LAPORAN TEKNIS / AKHIR TAHUN ANGGARAN 2016
Judul KAK (PROPOSAL) : Aspek Biologi Dan Dinamika Populasi Ikan Di Waduk Pondok Dan Widas, Jawa Timur Oleh :
Siti Nurul Aida, Agus Djoko Utomo, Taufiq Hidayah, Muhammad Ali, Herry Kusuma, Abas Soffyan, Gatot Subroto, Busyrol Waroh.
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2016
SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGAN DI WADUK PONDOK DAN WIDAS JAWA TIMUR
Abstrak WadukWidasdanPondokmempunyaiartipentingbagiperikanan. Produksiperikanantangkapmasihpunyapeluangbesaruntukdinaikkanmelaluiteknolgipengelo laansumberdayaikan .Penelitianbertujuanuntukmendapatkan data daninformasiaspekbiologibeberapajenisikan, dayadukungperairanuntukikantebaran, stokikandandinamikapopulasibeberapajenisikan.Penelitiandenganmenggunakanmetodesur veidilakukanlima kali surveiyaitupadabulanFebruari, April, Juli, SeptemberdanNopember2016. Tingkat kesuburankeduawadukeutrofik (TSI rata rata 62).Dayadukungperairanuntukbudidayaikanpadakerambajaringapung di WadukPondokyaitu196,5 ton ikan/th (atausetaradengan 130 petak KJA), dalamkenyataannyajumlah KJA di WadukPondokada 126 petak (sudah optimum tidakdapatditambahlagi). Estimasijumlahikan yang dapatditebar di WadukPondokadalah 35.587 ekor/tahun untuknila, 17.793 ekor/tahun untukTawes, dan 120.106 ekor /tahun untuk Wader. Sedangkanestimasijumlahikan yang dapatditebar di WadukWidasadalah29.743 ekor/tahun untuknila, 43.907 ekor/tahun untukTawes, dan 151.078 ekor/tahun untuk Wader.Stokikan di wadukPondok256,91 kg/ha,wadukWidas 165,67 kg/ha. Parameter dinamikapopulasibeberapajenisikan di WadukPondokuntukikanTawes: L∞= 29Cm, K =0,55, M=1,25051, F= 3,0556, Z= 3,703dan E= 0,7. UntukikanNila: L∞= 29,1Cm, K = 0,44, M=1,08540, F=3,0556, Z= 4,141dan E= 0,7. Sedangkan Parameter dinamikapopulasibeberapajenisikan di WadukWidasuntukikanNila: L∞= 44,4Cm, K = 0,7, M= 1,29704, F= 6,2579, Z= 7,555dan E= 0,8. UntukikanTawes: L∞= 45 Cm, K = 0,63, M= 1,2061, F= 3,5473, Z= 4,780, dan E= 0,7. Kata kunci :Biologiikan ,Ikantebaran,Stokikan, Dinamikapopulasi.
iii KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2016 yang berjudul ”Aspek Biologi Dan Dinamika Populasi Ikan Di Waduk Pondok Dan Widas, Jawa Timur“ Tujuan akhir penelitian adalah untuk mendapatkan rekomendasi teknik pengelolaan perikanan tangkap, konservasi sumberdaya ikan, tata ruang yang baik dan penebaran jenis ikan yang sesuai. Tujuan penelitian pada tahun 2016 yaitu: a). Mendapatkan data dan informasi aspekbiologibeberapajenisikan, b). Estimasijumlahikan
yang
akanditebar,
c).Stokikan,
d).
Parameter
dinamikapopulasibeberapajenisikan. Dengan berakhirnya kegiatan penelitian tahun anggaran 2016, Kami mengucapkan terima kasih Kepada Bapak Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum atas fasilitas dan kelancaran yang telah diberikan selama ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu masukan dan saran sangat diperlukan guna penyempurnaan laporan ini.
Palembang,
Desember 2016
Tim Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN
i
ABSTRAK
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Justifikasi 1.3. Tujuan dan Sasaran 1.4. Keluaran 1.5. Hasil yang Dicapai/diharapkan 1.6. Manfaat dan Dampak
1 1 2 3 3 3 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karateristik Waduk 2.2. Ekologi Perairan Waduk 2.3. Pencemaran di Waduk 2.4. Aspek Penangkapan 2.5. Sumberdaya Ikan 2.6. Kualitas Air
5 5 6 8 11 11 13
BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1. Komponen Kegiatan 3.2 Alat Dan Bahan Penelitian 3.3 Tempat Dan Waktu
16 16 16 16
v
3.4
Pengumpulan Data dan Analisis 3.4.1. Aspek Biologi Beberapa Jenis Ikan 3.4.2. Dinamika Populasi 3.4.3. Pendugaan Stok Ikan dan Pemetaan Bathimetri dengan Alat Akustik 3.4.4. Estimasi Jumlah Benih Ikan Untuk Penebaran 3.4.5. Monitor Kualitas Air
18 18 23 24 25 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Waduk Pondok dan Widas 4.2. Aspek Biologi Beberepa Jenis Ikan. 4.3. Pendugaan Jumlah Ikan Yang Ditebar
28 28 31 54
4.4. Daya Dukung Perairan Untuk KJA. 4.5. Kepadatan Stok Ikan 4.6. Parameter Dinamika Populasi
56 63 86
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
98
DAFTAR PUSTAKA
100
LAMPIRAN
104
1. Kualitas air di WadukPondok
104
2. Kualitas Air di WadukWidas
116
3. Hasil Tangkapan Ikan Di Waduk Pondok 2016
128
4. Hasil Tangkapan Ikan Di Waduk Widas 2016
131
5. Jenis-jenis Ikan Di Waduk Pondok Dan Widas
134
6. FotoAktivitas Penelitian Di Waduk Pondok Dan Widas
135
vi
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
3.1
Metode Analisis Biologi
18
3.2
Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky dalam Effendie (2002)
19
3.3
Metoda AnalisaDinamika Populasi
24
3.4
Peralatan Akustik Untuk Pendugaan Stok Ikan
25
3.5
Parameter dan metode analisis sampel air
26
4.2.1.1 Indeks Kepenuhan Lambung dan Perbandingan Panjang Usus dengan Panjang Tubuh Ikan Nila di Waduk Pondok. 4.2.1.2 Tingkat Kematangan Gonad Ikan menurut Cassie in Effendie 1997).
34
4.2.1.3 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila di Waduk Pondok
38
4.2.1.4 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tawes di Waduk Pondok
39
4.2.1.5 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila di Waduk Widas
42
4.2.1.6 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tawes di Waduk Widas
44
37
4.3.1
Rata-rata persentasi hasil tangkapan ikan dominan di waduk Widas Dan Pondok, Jawa Timur
54
4.3.2
Kompetisi pakan alami ikan dominan pemakan plankton di waduk Widas Dan Pondok, Jawa Timur
54
4.4.1
Tingkat Kesuburan Perairan Waduk Widas Dan Pondok
58
4.4.2
Contoh Kandungan Total P dalam Pakan dan Ikan pada beberapa Pembudidaya Ikan di Waduk Pondok
59
4.4.3
Contoh Konversi Pakan Pada Beberapa Pembudidaya Ikan
59
4.5.1
Rata-rata densitas absolut pada tiap strata kedalaman
65
4.5.2
Sebaran nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
67
4.5.3
Komposisi nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
67
4.5.4
Biomassa ikan pelagis di perairan Waduk Pondok, Juli 2016
70
4.5.5
Rata-rata densitas absolut pada tiap strata kedalaman
77
4.5.6
Sebaran nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
79
4.5.7
Komposisi nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
79
4.5.8
Biomassa ikan pelagis di perairan Waduk Widas, Juli 2016
82
vii
4.6.1
Beberapa parameter populasi ikan Tawes (Barbodes gonionotus), dan Nila (Oreochromis nilotica) di waduk Widas , Kabupaten Madiun, Jawa Timur
86
4.6.2
Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Tawes di Waduk Widas
88
4.6.3
Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila di Waduk Widas
90
4.6.4
Beberapa parameter populasi ikan Tawes (Barbodes gonionotus), dan Nila (Oreochromis nilotica) di waduk Pondok , Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
92
4.6.5
Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Tawes di Waduk Pondok
93
4.6.6
Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila di Waduk Pondok
96
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
2.1
Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Suhu ..............................
6
2.2
Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Cahaya yang Masuk .......
7
3.1
Lokasi Penelitian Di Waduk Pondok (a) Dan Widas (b).......................
17
4.2.1.1
Indeks Propenderance ikan Nila Di Waduk Pondok ..............................
32
4.2.1.2
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Waduk Pondok 2016 ...........
34
4.2.1.3
Indeks Propenderance Ikan Tawes Di Waduk Pondok ..........................
35
4.2.1.4
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Tawes Di Waduk Pondok ................
35
4.2.1.5
Rasio Kelamin Ikan Nila di Waduk Pondok ...........................................
36
4.2.1.6
Rasio Kelamin Ikan Tawes di Waduk Pondok .......................................
39
4.2.1.7
Indeks Propenderance ikan Nila Di Waduk Widas .................................
40
4.2.1.8
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Waduk Widas ......................
41
4.2.1.9
Rasio Kelamin Ikan Nila di Waduk Widas ............................................
41
4.2.1.10
Indeks Propenderance Ikan Tawes Di Waduk Widas .............................
42
4.2.1.11
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Tawes Di Waduk Widas .................
43
4.2.1.12
Rasio Kelamin Ikan Tawes di Waduk Widas ........................................
44
4.2.2.1
Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Pondok ..............
47
4.2.2.2
Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Pondok ..........
48
4.2.2.3
Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Widas ................
49
4.2.2.4
Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Widas.............
50
4.2.2.5
Grafik faktor kondisi ikan Nila di Waduk Pondok dan Widas ..............
52
4.2.2.6
Grafik faktor kondisi ikan Tawes di Waduk Pondok dan Widas
53
4.5.1
Bentuk trek pengambilan data akustik di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur, Juli 2016 ......................................................................................
65
4.5.2
Profil densitas rata-rata secara vertikal ...................................................
66
4.5.3
Variasi jumlah target strength menurut strata kedalaman ......................
68
4.5.4
Variasi komposisi nilai target strength menurut kedalaman ..................
68
4.5.5
Grafik hubungan panjang-berat ikan Nila ...............................................
69
4.5.6
Biomassa tiap strata kedalaman perairan ................................................
70
4.5.7
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 1- 5 m ..............................
70
ix
4.5.8
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 6-10 m .............................
70
4.5.9
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 11–15 m ..........................
72
4.5.10
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman >15 m ..............................
72
4.5.11
Peta bathimetri waduk Pondok 2016 ......................................................
73
4.5.12
Bentuk trek pengambilan data akustik di Perairan Waduk Widas Jawa Timur, Juli 2016 ......................................................................................
76
4.5.13
Profil densitas rata-rata secara vertikal ...................................................
77
4.5.14
Variasi jumlah target strength menurut strata kedalaman ......................
80
4.5.15
Variasi komposisi nilai target strength menurut kedalaman ..................
80
4.5.16
Grafik hubungan panjang-berat ikan Nila ...............................................
81
4.5.17
Biomassa tiap strata kedalaman perairan ................................................
82
4.5.18
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 1- 5 m ..............................
83
4.5.19
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 6-10 m .............................
83
4.5.20
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 11–15 m ..........................
84
4.5.21
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman >15 m
84
4.5.22
Peta bathimetri waduk Widas 2016 ......................................................
85
4.6.1
87
4.6.2
Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Tawes di waduk Widas, Madiun............................................................................ Grafik Pertumbuhan Ikan Tawes di Waduk Widas Madiun ...................
4.6.3
Grafik Mortalitas Total Ikan Tawes Di Waduk Widas...... .....................
89
4.6.4
89
4.6.5
Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila di waduk Widas, Madiun ........................................................................... Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Widas ............................
4.6.6
Grafik Mortalitas Total Ikan Nila di Waduk Widas ...............................
91
4.6.7
92
4.6.8
Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Tawes di waduk Pondok, Ngawi............................................................................ Grafik Pertumbuhan Ikan Tawes di Waduk Pondok, Ngawi....................
4.6.9
Grafik Mortalitas Total Ikan Tawes Di Waduk Pondok ..........................
94
4.6.10
95
4.6.11
Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila di waduk Pondok, Ngawi. .......................................................................... Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Pondok ..........................
4.6.12
Grafik Mortalitas Total Ikan Nila di Waduk Pondok ..............................
96
87
90
93
95
x
DAFTAR LAMPIRAN No
Lampiran
Halaman
1
Lampiran 1. Kualitas Air di Waduk Pondok
104
2
Lampiran2. Kualitas Air di WadukWidas
116
3
Lampiran 3. Hasil Tangkapan Ikan Di Waduk Pondok
128
4
Lampiran4. HasilTangkapanIkan Di WadukWidas
131
5
Lampiran 5. Jenis-jenis Ikan Di Waduk Pondok Dan Widas
134
6
Lampiran 6. Foto Kegiatan Penelitian Di Waduk Pondok Dan Widas
135
xi
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perairan umum mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar dalam berbagai kegiatan. Bagi perikanan, perairan umum merupakan sumber daya alam untuk penangkapan ikan konsumsi maupun ikan hias, benih dan induk ikan bagi usaha budidaya ikan di samping sebagai tempat usaha budidaya. Waduk merupakan ekosistem terbuka. Perairan ekosistem terbuka umumnya dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Beberapa kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan perairan di waduk antara lain aktivitas pemukiman, rekreasi, penggunaan lahan di wilayah tangkapan dan adanya kegiatan budidaya ikan karamba jaring terapung. Waduk merupakan tipe perairan umum yang dibuat untuk keperluan irigasi, PLTA, PAM, Perikanan, Pariwisata. Dalam masa mendatang perairan waduk akan terus berkembang dengan seiring keperluan pertanian. Waduk Widas mempunyai luas 570ha terletak di desa Pajaran, kecamatan Saradan Kabupaten Madiun Jawa imur, diresmikan oleh presiden Soeharto tahun 1984. Waduk Widas merupakan waduk serbaguna fungsi utama sebagai irigasi persawahan seluas 9.120 ha, pembangkit tenaga listrik sebesar 650 KW. Fungsi lain yaitu sumber air minum, pariwisata, perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Waduk tersebut terbentuk oleh karena pembendungan sungai Widas (Kali Bening) yang merupakan sub DAS Berantas, bermata air dari Gunung Wilis. Waduk Widas juga disebut Bendungan Bening, berada di wilayah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), dikelilingi oleh Gunung Wilis Madiun dan Gunung Pandan Bojonegoro, berjarak 40 km kea arah utara dari kota madiun. Hasiltangkapan per tahun rata ratamencapai 283 ton/tahunterdiridarijenisikan: Tombro, Tawes, Nila, Bandeng, Patin, Udang, Mas, Belida, Wader, Lohan, Gurami, Red Devil. Sudah terbentuk yaitu kelompok Mina Widas makmur, terdiri dari 125 orang. (Dinas Perikanan Madiun, 2012). Permasalahan Sungai utama di Waduk Widas yaitu sering terjadi banjir dari bagian hulu sehingga tampungan di Waduk Widas masih kurang, sedimentasi tinggi, kekeruhan tinggi (Kasiyanti et al, 2013) Waduk Pondok terletak di Desa Gondang Kecamatan Bringin, kurang lebih 15 km dari Kota Ngawi Propinsi Jawa Timur, dikelola oleh Pengelola Wilayah Bengawan Solo. Pelaksanaan kontruksi dimulai pada tahun 1993 samapai 1995. Luas waduksekitar 380 ha, volume efektif air 29.000.000 m3, curah hujan tahunan 2000 mm. Hasil tangkapan per tahun rata ratamencapai 128,7 ton/tahun terdiri dari jenis ikan: Tombro/Mas, Tawes, Nila, Bandeng, Patin, Udang, Belida, Lele, Lohan. Sudah terbentuk kelompok nelayan di waduk 1
