AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN KANDUNGAN ALKALOID KUININ KAPANG ENDOFIT TANAMAN KINA (Cinchona calisaya Wedd.)
ALFIDA ZAKIYAH
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1436 H
AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN KANDUNGAN ALKALOID KUININ KAPANG ENDOFIT TANAMAN KINA (Cinchona calisaya Wedd.)
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ALFIDA ZAKIYAH 1110095000039
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1436 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2014
Alfida Zakiyah 1110095000039
ALFIDA ZAKIYAH
Aktivitas Antibakteri dan Kandungan Alkaloid Kuinin Kapang Endofit Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.)
JAKARTA 2014 M/1436 H
ABSTRAK
ALFIDA ZAKIYAH. Aktivitas Antibakteri dan Kandungan Alkaloid Kuinin Kapang Endofit Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.). Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014. Mikroorganisme endofit adalah mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan tanaman dan tidak membahayakan inangnya salah satunya ialah kapang endofit. Kapang endofit dapat menghasilkan senyawa yang sama seperti tanaman inangnya. Tanaman kina menghasilkan alkaloid kuinin sulfat yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian ini bertujuan menguji potensi kapang endofit tanaman kina dalam menghasilkan kuinin sulfat dan sebagai antibakteri. Metode yang digunakan untuk uji antibakteri adalah paper disc diffusion, sedangkan metode untuk menganalisis kandungan kuinin sulfat adalah HPLC dan GCMS. Hasil analisis data menggunakan Anova satu arah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar diameter zona hambat ekstrak kapang endofit. Kapang fusarium oxysporum menghasilkan zona hambat terbesar terhadap S. aureus sebesar 14,9 mm. Kapang endofit sp.1 menghasilkan zona hambat terbesar terhadap E. coli sebesar 9,2 mm. Isolat kapang endofit yang dapat menghasilkan alkaloid kuinin sulfat sebanyak 6 isolat yaitu kapang endofit sp.1, Fusarium equiseti, Leptosphaerulina sp., Neofusicoccum sp., Pestalotiopsis sp., Leptosphaerulina sp. masing-masing sebesar 300,1; 249,1; 26,68; 20,6; 14,37 dan 0,65 ppm. Kata Kunci: Antibakteri, Kapang Endofit, Kuinin Sulfat, Tanaman Kina
ABSTRACT ALFIDA ZAKIYAH. Antibacterial Activity and Quinine Alkaloid Content of Endophytic Fungi from Cinchona Plant (Cinchona calisaya Wedd.). Undergraduate Thesis. Biology Department Faculty of Science and Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014. Endophytic microorganisms are microorganisms that live in the plant tissue and not harmful to the host, one of those is endophytic fungi. Endophytic fungi could produce the same compound as the host plant. Cinchona plant produce quinine alkaloid and has the potential to inhibit Staphylococcus aureus and Escherichia coli. This research purposed to test the potential of endophytic fungi in produce quinine sulfate as antibacterial. The used method for antibacterial test was paper disc diffusion, where as the method for analyzing the quinine and other content was HPLC and GCMS. Results of data analysis using one-way ANOVA showed that there are significant differences between the diameter of inhibition zone of extracts endophytic fungi. The genus Fusarium oxysporum produced the largest inhibition zone against Staphylococcus aureus 14,9 mm and sp. 1 of endophytic fungi produced the largest inhibition zone against Escherichia coli 9,2 mm. There are 6 isolates of endophytic fungi that could produce alkaloid quinine sulfate that is sp. 1 of endophytic fungi, Fusarium equiseti, Leptosphaerulina sp., Neofusicoccum sp., Pestalotiopsis sp., Leptosphaerulina sp., they are produced 300,1; 249,1; 26,68; 20,6; 14,37 and 0,65 ppm of alkaloid quinine respectively. Key Words: Antibacterial, Endophytic Fungi, Quinine Sulfate, Cinchona plant
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Aktivitas Antibakteri dan Kandungan Alkaloid Kuinin Kapang Endofit Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.)”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW pembawa risalah Dinul Islam serta pengetahuan dunia akhirat. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak baik moril dan materialnya, untuk itu penyusun menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Mama, Ayah, Alfiana, Alfian dan Alfan yang senantiasa memberikan bantuan baik materil dan materil atas segala doa dan keikhlasannya serta dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
2.
Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah menyetujui skripsi ini.
3.
Ibu Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian ini.
4.
Ibu Nani Radiastuti, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia membimbing, memberi ilmu dan mengizinkan penulis melakukan penelitian.
5.
Bapak La Ode Sumarlin, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan
i
saran, ilmu dan membimbing penulis melaksanakan penelitian ini. 6.
Bapak Dr. Irawan Sugoro, Bapak Adi Riyadi, M.Si, ibu Dr. Megga Ratnasari Pikoli, ibu Dr. Dasumiati dan ibu Dr. Fahma Wijayanti selaku penguji seminar proposal, seminar hasil penelitian dan sidang yang memberi bimbingan dan saran saat penyusunan skripsi.
7.
Seluruh dosen Biologi yang telah mendidik penulis selama menuntut ilmu di Jurusan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8.
Seluruh staf Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian ini.
9.
Nisa, Uty, Tias, Nur Aolia, Fitri, Dimar, Arif, Farida yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penyusun.
10. Dali, Ario, Ayu yang telah bekerjasama membantu dan mendukung penyusun melakukan penelitian. 11. Teman-teman Biologi 2010 yang saling mendoakan dan memberi semangat. 12. Pihak lain yang membantu penyusun sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk memperbaiki dan menyempurnakan penyusunan skripsi ini. Penyusun berharap semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak. Amin. Jakarta,
Desember 2014
Penyusun
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...............................................................................
i
DAFTAR ISI .............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 1.3. Hipotesis ................................................................................. 1.4. Tujuan Penelitian .................................................................... 1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................
1 3 4 4 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Kapang ............................................................... 2.2. Kapang Endofit ....................................................................... 2.3. Tanaman Kina .......................................................................... 2.4. Metabolit Sekunder ................................................................. 2.5. Alkaloid Kuinin ....................................................................... 2.6. Aktivitas Antibakteri ............................................................... 2.7. Karakteristik Bakteri Staphylococcus aureus ......................... 2.8. Karakteristik Bakteri Escherichia coli .................................... 2.9. High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) .................... 2.10. Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS) ......
5 6 8 9 10 12 12 14 15 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu .................................................................. 3.2. Alat dan Bahan ....................................................................... 3.3. Rancangan Penelitian .............................................................. 3.4. Sumber Isolat ........................................................................... 3.5. Cara Kerja .............................................................................. 3.5.1 Persiapan Isolat Kapang Endofit ................................. 3.5.2 Pembuatan Media ........................................................ 3.5.2.1 Pembuatan Media dan PDB .......................... 3.5.2.2 Pembuatan Media NA dan NB ..................... 3.5.2.3 Pembuatan Media Preservasi Kapang Endofit ........................................................... 3.5.3 Subkultur Kapang Endofit .......................................... 3.5.3.1 Pengamatan Makroskopis ............................... 3.5.3.2 Pengamatan Mikroskopis ............................... iii
16 16 16 17 17 18 18 18 18 19 19 19 19
3.5.4 3.5.5 3.5.6 3.5.7 3.5.8 3.5.9
Preservasi Kapang Endofit .......................................... Fermentasi Cair ........................................................... Ekstraksi Metabolit Sekunder ..................................... Preparasi Inokulum Bakteri Uji .................................. Pengujian Aktivitas Antibakteri .................................. Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder Kuinin Dengan HPLC .......................................................................... 3.5.9 Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder dengan GCMS ......................................................................... 3.6. Analisis Data .......................................................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Makroskopis dan Mikroskopis Kapang Endofit .................................................................................... 4.2. Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit terhadap Bakteri Uji .. 4.3. Analisis Kandungan Alkaloid Kuinin Kapang Endofit dengan HPLC .......................................................................... 4.4. Analisis GCMS Ekstrak Kloroform dan Etil Asetat Kapang Endofit ......................................................................
20 20 20 21 22 23 23 24
25 29 36 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ............................................................................. 5.2. Saran .......................................................................................
44 44
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
45
LAMPIRAN .............................................................................................
50
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Daftar Isolat Kapang Endofit Tanaman Kina ............................ Tabel 2. Tabel Verifikasi Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Kapang ................................................................... Tabel 3. Analisis Metabolit Sekunder Kuinin Kapang Endofit dengan HPLC .............................................................................. Tabel 4. Senyawa dalam Ekstrak Kloroform Kapang Endofit F. oxysporum yang diidentifikasi dengan GCMS ....................... Table 5. Senyawa dalam Ekstrak Etil Asetat Kapang Endofit F. oxysporum yang diidentifikasi dengan GCMS .......................
v
7 25 36 39 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7.
Morfologi Bunga, Daun dan Batang C. Calisaya Wedd. ......... Struktur Alkaloid Kuinin ......................................................... Bakteri S. aureus ..................................................................... Bakteri E. coli .......................................................................... Bagan Kerja Penelitian ............................................................ Grafik Zona Hambat Bakteri Hasil Ekstraksi Etil Asetat ....... Grafik Zona Hambat Bakteri Hasil Ekstraksi Kloroform .......
vi
8 11 13 14 17 29 31
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Kerangka Berfikir ................................................................ Lampiran 2. Skema Alur Penelitian ......................................................... Lampiran 3. Preservasi Kapang Endofit ................................................... Lampiran 4. Proses Fermentasi dan Ekstraksi .......................................... Lampiran 5. Zona Hambat Ekstrak Kapang Endofit terhadap Bakteri Escherichia coli .......................................................... Lampiran 6. Zona Hambat Ekstrak Kapang Endofit terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ............................................. Lampiran 7. Standar Deviasi Zona Hambat Ekstrak Kapang Terhadap Bakteri Uji ............................................................ Lampiran 8. Analisis Antibakteri menggunakan ANOVA Ekstrak Kloroform Terhadap Bakteri Uji ............................ Lampiran 9. Analisis Antibakteri menggunakan ANOVA Ekstrak Etil Asetat Terhadap Bakteri Uji ............................ Lampiran 10.Analisis Kromatogram Alkaloid Kuinin Sulfat menggunakan HPLC ............................................................ ` Lampiran 11.Hasil GCMS Kapang Endofit Ekstrak Etil Asetat ................ Lampiran 12.Hasil GCMS Kapang Endofit Ekstrak Kloroform .................
vii
50 51 52 53 54 55 56 58 60 62 66 68
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tanaman obat merupakan salah satu sumber bahan baku obat. Sebagian
besar komponen kimia yang berasal dari tanaman yang digunakan sebagai bahan baku obat ialah metabolit sekunder. Tanaman menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologi yang beraneka ragam serta berpotensi untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit (Semangun, 1996). Tanaman kina (Cinchona calisaya Wedd.) sudah dikenal sebagai salah satu jenis tanaman obat yang berkhasiat untuk mengobati penyakit malaria. Khasiat dari tanaman ini berasal dari senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid kuinin yang terkandung di dalamnya. Senyawa alkaloid lain yang terkandung dalam tanaman kina adalah kinidin, sinkonidin dan sinkonin (Winarno, 2006). Pemanfaatan sumber daya hayati tanaman obat-obatan dilakukan dengan cara mengekspalorasi secara fitokimia. Cara ini dilakukan dengan mengekstrak bagian tanaman secara fisik dan kimia. Cara lain dalam memproduksi senyawa metabolit sekunder sejenis yang terdapat dalam tanaman adalah dengan pemanfaatan mikroorganisme endofitik yang hidup dalam jaringan tanaman (Winarno, 2006). Mikroorganisme endofitik adalah mikroorganisme yang hidup dan berasosiasi di dalam jaringan tanaman inang. Asosiasi yang terjadi umumnya bersifat mutualisme. Kemampuan mikroorganisme endofitik memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang
1
2
yang sangat baik (Petrini et al., 1992). Pemanfaatan mikroorganisme endofit diharapkan dapat melestarikan tanaman inangnya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk tumbuh dan berkembang. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme endofit diduga sama seperti yang terkandung di tanaman inangnya (Petrini et al., 1992). Hal ini terjadi karena adanya kemungkinan transfer genetik antara tanaman inang dan mikroorganisme endofit, sehingga zat-zat yang bermanfaat di tanaman juga dapat dihasilkan oleh mikroorganisme endofitnya
(Syarmalina
et al., 2007).
Mikroorganisme endofit yang berpotensi memiliki metabolit yang sama dengan tanaman inangnya salah satunya kapang endofit. Beberapa penelitian mengenai kandungan kuinin pada tanaman kina dan kapang endofitnya telah dilakukan. Kapang endofit yang diisolasi dari bagian batang tanaman kina (Cinchona ledgeriana) mengandung kuinin sebesar 0,423 mg/L sedangkan kapang endofit dari batang kina (Cinchona succirubra) menghasilkan kuinin sebesar 0,080 mg/L (Winarno, 2006). Kapang endofit pada tanaman kina berpotensi menghasilkan alkaloid kuinin khususnya yang diisolasi dari batang tanaman kina (Winarno, 2006; Maehara, 2011; Simanjuntak, 2002). Kapang endofit Colletotrichum sp. dan Phomopsis sp. yang diisolasi dari tanaman kina (C. calisaya Wedd.) dapat menghasilkan kuinin sulfat masing-masing sebesar 100 ppm dan 40 ppm (Mutiea, 2010; Pamungkas, 2010). Penelitian mengenai kapang endofit dari beberapa genus seperti fusarium, cercospora dan leptosphaerulina dari seluruh bagian tanaman kina (C. calisaya Wedd.) belum pernah diuji potensinya dalam menghasilkan alkaloid kuinin sulfat.
