RUANG KAJIAN
ANALISA ISU-ISU POLITIK DI BALIK PROSES PENETAPAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG KEBEBASAN MEMPEROLEH INFORMASI PUBLIK (RUU KMIP) Nuraina
Abstract This paper talks about why does the Draft for Free Information of Public Law (Rancangan Undang-undang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik or RUU KMIP) hasn’t yet legalized by legislative? The assumption from the writer, there are many politics that make the drafting cannot be legalized. The one of the argument is many interest especially from government (executive) who doesn’t comfortable if the draft will be legalized. Kata Kunci: Kebijakan, Undang-Undang, Politik
Latar Belakang Masalah Ada beberapa hal yang menarik berkaitan dengan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (RUU KMIP) antara lain RUU ini merupakan salah satu usulan inisiatif DPR RI yang disemangati upaya membangun kelembagaan yang sesuai dengan semangat transparansi sebagai bagian dari visi dan misi ‘good governance’. Namun usulan ini mengalami beberapa kali persidangan yang sampai hari ini pun belum selesai dibahas. Bila dilihat masa waktu yang telah ditempuh untuk membahas RUU adalah berkisar 4 tahun lebih yang bila sampai 2007 nanti belum disahkan, berarti pembahasan RUU ini mengalami stagnasi. Pembahasan RUU KMIP ini termasuk sangat lama. Pasalnya, pembentukan RUU ini sudah diamanatkan sejak 2000 lalu. Tepatnya dalam UU No. 25 Tahun 2000 ten-
tang Program Pembangunan Nasional (Propenas), yang dalam salah satu ketentuannya mengamanatkan dibentuknya UU tentang Transparansi dan Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Draft RUU-nya pun sebenarnya sudah disusun sejak 2001. Bahkan sampai saat ini sudah ada tiga draft yang diperbandingkan dalam pembahasan yaitu, draft inisiatif DPR yang disusun oleh Badan Legislasi (Baleg), draft yang disusun oleh UI, dan draft yang disusun oleh Lembaga Informasi Nasional (LIN). Hanya saja pembahasannya lama, karena RUU ini memang kalah prioritas dengan paket RUU bidang Politik. Selain persoalan di atas, RUU ini juga mengalami hambatan dengan masuknya RUU usulan pemerintah, yaitu RUU Rahasia Negara yang sangat berlainan dengan semangat dari RUU KMIP yang akibatnya mempengaruhi proses pembahasan
RUU KMIP lebih lanjut. Menurut 1 Paulus Widianto
bahasan, sebab RUU Rahasia Negara diletakkan menjadi prioritas yang sama dengan RUU KMIP. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Koalisi LSM tersebut disampaikan oleh koordinator jaringan LSM untuk KMIP, Sulastio.
”Munculnya ide juga dipicu karena belum adanya political will dari pemerintah yang terlihat dari sikap keraguan Menkominfo Sofyan Djalil. Sang menteri memandang bahwa implementasi UU KMIP bakal merepotkan badan-badan publik. Sikap pemerintah lainnya yang dinilai mengabaikan pembahasan RUU KMIP karena secara tiba-tiba pemerintah mengajukan RUU Rahasia Negara dan RUU KUHP”
"Kami meragukan keseriusan pemerintah untuk segera membahas RUU KMIP," tegasnya. Hal ini menurutnya bisa dilihat dari ketiadaan alokasi anggaran untuk membahas RUU KMIP yang diajukan pemerintah kepada Panitia Anggaran pada periode 2004-2005 ini. 2
Begitu pula dengan Roman Lendong yang menegaskan bahwa:
Soal komentar yang mengatakan bahwa pemerintah menunggu jadwal pembahasan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR, Sulastio mengatakan bahwa itu hanya dalih untuk mencari jalan aman. Pasalnya salah satu pintu masuk pembahasan undang-undang memang melalui Baleg DPR.
”Roman Lendong dari Kelompok Visi Anak Bangsa menyatakan bahwa Menkominfo selalu beralasan bahwa masyarakat belum siap untuk menerima RUU KMIP. Namun, lanjut ia, pada kenyataannya sudah terbentuk komisi transparansi di daerah.”
Berdasarkan pantauan Koalisi LSM, setidaknya ada dua lembaga di DPR yang hendak mengajukan RUU KMIP. Pertama adalah Baleg, sebagai tindak lanjut dari penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan kedua, Komisi I DPR yang selama ini turut menyuarakan agar segera dibentuk RUU KMIP.”
Bila melihat dua pendapat di atas menunjukkan bahwa ada kecenderungan penetapan RUU KMIP diperhambat, sehingga proses untuk membuat keputusan menjadi sulit. Hambatan yang paling jelas terlihat adalah munculnya RUU Rahasia Negara yang sangat bertentangan dengan idealisme RUU KMIP. Munculnya RUU Rahasia Negara menjadi kontroversi di dalam pem-
Padahal bila dilihat dari tingkat prioritas RUU, maka RUU KMIP justru seharusnya mendapatkan prioritas utama untuk dibahas, selain karena waktunya yang cukup lama
1 Kompas, 24 November 2006, “Dipercepat dengan Strategi Daerah Mengepung Pusat “ 2 Ibid. Kompas, 24 November 2006 67
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
belum disahkan, RUU ini juga sedang ditunggu oleh daerah-daerah yang pada saat ini mereka banyak berinisiatif untuk menerapkan perdaperda yang berkaitan dengan RUU KMIP. Kondisi di atas dijelaskan oleh 3 Satya (Rektor UI) mengapa RUU KMIP perlu diprioritaskan karena alasan berikut ini:
akuntabilitas di dalam penyelenggaraan tersebut. Hal lain mengenai pen tingnya RUU KMIP ini menurut Satya adalah sebagai berikut: “Kesemua alasan itu menjadi lebih penting mengingat di masa yang akan datang masyarakat Indonesia akan bertransformasi menjadi masyarakat informasi. Yaitu, bangsa di mana mayoritas tenaga kerjanya di bidang informasi dan informasi adalah elemen terpenting dalam kehidupan. “4
“UU KMIP sangat penting dalam kaitannya dengan HAM, good governance dan well inform citizenship. Dengan UU ini, juga bisa dicapai langkah bagaimana menciptakan masyarakat yang kaya informasi dan mengeliminasi kesenjangan informasi yang selama ini ada.”