pondok yaitu KUB (Kelompok Usaha Bersama) desaGandong, KUB desaSuruh, KUB desa Kenongo Rejo, KUB desaDampit. Alat tangkap yang dominant yaitu Jaring insang, Jalatebar, Pancing, Bubu, Serok/songko (DinasPerikananNgawi, 2012). Kawasan Perikanan di Kabupaten Ngawi akan terkonsentrasi di wilayah Waduk Pondok yaitu di desa Gondang, Kecamatan Beringin dengan rencana penyediaan infrastruktur yang memadai baik lembaga penyuluhan, lembaga pengkajian, seperti LIPPI, infrastruktur yang mendukung seperti jalan dan kelembagaan kelompok pembudidaya perikanan, lembaga perbankan dan koperasi perikanan serta pasar ikan. Di Indonesia terdapat sekitar 102 waduk besar dan kecil. Dari total waduk tersebut 80 % nya berada di pulau Jawa (KKNI-BB, 2011). Jumlah waduk besar (≥ 500 ha) berkisar 15 % dan sisanya (85 %) adalah waduk-waduk kecil. Di Jawa Timur terdapat sekitar 21 waduk yang terdiri dari 2 buah waduk besar, yaitu waduk Karangkates dan Wonorejo dan 19 buah waduk-waduk kecil antara lain waduk Widas dan Pondok. Wadukwaduk kecil mempunyai peran besar yang langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan waduk-waduk kecil bertujuan utama untuk pengendali banjir dan irigasi pertanian. Disamping itu pengelolaan waduk kecil relative lebih mudah sesuai dengan tujuan utamanya. Dengan terbentuknya perairan waduk ini, sangat berpotensi untuk meningkatkan produksi perikanan dari perairan umum daratan. Penelitian ini dilakukan di waduk Widas dan Pondok karena cukup mewakili (representative) terhadap keberadaan waduk-waduk kecil. I.2. Justifikasi. Dari segi perikanan waduk tersebut mempunyai arti penting bagi nelayan dan waisata pemancingan. Retribusi pemancingan punya kontribusi terhadap PAD setempat. Ikan disamping dijual dalam bentuk segar juga dalam olahan sperti ikan asin dan filet. Pengelolaan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh pemerintah masih terbatas pada penebaran ikan (Nila). Masih punya peluang besar produksi perikanan tangkap untuk dinaikan karena pengelolaan yang berupa konservasi sumberdaya ikan, perlindungan ikan, tata ruang, penebaran ikan selain ikan nila belum dilakukan. Untuk mendukung teknik konservasi sumberdaya ikan, tata ruang yang baik dan penebaran jenis ikan yang sesuai perlu dukungan riset. Penelitian akan dilakukan selama tiga tahun yaitu pada tahun 2015 dilakukan penelitian inventarisasi jenis-jenis ikan, biota perairan, keragaman habitat, kualitas air dan kegiatan penangkapan. Pada tahun 2016 dilakukan penelitian tentang biologi ikan,
kajian stok ikan, dan dinamkia populasi
beberapa jenis ikan. 2
I.3. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan dan sasaran akhir: Mendapatkan teknik pengelolaan perikanan tangkap, daya dukung perairan untuk perikanan, jenis dan jumlah ikan yang harus ditebar. Tahun 2016 : Mendapatkan data dan informasi tentang biologi ikan, jumlah dan jenis ikan yang akan ditebar, bathimetri, stok ikan dan dinamika populasi. I.4. KELUARAN YANG DIHARAPKAN Tahun 2016 : Data dan informasi tentang aspek biologi beberapa jenis ikan Data dan informasi tentang bathimetri dan stok ikan Data dan informasi tentang dinamika populasi beberapa jenis ikan. 1.5 HASIL YANG DICAPAI/DIHARAPKAN. Hasil yang sudah didapatkan Tahun 2015: Laporan teknis tentang biologi perairan,kualitas perairan, keragaman jenis ikan,
dan aspek penangkapan. Di waduk
Pondok terdapat 19 jenis ikan dan satu jenis udang, 18 spesies fitoplankton, kelimpahannya 11,400-55,300 sel/l, zooplankton 12 spesies zooplankton. Makrozoobentos di waduk terdiri dari kelompok Tubificidae. Kedalaman rata-rata 10 m, kecerahan 0,7 m. Tingkat kesuburan (TSI): 62 Tergolong eutrofik, dugaan potensi produksinya: 415 kg/ha/thn. Ada tujuh jenis alat tangkap, didominasi alat tangkap yang bersifat pasif, hanya jala (cast net) dan serok yang bersifat aktif. Hasil tangkapan didominansi oleh ikan Nila, tawes, wader. Hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh pola pergerakan air waduk. Di waduk Widas terdapat 15 jenis ikan dan satu jenis udang, 21 spesies fitoplankton, kelimpahannya 31.200 sel/l, zooplankton 15 spesies. Makrozoobentos di waduk terdiri dari kelompok Tubificidae. Kedalaman rata-rata 11 m, kecerahan 0,5 m. Tingkat kesuburan (TSI): 63,7. Tergolong eutrofik, dugaan potensi produksinya: 569,6 kg/ha/thn. Ada tujuh jenis alat tangkap, sebagian besar bersifat pasif didominasi jaring, hanya jala (cast net) dan serok yang bersifat aktif. Jenis-jenis ikan didominansi oleh ikan introduksi seperti ikan Nila dan Patin dan Red devil, jenis ikan lain tawes, mujair, gabus, wader, keprek. Jenis ikan yang bernilai ekonomis penting dan berukuran besar adalah Gabus, nila, dan mujair. Hasil tangkapan rata-rata 9 kg/hari (Rp.180.000/hari). Hasil penelitian yang didapatkan tahun 2016 yaitu Laporan teknis tentang stok ikan, estimasi penebaran benih ikan dan dinamika populasi untuk beberapa jenis ikan dominan dan biologi beberapa jenis ikan. Draf laporan ilmiah tentang aspek biologi ikan
3
Nila dan Tawes, daya dukung perairan untuk KJA di waduk Pondok, pertumbuhan ikan Nila dan Tawes di Waduk Pondok dan Widas. I.6. Manfaat Dan Dampak Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai masukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Waduk Widas dan Pondok agar lestari dan dimanfaatkan secara berkesinambungan.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Perairan Waduk. Waduk merupakan badan air yang terbentuk karena pembendungan aliran air sungai oleh manusia, yang mempunyai karakteristik fisik, kimia dan biologinya berbeda dengan sungai. Dengan terbentuknya sungai menjadi waduk maka kualitas air waduk lebih stabil dan produksi perikanannya lebih tinggi. Pembuatan waduk biasanya digunakan untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, irigasi pertanian, pariwisata dan perikanan. Terbentuknya waduk yaitu karena pembedungan sungai, beberapa wilayah akan ditengelamkan. Sehingga dasar waduk banyak materi materi yang terendam seperti kebun, rumah, danlain sebgainya. Disamping itu waduk bentuknya tidak beraturan, banyak teluk, dan lain sebgainya. Waduk merupakan perairan yang relatip tergenang, aliran air tidak deras, ada daerah inlet (air masuk), ada daerah outlet (air keluar), ada daerah yang dalam dan ada daerah yang dangkal. Walupun aliran air tidak deras namun sering terjadi gelombang yang disebabkan oleh angin yang kencang. Pengaturan air menggunakan pintu air di oulet, bila diperlukan untuk pengairan pertanian maka pintu air di buka, dan bila untuk menyimpan air maka pintu air ditutup. Sehingga waduk mempunyai fluktuasi air yang besar, kandungan lumpur biasanya banyak terdapat di dekat pintu air (Direktorat Pengelolaan Bengawan Solo, 2003) Berdasarkan terbentuknya waduk maka waduk ada tiga macam yaitu waduk Lapangan, waduk irigasi dan waduk serba guna. Waduk lapangan terbentuk karena pembendungan sungai episodic (berisi air hanya saat hujan), luasan kurang dari 10 ha, kedalaman maksimal 5 m, masa berisi air krang dari 9 bulan, funsi irigasi lokal. Waduk irigasi terbentuk karena pembendungan sungai intermiten (berisi air saat musim penghujan), luasan 10–500 ha, kedalaman maksimal 25 m, masa simpan air 9- 12 bulan, fungsi irigasi. Waduk serba guna terbentuk karena pembendungan sungai permanen, luasan lebih besar 500 ha, kedalam maksimal 100 m, masa berisi air 12 bulan; mempunyai funsgi sebagai irigasi, pembangkit tenaga listrik, sumber air minum, pengendali banjir (Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006).Waduk mempunyai ciri fisik sebagai berikut; banyak teluk,
daerah tangkap hujan luas, garis pantai panjang,
pengeluaran air dari bawah, fluktuasi air besar (5-25 m), masa simpan air sebentar karena sering diperlukan untuk irigasi, daerah litoral luas, tidak terjal seperti danau (Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006).
5
2.2. Ekologi Perairan Waduk. Tepian pantai (litoral) waduk yang cukup luas merupakan habitat biota air termasuk ikan dan banyak sumber makanan dari daratan. Perairan yang dalam memungkinkan adanya stratifikasi perairan berdasarkan suhu dan cahaya. Daerah tangkap hujan luas menyebabkan banyak nutrien yang masuk terbawa air masuk waduk. Garis pantai yang panjang juga menyebabkan banyak nutrien yang masuk dari daratan. Banyak teluk merupakan daerah yang tenang, terlindung dan stabil . Waduk merupakan perairan yang tergenang dan relatip dalam maka berdasarkan suhu air di permukaan panas dan makin dalam secara bertahap suhu makin Namun pada
kedalaman tertentu akan terjadi penurunan suhu yang
dingin. menyolok.
Berdasarkan lapisan suhu secara vertikal maka ada lapisan Epilimnion, termoklin dan hypolimnion (lihat Gambar 2.1).
Lapisan Epilimnion yaitu lapisan yang berada
permukaan, suhu panas. Lapisan termoklin yaitu lapisan dibawah epilimnion terjadi penurunan suhu yang tajam. Lapisan hypolimnion yaitu lapsan dibawah termoklin yang suhunya lebih dingin (Mitsch and Jorgensen 2004).
Gambar 2.1. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Suhu Sumber : Odum, 1996 Perairan waduk yang dalam
berdasarkan cahaya matahari yang masuk maka
lapisan Fotik dan Afotik (lihat Gambar 2.2). Lapisan fotik berada di permukaan, banyak cahaya matahari yang masuk, tumbuhan maupun phyto-plankton dapat melakukan proses fotosintesa, kondungan oksigen relatip tinggi. 6
Sedangkan lapisan afotik merupakan
lapisan yang berdada di dasar perairan, tidak ada sinar matahari yang masuk, tidak ada aktivitas fotosintesa. Lapisan afotik banyak terdapat gas CO2, H2S, NH3, NH4 sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik yang mengendap di dasar perairan. Batas diantara lapisan fotik dan afotik disebut titik kompensasi, yaitu oksigen hasil fotosintesa impas untuk kebutuhan respirasi organisme yang ada di lapisan tersebut.
Gambar 2.2. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Cahaya yang Masuk. Pada saat musim penghujan apabila beberapa hari terjadi hujan terus menerus maka suhu permukaan menjadi dingin, berat jenis air menjadi besar, maka akan terjadi perputaran air secara vertikal, lapisan atas turun ke bawah dan lapisan bawah naik ke atas. Peristiwa ini disebut ”UP-WELLING” (Odum, 1996). Teraduknya air menyebabkan nutrient bisa merata, sehingga perairan menjadi subur. Namun sering juga terjadi gas beracun sperti CO2, NH3, NH4, H2S di dasar perairan juga ikut teraduk ke atas sehingga akan menyebabkan kematian ikan, terutama ikan yang dipelihara di Keramba Jaring Apung. Kejadian ini telah menimpa beberapa kali di Waduk Jatiluhur dan Cirata, peristiwa tersebut oleh masyarakat setempat dinamakan ”UMBALAN”. Selanjutnya dikatakan oleh
Krismono, 2003 bahwa
terjadinya Upwelling di
waduk mempunyai indikasi sebagai berikut transpiransi air mengecil, Microcytis sp, menurunnya kadar oksigen, menurunnya
kelimpahan
kedalaman air di inlet.
Penurunan kadar oksigen dan teraduknya gas beracun dari dasar perairan akan menyebabkan kematian masal bagi ikan. Menurut Effendi, 2000, menyatakan bahwa perairan oligotrophic mempunyai kadar Fospor total
kurang dari 10 (µg/ l),
Nitrogen total kurang dari 200 (µg/
l),Klorofil-a kurang dari 4 (µg/ l). Perairan Mesotrophic mempunyai kadar Fospor total 10-20 (µg/l), Nitrogen total 200-500 (µg/ l ), Klorofil a 4-10 (µg/l ). Sedangkan
7
perairaneutrophic mempunyai kadar Fospor total lebih besar 20 ( µg/ l ), Nitrogen total lebih besar 500 ( µg/ l ), Klorofil-a lebih besar 10 ( µg/ l ). Perairan Danau yang dalam biasanya Oligotrophic (miskin unsur hara), sedangkan Waduk pada umumnya
mesotrophic (unsur hara sedang) (Odum 1996;
Mitsch and
Jorgensen 1934). Perairan Oligotrophic mempunyai lapisan hypholimnion yang besar dibanding epilimnion, densitas plankton kecil, perairan jernih, tumbuhan litoral kurang. Sedangkan perairan Eutrophic sperti
rawa kaya nutrien, densitas plankton tinggi,
kecerahan kurang, banyak tumbuhan litoral.
Kandungan nutrien di waduk tinggi
disebabkan karena sungai dan anak sungai yang masuk ke waduk banyak, daerah tangkap hujan luas, sering mendapatkan masukan nutrient dari pemelihara ikan di Waduk. Perairan waduk dapat mengalami eutrofikasi (pengayaan unsur hara) bila ada masukan kadar fosfor dan nitrogen. Eutrofikasi dapat menyebabkan blooming algae, tumbuhan air berkembang pesat. Keadaan tersebut akan mengganggu fungsi waduk sebagai sumber air minum dan wisata. 2.3. Pencemaran di Waduk Menurut Ekho dalam Febrian et al 2004: tingkat pencemaran air waduk Cirata sudah berada atas tingkat baku mutu air. Dari hasil kajian, ternyata penyebabnya selain polutan yang dibawa dari Sungai Citarum juga berasal dari pakan ikan yang mengandung zat kimia yang mengendap di dasar waduk menyebabkan peralatan waduk mengalami korosi. Di Waduk Cirata, menurut Eman, saat ini ada sekitar 39.000 petak jaring apung. Padahal, berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 jumlah jaring apung dibatasi hanya 12.000 petak saja dan harus seizin instansi terkait. Bahkan di Waduk Saguling jaring apung penduduk, jumlahnya tidak banyak karena mutu air Saguling sudah tidak memungkinkan ikan jenis tertentu, kandungan belerang yang berasal dari aktivitas Gunung Patuha dan Tangkuban Perahu yang dialirkan oleh Sungai Citarum, mengendap di dasar waduk, bahkan ketika memasuki areal Saguling bau belerang sangat kuat tercium. Selanjutnya Surachman dalam Febrian et al 2004 menyatakan bahwa kematian sekitar 300 ton
ikan mas di Waduk Cirata pada pertengahan
bulan Juli 2004
bukan
hanya disebabkan oleh koi herpes virus saja. Namun akibat dari naiknya limbah yang mengendap di dasar Waduk waktu hujan pertama yang deras turun setelah kemarau yang panjang. Nelayan jaring apung Waduk Cirata di Desa Margalaksana mengakui tingkat pencemaran air di waduk menyebabkan ikan mati, pakan ikan yang biasa ia berikan
8
merupakan penyebab polusi. Pakan ikan per harinya sebanyak 2 kuintal untuk empat petak jaring apung. Menurut Febrian, et al 2004 menyatakan bahwa sepuluh tahun lalu air di waduk Jati Luhur masih berwarna biru bening. Sekarang, yang ada adalah warna kuning keruh. Keruhnya waduk terjadi sejak bermunculannya keramba jaring-jaring terapung milik para petambak. Saat ini di waduk seluas 83 kilometer persegi itu tersebar 3.083 unit keramba milik 209 petambak. Dari ribuan keramba itu setiap tahun dikeruk 16.869 ton ikan. Dan setiap hari, pemilik tambak menebar sekitar 10 ton pakan ikan. Dengan tebaran sebanyak itu, bagaimana mungkin air waduk bisa bening? Tak hanya membuat air jadi keruh, berton-ton pakan ikan juga menyebabkan air waduk berbau amis. Padahal, danau buatan ini adalah sumber pengairan bagi sekitar 240 ribu hektare areal persawahan di wilayah Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu. "Sebelum ada keramba, air waduk tak seperti sekarang ini. Menurut Tahlan (Corporate Secretary PT Indonesia Power) 2004 yang menangani Waduk Saguling dalam Febrian et al 2004 mengatakan timbunan limbah pakan ikan itu hanyalah bagian kecil dari penyebab tercemarnya air waduk.,yang paling parah adalah limbah buangan rumah tangga dan industri yang mengotori daerah aliran Sungai Citarum. Sungai ini sekaligus pula menjadi tempat pembuangan limbah dari sekitar 1.500 industri di Cekungan Bandung, seperti Majalaya, Banjaran, Rancaekek, Dayeuhkolot, Ujung Berung, Cimahi, dan Padalarang.
Sungai Citarum harus menampung 280 ton limbah kimia
anorganik setiap hari. Menurut Lilik dalam Febrian et al 2004 menyatakan hasil penelitian yang dilakukan PT Indonesia Power bersama Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran, Bandung, pada tahun 2004 kualitas air Waduk Saguling sudah di atas ambang batas misalnya, meroket hingga
normal.
