Latar Belakang Masalah
Laporan Human trafficking bulan juli 2001 yang di keluarkan oleh Departemen Luar Negri Amerika Serikat menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga (Third Tier)1 dalam Human trafficking. Ini membuat pukulan besar bagi pemerintah Indonesia dan meminta secara keras untuk melakukan penghentian masalah tersebut. Namun upayah tersebut sudah tidak lanjuti oleh pemerintah dan mengalami kemajuan. Dewasa ini Indonesia sudah menempatkan diri menjadi negara kedua (Second Tier).2 Indonesia menempati urutan kedua dalam Human Trafficking sehingga membuat pemerintah Indonesia harus memfokuskan diri dalam menangani kasus tersebut. Namun Indonesia belum sepenuhnya memberantas Human Trafficking ini yang sudah menjamur di Indonesia. Pada saat ini, diduga lebih dari 12,3 juta dari seluruh masyarakat dunia menderita akibat menjadi korban perdagangan manusia.3 Kejahatan perdaganan manusia sangat berdampak sangat krusial karena sudah menyentuh rana Hak Asasi setiap manusia. Karena HAM sangat melindungi setiap individu masyarakat dunia. Banyak sekali faktor yang membuat Indonesia kewalahan dalam mengatasi fenomena tersebut. Salah satu faktor penghambat terjadinya pembenahan dalam menangani kasus Human Trafficking di Indonesia adalah lemahnya hukum dan mengakarnya agen-agen ilegal sebagai penyalur. Masyarakat Indonesia belum sepenuhnya mendapatkan pendidikan yang cukup. Sebagian besar manusia-manusia yang dijual adalah masyarakat yang belum mengerti sepenuhnya dari Human Trafficking. Celah tersebutlah yang digunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab untuk memulai modusnya. Bahkan Indonesia akan terancam terkena sanksi internasional, bila sampai tahun 2003 belum juga serius menanggulangi masalah perdagangan manusia, termasuk perdagangan perempuan.4
1 Third Tier adalah negara-negara yang memiliki korban dalam “jumlah banyak”, dan pemerintah belum sepenuhnya menerapkan standar-standar minimum serta tidak melakukan usaha-usaha yang berarti. 2 Second Tier adalah negara-negara yang memiliki korban dalam “jumlah banyak”, dan pemerintah belum sepenuhnya menerapkan standar-standar minimum tetapi telah melakukan usaha-usaha demi kebaikan negara tersebut. 3 Department of State, United States of America, Trafficking in Persons Report 10th edition, 2010, hlm 7 4 Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2012/02/2_fenomena_human_trafficking_di_asia_tenggara2.pdf pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 13.43 WIB
Karena ketidakadanya sumber daya manusia yang dapat dilatih, maka Indonesia tidak mempunyai cikal bakal penerus dalam pergantian lapangan kerja. Manusia yang dijual tersebut apabila dilatih dengan pendidikan yang cukup akan mendapatkan sumber daya manusia yang dapat bersaing dengan negara luar. Tenaga Kerja Indonesia semakin lama semakin memburuk karena adanya eksploitasi dengan para pekerja asing dan menyisihkan para pekerja dari Indonesia. Warga Indonesia dengan kuat harus menyisihkan sedikit tenaganya untuk memberantas Human Trafficking demi Indonesia yang lebih baik.
Rumusan Masalah Dengan adanya permasalahn tersebut melahirkan pertanyaan yaitu, Apa akar dan dampak dari permasalahan Human Trafficking di Indonesia?
Kerangka Teori Globalisasi di bedakan menjadi empat jenis yaitu: Globalisasi Ekonomi, Globalisasi Politik, Globalisasi Sosiokultur dan Globalisasi Agama. Sebagian besar dari dampak Globalisasi mulai ditanamkan sebagai acuan untuk menghindar dari problema yang sudah meluas ini yang dapat ditarik dalam problema Human Trafficking ini adalah Globalisasi Politik dan Globalisasi Sosiokultural dari segi pendidikan dan tenaga kerja. Namun untuk menjawab tantangan ini peneliti akan berfokus pada Globalisasi Ekonomi yang berimbas pada akar permasalahan Human Trafficking. Selain itu juga, Globalisasi dapat juga dipahami sebagai proses lahirnya suatu masyarakat global, satu dunia yang terintegrasi secara fisik, melampaui batas-batas Negara, blok-blok ideologis, dan lembaga-lembaga ekonomi politik.5 Pendekatan Globalisasi yang dipahami sebaga ketidak adanya identitas dari negara tersebut yang diyakini akan sebagai dunia kesatuan. Sehingga dunia akan terintegrasi dari segi teknologi, pendidikan, bahkan kepada kejahatan lintas negara. Sehingga perlu adanya pembatasan dalam artian negara harus memiliki tanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan
5 Baylis, John dan Steve Smith, 2001. The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. London: Oxford University Press.
