Sahdra Saragih: Akurasi Diagnostik Transthoracic Needle Aspiration dengan Tuntunan Ultrasonografi Toraks pada Kanker Paru
Akurasi Diagnostik Transthoracic Needle Aspiration dengan Tuntunan Ultrasonografi Toraks pada Kanker Paru Sahdra Saragih,1 Noni Novisari Soeroso,1 Fajrinur Syarani,1 Fotarisman Zalukhu,2 Netty Delvrita Lubis3 1
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik, Medan 2
3
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara
Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik, Medan
Abstrak
Latar belakang: Tindakan transthoracic needle aspiration (TTNA) dengan tuntunan pencitraan telah digunakan secara luas untuk menegakkan diagnosis lesi intra torakal. Tindakan TTNA dengan tuntunan computed tomography scaning (CT Scan) sudah terbukti efektif namun menggunakan radiasi dan harganya lebih mahal dibandingkan dengan ultrasonografi (USG). Penelitian ini bertujuan untuk menilai akurasi diagnostik TTNA dengan tuntunan USG toraks pada kanker paru. Metode: TTNA dengan tuntunan USG toraks dilakukan pada 46 sampel yang diduga menderita kanker paru di RSUP H. Adam Malik Medan pada Februari 2015-Februari 2016. Diagnosis akhir berdasarkan sitologi atau follow-up klinis. Hasil: Dari 46 sampel yang diambil secara consecutive, rerata umur adalah 54,76 tahun, serta mayoritas laki-laki 35 orang (76,1%). Tampilan lesi pada USG toraks adalah lesi solid 35 sampel (54,3%), lesi heterogen 9 sampel (19,6%), dan lesi anekoik 2 sampel (4,3%). Hasil sitologi dijumpai C1, C2, C3, C4, dan C5 pada 7 (15,2%), 6 (13%), 1 (2,2), 2 (4,3%), dan 30 (65,2%) secara berturut-turut. Dari analisis tabel 2x2 didapatkan akurasi, sensitivitas dan spesifisitas TTNA dengan tuntunan USG adalah 87,87%, 91,6% dan 77,7%. Tidak dijumpai komplikasi pasca tindakan, seperti pneumotoraks ataupun hemoptisis. Kesimpulan: TTNA dengan tuntunan USG toraks adalah aman dan akurat dalam menegakkan diagnosis kanker paru. (J Respir Indo. 2016; 36: 237-43) Kata kunci: Transthoracic needle aspiration, akurasi, ultrasonografi toraks, kanker paru
Diagnostic Accuracy of Ultrasonography Guided Transthoracic Needle Aspiration for Diagnosing Lung Cancer Abstract
Background: Imaging-guided transthoracic needle aspiration (TTNA) are widely applied for the diagnosis of intrathoracic lesions which are located nearer to the chest wall. TTNA with computed tomographic guidance is a well-established method but the main drawback is radiation exposure and the cost is relatively high, as compared with ultrasonography (US) guidance. The purpose of this study is to evaluate the accuracy of US-guided TTNA for diagnosing lung cancer. Methods: US-guided TTNA were performed in 46 consecutive patients suspected of lung cancer on clinically and radiological work-up in Adam Malik Hospital on February 2015 to February 2016. The final diagnosis was based on cytology analysis or clinical follow-up. Results: Of the 46 patients, 35 (76,1%) were male and mean age was 54,76 years. The US appearance of the mass, 35 (54,3%) were solid, 9 (19,6%) were heterogen, and 2 (4,3%) were anechoic. The cytology of US-guided TTNA C1, C2, C3, C4, and C5 were 7 (15,2%), 6 (13%), 1 (2,2), 2 (4,3%), and 30 (65,2%), respectively. The accuracy, sensitivity, specificity, were 87,87, 91,6%, and 77,7%. There were no pneumothorax or hemoptysis associated with US-guided TTNA. Conclusion: US-guided TTNA is accurate and safe for diagnosing lung cancer in properly selected patients. (J Respir Indo. 2016; 36: 237-43) Keywords: Transthoracic needle aspiration, accuracy, ultrasonography, lung cancer
Korespondensi: Sahdra Doresi email :
[email protected]; Hp : 085276170292