3
Kuinin sulfat dari tanaman kina diketahui berpotensi menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif seperti Staphylococcus aureus, Enterobacter agglomerans, Klebsiella pneumonia dan Escherichia coli (Kharal et al., 2009). Kapang endofit Colletotrichum sp. dan Phomopsis sp. dari tanaman kina (C. calisaya Wedd.) berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus dan E.coli (Mutiea, 2010; Pamungkas, 2010). Saat ini informasi mengenai potensi antibakteri kapang endofit tanaman kina (C. calisaya Wedd.) masih sedikit informasinya.. Penelitian ini diharapkan dapat melaporkan beberapa genus kapang endofit dari tanaman kina (C.
calisaya Wedd.) seperti
fusarium, cercospora
dan
leptosphaerulina yang berpotensi sebagai antibakteri. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut apakah kapang endofit dari beberapa genus yang diisolasi dari tanaman kina dapat menghasilkan alkaloid kuinin sulfat.
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah kapang endofit yang diisolasi dari tanaman kina berpotensi sebagai antibakteri? 2. Bagaimana konsentrasi kuinin sulfat yang dihasilkan kapang endofit tanaman kina?
4
1.3
Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah: 1. Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman kina memiliki potensi untuk dijadikan antibakteri. 2. Kuinin sulfat yang dihasilkan kapang endofit tanaman kina memiliki konsentrasi sebesar 100 ppm.
1.4
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui apakah produksi metabolit sekunder kapang endofit pada tanaman kina berpotensi untuk dijadikan senyawa antibakteri. 2. Mengetahui konsentrasi kandungan alkaloid kuinin sulfat yang dihasilkan kapang endofit tanaman kina.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
jenis kapang endofit yang berpotensi sebagai bahan antibakteri serta mengetahui jenis alkaloid yang dihasilkan. Hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber senyawa bioaktif alami.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Karakteristik Kapang Kapang merupakan fungi multiseluler yang memiliki filamen. Kapang
terdiri dari suatu talus yang bercabang disebut hifa. Hifa yang saling berhubungan kemudian membentuk suatu struktur semacam jala disebut miselium. Kapang dapat
bereproduksi
secara
seksual
dan
aseksual.
Kapang
merupakan
mikroorganisme kemoheterotrof yaitu mengasimilasi karbon organik sebagai sumber energi dengan bantuan oksidasi senyawa organik (Gandjar, 2006). Kapang akan bersifat saprofit jika sumber nutrisi diperoleh dari bahan organik mati. Kapang biasanya tumbuh pada benda-benda organik yang lembab. Kapang mempunyai inti eukariotik, tidak mengandung klorofil atau pigmen fotosintesis dan kapang membutuhkan bahan organik untuk pertumbuhannya. Bahan organik ini
disediakan
oleh
organisme
autotrof
yang
memiliki
kemampuan
melangsungkan proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari dengan produk akhir bahan organik (Tjitrosomo et al., 1996). Kapang dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Spora seksual yang dapat dihasilkan kapang antara lain basidiospora, askospora, zigospora dan oospora. Spora aseksual yang dihasilkan kapang antara lain sporangiospora, klamidospora, arthospora dan konidia (Gandjar et al., 2006). Spesies kapang banyak yang sudah dimanfaatkan contohnya Penicillium notatum Westling sebagai antibiotik, Rhizopus sp. dan Aspergillus sp. sebagai bahan dalam industri makanan (Clay, 2004).
5
6
2.2
Kapang Endofit Endofit secara bahasa berasal dari kata endon yang berarti di dalam dan
phyton yang berarti tanaman. Secara umum,endofit adalah makhluk hidup yang berada di dalam tanaman dapat bersifat parasitik atau simbiotik (Gandjar, 2006). Cendawan atau fungi adalah suatu organisme heterotrof dan memerlukan senyawa organik untuk pertumbuhannya. Cendawan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu khamir (yeast) yang berbentuk uniselular dan kapang (mold) yang berbentuk benang (filamen). Kapang ada yang hidup sebagai parasit dan juga saprofit dalam jaringan (Gandjar, 2006). Kapang endofit adalah fungi yang menginfeksi jaringan tanaman yang sehat tanpa menyebabkan sakit tanaman inangnya (Clay, 2004). Kapang endofit terdapat dalam sistem jaringan tumbuhan seperti daun, ranting dan akar. Kemampuan kapang endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inang karena adanya transfer genetik dari tanaman inangnya ke dalam kapang endofit (Petrini et al., 1992). Kapang endofit berkembang biak di dalam tanaman inangnya tanpa menyebabkan penyakit. Hubungan simbiosis mutualisme yang terjadi ialah kapang endofit memperoleh nutrisi dari tanaman inang, sedangkan tanaman inang diproteksi atau dilindungi dari berbagai penyakit oleh kapang endofit (Gandjar, 2006). Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. merupakan kapang dengan anggota spesies yang banyak digunakan dalam perlindungan tanaman alami sebagai fungi biokontrol. Isolat kapang endofit daun jambu biji (Psidium guajava L.) Trichoderma sp. bisa menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (Azizah, 2008).
7
Winarno (2006) menemukan bahwa hasil pemurnian mikroorganisme endofit dari batang kina (C. calisaya Wedd) diperoleh jenis kapang yang dapat menghasilkan senyawa alkaloid kuinin dan sinkonin. Kapang endofit dari tanaman kina (C. ledgeriana) dapat memproduksi kuinin dengan baik dalam media PDB sebesar 0,423 mg/L (Winarno, 2006). Tabel 1. Daftar Isolat Kapang Endofit Tanaman Kina No
Kode Isolat
Hasil Blast
1 1_4_2_A2_M16 Fusarium oxysporum 2 3_1_1_C1_M17 Neofusicoccum sp 3 5_2_2_C1_M18 Cercospora sp. 4 1_7_4_B2_M19 Aspergillus sp. 5 1_3_1_A1_M23 Diaporthe sp. 6 4_7_2_D1_M25 Cladosporium oxysporum 7 2_5_5_C1_M26 Trichoderma hamatum 8 2_7_2_C3_M27 Aspergillus sp. 9 5_2_5_C1_M29 Guinardia sp. 10 2_1_1_B2_M33 Kapang endofit sp. 1 11 4_2_2_C1_M34 Fusarium equiseti 12 5_2_5_C1_M35 Guinardia mangiferae 13 1_3_1_A3_M46 Kapang endofit sp. 2 14 1_5_4_B2_M49 Gliocladiopsis sp. 15 4_2_1_A2_M50 Phoma glomerata 16 1_1_4_C2_M51 Penicillium citrinum 17 1_1_5_A5_M52 Trichoderma sp. 18 1_2_4_B2_M62 Diaporthe sp. 19 1_7_3_B1_M66 Fusarium equiseti 20 1_4_1_A3_M75 Kapang endofit sp. 3 21 3_4_4_C1_M63 Pestalotiopsis sp. 22 4_1_2_B1_M83 Leptosphaerulina sp. 23 4_1_2_B2_M87 Leptosphaerulina sp. 24 1_3-4_A4_M90 Kapang endofit sp. 4 25 4_3_5_A3_M93 Fusarium solani 26 1_3_4_B2_M97 Fusarium solani 27 3_3_1_A2_M98 Trichoderma hamatum Sumber: Disertasi Nani Radiastuti, M.Si (Belum dipublikasi)
8
2.3
Tanaman Kina Kina merupakan tanaman obat berupa pohon yang berasal dari Amerika
Selatan di sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela, Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia. Daerah tersebut terletak pada ketinggian 900-3000 mdpl. Tanaman kina masuk ke Indonesia tahun 1852 berasal dari Bolivia (Tao dan Taylor, 2011).
Skala 1:1.6 Skala: 1: 0.5
Skala 1:1
Gambar 1. Morfologi Bunga, Daun dan Batang C. calisaya Wedd. (Sumber: Dokumen Pribadi)
) Klasifikasi tanaman kina adalah sebagai berikut: Kelas
: Magnoliopsida
Suku
: Rubiaceae
Genus
: Cinchona
Spesies
: Cinchona calisaya Wedd. (www.plantamor.com) Tinggi pohon antara 4-15 m, cabang bentuk segi empat, berbulu halus atau
lokos. Daun elip sampai lanset, bagian pangkal dan ujung daun lancip, berwarna ungu terang, tangkai daun tidak berbulu, panjang tangkai 3-6 mm. Mahkota bunga berwarna kuning agak putih, bentuk melengkung panjang 8-12 mm. Buah lanset sampai bulat telur dengan ukuran panjang 8-12 mm dan lebar 3-4 mm (Tao dan Taylor, 2011).
9
Tanaman kina tumbuh baik dengan curah hujan tahunan ideal yaitu 2.0003.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun, penyinaran matahari yang tidak terlalu terik, temperatur antara 13,5-21°C, kelembaban relatif 68-97%. Tanaman kina di Indonesia dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 800-2.000 mdpl, namun ketinggian optimum untuk budidaya tanaman kina adalah 1.400-1.700 mdpl. Tanaman kina yang ada di Indonesia diantaranya C. succirubra Pavon., dan C. calisaya Wedd. (Tao dan Taylor, 2011). Kulit kina banyak mengandung alkaloid-alkaloid yang berguna untuk obat seperti saponin, flavonoida dan polifenol. Ada empat jenis alkaloid utama pada tanaman kina yaitu kuinin, kinidin, sinkonin dan sinkonidin. Alkaloid tersebut dapat mengobati penyakit malaria dan penyakit jantung. Manfaat lain dari kulit kina ini antara lain adalah untuk disentri, diare dan tonik (Wibisana, 2010). 2.4
Metabolit Sekunder Produk metabolisme pada organisme dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Senyawa yang tergolong metabolit primer adalah polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat. Metabolit primer merupakan senyawa-senyawa utama penyusun tanaman (makhluk hidup) yang diperlukan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan. Metabolit sekunder digunakan untuk pertahanan diri suatu organisme dari penyakit (Pratiwi, 2008). Hubungan simbiosis tanaman inang dan mikroorganisme endofitnya, memungkinkan adanya transfer genetik. Kemungkinan besar kandungan metabolit sekunder
mikroorganisme
endofit
sama
dengan
tanaman
inangnya.
10
Mikroorganisme endofit yang banyak berasosiasi dengan tanaman salah satunya kapang endofit (Petrini et al., 1992). Kapang endofit menginfeksi tanaman sehat pada jaringan tertentu tanpa menimbulkan tanda-tanda adanya infeksi lalu menghasilkan enzim dan metabolit sekunder yang bermanfaat bagi fisiologi dan ekologi tanaman inang seperti mikotoksin dan antibiotik (Clay, 2004) yang dimanfaatkan tanaman inang untuk melawan penyakit yang ditimbulkan oleh patogen tanaman. Kapang endofit juga dapat membantu tanaman inangnya untuk memperoleh senyawa anorganik seperti karbon dan nitrogen (Gandjar, 2006). Spesies mikroorganisme tertentu mungkin memproduksi beberapa macam metabolit sekunder atau hanya memproduksi satu sampai dua macam metabolit sekunder. Metabolit sekunder dapat berfungsi sebagai nutrien darurat untuk bertahan hidup (Pratiwi, 2008). Kapang endofit berperan penting karena kemampuannya dalam memproduksi senyawa metabolit yang bervariasi, baik dari struktur maupun fungsinya. Berbagai golongan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan ialah alkaloid, flavonoid, kuinon, tanin dan antrakuinon (Wibisana, 2010). 2.5
Alkaloid Kuinin Senyawa alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder
yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Alkaloid adalah golongan senyawa basa nitrogen heterosiklik yang banyak terdapat pada tumbuhan. Sebagian besar alkaloid (basa bebas) tidak dapat larut (beberapa sedikit larut) di air, tetapi dapat larut dalam pelarut organik seperti kloroform, eter dan benzena (Wibisana, 2010).
11
Kuinin merupakan senyawa alkaloid berbentuk kristal halus putih, tidak berbau dan memiliki rasa pahit. Kuinin bersifat basa dan dalam bentuk hidroklorida dan sulfat. Kuinin dalam bentuk hidroklorida memiliki rumus molekul C20H25N4O8Cl. Kuinin sulfat rumus molekulnya C40H50N4O8S. Kuinin termasuk dalam golongan kuinolina dan merupakan alkaloid penting yang diperoleh dari pohon kina (Dinarliah, 2001; Wibisana, 2010).
Gambar 2. Struktur Alkaloid Kuinin (Simanjuntak et al., 2002) Alkaloid jenis kuinin sulfat dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri yang dapat dihambat pertumbuhannya antara lain
S.
aureus,
Enterobacter
agglomerans,
Klebsiella
pneumonia
dan
Pseudomonas aeruginosa (Rennie et al., 2003). Alkaloid jenis kuinin sulfat juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (Kharal et al., 2009). Kapang endofit tanaman kina (C. calisaya Wedd.) pada medium PDB menghasilkan kuinin sebesar 0,128 mg/L. Kapang endofit tanaman kina (C. succirubra) menghasilkan 0,080 mg/L (Winarno, 2006). Maehara (2011) dan Simanjuntak (2002) melaporkan kapang endofit yang diisolasi dari tanaman kina juga menghasilkan alkaloid kuinin sulfat.