permasalahan yang terjadi di internal negaranya. Selain menggunakan Gelobalisasi dalam menjawab permasalahan Human Trafficking, peneliti akan menggunakan pendekatan '3P' yaitu “Prevention, Prosecution and Protection” (Pencegahan kejahatan, Penjatuhan hukuman dan Penjagaan korban).6 Dimana Prevention merupakan pencegahan dari segi ketatanegaraan untuk menekan munculnya kembali kasus-kasus Human Trafficking. Sedangkan Prosecution dimana para penjahat kasus Human Trafficking dikenakan sanksi yang berat agar tidak terjadi kembali pelanggaran Human Traffiking. Dan terakhir Protection yaitu tugas dari pemerintah maupun masyarakat untuk melindungi para korban Human Trafficking dan penyembuhan mental dari korban tersebut. Pendekatan ini banyak digunakan oleh berbagai negara untuk meneliti kasus Human Trafficking. Karena pendekatan ini dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diadobsi lebih dari 155 negara di dunia. Terkait dengan pendekatan tersebut, negara-negara di dunia yang menyepakati Human Right Declaration dan kesepakatan-kesepakatan yang berkaitan dengan Human Trafficking.
Definisi Human Trafficking Definisi dari Protokol PBB yaitu untuk mencegah, memberantas dan menghukum perdagangan manusia, khususnya wanita dah anak-anak di bawah umur. Pelengkap konvensi PBB tentang kejahaatan yang terorganisasi antara bangsa yang di tanda tangani lebih dari 80 negara termasuk Indonesia. Isi dari konvensi tersebut adalah : Trafficking in person adalah perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan paksaan lainnya, pencuikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun memberi atau menerima bayaran demi pemegangan eksploitasi.7 Pada tahun 2007, Indonesia membuat undang-undang yang menangani tindak perdaganan manusia. Deifinisi yang dikeluarkan oleh Indonesia tertera pada pasal 1 poin 1 yang menyebutkan,
6 United Nations Office on Drugs and Crime, An Introduction to Human Trafficking: Vulnerability, Impact and Action, United Nations, 2008, hlm 59. 7 Darmoyo, S; Trafiking Anak Untuk Pekerja Rumah Tangga, Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat UNIKA Atma Jaya, Jakarta – 2004. hal 9
Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.8 Secara tidak langsung hal ini menemukan titik dimana Human Trafficking tersebut didefinisikan sebagai masalah Internasional yang sudah menyebar ke negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Hingga sekarang Human Trafficking sudah mulai berkurang karena adanya kesadaran manusia dan turun tangan dari pemerintah internal maupun eksternal. Tidak sepenuhnya pemerintah dapat mengatasi problema Internasional ini, namun upayah-upayah tersebut masih dilakukan. Banyak Negara keliru dalam memahami definisi ini dengan melupakan perdagangan manusia dalam Negara atau menggolongkan migrasi tidak tetap sebagai perdagangan.9 Trafficking Victims Protection Arts sebuah lembaga di US menyebutkan “bentuk-bentuk perdagangan berat” didefinisikan sebagai berikut10: a. Perdagangan seks dimana tindakan seks komersial diberlakukan secara paksa, dengan cara penipuan, atau kebohongan, atau dimana seseorang diminta secara paksa melakukan suatu tindakan demikian belum mencapai usia 18 tahun; atau b. Merekrut, menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan, penipuan, atau kekerasan untuk tujuan penghambaan, peonasi, penjeratan hutang (ijon) atau perbudakan.