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
237
Sahdra Saragih: Akurasi Diagnostik Transthoracic Needle Aspiration dengan Tuntunan Ultrasonografi Toraks pada Kanker Paru
PENDAHULUAN Kanker paru masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Setiap tahun nya lebih banyak pasien meninggal karena kanker paru dibandingkan dengan gabungan kanker payudara, usus, dan prostat.1 Pendekatan aspirasi jarum perkutan atau di sebut transthoracic needle aspiration (TTNA) dengan tuntunan computed tomography scanning (CT scan) telah diterima secara umum sebagai metode untuk mendiagnosis kanker paru perifer. Sensitivitas TTNA dengan tuntunan CT scan untuk mendiagnosis suatu keganasan mencapai 83-96% dengan spesifisitas 94-100%.2,3 Namun pendekatan ini memiliki bebe rapa kelemahan seperti mahal, terpajan radiasi, mem butuhkan tempat khusus, dan persiapan yang relatif rumit. Sehingga dibutuhkan suatu pendekatan lain yang dapat mendiagnosis kanker paru dengan efektif sekaligus meminimalkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh TTNA dengan tuntunan CT scan, yaitu dengan menggunakan tuntunan ultrasonografi (USG) toraks. Keunggulan TTNA dengan tuntunan USG toraks adalah biaya peralatan yang relatif murah, nonionisasi dan aman, pemindaian dapat dilakukan pada setiap bidang, dapat sering diulang, dapat mendeteksi pergerakan aliran darah, dan peralatan yang mudah dibawa ke sisi tempat tidur pasien.4 Penelitian tentang TTNA dengan tuntunan USG toraks belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk menilai akurasi diagnostik TTNA dengan tuntunan USG toraks pada pasien-pasien kanker paru di RSUP HAM Medan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai akurasi diagnostik, sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value TTNA dengan tuntunan USG toraks pada pasien-pasien kanker paru di RSUP HAM Medan sejak Februari 2015 sampai dengan Februari 2016. METODE Desain penelitian adalah penelitian diagnostik pada 46 sampel yang diduga menderita kanker paru
238
sejak Februari 2015 sampai dengan Februari 2016 di RSUP HAM Medan. Hasil sitologi TTNA dengan tuntunan USG toraks dikonfirmasi dengan reference standard yaitu diagnosis akhir berdasarkan gabungan modalitas diagnostik sampel tersebut, antara lain: pemeriksaan foto toraks, CT scan toraks, Bronkoskopi (bilasan, BAL [bronchoalveolar lavage] dan sikatan), sitologi sputum, biopsi aspirasi jarum halus KGB (kelenjar getah bening), dan TTNA dengan tuntunan USG toraks. Kriteria inklusi sampel adalah terduga kanker paru saat masuk RSUP HAM dengan gambaran radiologi toraks lesi dekat ke dinding dada serta bersedia untuk mengikuti penelitian yang dinyatakan secara tertulis setelah mendapatkan penjelasan atau informed consent. Kriteria eksklusi sampel yaitu mengalami gangguan koagulasi darah atau tidak kooperatif. Alat yang dipakai antara lain: Spinocaine no.25 gauge, USG dengan tipe Sonix 01 Merek: Ultrasonix Medical Corporation S/N: SX1.1-0809.1841 dengan kalibrasi ulang pada bulan Februari 2015. Pengolahan data dilakukan secara manual. Data disusun ke dalam data induk, kemudian dibuat tabel pengelompokan sesuai dengan tujuan penelitian. Perhitungan tabel juga dilakukan secara manual. Data hasil pemeriksaan TTNA dengan tuntunan USG dan reference standard yang telah terkumpul ditabulasi dan dimasukkan ke tabel 2x2. Dari tabel 2x2 kemudian dilakukan penghitungan untuk mencari sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value (PPV), dan negative predictive value (NPV) dari pemeriksaan TTNA dengan tuntunan USG toraks dalam mendiagnosis kanker paru. Ethical clearance disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran USU, Medan, sebelum melakukan penelitian. HASIL Pengumpulan data penelitian ini dilakukan selama satu tahun (Februari 2015 s/d Februari 2016), melibatkan 46 sampel yang diambil secara consecutive dengan rerata umur 54,76 serta mayoritas laki-laki 35 orang (76,1%). Kelompok umur terbanyak adalah 5160 tahun yaitu sebanyak 32,6%, diikuti oleh kelompok umur 61-70 tahun sebanyak 30,4%. Diagnosis akhir sampel didominasi oleh kanker paru sebanyak 33 orang (71,7%) pada Tabel 1. J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
Sahdra Saragih: Akurasi Diagnostik Transthoracic Needle Aspiration dengan Tuntunan Ultrasonografi Toraks pada Kanker Paru
(C2), atypical (C3), kecurigaan maligna (C4), dan
Tabel 1. Karakteristik sampel Variabel Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur 18-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun
malignansi (C5). Pada penelitian ini dijumpai C1, C2,
Frekuensi
%
35 11
76,1 23,9
4 1 10
8,7 2,2 21,7
tuntunan USG toraks pada sampel dengan diagnosis
15 14 2 54,76
32,6 30,4 4,3
(18,2%), 3 (9,1%), 1 (3%), 2 (6,1%), dan 21 (63,6%)
33 13 12 1
71,7 28,3 26,1 2,2
9 37
19,6 80,4
51-60 tahun 61-70 tahun 71-80 tahun Rerata umur (tahun) Diagnosis akhir Kanker paru Bukan kanker paru Tumor mediastinum Tumor dinding dada Riwayat merokok Tidak merokok Merokok
C1 Inadekuat C2 Benign smear Inflammatory smear Abses Kista jinak Timoma Teratoma C3 Atipikal C4 Adenokarsinoma Suspicious Malignant C5 Malignant smear Adenokarsinoma Karsinoma sel skuamosa Neuroendocrine tumor Non Hodgkin Lymphoma Germ Cell Tumor Hodgkin Lymphoma Seminoma Total
Frekuensi 7 7 6 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 30 3 17 5 1 1 1 1 1 46
% 15,2 15,2 13 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 4,3 2,2 2,2 65,2 6,5 37 10,9 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 100
Riwayat merokok pada sampel penelitian ini dikategorikan sesuai dengan Indeks Brinkman dan diperoleh yang tidak merokok ada sembilan orang (19,6%), sementara sampel dengan Indeks Brinkman ringan, sedang, dan berat adalah 4 (8,7%), 13 (28,3%), dan 20 (43,5%) secara berurutan. Hasil aspirat tindakan TTNA dengan tuntunan USG toraks yang diperiksakan ke Patologi Anatomi diklasifikasikan menjadi inadekuat (C1), benign
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
(4,3%), dan 30 (65,2%) secara berurutan pada Tabel 2. Hasil aspirat dari tindakan TTNA dengan akhir kanker paru saja (33 dari 46 sampel) adalah 6 untuk C1, C2, C3, C4, dan C5 secara berurutan pada Tabel 3. Pada sampel diagnosis akhir kanker paru (33 dari 46 sampel), jenis sel yang didapatkan adalah adenokarsinoma sebanyak 22 kasus (66,7%), karsinoma sel skuamosa 8 kasus (24,2%), tumor neuroendokrin 2 kasus (6,1%), sementara pada satu sampel jenis selnya belum dapat ditentukan. Staging pada sampel kanker paru ditentukan
Tabel 2. Kategori sitologi TTNA pada seluruh sampel Kategori sitologi TTNA
C3, C4, dan C5 adalah 7 (15,2%), 6 (13%), 1 (2,2), 2
berdasarkan TNM Classification Seventh Edition dan pada penelitian ini yang terbanyak yaitu sebanyak 23 sampel (69,7%) adalah stage IV, stage IIIB sebanyak 4 sampel (12,1%), dan stage IIIA sejumlah 6 sampel (18,2%). Gambaran lesi pada USG toraks, adalah berupa lesi solid pada 35 sampel (54,3%), berupa lesi heterogen pada 9 sampel (19,6%), berupa lesi anekoik pada 2 sampel (4,3%). (gambar 2 s/d 6) Rerata kedalaman insersi jarum TTNA adalah 3.58 cm dengan jarak terpendek adalah 1,4 cm dan jarak terpanjang adalah 6 cm. Lokasi dan posisi pasien saat dilakukan insersi jarum TTNA dengan tuntunan USG