BAB III PENERAPAN KLAUSULA BAKU DALAM AKAD PEMBIAYAAN SYARIAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI PT. BANK MUAMALAT CABANG MEDAN)
A. Penerapan Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi PT. Bank Muamalat Cabang Medan)
Hadirnya bank syari’ah dewasa ini menunjukkan kecenderungan yang semakin baik. Produk-produk yang dikeluarkan bank syari’ah cukup bervariatif sehingga mampu memberikan pilihan/alternatif bagi calon nasabah untuk memanfaatkannya. Berdasarkan survey yang pernah dilakukan, kebanyakan bank syari’ah masih mengedepankan produk dengan akad jual-beli, di antaranya adalah murabahah dan bai’ bi saman ajil (murabahah investasi). Bahkan produk murabahah merupakan produk yang paling banyak digunakan selama ini. Hal ini, mungkin, karena pertimbangan resiko dan keuntungan yang akan diperoleh bank syari’ah. Dengan murabahah, resiko yang mungkin dialami bank syari’ah sangat kecil dan bank juga tidak tahu tentang untung dan rugi nasabah. Sedangkan bila menggunakan produk mudharabah (sistem bagi hasil), maka resiko yang mungkin dialami bank syari’ah sangat tinggi dan rentan terhadap kemungkinan bahaya moral. Karena bank syari’ah berasumsi bahwa semua orang adalah jujur sehingga bank rawan berhadapan dengan orang yang beri’tikad kurang baik. Di samping itu, perhitungan-perhitungan dalam produk mudharabah (sistem bagi hasil) lebih rumit bila dibandingkan perhitungan dalam bank konvensional, sehingga 47
Universitas Sumatera Utara
48
dibutuhkan tenaga profesional yang betul-betul handal. Padahal, selama ini kebanyakan tenaga profesional yang dimiliki bank syari’ah diambil dari bank konvensional yang masih terkonstruk perhitungan dengan sistem bunga. Terdapat beberapa istilah yang kadang-kadang dicampurbaurkan satu sama lain atau bahkan dikacaukan pemakaiannya dan bukan hanya sekedar sinonim, yaitu bai’ al-muajjal, bai’ al-murabahah dan bai’ bi saman ajil. Di Indonesia digunakan istilah bai’ al-murabahah dan bai’ bi saman ajil. Kedua istilah ini dibedakan di mana yang pertama dimaksudkan pembiayaan dalam bentuk jualbeli berdasarkan harga pokok ditambah margin keuntungan dengan pembayaran dibelakang sekaligus. Sedangkan yang kedua dimaksudkan pembiayaan dalam bentuk jual-beli berdasarkan harga pokok ditambah margin keuntungan dengan pembayaran di belakang juga, tetapi secara mencicil dan tidak sekaligus. Kedua macam transaksi tersebut disebut dengan nama bai’ al-muajjal (jual beli dengan pembayaran di belakang), sehingga dengan demikian bai’ al-muajjal mencakup bai’ al-murabahah dan bai’ bi saman ajil. Hal ini karena kedua jenis pembiayaan tersebut, menurut yang berlaku di Indonesia, pembayarannya di belakang. Perbedaannya hanya pada secara sekaligus atau mencicil. Akad bai’ al-murabahah juga mirip (tidak sama) dengan akad Kredit Modal Kerja yang biasa diberikan oleh bank konvensional, dan karenanya pembiayaan al-murabahah berjangka waktu di bawah satu tahun (short run financing). Operasionalisasi produk ini di Indonesia didasarkan atas fatwa DPS BMI No. BMI-16/FAT-DPS/XI/96 tentang pembiayaan murabahah, tertanggal 27
Universitas Sumatera Utara
49
Nopember 1996 M atau bertepatan 16 Rajab 1417 H. Pertimbangan ekonomis yang dipakai adalah bahwa masyarakat pengusaha banyak yang memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank berdasarkan pada prinsip jual-beli untuk mendukung modal kerja yang diperlukan guna melangsungkan dan meningkatkan produksi. Adapun pertimbangan legal-yuridisnya adalah UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan PP No. 72 tahun 1992 tentang Bank Bagi Hasil. Secara teknis, akad bai’ al-murabahah tersebut terlaksana dengan kedatangan nasabah ke bank syari’ah dan mengajukan permohonan Pembiayaan al-Murabahah untuk pembelian suatu barang dan menyatakan kesanggupan untuk membeli barang tersebut. Setelah melihat kelayakan nasabah untuk menerima fasilitas pembiayaan tersebut, maka bank menyetujui permohonannya. Bank kemudian membelikan atau menunjuk nasabah sebagai agen bank untuk membeli barang yang diperlukannya atas nama bank dan menyelesaikan pembayaran harga barang dari biaya bank. Bank seketika itu juga menjual barang tersebut kepada nasabah pada tingkat harga yang disetujui bersama (yang terdiri dari harga pembelian ditambah mark-up atau margin keuntungan) untuk dibayar dalam jangka waktu yang telah disetujui bersama. Dan pada waktu jatuh tempo, nasabah membayar harga jual barang yang telah disetujui tersebut kepada bank. Adapun rukun bai’ al-murabahah di dalam perbankan sama dengan rukun jual-beli dalam kitab fiqih dan hanya dianalogkan dalam praktik perbankan, yaitu: 1. Penjual (al-bai’) dianalogkan sebagai bank; 2. Pembeli (al-musytari) dianalogkan sebagai nasabah;