Akar Permasalahan Human Trafficking di Indonesia Dalam segi pendidikan akan berpengaruh besar dalam dunia tenaga kerja juga, karena dunia 8 Diakses dari datahukum.pnri.go.id/index.php?...uuno21th2007 pada tanggal 2 Februari 2014 pukul 21.30 WIB. 9 Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2012/02/2_fenomena_human_trafficking_di_asia_tenggara2.pdf pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 13. 15 WIB. 10 Ibid.
tersebut saling keterkaitan satu sama lain. Dalam perspektif Sosiologis, fenomena ini sangat sensitif karena ketidak adanya masyarakat yang antusias untuk memberantas problema ini. Human Trafficking merupakan Trans National Crime (TNC) yang sangat merugikan banyak negara. Termasuk Indonesia, dimana Human Trafficking menjadi salah satu permasalahan pelik yang dihadapi oleh negara Indonesia. Kerugian yang digapai oleh Indonesia terakait dengan Human Trafficking hingga milyaran rupiah.11 Human Trafficking juga menarik kajian dari perspektif hukum di Indonesia. Dalam kajian hukum, Human Trafficking mendapatkan kecaman sebagai tindakan yang dilarang oleh Negara. Karena sudah merugikan banyak negara dan juga terpuruknya karakter individu dari Human Trafficking. Hingga akhirnya, Indonesia merumuskan undang-undang yang mengatur mengenai tindak pidana perdagangan orang yaitu Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2007.12 Sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah dengan undang-undang ini bisa memberantas akar permasalahan Human Trafficking di Indonesia. Lama sebelum undang-undang tersebut dikeluarkan oleh Indonesia, permasalahan Human Trafficking telah mengakar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003 menunjukkan bahwa perdagangan manusia dengan modus menjanjikan pekerjaan banyak terjadi dan ini dialami oleh kalangan perempuan dan anak-anak.13 Apabila dilihat dari jeli dimana modus operandi di Indonesia mengalami peningkatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih menjanjikan. Sehingga masyarakat yang tidak mengetahui dampak setelahnya terhanyut untuk melangkah lebih dibandingkan yang lainnya. Bahkan tingkat Human Trafficking di Indonesia dalam konteks Perempuan dan anak-anak Indonesia diperdagangkan untuk eksploitasi seksual di Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan, Jepang, Hongkong, dan Timur Tengah.14
Terdapat pasal-pasal yang melarang negara tersebut untuk melakukan perdagangan manusia. 11 Diakses dari http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/11/jbptunpaspp-gdl-achmadfend-537-1-babi.pdf pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 13.18 WIB. 12 Diakses dari datahukum.pnri.go.id/index.php?...uuno21th2007 pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 13.20 WIB 13 Diakses dari ocw.usu.ac.id/.../hk_628_slide_tenaga_kerja_di_indonesia_-_perdagang pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 13.26 WIB 14 Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2012/02/2_fenomena_human_trafficking_di_asia_tenggara2.pdf pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 13.30 WIB.
Begitu banyak larangan dan selalu saja terdapat suatu bantahan dari sudut pemerintah dan juga dari sudut masyarakat. Kekuatan permainan hukum dalam konteks yang besar ini sudah diatur sedemikian rupa, tidak ada celah sedikitpun untuk ditarik sebagai bukti mutlak kasus Human Trafficking. Pemerintahan menganggap persoalan ini sudah menjamur dan sulit untuk ditarik sampai akarnya. Sedikit demi sediki, pemerintah di Indonesia mulai mengdegradasi kasus-kasus Human Trafficking. Butuh adanya kesadaran publik terkait bahayanya Human Trafficking dan dampak yang ditimbulkan setelahnya. Salah satu sanksi yang dijelaskan di Undang-Undang no 21 Tahun 2007 yaitu Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).15 Dalam sistem kenegaraan, Hukum merupakan sebagai pondasi dasar sebuah kenegaraan. Karena itu salah satu cara untuk memberantas mafia ini adalah menghukum individu yang masih melakukan praktik Human Trafficking di Indonesia. Sebagai landasan hukum Indonesia yang sudah tersistematiskan, Human Trafficking mulai merambah ke dunia yang tidak seharusnya. Dalam artian, meningkatnya arus globalisasi dan teknologi menyebabkan manusia secara mudah melakukan perpindahan lintas batas negara.16 Kemudahan-kemudahan dari perkembangan teknologi ini yang menyebabkan sulitnya pemerintah untuk Human Trafficking di Indonesia. Walaupun kuatnya hukum dan sanksi pidana bagi yang melanggar, perlu adanya penguatan dari state aparatus serta peran pemerintah untuk bertanggung jawab terkait kesadaran bahayanya Human Trafficking. Ini merupakan salah satu pemikiran negara maju untuk mendapatkan SDM yang dapat diupah sangat murah yang ditarik dari negara berkembang dan miskin tersebut. Ini merupakan salah satu faktor
15 Undang-Undang Republik Indoensia no. 21 tahun 2007 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 16 Diakses dari http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/11/jbptunpaspp-gdl-achmadfend-537-1-babi.pdf pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 13.34 WIB.