Bila dilihat dari perkembangan zaman, menunjukkan bahwa saat ini era yang terjadi adalah era penggunaan teknologi komunikasi dan informasi. Pada era ini tidak hanya pemerintah yang dapat menggunakan teknologi di atas, tetapi juga masyarakat sebagai pengguna teknologi tersebut. Oleh karena itu melalui kecanggihan teknologi perlu kiranya pemerintah membuat undang-undang yang dapat membangun pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi sebagai pelayanan penting bagi publik. Selain RUU KMIP menjadi penting untuk dibahas dan diprioritaskan, RUU KMIP ini juga pantas untuk segera disahkan. Hal ini disebabkan beberapa daerah secara inisiatif telah membentuk perda (peraturan daerah) yang menegaskan upaya transparansi di dalam pelaksanaan kebijakan publik, adapun daerah-daerah itu antara lain:
Pernyataan di atas menegaskan bahwa sejak Negara ini dibangun, belum ada undang-undang yang mengatur bagaimana masyarakat dapat memperoleh kebebasan informasi. Pada masa pemerintahan Orde Baru, masyarakat yang dibentuk adalah masyarakat yang buta informasi sehingga sampai saat ini budaya korupsi masih menjadi bagian dari kehidupan para birokrat dan pemerintahan di Indonesia. Secara idealis, RUU KMIP merupakan bagian untuk membangun tata pemerintahan yang lebih baik (good governance) yang arti dari pengertian ini adalah membangun suatu sistem baik pemerintah maupun masyarakat yang saling memantau kinerja mereka, dimana didalamnya dilibatkan nilainilai transparansi, responsibilitas dan
Ibid, 24 Juni 2003, “Fatal, Jika RUU KMIP Tidak Selesai Sebelum Pemilu” 4
3
Kompas, 24 Juni 2003, “Fatal, Jika RUU KMIP Tidak Selesai Sebelum Pemilu” 68 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
Perda Perda Transparansi Transparan yang sudah yang masih disahkan proses Tanah Datar Semarang Solok Kupang Lebak Kota Bekasi Bandung Majalengka Kebumen Magelang Bantul Ngawi Lamongan Boalemo Bolaang Mongodow Gowa Takalar Bulukumba Kendari Gorontalo Pontianak Manado Sumber : Kompas, 24 November 2006
penetapan kenaikan BBM, listrik, PAM, telepon dan lainnya yang selama ini tertutup aksesnya oleh masyarakat atau lembaga-lembaga masyarakat, maka dengan adanya UU KMIP masyarakat dapat mengetahui lebih jauh persoalan-persoalan dibalik penetapan kebijakan publik oleh pemerintah. Ruang Lingkup Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka tulisan ini akan membahas beberapa point penting antara lain: 1. Mengapa RUU KMIP tidak menjadi prioritas isu untuk ditetapkan sebagai undang -undang oleh DPR RI dan khususnya pemerintah. 2. Mengapa pemerintah menempatkan RUU KMIP menjadi kontro versi dengan ajuan RUU lain (RUU Rahasia Negara)? 3. Apa saja unsur-unsur politis di dalam proses pembuatan RUU tersebut? Aktor-aktor dan lembaga apa yang memiliki kepentingan di dalam dua masalah di atas?
Oleh karena itu jelas bahwa RUU KMIP perlu disahkan, mengingat sudah banyak daerah yang berinisiatif membentuk perda transparansi, dimana semestinya perda ini harus mendapatkan payung hukum dari undang-undang yang lebih tinggi. Bila dalam RUU KMIP ini tidak akan diketuk palu hingga tahun 2007 maka akan banyak hal-hal yang memungkinkan munculnya kesulitan untuk membangun transparansi di Negara ini. Salah satunya adalah pelaksanaan pilkada dan pemilu 2009 sangat berkaitan dengan RUU KMIP dimana pada 2 penyelenggaraan pesta besar ini seharusnya publik dapat mengakses lebih jauh tentang penyelenggaraan pemilu lebih dini. Selain itu dalam penetapan kebijakan-kebijakan publik lainnya seperti
Kerangka Teori Berdasarkan penjelasan di atas maka untuk menganalisa masalahmasalah di atas berikut ini digunakan beberapa teori yang akan diturunkan menjadi indikator di dalam menilai permasalahan di atas. Salah satu untuk memahami analisa politik di dalam kebijakan publik adalah menggunakan metode analisa politik di dalam kebijakan publik. Metode analisa ini merupakan suatu alat untuk menganalisis 69 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
Kerangka normative ini, karenanya lebih berkaitan dengan apa yang seharusnya ada ketimbang apa yang ada dalam kenyataannya.
kebijakan publik. Tujuan dari penggunaan metode analisa ini adalah: “ dalam rangka memahami multiplisitas faktor dan kekuatan yang membentuk problem dan proses sosial, kita mesti menyusun model-model, pemetaan (map) atau berpikir dalam term metafora. Ini mencakup kerangka kita berpikir dan menjelaskan”5 .
Berdasarkan ketiga tujuan di atas, maka model yang digunakan dalam makalah ini adalah menggunakan explanatory framework sebagai tujuan yang berbicara pada siklus atau tahapan dalam proses analisa kebijakan. Tahapan kebijakan, sirkulasi kebijakan atau siklus kebijakan merupakan teori di dalam menganalisa kebijakan publik. Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Harold Laswell di tahun 1956 yang menjelaskan model proses kebijakan yang terdiri dari 7 tahapan: intelegence, promotion, prescription, invocation, application, 6 termination and appraisal . Sedangkan dalam menganalisa masalah dibalik kebijakan RUU KMIP ini digunakan tahapan siklus kebijakan yang mencoba untuk melihat aktoraktor yang terlibat, perilaku politik, sikap, kepentingan organisasi dari sistem politik. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembuatan kebijakan terjadi taksiran dari efekefek kumulatif dari berbagai aktoraktor, kekuatan-kekuatan dan lembaga-lembaga yang berinteraksi di dalam proses kebijakan yang pada akhirnya menghasilkan sesuatu. Adapun tahapan atau siklus kebijakan publik yang digunakan dalam tulisan ini antara lain:
Ada tujuan dan maksud yang berbeda dari adanya kerangka berpikir atau penggunaan metode analisa antara lain: Explanatory framework, adalah usaha untuk menunjukkan bagaimana sesuatu terjadi. Di lain pihak, kerangka ini bisa dianggap sebagai model/ teori/peta yang “heuritis” yakni bertujuan untuk menyediakan suatu kerangka pemikiran yang bisa dipakai untuk mengeksplorasi, sebuah metode untuk mempelajari atau meneliti problem atau proses yang rumit. Gagasan tahapan kebijakan atau siklus kebijakan adalah contoh dari model heuristic penting dalam analisis kebijakan. Ideal type, frameworks adalah upaya untuk mendefinisikan karakteristik dari suatu fenomena, sehingga dengan karakteristik itu kita bisa mengetahui apakah sesuatu itu merupakan bagian dari kelompok fenomena yang memiliki property atau kriteria yang sama. Normative frameworks menentukan kondisi atau tatanan apa yang harus ada agar tujuan tertentu bisa dicapai.
6
Werner Jann and Kai Wegrich, in Fischer, Frank/Miller. Gerald/Sidney, Mara (eds): Handbook of Public Policy Analysis: Theory, Politics, and Methods (Routledge), Forthcoming (2005)
5
Wayne Persons, 2005, “Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan”, Jakarta : Kencana, hal. 61 70 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
1.