toraks disesuaikan dengan letak lesi intra torakal. Pada tiga sampel posisi tidur dimiringkan ke kanan dan jarum diinsersikan di dinding dada lateral kiri; pada dua sampel posisi tidur dimiringkan ke kiri dan jarum diinsersikan ke dinding dada lateral kanan; pada tiga sampel posisi telungkup (prone) dan jarum diinsersikan subskapula; serta pada 38 sampel posisi telentang (supine) dan jarum diinsersikan ke dinding anterior dada. Data hasil pemeriksaan TTNA dengan tuntunan USG dan reference standard yang telah terkumpul ditabulasi dan dimasukkan ke tabel 2x2, kemudian dilakukan penghitungan untuk mencari akurasi, sensi tivitas, spesifitas, PPV, dan NPV. 239
Sahdra Saragih: Akurasi Diagnostik Transthoracic Needle Aspiration dengan Tuntunan Ultrasonografi Toraks pada Kanker Paru
Tabel 3. Kategori sitologi TTNA pada sampel diagnosis akhir kanker paru Kategori sitologi TTNA pada sampel kanker paru C1 Inadekuat C2 Benign smear Inflammatory smear Abses C3 Atipikal C4 Adenokarsinoma Suspicious Malignant C5 Adenokarsinoma Karsinoma sel skuamosa Neuroendocrine tumor Total
Frekuensi
%
6 6 3 1 1 1 1 1 2 1 1 21 15 5 1 33
18,2 18,2 9,1 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 6,1 3,0 3,0 63,6 45,4 15,1 3,0 100
Kanker paru Bukan kanker paru Total Sensitivitas Spesifisitas
Diagnosis akhir Kanker Bukan kanker paru paru 22 2
yakni 35 orang (76,1%). Beberapa penelitian sejenis sebelumnya5-8 pada pasien yang dilakukan TTNA, juga mendapatkan jumlah laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Berdasarkan data Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) (2009-2013), insidens kanker paru yang terjadi di seluruh ras atau etnis di dunia lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu 67,9 per 100.000 pada laki-laki dan 49,4 per 100.000 pada perempuan.9 Data dari Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta (1993-2007) juga menunjukkan hasil yang tidak jauh pada perempuan (20,35%).10 Karena banyaknya
Total 24
2
7
9
24
9
33
91,6% PPV 91,6% 77,7% NPV 77,7%
Hasil 46 sampel yang dilakukan TTNA dengan tuntunan USG toraks, hanya 33 sampel yang diikutkan ke dalam tabel 2x2, sementara 13 sampel tidak diikutkan dalam analisis tabel 2x2 dengan beberapa alasan yaitu: hasil TTNA tidak adekuat (C1) sebanyak 7 sampel, atypical smear (C3) 1 sampel, C4 tanpa jenis sel 1 sampel, dan C5 tanpa jenis sel 3 sampel, serta jenis sel diagnosis akhir kanker paru belum dapat ditentukan pada 1 sampel. Pada 33 sampel yang diikutkan ke dalam tabel 2x2 tersebut (Tabel 4), 24 diantaranya adalah sampel dengan diagnosis akhir kanker paru dan sisanya 9 sampel dengan diagnosis akhir bukan kanker paru (tumor mediastinum). Diperoleh akurasi sensitivitas, spesifisitas, PPV, dan NPV sebesar 87,87%, 91,6%, 77,7%, 91,6%, dan 77,7%. Tidak dijumpai komplikasi pasca tindakan, seperti pneumotoraks ataupun hemoptisis. PEMBAHASAN Penelitian ini melibatkan 46 sampel penelitian. Semua sampel penelitian terlebih dahulu menyetujui 240
sampel didapat jumlah laki-laki adalah mayoritas,
berbeda dimana laki-laki (79,65%) lebih banyak dari
Tabel 4. Tabel 2x2 TTNA
informed consent yang diberikan. Dari seluruh
