ANALISA HITUNG ULANG JEMBATAN BENGKAWAS KABUPATEN TANAH DATAR Aldfi Trieska, Ir. Hendri Warman, MSCE, Ir. Hendri Gusti Putra, MT Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta Padang Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Pembangunan Jembatan Bengkawas merupakan bagian pelaksanaan pembangunan jalan ruas Batusangkar-Ombilin yang dilakukan oleh Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Barat tahun anggaran 2009. Dengan dibangunnya Jembatan Bengkawas ini memberikan peluang kepada daerah Kabupaten Tanah datar untuk dapat lebih menggali sumber daya yang ada di daerah tersebut baik dari sector ekonomi,social maupun pariwisata (tour de singkarak). Jembatan Bengkawas terdiri dari bangunan bawahnya adalah Pondasi sumuran, bangunan atasnya adalah Balok prategang tipe I bentang 25 meter. Dalam analisa ini mencakup Struktur sekunder (meliputi : Perhitungan tiang sandaran, Slab trotoar, pelat lantai kendaraan, dan balok diafragma), Struktur utama (membahas perhitungan balok utama dan landasan) dan Struktur bawah (membahas perhitungan ABT, wingwall dan pondasi sumuran). Dalam penulisan tugas akhir ini menggunakan peraturan Pembebanan Jembatan, SK SNI T-02-2005, Perencanaan Struktur Beton Jembatan SK SNI T-12-2005, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Rev SNI 03-2883-1992 dan Bridge Design Manual (BMS 1992). Untuk konsep desain dilakukan untuk dua kondisi yaitu kondisi batas layan dan kondisi batas ultimate (dengan faktor-faktor beban yang disesuaikan). Dari analisa perhitungan bahwa kehilangan gaya sebesar 24,71 % lebih kecil dari asumsi awal yaitu sebesar 25,00 % dan untuk lendutan yang terjadi adalah -0,06 (kecil dari 2,64). Untuk hasil- hasil yang diperoleh dari analisa perencanaan dan perhitungan diaplikasikan dalam bentuk gambar teknis. Kata kunci : balok prategang, batas layan, batas ultimate
ABSTRAK Development Bengkawas Bridge form implementation part of development Batusangkar-Ombilin road project execution by On duty Office of The Road Infrastructure, Land Use and Settlement Provinsi Sumatera Barat calculation year 2009. With the construction of this Bengkawas bridge provides opportunities for the district to be more flat ground dig existing resources in the area both from the economic sector, social sector and tourism sector (tour de Singkarak). Bengkawas bridge consist of a lower building is the sink foundation, it is the building of prestressed beams with spans 25 metre type I. In this analysis include secondary structure (include:bacrest pole calculations, pavement slab, floor slabs and diaphragm), the main structure (main beam calculation and slab) and the bottom structure (discussed abutmen, wingwall and sink foundation). In this thesis using Regulation of Loading Bridge, SK SNI T-02-2005, The Structural Design of Concrete Bridges SK SNI T-12-2005, Earthquake Resistant Design Standart for Bridges Rev SNI 03-2883-1992 and Bridge Design Manual (BMS 1992). For the concept of the design is done for the two boundary conditions is serviceability condition and ultimate limit conditions (with load factors were adjusted). From the analysis of the calculation that the loss of a force of 24,71% is smaller than initial assumption is equal to 25,00% and for the deflection that occurs is -0,06 (less than 2,64). For the results obtained from the analysis of planning and calculations applied in the form of technical drawing. Key word : prestressed beam, Servicesability limit, Ultimate limit
1.