Universitas Sumatera Utara
50
3. Barang yang akan diperjual belikan (al-mabi’), yaitu jenis barang pembiayaan; 4. Harga (al-saman) dianalogkan sebagai pricing atau plafond pembiayaan; 5. Ijab dan qabul dianalogkan sebagai akad atau perjanjian, yaitu pernyataan persetujuan yang dituangkan dalam akad perjanjian. Sedangkan syarat-syaratnya disesuaikan dengan kebijakan bank syari’ah yang bersangkutan, yang pada umumnya persyaratan menyangkut barang yang diperjual-belikan, harga dan ijab-qabul. Bai’ al-murabahah dapat dilakukan secara pemesanan dengan cara janji untuk melakukan pembelian (al-wa’d bi al-bai’). Janji pemesan untuk membeli barang dalam bai’ al-murabahah bisa merupakan janji yang mengikat, bisa juga tidak. Para ulama klasik bersepakat bahwa pemesan tidak boleh diikat untuk memenuhi kewajiban membeli barang yang telah dipesan itu disertai alasan secara rinci mengenai pelarangan tersebut. Akan tetapi beberapa ulama kontemporer berpendapat bahwa janji untuk membeli barang tersebut bisa mengikat pemesan. Hal ini demi menghindari madharat. Terlebih lagi bila nasabah bisa “pergi” begitu saja akan sangat merugikan pihak bank atau penyedia barang. Dalam hal ini, pembeli dibolehkan meminta pemesan membayar uang muka atau tanda jadi (arboun dalam istilah beberapa bank Islam) saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pemesan yang menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh atas pesanannya tersebut. Adapun uang muka akan diperhitungkan sesuai besar kerugian aktual pembeli. Bila kemudian pemesan menolak untuk membeli aset
Universitas Sumatera Utara
51
tersebut, biaya riil pembeli harus dibayar dari uang muka. Bila nilai uang muka tersebut lebih sedikit dari kerugian yang harus ditanggung pembeli, pembeli dapat meminta kembali sisa kerugiannya pada pemesan. Sedangkan bila uang muka melebihi kerugian, pembeli (penerima pesanan) harus mengembalikan kelebihan itu kepada pemesan. Untuk menjaga agar pemesan tidak main-main dengan pesanan maka diperbolehkan meminta jaminan. Si pembeli (penyedia pembiayaan/bank) dapat meminta pemesan (pemohon/nasabah) suatu jaminan (rahn) untuk dipegangnya. Dalam teknis operasionalnya, barang-barang yang dipesan dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk pembayaran hutang. Murabahah dengan pemesanan umumnya dapat diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri, seperti melalui letter of credit (L/C). Skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah biasa bertransaksi dengan dunia perbankan pada umumnya. Kalangan perbankan syari’ah di Indonesia banyak menggunakan al-murabahah secara berkelanjutan (roll over/evergreen) seperti untuk modal kerja. Padahal sebenarnya, al-murabahah adalah kontrak jangka pendek dengan sekali akad (one short deal). Al-murabahah tidak tepat diterapkan untuk skema modal kerja. Tetapi mudharabah lebih sesuai untuk skema tersebut. Hal ini mengingat prinsip mudharabah memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi. Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi bai’ al-murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Bai’ al-
Universitas Sumatera Utara
52
murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syari’ah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem bai’ al-murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syari’ah. Di antara kemungkinan resiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut : 1. Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran. 2. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual-beli tersebut. 3. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa saja karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Atau karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan pemesanan. 4. Dijual. Karena bai’ al-murabahah bersifat jual-beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, resiko untuk default akan besar. Dalam dunia modern, istilah bai’ al-murabahah sudah merupakan perluasan dari pengertiannya yang klasik. Istilah murabahah digunakan untuk mengacu pada suatu kesepakatan yang di dalamnya pembelian barang oleh bank dikehendaki konsumennya yang membutuhkan barang tersebut dan kemudian menjual barang tersebut kepada konsumen dengan harga yang disepakati dengan
