ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK AIR DAUN PAITAN (THITONIA DIVERSIFOLIA) SEBAGAI BAHAN INSEKTISIDA BOTANI UNTUK PENGENDALIAN HAMA TUNGAU ERIOPHYIDAE Taofik M, 1*; Yulianti E, 2; Barizi A, 3; Hayati EK, 2. Thesis Journal, Chemistry Department of Science and Technology Faculty Islamic of University (UIN) Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang 2010
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang isolasi, uji fitokimia dan uji toksisitas ekstrak air Daun Paitan (Thitonia diversifolia) terhadap Hama Tungau Eriophyidae. Al-Qur'an surat Al An’am (6), ayat 141 dan surat Al Ankabut (29), ayat 30, yang menunjukkan adanya tanaman yang bermanfaat untuk difikirkan oleh para peneliti supaya dapat dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa aktif yang terkandung pada ekstrak air Daun Paitan. Tujuan kedua yaitu untuk mengetahui tingkat toksisitas dari ekstrak air Daun Paitan (Thitonia diversifolia) terhadap pertumbuhan Hama Tungau Eriophyidae. Ekstraksi Daun Paitan (Thitonia diversifolia) dilakukan dengan pelarut air. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu ekstraksi maserasi selama 48 jam dan. Ekstrak pekat diuji toksisitasnya terhadap Hama Tungau Eriophyidae, diuji kandungan fitokimia menggunakan reagen dan dianalisa lebih lanjut menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Data kematian Hama Tungau Eriophyidae dianalisis dengan analisis probit untuk mengetahui nilai LC50. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak air Daun Paitan (Thitonia diversifolia) memiliki tingkat toksisitas terhadap Hama Tungau Eriophyidae, yang ditunjukkan dengan nilai LC50 kurang dari 1000 ppm. Nilai LC50 masing-masing perlakuan adalah 3,9163 ppm, 3,1784 ppm dan 2,2922 ppm, sehingga yang memiliki bioaktivitas tertinggi terhadap Hama Tungau Eriophyidae adalah 2,2922 ppm, yaitu pada perlakuan selama 72 jam. Hasil uji fitokimia menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, alkaloid dan tanin, sedangkan hasil dari analisa HPLC menunjukkan kromatogram dengan 4 puncak yang diduga senyawaan flavonoid, alkaloid dan juga tanin, dengan waktu tambat 9,55; 10,86; 12,16; 17,36 menit. Hal ini menunjukkan adanya manfaat tanaman yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, sehingga dapat digunakan sebagai acuan bahwa tumbuhan Paitan (Thitonia diversifolia) berpotensi sebagai bahan insektisida botani yang sangat ekonomis. Kata Kunci: Isolasi, Daun Paitan (Thitonia diversifolia), Insektisida, Tungau Eriophyidae, fitokimia, uji toksisitas, analisis HPLC (High Performancce Liquid Chromatography)
1.
PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara yang hijau dan sangat subur, beranekaragam hayati yang ada didalamnya. Hutan, gunung yang luas dan banyak sekali menjadikan Negara Indonesia mempunyai kekayaan alam yang berlimpah. Berbagai macam jenis tumbuhan masih banyak dijumpai diberbagai wilayah Indonesia, seperti di daerah Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Latar belakang Negara Indonesia yang mendukung ini dan dengan kondisi tanah yang sangat subur menyebabkan Indonesia berpotensi untuk melestarikan dan membudidayakan berbagai jenis tanaman dan tumbuhan untuk dimanfaatkan diberbagai bidang. Tumbuhan dan tanaman yang terdapat di bumi tidak terlepas oleh adanya air sebagai sumber utama setiap makhluk hidup. Kerusakan yang terjadi selama ini disebabkan oleh ulah manusia sendiri, dengan contoh penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya sebagai penanggulangan hama pada tanaman. Penerapan di bidang pertanian ternyata tidak semua insektisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran, sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu insektisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian, apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida
132
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficieacy Syndrom), dan sebagainya (Sa‟id, 1994). Penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan kimia pertanian selalu berdampingan dengan masalah pencemaran lingkungan sejak bahan-bahan kimia tersebut dipergunakan di lingkungan (Uehara, 1993). Tanaman Paitan yang akan dijadikan sebagai insektisida botani ini, memakai metode aplikasi petani yaitu maserasi atau perendaman dengan menggunakan pelarut air. Pelarut air digunakan karena petani mudah mendapatkannya dan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan bagi petani. Perlakuan dilaboratorium yang mendukung untuk dilanjutkan ke petani dalam pengaplikasian. Untuk uji toksisitasnya menggunakan hama jenis tungau Eriophydae. Hama ini Tungau Eriophyidae berbentuk kecil memanjang, berwarna kuning sedang pradewasa bening. Hidup