Kandungan merkuri (Hg),
menembus angka 0,236. Padahal,menurut
standar
baku
mutuangka aman adalah 0,002. Logam merkuri itu, berasal dari pakan ikan dan industri plastik. Sedangkan logam berat lainnya berasal dari pabrik tekstil untuk proses pewarnaan kain
Sekarang air Waduk Saguling tidak layak lagi dimanfaatkan untuk konsumsi,
pertanian dan perikanan. Kepala Badan Pengelola Waduk Cirata, Surachman dalam Febrian et al 2004 menyatakan sampel ikan mas dan nila yang diambil dari jaring apung petambak di waduk seluas 6.200 hektare itu, ditemukan empat kandungan logam berat. "Keempatnya adalah timbel (Pb) 0,6 part per million (ppm), zinc/seng (Zn) 22,45 ppm, krom (Cr) 0,1 ppm, dan 9
air raksa atau merkuri (Hg) 179,13 partikel per berat badan (ppb), pada pertengahan Juli 2004 kematian ikan di Waduk Cirata, yang mencapai 300 ton, adalah akibat koi herpes virus dan pekatnya limbah. Air Waduk Saguling dan Cirata kini tak lagi layak konsumsi karena baku mutu air normal untuk minum sudah terlewati. Menurut Kartamihardja 1997 menyatakan bahwa Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur terdapat ribuan unit jaring terapung yang membudidayakan ikan air tawar seperti ikan mas dan ikan nila. Jaring terapung di Waduk Cirata dinilai
sudah melampaui
kapasitas tampung waduk. Dewasa ini, jumlah jaring terapung di perairan itu sekitar 30.000 unit padahal daya dukungnya hanya untuk 3.000 unit. Kandungan H2S (asam sulfida) air buangan Waduk Jatiluhur cukup tinggi. Asam sulfida merupakan uraian sisa protein, sisa pakan yang tidak termakan dan terbuang. Pengaruh lainnya bisa dilihat dari beberapa jenis ikan lokal, sekarang jenis-jenis ikan seperti jambal, beliga, baung, dan sebagainya. Surachman 2002 dalam Febrian et al 2004 menyatakan bahwa keberadaan Waduk Cirata sebagai sumber listrik tenaga air berkekuatan 1.000 megawatt (MW) kini dalam kondisi yang memprihatinkan karena sedikitnya 30.000 petak jaring apung milik masyarakat membentang di waduk ini yang berakibat pengendapan limbah secara luar biasa, pengendapan limbah pakan ikan telah cukup mengganggu turbin pembangkit listrik di waduk itu, beberapa jenis pakan ikan dari senyawa kimia telah memberi kontribusi terjadinya korosi pada peralatan turbin, sedangkan kerusakan lainnya disebabkan oleh endapan sisa pakan yang mencapai ribuan ton di dasar waduk. Kotoran sisa pakan ikan akan mengapung menuju turbin apabila terjadi arus balik di sekitar waduk. Arus balik itu terjadi apabila terjadi hujan. Selain pakan ikan, limbah yang masuk ke Waduk Cirata melalui aliran Sungai Citarum cukup banyak, terutama dari buangan industri tekstil di sekitar Kabupaten Bandung. Limbah pakan dan tekstil itu telah menurunkan kualitas air waduk. Krismono, 1992 menyatakan bahwa keramba jaring apung dengan ukuran 7 x7 x3 m3 pakan yang keluar ke perairan 20 – 30 %, sedangkan ukuran 1 x1 x 1 m3 pakan yang keluar 30–5- %. Waduk Jatiluhur, Saguling, Cirata masing masing mengeluarkan pakan yang lepas ke perairan 5,9 ton/tahun, 8,7 ton/tahun, 4,7 ton /tahun, dalam pakan tersebut mengandung 4,86 % N dan 0,26 P. Selanjutnya dikatakan oleh Ryding and Rast 1989 dalam Krismoni et al 2008 bahwa tiap satu ton ikan akan melepaskan nutrient ke perairan 85 – 90 kg P dan 12- 13 kg N. Sehingga waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur disamping mendapatkan beban dari pakan yang lolos dari sangkar juga beban nutrien yang 10
dikeluarkan oleh ikan. Beban nutrien dari ikan dalam sangkar pada masing masing Waduk Cirata, Saguling dan Jati Luhur yaitu N= 1428,8 ton/tahun dan P = 10120,95 ton/tahun, N = 261,8 ton/tahun dan P= 1854,36 ton/tahun; N = 1268,8 ton/tahun dan P = 179,13 ton/tahun. Tingkat pencemaran waduk yang diakibatkan senyawa nitrogen, posfat, dan zat organik dapat dibagi 3 kategori yaitu: Pencemaran amat sangat berat (hypertrophic = penyuburan amat sangat berat), pencemaran berat (eutrophic = penyuburan berat), pencemaran
sedang
(oligotrophic
=
penyuburan
sedang),
belum
tercemar
(mesotrophic=belum terjadi penyuburan).Dari hasil penelitian semakin lama terjadi penurunan pada kualitas air danau dan waduk yang ada di Indonesia, yang disebabkan karena adanya pencemaran bahan organik pada air danau dan waduk yang disebabkan oleh limbah industri, pertanian, dan penduduk. Beberapa faktor yang menyebabkan kendala dalam melakukan pengelolaan sumber daya air antara lain: Pengelolaan DAS waduk oleh instansi terkait masih belum saling berintegrasi
dengan
baik,bahkan
sering
timbul
konflik
kepentingan.
2.4. Aspek Penangkapan Penebaran ikan asli (restocking) dengan tujuan memulihakan populasi ikan asli yang sudah dianggap menurun atau langka, sedangkan penebaran ikan introduksi (stocking) yang sesuai dengan perairan tersebut dengan tujuan pemanfaatan relung ekologis dan peningkatan produksi. Pengelolaan perairan umum sebagai salah satu upaya kegiatan perikanan dalam memanfaatkan sumberdaya ikan di perairan umum secara berekelanjutan perlu dilakukan secara bijaksana. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan umum melalui kegiatan penangkapan dan budidaya mempunyai kecenderungan semakin tidak terkendali, dimana jumlah ikan yang ditangkap tidak lagi seimbang dengan daya pulihnya. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati. Untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati, maka perlu disusun petunjuk pelaksanaan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati. Populasi ikan mulai menurun/hampir punah, baik disebabkan oleh factor lingkungan maupun tekanan penangkapan. 2.5. Sumberdaya Ikan Dalam UU RI Nomor 31 Tahun 2004, Sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan. Menurut Insidewinme (2008), sumberdaya ikan adalah merupakan salah satu sumberdaya kelautan dan perikanan yang tergolong dalam sumberdaya yang dapat 11
diperbaharui (renewable resources), artinya jika sumberdaya ini dimanfaatkan sebagian, sisa ikan yang tertinggal mempunyai kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan berkembang biak. Sumber daya ikan yang terdapat di perairan umum seharusnya menjadi salah satu yang dapat menopang ketahanan pangan masyarakat. Waduk merupakan salah satu tipe perairan umum yang salah satu fungsinya adalah untuk perikanan, menjadi sumber ekonomi yang berkontribusi menjadi sumber kehidupan masyarakat yang berkelanjutan. Kondisi usaha perikanan tangkap masih didominasi usaha perikanan tangkap skala kecil dengan tingkat produktivitas dan efisiensi usaha serta pendapatan yang masih rendah. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, mengingat peranan nelayan sebagai hulu dalam bisnis perikanan. Sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, serta sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, pengelolaan/manajemen sumberdaya perikanan mencakup penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungannya, serta pengelolaan kegiatan manusia (Fauzi dan Anna, 2005). Sumberdaya perikanan bersifat dinamis demikian juga gangguan terhadap keseimbangan sistem yang terjadi pada sumberdaya tersebut baik berupa hubungan langsung antara catch dan effort maupun hubungan tidak langsung antara catch dan effort. Pencemaran merupakan suatu sistem yang bersifat dinamis. Target produksi Perikanan Indonesia pada tahun 2015 sebesar 353 %. Produksi perikanan tangkap di perairan umum mencapai 406 ribu ton atau meningkat sebesar 2,9 persen dibandingkan tahun 2013. Produksi perikanan tangkap di Jawa Timur rata-rata dari tahun 2003-2013 sebesar 381,36 ton (Pusat Data Statistik KKP, 2014). Perikanan Darat di Kabupaten Ngawi memilki luas 1.381.895 ha dengan produksi 1.690.308 Kg. Jenis ikan hasil tangkapan perairan umum di Provinsi Jawa Timur didominasi oleh ikan nila 20,81%, ikan tawes 18,69%, ikan mujair 16,34% dan ikan gabus 9,23% (Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur, 2011). Ahir tahun 2014 telah ditebar berbagai jenis benih ikan sejumlah 12.000 ekor di waduk Pondok Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi. Bertujuan untuk mengembalikan fungsi waduk sebagai tempat tumbuhnya beraneka macam ikan (Pemda Kabupaten Ngawi, 2014). Untuk meningkatkan produksi waduk Widas, persatuan masyarakat nelayan disekitarwadukWidasrutinmenebarikannila setiaptahun (Komunikasi Pribadi). Tahun 2013 Dinas Kabupaten Madiun menebar ikan ke perairan umum dan sebagian benih Ikan tombro dan nila sebanyak 450 Ekor ditebar ke waduk Widas. Hilangnya habitat dan keanekaragamanhayati akuatisakibat modifikasi alamiah atau campur tangan manusia, perubahan lanskap adalah penyebab utama hilangnya 12
keanekaragaman hayati akuatis,dan meningkatkan potensi perkembangan spesies yang berasal dari luar.Kehadiran spesies asing mengancam spesies asli. Spesies hewan atau tanaman asing yang bersifat ganas dapat berkembang biak dengan cepat dapat merusak flora atau fauna asli setempat, bahkan dalam beberapa kejadian bisa memusnahkannya sama sekali. Contoh yang paling menonjol adalah merambahnya tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) di Rawa Pening dan di danau Limboto. 2.6. Kualitas air Menurut Novotny dan Olem, (1994) dalam Effendi, (2000) tingkat kecerahan perairan kurang dari 200 cm termasuk dalam tingkat kesuburan eutrofik. Kecerahan air tergantung kepada warna, kekeruhan (turbidity), keadaan cuaca, waktu pengukuran, dan padatan tersuspensi (TSS) dan terlarut (TDS). Kecerahan yang rendah mengindikasikan laju sedimentasinya tinggi, warna air mengindikasikan perairan kaya plankton terutama fitoplankton dan sedimentasi. Oksigen terlarut di perairan dalam seperti waduk , memiliki kecendrungan semakin rendah dengan semakin dalamnya suatu perairan. Seperti halnya di waduk Kedung Ombo berkisar antara 0,0 – 9,72 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut secara alami bervariasi pada setiap kedalaman, penurunan tersebut tidak terlalu tajam, namun mengikuti pola stratifikasi perairan (Aida et al, 2012). Oksigen pada lapisan epilimnion lebih tinggi karena daerah ini terjadi proses fotosintesis secara aktiv, sedangkan di daerah hipolimnion konsentrasi oksigen lebih rendah (Boyd, 1998). Konsentrasi oksigen di di daerah hipolimnion merupakan hasil bersih dari sisa proses dekomposisi bahan organik di sedimen dan respirasi biota perairan. Unsur hara Nitrogen dan fosfor merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan mahluk hidup. Nitrogen dalam bentuk nitrat dan fosfor dalam bentuk orthopsfat merupakan hara tersedia langsung diserap oleh mahluk hidup. Menurut Goldman dan Horn (1983) dalam Effendi (2000) kandungan amoniak diantara 0,01 – 0,2 termasuk perairan mesotrofik. Kandungan total klorofil-a di perairan dapat digunakan untuk menduga potensi produksi ikan dan tingkat kesuburan perairan. Menurut Novotny & Olem (1994); perairan oligotrofik bila kandungan klorofil < 4 μg/l, mesotrofik bila kandungan klorofil antara 4-10 μg/l, eutrofik bila kandungan klorofil >10 μg/l. Faktor fisik yang paling penting di waduk adalah cahaya. Ini mempengaruhi suhu,potensi fotosintesis, dan oksigen terlarut. Zona fotik dan aphotic terkait dengan penetrasi cahaya. Zona eufotik mengacu pada kedalaman maksimum kolom air yang tanaman dapat tumbuh (Wetzel, 1995). Zona littoral di zona eufotik. Zona litoral terletak di dekat pantai di mana tanaman berakar tumbuh. Ini adalah zona paling produktif, karena produktivitas primer di zona ini disumbangkan oleh tanaman air yang mengambang, 13
terendam dan berakar dan fitoplankton. Intensitas cahaya dan nutrisi yang tinggi di zona ini.Sumber terbesar dari panas dalam air adalah radiasi matahari dengan penyerapan langsung. Transferpanas dari udara dan dari sedimen terjadi dalam jumlah yang relatif kecil (Wetzel, 1995). Suhu air permukaan dipengaruhi oleh ketinggian, dan musim, waktu hari, sirkulasi udara, aliran dan kedalaman badan air. Fisik, kimia dan karakteristik biologis dipengaruhi oleh suhu.Konduktivitas listrik (EC) adalah ukuran kemampuan sebuah larutan untuk melakukanarus listrik. EC berkaitan dengan jumlah total ion terlarut dalam air dan memiliki korelasi positif dengan gradien trofik dan kelimpahan fitoplankton (Diaz et al., 2007). Sumber polutan seperti air limbah dari pabrik pengolahan limbah, limpasan pertanian, dan limpasan perkotaan meningkatkan ion dalam air, yang mengarah ke peningkatan dari EC (Nather Khan, 1990a). EC meningkatkan juga selama stratifikasi termal di hypolimnion karena peningkatan dekomposisi.Alkalinitas adalah kapasitas asampenetral air. Kebanyakan perairan alami mengandung keasaman yang rendah. Alkalinitas adalah indikator konsentrasi karbonat, bikarbonat dan hidroksida, tetapi mungkin termasuk kontribusi dari borat, fosfat, silikat dan senyawa dasar lainnya. Oleh karena itu, danau yang terletak di dekat lanskap pertanian atau perkotaan memiliki tingkat alkalinitas lebih tinggi. Perairan alkalinitas rendah (<24 mg / l sebagai CaCO3) memiliki kapasitas buffer yang rendah.pH merupakan variabel penting dalam penilaian kualitas air. Hal ini dipengaruhi oleh banyakbiologis (fotosintesis dan respirasi) dan proses kimia (dekomposisi) di dalam tubuh air dan semua proses yang terkait dengan pasokan air dan tretmen. Diperairan tercemar, pH dikendalikan oleh keseimbangan antara karbon dioksida, karbonat dan ion bikarbonat. Variasi harian pH juga dapat disebabkan oleh fotosintesis dan respirasi siklus alga di perairan eutrofik. Tingginya nilai pH (lebih dari 8,5) dicatat di perairan dengan kandungan organik yang tinggi dan kondisi eutrofik (Kalff, 2002). Oksigen terlarut (DO) adalah penting untuk semua bentuk kehidupan air. DO perairan alami dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, suhu, tekanan, salinitas, dan turbulensi. Bahan organik yang ekstrim dari limbah penurunan DO konsentrasi dalam waduk. Dalam dunia perikanan keberadaan plankton terutama fitoplankton merupakan faktor biologi yang penting, karena fitoplankton merupakan bagian mata rantai pertama dalam jaringan makanan di perairan. Disamping itu, kelimpahan plankton dapat juga menjadi indikator tentang kesuburan perairan (Wetzel & Likens, 1979). Menurut Swingle dalam Muligan (1969) peran fitoplankton dalam dunia perikanan adalah keterlibatannya dalam sistem rantai makanan menuju ke produksi ikan. Daerah pelagis waduk merupakan daerah utama di mana plankton tumbuh dan berkembangbiak. Kelimpahan fitoplankton 14
berkaitan erat dengan kandungan unsur hara N dan P perairan, dimana unsur N umumnya merupakan unsur pembatas pertumbuhannya (Kartamihardja & Sri Nastiti, 2003). Secara vertikal, fitoplankton hidup pada lapisan permukaan yaitu didaerah eufotik, akan tetapi hal ini hanya terbatas pada lapisan tertentu dimana pada siang hari fitoplankton tidak terlalu dekat dengan permukaan karena fitoplankton tidak menyukai cahanya matahari dengan intensitas tinggi. Sedangkan pada malam hari biasanya fitoplankton dekat dengan permukaan air. Konsentrasi fitoplankton sangat besar di lapisan permukaan, dan penurunan konsentrasi hampir berbanding lurus dengan pertambahan kedalaman daya tembus
cahaya
(Davis,
1955
dalam
Suroso,
2008).
Kelimpahan
fitoplankton
menggambarkan karakteristik umum perairan waduk dan danau (Ryding & Rast, 1989). Lebih lanjut dikatakan bahwa di perairan eutrofik, frekuensi pertumbuhan sesaat alga (alga bloom) lebih sering terjadi dengan kuantitas alga hijau dan alga hijau biru relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan di perairan oligotrofik. Tanaman telah lama digunakan sebagai indikator untuk kualitas habitat. Menentukan tempat yang cocok untuk perumahan, pertanian dan kehutanan, untuk air minum dan sumber daya lainnya (Kollmann&Fischer, 2003). Zona tepian merupakan bidang biologi, fisika dan kimia berinteraksi kuat antara ekosistem darat dan perairan. biasanya ditandai oleh keragaman fauna, flora dan lingkungan. Struktur habitat lebih beragam di lokasi yang vegetasi, substrat berlumpur lebih berlimpah di daerah dengan vegetasi riparian riparian alamnya masih ada. Pada kedalaman yang rendah dan tidak ada riparian menyebabkan peningkatan erosi dan sedimentasi di habitat air. Salah satu peran yang paling penting dari zona riparian adalah penyediaan kayu/pohon sebagai habitat dan substrat untuk fauna akuatik, seperti invertebrata dan ikan (Boys & Thoms 2006 dalam Beltrao et al., 2009). Keragaman vegetasi riparian dan ekosistem air, berkaitan dengan keragaman dan komposisi ikan (Vono & Barbosa 2001 dalam Beltrao et al., 2009), berkorelasi dengan habitat air seperti kekeruhan (Medeiros et al. 2008). Oleh karena itu keadaan ekosistem ini akan mempengaruhi struktur biotik diperairan. Banyak habitat lingkungan perairan di seluruh dunia telah rusak oleh aktivitas manusia (Mugodo et al. 2006 dalam Beltrao et al., 2009). Habitat dengan struktural yang kompleks memberikan substrat pertumbuhan, sumber makanan dan pemijahan, serta perlindungan dari predator untuk invertebrata air dan ikan (Pusey & Arthington 2003 dalam Beltrao et al., 2009).
15
III. METODE PENELITIAN
3.1. Komponen Kegiatan Penelitian bersifat survei lapangan dan pemeriksaan sampel di laboratorium. Instansi yang terlibat dalam penelitian ini ialah: Balai Riset Perikanan Perairan umum Palembang, dan Dinas Perikanan Kabupaten Ngawi dan Madiun, Provinsi Jawa Timur. Parameter yang diamati yaitu : Aspek biologi beberapa jenis ikan (TKG,IKG, fekunditas, foodhabits); Beberapa aspek dinamika populasi beberapa jenis ikan penting (pertumbuhan, mortalitas); dan Pendugaan stok, estimasi jumlah penebaran benih dan batrimetri dengan metoda akustik serta monitoring kualitas perairan secara ex situ dan in situ di laboratorium. 3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Ikan sampel, timbangan digital, mikroskop, gilson, formalin 4 %, disecting set.
Alat akustik tipeBiotonic DT-X (Portable Scientific Echosounder), kapal untuk melaksanakan shounding perairan, dan perangkat komputer.
Untuk
monitoring
kualitas
air
diperlukan
water-sampler,
long
cable,
dan
spektrofotometer.
Blanko frekuensi panjang ikan hasil tangkapan setiap bulan.
3.3. Tempat Dan Waktu Penelitian pada tahun 2016 merupakan tahap kedua dengan judul kegiatan “Aspek biologi dan dinamika populasi ikan di Waduk Pondok dan Widas, Provinsi
JawaTimur”.
Penelitian bersifat survey lapangan (sampling dan observasi) dan analisis sample di laboratorium. Pelaksanaan pengamatan lapangan direncanakan dilakukan 5 kali pada bulan Februari, April, Juli, September dan Nopember 2016. Lokasi penelitian dilakukan diseluruh luasan perairan waduk Pondok dan waduk Widas. Stasiun penelitian di tentukan berdasarkan out let, inlet, dan bagian tengah waduk, area keramba jaring apung, dan daerah suaka (Gambar 3.1).