Universitas Sumatera Utara
53
memberikan keuntungan tertentu kepada bank. Pembayaran dilakukan oleh konsumen dalam kurun waktu yang ditentukan dengan cara kredit/tunai. Perjanjian semacam ini oleh Sami Hamud disebut bai’ al-murabahah li al-amir bi al-syira’ (penjualan dengan keuntungan marginal yang disepakati kepada seseorang yang memesan barang tersebut). Belakangan ini lebih dikenal dengan sebutan murabahah. Dalam praktik/realisasi produk bai’ al-murabahah –pembayaran tempo dengan sekaligus/langsung lunas– di lapangan/perbankan syari’ah tidak ada. Yang ada adalah murabahah yang pembayarannya dilakukan secara kredit/cicilan (murabahah yang bai’ bi saman ajil). Atau, murabahah yang dimodifikasi dalam istilah Sami Hamud. Jadi, dalam praktiknya, murabahah disamakan dengan bai’ bi saman ajil yang notabenenya kurang banyak diminati. Di samping itu, dalam praktiknya, tenaga pelaksana di lapangan biasanya enggan menerangkan selukbeluk dan landasan fiqh murabahah atau bisa jadi menganggap calon nasabah telah paham. Karena itu, murabahah disimplikasi dalam satu rangkaian kalimat pendek, “margin kami 20 % per tahun”. Dan dalam praktiknya, sistem perhitungan dalam penetapan jasa bank masih mengacu dan disesuaikan dengan standar bunga pada bank konvensional dan belum memiliki standard perhitungan baku yang otonom dan mandiri. Tentu saja banyak masyarakat yang mengira bahwa bank syari’ah sekedar mengganti istilah bunga dengan margin. Atau dengan kata lain, siasat bunga bank yang dibungkus dengan prinsip-prinsip syari’ah. Oleh karena itu, penentuan besarnya mark-up dalam murabahah harus mengacu pada perhitungan besarnya keuntungan yang diperoleh nasabah yang
Universitas Sumatera Utara
54
menjalankan transaksi murabahah, bukan mengacu pada suku bunga dalam bank konvensional. Berikut ini adalah contoh akad pembiayaan Akad Murabahah pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan
Universitas Sumatera Utara
55
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM “Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad perjanjian itu (Surat Al Maa-idah, 1)” PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL MURABAHAH Nomor : Pada hari ini, hari Pukul Hadir dihadapan dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris, kenal dan akan disebut pada akhir akta ini :--------------------------------------------------------Untuk selanjutnya dalam akta ini disebut juga : --------------------BANK MUAMALAT atau PIHAK PERTAMA--------------------Untuk selanjutnya dalam akta ini disebut : ---------------------------NASABAH atau PIHAK KEDUA-----------------------------Para penghadap, saya, Notaris kenal.. Para penghadap tersebut diatas menerangkan terlebih dahulu :------------------------
-
Bahwa NASABAH dalam rangka menjalankan kegiatannya memerlukan sejumlah dana, dan untuk memenuhi hal ini telah meminta BANK MUAMALAT untuk menyediakan fasilitas.
-
Pembiayaan Al Murabahah sebesar dan BANK MUAMALAT dengan surat penawarannya (Offering Letter) tertanggal Nomor : telah setuju untuk menyediakan Fasilitas Pembiayaan tersebut kepada NASABAH dengan jumlah pengembalian sebesar sesuai dengan Perjanjian ini. Bahwa BANK MUAMALAT dan NASABAH telah menyetujui.
-
Bahwa untuk maksud-maksud tersebut kedua belah Pihak akan menandatangani dan melaksanakan suatu perjanjian berdasarkan syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan yang termaktub di bawah ini :
-
Maka oleh karena itu, atas pertimbangan di atas dan pertimbanganpertimbangan lainnya yang sepenuhnya telah diketahui dan disetujui oleh kedua belah pihak, dengan ini NASABAH dan BANK MUAMALAT
Universitas Sumatera Utara
56
menyetujui untuk mendatangani Perjanjian ini berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : PASAL 1 PEMBIAYAAN DAN PENGGUNAANNYA
1.1 NASABAH dengan ini mengakui dengan sebenarnya secara sah telah menerima atau akan menerima pembiayaan, karenanya NASABAH dengan
ini
menyatakan
secara
sah
berhutang
kepada
BANK
MUAMALAT uang sejumlah sebagaimana disebutkan dalam surat penawaran yang terdiri dari jumlah pokok yang diterima/atau yang dibayar ditambah margin keuntungan jual beli yang ditetapkan oleh BANK MUAMALAT (untuk selanjutnya disebut “Pembiayaan”). 1.2 Sepenuhnya Pembiayaan
dimengerti akan
dan
disetujui
dipergunakan
oleh