utama bagi Human Trafficking ini. Kemungkinan besar dari faktor tersebut merugikan dari pembentukan karakter dan dunia pendidikan di negara berkembang. Dampak globalisasi dari aspek Globalisasi Politik dimana akar permasalahan Human Trafficking di Indonesia menjadi permasasalahan antar negara dan tidak terlepas dari peran kepentingan-kepentingan. Dimana Globalisasi ekonomi sangat mempengaruhi dari tindakan kejahatan lintas negara termasuk Human Trafficking. Kemudahan segala akses menjadi landasan dimana ada celah para aktor untuk bermain di kejahatan ini. Sehingga Globalisasi ekonomi menjadi kerangka dimana tingkat kemudahan tersebut berpengaruh dari peran para aktor kejahatan ini. Di Indonesia, berbagai kemudahan dan tidak adanya daya pemerintah untuk mencegah hal ini hingga mengakar. Selain itu juga penjatuhan hukum di Indonesia masih 'abu-abu' terkait kejahatan Human Trafficking. Bukan hanya itu, untuk melindungi para korbanpun masih tidak dilaksanakan dengan amanah. Padahal sudah menjadi tanggung jawab negara sesuai yang tertera di UU no. 21 tahun 2007. Selain itu juga tingkat rendah pendidikan Indonesia yang membuat setiap warga terutama yang berada di pedesaan dengan mudah mempercayai orang dengan janji mendapatkan gaji yang cukup besar, dan akhirnya dijual ke luar negri tanpa sepengetahuan korban. yang difokuskan pada dampak pendidikan dan juga tenaga kerja yang ada di Indonesia. Karena akses serta imbas dari Globalisasi Sosialkultur di Indonesia, terlebih lagi dari segi geopolitik dan geostrategis negara ini sangat dipengaruhi oleh negara-negara yang menginginkan masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja negara lain.
Dampak Human Trafficiking dari segi Pendidikan dan Tenaga Kerja di Indonesia Diketahui bahwa dunia pendidikan di pengaruhi oleh sumber manusia yang kompeten. Namun sumber-sumber tersebut sudah sangat berkurang karena adanya Human Trafficking. Kasus-kasus Human Trafficking di Indonesia harus dibenahi agar tidak berimbas lebih dalam. Salah satu yang perlu dibenahi adalah pendidikan. Pendidikan sangat penting untuk membantu negara dan juga membantu individu untuk berperan aktif di rana domestik maupun internasional. Pendidikan merupakan tonggak
awal bagi suatu negra yang maju. Pendidikan adalah kepentingan individual untuk mencapai yang diinginkan. Apabila tidak ada SDM yang mampu mengimbangi pendidikan dunia yang mulai berkembang, maka akan berdampak langsung ke Negara tersebut. Terlebih lagi kemudahan dalam mengakses informasi perlu diimbangi dengan pendidikan yang mencukupi agar tidak terjerumus pada tindakan-tindakan kejahatan seperti Human Trafficking. Ribuan orang yang di perjual belikan didasari oleh pendidikan yang rendah serta akses dari pemerintah untuk menerapkan pendidikan masih belum merata.