16
(Gambar a): Waduk Pondok, Kabupaten Ngawi
Gambar (b) : Waduk Widas, Kabupaten Madiun Gambar 3.1. Lokasi Penelitian Di Waduk Pondok (a) Dan Widas (b) 17
3.4. Pengumpulan Data 3.4.1. Aspek Biologi Beberapa Jenis Ikan Biologi ikan yang akan diamati adalah jenis ikan yang dominan, bernilai ekonomis penting
di
waduk
Pondok
antara
lain
ikan
nila
(Oreochromis
niloticus),
Tawes
(Barbodesgonionotus), dan Red devil (Amphilopus sp) dan dari waduk Widas antara lain ikan Belida (Notopterus notopterus), Nila (Oreochromis niloticus), Tawes (Barbodesgonionotus), wader (Rasbora sp), dan gabus (Channa striata) dan ikan-ikan lainnya. Aspek biologi beberapa jenis ikan diamati pada sampel yang dikumpulkan dari hasil tangkapan nelayan dengan menggunakan berbagai alat tangkap. Pengumpulan specimen ikan dilakukan pada saat survei dan pengumpulan oleh enumerator (untuk data tiap bulan). Sampel ikan dicatat nama lokal, waktu penangkapan, ukuran panjang dan berat. Pada waktu peneliti survey sampel ikan dibedah untuk dilihat TKG, dan diambil sampel saluran pencernaan lalu diawetkan dalam formalin 4 %, dan gonad diawetkan dalam larutan gilson, kemudian dibawa kelaboratorium untuk dianalisa lebih lanjut. Metoda dan analisis yang akan digunakan tertera dalam uraian berikut dan Tabel 1. Tabel 3.1. Metode Analisis Biologi Data / Parameter -TKG -IKG
Metoda
Penyajian/Analisa
- Nikolsky; Tester dan Takata dalam Effendi (2002)
-Fekunditas
-Volumetri (Effendie, 2002)
-Hubungan Panjang Berat
Carlander (1969) dalam Effendie (2002)
-Food habits
-Index of Preponderance
-Tabulasi data -Grafik/Histogram
-Grafik
-Tabulasi data Natarajan dan Jhingran (1961) in -Grafik/Histogram Effendie (1979).
-Frekuensi kejadian ukuran kecil/benih) -Sex rasio
Effendie (1979)
(untuk - Tabulasi data
18
Analisa Data Aspek Biologi Ikan a. TKG Tabel 3.2. Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky dalam Effendie (2002) I
Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan tubuh, warna jernih dan permukaan licin
Testes seperti benang, lebih pendek, ujungnya dirongga tubuh, warna jernih
II
Ukuran lebih besar, pewarnaan gelap kekuningan, telur belum terlihat jelas
Ukuran testes lebih besar, pewarnaan putih susu, bentuk lebih jelas dari TKG I
III
Ovari berwarna kuning, secara morfologi telur sudah kelihatan butirnya dengan mata.
Permukaan testes nampak bergerigi, warna makin putih, dalam keadaan Diawetkan mudah putus.
IV
Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan, butir minyak tak nampak, mengisi ½ - 2/3 rongga tubuh, usus terdesak bagian rongga Tubuh.
Seperti TKG III tampak lebih jelas Testes makin pejal, dan rongga tubuh mulai penuh, warna putih susu
V
Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan
Testes bagian belakang kempis dan bagian dekat pelepasan masih terisi.
Ukuran pertama kali matang gonad (M) diduga dengan cara Spearman-Karber (Udupa, 1986) dengan persamaan sebagai berikut: m = (Xk + X/2) – (X, ∑pi)...................................................................... (1) Kisaran ukuran panjang diduga dengan persamaan: Antilog (m lebih kurang 1,96 √(var(m))...................................................(2) Dimana : M
= Ukuran pertama kali matang gonad (antilog dari m), m = log panjang ikan pada
kematangan gonad yang pertama Xk
= Log nilai tengah kelas panjang pada ikan 100 % matang gonad
X
= Pertambahan log panjang nilai tengah kelas
Pi
= ri/ni = perbandingan jumlah ikan yang matang gonad pada tiap kelas panjang
ri
= jumlah ikan yang matang gonad pada kelas ke-i 19
ni
= jumlah contao ikan pada kelas ke i
qi
= 1 – pi
b. IKG Untuk menghitung Indeks Kematangan Gonad (IKG) mengacu kepada Effendie (1992) dengan Rumus : Bg IKG = _________ x 100 % Bi Keterangan: IKG = Indeks kematangan gonad Bg
= Berat gonad (gram)
Bi
= Berat ikan (gram)
c. Fekunditas Pengamatan fekunditas dan diameter telur ditentukan dari contoh ikan dengan TKG IV. Metode perhitungan Fekunditas total dihitung berdasarkan metoda grafimetrik (Effendie, 1992) yaitu seluruh gonad yang berisi telur dikeringkan udara dahulu. Tentukan terlebih dahulu berat kering udara seluruh gonadnya, demikian pula sebagian dari telur yang akan ditimbang beratnya. Dengan menggunakan rumus F=(G/g) n Keterangan: F
= jumlah total telur dalam gonad (fekunditas)
G
= bobot gonad tiap satu ekor ikan
g
= bobot sebagian gonad (sampel) satu ekor ikan
n
= jumlah telur dari sampel gonad
d. Hubungan Panjang bobot Hubungan bobot tubuh dengan panjang (total) ditentukan berdasarkan rumus Carlender dalamEffendie (1979) yaitu : 20
W = aLb Keterangan:
W = berat ikan (gr) L = panjang ikan (mm)
a dan b = konstanta regresi Penentuan nilai b dilakukan dengan uji t, dimana ada usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesa yang dibuat. Hipotesanya adalah sbb : Ho : b = 3 H1 : b ≠ 3 T hitung dihitung menggunakan rumus sbb : T hit =
1 2 S 1
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan ponderal indeks untuk pertumbuhan isometrik (b = 3 ) dengan rumus (Effendie, 1979) :
K
W x105 3 L
Keterangan : K = faktor kondisi W= berat rata rata ikan (gr) L = panjang rata rata ikan (mm) Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat alometrik (b≠3) maka faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus (Effendie, 1979) :
Kn
W cLn
Keterangan : Kn= faktor kondisi nisbi W= berat rata rata (gr) c=a n= b adalah konstanta yang diambil dari hubungan panjang berat.
21
e. Kebiasaan makan Untuk mengetahui kebiasan makan maka dilakukan analisis isi lambung ikan dengan menghitung Index of Preponderance yang merupakan gabungan dari metode frekunsi kejadian dengan metode volumetrik dengan perumusan sebagai berikut (Effendi, 1979): Metode Frekuensi Kejadian Tiap-tiap isi pencernaan ikan dicatat masing-masing organisme yang terdapat sebagai bahan makanannya, demikian juga alat pencernaan yang sama sekali kosong harus dicatat pula. Jadi seluruh contoh yang diteliti dibagi menjadi dua golongan yaitu yang berisi dan yang kosong. Masing-masing organisme yang terdapat di dalam sejumlah alat pencernaan yang berisi dinyatakan keadaannya dalam persen dari seluruh alat pencernaan yang diteliti namun tidak meliputi alat pencernaan yang tidak berisi. Dengan demikian kita dapat melihat frekuensi kejadian suatu organisme yang dimakan oleh ikan contoh yang diperiksa itu dalam persen. Metode Volumetrik Di dalam menerapkan metoda ini ukur dahulu volume makanan ikan itu. Kemudian makanan tadi dikeringkan dengan kering udara yaitu dengan menaruh makanan ikan di atas kertas saring supaya airnya terserap ke luar untuk selama lima menit. Pisahkan masing-masing organisme yang dapat dipisahkan dan ukurlah volumenya dalam keadaan kering udara. Apabila terdapat makanan yang tak dapat ditentukan golongannya, masukkan saja ke dalam golongan yang tak dapat ditentukan. Volume makanan ikan yang didapat dinyatakan dalam persen volume dari seluruh volume makanan seekor ikan.
Vi x Oi IP = ------------- x 100 ∑Vi x Oi
Keterangan : Vi = persentase volume satu macam makanan Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan ∑Vi x Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan IP= Index of preponderance 22
f. Sex Ratio Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina yang diperoleh sesuai dengan Haryani, (1998), adalah sebagai berikut : Rasio kelamin = J/B Dimana : J = Jumlah ikan jantan (ekor), dan B = Jumlah ikan betina (ekor) Penentuan seimbang atau tidaknya nisbah kelamin jantan dan betina dilakukan dengan uji Chisquare (Walpole, 1993).
3.4.2. Dinamika Populasi. Dilakukan sampling length frequency terhadap beberapa jenis ikan yang dominan di waduk Pondok antara lain ikan Nila (Oreochromis niloticus), Tawes (Barbodesgonionotus), dan Red devil (Amphilopus sp) dan dari waduk Widas adalah ikan belida (Notopterus notopterus), nila (Oreochromis niloticus), Tawes (Barbodesgonionotus), wader (Rasbora sp), dan gabus (Channa striata). Ikan didapatkan dari berbagai alat tangkap yang digunakan di perairan tersebut.Cara pengambilan contoh ukuran ikan adalah hasil tangkapan diambil sebagian secara acak dengan alat cerok, selanjutnya ikan tersebut diukur panjang totalnya (cm). Parameter pertumbuhan individu ikan yaitu panjang infinitive (L) dan koefisien percepatan pertumbuhan (K) diduga berdasarkan data contoh frekuensi ukuran panjang yang di dapat dari bulan ke bulan dengan bantuan program ELEFAN dalam paket program FISAT II (Gayanilo et al, 1996). Parameter mortalitas penangkapan total ( Z) diduga dengan metoda Jones and Van Zalinge dalam Spare and Venema (1992) yang berdasarkan basis kelompok ukuran panjang dan parameter pertumbuhan yang telah didapatkan. Metode tersebut menggunakan persamaan regresi sebagai berikut: Log C (L , L) = a +Z/K * Log (L - L) Z/K = b (sudut regresi) Keterangan: 1. C (L , L) = Hasil tangkapan kumulatif pada ukuran panjang L cm 23
2. L = panjang infiniti, K= konstanta percepatan pertumbuhan, Z = parameter mortalitas total. Pendugaan parameter mortalitas alami ( M ) berdasarkan persamaan empiris Pauly, (1984) yaitu: Log ( M) = - 0, 0152 – 0,2790 Log (L ) + 0,6543 Log ( K ) + 0, 4634 Log ( T), rata rata suhu perairan. Sedangkan parameter mortalitas penangkapan ( F ) = Z – M dan laju penangkapan E = F/ Z.
Tabel 3.3.Metoda Analisa Dinamika Populasi Data / Parameter Parameter Pertumbuhan
Metoda/Peralatan
Penyajian/Analisa
-Lenght Frequency data, time series - FISAT
-VBGF
MortalitasAlami
-FISAT
EmpirisPauliy, D
Mortalitas Penangkapan (F) Dan Total (Z)
- FISAT
Jones and Van Zalinge analisis Plot
Tingkat eksploitasi(E)
- FISAT
Pauly, D
-Regresi analisis
3.4.3. Pendugaan Stok Ikan dan Pemetaan Bathimetri dengan Alat Akustik Pendugaan stok ikan dengan menggunakan alat akustik SIMRAD EY-60 (Portable Scientific Echosounder) yang dipasang pada sisi kanan (di bawah) kapal dengan kekuatan mesin 3 GT. Desain alur pengambilan data yang digunakan adalah transek zig-zag di perairan waduk yang meliputi badan air Teluk, Tengah, dan Tepi.
Akuisisi data selama di lapangan dan
dilakukan secara real time dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ER60. Pengolahan data akustik lebih lanjut di lakukan dengan menggunakan perangkat lunak SONAR-4. Selama pendugaan stok dengan akustik juga dilakukan sampling komposisi jenis ikan dengan berbagai
24
macam alat tangkap (multi fishing gear) yaitu gill-net dari berbagai macam ukuran, jala, dan tangkul dari hasil tangkapan nelayan.
Tabel 3.4. Peralatan Akustik Untuk Pendugaan Stok Ikan No
Jenis alat
Kegunaan
1
Akustik: Portable Scientific Alat utama penduga stok ikan Echosounder SIMRAD EY-60, transducer 120 KHz
2
Satu Unit Portable Gienset, 1000 Pembangkitlistrikselamadalam Watt Perjalananpendugaanstok.
3
Kapal dari kayu, mesin berkekuatan Pengangkut peralatan, tempat memasang 3 GT. alat akustik di samping badan kapal.
4
Laptop.
Memory
>2
GB, Akuisisi data, selamaalatakustikberoperasi
Hardisk>80 GB
Didalamkapal
5
Personal Computer (PC). Memory Post-Prosessing data, dilakukan di >2 GB, Hardisk>80 GB laboratorium data.
6
Perangkatlunak ER60
Mengolah data echogram menjadi data data- threshold (Akuisisi data).
7
Perangkatlunak SONAR-4
Pengolahan data lanjutan, disimpan dalam ASCII
8
PerangkatlunakMicrosoft Exel
Tabulasi data.
3.4.4. Estimasi Jumlah Benih Ikan Untuk Penebaran Estimasi jumlah benih ikan pemakan plankton untuk penebaran dihitung dengan persamaan Kartamihardja (2007) sebagai berikut:
N = (Bf * Fc * Te/W)+M keterangan: N = jumlah ikan tebaran pada waktu awal (ekor) Bf = biomassa fitoplankton (kg/ha/tahun) Fc = kompetisi makan ikan tebaran dengan ikanlain (persentase volume fitoplankton yang dapat dimanfaatkan oleh ikan tebaran) 25
Te = transfer effisiensi biomassa fitoplankton keikan (4 - <10%) W = rata–rata berat ikan tebaran yang akandipanen (kg) M = mortalitas ikan tebaran (%)
3.4.5. Monitoring Kualitas Air Kualitas perairan meliputi fisika dankimia (Tabel 3.5). Pengumpulan data kualitas air secara stratifikasi kedalaman dari permukaan sampai dasar perairan. Lokasi pengamatan ditentukan yaitu daerah inlet, tengah dan outlet. Dengan cara Insitu: Kimia air melalui pengambilan sampel air dengan alat (water sampler) dengan kedalaman 1 m, 3 m, 5 m dan dasar. Pemeriksaan secara in situ menggunakan alat long cable yang langsung dikerjakan ditempat seperti suhu, pH, DHL, Oksigen terlarut (O 2). Sedangkan kecerahan menggunakan sechidish, kedalaman dengan depthsounder, dan T. Alkalinitas (metode titrasi Winkler). Dengan cara Eksitu: Sampel air diawetkan dengan pendinginan untuk dianalisa dilaboratorium Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum.
Tabel 3.5. Parameter dan metode analisis sampel air Parameter
Satuan
Metode dan peralatan
1. Suhu
0
C
Insitu. Termometer
2. Kecerahan
Cm
Insitu. Piring sechi
3. DHL
µS/ cm
Insitu. SCT meter
4. pH
Insitu. pH universal indicator
5. Clorofil-a
ug/Liter.
Metode kalorimetric
6. Oksigen terlarut
mg/L
Insitu,metode Winkler, titrimetri dengan 26
larutan thiosulfat sebagai titrant. 7. Produktivitas Primer
mg C/jam
Botol gelap botol terang
8. Kedalaman
M
Depth Sounder
8. PO4
mg/L
Spectrophotometric
9. TN
mg/L
Metode Nessler, Spectrophoto metric.
10. C-oragnik
%
Metode pengabuan
Sumber: APHA (1986).
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Daerah Sekitar Waduk Widas Dan Pondok. Waduk Widas merupakan salah satu dari beberapa waduk yang termasuk di Kabupaten Nganjuk yaitu : Waduk Widas, Waduk Kepuh, Waduk Sendang, Waduk Logawe, Waduk Sumbersono, Waduk Perning. Waduk tersebut dialiri oleh sungai Widas yang merupakan anak sungai Berantas yang hulu sungainya ada di pegunungan Wilis dan pegunungan Kendeng. Waduk Sungai Widas yang selesai dibangun tahun 1981 diberi nama Waduk Bening/Widas
kapasitas bruto 37,5 juta m3, kapasitas efektif 33 juta m3 .
Kegunaan utama waduk Bening yaitu untuk pertanian, pengendali banjir, dan tenaga air. Selain fungsi utama tersebut waduk Widas juga mempunyai arti penting bagi pariwisata dan perikanan (Direktori Data dan Informasi Kementerian Pekerjaan Umum, 2012., Sunaryo, et al. 2004 ). Waduk Widas mempunyai luas 570 ha terletak di dusun Petung, desa Pajaran, kecamatan Saradan, Perbatasan Kabupaten Nganjuk dan Madiun Jawa Timur, diresmikan oleh presiden Soeharto tahun 1984 (Ichwan ,2010). Waduk tersebut berjarak sekitar 40 km ke arah utara dari pusat kota Madiun, 15 km dari kota Caruban kea rah timur. Waduk tersebut terletak diantara perbukitan Gunung Wilis Madiun dan Gunung Pandan Bojonegoro, mampu mengairi sawah irigasi seluas 9.120 ha dan pembangkit tenaga listrik sebesar 0,65 MW. Waduk Widas dikelola oleh Jasa Tirta, lokasi waduk tersebut berada di Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan, di sekeliling waduk merupakan hutan jati milik Perhutani. Permasalahan Sungai utama di Waduk Widas yaitu sering terjadi banjir dari bagian hulu sehingga tampungan di Waduk Widas masih kurang, sedimentasi tinggi, kekeruhan tinggi (Jusieprutz, 2010).Waduk Widas juga merupakan tempat wisata. Obyek wisata berupa wisata air dengan menggunakan perahu motor keliling waduk, waisata pemancingan ikan, wisata perkemahan di sekitar hutan jati, wisata lainya berupa pemadangan alam pegunungan dan hutan jati.