oleh
NASABAH,
NASABAH
hanya
bahwa untuk
kepentingan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 9 perjanjian ini. PASAL 2 PEMBAYARAN JANGKA WAKTU PEMBIAYAAN
2.1 Pembiayaan ini diberikan untuk jangka waktu bulan lamanya dan terhitung sejak tanggal penandatangan akta ini, dan akan berakhir pada tanggal (“Jangka Waktu Perjanjian”), sedangkan pembayaran kembali Pembiayaan akan dilakukan oleh NASABAH kepada BANK MUAMALAT secara angsuran, sebagaimana dijelaskan didalam Surat Sanggup (lampiran A) 2.2 Semua pembayaran kembali/pelunasan pembiayaan berikut margin keuntungan jual beli dan biaya-biaya lainnya, oleh NASABAH kepada BANK MUAMALAT akan dilakukan melalui rekening NASABAH yang akan dibuka oleh dan atas nama NASABAH di BANK MUAMALAT, atau dengan cara lain sebagaimana disetujui oleh BANK MUAMALAT dan untuk maksud tersebut BANK MUAMALAT dengan ini diberi kuasa oleh NASABAH untuk mendebet rekening NASABAH guna pembayaran
Universitas Sumatera Utara
57
kembali Pembiayaan berikut margin keuntungan jual beli dan biaya-biaya lainnya. 2.3 Dalam hal pembayaran kembali Pembiayaan berikut margin keuntungan jual beli, atau jumlah pembayaran lainnya dari pada Pembiayaan tersebut jatuh pada hari Minggu, hari libur umum atau hari yang bukan hari kerja lainnya ditempat dimana pembayaran tersebut harus dilaksanakan, maka NASABAH akan melakukan pembayaran tersebut pada hari berikutnya yang bukan hari Minggu atau libur umum atau hari yang bukan hari kerja lainnya, namun jika hari Minggu atau hari libur lainnya tersebut jatuh pada bulan berikutnya maka pembayaran tersebut harus dibayar pada bulan berjalan. PASAL 3 REALISASI PEMBIAYAAN
3.1 Jika NASABAH akan merealisasikan Pembiayaan yang diinginkan, NASABAH terlebih dahulu wajib menyampaikan Surat Permohonan Realisasi Pembiayaan (SPRP) sesuai dengan lampiran B, yang berisi perincian
mengenai
barang-barang
yang
akan
dibiayai
dengan
Pembiayaan, tanggal pembayaran dan kepada siapa pembayaran tersebut harus dilakukan serta hal-hal lain yang diperlukan sehubungan dengan penarikan Pmbiayaan ini “SPRP” tersebut harus telah diterima oleh BANK MUAMALAT sekurang-kurangnya 1 (satu) hari sebelum Realisasi Pembiayaan. PASAL 4 PENGUTAMAAN PEMBAYARAAN
4.1 NASABAH menyadari bahwa meskipun BANK MUAMALAT tidak mengenakan denda terhadap setiap kewajiban pembayaran terlambat, sehubungan dengan perjanjian ini, kecuali denda yang disebabkan karena ketentuan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah, MASABAH akan
Universitas Sumatera Utara
58
melakukan angsuran pembayaran sebagaimana ditetapkan dalam pasal 2 jo Surat Sanggup dalam Lampiran A perjanjian ini secara tertib dan teratur dan akan lebih mengutamakan kewajiban pembayaran ini dari pada kewajiban pembayaran kepada pihak lain. 4.2 Jika
NASABAH
mengadakan
perjanjian
lain
dengan
BANK
MUAMALAT baik sebelum atau sesudah perjanjian ini, maka BANK MUAMALAT dapat menentukan secara sepihak pos-pos pembayaran kembali yang dilakukan NASABAH tanpa harus tunduk kepada kemauan NASABAH. 4.3 Semua bukti yang dikeluarkan oleh BANK MUAMALAT atau kuasanya adalah merupakan bukti sudah diakui oleh NASABAH
PASAL 5 BIAYA DAN PENGELUARAN Dalam hal diperlukan jasa-jasa lainnya sehubungan dengan pelaksanaan Perjanjian ini dan/atau perjanjian lainnya yang dibuat oleh dan antara NASABAH dan BANK MUAMALAT, maka segala ongkos-ongkos untuk keperluan tersebut harus ditanggung oleh NASABAH. PASAL 6 SYARAT-SYARAT PENARIKAN PEMBIAYAAN Kewajiban BANK MUAMALAT untuk menyediakan Fasilitas Pembiayaan kepada BANK MUAMALAT akan diberikan setelah NASABAH menyerahkan dokumen-dokumen berikut, dalam bentuk dan isi yang dianggap cukup oleh BANK MUAMALAT.
6.1 Surat Permohonan Realisasi Pembiayaan yang harus telah diterima oleh BANK MUAMALAT sekurang-kurangnya 1 (satu) hari sebelum tanggal penarikan yang dikehendaki oleh NASABAH (sepanjang tujuan penarikan pembiayaan tersebut di dalam surat penarikan), sesuai dengan tujuan pemberian pembiayaan ini oleh BANK
Universitas Sumatera Utara
59
MUAMALAT kepada NASABAH seperti disebut dalam pasal 9 perjanjian ini. 6.2 NASABAH harus memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Penawaran yang dikeluarkan oleh BANK MUAMALAT.
PASAL 7 PERISTIWA CIDERA JANJI Apabila terjadi hal – hal dibawah ini (setiapkejadian demikian, sebelum dan sesudah ini), masing masing secara tersendiri atau secara bersama – sama disebut sebagai (“Peristiwa Cidera Janji”).
