AKTIVITAS MAP (Mirabilis Antiviral Protein) SEBAGAI PENGENDALI PENYAKIT GEMINI VIRUS PADA TANAMAN CABAI
MOCHAMAD ANDI ANGGARA
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Protein MAP (Mirabilis Antiviral Protein) Sebagai Pengendali Penyakit Virus Gemini pada Tanaman Cabaiadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013
Mochamad Andi Anggara NIM G84090080
ABSTRAK MOCHAMAD ANDI ANGGARA. Aktivitas MAP (Mirabilis Antiviral Protein) sebagai Pengendali Penyakit Virus Gemini pada Tanaman Cabai. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan IFA MANZILA. Gemini virus telah diketahui dapat menyerang tanaman cabai sehingga hasil produksi cabai berkurang hingga 75% terutama pada musim kemarau. Penyakit ini hanya dapat ditularkan dengan serangga vektor (Bemisia tabaci). Salah satu cara mengatasinya dengan menggunakan protein mirabailis antiviral protein (MAP). Protein MAP berfungsi sebagai penonaktif ribosom pada tanaman. Protein MAP bertujuan menghambat virus gemini pada tanaman cabai. Pengujian dilakukan pada lima varietas tanaman cabai, dengan dua perlakuan, yaitu tingkat kemurnian protein dan lamanya inkubasi protein. Perlakuan pemurnian protein melalui tiga percobaan, yaitu menggunakan ekstrak kasar, fraksi amonium sulfat, dan fraksi dialisis. Penyimpanan protein dilakukan dengan dua percobaan, yaitu protein segar yang diinkubasi 2 hari dan protein yang telah disimpan 120 hari. Parameter yang diamati yaitu tanaman yang terinfeksi virus, tinggi tanaman, dan produksi buah. Total protein yang diperoleh pada ekstrak kasar 16.58 mg, fraksi amonium sulfat 8.94 mg, fraksi dialisis 7.42 mg, dan dialisi inkubasi protein 120 hari 6.88 mg. Hasil uji SDS-PAGE isolat protein sebesar 30.4 kDa. Hasil dari tiga percobaan pengendalian virus gemini lebih baik menggunakan fraksi dialisis. Kata kunci: inkubasi protein,kemurnian protein,virus gemini. ABSTRACT MOCHAMAD ANDI ANGGARA. Activity MAP (Mirabilis Antiviral Protein) as the Controlling Disease Gemini in Red Pepper. Supervised by IFA MANZILA and DJAROT SASONGKO HAMI SENO. Gemini virus has been known attacked plant once production chili pepper that is reduced to 75%, especially in the dry season. This disease can only be transmitted by an insect vector (Bemisia tabaci). One way around that by using a protein mirabailis antiviral protein (MAP). With the test on five variety pepper MAP two protein treatment was carried out with purity levels of protein and protein incubation length. This study using the method to determine differences in each statistics variety and control. The purity of the protein contained treatment threetrial that is using crude extract, fractions of ammonium sulfate, and the fraction of dialysis. While the storage protein twotrial is has been done with fresh protein and protein was incubated 2 days that have saved 120 days. Parameters observed the infected plants, plant height and fruit production.Total proteins were obtained at 16.58 mg crude extract, ammonium sulfate fractions 8.94 mg, 7.42 mg protein dialysis incubation for 120 days was 6.88 mg protein. Protein isolates Test results of SDS-PAGE dialysis fraction was 30,4 kDa. Results of three experiments gemini better viral control using dialysis. Key words: gemini virus, protein purity, the incubation of protein.
AKTIVITAS MAP (Mirabilis Antiviral Protein) SEBAGAI PENGENDALI PENYAKIT GEMINI VIRUS PADA TANAMAN CABAI
MOCHAMAD ANDI ANGGARA
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Penelitian Nama NIM
: Aktivitas MAP (Mirabilis Antiviral Protein) Sebagai Pengendali Penyakit Virus Gemini pada Tanaman Cabai : M. Andi Anggara : G84090080
Disetujui
Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, M.Si Pembimbing Pertama
Dr. Ifa Manzila, M.Si Pembimbing Kedua
Diketahui
Dr. I Made Artika, M.App.Sc. Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadiran Allah SWT atas karunia dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian. Penelitian dengan judul “Aktivitas Protein MAP (Mirabilis Antiviral Protein) Sebagai Pengendali Penyakit Gemini Virus pada Tanaman Cabai” dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Juni 2013 bertempat di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian BB-Biogen, Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini, terutama kepada Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, S.Si, M.Si. selaku pembimbing utama dan Dr. Ifa Manzila, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingannya serta mempercayai saya dalam mengerjakan penelitian ini.Terima kasih kepada orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi, dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih pula kepada Mbak Pipit, Kak Faris telah memberikan bantuan selama pengumpulan data penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, terutama untuk pengembangan ilmu biokimia. Bogor, September 2013 Mochamad Andi Anggara
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan dan Alat
2
Prosedur Penelitian
2
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan
5 5 11
SIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR TABEL 1 Penentuan total protein M Jalapa 2 Pengaruh infeksi virus gemini pada tinggi tanaman 3 Pengaruh infeksi virus gemini terhadap bobot buah tanaman cabai.
5 6 6
DAFTAR GAMBAR 1 Hasil SDS-PAGE protein Mirabilis Jalapa 2 Buah terinfeksi virus (Tanaman perlakuan). 3 Buah tidak terinfeksi virus (Kontrol negatif). 4 Pengaruh ekstrak kasar protein terhadap tinggi tanaman dan infeksi virus gemini. 5 Pengaruh fraksi ammonium sulfat terhadap tinggi tanaman dan infeksi virus gemini. 6 Pengaruh dialisis terhadap tinggi tanaman dan infeksi virus Gemini. 7 Pengaruh penyimpanan protein selama 2 hari terhadap tinggi tanaman dan infeksi virus gemini. 8 Pengaruh penyimpanan protein selama 120 hari terhadap tinggi tanaman dan infeksi virus gemini
5 6 6 7 8 9 10 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Diagram Alir Penelitian 2 Prosedur ekstraksi protein MAP 3 Kurva standar protein (Metode Bradford) 4 Hasil penentuan kadar protein daun M. Jalapa 5 Hasil pengamatan gejala tanaman terinfeksi virus gemini. 6 Perhitungan persentasi tanaman terinfeksi virus.