8
Agenda setting sebagai penetapan isu dan penyeleksian isu. Tujuan dari penetapan isu berkaitan dengan masalahmasalah sosial yang didefinisikan bagi keperluan dari intervensi Negara yang dijalankan. Dalam menetapkan isu terjadi proses pengumpulan informasi dari berbagai kalangan di publik atau pejabat atau masyarakat di lembaga untuk pertimbanganpertimbangan dalam penetapan agenda kebijakan. Sejak tahun 19607 ditemukan suatu studi bahwa di dalam proses agenda setting di dalamnya terdapat proses politik yang menekankan perhatian politik pada setiap masalah kebijakan. Aktor di luar pemerintah seringkali mempengaruhi pembentukan agenda dengan mengambil keuntungan dari peningkatan perhatian pada isu-isu yang utama, mendramatisir sebuah problem atau mendorong definisi dari masalah secara utama. Biasanya strategi utama yang dilakukan adalah dengan menggunakan media untuk menghasilkan identifikasi sebagai tujuan-tujuan atau taktik membangun isu. Biasanya sejumlah aktor terlibat di dalam kegiatan mengontrol agenda atau pembentukan dan hampir dari setiap variabel dan mekanisme mempengaruhi agenda setting baik secara langsung di luar atau aktor tersendiri. Bagaimana agenda setting dapat menampilkan suatu isu yang dianggap penting dari sekian banyak agenda yang ada?
Baumgartern menjelaskan bahwa ada pertanyaan-pertanyaan dari upaya meningkatkan isu menjadi agenda setting. Pertama adalah masalah kebijakan apa yang diamati? Kapan dan bagaimana masalah kebijakan masuk ke dalam agenda pemerintah? Mengapa masalah-masalah lain dikesampingkan dari agenda? Lebih dari itu sirkulasi dari perhatian isu dan ikatan dari solusi dihubungkan kepada masalah-masalah spesifik yang relevan pada aspek-aspek dari perhatian kebijakan dengan agenda setting. 2.
8 7
Ibid, hal. 18
9
Formulasi kebijakan dan pembuatan keputusan. Formulasi kebijakan mengadopsi apa yang harus ditempuh dari kebijakan dan pertimbangan dari berbagai alternatif langkah-langkah. Beberapa penulis membedakan formulasi antara alternatif langkah dengan adopsi terakhir atau keputusan formal yang diambil. Pada saat ini studi mengenai formulasi kebijakan terkait dengan teknik-teknik dan alat yang rasional dalam membuat keputusan yang dilakukan pemerintah. Hal ini kemudian menjadi bukti adanya perencanaan politik. Menurut Lindblom dan Wildavxky9 (1979) mengatakan bahwa pembuatan keputusan tidak hanya berkaitan dengan pengumpulan data dan proses analisis tetapi lebih dari itu juga berkaitan dengan resolusi konflik antara publik dan privat aktor dan
Ibid, hal. 20 Ibid, hal. 18
71 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
antar departemen pemerintah. Pola-pola ini diistilahkan sebagai tipe dari negatif koordinasi. 3.
4.
adalah mengkontribusikan penyelesaian masalah atau setidaknya mereduksi masalahmasalah lebih jauh. Evaluasi memfokuskan pada hasil dan tidak melihat konsekuensi dari kebijakan. Studi evaluasi tidak dibatasi pada tahapan utama dari sirkulasi kebijakan meskipun perspektif ini diterapkan di seluruh proses pembuatan kebijakan. Evaluasi dapat melihat polapola yang dipelajari dari kebijakan dengan berbagai implikasi berbeda dari mekanisme umpan balik. Evaluasi juga menempatkan terminasi dari kebijakan. Pembentukan kembali konsep dan instrumen manajemen. Hanya bedanya pada terminasi kebijakan, masalah masalah yang ditemukan di dalam kebijakan dapat diselesaikan atau mengadopsi ukuran dari kebijakan yang pernah diterapkan.
Implementasi. Implementasi kebijakan adalah apa yang terjadi antara perhatian yang dibuat pemerintah, apakah pemerintah melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Tipe ideal dari proses implementasi kebijakan terdapat beberapa elemen utama: Program yang dibuat spesifik dan detil (Bagaimana agensi atau organisasi akan mengeksekusi program? Bagaimana program diinterpretasikan?) Alokasi dari sumber-sumber (Bagaimana keuangan didistribusikan? Mengapa personel mengeksekusi program? Unit mana dari organisasi mendapatkan keuntungan dari eksekusi tersebut?) Keputusan (Bagaimana keputusan dari salah satu kasus dapat dikeluarkan?) Berdasarkan perkembangan yang ditemukan dari studi implementasi adalah bahwa terjadi perubahan perspektif dari implementasi dimana pada tahun 1970 impelementasi didasari oleh pers-pektif top-down yang memusatkan perhatian implementasi atas dasar hirarki dari atas, namun berbeda dengan perspektif bottom up yang menekankan upaya untuk menerima masukan dari bawah terhadap program-program yang dibuat.