PENDAHULUAN
Perkembangan Kabupaten Tanah Datar yang semakin meningkat dan ditambah lagi dengan diselenggarakannya Tour de Singkarak menjadikan jalur Batusangkar – Ombilin mempunyai arti yang sangat penting. Selain itu, jalur tersebut juga menunjang sektor sosial ekonomi di Kabupaten Tanah Datar karena jalur Batusangkar-Ombilin menjadi jalan alternatif Bukittinggi ke Jalan Lintas Sumatera. Karena
Jalur Batusangkar-Ombilin mempunyai arti penting di daerah tersebut, maka Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sudah melakukan kegiatan-kegiatan Pembangunan di Jalur tersebut melalui Dinas Prasarana Jalan dan Tata Ruang Permukiman diantaranya Pembangunan Jalan Batusangkar – Ombilin.Pada tahun Anggaran 2009-2010, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menganggarkan dana untuk Pembangunan Jembatan di lokasi tersebut. Karena dengan telah dibangunnya Jalan Batusangkar – Ombilin, menjadikan
jalur tersebut padat lalu lintasnya, sedangkan jembatan yang berada di jalur tersebut tidak memadai kapasitasnya. Dimana jembatan lama yang ada merupakan jembatan peninggalan Belanda yang struktur bawahnya adalah pondasi langsung sedangkan struktur atas adalah Baja (Steel Stinger). Guna mengantisipasi kondisi diatas, maka direncanakan jembatan baru yang menghubungkan BatusangkarOmbilin. Pada jalan ini terdapat dua buah jembatan yaitu Jembatan Bengkawas dan Jembatan Tambang. Dimana kedua jembatan tersebut mempunyai perbedaan struktur yang dikarenakan perbedaan panjang bentang jembatan. Jembatan Bengkawas terdiri dari bangunan bawahnya adalah Pondasi sumuran, bangunan atasnya adalah Balok pracetak tipe I bentang 25 meter. Sedangkan jembatan Tambang terdiri dari bangunan bawahnya adalah Pondasi sumuran, bangunan atasnya adalah Konvensional. Sistematika pembahasan pada bab pendahuluan berisikan latar belakang, maksud dan tujuan, batasan masalah, metodologi penulisan, sistematika penulisan.Pada bab standar perencanaan jembatan berisikan desain geometrik mencakup alinyemen jembatan, penentuan bentang jembatan dan lintasan, jenis-jenis muatan yang bekerja pada jembatan, penyebaran gaya (distribusi beban), beton prategang, prinsip dasar prategang, material beton prategang, sistem dan tahap-tahap pembebanan prategang, kehilangan gaya prategang, pendekatan perancangan dan pondasi. Pada bab analisis struktur sekunder membahas pengertian struktur sekunder, data struktur, perhitungan tiang sandaran, perhitungan slab trotoar, perhitungan pelat lantai dan perhitungan diafragma. Pada bab analisa struktur utama membahas perhitungan gelagar utama dari dengan menghitung pembebanan, analisa pembebanan, perhitungan momen, kehilangan tegangan (loss of prestress) pada kabel, perhitungan lendutan, pembesian balok prategang, kapasitas momen.Sedangkan untuk bab analisa struktur bawah membahas abutmen dan pondasi. Untuk bab penutup berisikan tentang kesimpulan dan saran.
2.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisa Struktur Sekunder Analisa perhitungan struktur sekunder ini meliputi perhitungan tiang sandaran, slab trotoar dan diafragma. a. Perhitungan Tiang Sandaran
β1* 0,85* fc' /fy * 600 =0.37 (600 fy)
ρb
fy 1 * 0,75 * b * 2 0,85 * fc'
R max 0,75 * b * fy * 1
Mn *106 = 0.112……………RN < Rmax (b * d 2 )
Rn
Rasio Tulangan yang diperlukan
0,85 *
fc' *1 fy
2 * Rn 0,85 * fc'
1
= 0.0004 Jarak tulangan yang diperlukan :
1 * * d 2 *b 4 = 377.4 mm As
s
Digunakan tulangan D13-350 b.
Perhitungan Slab Trotoar
Tabel 1. Beban yang bekerja pada trotoar
METODE PENELITIAN
Metodologi dari penulisan tugas akhir ini adalah metode studi kepustakaan, dimana data yang didapat berdasarkan buku yang dibaca kemudian dijabarkan dalam bentuk penulisan tugas akhir, selain itu juga digunakan metode pengambilan data, pengolahan data, perhitungan serta penggambaran. Dimana data yang digunakan sebagian diambil dari Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Barat.
b
R max
1* 0,85* fc' / fy * 600 = 0.037 (600 fy)
0,75* b * fy * 1 = 6.97
1 fy * 0,75* b * 2 0,85* fc'
Faktor tahanan momen Rn
Mn *106 (b * d 2 )
= 0.2804
Tabel 2. Momen Slab
Rasio tulangan yang diperlukan :
0,85*
fc' * 1 fy
1
2 * Rn 0,85* fc'
= 0.0009 Jarak Tulangan yang diperlukan :
s
1 * * d 2 *b 4 = 683.66 mm As
Tabel 3. Kombinasi 1
Digunakan tulangan D13-650
2 D 8
D 13 - 650
Tabel 4. Kombinasi 2 Gambar 1. Detail tulangan trotoar c.
