AKSES
KATALOG INI DITERBITKAN SEBAGAI MATERI PENDUKUNG PAMERAN
AKSES MEI 2016 - MEI 2017 CIPUTRA ARTPRENEUR MUSEUM CIPUTRA WORLD JAKARTA 1 JLN. PROF. DR . SATRIO KAV 3-5 RETAIL PODIUM LV. 11. KUNINGAN, JAKARTA
PRODUCED & ORGANIZED BY: CIPUTRA ARTPRENEUR | CURATOR: SALLY TEXANIA PROJECT MANAGER: ANDRI HILLARY | PROJECT OFFICER: GEORGE ANTE DESIGNER: ASTRID NATALIA
Komposisi koleksi Ir. Ciputra bermaksud merefleksikan dinamika suatu masyarakat melalui kecenderungan individu dalam mengoleksi karya seni. Meski pada awalnya sebuah keputusan akuisisi sebuah karya oleh seorang kolektor cukup banyak terkait pada preferensi cita rasa pribadi, membawa sebuah pilihan ‘personal’ ke ruang publik tentu membutuhkan pembacaan akan faktor-faktor luar yang berpengaruh pada preferensi dan perspektif individu. Sedikit berbeda dari metode konvensional museum yang lebih kuat terkait pada kesejarahan gaya dan paham karya seni melalui sudut pandang estetika, rangkaian koleksi pada pameran ‘Akses’ terpilih berdasarkan periodesasi akuisisi karya.
CATATAN KURATORIAL
Melalui susunan koleksi yang diakuisisi pada tahun 2000-an ini, secara tidak langsung korelasi antar karya terjadi akibat faktor sosiologis dunia seni rupa Indonesia khususnya tahapan internasionalisasi karya seni Indonesia yang mulai mendapat sorotan dari institusi internasional (Pasca 98). Setelah masuknya karya seni rupa Indonesia pada medan internasional, terjadi pula ‘keterbukaan’ seni rupa Indonesia yang juga berdampak pada masuknya medan sosial seni Indonesia pada medan sosial seni global. Dalam interaksi ini tidak hanya terjadi perjalanan seniman - seniman Indonesia di ruang-ruang internasional namun terjadi pula penetrasi pasar global seni rupa kedalam pasar seni rupa domestik. ‘Keterbukaan’ yang terjadi pada boom seni rupa Indonesia di awal tahun 2000-an menunjukkan adaptasi cita rasa kolektor lokal kepada seni rupa Internasional. Judul ‘akses’ dipilih berdasarkan adanya fenomena pembukaan ruang pamer individu (kolektor) terhadap publik (masyarakat) dan juga merujuk pada fenomena ‘internasionalisasi’ Indonesia yang didorong leburnya berbagai barrier fisik dan non - fisik (regulasi) antara lingkup domestik dengan lingkup kehidupan masyarakat global. Adanya pembahasan ‘globalisasi’ yang erat terkait dengan kegiatan ekonomi melalui rangkaian koleksi museum diharapkan dapat memberikan pemahaman dasar kepada masyarakat bagaimana kini seni kontemporer Indonesia, dengan metodenya sendiri, berinteraksi dan bermutualisasi dengan berbagai keterbukaan akses dan telah menjadi sebuah industri Sally Texania Head of Museum Ciputra Artpreneur
ASTARI RASJID (b. 1953)
"Setiap dinding adalah pintu… Setiap dinding atau halangan selalu ada pintu atau jalan keluar untuk perubahan" i
Astari Rasjid yang juga dikenal dengan nama Sri Astari merupakan salah satu seniman perempuan Indonesia yang dikenal konsisten membawa isu-isu feminisme. Isu peran perempuan dibawa Astari kedalam karya lukis, patung, instalasi dengan mengangkat latar belakang budaya Jawa ke dalam karya. Every Wall is a Door (2011) sebagai sebuah karya instalasi memposisikan sebuah tembok berpintu ukir Jawa diantara dua wayang perempuan. Boneka kedua diposisikan di depan pintu dengan tas anyaman bertuliskan change. Astari seakan meminjam tanda-tanda ini untuk menyampaikan bahwa konstruksi dan asumsi mengenai batasan dan halangan bagi perempuan dapat diatasi dengan keterbukaan terhadap perubahan. Karya Astari Rasjid telah mewakili Indonesia dalam pameran seperti Beyond The East (MACRO-Italia), Sakti Indonesia Pavilion-55th Venice Bienalle-Italia, Aku Diponegoro, Galeri Nasional-Indonesia, memenangkan beberapa penghargaan diantaranya Phillips Moris Awards ( 1999) dan Windsor and Newton Award (1999). Ditahun 2016, patung raksasa Astari merupakan satu patung publik dalam Singapore art week, Marina Baysand Singapura. Pada tahun 2016, beliau menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Bulgaria.