populasi penderita kanker paru pada laki-laki sehingga laki-laki yang terindikasi untuk dilakukan TTNA lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Selain jenis kelamin laki-laki, faktor lain yang telah teridentifikasi meningkatkan risiko terjadinya kanker paru adalah usia lebih dari 40 tahun dan perokok.11 Pada penelitian ini rerata umur seluruh sampel adalah 54,76 ± 12,89 tahun dan rerata umur pada kelompok kanker paru adalah 60,13 ± 7,42 tahun. Faktor risiko yang juga sering dikaitkan dengan kejadian kanker paru adalah merokok. Riwayat merokok sampel penelitian ini berdasarkan indeks Brinkman (IB) yaitu berat (43,5%), sedang (28,3%), ringan (8,7%), dan tidak merokok (19,6%). Berbagai literatur12,13 telah menunjukkan bahwa berbagai jenis bahan yang dikandung asap rokok itu bersifat karsinogen. Secara epidemiologis juga terlihat kaitan kuat antara kebiasaan merokok dengan insidens kanker paru. Dimana diperkirakan seorang perokok memiliki risiko 15 sampai 25 kali lebih besar untuk mendapat kanker paru dibandingkan dengan yang tidak pernah merokok.13 Hasil aspirat dari tindakan TTNA dengan tuntunan USG toraks yang diperiksakan ke Patologi Anatomi diklasifikasikan menjadi inadekuat (C1), benign (C2), atypical (C3), kecurigaan maligna (C4), dan malignansi (C5). Pada penelitian ini dijumpai C1,
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
Sahdra Saragih: Akurasi Diagnostik Transthoracic Needle Aspiration dengan Tuntunan Ultrasonografi Toraks pada Kanker Paru
C2, C3, C4, dan C5 adalah 7 (15,2%), 6 (13%), 1 (2,2), 2 (4,3%), dan 30 (65,2%) secara berturut-turut. Persentase hasil aspirat dengan kategori inadekuat
Dalam penelitian ini digunakan spinocaine 25 gauge
(C1) pada penelitian ini yang sejumlah 7 sampel
penelitian yang lain sehingga dapat mempengaruhi
(15,2%) relatif lebih besar dibandingkan dengan
adekuasi aspirat untuk pemeriksaan sitologi. Faktor
penelitian sejenis. Seperti yang dilakukan oleh Solak
lain mungkin berpengaruh adalah penuntun tindakan
et al14 melakukan tindakan TTNA pada 102 kasus,
TTNA (USG, CT Scan, atau Fluoroskopi), diameter
dan dijumpai sediaan tidak representatif hanya pada
lesi, adanya nekrosis atau fibrosis atau peradangan di
3 sampel (0,02%). Keberhasilan mendapatkan sediaan
lesi, dan faktor operator tindakan TTNA.5-7
yang representatif dipengaruhi oleh banyak faktor seperti: diameter jarum, penuntun tindakan TTNA (USG, CT Scan, atau Fluoroskopi), diameter lesi, adanya nekrosis atau fibrosis atau peradangan di lesi, dan faktor operator tindakan TTNA.5-7 Pada kelompok sampel dengan diagnosis akhir kanker paru, TTNA menghasilkan jenis sel pada 22 dari 33 sampel. Dari 22 sampel tersebut, 16 orang (72,7%) adenokarsinoma, 5 orang (22,7%) karsinoma sel skuamosa, dan satu orang (4,5%) tumor neuroendokrin. Penelitian ini mendapatkan bahwa jenis sel kanker paru terbanyak adalah adenokarsinoma. Penelitian sejenis yang mendapatkan adeno karsinoma sebagai jenis sel kanker paru terbanyak adalah Tan yang melakukan tindakan TTNA dan diperoleh hasil adenokarsinoma 49,4%, karsinoma sel skuamosa 16%, karsinoma sel besar 2,7%, dan adenokarsinoma metastasis 4%.15 Penelitian ini mendapatkan bahwa jenis sel kanker paru yang terbanyak adalah adenokarsinoma. Hal ini dapat dikaitkan dengan pemilihan sampel yakni pada foto toraks maupun CT scan toraks tampak sebagai lesi di perifer. Kanker paru jenis adeno karsinoma mayoritas dijumpai pada lesi perifer16,17 Dalam berbagai literatur7,18-21 dilaporkan metode TTNA memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik dalam menegakkan diagnosis lesi torakal, angkanya bervariasi dengan sensitivitas 62 – 95% dan spesifisitas 95 – 100%. Pada penelitian ini, diperoleh sensitivitas TTNA adalah 91,6% dan spesifisitas sebesar 77,7%, PPV 91,6%, dan NPV 77,7%. Nilai sensitivitas dan spesifisitas pada penelitian ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sejenis sebelumnya. Salah satu faktor yang dapat berpengaruh adalah diameter jarum yang digunakan untuk TTNA. J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
dimana jenis jarum ini lebih kecil diameternya dibandingkan dengan jarum yang digunakan pada