Perhitungan Plat Lantai
Tulangan pada tumpuan b
R max Gambar 2. Momen yang bekerja pada plat lantai jembatan
1* 0,85* fc' / fy * 600 = 0.037 (600 fy)
0,75* b * fy * 1
= 6.97
1 fy * 0,75* b * 2 0,85* fc'
Faktor Tahanan Momen Rn
Mn *106 (b * d 2 )
= 6.1098
*
Rasio Tulangan yang diperlukan :
0,85*
fc' * 1 fy
1
2 * Rn 0,85* fc'
g
= 0.0231
5 * Q * Lx 4 384 = 0.311 mm Ec * le
Lendutan total pada pelat lantai jembatan : Lx / 240 δtot = δe + δg
Jarak Tulangan yang diperlukan :
= =
7.97917 8.563
δtot < Lx / 240....(aman) OK Kontrol Tegangan Geser
1 * * d 2 *b 4 = 96.448 mm As
s
Lendutan jangka panjang akibat rangkak dan susut :
Digunakan tulangan D16-90 Tulangan pada Lapangan 1* 0,85* fc' / fy * 600 = 0.037 (600 fy)
b
R max
0,75* b * fy * 1
1 fy * 0,75* b * 2 0,85* fc' Gambar 3a. Distribusi beban truk
= 6.97 6
Faktor Tahanan Momen Rn
Mn *10
(b * d 2 )
= 3.069
Rasio Tulangan yang diperlukan :
0,85*
fc' * 1 fy
1
2 * Rn 0,85* fc'
= 0.0104
Jarak Tulangan yang diperlukan : 1 * * d 2 *b 4 = 214.96 mm As
s
Digunakan tulangan D16-200 Lendutan elastis seketika akibat beban mati dan beban hidup :
e
5 * Q * Lx 4 384 Ec * le
1 * P * Lx 3 48 Ec * le
Beban roda truk pada slab,Ptt=130000N Faktor Beban ultimate Ktt= 1,8 Pu = Ktt x Ptt =234000N Pu < φ * Pn....(aman) OK d.
Perhitungan Diafragma Balok melintang / diafragma yang diletakkan diantara balok gelagar utama tujuannya adalah untuk memberikan kekakuan arah melintang transversal jembatan dan sifatnya tidak memikul beban. Dalam peraturan perencanan Teknis Jembatan (BMS 1992), disebutkan bahwa jarak minimal antar balok melintang adalah 8 m. Ln/d = 1,205 < 5 (termasuk balok tinggi) X = 0,15 L X = 0,15 x ln = 189,75 mm Vu = (1/2 * qu * ln) - (qu * x) = 3054,98 N Kemampuan penampang menahan geser:
= 8.252 mm
Vn = 2/3 * √fc' * bw * d Vn = 754572,73 N
m m m m
φ*Vn = 0,6 * Vn = 452743,64 N > 3054,98 (OK) Momen pada penampang kritis: Mu= (1/2 * qu * ln * x) - (1/2 * qu * x²) Mu = 703898,97 N Bagian dari penampang yang mengalami tarik pada penampang kritis, As :
s
Digunakan tulangan D13-250 -
Tulangan Horizontal
d = 525 mm 2
s
Ambil s 500 mm
Mu
As
1 * * d 2 *b 4 = 254,72 mm As
2 * fy * h 3
Avmin
As = 3,59 mm2
1 bw* s = 104,17 mm2 * 3 fy
Diameter tulangan yang digunakan = D13 Jarak tulangan yang diperlukan :
1,4 = 0,004 min fy
As = 0,000017 < pmin (pakai bw * d
s
1 * * d 2 *b 4 = 254,72 mm As
pmin) Digunakan tulangan D13-250
Vu * d Mu
4,56
Vc
fc' 120 *
Penulangan Tarik Balok: Mmax = 1/8 * qu * ln 1380194.06Nmm
Vu * d bw* d Mu 7
As =
Vc = 233468,16 N
Vc max 0,3* fc' *bw* d Vc max = 339557,73 N >Vc (OK) φ*Vc = 0,6 * Vc > VC Tulangan Geser : - Tulangan Vertikal
s
M max 2 * fy * * h 3
As = 6.39 mm2 Dipasang tulangan tarik : 2 D13. Penjangkaran balok diafragma pada girder menggunakan tulangan tulangan 2D13 karena beban yang diterima diafragma adalah sama dengan perhitungan diatas. 200
d = 525 mm 2
100 100
Ambil s 500 mm
1 bw* s = 104,17 mm2 * 3 fy
Diameter tulangan yang digunakan = D13 Jarak tulangan yang diperlukan :
1150
Avmin
D 1 3 -2 5 0
D 1 3 -2 5 0
200
Gambar 3b. Penulangan Diafragma
3.2 Analisa Struktur Utama Tabel 5. Data Jembatan
Berdasarkan Standar Pembebanan Untuk Jembatan RSNI T-02-2005, Pembebanan Jembatan adalah Beban primer (beban mati,beban mati tambahan, Beban lajur D), Beban sekunder ( Gaya rem, Gaya angin, gaya gempa). Kombinasi Pembebanan : Bagian-bagian konstruksi jembatan jalan raya, harus direncanakan untuk menahan semua golongan kombinasi kemungkinan beban dan gaya yang bekerja. Sehubungan dengan kemungkinan pembebanan dan karakteristik tiap kombinasi tegangan yang dipertimbangkan, tegangan konstruksi yang diizinkan dapat bertambah. Tegangan yang digunakan, dinyatakan dalam persen terhadap tegangan yang diizinkan untuk kombinasi beban dan gaya seperti terdapat pada tabel berikut : Tabel 6a. Kombinasi beban / gaya yang diizinkan
