AKULTURASI NILAI LOKAL : ANALISIS TATA KELOLA ALAS GUMITIR DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT DESA Tri Cahyono Dwi Budi Santoso Iswan Noor Universitas Brawijaya Abstract The main objectives of this research are: (i) To analyze the factors that influence the motivation of community participation in managing Alas Gumitir in terms of acculturation of local value, and (ii) To know how the role of acculturation of local value in improving the quality of community participation Managing Alas Gumitir. The method used in this research is descriptive quantitative by taking samples in Kalibaru Manis Village, Kalibaru Subdistrict, Banyuwangi Regency. While the data analysis tools used are factors and discriminant. Factor analysis is used to determine the motivation of the community supported by the application of acculturation to local values. While discriminant is used to know the role of acculturation of local value in improving the quality of participation. The result of factor analysis shows that most motivated communities participate in managing Alas Gumitir as a coffee plantation due to: (i) increased production, (ii) income increase, (iii) land area, (iv) low production cost, (V) labor availability . Surely this is supported by the values of local wisdom which increasingly streamline and streamline governance in the Alum gumitir coffee plant. While discriminant analysis is obtained: (i) the community assumes that the existence of informal sanctions, the effectiveness of sanctions implementation, and institutions or parties imposing sanctions can improve the quality of management participation of Alas Gumitir, (ii) Informal sanctions by the majority of low-income people are considered unable to improve the quality Management participation of Alas Gumitir. Keyword: Forest Management, Participation Motivation, Participation Quality Abstrak Tujuan utama dalam penelitian ini adalah : (i) Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Partisipasi masyarakat dalam mengelola Alas Gumitir yang ditinjau dari akulturasi nilai-nilai lokal, dan (ii) Untuk mengetahui bagaimana peran akulturasi nilai lokal dalam meningkatkan Kualitas Partisipasi masyarakat yang mengelola Alas Gumitir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan mengambil sampel di Desa Kalibaru Manis Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi. Sedangkan alat analisis data yang digunakan adalah faktor dan diskriminan. Analisis faktor digunakan untuk mengetahui motivasi masyarakat yang ditunjang dengan implementasi akulturasi nilai-nilai lokal. Sedangkan diskriminan digunakan untuk mengetahui peran akulturasi nilai lokal dalam meningkatkankualitas partisipasi. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat termotivasi berpartisipasi mengelola Alas Gumitir sebagai perkebunan kopi lantaran : (i) adanya peningkatan produksi, (ii) adanya peningkatan pendapatan, (iii) luasan lahan, (iv) biaya produksi yang murah, (v) ketersediaan tenaga kerja. Tentunya hal
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
ini ditunjang dengan adanya nilai-nilai kearifan lokal yangmana semakin mengefektif dan mengefisiensikan tata kelola tanaman kopi di Alas Gumitir. Sedangkan analisis diskriminan didapat : (i) masyarakat beranggapan bahwa adanya sanksi informal, efektivitas penerapan sanksi, dan lembaga atau pihak yang memberikan sanksi mampu meningkatkan kualitas partisipasi pengelolaan Alas Gumitir, (ii) bentuk sanksi informal oleh sebagian besar masyarakat berpendapatan rendah dianggap tidak mampu meningkatkan kualitas partisipasi pengelolaan Alas Gumitir. Kata kunci : Pengelolaan Hutan, Motivasi Partisipasi, Kualitas Partisipasi LATAR BELAKANG
pembangunan hanya terfokus pada
Pembangunan pada dasarnya merupakan
suatu
proses
pencapaian
peningkatan
yang
perekonomian semata tetapi variabel
mengarah pada sesuatu yang lebih
pendukung seperti integrasi nilai
baik. Alexander (1994) mengertikan
budaya dan kearifan lokal lainnya
pembangunan
hanya
sebagai
proses
menjadi
variabel
residu.
perubahan yang mencakup seluruh
Pembangunan yang hanya difokuskan
sistem
pada
sosial
seperti
:
politik,
ranah
ekonomi
akan
ekonomi, infrastruktur, pertahanan,
menciptakan polarisasi baru yang
pendidikan
notebene
dan
teknologi,
dalam
jangka
kelembagaan, dan budaya. Sedangkan
berdampak
Kartasasmita (1994) mendefinisikan
budaya (nilai-nilai kearifan lokal) dan
pembangunan sebagai suatu proses
menimbulkan
perubahan ke arah yang lebih baik
ekonomi (masyarakat berpendapatan
melalui upaya yang dilakukan secara
rendah dan tinggi) yang semakin
terencana. Tentu saja, pembangunan
melebar (Pranadji dan Lestari, 2004).
akan menunjukkan suatu hasil yang optimal
ketika
perancangan,
dan
pada
panjang
terdegradasinya
gap
antar
Yustika
perencanaan,
mengemukakan,
implementasi
sejarah
terbukti
kelas
(2008) dalam bahwa
lintasan antara
dilakukan secara matang, terkonsep
pendapatan, budaya dan kelembagaan
dan penuh pertimbangan yang cukup
(pranata) telah melakukan interaksi
baik.
yang saling menguntungkan. Dimana Namun
permasalahan,
yang sering
menjadi
faktor pendorong individu untuk
kali
melakukan kinerja ekonomi adalah
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
51
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
karena adanya faktor budaya dan
Kementerian
kelembagaan. Maksudnya budaya
Transmigrasi
dan kelembagaan disini berpengaruh
memberdayakan desa dengan harapan
terhadap individu dalam berproduksi
(RPJMN 2015 - 2019) : (i) penurunan
ataupun bekerja melalui pembentukan
desa tertinggal, dan (ii) peningkatan
pola fikir. Keputusan individu untuk
jumlah desa mandiri.
bekerja atau ber produksi sangat
Desa,
PDT,
dan
sengaja
Harapan ini bukan tanpa alasan,
menentukan kinerja ekonomi. Kinerja
dimana
ekonomi tersebut dalam kurun waktu
diidentikkan dengan ketertinggalan.
tertentu
efek
Dari 27,76 juta penduduk miskin di
pembentukan polafikir individu tetapi
Indonesia pada tahun 2016, 17,28 juta
sekali lagi ini tidak terjadi sekaligus
diantaranya tinggal di pedesaan (BPS,
(memerlukan proses).
