Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
ISBN 978-979-99448-6-3
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN Schefflera elliptica (Blume) Harms. Antibacterial Activity of the Schefflera elliptica (Blume) Harms. Leaf Extract R.S. Purwantoro*, A. Agusta**, dan Praptiwi** *) Pusat Konservasi Tumbuhan – Kebun Raya Bogor, LIPI **) Pusat Penelitian Biologi, LIPI E-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected] Abstract The antibacterial activity of n-hexane, ethyl acetate, and methanol extracts of Schefflera elliptica (Blume) Harms against Escherichia coli (NBRC 14237) dan Staphylococcus aureus (NBRC 14276) have been studied through Agar Dilution Method. The results showed that the ethyl acetate and methanol extracts inhibited the growth of S. aureus at concentration of 50, 100, and 200 mg/ml. While n-hexane extract did not show antibacterial activity at tested concentrations. Keywords: Schefflera elliptica, leaf extract, antibacterial activity, Staphylococcus aureus, Escherichia coli. PENDAHULUAN Schefflera elliptica (Blume.) Harms. merupakan salah satu jenis anggota Araliaceae yang berpotensi sebagai tumbuhan obat. Pasta yang bahannya dibuat dari campuran daun S. elliptica, rizhoma Curcuma longa, buah Musa paradisiaca, dan madu dapat digunakan untuk mengobati bagian tulang yang patah, sedangkan minyak yang diekstrak dari bijinya digunakan untuk obat penyakit kulit (Sharief et al. 2005). Adapun kulit batangnya secara tradisional dapat digunakan untuk pengobatan rematik dan juga sebagai tonik (Handa et al. 2006). Deskripsi S. elliptica yang telah dilakukan Wiart (2006) sebagai berikut: Batang merambat berkayu atau perdu berukuran lebar dengan tajuk tersebar. Tumbuhan sering epifit ditemukan di hutan pantai, mangrove, sisi sungai di Thailand dan Malaysia. Daun menjari, terletak spiral tanpa stipula, lembar daun terdiri atas 4-6 anak daun, panjang tangkai daun 7,5-16 cm, panjang anak tangkai daun 2,5-7 cm, pada pangkalnya membundar, tepi anak daun berombak dan terlekuk balik (recurved), ibu tulang daun tenggelam pada kedua sisi permukaan; Perbungaan terletak terminalis tersusun tandan, panjang ibu tangkai bunga 2-3 cm, bunga berukuran sangat kecil berwarna putih; Buah berukuran 3 x 2 mm, mempunyai 5-6 ruang berwarna kuning pucat setelah masak kehitamhitaman. Tumbuhan ini umumnya sering sebagai tumbuhan epifit yang banyak ditemukan di hutan pantai, mangrove, sisi sungai di Thailand dan Malaysia Wiart (2006). De Padua et al. (1999) dalam Wawaningrum & Puspitaningtyas (2008) mengemukakan S. elliptica umum terdapat di hutan sekunder dan semak belukar sampai hutan pegunungan pada ketinggian 2.500 m dpl.
Menurut Maryati et al. (2007) penyakit infeksi masih merupakan masalah utama di Indonesia. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mudah menular dan berbagai cara pengobatan masih belum efektif mengatasi penyakit infeksi ini. Dengan demikian memacu para peneliti mencari bahan pengobatan yang baru yang lebih efektif. Escherichia coli dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang paling banyak menyerang manusia. S. aureus merupakan bakteri gram positif yang hidup sebagai saprofit di dalam saluran membran tubuh manusia, permukaan kulit, kelenjar keringat, dan saluran usus, sedangkan E. coli merupakan bakteri gram negatif yang banyak ditemukan dalam usus besar pada manusia yang sehat (Pelezar et al. 1998 dalam Maryati et al. 2007) Penelitan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efek antibakteri dari ekstrak daun Schefflera elliptica. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang daya antibakteri ekstrak daun S. elliptica. BAHAN DAN METODE Bahan Tumbuhan Bahan penelitian berupa sampel daun yang diperoleh dari koleksi Schefflera elliptica yang ditanam pada tanggal 22 Desember 1992 di Vak XIII.J.182. di Kebun Raya Bogor dengan Nomor Registrasi 992.VII.86/44. Koleksi tersebut berasal dari Gunung Pucung, Pugur Cianjur Selatan pada ketinggian 750 m dpl. Tumbuhan ini telah beradaptasi selama 19 tahun sebagai tanaman koleksi Kebun Raya Bogor.