7.1 Kelalaian NASABAH untuk melaksanakan kewajiban menurut Perjanjian ini untuk membayar angsuran Pembiayaan tepat pada waktunya, dalam hal ini lewatnya waktu saja telah memberi bukti yang cukup bahwa NASABAH telah melalaikan kewajibannya. Untuk hal ini BANK MUAMALAT dan NASABAH sepakat untuk mengenyampingkan Pasal 1230Kitab Undang – Undang Hukum Perdata 7.2 Apabila terdapat sesuatu janji, pernyataan, jaminan atau kesepakatan menurut
Perjanjian ini atau berdasarkan ketentuan –ketentuan dalam
sesuatu surat, sertipikat atau bukti – bukti lain yang perlu diadakan menurut Perjanjian ini atau sehubungan dengan sesuatu perjanjian yang disebut didalam Perjanjian ini ternyata tidak benar, tidak tepat atau menyesatkan. 7.3 (i) apabila NASABAH mengajukan permohonan resmi kepada Pengadilan Negeri untuk dinyatakan pailit, atau (ii) terhadap dilancarkan suatu tindakan yang apabila di dalam waktu 60 (enam puluh) hari takwim tidak dicabut, akan menjurus kepada suatu pernyataan pailit dari Nasabah;
Universitas Sumatera Utara
60
7.4 Diputuskan oleh suatu Pengadilan atau instansi pemerintah lainnya bahwa sesuatu perjanjian atau dokumen yang disebut dalam pasal 6 adalah tidak sah atau dengan cara lain tidak dapat diberlakukan 7.5 Jikalau NASABAH melanggar dan/ atau tidak dapat dipenuhi syaratsyarat Perjanjian ini serta perjanjian perjanjian lainnya yang bersangkutan dan/atau syarat –syarat serta ketentuan yang ditetapkan oleh BANK MUAMALAT baik dalam surat penawaran atausurat lainnya atau jaminan yang diberkan. 7.6 Jikalau atas barang – barang milik NASABAH dan/atau Penjamin, baik sebagian maupun seluruhnya dilakukan sita jaminan atau sita eksekusi. 7.7 Jikalau kekayaan NASABAH serta nilai barang – barang dan lain-lain yang menjadi tanggungan nanti menurut penilaian BANK MUAMALAT menjadi kurang sedemikian rupa sehingga tidak lagi merupakan jaminan yang cukup bagi hutangnya NASABAH.
Maka seluruh Pembiayaan tersebut akan menjadi jatuh tempo dan seluruh kewajiban NASABAH harus dibayarkan kepada BANK MUAMALAT secara seketika dan sekaligus dan BANK MUAMALAT dapat mengambil tindakan apapun juga yang dianggapnya perlu sehubung dengan Perjanjian ini, atau sesuatu perjanjain atau dokumen atau surat – surat yang disebut dalam Perjanjain ini atau sesuai dengan Undang – Undang dan Peraturan yang berlaku untuk menjamin pelunasan kembali Pembiayan tersebut.
PASAL 8 PERNYATAAN DAN JAMINAN NASABAH dengan ini berjanji, sepakat, menyatakan dan menjamin kepada BANK MUAMALAT sebagai berikut :
8.1 Fasilitas Pembiayaan dan semua uang yang terhutang menurut Perjanjian ini akan dibayarkan secara seketika dan syarat –syarat dan ketentuan Perjanjian ini dan/atauperjanjianlainnya sebagain tambahan pada Perjanjian ini merupakan suatu cidera janji dari NASABAH dan BANK
Universitas Sumatera Utara
61
MUAMALAT dapat tanpa permintaan pembayaran atau pemberitahuan tentang maksudnya, menjual atau dengan cara lain melepaskan harta kekayaan NASABAH yang merupakan jaminan berdasarkan Perjanjian lain yang merupakan tambahan dari perjanjian. 8.2 Ini, yang berupa : NASABAH akan mengijinkan wakil dari BANK MUAMALAT yang diberi wewenang untuk itu untuk melakukan inspeksi terhadap harta kekayaan yang merupakan jaminan, memeriksa pembukuan dan catatan NASABAH setiap waktu dan wakil tersebut berhak membuat fotocopy dari pembuukuan dan catatan tersebut semuanya atau biaya dari NASABAH. PASAL 9 PENGGUNAAN PEMBIAYAAN Sepenuhnya dimengertidan disetujui oleh NASABAH bahwa setiap Realisasi Fasilitas Pembiayaan baik secara keseluruhan maupun sebagian semata-mata akan dipergunakan hanya untuk sebagaimana dirinci lebih di dalam Surat Permohonan Realisasi Pembiayaan (lampiran A) yang berasal dari supplier yang telah dipilih dan ditunjuk oleh NASABAH, yang telah dikuasakan oleh BANK MUAMALAT untuk kepentingan NASABAH dengan harga sebagaimana dijelaskan dalam lampiran A. PASAL 10 PAJAK – PAJAK Segala pembayaran kembali atas kewajiban – kewajiban NASABAH kepada BANK MUAMALAT adalah bebas dari setiap potongan, pungutan, bea pajak, biaya dan/atau ongkos – ongkos lainnya, kecuali jika potongan – potongan tersebut diharuskan menurut Undang – Undang atau peraturan lainnya. Jikalau NASABAH diwajibkan oleh Undang – Undang untuk memotong atau menahan sebagian dari jumlah yang harus dibayar oleh NASABAH untuk kepentingan BANK MUAMALAT, maka jumlah yang harus dibayar oleh NASABAH kepada BANK MUAMALAT tersebut harus dinaikkan sedemikian rupa untuk memastikan bahwa setelah potongan atau penahanan tersebut dilakukan, BANK MUAMALAT tetap memperoleh pembayaran kembali sebesar jumlah yang seharusnya diperoleh seperti seolah – olah pemotongan atau penahanan tersebut terjadi.