2016). Bahkan menurut Yustika
akan
Ketika
memberikan
membahas
hingga
saat
ini
desa
tentang
(2008), wilayah pedesaan identik
terintegrasi
dengan kemiskinan karena lokasinya
dengan nilai-nilai lokal, akan lebih
jauh dari pusat kota/pembangunan,
menarik
dicirikan
oleh
pembangunan yang ada di pedesaan.
infrastruktur
ekonomi,
Sebab, pedesaan merupakan suatu
kesempatan kerja diluar pertanian
pranata sosial yang masih alami dan
(non-farm), dan jauh dari pasar. Tidak
sangat
nilai-nilai,
berhenti pada data kemiskinan, yang
budaya, lebih jauh akan kontaminasi
lebih mencengangkan adalah hingga
transformasi
dan
saat ini masih terdapat 20.167 desa
mempunyai modal cukup bagus untuk
yang tergolong tertinggal (Ditjen
dikembangkan
skema
PDT, 2016). Dimaksud tertinggal
ekonomi dan budaya yang integratif
karena : (i) kondisi infrastruktur jalan
(Vipriyanti, 2007). Dengan adanya
kurang
potensi
dan
infrastruktur pendidikan dan angka
yang
partisipasi pendidikan masih rendah,
terintegrasi dengan nilai-nilai lokal
(iii) sarana kesehatan rendah, (iv)
pembangunan
manusia)
yang
ketika
lekat
diarahkan
dengan
budaya
dengan
sumberdaya dan
lain,
(alam
ekonomi
pada
memadai,
terbatasnya
(ii)
sedikitnya
kondisi
tersebut, maka pemerintah melalui
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
52
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
kurang memadainya ketersediaan air bersih, (v) dan lain sebagainya. Memang, tidak semua desa
Oleh masyarakat sendiri, Alas Gumitir dianggap sebagai hutan suci karena adanya cerita legendaris yang
selalu identik dengan ketertinggalan
berkembang
dan tingginya angka kemiskinan. Ada
terkait
penamaan
salah
ekonomi
sendiri
(dipercaya
mengalami
Layang
Kumitir
satu
desa
yang
masyaraktnya
dimasyarakat Alas
yaitu Gumitir
diambil yaitu
dari tokoh
peningkatan. Dimana masyarakat di
Majapahit yang berhasil membunuh
desa tersebut tidak hanya terpaku
Damarwulan
pada peningkatan ekonomi tetapi juga
pembunuhannya
masih menjaga nilai-nilai lokal. Desa
masyarakat setempat berada di Alas
yang dimaksud adalah Desa Kalibaru
Gumitir)
Manis
Kalibaru
setempat dalam mengelola hutan
Kabupaten Banyuwangi. Penelitian di
tidak dilakukan secara sembarangan.
desa ini sengaja dipilih lantaran
Selain itu, ada akulturasi nilai-nilai
terdapat 2 (dua) suku besar yang
yang terbentuk antara suku Jawa dan
menempati desa ini yaitu suku Jawa
Madura serta akulturasi agama hindu
dan Madura dimana masyarakatnya
dan islam yang notabene berpengaruh
sebagian besar bermata pencaharian
terhadap tatakelola pengembangan
sebagai petani kopi. Lahan yang
ekonomi desa. Berdasar informasi
digunakan oleh masyarakat untuk
dari aparatur desa, 40 % dari total
bertani kopi adalah Alas Gumitir yang
penduduk 9.985 adalah suku Jawa,
merupakan
sisanya 60% adalah suku Madura.
Kecamatan
hutan
(bersinggungan dengan
dipercaya
sehingga
oleh
masyarakat
langsung
Kalibaru
Manis).
penjelasan yang ada di latar belakang,
sengaja diberdayakan
maka tujuan penulisan ini difokuskan
sejak tahun 2001 oleh pihak perhutani untuk mengelola hutan sesuai arahan dari
lokasi
secara
Desa
Masyarakat
lindung
dimana
pemerintah
pusat
melalui
Disesuaikan
dengan
pada 2 (dua) hal, yaitu : 1. Untuk faktor
menganalisis yang
faktor-
mempengaruhi
program PHBM (pengelolaan hutan
Motivasi Partisipasi masyarakat
bersama masyrakat).
dalam mengelola Alas Gumitir
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
53
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
yang ditinjau dari akulturasi
Menurut
Dawud
(2000)
nilai-nilai lokal.
responden yakni orang yang
2. Untuk mengetahui bagaimana
merespon
peran akulturasi nilai lokal
kuesioner
dalam meningkatkan Kualitas
diberikan
Partisipasi
mengumpulkan data, sedangkan
masyarakat
yang
mengelola Alas Gumitir.
atau atau
menjawab angket
peneliti
yang saat
informan adalah penutur atau pemakai bahasa sebagai sumber
METODE PENELITIAN
korpus
1.