Fasilitas Wisata : Aula pertemuan, taman bermain anak, warung makan,
musholla, sewa perahu, tempat pemancingan (Sichengger, 2011., Asmoro, G. 2012). Waduk Widas juga merupakan tempat mata pencaharian bagi nelayan. Hasil tangkapan ikan per tahun rata rata mencapai 283 ton/tahun, 496 kg/ha/tahun terdiri dari jenis ikan: Tombro, Tawes, Nila, Bandeng, Patin, Udang, Mas, Belida, Wader, Lohan, Gurami, Red Devil. Sudah terbentuk kelompok nelayan yaitu kelompok Mina Widas Makmur, terdiri dari 125 orang. (Dinas Peternakan dan Perikanan Madiun, 2012). Alat tangkap ikan yang 28
mereka gunakan yaitu jaring (gill-net), jala (cast net), pancing (hook line), telik/wuwu (pot traps). Waduk Pondok Ngawi,terletak di seputar desa Gandong, Suruh, Dampit, Kenongorejo Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur. Lokasi Waduk Pondok berdekatan dengan Waduk Sangingan desa Sumberbening, masih dalam wilayah Kecamatan Bringin Ngawi. Waduk Pondok kurang lebih 15 km dari Kota Ngawi Propinsi Jawa Timur, dikelola oleh Pengelola Wilayah Bengawan Solo. Pelaksanaan kontruksi dimulai pada tahun 1993 samapai 1995. Luas waduk sekitar 380 ha, volume efektif air 29.000.000 m3, muka air banjir 38,1 juta m3, muka air normal 30,9 juta m3, Volume Mati : 2,9 juta m3, Vol. Efektif : 28 juta m3, curah hujan tahunan 2000 mm. Waduk Pondok dibangun tahun 1995 dan diresmikan tahun 2000, pengelola waduk adalah Dinas Pariwisata.
Tipe Bendungan berdasarkan materi dan struktur bangunan diklasifikasikan
sebagai urugan batu dengan inti tanah dengan panjang puncak mencapai 298 m dan tinggi di atas dasar sungai : 30,67 m. Lebar puncak : 8 m, Tinggi di atas galian terdalam : 32 m, Elevasi puncak : EI + 110 m, Volume tubuh bendungan : 300.000 m3.( http://www. sinonimkata.com/2012., Sunaryo, et al. 2004). Fungsi utama waduk Pondok yaitu sebagai irigasi persawahan. Namun disamping fungsi utama tersebut juga punya fungsi lain yaitu sebagai daerah wisata dan perikanan. Jenis wisata di Waduk Pondok yaitu wisata pemancingan ikan, wisata air dengan menggunakan perahu motor/boat, lahan berkemah, taman bermain dan beberapa tempat rumah makan yang menyediakan maskan ikan khas waduk, wisata lainnya berupa pemandangan alam sekitar waduk yang dikelilingi oleh hutan mahoni dan pohon jati. Kegiatan perikanan di Waduk Pondok yaitu budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) dan perikanan tangkap. Jenis ikan yang dibudidayakan yaitu Patin, Nila Gurame (http://Ngawi-New.blogspot.com/2014). Kegiatan penangkapan ikan di waduk pondok dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jaring (gill-net), Jebakan (Cage Traps), jala (cast net), telik/bubu (pot traps), pancing (hook-line). Hasil tangkapan per tahun rata rata mencapai 128,7 ton/tahun terdiri dari jenis ikan: Tombro/Mas, Tawes, Nila, Bandeng, Patin, Udang, Belida, Lele, Lohan. Alat tangkap yang dominant yaitu Jaring , Jala, Pancing, Bubu, Serok (Dinas Pternakan dan Perikanan Ngawi, 2012). Kawasan Perikanan di Kabupaten Ngawi akan terkonsentrasi di wilayah Waduk Pondok yaitu di desa Gondang, Kecamatan Beringin dengan rencana penyediaan infrastruktur yang memadai baik lembaga penyuluhan, lembaga pengkajian, seperti LIPPI,
29
infrastruktur yang mendukung seperti jalan dan kelembagaan kelompok pembudidaya perikanan, lembaga perbankan dan koperasi perikanan serta pasar ikan.
30
4.2.1. Aspek Biologi Beberepa Jenis Ikan. A. Waduk Pondok a). Pakan Alami Ikan ikan Nila (Oreochromis nilotica). Metode Indeks bagian terbesar (indeks of preponderance) merupakan gabungan dari metode frekuensi kejadian dengan metode volumetrik. Indeks ini sering digunakan dalam studi kebiasaan makanan ikan dan menilai bermacam-macam makanan yang menjadi kesukaan ikan (Effendie, 1979). Analisis nilai indeks bagian terbesar dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan menurut
Natarajan dan Jhingran (1961) in
Effendie (1979) : IP(%)
Vi x O i n
V xO i 1
i
x 100
i
Keterangan : IP
= Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance)
Vi
= Persentase volume makanan ikan jenis ke-i
Oi
= Persentase frekuensi kejadian makanan jenis ke-i
n
= Jumlah organisme makanan ikan (i = 1,2,3,...n)
Untuk menganalisis kebiasaan makanan pada ikan, maka urutan makanan dibedakan dalam tiga kategori berdasarkan persentase Index of Preponderance (IP), yaitu : IP > 40 %
: Makanan utama
4 % ≤ IP ≤ 40 % : Makanan pelengkap IP < 4 %
: Makanan tambahan
Tidak semua makanan yang tersedia di perairan dapat dicerna dengan baik oleh ikan. Bahan-bahan yang terbentuk dari zat selulosa, silikat atau kapur, serta bahan yang terbungkus lendir tertentu tidak tercerna oleh ikan. Jumlah atau persentase makanan yang ditemukan dalam usus dibedakan dalam tiga kelompok yaitu, dalam jumlah besar disebut makanan utama, dengan indeks lebih dari 40 %, dalam jumlah lebih sedikit dengan indeks antara 4-40 % disebut makanan pelengkap, dan disebut makanan tambahan jika ditemukan dalam jumlah sangat sedikit, dengan indeks kurang dari 4 % (Nikolsky, 1963). Persentase 31
Jenis organisma yang dimakan dengan bagian terbesar (IP) dapat menunjukkan suatu ikan masuk dalam kelompok karnivora, herbivora, atau omnifora. dll 4%
IP Ikan Nila Waduk Pondok Chorella 14%
Serasah 28%
Cloeslastrum 18% Merismopedia 10%
Pleodorina 3% Ulotrix Scenedesmus 2% Synedra 1%
Staurastrum 2%
5%
Phacus Pediastrum 2% 4%
Navicula 3%
Cosmarium 2% Diatoma 2%
Gambar 4.2.1.1. Indeks Propenderance Ikan Nila Di Waduk Pondok Analisa makanan yang dilakukan pada bagian saluran pencernaan yaitu usus, yang mewakili sepanjang usus, diasumsikan makanan pada bagian pangkal tengah dan ujung usus dapat mewakili analisa pakan ikan, termasuk analisa pakan yang belum tercerna sempurna, sehingga organisme makanan lebih mudah diidentifikasi. Makanan ikan Nila secara umum didapatkan sebanyak 8 hingga 9 jenis makanan, yang terdiri atas 3 bagian fragmen tumbuhan, tercerna dan lain-lain atau tidak teridentifikasi. (Gambar 4.2.1.1). Proporsi IP terbesar pada ikan Nila tercantum dalam Gambar 4.2.1.1. adalah fragsi tumbuhan yang sudah halus, namun masih dapat di identifikasi sebagai tumbuhan, dan tercerna yaitu lebih besar 50 % dari total makanan yang teridentifikasi, sehingga tumbuhan (serasah) merupakan makanan utama bagi ikan Nila di Waduk Pondok. Adapun makanan pelengkap dan tambahan terdiri atas beragam plankton lainnya (0,2 %), plankton (3,9 %), tercerna (13 %), un identifikasi (2.9 %). Berdasarkan jenis makanan yang ditemukan pada isi saluran percernaan ikan nila , maka dapat digolongkan sebagai ikan herbivora (pemakan tumbuhan). Jika ditinjau lebih lanjut, plankton sangat dimanfaatkan oleh ikan nila termasuk ikan nila yang dewasa, merupakan makanan yang selalu dimanfaatkan ikan Nila sebagai makanan selalu terikut 32
pada setiap ukuran ikan Nila. Ikan digolongkan stenophagic karena Jenis pakan alami yang didapatkan selama penelitian hanya beberapa macam, yaitu fragmen ikan, dan lain-lain yang tercerna tetapi tidak terdeteksi lagi. Indeks bagian terbesar (index of propenderance) adalah tumbuhan sebesar 80 % sebagai makanan utama terdapat pada saluran pencernaan pada ikan yang berasal dari area sekitar perairan waduk Pondok pada pengamatan (Gambar 4.2.1.1).
Nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa ikan Nila tergolong
herbivora cendrung planktonivore. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri ikan kelompok herbivor, yaitu mempunyai jenis mulut inferior simetris (Kottelat et al., 1993). Berbadan ramping sehingga dapat masuk ke bagian-bagian yang banyak tumbuhan.
Diketahui bahwa
disekitar tumbuhan tersebut umumnya tempat berkumpul plankton. Bukaan mulut sedang – besar, bergigi halus disertai bentuk usus yang halus panjang. sehingga dapat makanan (berupa tumbuhan) dapat dicerna dalam waktu yang relatif lebih lama. Makanan merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan dan kelimpahan ikan di suatu perairan. Makanan yang dikonsumsi ikan sering mengalami perubahan dengan perubahnya ukuran ikan (Oliveira et al.; 2004). Ikan mempunyai kemampuan untuk berubah-ubah (plasticity) yang besar dalam hal makanan (Lowe-McConnel, 1987) guna mempertahankan kehadirannya (survive) di habitatnya. Perubahan konsumsi jenis organisme makanan dapat terjadi karena musim (Wootton, 1990).
b. Indeks Kepenuhan Lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis nilotica). Indeks kepenuhan lambung (ISC) merupakan indikator untuk menunjukkan aktifitas makan dari ikan ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan mengetahui persentase tingkat konsumsi pakan relatifnya. Nilai indeks kepenuhan lambung diperoleh dengan membandingkan berat isi lambung dan berat individu ikan secara keseluruhan. Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis niloticus) secara keseluruhan berkisar antara 2,108 hingga 6,184 dengan rata-rata 4,083. Indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila berfluktuasi, Hal ini berhubungan dengan panjang relative ikan Nila (Tabel 4.2.1.1.). Panjang usus lebih panjang dari pada panjang tubuh atau ikan yang mempunyai panjang relative yang lebih besar akan mencerna makanan lebih lama jika dibandingkan dengan yang mempunyai usus lebih pendek. Menurut Effendi (2001) ikan yang mempunyai usus lebih panjang akan mencerna makanan lebih lama.
33
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Waduk Pondok 5,333
17
3,709
15
2,604
13 2,108
11
2,642 2,727
7
2,641
5,953 4,895
2,641
9
6,184 6,063
3,709
5 3
2,108
1
6,063
5,953
2,604 5,133
Gambar 4.2.1.2. Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Waduk Pondok 2016 Tabel 4.2.1.1. Indeks Kepenuhan Lambung dan Perbandingan Panjang Usus dengan Panjang Tubuh Ikan Nila di Waduk Pondok. ISC
2,73
2,64
2,11
2,64
4,89 2,60
5,95
3,71
6,06 5,33
L Usus : L
2,07
4,07
5,89
4,07
3,50 2,44
6,17
7,92
5,61 7,84
Kesimpulan Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis niloticus) secara keseluruhan berkisar antara 2,11 hingga 6,06. Makanan ikan Nila secara umum didapatkan sebanyak 8 hingga 9 jenis makanan, yang terdiri atas 3 bagian fragmen tumbuhan, tercerna dan lain-lain atau tidak teridentifikasi. Tergolong ikan herbivore, dengan indeks bagian terbesar isi saluran pencernaan adalah tumbuhan, dan tercerna yaitu lebih besar 50 % dan makanan pelengkap dan tambahan terdiri atas beragam plankton lainnya (0,2 %), plankton (3,9 %), tercerna (13 %), un identifikasi (2.9 %). c. Pakan Alami Ikan Tawes (Barbodes gonionotus) Dari Gambar 4.2.1.3 dapat dilihat bahwa ikan Tawes diwaduk Pondok yang teridentifikasi memakan pellet sebagai makanan utama dan tumbuhan berupa serasah sebagai makanan pelengkap, sementara fitoplankton sebagai tambahan. Hal ini berbeda dengan penelitian di waduk penjalin, bahwa Ikan tawes lebih banyak memanfaatkan fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae sebesar 35,00% dimana genus yang dominan ditemukan adalah Navicula sp (Hedianto et.al, 2013). Hal ini dimungkinkan ikan tawes yang diperiksa kebiasaan makannya adalah ikan yang berasal dari hasil tangkapan nelayan 34
dengan menggunakan jebakan, dimana dalam proses penangkapannya menggunakan pellet dan dedak sebagai umpan. Synedra 1%
IP Ikan Tawes Waduk Pondok
Gomphospharia Diatoma Ulotrix 3% 2% 2% dll 11%
Anacystis 7% Cyclotella 3%
serasah 29% pellet 38%
kulit padi 4%
Gambar 4.2.1.3. Indeks Propenderance Ikan Tawes Di Waduk Pondok d. Indeks Kepenuhan Lambung (ISC) Tawes (Barbodes gonionotus). Indeks kepenuhan lambung (ISC) merupakan indikator untuk menunjukkan aktifitas makan dari ikan. Nilai indeks kepenuhan lambung diperoleh dengan membandingkan berat isi lambung dan berat individu ikan secara keseluruhan.
Gambar 4.2.1.4. Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Tawes Di Waduk Pondok Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Tawes (Barbodes gonionotus) secara keseluruhan terbagi tiga kelompok besaran yaitu : 0,277; 1,666 dan 7,131. Indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan tawes sangat tiga kelompok ini jauh berbeda 35
antara kelompok satu dengan kelompok dua dan tiga. Seperti halnya ikan nila, ikan ukuran besar memanfaatkan pakan alami lebih banyak, dengan panjang usus yang lebih panjang. Sehingga kepenuhan isi lambung lebih banyak dan lama tersimpan di dalam lambung selama proses metabolisme pakan. Ikan herbivora lebih lama proses metabolisme. Panjang usus lebih panjang dari pada panjang tubuh atau ikan yang mempunyai panjang relative yang lebih besar akan mencerna makanan lebih lama jika dibandingkan dengan yang mempunyai usus lebih pendek. Menurut Effendi (2001) ikan yang mempunyai usus lebih panjang akan mencerna makanan lebih lama. e. Jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Nila (Oreochromis nilotica). Gambar 4.2.1.5, memperlihatkan rasio kelamin jantan betina ikan Nila berkisar antara 0,58 hingga 0,67 dengan rata-rata 0,63. Rasio kelamin jantan berbanding dengan betina 1: 1 disebut agregasi atau rasio yang seimbang, sedangkan rasio yang tidak seimbang disebut segregasi. Menurut Bal dan Rao (1984) dalam Haryati et al., (2005) segregasi atau agregasi jantan dan betina ada hubungannya dengan tabiat makan, memijah dan migrasi dari tiap jenis ikan.
Frekuensi (%)
Rasio Kelamin 100% 80% 60% 40% 20% 0%
Sex Rasio Ikan Nila Waduk Pondok Sex Rasio 0,67 0,625
Betina
0,58
Jantan Feb
April
Sept
NK Ikan Nila Waduk Pondok
Feb
April
Sept
Gambar 4.2.1.5. Rasio Kelamin Ikan Nila di Waduk Pondok Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus) memiliki ciri seksual sekunder berupa bentuk tubuh, tetapi untuk menentukan jenis kelamin diduga melalui pembedahan dengan melihat secara morfologi gonad dari masing-masing ikan contoh. Gonad betina berwarna kuning sedangkan untuk gonad jantan berwarna putih. Kemudian ditentukan tingkat kematangan gonad seperti terlihat pada Tabel 4.2.1.2. Gonad dikeluarkan dari tubuh ikan contoh lalu ditimbang berat totalnya. Tingkat kematangan gonad diamati secara visual dengan cara membedah perut ikan dan dilihat tingkat perkembangan gonadnya (Lagler et al., 1977 ; Miller, 1984). 36
Tabel 4.2.1.2 Tingkat Kematangan Gonad Ikan menurut Cassie in Effendie (1997). TKG Betina
Jantan
Ovari seperti benang, panjang Testes seperti benang, lebih pendek, ujungnya I
sampai ke depan tubuh, warna dirongga tubuh, warna jernih. jernih dan permukaan licin Ukuran lebih besar, pewarnaan Ukuran testes lebih besar, pewarnaan putih
II
gelap kekuningan, telur belum susu, bentuk lebih jelas dari TKG I terlihat jelas Ovari berwarna kuning, secara Permukaan testes nampak bergerigi, warna
III
morfologi telur sudah kelihatan makin putih, dalam keadaan diawetkan mudah butirnya dengan mata Ovari
makin
berwarna IV
besar,
kuning,
putus telur Seperti TKG III tampak lebih jelas testes mudah makin pejal, dan rongga tubuh mulai penuh,
dipisahkan, butir minyak tak warna putih susu nampak, mengisi ½ - 2/3 rongga tubuh, usus terdesak bagian rongga tubuh Ovari berkerut, dinding tebal, Testes bagian belakang kempis dan bagian
V
butir telur sisa terdapat didekat dekat pelepasan masih terisi. pelepasan
Ikan contoh yang dibedah untuk pengamatan TKG sebanyak 75 ekor, dengan rincian jantan 46 ekor betina 29 ekor. Didapatkan tingkat kematangan gonad dengan tingkat I hingga IV dan spent. Ikan jantan mempunyai TKG I sebanyak 15 ekor, TKG II 13 ekor, TKG III sebanyak 10 ekor.
Ikan Betina sebanyak 29 ekor dengan TKG I
sebanyak 9 ekor, TKG II sebanyak 9 ekor, TKG III sebanyak 3 ekor, TKG IV sebanyak 7 ekor dan yang sudah TKG V/ spent sebanyak 1 ekor (Tabel 4.2.1.3). TKG III dan IV pada umumnya dapat ditemukan sepanjang bulan pengamatan antara bulan September hingga Maret, namun diduga mencapai puncak pemijahan pada bulan Januari hingga 37
Februari di habitat pemijahan, misalnya di rumpon tempat sekumpulan eceng gondok yang berada di inlet-inlet dan sepanjang pinggiran waduk Pondok.