Komplikasi pasca tindakan TTNA yang mungkin terjadi antara lain pneumotoraks dan hemoptisis. Dilaporkan kejadian pneumotoraks pasca tindakan TTNA sekitar 20-35%, walaupun hanya 5% pasien yang membutuhkan pemasangan selang dada.22 Solak mendapatkan komplikasi terbanyak pasca tindakan TTNA menggunakan jarum nomor 18-22 gauge Chiba adalah pneumotoraks, dimana hal ini terjadi pada 10 kasus (9,8%), dan hanya empat kasus yang membutuhkan pemasangan selang dada. Komplikasi lain adalah hemoptisis pada 9 kasus (8,8%) dan perdarahan pada satu kasus (0,9%).14 Knudsen dkk21 melaporkan kejadian pneumotoraks pasca tindakan TTNA dengan tuntunan USG sebesar 3,7%. Melaporkan kejadian pneumotoraks pasca tindakan TTNA dengan tuntunan USG menggunakan jarum nomor 22 gauge sebanyak dua dari 149 pasien (1,3%). Namun tidak ada yang membutuhkan tindakan aspirasi ataupun pemasangan selang dada. Tidak dijumpai kejadian hemoptisis.23 Targhetta24 melaporkan kejadian pneumotoraks pasca tindakan TTNA dengan tuntunan USG sebanyak dua dari 64 kasus. Pada penelitian ini tidak dijumpai kejadian pneumotoraks ataupun hemoptisis. Hal ini mungkin berkaitan dengan pemilihan jarum nomor 25 gauge yang lebih kecil dari penelitian-penelitian sebelumnya dan seluruh lesi menempel ke pleura parietal. Kelemahan penelitian ini adalah bahwa tuntunan USG toraks tidak menampilkan secara langsung apakah jarum untuk tindakan TTNA telah berada di dalam lesi dan tepat berada di lokasi yang diinginkan. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya peralatan USG toraks yang diperlengkapi dengan paket peralatan melakukan tindakan TTNA.
241
Sahdra Saragih: Akurasi Diagnostik Transthoracic Needle Aspiration dengan Tuntunan Ultrasonografi Toraks pada Kanker Paru
KESIMPULAN Jenis kelamin terbanyak dalam penelitian ini adalah laki-laki dengan rerata umur sampel adalah 54,76 tahun. Kategori sitologi terbanyak hasil TTNA dengan tuntunan USG toraks adalah C5 (malignansi). Nilai akurasi, sensitivitas, spesifisitas, PPV, dan NPV pemeriksaan TTNA dengan tuntunan USG toraks dalam mendiagnosis kanker paru adalah 87,87%, 91,6%, 77,7%, 91,9%, dan 77,7% secara berturut-turut. Tidak dijumpai komplikasi seperti pneu motoraks ataupun hemoptisis pasca tindakan. TTNA dengan tuntunan USG toraks adalah aman dan cukup akurat dalam menegakkan diagnosis kanker paru. DAFTAR PUSTAKA 1. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2014. Atlanta: American Cancer Society; 2014 [cited 2016 June] Available from: http://www. cancer.org/acs/groups/content/@research/ documents/webcontent/acspc-042151.pdf. 2. Schreiber G, McCorry DC. Performance charac teristics of different modalities for diagnosis of suspected lung cancer: summary of Published Evidence. Chest. 2003;123:115S-28S. 3. ERS/ATS. ERS/ATS statement on interventional pulmonology. Eur Respir J. 2002;19:356-73. 4. Liao WC et al. Ultrasound diagnosis of chest disease. 2013 [cited 2016 June] Available from: http://dx.doi.org/10.5772/55419. 5. Prasad R et al. Accuracy and safety of unguided transthoracic fine needle aspiration biopsy in the diagnosis of intrathoracic lesions. Ind J Tub. 1994;41:167-70. 6. Sheth S et al. US guidance for thoracic biopsy: a valuable alternative to ct. Radiology. 1999;210:721-6. 7. Kalhan S et al. Evaluation of precision of guidance techniques in image guided fine needle aspiration cytology of thoracic mass lesions. J Cytol. 2012; 29:6-10. 8. Ferretti GR et al. Adequacy of ct-guided biopsies with histomolecular subtyping of pulmonary adenocarcinoma: influence of ATS/ERS/IASLC guidelines. Lung Cancer. 2013;82:69-75.