16 18 19 20 22 23
PENDAHULUAN Konsumsi cabai di Indonesia mencapai 900 ton/tahun atau sekitar 4 kg/kapita. Kuantitas konsumsi masih belum dapat dipenuhi karena produksi cabai dalam negeri hanya mencapai 76% dari total permintaan sehingga masih dilakukan impor cabai dari Malaysia dan Australia. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, produksi cabai di daerah Jawa Tengah dan daerah Yogyakarta mengalami penurunan produksi akibat serangan penyakit virus Gemini (BPS 2009). Penyakit ini pertama kali muncul di India pada tahun 1984 pada tanaman tembakau dengan kerugian produksi hingga 80%. Tanaman cabai rawit yang terkena penyakit ini menghasilkan produksi yang rendah, sedangkan pada cabai besar tidak menghasilkan produksi (Kumoro 2003). Hersanti (2003) meneliti bahwa ekstrak daun bunga pukul empat (Mirabilis jalapa) dapat digunakan sebagai agen penginduksi ketahanan sistemik tanaman cabai merah terhadap virus Gemini. Protein penonaktif ribosom yang berasal dari tanaman bunga pukul empat dikenal dengan nama mirabilis antivirus protein (MAP). Daun M. jalapa telah diketahui mengandung protein antivirus yang aktif terhadap virus-virus tanaman tertentu yang dapat ditularkan secara mekanik (Sudjadi et al 2004). MAP diketahui dapat menghambat penularan mekanik tobacco mosaic virus (TMV) pada tanaman tembakau, tomat, dan cabai, serta cucumber green mottle mosaic virus pada tanaman mentimun (Kubo et al. 1990). Menurut Mafrukhin et al. (2001) dan Somowiyarjo et al (2001) agen yang bertanggung jawab sebagai antiviral penginduksi ketahanan sistemik ini disebut MAP. Protein ini dikelompokkan dalam suatu kelas yang disebut ribosome inactivating proteins (RIP) yang memiliki aktivitas N-glikosidase yang mampu meningkatkan ketahanan sistematik tanaman cabai. Tumbuhan tingkat tinggi pada umumnya, memproduksi protein yang dikelompokkan dalam RIP. RIP adalah protein toksik yang terdapat secara luas pada tanaman dan mikroorganisme. RIP yang telah diisolasi merupakan protein bersifat basa karena pendekatan waktu pemurnian RIP menggunakan kromatografi penukar (Bolognesi et al. 2002, Hartley et al. 1996). Penguijan terhadap populasi kutu daun dan lalat putih, ekstrak M. jalapa dapat mengurangi penyebaran virus pada inang yang sistemik (Verma et al. 1998). Mekanisme penghambatan terhadap infeksi virus dari MAP dapat dijelaskan dengan dua mekanisme. Mekanisme pertama, pada saat diaplikasikan MAP masuk ke bagian epidermis dan bertahan di ruang antar selnya. Pada saat tanaman mengalami perlukaan yang disebabkan oleh infeksi virus, MAP masuk dalam epidermis dan membentuk 28s rRNA yang dapat menghambat replikasi virus pada tahap awal dengan cara mendeaktivasi pembentuk protein sel. Mekanisme yang kedua, pada saat inokulasi MAP dan virus melakukan penetrasi secara bersamasama, keduanya saling berkompetisi untuk mencapai daerah aktif ribosom. MAP membentuk 28s rRNA yang dapat menghambat sintesis protein. MAP dapat mencapai daerah aktif ribosom terlebih dahulu sehingga dapat mencegah infeksi pada tahap awal sebelum virus mengalami pembentukan kapsid (Sudjadi 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui protein MAP dapat menghambat virus gemini pada tanaman cabai. Protein yang berasal dari daun M jalapa sebagai pengendalian virus Gemini diuji kemurnian protein dan penyimpanan protein sehingga dapat mengetahui mengetahui apakah semakin murni protein,
2
semakin berpengaruh juga dapat mengetahui apakah protein dapat disimpan pada suhu 4 ˚C.
METODE Alat Mortar, kain kasa, corong, Erlenmeyer, sentrifus, tabung sentrifus, labu ukur, neraca analitik, pH meter, stirrer, pipet volumetrik 2 mL, gelas ukur, gelas piala 400 mL, gelas piala 2000 mL, gelas ukur 2000 mL, tabung dialisis (selofan), tube, mikropipet, elektroforesis, spektrofotometer UV-Vis, polybag, pot, gelas akua, kuvet, tisu, SDS-PAGE, magnetic stirrer. Bahan Daun M. jalapa yang didapatkan dari Darmaga dan sekitarnya, natrium asetat, asam asetat glasial, 2-merkaptoetanol, ammonium sulfat, akrilamid 30%, SDS 10%, APS 10%, TEMED (N,N,N,N-tetrametil-etilendiamin), Coomassie Brilliant Blue R250, bufer Tris-HCl 1.5 M, bufer fosfat 0.01 M, etilendiamin tetraasetat (EDTA), natrium klorida (NaCl 0,15 M), standar Bovine Serum Albumin (BSA), pereaksi Bradford, karborundum, benih cabai gelora, benih cabai landung, benih cabai jatilaba, benih cabai helem, benih cabai titsuper , isolat virus gemini, media tanam. Prosedur Analisis Ekstraksi Protein dari Daun M. jalapa (Praveen 2001) Daun M. jalapa sebanyak 250 g basah dicuci, kemudian digerus dengan mortar dan ditambahkan bufer asetat 0.2 M pH 5.2 yang mengandung 0.2% 2merkaptoetanol 500 mL dalam suhu 4 ˚C. Ekstrak kental disaring menggunakan kain kasa untuk menghilangkan pengotor berukuran besar. Filtrat ekstrak disentrifugasi pada 6000 x g selama 15 menit, dipisahkan supernatannya sebagai ekstrak kasar. Ekstrak diukur volumenya. Sebagian ekstrak dipisahkan untuk uji pada tanaman dan analisis protein. Sisa ekstrak disimpan dalam freezer. Pengendapan Ekstrak Kasar Menggunakan Amonium Sulfat (Praveen 2001) Ekstrak kasar ditambahkan amonium sulfat hingga kejenuhan 70%. Larutan diaduk menggunakan magnetic stirrer hingga didapatkan larutan jenuh. Larutan disimpan satu malam dalam suhu 4 ˚C, kemudian disentrifugasi pada 12000 × g selama 10 menit. Pelet diresuspensi menggunakan bufer fosfat 0.01 M pH 7.0. Fraksi diukur volumenya dan dipisahkan sebagian untuk uji tanaman dan analisis protein. Sisa fraksi amonium sulfat disimpan dalam freezer. Dialisis Fraksi Ammonium Sulfat (Barker 2002) Tabung dialisis dididihkan selama 30 menit, fraksi dimasukkan dan kemudian kedua ujungnya dijepit atau diikat. Kantung yang berisi fraksi amonium sulfat dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi 2 L bufer fosfat 0.01 M pH 7.0 dan diaduk dengan magnetic stirrer selama 24 jam. Fraksi jernih dipisahkan dan dihitung volumenya. Sebagian volume dipisahkan untuk analisis kadar protein.