pada permukaan bawah daun dan pucuk yang masih muda, yang menyebabkan penebalan pada daun. Pada daun teh, tungau ini membentuk gall (bulatan bulatan). Di lapangan serangan dapat mencapai 40 % pada musim hujan, sedang pada musim kemarau dapat berkembang lebih cepat (Asbani, 2007). Toksisitas (Toxicity) atau daya racun pestisida adalah sifat bahan pestisida yang menggambarkan potensi pestisida tersebut dalam menimbulkan kematian langsung pada hewan tingkat tinggi (termasuk manusia). Uji toksisitas suatu bahan dipergunakan untuk mengetahui efek dari bahan beracun pada suatu hewan percobaan. Ukuran tinggi rendah toksisitas insektisida ditentukan oleh jumlah insektisida untuk mematikan 50% populasi yang diuji dalam waktu tertentu. Dalam beberapa hal dosis yang tepat untuk serangga tidak dapat ditemukan, oleh karena itu ditentukan LC50 (Lethal Concentration) yaitu konsentrasi insektisida dalam media yang dapat membunuh, sehingga LC¬50 biasanya diambil sebagai standart untuk membandingkan toksisitas relatif dari berbagai bahan (Djojosumanto, 2000). Pada penelitian ini akan dilakukan fraksinasi ekstrak air daun Paitan untuk mencari senyawa aktif yang berpotensi menekan hama tungau Eriophyidae. Pemisahan senyawa dari Daun Paitan menggunakan metode KLT, uji fitokimia dan KCKT. KLT analitik dilakukan dengan pencarian eluen terbaik dari berbagai eluen, dari mulai eluen tunggal sampai eluen campuran, dari polar-semi polar-non polar. Uji fitokimia ini dilakukan untuk mencari senyawa golongan alkaloid, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan tanin. Kromatografi Kinerja Tingkat Tinggi (KCKT) dengan prinsip kromatografi adsorpsi banyak digunakan pada industri farmasi dan pestisida. Zatzat dengan kepolaran berbeda, yaitu antara sedikit polar sampai polar dapat dipisahkan dengan KCKT berdasarkan partisi cair-cair. Luas puncak kromatografi pada kurva elusi dipengaruhi oleh tiga proses perpindahan massa yaitu difusi Eddy, difusi longitudinal dan transfer massa tidak setimbang, sedangkan parameter-parameter yang menentukan proses berlangsungnya proses-prosess tersebut adalah : laju aliran, ukuran partikel, laju difusi dan ketebalan stasioner. 2. METODE PENELITIAN a) Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, gunting, pipet tetes, mikroskop, pipet ukur, botol kaca, blender, tabung/toples plastik, sendok plastik, mortar marmer, mortar besi, lampu, petridish, spray halus, mikroskop, lampu, vaccum, pipet volum, botol plastik, bola hisap, erlenmeyer, corong glass, seperangkat alat KLT tabung reaksi, beaker glass, corong pisah, rotary evaporator, sentrifuge, timbangan analitik (Mettler AE 25), seperangkat alat HPLC merk konik 500B. b) Bahan Penelitian Bahan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun Paitan (Thitonia diversifolia) yang diambil dari perkebunan BALITTAS Karang Ploso, Malang. 133
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah aquades (air), silika gel GF254, pelet KBR, etil asetat (p.a), kloroform (p.a), toluena (p.a), heksana (p.a), etanol (p.a), reagen dragendroff, reagen meyer, HCl pekat ( dan 2%), methanol 50%, Mg, kloroform, asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat dan kertas whatman no.51. c) Pelaksanaan Penelitian 1. Preparasi Sampel Daun Paitan Daun paitan diambil dari perkebunan Balittas Malang, dan ditimbang sebanyak 1 Kg. Daun Paitan yang sudah ditimbang tadi, dimasukkan ke dalam cawan dan dihaluskan dengan cara digerus sampai halus. 2. Ekstraksi Maserasi Daun paitan sebanyak 1 kg yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam toples plastik yang berdiameter sekitar 8,5 cm2 dan ditambahkan pelarut air sebanyak 1 liter, kemudian dilakukan perendaman (maserasi) selama 48 jam sambil dikocok sesekali dan ditutup rapat (Tukimin,2002). Ekstrak air yang didapat, dipakai untuk perlakuan uji hama dan diuapkan dengan menggunakan rotari evaporator hingga didapatkan ekstrak pekat. Hasil dari eksrak pekat tersebut diuji fitokimia. 3. Uji Toksisitas Terhadap Hama Tungau Eriophyidae Perlakuan insektisida nabati ini, dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan tiga kali ulangan. Sebelum dilakukan perlakuan, dipersiapkan terlebih dahulu petridish sejumlah tiga kali perlakuan, dihitung populasi hama di dalam Daun Jarak yang setelah itu di masukkan ke dalam petridish, kemudian dilakukan penyemprotan ke petridish - petridish yang berisi hama tungau. Perlakuan yang dicoba menggunakan variasi perbandingan 1 air:2 larutan insektisida dan kontrol (disemprot air tanpa insektisida). Pelaksanaan penyemprotan dilakukan pada daun jarak pagar yang terserang hama Tungau Eriophyidae. Tungau tersebut disemprot dengan alat sprayer untuk memperoleh sebaran titik pestisida yang merata. Parameter pengamatan meliputi mortalitas tungau, waktu pengamatan dilakukan setiap hari (tiap 24 jam). Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan, 1 perlakuan insektisida dan 1 kontrol (di semprot air). 4. Uji Kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 4.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Analitik Pemisahan isolat dengan menggunakan Plat Silika Gel GF254 dengan ukuran 1x10cm2, dengan cara ekstrak pekat ditotolkan (10-15 totolan) pada jarak 1 cm2 ditepi bawah plat KLT analitik menggunakan pipa kapiler, kemudian dianginkan dan dielusi sampai jarak 8 cm2 dalam chamber yang berdiameter 6 cm2, serta dilakukan pengembangan dengan pelarut tunggal dan campuran, yaitu; a. Eluen Tunggal Eluen tunggal menggunakan etonal, etil asetat, dan heksana. b. Eluen Campuran Pelarut campuran eluennya adalah campuran dari; toluena-kloroform = 1:1 (Obafemi, et.al, 2006), heksana-etil asetat = 4:1 (Sulistijowati dan Gunawan, 2001), butanol:etil asetat:air (6:2:1), etil asetat:metanol:air (100:13,5:10), kloroform:metanol (3:1), toluena:etil asetat (3:1), butanol:asam asetat:air (4:1:5), etil asetat:toluena (3:7), benzen:etil asetat (40:60), etanol:kloroform (9:2), heksana:etil asetat (8:2), metanol:etil asetat (4:1), etil asetat:metanol (7:3), heksana:etil asetat (8:2), etil asetat:metanol (9:1), kloroform:heksana (6:5), Plat hasil elusi dikeringkan, dan diamati dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm, selanjutnya plat diuapkan dalam amoniak. Hasil ini kemudian dianalisa dengan cara melihat jumlah spot dan pemisahan spot yang dihasilkan. 134
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
5. Uji Fitokimia 5.1 Alkaloid Ekstrak pekat hasil dari penentuan pelarut dan konsentrasi terbaik sebesar 0,5 g ditambahkan 0,5 mL HCl 2 %. Larutan dibagi dalam 2 tabung. Tabung 1 ditambahkan 23 tetes reagen Dragendorff, tabung 2 ditambahkan 2-3 tetes reagen Mayer, jika tabung 1 terbentuk endapan jingga dan pada tabung 2 terbentuk endapan putih menunjukkan adanya alkaloid. 5.2 Flavonoid Ekstrak pekat Daun Paitan 0,5 g ditambahkan 1-2 mL HCl 37 % dan sedikit serbuk Mg. Dikocok, apabila timbul warna merah muda, maka ekstrak positif mengandung flavonoid. 5.3 Steroid dan Triterpenoid Ekstrak pekat Daun Paitan dimasukkan dalam tabung reaksi, dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform lalu ditambah dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat.Campuran ini selanjutnya ditambah dengan 1-2 tetes mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung tersebut. Jika hasil yang diperoleh berupa cincin kecoklatan/violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpenoid, sedangkan jika terbentuk warna hijau kebiruan menunjukan adanaya steroid. 5.4 Tanin 3.5.4.1 Uji dengan FeCl3 Ekstrak tanaman anting-anting ditambahkan dengan 2-3 tetes larutan FeCl3 1%. Jika larutan menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua, maka bahan tersebut mengandung tanin. 3.5.4.2 Uji dengan Larutan Gelatin Ekstrak tanaman anting-anting dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah dengan larutan gelatin. Jika terbentuk endapan putih, menunjukkan adanya tanin. 3.5.4.3 Uji Tanin Katekol dan Tanin Galat Ekstrak tanaman anting-anting ditambahkan dengan larutan formaldehid 3%: asam klorida pekat (2:1) dan dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90º C. Jika terbentuk endapan merah, menunjukkan adanya tanin katekol. Filtrat dijenuhkan dengan Na-asetat dan ditambahan larutan FeCl3 1%. Jika terbentuk warna biru tinta/hitam, menunjukkan adanya tanin galat. 3.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) Ekstrak pekat sampel Daun Paitan diidentifikasi menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Sampel disuntikan dengan memakai suntikan mikro melalui septum elastomer yang menyegel sendiri (mengendap sendiri). Identifikasi dengan HPLC ini, memakai merk dari KONIK B 500, detektor UV-VIS 280 nm dengan memakai sistem gradien yaitu pada 3 menit awal memakai fase gerak metanol:air (10:90) dan pada sampai ke menit 20 memakai fase gerak metanol:air (90:10), dengan kolom Rp 18, flow 1 ml/menit. 3.ANALISIS DATA Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan cara mendiskripsikan datadata yang diperoleh dalam bentuk tabel dan hasil kromatografi cair kinerja tinggi untuk mengetahui kandungan daun paitan. Analisis ini berdasarkan atas uji fitokimia, uji toksisitas, dan untuk analisa data dari uji LC50 menggunakan analisis probit pada program MINITAB 14 dengan tingkat kepercayaan 95% dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dilakukan dengan memperhatikan pola dan puncak serapan spektrum dari sampel.