Pendekatan Penelitian
penelitian ini, penggalian data
Karena objek yang diteliti tidak
melibatkan responden dengan
sebatas
cara wawancara menggunakan
pada
pemahaman,
bahasa.
koesioner.
data semata, maka diperlukan
yang
sebuah
analisis
random di Desa Kalibaru Manis
secara mendalam guna diperoleh
di Kecamatan Kalibaru sebanyak
hasil yang lebih kompleks. Untuk
163 orang.
itulah, maka jenis penelitian yang
Pemilihan responden di desa
digunakan
adalah
tersebut didasarkan pada statistik
deskriptif
dan
pendekatan
kuantitatif explanatory.
Jumlah
Dalam
pencarian dan pendeskripsian
diteliti
daerah
responden
diambil
(Kecamatan
secara
dalam
Desain deskriptif explanatory
Angka) yaitu desa yang memiliki
digunakan
rangka
hasil produksi kopi terbesar di
hasil
Kecamatan Kalibaru, besaran
pengolahan dan analisis dari tiap-
jumlah masyarakat yang menjadi
tiap
petani
dalam
mendeskripsikan
variabel
dilengkapi
2.
data
penelitian
terlibat
dalam
secara
pengelolaan Alas Gumitir, serta
kualitatif terutama terhadap hasil
memiliki akulturasi nilai lokal.
pengolahan data (Umar, 2012)
Sedangkan untuk mengetahui
Penentuan
keakuratan
Informan
paparan
kopi,
Responden
dan
informasi
dan
keaktualan
secara
mendalam,
maka kehadiran informan sangat
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
54
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
diperlukan.
luasan
wilayah
hutan
di
tersebut oleh peneliti digunakan
Kabupaten Banyuwangi,
sebagai
dan
perkembangan luasan wilayah
aktualisasi data yang berkaitan
perkebunan kopi, dan (iii) data
dengan isu-isu pengelolaan Alas
lahan hutan yang terkonversi
Gumitir yang diteliti. Selain itu,
menjadi guna lahan perkebunan
dengan hadirnya informan, fokus
dan pertanian.
utama
3.
Informan-informan
basis
akurasi
penelitian
mengenai
4.
(ii)
Metode Analisis Data
pengelolaan Alas Gunitir yang
Metode
terintegrasi
digunakan dalam penelitian ini
dengan
nilai-nilai
analisis
data
lokal di Desa Kalibaru Manis
yaitu
Kecamatan Kalibaru Kabupaten
analisis faktor dengan skala data
Banyuwangi tidak lagi menjadi
rata-rata. Pada dasarnya analisis
sebuah isu yang mengambang,
faktor
tetapi lebih mengarah pada fakta
menjelaskan struktur hubungan
aktual
di antara banyak variabel dalam
yang bisa
dibuktikan
menggunakan
yang
digunakan
metode
untuk
keberadaannya.
bentuk faktor atau vaiabel laten
Metode Pengumpulan Data
atau variabel bentukan (Tenaya,
Dalam
penelitian
ini,
ada
2012). Analisis faktor digunakan
beberapa teknik yang digunakan
untuk
untuk
variabel-variabel
mengumpulkan
data.
mengetahui
hubungan yang
Adapun teknik yang digunakan
mempengaruhi
pengumpulan data berdasarkan
partisipasi
Afriyani, 2009 yaitu : observasi,
(kesejahteraan) dalam mengelola
dokumentasi dan wawancara.
Alas Gumitir yang diperkuat
Selain itu, penelitian ini juga
dengan
menggunakan
sekunder
lokal. Adapun variabel yang
yang berupa daerah dalam angka
digunakan untuk menentukan
dan data guna lahan. Data
kesejahteraan
sekunder utama yang dibutuhkan
yaitu : (i) Pendapatan, (ii) Luas
dalam penelitian ini adalah: (i)
Lahan, (iii) Biaya Produksi, (iv)
data
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
motivasi masyarakat
implikasi
nilai-nilai
masyarakatak
55
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
Jumlah
Produksi,
dan
(v)
Hal
ini
yang
menyebabkan
Penggunaan Tenaga Kerja. Hasil
pendapatan dari masing-masing
analisis data (loading faktor)
individu juga berbeda. Sehingga,
akan dianggap signifikan ketika
dalam analisis ini akan dibedakan
menunjukkan besaran nilai diatas
masyarakat
0,5.
rendah, sedang dan tinggi agar
Berikutnya dilanjutkan dengan
persepsi
analisis
kelompok menunjukkan hasil
diskriminan
menggunakan
skala
yang linkert.
yang
berpendapatan
masing-masing
lebih
relevan
terkait
Analisis diskriminan bertujuan
kualitas partisipasi yang ditinjau
untuk mengklasifikasikan suatu
dari
individu atau observasi ke dalam
berlaku. Adapun variabel yang
kelompok yang saling bebas
digunakan dalam menentukan
(mutually exclusive/disjoint) dan
Kualitas Partisipasi yaitu : (i) ada
menyeluruh
(exhaustive)
atau tidaknya sanksi informal
berdasarkan sejumlah variabel
yang berperan dalam kualitas
penjelas (Hidayat, 2014). Dalam
partisipasi,
penelitian
analisis
penerapan sanksi informal dalam
diskriminan sengaja dipilih untuk
menentukan kualitas partisipasi,
menunjukkan bagaimana kualitas
(iii) bentuk dari sanksi informal
partisipasi
yang
ini,
pengelolaan
Alas
nilai-nilai
lokal
(ii)
yang
efektivitas
diterapkan
dalam
Gumitir ditinjau dari sisi nilai-
menentukan kualitas partisipasi,
nilai kelokalan (sanksi-sanksi
dan (v) peran lembaga atau pihak
informal yang ada). Disisi lain,
yang
karena
informal
rentang
waktu
memberikan dalam
sanksi
menentukan
pengelolaan Alas Gumitir oleh
kualitas partisipasi.
masyarkat berbeda-beda. Ada
Variabel
yang baru 5 tahun memulai
menggunakan sanksi Informal
pengelolaan, ada juga yang lebih
lantaran
dari 5 tahun.
peranannya dalam menentukan
sengaja
yang
paling
hanya
besar
kualitas partisipasi adalah sanksi
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
56
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
informal. Untuk sanksi formal
dilihat pada tabel 1, dimana pada tebel
akan berperan ketika sanksi
1 menunjukkan bahwa faktor yang
informal tidak mampu mengatasi
terbentuk hanya 1 (satu) faktor yaitu
permasalahan
peningkatan
kesejahteraan.
