i
ALOKASI PENGELUARAN UNTUK PENDIDIKAN, POLA ASUH AKADEMIK ORANG TUA, DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMA PADA KELUARGA MISKIN
IIN KHOIRUNNISA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Alokasi Pengeluaran untuk Pendidikan, Pola Asuh Akademik Orang Tua, dan Motivasi Belajar Siswa SMA pada Keluarga Miskin adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2013 Iin Khoirunnisa NIM I24080063
iii
ABSTRACT IIN KHOIRUNNISA. Family expenditure for education, parent’s academic caring practices, and learning motivation of high school students of poor families. Supervised by ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI and NETI HERNAWATI. There are many Indonesian people who does not complete their education in senior high school level because of economic problem. This study aimed to analyze the influence of family expenditure for education and academic caring practices on learning motivation of high school students. The study involved 60 high school students and their mothers whom the family as beneficiaries of “Bantuan Langsung Tunai (BLT)” in Cibungbulang Subdistrict, Bogor District. The average of family expenditure that was allocated for senior high school education amounted to 16,42 percent of the total expenditure. Academic caring practices consist of self discipline and achievement support. More than half mothers (61,67%) have implemented good academic parenting. Learning motivation consist of intrinsic and extrinsic motivation. More than half of the students have medium learning motivation (51,67%). The result of regression indicate that the factor that can increase student’s learning motivation is academic caring practices. Keywords : academic caring practices, extrinsic motivation, family expenditure for education, intrinsic motivation, learning motivation.
ABSTRAK IIN KHOIRUNNISA. Alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan, pola asuh akademik orang tua, dan motivasi belajar siswa SMA pada keluarga miskin. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan NETI HERNAWATI. Masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak menamatkan pendidikannya hingga tingkat SMA karena masalah ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan dan pola asuh akademik terhadap motivasi belajar siswa SMA. Penelitian ini melibatkan 60 siswa SMA dan ibunya yang berasal dari keluarga miskin penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Rata-rata pengeluaran yang dialokasikan keluarga untuk pendidikan remaja di tingkat SMA adalah sebesar 16,42 persen dari total pengeluaran keluarga. Pola asuh akademik terdiri dari pola asuh disiplin diri dan dukungan berprestasi. Lebih dari separuh ibu (61,67%) telah menerapkan pola asuh akademik yang baik. Motivasi belajar terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Lebih dari separuh siswa memiliki motivasi belajar yang sedang (51,67%). Hasil uji regresi menunjukkan bahwa faktor yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa adalah pola asuh akademik. Kata kunci : alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan, motivasi belajar, motivasi ekstrinsik, motivasi intrinsik, pola asuh akademik.
RINGKASAN IIN KHOIRUNNISA. Alokasi Pengeluaran Keluarga untuk Pendidikan, Pola Asuh Akademik Orang Tua, dan Motivasi Belajar siswa SMA pada Keluarga Miskin. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan NETI HERNAWATI. Kualitas sumber daya manusia salah satunya dapat diukur dari tingkat pendidikannya. Namun kenyataannya, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak menamatkan pendidikannya di tingkat SMA karena terhambat oleh biaya pendidikan yang masih cukup tinggi. Keberhasilan proses pendidikan di sekolah dapat diukur dari prestasi akademik. Salah satu faktor penting yang dapat memengaruhi tingkat prestasi belajar siswa adalah motivasi belajar yang ada pada diri siswa. Adanya motivasi belajar yang kuat membuat siswa belajar dengan tekun dan pada akhirnya terwujud dalam hasil belajar yang diharapkan. Prestasi dan motivasi belajar siswa di sekolah sangat erat kaitannya dengan peran keluarga, khususnya orang tua. Anak membutuhkan dukungan psikologis dan juga dukungan berupa materi dari keluarganya. Dukungan psikologis dapat dilakukan melalui pola asuh akademik. Sementara itu dukungan materi dapat diukur dari besarnya pengeluaran keluarga yang dialokasikan untuk biaya pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan dan pola asuh akademik orang tua terhadap motivasi belajar siswa SMA pada keluarga miskin. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi besarnya alokasi pengeluaran yang digunakan untuk pendidikan remaja di tingkat SMA pada keluarga miskin; 2) menganalisis pola asuh akademik yang dilakukan orang tua terhadap remaja pada keluarga miskin; 3) menganalisis motivasi belajar siswa SMA dari keluarga miskin; 4) menganalisis pengaruh alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan dan pola asuh akademik orang tua terhadap motivasi belajar siswa SMA pada keluarga miskin. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan metode survei menggunakan kuesioner. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor yang dipilih secara purposive berdasarkan banyaknya jumlah keluarga miskin. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga miskin penerima BLT yang memiliki anak yang bersekolah di tingkat SMA. Responden dalam penelitian ini adalah 60 orang siswa SMA dan ibunya. Responden siswa SMA digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik remaja dan mengukur motivasi belajar, sedangkan responden ibu digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga, besarnya alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja di tingkat SMA, dan pola asuh akademik yang diterapkan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner yang meliputi karakteristik siswa SMA dan keluarga, besarnya alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja di tingkat SMA, pola asuh akademik yang dilakukan orang tua, dan motivasi belajar siswa SMA di sekolah. Data sekunder yang digunakan meliputi keadaan wilayah lokasi penelitian dan data kependudukan yang diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor dan kantor Kecamatan Cibungbulang. Siswa SMA yang dijadikan responden dalam penelitian ini terdiri dari 25 siswa laki-laki (41,67%) dan 35 siswa perempuan (58,33%). Sebagian besar responden (76,66%) berada pada masa remaja tengah (15 – 17 tahun). Dilihat dari urutan kelahirannya, sebanyak 43,33 persen merupakan anak sulung (pertama) dan 56,67 persen merupakan anak tengah. Tidak ada responden yang
v
merupakan anak bungsu (terakhir) dalam keluarganya. Siswa SMA yang dijadikan responden dalam penelitian ini terdiri dari 48,33 persen siswa SMA Negeri dan 51,67 persen siswa SMA/SMK Swasta. Lebih dari separuh siswa SMA (56,67%) dalam penelitian ini tidak mengikuti organisasi atau kegiatan ekstrakurikuler di sekolah maupun di luar sekolah. Rata-rata usia ayah maupun ibu responden berada pada kategori dewasa madya (41 – 65 tahun) dengan tingkat pendidikan tidak tamat SMP. Profesi yang paling banyak dijalankan oleh ayah adalah sebagai buruh pabrik dan wiraswasta. Sedangkan ibu yang bekerja dan dapat membantu perekonomian keluarga hanya sebanyak 9 orang (15%). Lebih dari separuh contoh termasuk dalam keluarga yang sedang (terdiri dari 5 – 6 orang) dengan jumlah anak yang sekolah berkisar antara satu hingga lima orang. Pendapatan keluarga rata-rata adalah sebesar Rp845.041,67 per bulan dan pendapatan per kapita sebesar Rp140.423,11 per bulan. Pengeluaran terbesar keluarga digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, yaitu sebesar 49,73 persen. Pengeluaran untuk pendidikan merupakan pengeluaran dengan proporsi terbesar kedua setelah pengeluaran pangan, yaitu sebesar 24,64 persen dari total pengeluaran keluarga. Sementara itu, pengeluaran yang dialokasikan khusus untuk pendidikan remaja di tingkat SMA berkisar antara 7,75 – 29,05 persen dengan rataan sebesar 16,42 persen. Alokasi pengeluaran untuk pendidikan meliputi pembayaran Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP), transportasi, buku pelajaran, les/kursus tambahan, seragam sekolah, uang saku, tas sekolah, sepatu, dan buku pendamping belajar. Sebagian besar pengeluaran untuk pendidikan remaja digunakan untuk uang saku (77,97%). Hasil uji regresi menunjukkan bahwa semakin tua usia anak dan semakin besar jumlah anggota keluarga, maka alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja akan semakin kecil. Sebaliknya, semakin besar pendapatan per kapita, maka alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja akan semakin besar. Pola asuh akademik orang tua dinilai dari pola asuh disiplin diri dan pola asuh dukungan berprestasi. Sebagian besar ibu (61,67%) telah menerapkan pola asuh akademik yang baik, baik pada pola asuh disiplin diri (65%) maupun pola asuh dukungan berprestasi (53,33%). Hasil uji regresi menunjukkan bahwa semakin tua usia anak, maka kualitas pola asuh akademik orang tua akan semakin menurun. Sebaliknya, semakin lama pendidikan ibu, maka kualitas pola asuh akademik yang dilakukan terhadap remaja akan semakin baik. Motivasi belajar pada siswa SMA dinilai dari motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Sebagian besar siswa (70,00%) memiliki motivasi intrinsik yang sedang dan masih ada 1,67 persen siswa yang motivasi intrinsiknya rendah. Lebih dari separuh siswa (56,67%) memiliki motivasi ekstrinsik yang tinggi. Hasil pengukuran motivasi belajar secara keseluruhan menunjukkan bahwa lebih dari separuh (51,67%) siswa memiliki motivasi belajar yang sedang. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa besarnya alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja tidak berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Faktor yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa SMA adalah peningkatan kualitas pola asuh akademik orang tua. Kata kunci :
alokasi pengeluaran untuk pendidikan, motivasi belajar, motivasi ekstrinsik, motivasi intrinsik, pola asuh akademik.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
ALOKASI PENGELUARAN UNTUK PENDIDIKAN, POLA ASUH AKADEMIK ORANG TUA, DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMA PADA KELUARGA MISKIN
IIN KHOIRUNNISA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul :
Alokasi Pengeluaran untuk Pendidikan, Pola Asuh Akademik Orang Tua, dan Motivasi Belajar Siswa SMA pada Keluarga Miskin
Nama :
Iin Khoirunnisa
NIM
I24080063
:
Disetujui,
Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si
Neti Hernawati, S.P., M.Si
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus :
ix
PRAKATA Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat dan rahmat-Nya yang tiada terkira sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Alokasi Pengeluaran untuk Pendidikan, Pola Asuh Akademik Orang Tua, dan Motivasi Belajar Siswa SMA. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si dan Neti Hernawati, S.P., M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dengan sebaikbaiknya melalui saran dan nasehat-nasehat yang telah diberikan.
2.
Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.
3.
Alfiasari, S.P., M.Si sebagai dosen penguji kedua sekaligus pembimbing akademik, serta seluruh dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah mendidik penulis selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.
4.
Orang tua tercinta, Bapak H. Abu Bakar dan Ibu Hj. Nurhayani yang telah mencurahkan seluruh doa dan kasih sayangnya.
5.
Kakak-kakak tersayang, Kakak Uswatun, Mas Hendra, Mba Nelly, Mba Astri, Mas Yanto, dan Teh Anisah, yang telah memberikan segala dukungannya yang tidak terkira.
6.
Sahabat-sahabat tercinta, Winda Dwi Gustiana, Eka Istikhomah, Yayang Ayesya, Amania Farah, Arina Zuliany, Fasih Vidiastuti, Nisrinah Kharisma, Ifah Kholifah, Rizki Amalia, Rafida Djakiman, dan seluruh sahabat IKK 45 atas dukungan dan persaudaraan yang telah diberikan.
7.
Kepala Sekolah SMAN 1 Cibungbulang, SMA/SMK Bumi Sejahtera, SMK Pandu Dharma, dan semua pihak yang telah membantu proses penelitian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun
demikian penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Bogor, Mei 2013 Iin Khoirunnisa
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.................................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................
xii
PENDAHULUAN ...............................................................................................
1
Latar Belakang..........................................................................................
1
Perumusan Masalah.................................................................................
3
Tujuan Penelitian......................................................................................
5
Manfaat Penelitian....................................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................
7
Teori Struktural Fungsional.......................................................................
7
Alokasi Pengeluaran Keluarga untuk Pendidikan.....................................
8
Pola Asuh Akademik Remaja....................................................................
10
Motivasi Belajar.........................................................................................
13
Karakteristik Keluarga Miskin....................................................................
15
KERANGKA PEMIKIRAN...................................................................................
17
METODE PENELITIAN......................................................................................
19
Desain, Lokasi, dan Waktu.......................................................................
19
Jumlah dan Cara Pemilihan Responden...................................................
19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data..........................................................
20
Pengolahan dan Analisis Data..................................................................
20
Definisi Operasional..................................................................................
23
HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................
25
Gambaran Umum Lokasi Penelitian.........................................................
25
Karakteristik Remaja................................................................................
26
Karakteristik Keluarga..............................................................................
28
Alokasi Pengeluaran Keluarga untuk Pendidikan SMA..........................
33
Pola Asuh Akademik................................................................................
35
Motivasi Belajar .......................................................................................
36
Hubungan antara Alokasi Pengeluaran untuk Pendidikan, Pola Asuh Akademik, dan Motivasi Belajar...............................................................
38
Faktor-faktor yang Memengaruhi Alokasi Pengeluaran Keluarga untuk Pendidikan................................................................................................
38
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pola Asuh Akademik Orang Tua..........
39
Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi Belajar....................................
40
xi
Pembahasan.............................................................................................
41
SIMPULAN DAN SARAN...................................................................................
47
Simpulan...................................................................................................
47
Saran........................................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
49
LAMPIRAN.........................................................................................................
53
DAFTAR TABEL Halaman 1. Variabel, skala pengukuran, jenis, dan sumber data................................
20
2. Sebaran penduduk Kecamatan Cibungbulang berdasarkan jenis pekerjaan...................................................................................................
25
3. Sebaran remaja berdasarkan jenis kelamin..............................................
26
4. Sebaran remaja berdasarkan usia...........................................................
26
5. Sebaran remaja berdasarkan urutan lahir.................................................
27
6. Sebaran remaja berdasarkan tingkatan kelas...........................................
27
7. Sebaran remaja berdasarkan status sekolah............................................
27
8. Sebaran remaja berdasarkan jumlah organisasi yang diikuti....................
28
9. Sebaran keluarga berdasarkan usia orang tua.........................................
28
10. Sebaran keluarga berdasarkan lama pendidikan orang tua......................
29
11. Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan orang tua................................
29
12. Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga........................................
30
13. Sebaran keluarga berdasarkan jumlah anak yang sekolah......................
30
14. Sebaran keluarga berdasarkan jumlah bantuan yang diterima.................
31
15. Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan..............
31
16. Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan per kapita per bulan............
31
17. Rataan alokasi pengeluaran berdasarkan jenis pengeluaran per bulan...
33
18. Alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja...........................
34
19. Sebaran kualitas pola asuh akademik orang tua......................................
36
20. Sebaran kualitas motivasi belajar siswa SMA...........................................
37
21. Hubungan antara alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan, pola asuh akademik, dan motivasi belajar........................................................
38
22. Variabel-variabel yang memengaruhi alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja di tingkat SMA...................................................
39
23. Variabel-variabel yang memengaruhi pola asuh akademik orang tua......
40
24. Variabel-variabel yang memengaruhi motivasi belajar..............................
41
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Sebaran pola asuh disiplin diri pada siswa SMA........................................
55
2.
Sebaran pola asuh dukungan berprestasi pada siswa SMA......................
56
3.
Sebaran motivasi intrinsik siswa SMA........................................................
57
xiii
4.
Sebaran motivasi ekstrinsik siswa SMA.....................................................
58
5. Uji korelasi antarvariabel.............................................................................
59
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor penentu perkembangan suatu negara. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal. Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara, seperti yang disebutkan dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Dalam upaya merealisasikan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah memberlakukan program wajib belajar sembilan tahun yang diiringi dengan pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah tingkat Pertama (SMP). Kualitas
sumber
daya
manusia
di
suatu
negara
dapat
diukur
menggunakan Human Development Index (HDI) yang menggambarkan angka harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup masyarakat di suatu negara. Berdasarkan data United Nation for Development Programme (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2011 menempati peringkat ke-124 dari 187 negara dan masuk ke dalam golongan Medium Human Development. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan upaya yang lebih besar dalam proses meningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, khususnya dalam bidang pendidikan. Prestasi akademik dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan proses
pelaksanaan
pendidikan
di
sekolah.