Definisi beton prategang menurut American Concrete Institute (ACI) adalah: “ beton yang mengalami tegangan internal yang besar dan didistribusikan sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal ”.
Prinsip dasar prategang: Beton merupakan material yang kuat dalam menahan gaya tekan, namun lemah dalam menahan gaya tarik. Kekuatan tarik beton biasanya berkisar antara 8-14 % kekuatan tekannya (fc’). Karena rendahnya kapasitas tarik ini, retak lentur biasanya dapat terjadi pada tahapan awal pembebanan. Untuk mengurangi atau mencegah terjadinya retak-retak rambut tersebut, biasanya dilakukan pretensioning terhadap tulangan-tulangan baja pada elemen beton bertulang, sehingga dihasilkan suatu bentuk beton bertulang yang disebut dengan beton pratekan. Konsep Tegangan: Penggunaan beton prategang modern dikemukakan pertama kali oleh Eugene Freyssinet seorang berkebangsaan Perancis. Pada tahun 1928, ia mengaplikasikan kawatkawat baja berkualitas tinggi (high-strenght steel wires) pada balok beton prategang dengan sistem penegangan (post tensioning). Dalam hal ini penampang ditinjau sebagai material yang elastis. Yang menggambarkan beton prategang adalah beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan desakan (tekanan) terlebih dahulu/pratekan pada bahan terebut. Beton yang tidak mampu menahan tarik tetapi kuat menahan tekan (umumnya dengan bahan baja mutu tinggi yang ditarik) sedemikian rupa sehingga bahan yang getas dapat memikul tegangan tarik. Dari konsep ini lahirlah kriteria “ tidak ada tegangan tarik ” pada beton. Seperti kita ketahui dengan tidak adanya tegangan tarik, hal ini berarti tidak ada retak yang terjadi pada beton. Retak pada beton akibat beban eksternal dicegah atau diperlambat dengan pratekan yang dihasilkan oleh tendon. Pada balok persegi panjang yang diberi gaya prategang pada sumbu yang melalui titik berat balok tersebut (sepertigambar berikut) dan dibebani gaya eksternal. Konsep Kekuatan: Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi (gabungan) dari baja dan beton, seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan tekanan, dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk melawan momen eksternal. Pada beton prategang, baja mutu tinggi dipakai dengan jalan menariknya sebelum kekuatannya dimanfaatkan sepenuhnya. Jika baja mutu tinggi ditanamkan pada beton, seperti beton bertulang biasa, beton sekitarnya akan menjadi retak berat sebelum seluruh kekuatan baja digunakan sepenuhnya (gambar 2.16). Dengan menarik dan
menjangkarkan baja pada beton, akandihasilkan tegangan dan regangan yang diinginkan pada kedua bahan tersebut, yaitu tegangan dan regangan tekan pada beton dan regangan tarik pada baja. Kombinasi seperti ini memungkinkan untuk mendapatkan pemakaian yang aman dan ekonomis. Konsep Perimbangan Beban: Pada seluruh desain struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga batang yang mengalami lenturan seperti plat, balok dan gelagar tidak akan mengalami lenturan pada kondisi pembebanan yang terjadi. Penerapan konsep ini menganggap beton diambil dari batas bebas dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya yang bekerja pada beton sepanjang bentang. Material beton prategang : Beton prategang memerlukan beton yang mempunyai kekuatan-tekan yang lebih tinggi pada usia yang cukup muda, dengan kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan beton biasa, susut yang rendah, karakteristik rangka minimum dan nilai modulus young yang tinggi pada umumnya dianggap perlu untuk beton yang dipakai untuk batang prategang. Standar ACI menetapkan beton prategang memiliki kekuatan antara 28 MPa sampai 51 MPa. Baja yang biasa dipakai untuk beton prategang dalam praktek ada empat macam, yaitu : 1. Kawat Tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik 2. Untaian kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang untuk beton prategang dengan sistem pascatarik 3. Kawat batangan (bars), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik 4. Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang (tidak- ditarik), seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk pengangkuran dan lainlain Jenis tendon yang sering digunakan pada konstruksi pre-tension adalah seven-wire strands dan single wire. Sedangkan untuk sistem posttension, jenis tendon yang sering digunakan adalah monostrand, batang tunggal, multiwire, dan multistrand. Untuk jenis post-tension, tendon dapat bersifat bonded (dimana ductkabel diisi dengan material grouting) dan unbounded (dimana duct kabel diisi- dengan
minyak gemuk / grease). Modulus elastisitas kabel adalah antara E = 155.000 N/mm² sampai E = 165.000 N/mm², jelas lebih rendah dari pada modulus elastisitas yang dipakai untuk batang tarik baja (E = 210.000 N/mm²). Untuk keperluan konstruksi bangunan, dikenal 3 tipe penampang kabel, yaitu spiral strands, full locked coil cables dan structural wire ropes.
Spiral Strands
Full Locked Coil Cables
Structural Ropes
Gambar 7a Berbagai tipe kabel konstruksi (Sumber : Holgates, 1997) Spiral strands terutama digunakan untuk bangunan dimana bebannya relatif kecil seperti pendukung antena telekomunikasi, cerobong asap, ikatan angin (bracing) pada jaringan kabel, struktur kayu dan baja. Spiral strands terutama diproduksi dengan diameter antara 5 mm sampai 40 mm. Spiral strands terdiri dari kawat-kawat yang berpenampang lingkaran, akibat adanya celah-celah spiral stands dikelompokkan pada material yang kurang tahan bahaya korosi. Full locked coil cables terutama digunakan sebagai kabel utama pada berbagai konstruksi, antara lain kabel utama pada suspensionbridge dan stay cables bridge, kabel tepi pada jaringan kabel. Kawat untuk sistem prategang umumnya disesuaikan dengan spesifikasi ASTM-421 untuk “ Uncoated Stress-Relived Wire for Prestersed concred ”. Kawat tersebut dibuat dari batang yang dihasilkan oleh proses open hearth atau tungkuk listrik. Setelah cold-draw sesuai ukurannya, kawat-kawat di stress-relieve dengan cara treatmen dengan panas yang menerus untuk menghasilkan sifat-sifat mekanis yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk kurva regangan-tegangan pada baja prategang dan baja biasa dapat dilihat pada gambar 2.7 dimana apabila regangan maksimum yang terjadi- baja yaitu sebesar 0,003 mm, maka dapat dilihat perbedaannya prategang jauh lebih besar tegangannya daripada baja biasa. Dan fpy merupakan batas elastis dari baja prategang dan fps merupakan batas elastis maksimum sedangkan untuk f s dan fy batas elastis dan batas elastis maksimum pada beton prategang. Jenis-Jenis Jembatan:
Muatan
Yang
Bekerja
Pada