EVERY WALL IS A DOOR 2011 | Installation | Mix Media | 346 x 233 x 83 cm
HANAFI (b. 1960)
..Yang tinggal hanya hak memiliki; Kenangan, kesaksian dan kegelisahannya sendiri, untuk meraih 'kemerdekaan' diri
Hanafi merupakan seniman Indonesia yang dikenal dengan karya seni abstrak. Ia seringkali membentuk metafora melalui penggunaan material,warna, dan visual sederhana untuk membangun suasana meditatif. Hanafi berkarya lintas disiplin tidak hanya dalam lingkup seni visual namun juga dalam pertunjukan sehingga Hanafi cenderung menciptakan suasana melalui komposisi ruang pamer. Melalui karya Artgraris Hanafi menggunakan pacul kedalam satu rangkaian yang digerakkan dengan mesin. Pacul dalam falsafah Jawa dikaitkan dengan usaha dalam mencari penghidupan tanpa lupa memohon restu pada sang Pencipta. Hanafi merupakan seniman peraih Penghargaan Kebudayaan dari Universitas Indonesia (2006) dengan pameran solo yang telah digelar diberbagai negara seperti Indonesia, Spanyol, Singapura, dan Kanada.
ii
ARTGRARIS 2010 | Steel, Wood, & Power Engine | 420 x 180 x 60 cm
MADE WIANTA (b. 1949)
“Kita sebenarnya tidak kalah dengan para seniman dunia, hanya saja kita masih kekurangan informasi untuk dipublikasikan. Ke depan kita berharap dengan adanya pameran seni rupa di Italia ini menjadi langkah untuk memperkenalkan seniman Indonesia di kancah internasional” iii
Made Wianta merupakan seniman yang dikenal dengan pekerjaan detil menggunakan modul-modul kecil dan disusun dalam konfigurasi tertentu. Berkarya dengan pendekatan lukisan, instalasi dan performans, Wianta juga dikenal sebagai salah satu seniman pioneer di Bali yang menggunakan ekspresi langgam seni lukis Abstrak disaat Bali lebih dikenal dengan gaya lukis tradisionalnya. Dalam Karya “Symphony Q” Wianta seakan menyusun ritme meditasinya masih dengan menggunakan modul kecil yang disusun dalam konfigurasi kali ini dengan paku diatas kanvas. Karya Made Wianta pernah dipamerkan di berbagai institusi seperti OPEC (Austria), Rudana Museum (Indonesia), Fukuoka Museum (Jepang), Fort Canning Center (Singapura), Museo d’arte Contemporane Roma (Italia).
SYMPONY Q 2011 | Needles on Canvas | 200 x 200 cm
MARIA INDRIASARI (b. 1976)
Akselerasi merupakan konsep hari ini dan menjadi sistem kebudayaan yang juga menjadi pola orang tua dalam membesarkan anak. Apakah ini merupakan motivasi positif? Ataukah hal ini merenggut masa kecil mereka untuk bermain? iv
Melalui karya ini, Maria Indriasari menggunakan penggambaran boneka untuk membangun asosiasi terhadap masa kanak-kanak. Maria Indriasari menggunakan pendekatan patung non-konvensional materi kria dan tema domestic. Elemen minor yang diangkat paradigma post-modern ini memungkinkan seniman memperluas jangkauan artistik dan pemikirannya. Maria meraih 86 penghargaan dalam skala nasional dan internasional dimasa kanak-kanak dan setelah secara konsisten berkarya dalam pendekatan soft sculpture Maria mengikuti beberapa pameran seni rupa diantaranya : Domestic Stuff di Galeri Salihara- Indonesia, “The Young and The Restless” di Melbourne Intercultural Fine Art (MiFA) - Australia, dan “Squaring the Circle” di Gallery 8 - London.