Sedangkan besaran
Varian pada
Gumitir.
hutan
Alas
Hasil
analisis
diskriminan akan menunjukkan
Initial Eigenvalues adalah 97,627 %
signifikansinya
yang artinya hampir 100% (sebesar
ketika
berada
pada angka 0,05.
97,627%) varian dapat dijelaskan oleh faktor 1 (satu) yatu peningkatan
PEMBAHASAN a. Hasil
kesejahteraan tanpa kehilangan data
Analisis
Faktor
dan
yang berarti.
Implikasi Nilai-nilai Lokal Hasil analisis faktor terkait data yang dapat dijelaskan, dapat Tabel 1. Data yang Dapat Dijelaskan Menggunakan Faktor
Sumber : Hasil Analis Data Lapang, 2016 Karena faktor yang terbentuk adalah
1
peningkatan
(satu)
yaitu
adanya
kesejahteraan,
mempengaruhi faktor (peningkatan kesejahteraan) harus lebih dari 0,5.
maka
hasil anlisis data yang terbentuk dalam variabel
loading
faktor
yang berkorelasi
(besaran dalam
faktor) dapat dijelaskan sebagaimana pada tabel 2. Nilai signifikansi variabel yang dianggap signifikan
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
57
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
Tabel 2. Hasil Analisis Faktor :
(ii) peningkatan pendapatan (nilai
Dampak Tata Kelola Alas
loading faktor 0,992), (iii) biaya
Gumitir
produksi (nilai loading faktor 0,992),
Terhadap
Peningkatan
(iv) luas lahan (nilai loading faktor
Kesejahteraan
0,992), dan (v) penggunaan tenaga
Masyarakat Desa Kalibaru
kerja (nilai loading faktor 0,982).
Manis
1.
Peningkatan Produksi Peningkatan produksi berperan penting
dalam
peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Ratarata panen (produksi) per Ha diatas 800 Kg (antara 800 hingga 1.000
Kg
kopi
kering).Peningkatan produksi ini Sumber : Hasil Analisis Data Lapang,
yang subur, dan (ii) baiknya
2016 Pada tabel 2 dapat dipahami bahwa secara keseluruhan variabel dinggap
signifikan
meningkatkan masyarakat
dikarenakan : (i) kondisi tanah
perawatan tanaman kopi. a. Kondisi tanah yang subur Hal ini bukan tanpa alasan
dalam
dimana hasil analisis lapang
kesejahteraan karena
nilai
(random
loding
rata berada pada angka 5,5
motivasi bagi masyarakat untuk ikut
mengelola
Alas
Gumitir.
hingga 6,5
dalam
Kesuburan tanah Alas Gumitir
Jika
diurutkan berdasarkan skor loading faktor dari yang tertinggi ke yang terendah, maka urutannya adalah sebagai berikut : (i) peningkatan produksi (nilai loading faktor 0,993),
lokasi)
PH (tingkat kesuburan) rata-
kesejahteraan inilah yang menjadi
(berpartisipasi)
10
menunjukkan bahwa kadar
faktornya diatar 0,5. Peningkatan
serta
di
yang selalu terjaga ini berlangsung sejak
2011.
Masyarakat
merasa
khawatir ketika tanah mengalami degradasi yaitu : (i) penurunan tingkat produksi, dan (ii) merusak hutan yang
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
58
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
dianggap suci atau keramat. Untuk
diberikan oleh dinas pertanian
menjaga kesuburan Alas Gumitir,
berkerja sama dengan pihak
masyarkat setiap seminggu sekali
perhutani selaku pemangku hutan
memupuk lahannya dengan pupuk
pada tahun 2004. Pengetahuan ini
kandang. Ini merupakan kegiatan
oleh masyarakat dibagi ke petani
rutin setiap petani lantaran sebagian
lain lantaran tingginya modal
besar petani kopi juga memiliki
sosial yang ada.
ternak.
Begitu
dihargainya
Alas
2.
Peningkatan Pendapatan
Gumitir inilah yang menyebabkan
Sesuai
produksi mengalami peningkatan.
peningkatan pendapatan mampu
Wujud lain dari rasa penghormatan
meningkatkan
dan penghargaan atas alas gumitir
masyarakat.
adalah ketika musim panen selesai,
berperan dalam meningkatkan
masyarakat umumnya menaruh sesaji
motivasi
di setiap sudut lahan. Tindakan
berpartisipasi mengelola Alas
seperti ini dilakukan oleh setiap
Gumitir.
responden baik yang suku jawa
pendapatan
maupun madura. Peletakan sesaji oleh
dipengaruhi
tokoh masyarakat setempat bukan
produksi dan tingkat harga kopi
dianggap sebagai perwujudan syirik
itu sendiri di pasar lokal. Harga
(atau menyekutukan Tuhan) tetapi
kopi dipasar lokal umumnya
sebagi wujud berterima kasih kepada
berkorelasi secara positif dengan
alam dan Tuhan karena memberikan
kurs dolar terhadap rupiah. Jika
rizki atas pengelolaan Alas Gumitir.