3
Fraksi dialisis merupakan isolat protein. Sebagian hasil dialisis dipisahkan untuk uji pada tanaman dan analisis protein. Sisa ekstrak disimpan dalam freezer. Penentuan Konsentrasi Protein Metode Bradford (Harisha 2007) Kurva standar. Larutan protein standar dibuat dengan menggunakan BSA dengan konsentrasi 1.25–10.00 µg/mL dalam NaCl 0.15 M sebanyak 800 μL. Standar protein ditambahkan dengan 200 µL reagen Bradford. Campuran dihomogenkan dengan vorteks dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Absorbans diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Kurva standar dibuat dengan plot konsentrasi standar terhadap absorbans. Penentuan konsentrasi protein fraksi. Sampel protein fraksi diencerkan dengan NaCl 0.15 M dalam beberapa kali pengenceran, kemudian sebanyak 800 µL ditambahkan dengan 200 µL reagen Bradford dan dihomogenkan dengan vorteks. Absorbans diukur pada panjang gelombang 595 nm setelah campuran diinkubasikan pada suhu ruang selama 10 menit. Konsentrasi protein ditentukan dengan persamaan kurva standar. Penentuan Bobot Molekul (Modifikasi Harisha 2007) Pembuatan gel 10% SDS-PAGE. Akuades sebanyak 1.9 mL ditambahkan dengan 1.3 mL bufer tris-HCl pH 8.8 1.5 M, 1.7 mL 30% akrilamida (30:1), 50 µL SDS 10%, dan 50 µL APS (amonium persulfat) 10%. Campuran diaduk, kemudian ditambahkan 2 µL TEMED (N,N,N’,N-tetrametil-etilendiamin). Campuran dicetak ke dalam cetakan gel sampai 2/3 bagian cetakan, kemudian 1/3 bagian diisi dengan akuades dan didiamkan sampai mengeras. Stacking gel dibuat dengan campuran 1.4 mL akuades, 0.25 mL bufer tris-HCl pH 6.8 0.5 M, 0.33 mL 30% akrilamida, 20 µL SDS 10%, 20 µL APS 10%, dan 2 µL TEMED. Akuades dalam 1/3 bagian cetakan dibuang, kemudian diganti dengan campuran stacking gel. Sisir pencetak sumur disisipkan pada cetakan. Preparasi dan running sampel. Sampel protein ditambahkan dengan 2× SB (sample bufer) dalam volume 60 µL dengan perbandingan 1:1. Campuran protein dan SB dididihkan dalam tube 1.5 mL selama 10 menit. Gel dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang telah diisi running buffer. Sampel yang telah disiapkan dimasukkan sebanyak 15 20 µL ke dalam sumur. Elektroforesis dijalankan pada tegangan listrik 150 V dengan arus 25 mA hingga sampel mencapai batas bawah gel. Pewarnaan gel. Gel SDS-PAGE dimasukkan ke dalam wadah yang berisi reagen pewarna (0.25 g Coomassie Brilliant Blue R250, 125 mL metanol, 25 mL asam asetat glasial, dan 100 mL akuades). Pewarnaan dapat dilakukan selama 12 jam. Pewarna yang tidak berikatan dengan sampel dalam gel dicuci dengan proses destaining. Gel dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan pencuci (10 mL metanol, 100 mL asam asetat glasial, dan 800 mL akuades). Pencucian warna dilakukan sekitar 24 jam dengan shaker. Gel yang telah diwarnai, kemudian didokumentasikan dalam bentuk berkas gambar. Bobot molekul dianalisis dengan perangkat lunak Photocapt-MW. . Inokulasi Virus dan Protein (Mahmoud et al. 2010) Inokulasi Virus. Serangga vektor (B.Tabaci) diinfeksikan pada tanaman sekitar 5 7 ekor yang dikumpulkan dengan aspirator dari tanaman cabai yang terserang virus Gemini dalam baki yang kemudian ditutup dengan gelas akua
4
selama 2 hari. Hari ketiga tanaman disemprot dengan insektisida. Selanjutnya, tanaman dipindahkan pada pot plastik ±12 cm, dipelihara dan diamati pertumbuhan, serta perubahannya. Inokulasi Protein ke tanaman uji. Setiap tanaman diinokulasi pada dua helai daun termuda yang telah membuka penuh (±3 minggu setelah tanam). Sebelum diinokulasi, serbuk karborundum ditaburkan pada permukaan ujung daun, kemudian dioleskan dengan kapas steril pada permukaan daun. Segera setelah pengolesan protein, pembilasan dilakukan terhadap sisa-sisa sap yang masih melekat pada permukaan daun tanaman uji menggunakan air mengalir. Perlakuan Sampel. Perlakuan pengamatan adalah kontrol positif (tanaman terinfeksi virus), kontrol negatif (tanaman tidak terinfeksi virus), protein+virus, virus+protein, virusprotein, dan virus. Pengujian inokulasi tanaman menggunakan 3 cara,yaitu (1) virus dan protein diinokulasi bersamaan dengan selang waktu 15 menit. (2) inokulasi virus pada tanaman 48 jam setelah pemberian protein. (3) inokulasi protein dilakukan 48 jam sebelum pemberian virus. Parameter Pengamatan (Taufik 2010) Parameter pengamatan yang diamati di antaranya tinggi tanaman,bobot buah, gejala virus, dan tanaman terinfeksi virus. Tinggi tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman dengan satuan cm. Tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai pada tunas tanaman selama 30 hari setelah tanam. Pengukuran bobot buah membandingkan bobot buah tanaman diberi perlakuan dengan tanaman kontrol. Gejala virus yang diamati daun berubah menjadi kuning dan daun menjadi kecil. Tanaman yang terinfeksi virus dihitung setelah diberikan perlakuan. Rancangan Acak Lengkap (Mattjik 2002) Perlakuan tanaman meliputi lama penyimpanan protein M jalapa dan tingkat kemurniannya, dengan menggunakan sampel tanaman cabai. Model matematika yang menjelaskan nilai pengamatan dari rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut. Yij = μ +τi + εij ; i = (1,2,3,4) dan j = (1,2,3,4,5) Keterangan: Yij = Perlakuan ke-i dan ulangan ke-i μ = Rataan umum (rata-rata tinggi tanaman,bobot buah,penyimpanan protein, kemurnian protein.) τi = Pengaruh perlakuan cair ke-i (ekstrak kasar, amonium sulfat, dialisis) εij = Pengaruh acak ke-i, dan ulangan ke-j. Hipotesis Statistik yang akan diuji adalah H0 = τ1 = τ2 =τ3 =τ4 =0, (yang berarti tidak ada pengaruh perlakuan dari lama penyimpanan dan tingkat kemurnianl). H1 = minimal ada satu τi≠ 0 (i=1,2,3,4), (yang berarti minimal ada satu perlakukan yang mempengaruhi tanaman cabai). Data yang terkumpul diolah untuk menguji hipotesis statistik dengan prosedur analisis ragam, yaitu untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati dan bila terdapat pengaruh nyata (Steel 1980)
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Total Protein Mirabilis jalapa Penentuan total protein diperoleh dari konsentrasi protein yang didapat oleh kurva standar (Lampiran 3) dengan persamaan garis y= 0.016x+0.014. Hasil penentuan protein (Gambar 1) menunjukkan total protein tertinggi pada ekstrak kasar (16.58 mg) dan terendah pada fraksi dialisis yang telah disimpan selama 120 hari (6.88 mg). Table 1 Penentuan total protein M Jalapa Rata-rata konsentrasi (mg/ml)
n (jumlah larutan)
Volume (mL)
Total protein (mg)
Ekstrak kasar
1.4326
3
8.1
16.58
Fraksi amonium sulfat
1.4436
3
4.2
8.94
Fraksi dialisis yang disimpan 2 hari
1.3289
4
3.6
7.42
Fraksi dialisis yang disimpan 120 hari
1.0658
3
3
6.88
Perlakuan
SDS-PAGE Protein Mirabilis jalapa Hasil dari dialisis protein yang disimpan 2 hari (Gambar 2) menunjukkan adanya pita dengan nilai 30.4 kDa. Pengujian protein M. jalapa menggunakan marker pharcia.