AYO MAJU 2008 | Mix Media | 88 x 220 x 33 cm
NINDITYO PURNOMO (b. 1961)
"…disamping membawa 2 budaya dan menciptakan budaya baru, mereka masih mempraktekkan budaya lama bersama budaya baru mereka, saat ini diformulasikan dengan matematika 2+3 tidak sama dengan 5, namun 7. Ini penting mengingat kita selalu menyeragamkan segala hal”. v
Melalui berbagai karyanya, Nindityo Purnomo seringkali mengungkap kegelisahannya mengenai keragaman budaya yang menimbulkan pertanyaan identitas dan kebangsaan. Kali ini Nindityo mengangkat tanda-tanda asimilasi budaya Peranakan Indonesia untuk menarik pertanyaan mengenai stereotipe yang tumbuh akibat asumsi masyarakat. Nindityo merupakan figur penting dalam seni rupa kontemporer di Indonesia khususnya sebagai pendiri yayasan seni Cemeti, yang menjadi pendorong Internasionalisasi seniman Indonesia di tahun 1990-an. Berkat perannya, Nindityo pmeraih penghargaan 3rd John D Rockefeller Award dari the Asian Cultural Council-A.S. Pameran yang pernah disertainya antara lain 6th Havana Bienalle- Cuba, Indonesian Eye, Saatchi Saatchi Inggris, Taboo and the Power of Transgression in Indonesian Contemporary Art, Herbert F Jhonson Museum, Cornell University - A.S.
LIFE & STILL LIFE 2012 | Gouache on Paper | 196 x 150 cm
PUTU SUTAWIJAYA (b. 1970)
Menurutku, tarian memberikan gerakan kode tertentu yang bisa divisualkan. Tari bisa menyampaikan pesan melalui pengendapan yang lama. Tidak vulgar dan ada estetika vi
Putu Sutawijaya dikenal dengan lukisannya yang ekspresif menggambarkan tubuh-tubuh tanpa identitas (anonim) ataupun penggambaran jenis kelamin yang kasat mata. Hal ini menjadika karya Putu Sutawijaya memiliki nilai universal sehingga menjadi karya yang digemari di kawasan asia tenggara. Karyanya juga dipandang menandai naiknya nilai moneter karya seni Indonesia, menyusul karya asal China dan India melalui terjadinya hammer price yang tinggi di rumah lelang internasional pada tahun 2007. Untuk menggiatkan kesenian beliau mendirikan platform seni rupa Sangkring Artspace di Jog jakarta, Indonesia. Putu Sutawijaya telah berpameran di Grand Palais Art Paris - Perancis, Galeri Nasional-Indonesia, Indonesia Pavilion Artstage, Singapura, Melbourne Art Festival - Australia, Liu Haishu Museum-China, Del Kulturen Museum- Swiss.
GERAK KEHIDUPAN II 2000 | Mix Media on Canvas | 220 x 140 cm
UNFINISHED 2002 | Mix Media on Canvas | 200 x 280 cm
TEGUH OSTENRIK (b. 1970)
seni adalah proses, bukan tujuan saya untuk memberikan kebahagiaan kepada pemirsa. Tujuan saya adalah memprovokasi. Karena dengan provokasi, mereka berkembang vii
Teguh bermaksud mengangkat kaitan sarung dan manusia. Sarung dan tubuh pada seri patung yang dibuat dari besi bekas ini menjadi kiasan dan dualisme seseorang yang menggunakan sarung. Walau penggunaannya terkait dengan keleluasaan pengguna (pembebasan) namun juga terkait pada asosiasi budaya yang ada padanya. Teguh Ostenrik juga dikenal dengan preferensi material besi bekasnya yang mengarah pada perhatiannya pada masalah lingkungan. limbah besi telah ia transformasi ke berbagai proyek patung yang dikerjakannnya baik dalam proyek komersial maupun sosial seperti ARTificial Reef di Lombok dimana beliau membuat karya dibawah laut untuk membawa isu konservasi terumbu karang di Lombok.Karya Ostenrik diruang publik diantara Fukuoka Art Museum-Jepang, Berlin Subway-Jerman, Saint Marie of the Angel-Singapura.
THERE’S A SIGN ON THE WALL
UGO UNTORO (b. 1970)
sebuah kanvas tidak ubahnya sebuah keranjang yang mewadahi gagasan, keluhan, harapan, lolongan atau keputusasaan yang diungkap dengan jujur viii
Ugo dikenal sebagai seniman yang memiliki garis yang khas. dalam konteks kota tempatnya berkarya yakni di Jog ja, Ugo merupakan satu figur yang mempopulerkan elemen drawing dalam lukisan. Terinspirasi akan kecintaannya terhadap kuda,Ia membangun suasana kanavasnya melalui subjek Kuda yang dinilainya memiliki sisi tragis. Beliau pernah berpameran di Benbrown Fine Art London - Inggris , MiFa-Australia, Seoul National Museum - Korea, CP Artspace - Washington DC. Seniman ini juga didaulat sebagai Man of The Year Majalah Tempo di tahun 2007.