dolar mengalami peningkatan,
b.
maka dalam jangka waktu 2 atau
Baiknya
perawatan
tanaman
hasil
analisis
faktor,
kesejahteraan Hal
ini
masyarakat
yang
untuk
Peningkatan ini
sebenarnya
oleh
tingkat
kopi
3 hari harga kopi kering juga
Baiknya perawatan tanaman kopi
akan mengalami peningkatan.
dikarenakan
Hasil
responden
sebagian pernah
besar
mengikuti
penelitian
menunjukkan
lapang
bahwa
pelatihan secara intensif dalam
pendapatan
tatakelola tanaman kopi yang
mencapai Rp 15.750.000 hingga
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
jika
tingkat
dirata-rata
59
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
3.
Rp 18.400.000 per Ha/musim
14.480.000.
(setiap kali musim panen). Atau
antara pendapatan dan biaya
jika
produksi inilah yang dianggap
di
rata-rata
per
bulan
bersarnya
selisih
mencapai Rp 1.312.500 hingga
mampu
1.530.000 untuk kebun dengan
kesejahteraan bagi petani kopi
luasan 1 Ha (pendapatan kotor
dalam
sebelum
Umumnya, biaya produksi ini
dipotong
royalty
meningkatkan
jangka
sumberdaya alam sebesar 48 Kg
meliputi
kopi
(untuk perawatan dan panen),
kering/Ha/musim).
biaya
panjang.
tenaga
Pendapatan ini hanya dihitung
biaya
dari panen kopi, atau belum
pengangkutan
termasuk
tanaman
serta biaya penggilingan (giling
pendamping yang ada dilahan
basah dan kering). Memang, oleh
kopi tersebut seperti tnaman
sebagian
pisang, alpukat, nangka dan
dikeluarkan ini dianggap murah
durian.
tetapi,
Biaya Produksi
dikeluarkan untuk produksi ini
Hasil
dari
survey
pupuk
dan
kerja
pestisida,
(transportasi),
besar
biaya
biaya-biaya
yang
yang
menunjukkan,
masih bisa ditekan lagi yaitu
dalam satu periode, total biaya
dengan cara pengurangan biaya
produksi berkisar antara Rp
pada proses penggilingan. Bagi
3.360.000 hingga 3.920.000 per
petani yang memiliki lahan di
Ha. Jika dibandingkan dengan
bawah 1 Ha (ada 43 reponden
pendapatan yang diperoleh ketika
yang
panen
yaitu
dibawah 1 Ha), biaya produksi
hingga
Rp
Rp
15.750.000
18.400.000
memiliki
luas
lahan
per
bisa ditekan karena penggilingan
Ha/musim (setiap kali musim
basah dilakuan secara mandiri
panen), maka laba sementara
dengan
(kotor/sebelum dipotong royalty
Artinya, ada teknologi lokal yang
sumberdaya alam sebesar 48 Kg
hingga saat ini masih dinggap
kopi kering/Ha) berkisar antara
efektif untuk dijalankan lebih
Rp
lanjut.
12.390.000
hingga
Rp
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
alat
giling
manual.
60
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
Tidak
pada
yang berada di lahan kopi
pemotongan biaya penggilingan,
dilakukan secara gotong-royong
petani yang berlahan dibawah 1
(secara suka rela/gratis) dengan
Ha masih bisa mereduksi biaya
sistem
produksi
dari
“girikan”. Sistem ini berjalan
Dimana
secara bergantian yaitu dari satu
pada saat proses pengeringan
lahan ke lahan lainnya yang
(penjemuran), petani berlahan
ditentukan secara musyawarah
dibawah
biasanya
kelompok tani. Dari sini terlihat
melakukan proses penjemuran
bahwa nilai-nilai lokal yang
secara
terbentuk sebenarnya semakin
proses
terhenti
lainnya
yaitu
pengeringan.
1
Ha
mandiri
tanpa
yang
diberi
nama
mendatangkan tenaga kerja untuk
memudahkan
membantu (karena jumlah panen
mengefisienkan
tata
yang tidak terlalu banyak). Hal
tanaman
(pengusahaan
serupa (reduksi biaya dari proses
tanaman kopi) di Alas Gumitir.
pengeringan)
Yang tentu saja, ada kinerja yang
dilakukan
terkadang
oleh
petani
dan
kopi
kelola
yang
harmonis antar suku yaitu suku
memiliki lahan antara 1 hingga 2
Jawa dan Madura yang ada di
Ha. Hal ini dilakukan dengan
desa ini.
cara pemanenan kopi dilakukan secara
bertahap
(selektif).
4.
Luas Lahan Secara
topografi,
Kecamatan
Sehingga ketika panen yang
Kalibaru memang merupakan
dilakukan bertahap (umumnya
dataran
dalam 1 musim dilakukan 3 kali
berupa pegunungan. Untuk Alas
panen), kuantitas sekali panen
Gumitir
tidak terlalu banyak. Bahkan,
kemiringannya yaitu 400 hingga
pemotongan biaya produksi bisa
500 dan berada pada ketinggian
ditekan lagi utamanya terkait
antara 450 hingga 550 Mdpl. Hal
perawatan
ini yang menjadi tempat ideal
rutin
yaitu
tinggi
dan
sendiri,
rata-rata
pembersihan gulma (rumput).
untuk
Pembersihan
berkembangnya tanaman kopi.
gulma
(rumput)
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
tumbuh
sebagian
dan
61
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
Karena lahan yang ada di Alas
5.