Penelitian
Syafitri
(2009)
menunjukkan bahwa salah satu faktor penting yang dapat memengaruhi tingkat prestasi belajar siswa adalah motivasi belajar yang ada pada diri siswa. Menurut Suciaty dan Irawan (2001), motivasi belajar memberi kontribusi sebesar 36% terhadap prestasi belajar, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya kecerdasan (potensi akademik). Apabila anak mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal, maka secara potensi, anak dapat mencapai prestasi yang baik. Namun, potensi saja tidak dapat dijadikan jaminan keberhasilan. Sadli (1996) menyatakan bahwa potensi akademik tanpa rangsangan pendidikan, pengalaman, serta latihan yang tepat akan membuat potensi tidak berkembang optimal sehingga prestasi yang dicapai juga tidak
2
optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai prestasi yang diharapkan, dibutuhkan juga dukungan positif dari faktor luar, seperti orang tua dan sekolah. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa untuk mencapai prestasi akademik. Peranan tersebut diaplikasikan dalam kegiatan pola asuh akademik yang mencakup pola asuh disiplin diri dan dukungan berprestasi. Kualitas pola asuh akademik yang dilakukan orang tua sangat erat kaitannya dengan kondisi keluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2008). Menurut Hastuti (2008), pola pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak. Siswa SMA umumnya berada pada rentang usia 14 - 18 tahun. Pada masa itu menurut Hurlock (1994), anak berada pada tahap remaja yang merupakan periode penting dalam kehidupan. Masa remaja adalah periode perkembangan saat individu
mendesak
untuk
mendapat
otonomi
dan
berusaha
untuk
mengembangkan jati diri mereka. Hubungan pernikahan, pengasuhan, dan perilaku remaja dapat saling memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap satu sama lain (Santrock 2003). Hasil penelitian Puspitawati (2009) menyatakan bahwa hubungan diadik dan kualitas hubungan antaranggota keluarga menghasilkan kondisi psikologi pelajar, khususnya remaja menjadi stabil (dalam arti dapat mengenali diri, mengelola emosi, memotivasi diri, bersikap positif, menghargai diri sendiri, dan merasa yakin untuk mampu melakukan suatu pekerjaan). Bryant dan Zick (2006) mengungkapkan bahwa investasi terhadap sumber daya manusia dalam keluarga meliputi kepemilikan waktu orang tua (parental time) dan pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan anak (parental expenditures). Pengeluaran tersebut meliputi biaya perawatan kesehatan,
makanan,
pakaian,
tempat
tinggal,
dan pendidikan.
Dalam
hubungannya dengan pendidikan anak, biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua meliputi pembayaran Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP), transportasi, buku pelajaran, les/kursus tambahan, seragam sekolah, uang saku, tas sekolah, sepatu, dan buku pendamping belajar. Untuk memenuhi biaya pendidikan anak, orang tua pada keluarga miskin umumnya terpaksa harus mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan lainnya seperti kebutuhan pangan, pakaian, kesehatan, maupun kebutuhan lainnya. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan oleh pemerintah belum menjangkau tingkat SMA sehingga masih ada sebagian masyarakat
3
miskin yang merasa kesulitan dalam membiayai pendidikan di tingkat SMA. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan angka putus sekolah yang cukup tinggi pada tingkat SMA. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2012 menunjukkan bahwa sebanyak 396.538 dari 12.628.600 penduduk usia 16 – 18 tahun (3,14%) tidak dapat menamatkan pendidikannya di tingkat SMA (Kemdikbud 2013). Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui pengaruh alokasi pengeluaran untuk pendidikan dan pola asuh akademik orang tua terhadap motivasi belajar siswa SMA. Perumusan Masalah Salah satu modal dasar pembangunan nasional adalah sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia salah satunya dapat diukur dari tingkat pendidikannya. Prestasi akademik dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan proses pelaksanaan pendidikan di sekolah. Salah satu faktor penting yang dapat memengaruhi tingkat prestasi belajar siswa adalah motivasi belajar yang ada pada diri siswa. Adanya motivasi belajar yang kuat membuat siswa belajar dengan tekun dan pada akhirnya terwujud dalam hasil belajar yang diharapkan. Motivasi adalah aspek penting dalam proses pembelajaran. Anak yang tidak memiliki motivasi tidak akan berusaha keras untuk belajar sehingga keberlangsungan proses belajar pun dapat terganggu, bahkan dapat mengakibatkan putus sekolah. Sebaliknya, anak yang bermotivasi tinggi akan senang ke sekolah dan menyerap proses belajar. Pendidikan merupakan jalan menuju produktivitas yang tinggi bagi masyarakat, sehingga diharapkan melalui pendidikan yang tinggi dapat menghasilkan SDM yang berkualitas. Akan tetapi, Mulatsih et al. (2002) mengatakan bahwa masyarakat lapisan bawah menganggap pendidikan sebagi suatu pilihan dan bukan keharusan. Hasil penelitian Wuryani (2002) menyatakan bahwa kesadaran penduduk miskin untuk menyekolahkan anaknya masih relatif rendah karena anak dinilai sebagai faktor produksi untuk menambah pendapatan keluarga. Banyak anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami masalah yang menjadi penghalang kesempatan belajar. Mereka mungkin memiliki orang tua yang tidak menetapkan standar pendidikan yang tinggi, tidak bisa membaca, dan tidak punya cukup uang untuk membiayai materi dan pengalaman pendidikan bagi anak-anaknya. (Books 2004; Cooter, 2004; Parke & Buriel, 2006 dalam Santrock 2007).
4
Data BPS Kabupaten Bogor tahun 2010 menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor adalah sebesar 72,16 dan menempati urutan ke-13 dari 26 kota/kabupaten di Jawa Barat. IPM diukur berdasarkan angka harapan hidup, tingkat daya beli, dan pendidikan. Berdasarkan data BPS Kabupaten Bogor tahun 2011, rata-rata lama pendidikan masyarakat di Kabupaten Bogor baru mencapai 7,54 tahun atau belum tamat SMP. Pada tingkat SMA, angka putus sekolah di provinsi Jawa Barat tahun 2012 mencapai 2,37 persen. Rendahnya rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Bogor dapat disebabkan
tingginya
angka
kemiskinan
yang
menyebabkan sulitnya masyarakat dalam memperoleh akses pendidikan. Data BPS Kabupaten Bogor tahun 2010 menunjukkan bahwa 1,4 juta dari sedikitnya 4,7 juta jiwa atau sebesar 29,78 persen masyarakat Kabupaten Bogor masih berada di bawah garis kemiskinan. Selain ketersediaan biaya dan fasilitas pendidikan, proses belajar anak juga membutuhkan dukungan psikologis dari orang tua yang dilaksanakan melalui pola asuh akademik. Pola asuh akademik meliputi seberapa besar interaksi dan stimulasi yang diberikan orang tua dalam hal dorongan untuk mencapai suatu prestasi, seperti penyediaan waktu, perhatian, dan kasih sayang yang diberikan selama proses belajar. Dalam penelitiannya, Hastuti (2006) menunjukkan bahwa pola asuh yang diberikan orang tua kepada anaknya akan semakin baik seiring dengan bertambahnya pendapatan per kapita dalam keluarga. Terdapat pula faktor demografis yang juga dapat memengaruhi prestasi dan motivasi siswa, yaitu tingkat pendidikan orang tua, praktek pengasuhan yang dilakukan, dan provisi pengalaman spesifik di rumah (Santrock 2008). Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai: 1. Bagaimana orang tua dari keluarga miskin mengalokasikan pengeluaran keluarganya untuk pendidikan remaja di tingkat SMA? 2. Bagaimana pola asuh akademik yang dilakukan orang tua terhadap anak pada keluarga miskin? 3. Bagaimana motivasi belajar siswa SMA dari keluarga miskin? 4. Bagaimana
pengaruh
alokasi pengeluaran
keluarga
untuk biaya
pendidikan dan pola asuh akademik orang tua terhadap motivasi belajar siswa SMA dari keluarga miskin?
5
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Menganalisis pengaruh alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan dan pola asuh akademik orang tua terhadap motivasi belajar siswa SMA pada keluarga miskin. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi besarnya alokasi pengeluaran yang digunakan untuk pendidikan remaja di tingkat SMA pada keluarga miskin 2. Menganalisis pola asuh akademik yang dilakukan orang tua terhadap anak pada keluarga miskin 3. Menganalisis motivasi belajar siswa SMA dari keluarga miskin 4. Menganalisis pengaruh alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan dan pola asuh akademik orang tua terhadap motivasi belajar siswa SMA pada keluarga miskin Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi : 1. Peneliti, untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, juga sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. 2. Kalangan akademisi dan institusi pendidikan, sebagai bahan rujukan atau pertimbangan untuk melakukan penelitian yang serupa. 3. Masyarakat, agar ikut berpartisipasi dalam upaya pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. 4. Pemerintah, agar dapat membuat kebijakan yang lebih baik demi tercapainya angka partisipasi sekolah yang ditargetkan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
6
TINJAUAN PUSTAKA Teori Struktural - Fungsional Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan serta hubungan darah maupun adopsi (Guhardja et al. 1992)1). Sementara itu, fungsi keluarga menurut majelis umum PBB adalah wahana untuk mendidik, mengembangkan
mengasuh, mensosialisasi anak,
kemampuan seluruh anggota
keluarganya agar dapat
menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera (Megawangi 1999). Pendekatan struktural-fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat memiliki prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Menurut Puspitawati (2009)2), Teori struktural-fungsional didasarkan pada dua asumsi dasar, yaitu : 1) keluarga terbentuk atas substruktur-substruktur yang dalam fungsi mereka masing-masing saling bergantungan, sehingga perubahan yang terjadi dalam fungsi satu substruktur akan memengaruhi substruktur lainnya; 2) setiap substruktur yang telah mantap akan menopang aktivitasaktivitas substruktur lainnya. Penganut pandangan teori struktural-fungsional melihat sistem sosial sebagai suatu sistem yang seimbang, harmonis dan berkelanjutan. Konsep keseimbangan mengarah kepada konsep homeostasis suatu organisme yaitu suatu kemampuan untuk memelihara stabilitas agar kelangsungan suatu sistem tetap terjaga dengan baik meskipun di dalamnya mengakomodasi adanya adaptasi dengan lingkungan. Salah satu aspek penting dari perspektif struktural fungsional adalah bahwa pada setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi keluarga yang jelas, fungsi tersebut terpolakan dalam struktur hierarkis yang harmonis dan adanya komitmen terhadap pelaksanaan peran atau fungsi tersebut. Aplikasi struktural fungsional dalam keluarga meliputi: (1) berkaitan dengan pola kedudukan dan peran dari anggota keluarga tersebut; (2) setiap masyarakat
mempunyai
peraturan-peraturan
dan
harapan-harapan
yang
1) Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D. 1992. Manajemen Sumberdaya Keluarga [diktat]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 2) Puspitawati H. 2009. Pengantar Ilmu Keluarga [diktat]. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
8
menggambarkan orang harus berperilaku; (3) aspek struktural menciptakan sebuah sistem sosial yang tertib. Ketertiban dalam keluarga akan tercipta jika masing-masing anggota keluarga mengetahui peran dan posisinya dan patuh pada nilai yang melandasi struktural tersebut (Puspitawati 2009). Megawangi (1999) menyatakan bahwa persyaratan struktural yang harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat berfungsi, yaitu meliputi: (1) diferensiasi peran yaitu alokasi peran/tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga; (2) alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi relasi antar anggota keluarga; (3) alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk mencapai tujuan keluarga; (4) alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga; dan (5) alokasi integrasi dan ekspresi yaitu meliputi baik cara/teknik sosialisasi internalisasi maupun pelestarian nilai-nilai dan perilaku pada setiap anggota keluarga dalam memenuhi tuntutan normanorma yang berlaku. Alokasi Pengeluaran Keluarga untuk Pendidikan Sumber daya manusia adalah seluruh kapasitas atau kemampuan yang dimiliki manusia yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas hidupnya di masa yang akan datang (Deacon dan Firebaugh 1988). Menurut Hartoyo (1998), anak merupakan sumber daya untuk investasi. Melalui kegiatan investasi, diharapkan anak dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan keluarganya di masa yang akan datang. Puspitawati (2009) mengungkapkan bahwa investasi dalam anggota keluarga yaitu menginvestasikan di dalam modal tenaga kerja melalui
pendidikan
formal,
kesehatan,
latihan
kerja
dan
pengalaman,
penghematan waktu dan uang, serta migrasi untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Bryant dan Zick (2006) mengungkapkan bahwa investasi sumber daya manusia dalam keluarga diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Investasi sumber daya manusia dalam keluarga terdiri dari dua komponen, yaitu nilai uang (dapat berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan) dan nilai waktu yang dihabiskan orang tua untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Selain perawatan kesehatan dan pengasuhan, investasi sumber daya manusia dalam keluarga yang paling umum dilakukan adalah melalui pendidikan formal. Alasan seseorang menginvestasikan pendidikan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kekayaan di masa yang
9
akan datang. Semakin lama pendidikan, maka diharapkan kesempatan seseorang untuk mengganti biaya pendidikannya akan semakin besar. Sudah sepatutnya pendidikan menjadi suatu keharusan bagi setiap individu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun bagi masyarakat lapisan bawah, pendidikan bukanlah suatu keharusan, melainkan suatu pilihan akibat tingginya biaya pendidikan, khususnya di tingkat SMA yang belum memperoleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah. Pelaksanakan proses belajar di sekolah membutuhkan berbagai macam biaya yang meliputi pembayaran Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP), transportasi, buku pelajaran, les/kursus tambahan, seragam sekolah, uang saku, tas sekolah, sepatu, dan buku pendamping belajar. Hasil penelitian Suryawati (2002) di daerah perkotaan Tangerang menunjukkan bahwa variabel-variabel yang memengaruhi alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan anak adalah besar keluarga, jumlah anak sekolah, dan tingkat pendidikan ibu. Keluarga dengan jumlah anggota keluarga dan jumlah anak sekolah lebih banyak akan menurunkan proporsi pengeluaran untuk pendidikan. Ibu dengan pendidikan yang lebih baik akan mengalokasikan uang untuk pendidikan anaknya lebih tinggi dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah. Mauldin et al. (2001) menyatakan bahwa jika suatu keluarga mengeluarkan biaya pendidikan untuk anak mereka, maka pengeluaran untuk kebutuhan lainnya harus ada yang dikurangi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak adalah tingkat pendidikan orang tua, wilayah, usia, dan ras. Sejalan dengan penelitian Suryawati (2002) dan Mauldin et al. (2001), Jerrim dan Micklewright (2009) juga mengungkapkan bahwa pendidikan orang tua akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak melalui peningkatan sumber daya keluarga, peningkatan nilai, pendapatan keluarga, peningkatan alokasi untuk pendidikan, dan pemeliharaan kesehatan anak. Pendidikan orang tua memengaruhi pandangan atau persepsi orang tua mengenai pentingnya anak untuk masa depan. Hasil penelitian Rosidah (2011) menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi uang untuk anak adalah jumlah anggota keluarga, jumlah anak sekolah, pendidikan suami, tipe keluarga, dan pendapatan keluarga. Keluarga yang memiliki pendapatan rendah cenderung lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan di masa sekarang. Sebaliknya, pada keluarga dengan pendapatan
10
tinggi akan lebih cenderung berorientasi pada pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang (Guhardja et al. 1992). Pola Asuh Akademik Remaja Menurut teori ekologi Bronfenbrenner, anak adalah sebuah unsur dalam lingkungan. Perkembangan anak dipengaruhi oleh lima sistem lingkungan, yaitu mikrosistem,
mesosistem,
eksosistem,
makrosistem,
dan
kronosistem.