12
2.6
Aktivitas Antibakteri Antimikroba merupakan zat yang mampu menghambat pertumbuhan
mikroba Antimikroba terbagi menjadi antibakteri, antivirus dan antifungi. Mekanisme kerja dari senyawa antibakteri adalah merusak dinding sel, menghambat kerja enzim serta menghambat sintesis asam nukleat dan protein (Pratiwi, 2008). Apabila suatu zat antibakteri dapat menghambat aktivitas atau pertumbuhan bakteri Gram positif maupun Gram negatif berarti termasuk ke dalam jenis spektrum luas. Berbagai galur Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. memproduksi berbagai senyawa metabolit sekunder yang bersifat antibakteri, antinematoda, antifungi atau antikhamir (Wipf dan Kerekes, 2003). Metabolit sekuder hasil fermentasi kapang endofit Fusarium sp. pada lengkuas merah (Alpinia galanga (L.) Wild) dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Metabolit sekuder kapang endofit Cladosporium sp. pada lengkuas merah (Alpinia galanga (L.) Wild) dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (Kusumaningtyas et al., 2010). 2.7
Karakteristik Bakteri Staphylococcus aureus S. aureus adalah bakteri yang bersifat Gram positif dan tidak motil (Martin
dan Landolo, 1999). S. aureus hidup di kulit dan membran mukosa dari hewan homoiterm. Bakteri S. aureus dapat ditemukan di dalam hidung manusia sekitar 10-40% (Meggitt, 2003). Bakteri S. aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin.
13
Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus (Pratiwi, 2008). Struktur dan komposisi dinding sel bakteri Gram positif seperti S. aureus ialah lapisan peptidoglikan tebal, memiliki asam tekoat, tidak terdapat ruang periplasmik dan sedikit mengandung protein (Pratiwi, 2008).
Gambar 3. Bakteri S. aureus (www.learning.covcollege.ac.uk) p: 1000x Klasifikasi S. aureus adalah Kingdom: Bacteria, Divisi: Firmicutes, Kelas: Bacilli, Ordo: Bacillales, Familia: Staphylococcaceae. Genus: Staphylococcus, Species: Staphylococcus aureus (www.ncbi.com) Bakteri S. aureus tumbuh optimum pada suhu sekitar 37°C dan mampu bertahan pada suhu rendah di bawah 8°C, sehingga digolongkan menjadi bakteri mesofilik. Derajat keasaman (pH) yang optimum antara 7,0 dan 7,5 (Martin dan Landolo, 1999). Metabolit sekunder seperti tannin dan flavonoid dapat mencegah pertumbuhan bakteri S. aureus (Doughari, 2006). Bakteri ini telah resisten terhadap penisilin, oksasilin dan antibiotik beta laktam lainnya. Di Asia, S. aureus yang resisten terhadap siprofloksasin mencapai 37%. Persentase galur S. aureus yang telah resisten terhadap metisilin (MRSA) cukup tinggi di Asia (Mardiastuti et al., 2007).
14
2.8
Karakteristik Bakteri Escherichia coli E. coli adalah bakteri Gram negatif yang resisten terhadap beberapa
antibakteri hal ini disebabkan karena tiga lapisan dinding sel pada bakteri ini, sehingga beberapa senyawa tidak mampu merusak jaringan dari dinding sel bakteri E. coli (Pratiwi, 2008). Bakteri ini yang bersifat patogen pada manusia yang menyebabkan gangguan pencernaan pada manusia dan mengganggu sistem kerja dari organ lambung. Bakteri ini sangat merugikan, paling banyak ditemukan di usus manusia dan hewan. Struktur dan komposisi dinding sel bakteri Gram negatif seperti E. coli ialah lapisan peptidoglikan tipis, tidak memiliki asam tekoat, terdapat ruang periplasmik dan mengandung protein (Pratiwi, 2008).
Gambar 4. Bakteri E. coli (www.learning.covcollege.ac.uk) p: 1000x Klasifikasi E. coli yaitu Kingdom: Bacteria, Divisi: Proteobacteria. Kelas:
Gammaproteobacteria,
Enterobacteriaceae,
Genus:
Ordo:
Escherichia,
Enterobacteriales, Species:
Escherichia
Famili: coli
(www.ncbi.com) Metabolit sekunder seperti tannin dan flavonoid dapat mencegah pertumbuhan bakteri E. coli (Doughari, 2006). Alkaloid aflatoksin dan penisilin yang dihasilkan dari umbi bawang putih juga berpotensi menghambat pertumbuhan E. coli (Hidayahti, 2010).
Bakteri ini cukup resisten terhadap
antibiotik Ceftazidime dan Cefotaxime (Anggraini et al., 2013).
15
2.9
High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kimia untuk menganalisis suatu senyawa. Metode ini termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan atau padat (Putra, 2004). Ada beberapa metode analisis kuantitatif yang dapat digunakan untuk suatu komponen zat dalam kromatogram, diantaranya yaitu baku luar dan baku dalam Baku luar menggunakan larutan baku berbagai konsentrasi disuntikkan ke kolom KCKT. Baku dalam dengan senyawa baku yang diketahui jumlahnya ditambah larutan sampel dan standar disuntikkan ke kolom KCKT (Putra, 2004). 2.10
Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS) Kromatografi
spektroskopi
massa
ialah
teknik
analisis
yang
menggabungkan dua metode analisis yaitu kromatografi gas dan spektroskopi massa. Kromatografi gas adalah metode analisis di mana sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul
yang lebih kecil (hasil
kromatogram). Spektroskopi massa adalah metode analisis di mana sampel diubah menjadi ion-ion dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur (hasil spektrum massa). Pemisahan komponen dalam GCMS terjadi di dalam kolom (kapiler) GC dengan melibatkan dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Fase gerak merupakan gas pembawa sedangkan fase diam merupakan zat yang ada di dalam kolom. Proses pemisahan dapat terjadi karena adanya perbedaan kecepatan alir dari tiap molekul di dalam kolom. Komponen yang telah dipisahkan masuk ke dalam ruang MS sebagai detektor secara instrumentasi (Pavia, 2006).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan
Agustus 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Fisiologi dan Laboratorium Pangan, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.2
Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah Laminar Air Flow Cabinet (ESCI), cryotube,
kertas saring, rotary evaporator (Heidolph), HPLC (Perkin Elmer Series 200, Detector UV-Vis Series 200), GCMS (Shimadzu QP 2010), magnetic stirer, hot plate (Merck MR300 1K), vortex, mikroskop cahaya dan mikroskop stereo (Olympus), autoklaf (ALP), oven (Memmert), timbangan analitik, dan kamera. Bahan yang digunakan adalah kapang endofit sebanyak 27 subkultur dengan genus berbeda, kultur bakteri S. aureus ATCC 6538 dan bakteri E. coli ATCC 8739, plastik tahan panas, kertas cakram steril, antibiotik kloramfenikol, aquades, NaCl, HCl, media Nutrient Agar (NA), media Potato Dextrose Agar (Merck), media Potato Dextrose Broth, etil asetat PA (EtOAc), kloroform PA (CHCl3), shear’s, standar kuinin sulfat, alkohol 70%. 3.3
Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei dengan desain
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas tiga kali pengulangan.
16
17
3.4
Sumber Subkultur Kapang endofit yang digunakan sebanyak 27 subkultur yaitu genus
Fusarium, Neofusicoccum, Cercospora, Cladosporium, Trichoderma, Guignardia, Gliocladiopsis, Diaporthe, Phoma, Penicillium, Pestalotiopsis, Lestosphaerulina dan Aspergillus. Subkultur kapang sudah diidentifikasi secara molekuler. Kapang diisolasi dari tanaman kina di Pusat Perkebunan Teh dan Kina (PPTK), Gambung, Ciwidey, Bandung, Jawa Barat. Isolasi kapang dilakukan tanggal 29 September 2012 oleh Nani Radiastuti, M.Si dosen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Isolasi pukul 09.00-12.00 WIB. Lokasi Sampling l7° 8'35.78"S 107°30'59.55"E. pH tanah 6,8 dan kelembaban tanah 35%. 3.5
Cara Kerja Sterilisasi Alat, Bahan dan Pembuatan Media
Pengamatan Subkultur Kapang Fermentasi Cair (Duplo) Preparasi Inokulum Bakteri Uji Ekstraksi Metabolit Sekunder (Etil Asetat)
Ekstraksi Metabolit Sekunder (Kloroform)
Pengujian Antibakteri
Pengujian Alkaloid Kuinin
Hasil +/- (Zona Hambat)
Analisis Metabolit Sekunder (HPLC)
Analisis Data - Kromatogram
Analisis Metabolit Sekunder Lain (GCMS)
Gambar 5. Bagan kerja Penelitian
18
3.5.1
Persiapan Subkultur Kapang Endofit Subkultur kapang endofit sebanyak 27 dengan genus berbeda ditumbuhkan
pada cawan petri berisi media Potato Dextrose Agar (PDA). Proses peremajaan subkultur ke media PDA baru bertujuan agar kapang tidak mati. Subkultur kapang dari media PDA lama dicetak menggunakan sedotan steril. Kapang lalu dipindahkan ke media PDA baru menggunakan tusuk gigi steril. Subkultur kapang ditumbuhkan di media PDA cawan dan PDA tabung. 3.5.2
Pembuatan Media
3.5.2.1 Pembuatan Media PDA dan PDB Sebanyak 39,0 g PDA dilarutkan di dalam 1000 ml akuades menggunakan erlenmeyer. Larutan dihomogenisasi dan dididihkan menggunakan hot plate dan magnetic stirer. Media PDA lalu disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada tekanan 1,5 atm. Sebanyak 26,4 g PDB dilarutkan di dalam 1000 ml akuades menggunakan erlenmeyer. Larutan dihomogenisasi menggunakan hot plate dan magnetic stirer. Media dituang ke dalam botol besar sebanyak 200 ml. Media PDB disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada tekanan 1,5 atm. 3.5.2.2 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB) Media NA sebanyak 28 g dilarutkan dalam 1000 ml akuades. Larutan dihomogenisasi menggunakan hot plate dan magnetic stirer. Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada tekanan 1,5 atm. Media NB sebanyak 9 g dilarutkan dalam 1000 ml akuades. Larutan dihomogenisasi menggunakan hot plate dan magnetic stirer. Media NB lalu
19
disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada tekanan 1,5 atm. 3.5.2.3 Pembuatan Media Preservasi Kapang Endofit Gliserol sebanyak 10 ml dan trehalosa 1 g ditera hingga 100 ml dengan aquades lalu dihomogenkan menggunakan hot plate dan magnetic stirer. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam cryotube sebanyak 0,8 ml, lalu disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada tekanan 1,5 atm (LIPI, 2006). 3.5.3
Subkultur Kapang Endofit Masing-masing subkultur kapang endofit ditanam pada media PDA di
cawan petri selama 7 hari (Arisanti et al., 2011). Miselium kapang yang telah tumbuh diambil dan ditanam kembali pada media PDA miring. Pengamatan morfologi kapang secara makroskopis dan mikroskopis untuk verifikasi. 3.5.3.1 Pengamatan Makroskopis Pengamatan makroskopis dilakukan dengan cara menumbuhkan subkultur kapang dalam cawan petri sekitar ±7 hari. Miselium yang terbentuk diamati karakteristik morfologi koloninya. Warna miselium dicatat, bentuk area miselium, bentuk tepi miselium. Hasil pengamatan didokumentasikan menggunakan kamera. 3.5.3.2 Pengamatan Mikroskopis Subkultur kapang diamati menggunakan mikroskop stereo. Konidia atau miselium diamati dan diambil dengan ose secara aseptis. Preparat di atas gelas objek yang telah ditetesi shear’s lalu diamati menggunakan mikroskop cahaya
20
perbesaran 100-400 kali. Hasil pengamatan didokumentasikan menggunakan kamera.
3.5.4
Preservasi Kapang Endofit Miselium subkultur kapang endofit dari tiap cawan petri ditanam di dalam
botol vial berisi PDA. Kapang endofit yang telah tumbuh dilapisi bagian permukaannya dengan parafin oil steril agar kondisi aerob. kapang endofit juga ditanam di dalam cryotube berisi campuran gliserol 10 ml dan trehalosa 1 g. Preservasi ini bertujuan agar subkultur kapang tersebut dapat digunakan kembali dalam jangka waktu yang panjang atau untuk dijadikan stok kultur (LIPI, 2006). 3.5.5
Fermentasi Cair Kapang yang sudah diremajakan selama ± 7 hari pada media PDA di
cawan petri diambil menggunakan sedotan steril sebanyak 3 cuplikan. Kapang lalu ditumbuhkan secara duplo di dalam media PDB sebanyak 200 ml. Medium berisi kapang dalam kondisi statis dan diletakkan pada suhu ruang (Zaini, 2012). Proses fermentasi ini berlangsung selama ± 21 hari (Kharismaya, 2010; Bungihan et al., 2013). 3.5.6
Ekstraksi Metabolit Sekunder Ekstraksi hasil fermentasi (duplo) dilakukan dengan pelarut yang berbeda.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut kloroform dan etil asetat. Hasil fermentasi pertama dilarutkan menggunakan kloroform (CHCl3) dan hasil kedua menggunakan etil asetat (EtOAc). Masing-masing ekstraksi dilakukan sebanyak 3
21
kali dengan perbandingan kultur : pelarut = 1:1. Filtrat (fraksi air) dan miselium (biomassa) dipisahkan (Kharismaya, 2010). Bagian biomassa kapang dihancurkan hingga halus lalu dicampur kembali dengan filtrat dan ditambahkan pelarut (Bungihan et al., 2013). Campuran dikocok atau dishaker agar tercampur sempurna. Ekstrak yang didiamkan selama ± 2 hari akan membentuk 2 fase (Kharismaya, 2010). Ekstraksi dengan kloroform diambil fase bagian bawah, sedangkan ekstraksi dengan etil asetat diambil fase bagian atas. Hasil ekstraksi lalu dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak dengan kloroform dipekatkan pada suhu ≤ 45°C, sedangkan hasil ekstraksi dengan etil asetat dipekatkan pada suhu ≤ 60°C (Winarno, 2006; Bungihan et al., 2013). Bobot ekstrak diperoleh dari selisih antara bobot botol berisi ekstrak dan bobot botol kosong (Azhari, 2012). 3.5.7
Preparasi Inokulum Bakteri Uji Sebanyak 1 ose masing-masing koloni bakteri uji diambil dari kultur
persediaan dan digoreskan pada permukaan agar miring. Bakteri uji lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37-38 ºC (Doughari, 2006). Biakan bakteri uji umur 24 jam diinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam 30 ml media NB steril. Bakteri uji diinkubasi pada rotary shaker hingga koloni bakteri tersuspensi. Sampling S. aureus dan E. coli dilakukan berdasarkan fase mid log, telah diketahui fase mid log untuk S. aureus pada menit ke 600, sedangkan E. coli pada menit ke-450 jumlah sel 8,70 x 108 sel/ml dan jumlah sel 5,90 x 108 sel/ml (Khotimah, 2010; Jauhari, 2010).