Bila dikaitkan dengan permasalahan lamanya penetapan RUU KMIP, maka penggunaan analisa dalam tulisan ini ditekankan pada tahapan pada agenda setting sampai dengan formulasi kebijakan dan pembuatan keputusan. Hal ini dikarenakan RUU KMIP baru sampai pada pembahasan antara DPR RI dan pemerintah dimana belum terjadi pembuatan keputusan. Selain menggunakan analisa dengan model siklus kebijakan publik, maka analisa berikutnya adalah dengan memahami model dan konsep politik di dalam kebijakan publik. Ada beberapa tujuan mengapa perlu memahami model dan konsep politik di dalam kebijakan po-
Evaluasi dan termination. Tujuan dari pembuatan kebijakan 72
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
10
litik antara lain adalah : (1) sebagai cara sederhana dan memperjelas pemikiran mengai pemerintah dan politik, (2) mengidentifikasi pentingnya kekuatan yang mendorong masyarakat berpolitik, (3) menghubungkan pengetahuan tentang politik yang relevan, (4) mengetahui secara langsung di dalam politik itu sendiri, dan (5) untuk memberikan penjelasan kejadian-kejadian politik dan hasilhasil yang ditemukan. Berdasarkan penjelasan itu maka para ahli juga mencoba untuk melihat apakah kosep dan model politik memiliki kegunaan di dalam mempelajari kebijakan publik terutama menguji kebijakan publik dari perspektif teori sistem, elit, teori kelompok, pembuatan keputusan yang rasional, incrementalism, game theory dan institutionalism. Untuk melakukan analisa model politik di dalam pembuatan RUU KMIP, maka digunakan 2 model politik, yaitu model politik dalam teori kelembagaan dan teori kelompok. Di 11 dalam model kelembagaan yaitu kebijakan sebagai aktivitas lembaga dijelaskan bahwa struktur pemerintahan dan kelembagaan memiliki sifat sentral yang cukup lama di dalam ilmu politik. Jadi hal-hal yang berkaitan dengan kelembagaan pemerintahan sangat didominasi oleh adanya aktivitas-aktivitas politik yang didalamnya ada nilai kewenangan, implementasi kewenangan dan mendorong institusi pemerintahan. Maka jelas hubungan antara kebijakan publik dan institusi pemerintahan sa-
ngat dekat. Pemerintah dalam menjalankan kebijakan publik terbagi di dalam beberapa karakteristik antara lain: pemerintah melegitimasi kebijakan karena pemerintah secara sah mempunyai kemampuan mewajibkan dan memerintahkan kepada negara untuk loyal terhadap kebijakan yang sudah ditetapkan. Selain itu pemerintah memiliki hak monopoli untuk menggunakan paksaan kepada masyarakat melalui legitimasi pemerintah untuk membuat sanksi terhadap pelanggar hukum atau peraturan. Pemerintah merupakan lembaga yang berstruktur yang didalamnya terdapat pola-pola yang menentukan siapa yang akan menduduki jabatan tersebut, selain itu pula di dalam lembaga tersebut juga terdapat aturan main yang dapat mempengaruhi isi dari kebijakan publik. Maka jelas bahwa struktur dalam lembaga pemerintahan memiliki pengaruh penting terhadap konsekuensi dari kebijakan. Teori kelompok dan kebijakan 12 sebagai keseimbangan kelompok . Pada aspek atau model ini menjelaskan bahwa ada hubungan antara kelompok kepentingan dengan kebijakan politik. Penjelasan ini diawali dengan konsep bahwa individual yang berinteraksi cenderung untuk membuat kelompok karena adanya kepentingan yang sama, sehingga mereka secara formal dan informal membentuk wadah sebagai tempat menampung aspirasinya. Kelompok kepentingan ini juga dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan di pemerintahan karena terkait dengan kepentingan individu dan kelompoknya. Maka secara jelas kelompok
10
Thomas R Dye, 1960, “Understanding Public Policy, Models of Politics, Some Help in Thinking About Public Policy”, Prentice Hall, Hal. 17 11 ibid, hal.18
12 ibid,
hal.21
73 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
kepentingan ini menjadi jembatan antara individu dengan pemerintah, dimana politik menjadi bagian dari upaya mempertahankan kelompok mempengaruhi kebijakan publik. Adapun tugas dari sistem politik adalah bagaimana me-manage konflik antar kelompok yang antara lain adalah (1) membangun aturan main di dalam kelompok yang bertikai, (2) menyusun kesepakatan dan keseimbangan kepentingan, (3) melaksanakan kesepakatan di dalam bentuk kebijakan publik dan (4) mendorong pelaksanaan kesepakatan bersama. Berdasarkan hal di atas jelas bahwa kebijakan publik merupakan cara atau metode yang dapat menyeimbangkan berbagai benturan atau pertikaian antar kelompok. Selain kelompok kepentingan terdapat juga kelompok yang disebut faksi-faksi. Berbeda dengan kelompok kepentingan, kelompok ini terbentuk selain karena ada kepentingan yang sama tetapi juga karena adanya kepentingan perlawanan terhadap kelompok lainnya (warga negara lain). Pada masalah pertentangan antar faksi, maka pembuat kebijakan akan mencoba merespon antara kepentingan faksi melalui bargaining, negosiasi dan kesepakatan sehingga dalam hal ini akan terjadi proses saling mempengaruhi terhadap pembuatan kebijakan publik. Selain menjelaskan beberapa teori di atas, maka untuk menjelaskan secara operasional mengenai analisa politik dalam RUU KMIP ini menggunakan indikator dan matrix sebagai berikut: 1. Evaluasi Kebijakan Proses Kebijakan: • Apakah semua tahapan sudah dilalui dengan sempurna?
2. 74
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
• Di tahap mana terdapat kelemahan? • Apa saja sumber kelemahan itu? Isi Kebijakan: • Apakah tujuan dan sasaran kebijakan sudah memenuhi sifat kebijakan publik? (Kepentingan masyarakat banyak, kepentingan bersama & kepentingan kemanusiaan?) • Apakah rumusan permasalahan, dan visi, misi, program dan prioritas sudah tepat dan logis? Implementasi Kebijakan: • Apakah kebijakan berjalan sesuai rencana? • Apakah koordinasi dan kepemimpinan dalam implementasi berjalan dengan efektif? • Seberapa jauh/cukup kesiapan sumber daya dalam implementasi kebijakan? Dampak Kebijakan: • Apakah sudah terjadi perubahan situasi (mengatasi dan mengurangi beban masalah yang ditemukan pada saat agenda setting), atau menghasilkan perubahan kondisi pada kelompok sasaran yang dituju sesuai indikator-indikator keberhasilan yang disusun? • Apakah benar perubahan itu karena pengaruh kebijakan? • Apakah ada dampak berantai dari kebijakan? • Bagaimana perkiraan usia dampak untuk jangka panjang? • Bagaimana dampak finansial dan dampak ekonomi dari kebijakan itu? Obyek Evaluasi Politik Aktor dan Kepentingan:
• Siapa sajakah aktor-aktor (individu ataupun kelompok) yang terlibat dalam membuat, mendukung dan mempengaruhi, dan siapa yang menentang kebijakan? • Apakah terdapat bias kepentingan birokrat, atau intervensi politisi, pengusaha, dsb dalam tahap agenda setting, formulasi & adopsi kebijakan? Kelembagaan dan Sistem: • Apakah penyaringan masukan (input) sudah dilakukan secara demokratis dan partisipatif? • Apakah partai dan organisasi politik telah menyerap dan mengartikulasikan kepentingan konstituennya? • Apakah lembaga legislatif sudah melakukan pengawasan efektif atas implementasi kebijakan? • Apakah ada aktor-aktor masyarakat sipil yang melakukan pengawasan? Bagaimana kekuatan pengaruh mereka? • Apakah masing-masing lembaga negara sudah berfungsi dalam proses kebijakan publik? (lembaga perencana, pelaksana, pengawasan, penilai) • Apakah proses politik yang terjadi memperlihatkan sistem dan ideologi tertentu? Sosio-historis Bagaimana sejarah tebentuknya formasi sosial dan politik aktor-aktor? Budaya Politik • Apakah ada sistem nilai kekuasaan tertentu yang mempengaruhi hasil kebijakan? (Contoh: NTB) Dampak Politik
• Apakah implementasi kebijakan menimbulkan perubahan sikap politik pada kelompok tertentu? • Apakah kebijakan tersebut menimbulkan potensi konflik atau konflik baru? • Apakah kebijakan mengubah konstelasi politik sebelum kebijakan itu dibuat? Analisa dan Pembahasan Seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah bahwa proses pembuatan RUU KMIP sampai saat ini belum dapat diselesaikan, karena beberapa faktor antara lain, bahwa RUU KMIP ini tidak ditempatkan sebagai RUU prioritas seperti halnya RUU di Bidang Politik. Selain itu sampai saat ini pembahasan RUU KMIP juga mengalami proses stagnan karena ketidaksungguhan pemerintah untuk membahas RUU tersebut, bahkan terjadi kontroversi dengan RUU yang diajukan pemerintah seperti RUU Rahasia Negara. Hal ini tentunya menjadi pertanyaan, mengapa dalam pembahasan RUU KMIP harus begitu lama untuk diputuskan, selain itu mengapa munculnya RUU Rahasia Negara yang justru membangun pertentangan dengan semangat RUU KMIP. Berdasarkan latar belakang masalah ini maka dilakukan analisa isu-isu politik dibalik upaya penetapan RUU KMIP. Bila kita berbicara tentang isi RUU KMIP dijelaskan bahwa tujuan dari RUU ini menurut Paulus Widianto bahwa, “RUU KMIP ini bisa memberantas tindak pidana korupsi dari hulunya. Pasalnya sebagai contoh, sebelum proyek yang didanai oleh dana publik dilak75 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
sanakan pemerintah bisa memeriksa13 nya terlebih dahulu .” Maka dengan adanya UU KMIP diharapkan proses pemberantasan korupsi di Indonesia khususnya di lembaga pemerintahan dapat diminimalisir, karena RUU KMIP adalah salah satu bentuk komitmen pemerintah untuk membangun good governance khususnya transparansi anggaran. Beberapa daerah sudah mulai melakukan upaya membentuk transparansi anggaran yang sangat berkaitan dengan RUU KMIP. Ada beberapa faktor mengapa perencanaan dan penganggaran partisipatif menjadi wacana penting dan merupakan agenda reformasi di banyak daerah. Pertama, secara paradigmatik diyakini bahwa perencanaan dan penganggaran partisipatif adalah bentuk kongkret dari pelaksanaan desentralisasi administrasi pemerintahan dan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Perencanaan dan penganggaran partisipatif adalah bentuk nyata penerapan prinsip demokrasi dalam alokasi sumberdaya publik. Kedua, munculnya dukungan kerangka hukum yang memberikan peluang bagi daerah untuk mengatur urusan daerahnya, termasuk di dalamnya urusan perencanaan dan pengalokasian anggaran. Inisiatif reformasi kebijakan perencanaan dan penganggaran daerah muncul sejak ditetapkannya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999. Inisiatif tersebut kemudian menguat bersamaan dengan lahirnya UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan. Bila dilihat dari semangat pemerintah daerah melakukan upaya untuk membangun pemerintahan yang transparan, maka RUU KMIP menjadi penting untuk ditetapkan, tanpa adanya undang-undang yang mendukung inisiatif pemerintah daerah akan memperhambat proses transparansi dan proses menuju masyarakat informasi yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Menurut Tristnati Mitayani14 salah satu anggota Komisi I DPR menjelaskan mengapa proses RUU KMIP mengalami hambatan. Hal ini disebabkan pemerintah tidak serius untuk membahas RUU KMIP, berikut penjelasannya: “Tristanti mengatakan, dirinya menangkap kesan keengganan pemerintah untuk segera membahas RUU tersebut bersama DPR. Setidaknya hal tersebut tergambarkan dalam tanggapan Menkominfo yang mengkhawatirkan implementasi RUU KMIP jika segera disahkan dalam waktu dekat. "Argumen yang beliau (Menkominfo, red) ungkapkan dangkal. Sepertinya dia belum membaca RUUnya secara menyeluruh. Saya menyayangkan Menkominfo tidak memahami bahwa RUU KMIP itu sudah mendesak untuk segera dibahas," tegas Trisanti.
13
www. hukumonline.com, 16/9/05, “Anggota DPR Sayangkan Menkominfo Tak Pahami Pentingnya RUU KMIP”
Dalam kesempatan itu ia juga mengkritik Presiden Susilo 14 ibid,
76 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
16/09/2006
Bambang Yudhoyono yang tak kunjung mengeluarkan amanat presiden (ampres) untuk keperluan pembahasan RUU KMIP. Tanpa ampres tersebut, sekuat apapun keinginan DPR, RUU KMIP tidak akan bisa maju ke tahap pembahasan.
netapkan RUU KMIP di dalam agenda setting adalah tepat. Pada tahap ini isu mengenai pemberantasan korupsi yang dituangkan dalam program pembangunan nasional adalah tepat, dimana pada saat itu salah satu agenda nasional adalah berupaya membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi. Oleh karena itu isu korupsi menjadi isu yang ditetapkan sebagai prioritas dari berbagai pilihan lainnya. Oleh karena itu RUU KMIP menjadi bagian dari penetapan isu pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu inisiatif dari DPR. Namun sayangnya ketika isu pemberantasan korupsi telah ditetapkan tetapi dalam tahap berikutnya, yaitu pada formulasi kebijakan justru RUU KMIP mengalami hambatan. Ini terlihat dari dua kali pemerintahan (masa Presiden Megawati) dan saat ini Presiden SBY, adanya kecenderungan penolakan pemerintah terhadap usulan RUU KMIP, terbukti pada masa Presiden Megawati, Presiden tidak memberikan amanat sehingga RUU KMIP ini harus diakukan dari awal kembali. Demikian pula pada masa Presiden SBY ditakutkan akan muncul perilaku yang sama untuk tidak mengamanatkan RUU KMIP menjadi UU. Oleh karena itu proses penetapan RUU KMIP mengalami hambatan cukup besar bila dikaitkan kepentingan aktor-aktor yang terlibat di dalam penyusunan RUU ini. Bila dilihat dari tahapan agenda setting maka aktor-aktor yang terlibat lebih dipengaruhi oleh unsur-unsur atau lembaga-lembaga di masyarakat baik partai politik maupun LSM serta ormas-ormas lain yang berupaya untuk memberantas korupsi yang dianggap menjadi prioritas dari