Penggunaan Tenaga Kerja
Gumitir sangat subur, tidak heran
Tentunya, penggunaan tenaga
jika semakin luas lahan yang
kerja
dimiliki
tingkat
tingginya angka pendapatan yang
kesejahteraan (secara ekonomi)
diimbangi oleh tingginya tingkat
juga
produksi,
maka
turut
meningkat.
ini
tidak
luas
lepas
lahan
dari
dan
Pembukaan Alas Gumitir jika
penggunaan biaya. Penggunaan
diruntut secara sejarah yaitu
tenaga
diberikan ke masyarakat yang
menyangkut
tinggal
diantaranya
di
sekitaran
hutan.
kerja
biasanya
beberapa :
(i)
hal
perawatan
Pemberian hak kelola hutan ini
(pembersihan
didasarkan
penyiangan, dan pemupukan),
pada
kebijakan
gulma,
tentang PHBM pada tahun 2001.
(ii)
Luasan lahan ditentukan secara
pengangkutan, (iv) pengolahan
musyawarah bersama yaitu per
kopi pasca panen (pengeringan),
orang memperoleh 0,5 hingga
dan (v) penjagaan hutan ketika
0,75 Ha. Tetapi karena awalnya
musim
lahan di Alas Gumitir dianggap
pencurian kopi). Gaji untuk
kurang produktif, maka terjadi
tenaga kerja rata-rata berkisar Rp
jual
lahan
40.000 hingga Rp 60.000 per
Sejak
orang/hari tergantung jauh atau
tahun 2002 karena harga kopi di
dekatnya lokasi. Bagi petani yang
pasar
mengalami
lahannya dibawah 1 Ha, sebagian
peningkatan yang cukup drastis
besar hanya menggunakan tenaga
yaitu dari yang awalnya Rp 5.000
kerja antara 1 hingga 5 orang, dan
menjadi Rp 17.500 per Kg, maka
sisanya
masyarakat
sendiri (tenaga dari keluarga
beli
(mengalihtangankan).
lokal
banyak
yang
pemanenan,
(iii)
panen (meminimalisir
menggunakan
membuka hutan dan banyak yang
pemilik
merombak tanamannya menjadi
penjagaan,
tanaman kopi.
musim panen selalu diimbangi dengan
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
lahan).
tenaga
biasanya
peningkatan
Khusus setiap
angka
62
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
pencurian kopi di Alas Gumitir.
(27%)
Untuk itu, ada sistem penjagaan
pendapatan
hutan yang bekerja sama antara
antara Rp 3.850.000 hingga Rp
masyarakat
hutan
13.500.000/musim), 56 orang (34%)
perhutani.
berpendapatan sedang (pendapatan
Penjagaan ini dilakukan secara
antara Rp 15.750.000 hingga Rp
suka rela dengan tujuan bersama
46.000.000/musim) dan 64 orang
yaitu meningkatkan keamanan
(39%)
lingkungan hutan.
(pendapatan antara Rp 46.000.000
dengan
pengelola pihak
b. Hasil Analisis Diskriminan
hingga
Agar hasil penelitian lebih
yang
masuk
rendah
kategori
(pendatapan
berpendapatan
Rp
tinggi
92.000.000/musim)
(gambar 3). Jika dilihat dari luasan
menarik dan memperoleh hasil yang
lahan,
lebih mendalam (terkait kualitas
berpendapatan rendah memiliki luas
partisipasi dalam mengelola Alas
lahan kurang dari 1 Ha. Untuk yang
Gumitir), maka analisis diskriminan
berpedapatan sedang, luas lahan
sengaja dilakukan. Hal ini tidak lepas
antara 1 hingga 2 Ha. Yang terakhir,
dari
usia
yaitu responden degan pendapatan
pengelolaan hutan dan pendapatan
tinggi luasan lahannya lebih dari 2
yang diperoleh oleh responden. Dari
Ha.
adanya
perbedaan
rata-rata
responden
yang
163 responden, terdapat 43 orang Gambar 1. Klasifikasi Respond en Berdasar Pendapatan
Sumber : Hasil Analisis Data Lapang, 2016
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
63
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
Pembagian
kelompok
berdasar tingkat pendapatan sengaja
umumnya merupakan petani yang memulai usaha lebih dari 5 tahun.
dilakukan dimana dari analisis lapang didapat
bahwa masyarakat
berpendapatan
rendah
Dari hasil analisis diskriminan
yang
didapat beberapa perbedaan mendasar
umumnya
antar kelompok. Dianggap berbeda
merupakan petani kopi yang baru
(ada
perbedaan
persepsi
antar
memulai usaha kurang dari atau sama
kelompok) ketika nilai signifikansi
dengan 5 tahun. Sedangkan untuk
dari variabel pembentuk kurang dari
yang berpedapatan sedang dan tinggi
0,05. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam tabel 3 :
Tabel 3. Hasil Analisis Diskriminan Wilks' Lambda
F
df1
df2
Sig.