406
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
ISBN 978-979-99448-6-3
Ekstraksi Ekstraksi daun S. elliptica dilakukan secara maserasi bertingkat yang menggunakan 3 jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksana, etil asetat dan metanol. Bahan berupa daun kering yang telah dipotong kecilkecil seberat 15 g direndam dengan 350 ml nheksana selama 24 jam, kemudian disaring dengan penyaringan kapas. Hal ini diulangi sampai 3 kali sampai filtrat yang tertampung jernih. Perlakuan yang sama dilakukan pada pelarut etil asetat dan metanol. Kemudian masingmasing jenis ekstrak tersebut dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 35 oC. Ekstrak ditimbang untuk mengetahui rendemen ekstrak. Rendemen ekstrak adalah berat ekstrak dibagi dengan berat bahan dikalikan 100%. Ekstrak yang diperoleh, selanjutnya digunakan untuk uji efek antibakteri. Uji Efek Antibakteri Ekstrak daun S. elliptica dilarutkan di dalam aseton (untuk pelarut n-heksana dan etil asetat) dan metanol (untuk pelarut metanol) dengan konsentrasi 100 mg/ml (10 μg/ μl). Uji aktivitas antibakteria dilakukan dengan metoda cakram. Di atas kertas cakram kosong yang telah disterilkan, dipipet sebanyak 5 μl (50 μg ekstrak), 10 μl (100 μg ekstrak), 20 μl (200 μg ekstrak) (Hartutiningsih-M. Siregar et al. 2009, Purwantoro et al. 2010, Sudarmono et al. 2010), kemudian dikering anginkan selama 30 menit pada temperatur ruang di dalam laminar air flow untuk menghilangkan pelarut. Setelah kering kemudian diletakkan diatas medium agar MuellerHinton yang telah diinokulasi dengan bakteri uji
Escherichia coli (NBRC 14237) dan Staphylococcus aureus (NBRC 14276). Sebagai kontrol dibuat perlakuan yang sama tanpa mengandung ekstrak uji. Pengamatan aktivitas antibakteria dilakukan setelah diinkubasi selama 24 jam pada temperatur 37 oC. Aktivitas antibakteria dari ekstrak uji ditandai dengan ada atau tidak adanya zona/daerah bening yang terbentuk disekeliling kertas cakram. Besar kecilnya diameter daerah hambatan menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan ekstrak daun S. elliptica dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ekstraksi secara maserasi bertingkat menghasilkan jumlah ekstrak bahan seperti terlihat pada Tabel 1. Pada penelitian ini pelarut metanol menghasilkan rendemen ekstrak bahan yang paling tinggi dibandingkan dengan pelarut n-heksana dan etil asetat. Rendemen ekstrak dengan pelarut metanol yang dihasilkan pada Schefflera elliptica sebanyak 1,1749 g (7,83%), kemudian berturut-turut diikuti rendemen ekstrak dengan pelarut etil asetat 3,4905 g (3,27%), dan rendemen ekstrak dengan pelarut n-heksana 0,4520 g (3,01%). Perlakuan dengan pelarut metanol menghasilkan rendemen ekstrak S. elliptica tertinggi dibandingkan pelarut lainnya, hal ini menunjukkan bahwa pelarut metanol merupakan pelarut terbaik sebagai pelarut dalam melanjutkan penelitian tahap berikutnya, antara lain isolasi dan karakterisasi bioaktif ekstrak S.