Gambar 1 Hasil SDS-PAGE.M (Marker Pharcia) P (Protein Mirabilis jalapa). Pengaruh Virus Gemini Terhadap Tinggi Tanaman Hasil pengamatan tinggi tanaman (Tabel 2) menunjukkan kelima varietas memiliki pertumbuhan di atas kontrol positif dan di bawah kontrol negatif. Hal ini menunjukkan keberadaan virus Gemini akan menghambat pertumbuhan tanaman.
6
Table 2 Pengaruh infeksi virus Gemini pada tinggi tanaman Perlakuan
Rata-rata tinggi tanaman
K (-) K (+) Landung Gelora Helem Titsuper Jatilaba
26.86±2.17a 15.10±1.49b 16.18±3.82b 16.16±3,43b 15.94±3.68b 15.68±2.98b 15.58±2.12b
Keterangan: K(-) = Tanaman kontrol tidak terinfeksi virus menggunakan varietas cabai (Landung, Jatilaba, Helem, Titsuper, dan Gelora) K(+) = Tanaman kontrol terinfeksi virus menggunakan varietas cabai (Paper Yellow) Pengaruh Virus Gemini Terhadap Bobot Buah Hasil pengamatan bobot buah (Tabel 3) (Gambar 2 dan 3) menandakan bahwa virus Gemini menurunkan bobot buah (buah menjadi lebih kecil dibandingkan dengan kontrol negatif). Hal ini menunjukkan keberadaan virus Gemini akan menurunkan bobot buah. Table 3 Pengaruh infeksi virus gemini terhadap bobot buah tanaman cabai. Perlakuan
Rata-rata bobot buah (g)
K (-) K (+) Landung Gelora Helem Titsuper Jatilaba
5.158±1.19a 0c 2.266±1.35b 2.586±0.98b 2.252±1.12b 1.416±0.88cb 0.768±0.43cb
Keterangan: K(-) = Tanaman kontrol tidak terinfeksi virus menggunakan varietas cabai (Landung, Jatilaba, Helem, Titsuper, Gelora) K(+) = Tanaman kontrol terinfeksi virus menggunakan varietas cabai (Paper Yellow)
Gambar 2 Buah terinfeksi virus: Varietas Landung (a), varietas Jatilaba (b), varietas Helem (c), varietas Titsuper (d), varietas Gelora(e) (Tanaman perlakuan)
Gambar 3 Buah tidak terinfeksi virus: varietas Landung (a), varietas Jatilaba (b), varietas Helem (c), varietas Titsuper (d), varietas Gelora (e) (Kontrol negatif)
7
Pengaruh Esktrak Kasar Protein (MAP). Ekstrak kasar kurang menghambat infeksi virus Gemini (Gambar 4). Terlihat dari banyaknya tanaman yang terinfeksi (90%) dan terhambat pertumbuhannya (Lampiran 6). Pada varietas Landung, Jatilaba, Helem, dan Titsuper lebih baik pada perlakuan C, sedangkan Gelora lebih baik pada perlakuan A. Landung
Jatilaba
9.2± 3.41b 8.7±2.46b
Helem
13.5±3.34a
11.1± 1.74a
8± 2.11b 7.3±1.19cb 7.6± 3.44cb
9.05± 4.36b 4.7±2.11cb 6.7±2.57cb 6.4±0.11c
6.1±0.02cb
12.5±1.57a
5.8±0.31c
0c K (+)
A
B
C
K (‐)
Titsuper
K (+)
14.3±1.76a
A
B
C
K (‐)
K (+)
A
B
C
K (‐)
Gelora 10.4±1.87a 8.2±2.33b 7.6±3.34cb 6.8±2.31c c 6.4±0.08
7.8±2,47b
7.6±2.31b 6.3±2.14b 6.6±0.14b
K (+)
A
B
C
K (‐)
K (+)
A
B
C
K (‐)
Gambar 4 Pengaruh ekstrak kasar protein terhadap tinggi tanaman dan infeksi virus Gemini. Keterangan : A : Protein dioleskan pada tanaman setelah 3 hari diinfeksikan virus (P+V) B : Protein dioleskan pada tanaman setelah 10 menit diinfeksikan virus (VP) C : Virus diinfeksikan pada tanaman setalah 3 hari protein dioleskan (V+P) : : Menandakan tanaman perlakuan terinfeksi virus. : Menandakan tanaman perlakuan tidak terinfeksi virus Pengaruh Fraksi Amonium Sulfat Hasil fraksi amonium sulfat cukup berpengaruh pada infeksi virus gemini (Gambar 5), 50% tanaman tidak terinfeksi virus. Tanaman mati sebesar 60% setelah diberi fraksi amonium sulfat. Pada varietas Landung, Jatilaba, Helem, dan
8
Titsuper lebih baik pada per;aluan C, sedangkan Gelora lebih baik pada perlakuan A.
Jatilaba
Landung
11±1.74a 9.3±3.66a 9.1±2.98a 8.4±3.52b
13.5±3.34a
8.6±4.11b 8.3±1.82b 6.4±0.11c
6.1±0.02c
0 K (+)
A
B
C
K (‐)
K (+)
Titsuper Helem 12.4±1.57a 9.4±2.32b 7.7± 2.81b 8±2.47b 5.8±0.31c
K (+)
A
B
C
K (‐)
A
C
K (‐)
14.3±1.76a
Gelora
9.1±3.12b
10.4±1.87a 9±3.21b 8.9±3.66 6.4±0.08c 5.9±2.17c
5.1±1.97c 7.8±3.42b 6.6±0.14c
K (+)
B
A
B
C
K (‐)
K (+)
A
B
b
C
K (‐)
Gambar 5 Pengaruh fraksi amonium sulfat terhadap tinggi tanaman dan infeksi virus gemini. Keterangan : A : Protein dioleskan pada tanaman setelah 3 hari diinfeksikan virus (P+V). B : Protein dioleskan pada tanaman setelah 10 menit diinfeksikan virus (VP). C : Virus diinfeksikan pada tanaman setalah 3 hari protein dioleskan (V+P). : Tanaman perlakuan terinfeksi virus. : Tanaman perlakuan tidak terinfeksi virus K(-) : Tanaman kontrol tidak terinfeksi virus K(+): Tanaman kontrol terinfeksi virus Pengaruh Fraksi Dialisis Hasil dari fraksi dialis memengaruhi infeksi virus gemini (Gambar 6). Sebesar 100% tanaman tidak terinfeksi oleh virus (Lampiran 6), tetapi sekitar 30% tanaman mati. Penyebab kematian disebabkan oleh dosis pada protein yang digunakan masih terlalu besar.