Untuk perencanaan dan perhitungan tegangan jembatan jalan raya, harus menggunakan beban dan gaya sebagai berikut : Beban Primer Beban Sekunder Beban Khusus Beban Primer adalah beban utama jembatan jalan raya didalam perhitungan tegangan, yang termasuk beban primer adalah : a) Beban mati (dead load) b) Beban hidup (life load) c) Tumbukan beban bergerak (beban kejut) d) Gaya akibat tekanan tanah Beban Sekunder adalah beban sementara yang harus dipertimbangkan didalam perhitungan tegangan, yang termasuk beban sekunder adalah : 1) Beban angin 2) Gaya panas (gaya akibat perbedaan suhu) 3) Gaya / tegangan akibat rangkak dan susut 4) Gaya rem dan traksi 5) Gaya akibat gempa 6) Gaya geser pada tumpuan bergerak Biasanya beban sekunder menimbulkan pengaruh tegangan yang kurang dari pada beban primer, tergantung pada bentang, bahan, cara pelaksanaan, jenis konstruksi dan lokasi jembatan, tapi untuk gaya gempa dan gaya geser lebih besar dari pada beban primer. Beban Khusus adalah beban yang disebabkan oleh keadaan yang tidak biasa atau “ abnormal ”dan menimbulkan tegangan dalam konstruksi. 1) Beban khusus akan mempunyai satu atau lebih karakteristik berikut : a) Boleh tidak selalu bekerja pada konstruksi b) Boleh hanya yang menyebabkan tegangan dalam suatu bagian konstruksi c) Boleh yang menyebabkan tegangan tergantung dilokasi jembatan d) Boleh yang menyebabkan tegangan pada suatu sistem konstruksi tertentu 2) Beban khusus yang harus dipertimbangkan, adalah : a) Gaya sentrifugal b) Gaya tumbukan c) Gaya dan beban yang terjadi selama pelaksanaan d) Gaya aliran arus dan bahan yang mengapung Untuk jenis cara pelaksanaan khusus dan jenis konstruksi bersama sifat dan letak jembatan, dapat terjadi kemungkinan gaya lain dari pada tersebut diatas, seperti gaya pratekan, gaya apung dan lain-lain yang harus juga menjadi
pertimbangan. Beban mati harus terdiri dari berat seluruh konstruksi yang menumpu pada pondasi termasuk lintasan jalan, jalan setapak (trotoar), lintasan kendaraan, pipa, pipa penyalur kabel dan pelayanan kepentingan- umum yang lain. Berikut adalah berat satuan bahan yang digunakan untuk kepentingan beban mati. Beban hidup pada konstruksi jembatan harus terdiri dari berat beban bergerak berguna dari kendaraan lalu lintas, pejalan kaki Beban hidup lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari dua pembebanan yang terpisah, yaitu : Pembebanan Truk “ T ” adalah pembebanan roda yang terpusat untuk perencanaan sistem lantai jembatan. Pembebanan Lajur “ D ” adalah pembebanan garis untuk merencanakan bagian-bagian konstruksi jembatan yang lainnya. Beban ini bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu iringiringan kendaraan yang sebenarnya, jumlah total beban lajur “ D ” yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Tabel 6b. Resume Momen dan Gaya geser pada Balok Prategang
Tabel 7. Persamaan Momen dan Gaya geser
Momen maksimum berat balok = 1311.07 knm Momen maksimum berat plat = 778.67 knm Tabel 8. Momen pada balok prategang
Gambar 5. Diagram gaya geser (shearing force diagram) balok prategang Setelah dihitung momen dan gaya geser selanjutnya dianalisa tendon (strand) yang akan digunakan dan posisi lintasan tendonnya dengan persamaan : Y = 4 * f * X / L² * (L - X)
Tabel 9. Gaya geser pada balok prategang
Gambar 7. Diagram Trace masing-masing kabel
Gambar 8. Lintasan masing-masing kabel Maka asumsi kehilangan tegangan diawal 30% besar dari 24,71%. Pemeriksaan Tegangan - Tegangan serat akibat prategang dan berat sendiri Pe M 1 * y a f1 a =-11,47 Mpa A Ix -
Tegangan serat setelah pengecoran plat lantai kendaraan
Gambar 4. Diagram momen moment diagram) balok prategang
(bending
f2a
Pe A
M 2 * ya =-9.39 Mpa Ix
Kehilangan Tegangan Gaya prategang yang digunakan dalam perhitungan tegangan tidak akan konstan terhadap waktu. Tegangan-tegangan selama berbagai tahap pembebanan juga berubah-ubah karena kekuatan beton dan modulus elastisitas bertambah terhadap waktu. Kehilangan gaya prategang diakibatkan oleh : perpendekan elastis beton,rangkak beton, susut beton dan gaya relaksasi baja. Persamaan-persamaan untuk menghitung kegilangan tegangan: Kehilangan tegangan akibat gesekan kabel (jack friction)