135
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Preparasi Sampel Daun Paitan Tanaman Paitan yang diambil dijadikan sampel pada penelitian ini adalah ditepi sungai milik Balai Penelitian di daerah Karang Ploso. Tanaman Paitan sangat bermanfaat dalam bidang pertanian, yaitu dijadikan sebagai insektisida botani. Sampel dari tanaman Paitan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari Daun Paitan (Thitonia diversifolia) yang diambil dari kebun Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karang Ploso, Malang. Sampel Daun Paitan ini, bisa dimanfaatkan sebagai bahan aktif insektisida botani dalam penanggulangan hama penyakit tanaman. Daun Paitan di petik dari mulai nomor 3 sampai 7 dari ujung tangkai atau batang, karena diperkirakan bahwa pada nomor tersebut kandungan pada daun sudah banyak dan mencukupi untuk dipakai sebagai bahan insektisida. Daun yang sudah di dapat, ditimbang sebesar 1 Kg kemudian dicincang atau dipotong kecil-kecil, setelah itu dimasukkan ke dalam mortal besi untuk digerus dan ditumbuk-tumbuk. Perlakuan ini bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga memudahkan dalam ekstraksi maserasi nanti. Sampel yang diperoleh berwarna hijau dan lembek-basah. b. Ekstraksi Maserasi Daun Paitan Maserasi Daun Paitan menggunakan pelarut air memungkinkan untuk menarik dan mendorong kandungan sel yang ada pada Daun Paitan untuk dapat larut dalam air. Sampel Daun Paitan yang sudah ditumbuk dimasukkan ke dalam wadah tabung plastik untuk dilakukan ekstraksi maserasi. Perbandingan untuk melakukan maserasi ini sebesar 1:2, yaitu 500 gram untuk sampel Daun Paitan dan 1 Liter untuk pelarut air. Ekstraksi maserasi ini adalah pengambilan senyawa zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai yaitu air, dalam penelitian ini menggunakan perendaman selama 48 jam pada temperatur kamar yang terlindung dari cahaya. Pelarut air akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut air dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan pengocokan sesekali. Ekstraksi maserasi dilakukan selama 48 jam dengan pengocokan sesekali dengan tujuan untuk mempercepat kontak antara sampel dengan pelarut. Menggunakan metode ekstraksi maserasi ini dikarenakan mengacu pada waktu melakukan percobaan laboratorium yang pernah dilakukan oleh pihak BALITTAS dan uji langsung pemakaian ke Petani. Hasil ekstrak maserasi selama 48 jam, endapan yang diperoleh dipisahkan dengan kain kasa putih dan menghasilkan ekstrak kasar sebesar 1162 mL serta menghasilkan warna hijau tua. Warna hijau tua pada ekstrak Daun Paitan tersebut disebabkan oleh banyaknya klorofil. c.Uji Toksisitas Ekstrak Air Daun Paitan Terhadap Haman Tungau Eriophyidae Uji toksisitas ini dilakukan dengan dua perlakuan yaitu perbandingan 1:2 (Daun Paitan:air) ekstrak air Daun Paitan yang direndam selama 48 jam dan satu kontrol air. Pada perbandingan perlakuan kontrol hari pertama didapat nilai mortalitas rata-rata sebesar 2,4%, hari ke dua didapat 9,4%, dan pada hari ke tiga didapat nilai mortalitas sebesar 21,7%, ini menunjukkan bahwa hama tungau Eriophyidae tidak bisa hidup lama di cawan petridish. Berdasarkan kurva mortalitas Hama Tungau Eriophyidae diperoleh nilai LC50 sebesar 3,1784 ppm, 3,9163 ppm dan 2,2922 ppm yang dapat dilihat dari nilai median pada masing-masing kurva di atas. Hasil LC50 ketiga perlakuan tersebut menunjukkan bahwa tingkat toksisitas senyawa dalam perlakuan selama 24, 48 dan 72 jam. Ketoksikan selama 72 jam lebih toksik daripada perlakuan selama 24 dan 48 jam. Kandungan senyawa yang 136
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
berpotensi dalam ketiga ektrak perlakuan tanaman ini dapat diketahui berdasarkan hasil uji fitokimia. d. Pemisahan Pelarut dengan Evaporator Sampel hasil ekstraksi maserasi yang diperoleh dipisahkan pelarutnya dengan menggunakan vacum rotary evaporator dengan suhu 60-80 °C. Digunakan suhu 60-80 oC mempunyai tujuan mempercepat dan mempermudah dalam pemisahan pelarutnya, yaitu pelarut air. Vacum dalam rotary evaporator berfungsi untuk mempermudah proses penguapan pelarut dengan memperkecil tekanan dalam vacum dari pada di luar ruangan, sehingga temperatur di bawah titik didih pelarut dapat menguap. Filtrat yang diperoleh berwarna hitam pekat. Warna hitam pekat terbentuk karena pelarut yang digunakan tidak hanya mengekstrak satu senyawa saja, melainkan juga mengekstrak senyawa-senyawa lainnya yang ada dalam tumbuhan tersebut yang memilki sifat polar, karena pelarutnya adalah air yang bersifat polar.
e. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Sampel ekstrak air Daun Paitan yang didapat dari hasil rotary evaporator di ambil dan dipisahkan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Plat yang digunakan sebelumnya di panaskan dulu dalam oven pada suhu 30-40˚C selama 10-15 menit. Tujuan perlakuan ini adalah untuk menghilangkan kadar air yang ada pada plat tersebut. Sampel di ambil kira-kira sebanyak 0,01-10 µg, dan ditotolkan pada plat silika gel GF254. Plat KLT ini dilengkapi dengan indikator fluorosensi pada sinar UV yang bergelombang pendek. Pengamatan plat di bawah lampu UV yang dipasang panjang gelombang emisi 254 nm atau 366 nm untuk menampakkan komponen senyawanya sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam. Sampel yang ditotolkan beberapa kali (10-15 kali pada tempat yang sama), dimasukkan dalam bejana yang sudah diberi eluen. Eluen yang menggunakan campuran, sebelumnya dijenuhkan dulu dalam bejana. Perlakuan ini bertujuan untuk mempercepat reaksi yang nantinya dapat bercampur sempurna. Plat yang sudah ditotol dengan sampel dan dimasukkan dalam bejana, dilihat dan diawasi prosesnya. Plat bisa diangkat atau diambil dari bejana jika eluennya sudah naik sampai batas garis. Plat didiamkan sebentar dan diangin-anginkan biar cepat kering, setelah itu baru dideteksi dengan menggunakan lampu UV dan memakai reagen yang sesuai dengan eluennya atau senyawa yang dicari. Beberapa hasil kromatogarfi lapis tipis menunjukan bahwa sampel yang ditotolkan pada plat tidak menunjukkan pemisahan yang sempurna. Sampel ekstrak air yang ditotolkan dan diberi beberapa eluen, mulai eluen tunggal sampai eluen campuran tetap tidak menunjukkan hasil pemisahan. Penyebab yang memungkinkan tidak nampaknya noda pemisahan pada plat hasil kromatografi lapis tipis ini adalah, sampel yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis ini, merupakan ekstrak kasar yang tidak dipisah-pisahkan lagi dan menggunakan pelarut air. f. Uji Fitokimia 1. Alkaloid Uji kualitatif alkaloid dilakukan dengan menggunakan reagen dragendorff dan mayer. Reagen dragendorff akan menghasilkan endapan berwarna jingga, sedangkan reagen mayer akan menghasilkan endapan berwarna putih kekuning-kuningan. 2. Uji Flavonoid Uji flavonoid dilakukan dengan penambahan magnesium dan asam klorida pekat. Reaksi antara magnesium dengan asam klorida pekat menghasilkan warna merah muda, membentuk senyawa kompleks.