22
Teknik inokulasi bakteri yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pour plate. Sebanyak 1 ml suspensi masing-masing bakteri uji diinokulasikan ke dalam erlenmeyer 200 ml yang berisi 100 ml media NA yang masih cair (≤45°C) (Huda et al., 2012). Campuran dihomogenkan dengan sedikit pengocokan seperti angka delapan agar suspensi tercampur rata, kemudian dituang ke dalam cawan petri dan didiamkan hingga campuran suspensi bakteri uji membeku. 3.5.8
Pengujian Aktivitas Antibakteri Hasil sampel yang sudah dipekatkan lalu ditimbang dan dilarutkan
kembali dengan pelarut organik dengan konsentrasi yang sama. Sekitar 10 μl sampel (1000 ppm) diteteskan ke kertas cakram steril berukuran diameter 6 mm, yang selanjutnya digunakan untuk uji aktivitas antibakteri (Azizah, 2008). Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode Kirby-Bauer atau metode difusi cakram. Setiap kertas cakram steril yang ditetesi sampel ekstraksi didiamkan ±15 menit (Azizah, 2008). Secara aseptik kertas cakram diletakkan dalam cawan petri yang berisi bakteri uji. Kontrol positif yang digunakan yaitu cakram kloramfenikol 10 μl dan kuinin 10 μl (1000 ppm). Kontrol negatif yang digunakan adalah cakram yang ditetesi akuades steril, kloroform dan etil asetat. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali. Cakram diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam, lalu dilakukan pengukuran zona hambat di sekitar cakram menggunakan jangka sorong (Azizah, 2008). Diameter zona hambat ialah diameter yang tidak ditumbuhi oleh bakteri pada kertas cakram.
23
3.5.9
Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder Kuinin Dengan HPLC Hasil
ekstraksi
dengan
pelarut
kloroform
selanjutnya
dianalisis
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kloroform adalah suatu pelarut non polar yang dapat digunakan untuk ekstraksi alkaloid (Winarno 2006). Alat yang digunakan ialah HPLC merk PerkinElmer Series 200, eluen KH2PO4 20 mM (pH 2.5) : CH3CN = 9:1. Detektor yang digunakan ialah UV-VIS Detector Series 200, jenis kolom C18, kecepatan alir 2 ml/menit, tekanan alir 143-145 kg/cm2, standar kuinin sulfat 0,1 mg/l, (λ : 230 nm) volume injeksi 10,0 µl. (Simanjuntak et al., 2002; Winarno, 2006). Pembuatan larutan fasa gerak yaitu 6,8 g KH2P04 dan 3 g Hexylamin dilarutkan dengan 700 ml H2O diatur pH dengan H3PO4 sampai pH 2,8, kemudian ditambah H2O sampai 940 ml dan 60 ml Acetonitrile (Wibisana, 2010). Pembuatan larutan standar untuk uji alkaloid yaitu dengan melarutkan standar kuinin sulfat sebanyak 5 mg di dalam labu ukur 10 ml (500 ppm) dilarutkan dalam larutan fase gerak (Wibisana, 2010). Preparasi sampel dilakukan dengan menimbang sampel hasil ekstraksi lalu dilarutkan dengan larutan fase gerak, campuran disonikasi selama 30 menit. Tahapan selanjutnya campuran disaring dengan membran filter 0,45 μl, lalu filtrat dinjeksikan ke HPLC sebanyak 10 μl (Wibisana, 2010). 3.5.10 Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder Dengan GCMS Ekstrak kapang endofit dianalisis menggunakan GCMS Shimadzu QP 2010. Ekstrak kapang yang dianalisis hanya satu yaitu ekstrak yang memiliki zona hambat terbesar namun tidak mengandung alkaloid kuinin sulfat. Hal ini untuk
24
mengetahui kandungan senyawa yang berperan sebagai antibakteri selain kuinin sulfat. Sampel sebanyak 1 µl diinjeksikan ke dalam GCMS yang dioperasikan menggunakan kolom kaca panjang 25 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan 0,25 µl dengan fasa diam CP-Sil 5 CB dengan temperatur 10ºC/menit, gas pembawa helium bertekanan 12 kPa, total laju 30 mL/menit dan split ratio sebesar 1:50 (Sastrohamidjojo, 2001). 3.6
Analisis Data Analisis hasil aktivitas antibakteri pada penelitian ini menggunakan uji
Analysis of Variance (ANOVA) satu arah (One-way) menggunakan batas kepercayaan sebesar 95% (α:0,05). Pengujian antibakteri dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Jika terdapat perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjutan Duncan. Pengujian hipotesis berdasarkan pada ketetapan H1 dan H0. H0: Aktivitas antibakteri kapang terhadap bakteri uji tidak berbeda signifikan H1: Aktivitas antibakteri kapang terhadap bakteri uji berbeda signifikan Penarikan kesimpulan berdasarkan nilai signifikansi, yaitu: -
Jika P<0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
-
Jika P>0.05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
-
Jika Ftabel
-
Jika Ftabel>Fhitung maka H0 diterima dan H1 ditolak
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik Makroskopis dan Mikroskopis Kapang Endofit Pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis kapang endofit
dilakukan saat subkultur berumur 7 hari. Pengamatan makroskopis meliputi warna miselium (tampak depan dan sebaliknya), bentuk area miselium dan bentuk tepi miselium. Pengamatan mikroskopis jika pada subkultur terdapat tubuh buah, maka tubuh buah tersebut diambil secara aseptis lalu dipecahkan. Apabila pada isolat tidak ada tubuh buah, maka miselium yang ada diambil dan diamati. Tabel 2. Tabel Verifikasi Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Kapang Isolat
Karakteristik
M16
Permukaan koloni seperti tepung dan rata, tepi koloni berserabut warna depan ungu muda, sebaliknya ungu tua
M17
M18
Makroskopis (Depan)
Makroskopis (sebaliknya)
Mikroskopis (p: 1000x)
aa
Verifikasi Fusarium oxysporum
b
Ket: a: mikrokonidia b: klamidospora
Permukaan koloni berserabut, permukaan meninggi, tepi berserabut warna depan abuabu tua, sebaliknya hitam
a
Neofusicoccum sp.
b
Ket: a: konidia b: konidiofor
Permukaan koloni tidak rata, penonjolan miselium di permukaan, tepi koloni bergelombang warna depan merah muda, sebaliknya hitam
a
b
Ket: a: konidiofor b: konidia
25
Cercospora sp.
26
Isolat
Karakteristik
M19
Permukaan koloni seperti tepung dan rata. Tepi koloni bergelombang, mengeluarkan cairan eksudat berwarna merah hati ke medium. Warna depan dan sebaliknya merah hati. Permukaan koloni kasar dan berserabut, terdapat bintik coklat muda. Tepi tidak rata, ada garis radial. Warna depan putih, sebaliknya oren.
M23
M25
M26
M34
Permukaan koloni rata dan tebal munggunung. Miselium seperti beludru, tepi koloni rata. Warna depan abuabu tua sedangkan sebaliknya hitam. Permukaan koloni seperti kapas. Area miselium di bagian tengah. Tepi koloni rata dan terdapat garis radial. Warna depan koloni putih, sebaliknya coklat muda. Permukaan koloni tidak rata dan berserabut. Tepi koloni tidak rata. Pada miselium terdapat beberapa garis radial konsentris warna depan koloni putih dan pink sebaliknya putih.
Makroskopis (Depan)
Makroskopis (sebaliknya)
Mikroskopis (p: 1000x)
a
Verifikasi Aspergillus sp.
b
Ket: a: konidia b: konidiofor
aa
Diaporthe sp.
b
Ket: a: miselium b: konidia
a
b
Cladosporium oxysporum
Ket: a: konidiofor b: konidia
a
b
Trichoderma hamatum
Ket: a: konidiofor b: konidia
a
bb
Ket: a: mikrokonidia a b: makrokonidia
Fusarium equiseti
b
27
Isolat
Karakteristik
M35
Permukaan koloni tidak rata dan kasar. Miselium seperti beludru, tepi bergelombang tidak merata. Warna depan koloni hitam, sebaliknya hitam.
M49
M51
M63
M66
Permukaan koloni tidak rata. Ada cairan eksudat yang dikeluarkan ke medium berwarna coklat muda. Tepi koloni berserabut, warna depan coklat muda, sebaliknya coklat tua. Permukaan koloni kasar dan rata, tepi koloni bergelombang. Ada garis radial konsentris berwarna hitam. Warna depan koloni putih abuabu dan warna sebaliknya oren. Permukaan koloni tidak rata, miselium tumbuh lebih tebal di bagian tengah. Tepi koloni tidak rata. Warna depan koloni putih dan warna sebaliknya putih,kekuningan. Permukaan koloni rata dengan warna kuning. Bagian pinggir ada lingkaran, tepi koloni rata dan warna depan kuning sebaliknya coklat.
Makroskopis (Depan)
Makroskopis (sebaliknya)
Mikroskopis (p: 1000x)
a
b
Verifikasi Guinardia mangifera
Ket: a: konidiofor b: konidia
a
b
Gliocladiopsis sp.
Ket: a: konidiofor b: konidia
a
b
Penicillium citrinum
Ket: a: makrokonidia b: mikrokonidia
a
b
Pestalotiopsis sp.
Ket: a: konidia b: konidiofor
a
bbb
Ket: a: mikrokonidia b: makrokonidia
Fusarium equiseti
28
Isolat
Karakteristik
M83
Permukaan koloni seperti tepung dan menggunung. Tepi koloni bergelombang tidak merata. Warna depan koloni coklat muda dan warna sebaliknya coklat tua.
M93
M97
M98
Permukaan koloni menggunung, miselium seperti beludru. Tepi koloni bergelombang, terdapat garis radial. Warna depan kecoklatan, sebaliknya coklat tua. Permukaan koloni rata seperti kapas, tepi koloni berserabut, terdapat garis radial konsentris berwarna coklat muda. Warna depan koloni merah muda, warna sebaliknya kuning kecoklatan. Permukaan koloni tidak rata, sepert tepung, yang mengandung spora. Tepi koloni berserabut dan tidak rata. Warna depan koloni hijau tua dan warna sebaliknya merah muda.
Makroskopis (Depan)
Makroskopis (sebaliknya)
Mikroskopis (p: 1000x)
a
b
Verifikasi Leptosphaerulina sp.
Ket: a: konidiofor b: konidia
b
a
Fusarium solani
Ket: a: makrokonidia b: mikrokonidia
a
b
Fusarium solani
Ket: a: makrokonidia b: mikrokonidia
a
b
Ket: a: konidia b: konidiofor
Trichoderma hamatum
29
4.2
Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit Terhadap Bakteri Uji Aktivitas antibakteri dapat diketahui dengan melihat ada atau tidaknya
daerah hambatan (zona hambat) pada pertumbuhan bakteri di media padat. Semakin besar zona hambat maka semakin besar aktivitas antibakteri yang ada (Pratiwi, 2008). Adapun rata-rata diameter zona hambatan dari uji aktivitas antibakteri tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 6. Grafik Zona Hambat Bakteri Hasil Ekstraksi Etil Asetat Kapang endofit kina seluruhnya positif menghambat pertumbuhan bakteri uji. Daya hambat ekstrak kapang menggunakan etil asetat terhadap bakteri uji ditampilkan pada gambar 6. Hasil zona hambat ekstrak etil asetat terhadap bakteri S.aureus cukup besar dihasilkan oleh kapang M16 (F. oxysporum), M19 (Aspergillus sp.), M35 (G. mangifera), M49 (Gliocladiopsis sp.), M51 (P. citrinum). Etil asetat dan akuades steril yang digunakan sebagai kontrol negatif tidak menghasilkan zona hambat karena keduanya terbukti tidak memiliki kemampuan
30
dalam menghambat pertumbuhan bakteri (Jauhari, 2010). Kontrol positif kuinin sulfat dan antibiotik kloramfenikol digunakan untuk membandingkan zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kapang. Ekstrak kapang M16 (F. oxysporum), M19 (Aspergillus sp.), M35 (G. mangifera), M49 (Gliocladiopsis sp.), M51 (P. citrinum) menghasilkan zona hambat yang lebih besar dari kontrol kuinin sulfat terhadap bakteri S.aureus masing-masing sebesar 11,26 mm, 10,20 mm, 8,83 mm, 10,80 mm, 7,40 mm (Gambar 6). Hal ini karena kapang endofit menghasilkan senyawa kuinin sulfat yang lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan kontrol atau kapang endofit menghasilkan senyawa lain yang berperan sebagai antibakteri. Mikroorganisme endofit dapat menghasilkan senyawa bioaktif selain senyawa yang terkandung di dalam tanaman inangnya (Pratiwi, 2008). Zona hambat ekstrak kapang endofit menggunakan etil asetat seluruhnya lebih kecil daripada zona hambat antibiotik kloramfenikol, jadi ekstrak kapang endofit tidak ada yang memiliki potensi sebesar antibiotik kloramfenikol dalam menghambat bakteri uji. Zona hambat kapang endofit terhadap bakteri E. coli seluruhnya lebih kecil dari zona hambat yang dihasilkan oleh kuinin sulfat (Gambar 6). Analisis data menunjukkan zona hambat kapang endofit ekstrak etil asetat terhadap bakteri S. aureus dan E. coli diperoleh nilai Ftabel < Fhitung dan nilai P < 0,05 seperti yang telah dilampirkan (Lampiran 9). Kesimpulan yang diperoleh dari hasil tersebut adalah H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada diameter zona hambat antar isolat ekstrak etil asetat.