Hal ini diduga karena
banyak terdapat pakan alami dan terlindung dari gangguan, dan banyak tempat untuk menempelkan telur jika memijah, diketahui ikan nila adalah ikan yang menempelkan telurnya di subsrtat setelah terjadi pembuahan.
Tabel 4.2.1.3. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila di Waduk Pondok TKG
Jantan
Betina
Jumlah
I
15
9
24
II
13
9
22
III
10
3
13
IV
5
7
12
V
3
1
4
Jumlah
46
29
75
f. Fekunditas Fekunditas ikan Nila dihitung berdasarkan contoh ikan dengan TKG IV. Pada ikan nila dengan panjang total berkisar antara 16,1 cm dan berat 77 gram, berat gonad 1,495 gram, didapatkan IKG 1,495 % fekunditas sebesar 1.740 butir telur. Kisaran diameter telur dari 100 butir yaitu berkisar 1,00-2,65mm dengan rata-rata 1,9125 mm. Hunter et al (1992) menyatakan bahwa fekunditas total adalah jumlah telur yang terdapat di dalam ovary yang akan dikeluarkan pada waktu memijah.
Jumlah telur dalam ovary
menunjukkan potensi reproduksi ikan. Besarnya fekunditas satu spesies ikan antara lain dipengaruhi factor luar seperti lingkungan dan ketersediaan makanan bagi calon induk tersebut, sedangkan factor dari dalam antara ain genetis, panjang, berat dan umur ikan tersebut (Wootton, 1979; Royce, 1984). Habitat pemijahan (spawning ground) bagi ikan nila hampir di semua bagian waduk Pondok, terutama di tempat yang lebih jernih dan yang kaya pakan alami ikan. Sedangkan ikan Tawes memijah pada musim penghujan. Ikan matang gonad pada umur kurang lebih 8 bulan dengan ukuran panjang 20 cm berat 175 gram dengan fekunditas berkisar antara 25.980-86.916 butir. Telur mengendap pada daerah domersal atau dasar perairan (Utomo et.al, 2014).
38
Frekuensi (%)
g. Jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Tawes (Barbodes gonionotus). 100% 80% 60% 40% 20% 0%
Sex Rasio Ikan Tawes Waduk Pondok Sex Rasio
4,60
Betina Jantan Feb
April
1,50
Sept
NK Ikan Tawes Waduk Pondok
0,75
Feb
April
Sept
Gambar 4.2.1.6. Rasio Kelamin Ikan Tawes di Waduk Pondok Tabel 4.2.1.4. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tawes di Waduk Pondok TKG
Jantan
Betina
Jumlah
I
5
3
8
II
5
5
10
III
9
6
15
IV
14
21
35
V
0
3
3
Jumlah
33
38
71
Jumlah ikan contoh yang dibedah sebanyak 71 ekor, terdiri dari 38 ekor betina dan 33 ekor jantan sehingga perbandingannya 1:0,8 antara 1,5 pada bulan Februari, 4,6 bulan April dan 0,75 pada bulan September.Dari keseluruhan ikan contoh didapatkan sebanyak 50 % matang gonad, 21 % tingkat kematangan III dan 0,4 % sudah melewati masa memijah (Spent). Dari pengamatan tingkat kematangan gonad ikan Tawes memijah sepanjang tahun dengan puncak pemijahan di awal musim hujan. B. Waduk Widas. a. Pakan Alami Ikan ikan Nila (Oreochromis nilotica). Pengamatan makanan ikan Nila dilakukan pada saluran pencernaan (usus). Makanan ikan Nila secara umum didapatkan sebanyak 7 kelompok jenis organisme 39
makanan, tumbuhan air (Gambar 4.2.1.7). Proporsi IP terbesar pada ikan Nila adalah serasah/tumbuhan air sebesar 69 %, sehingga tumbuhan air merupakan makanan utama bagi ikan Nila di waduk Widas. Adapun makanan pelengkap terdiri atas makanan tambahan yaitu tujuh jenis fitoplankton (16%), tidak terdiedntifikasi 15 %. Berdasarkan jenis organisme makanan yang ditemukan pada lambung ikan nila, maka dapat digolongkan sebagai ikan herbivora (pemakan tumbuhan). dll 5%
Diatoma Cloeslastrum 2% 1%
Pediastrum 4% Synedra Phacus Pleodorina 2% 2% 3% Ulotrix Cyclotela 1% 11%
Serasah 69%
Gambar 4.2.1.7. Indeks Propenderance ikan Nila Di Waduk Widas b. Indeks Kepenuhan Lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis nilotica). Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan nila di waduk Widas berkisar antara 0,335 – 2,77 (Gambar 4.2.1.8), terihat nilai ISC ikan Nila di waduk Widas terdapat dalam 5 kelompok yaitu : 0,34; 0,76; 0,81; 1,34; dan 2,7. Hal ini menunjukkan bahwa ikan dengan berbagai ukuran aktif mencari makan pada lokasi yang sama. Ikan dengan ukuran besar mempunyai isi lambung lebih penuh dan lebih survive dengan adanya perubahan lingkungan. Menurut Lagler (1972), tingkat keaktifan ikan untuk mencari makan pada suatu lingkungan lebih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain umur, ketersediaan makanan, ukuran makanan dan selera ikan terhadap makanan.
40
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Waduk Widas 0,813
10 9
0,335 0,763
8
1,341
7 0,813
6 5
0,335 1,34
4
2,072
3 2
0,762 2,77
1
Gambar 4.2.1.8. Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Waduk Widas 2016 c. Jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis nilotica). Jenis Kelamin Ikan Nila dengan lambung berisi yang didapatkan selama pengamatan berjumlah 941 ekor terdiri atas 620 ekor ikan jantan dan 321 ekor ikan betina, sehingga nisbah kelamin ikan jantan dan ikan betina adalah 1 : 0,5 . Dari Grafik terlihat ikan jenis kelamin jantan lebih banyak tertangkap. Namun pada bulan September perbandingan jantan dan betina hampir seimbang, dan ikan betina lebih banyak tertangkap (Gambar 4.2.1.9).
Frekuensi (%)
100% 80% 60% 40%
Betina
20%
Jantan
0% Feb April Juli Sept NK Ikan Nila Waduk Widas
Gambar 4.2.1. 9. Rasio Kelamin Ikan Nila di Waduk Widas
41
Tingkat Kematangan Gonad Ikan contoh yang dibedah sebanyak 941 ekor, didapatkan tingkat kematanagn gonad I, II, III, dan IV. Sebanyak 12 % (116 ekor) berada pada Tingkat kematangan gonad IV yaitu ikan Nila jantan 56 ekor dan betina 60 ekor. Dari Tabel 4.2.1.5 terlihat bahwa ikan Nila di waduk Widas dengan TKG I-IV dalam jumlah yang hampir sama. Hal ini indikasi ikan Nila dapat memijah sepanjang tahun. Tabel 4.2.1.5. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila di Waduk Widas TKG
Jenis Kelamin
I
II
JUMLAH
III
IV
(ekor)
BETINA
49
142
70
60
321
JANTAN
257
204
103
56
620
JUMLAH
306
346
173
116
941
d. Pakan Alami Ikan Tawes (Barbodes gonionotus) Berdasarkan jenis organisme makanan yang ditemukan pada lambung ikan Tawes, maka dapat digolongkan sebagai ikan herbivora (pemakan tumbuhan). Proporsi IP organisme tumbuhan isi saluaran pencernaannya (usus) ikan Tawes didapatkan sebesar 76 %. Organisme hewani sebesar 2 % dan detritus sebesar 4 % , dan plankton 18 % (Gambar 4.2.1.10). Oleh karena itu, ikan Tawes merupakan tipe ikan herbivora, namun dapat memanfaatkan detritus yang ada di perairan. IP Ikan tawes waduk widas
Coscinodiscus 3% Cyclotella synedra Scenedesmus Naviculla 1% 4% 4% Colaps 1% 4% Diatoma 1%
dll 4%
potongan serangga 1% Sisik ikan 1%
serasah 76%
Gambar 4.2.1.10. Indeks Propenderance Ikan Tawes Di Waduk Widas 42
e. Indeks Kepenuhan Lambung (ISC) Tawes (Barbodes gonionotus). Indeks kepenuhan lambung ikan Tawes di waduk Widas berkisar antara 0,074 hingga 2,8. Gambar 4.2.1.11 memperlihatkan hanya 25 % ikan tawes yang mempunyai lambung yang penuh. Hal ini diduga ikan contoh yang didapatkan dengan alat tangkap jaring, sudah melampaui waktu makan pada saat jaring diangkat sehingga sebagian besar saluran pencernaannya (usus) sebagian besar sudah kosong. Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Tawes Di Waduk Widas 4
3
2
0,074
0,174
0,478
2,777
1
Gambar 4.2.1.11. Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Tawes Di Waduk Widas 2016 f. Jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Tawes (Barbodes gonionotus). Jenis Kelamin Ikan contoh yang dibedah sebanyak 29 ekor untuk melihat perbandingan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonadnya. Ikan jantan sebanyak 12 ekor dan ikan betina sebanyak 17 ekor. Sehingga nisbah kelamin ikan jantan dan ikan betina adalah 1 : 1,4 . Dari Grafik terlihat ikan jenis kelamin jantan lebih banyak tertangkap. Namun pada bulan Februari dan September cendrung ikan betina lebih banyak tertangkap (Gambar 4.2.1.2). Ha ini berkaitan dengan musim pemijahan dari akhir tahun hingga awal tahun.
43
Sex Rasio Ikan Tawes Waduk Widas
Frekuensi (%)
100%
Sex Rasio 3
80% 60% 40%
Betina
20%
Jantan
2 1,2
1
0% Feb April Juli Sept NK Ikan Tawes Waduk Widas
Feb
April
Juli
Sept
Gambar 4.2.1.12. Rasio Kelamin Ikan Tawes di Waduk Widas Tingkat Kematangan Gonad Ikan contoh yang dibedah sebanyak 29 ekor, didapatkan tingkat kematanagn gonad I (6 ekor), II (12 ekor), III (2 ekor), IV (8 ekor) dan V (1 ekor). Sebanyak 27 % (8 ekor) berada pada Tingkat kematangan gonad IV ikan betina dan 3 % sudah spent atau sudah memijah. Dari Tabel 4.2.1.6 terlihat bahwa ikan Tawes di waduk Widas dengan TKG terkelompok dua bagian TKG I-II (18 ekor) dan TKG IV-V (9 ekor) . Hal ini indikasi ikan Tawes cendrung mengalami musim atau waktu pemijahan yang tertentu (akhi dan awal tahun).
Tabel 4.2.1.6. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tawes di Waduk Widas TKG
Jenis
JUMLAH
Kelamin
I
II
III
IV
V
(ekor)
BETINA
3
3
2
8
1
17
JANTAN
3
9
0
0
0
12
JUMLAH
6
12
2
8
1
29
44
C. Ukuran panjang pertama kali matang gonad beberapa jenis ikan di waduk Pondok dan Widas. Berdasarkan ikan contoh yang di dapatkan melalui pengamatan tingkat kematngan gonad, maka ukuran panjang ikan pertama kali matang gonad di waduk Pondok untuk ikan Nila (Oreochromis nilotica) ; 13,5 Cm, Ikan Red Devil (Amphilopus labiatus) ; 15 Cm, ikan Tawes (Barbodes gonionotus) ; 17,1 Cm. Di waduk Widas, ikan Nila 23 Cm, ikan Red devil ; 16,8 Cm, ikan Tawes ; 23,3 Cm, ikan Belida (Notopterus notopterus) ; 26,8 Cm, dan ikan kutuk atau gabus (Channa striata) ; 37,8 Cm. Kesimpulan Ikan Nila matang gonad (TKG III dan IV) didapatkan antara bulan Februari hingga Nopember. Tingkat kematanagn gonad III terdapat pada setiap pengamatan, diduga ikan nila memijah sepanjang tahun. Indeks kematangan gonad yaitu 1,495% pada ikan dengan panjang total 16,1 cm dan 77 gram. Fekuditas mencapai 1.740 butir, dengan rata-rata diameter telur 1,9125mm. Rasio kelamin berkisar antara 0,61 – 1,14 dan rata-rata 0,76. Ikan-ikan dominan di waduk Pondok dan Widas adalah kelompok herbivora (pemakan tumbuhan), pakan tambahan dan yang terikut terutama fitoplankton. Ikan Nila di waduk Pondok mempunyai Indeks kepenuhan lambung (ISC): 2,108-6,184, Sex rasio 1:1. Sedangkan ikan Tawes ISC nya: 2,8-7,13. Sedangkan Di Waduk Widas ikan nila mempunyai ISC 0,335-2,77, sex rasio 1:0,5, Ikan Tawes mempunyai ISC: 0,074-2,77. Sex rasionya 1: 1,4.
45
4.2.2.Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi A. Hubungan Panjang Berat. Hubungan panjang dan berat merupakan salah satu aspek biologi perikanan yang perlu dianalisa pada ikan. Panjang tubuh sangat berhubungan dengan berat, semakin panjang tubuh ikan maka semakin berat pula bobot ikan tersebut. Hubungan bobot-panjang serta distribusi panjang ikan sangat perlu diketahui untuk mengkonservasi secara statistik hasil tangkapan dalam bobot ke jumlah ikan, untuk menduga besarnya populasi dan menduga laju kematiannya. Data hubungan berat-panjang juga diperlukan dalam manajemen perikanan untuk menentukan selektifitas alat agar ikan-ikan non target tidak ikut tertangkap. Hal ini dilakukan agar kenormalan pertumbuhan ikan dapat diketahui sedini mungkin. Sebuah perubahan berat dan panjang memperlihatkan umur dan kelas kelompok tahun ikan. Data panjang berat ikan juga dapat digunakan untuk menaksirkan daya dukung stock perikanan tangkap. Selain itu, data panjang dan berat dapat juga menggambarkan petunjuk penting tentang perubahan iklim dan lingkungan. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon, dan lingkungan ( zat hara ). Ketiga faktor tersebut bekerja saling mempengaruhi, baik dalam arti saling menunjang maupun saling menghalangi untuk mengendalikan perkembangan ikan ( Fujaya, 1999 ). Hubungan panjang dan berat ikan memberikan suatu petunjuk keadaan ikan, baik itu dari kondisi ikan itu sendiri dan kondisi luar yang berhubungan dengan ikan tersebut. Diantaranya adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Pada keturunan yang berasal dari alam sangat sulit di kontrol, untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, ikan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda pada tingkatan umur dimana waktu muda pertumbuhannya cepat, dan ketika tua menjadi lamban. Faktor luar yang utama ialah makanan dan suhu perairan. Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari ikan tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh (Effendi, 2002 ).
a). Analisa Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Pondok Hubungan panjang berat dari ikan Nila di Waduk Pondok pada bulan Februari, April dan September 2016 dapat dilihat pad Gambar 4.2.2.1
46
Hub Panjang Berat Ikan Nila Waduk Pondok Feb 2016
100 60
y = 0,0689x2,464 R² = 0,7934
80 Berat (gr)
Berat (gr)
100
y = 0,023x2,9253 R² = 0,8636
80
Hub Panjang Berat Ikan Nila Waduk Pondok April 2016
40 20
60 40 20 0
0 0
5
10 15 Panjang (cm)
5
10 15 Panjang (cm)
20
Hub Panjang Berat Ikan Nila Waduk Pondok Sept 2016
100
y = 0,0152x3,0843 R² = 0,97
80 Berat (gr)
0
20
60 40 20 0 0
5
10
15
20
Panjang (cm)
Gambar 4.2.2.1 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Pondok Analisa persamaan garis eksponensial yang didapat membentuk grafik hubungan panjang berat pada bulan Februari didapatkan nilai b = 2,925 (mendekati nila 3). Setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (0,248) < t-tabel (3,223) yang berarti nilai b = 3 artinya yaitu menunjukan hubungan yang isometrik atau pertumbuhan berat ikan Nila seimbang dengan pertumbuhan panjangnya. Hasil analisa pada bulan April hubungan panjang berat pada ikan Nila memiliki nilai b = 2,464, setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (2,256) > t-tabel (2,042) yang berarti pertumbuhannya besifat allometrik negatif, dimana nilai b < 3 artinya pertumbuhan berat ikan Nila lebih lambat dibanding pertumbuhan panjangnya. Sedangkan pada bulan September didapatkan nilai b = 3,084 (mendekati nilai 3). Setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (1,0521) < t-tabel (2,011) yang berarti nilai b = 3. Hal ini menunjukan pertumuhan ikan pada bulan tersebut bersifat isometrik atau pertumbuhan berat ikan Nila seimbang dengan pertumbuhan panjangnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1979), bahwa nilai b<3, menyatakan bahwa pertumbuhan panjang lebih cepat dari pada pertumbuhan beratnya, sedangkan nilai b=3 menyatakan pertumbuhan berat seimbang dengan laju pertumbuhan panjang. Selain itu Gambar .... juga menunjukkan grafik hubungan panjang berat dengan nilai korelasi antara pertambahan 47
panjang dan pertambahan berat yang lebih tinggi pada bulan September (0,970) dibandingkan pada bulan Februari (0,663) dan April (0,793). b). Analisa Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Pondok Hubungan panjang berat dari ikan Tawes di Waduk Pondok pada bulan Februari, April dan September 2016 dapat dilihat pad Gambar 4.2.2.2 Hub Panjang Berat Ikan Tawes 400 Waduk Pondok April 2016
y = 0,0078x3,181 R² = 0,9737
80 60
Berat (gr)
Berat (gr)
100
Hub Panjang Berat Ikan Tawes Waduk Pondok Feb 2016
40 20 0 0
10 Panjang (cm)
y = 0,0049x3,3416 R² = 0,9885
200 100 0 0
10 20 Panjang (cm)
30
Hub Panjang Berat Ikan Tawes Waduk Pondok Sept 2016
250
y = 0,0075x3,1519 R² = 0,9908
200 Berat (gr)
20
300
150 100 50 0 0
10 20 Panjang (cm)
30
Gambar 4.2.2.2 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Pondok Analisa persamaan garis eksponensial yang didapat membentuk grafik hubungan panjang berat pada bulan Februari didapatkan nilai b = 3,181 . Setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (0,693) < t-tabel (2,447) yang berarti menunjukan pertumbuhan isometrik atau pertumbuhan berat ikan Tawes seimbang dengan pertumbuhan panjangnya. Pada bulan April analisa pada ikan Tawes memiliki nilai b = 3,341, setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (4,747) > t-tabel (2,052) yang berarti pertumbuhannya besifat allometrik positif, dimana nilai b > 3 artinya pertumbuhan berat ikan Nila lebih cepat dibanding pertumbuhan panjangnya. Hasil analisa pada bulan September didapatkan nilai b = 3,152 . Hasil uji t menunjukkan ternyata t-hitung (3,353) > t-tabel (2,012). Hal ini menunjukan pertumbuhan ikan pada bulan tersebut bersifat alometrik positif (b>3) atau pertumbuhan berat ikan Nila 48
lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya. Pertumbuhan aloletrik positif ini diduga berhubungan dengan perkembangan gonad ikan, atau ikan mengalami kematangan gonad pada bulan tersebut. Gambar 4.2.2.2 juga menunjukkan grafik hubungan panjang berat dengan nilai korelasi yang sangat tinggi pada ke- 3 bulan tersebut. Pada bulan Februari (0,973), April (0,988) dan September (0,990), semua mendekati nilai 1 yang berati bahwa antara pertambahan panjang dan pertambahan berat mempunyai korelasi yang sangat tinggi. c). Analisa Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Widas Hubungan panjang berat dari ikan Nila di Waduk Widas pada bulan Februari, April dan September 2016 dapat dilihat pada Gambar 4.2.2.3 800
y = 0,0663x2,5933 R² = 0,8968
150
Berat (gr)
Berat (gr)
200
Hub Panjang Berat Ikan Nila Waduk Widas Feb 2016
100 50 0 0
10 20 Panjang (cm)
y = 0,037x2,7911 R² = 0,9753
600 400 200 0
30
0
20 Panjang (cm)
40
Hub Panjang Berat Ikan Nila Waduk Widas Sept 2016
1500 Berat (gr)
Hub Panjang Berat Ikan Nila Waduk Widas April 2016
y = 0,0284x2,8932 R² = 0,9885
1000 500 0 0
10
20 30 Panjang (cm)
40
50
Gambar 4.2.2.3 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Widas Analisa persamaan garis eksponensial yang didapat membentuk grafik hubungan panjang berat pada bulan Februari didapatkan nilai b = 2,593. Setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (2,656) > t-tabel (2,030). Nilai b < 3 yang menunjukan laju pertumbuhan bersifat alometrik negatif atau pertumbuhan berat ikan Nila lebih lambat dengan pertumbuhan panjangnya. Begitu juga hasil analisa pada bulan April hubungan panjang berat pada ikan Nila memiliki nilai b = 2,791, setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (2,155) > t-tabel 49
(2,069) yang berarti pertumbuhannya juga besifat alometrik negatif, dimana nilai b < 3 artinya pertumbuhan berat ikan Nila lebih lambat dibanding pertumbuhan panjangnya.