137
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
3. Steroid dan Triterpenoid Ekstrak pekat Daun Paitan dimasukkan dalam tabung reaksi, dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform lalu ditambah dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat. Campuran ini selanjutnya ditambah dengan 1-2 tetes mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung tersebut. Hasil untuk triterpenoid adalah negatif, karena yang diperoleh tidak adanya cincin yang berwarna kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut, karena triterpenoid tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C30 yang menyebabkan sifatnya non-polar sehingga sulit terekstrak dalam pelarut air (polar). Steroid tersusun dari isopren-isopren dari rantai panjang hidrokarbon yang menyebabkan sifatnya non-polar, dan ini menyebabkan sulinya terekstrak dalam pelarut polar (air). Uji steroid in juga menunjukkan hasil negatif karena tidak terbentuk warna hijau kebiruan. 4. Tanin Sebagaimana senyawa fenol lainnya, tanin menghasilkan warna hijau kebiruan dengan besi (III) klorida. Terjadinya pembentukan warna ini disebabkan karena terbentuknya senyawa kompleks antara logam Fe dan tanin. Senyawa kompleks terbentuk karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom logam dengan atom non-logam. Pengujian tanin tidak hanya dengan FeCl3 1% tetapi juga dengan menambahkan larutan gelatin yaitu akan terbentuk endapan putih. Jika tidak terbentuk endapan putih pada pengujian dengan gelatin maka hanya mengandung senyawa polifenol, tetapi bukan senyawaan tanin. Gelatin mengandung protein sehingga terbentuk senyawa tanin-protein, dikarenakan adanya ikatan hidrogen antara tanin dan protein pada gelatin sehingga dapat terbentuk endapan putih (Lemmens dan Soetjipto, 1991). Ikatan hidrogen terjadi apabila atom H terikat oleh dua atom lain atau lebih (pada umumnya hanya dua atom) yang memiliki keelektronegatifan tinggi seperti atom N, O dan F. Atom hidrogen dari gugus hidroksil pada tanin membentuk ikatan hidrogen dengan atom O dan atom N pada struktur gelatin. Tabel 1. Hasil pengamatan uji fitokimia No. Ekstrak 1 Ekstrak Air Daun Paitan 2 Ekstrak Air Daun Paitan 3 Ekstrak Air Daun Paitan 4 Ekstrak Air Daun Paitan
Uji Fitokimia Alkaloid Flavonoid Steroid/Triterpenoid Tanin
Hasil ++ +++ +
Hasil identifikasi senyawa aktif berdasarkan uji fitokimia pada ekstrak air Daun Paitan ditunjukkan adanya senyawa flavonoid, alkaloid dan tanin. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa fenol yang memiliki banyak gugus –OH dengan adanya perbedaan keelektronegatifan yang tinggi, sehingga sifatnya polar. Golongan senyawa ini mudah terekstrak dalam pelarut air yang memiliki sifat polar karena adanya gugus hidroksil, sehingga dapat terbentuk ikatan hidrogen. g. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi HPLC ini menggunakan merk KONIK B 500, detektor UV-VIS 280 nm, dan menggunakan sistem gradien dengan eluen campuran A=methanol : air (10:90), B= methanol : air (90:10). Kolom pada Kromatografi HPLC menggunakan kolom RP 18 dengan kecepatan alir (flow) 1ml/menit dan volume injeksi 20µl. Penelitian ini menggunakan panjang gelombang 280 nm, karena panjang gelombang ini merupakan panjang gelombang yang mendekati panjang gelombang maksimum dan
138
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
memberikan kondisi analisis yang baik (bebas dari gangguan pelarut), tetapi intensitas serapan menjadi lebih lemah yang mengakibatkan berkurangnya kepekaan. Kondisi analisis pada penelitian ini menggunakan variasi komposisi eluen (gradien). Pada kondisi awal digunakan eluen metanol:air (10:90) yaitu pada menit pertama sampai menit ke tiga, dan pada waktu menggunakan eluen metanol:air (90:10) pada menit ke tiga sampai menit ke 20. Hasil spektra dari Kromatografi HPLC menunjukkan terdapat 11 puncak atau senyawa yang dapat dipisahkan. Hasil puncak kromatografi HPLC ini, tidak semuanya merupakan suatu senyawa yang dapat dipisahkan, karena dimungkinkan juga itu hasil dari pengotorpengotor yang dibawa oleh sampel. Hasil gambar di atas dapat diduga bahwa yang menunjukkan pemisahan yang sempurna itu ada 4 puncak, yaitu pada waktu tambat 9.55 menit (no.2), 10.86 menit (no.3), 12.16 menit (no.4), dan pada waktu tambat 17.36 menit (no.11). Eluen yang dipakai pada menit pertama sampai menit ke tiga memakai eluen metanol:air (10:90) menunjukkan tidak menghasilkan puncak, karena mungkin ini diduga disebabkan oleh sifat dari eluen itu sendiri yang cenderung sangat polar. Menit selanjutnya, yaitu pada menit ke tiga sampai menit ke 20 menunjukkan hasil bahwa sampel ekstrak air Daun paitan tersebut dapat dipisahkan, ini dapat diketahui dari munculnya beberapa puncak pada spektra hasil HPLC di atas. Pemisahan ekstrak air Daun Paitan ini menggunakan sistem gradien, dengan memakai kolom RP 18 yang memiliki sifat nonpolar, karena ekstrak air Daun Paitan yang mempunyai sifat polar, maka digunakanlah eluen yang bersifat polar yaitu, metanol:air (90:10) dengan harapan komponen-komponen akan terpisah baik dan mempunyai nilai yang kuat pada hasil kromatogram. Berdasarkan hasil kromatogram pada gambar 4.9, diduga bahwa puncak nomor 2,3,4, dan 11 adalah senyawa-senyawa yang bersifat polar, dan hal ini diuji fitokimia yang menunjukkan positif mengandung flavonoid, alkaloid, dan tanin. Ke tiga senyawa itu merupakan sifat polar.