Tabel 1. Jumlah rendemen dari ekstrak daun Schefflera elliptica. No.
Nama Tumbuhan
1
Schefflera elliptica
n-heksana 0,4520 (3,01%)
Ekstrak (g) etil asetat 0,4905 (3,27%)
metanol 1,1749 (7,83%)
Tabel 2. Diameter daerah hambat hasil uji antibakteri ekstrak daun S. elliptica Ekstrak n-Heksana Schefflera elliptica Etil asetat Schefflera elliptica Metanol Schefflera elliptica
Staphylococcus aureus 50 μg 100 μg 200 μg
50 μg
Escherichia coli 100 μg 200 μg
-
-
-
-
-
-
7 mm
7,5 mm
8 mm
-
-
-
7 mm
7 mm
7 mm
-
-
-
Keterangan: “-“ tidak memperlihatkan aktivitas antibakteri pada konsentrasi yang diuji. 407
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
elliptica. Kelarutan komponen bioaktif dalam pelarut terutama dipengaruhi oleh persamaan kepolaran antara pelarut dan komponen bioaktif S. elliptica untuk menghasilkan rendemen yang tinggi dan pada ekstraksi pelarut metanol ini memiliki sifat lebih polar dibandingkan dengan pelarut etil asetat dan n-heksana (Supriadi 2002). Penelitian pendahuluan berupa uji antibakteri memperlihatkan adanya hambatan aktivitas bakteri oleh ekstrak daun Schefflera elliptica. Pada Tabel 2 menunjukkan aktivitas bakteri Staphylococcus aureus yang rentan terhadap ekstrak bahan dengan menggunakan pelarut metanol maupun pelarut etil asetat. Uji dengan pelarut metanol reaksinya positif berdasarkan daerah hambat 7 mm, 7 mm, dan 7 mm, masing-masing pada konsentrasi 50 μg/ml, 100 μg/ml, dan 200 μg/ml, sementara itu reaksi positif juga ditunjukkan oleh ekstrak dengan pelarut etil asetat berdasarkan daerah hambat 7 mm, 7,5 mm, dan 8 mm pada konsentrasi 50 μg/ml, 100 μg/ml, dan 200 μg/ml, tetapi penggunaan ekstrak dengan pelarut n-heksana reaksinya negatif yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya daerah hambat pada waktu uji anti bakteri. Pengujian ekstrak dengan pelarut nheksana, metanol, dan etil asetat terhadap Escherichia coli reaksinya negatif pada konsentrasi 50 μg/ml, 100 μg/ml, dan 200 μg/ml. Ekstraksi tumbuhan adalah proses penarikan zat aktif dalam tumbuhan dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan bahan dalam tumbuhan. Senyawa/kandungan dalam tumbuhan memiliki sifat kelarutan yang berbedabeda dalam masing-masing pelarut. Ekstraksi bertingkat biasanya dilakukan secara bertahap dimulai dengan pelarut yang bersifat nonpolar (kloroform atau n-heksana), semipolar (etilasetat atau dietil eter), dan terakhir dengan pelarut polar (metanol atau etanol) (Harborne 1996 dalam Indriani 2007). Pada penelitian ini berhasil diketahui bahwa ekstrak yang bersifat sebagai antibakteri pada daun S. elliptica diperlihatkan pada penggunaan pelarut metanol dan pelarut etil asetat yang bersifat relatif polar (Brieger 1969 dalam Solehudin 2001). Pengaruh ekstrak etil asetat semakin tinggi kosentrasi pelarut semakin tinggi tingkat kerentanan aktivitas S. aureus. Menurut Zuhud et al. (2001) semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka jumlah senyawa antimikrobia yang dilepaskan semakin besar, sehingga mempermudah penetrasi senyawa tersebut ke dalam sel atau dengan kata lain semakin tinggi konsentrasi ekstrak dan lama waktu kontak maka aktivitas antimikrobia ekstrak daun makin baik.
