic effect
(Naibaho, 2012). bahwa pada tahun 2011, Indonesia growth
yang
mengungkapkan
penerimaan negara dari sektor pajak terjadi karena
namun tidak selalu mencerminkan kesejahteraan
economic
(2012:32)
bahwa hubungan antara tarif pajak (tax rates) dengan
pertambahan produk domestik bruto secara global,
memiliki
menghasilkan produksi nasional
dan
tertinggi
economic
effect.
Economic
effect
dapat
menyebabkan terjadinya perubahan dalam kegiatan
dibandingkan negara-negara lainnya yaitu 6,49%.
ekonomi (output) yang disebabkan oleh perubahan
Namun ketika dilihat dari besarnya pendapatan
tarif pajak. Apabila tarif pajak dinaikkan, maka
perkapita pada tahun yang sama pada Gambar 4.2,
multiplier effect-nya akan bersifat negatif terhadap
didapatkan bahwa pendapatan perkapita Indonesia
kegiatan
sebesar $3.494 menduduki peringkat ke empat
ekonomi.
Sebaliknya,
apabila
tarif
diturunkan, maka multiplier effect-nya akan bersifat
setelah Thailand sebesar $4.972 yang memiliki
positif terhadap kegiatan ekonomi. Tax rate memiliki
economic growth hanya 0,07% pada tahun 2011.
korelasi negatif dan signifikan terhadap tax revenue
Tarigan (2007:46) menjabarkan bahwa pertumbuhan
di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan
ekonomi adalah suatu proses kenaikan output
10
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013 Filipina. Hal itu sesuai dengan teori bahwa kebijakan
Keterbatasan Penelitian
besarnya pengenaan tax rate berpengaruh terhadap
Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan
upaya memaksimalkan potensi pendapatan pajak
yaitu variabel yang di uji hanyalah 4 variabel
suatu negara (Kenny, 2006).
independen saja. Selain itu, data yang digunakan hanya bersumber dari 5 negara yaitu Indonesia,
KESIMPULAN DAN SARAN
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina serta hanya dengan menggunakan 11 tahun sehingga,
Inflasi tidak berkorelasi signifikan terhadap tax
untuk melakukan uji statistik, data yang dipakai
revenue Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand,
sangat terbatas jumlahnya.
dan Filipina. Economic Growth tidak berkorelasi signifikan
DAFTAR PUSTAKA
terhadap tax revenue Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Anwar, M., Yunizar, Nidar, H. S. R. (2007).
Economic Structure memiliki korelasi positif dan
Identifikasi Sektor Industri dan Peranannya
signifikan terhadap tax revenue Indonesia, Malaysia,
Dalam
Singapura, Thailand, dan Filipina.
Peningkatan
Pendapatan
Asli
Daerah Kabupaten Garut. Tax
Rate
memiliki
korelasi
negatif
dan
Caroll, R. (2008, Agustus). The 2001 and 2003 Tax
signifikan terhadap tax revenue Indonesia, Malaysia,
Relief: The Benefits of lower tax rates. Tax
Singapura, Thailand, dan Filipina.
Foundation, Fiscal Fact, No.141. Chenery, H.B., Syrquin, M. (1975). Patterns of
Saran
Development 1950 – 1970. London: Oxford Dengan adanya penelitian ini, dapat dilihat
University Press.
bahwa faktor-faktor makro ekonomi berkorelasi
Darmayasa, N., Hardika, N. S. (2011, November).
dalam penerimaan pajak negara. Terutama dari sisi
Perencanaan Pajak Dari Aspek Rasio Total
economic structure telah dibuktikan bahwa memiliki
Benchmarking, Kebijakan Akuntansi, dan
hubungan
pada
Administrasi Sebagai Strategi Penghematan
pendapatan pajak Indonesia. Diharapkan agar negara
Pajak. Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan,
Indonesia dapat terus meningkatkan pendapatan dari
vol. 7 (no. 3).
yang
positif
dan
signifikan
sektor industri agar dapat menjaring pendapatan
Gupita, L. P., Nugroho, S.B.M. (2013). Analisis
pajak yang lebih daripada tahun sebelumnya.