Pendidikan sekitar 15% wanita
dewasa buta huruf dan separuh anak remaja putus sekolah.17 Selain itu pemahaman anak juga masih rendah, di mana anak oleh sebagian
keluarga masih di anggap milik orang tua, dan orang tua
memandang anak perempuan sebagai asset yang akan mendatangkan keuntungan yang besar.18 Dalam kasus ini tenaga kerja juga semakin terpuruk, karena dampak dari pendidikan pula. Pada Human Trafficking ini, tenaga kerja Indonesia semakin disedot untuk kepentingan negara yang membutuhkan tenaga kerja. Imbas dari orang-orang yang tidak betanggung jawab atas penjualan manusia ini sangat kontras pada negara. Tenaga kerja semakin mundur kualitasnya karena dampak dari Human Trafficking. Dari pendekatan '3P's' yaitu Prevention, Prosecution and Protection” (Pencegahan kejahatan, Penjatuhan hukuman dan Penjagaan korban), Indonesia telah melakukan tindakan-tindakan tersebut agar pendidikan dan ketenaga kerjaan di Indonesia tidak terus tergerus. Akan tetapi keefektifitasan dari peran pemerintah terkait dengan penjagaan korban masih belum menghasilkan secara signifikan. Terkecuali dengan pencegahan dan penjatuhan hukuman sudah mulai ditegakan dengan cara membenahi hukum, penjatuhan sanksi dan pembenahan state aparatus. Dari segi ketenagakerjaan melalui instrumen hukum ketenagakerjaan masih menemui kendala, diantaranya19: 1. Substansi dalam Peraturan Ketenagakerjaan yang ada masih belum cukup efektif memberi perlindungan; 17 Diakses dari http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/11/jbptunpaspp-gdl-achmadfend-537-1-babi.pdf pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 14.03 WIB. 18 Ibid. 19 Agusmidah, Tenaga Kerja Indonesia, Perdagangan Manusia (Human Trafficking) dan Upayah Penanggulangannya (Sudut Pandang Hukum Ketenagakerjaan),Meda,, 2007.
2. Belum adanya kerjasama terpadu antar sektor dan instansi terkait 3. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap Hukum Ketenagakerjaan umumnya dan prosedur penempatan TKI ke luar negeri khususnya.
Sebagai gambaran negara Indonesia yang mengharuskan untuk mengatasi permasalahan Human Trafficking dan sebagai tanggung jawab pemerintah untuk memberantasnya. Hal ini yang sulit diidentifikasikan permasalahan dan sulit untuk dicari jalan keluarnya. Kasus Human Trafficking semakin serius dan menjadi sorotan penting dalam problema negara. Bukan saja negara yang bertanggung jawab, melainkan masyarakat Indonesia yang perlu lebih peka dalam memperhatikan permasalahan ini. Karena sudah melanggar hak asasi setiap manusia dan ini adalah tugas negara untuk melindunginya. Indonesia sudah mengambil langkah yang tepat untuk memberantas Human Trafficking ini. Langkah-langkah tersebut sudah mulai berjalan dan mulai dicanangkan. Langkah-langkah tersebut adalah20 : 1. Pada tahun 2000 Indonesia menandatangani Protokol PBB untuk mencegaah, memberantas dan menghukum perdaganan manusia, khususnya wanita dan anak. 2. Pemerintahan Indonesia mempersiapkan Tim guna menyusun RUU Trafficking yang direncanakan disahkan pada tahun 2003. 3. Pemerintahan Indonesia melalui Rakor Kesra menyepakati pemebentukan kelompok kerja antar departmen untuk mengatasi masalah perdagangan manusia dan juga menyepakati pembentukan kelompok kerja tingkat regional guna untuk mencegah penyelundupan manusia secara ilegal. 4. Pemerintah Indonesia sudah menyahkan Rencana Aksi Nasional (RAN) penghapusan perdagangan wanita dan anak
20
Darmoyo, S; Trafiking Anak Untuk Pekerja Rumah Tangga, Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat UNIKA Atma Jaya, Jakarta – 2004
Akan tetapi dalam pendekatan '3P's' masih belum menemukan titik cerah dalam menangani kasus Human Trafficking. Undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut sudah ada namun tidak dijalankan dengan baik. Sehingga segala pelanggaran kasus Human Trafficking akan mengalami kesulitan untuk diberantas hingga ke akar. Tugas pemerintah untuk melindungi masyarakat Indonesia tidak berjalan dengan baik pula ketika memulihkan para korban Human Trafficking. Upayah-upayah yang dilakukan pemerintah Indonesia akan berjalan dengan baik ketika adanya tindak tegas, peran pemerintah yang fokus serta pemberdayaan masyarakat berjalan dengan baik.