Mikrosistem adalah lingkungan tempat individu tinggal. Konteks ini mencakup keluarga, teman sebaya, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal. Mesosistem mencakup hubungan antara sistem mikro atau hubungan antarkonteks. Contohnya adalah hubungan antara pengalaman keluarga dan pengalaman sekolah. Eksosistem adalah lembaga atau institusi yang memengaruhi anak, tetapi anak tidak secara langsung berinteraksi. Makrosistem adalah lingkungan budaya yang lebih luas melebihi lingkungan meso dan ekso di sekitar kehidupan anak. Kronosistem adalah perubahan dan keberlanjutan yang berlangsung sepanjang waktu dan memengaruhi kehidupan anak. Di antara lima sistem tersebut, interaksi langsung dengan agen sosial paling banyak terjadi pada sistem mikro, khususnya keluarga (Santrock 2003). Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan proses belajar anak. Salah satu peran yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah melalui pola asuh akademik. Menurut Hastuti (2008), pola asuh adalah sikap orang tua dalam membimbing anak-anaknya. Perlakuan orang tua terhadap seorang anak akan memengaruhi bagaimana ia memandang, menilai, dan juga memengaruhi sikap anak terhadap orang tua serta kualitas hubungan yang berkembang di antara mereka. Pola asuh akademik meliputi seberapa besar interaksi dan stimulasi yang diberikan orang tua dalam hal dorongan kepada anak untuk mencapai prestasi di sekolah maupun di luar sekolah. Pola asuh akademik terdiri dari pola asuh disiplin diri dan dukungan berprestasi. Pola asuh disiplin diri adalah pola asuh untuk menanamkan sikap disiplin pada anak dalam kehidupan sehari-hari. Slameto (2010) menambahkan, kedisiplinan merupakan salah satu sarana dan kunci untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan. Untuk itu, perlu ditimbulkan kesadaran individu tentang perlunya kedisiplinan diri dalam melakukan segala sesuatu. Sementara itu, pola asuh dukungan berprestasi adalah pola asuh berupa dukungan materi yang berupa penyediaan fasilitas belajar maupun non materi (psikologis) yang dapat meningkatkan motivasi anak untuk berprestasi.
11
Aspek pendidikan dalam pengasuhan adalah pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak sejak usia dini, baik yang berupa biaya sekolah, maupun dalam bentuk perhatian, motivasi, dan dukungan orang tua terhadap prestasi dan kemajuan belajar anak. Dalam pola asuh akademik, terdapat beberapa fungsi ekspresif yang perlu diperhatikan oleh orang tua, yaitu : 1.
Penentuan jenis sekolah yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.
2.
Keterlibatan orang tua dalam proses belajar dan masalah sosial anak di sekolah
3.
Mengajarkan peraturan dan nilai pada anak
4.
Mendorong anak untuk berprestasi di sekolah
5.
Membentuk kerjasama dengan pihak sekolah untuk memantau prestasi dan kemajuan belajar anak di sekolah. Pola asuh yang diberikan oleh orang tua harus disesuaikan dengan
tahapan perkembangan anak. Menurut Piaget, perkembangan kognitif remaja telah memasuki periode formal operasional. Proses kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, intelejensi, dan bahasa individu. Pada tahap ini, remaja bergerak melebihi dunia pengalaman yang aktual dan konkrit, kemudian berpikir lebih abstrak dan logis. Remaja mulai menyusun rencana pemecahan masalah dan secara sistematis menguji cara-cara pemecahan yang dipikirkannya (hipotetikal deduktif). Piaget percaya bahwa remaja menyesuaikan diri dengan dua cara, yaitu
asimilasi
dan
akomodasi.
Asimilasi
terjadi
ketika
seseorang
menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah dimilikinya. Sedangkan, akomodasi terjadi ketika seseorang menyesuaikan dirinya terhadap informasi
baru.
Piaget
juga
memperkenalkan
konsep
ekuilibrasi,
yaitu
mekanisme yang menjelaskan bagaimana remaja beralih dari satu tahap pemikiran ke tahap selanjutnya. Peralihan ini terjadi sejalan dengan dialaminya konflik kognitif atau disekuilibrium dalam usahanya untuk memahami dunia. Akhirnya
remaja
tersebut
berhasil
mengatasi
konflik
dan
mencapai
keseimbangan atau ekulibrium dari pemikiran (Santrock 2003). Beckert (2007) mengungkapkan bahwa yang termasuk dalam proses kematangan kognitif dan evaluasi diri adalah apabila remaja telah mampu untuk mengevaluasi pemikirannya, mengemukakan pendapat, mengambil keputusan, dan menilai diri sendiri (self assesment). Sementara itu, Hastuti (2008) mengungkapkan bahwa pada periode remaja, anak telah dapat berpikir abstrak
12
dengan pola pikir induktif dan deduktif, mampu menganalisis dan mensintesa segala sesuatu dalam kehidupan di sekitarnya. Untuk itu, orang tua dengan anak remaja perlu sering berdiskusi dan berkomunikasi. Pola pikir mereka harus dihargai dengan memberikan kesempatan bicara dan menyampaikan opini terhadap peristiwa dalam kehidupan sehari-hari agar ia terlatih untuk peka terhadap permasalahan di sekitarnya. Hal ini juga untuk meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah (problem solving). Dorongan orang tua untuk berprestasi juga penting agar anak memilliki kemauan kuat untuk mencapai
prestasi
setinggi-tingginya
karena
hal
ini
akan
menambah
kepercayaan diri pada anak remaja. Menurut Santrock (2007), pengasuhan yang diberikan orang tua seperti lingkungan yang hangat dan mendukung akan membuat anak merasa aman sehingga memungkinkan mereka untuk meraih potensi sepenuhnya. Anak yang sukses dalam akademik adalah anak yang mendapatkan dukungan dari keluarga. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan mengakibatkan anak mendapatkan nilai rata-rata yang lebih tinggi, serta perilaku yang lebih baik di sekolah dan di rumah. Keterlibatan orang tua sangat penting dalam proses pendidikan anak. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Gunarsa dan Gunarsa (2008) bahwa hubungan suasana antara ibu dan anak dengan penuh kasih sayang akan mendorong anak untuk memotivasi dalam mencapai prestasi belajar. Namun, pada umumnya orang tua akan berperan lebih sedikit dalam proses belajar remaja dibandingkan pada masa anak-anak. Joyce Epstein (1990) dalam Santrock (2003) menyediakan sebuah kerangka kerja untuk memahami bagaimana meningkatkan keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan anak remajanya di sekolah, yaitu: 1. Keluarga mempunyai kewajiban dasar untuk menyediakan keselamatan dan kesehatan bagi remaja mereka 2. Sekolah mempunyai kewajiban dasar untuk berkomunikasi dengan keluarga mengenai program sekolah dan perkembangan individual remaja mereka 3. Keterlibatan orang tua di sekolah harus ditingkatkan 4. Keterlibatan orang tua dalam aktivitas belajar remaja di rumah harus lebih ditingkatkan 5. Orang tua harus lebih sering terlibat dalam pengambilan keputusan di sekolah
13
6. Kolaborasi dan kerjasama dengan organisasi masyarakat harus lebih ditingkatkan Motivasi Belajar Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku (Santrock 2008). Sementara itu, Sardiman (2004) mengungkapkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan, dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dalam proses belajar, motivasi memiliki tiga fungsi, yaitu : 1) sebagai motor penggerak dari setiap kegiatan belajar yang akan dikerjakan; 2) menentukan arah yang hendak dicapai sesuai rumusan tujuannya; 3) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dan tidak harus dilakukan sesuai dengan tujuannya Santrock (2008) menyebutkan bahwa ada beberapa perspektif mengenai motivasi, yaitu : 1. Perspektif behavioral. Perspektif behavioral menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi siswa. 2. Perspektif humanistis. Perspektif humanistis menekankan pada kapasitas siswa untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka, dan kualitas positif. Perspektif ini sangat berkaitan erat dengan hirarki kebutuhan Maslow yang mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia dari yang paling dasar hingga kebutuhan yang tertinggi adalah kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta dan rasa memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan motivasi untuk mengambangkan potensi secara penuh sebagai manusia. Menurut Maslow, aktualisasi diri dimungkinkan hanya setelah kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi. 3. Perspektif kognitif. Menurut perspektif kognitif, pemikiran siswa akan memandu motivasi mereka. Perspektif ini juga menekankan arti penting dari penentuan tujuan, perencanaan, dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan. 4. Perspektif sosial. Perspektif ini sangat erat kaitannya dengan kebutuhan afiliasi atau motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Kebutuhan
afiliasi
siswa
tercermin
dalam
motivasi
mereka
untuk
menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka
14
dengan orang tua, dan keinginan untuk manjalin hubungan positif dengan guru. Motivasi terbagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari keinginan seseorang itu sendiri. Faktor yang memengaruhi motivasi intrinsik adalah pencapaian prestasi, tanggung jawab, kemajuan, dan kemungkinan untuk berkembang. Seorang siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, berpengalaman, dan ahli dalam bidang studi tertentu. Sementara itu, motivasi ekstrinsik adalah sumber motivasi yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor yang memengaruhi motivasi ekstrinsik di antaranya adalah hadiah, pujian, penghargaan, dan hubungan interpersonal yang dijalani. Dalam kegiatan belajar-mengajar, motivasi ekstrinsik tetap merupakan hal yang penting, sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin ada hal lain dalam proses belajar mengajar yang kurang menarik bagi siswa sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik (Sardiman 2004). Santrock (2008) menyebutkan bahwa motivasi secara umum dipengaruhi oleh hubungan sosial dan konteks sosiokultural. Hubungan sosial siswa dengan orang tua, teman sebaya, guru, dan orang lain dapat memengaruhi prestasi dan motivasi mereka. Dalam hubungannya dengan orang tua, terdapat pula faktor demografis yang juga dapat memengaruhi prestasi dan motivasi siswa, yaitu tingkat pendidikan orang tua, praktek pengasuhan yang dilakukan, dan provisi pengalaman spesifik di rumah. Sementara itu, konteks sosiokultural membahas mengenai perbedaan etnis mayoritas dan minoritas. Seringkali siswa yang berasal dari etnis minoritas diinterpretasikan sebagai siswa yang kurang berprestasi, padahal pokok permasalahan sebenarnya adalah perbedaan kultural. Motivasi untuk berprestasi juga dipengaruhi oleh stereotip peran gender. Menurut Dezolt dan Hull (2001), kebanyakan anggota kelompok di bawah ratarata dalam prestasi akademik di SMU adalah laki-laki. Meskipun banyak anak laki-laki yang berada pada tingkat rata-rata maupun di atas, tetapi anggota kelompok 50 persen ke bawah dalam bidang akademis kebanyakan terdiri dari laki-laki. Anak laki-laki lebih mungkin diharuskan untuk mengikuti kelas pendidikan tambahan atau perbaikan. Anak perempuan lebih merasa terlibat dengan materi akademis, lebih memperhatikan di kelas, berusaha lebih giat
15
dalam bidang akademis, dan lebih berprestasi di dalam kelas dibandingkan anak laki-laki. Hasil penelitian Chang dan Chang (2012) menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan secara positif dan signifikan terhadap motivasi belajar siswa adalah lingkungan belajar, guru dan cara mengajarnya, materi yang dipelajari, dan pelayanan administrasi yang baik. Karakteristik Keluarga Miskin Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, serta aneka barang dan jasa lainnya. Badan Pusat Statistik (BPS) nasional juga menetapkan 14 ciri-ciri keluarga miskin yang berhak menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah apabila memiliki 9 dari 14 indikator berikut: 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m 2 per orang 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa plester 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/ sungai /air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah 8. Hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu atau dua kali dalam sehari 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/poliklinik 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0.5 ha, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD
16
14. Tidak
memiliki
tabungan/barang
yang
mudah
dijual
dengan
nilai
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya. Santrock (2003) mendefinisikan kemiskinan sebagai kesulitan ekonomi, dan batasan yang paling umum adalah ambang kemiskinan nasional. Anak-anak miskin seringkali mengalami kondisi kesehatan yang buruk, perumahan yang tidak layak, bahkan tidak memiliki rumah, lingkungan yang tercermati, dan lingkungan yang tidak mendukung. Banyak permasalahan psikologis yang dapat muncul akibat kemiskinan. Pertama, orang miskin biasanya tidak berdaya. Kedua, orang miskin biasanya rawan terhadap bencana. Ketiga, pilihan untuk mereka terbatas. Keempat, menjadi miskin berarti memiliki lebih sedikit gengsi. Hasil
penelitian Garet et al. (1994) menjelaskan bahwa anak-anak dalam
keluarga yang mengalami kemiskinan jangka panjang maupun pendek memiliki IQ dan mengalami masalah tingkah laku yang lebih terinternalisasi dibandingkan dengan anak-anak yang tidak pernah mengalami kemiskinan. Guhardja et al (1992) mengungkapkan bahwa masalah ekonomi dapat menyebabkan fungsi-fungsi dan pembagian peran dalam keluarga menjadi tidak optimal.
Ketidakoptimalan fungsi keluarga tersebut dapat
kurangnya
akses
informasi
terhadap
pendidikan.
menyebabkan
Sebagai
akibatnya,
pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi terhambat dan kualitas sumber daya manusia dalam keluarga menjadi rendah. Bryant dan Zick (2006) menambahkan bahwa pendapatan keluarga dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas sumber daya yang dimiliki. Kualitas sumber daya dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang dimiliki.
17
KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang sangat memiliki peranan penting dalam proses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Segala yang terjadi pada keluarga akan memengaruhi kualitas anggota keluarga yang ada di dalamnya. Dalam keluargalah, seseorang pertama kali menjalankan proses belajar dalam hidupnya. Bentuk investasi dalam keluarga yang digunakan untuk meningkatkan perkembangan anak dalam rangka pembentukan SDM yang berkualitas adalah waktu dan pendapatan (Hartoyo 1998). Investasi dalam bentuk pendapatan dapat dilihat dari besarnya uang yang dialokasikan untuk memenuhi biaya pendidikan yang mencakup biaya pembayaran SPP, seragam sekolah, membeli buku, transportasi, uang saku, dan biaya kursus atau les. Sementara itu, investasi dalam bentuk waktu dilakukan melalui aktivitas pola asuh akademik. Pola asuh akademik yang dilakukan orang tua meliputi pola asuh disiplin diri (self discipline) dan pola asuh dukungan berprestasi. Besarnya alokasi pengeluaran yang digunakan untuk pendidikan dan pola asuh akademik yang dilakukan orang tua dipengaruhi oleh karakteristik keluarga yang meliputi usia orang tua, lama pendidikan orang tua, status pekerjaan ibu, besar keluarga, jumlah anak yang sekolah, pendapatan per kapita, dan jumlah bantuan yang diterima. Selain karakteristik keluarga, alokasi pengeluaran untuk pendidikan dan pola asuh akademik orang tua juga dipengaruhi oleh karakteristik anak yang mencakup jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, status sekolah, dan jumlah organisasi yang diikuti. Selain dalam keluarga, proses belajar juga dilaksanakan di sekolah. Keberhasilan proses belajar di sekolah dapat dilihat dari prestasi akademik yang diperoleh. Prestasi akademik sangat erat kaitannya dengan motivasi yang dimiliki seorang anak (Syafitri 2009). Motivasi belajar terbagi menjadi 2 jenis, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi belajar siswa SMA sangat erat kaitannya dengan karakteristik remaja itu sendiri, karakteristik keluarga, alokasi pengeluaran untuk pendidikan di tingkat SMA, dan pola asuh akademik yang dilakukan orang tua. Selain itu terdapat pula faktor ekstrinsik lainnya yang tidak diteliti, seperti teman sebaya, media massa, perkembangan teknologi, dan lingkungan sekolah. Secara lebih jelas, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
18
Karakteristik Keluarga :
Karakteristik Anak : -
-
Jenis kelamin Usia anak Urutan kelahiran anak Status sekolah Jumlah organisasi yang diikuti
-
Pola asuh akademik -
Disiplin diri Dukungan berprestasi
Usia orang tua Lama pendidikan orang tua Status pekerjaan ibu Besar keluarga Jumlah anak yang sekolah Pendapatan per kapita Jumlah bantuan yang diterima
Alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan
Motivasi Belajar -
Intrinsik Ekstrinsik
Faktor Eksternal :
Prestasi akademik -
Keterangan : : variabel yang diteliti
-
Teman sebaya Perkembangan teknologi Media massa Lingkungan sekolah
: variabel yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka pemikiran alokasi pengeluaran untuk pendidikan, pola asuh akademik orang tua, dan motivasi belajar siswa SMA pada keluarga miskin.