5. KESIMPULAN Uji fitokima dari ekstrak air Daun Paitan adalah positif mengandung flavonoid, alkaloid, tanin dan negatif mengandung steroid, triterpenoid. Sedangkan hasil kromatografi HPLC menunjukkan 11 puncak, tetapi yang diperkirakan pemisahan senyawa yang baik ditunjukkan 4 puncak, yaitu pada waktu tambat 9.55 menit, 10.86 menit, 12.16 menit, dan pada waktu tambat 17.36 menit, yang diperkirakan 4 senyawa itu adalah senyawa golongan flavonoid, alkaloid, dan tanin. Untuk uji toksisitas dari ekstrak air Daun Paitan (Thitonia diversifolia) terhadap Hama Tungau Eriophyidae adalah, pada perlakuan selama 48 jam < 24 jam < 72 jam, yaitu dengan nilai LC50 3, 9163 ppm, 3,1784 ppm, 2,2922 ppm. 6. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2008. Tithonia diversifolia (hemsl) A. Grey. http://www.iptek.net. 3-149[1], Diakses tanggal 25 Maret 2008. Ari. 2010. Penelitian Laboratorium (Praktikum). Tidak diterbitkan. Malang: Universitas Muhammadiyah. Arsyad. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Asbani, N. 2007. Infotek Jarak Pagar. http://www.perkebunan.litbang.deptan.go.idarchivesinfotek_JP.Vol 1 np.5.2006.pdf. Diakses tanggal 30 November 2007. Benson, L. 1963. Plant Clacification. Boston: D. C. Heath and company.
139
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
Clark, J. 2007. High Performance Kromatografi Cair-HPLC. http://www.chemguide.co.uk/analysis/chromatography/hplc.html. Diakses tanggal 09 Mei 2010. Daintith, J. 1994. Kamus lengkap Kimia. Jakarta: Erlangga. Darwis, D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan Alam Hayati, Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. Padang: FMIPA Universitas Andalas Padang. Day, J.R.R.A. dan Underwood, A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif, edisi ke enam. Jakarta: Erlangga. Djojosumanto. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius: Yogyakarta. Dzulkarnain, B. 1996. Tanaman Obat Bersifat Antibakteri di Indonesia. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. Ghulsyani, M. 1989. Filsafat-Sains Menurut Al Qur‟an. Bandung: Mizan Media Utama. Ghulsyani, M. 2003. Filsafat-Sains Menurut Al Qur‟an. Bandung: Mizan Media Utama. Gojali, N. 2004. Manusia, Pendidikan & Sains-dalam Perspektif Tafsir Hermeneutik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hadi. 1996. Pengaruh Ekstrak Bunga dan Daun Paitan (Tithonia diversifolia Grey) Terhadap Sifat Anti Makan dan Indeks Nutrisi Larva Instar Heliothis armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae). http://digilib.bi.itb.ac.id/go.php?id=jbtitbbi-gdl-s2-1996mochamadha-704. Di akses tanggal 21 November 2007. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern menganalisis Tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB. Hoesien, M. 1995. Prospek Insektisida Nabati Untuk Penanggulangan Resistensi Hama, “Risalah Seminar Regional Resistensi Serangga Terhadap Insektisida dan Upaya Penanggulanganya”. Malang: Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Malang. hlm. 97-103. Hukmah, S. 2008. Aktivitas Antioksidan Katekin dari Teh Hijau (Camellia Sinensis O.K. Var. Assamica (mast)) Hasil Ekstraksi Dengan Variasi Pelarut dan Suhu. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki Malang. Jamal, Y. dan Agusta, A. 1995. Komponen Kimia Dan Uji Daya Antibakteri Ekstrak Daun Kirinyu (Tithonia diversifolia). Bogor : Laboratorium Treub, Puslitbang BiologiLIPI, http://www.warintek.ristk. Diakses tanggal 21 November 2006. Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia (UIPress). Lenny, S. 2006. Skripsi; Isolat dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metode Uji Brine Shrimp. Sumatera: USU. Mahran, J. dan Mubasyir, A.A.H. 2006. Al Qur‟an Bertutur Tentang Makanan & ObatObatan. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Mahdi, G. 2003. Filsafat Sains Menurut Al qur‟an. Bandung : Mizan Media Utama. Markom, M. 2009. Penyaringan Bahan Fitokimia Pada Tanaman Ekor Kucing (Cabomba furcata) Sebagai Sumber Allelopatik. Bandung: Disampaikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia (SNTKI). Morallo, B. dan Rejesus. 1984. Botanical Insecticides Againts the Diamondbak Moth. Department of Entomology, College of Agriculture, University of the Philippines at Los Banos, College, Laguna, Philippines. Moronkola, D.C. Ogunwande, I.A. Walker, T.M. Setzer, W.N dan Oyewole, I.O. 2006. Identification of The Main Volatile Compounds in The Leaf and Flower of Tithonia diversifolia (Hemsl) Grey. Journal of Natural Medicines. Japan: The Japanese Society of Pharmacognosy and Springer-Verlag.