31
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan SPSS ANOVA satu arah (One way) pada uji Duncan, kapang endofit M16 (F. oxysporum) memiliki zona hambat terhadap bakteri S. aureus paling besar (Lampiran 9). Kapang M16 (F. oxysporum) menghasilkan zona hambat terhadap S. aureus sebesar 11,2 mm. Kapang endofit M23 (Diaporthe sp.) memiliki zona hambat terbesar terhadap bakteri E. coli sebesar 6,3 mm. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa kapang endofit lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus daripada E. coli (Gambar 6). Kapang endofit tanaman kina Colletotrichum sp. dan Phomopsis sp. yang diekstrak menggunakan etil asetat menghasilkan zona hambat lebih besar terhadap bakteri S. aureus daripada bakteri E. coli (Mutiea, 2010; Pamungkas, 2010).
Gambar 7. Grafik Zona Hambat Bakteri Hasil Ekstraksi Kloroform Kapang endofit seluruhnya positif menghambat pertumbuhan bakteri uji. Daya hambat ekstrak kapang menggunakan kloroform ditampilkan pada gambar
32
7. Hasil zona hambat kapang ekstrak kloroform terhadap bakteri S.aureus cukup besar dihasilkan oleh kapang M16 (F. oxysporum), M25 (C. oxysporum), M33 (Kapang endofit sp. 1), M63 (Pestalotiopsis sp.). Zona hambat ekstrak kapang terhadap bakteri E.coli cukup besar dihasilkan oleh kapang M16 (F. oxysporum) dan M33 (Kapang endofit sp. 1) (Gambar 7). Pelarut kloroform dan akuades sebagai kontrol negatif terbukti tidak menghasilkan area zona hambat terhadap bakteri uji. Hal ini karena keduanya tidak memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Kontrol positif kuinin sulfat dan antibiotik kloramfenikol digunakan untuk membandingkan zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kapang. Ekstrak kapang M16 (F. oxysporum), M25 (C. oxysporum), M33 (Kapang endofit sp. 1), M63 (Pestalotiopsis sp.) menghasilkan zona hambat yang lebih besar dari kontrol kuinin sulfat terhadap bakteri S. aureus masing-masing sebesar 14,66 mm, 12,80 mm, 13,76 mm, 12,30 mm (Gambar 7). Ekstrak kapang M16 (F. oxysporum), M23 (Diaporthe sp.), M25 (C. oxysporum), M33 (Kapang endofit sp. 1) menghasilkan zona hambat yang lebih besar dari kontrol kuinin sulfat terhadap bakteri E. coli masing-masing sebesar 7,70 mm, 6,70 mm, 6,56 mm, 9,26 mm (Gambar 7). Hal ini karena konsentrasi kuinin sulfat yang dihasilkan lebih besar dibandingkan isolat lain dan kontrol. Dugaan lain karena kapang endofit tersebut menghasilkan senyawa lain selain kuinin sulfat yang dapat berperan sebagai antibakteri. Mikroorganisme endofit dapat menghasilkan senyawa bioaktif selain senyawa yang terkandung di tanaman inangnya (Pratiwi, 2008).
33
Hasil zona hambat kapang endofit ekstrak kloroform terhadap bakteri S. aureus dan E. coli. dari analisis data menunjukkan nilai Ftabel < Fhitung dan nilai P < 0,05 (Lampiran 8) dengan kesimpulan yang diperoleh adalah H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada diameter zona hambat antar isolat ekstrak kloroform. Berdasarkan hasil analisis data mengguanakan SPSS ANOVA satu arah (One way) uji lanjut Duncan, kapang endofit M16 (F. oxysporum) memiliki zona hambat terhadap bakteri S. aureus paling besar (Lampiran 8). Kapang M16 (F. oxysporum) menghasilkan zona hambat terhadap S. aureus sebesar 14,6 mm. Kapang endofit M33 (kapang endofit sp. 1) menunjukkan zona hambat terbesar terhadap bakteri E. coli sebesar 9,2 mm (Gambar 7). Hasil ini menunjukkan zona hambat yang dihasilkan ekstrak kapang endofit menggunakan kloroform ternyata lebih efektif dalam menghambat bakteri S. aureus dan E. coli dibandingkan ekstrak kapang endofit dengan etil asetat. Kapang endofit M16 (F. oxysporum) dan kapang endofit sp. 4 menghasilkan zona hambat 2x potensinya terhadap bakteri S. aureus dibandingkan dengan kontrol positif kuinin sulfat (Gambar 7). Zona hambat terbesar dari ekstrak kloroform dan etil asetat terhadap bakteri uji dihasilkan oleh kapang M16 (F. oxysporum). Hal ini karena kapang endofit F. oxysporum memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa bioaktif antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan kapang endofit lainnya. Kapang endofit Fusarium sp. dari lengkuas merah dan daun mimba dapat menghasilkan senyawa seperti fenol untuk menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli (Astuti, 2005; Kusumaningtyas et al., 2010). Zona hambat yang dihasilkan
34
kapang endofit ekstrak kloroform rata-rata lebih besar dibandingkan ekstrak etil asetat. Hal ini karena senyawa yang ada pada kapang endofit lebih mudah larut atau ditarik oleh pelarut non polar seperti kloroform. Sebagian besar senyawa alkaloid dapat larut atau disari oleh pelarut non polar seperti kloroform (Wibisana, 2010). Hasil pengujian antibakteri kontrol positif antibiotik kloramfenikol terhadap bakteri S. aureus dan E. coli menunjukkan adanya zona hambat. Antibiotik kloramfenikol memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Besar zona hambat yang dihasilkan pada penelitian ini terhadap bakteri S. aureus dan E. coli ialah sebesar 14,5 mm dan 17 mm (Gambar 6 dan 7). Kerja dari antibiotik kloramfenikol ialah menghambat proses sintesis protein dengan cara menyerang subunit 30S yang berada di ribosom. Subunit tersebut berperan dalam proses sintesis protein, E. coli mensintesis semua asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis protein yang terjadi di ribosom. Ribosom E. coli memiliki 2 jenis subunit yaitu partikel 50S dan partikel 30S yang akan mengalami penggabungan menjadi ribosom 70S untuk proses sintesis protein. Hal ini menyebabkan zona hambat yang dihasilkan oleh antibiotik kloramfenikol lebih besar terhadap bakteri E. coli daripada bakteri S.aureus (Pratiwi, 2008). Ekstraksi kapang endofit menggunakan pelarut kloroform dan etil asetat menghasilkan rata-rata diameter zona hambat yang lebih besar terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dibandingkan bakteri E. coli. Bakteri S. aureus lebih peka terhadap metabolit yang dihasilkan kapang endofit daripada bakteri E.
35
coli. Hal ini disebabkan adanya perbedaan struktur dinding sel bakteri. Struktur dinding sel bakteri Gram positif relatif sederhana yang terdiri atas tiga lapis yaitu selaput sitoplasmik, lapisan peptidoglikan dan lapisan luar yang disebut simpai. Sebaliknya, bakteri Gram negatif mempunyai struktur yang berlapis-lapis dan sangat kompleks (Pratiwi, 2008). Hal lain karena senyawa yang dihasilkan oleh ekstrak kapang menghambat proses sintesis peptidoglikan dengan cara memutus ikatan silang peptida. Beberapa peptidoglikan pada tiap bakteri berbeda dalam hal bahwa rantai-rantai peptidanya tidak langsung terikat silang dengan sesamanya, melainkan terikat oleh jenis peptida lain membentuk jembatan penghubung. Bakteri S. aureus memiliki jembatan penghubung yang terdiri dari lima molekul glisin yang dapat menghubungkan dua peptide asam asetilmuramat (AAM) bersama-sama, sehingga apabila ikatan peptida diputus maka proses sintesis peptidoglikan pada bakteri S. aureus gagal terbentuk. Hal ini yang menyebabkan zona hambat kapang terhadap bakteri S. aureus lebih besar dibandingkan bakteri E. coli (Pelczar dan Chan, 2006). Diameter zona hambat dari ekstrak kapang endofit M16 (F. oxysporum) hasil ekstraksi kloroform terhadap bakteri S. aureus ternyata melebihi zona hambat kloramfenikol yaitu sebesar 14,66 mm. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan senyawa antibakteri pada isolat M16 (F. oxysporum) bersifat kuat dan efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Diameter zona hambat kapang M16 (F. oxysporum) terhadap bakteri E. coli sebesar 11,2 mm. Dapat diketahui bahwa kapang endofit M16 (F. oxysporum) hasil ekstrak kloroform memiliki kemampuan yang sama dengan kloramfenikol dalam
36
menghambat bakteri S. aureus, sedangkan kemampuan antibakteri kapang endofit hasil ekstrak kloroform ataupun etil terhadap bakteri E. coli lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. 4.3
Analisis Kandungan Alkaloid Kuinin Kapang Endofit dengan HPLC Analisis kandungan alkaloid kuinin sulfat menggunakan HPLC yaitu
secara kuantitatif. Hal ini untuk mengetahui secara pasti jumlah kandungan kuinin sulfat pada kapang. Proses ekstraksi alkaloid kuinin kapang endofit tanaman kina dilakukan menggunakan pelarut yang bersifat non polar yaitu kloroform. Sebagian besar alkaloid tidak dapat larut (beberapa sedikit larut) di air, tetapi dapat larut dalam pelarut organik seperti kloroform (Wibisana, 2010). Kapang endofit yang diuji kandungan kuinin sulfatnya menggunakan HPLC hanya kapang yang diekstrak menggunakan pelarut kloroform. Tabel 3. Analisis Metabolit Sekunder Kuinin Kapang Endofit dengan HPLC Isolat Kapang endofit sp. 1 F. equiseti Leptosphaerulina sp. Neofusicoccum sp. Pestalotiopsis sp. Leptosphaerulina sp.
Area (%) 69,05 96,54 62,29 31,07 39,99 2,48
Kuinin (ppm) 300,1 249,1 26,68 20,6 14,37 0,65
Tempat Isolasi Ranting Buah Daun Ranting Batang Daun
Tanaman kina telah diketahui menghasilkan 30 jenis alkaloid. Alkaloid tanaman kina yang saat ini diketahui mempunyai nilai komersial ialah kuinin sulfat. Hasil skrining HPLC pada penelitian ini, dari 27 isolat kapang endofit yang diekstrak, terdapat hanya 6 isolat yang menghasilkan alkaloid kuinin sulfat. Keenam isolat kapang tersebut diisolasi dari bagian tanaman kina (C. calisaya
37
Wedd.) yang berbeda yaitu ranting, buah, daun dan batang. Kapang endofit yang mengandung alkaloid kuinin sulfat yaitu F. equiseti, Leptosphaerulina sp., Neofusicoccum sp., Pestalotiopsis sp., kapang endofit sp. 1 dan Leptosphaerulina sp. Keenam isolat tersebut dikatakan menghasilkan alkaloid kuinin sulfat karena waktu retensi yang ada mendekati waktu retensi alkaloid kuinin sulfat standar yaitu 1,90 menit. Parameter yang digunakan untuk analisis kandungan alkaloid selain waktu retensi ialah luas area (Lampiran 10). Hasil pada tabel di atas menunjukkan isolat M33 (Kapang endofit sp. 1) mengandung kuinin sulfat paling banyak yaitu sebesar 300,1 ppm, sedangkan kapang endofit yang mengandung kuinin paling sedikit yaitu isolat M83 (Leptosphaerulina sp.) sebesar 0,65 ppm. Kapang endofit sp. 1 diisolasi dari bagian ranting tanaman kina, sedangkan kapang endofit Leptosphaerulina sp. dan diisolasi dari bagian daun tanaman kina. Kapang endofit sp. 1 yang diisolasi dari bagian ranting mengandung kuinin paling banyak karena C. calisaya Wedd. mengandung kuinin hampir 90% pada bagian kulit batang, cabang atau ranting. Bagian kulit akar mengandung kuinin sebanyak 60% dan bagian daun sebesar 1% (Sukasmono, 1997). Kemampuan kapang endofit dalam memproduksi senyawa metabolit sekunder dipengaruhi oleh kondisi inangnya. Produksi metabolit sekunder pada tanaman dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar (Petrini et al., 1992). Isolat kapang lainnya berdasarkan hasil HPLC tidak mengandung alkaloid kuinin. Tidak adanya senyawa kuinin ini karena kemampuan setiap kapang endofit dalam menyerap senyawa yang ada pada tanaman inangnya berbeda-beda (Petrini et al., 1992). Tempat isolasi kapang endofit pada tanaman kina tidak
38
terlalu mempengaruhi jumlah kandungan kuinin sulfat pada kapang. Kapang endofit genus Colletotrichum isolasi dari beberapa bagian tanaman kina (C. calisaya Wedd.) menunjukkan bahwa kapang endofit yang mengandung kuinin sulfat terbesar diisolasi dari bagian buah yaitu sebanyak 138 ppm (Mutiea, 2010). Kapang endofit genus Phomopsis dari beberapa bagian tanaman kina (C. calisaya Wedd.) menunjukkan bahwa kapang yang diisolasi dari bagian batang mengandung kuinin sulfat terbesar yaitu 45 ppm (Pamungkas, 2010). 4.4
Analisis GCMS Ekstrak Kloroform dan Etil Asetat Kapang Endofit Analisis kandungan senyawa ekstrak kapang endofit menggunakan alat
GCMS. Ekstrak kapang yang dianalisis dengan GCMS yaitu kapang M16 (F. oxysporum). Hal ini karena ekstrak kapang tersebut menghasilkan zona hambat terbesar terhadap S. aureus (dengan kloroform dan etil asetat), dan zona hambat terbesar terhadap E. coli (dengan kloroform). Ekstrak kapang M16 tersebut setelah dianalisis dengan HPLC tidak mengandung kuinin sulfat. Oleh karena itu dilakukan analisis dengan GCMS untuk mengetahui senyawa yang berperan sebagai antibakteri. Hasil GCMS menunjukkan adanya beberapa senyawa yang terkandung dalam kapang endofit. Senyawa-senyawa tersebutlah yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Ekstrak kapang yang diuji dengan GCMS ialah ekstrak M16 dengan pelarut kloroform dan etil asetat. Senyawa yang terdapat pada ekstrak kapang menggunakan kloroform adalah sebagai berikut.