19
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari objek riset dalam satu waktu tertentu saja. Sementara itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian dipilih secara purpossive dengan alasan Kecamatan Cibungbulang merupakan kecamatan yang memiliki jumlah keluarga Pra Sejahtera terbanyak di Kabupaten Bogor, yaitu sebanyak 10.308 keluarga atau sebesar hampir 30 persen dari total jumlah keluarga di Kecamatan Cibungbulang (BPS Kabupaten Bogor 2011). Selain itu, BPS Kabupaten Bogor tahun 2009 juga mengadakan Program Pendataan Layanan Sosial (PPLS) dan menemukan sebanyak 9.152 dari 31.314 rumah tangga di Kecamatan Cibungbulang yang layak menerima pelayanan sosial. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Mei Juni 2012. Jumlah dan Cara Pemilihan Responden Populasi dari penelitian ini adalah keluarga miskin di Kecamatan Cibungbulang. Contoh pada penelitian ini adalah keluarga miskin yang diambil secara purpossive di Kecamatan Cibungbulang dengan ketentuan sebagai berikut: 1) memiliki anak yang bersekolah di tingkat SMA; 2) ibu dari anak yang bersekolah di tingkat SMA tersebut masih ada; 3) keluarga tersebut merupakan penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sementara itu, indikator keluarga miskin yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator menurut BPS, yaitu keluarga penerima (BLT) yang memenuhi minimal 9 dari 14 indikator yang ditetapkan. Data siswa SMA yang berasal dari keluarga penerima BLT diambil dari tiga SMA/SMK di Kecamatan Cibungbulang, kemudian diambil sebanyak 60 siswa dan ibunya untuk dijadikan contoh. Jumlah contoh dalam penelitian ditentukan dengan teknik non probability sampling secara purpossive karena tidak ada data pasti yang menunjukkan jumlah keluarga miskin yang memiliki anak SMA di Kecamatan Cibungbulang. Responden dalam penelitian ini adalah siswa SMA dan ibunya yang berasal dari keluarga miskin penerima BLT di Kecamatan Cibungbulang. Responden siswa SMA digunakan untuk mengukur
20
motivasi belajar. Sementara itu, responden ibu digunakan untuk mengukur alokasi pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan dan pola asuh akademik yang dilakukan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner yang meliputi karakteristik remaja dan keluarga, besarnya alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja di tingkat SMA, pola asuh akademik yang dilakukan orang tua, dan motivasi belajar remaja di sekolah. Data sekunder yang digunakan meliputi keadaan wilayah lokasi penelitian dan data kependudukan yang diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor dan kantor Kecamatan Cibungbulang. Secara lengkap, variabel, skala pengukuran, jenis, dan sumber data disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Variabel, skala pengukuran, jenis, dan sumber data Variabel
Skala Data
Jenis Data
Sumber Data
Primer
Siswa SMA
Primer
Ibu
Karakteristik individu : -
Jenis kelamin Usia anak Urutan kelahiran Status sekolah Jumlah organisasi yang diikuti
Nominal Rasio Rasio Nominal Rasio
Karakteristik keluarga : - Usia ayah - Lama pendidikan ayah - Usia ibu - Lama pendidikan ibu - Status pekerjaan ibu - Besar keluarga - Jumlah anak yang sekolah - Pendapatan per kapita - Jumlah bantuan yang diterima Alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan
Rasio Rasio Rasio Rasio Ordinal Rasio Rasio Rasio Rasio Rasio
Primer
Ibu
Pola asuh akademik
Ordinal
Primer
Ibu
Motivasi belajar
Ordinal
Primer
Siswa SMA
Pengolahan dan Analisis Data Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah karakteristik keluarga, karakteristik individu, alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja, pola asuh akademik orang tua, serta motivasi belajar siswa SMA.
21
Karakteristik remaja mencakup jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, status sekolah, dan jumlah organisasi yang diikuti. Karakteristik keluarga meliputi usia orang tua, lama pendidikan orang tua, status pekerjaan ibu, besar keluarga, jumlah anak yang sekolah, pendapatan per kapita, serta jumlah bantuan yang diterima. Alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja dihitung dengan membandingkan besar pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja dengan total pengeluaran keluarga. Kualitas pola asuh akademik orang tua kepada anak diukur berdasarkan skor yang diperoleh dari hasil wawancara. Kuesioner pola asuh akademik orang tua yang digunakan dimodifikasi dari Hastuti (2008) dengan nilai reliabilitas sebesar 0,805. Pola asuh akademik mencakup pola asuh disiplin diri dan pola asuh dukungan berprestasi. Kuesioner terdiri dari 35 pernyataan yang terdiri dari 10 pernyataan mengenai pola asuh disiplin diri dan 25 pernyataan mengenai pola asuh dukungan berprestasi. Tiap pernyataan memiliki tiga pilihan jawaban, yaitu : tidak pernah, kadang-kadang, dan sering. Pada pernyataan positif, skor 1 diberikan untuk jawaban tidak pernah, skor 2 diberikan untuk jawaban kadangkadang, dan skor 3 untuk jawaban sering. Sebaliknya, pada pernyataan negatif, skor 1 diberikan untuk jawaban sering, skor 2 diberikan untuk jawaban kadangkadang, dan skor 3 diberikan untuk jawaban tidak pernah. Untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas pola asuh akademik pada setiap dimensinya, skor yang telah diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu kurang baik, cukup baik, dan baik dengan menggunakan rumus indeks. Skor yang diperoleh – Skor minimum x 100% Skor maksimum – Skor minimum
Motivasi belajar yang mencakup motivasi intrinsik dan ekstrinsik diukur menggunakan instrumen yang dimodifikasi dari Herniati (2011). Instrumen ini terdiri dari 40 pernyataan yang terdiri dari 20 pernyataan mengenai motivasi intrinsik dan 20 pernyataan mengenai motivasi ekstrinsik dengan nilai reliabilitas sebesar 0,788. Tiap pernyataan memiliki empat pilihan jawaban, yaitu : sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Skor 1 diberikan untuk jawaban sangat tidak setuju, skor 2 diberikan untuk jawaban tidak setuju, skor 3 diberikan untuk jawaban setuju, dan skor 4 diberikan untuk jawaban sangat setuju. Untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas motivasi belajar pada setiap dimensinya, skor yang telah diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan rumus indeks.
22
Data-data yang diperoleh terlebih dahulu diolah melalui tahapan editing, coding, scoring, entry, cleaning data, dan analisis data. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel for Windows 2007 dan dilanjutkan dengan analisis dengan menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS). Analisis yang digunakan untuk melihat gambaran dari berbagai variabel yang diteliti ialah analisis statistik deskriptif dan inferensia. 1.
Statistik deskriptif yang meliputi rataan, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum, digunakan untuk menggambarkan karakteristik remaja dan keluarga, alokasi pengeluaran untuk pendidikan remaja di tingkat SMA, pola asuh akademik orang tua, serta motivasi belajar siswa SMA.
2.
Statistik inferensia meliputi: -
Uji korelasi, digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik keluarga dan remaja, alokasi pengeluaran untuk pendidikan remaja, pola asuh akademik orang tua, dan motivasi belajar siswa SMA.
-
Uji regresi linear berganda, digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan remaja, pola asuh akademik orang tua, dan motivasi belajar siswa SMA. Berikut adalah model persamaan regresi linear yang digunakan : a. Faktor-faktor yang memengaruhi alokasi pengeluaran untuk pendidikan remaja di tingkat SMA Y1=α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+β8X8+β9X9+β10X10+ β11X11+β12X12+e b. Faktor-faktor yang memengaruhi pola asuh akademik orang tua Y2= α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+β8X8+β9X9+β10X10+e c. Faktor-faktor yang memengaruhi motivasi belajar siswa SMA Y3=α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+β8X8+β9X9+β10X10+ β11X11+β12X12+β13X13+β14X14+e Keterangan : Y1 = alokasi pengeluaran untuk pendidikan (%) Y2 = pola asuh akademik (skor) Y3 = motivasi belajar (skor) α = konstanta β = koefisien peubah bebas X1 = usia ibu (tahun) X2 = lama pendidikan ibu (tahun) X3 = status pekerjaan ibu (0=tidak bekerja; 1=bekerja) X4 = besar keluarga (orang) X5 = jumlah anak yang sekolah (orang) X6 = pendapatan per kapita (rupiah/bulan)
23
X7 = jumlah bantuan yang diterima X8 = jenis kelamin anak (0=perempuan; 1=laki-laki) X9 = usia anak (tahun) X10 = urutan kelahiran anak X11 = status sekolah (0=negeri; 1=swasta) X12 = jumlah organisasi yang diikuti anak X13 = alokasi pengeluaran untuk pendidikan (%) X14 = pola asuh akademik (skor) e = error Definisi Operasional Karakteristik anak adalah keadaan anak yang akan memengaruhi orang tua dalam menerapkan pola asuh juga motivasi belajar yang dimiliki (ciri-ciri dari aspek sosial ekonomi yang melekat pada anak yaitu jenis kelamin, usia, urutan lahir, status sekolah dan jumlah organisasi yang diikuti) Karakteristik keluarga adalah kondisi keluarga yang dapat dilihat dari segi demografis, sosial, dan ekonomi yang meliputi usia orang tua, lama pendidikan orang tua, status pekerjaan ibu, besar keluarga, jumlah anak yang sekolah, pendapatan per kapita, dan jumlah bantuan yang diterima. Pendapatan keluarga adalah total uang yang diterima keluarga dari seluruh anggota yang bekerja dan memperoleh upah baik melalui pekerjaan utama maupun sampingan yang dihitung dalam rupiah per bulan. Pendapatan per kapita adalah total uang yang diterima oleh semua anggota keluarga dibagi dengan banyaknya anggota keluarga, dihitung dalam rupiah per bulan Pengeluaran keluarga adalah total uang yang dikeluarkan keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dihitung dalam rupiah per bulan Pola asuh akademik adalah pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak berupa penyediaan fasilitas belajar, perhatian, motivasi, dan dukungan orang tua terhadap prestasi dan kemajuan belajar anak yang terdiri dari pola asuh disiplin diri dan dukungan berprestasi. Pola asuh disiplin diri adalah pola asuh untuk menanamkan sikap disiplin pada anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh dukungan berprestasi adalah pola asuh berupa dukungan materi yang berupa penyediaan fasilitas belajar maupun non materi (psikologis) yang dapat meningkatkan motivasi anak untuk berprestasi. Alokasi pengeluaran untuk pendidikan SMA adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh keluarga dalam waktu satu bulan untuk biaya pendidikan
24
remaja yang bersekolah di tingkat SMA (dinyatakan dalam rupiah dan persentase dari total pengeluaran keluarga per bulan) Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku dalam proses belajar yang terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik Motivasi intrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri untuk mencapai keberhasilan proses belajar. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri, seperti dari orang lain, guru, teman, atau lingkungan untuk mencapai .keberhasilan proses belajar.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Cibungbulang mempunyai luas wilayah sebesar 3.266 km2 dengan kepadatan penduduk 39,44 jiwa/km 2. Kecamatan Cibungbulang terdiri dari 15 desa, 122 RW, dan 408 RT. Sebagian besar lahan digunakan untuk persawahan, yaitu sebesar 1.915 Ha. Sementara sisanya digunakan untuk bangunan pekarangan (657 Ha), ladang (208 Ha), empang (59 Ha) dan lain-lain. Kecamatan Cibungbulang dibatasi dengan Kecamatan Ciampea di sebelah timur, Kecamatan Leuwiliang di sebelah barat, Kecamatan Rumpin di sebelah utara, dan Kecamatan Pamijahan di sebelah selatan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor menunjukkan jumlah penduduk di Kecamatan Cibungbulang pada tahun 2011 adalah sebanyak 128.813 jiwa dengan 31.823 kepala keluarga. Sementara itu, data BPS Kabupaten Bogor tahun 2009 menunjukkan mata pencaharian terbesar kepala keluarga di Kecamatan Cibungbulang adalah di sektor perdagangan, yakni sebesar 18,22 persen. Data sebaran penduduk Kecamatan Cibungbulang berdasarkan jenis pekerjaan selengkapnya disajikan dalam tabel 2. Tabel 2 Sebaran penduduk berdasarkan jenis pekerjaan Jenis pekerjaan Perdagangan Pertanian Jasa Industri Konstruksi Angkutan Pertambangan dan penggalian Lembaga keuangan Perusahaan listrik, gas, air Lainnya Total
Jumlah (n) 5706 5210 4466 3830 2833 2297 1662 521 373 4416 31314
Persen (%) 18,22 16,63 14,26 12,23 9,04 7,33 5,30 1,66 1,19 14,10 100
Sumber : BPS Kabupaten Bogor (2009)
Kesadaran pendidikan
penduduk Kecamatan Cibungbulang dapat
dikatakan masih rendah. Berdasarkan data BPS Kabupaten Bogor tahun 2009, terdapat 20.398 orang berusia di atas 17 tahun (23,32%) yang tidak menamatkan pendidikannya di tingkat SD. Hal ini juga dapat dilihat dari sedikitnya jumlah sekolah yang ada, terutama tingkat SMA. Kecamatan Cibungbulang hanya memiliki satu buah SMA Negeri dengan jumlah siswa sebanyak 940 siswa dan 13 SMA/SMK swasta dengan jumlah siswa sebanyak 4.314 orang (BPS 2009).
26
Karakteristik Remaja Jenis Kelamin Siswa SMA yang dijadikan responden dalam penelitian ini terdiri dari siswa laki-laki dan siswa perempuan. Lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan (58,33%), sisanya, yaitu sebesar 41,67 persen berjenis kelamin lakilaki. Tabel 3 Sebaran remaja berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Jumlah (n) 25 35 60
Laki-laki Perempuan Total
Persen (%) 41,67 58,33 100,00
Usia Anak Siswa SMA yang menjadi responden dalam penelitian ini berusia antara 14 – 19 tahun. Gunarsa dan Gunarsa (2008) membagi tahapan usia perkembangan remaja menjadi tiga, yaitu : masa remaja awal (12 - 14), masa remaja tengah (15 - 17 tahun), dan masa remaja akhir (18 - 21 tahun). Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada masa remaja tengah (76,66%) dan hanya 1,67 persen responden yang berada pada kategori remaja awal. Sedangkan responden yang berada pada masa remaja akhir adalah sebanyak 21,67 persen. Tabel 4 Sebaran remaja berdasarkan usia Usia (tahun) 12 – 14 (remaja awal) 15 – 17 (remaja tengah) 18 – 21 (remaja akhir) Total
Jumlah (n) 1 46 13 60
Persen (%) 1,67 76,66 21,67 100,00
Urutan Kelahiran Siswa SMA yang dijadikan responden dalam penelitian ini memiliki urutan kelahiran yang beragam dalam keluarganya. Urutan anak dalam penelitian ini berada pada kisaran anak pertama sampai anak kesembilan. Urutan kelahiran diduga memiliki pengaruh terhadap perlakuan orang tua kepada anaknya. Teori psikologi individual Adler (1911) dalam Hall dan Lindzey (1993) mengungkapkan bahwa urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam membentuk
kepribadian
seseorang.