9
Landung
10.5±3.01a 8.8±2.53b 8.2±2.89b 6.4±0.11c
6.1±0.02b
K (+)
A
B
C
K (‐)
K (+)
A
Titsuper Helem
B
C
K (‐)
14.3±1.76a
12.7±3.86a 11.2±3.92a 9.9±2.77a
12.4±1.57a
10.2±3.63a 11.2±3.25a 9.8±2.18a
13.5±3.34a
Jatilaba
10.9±3.42a 11.1± 1.74a 10.8±2.77a 10.7±2.69a
6.6±0.14c
5.8±0.31b
K (+)
A
B
C
K (+)
K (‐)
A
B
C
K (‐)
Gelora a
10.6±2.38a 9.7±3.33 10.4±1.87a 8.63.26a 6.4±0.08c
K (+)
A
B
C
K (‐)
Gambar 6 Pengaruh dialisis terhadap tinggi tanaman dan infeksi virus Gemini. Keterangan : A : Protein dioleskan pada tanaman setelah 3 hari diinfeksikan virus (P+V). B : Protein dioleskan pada tanaman setelah 10 menit diinfeksikan virus (VP). C : Virus diinfeksikan pada tanaman setelah 3 hari protein dioleskan (V+P). : Tanaman perlakuan terinfeksi virus : Tanaman perlakuan tidak terinfeksi virus. K(-) : Tanaman kontrol tidak terinfeksi virus K(+): Tanaman kontrol terinfeksi virus
10
Penyimpanan Protein Hasil penyimpanan protein ternyata tidak berbeda nyata dengan protein yang masih segar (Gambar 7 dan 8). Penyimpanan protein selama 120 hari masih dapat menghambat virus Gemini, sehingga protein dapat disimpan pada suhu 4 ºC. Landung
Jatilaba
Helem
Ttisusper
a 13.4±1.27a 12.7±1.53 12.8±1.66a a a 13.1±1.16a 10.5±4.14 a 10.4±3.11 10.1±2.14a 11±5.18 a a 10.6±2.77 a 10.5±2.59 a a 10.8±3.16 10.4±2.41 10.2±4.22 a a 10.7±43.11 a 10.7±4.88 10.8±3.57 5.6±0.88b
K(+)
A
B
C
K(‐)
A
B
C
K(‐)
A
B
C
K(‐)
A
B
C
K(‐)
Gambar 7 Pengaruh penyimpanan protein selama 2 hari terhadap tinggi tanaman dan infeksi virus gemini. Keterangan : A : Protein dioleskan pada tanaman setelah 3 hari diinfeksikan virus (P+V). B : Protein dioleskan pada tanaman setelah 10 menit diinfeksikan virus (VP). C : Virus diinfeksikan pada tanaman setalah 3 hari protein dioleskan (V+P). : Tanaman perlakuan terinfeksi virus : Tanaman perlakuan tidak terinfeksi virus K(-) : Tanaman kontrol tidak terinfeksi virus K(+): Tanaman kontrol terinfeksi virus Landung
Jatilaba
Helem
Titsuper
12.8±1.06a 12.7±1.53a 13.1±1.16a a 13.4±1.22a a 12.3±5.66 10.1±3.44 a 10.3±3.57 11.2±4.62a 9.1±3.74a a 9.6±2.87a 10.2±3.47a 10.7±4.14 a a 8.9±2.11 a 10.4±3.31 10.2±2.36 a 9.3±3.29 b 5.6±0.88
K(+)
A
B
C
K(‐)
A
B
C
K(‐)
A
B
C
K(‐)
A
B
Gambar 8 Pengaruh penyimpanan protein selama 120 hari terhadap tinggi tanaman dan infeksi virus Gemini Keterangan : A : Protein dioleskan pada tanaman setelah 3 hari diinfeksikan virus (P+V). B : Protein dioleskan pada tanaman setelah 10 menit diinfeksikan virus (VP). C : Virus diinfeksikan pada tanaman setalah 3 hari protein dioleskan (V+P). : Tanaman perlakuan terinfeksi virus : Tanaman perlakuan tidak terinfeksi virus K(-) : Tanaman kontrol tidak terinfeksi virus K(+): Tanaman kontrol terinfeksi virus
C
K(‐)
11
Pembahasan Total Protein Mirabilis Jalapa Terdapat 4 fraksi yang dilakukan perhitungan protein. Fraksi terdiri atas ekstrak kasar, fraksi amonium sulfat, fraksi dialisis yang diinkubasi 2 hari, dan fraksi dialisis yang diinkubasi 120 hari. Total protein ini dihitung dengan kurva standar protein. Kurva standar diperoleh menggunakan metode Bradfrord dengan protein yang digunakan ialah BSA. Persamaan garis diperoleh y = 0.016x+0.041. Sebelum perhitungan total protein, protein dihitung konsentrasinya menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS. Total protein yang didapat, yaitu ekstrak kasar total protein sebesar 16.58 mg, fraksi amonium sulfat 8.941 mg, fraksi dialisis 7.42 mg, dan dialisis yang diinkubasi 120 hari sebesar 6.881 mg. Hal ini menunjukkan bahwa protein semakin dimurnikan, konsentrasi protein akan semakin menurun. Sudjadi dan Sismindari (2009) mendapatkan total protein yang terdapat pada RIP bervariasi mulai dari 1 mg sampai 100 mg. Semakin murni protein, akan semakin berkurang total protein, karena protein akan banyak terbuang disaat pemurniaan. SDS-PAGE Protein Mirabilis jalapa Sodium dodecyl sulphate poly acrilamide gel electrophoresis (SDSPAGE) dapat melihat adanya protein MAP dengan menggunakan reagen pewarna Coomassie Brilliant Blue R250. Tujuannya dilakukan SDS PAGE untuk mengetahui bobot molekul dari protein MAP. Hanya fraksi dialisis yang diuji, karena pada fraksi amonium sulfat dan ekstrak kasar masih mengandung banyak pengotor sehingga pita yang dihasilkan banyak. Hal ini dapat mempersulit untuk mengetahui bobot molekul protein. Hasil dari uji SDS-PAGE pada isolat potein MAP didapatkan satu pita dengan ukuran30.4 kDa. Menurut Sudjadi et al. (2003), fraksi dialisis Mirabilis jalapa sebesar 30 kDa yang bersifat basa. Berdasarkan strukturnya protein MAP yang berukuran 30 kDa termasuk pada RIP tipe pertama Sudjadi et al. (2003). Menurut Sismindari (2005), protein tersebut berukuran 36.5 kDa dan 30 kDa. Protein ini mungkin seperti MAP dari akar M. jalapa. Gejala Tanaman Cabai Terinfeksi Virus Virus Gemini menginfeksi tanaman menggunakan bantuan serangga vektor Bemicia tabaci. Serangga vektor menginfeksi tanaman dengan cara membawa virus dari tanaman sakit kepada tanaman yang sehat. Hasil penularan virus Gemini pada 5 varietas cabai (Tabel 2 dan 3) menunjukkan bahwa tanaman cabai varietas Landung, Helem, dan Titsuper memiliki gejala yang serupa, yaitu gejala daun belang, daun kuning, daun menggulung, daun mengecil, tanaman kerdil, buah mengecil, dan hasil produksi buah menurun. Pada 2 varietas tanaman cabai Jatilaba dan Gelora memiliki ciri daun mengecil, daun kuning kehijau hijauan, tenaman kerdil, buah membusuk dan mengecil, serta hasil produksi buah menurun. Menurut Muhammad (2005) gejala yang ditunjukkan oleh tanaman cabai akibat terinfeksi virus berbeda-beda, karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kultivar cabai, strain virus, kondisi lingkungan, dan fase pertumbuhan. Aidawati et al. (2001) menyatakan bahwa infeksi virus Gemini menimbulkan gejala yang bervariasi bergantung pada strain dan spesies tanaman inangnya. Gejala yang ditimbulkan adalah kerusakan daun, daun mengkriting, renyuk, daun berkerut, menguning, serta tanaman menjadi lebih kerdil. Pada umumnya, virus