39
Tabel 4. Senyawa dalam Ekstrak Kloroform Kapang Endofit F. oxysporum yang diidentifikasi dengan GCMS. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nama Senyawa n-Tetratetrakontan Oktakosan* Heksatriakontan E-15-Heptadesen Fenol 2,4-bis (1,1 dimetiletil)* Tetrakontan Heksakosan Pentakosan n-Tetrakosan Dokosan* Eikosan* Oktadesilen .alfa. 1-Heksadesen* n-Heptakosan 1-Trikosanol* 1-Nonadesen* Triakontan Tetrakosan, 9-oktil 2,21-Dimetildokosan
% Area
Golongan
18,33 8,85 14,47 0,93 0,72 14,74 6,47 3,58 1,97 7,20 0,96 1,19 0,61 10,94 0,96 1,17 1,76 2,34 2,80
Alkana Alkana Alkana Alkena Fenol Alkana Alkana Alkana Alkana Alkana Alkana Alkena Alkena Alkana Alkanol Alkena Alkana Alkana Alkana
Ket : *) memiliki aktivitas antibakteri
Hasil GCMS ekstrak kapang endofit didapatkan 19 senyawa (lampiran 12). Analisis menggunakan GCMS pada tabel di atas didapatkan senyawa dari golongan alkana, alkena, fenolik dan alkanol (Tabel 4). Senyawa yang paling banyak ditemukan pada ekstrak kapang endofit menggunakan kloroform ialah senyawa dari golongan alkana. Senyawa yang berperan sebagai antibakteri antara lain 1-heksadesen, 1-nonadesen, trikosanol, dokosan, eikosan, oktakosan dan fenol,2,4-bis (1,1 dimetiletil) dengan persen area masing-masing 0,61%, 1,17%, 0,96%, 7,20%, 0,96%, 8,85% dan 0,72%. Senyawa oktakosan dari golongan alkana memiliki persen area tertinggi dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang diketahui berperan sebagai antibakteri yaitu sebesar 8,85%. Senyawa
40
oktakosan memiliki nilai similaritas sebesar 96%. Hasil tersebut dapat mengindikasikan bahwa senyawa tersebut berperan cukup besar dalam menghambat bakteri uji S.aureus dan E.coli. Senyawa golongan alkena seperti 1-heksadesen yang terkandung pada ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan 1-nonadesen pada ekstrak air bunga kecombrang (Etlingera elatior) terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli
(Putra, 2010; Sukandar, 2010).
Senyawa dari golongan alkana dan alkanol seperti trikosanol, dokosan, eikosan, oktakosan yang terkandung pada ekstrak Sargassum polycystum dapat menghambat bakteri E. coli dan S.aureus (Ebtananto dan Bagoes, 2011). Senyawa golongan fenolik seperti fenol 2,4-bis (1,1 dimetiletil) yang terkandung pada ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) juga diketahui berpotensi menghambat bakteri Gram positif seperti S. aureus dan bakteri Gram negatif E. coli (Putra, 2010). Bakteri Gram positif seperti S. aureus diketahui tidak tahan terhadap senyawa fenol dan antrakuinon. Senyawa fenol dan antrakuinon dari buah mengkudu menekan pertumbuhan bakteri Gram positif karena kemampuan penetrasi senyawa ini dalam dinding sel bakteri. Kapang endofit ekstrak kloroform terbukti menghasilkan senyawa fenol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus dan E.coli (Astuti, 2005). Senyawa fenol dan antraquinon termasuk senyawa yang larut lemak (Sufiriyanto dan Indraji, 2005).
41
Tabel 5. Senyawa dalam Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Kapang Endofit F.oxysporum yang diidentifikasi dengan GCMS. No.
Nama Senyawa
% Area
Golongan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Benzena, 1,3,5-trimetil Undekan Dekan Dokosan* n-dodekan* Benzen, 1,2,3-trimetil Dekan, 2-metil 1,3 Dimetil-5-etil benzene Tridekan Eikosan* Heneikosan* n-Trikosan n-Tetrakosan Pentakosan 2-6-Dimetilundekan Heksakosan Dekana, 3,7-Dimetil Asam Heksanedioik, bis (2-etilheksil) ester Naptalen 1,2-Dimetil-4-etilbenzen 4-7 Dimetilindan Heptana, 5-etil-2-metil 5,9,9- Trimetilspiro (3,6) deka-5,7-dien-1 Butilbenzen sekunder 2-(4-metil-6-(2,6,6-trimetilsikloneks-enil) Benzena 1,3-dietil-5-metil
2,59 16,73 4,56 4,02 9,83 2,49 1,98 3,35 1,66 1,52 2,39 5,14 6,20 5,56 1,76 3,33 1,38
Aromatik Alkana Alkana Alkana Alkana Aromatik Alkana Aromatik Alkana Alkana Alkana Alkana Alkana Alkana Alkena Alkana Alkana Ester alifatik
19 20 21 22 23 24 25 26
1,80 2,02 3,45 1,32 2,30 2,16 3,30 6,13 3,39
Aromatik Aromatik Alkana Aromatik Aromatik Aromatik
Ket : *) memiliki aktivitas antibakteri
Hasil analisis senyawa dari ekstraksi kapang endofit menggunakan etil asetat terdapat 26 senyawa (lampiran 11). Senyawa-senyawa tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan dengan kemampuan kapang sebagai antibakteri. Senyawa yang berperan sebagai antibakteri pada ekstrak kapang menggunakan etil asetat berjumlah 4 senyawa antara lain dokosan, n-dodekan, eikosan dan heneikosan dengan persen area masing-masing 4,02%, 9,83%, 1,52%, dan 2,39%. Persen area
42
tertinggi yaitu senyawa n-dodekan yaitu sebesar 9,83%. Senyawa n-dodekan memiliki nilai similaritas sebesar 96%. Hasil tersebut dapat mengindikasikan bahwa senyawa n-dodekan berperan cukup besar dalam menghambat bakteri uji S. aureus dan E. coli. Senyawa dari golongan alkana seperti heneikosan, eikosan dan dokosan yang terkandung pada ekstrak Sargassum polycystum terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan Vibrio parahaemolyticus (Ebtananto dan Bagoes, 2011). Senyawa golongan alkana seperti n-dodekan yang terkandung pada ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli (Putra, 2010). Adanya perbedaan antara ekstrak kloroform dan etil asetat kapang endofit disebabkan oleh sifat suatu pelarut dan senyawa yang terkandung. Pelarut yang bersifat polar dapat menyerap senyawa yang bersifat polar dan sebaliknya. Senyawa-senyawa yang tersari oleh kedua pelarut tersebut memiliki kualitas penyarian yang berbeda-beda, sehingga hasilnya pun berbeda. Pelarut etil asetat merupakan pelarut yang memiliki sifat universal dapat menyerap senyawa polar dan non polar, sehingga senyawa yang didapatkan lebih banyak dan lebih kompleks. Berbeda dengan pelarut kloroform yang hanya dapat menyerap senyawa bersifat nonpolar saja, sehingga hasil yang didapat tidak terlalu banyak (Winarno, 2006). Ekstrak kloroform menghasilkan 19 senyawa, sedangkan ekstrak etil asetat menghasilkan 26 senyawa. Senyawa yang terbukti berperan sebagai antibakteri pada ekstrak kloroform berjumlah 7 senyawa yaitu oktakosan, fenol 2,4-bis (1,1 dimetiletil),
43
dokosan, eikosan, 1-heksadesen dan 1-trikosanol. Senyawa pada ekstrak etil asetat berjumlah 4 senyawa yaitu dokosan, n-dodekan, eikosan dan heneikosan. Hal ini yang mengakibatkan zona hambat yang dihasilkan kapang ekstrak kloroform lebih besar dibandingkan zona hambat kapang ekstrak etil asetat. Senyawa-senyawa yang terbukti memiliki kemampuan sebagai antibakteri pada kapang ekstrak kloroform lebih banyak bila dibandingkan dengan senyawa antibakteri pada kapang ekstrak etil asetat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan 1. Kapang endofit dari tanaman kina (C. calisaya Wedd.) memiliki potensi sebagai senyawa antibakteri. Kapang endofit F. oxysporum memiliki zona hambat terbesar terhadap bakteri S. aureus yaitu sebesar 14,9 mm dan kapang endofit sp. 1 memiliki zona hambat terbesar terhadap bakteri E. coli yaitu sebesar 9,2 mm. 2. Kapang endofit dari tanaman kina menghasilkan alkaloid kuinin sulfat yang cukup besar. Kapang endofit sp. 1, F. equiseti, Leptosphaerulina sp., Neofusicoccum sp., Pestalotiopsis sp., dan Leptosphaerulina sp. masingmasing menghasilkan kuinin sebesar 300,1; 249,1; 26,68; 20,6; 14,37 dan 0,65 ppm.
5.2
Saran Perlu dilakukan identifikasi kapang endofit secara molekuler hingga tingkat spesies. Analisis menggunakan GCMS pada tiap isolat kapang endofit perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa bioaktif yang terkandung.
44
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, F. 2013. Isolasi dan Uji Antimikroba Metabolit Sekunder Ekstrak Kultur Jamur Endofit AFKR-5 dari Tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava (L) Merr. Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arisanti, S., N.D. Kuswytasari, M. Shovitri. 2011. Uji Antimikroba Isolat Kapang Tanah Wonorejo Surabaya. Journal of Microbiology. Astuti, P., D. Apristiani. 2005. Isolasi Komponen Aktif Antibakteri Ekstrak Kloroform Daun Mimba (Azadirachta indica A.Juss) dengan Bioautografi. 3(2): 43-46. Azhari, A. 2012. Aktivitas Sitotoksik dan Apoptosis Sel Khamir Ekstrak Kloroform Kapang Endofit Evodia suaveolens. Skripsi. Departemen Biokimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Azizah, N.N. 2008. Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Penghasil Antibakteri Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri. Malang. Bungihan, E.M., M.A. Tan, H. Takayama, T.E. Dela, M.G. Nonato. 2013. A new macrolide isolated from the endophytic fungus Colletotrichum sp. Philippine Science Letters 6(1): 57-73. Clay, K. 2004. Fungi and the food of the gods. Nature 427: 401-402. Dinarliah, I. 2001. Produksi Senyawa Kinin oleh Mikroorganisme Endofitik pada Tanaman Cinchona ledgeriana Moens dengan Berbagai Konsentrasi Sukrosa. Skripsi. Jurusan Tenologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Doughari, J.H. 2006. Antimicrobial activity of Tamarandus indica linn. Tropical journal of pharamaceutical research 5(2): 597-603. Ebtananto, Bagoes. 2011. Daya Antibakteri Ekstrak Sargassum Polycystum dengan Berbagai Pelarut Terhadap Escherechia coli dan Vibrio parahaemolyticus. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Surabaya.
45
46
Gandjar I., R.A. Samson, K.V.D.T. Vermeulen, A. Oetari, I. Santoso. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Gandjar, I., W. Sjamsuridzal, A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Edisi ke-1. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hidayahti, N. 2010. Isolasi dan identifikasi jamur endofit pada umbi bawang putih (Allium sativum) sebagai penghasil senyawa antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans dan Escherichia coli. Skripsi. Jurusan biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri. Malang. Huda, C., Salni, Melki. 2012. Penapisan aktivitas antibakteri dari bakteri yang berasosiasi dengan karang lunak Sarcophyton sp. Marpari Journal 4(1): 69-76. Jauhari, L.T. 2010. Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit Penghasil Antimikroba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri. Jakarta. Kharal, A.S., Q. Hussain, S. Ali, Fakhuruddin. 2009. Quinine is bactericidal. Journal Pakistan Medical Assoiation 59(4): 208-211. Kharismaya, W. 2010. Biotransformasi Palmatin oleh Jamur Endofit dari Tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava L.Merr: Menispermaceae). Skripsi. Departemen Farmasi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri. Jakarta. Khotimah, F.K. 2010. Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum). Skripsi. Program Studi Kimia. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri. Jakarta. Komalasari, D. 2012. Isolasi Identifikasi dan Pengujian Kemampuan Kapang Selulolitik dari Naskah Kuno Kertas Eropa Asal Keraton Kasepuhan Cirebon. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok. Kusumaningtyas, E., M. Natasia, Darmono. 2010. Potensi Metabolit Kapang Endofit Rimpang Lengkuas Merah dalam Menghambat Pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan Media Fermentasi Potato Dextrose Broth (PDB) dan Potato Dextrose Yeast (PDY). Prosiding Teknologi Peternakan dan Veteriner Ramah Lingkungan dalam Mendukung Program Swasembada Daging dan Peningkatan Ketahanan Pangan. Bogor. 819-824.