Universitas Sumatera Utara
62
PASAL 11 HUKUM YANG MENGATUR Perjanjian ini diatur oleh ditafsirkan sesuai dengan ketentuan Hukum Indonesia. PASAL 12 ARBITRASE
12.1 Sesuatu sengketa yang timbul atau dengan cara apapun yang ada hubungannya dengan Perjanjain ini yang tidak dapat diselesaikan secara damai, kecuali sebagaimana ditetapkan didalam Perjanjian ini, akan diselesaikan melalui dan menurut Peraturan Prosedur Badan Arbitrase syariah Nasional (BASYARNAS). 12.2 Arbitrase akan dilaksanakan dan mengambil keputusan di Jakarta. 12.3 Keputusan Arbitrase akan merupakan keputusan terakhir dan mengikat (Final dan Binding) atas segala perkara dan yang merupakan subyek dari Arbitrase tersebut dan dapat diberlakukan disemua pengadilan yang mempunyai wewenang hukum atasnya dank arena banding atau kasasi atas putusan Arbitrator tidak akan dimungkinkan. 12.4 Para pihak tidak akan mengajukan sesuatu perkara ke pengadilan Negeri dan/atau Badan bdan lain sehubungan dengan sengketa atau perselisihan berkenan dengan perjanjian ini. PASAL 13 FORCE MAJEURE
1. Masing-masing pihak tidak dapat menuntut/klaim atau mengajukan gugatan kepada pihak lain dalam hal terjadi keadaan Force Majeure yaitu peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang disebabkan oleh dan hanya
karena
pemberontakan,
keadaan epidemic,
bencana
alam,
peperangan,
kerusuhan, atau
hura-hura,
ketentuan-ketentuan
pemerintah dalam bidang moneter atau ketentuan Bank Indonesia yang harus didahulukan dari pelaksanaan perjanjian ini.
Universitas Sumatera Utara
63
2. Dalam hal terjadi Force Majeure, maka Pihak yang terkena akibat Force Majeure tersebut wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pihak lainnya mengenai peristiwa Force Majeure tersebut. 3. Segala dan tiap-tiap permasalahan yang timbul akibat terjadinya Force Majeure akan diselesaikan oleh Nasabah dan Bank secara musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut tanpa mengurangi hak-hak Bank sebagaimana diatur dalam akta ini. Akhirnya para pihak menyatakan dengan ini menjamin akan kebenaran identitas para pihak yang sesuai dengan tanda pengenal yang disampaikan kepada saya, Notaris, dan selajutnya para pihak bertanggungjawab sepenuhnya atas hal tersebut dan dengan akta ini pula menyatakan telah mengerti dan memahami isi akta ini.
DEMIKIANLAH AKTA INI Dibuat dan dilangsungkan di Medan, pada hari, tanggal, bulan dan tahun seperti disebut pada awal akta ini dengan dihadiri oleh :
Kedua-duanya sebagai saksi-saksi. Segera setelah akta ini dibacakan oleh saya, Notaris, kepada para penghadap dan saksisaksi, maka akta ini lantas ditanda tangani oleh para penghadapm saksi-saksi, Notaris.
Universitas Sumatera Utara
64
B. Upaya Yang Dilakukan Oleh Konsumen Jika Klausul Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Melanggar Ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Upaya apa yang dilakukan oleh konsumen jika klausul baku dalam akad pembiayaan syariah melanggar ketentuan UU perlindungan konsumen ini berkaitan erat dengan perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen. Perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen di bidang perbankan, khususnya dalam hal terjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Hal ini telah diatur melalui PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Dalam Pasal 1 angka 4 PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, Pengaduan didefinisikan sebagai ungkapan ketidakpuasan Nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada Nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Bank. Sesuai dengan Pasal 2 PBI No. 7/7/PBI/2005, maka bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis tentang penerimaan pengaduan, penangangan dan penyelesaian pengaduan, serta pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan. Ketentuan mengenai kebijakan dan prosedur tertulis dimaksud diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 7/24/DPNP tertanggal 18 Juli 2005, antara lain sebagai berikut: a) Kewajiban Bank untuk menyelesaikan Pengaduan mencakup kewajiban menyelesaikan Pengaduan yang diajukan secara lisan dan atau tertulis oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah, termasuk yang diajukan oleh suatu lembaga, badan hukum, dan atau bank lain yang menjadi Nasabah Bank tersebut.