Urutan-urutan
tersebut
mempunyai
perbedaan-perbedaan dalam menginterpretasikan setiap pengalaman yang didapat. Sebanyak 43,33 persen responden merupakan anak sulung (pertama),
27
56,67 persen merupakan anak tengah, dan tidak ada responden yang merupakan anak bungsu (terakhir) dalam keluarganya. Tabel 5 Sebaran remaja berdasarkan urutan kelahiran Urutan Kelahiran Sulung Tengah Bungsu Total
Jumlah (n) 26 34 0 60
Persen (%) 43,33 56,67 0,00 100,00
Tingkatan Kelas Siswa SMA yang dijadikan responden dalam penelitian ini terdiri dari siswa kelas X, XI, dan XII dengan berbagai macam jurusan. Sebagian besar responden sedang menjalani pendidikan di kelas XI (78,33%). Hanya sebagian kecil responden yang sedang menjalani pendidikan di kelas X dan XII, yaitu masing-masing sebesar 11,67 dan 10 persen. Tabel 6 Sebaran remaja berdasarkan tingkatan kelas Kelas X XI XII Total
Jumlah (n) 7 47 6 60
Persen (%) 11,67 78,33 10,00 100,00
Status Sekolah Siswa SMA yang dijadikan responden dalam penelitian ini terdiri dari siswa SMA Negeri dan siswa SMA/SMK swasta dengan sebaran yang dijelaskan pada Tabel 7. Terdapat perbedaan antara SMA Negeri dan SMA/SMK Swasta dalam memberikan bantuan kepada siswa-siswanya yang kurang mampu. Di SMA Negeri, siswa kurang mampu mendapatkan dana Bantuan Khusus Murid (BKM) yang berasal dari pemerintah sehingga setiap bulan siswa terbebas dari pembayaran SPP. Sementara itu, bantuan yang diberikan kepada siswa kurang mampu di SMA/SMK Swasta hanya berupa pemotongan biaya SPP sebesar 50 persen setiap bulannya karena bantuan dari pemerintah yang masih sedikit. Tabel 7 Sebaran siswa SMA berdasarkan status sekolah Status sekolah Siswa SMA Negeri Siswa SMA/SMK Swasta Total
Jumlah (n) 29 31 60
Persen (%) 48,33 51,67 100,00
28
Jumlah Organisasi yang Diikuti Pada tingkat SMA, umumnya tersedia berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler / organisasi yang dapat diikuti, baik yang di dalam maupun di luar sekolah. Pada masa remaja, seseorang biasanya memiliki rasa keingintahuan yang tinggi sehingga sering mencoba sesuatu yang baru untuk mendapatkan pengalaman, salah satunya pengalaman dalam berorganisasi. Berorganisasi merupakan salah satu cara untuk mengasah kemampuan sosial emosi remaja. Namun kenyataannya, lebih dari separuh contoh (56,67%) memilih untuk memfokuskan kegiatannya pada bidang akademik dan tidak mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Namun, ada juga remaja yang merasa perlu untuk berorganisasi, sehingga ada yang mengikuti satu atau beberapa organisasi. Tabel 8 Sebaran remaja berdasarkan jumlah organisasi yang diikuti Jumlah organisasi yang diikuti Tidak ada Satu Dua Tiga Total
Jumlah (n) 34 11 13 2 60
Persen (%) 56,67 18,33 21,67 3,33 100,00
Karakteristik Keluarga Usia Orang Tua Papalia et al. (2009) mengelompokkan usia dewasa menjadi tiga, yaitu dewasa muda (20 - 40 tahun), dewasa madya (41 - 65 tahun), dan dewasa tua (>65 tahun). Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata usia ayah maupun ibu berada pada kategori dewasa tengah (41 – 65 tahun). Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan usia orang tua Usia (tahun) Dewasa muda (20-40 tahun) Dewasa madya (41-65 tahun) Dewasa tua (>65 tahun) Total Min-Max Rataan ± SD
Ayah Jumlah (n) Persen (%) 10 16,67 39 65,00 3 5,00 52 86,67 36 – 69 47,58 + 7,50
Ibu Jumlah (n) Persen (%) 27 45,00 32 53,33 1 1,67 60 100,00 32 – 65 42,81 ± 6,74
29
Lama Pendidikan Orang Tua Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Namun sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menyadari peran pendidikan dalam memperbaiki kualitas manusia. Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata ibu dan ayah hanya menjalani pendidikan kurang dari sama dengan 9 tahun atau tidak tamat SMP. Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan lama pendidikan orang tua Lama Pendidikan (tahun) < 6 tahun 7 – 9 tahun 10 – 12 tahun Total Min-Max Rataan ± SD
Ayah Jumlah (n) Persen (%) 30 50,00 10 16,67 12 20,00 52 86,67 3 – 12 7,76 + 2,74
Ibu Jumlah (n) 28 22 10 60
Persen (%) 46,67 36,67 16,67 100,00 3 – 12 7,95 ± 2,46
Pekerjaan Orang Tua Tabel 11 menunjukkan bahwa profesi yang paling banyak dijalankan oleh ayah adalah sebagai buruh dan wiraswasta. Sebagian besar ibu yang menjadi responden dalam penelitian ini tidak bekerja (85%). Hanya 15 persen ibu yang bekerja dan memiliki penghasilan tambahan untuk keluarga. Profesi yang dijalani oleh para ibu yang bekerja adalah sebagai buruh, pedagang, pembantu rumah tangga, dan guru mengaji. Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan status pekerjaan orang tua Pekerjaan Buruh Petani Pedagang Sopir Guru Wiraswasta Pembantu rumah tangga Tidak bekerja Lain-lain Total
Ayah Jumlah (n) Persen (%) 18 30,00 10 16,67 3 5,00 5 8,33 1 1,67 12 20,00 0 0,00 0 0,00 3 5,00 52 86,67
Ibu Jumlah (n) Persen (%) 2 3,33 0 0,00 2 3,33 0 0,00 2 3,33 0 0,00 3 5,00 51 85,00 0 0,00 60 100,00
30
Besar Keluarga Menurut BKKBN, besar keluarga dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil yang terdiri dari kurang dari sama dengan 4 orang, keluarga sedang yang terdiri dari 5 sampai 6 orang, dan keluarga besar yang terdiri dari 7 orang atau lebih. Sebagian besar contoh merupakan keluarga sedang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak enam orang. Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Besar keluarga (orang) Keluarga kecil (< 4 orang) Keluarga sedang (5-6 orang) Keluarga besar (> 7 orang) Total Min-Max Rataan ± SD
Jumlah (n) 4 36 20 60
Persen (%) 6,67 60,00 33,33 100,00 4 – 10 6,13 ± 1,40
Jumlah Anak yang Sekolah Tabel 13 menunjukkan sebaran keluarga contoh yang dilihat berdasarkan jumlah anak yang sekolah. Hampir separuh keluarga contoh (41,67%) memiliki anak yang bersekolah sebanyak dua orang. Jumlah minimum anak yang bersekolah adalah satu orang dan jumlah maksimum adalah sebanyak lima orang dengan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Tingkat pendidikan anakanak yang sekolah membedakan besarnya pengeluaran yang dialokasikan untuk pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan. Tabel 13 Sebaran keluarga berdasarkan jumlah anak yang sekolah Jumlah Anak Sekolah (orang) Satu Dua Tiga Empat Lima Total Rataan ± SD
Jumlah (n) 7 25 17 7 4 60
Persen (%) 11,67 41,67 28,33 11,67 6,67 100,00 2,60 ± 1,06
Jumlah Bantuan yang Diterima Seluruh keluarga contoh merupakan keluarga penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) karena seluruh keluarga tersebut memenuhi minimal 9 dari 14 kriteria kelayakan penerima bantuan yang ditetapkan oleh BPS. Selain BLT, sebagian besar keluarga juga menerima bantuan lain dari pemerintah dan
31
lembaga-lembaga sosial, di antaranya adalah Program Keluarga Harapan (PKH), Asuransi Kesehatan (Askeskin), Bantuan Khusus Murid (BKM), Raskin, dan bantuan lainnya. Tabel 14 Sebaran keluarga berdasarkan jumlah bantuan yang diterima Jenis Bantuan BLT PKH Askeskin Raskin BKM Lainnya
Jumlah (n) 60 40 32 16 29 34
Persen (%) 100,00 66,67 53,3 26,67 48,33 56,67
Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan seluruh anggota keluarga. Tabel 15 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh memiliki penghasilan per bulan yang berkisar antara Rp 750.001,00 hingga 1.000.000,00 dengan rataan sebesar Rp 845.041,67. Tabel 16 menjelaskan sebaran pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita adalah pendapatan yang dihitung berdasarkan pendapatan seluruh anggota keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Hampir seluruh contoh dalam penelitian ini memiliki pendapatan per kapita di bawah garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2010, yaitu Rp 197.319,00 per bulan. Tabel 15 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan Pendapatan Keluarga (Rp/bulan) < 500.000 500.001 – 750.000 750.001 – 1.000.000 >1.000.000 Total Min-Max (rupiah) Rataan ± SD
Jumlah (n) Persen (%) 2 3,33 16 26,67 34 56,67 8 13,33 60 100,00 400.000,00 – 1.300.000,00 845.041,67 ± 171.668,34
Tabel 16 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan per kapita per bulan Pendapatan Perkapita (Rp/bulan) < 100.000 100.001 – 150.000 150.001 – 200.000 >200.000 Total Min-Max (rupiah) Rataan ± SD
Jumlah (n) Persen (%) 6 10,00 38 63,33 14 23,33 2 0,33 60 100,00 85.714,28 – 220.000,00 140.423,11 ± 25.531,46
32
Pengeluaran Keluarga Jenis pengeluaran keluarga dibagi menjadi dua yaitu, pengeluaran untuk pangan dan non pangan. Pengeluaran untuk pangan terdiri dari pengeluaran untuk makanan pokok, protein hewani, kacang-kacangan, sayur-sayuran, buahbuahan, dan pangan lainnya seperti gula, garam, kopi, susu, dan sebagainya. Sementara itu, Pengeluaran untuk kebutuhan non pangan terdiri dari pengeluaran untuk kesehatan, pendidikan, pakaian dan alas kaki, energi, dan kebutuhan non pangan lainnya seperti rokok, transportasi, pulsa, dan sebagainya. Pengeluaran rata-rata contoh adalah sebesar Rp 1.310.993,33 per bulan. Besarnya pengeluaran yang dialokasikan untuk pangan rata-rata per bulan adalah sebesar Rp 645.256,67 atau sebesar 49,73 persen dari total pengeluaran. Proporsi terbesar pengeluaran pangan terdapat pada pengeluaran untuk makanan pokok, yaitu nasi (17,11%), diikuti oleh pengeluaran untuk kebutuhan lauk pauk yang berupa protein hewani seperti daging sapi, kerbau, ayam, ikan, dan telur (12,11%). Proporsi pengeluaran pangan terkecil adalah pengeluaran yang digunakan untuk membeli buah-buahan (1,46%). Hal ini disebabkan masih banyak contoh yang belum memahami pentingnya buah bagi kesehatan. Selain itu, menurut sebagian besar responden, kebanyakan harga buah-buahan yang beredar di pasaran saat ini masih terbilang mahal dan sulit dijangkau sehingga mereka hanya bisa mengonsumsi buah yang harganya murah seperti pepaya, timun suri, atau pisang dengan intensitas yang cukup jarang. Walaupun pengeluaran untuk protein hewani cukup besar, namun responden mengaku lebih
sering
mengonsumsi
kacang-kacangan,
seperti
tempe
dan
tahu
dibandingkan protein hewani. Hal ini disebabkan harga kacang-kacangan lebih mudah dijangkau oleh contoh yang seluruhnya merupakan keluarga miskin. Bahkan terdapat beberapa responden yang mengaku lebih sering mengonsumsi mie instan dibandingkan nasi. Rataan pengeluaran contoh untuk kebutuhan non pangan adalah Rp 665.736,67 per bulan atau 50,27 persen dari total pengeluaran. Proporsi terbesar pengeluaran non-pangan terdapat pada pengeluaran untuk pendidikan, yaitu sebesar 24,64 persen. Proporsi terbesar kedua adalah pengeluaran untuk kebutuhan lainnya (16,53%) yang meliputi rokok, transportasi, pulsa, dan lainlain. Sementara proporsi pengeluaran yang terkecil adalah pengeluaran yang digunakan untuk biaya kesehatan, yaitu sebesar 0,52 persen. Hal ini disebabkan
33
lebih dari separuh contoh menerima bantuan asuransi kesehatan (askeskin) sehingga mereka tidak perlu mengalokasikan uangnya lebih besar untuk biaya kesehatan. Selain itu, seluruh responden mengaku tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serius sehingga biasanya jika mereka sakit, mereka tidak akan pergi berobat ke rumah sakit atau puskesmas, melainkan cukup mengonsumsi obat warung dengan harga yang murah. Tabel 17 Rataan alokasi pengeluaran berdasarkan jenis pengeluaran per bulan Alokasi Pengeluaran A. Pangan Makanan pokok Sumber protein hewani Kacang-kacangan Sayuran Buah-buahan Lainnya Total Pangan B. Non Pangan Kesehatan Pendidikan Pakaian dan alas kaki Energi Lainnya Total Non-pangan Total
Pengeluaran rata-rata keluarga
%
222.666,67 157.856,70 90.550,00 58.333,33 18.266,67 97.583,33 645.256,67
17,11 12,11 7,11 4,39 1,46 7,55 49,73
6.716,67 329.036,70 25.083,33 85.843,33 219.416,70 665.736,67 1.310.993,33
0,52 24,64 1,91 6,67 16,53 50,27 100,00
Alokasi Pengeluaran Keluarga untuk Pendidikan SMA Tabel 17 menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pendidikan merupakan pengeluaran dengan proporsi terbesar kedua setelah pengeluaran pangan, yaitu sebesar
24,64 persen dari total pengeluaran keluarga. Alokasi pengeluaran
untuk pendidikan anak meliputi pembayaran Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP), transportasi, buku pelajaran, les/kursus tambahan, seragam sekolah, uang saku, tas sekolah, sepatu, dan buku pendamping belajar. Secara khusus, pengeluaran yang digunakan untuk pendidikan remaja di tingkat SMA berkisar antara 7,75 – 29,05 persen dari total pengeluaran keluarga dengan rataan sebesar Rp 206.481,94 atau 16,42 persen dari total pengeluaran keluarga. Tabel 18 menunjukkan bahwa proporsi terbesar dalam alokasi untuk pendidikan remaja digunakan untuk uang saku, yaitu sebesar 77,97 persen. Berdasarkan hasil penelitian, anak menggunakan uang sakunya untuk memenuhi berbagai keperluan, seperti transportasi, jajan, membeli alat-alat tulis, uang kas,
34
rental komputer, membeli pulsa, bahkan ada yang menyisihkan uang sakunya yang kemudian ditabung untuk membeli tas atau sepatu. Jumlah uang saku terkecil yang diperoleh oleh contoh adalah sebesar Rp90.000,00 (Rp3.000,00 per hari) dan yang terbesar adalah Rp300.000,00 (Rp10.000 per hari). Tabel 18 Alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja (Rp/bulan) Jenis Pengeluaran SPP/BP3 Buku/alat tulis Seragam sekolah Uang saku Sepatu Tas sekolah Les/kursus Buku penunjang Total
Min 0,00 2.083,33 2.500,00 90.000,00 2.500,00 1.666,67 0,00 2.916,67 108.749,97
Max 75.000,00 7.500,00 10.000,00 300.000,00 16.666,67 7.083,33 0,00 16.666,67 326.666,67
Rata-rata 19.250,00 3.743,05 5.222,22 161.000,00 4.090,28 3.256,94 0,00 9.919,44 206.481,94
Std. 19.448,43 1.144,28 1.287,03 53.175,10 1.971,56 925,33 0,00 3.013,78 51.107,95
% 9,32 1,82 2,52 77,97 1,98 1,57 0,00 4,82 100,00
Proporsi terbesar kedua adalah SPP/BP3, yaitu sebesar 9,32 persen. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan masyarakat Indonesia melalui pengadaan program Biaya Operasional Sekolah (BOS). Sayangnya, saat ini BOS hanya bisa dinikmati oleh siswa yang bersekolah di tingkat SD dan SMP sehingga biaya pendidikan di tingkat SMA masih terbilang cukup menyulitkan bagi masyarakat miskin. Besarnya SPP di tingkat SMA bermacam-macam karena hampir seluruh SMA yang ada si Kecamatan Cibungbulang merupakan SMA/SMK swasta, bukan milik pemerintah. Hampir seluruh contoh diberikan keringanan dalam membayar biaya SPP. Contoh yang bersekolah di SMA negeri bahkan mendapatkan kebebasan dari pembayaran SPP setiap bulannya. Sedangkan contoh yang bersekolah di SMA swasta kebanyakan hanya mendapat keringanan berupa adanya potongan biaya SPP sebesar 50 persen. Proporsi terbesar ketiga adalah pengeluaran yang digunakan untuk membeli buku penunjang belajar, yaitu sebesar 4,82 persen. Buku penunjang sangat memiliki peranan penting dalam proses belajar mengajar. Anak tidak cukup belajar hanya dengan mendengarkan penjelasan dari gurunya. Selain itu, biasanya guru memberikan tugas atau pekerjaan rumah yang diambil dari buku penunjang sehingga mau tidak mau anak harus memiliki buku penunjang tersebut. Sayangnya, harga buku penunjang tingkat SMA saat ini masih terbilang cukup mahal bagi masyarakat miskin. Untuk mengatasi masalah tersebut, biasanya anak memilih untuk memfotokopi buku yang dibutuhkannya daripada harus membelinya.