Kesimpulan
Human Trafficking merupakan kejahatan Trans National Crime yang sudah seharusnya diberantas hingga keakar. Permasalahan Human Trafficking di Indonesia mulai mengakar dengan mengakibatkan kerugian hingga milyaran rupiah. Sehingga turun sertanya pemerintah Indonesia untuk memberantas kasus-kasus Human Trafficking harus ditegakan. Pada tahun 2007, pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang yang mengatur tindakan pidana perdagangan orang yaitu UndangUndang no. 21 Tahun 2007. Dengan amunisi undang-undang tersebut, diharapkan mampu memberantas Human Trafficking hingga ke akar. Dampak yang ditimbulkan terkait dengan Human Trafficking yaitu dampak dari pendidikan dan dampak ketenagakerjaan. Pendidikan harus dinomer satukan demi mendapatkan SDM yang memadai dalam dunia tenaga kerja. Karena pendidikan yang tinggi maka mereka akan mendapatkan pengetahuan yang tinggi agar dapat memilih jalan hidupnya. Melalui pendekatan '3P's' kasus-kasus Human Trafficking di Indonesia diharapkan bisa berkurang hingga ke akar. Berbagai upayah-upayah dan kendala yang dihadapi oleh pemerintahan Indonesia terkait dengan pemberantasan Human Trafficking. Terlebih lagi globalisasi politik dan globalisasi sosiokultur yang menambah kemudahan merebaknya kasus-kasus Human Trafficking di Indonesia. Suatu perubahan yang kecil ataupun besar dapat berdampak baik kepada Indonesia. Berangkat
dari upayah-upayah tersebut diharapkan Indonesia keluar dari problema Human Trafficking. Namun tugas penting Indonesia sekarang adalah memberdayakan masyarakat dari segi pendidikan dan membuka selebar-lebarnya lapangan pekerjaan. Sehingga sindikan dari Human Trafficking akan sedikit-sedikit meluruh karena tingkat pendidikan meningkat serta terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Selain itu juga, perlu pemerintah Indonesia untuk turun dan memberantas hingga ke akar segala bentuk pelanggaran Human Trafficking. Perlu adanya ketegasan pemeritnah dalam memainkan hukum yang telah diamanatkan oleh undang-undang serta pemberdayaan masyarakat agar tidak terjadi kembali pelanggaran Human Trafficking.
DAFTAR PUSTAKA Dari Buku: Soeprapto, R; Hubungan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta – 1997 Sunarto. K; Pengantar Sosiologi, Lembaga penerbit Fakutas Ekonomi UI, Depok – 2004 Budiarjo, M; Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta - 2008 Darmoyo, S; Trafiking Anak Untuk Pekerja Rumah Tangga, Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat UNIKA Atma Jaya, Jakarta – 2004 Supraptiko, D; Skilas WTO (World Trade Organization), Departemen Luar Negri, Jakarta – 2009. Agusmidah, Tenaga Kerja Indonesia, Perdagangan Manusia (Human Trafficking) dan Upayah Penanggulangannya (Sudut Pandang Hukum Ketenagakerjaan),Meda,, 2007. Department of State, United States of America, Trafficking in Persons Report 10th edition, 2010, hlm 7 Undang-Undang Republik Indoensia no. 21 tahun 2007 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. United Nations Office on Drugs and Crime, An Introduction to Human Trafficking: Vulnerability, Impact and Action, United Nations, 2008, hlm 59. Dari Internet: Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2012/02/2_fenomena_human_trafficking_di_asia_tenggara2.pdf
pada tanggal 4
Februari 2014. Diakses dari datahukum.pnri.go.id/index.php?...uuno21th2007 pada tanggal 2 Februari 2014. Diakses dari http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/11/jbptunpaspp-gdl-achmadfend-537-1-babi.pdf pada 4 Februari 2014.
tanggal
Diakses dari ocw.usu.ac.id/.../hk_628_slide_tenaga_kerja_di_indonesia_-_perdagang pada tanggal 4 Februari 2014.
KARYA TULIS ILMIAH AKAR PERMASALAHAN HUMAN TRAFFICKING DI INDONESIA TAHUN 2007
Achmad Fadly 210000294 Hubungan Interansional