Wajar jika Tristanti punya kekhawatiran tersebut. Pasalnya DPR periode yang lalu juga gagal melakukan pembahasan terhadap RUU KMIP karena Presiden Megawati saat itu tidak kunjung mengeluarkan ampres-nya. Akibatnya, DPR periode kali ini harus mengulangi tahapan pengajuan RUU itu dari awal.” Hal senada juga dijelaskan oleh koalisi LSM untuk RUU KMIP, Hanif 15 Suranto bahwa alasan pemerintah (jajaran departemen) belum siap mengimplementasikan RUU KMIP justru terbalik logikanya. Dengan diberlakukannya RUU ini, menurut Hanif, maka jajaran birokrasi di departemen yang ada didorong kesiapannya menyediakan akses terhadap informasi publik. Sekaligus, mengubah kultur departemen yang selama ini terkesan selalu tertutup. Melihat hal itu jelas bahwa pemerintah di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhono tidak sepenuhnya serius untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi melalui RUU KMIP yang selama ini kesan dipending terus dari agenda yang telah dibuat. Bila dilakukan analisis kebijakan publik dari tahapan atau siklus kebijakan, maka dalam me15
ibid, 16/09/2006 77
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
agenda nasional. Berikut gambaran lebih jelas mengenai hal itu dalam bentuk bagan berikut ini:
AGENDA SETTING (Penetapan Isu) Isu pemberan tasan korupsi
Masyarak at, LSM, ormas, parpol melalui kampanye
ses ini terjadi pemilahan antara dua kewenangan, yaitu DPR sebagai lembaga yang membuat undang-
FORMULASI KEBIJAKAN (RUU KMIP)
DPRI, Hak inisiatif
Pada bagan di atas menunjukkan bahwa pada tingkat agenda setting terjadi penetapan isu terhadap upaya pemberantasan korupsi yang kemudian ditindaklanjuti membentuk RUU KMIP yang di formulasikan dalam kebijakan oleh DPR dan pemerintah, namun pada proses ini terjadi hambatan khususnya dikaitkan dengan keseriusan pemerintah untuk membahas RUU KMIP, terlihat pada bagan di atas garis yang dibuat adalah putus-putus, ini menunjukkan bahwa ada tarik-menarik politik antara pemerintah dan DPR. Tarikmenarik inilah yang kemudian dalam teori kelembagaan dan teori kelompok terlihat jelas. Pada teori kelembagaan jelas bahwa RUU KMIP merupakan produk yang dibuat oleh pemerintahan yaitu DPR dan Pemerintah yang memiliki kewenangan untuk membuat keputusan serta membuat aturan serta mengawasi implementasi dari pelaksanaan aturan yang telah diputuskan. Pada pro-
Pemerintah, amandemen presiden
undang dan pemerintah yang akan melaksanakan undang-undang. Bila dikaitkan dengan RUU KMIP maka pemerintah merupakan lembaga yang harus menjalankan RUU KMIP yaitu bagaimana pemerintah melalui departemen-departemen secara langsung harus menjalankan pelaksanaan RUU KMIP yang berkaitan dengan upaya untuk membangun transparansi khususnya anggaran operasional kepada masyarakat. Jelas bahwa RUU KMIP akan membawa dampak terhadap departemen-departemen pemerintah yang dalam hal ini adalah lembaga-lembaga yang membuat program dan menjalankan pembuatan anggaran. Selain itu di tingkat formulasi kebijakan terjadi pula tarik menarik kepentingan antara pemerintah dengan DPR untuk menetapkan RUU KMIP menjadi undang-undang. Pada kelompok pemerintah ada beberapa upaya untuk mendorong agar RUU KMIP diimbangi dengan RUU 78
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
PEMBUATAN KEPUTUSAN
Rahasia Negara. Upaya ini menun-
jukkan bahwa kelompok pemerintah
G A M B A R A N E V A L U A S I K E B IJ A K A N O B Y E K E V A L U A S I P O L IT IK M E N Y A N G K U T P R O S E S P E N E T A P A N R U U K M IP E v a lu a s i K e b ija k a n
T in g k a t K e b e r h a s ila n
1 . P r o s e s K e b ija k a n •
A pakah sem ua ta h a p a n s u d a h d ila lu i d e n g a n s e m p u rn a ?
•
D i ta h a p m a n a t e r d a p a t k e le m a h a n ?
•
A p a s a ja s u m b e r k e le m a h a n it u ?
B e lu m , k a r e n a p a d a t a h a p a n f o r m u la s i k e b ija k a n t e r d a p a t h a m b a ta n d a ri p e m e r in t a h
R U U K M I P t id a k d ile t a k a n s e b a g a i R U U p r io r it a s
•
T e r ja d i ta r ik m e n a r ik k e p e n t in g a n a n t a r a p e m e r in t a h d e n g a n D P R u n tu k m e n e ta p k a n R U U K M I P m e n ja d i U U
A p a k a h t u ju a n d a n s a s a ra n k e b ija k a n s u d a h m e m e n u h i s if a t k e b ija k a n p u b lik ? ( K e p e n t in g a n m a s y a ra k a t banyak, k e p e n t in g a n b e rs a m a & k e p e n t in g a n k e m a n u s ia a n ? )
A p a k a h te r d a p a t b ia s k e p e n t in g a n b ir o k r a t , a t a u in t e r v e n s i p o lit is i, pengusaha, dsb d a la m t a h a p a g e n d a s e tt in g , f o r m u la s i & a d o p s i k e b ija k a n ?
H a s il E v a lu a s i
Yang m em buat u s u la n d r a f R U U K M I P a d a la h D P R , m endukung LS M , D P R K o m is i I d a n m e m p e n g a ru h i k o a lis i L S M s e r ta le m b a g a m a s y a r a k a t la in y a n g m e n e n t a n g a d a la h p e m e r in ta h t e r lih a t d a r i m u n c u ln y a R U U R a h a s ia N e g a r a s e b a g a i u s u la n n y a Y a , d ia s u m s ik a n a d a n y a k e t e r lib a t a n p o lit ik m ilit e r , k e p e n t in g a n p en g u s a h a y a n g d ila t a r b e la k a n g i m ilit e r , d e p a r t e m e n d e p a rte m e n d i p e m e r in t a h a n , k a r e n a R U U K M IP le b ih m e n e k a n k a n k e a r a h b ir o k r a s i d i p e m e r in t a h
2 . K e le m b a g a a n d a n S is t e m
2 . Is i K e b ija k a n
•
O b y e k E v a lu a s i P o lit ik 1 . A k to r d a n K e p e n t in g a n • S ia p a s a ja k a h a k to r- a k to r ( in d iv id u a t a u p u n k e lo m p o k ) y a n g t e r lib a t d a la m m e m b u a t, m endukung dan m e m p e n g a r u h i, d a n s ia p a y a n g m e n e n ta n g k e b ija k a n ?
RUU K M IP sudah m e m e n u h i k e b ija k a n p u b lic k a re n a b e r is ik a n upaya m a s y a ra k a t m e n d a p a t in f o r m a s i le b ih lu a s b e r k e n a a n dengan p e la y a n a n p u b lic khususnya tra n s p a ra n s i a n g g a ra n
•
Apakah p e n y a r in g a n m a s u k a n ( in p u t ) s u d a h d ila k u k a n s e c a r a d e m o k r a tis d a n p a r t is ip a t if ?
•
A p a k a h p a rta i d a n o r g a n is a s i p o lit ik t e la h m e n y e r a p dan m e n g a r tik u la s ik a n k e p e n t in g a n k o n s t it u e n n y a ?