47
LIPI, 2006. Seri Panduan Teknik Isolasi Fungi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. Machmud, M. 2001. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba. AgroBio 4(1): 24-32. Maehara, S., P. Simanjuntak, C. Kitamura, K. Ohashi, H. Shibuya. 2011. Cinchona alkaloids are also produced by an endophytic filamentous fungus living in cinchona plant. Chemical Pharmaceutical Bull 59(8): 1073-1074. Mardiastuti, H.W., A. Karuniawati, A. Kiranasari, Ikaningsih, A. Kadarsih. 2007. Emerging resistance pathogen: situasi terkini di Asia, Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah dan Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia 57(3): 75-79. Martin, S.E., J.J. Landolo. 1999. Staphylococcus . Dalam Robinson RK, Encyclopedia of Food Microbiology. San Diego: Academic Pr.
editor,
Mutiea, D. 2014. Aktivitas Antibakteri dan Produksi Kuinin dari Kapang Endofit (Colletotrichum spp.) Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.). Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri. Jakarta. Pamungkas, A.P. 2014. Senyawa Bioaktif Kuinin dan Antibakteri Kapang Endofit (Phomopsis spp.) dari Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.). Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri. Jakarta. . Meggitt, C. 2003. Food Hygiene and Safety. Roma. Heinemann Educational Pub. Pavia, D.L., G.M. Lampman, G.S. Kriz, R.G. Engel. 2006. Introduction to Organic Laboratory Techniques: A Microscale Approach, Edisi 4. Brooks Cole Pub Co. United Kingdom. Petrini, O., T.N. Sieber, L. Toti, O. Viret. 1992. Ecology metabolite production and substrate utilization in endophytic fungi. Natural Toxins 1:185-196. Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta. Putra, E.D.L. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi. USU digital Library. 1-22. Putra, K.N.I. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Teknologi dan Industri Pangan 21: 1.
48
Rennie, R.P., R.N. Jones, A.H. Mutnick. Occurrence and antimicrobial susceptibility patterns of pathogens isolated from skin and soft tissue infections: report from the Sentry antimicrobial surveillance Program (United States and Canada, 2000). Diagn Microbiol Infect Dis 2003. Sastrohamidjojo, H. 2001. Kromatografi. Liberty. Yogyakarta Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta Simanjuntak, P., Bustanussalam, T.K. Prana, K. Ohashi, H. Shibuya. 2002. Biotransformasi senyawa alkaloid kinkona oleh kapang Xylaria sp. menjadi alkaloid kinkona N-oksida [Studi Mikroba Endofit Tanaman Cinchona spp. (5)]. Majalah Farmasi Indonesia 13(2): 95-100. Simanjuntak, P., Bustanussalam, T.K. Prana, K. Ohashi, H. Shibuya. 2002. Production of quinine alkaloid by some endophytic microbes with addition of inducer substances [Studies on Endophytic Microbes of Cinchona sp. plants (2)]. Majalah Farmasi Indonesia 13(1): 1-6. Sufiriyanto, M. Indraji. 2005. Uji in vitro dan in vivo ekstrak campuran mengkudu (Morinda citrifolia) dan bawang putih (Allium sativum) pada sapi perah penderita mastitis sub klinis. J. Anim. Prod. 7: 101-105. Sukasmono, 1997. Manfaat Kina Bagi Kehidupan Manusia. Warta Pusat Penelitian Teh dan Kina. 8(2): 81-89. Sukandar, D., N. Radiastuti, I. Jayanegara, A. Hudaya. 2010. Karakterisasi Senyawa Aktif Antibakteri Ekstrak Air Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) Sebagai Bahan Pangan Fungsional. 2(1): 333-339. Syarmalina, W. Lely, N. Laupa. 2007. Uji sitotoksik hasil fermentasi kapang endofit buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap sel MCF-7. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 5(1): 23-30. Tao, C., M.C. Taylor. 2011. Cinchona linnaeus. Fl China 19: 88–89. Tjitrosomo, S. Soetarmi, N. Sugiri. 1996. Biologi Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. Wibisana, A. 2010. Difusi teknologi ekstraksi kinin dan sinkonin dari produk samping lndustri kina dan sintesis turunannya. Tugas Akhir. Balai Pengkajian Bioteknologi, TAB, BPPT. Jakarta.
49
Wipf, P., A.D. Kerekes. 2003. Structure reassignment of the fungal metabolite TAEMC161 as the phytotoxin viridiol. Journal National Production 66: 716-718. Winarno, E.K. 2006. Produksi alkaloid oleh mikroba endofit yang diisolasi dari batang kina Cinchona ledgeriana Moens dan Cinchona pubescens Vahl (Rubiaceae). Jurnal Kimia Indonesia 1(2): 59-66. www.learning.covcollege.ac.uk. Diakses tanggal 12-1-2014 pukul 16.00 WIB. www.ncbi.com. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy/Browser/wwwtax.cgi. Diakses tanggal 10 Januari 2014 pukul 14.00 wib. www. plantamor.com. Diakses tanggal 29-2-2014 pukul 12.30 WIB. Zaini, N.C., G. Indrayanto, N.E.N Sugijanto. 2012. Produksi Antibiotika Baru Dari Jamur Endofit Tumbuhan Aglaia odorata Lour Cladosporium oxysporum. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Lampiran 1. Kerangka Berfikir
Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.)
Kapang Endofit Tanaman Kina
45 senyawa metabolit
Memproduksi Metabolit sekunder
Alkaloid Kuinin
Antibakteri
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
50
51
Lampiran 2. Skema Alur Penelitian
Sterilisasi Alat dan Bahan, Pembuatan Media
Pengamatan Subkultur Kapang (Makroskopis dan Mikroskopis)
Preservasi dan Peremajaan Kapang Fermentasi Cair (Duplo) Preparasi Inokulum Bakteri Uji Ekstraksi Metabolit Sekunder (Etil Asetat)
Ekstraksi Metabolit Sekunder (Kloroform)
Pengujian Alkaloid
Pengujian Antibakteri Hasil Zona Hambat (+/-)
Analisis Metabolit Sekunder Kuinin (KCKT)
Analisis Data - Kromatogram
Analisis Metabolit Sekunder (GCMS)
52
Lampiran 3. Preservasi Kapang Endofit No. 1.
Gambar
Keterangan Preservasi dalam PDA cawan. Kapang dapat bertahan selama beberapa bulan (Machmud, 2001).
2. Preservasi dalam PDA dan Paraffin steril Beberapa jenis jamur dapat bertahan hidup hingga 10 tahun (Machmud, 2001).
3.
Preservasi dalam Gliserol dan Trehalosa, disimpan di freezer suhu -20ºC (Machmud, 2001).
53
Lampiran 4. Proses Fermentasi dan Ekstraksi
Proses Fermentasi selama 21 Hari
Proses Ekstraksi menggunakan Pelarut Etil Asetat
Proses Ekstraksi menggunakan Pelarut Kloroform
54
Lampiran 5. Zona Hambat Ekstrak Kapang Endofit terhadap Bakteri Escherichia coli
Kontrol (+) kloramfenikol
Zona hambat M52 dan M33
Zona hambat M49
Zona hambat M66 dan M25
Kontrol (-) etil asetat Kontrol (-) kloroform
Kontrol (–) akuades Kontrol (+) Kuinin sulfat
Zona hambat M98 dan M23
Zona hambat M18 dan M33
Zona hambat M16
Zona hambat M97
Zona hambat M51 dan M87
Zona hambat M16 dan M29
55
Lampiran 6. Zona Hambat Ekstrak Kapang Endofit terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
kontrol (+) kuinin kontrol (-) kloroform
kontrol (+) kloramfenikol
kontrol (-) akuades kontrol (-) etil asetat
Zona hambat M63dan M90
Zona hambat M33 dan M52
Zona hambat M16
Zona hambat M63dan M90
Zona hambat M66dan M25
Zona hambat M51
Zona hambat M29
Zona hambat M19dan M46
Zona hambat M26dan M46
56
Lampiran 7. Standar Deviasi Zona Hambat Ekstrak Kapang Terhadap Bakteri Uji Ekstrak Kloroform Kode Isolat M16 M17 M18 M19 M23 M25 M26 M27 M29 M33 M34 M35 M46 M49 M50 M51 M52 M62 M63 M66 M75 M83 M87 M90 M93 M97 M98 KS AK K A
Zona Hambat (S. aureus) ± SD 14,666 ± 0,288l 6,133 ± 0,115efg 6,000 ± 0,000defg 6,000 ± 0,000defg 5,666 ± 0,577bcd 12,800 ± 0,100j 6,000 ± 0,000defg 6,266 ± 0,057fg 6,000 ± 0,000 defg 13,766 ± 0,057k 6,300 ± 0,000g 5,500 ± 0,500b 6,000 ± 0,000 defg 5,533 ± 0,230b 5,500 ± 0,346b 6,000 ± 0,000 defg 5,600 ± 0,360bc 6,000 ± 0,000 defg 12,300 ± 0,000i 6,200 ± 0,000fg 6,000 ± 0,000defg 5,800 ± 0,000bcd 5,900 ± 0,173cdef 6,000 ± 0,000 defg 6,066 ± 0,115efg 6,300 ± 0,173g 5,600 ± 0,346bc 7,200 ± 0,000h 14,500 ± 0,000l 0,000 ± 0,000a 0,000 ± 0,000a
Zona Hambat (E. coli) ± SD 7,700 ± 0,360i 6,000 ± 0,000c 6,000 ± 0,000c 6,300 ± 0,000def 6,700 ± 0,346h 6,566 ± 0,057gh 6,000 ± 0,000c 6,000 ± 0,000c 6,000 ± 0,000c 9,266 ± 0,208j 6,000 ± 0,000c 6,300 ± 0,000def 6,000 ± 0,000c 6,000 ± 0,000c 6,000 ± 0,000c 6,000 ± 0,000c 6,000 ± 0,000c 6,000 ± 0,000c 6,000 ± 0,000c 6,200 ± 0,000cd 6,166 ± 0,152cd 6,266 ± 0,057de 6,433 ± 0,057efg 6,200 ± 0,000cd 6,000 ± 0,000c 5,700 ± 0,264b 6,300 ± 0,000def 6,500 ± 0,000fg 17,000 ± 0,000k 0,000 ± 0,000a 0,000 ± 0,000a
57
Ekstrak Etil Asetat Kode Isolat M16 M17 M18 M19 M23 M25 M26 M27 M29 M33 M34 M35 M46 M49 M50 M51 M52 M62 M63 M66 M75 M83 M87 M90 M93 M97 M98 KS AK E A
Zona HaMbat (S. aureus) ± SD 11,266 ± 0,461M 6,100 ± 0,000cde 5,800 ± 0,100c 10,200 ± 0,529j 5,900 ± 0,173cd 6,300 ± 0,173cde 6,566 ± 0,737ef 6,000 ± 0,000cd 6,033 ± 0,152cd 6,100 ± 0,000cde 6,200 ± 0,000cde 8,833 ± 0,152i 6,000 ± 0,000cd 10,800 ± 0,173k 6,000 ± 0,000cd 7,400 ± 0,721h 6,800 ± 0,000fg 6,000 ± 0,000cd 6,400 ± 0,000def 5,966 ± 0,057cd 6,000 ± 0,000cd 6,366 ± 0,152def 5,333 ± 0,577b 6,000 ± 0,000cd 5,900 ± 0,173cd 5,900 ± 0,173cd 5,900 ± 0,100cd 7,200 ± 0,000gh 14,500 ± 0,000M 0,000 ± 0,000a 0,000 ± 0,000a
Zona HaMbat (E. coli) ± SD 6,133 ± 0,057def 6,000 ± 0,000cde 6,000 ± 0,000cde 6,300 ± 0,300fgh 6,366 ± 0,115h 6,300 ± 0,000fgh 6,200 ± 0,173efg 6,000 ± 0,000cde 6,000 ±0,000cde 6,000 ± 0,000cde 6,000 ± 0,000cde 6,166 ± 0,152defg 6,000 ± 0,000cde 4,533 ± 0,351b 6,000 ± 0,000cde 6,000 ± 0,000cde 5,866 ± 0,115c 6,000 ± 0,000cde 6,000 ±0,000cde 6,000 ±0,000cde 6,000 ± 0,000cde 6,200 ± 0,200efg 5,933 ± 0,115cd 6,166 ± 0,288defg 6,000 ± 0,000cde 6,000 ± 0,000cde 6,000 ± 0,000cde 6,500 ± 0,000h 17,000 ± 0,000i 0,000 ± 0,000a 0,000 ± 0,000a
58
Lampiran 8. Analisis Antibakteri menggunakan ANOVA Ekstrak Kloroform Terhadap Bakteri Uji ANOVA Sum of Squares df Between Groups
1042, 271
30
34,742
2,387
62
0,038
1044,658
92
619,457
30
0,793
62
620,250
92
Within Groups
S. aureus
Total Between Groups Within Groups
E. coli
Mean Square
Total
F
Sig,
F tabel
902,526
0,000
1,640
20,649 1613,711
0,000
1,640
0,013
S. aureus Duncan Perlakuan K A M35 M50 M49 M52 M98 M23 M83 M87 M18 M19 M26 M29 M46 M51 M62 M75 M90 M93 M17 M66 M27 M34 M97 KS M63 M25 M33 AK M16 Sig.