f pF
f PI * (1 e(
KL )
Untuk struktur balok prategang menerus, lendutan yang terjadi adalah : ∆=
5L2 Mm 48Ec I x
1 (M 1 10
M2)
Lendutan akibat gaya prategang : ∆=
Pj eB L2
5Pj (eEI 2 eb ) L2
8 Ec I x
48Ec I x
Tabel 11. Resume lendutan
)
Kehilangan tegangan akibat pemendekan elastis (elastic shortening). Untuk balok pasca tarik (post tension) dengan semua tendon secara simultan ditarik : ΔfpES=0 Kehilangan tegangan akibat pengangkuran (anchoring): ΔfpA =
Menurut SK SNI 1991 pasal 3.2.5 batas lendutan adalah : L/480 > -0,6 (OK)
A * Es L
Kehilangan tegangan akibat relasasi baja (relaxation of tendon):
f pR
f pi
f pi logt 2 logt1 * 10 f py
0,55
Kehilangan tegangan akibat rangkak: ΔfpCR= n * KCR * f cs
f csd
Kehilangan tegangan akibat susut : ΔfpCH=
8,2 *10 6 * 1 0,06
V * 100 RH * K SH * ES S
Nilai-nilai untuk rangkak dan susut jangka panjang yang dievaluasi untuk rahap II diasumsikan tidak meningkat secara signifikan, karena nilai KCR dan KSH jangka panjang digunakan dalam tahap II. Dengan demikian kehilangan prategang pada tahap ini yaitu kehilangan akibat relaksasi baja saja. Tabel 10. Kehilangan tegangan
4. KESIMPULAN Pada tugas akhir yang telah disusun dengan judul “ Analisa Hitung Ulang Jembatan Bengkawas Kabupaten Tanah Datar” ini, dapat diambil kesimpulan : 1) Bentang jembatan direncanakan tetap seperti halnya desain perencanaan sepanjang 25.5 m. Setiap bentang mempunyai lebar yang sama, yaitu 9,0 m. 2) Dengan lebar 9,00 m menggunakan 5 buah balok utama dengan jarak as ke as balok utama sebesar 1,915 m. 3) Tiang sandaran dari beton bertulang dan baja siku dengan tinggi dinding beton bertulang 50,00 cm dan tiang baja siku 50,00 cm, trotoar selebar 1,00 m dibuat dari beton K-300 sebagai pembatas tepi, pelat lantai kendaraan dari beton bertulang dengan tebal 20,00 cm yang direncanakan dan setelah dianalisa ulang diperoleh 12,00 cm, dan untuk balok melintang / diafragma precast direncanakan sebagai pengaku sebanyak 4 buah. 4) Kabel prategang yang dipakai adalah Uncoated 6 - 19 wire super strands ASTM A416 grade 270, dengan jumlah total strands 44 yang terbagi dalam 3 tendon. 5) Gaya prategang awal yang diberikan pada balok utama adalah sebesar 12177,04 kN, setelah perhitungan kehilangan gaya prategang gaya awal tersebut mengalami
kehilangan gaya sebesar 24,59 % lebih kecil dari asumsi awal yaitu sebesar 25,00 %.
DAFTAR PUSTAKA Dirjen Bina Marga, Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (Bridge- Management System), Departemen Pekerjaan Umum, 1992. BSN (2008). Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan. SNI 2833 : 2008. BSN (2006). Standar Pembebanan untuk Jembatan. RSNI T-02- 2005. BSN (2006). Perencanaan struktur baja untuk Jembatan. RSNI T-03-2005. BSN (2004). Perencanaan struktur beton untuk Jembatan. RSNI T-12-2004. PCI Bridge Design Manual (2004). Splice Girder. Chapter 11 Supriyadi, Bambang & Setyo M., Agus, 2007. Jembatan. Edisi 4, Yogyakarta. Lyn, T.Y., Burns, & Ned H., Desain Struktur Beton Prategang, Edisi 3 jilid 1 & 2 Interaksara, Jakarta, 2000. Nawy Edward G., Beton Prategang (Bambang Suryoatmono. Terjemahan) Edisi 3 jilid 1 & 2, Erlangga, Jakarta, 2001. Wang, Chu-Kia., Salmon, Charles G., & Hariandja, Binsar., Desain Beton Bertulang, Erlangga, Jakarta, 1989. Sunggono K. H, Buku Teknik Sipil, Nova, Bandung 1979. http://www.VSL.com./ http://www.PCI.com./