P a d a t in g k a t a g e n d a s e tt in g s u d a h t e r ja d i p r o s e s d e m o k r a tis y a n g m e lib a tk a n b a n y a k u n s u re , n a m u n p a d a ta h a p f o r m u la s i k e b ija k a n t e r ja d i p e n g u r a n g a n k e t e r lib a t a n p e r a n d a ri m a s y a ra k a t t e r lih a t d a r i k u r a n g n y a in f o r m a s i m engenai RUU K M IP d i b e b e ra p a d a e ra h B e lu m m e n u n ju k k a n h a l n y a ta , d o ro n g a n u n t u k m e n y e le s a ik a n R U U K M I P t id a k b a n y a k s u a ra d a ri p a r t a i k e c u a li d a r i f r a k s i-f r a k s i.
79 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
memiliki kepentingan tersendiri untuk membuat RUU KMIP menjadi lamban untuk ditetapkan sebagai undangundang. Bila dilihat dalam evaluasi di bawah ini bahwa dalam proses pembuatan RUU KMIP sudah melalui tahap sempurna. Berdasarkan gambaran pemetaan matriks di atas terlihat jelas bahwa proses pembahasan RUU KMIP dipengaruhi beberapa kepentingan bila dilihat dari tingkat aktor-aktor yang terlibat, jelas bahwa pemerintah paling berat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan tersebut. Hal ini lebih jelas nyata ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan RUU Rahasia Negara yang pada dasarnya sangat didominasi oleh kepentingan pemerintah. Ini terlihat dari 16 penjelasan Menkominfo Sofyan Jali . “Salah satu kekhawatiran yang dikemukakan adalah permintaan informasi yang berlebih akan menghambat berbagai program pemerintah, karena pejabatnya terlalu disibukkan pelayanan informasi. Ada pula kekhawatiran penyalahgunaan informasi dengan tujuan tidak baik.” Demikian pula lembaga politik di tingkat pusat dalam hal ini pemerintah tidak merespon adanya perda-perda transparansi yang merupakan inisiatif dari beberapa daerah. Padahal dengan adanya momen tersebut, seharusnya pemerintah berupaya untuk mempercepat penuntasan pembahasan RUU. Berikut ini komentar dari Komisi I DPR, Joko Susilo: “pemerintahan sekarang ternyata belum memprioritaskan masalah transparansi terhadap
informasi publik dalam program kerjanya. Indikatornya, pembahasan RUU KMIP ternyata tidak dijadwalkan untuk mendapat pembahasan segera dari pemerintah.” Hal yang sama juga dijelaskan oleh Agus Sudibyo dari Koalisi LSM untuk 17 RUU KMIP berikut penjelasannya, "Pengesahan RUU KMIP adalah salah satu tolok ukur untuk menilai keseriusan pemerintah untuk memberantas korupsi. Persoalannya adalah, proses legislasi terhadap RUU KMIP saat ini justru terhenti saat terjadi pergantian pemerintahan," ujar Agus. Untuk melihat sejauhmana keterlibatan aktor-aktor politik di dalam penyusunan RUU KMIP, termasuk di dalamnya kepentingan apa yang menjadi bagian dari proses itu, maka di bawah ini digunakan ukuran kepentingan aktor-aktor politik di dalam penyusunan RUU KMIP. Pada matriks ini akan terlihat sejauhmana kepentingan tertinggi dan terendah dari aktor-aktor politik tersebut. Berdasarkan ukuran kepentingan politik terhadap aktor-aktor politik terlihat jelas bahwa pemerintah dan DPR adalah dua lembaga yang memiliki kewenangan untuk menetapkan RUU KMIP namun dalam
17 www.hukumonline.com,
25 Nov 2004, Komisi I Kecewa, RUU KMIP Bukan Prioritas Pemerintahan SBY
16
www.awasiparlemen.org, 11 September 2006, “Pembahasan DIM RUU KMIP” 80 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005
RUANG KAJIAN
A k to r- a k to r di d a-la m a re a k e b ija k a n
P e m e rin ta h , d e p a rte m e n (m e n in fo k o m) dan le m b a g a d i p e m e rin ta h
DPR dan frak s i dan K o m is i I
P a rta i p o litik
LSM o rm a s
dan
U K U R A N A K T O R- A K T O R P O L IT IK Y A N G R E L E V A N P A D A K E B IJ A K A N R U U K M IP P rio rita s d a ri A la s a n-a la s a n S um ber T in g k a ta n p ea re a k e b ija k a n a k to r yang sum ber n g a ru h di u n tu k a k to r b e ru s a h a a k to r u n tu k d a la m a re a u n tu k m em k e b ija k a n m e m p e n g a ru h i p e n g a ru h i di a re a h a s il d a ri k e b ija k a n a re a k e b ija k a n M e m p e rla m b a t R U U K M IP d iAPBN T in g g i k a re n a penyusunan angga p m em m e m ilik i le g itidan m em buat p e rs u lit k in e rja m asi dan c o u n te r le m b a g a e k s ekewenangan p ro d u k tif d ek u tif d a n d a p a t u n tu k tid a k ngan d im e n e rim a m e m u n c u lk a n s a la h g u n a k a n u s u la n d a ri R U U R a h a s ia le g is la tif, N e g a ra s e p e rti a m an a t p re s id e n
S ia p m e n d o ro n g d ib e n tu k n y a RUU K M IP , n am u n m a s ih m e- n g a m b il p o s is i b e rim b a n g d engan p e m e rin ta h d a la m m e n ga m b il k e p u tu s a n P ra g m a tis te rg a n tu n g p a d a fra ks i -fra k s i d i D P R ta p i tid a k m en g a m b il s ik a p
M e n d o ro n g upaya p e n e ta p a n RUU K M IP m e n ja d i UU K M IP , s e rta m em ban gun good g o v e rn a n c e
A k tu a l dan p o te n s i gabungan k e p e n tin g a n a n ta ra a k to r a k to r K o a lis i d i p e m e rin ta h te rm asuk d e p a r te m e n dengan le m b a g a p e m e rin ta h , s e rta p a ra e lit y a n g te rg a n tu n g dengan p e ra n p e m e rin ta h K o a lis i dengan LS M s e rta p a rta i p o litik
D o ro n g a n d a e ra h s e p e rti p e rd a-p e rd a tra n s p a ra n d a n k o n s titu e n s e rta L S M d a n le m b a g a d o n o r lu a r n e g e ri y a n g c o n c e rn te rh a d a p R U U K M IP
A PBN dan ja b a ta n p o litis n y a
T in g g i k a re n a m e re k a m e m ilik i le g itim a s i, ja b a ta n p o litis dan kewenangan u n tu k m e n d o ro n g R U U K M IP
M e lih a t is u te rsebut tid a k p rio rita s s e h in g g a k ura n g m e n e m p a tk a n sebagai a g e n d a u ta m a , s e la in itu b e rk a ita n d e n g a n ja b a ta n ja b a ta n p o litik d i p e m e rin ta h ya ng s e c a ra la n g s u n g b e rk a ita n dengan kepentin g a n m e re k a U paya p re v e n tif a ta s te rja d in y a p ra k tik- p ra k tik k o ru p s i, p ro s e s p o litik m e n ja d i le b ih tra n sp a ra n .