35
Proporsi terbesar keempat adalah pengeluaran yang digunakan untuk seragam sekolah, yaitu sebesar 2,52 persen. Sebagian besar contoh melakukan pembelian seragam sekolah hanya satu kali dalam setahun, bahkan ada yang menunggu hingga seragam lamanya rusak untuk membeli seragam yang baru, tidak peduli sudah berapa lama seragam tersebut dipakai. Dalam membeli seragam sekolah, biasanya contoh hanya membeli atasan (kemeja) saja. Sedangkan untuk bawahan (celana/rok), sebagian besar contoh hanya membelinya satu kali untuk dipakai selama tiga tahun. Proporsi terbesar yang berikutnya adalah pengeluaran yang digunakan untuk membeli sepatu (1,98%), buku tulis (1,82%) dan tas (1,57%). Sebagian besar contoh mengaku hanya akan membeli tas atau sepatu apabila yang lama sudah tidak bisa digunakan lagi, tanpa memperhitungkan sudah berapa lama tas atau sepatu tersebut digunakan. Ada pula sebagian contoh yang menggunakan tas secara turun-temurun, apabila tas kakaknya masih bisa digunakan, maka tas tersebut akan diberikan kepada adiknya. Biasanya guru meminta muridnya untuk memiliki buku catatan yang berbeda untuk setiap mata pelajaran. Demi menghemat pengeluaran untuk membeli buku tulis, sebagian contoh biasanya tidak mengkhususkan satu buku untuk satu mata pelajaran. Proporsi terkecil adalah pengeluaran yang digunakan untuk les atau kursus. Seluruh contoh tidak mengikuti les atau kursus dengan alasan tidak memiliki cukup uang untuk membayar biaya les atau kursus yang terbilang mahal. Untuk siswa kelas XII, sekolah biasanya mengadakan jam pelajaran tambahan bagi siswa-siswanya untuk persiapan menghadapi Ujian Nasional. Pola Asuh Akademik Menurut Hastuti (2008), pola asuh adalah sikap orang tua dalam membimbing anak-anaknya. Pola asuh akademik meliputi seberapa besar interaksi dan stimulasi yang diberikan orang tua dalam hal dorongan kepada anak untuk mencapai prestasi di sekolah maupun di luar sekolah. Pola asuh akademik terdiri dari pola asuh disiplin diri dan dukungan berprestasi. Sebaran pola asuh disiplin diri pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa kegiatan yang paling sering dilakukan oleh hampir seluruh orang tua terhadap anak remaja adalah menegur anaknya yang menonton televisi/bermain seharian sehingga lupa belajar. Sedangkan kegiatan yang tidak pernah dilakukan oleh sebagian besar orang tua adalah membiarkan anaknya yang lalai menjalankan ibadah. Kegiatan negatif yang kadang-kadang masih banyak dilakukan oleh
36
orang tua adalah tidak menanyakan anaknya ada PR atau tidak dan tidak menanyakan anaknya yang terlambat pulang sekolah. Tabel 19 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (65%) orang tua telah menerapkan pola asuh disiplin diri yang baik. Tabel sebaran pola asuh dukungan berprestasi pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa kegiatan yang tidak pernah dilakukan oleh lebih dari separuh orang tua adalah menegur anak yang mengerjakan pekerjaan sederhana dengan ceroboh. Para responden mengaku bahwa biasanya mereka akan memaklumi kesalahan kecil yang dilakukan oleh anaknya. Kegiatan yang sering dilakukan oleh sebagian besar orang tua adalah memberi contoh perilaku rajin atau kerja keras kepada anaknya. Selain memberi contoh, sebagian besar orang tua juga mengaku sering menasehati anaknya agar menjadi seorang pekerja keras demi menggapai kondisi ekonomi keluarga yang lebih baik. Kegiatan negatif yang kadang-kadang masih banyak dilakukan oleh orang tua contoh adalah melarang anak untuk membeli buku yang mahal. Menurut sebagian besar orang tua, untuk membaca sebuah buku, anak tidak harus membeli dan memilikinya. Anak bisa meminjam kepada teman atau meminjam di perpustakaan. Tabel 19 menunjukkan bahwa lebih dari separuh orang tua (53,33%) telah menerapkan pola asuh akademik dukungan berprestasi yang baik, sisanya (46,67%) menerapkan pola asuh dukungan berprestasi yang cukup baik. Tabel 19 Sebaran kualitas pola asuh akademik pada siswa SMA Kategori
Pola asuh disiplin diri n
Kurang baik (0 – 33,33) Cukup Baik (33,34 – 66,66) Baik (66,67 – 100) Min – Maks Rataan + SD
%
0 0,00 21 35,00 39 65,00 40,00 – 95,00 71,91± 14,41
Pola asuh dukungan berprestasi n
%
0 0,00 28 46,67 32 53,33 42,00 – 92,00 68,33 ± 11,72
Pola asuh akademik n
%
0 0,00 23 38,33 37 61,67 42,85 – 91,42 69,35 ± 10,91
Berdasarkan penggabungan antara skor pola asuh disiplin diri dan pola asuh dukungan berprestasi, maka diperoleh bahwa lebih dari separuh (61,67%) orang tua telah menerapkan pola asuh akademik yang baik. Hanya 38,33 persen orang tua yang menerapkan pola asuh akademik yang cukup baik, dan tidak ada contoh yang kualitas pola asuh akademiknya kurang baik.
37
Motivasi Belajar Sardiman (2004) mengungkapkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan, dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi belajar terbagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari keinginan seseorang itu sendiri. Tabel sebaran motivasi intrinsik pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa tidak ada satu pun siswa yang sangat setuju untuk tetap belajar meskipun tidak ada PR atau ujian. Namun ada 36,7 persen siswa yang menjawab setuju. Hampir seluruh siswa menyetujui bahwa mereka mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman baru di sekolah. Sebagian besar siswa juga banyak yang mengaku merasa senang dan ingin memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap apa yang mereka pelajari di sekolah. Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki motivasi intrinsik yang sedang (70,00%). Sementara itu, sebanyak 28,33 persen siswa memiliki motivasi intrinsik yang tinggi dan masih ada 1,67 persen siswa yang memiliki motivasi intrinsik yang rendah. Motivasi ekstrinsik adalah sumber motivasi yang berasal dari luar diri seseorang. Tabel sebaran motivasi ekstrinsik pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merasa bersemangat belajar karena mendapat dukungan yang penuh dari orang tua dan gurunya. Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari separuh siswa memiliki motivasi ekstrinsik yang tinggi (56,67%). Sementara itu sebanyak 43,33 persen siswa memiliki motivasi ekstrinsik yang sedang dan tidak ada siswa yang memiliki kualitas motivasi ekstrinsik yang rendah. Hal ini disebabkan lingkungan keluarga dan sekolah siswa cukup baik, sehingga siswa merasa termotivasi untuk giat belajat agar tidak mengecewakan orang tua ataupun gurunya. Tabel 20 Sebaran kualitas motivasi belajar siswa SMA Motivasi intrinsik Kategori Rendah (0 – 33,33) Sedang (33,34 – 66,66) Tinggi (66,67 – 100) Min – Maks Rataan + SD
N
%
1 1,67 42 70,00 17 28,33 33,33 – 81,67 63,25 ± 9,08
Motivasi ekstrinsik n
%
0 0,00 26 43,33 34 56,67 45,00 – 96,67 70,77± 11,39
Motivasi belajar n
%
0 0,00 31 51,67 29 48,33 42,50 – 82,50 67,01 ± 7,51
38
Berdasarkan penggabungan antara skor motivasi intrinsik dan ekstrinsik, diperoleh hasil bahwa lebih dari separuh siswa memiliki kualitas motivasi belajar yang tinggi (51,67%), sisanya (48,33%) memiliki kualitas motivasi belajar yang sedang, dan tidak ada contoh yang kualitas motivasi belajarnya rendah dengan nilai rataan sebesar 67,01. Hubungan antara Alokasi Pengeluaran untuk Pendidikan, Pola Asuh Akademik, dan Motivasi Belajar Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara pola asuh akademik dengan motivasi belajar. Hal ini berarti semakin baik pola asuh akademik yang diberikan ibu, maka motivasi belajar akan semakin tinggi. Namun hasil uji korelasi tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara alokasi pengeluaran untuk pendidikan dengan pola asuh akademik maupun motivasi belajar. Tabel 21 Hubungan antara alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan, pola asuh akademik, dan motivasi belajar Variabel
Alokasi pendidikan
Alokasi pendidikan Pola asuh akademik Motivasi belajar
1 0,230 0,107
Pola asuh akademik
Motivasi belajar
1 0,476**
1
Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Faktor-faktor yang Memengaruhi Alokasi Pengeluaran untuk Pendidikan Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda, diperoleh hasil bahwa usia anak dan besar keluarga memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan remaja di tingkat SMA. Usia anak memengaruhi besarnya alokasi pengeluaran untuk pendidikan dengan nilai koefisien beta sebesar 1,486. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 tahun umur anak akan menurunkan besarnya alokasi pengeluaran pendidikan sebesar 1,486 persen.
Sementara
itu
besar
keluarga
memengaruhi
besarnya
alokasi
pengeluaran untuk pendidikan dengan nilai koefisien beta sebesar 1,913. Hal ini berarti setiap penambahan satu orang jumlah anggota keluarga akan menurunkan besarnya alokasi pengeluaran untuk pendidikan sebesar 1,913 persen. Sebaliknya, pendapatan per kapita memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan remaja dengan nilai
39
koefisien beta sebesar 7,700. Hal ini berarti setiap kenaikan pendapatan per kapita sebesar Rp1,00 akan meningkatkan alokasi pengeluaran untuk pendidikan menengah sebesar 7,700 persen. Nilai adjusted R square adalah 0,312 yang berarti bahwa model pada Tabel 22 hanya menjelaskan 31,20 persen pengaruh karakteristik keluarga dan remaja terhadap alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja di tingkat SMA, sedangkan sisanya (68,80%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Tabel 22 Variabel-variabel yang memengaruhi alokasi pengeluaran untuk pendidikan remaja di tingkat SMA Koefisien β No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variabel Konstanta Usia ibu (tahun) Pendidikan ibu (tahun) Status pekerjaan ibu (0=tidak bekerja, 1=bekerja) Besar keluarga (orang) Pendapatan per kapita (Rp/bulan) Jumlah bantuan yang diterima (jenis) Jenis kelamin anak (0=laki-laki, 1=perempuan) Usia anak (tahun) Urutan lahir Status sekolah (0=negeri, 1=swasta) Jumlah organisasi yang diikuti (jenis) F R Adjusted R square Sig.
Tidak terstandarisasi 34,849 -0,190 0,213
Terstandarisasi
Sig.
-0,239 0,098
0,024* 0,066 0,456
0,694
0,047
0,723
-1,913 7,700
-0,503 0,367
0,000** 0,004**
-0,110
-0,010
0,940
0,836
0,078
0,555
-1,486 -0,524
-0,280 -0,049
0,030* 0,711
-1,182
-0,111
0,397
1,227
0,211
0,105
3,999 0,558 0,312 0,002
Keterangan : * = signifikan pada selang kepercayaan 95% **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pola Asuh Akademik Orang Tua Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda, diperoleh hasil bahwa usia anak dan lama pendidikan ibu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola asuh akademik yang dilakukan orang tua. Usia anak memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap pola asuh akademik dengan nilai koefisien beta sebesar 4,139. Hal ini berarti setiap kenaikan satu tahun usia anak akan menurunkan skor pola asuh akademik sebesar 4,139. Sebaliknya, lama pendidikan ibu memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap pola asuh
40
akademik dengan nilai koefisien beta sebesar 2,694. Hal ini berarti kenaikan satu tahun lama pendidikan ibu akan meningkatkan skor pola asuh akademik sebesar 2,694 persen. Nilai adjusted R square adalah 0,405 yang berarti bahwa model pada Tabel 23 hanya menjelaskan 40,50 persen pengaruh karakteristik keluarga dan karakteristik remaja terhadap pola asuh akademik, sedangkan sisanya (59,50%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Tabel 23 Variabel-variabel yang memengaruhi pola asuh akademik No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Variabel Konstanta Usia ibu (tahun) Pendidikan ibu (tahun) Status pekerjaan ibu (0=tidak bekerja, 1=bekerja) Besar keluarga (orang) Pendapatan per kapita (Rp/bulan) Jenis kelamin anak (0=laki-laki, 1=perempuan) Usia anak (tahun) Urutan lahir F R Adjusted R square Sig.
Koefisien β Tidak Terstandarisasi terstandarisasi 105,055 -0,387 -0,239 2,694 0,608
Sig. 0,000** 0,066 0,000**
3,744
0,123
0,347
-0,408 2,608
-0,053 0,061
0,690 0,643
-0,563
-0,026
0,846
-4,139 -1,910
-0,383 -0,087
0,003** 0,507
9,048 0,675 0,405 0,000
Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi Belajar Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda pada Tabel 24, diperoleh hasil bahwa pola asuh akademik memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap motivasi belajar. Pola asuh akademik memengaruhi motivasi belajar dengan nilai koefisien beta sebesar 0,328. Hal ini berarti kenaikan skor pola asuh akademik akan meningkatkan skor motivasi belajar sebesar 0,328 persen. Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda pada Tabel 23, pola asuh akademik orang tua dipengaruhi oleh lama pendidikan ibu. Dapat disimpulkan bahwa lama pendidikan ibu juga dapat memengaruhi motivasi belajar siswa secara tidak langsung. Variabel lama pendidikan ibu tidak diuji dalam Tabel 24 karena memiliki koefisien korelasi yang sangat besar dengan pola asuh akademik. Apabila variabel tersebut diuji ke dalam model, maka akan menimbulkan multikulinearitas. Nilai adjusted R square adalah 0,201 yang berarti bahwa model pada hanya menjelaskan 20,10 persen pengaruh karakteristik keluarga,
41
karakteristik remaja, alokasi pengeluaran untuk pendidikan, dan pola asuh akademik terhadap motivasi belajar siswa SMA, sedangkan 79,90 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Tabel 24 Variabel-variabel yang memengaruhi motivasi belajar Koefisien β No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Variabel Konstanta Usia ibu (tahun) Status pekerjaan ibu (0=tidak bekerja, 1=bekerja) Besar keluarga (orang) Jenis kelamin anak (0=laki-laki, 1=perempuan) Urutan lahir Status sekolah (0=negeri, 1=swasta) Jumlah organisasi yang diikuti (unit) Alokasi pengeluaran untuk pendidikan (%) Pola asuh akademik (%) F R Adjusted R square Sig.
Tidak terstandarisasi 7,052 -0,115
Terstandarisasi
Sig.