Sif1 ,987 1,049 2 Sif2 ,987 1,090 2 Sif3 ,589 55,918 2 Sif4 ,995 ,425 2 Sumber: Hasil Analisis Data Lapang, 2016
160 160 160 160
,353 ,339 ,000 ,654
Adapun penjelasan (implikasi) hasil
signifikan karena memiliki
analisis diskriminan adalah sebagai
0,353.
berikut :
responden
1.
formal ini dapat dilihat pada gambar
Adanya Sanksi Informal
Hasil analisis diskriminan, untuk
Adapun terkait
rincian adanya
nilai
persepsi sanksi
2.
keberadaan sanksi informal dianggap
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
64
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
Gambar 2. Asumsi Responden Terkait Adanya Sanksi Informal dalam Menentukan Kualitas Partisipasi Pengelolaan Alas Gumitir
Sumber : Hasil Analisis Data Lapang, 2016 diolah Dari gambar 4 dapat dipahami
sangat penting dalam meningkatkan
bahwa secara keseluruhan (100%)
kualitas partisipasi pengelolaan Alas
responden
Gumitir.
beranggapan
bahwa
keberadaan sanksi informal berperan Gambar 3. Asumsi Responden Terkait Efektivitas Penerapan Sanksi Informal dalam Menentukan Kualitas Partisipasi Pengelolaan Alas Gumitir
Sumber : Hasil Analisis Data Lapang, 2016 diolah Hal
ini
sesuai
dengan
pengelolaan Alas Gumitir. Adanya
keberadaan nilai-nilai lokal yang
sanksi informal dianggap baik karena
dikontrol dengan keberadaan sanksi
dibuat oleh masyarakat, disetujui
ternyata
dalam
(dipatuhi), dan dilaksanakan oleh
partisipasi
masyarakat. Tentunya, sanksi ini
sangat
meningkatkan
efektif
kualitas
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
65
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
terbentuk karena adanya harmonisasi
rincian analisis diskriminan dapat
antar suku dan antar kelompok
dilihat pada gambar 5.
agama.
Pada gambar 5. Dapahami bahwa
2. Efektivitas
Penerapan
Sanksi
Informal
lebih
dari
responden
Efektivitas
penerapan
informal,
berdasar
60%
kelompok
menganggap
bahwa
sanksi
penerapan sanksi informal efektif.
analisis
Sisanya (12% pendapatan rendah,
nilai
16% pendapatan sedang, dan 16%
signifikansi 0,339. Artinya, hampir
pendapatan tinggi) merasa tidak
tidak ada perbedaan persepsi antar
efektif.
diskriminan
kelompok
mendapat
responden.
Adapun
Gambar 4. Asumsi Responden Terkait Bentuk Sanksi Informal dalam Menentukan Kualitas Partisipasi Pengelolaan Alas Gumitir
Sumber : Hasil Analisis Data Lapang, 2016 diolah Kelompok masyarakat
yang
tidak setuju beranggapan bahwa
menganggap efektif karena hingga
masih adanya pencurian kopi di
saat ini anggota kelompok yang
lingkungan hutan dan kelompok yang
melanggar hampir atau bahkan tidak
tidak setuju ini sebagian adalah
ada. Dan tentunya, kualitas partisipasi
korban dari pencurian kopi.
dalam
3. Bentuk Sanksi Informal
mengelola
Alas
Gumitir
terwujud dengan baik karena kondisi
Berikutnya yang menjadi variabel
hutan dijaga. Sisanya, untuk yang
dari
kualitas
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
partisipasi
yaitu
66
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
bantuk sanksi informal. Hasil
adanya kasus pencurian kopi yang
analisis diskriminan menunjukkan
saat itu pencurinya tertangkap.
bahwa
Dimana sanksi yang diberikan
nilai
signifikansi
dari
bentuk sanksi informal adalah
kepada
pencuri
0,000. Artinya, sebagian kelompok
terlalu
ringan
masyarakat beranggapan bahwa
finansial) sehingga dikhawatirkan
bentuk sanksi terkait bentuk sanksi
kedepannya
informal dapat dilihat pada gambar
kembali. Hingga saat ini, telah
4.
terjadi
Pada gambar 4 dapat dipahami
(pencuri
bahwa hanya ada 28% masyarakat
daerah/luar Desa Kalibaru Manis),
pendapatan rendah yang setuju dan
padahal hampir setiap musim
sisanya 72% tidak setuju dengan
panen pasti ada kasus walaupun
bentuk sanksi informal. Untuk
kerugian finansial yang dialami
yang berpendapatan sedang ada
cenderung kecil.
82% yang setuju dan pendapatan tinggi 94% yang setuju. Bentuk sanksi informal yang ada untuk
4
sanksi
4. Lembaga
terulang
penangkapan
berasal
dari
atau
luar
pihak
yang
Memberikan Sanksi Informal Nilai
signifikansi
berat
memberikan
(ii)
(berupa
kali
lembaga
diasingkan,
dinggap
akan
saat ini yaitu : (i) bagi pelanggar harus
kopi
atau
piha
sanksi
yang informal
dikucilkan dan tidak dibantu dalam
berdasar
pengelolaan hutan, dan (iii) sanksi
adalah
finansial yang nantinya dananya
singnifikan
digunakan untuk pembangunan
perbedaan persepsi yang cukup
fasilitas desa (perbaikan fasilitas
besar antar kelompoknya. Rincian
umum
dari hasil diskriminan ini dapat
seperti
mushalla
dan
perbaikan jalan) . Kelompok yang
analisis
dari
0,654
diskriminan
yang
atau
tidak
artinya ada
dilihat pada gambar 5.
tidak setuju dilatarbelakangi oleh
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
67
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
Gambar 5. Asumsi Responden Terkait Lembaga atau Pihak yang Memberikan Sanksi Informal dalam Menentukan Kualitas Partisipasi Pengelolaan Alas Gumitir
Sumber : Hasil Analisis Data Lapang, 2016 diolah Dari gambar 5 dapat dipahami
suka rela dan harus dipatuhi.