Penerimaan
Dengan adanya penelitian yang dilakukan di
Pajak
Reklame
di
Kota
Semarang Tahun 1990-2011. Diponegoro
negara ASEAN, sebaiknya dapat dilakukan untuk
Journal of Economics, vol. 2 (no. 2) p. 1.
negara-negara lain untuk melihat apakah penelitian
Gregori, T., Pietroforte, R. (2011, Juni). Patterns of
ini dapat digeneralisasi untuk semua negara.
Structural
Changes
in
Construction?.
Amsterdam: The Netherlands. Ghozali, I. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate
11
TAX & ACCOUNTING REVIEW, VOL. 3, NO.2, 2013 Dengan
Program
SPSS.
Semarang:
Sari, P. P. (2009). Pengaruh Jumlah Wajib Pajak
Universitas Diponegoro.
Badan, Kepatuhan Wajib Pajak Badan, dan
Gujarati, D. N. (2006). Essential of Econometrics.
Tingkat
Third Edition. McGraw-Hill International
Terhadap
Wilayah Jakarta Selatan.
of Income Bulletin, 25:134 – 150.
Setiaji, G., Amir, H. (2005, November). Evaluasi
Husin, S. (2012). Dampak Inflasi dan Pengangguran
Kinerja Sistem Perpajakan Indonesia. Jurnal
Terhadap Perekonomian
Ekonomi. Sinaga, A. R. (2010, Januari). Pengaruh Variabel –
Kaufmann, D., A. Kraay and M. Mastruzzi (2012). Matters
Tahunan
Penerimaan Pajak Penghasilan Badan di
Holik, D. S. (2005). Foreign Trusts, 2002. Statistics
Governance
Inflasi
IV:
Governance
Variabel
Indicators For 1996 – 2011. World Bank
Makro
Ekonomi
Terhadap
Penerimaan Pajak di Indonesia.
Working Paper.
Simanjuntak, H. T., Mukhlis, I. (2012). Dimensi
Masters, M., Oh, C. (2006). Controlled Foreign
Ekonomi Perpajakan Dalam Pembangunan
Corporations, 2002. Statistics of Income
Ekonomi. Jakarta: Raih Asa Sukses
Bulletin, 25:193 – 232.
Sudjana (1983). Teknik Analisis Korelasi dan
Murni, A. (2006). Ekonomika Makro. Jakarta: PT
Regresi. Bandung: Tarsito
Refika Aditama.
Sugiono (2008). Metode Penelitian Bisnis. Bandung:
Nasution, C. S. (2003, Juni). Analisis Potensi Dan
Pusat Bahasa Depdiknas
Pertumbuhan Penerimaan Pajak Penghasilan
Soebagiyo, D. (2007, Desember). Kausalitas Granger
(PPh) di Indonesia Periode 1990 – 2000.
PDRB
Kajian Ekonomi dan Keuangan, vol. 7 (no.
Provinsi Dati I Jawa Tengah. Jurnal
2).
Ekonomi Pembangunan, vol. 8 (no. 2) p. 177
Neriswad
(2002,
Februari).
Pengaruh
terhadap
Kesempatan Kerja
di
– 192.
Inflasi
Terhadap Nilai Riil Penerimaan Pajak
Soemitro, R., Sugiharti, D.K. (2007). Asas dan Dasar
Negara: Pendekatan Elastisitas dan Tax
Perpajakan Edisi Revisi. Bandung: Refika
Collection Lags di Indonesia. Jurnal Analisa
Aditama.
Kebijakan Vol.1 No.1
Tarigan (2007). Ekonomi Regional Teori dan
Nugroho, B. A. (2005). Strategi Jitu Memilih Metode
Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Statistik Penelitian dengan SPSS, Edisi
Tambunan,
Pertama. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Pembangunan
Departemen Fakultas
T.
H.
(2001).
Perekonomian
Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pratomo, W.A. (2006). Teori Ekonomi Makro. Medan:
T.
Ekonomi Ekonomi
Universitas Sumatra Utara. Rahmanta (2009). Pengaruh Produk Domestik Bruto dan SBI Terhadap Penerimaan Pajak di Indonesia. QE Journal, vol. 1 (no. 1).
12