12
tersebut mengakibatkan pertumbuhan menjadi terhambat. Selain virus Gemini, terdapat virus yang sering menyerang tanaman cabai salah satunya chili vein mottle virus (CVMV) dengan menyebabkan bunga menjadi gugur dan tanaman menjadi kerdil (Astuti 2003). Penelitian ini melihat pertumbuhan tanaman selama 30 hari dan melihat produksi buah tanaman cabai. Penelitian ini dilakukan dengan 5 varietas tanaman cabai, yaitu Landung, Jatilaba, Gelora, Helem, Titsuper, kontol positif, dan 5 kontol negatif. Kontol positif pada perlakuan virus menggunakan tanaman paprika, karena tanaman paprika lebih sensitif terkena virus dan ketahanan tanaman paprika lebih kecil. Kontol negatif menggunakan 1 tanaman dari 5 vairetas tanaman tersebut. Pertumbuhan tanaman yang terinfeksi virus sangat lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman yang tidak terinfeksi virus (Tabel 2). Sementara itu produksi buah pada tanaman yang terinfeksi virus lebih sedikit dari pada yang tidak terinfeksi virus. Tanaman yang terifeksi virus masih memiliki produksi buah, tetapi buah pada tanaman yang terinfeksi virus mengalami penurunan bobot sampai 70% (Tabel 3). Pengaruh Penambahan Protein Terhadap Infeksi Virus Ada dua perlakuan pada penambahan protein, yaitu tingkat pemurnian protein dan penyimpanan protein. Tujuan pemurnian protein adalah menguji apakah semakin murni protein menyebabkan ketahanaan tanaman semakin meningkat, sedangkan pada penyimpanan protein menguji apakah masih dapat digunakan setelah disimpan selama 120 hari. Penambahan protein menggunakan dosis 0.1 g dan konsentrasi hasil pemurnian protein 1.3289 mg/ml. Inokulasi virus dilakukan menggunakan serangga vektor (Bemicia Tabaci). Proses inokulasi pada tanaman menggunakan tiga cara. Pertama inokulasi protein pada tanaman yang berumur 2 minggu (tanaman berdaun dua), sekitar 15 menit diinfeksikan virus. Kedua, protein diinokulasi pada tanaman yang sudah berumur 2 minggu, lalu setelah 3 hari diinfeksikan virus. Ketiga, diinfeksikan virus pada tanaman yang sudah berumur 2 minggu, lalu setelah 3 hari diinokulasikan protein. Hal ini untuk membuktikan protein selain dapat mencegah virus, protein juga dapat mengobati tanaman yang terinfeksi virus (Mahmoud et al. 2010). Somowiyarjo et al. (2001) juga mendapatkan ekstrak daun bunga pukul empat dapat menghambat infeksi virus CMV pada Chenopodium amaranticolo. Penelitian lain juga melaporkan bahwa bunga pukul empat ada pada posisi terbaik ketiga setelah bunga pagoda dan bayam duri dalam mengatasi serangan CMV pada cabai merah menurut Hersanti (2004). Pada perlakuan tersebut parameter yang diamati, yaitu tinggi tanaman, bobot buah, produksi buah, dan gejala yang timbul. Hasil percobaan menggunakan ekstrak kasar terhadap tanaman cabai tidak memengaruhi terhambatnya infeksi virus Gemini. Hal ini disebabkan karena masih banyak pengotor dalam fraksi ekstrak kasar. Tinggi tanaman menjadi terhambat pada fraksi ekstrak kasar. Tanaman terinfeksi virus Gemini sebesar 90% (Gambar 4). Berdasarkan hasil uji Duncan bahwa kelima varietas memiliki pertumbuhan tanaman sebanding dengan kontrol positif dan dibawah kontrol negatif karena adanya tanaman terinfeksi virus Gemini. Penelitian Sukma et al (2007) juga mendapatkan ekstrak kasar memengaruhi pertumbuhan daun dan batang tanaman T. cucumerina yang menunjukkan aktivitas peroksidase dan
13
kintase, tetapi pada penelitian ini ekstrak kasar protein tidak memengaruhi virus gemini pada tanaman cabai (Gambar 4). Fraksi amonium sulfat diperoleh dari ekstrak kasar yang telah ditambahkan amonium sulfat 70%, hal ini bertujuan untuk mengendapkan protein. Fraksi amonium sulfat diuji terhadap tanaman cukup berpengaruh pada infeksi virus Gemini (Gambar 5). Percobaan ini menunjukan bahwa 60% tanaman mati, karena pada fraksi amonium sulfat masih terdapat sulfur yang pekat yang dapat menimbukan tanaman menjadi kering dan mati. Amonium sulfat banyak dimanfaatkan sebagai pupuk nitrogen dan biasa disebut pupuk zwuafel ammonium (ZA), terutama pada tanaman industri dan perkebunan James (2002). Amonium sulfat merupakan jenis pupuk anorganik tunggal yang terdiri atas unsur sulfur (24%) dan unsur nitrogen (21%). Hal tersebut berbeda karena pada penelitian ini fraksi amonium sufat dioleskan kedaun tanaman, sedangkan pada penelitian diuji untuk pupuk yang ditaburkan ke tanah. Berdasarkan hasil uji Duncan bahwa kelima varietas memiliki pertumbuhan tanaman sebanding dengan kontrol positif dan dibawah kontrol negatif. Akan tetapi, hanya 50% tanaman yang terlihat terinfeksi virus (James 2002). Fraksi dialisis diperoleh dari fraksi amonium sufat yang telah didialisis. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan amonium sufat dari protein Barker (2002). Pada fraksi dialisi terlihat jelas 30% tanaman mati disebabkan oleh dosis protein masih terlalu tinggi, tetapi pada fraksi dialisis tanaman tidak ada yang terkena infeksi virus (Gambar 6). Berdasarkan hasil uji Duncan kelima varietas memiliki pertumbuhan tanaman sebanding dengan kontrol negatif dan diatas kontrol positif. Hal ini menunjukan bahwa protein MAP berpengaruh terhadap infeksi virus Gemini. Selain itu, protein MAP dapat meningkatkan aktivitas asam salisilat dan peroksidase. Asam salisilat merupakan sinyal tanduksi bagi ketahanan tanaman terhadap penyakit Murphy et al (2001). Peningkataan asam salisilat dan enzim peroksidase memengaruhi ketahanan virus pada tanaman (Taufik et al. 2010). Inkubasi protein bertujuan membandingkan protein yang masih segar dengan yang sudah disimpan. Pada inkubasi protein menggunakan 4 varietas tanaman cabai yang sudah diberikan perlakuan (Jatilaba, Landung, Helem, dan Titsuper). Pada protein yang diinkubasi selama 120 hari dan protein yang diinkubasi selama 2 hari (protein segar) (Gambar 7 dan 8) tidak berbeda nyata dengan yang sudah dihitung pada rancangan percobaan. Hasil inkubasi protein ini menunjukkan bahwa semakin lama diinkubasi memang konsentrasi protein semakin berkurang. Oleh karena itu, total protein inkubasi 120 hari tidak terlalu jauh dengan inkubasi 2 hari. Total protein murni yang dihasilkan sebesar 7.42 mg dan setelah diinkubasi 120 hari sebesar 6.88 mg. Pengunaan protein MAP juga telah diuji terhadap penyimpanan kadar protein pada kondisi awal sebesar 2.0430 mg, bulan pertama sebesar 1.8735 mg, bulan kedua 1.797 mg, dan bulan ketiga 1.4033 mg menurut Astuti (2011).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tanaman yang terinfeksi virus memiliki ciri-ciri berdaun kecil, berdaun kuning, tanaman menjadi kerdil, dan bobot buah berkurang. Protein MAP dapat
14
menghambat aktivitas dan mencegah penularan virus Gemini pada tanaman cabai. Hasil uji SDS-PAGE menunjukan bahwa ukuran isolat protein diperoleh sebsear 30.4 kDa. Hasil dari tiga percobaan,pengendalian virus gemini lebih baik menggunakan fraksi dialisis serta penyimpanan protein selama 120 hari tidak memengaruhi aktivitas protein.
Saran Perlu uji lanjut mengenai transformasi gen pada tanaman cabai, karena tidak mungkin dalam skala lapang menggunakan pengolesan protein. Selain itu, identifikasi virus yang menginfeksi tanaman juga penting dilakukan menggunakan metode direct-enzyme linked immunosorbent assay (DAS ELISA) atau dot immunobinding assay (DIBA) untuk mengetahui potensi antivirus Gemini dari isolat protein bunga pukul empat yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Aidawati, Yusriadi, Hidayat SH. 2001. Kisaran virus Gemini pada tanaman cabai dari Guntung Payung Kalimantan Selatan. Prosiding kongres nosional XV1 dan Seminar Imiah. [BPS] Badan Pusat Statistik 2009. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai Merah. [Internet]. [diunduh 4 Mar 2013]. http:// www. Bps. go. id tab/vieu.php.com. Baker, Frank B. 2002. The Basics of Item Response Theory Portsmouth. New York (US): Heinemann Educational Books. Bolognesi A et al. 2002. Ribosome inactivating and adenine polynucleotide glycosylase activities in Mirabilis jalapa. Tissues, J Biol Chem. 277: 709716. Dewi S, Evi T, I Made A. 2007. Aktivitas kitinase dan peroksidase dari berbagai jaringan dan tingkat perkembangan tanaman Trichosanthes cucumerina var. anguina [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hartley MR, Chaddock JA, dan Bonnes MR. 1996. The structure and fuction of ribosomeinactivating proteins. Trends Plant Sci Rev. 1(8):254-258. Harisha S. 2007. Biotechnology Procedures and Experiments Hanbook. New Delhi (US): Infinity Science Pr. Hersanti. 2004. Pengaruh Ekstrak Beberapa Tumbuhan dalam Menginduksi Ketahanan Sistemik Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L) terhadap Cucumber Mosaic Virus (CMV) [tesis] Bandung(ID): Universitas Padjadjaran. Hersanti. 2007. Aktivitas peroksidase dan kandungan asam salisilat dalam tanaman cabai merah yang diinduksi ketahanannya terhadap Cucumber virus oleh ekstrak daun Clerodendrum paniculatum. Agrikultura. 18 (1):2632. Kubo S, Ikeda T, Imaizumi S, Takanami Y, Mikami Y. 1990. A potent plant virus inhibitor found in Mirabilis jalapa L. Ann Phytopathol Soc. 56:481-487.
15
Kurnianingsih, Lulu. 2010. Potensi ekstrak tumbuhan dalam menekan infeksi virus mosaik pada tanaman kacang panjang (Vigna unguiculata subap. Sesquipedalis) [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Kumoro. 2003. Upaya efesiensi pupuk penguunaan pupuk dalam usaha tani cabai merah. [Internet]. [diunduh 4 Mar 2013]. Tersedia pada: http//www. Kompas Berita.Com Mafrukhin M, Utami DS, dan Kustatinah. 2001. Pemanfaatan agen Antiviral Mirabilis jalapa untuk menekan penyakit karena Mosaik Virus pada tanaman cabai merah. Buku panduan KSN PFI 2001. Mahmood T. GL, Hein RC, French. 1997. Inhibition of tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) using whey proteins. Plant Dis. 81:250-253. Manttjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan. Bogor (ID): IPB Pr Muhamad. 2005. Gejala infeksi virus disebabkan faktor-faktor. Jakarta (ID): Majalah Farmasi Indonesia.19 (1): 4-9. Somowiyarjo S, Sumardiyono YB, dan Martono S. 2001. Inaktivasi CMV dengan ekstrak Mirabilis jalapa. Bogor (ID): Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah PFI. Somowiyarjo SY, Sumardiyono B, dan Shofar Martoso. 2001. Inaktivasi CMV dengan Ekstrak Mirabilis jalapa. Seminar Ilmiah PFI. Purwantoro D. Sitepu, I Mustika K, Mulya MS, Sudjono M, Machmud SH. Hidayat, Suriadi, dan Widodo. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah PFI. Bogor. ISBN 979-95938-1-6. p. 218-220. Sudjadi, Sismindari, Herawati T, Prasetyowati A.T. 2003. Pemurnian ribosome inactivating protein (RIP) dari daun Mirabilis jalapa dengan kolom CMSepharose CL-6B dan SephacrylS-300HR. Majalah Farmasi Indonesia. 14:316-21. Sudjadi, Zulies I, Sismindari, Rahayu S. 2004. Pengaruh pH, suhu dan penyimpanan pada stabilitas protein MJ-30 dari daun Mirabilis jalapa Majalah Farmasi Indonesia. 15 (1):1-6. Taufik M, A Rahman, A Wahab, S H Hidayat. 2010. Mekanisme Ketahanan Terinduksi oleh Plant growt Verma S, Cam MC, McNeill JH. 1998. Nutritional factors that can favorably influence the glucose. Vanadium. Journal of American College of Nutrition.17, (1):11-18.