bahwa secara keseluruhan (lebih
Umumnya
dari 60%) rensponden berpendapat
memberikan sanksi adalah ketua
bahwa
pihak
kelompok tani, sesepuh desa dan
pemberi sanksi informal berperan
tokoh masyarakat desa. Ini adalah
penting
bentuk pilihan yang bulat dan tidak
lembaga
atau
dalam
menentukan
pihak
kualitas partisipasi pengelolaan
saling
alas Gumitir. 100% masyarakat
kelompok atau pihak lain lantaran
berpedapatan rendah dan sedang
ada dasar hierarkhy, frekwensi dan
setuju, sisanya 98% masyarakat
homogenity. Dimaksud hierarkhy
berpendapatan tinggi yang setuju.
yaitu karena adanya rasa saling
Masyarakat merasa bahwa pihak
menghormati
atau
dengan orang yang lebih tua atau
lembaga
mampu
menjatuhkan
yang
meningkatkan kualitas partisipasi
dituakan.
pengelolaan alas gumitir lantaran
yaitu
pihak
sehingga
tersebut
atau
lembaga
antara
Dimaksud
mereka
sering
terbentuk
antar
pemuda
frekwensi ketemu hubungan
tersebut merupakan pilihan dari
sosial yang kuat. Dan dimaksud
masayarakat yang dipilih secara
homogenity
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
lantaran
adanya
68
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
kesamaan tempat
tinggal
dan
Selain itu, adanya anggapan
kesamaan pemenuhan kebutuhan
bahwa Alas
hidup yaitu melalui pengelolaan
tempat keramat atau suci yang harus
Alas
dijaga eksistensinya.
Gumitir
sebagai
lahan
perkebunan kopi.
Hasil
Gumitir merupakan
analisis
diskriminan
KESIMPULAN
menunjukkan
Hasil penelitian ini didapat beberapa
keseluruhan kelompok masyarakat
kesimpulan diantaranya :
beranggapan bahwa kulitas partisipasi
Berdasar analisis faktor didapat
bahwa
hampir
dapat diwujudkan dari : (i) adanya
bahwa motivasi masyarakat untuk
sanksi
berpartisipasi
penerapan sanksi, (iii) dan pihak yang
mengelola
Alas
informal,
(ii)
Gumitir ditentukan oleh : (i) tingginya
memberikan
angka
bentuk sanksi informal dirasa kurang
produksi,
(ii)
tingginya
sanksi.
efektivitas
pendapatan, (iii) luasan lahan, (iv)
berpengaruh
rendahnya
berpendapatan
penggunaan
biaya
Sedangkan
oleh
masyarakat
rendah
lantaran
produksi, (v) dan ketersediaan tenaga
adanya trauma masa lalu yaitu adanya
kerja.
tindakan Pengelolaan
Alas
Gumitir
kriminal
yang
hanya
diganjar sanksi ringan oleh pihak
dirasa sangat bagus dan sangat
pemberi sanksi.
membantu
meningkatkan
SARAN
pertumbuhan
perekonomian
Diharapkan ada penjagaan dan
masyarakat Desa Kalibaru Manis
pembinaan
lantaran adanya akulturasi nilai-nilai
(pemerintah setempat) terkait adanya
lokal yang dijunjung tinggi. Yaitu
akulturasi budaya di Desa Kalibaru
perpaduan antara nilai-nilai dari suku
Manis
Jawa dan suku Madura. Sehingga
Kabupaten Banyuwangi.
dengan
adanya
akulturasi
ini
dari
pihak
Kecamatan
Diharapkan
ada
terkait
Kalibaru
evaluasi
efektivitas dan efisiensi pengelolaan
kembali terkait sanksi yang diberikan
Alas Gumitir
sehingga
dirasakan secara
langsung oleh masyarakat.
kelompok
masyarakat
(masyarakat berpendapatan rendah) tidak merasa trauma terkait sanksi
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
69
Akulturasi Nilai Lokal : Analisis Tata Kelola Alas Gumitir …….(Tri Cahyono)
yang diberikan ke pelanggar hukum informal yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA Afriyani, Ryan. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. http://www.penalaranunm.org/index.php/artikelnalar/penelitian/116-metodepenelitian-kualitatif.pdf Alexander, M. 1994. Biodegradation and Bioremediation. Academic Press, New York. Bappenas. 2014. Studi Pendahuluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pembangunan Desa 2015-2019. Jakarta. BPS.
2016. Jakarta.
Data
Kemiskinan.
Dawud, Nurhadi. 2000. Penelitian Sosial. Universitas Negeri Malang. Malang. Ditjen PDT. 2016. Tahun 2017, 5 Daerah Tertinggal Dapatkan Fokus Pananganan Lintas Sektor. Jakarta. Hidayat, Aziz. 2014. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta. Kartasasmita, Ginanjar. 1994. Pembangunan Untuk Rakyat Memadukan Pertumbuhan Dan Pemerataan. Cidesindo. Jakarta.
Mubyarto. 1996. Strategi Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media. Putnam, RD. 1995. Bowling Alone: America’s Declining Social Capital. Journal of Democracy. Vol. 6 No. 1. Rahman, Bustami dan Yuswadi Hari. 2005. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Kelompok Peduli Budaya dan Wisata Daerah Jawa Timur. Jember. Suharto, Edi. 2008. Modal Sosial dan Kebijakan Publik. Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS). Banjarmasin. Umar, Husein. Penelitian Kuantitatif : Langkah demi Langkah. Pelatihan Metodologi Penelitian Kopertis III. Bogor. Vipriyanti NU. 2007. Analisis Keterkaitan Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi Wilayah : Studi Kasus di Empat Kabupaten di Bali [draf disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan ; Definisi, Teori dan Strategi. Bayumedia Publishing. Malang. Yustika, Ahmad Erani. 2009. Ekonomi Politik, Kajian Teoritis dan KajianEmpiris. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017
70