242
9. National Cancer Institute. 2016, SEER Stat Fact Sheets: Lung Bronchus. 2016 [cited 2016 June] Available from: http://seer.cancer.gov/statfacts/ html/lungb.html 10. Ramadhaniah F, Rahayu PS, Suzanna E. Various clinical features of lung cancer patient in dharmais national cancer hospital jakarta. J Respir Indo. 2015;35:203-10. 11. Jusuf A et al. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2016. 12. American
Lung Association.
What’s
in
a
cigarette? 2016. [cited 2006 June] Available from: http://www.lung.org/stop-smoking/smokingfacts/whats-in-a-cigarette.html?referrer=https:// www.google.co.id/. 13. Centers for Disease Control and Prevention. What are the risk for lung cancer? 2016. [cited 2016 June] Available from: http://www.cdc.gov/ cancer/lung/basic_info/risk_factors.htm 14. Solak H et al. Diagnostic value of transthoracic fine needle aspiration biopsy in thoracic lesions. Turkish Respiratory Journal. 2001;2:11-4. 15. Tan KB et al. Audit of transthoracic fine needle aspiration of the lung: cytological subclassification of bronchogenic carcinomas and diagnosis of tuber culosis. Singapore Med J. 2002;43:570-5. 16. Litzky LA. The pathology of non-small cell lung carcinoma. Dalam: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, editors. Fishman’s Pulmonary diseases and disorders. 5th edition. New York: McGraw-Hill Companies. 2008.h.1802-14. 17. Heighway J, Betticher DC. Lung tumors: an overview. 2004 [cited 2016 June] Available from:
http://atlasgeneticsoncology.org/Tumors/
LungTumOverviewID5030.html 18. Taviad DS et al. Diagnostic value of ultrasound guided transthoracic fine needle aspiration cytology in bronchogenic carcinoma. Int J Med Sci Public Health. 2014;3:1007-10. 19. Pedersen OM, Aasen TB, Gulsiva A. Fine needle aspiration biopsy of mediastinal and peripheral pulmonary masses guided by realtime sonography. Chest. 1986;89:504-8. J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
Sahdra Saragih: Akurasi Diagnostik Transthoracic Needle Aspiration dengan Tuntunan Ultrasonografi Toraks pada Kanker Paru
20. Begum SMKN et al. Diagnostic accuracy of ultrasound
23. Yang PC et al. Ultrasonographically guided
versus computed tomographic guided fine needle
biopsy of thoracic tumors. A comparison of large-
aspiration cytology. AKMMC J. 2010;1:9-14.
bore cutting biopsy with fine-needle aspiration.
21. Knudsen DU et al. Ultrasonographically guided fine-needle aspiration biopsy of intrathoracic tumors. Acta Radiol. 1996;37:327-31. 22. Hoffmann PC, Mauer AM, Vokes EE. Lung cancer. The Lancet. 2000;355:479-85.
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
Cancer. 2002;69:2553-60. 24. Targhetta R et al. Peripheral pulmonary lesions: ultrasonic features and ultrasonically guided fine needle aspiration biopsy. JUM. 1993;12:369-74.
243