140
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
Muhajirin. 2008. Konsep Keimanan dalam Fenomena Tumbuhan. http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com/dalwa.bangil/cgibin/dalwa.cgi/al_bashiroh/tafsir/06-jan07-tafsir_iman_tumbuhan.single Di akses tanggal 15 Desember 2008. Murson, J.W. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Erlangga. Naim, M. 2001. Kompendium Himpunan Ayat-Ayat Al Qur‟an yang berkaitan dengan Botani & Zoologi. Jakarta: CV. Hasanah. Obafemi, C.A. Sulaimon, T.O. Akinpelu, D.A. dan Olugbade, T.A. 2006. Antimicrobial Activity of Extracts And a Germacranolide-type Sesquiterpene Lactone From Thitonia diversifolia Leaf Extract. African Journal of Biotechnology vol. 5 (12), pp. 1254-1258. Oka, I.N. 1994. Penggunaan, Permasalahan Serta Prospek Pestisida Nabati Dalam Pengendalian Hama Terpadu, “Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati”. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm. 1-9. Pasya, A.F. 2004. Dimensi Sains al Qur‟an. Jakarta: Tiga Serangkai. Painter, R.H. 1951. Insect Resistence in Crop Plants. New York: The Mac Milan Company, 520pp. Poedjiadi, A. dan Supriyanti, F.M.T. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Prakash, A. dan Jagadiswari. 1997. Botanical Pesticidies In Agriculture. India: Lewis Publishers. hlm. 226-227. Prarifitriya, R. 2006. Uji Kerja Bersama (Joint Action) Ekstrak Daun Johar (Cossiana siamea) dan Paitan (Tithonia diversifolia) Serta Potensi Daya Racunya Dibandingkan Dengan Insektisida Piretroid Terhadap Ulat Kubis (Plutella xylostella). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Hama Dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Puspita, D.C. 2007. Makalah Kromatografi, HPLC, GC, Elektroforesis. Yogyakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Rejessus, dan Morello, B. 1983. Botanical Insecticidies Against The Diamondback Moth. Los Banos: Department of Entomology, College of Agricultur, University of The Philippines. http://www.avrdc.org/pdf/86dbm/86DBM23. Diakses tanggal 03 Februari 2007. Samsudin, H. 2008. Resistensi Tanaman Terhadap Serangga Hama. Artikel Departemen Pertanian, tanggal 11 November 2008. Sa‟id, E.G. 1994. Dampak Negatif Pestisida, sebuah catatan bagi kita semua. Agrotek, Vol. 2(1). Hal, 71-72. IPB: Bogor. Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis Bahan Alam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Schimmel, A. 2005. Mengurai Ayat-Ayat Allah. Depok: Inisiasi Press. Shihab, M.Q. 2002. Tafsir Al Mishbah. Jakarta: Lentera Hati. Silverstien, R.M. 1991. Spectrometric of Organic Compounds, edisi ke-5. Jhon willey & Sons Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung: ITB. Sudjadi, Drs. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM-Press. Sulistijowati, A dan Gunawan, D. 2001. Efek Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray) terhadap Candida albicans serta Profil Kromatografinya. Yogyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. hlm. 32-36. Sumarno. 1992. Pemuliaan Untuk Ketahanan Terhadap Hama. Proseding symposium Pemuliaan Tanaman I. Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia, Komisariat Daerah Jawa Timur. Soebagio, Drs. 2003. Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang-Press. Taketa, A.T.C. Eberhard, B. and Eloir P.S. 2004. Triterpenes and triterpenoidal glycosides from the fruits of Ilex paraguariensis (Maté). http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext. Journal of the Brazilian Chemical 141
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157
Society Print version ISSN 0103-5053 J. Braz. Chem. Soc. vol.15 no.2 São Paulo Mar./Apr. 2004. diakses tanggal 16 Januaro 2010. Tarumingkeng, R.C. 2001. Pestisida dan Penggunaanya. Bogor : Institut Pertanian Bogor. http:/www./tumoutou.net/TOX/PESTISIDA.htm. Diakses tanggal 03 Februari 2007. Teetes, G.L. 1996. Plant Resistence to Insects. A Fundamental Component of IPM. http://ipmworl.umn.edu/chapters/teetes.htm. Diakses Januari 2008. Ton, S.W. 1991. Environmental Considerations With Use of Pesticides in agriculture. Paper pada Lustrum Ke-VIII Fakultas pertanian USU, Medan. Uehara, K. 1996. The Present State of Plant Protection in Japan-Safety Countermeasures for Agriculture Chemicals, Japan Pesticide Information, NO. 61. Japan Plant Protection Association, Tokyo: Japan, pp 3-6. Untari, S. 2004. Penyamakan Kulit Kelinci dengan Teknologi Tepat guna sebagai Bahan Kerajinan Kulit dan Sepatu dalam Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. Yogyakarta: Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9.
142