-0,103
0,738 0,432
1,770
0,085
0,519
0,226
0,042 -0,013
0,748
-1,876
-0,125
0,342
-3,277
-0,220
0,091
1,131
0,139
0,290
0,150
0,107
0,471
0,476
0,000**
-0,195
0,328
0,922
3,477 0,531 0,201 0,006
Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Pembahasan Penelitian
ini
didasarkan
pada
permasalahan
masih
rendahnya
kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya pendidikan, khususnya di Kabupaten Bogor yang rata-rata tingkat pendidikan masyarakatnya hanya mencapai 7,54 tahun atau belum tamat SMP. Hal ini merupakan permasalahan yang serius mengingat bahwa kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penentu kemajuan suatu bangsa. Sudah sepatutnya pendidikan menjadi suatu keharusan bagi setiap individu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun sayangnya, bagi masyarakat lapisan bawah, pendidikan bukanlah suatu keharusan, melainkan suatu pilihan akibat tingginya biaya pendidikan, khususnya di tingkat SMA. Keluarga pada masyarakat lapisan bawah mungkin akan mengorbankan biaya lain seperti biaya pangan, pakaian, maupun kesehatan untuk menutupi biaya pendidikan (Mulatsih, et al. 2002).
42
Bentuk investasi dalam keluarga yang digunakan untuk meningkatkan perkembangan anak dalam rangka pembentukan SDM yang berkualitas adalah waktu dan pendapatan (Hartoyo 1998). Investasi dalam bentuk pendapatan dapat dilihat dari besarnya uang yang dialokasikan untuk memenuhi biaya pendidikan yang mencakup biaya pembayaran SPP, seragam sekolah, membeli buku, transportasi, uang saku, dan biaya kursus atau les. Sementara itu, investasi dalam bentuk waktu dapat dilakukan melalui aktivitas pola asuh akademik. Pola asuh akademik yang dilakukan orang tua meliputi pola asuh disiplin diri (self discipline) dan pola asuh dukungan berprestasi. Prestasi akademik dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan proses belajar. Penelitian Syafitri (2009) menunjukkan bahwa salah satu faktor penting yang dapat memengaruhi tingkat prestasi belajar siswa adalah motivasi belajar yang ada pada diri siswa. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh alokasi pengeluaran untuk pendidikan yang dilakukan oleh keluarga miskin dan pola asuh akademik yang dilakukan orang tua terhadap motivasi belajar siswa SMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata keluarga mengalokasian 24,64 persen dari total pengeluaran untuk pendidikan anak. Sementara itu, khusus untuk pendidikan remaja di tingkat SMA, pengeluaran yang dialokasikan adalah sebesar Rp 206.481,94 atau 16,42 persen dari total pengeluaran keluarga. Besarnya alokasi pengeluaran untuk pendidikan pada penelitian ini lebih besar dibandingkan penelitian Saraswati (2012) yang menunjukkan bahwa rata-rata alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak pada keluarga nelayan hanya sebesar 18,96 persen. Hasil penelitian Simanjuntak (2010) terhadap keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa sekitar 55,30 persen bantuan yang diterima digunakan untuk keperluan pendidikan, 15,50 persen digunakan untuk makanan, dan hanya 0,5 persen yang digunakan untuk keperluan kesehatan. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan adalah usia anak, besar keluarga, dan pendapatan per kapita. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rosidah (2011) yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi uang untuk anak adalah jumlah anggota keluarga, jumlah anak sekolah, pendidikan suami, tipe keluarga, dan pendapatan keluarga. Bian (1996) juga mengungkapkan bahwa jumlah anggota
43
keluarga, jenis kelamin, dan usia anggota keluarga akan memengaruhi pola alokasi pengeluaran keluarga. Keluarga dengan jumlah anak usia sekolah yang lebih banyak akan membuat pengeluaran yang dialokasikan untuk pendidikan akan semakin besar. Guhardja et al. (1992) mengungkapkan bahwa semakin banyak anggota keluarga maka jumlah interaksi interpersonal yang terjadi akan semakin kompleks. Keluarga besar yang terdiri dari banyak orang akan membentuk corak hubungan yang semakin majemuk dan kemungkinan terjadinya ketegangan antar anggota menjadi lebih besar. Usia anak dan besar keluarga memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap besarnya alokasi pengeluaran yang digunakan untuk pendidikan. Semakin tua usia anak dan semakin besar jumlah anggota keluarga, maka alokasi pengeluaran yang digunakan untuk pendidikan akan semakin kecil. Semakin tua usia anak di tingkat SMA, maka tingkatan kelas pun semakin tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, semakin tinggi tingkatan kelas, maka kebutuhan terhadap biaya pendidikan semakin rendah. Hal ini disebabkan para responden hanya membeli kebutuhan pendidikan seperti tas, sepatu, dan seragam hanya pada saat mulai menginjak kelas X. Hasil penelitian Suryawati (2002) menunjukkan adanya perbedaan besarnya alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan antara anak yang bersekolah di sekolah negeri dan sekolah swasta. Namun dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh status sekolah terhadap besarnya alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan. Hal ini dapat disebabkan siswa yang bersekolah di SMA Negeri maupun Swasta menerima bantuan berupa keringanan dalam pembayaran SPP dari pihak sekolah. Hastuti (2008) mengungkapkan bahwa pada periode remaja, anak telah dapat berpikir abstrak dengan pola pikir induktif dan deduktif, mampu menganalisis dan mensintesis segala sesuatu dalam kehidupan di sekitarnya. Untuk itu, diperlukan pola asuh akademik yang baik dari orang tua agar dapat mendorong anak untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya karena hal ini akan menambah kepercayaan diri pada remaja. Pola asuh akademik meliputi seberapa besar interaksi dan stimulasi yang diberikan orang tua dalam hal dorongan kepada anak untuk mencapai prestasi di sekolah maupun di luar sekolah. Pola asuh akademik terdiri dari pola asuh disiplin diri dan dukungan berprestasi. Pola asuh disiplin diri adalah pola asuh untuk menanamkan sikap disiplin pada anak dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, pola asuh dukungan berprestasi adalah pola asuh berupa dukungan materi yang berupa
44
penyediaan fasilitas belajar maupun non materi (psikologis) yang dapat meningkatkan motivasi anak untuk berprestasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh ibu telah melakukan pola asuh akademik yang baik pada anak remaja mereka, baik pada pola asuh disiplin diri maupun dukungan untuk berprestasi. Faktor yang secara signifikan memengaruhi kualitas pola asuh akademik orang tua terhadap remaja adalah usia anak. Semakin tua usia anak, maka kualitas pola asuh akademik orang tua akan semakin rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Srinovita (2011) yang menyatakan bahwa pola asuh akademik memiliki kecenderungan yang semakin rendah seiring dengan bertambahnya usia anak. Kecenderungan ini diduga disebabkan adanya persepsi orang tua yang menganggap bahwa pertambahan usia anak akan sejalan dengan bertambahnya kemandirian untuk mengurus dirinya sendiri sehingga tidak membutuhkan pendampingan orang tua seperti pada anak yang usianya lebih muda. Selain usia anak, pola asuh akademik juga dipengaruhi secara signifikan oleh lama pendidikan ibu. Semakin lama pendidikan ibu, maka kualitas pola asuh akademik akan semakin baik. Srinovita (2011) dan Hastuti (2006) juga mengungkapkan
hal
yang
sama,
yaitu
pola
asuh
akademik
memiliki
kecenderungan yang semakin meningkat seiring dengan bertambah tingginya pendidikan ibu. Guhardja et al. (1992) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan orang tua merupakan aspek yang memengaruhi keefektifan komunikasi dalam keluarga. Tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan membentuk cara, pola dan karakter berpikir, persepsi, pemahaman, dan kepribadian. Keberhasilan proses pendidikan salah satunya dapat dilihat dari prestasi akademik anak di sekolah yang dipengaruhi oleh motivasi belajar (Syafitri 2009). Selain itu, hubungan sosial siswa dengan orang tua, teman sebaya, guru, dan orang lain juga dapat memengaruhi prestasi dan motivasi mereka (Santrock 2008). Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku (Santrock 2008). Motivasi terbagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari keinginan seseorang itu sendiri. Sementara itu, motivasi ekstrinsik adalah sumber motivasi yang berasal dari luar diri seseorang. Hasil pengukuran motivasi belajar siswa SMA menunjukkan bahwa tidak ada siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah. Seluruh siswa memiliki motivasi belajar pada kategori sedang hingga tinggi. Namun hasil penelitian
45
menunjukkan bahwa skor rata-rata motivasi ekstrinsik siswa lebih tinggi dibandingkan dengan skor motivasi intrinsik. Lebih dari separuh siswa memiliki motivasi ekstrinsik yang tinggi, sedangkan hampir tiga per empat siswa memiliki motivasi
intrinsik
yang
sedang.
Faktor
yang
secara
signifikan
dapat
meningkatkan motivasi belajar remaja adalah pola asuh akademik. Semakin baik kualitas pola asuh akademik orang tua, maka motivasi belajar anak akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wandini (2008) bahwa terdapat hubungan positif antara pola pengasuhan dengan motivasi belajar. Penelitian Dezolt dan Hull (2001) dalam Santrock (2008) menunjukkan adanya perbedaan motivasi belajar antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Namun dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin anak dengan motivasi belajar. Hal ini diduga disebabkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam pola asuh yang dilakukan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan antara siswa perempuan dan lakilaki. Penelitian ini juga tidak menemukan hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dengan besarnya alokasi pengeluaran yang digunakan untuk pendidikan. Hal ini disebabkan alokasi pengeluaran keluarga yang digunakan untuk pendidikan remaja pada keluarga miskin relatif sama. Penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga miskin telah memiliki kesadaran yang cukup baik akan pentingnya pendidikan. Hal ini terlihat dari besarnya pengeluaran yang digunakan untuk pendidikan anak dan pola asuh akademik yang dilakukan orang tua, serta motivasi belajar siswa yang cukup tinggi. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah karakteristik keluarga yang relatif homogen, sehingga dalam mengalokasikan pengeluaran untuk pendidikan pun hampir sama. Penelitian ini juga tidak meneliti secara lebih jauh mengenai pengaruh antara alokasi pengeluaran untuk pendidikan, pola asuh akademik, dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa. Selain itu, perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor ekstrinsik lainnya yang dapat memengaruhi motivasi
belajar
siswa,
contohnya
lingkungan
perkembangan teknologi, dan media massa.
sekolah,
teman
sebaya,
46
47
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Besarnya pengeluaran keluarga yang dialokasikan untuk pendidikan ratarata adalah sebesar 24,64 persen dari total pengeluaran keluarga. Sementara itu, rata-rata alokasi pengeluaran keluarga yang digunakan secara khusus untuk pendidikan remaja di tingkat SMA adalah sebesar 16,42 persen dari total pengeluaran keluarga. Dari 16,42 persen pengeluaran yang digunakan untuk pendidikan remaja di tingkat SMA, pengeluaran yang terbesar digunakan untuk uang saku, yaitu sebesar 77,97 persen. Alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja di tingkat SMA semakin rendah seiring bertambahnya usia anak dan jumlah anggota keluarga. Sebaliknya, alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja semakin besar seiring dengan kenaikan pendapatan per kapita. Pola asuh akademik orang tua dinilai dari pola asuh disiplin diri dan pola asuh dukungan berprestasi. Sebagian besar ibu telah menerapkan pola asuh akademik yang baik, baik pada pola asuh disiplin diri maupun pola asuh dukungan berprestasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tua usia anak, maka kualitas pola asuh akademik yang dilakukan orang tua akan semakin menurun. Sebaliknya, kualitas pola asuh akademik orang tua akan meningkat seiring dengan bertambahnya lama pendidikan ibu. Hasil pengukuran motivasi belajar siswa SMA menunjukkan bahwa tidak ada siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah. Seluruh siswa memiliki motivasi belajar pada kategori sedang hingga tinggi. Sebagian besar siswa memiliki motivasi intrinsik yang sedang dan lebih dari separuh siswa memiliki motivasi ekstrinsik yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi belajar remaja. Peningkatan motivasi belajar pada remaja dipengaruhi oleh pola asuh akademik yang dilakukan orang tua. Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh akademik yang dilakukan oleh orang tua dapat memengaruhi motivasi belajar anak, khususnya remaja. Oleh karena itu, diperlukan penyuluhan mengenai pemberian pola asuh akademik yang baik kepada para orang tua. Selain itu diperlukan juga upaya yang lebih serius dari pemerintah untuk mengurangi angka putus sekolah
48
masyarakat Indonesia dengan cara memberlakukan program wajib belajar 12 tahun yang diiringi dengan peningkatan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa-siswa yang benar-benar tidak mampu. Beberapa rekomendasi penelitian mendatang yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain, adalah : 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor eksternal lain yang dapat memengaruhi motivasi belajar siswa, contohnya teman sebaya, perkembangan teknologi, dan media massa. 2. Perlu
dilakukan
penelitian
lanjutan
mengenai
pengaruh
alokasi
pengeluaran untuk pendidikan, pola asuh akademik, dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa.
49
DAFTAR PUSTAKA Beckert TE. 2007. Cognitive Autonomy and Self-Evaluation in Adolescence: A Conceptual Investigation and Instrument Development. North American Journal of Psychology Vol. 9 : 579-594. Bian J. 1996. Parental Monetary Investment in Children: A Focus in China. Journal of Family and Economic Issues Vol 17 (1) : 113-138 [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2010. Kecamatan Cibungbulang dalam Angka 2009. Bogor : BPS _____________________________________. 2011. Kabupaten Bogor dalam Angka 2011:Statistik Daerah Kabupaten Bogor 2011. Bogor : BPS Bryant WK, Zick CD. 2006. The Economic Organization of The Household, Second Edition. Cambridge : Cambridge University Press Chang IY, Chang WY. 2012. The Effect of Student Learning Motivation on Learning Satisfaction. International Journal of Organizational Innovation.Vol.4 : 281-305 Gunarsa SD, Gunarsa YS. 2008. Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta : Gunung Mulia Hall CS, Lindzey G. 1993. Psikologi Kepribadian 1 : Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Yustinus, penerjemah; Supratiknya, editor. Yogyakarta : Kanisius Terjemahan dari : Theories of Personality. Hartoyo. 1998. Investing in children: study of rural families in Indonesia [disertasi]. Blacksburg: Virginia Tech University. Hastuti D. 2006. Analisis pengaruh model pendidikan prasekolah pada pembentukan anak sehat, cerdas, dan berkarakter secara berkelanjutan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. _________. 2008. Pengasuhan : Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor:Institut Pertanian Bogor Herniati H. 2011. Gaya pengasuhan, konsep diri, motivasi belajar dan prestasi belajar siswa SMA pada berbagai model pembelajaran [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Hurlock EB. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi kelima. Istiwidayanti, Soedjarwo, penerjemah; Sijabat RM, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psychology, fifth edition. Jerrim J., Micklewright J. 2009. Children’s Education and Parent’s Socioeconomics Status : Distinguishing The Impact of Mothers and Fathers. Journal of Education. University of Southampton.1(17). pp, 1-31.