Pada bulan September hasil analisa yang didapatkan nilai b = 3,084 (mendekati 3). Setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (1,677) < t-tabel (2,055) yang berarti laju pertumbuhan ikan pada bulan tersebut bersifat isometrik atau pertumbuhan berat ikan Nila seimbang dengan pertumbuhan panjangnya. Gambar 4.2.2.3 juga menunjukkan grafik hubungan panjang berat dengan nilai korelasi antara pertambahan panjang dan pertambahan berat yang lebih tinggi pada bulan September (0,988) dibandingkan pada bulan Februari (0,896) dan April (0,975), namun ketiganya masih memiliki korelasi yang cukup tinggi. d). Analisa Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Widas Hubungan panjang berat dari ikan Tawes di Waduk Widas pada bulan Februari, April dan September 2016 dapat dilihat pad Gambar 4.2.2.4
300 250 200 150 100 50 0
200
y= R² = 0,6297
0
10
20
Berat (gr)
0,366x2,0003
Hub Panjang Berat Ikan Tawes Waduk Widas April 2016 y = 0,032x2,7758 R² = 0,8972
150 100 50 0
30
-
Panjang (cm)
10,0 20,0 Panjang (cm)
Hub Panjang Berat Ikan Tawes Waduk Widas Sept 2016
800
y = 0,0037x3,4344 R² = 0,9554
600 Berat (gr)
Berat (gr)
Hub Panjang Berat Ikan Tawes 350 Waduk Widas Feb 2016
400 200 0 0
10
20 Panjang (cm)
30
40
Gambar 4.2.2.4 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Widas 2016 50
30,0
Analisa persamaan garis eksponensial yang didapat membentuk grafik hubungan panjang berat pada bulan Februari didapatkan nilai b = 2,003 (dibawah 3). Setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (2,439) > t-tabel (2,120) yang berarti
menunjukan pertumbuhan
alometrik negatif atau pertumbuhan berat ikan Tawes lebih lambat dari pertumbuhan panjangnya. Pada bulan April analisa pada ikan Tawes memiliki nilai b = 2,775 (di bawah 3). Namun setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (1,350) < t-tabel (2,032) yang berarti pola pertumbuhannya besifat isometrik yang artinya pertumbuhan berat ikan Tawes sama dengan pertumbuhan panjangnya. Hubungan panjang-berat ikan tidak seimbang, hal ini diperkirakan karena lingkungan hidup ikan yang kurang mendukung Hasil analisa pada bulan September didapatkan nilai b = 3,434 (di atas 3). Hasil uji t menunjukkan ternyata t-hitung (3,201) > t-tabel (2,035). Hal ini menunjukan pertumbuhan ikan pada bulan tersebut bersifat alometrik positif atau pertumbuhan berat ikan Nila lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya. Pertumbuhan alometrik positif ini diduga berhubungan dengan perkembangan gonad ikan, atau ikan mengalami kematangan gonad pada bulan tersebut. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian (Abdullatif, 1982; Almeida et al, 2010; Djunaedi, 1982) yang menjelaskan bahwa pola pertumbuhan ikan dan udang yang sedang mengalami perkembangan gonad bersifat allometrik dimana pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjang. Gambar 4.2.2.4 juga menunjukkan grafik hubungan panjang berat dengan nilai korelasi yang tinggi pada bulan September (0,955) dan April (0,897). Sedangkan korelasi agak rendah terjadi pada bulan Februari (0,629). Hal ini dimungkinkan banyak terkait dengan faktor kondisi lingkungan pada bulan tersebut yang kurang baik dibandingkan pada bulan April dan September.
B. Faktor Kondisi a). Faktor Kondisi Ikan Nila di Waduk Pondok dan Widas Salah satu nilai penting dalam pertumbuhan ialah faktor kondisi dimana faktor ini menunjukan keadaan baik dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi (Effendie, 1997). Dari hasil penelitian didapatkan gambaran faktor kondisi relatif antara ikan Nila di Waduk Pndok dan Widas dapat dilihat pada grafik berikut (Gambar 4.2.2.5.).
51
Faktor Kondisi Ikan Nila Waduk Pondok & Widas
2,5 2 1,5 1 0,5 0 Feb
Waduk Pondok
April
Waduk Widas
Sept
Gambar 4.2.2.5. Grafik faktor kondisi ikan Nila di Waduk Pondok Dan Widas 2016
Gambar 4.2.2.5, menunjukkan bahwa grafik nilai faktor kondisi ikan Nila di Waduk Pondok dan Widas memiliki tren yang hampir sama, hanya pada bulan Februari di Waduk Pondok lebih baik dari Waduk Widas,
atau bisa dikatakan kondisi lingkungan Waduk
Pondok lebih baik dari pada Waduk Widas, terutama di bulan Februari. Sedangkan penurunan faktor kondisi ikan pada bulan April dimungkinkan karena pada bulan tersebut ikan nila banyak mengeluarkan energi untuk melakukan pemijahan. Lagler dalam (Effendie, 1979) mengemukakan bahwa keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dengan angka dinamakan faktor kondisi. Selanjutnya dikatakan bahwa faktor kondisi dapat menunjukkan kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan reproduksi yang mana ini dipengaruhi oleh faktor makanan, lingkungan dimana udang hidup dan kematangan gonad.
b). Faktor Kondisi Ikan Tawes di Waduk Pondok dan Widas Dari hasil penelitian didapatkan gambaran faktor kondisi relatif antara ikan Tawes di Waduk Pondok dan Widas dapat dilihat pada grafik berikut (Gambar 4.2.2.6).
52
Faktor Kondisi Ikan Tawes Waduk Pondok & Widas
2 1,5 1 0,5 0 Feb
April Waduk Pondok
Sept Waduk Widas
Gambar 4.2.2.6 Grafik faktor kondisi ikan Tawes di Waduk Pondok dan Widas
Hasil perhitungan faktor kondisi Tawes pada bulan Februari, April dan September menggambarkan kapasitas fisik (kegemukan) ikan Tawes. Dari gambar tersebut di atas terlihat bahwa nilai faktor kondisi Ikan Tawes di Waduk Pondok dan Widas memiliki tren yang berbeda. Pada bulan April di Waduk Widas mengalami penaikan sedang di Waduk Pondok mengalami penurunan. Sedang untuk bulan Februari dan September tidak terlalu jauh mengalami perbedaan. Penurunan faktor kondisi ikan pada bulan April dan September dimungkinkan lebih dipengaruhi oleh proses reproduksi, faktor lingkungan dan ketersediaan makanan di perairan.
53
4.3. Pendugaan Jumlah Ikan Yang Ditebar Persentasi hasil tangkapan ikan di waduk Pondok dan Widas tertera pada Tabel 4.3.1. Dari beberapa jenis ikan yang terdapat di waduk Pondok, hasil tangkapan didominasi oleh ikan Tawes, Nila, Wader, Louhan. Sedangkan di waduk Widas didominasi oleh ikan Tawes , Nila, Wader, Belida, Gabus (kutuk) dan Red devil (Tabel.4.3.2.). Berdasarkan analisa isi saluran pencernaan, ikan yang dominan tergolong ikan plantinovora atau pemakan plankton. Tabel 4.3.1. Rata-rata persentasi hasil tangkapan ikan dominan di waduk Widas Dan Pondok, Jawa Timur Waduk Widas
Waduk Pondok Jenis Ikan TAWES NILA Wader RED DEVIL LOHAN Lainlain Total
Kg
%
Kg
%
6631 1851 359
62,4 17,4 3,4
TAWES NILA Wader
287,4 3303,9 50
7,3 84,4 1,3
973
9,2
BELIDA
161,7
4,1
609
5,7
80
2,0
200
1,9
30
0,8
10623
100
GABUS Lainlain Total
3913
100
Tabel.4.3.2. Kompetisi pakan alami ikan dominan pemakan plankton di waduk Widas Dan Pondok, Jawa Timur Waduk Pondok Waduk Widas Plankton Plankton Kompetisi Kompetisi Jenis Ikan dalam Jenis Ikan dalam (%) (%) usus (%) usus (%) Red devil 13 6 RED Devil 16 8 Nila 72 32 Nila 62,5 31 Tawes 35 16 Tawes 43 21 Wader 80 36 Wader 80 40 Louhan 25 11 Jumlah 100 100
Estimasi jumlah benih ikan pemakan plankton untuk penebaran dihitung dengan persamaan Kartamihardja (2007) sebagai berikut: N = (Bf * Fc * Te/W)+M keterangan: N = jumlah ikan tebaran pada waktu awal (ekor) 54
Bf = biomassa fitoplankton (kg/ha/tahun) Fc = kompetisi makan ikan tebaran dengan ikan lain (persentase volume fitoplankton yang dapat dimanfaatkan oleh ikan tebaran) Te = transfer effisiensi biomassa fitoplankton ke ikan (4 - <10%) W = rata–rata berat ikan tebaran yang akan dipanen (kg) M = mortalitas ikan tebaran (%) Estimasi kebutuhan benih ikan Tawes, Nila dan Wader untuk penebaran di waduk Pondok dihitung berdasarkan konsentrasi klorofil-a, dengan asumsi bahwa ikan Tawes, Nila dan Wader memanfaatkan fitoplankton sebagai makanannya. Nilai klorofil di waduk Pondok (380 ha) rata-rata 21 mg/m3, maka hasil penghitungan kebutuhan benih untuk waduk Pondok yang dihitung berdasarkan persamaan dari Kartamihardja (2007), secara umum memperlihatkan bahwa kebutuhan benih ikan (terutama yang bersifat planktivora) totalnya adalah 173.486 ekor benih/ha. Angka tersebut merupakan kebutuhan jumlah benih ikan planktivora yang seyogyanya ditebarkan dalam setahun, yang terdiri dari ikan Tawes 17.793 ekor/tahun, ikan Nila 35.587 ekor/tahun, dan ikan Wader 120.106 ekor/tahun. Artinya penebaran dapat dilakukan beberapa kali hingga jumlahnya sesuai dengan daya dukungnya. Untuk waduk Widas mempunyai nilai klorofil-a rata-rata : 27,17 mg/m3. Ikan dominan hasil tangkapan hampir sama dengan waduk Pondok, yaitu ikan Tawes, Ikan Nila, dan Ikan wader. Maka hasil perhitungan untuk dugaan kebutuhan benih masing-masing ikan Nila 29.743 ekor/tahun, ikan Tawes 43.907 ekor/tahun, dan ikan Wader 151.078 ekor/tahun. Total ikan yang ditebar di waduk Widas tahun pertama ialah 224.728 ekor per tahun.
55
4.5. Kepadatan Stok Ikan A. Waduk Pondok. Kepadatan stok ikan pelagis di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur ditentukan dengan alat echo sounder BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan transducer bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal dengan sistem side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur pada bulan Juli 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk parallel mengelilingi luasan perairan Waduk Pondok (Gambar 4.5.1).
Pengolahan dan Analisis Data Akustik Data akustik diolah dengan menggunakan software ECHOVIEW ver.5. Analisis untuk estimasi ikan dilakukan mulai dari kedalaman 1-20 m dengan strata tiap 5 m. Elementary sampling distance unit (ESDU) adalah 1 nmi. Hasil ekstraksi berupa nilai area backscattering coeficient (sA, m2/nmi2) dan distribusi nilai target strength ikan tunggal dalam satuan decibel (dB) sebagai indeks refleksi ukuran ikan. Hubungan target strength dan óbs (backscattering cross-section, m2) dihitung berdasarkan atas MacLennan & Simmonds (1992) yaitu: TS=10 log óbs .............................................. …………………………………………………...(1)
Persamaan untuk densitas ikan (ñA, ind./nmi2) adalah: ñA=sA/óbs ................................................................................................................................... (2)
Panjang ikan (L) berhubungan dengan óbs yaitu: óbs=aLb ....................................................................................................................................... (3)
Hubungan target strength dan L adalah: TS=20 log L+A ........................................................................................................................... (4) di mana: A = nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength)
63
Konversi nilai target strength menjadi ukuran panjang (L) untuk ikan digunakan persamaan TS = 20 log L-73,97 (Hannachi et al., 2004). Menurut Hile (1936) dalam Effendie (2002), hubungan panjang (L) dan bobot (W) dari suatu spesies ikan yaitu: W=aLb...........................................................................................................................................(5)
Menurut Mac Lennan & Simmonds (1992) dalam Natsir et al. (2005) persamaan panjang dan bobot untuk mengkonversi panjang dugaan menjadi bobot dugaan adalah:
Wt=a{∑{ni(Li+ÄL/2)b+1-(Li-ÄL/2)b+1}/{(b+1)ÄL}}………………………………………(6) di mana: Wt = bobot total (g) ÄL = selang kelas panjang (cm) Li = nilai tengah dari kelas panjang ke-i (cm) ni = jumlah individu pada kelas ke-i a, b = konstanta untuk spesies tertentu
Selain nilai estimasi stok ikan berdasarkan atas komposisi ukurannya, hasil analisis juga disajikan dalam bentuk peta sebaran densitas tiap strata kedalaman. Dari hasil pengolahan data didapatkan rata-rata densitas melalui pembagian stratifikasi kedalaman, stratifikasi kedalaman yang dilakukan untuk pelagis adalah kedalaman 5 m, 10m, 15m, dan >15m .Rata-rata densitas diterakan pada Tabel 4.5.1 dan Gambar 4.5.2.
64
Gambar 4.5.1. Bentuk trek pengambilan data akustik di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur, Juli 2016 Tabel. 4.5.1 Rata-rata densitas absolut pada tiap strata kedalaman Strata Kedalaman 1-5m 6 - 10 m
Volume Density 12.7 8.8
11 - 15 m > 15 m
7.7 6.1
Dari Tabel 4.5.1 dan Gambar 4.5.2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata densitas absolut cenderung meningkat menurut kedalaman, densitas rata-rata tertinggi terdapat pada strata kedalaman 1-5 m yaitu 12.7 ind/ m3, sedangkan rata-rata terkecil adalah strata kedalaman >15 m, yaitu 6.1 ind/m3, dengan rata-rata 9.7 ekor/ m3.