Universitas Sumatera Utara
65
b) Setiap Nasabah, termasuk walk-in customer, memiliki hak untuk mengajukan pengaduan. c) Pengajuan pengaduan dapat dilakukan oleh Perwakilan Nasabah yang bertindak untuk dan atas nama Nasabah berdasarkan surat kuasa khusus dari Nasabah. Dalam Pasal 10 PBI No. 7/7/PBI/2005 disebutkan bahwa bank wajib menyelesaikan Pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan Pengaduan tertulis, kecuali terdapat kondisi tertentu yang menyebabkan bank dapat memperpanjang jangka waktu. yaitu: a) Kantor Bank yang menerima Pengaduan tidak sama dengan Kantor Bank tempat terjadinya permasalahan yang diadukan dan terdapat kendala komunikasi diantara kedua Kantor Bank tersebut; b) Transaksi Keuangan yang diadukan oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah memerlukan penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen Bank; c) Terdapat hal-hal lain yang berada diluar kendali bank, seperti adanya keterlibatan pihak ketiga diluar Bank dalam Transaksi Keuangan yang dilakukan Nasabah. Mengingat penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam PBI Nomor 7/7/PBI/2005 tertanggal 20 Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan apabila tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah, maka perlu dibentuk lembaga Mediasi yang khusus menangani sengketa perbankan. Sebagaimana disebut di atas bahwa peraturan hukum yang memberikan perlindungan bagi nasabah selaku konsumen tidak hanya melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen, akan tetapi lebih spesifik lagi pada peraturan perundang-
Universitas Sumatera Utara
66
undangan di bidang perbankan. Karena bank merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha dengan menarik dana langsung dari masyarakat, maka dalam melaksanakan aktivitasnya bank harus melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan bank, yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary principle), prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip kerahasiaan (confidential principle), dan prinsip mengenal nasabah (know your costumer principle). Kepercayaan merupakan inti dari perbankan sehingga sebuah bank harus mampu menjaga kepercayaan dari para nasabahnya. Hukum sebagai alat rekayasa social (Law as a tool of social engineering) terlihat aktualisasinya di sini. Di tataran undang-undang maupun PBI terdapat pengaturan dalam rangka untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan dan sekaligus dapat memberikan perlindungan hukum bagi nasabah 40. Karena undang-undang syariah tidak secara tegas mengatur perlindungan hukum bagi nasabahnya. Sebagaimana disebut di atas bahwa peraturan hukum yang memberikan perlindungan bagi nasabah selaku konsumen tidak hanya melalui bukan satu-satunya hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen di Indonesia. Sebelum disahkannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada dasarnya telah ada beberapa peraturan perundang-undangan yang materinya melindungi kepentingan konsumen antara lain: Pasal 202-205 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya (1949), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan sebagainya. Lahirnya UUPK diharapkan menjadi payung hukum (umbrella act) di bidang konsumen dengan tidak menutup kemungkinan
40
Hartono, Sunaryati. CFG. Mencari Bentuk dan Sistem Hukum Perjanjian Nasional Kita. (Bandung : Alumni. 1994). Hal 33
Universitas Sumatera Utara
67
terbentuknya
peraturan
perundang-undangan
lain
yang
materinya
memberikan
perlindungan hukum terhadap konsumen 41. Adanya perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen di bidang perbankan menjadi urgen, karena secara faktual kedudukan antara para pihak seringkali tidak seimbang. Perjanjian kredit/pembiayaan dan perjanjian pembukaan rekening bank yang seharusnya dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak, karena alasan efisiensi diubah menjadi perjanjian yang sudah dibuat oleh pihak yang mempunyai posisi tawar (bargaining position) dalam hal ini adalah pihak bank. Nasabah tidak mempunyai pilihan lain, kecuali menerima atau menolak perjanjian yang disodorkan oleh pihak bank (take it or leave it) 42. Pencantuman klausula-klausula dalam perjanjian kredit/pembiayaan pada bank sepatutnya merupakan upaya kemitraan, karena baik bank selaku kreditur maupun nasabah debitur kedua-duanya saling membutuhkan dalam upaya mengembangkan usahanya masing-masing. Klausula yang demikian ketatnya didasari oleh sikap bank untuk melaksanakan prinsip
kehati-hatian
dalam
pemberian
kredit/pembiayaan.
Dalam
memberikan
perlindungan terhadap nasabah debitur perlu kiranya peraturan tentang perkreditan direalisir sehingga dapat dijadikan panduan dalam pemberian kredit. Di sisi lain pengadilan yang merupakan pihak ketiga dalam mengatasi perselisihan antara bank dengan nasabah debitur dapat menilai apakah upaya-upaya yang dilakukan oleh kedua belah pihak telah sesuai dengan yang disepakati dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.