16
LAMPIRAN \
17
Lampiran 1 Diagram alir penelitian Tanaman cabai sebanyak 459 5 tanaman paprika (Kontrol negatif)
Dalam 5 varietas 1 varietas terdiri atas 90 tanaman
1 tanaman tiap varietas (Kontrol positif)
Diekstrak daun M. jalapa untuk diambil proteinya
Diuji konsentrasi protein
Dielektroforesis (SDS PAGE)
Setelah tanaman cabai berdaun 2 (sekitar berumur 2 minggu)
Diinfeksikan virus
Diolesi Protein lalu diinfeksikan virus
Diamati pengaruh atau gejala pada tanaman
Terinfeksi virus lalu diolesi protein
18
Lampiran 2 Prosedur ekstraksi protein MAP
Daun Mirabilis jalapa 250g
Digerus sampai halus, ditambahkan bufer asetat 0.2 M, dan disaring
Disentrifius, diambil supernatanya
Ditambahkan amonium sulfat
Disentrifius, diambil peletnya, dan ditambahkan bufer fosfat 0.01 M
Didialisis 24 jam menggunakan bufer fosfat 0.01M
Ekstrak disimpan di dalam freezer
19
Lampiran 3 Kurva standar protein (metode Bradford) [BSA](µg/mL) 0.00 3.75 5.00 6.25 7.50 8.75 10.00
Absorbans 595 nm 0.000 0.104 0.125 0.139 0.176 0.192 0.202
0.250
Absorbans
0.200 0.150 0.100 y = 0.016x + 0.041 R² = 0.975
0.050 0.000 0.00
2.00
4.00
6.00
BSA (µg/mL)
8.00
10.00
12.00
20
Lampiran 4 Hasil penentuan kadar protein daun M. Jalapa Fraksi ekstrak kasar Absorbans
Fp
Konsentrasi (µg/ml)
Kosentrasi (mg/ml)
Rata-rata
0,159
0
0,386
8
2047.05
2.047
1.4326
0,396
5
1319.70
1.319
0,418
4
1121.18
1.112
Absorbans ekstrak kasar FP Volume toltal ekstrak kasar 0.386 0.041 protein 0.016
: 0.386 : 8x : 8,1 ml
= 255,88µg/mL [protein] sebenarnya = 255.88x 8= 2047.05 μg/mL= 2.047 mg/mL Total [protein] = 2,047 mg/mL x 8.1 mL = 16,58 mg
Fraksi Amonium Sulfat A 595 nm 0,159 0,461 0,591 0,634
Fp 0 400 200 160
Konsentrasi
Konsentrasi mg/mL
Rata-rata
2129,03 1182.79 1020.21
2.129 1.182 1.020
1.4436
Absorbans fraksi amonium sulfat : 0.461 FP : 400x Volume total fraksi amonium sulfat : 4,2 ml 0.461 0.041 protein 0.016 = 5.322 μg/mL [protein] sebenarnya = 5.322x400= 2129.03 μg/mL= 2.12903 mg/mL Total [protein] = 2.12903 mg/ml x 4.2mL = 8.941 mg
21
Fraksi Dialisis Absorbani 0.164 0.588 0.638 0.684 0.692
Fp
Konsentrasi
Konsentrasi mg/mL
40 26,6 20 16
2061.3 1315.6 1071.6 868
2.0613 1.3156 1.0716 0.868
Rata-rata 1.3289
Absorbans fraksi dialisis : 0.588 FP : 40x Volume total fraksi dialisis : 3.6 mL 0.588 0.041 protein 0.016 = 51.53 μg/mL [protein] sebenarnya = 51.53x40= 2061.309 μg/mL = 2.0613 mg/mL Total [protein] = 2.0613 mg/mL x 3.6 mL = 7.42 mg Uji protein fraksi dialisis inkubasi 4 bulan Absorbans 0.339
Fp 80
0.296
40
0.263
20
Konsentrasi
Konsentrasi mg/mL
Rata-rata
2024.42
2,024
1.0658
693.88 302.04
0,693 0,302
Absorbans fraksi dialisis inukubasi 4 bulan : 0.339 FP : 80x Volumetotal fraksi dialisis : 3 mL 0.333 0.041 protein 0.016 = 25.30 μg/mL [protein] sebenarnya = 25.30x80= 2024.42 μg/ml= 2.024 mg/mL Total [protein] = 2,024 mg/ml x 3,4 mL = 6.8816 mg
22
Lampiran 5 Hasil pengamatan gejala tanaman terinfeksi virus Gemini. Tinggi tanaman infeksi virus
Varietas
Tanaman
Masa terkena virus
Landung
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2
4 hari 5 hari 5 hari 4 hari 4 hari 5 hari 4 hari 5 hari 5 hari 4 hari 5 hari 5 hari 4 hari 5 hari
15,7 16,3 16,2 15,8 15,7 16,3 15,6 15,9 16,3 14,8 16,3 16,4 15,9 16,4
3
5 hari
15,6
Jatilaba
Helem
Titsuper
Gelora
Tinggi tanaman K (-)
Jumlah tanaman mati
%
Gejala
31,3
Jumlah tanaman bergejala Jumlah tanaman inokulum 7/10
2
70%
K,DK,ME,Ker,Dk,H
19,8
9/10
4
90%
K,ME,Dk,Ker,H
30,1
8/10
0
80%
Dk,K,DK,ME,Ker,H
29,5
8/10
2
80%
Dk,K,DK,Ker,H
23,6
8/10
1
80%
K,Dk,ME,Ker,DB,H
Keterangan Dk :Daun kriting ME : Daun menggulung K : Daun kuning H : Hijau DK :Daun kerdil Ker : Tanaman kerdil K (-) : Tanaman tidak terinfeksi virus
23
Lampiran 6 Perhitungan persentasi tanaman terinfeksi virus. x100% Ekstrak kasar x100% = 90% Amonium sulfat x100% = 50%
24
RIWAYATHIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 15 Oktober 1991 dari ayah Ade Purnama dan ibu Enih Suniati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dengan adik perempuan bernama Wulan Anggreni dan adik laki-laki bernama Mochamad Fauzan Adnan. Pendidikan penulis dimulai dari SD Islam Karya Mukti, melanjutkan pendidikan ke Yayasan Indocement dan melanjutkan pendidikan ke SMAN 3 Kota Bogor. Penulis lulus tahun 2009 dari SMAN 3 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dahulu yang lebih dikenal dengan nama SNMPTN. Penulis memilih mayor Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Beberapa organisasi yang diikuti penulis selama perkuliahan, yakni Himpunan Profesi Mahasiswa Biokimia (CREBs) tahun 20102011 sebagai staff divisi kreatif dan olahraga. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan Praktik Lapangan (PL) di Balai Pascapanen, Cimanggu, Bogor selama periode Juli hingga Agustus 2012 dengan judul “Aktivitas Enzim Tripsin dan Proteolitik dari Feses Luwak”.