A PBN dan p e rp a n ja n g ta n g a n n y a di fra k s i fra k s i D P R
M a m p u m e ndukung a ta u tid a k m enduk ung fra k s i a ta u p e m e rin ta h d a ri p a rta i p o litik n y a .
K e rja s a m a dengan p e m e rin ta h d a ri e lit p a rta i p o litik s e rta fra k s ifra k s i d i D P R
E lit - e lit te rte n tu d i lu a r p e m e rin ta h te rm a s u k le m b a g a pendonor lu a r n e g e ri
T in g g i, k a re n a m e re k a d a p a t m e mp e n g a ru h i p ro s e s p e m b u a ta n R U U K M IP
B e k e rja s a m a dengan k e lo m p o k k e lo m p o k pendukung good g o v e rn a n c e
81 Jurmal Madani Edisi I/Mei 2005
RUANG KAJIAN
persoalan saat ini antara DPR dengan Pemerintah terjadi perbedaan kepentingan. Pemerintah dalam hal ini tidak terlalu setuju untuk menempatkan RUU KMIP sebagai prioritas RUU. Hal ini dijelaskan dengan alasan sebagai berikut: 1. Belum adanya kepastian hukum, tentang hal yang bisa diketahui publik dan hal mana yang tidak bisa dibuka dengan alasan tertentu. 2. Masih banyak istilah-istilah yang harus diperjelas definisinya. 3. RUU KMIP hanya mengatur hak publik atas informasi tapi tidak mengatur kewajiban badan publik pemerintah untuk membuka informasi. 4. RUU KMIP tidak mengatur sanksi. 5. RUU KMIP tidak mengatur prosedur pengaduan dan mekanisme penjatuhan sanksi bila ada pejabat tidak memberikan informasi Alasan-alasan di atas juga berkaitan dengan adanya counter produktif pemerintah dengan mengajukan RUU Rahasia Negara yang salah satu ketentuannya menyebutkan bahwa kewenangan untuk menentukan sebuah informasi sebagai rahasia negara berada pada masing-masing pimpinan lembaga negara, lembaga pemerintahan departemen maupun non-departemen, pimpinan angkatan bersenjata, pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan pimpinan badan-badan lain yang ditunjuk pemerintah. Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa pemerintah memiliki kepentingan untuk tidak menempatkan RUU KMIP menjadi undangundang sehingga mereka mengham-
bat proses pembahasan tersebut. Selain pemerintah DPR juga memiliki kepentingan dalam mengajukan RUU KMIP ini, dimana mereka memiliki kepentingan untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan dapat berkoalisi dengan LSM dan ormas serta partai politik. Melalui RUU KMIP ini, legislatif akan mudah mendapatkan informasi mengenai penggunaan keuangan di eksekutif yang selama ini legislatif yang kerap menjadi sasaran pemeriksaan masalah korupsi (berkaitan dengan PP 110 misalnya). Sedangkan untuk lembaga non pemerintah dalam hal ini partai politik dan LSM serta ormas lainnya, memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Partai politik dalam hal ini bersikap atas suara fraksi dan tidak mengambil sikap terhadap persoalan tersebut sehingga terkesan pragmatis. Hal ini disebabkan partai politik berada pada posisi tengah yaitu antara pemerintah (pejabat politis) dan legislatif (fraksi). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam hal ini memiliki kepentingan yang tinggi, peran mereka dipengaruhi oleh lembaga-lembaga pendonor khususnya lembaga asing yang memiliki visi dan misi mendorong tata pemerintahan yang lebih baik, salah satunya adalah dengan menggulirkan RUU KMIP. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut, bahwa RUU KMIP merupakan bagian dari kebijakan publik, karena di dalam kebijakan ini menjelaskan tentang upaya mengelola tata pemerintahan yang lebih baik salah satunya adalah membuka informasi lebih luas kepada 82
Jurnal Madani Edisi I/Me 2005
masyarakat yang dirasakan selama ini masyarakat sulit untuk mendapat informasi publik. Rancangan undang-undang KMIP telah diprioritaskan oleh DPR sejak pemerintahan Presiden Megawati namun sayangnya dalam proses mendapatkan amanat presiden undang-undang ini ditolak, maka pada pemerintahan SBY kembali diusulkan sebagai salah satu prioritas dari hak inisiatif DPR. Namun pada saat ini pembahasan RUU KMIP belum selesai karena salah satu penyebabnya adalah ketidakseriusan pemerintahan SBY khususnya Menkominfo yang tidak menempatkan RUU ini sebagai prioritas dari RUU lainnya. Selain itu ketidakseriusan pemerintah juga terlihat dari munculnya pengajuan RUU Rahasia Negara yang sangat kontroversial dengan RUU KMIP. Latar belakang tersebut melahirkan masalah bagi proses pembuatan keputusan. Pada tahapan ini terjadi kemandekan, karena bila dilihat dari tahapan-tahapan siklus kebijakan publik RUU KMIP pada agenda setting merupakan isu yang tepat bagi pemerintahan saat ini, terutama yang berkaitan dengan upaya membangun good governance. Namun pada tahapan formulasi kebijakan terjadi stagnan pembahasan RUU KMIP. Pada proses ini pemerintah belum mengeluarkan amanat presiden sehingga terjadi keterlambatan pembahasan lebih lanjut antara pemerintah dengan legislatif. Pada tahap ini terjadi tarikmenarik kepentingan antara pemerintah dengan legislatif. Pemerintah dalam hal ini menilai bahwa RUU KMIP merupakan hambatan bagi kinerja pemerintah. Be-
berapa hal lainnya adalah RUU KMIP akan membuka rahasia negara dan dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang tertentu. Sedangkan bagi legislatif RUU KMIP dianggap akan membuka peluang membantu pemerintah dalam memberantas korupsi dan untuk masalah rahasia negara dapat diatur di dalam RUU KMIP. DAFTAR PUSTAKA Kompas, 24 November 2006, “Dipercepat dengan Strategi Daerah Mengepung Pusat “ Kompas, 24 Juni 2003, “Fatal, Jika RUU KMIP Tidak Selesai Sebelum Pemilu” Wayne Persons, 2005, “Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan”, Jakarta: Kencana Werner Jann and Kai Wegrich, in Fischer, Frank/Miller. Gerald/ Sidney, Mara (ed): Handbook of Public Policy Analysis: Theory, Politics, and Methods (Routledge), Forthcoming (2005) Thomas R Dye, 1960, “Understanding Public Policy, Models of Politics, Some Help in Thinking About Public Policy”, Prentice Hall www.hukumonline.com, 16/9/05, “Anggota DPR Sayangkan Menkominfo Tak Pahami Pentingnya RUU KMIP” www.awasiparlemen.org, 11 September 2006, “Pembahasan DIM RUU KMIP” 83 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2005