41
Prasetianto, A. Tony (Editor). Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia Substansi dan Urgensi. (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 1994). Hal 39 42
Rahman, Hasanudin. Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia ( Panduan Dasar : Legal Officer). (Bandung : Citra Aditya Bhakti. 1995). Hal 39
Universitas Sumatera Utara
68
Keberatan-keberatan terhadap perjanjian standar antara lain adalah karena: (1) Isi dan syarat-syarat sudah dipersiapkan oleh salah satu pihak (2) Tidak mengetahui isi dan syarat-syarat perjanjian standar dan kalaupun tahu tidak mengetahui jangkauan akibat hukumnya (3) Salah satu pihak secara ekonomis lebih kuat, (4) Ada unsur “terpaksa” dalam menandatangani perjanjian. Adapun alasan penciptaan perjanjian standar adalah demi efisiensi. Adanya Perlindungan
kondisi Konsumen
demikian, untuk
melatarbelakangi
memberikan
substansi
pengaturan
Undang-Undang
mengenai
ketentuan
pencantuman klausula baku, yaitu sebagai berikut 43: 1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
43
Syahdaeni, Sutan Remi. Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia. (Jakarta : Institut Bankir Indonesia. 1993). Hal 86
Universitas Sumatera Utara
69
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. 3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum. 4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undangundang ini. Dari ketentuan dalam Pasal 18 dimaksud yang sangat terkait erat dan sering terjadi dalam perjanjian kredit/pembiayaan yang diberikan oleh bank adalah ketentuan pada ayat (1) huruf g, yakni bahwa bank menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya. Walaupun ketentuan mengenai klausula baku sudah diatur dalam UUPK, akan tetapi pada kenyataannya sering kali masih terjadi pelanggaran sehingga akan merugikan
Universitas Sumatera Utara
70
kepentingan nasabah. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pihak bank untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisir terjadinya kerugian bagi nasabah karena memang harus dalam bentuk perjanjian standar, antara lain adalah sebagai berikut: 1) Memberikan peringatan secukupnya kepada para nasabahnya akan adanya dan berlakunya klausula-klausula penting dalam perjanjian. 2) Pemberitahuan dilakukan sebelum atau pada saat penandatanganan perjanjian kredit/pembiayaan. 3) Dirumuskan dalam kata-kata dan kalimat yang jelas. 4) Memberikan kesempatan yang cukup bagi debitur untuk mengetahui isi perjanjian. Dengan kerjasama yang baik antara pihak bank dengan nasabah, khususnya dalam hal adanya perjanjian standar mengenai kredit atau pembiayaan, serta pembukaan rekening di bank maka diharapkan akan lebih mengoptimalkan perlindungan hukum bagi nasabah, sehingga dapat meminimalisir dispute yang berkepanjangan di kemudian hari.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari uraian dan analisis dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor yang melatarbelakangi pencantuman klausula baku dalam akad pembiayaan pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan adalah pertama karena pemberlakuan klausula baku merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari dalam perjanjian kredit bank, karena klausula baku adalah kenyataan yang memang lahir dari kebutuhan masyarakat. Kedua, Berkaitan dengan akibat hukum perjanjian yang mencantumkan klausula baku bila dikaitkan dengan asas-asas perjanjian di atas, maka paling tidak dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu pertama dari segi keabsahan kontrak (akad pembiayaan). Kedua dari para pihak dalam hal ini adalah pihak Bank dan nasabah. 2. Bahwa peneerapan klausula baku dalam akad pembiayaan syariah dikaitkan dengan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan adalah tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 UU No.8 Tahun 1999 karena klausula baku yang terdapat di dalam akad murabahah tidak melanggar UU, ketertiban umum, norma susila dan iktikad baik serta prinsip-prinsip syariah. Namun jika klausula baku pada pembiayaan pada perbankan syariah melanggar ketentuan UU No.8 Tahun 1999 maka konsumen dapat mengajuka upaya 71
Universitas Sumatera Utara
72
hukum. Hal ini diberikan oleh Undang-Undang sebagai bentuk penegakan hukum perlindungan terhadap konsumen. B. Saran Sehubungan dengan uraian dan analisis dalam bab sebelumnya penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut: a. Bank Indonesia selaku bank sentral hendaknya mengeluarkan regulasi yang lengkap dan tegas sehingga mampu menjawab semua permasalahan dalam operasional perbankan syariah secara umum, termasuk kegiatan pembiayaan bank syariah secara khusus. b. Bagi Syariah khususnya PT. Bank Syariah Muammalat Tbk Malang , hendaknya
lebih
mengoptimalkan
segala
produknya,
khususnya
produkproduk pembiayaan, agar dapat menjadi produk perbankan yang dapat diandalkan bagi kemajuan perekonomian masyarakat serta tetap mampu menjaga kemurnian syariahnya.
Universitas Sumatera Utara