OLYMPIC 2005 | Oil on Canvas | 145 x 200 cm
XIAXIAOWAN (b. 1959)
"Saya bisa membuat gambar menjadi hidup dan membawa hal baru dan kegembiraan pada kita sehingga kita dapat mengalami situasi yang lebih dengan kehidupan, bukan sekedar konsep" ix
Xiaxiowan merupakan seniman lulusan Central Academy of Fine Art di periode pasca revolusi kebudayaan. Pada masa ini China mengalami liberalisasi yang memungkinkan masuknya pengaruh akademis Eropa. Melalui pengetahuan dasar mengenai sejarah seni Barat, Xiaxiaowan mengembangkan ketertarikan pada pengolahan anatomi manusia dan penciptaan ilusi ruang pada lukisan. Untuk memperluas potensi spasialitas lukisan, Xiaxiaowan berkarya menggunakan lukisan kaca berlapis yang disebutnya sebagai “Lukisan Spasial”. Xiaxiaowan telah membawa karyanya ke berbagai institusi seni dunia antara lain Hamburger Kunsthalle-Jerman, Ullens Center for Contemporary Art-China, Chengdu Bienalle-China, Museum Nasional-Indonesia, White Rabbit Museum – Australia.
BLUE FLOWER 2008 | 14 Sheets of 6mm Glass | 145 x 163 x 74 cm
FILIPPO SCIASCIA (b. 1972)
karya saya selalu terlihat tak selesai, menjadi aksen dari hal yang bersifat berkelanjutan, proses perubahan yang tanpa akhir x
Filippo merupakan seniman Italia yang pernah hidup di New York, menempuh pendidikan seni di Accademia di Belle Arti, Firenze kemudian mengolah karya antara Bali dan Milan. Karya Filipo bermain dengan cahaya dan pendalaman pengolahan material. Secara umum, pengkaryaan Filippo bergerak pada media seni lukis dengan pengaruh dunia fotografi dan perfilman. Khususnya dalam seri ini, Fillipo menggunakan teknis khusus dimana material yang digunakannya membuat retakan alami diatas kanvas. Menggabungkan dengan proses alami tersebut, filipo mengambil gambar atau subjek dari rekaman foto atau video. Melalui pendekatan karyanya yang khas, Filippo Sciascia berpameran khususnya di Indonesia dan Italia. Karyanya telah dipamerkan di galeri dan museum seperti seperti NUS Museum-Singapura, Archeological National Museum of Naples- Italia, Jakarta Bienale- Indonesia, National Gallery -Indonesia, the LAB Gallery - A.S.
DELETED RED TEN 2007 | Oil & Gesso on Canvas | 150 x 185 cm
i
ii iii
iv v vi
vii viii
ix x
Artist statement Astari Rasjid pada katalog pameran 1001 Doors Reinterpretating Traditions, Asmujo J Irianto , Jakarta Contemporary, 2011, Hal. 87. Diambil dari video Hanafi pada chanel youtube studio Hanafi , 2016 https://www.youtube.com/results?search_query=studio+hanafi+, diakses 15 April 2016 pkl 12:00. Pernyataan Made Wianta dalam wawancara artikel Masyarakat Italia kagumi seni rupa Indonesia, Antara News, http://www.antaranews.com/print/282877/masyarakat-italia-kagumi-seni-rupa-indon esia, diakses 15 April 2016 pkl 12:30. Artist Statement Maria Indriasari pada katalog Bandung Contemporary Art Award 1, Artsociates, 2011, Hal 26. Wawancara Nindityo Purnomo pada seri Video Indoartnow, INDOARTNOW, https://indoartnow.com/videos/nindityo-adipurnomo, diakses 15 April 2016 pkl 13:00. Wawancara Putu Sutawijaya pada artikel Membaca Text yang Tersamar , Rustika Herlambang, 2010 https://rustikaherlambang.com/2010/02/25/putu-sutawijaya/, diakses 16 April 2016, pkl 14:00. Wawancara Teguh Ostenrik pada seri video jax.co.id, 2015, https://www.youtube.com/watch?v=Anp_PvUsxyI, diakses 16 April 2016, pkl 15:00. Artist statement Ugo Untoro kepada M artspace, 1997,http://michellechin.net/artists/ugo_untoro/ugo_art.html, diakses 16 Aori 2016, pkl 16:00. Diungkapkan Xiaxiaowan pada katalog pameran Transmutation Across The Space, Li Xianting, MOCA@LOEWEN Singapore, 2012, Hal. 69 wawancara Filippo Sciascia dengan Jakarta Globe dalam artikel Marriage of Iconography, Art in Filippo Sciascia’s work, 2015, http : //jakartaglobe.beritasatu/features/marriage-iconography-art-filippo-sciascias-work/ , diakses 20 April 2016 pkl 19.00