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1 0,000 0,000
2
5,500 5,500 5,533 5,600 5,600 5,666 5,800
3
5,600 5,600 5,666 5,800 5,900
4
5,666 5,800 5,900 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
5
5,800 5,900 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,066 6,133
Subset for alpha = 0,05 6 7 8
5,900 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,066 6,133 6,200 6,266
9
10
11
12
6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,066 6,133 6,200 6,266 6,300 6,300 7,200 12,300 12,800 13,766
1,000
0,111
0,100
0,088
0,090
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
0,063
0,130
1,000
1,000
1,000
1,000
14,500 14,667 0,302
59
E. coli Duncan Perlakuan
N
Subset for alpha = 0,05 1
2
3
4
5
6
7
K
3
0,000
A
3
0,000
M97
3
M17
3
6,000
M18
3
6,000
M26
3
6,000
M27
3
6,000
M29
3
6,000
M34
3
6,000
M46
3
6,000
M49
3
6,000
M50
3
6,000
M51
3
6,000
M52
3
6,000
M62
3
6,000
M63
3
6,000
M93
3
6,000
M75
3
6,166
6,166
M66
3
6,200
6,200
M90
3
6,200
6,200
M83
3
6,266
6,266
M19
3
6,300
6,300
6,300
M35
3
6,300
6,300
6,300
M98
3
6,300
6,300
6,300
M87
3
6,433
6,433
6,433
KS
3
6,500
6,500
M25
3
M23
3
M16
3
M33
3
AK
3
Sig.
8
9
10
11
5,700
6,566
6,566 6,700 7,700 9,266 17,000
1,000
1,000
0,081
0,221
0,113
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
0,056
0,179
0,154
1,000
1,000
1,000
60
647,536
21,85
4,267
0,069
313,650
0,000
1401,349
0,000
651,803 587,663
19,,89
0,867
0,014
588,529 S. aureus Duncan Isolat N E A M87 M18 M23 M93 M97 M98 M66 M27 M46 M50 M62 M75 M90 M29 M17 M33 M34 M25 M83 M63 M26 M52 KS M51 M35 M19 M49 M16 AK Sig.
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1 0,000 0,000
2
3
4
5
Subset for alpha = 0,05 6 7 8
9
10
11
12
13
5,333 5,800 5,900 5,900 5,900 5,900 5,966 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,033 6,100 6,100 6,200 6,300
5,900 5,900 5,900 5,900 5,966 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,033 6,100 6,100 6,200 6,300 6,366 6,400
6,100 6,100 6,200 6,300 6,366 6,400 6,566
6,366 6,400 6,566 6,800
6,800 7,200
7,200 7,400 8,833 10,200 10,800 11,266
1,000
1,000
0,060
0,061
0,063
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
0,068
0,067
0,354
1,000
1,000
1,000
1,000
14,500 1,000
61
E. coli Duncan Isolat E A M49 M52 M87 M17 M18 M27 M29 M33 M34 M46 M50 M51 M62 M63 M66 M75 M93 M97 M98 M16 M35 M90 M26 M83 M19 M25 M23 KS AK Sig.
N
Subset for alpha = 0,05 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1 0,000 0,000
2
3
4
5
6
7
8
9
4,533 5,866 5,933 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
1,000
1,000
0,266
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a,.Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
5,933 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,133 6,166 6,166
0,053
6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,133 6,166 6,166 6,200 6,200
0,098
6,133 6,166 6,166 6,200 6,200 6,300 6,300
0,142
6,166 6,166 6,200 6,200 6,300 6,300 6,366
0,077
6,300 6,300 6,366 6,500 0,062
17,000 1,000
62
Lampiran 10. Analisis Kromatogram Alkaloid Kuinin Sulfat menggunakan HPLC.
M87 (Leptosphaerulina sp.)
63
M83 (Leptosphaerulina sp.)
M17 (Neofusicoccum sp.)
64
M66 (Fusarium equiseti)
M63 (Pestalotiopsis sp.)
65
M33 (Kapang endofit sp. 1)
Qualitative Analysis Report
Analyzed by Analyzed Sample Type Level # Sample Name Sample ID IS Amount Sample Amount
: : : : : : : :
Admin 7/21/2014 3:23:23 PM Unknown 1 fida biologi fst uinjkt
Dilution Factor Vial # Injection Volume Modified by Modified
Data File Method File Tuning File
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\m16e_210714.QGD : C:\GCMSsolution\Data\Project1\bahan alam05.qgm : C:\GCMSsolution\System\Tune1\2014\21-juli-2014 minyak pala.qgt
: : : : :
1 / 29
1 17 2.00 Admin 7/22/2014 11:44:53 AM
[1]=1 1
Chromatogram TIC
26
23
19
10.0
18
17
16
13 14
9 10 12 11
65 7
34
1
2
21
22
20
24
25
15
8
15,000,000
20.0
30.0
40.0
===== Analytical Line 1 =====
===== Analytical Line 1 =====
[GC-2010] Column Oven Temp. Injection Temp. Injection Mode Flow Control Mode Pressure Total Flow Column Flow Linear Velocity Purge Flow Split Ratio High Pressure Injection Carrier Gas Saver Splitter Hold Oven Temp. Program Rate 5.00
[GCMS-QP2010 Plus] IonSourceTemp Interface Temp. Solvent Cut Time Detector Gain Mode Detector Gain Threshold
Equilibrium Time
:50.0 °C :210.00 °C :Split :Linear Velocity :53.5 kPa :54.0 mL/min :1.00 mL/min :36.3 cm/sec :3.0 mL/min :50.0 :OFF :OFF :OFF Temperature(°C) 50.0 250.0 :3.0 min
Hold Time(min) 3.00 3.00
46.0 min
:230.00 °C :250.00 °C :3.00 min :Relative :+0.00 kV :0
[MS Table] --Group 1 - Event 1-Start Time :3.00min End Time :46.00min ACQ Mode :Scan Event Time :0.30sec Scan Speed :1250 Start m/z :50.00 End m/z :400.00 Sample Inlet Unit
:GC
C:\GCMSsolution\Data\Project1\2014\mhs bio\m16e_210714.QGD
Qualitative Analysis Report
Analyzed by Analyzed Sample Type Level # Sample Name Sample ID IS Amount Sample Amount
: : : : : : : :
Admin 7/21/2014 3:23:23 PM Unknown 1 fida biologi fst uinjkt
Dilution Factor Vial # Injection Volume Modified by Modified
Data File Method File Tuning File
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\m16e_210714.QGD : C:\GCMSsolution\Data\Project1\bahan alam05.qgm : C:\GCMSsolution\System\Tune1\2014\21-juli-2014 minyak pala.qgt
: : : : :
2 / 29
1 17 2.00 Admin 7/22/2014 11:44:53 AM
[1]=1 1
Peak Table Peak Report TIC Peak#
R.Time
Area
1
6.660
2783562
2.59 Benzene, 1,3,5-trimethyl (CAS)
2
6.935
4899689
4.56 Decane
3
7.419
2673765
2.49 Benzene, 1,2,3-trimethyl
4
7.579
2466479
2.30 Heptane, 5-ethyl-2-methyl- (CAS) 2 Methyl-5-ethylheptane
5
8.741
3546119
3.30 Secondary Butylbenzene
6
8.859
2131244
1.98 Decane, 2-methyl
7
9.323
3306274
3.08 1,2-Dimethyl-4-ethylbenzene
8
9.933
17979658
9
10.694
1488016
1.38 Decane, 3,7-Dimethyl
10
11.015
3638779
3.39 Benzene 1,3-diethyl-5-methyl
11
11.238
3598569
3.35 1,3 Dimethyl-5-ethyl benzene
12
11.377
2316513
2.16 5,9,9- Trimethylspirol (3,6)deca-5,7-dien-1-one
13
12.193
2166893
2.02 Naphthalene
14
12.324
1417496
1.32 4-7 Dimethylindan
15
12.880
10561750
16
13.242
1894377
1.76 2-6-Dimethylundecene
17
15.690
1788020
1.66 Tridecane (CAS) n-Tridecane
18
31.605
1629477
1.52 Eicosane (CAS) n-Eicosane
19
33.471
2567494
2.39 Heneicosane (CAS) n-heneicosane
20
34.629
6584469
6.13 2-(4-methyl-6- (2,6,6-trimethyl cyclonex-1-enyl)hexa
21
35.254
4317651
4.02 Docosane (CAS) n-Docosane
22
36.968
5525446
5.14 n-Tricosane
23
38.382
1936716
1.80 Hexanedioic acid, bis (2-ethylhexyl) ester
24
38.617
6666667
6.20 n-Tetracosane
25
40.199
5978954
5.56 Pentacosane
26
41.724
3576882
3.33 Hexacosane
107440959
Area% Name
16.73 undecane
9.83 n-dodecane
100.00
C:\GCMSsolution\Data\Project1\2014\mhs bio\m16e_210714.QGD
Qualitative Analysis Report
Analyzed by Analyzed Sample Type Level # Sample Name Sample ID IS Amount Sample Amount
: : : : : : : :
Admin 1/1/2002 4:22:59 AM Unknown 1 fida biologi fst uinjkt
Dilution Factor Vial # Injection Volume Modified by Modified
Data File Method File Tuning File
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\m16k02_210714.QGD : C:\GCMSsolution\Data\Project1\bahan alam05.qgm : C:\GCMSsolution\System\Tune1\2014\21-juli-2014 minyak pala.qgt
: : : : :
1 / 22
1 15 2.00 Admin 7/22/2014 2:22:14 PM
[1]=1 1
Chromatogram TIC
1
9 8
6
5
4
2
3
7
10
14 15
18
12
11
17
13
16
19
35,000,000
20.0
30.0
40.0
46.0 min
===== Analytical Line 1 =====
===== Analytical Line 1 =====
[GC-2010] Column Oven Temp. Injection Temp. Injection Mode Flow Control Mode Pressure Total Flow Column Flow Linear Velocity Purge Flow Split Ratio High Pressure Injection Carrier Gas Saver Splitter Hold Oven Temp. Program Rate 5.00
[GCMS-QP2010 Plus] IonSourceTemp Interface Temp. Solvent Cut Time Detector Gain Mode Detector Gain Threshold
Equilibrium Time
:50.0 °C :210.00 °C :Split :Linear Velocity :53.5 kPa :54.0 mL/min :1.00 mL/min :36.3 cm/sec :3.0 mL/min :50.0 :OFF :OFF :OFF Temperature(°C) 50.0 250.0 :3.0 min
Hold Time(min) 3.00 3.00
:230.00 °C :250.00 °C :3.00 min :Relative :+0.00 kV :0
[MS Table] --Group 1 - Event 1-Start Time :3.00min End Time :46.00min ACQ Mode :Scan Event Time :0.30sec Scan Speed :1250 Start m/z :50.00 End m/z :400.00 Sample Inlet Unit
:GC
C:\GCMSsolution\Data\Project1\2014\mhs bio\m16k02_210714.QGD
Qualitative Analysis Report
Analyzed by Analyzed Sample Type Level # Sample Name Sample ID IS Amount Sample Amount
: : : : : : : :
Admin 1/1/2002 4:22:59 AM Unknown 1 fida biologi fst uinjkt
Dilution Factor Vial # Injection Volume Modified by Modified
Data File Method File Tuning File
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\m16k02_210714.QGD : C:\GCMSsolution\Data\Project1\bahan alam05.qgm : C:\GCMSsolution\System\Tune1\2014\21-juli-2014 minyak pala.qgt
: : : : :
2 / 22
1 15 2.00 Admin 7/22/2014 2:22:14 PM
[1]=1 1
Peak Table Peak Report TIC Peak#
R.Time
Area
1
18.127
3151746
0.61 1-Hexadecene
2
20.937
3746351
0.72 Phenol, 2,4-bis(1,1-dimethylethyl)-
3
23.041
4842782
0.93 E-15-Heptadecenal
4
27.466
6184930
1.19 Octadecylene .alpha.
5
31.478
6062634
1.17 1-Nonadecene
6
33.472
4951288
0.96 Eicosane (CAS) n-Eicosane
7
34.333
37294486
8
35.151
4946680
0.96 1-Tricosanol
9
35.259
10212188
1.97 n-Tetracosane
10
36.976
18517804
3.58 Pentacosane
11
38.623
33487947
6.47 Hexacosane
12
39.397
56679235
13
40.209
45861100
14
41.167
9110084
15
41.319
12139339
16
41.739
74924338
14.47 Hexatriacontane (CAS) n-Hexatriacontane
17
42.310
76372749
14.74 Tetracontane
18
42.805
14516532
19
43.222
94955213 517957426
Area% Name
7.20 Docosane (CAS) n-Docosane
10.94 n-Heptacosane 8.85 Octacosane 1.76 Triacontane (CAS) n-Triacontane 2.34 Tetracosane, 9-octyl- (CAS) 9-n-Octyltetracosane
2.80 2,21-Dimethyldocosane 18.33 n-Tetratetracontane 100.00
C:\GCMSsolution\Data\Project1\2014\mhs bio\m16k02_210714.QGD