ISBN 978-979-99448-6-3
Dwidjoseputro (2003) mengemukakan bahwa semakin rendah konsentrasi dari antibiotik maka daya hambatnya akan semakin lemah sehingga zona yang terbentuk akan semakin kecil dan sebaliknya semakin tinggi konsentrasi antibiotik, maka semakin kuat daya hambatnya sehingga semakin besar zona bening yang terbentuk. Kerentanan Staphylococcus aureus oleh pemberian ekstrak daun S. elliptica mungkin disebabkan oleh kerusakan sel bakteri tersebut karena hambatan sintesis dinding selnya. Hal ini tidak berbeda dengan hasil penelitian oleh Azizah et al. (2007) bahwa ekstrak kayu ulin mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini diduga karena adanya kandungan senyawa kimia seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tanin, dan saponin. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif. Dinding sel bakteri gram positif terdiri atas peptidoglikan yang sangat tebal yang memberikan kekakuan untuk mempertahankan keutuhan sel. Proses perakitan dinding sel bakteri diawali dengan pembentukan rantai peptida yang akan membentuk jembatan silang peptida yang menggabungkan rantai glikan dari peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan dinding sel terakit sempurna. Jika ada kerusakan pada dinding sel atau ada hambatan dalam pembentukannya maka akan terjadi lisis pada sel bakteri sehingga bakteri segera kehilangan kemampuan membentuk koloni dan diikuti dengan kematian sel bakteri. Pada Staphylococcus aureus pemberian obat/antimikroba dapat menghambat perakitan dinding sel dan mengakibatkan penggabungan rantai glikan tidak terhubung silang ke dalam peptidoglikan dinding sel menuju suatu struktur yang lemah dan menyebabkan kematian bakteri (Morin dan Gorman, 1995 dalam Azizah et al. 2007). Setiap senyawa yang menghalangi tahap apapun dalam sintesis peptidoglikan akan menyebabkan dinding sel bakteri diperlemah dan sel menjadi lisis (Jawetz et al., 2001 dalam Azizah et al. 2007). Lisisnya sel bakteri tersebut dikarenakan tidak berfungsinya lagi dinding sel yang mempertahankan bentuk dan melindungi bakteri (Ajizah et al., 2007). Tanpa dinding sel, bakteri tidak dapat bertahan terhadap pengaruh luar dan segera mati (Wattimena et al., 1991 dalam Azizah et al. 2007). Menurut Pramuningtyas dan Rahadiyan (2009) tidak adanya hambatan sama sekali bagi Escherichia coli dimungkinkan karena berbagai kandungan kimia dari ekstrak daun S. elliptica sebagian besar ikut terambil termasuk bahan kimia yang bersifat antagonis sehingga kandungan kimia bahan yang diharapkan mampu bersifat 408
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
bakteriostatik ternetralkan. Selanjutnya dikemukakan kemungkinan lainnya adalah sifat ekstrak itu sendiri yang tidak homogen, yaitu sebagian besar zat aktif ekstrak memiliki berat molekul (BM) tinggi sedangkan sebagian zat aktif ekstrak lainnya memiliki BM yang rendah. Hal tersebut tampak pada sifat ekstrak yang cepat mengendap apabila didiamkan. Hal ini menyebabkan tidak semua zat aktif terserap kedalam disk, karena hanya zat aktif yang berada di dasar tabung yang terserap kedalam disk saat proses perendaman berlangsung. KESIMPULAN Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat dari daun S. elliptica menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus pada konsentrasi 50 μg, 100 μg, dan 200 μg, sedangkan ekstrak n-heksan tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. 2. Ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat, dan ekstrak metanol dari daun S. elliptica yang diuji tidak mampu menghambat pertumbuhan E.coli pada seluruh konsentrasi yang digunakan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI: Bp. Ir. Mustaid Siregar, MSi. melalui Proyek Insentif Riset untuk Peneliti dan Perekayasa: Kegiatan Sinergi Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi DIKTI - LIPI 2009 atas dana yang diberikan untuk penelitian, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Biologi, LIPI yang telah mengijinkan penggunaan Laboratorium Fitokimia Bidang Botani dan dapat bekerjasama dengan para peneliti Fitokimia beserta teknisi Laboratorium Fitokimia Puslit Biologi, LIPI. DAFTAR PUSTAKA Ajizah, A., Thihana, Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T et B) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro. Bioscientiae 4(1): 37-42. Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. Handa, S.S., D.D. Rakesh, K. Vasihst. 2006. Compendium of medicinal and aromatic
ISBN 978-979-99448-6-3
plants Asia, Vol. II. United Nation Industrial Development Organisation and the International Centre for Science and High Technology,Trieste: 295 hlm. Hartutiningsih-M. Siregar, R.S. Purwantoro, Sudarmono, dan A. Agusta. 2009. Pengungkapan Potensi Obat Pada Tiga Jenis Begonia Terpilih (B. muricata Blume, B. multangula Blume, B. “Bacem Kebo”) Melalui Uji Antibakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Prosiding Seminar Nasional Sains II: Peningkatan Peran Sains Dalam Pertanian Dan Industri. Bogor, 14 November: 543551. ISBN: 978-979-95093-5-2. Indriani, D. P. 2007. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap aktivitas anthelintika sari daun miana (Coleus blumei) terhadap cacing pita ayam secara in vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Maryati, R.S. Fauzia, T. Rahayu. 2007. Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericha coli. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi 6(1): 30-38. Pramuningtyas, R. dan W.B. Rahadiyan. 2009. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Atcc 6538 dan Escherichia coli Atcc 11229 Secara Invitro. Biomedika 1(2): 43-50. Purwantoro, R.S., Hartutiningsih-M. Siregar, Sudarmono dan Praptiwi 2010. Uji Antibakteri Lasianthus Sebagai Tumbuhan Berkhasiat Obat Dan Upaya Perbanyakannya. Buletin Kebun Raya 13(2): 86-93. ISSN 0125 – 961X. Sharief, M.U., S. Kumar, P.G. Diwakar, and T.V.R.S. Sharma. 2005. Traditional phytotherapy among Karens of Middle Andaman. Indian Journal of Tradisional Knowledge 4(4): 429-436. Solehudin, M. 2001. Ekstraksi minyak dan oleoresin dari kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii Blume) (Tidak dipublikasi). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sudarmono, Hartutiningsih M. Siregar, R.S. Purwantoro, dan A. Agusta. 2010. Menggali Potensi Biofarmaka Pada Scuttelaria slametensis Sudarmono & BJ Conn (Lamiaceae). Prosiding Seminar Nasional Biologi. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto, 409
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
Februari: 730-733. ISBN: 978-979-161092-6. Sudarmono, Hartutiningsih M. Siregar, R.S. Purwantoro, dan A. Agusta. 2010. Uji Antibaketri Pada Plectranthus javanicus (Bt.) Bth. Dan P. galeatus Vahl. (Lamiaceae) Sebagai Bahan Baku Obat. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Di Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Maret: 291-.294. ISBN: 978979-8969-04-1 Supriadi. 2002. Optimalisasi Ekstraksi Komponen Bioaktif Daun Tabat Barito (Ficus deltoideus) (tidak dipublikasi). Fakultas Pertanian Institut Teknologi Bogor
ISBN 978-979-99448-6-3
Wawaningrum, H. & D.M. Puspitaningtyas. 2008. Keanekaragaman Araliaceae di Suaka Alam Sulasih Talang, Sumatera Barat dan Aklimatisasinya. Biodiversitas 9(2): 123127. Wiart, C. 2006. Medicinal Plants of the AsiaPasific: Drugs for the Future?. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., London: xxxvi + 718 hlm. Zuhud, E.A.M., W.P. Rahayu, C.H. Wijaya, dan P.P. Sari. 2001. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kedawung (Parkia roxburghii G, Don) Terhadap Bakteri Patogen. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 12(1): 6-12.
410