50
[Kemdikbud] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Topik Bahasan Rembuknas 2013. Diambil dari http://kemdikbud.go.id Mauldin T, Mimura Y, Lino M. 2001. Parental Expenditures on Child’s Education. Journal of Family and Economic Issues Vol. 22 : 221 Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda : Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung : Mizan Mulatsih S, Mulyaningrum, Pambudi R. 2002. Perilaku investasi pendidikan bagi anak perempuan dibandingkan anak laki-laki: suatu tinjauan ekonomis [laporan kegiatan]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Papalia DE, SW Olds, RD Feldman. 2009. Perkembangan Manusia. Edisi 10, Marswendy B, penerjemah. Jakarta: Salemba Humanika, Terjemahan dari: Human Development, ed 10 th. Puspitawati H. 2009. Kenakalan Pelajar Dipengaruhi oleh Sistem Sekolah dan Keluarga. Bogor : IPB Press Rosidah U. 2011. Kajian strategi koping dan perilaku investasi anak pada keluarga buruh pemetik melati gambir [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Sadli S. 1996. Inteligensi Bakat dan Test IQ. Jakarta: PT. Gaya Favorit Press. Santrock JW. 2003. Perkembangan Remaja. edisi keenam, Shinto B. Adelar, Sherly Saragih, penerjemah; Wisnu C. Kristiaji, Yati Sumiharti, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari:Adolescence, 6th edition. ____________. 2007. Perkembangan Anak. Edisi kesebelas jilid 2, Rahmawati M, A Kuswanti, penerjemah; Hardani W, editor. Jakarta: Erlangga Terjemahan dari: Child Development, eleventh edition. __________. 2008. Psikologi Pendidikan, edisi kedua. Tri Wibowo BS, penerjemah. Jakarta : Kencana. Terjemahan dari: Educational Psychology, 2nd edition. Saraswati A. 2012. Persepsi dan alokasi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan anak pada keluarga nelayan [skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Sardiman AM. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada. Simanjuntak M. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga dan prestasi belajar anak pada keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
51
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta Srinovita Y. 2011. Hubungan pola asuh dan ketersediaan alat stimulasi akademik dengan prestasi akademik remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah [skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Suciaty, Irawan P. 2001. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka Suryawati. 2002. Alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak pada keluarga ibu bekerja dan ibu tidak bekerja [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Syafitri R. 2009. Hubungan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa di SMP Muhammadiyah 1 Medan [tugas akhir]. Medan : Program Diploma, Universitas Sumatera Utara [UNDP]. United Nation for Development Programme. 2011. Human Development Index (HDI) - 2011 Rankings. Diambil dari: http://hdr.undp.org Wandini K. 2008. Pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa Sekolah Dasar [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wuryani U. 2002. Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi program wajib belajar sembilan tahun di Desa Kedungwaru Kidul, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.
52
53
LAMPIRAN
54
Lampiran 1 Sebaran pola asuh disiplin diri pada siswa SMA
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pernyataan Orang tua membiarkan anaknya yang sering terlambat makan* Orang tua tidak menyuruh anaknya bangun pagi untuk sekolah* Orang tua memberi contoh yang baik kapan harus menjalankan ibadah Orang tua membiarkan anaknya yang lalai menjalankan ibadah* Orang tua tidak menanyai anaknya yang terlambat pulang sekolah* Orang tua menanyakan anaknya ada PR atau tidak Orang tua menegur anaknya yang malas mengerjakan PRnya Orang tua menegur anaknya yang sering menunda menyelesaikan tugas-tugasnya Orang tua menegur anak yang menonton televisi/bermain seharian sehingga lupa belajar Orang tua tidak membiasakan anak untuk menabung*
Keterangan : * pernyataan negatif
Jawaban (%) Tidak KadangSering pernah kadang 63,3
33,3
3,3
68,3
21,7
10,0
13,3
25,0
61,7
73,3
23,3
3,3
38,3
41,7
20,0
13,3
61,7
25,0
3,3
38,3
58,3
5,0
43,3
51,7
0,0
25,0
75,0
35,0
25,0
40,0
55
Lampiran 2 Sebaran pola asuh dukungan berprestasi pada siswa SMA No.
Pernyataan
1.
Orang tua membolehkan anak yang ingin mengerjakan PR bersama temannya Orang tua memaksa anak menjadi ahli dalam bidang yang diinginkan orang tua* Orang tua memarahi anak yang pulang terlambat karena mengerjakan tugas kelompok* Orang tua memberi contoh perilaku rajin atau kerja keras kepada anaknya Orang tua melarang anak membeli buku pelajaran yang harganya mahal* Orang tua melarang anaknya untuk mengikuti les/kursus tambahan karena biayanya mahal* Orang tua meminta anak membantu mencari uang sehingga mengurangi waktu belajar anak* Orang tua menghargai kritik anaknya terhadap dirinya Orang tua menghargai kritik anaknya terhadap cara gurunya mengajar Orang tua menghargai karya anaknya apapun bentuknya Orang tua mendampingi anak saat menonton televisi Orang tua membantu anaknya saat menghadapi kesulitan mengerjakan tugas Orang tua menegur anaknya yang lebih mementingkan hasil daripada proses Orang tua menyediakan fasilitas belajar di rumah (misalnya:meja belajar, alat tulis, buku) Orang tua membantu anaknya untuk konsentrasi dalam belajar, misalnya tidak ribut saat anak belajar Orang tua menegur anaknya yang melamun ketika belajar di rumah Orang tua selalu mendorong anaknya untuk mencapai prestasi sesuai minatnya Orang tua memuji anaknya yang juara di kelasnya Orang tua memberi contoh bagaimana menyelesaikan pekerjaan dengan teliti Orang tua menegur anak yang mengerjakan pekerjaan sederhana dengan ceroboh Orang tua tidak tahu cita-cita anak* Orang tua memberikan saran dalam memilih sekolah Orang tua memberikan arahan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi Orang tua mengetahui nilai rapot anak Orang tua memiliki hubungan yang baik dengan guru di sekolah
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Keterangan : * pernyataan negatif
Tidak pernah
Jawaban (%) KadangSering kadang
5,0
45,0
50,0
53,3
31,7
15,0
48,3
45,0
6,7
0,0
21,7
78,3
30,0
60,0
10,0
31,7
48,3
20,0
65,0
25,0
10,0
6,7
66,7
26,7
15,0
53,3
31,7
8,3
41,7
50,0
18,3
48,3
33,4
13,3
60,0
26,7
15,0
48,3
36,7
20,0
43,3
36,7
6,7
41,7
51,7
11,7
48,3
40,0
3,3
25,0
71,7
16,7
46,7
36,7
10,0
41,7
48,3
1,7
36,7
61,7
55,0
30,0
15,0
8,3
40,0
51,7
8,3
30,0
61,7
3,3
31,7
65,0
18,3
35,0
46,7
56
Lampiran 3 Sebaran motivasi intrinsik siswa SMA No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Pernyataan
TS
Saya ingin tahu dan mempelajari ilmu yang belum saya ketahui sebelumnya Saya selalu belajar dengan penuh semangat dalam segala situasi Saya berkomitmen dengan aktivitas belajar yang saya lakukan Saya tidak mudah menyerah saat dihadapkan pada soal-soal yang sulit Saya tidak perlu diingatkan untuk belajar Saya merasa senang saat mendapatkan pengetahuan yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya Saya tahu kelemahan saya dan saya berusaha untuk memperbaikinya Saya akan merasa bersalah jika tidak dapat mengikuti pelajaran karena sakit atau lain hal Saya rela melakukan apa pun untuk mendapatkan sesuatu yang belum saya ketahui Saya merasa sangat nyaman dengan yang saya pelajari di sekolah ini Saya tidak pernah merasa bosan saat belajar Saya tetap belajar meskipun tidak ada PR atau ujian Belajar di sekolah merupakan salah satu cara untuk mengembangkan aspek lain dalam diri saya Saya merasa puas jika saya berhasil menyelesaikan soal yang dirasa sulit Belajar merupakan kebutuhan bagi saya Saya berusaha keras mempelajari sesuatu yang belum saya kuasai Saya ingin mempelajari banyak hal yang dapat berguna bagi kehidupan saya Saya yakin bahwa saya akan sukses di bidang yang saya tekuni sekarang Saya ingin meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang akademik Saya mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman baru di sekolah
Keterangan:
1= Tidak Setuju 2= Kurang setuju
3= Setuju 4= Sangat Setuju
Jawaban (%) KS S
SS
0,0
1,7
73,3
25,0
1,7
38,3
48,3
11,7
0,0
10,0
75,0
15,0
1,7
21,7
68,3
8,3
10,0
45,0
40,0
5,0
1,7
0,0
71,7
26,7
0,0
10,0
75,0
15,0
1,7
21,7
63,3
13,3
0,0
38,3
53,3
8,3
1,7
28,3
65,0
5,0
3,3
55,0
36,7
5,0
1,7
61,7
36,7
0,0
0,0
3,3
86,7
10,0
0,0
1,7
80,0
18,3
0,0
3,3
81,7
15,0
0,0
13,3
70,0
16,7
0,0
3,3
88,3
8,3
0,0
18,3
75,0
6,7
0,0
5,0
81,7
13,3
0,0
1,7
91,7
6,7
57
Lampiran 4 Sebaran motivasi ekstrinsik siswa SMA No. 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Pernyataan
TS
Saya tidak ingin mendapat nilai yang jelek karena takut diejek oleh teman-teman Saya belajar dengan sungguh-sungguh agar mendapat penghargaan dari guru Saya selalu mengerjakan PR karena takut dihukum oleh guru Saya bersemangat belajar ketika ada imbalan Saya merasa bersemangat untuk mencapai prestasi karena orang tua saya mendukung secara penuh Saya takut dihukum oleh orang tua jika mendapatkan nilai yang buruk Saya bersaing dalam pelajaran karena tidak ingin kalah dari teman-teman Saya ingin menang dan menjadi juara di antara teman-teman Orang di sekitar saya mempengaruhi saya untuk berprestasi Saya tidak mau mengecewakan orang tua saya dengan nilai-nilai yang tidak memuaskan Jika saya mampu mencapai target, saya ingin mendapatkan hadiah/bonus Saya ingin menunjukkan kemampuan yang saya miliki pada orang banyak Guru selalu mendukung saya untuk berprestasi di bidang akademik maupun non akademik Guru selalu mengingatkan saya untuk terus belajar Saya sering merasa bahwa belajar adalah tuntutan Saya masuk sekolah ini karena pilihan orang tua Sekolah merupakan cara untuk berinteraksi dengan orang lain Tujuan utama saya belajar dengan keras adalah agar mendapat nilai rapot yang baik Saya menyukai suatu pelajaran apabila saya senang kepada cara gurunya mengajar Menjadi siswa di sekolah ini membuat orang lain merasa kagum kepada saya
Keterangan: TS= Tidak Setuju KS= Kurang setuju
S= Setuju SS= Sangat Setuju
Jawaban (%) KS S
SS
3,3
8,3
50,0
38,3
1,7
15,0
60,0
23,3
0,0
8,3
75,0
16,7
13,3
33,3
36,7
16,7
0,0
5,0
50,0
45,0
1,7
8,3
63,3
26,7
0,0
10,0
55,0
35,0
0,0
3,3
71,7
25,0
1,7
11,7
66,7
20,0
0,0
5,0
55,0
40,0
5,0
13,3
51,7
30,0
1,7
8,3
68,3
21,7
0,0
0,0
71,7
28,3
0,0 0,0 5,0
0,0 8,3 15,0
76,7 73,3 65,0
23,3 18,3 15,0
0,0
3,3
66,7
30,0
0,0
3,3
76,7
20,0
3,3
20,0
48,3
28,3
5,0
25,0
40,0
30,0
1 Lampiran 5 Uji korelasi antarvariabel JK
Usia
Urla
Stats
JK
1,00
Usia
-0,110
1,00
Urla
-0,080
0,068
Stats
0,141
-0,136
0,029
1,00
Org
0,129
-0,282*
-0,087
-0,454**
Org
Usay
Pnday
Usibu
Pndibu
Pekibu
Bekel
Jasek
Pndkpt
Juban
Pend
Sedis
Dupres
Poak
Mins
Meks
Mobel
1,00
1,00
Usay
-0,185
0,209
0,647**
-0,160
-0,010
1,00
Pnday
0,344*
0,034
-0,433**
-0,448**
0,392**
-0,170
1,00
Usibu
-0,112
0,149
0,660**
-0,065
-0,096
0,851**
-0,230
1,00
Pndibu
0,067
-0,226
-0,087
-0,284*
0,374**
-0,186
0,282*
-0,135
1,00
Pekibu
0,213
-0,050
-0,104
0,126
0,027
-0,300*
-0,054
-0,188
0,068
1,00
Bekel
-0,063
0,299*
0,204
-0,082
-0,101
0,362**
-0,008
0,433**
0,021
-0,147
1,00
Jasek
-0,112
0,299*
-0,148
-0,171
-0,004
0,108
0,024
0,082
0,065
0,141
0,497**
1,00
Pndkpt
0,145
-0,184
-0,090
0,182
-0,072
-0,342*
0,087
-0,344**
-0,024
0,007
-0,459**
-0,315*
1,00
Juban
-0,104
-0,134
-0,075
0,085
-0,132
-0,106
-0,085
-0,125
-0,003
-0,030
-0,253
-0,241
-0,146
1,00
Pend
0,060
-0,280*
-0,049
-0,090
0,211
-0,200
-0,014
-0,239
0,098
0,069
-0,503**
-0,405**
0,367**
-0,010
1,00
Sedis
-0,076
-0,391**
-0,083
0,057
0,124
-0,241
0,035
-0,276*
0,377**
0,137
-0,138
-0,082
0,185
0,059
0,236
1,00
Dupres
-0,034
-0,307*
-0,073
-0,221
0,225
-0,311*
0,241
-0,176*
0,608**
0,103
0,000
0,019
-0,011
-0,004
0,184
0,467**
1,00
Poak
-0,033
-0,383**
-0,087
-0,171
0,220
-0,335*
0,198
-0,239
0,608**
0,130
-0,053
-0,017
0,061
0,019
0,230
0,735**
0,943**
1,00
Mins
-0,082
0,142
-0,176
-0,067
0,122
-0,280*
0,139
-0,262*
0,486**
0,095
0,010
0,131
0,190
-0,014
0,105
0,583**
0,501**
0,604**
Meks
0,088
0,137
-0,024
-0,238
0,086
-0,026
0,003
0,073
0,052
0,011
0,048
0,105
-0,156
-0,079
0,057
0,195
0,094
0,146
0,064
1,00
Mobel
0,023
0,018
-0,125
-0,208
0,139
-0,191
0,087
-0,103
0,333**
0,036
0,042
0,159
-0,004
-0,069
0,107
0,501**
0,374**
0,476**
0,653**
0,797**
1,00
Ket :
JK = Jenis kelamin
Usibu = Usia ibu
Pend = Pengeluaran keluarga untuk pendidikan remaja
Usia = Usia anak
Pndibu = Lama pendidikan ibu
Sedis = Pola asuh akademik self discipline
Urla = Urutan lahir
Pekibu = Status pekerjaan ibu
Dupres = Pola asuh akademik dukungan berprestasi
Stats = Status sekolah
Bekel = Besar keluarga
Poak = Pola asuh akademik
Org = Jumlah organisasi yang diikuti
Jasek = Jumlah anak yang sekolah
Mins = Motivasi intrinsik remaja
Usay = Usia ayah
Pndkpt = Pendapatan per kapita per bulan
Meks = Motivasi ekstrinsik remaja
Pnday = lama pendidikan ayah
Juban = Jumlah bantuan yang diterima
Mobel = Motivasi belajar
1,00
2
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 27 Desember 1990. Penulis merupakan anak bungsu dari lima bersaudara pasangan H. Abu Bakar dan Hj. Nurhayani. Pada tahun 2008, penulis menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 75 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan strata satu ke Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN. Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan yang ada di kampus. Organisasi yang diikuti diantaranya adalah sebagai Staf Biro Operasional Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (DPM FEMA IPB) periode 2009-2010, Staf Divisi Infokom Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (FORSIA IPB) periode 2010-2011, dan Staf pada Divisi Human Resources Himpunan Ilmu Keluarga dan Konsumen Institut Pertanian Bogor (HIMAIKO IPB) periode 2010-2011. Kepanitiaan yang pernah diikuti oleh penulis adalah sekretaris dan bendahara pada Sidang Umum II (SU II) DPM FEMA, koordinator dan anggota divisi medis pada Masa Perkenalan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (MPD IKK) dan Masa Perkenalan Fakultas Ekologi Manusia (MPF), ketua pelaksana up grading HIMAIKO 2010, koordinator divisi kesekretariatan pada seminar nasional Indonesian Ecology Expo (INDEX) 2011, dan lain-lain.