65
14,0 12,0
12,7
10,0 8,8
8,0
7,7 6,1
6,0 4,0 2,0 0,0 1-5m
6- 10 m
11 - 15 m
16 - 20 m
Gambar 4.5.2. Profil densitas rata-rata secara vertikal
Jumlah dan komposisi target (target strength) menurut stara kedalaman perairan Hasil akustik menunjukkan bahwa target strength (TS) paling banyak terdeteksi pada strata kedalaman 1 yaitu strata kedalaman 1–5 m, target dengan ukuran kecil, yaitu target dengan nilai target strength kurang dari –47 dB cenderung meningkat menurut kedalaman sampai pada strata kedalaman 6-10 m, kemudian menurun seiring bertambahnya kedalaman, sedangkan target dengan ukuran lebih besar, target dengan nilai TS lebih dari –47 dB cenderung meningkat menurut kedalaman sampai dengan strata kedalaman 11-15 m, untuk kemudian menurun menurut bertambahnya kedalaman. Kecilnya jumlah target yang terdeteksi pada kedalaman lebih dari 15 m dikarenakan sedikitnya sampling pada perairan dengan kedalaman ini (Tabel 4.5.2 ,Gambar 4.5.3 ). Secara umum ikan-ikan dengan ukuran yang lebih besar lebih banyak terdeteksi pada kedalaman yang lebih dalam, hal ini sesuai dengan perbedaan swimming layer dari masingmasing ukuran ikan. Ikan dengan ukuran lebih besar cenderung berenang di perairan dalam dibandingkan ikan berukuran kecil. Nilai komposisi dari masing-masing target pada tiap strata ini digunakan dalam penentuan komposisi berat yang digunakan pada tiap strata dalam proses konversi untuk mendapatkan nilai biomassa ikan perairan Waduk Pondok
66
Tabel 4.5.2. Sebaran nilai target strength menurut strata kedalaman perairan Strata
TARGET STRENGHT -66
-65
-64
-63
-62
-61
-60
-59
-58
-57
-56
-55
-54
-53
-52
-51
-50
-49
-48
-47
-46
-45
-44
1-5m
1
0
1
0
2
0
1
0
0
1
1
1
0
0
2
10
4
1
0
0
1
1
4
1
1
1
0
4
7 3
10
1
6 4
6
5
2
2
0
0
0
2
1
0
2
1
3
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6 - 10 m
1
0
0
0
1
2
11 - 15 m
0
0
1
2
1
2
16 - 20 m
1
0
1
1
0
3
1
0
2
3
1
0
1
2
1
0
1
1
0
0
0
Tabel 4.5.3.. Komposisi nilai target strength menurut strata kedalaman perairan Strata
TARGET STRENGHT -66
-65
-64
-63
-62
-61
-60
-59
-58
-57
-56
-55
-54
-53
-52
-51
-50
-49
-48
-47
-46
-45
-44
1-5m
2
0
2
0
4
0
2
0
0
2
2
2
0
0
4
13
15
21
21
8
2
0
0
6 - 10 m
3
0
0
0
3
5
3
3
3
10
3
3
3
0
10
10
8
15
13
5
5
0
0
11 - 15 m
0
0
4
8
4
8
4
0
12
0
8
0
4
0
0
8
4
0
8
4
12
0
12
16 - 20 m
8
0
8
8
0
25
17
8
8
8
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
67
12 10
Jumlah
8 1-5m
6
6- 10 m 11 - 15 m
4
16 - 20 m
2 0 -66 -65 -64 -63 -62 -61 -60 -59 -58 -57 -56 -55 -54 -53 -52 -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44 Target Strenght (db)
Gambar 4.5.3.Variasi jumlah target strength menurut strata kedalaman
30
% Komposisi
25 20 1-5m
15
6- 10 m 11 - 15 m
10
16 - 20 m
5 0 -66 -65 -64 -63 -62 -61 -60 -59 -58 -57 -56 -55 -54 -53 -52 -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44 Target Srenght (db)
Gambar 4.5.4. Variasi komposisi nilai target strength menurut kedalaman
68
Hubungan panjang-berat (length-weight relationship) Hubungan panjang-berat ikan digunakan untuk mengkonversi ukuran panjang dugaan menjadi berat ikan dugaan, data panjang berat dari ikan-ikan yang ditangkap di perairan Waduk Pondok. Pada penentuan biomassa perairan Waduk Pondok, data yang digunakan adalah Ikan Nila. Hubungan panjang berat Nila. disertakan pada Gambar 4.5.6. 100 y = 0,018x2,9987 R² = 0,9505
90 80 Berat (gr)
70 60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Panjang (Cm)
Gambar 4.5.5. Grafik hubungan panjang-berat ikan Nila
Dari data panjang berat ikan yang diperoleh didapatkan persamaan biologi untuk ikan W = 0,018 L2,998. Grafik hubungan panjang dan berat kedua jenis ikan tersebut dikemukakan pada Gambar 4.5.5.
Dugaan Biomassa Dari hasil perhitungan didapatkan luas perairan Waduk Pondok adalah kurang lebih adalah 1.47 mil2, terdiri dari perairan dengan kedalaman kurang dari 5 m seluas 1.47 mil2 (100 % dari luas keseluruhan), perairan dengan kedalaman 6–10 m seluas 0.6 mil2 (37.4%), perairan dengan kedalaman 11–15 m seluas 0.2 mil2 (14.5%), perairan dengan kedalaman >15 m seluas 0.1 mil2 (4.5%). Kedalaman hasil deteksi akustik dikemukakan pada Gambar 4.5.7. Luas perairan inilah yang dipakai sebagai acuan dalam penentuan volume perairan untuk menentukan biomassa perairan. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh, didapatkan nilai biomassa untuk masing-masing strata kedalaman sebesar 58.362 Kg untuk strata kedalaman 1-5 m, 11.953 Kg untuk strata kedalaman 6-10 m, 7.260 Kg untuk strata kedalaman 11-15
69
m, ton untuk strata kedalaman 42 Kg untuk 15-20 m, , jadi didapatkan nilai biomassa total untuk perairan Waduk Pondok yang disurvey adalah 77.616 Kg atau 256.41 Kg/ha (Tabel 4.5.4). Dari Tabel 4.5.4 dan Gambar 4.5.7 terlihat bahwa biomassa tertinggi didapatkan pada strata kedalaman 1-5 m, yaitu
Biomassa (Kg)
Tabel 4.5.4. Biomassa ikan pelagis di perairan Waduk Pondok, Juli 2016 Layer Biomassa (Kg) Biomassa (Kg/km2) Biomassa (Kg/ha) 1-5 m 58362 9260.25 92.60 6-10 m 11953 6335.16 63.35 11-15 m 7260 9911.44 99.11 >15 m 42 184.49 1.84 Total 77616 25691.34 256.91 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 1-5m
6- 10 m
11 - 15 m
16 - 20 m
Gambar 4.5.6. Biomassa tiap strata kedalaman perairan Sebaran densitas ikan secara horisontal Penyebaran ikan secara horisontal juga memperlihatkan pola yang hampirsama, dimana densitas tinggi banyak diketemukan di lapisan kedalaman lebih dalam Gambar 4.5.7 –sampai dengan Gambar 4.5.10 berikut ini :
70
Gambar 4.5.7. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 1- 5 m
Gambar 4.5.8. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 6-10 m 71
Gambar 4.5.9. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 11–15 m
Gambar 4.5.10.. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman >15 m 72
Gambar 4.5.11. Peta bathimetri waduk Pondok 2016 Berdasarkan hasil pemetaan batimetri yang telah dilakukan pada bulan Juli 2016, kedalaman waduk Pondok antara 2 hingga 16 meter (Gambar 4.5.11). Waduk Pondok menunjukkan kedalaman maksimum 16 meter yang terletak di tengah waduk dan di dekat out let. Sedangkan kedalaman kurang dari 0,5 - 2 meter banyak dijumpai di bagian inlet-inlet. Semakin tua warna dalam peta batimetri menunjukkan kedalaman danau yang semakin dalam.
73
B. Waduk Widas. Kepadatan stok ikan pelagis di Perairan Waduk Widas Jawa Timur ditentukan dengan alat echo sounder BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan transducer bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal dengan sistem side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Waduk Widas Jawa Timur pada bulan Juli 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk parallel mengelilingi Waduk Widas. Kepadatan stok ikan pelagis di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur ditentukan dengan alat echo sounder BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan transducer bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal dengan sistem side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur pada bulan Juli 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk parallel mengelilingi luasan perairan Waduk Pondok (Gambar 4.5.1). Kepadatan stok ikan pelagis di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur ditentukan dengan alat echo sounder BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan transducer bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal dengan sistem side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur pada bulan Juli 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk parallel mengelilingi luasan perairan Waduk Pondok (Gambar 4.5.1).
Pengolahan dan Analisis Data Akustik Data akustik diolah dengan menggunakan software ECHOVIEW ver.5. Analisis untuk estimasi ikan dilakukan mulai dari kedalaman 1-20 m dengan strata tiap 5 m. Elementary sampling distance unit adalah 1 nmi. Hasil ekstraksi berupa nilai area backscattering coeficient (sA, m2/nmi2) dan distribusi nilai target strength ikan tunggal dalam satuan decibel (dB) sebagai indeks refleksi ukuran ikan. Hubungan target strength dan óbs (backscattering cross-section, m2) dihitung berdasarkan atas MacLennan & Simmonds (1992) yaitu: TS=10 log óbs .............................................. …………………………………………………...(1)
Persamaan untuk densitas ikan (ñA, ind./nmi2) adalah: ñA=sA/óbs ................................................................................................................................... (2) 74
Panjang ikan (L) berhubungan dengan óbs yaitu: óbs=aLb ....................................................................................................................................... (3)
Hubungan target strength dan L adalah: TS=20 log L+A ........................................................................................................................... (4) di mana: A = nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength) Konversi nilai target strength menjadi ukuran panjang (L) untuk ikan digunakan persamaa TS = 20 log L-73,97 (Hannachi et al., 2004). Menurut Hile (1936) dalam Effendie (2002), hubungan panjang (L) dan bobot (W) dari suatu spesies ikan yaitu: W=aLb...........................................................................................................................................(5)
Menurut Mac Lennan & Simmonds (1992) dalam Natsir et al. (2005) persamaan panjang dan bobot untuk mengkonversi panjang dugaan menjadi bobot dugaan adalah:
Wt=a{∑{ni(Li+ÄL/2)b+1-(Li-ÄL/2)b+1}/{(b+1)ÄL}}………………………………………(6) di mana: Wt = bobot total (g) ÄL = selang kelas panjang (cm) Li = nilai tengah dari kelas panjang ke-i (cm) ni = jumlah individu pada kelas ke-i a, b = konstanta untuk spesies tertentu
Selain nilai estimasi stok ikan berdasarkan atas komposisi ukurannya, hasil analisis juga disajikan dalam bentuk peta sebaran densitas tiap strata kedalaman.
75
Hasil dan Pembahasan Kepadatan stok ikan pelagis di Perairan Waduk Widas, Jawa Timur ditentukan dengan alat echo sounder BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan transducer bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal dengan sistem side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Waduk Widas, Jawa Timur pada bulan Juli 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk parallel mengelilingi luasan perairan Waduk Widas (Gambar 4.5.12). Dari hasil pengolahan data didapatkan rata-rata densitas melalui pembagian stratifikasi kedalaman, stratifikasi kedalaman yang dilakukan untuk pelagis adalah kedalaman 5 m, 10 m, 15m, dan >15m .Rata-rata densitas diterakan pada Tabel 4.5.5 dan Gambar 4.5.12.
Gambar 4.5.12. Bentuk trek pengambilan data akustik di Perairan Waduk Widas Jawa Timur, Juli 2016
76
Tabel. 4.5.5. Rata-rata densitas absolut pada tiap strata kedalaman Strata Kedalaman 1-5m 6 - 10 m 11 - 15 m > 15 m
Volume Density 20.7 3.0 0.6 0.2
Dari Tabel 4.5.5 dan Gambar 4.5.13 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata densitas absolut cenderung meningkat menurut kedalaman, densitas rata-rata tertinggi terdapat pada strata kedalaman 1-5 m yaitu 20.7 ind/ m3, sedangkan rata-rata terkecil adalah strata kedalaman >15 m, yaitu 0.2 ind/m3, dengan rata-rata 8.1 ekor/ m3.
25,0 20,0
20,7
15,0 10,0 5,0 3,0 0,6
0,0 1-5m
6- 10 m
11 - 15 m
0,2 16 - 20 m
Gambar 4.5.13. Profil densitas rata-rata secara vertikal
Jumlah dan komposisi target (target strength) menurut stara kedalaman perairan Hasil akustik menunjukkan bahwa target strength (TS) paling banyak terdeteksi pada strata kedalaman 1 yaitu strata kedalaman 1–5 m, target dengan ukuran kecil, yaitu target dengan nilai target strength kurang dari –47 dB cenderung menurun menurut kedalaman, sedangkan target dengan ukuran lebih besar, target dengan nilai TS lebih dari –47 dB cenderung meningkat menurut kedalaman sampai dengan strata kedalaman 11-15 m, untuk kemudian menurun menurut bertambahnya kedalaman. Kecilnya jumlah target yang terdeteksi pada kedalaman lebih 77
dari 15 m dikarenakan sedikitnya sampling pada perairan dengan kedalaman ini (Tabel 4.5.6 dan 4.5.7 serta Gambar 4.5.14 dan 4.5.15 ). Secara umum ikan-ikan dengan ukuran yang lebih besar lebih banyak terdeteksi pada kedalaman yang lebih dalam, hal ini sesuai dengan perbedaan swimming layer dari masingmasing ukuran ikan. Ikan dengan ukuran lebih besar cenderung berenang di perairan dalam dibandingkan ikan berukuran kecil. Nilai komposisi dari masing-masing target pada tiap strata ini digunakan dalam penentuan komposisi berat yang digunakan pada tiap strata dalam proses konversi untuk mendapatkan nilai biomassa ikan perairan Waduk Widas
78
Tabel 4.5.6.Sebaran nilai target strength menurut strata kedalaman perairan Strata 1-5m 6 - 10 m 11 - 15 m 16 - 20 m
-55 1 2 0 0
-54 -53 -52 -51 -50 -49 6 10 5 3 0 2 4 3 1 4 4 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
TARGET STRENGHT -48 -47 -46 -45 0 0 0 0 0 1 1 2 0 0 0 3 0 0 0 1
-44 0 0 2 3
-43 0 0 2 1
-42 0 0 3 1
-41 0 0 2 1
-40 0 0 0 0
-39 0 0 1 0
Tabel. 4.5.7. Komposisi nilai target strength menurut strata kedalaman perairan Strata 1-5m 6 - 10 m 11 - 15 m 16 - 20 m
-55 4 8 0 0
-54 22 4 0 0
-53 37 17 0 0
-52 19 17 0 0
-51 11 17 0 0
-50 0 13 0 0
TARGET STRENGHT -49 -48 -47 -46 -45 7 0 0 0 0 8 0 4 4 8 7 0 0 0 21 0 0 0 0 14
79
-44 0 0 14 43
-43 0 0 14 14
-42 0 0 21 14
-41 0 0 14 14
-40 0 0 0 0
-39 0 0 7 0
12 10
Jumlah
8 1-5m
6
6- 10 m 11 - 15 m
4
16 - 20 m
2 0 -55 -54 -53 -52 -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44 -43 -42 -41 -40 -39 Target Strenght (db)
Gambar 4.5.14. Variasi jumlah target strength menurut strata kedalaman
40
% Komposisi
35 30 25
1-5m
20
6- 10 m
15
11 - 15 m
10
16 - 20 m
5 0 -55 -54 -53 -52 -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44 -43 -42 -41 -40 -39 Target Srenght (db)
Gambar.4.5.15. Variasi komposisi nilai target strength menurut kedalaman Hubungan panjang-berat (length-weight relationship) Hubungan panjang-berat ikan digunakan untuk mengkonversi ukuran panjang dugaan menjadi berat ikan dugaan, data panjang berat dari ikan-ikan yang ditangkap di perairan Waduk Widas. Pada penentuan biomassa perairan Waduk Widas, data yang digunakan adalah Ikan Nila. Hubungan panjang berat Nila. disertakan pada Gambar 4.5.16.
80
800 y = 0,0264x2,9042 R² = 0,9498
700
Berat (gr)
600 500 400 300 200 100 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Panjang (cm)
Gambar 4.5.16. Grafik hubungan panjang-berat ikan Nila
Dari data panjang berat ikan yang diperoleh didapatkan persamaan biologi untuk ikan , W = 0,026 L2,904. Grafik hubungan panjang dan berat kedua jenis ikan tersebut dikemukakan pada Gambar 4.5.16.
Dugaan Biomassa Dari hasil perhitungan didapatkan luas perairan Waduk Widas adalah kurang lebih adalah 2.2 mil2, terdiri dari perairan dengan kedalaman kurang dari 5 m seluas 2.2 mil2 (100 % dari luas keseluruhan), perairan dengan kedalaman 6–10 m seluas 1.2 mil2 (53.9%), perairan dengan kedalaman 11–15 m seluas 0.4 mil2 (18%), perairan dengan kedalaman >15 m seluas 0.2 mil2 (9.9 %). Kedalaman hasil deteksi akustik dikemukakan pada Gambar. Luas perairan inilah yang dipakai sebagai acuan dalam penentuan volume perairan untuk menentukan biomassa perairan. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh, didapatkan nilai biomassa untuk masing-masing strata kedalaman sebesar 58813 Kg untuk strata kedalaman 1-5 m, 11998 Kg untuk strata kedalaman 6-10 m, 7828 Kg untuk strata kedalaman 11-15 m, ton untuk strata kedalaman 1219 Kg untuk 15-20 m, , jadi didapatkan nilai biomassa total untuk perairan Waduk Widas yang disurvey adalah 79848 Kg atau 165.67 Kg/ha. Biomassa tertinggi didapatkan pada strata kedalaman 1-5 m, yaitu 58813 kg atau 62,35 kg/ha (Tabel 4.5.8 dan Gambar 4.5.17 ).
81
Tabel 4.5.8. Biomassa ikan pelagis di perairan Waduk Widas, Juli 2016 Layer Biomassa (Kg) Biomassa (Kg/km2) Biomassa (Kg/ha) 1-5 m 58813 6235.32 62.35 6-10 m 11988 2946.47 29.46 11-15 m 7828 5750.87 57.51 >15 m 1219 1634.46 16.34 Total 79848 16567.11 165.67
70000 60000
Biomassa (Kg)
50000 40000 30000 20000 10000 0 1-5m
6- 10 m
11 - 15 m
16 - 20 m
Gambar 4.5.17. Biomassa tiap strata kedalaman perairan Sebaran densitas ikan secara horisontal Penyebaran ikan secara horisontal juga memperlihatkan pola yang hampirsama, dimana densitas tinggi banyak diketemukan di lapisan kedalaman lebih dalam Gambar 4.5.18 hingga Gambar 4.5.21 berikut ini.
82
Gambar 4.5.18. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 1- 5 m
Gambar 4.5.19. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 6-10 m 83
Gambar 4.5.20. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 11–15 m
Gambar 4.5.21. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman >15 m 84
Gambar. 4.5.22. Peta bathimetri waduk Widas Bulan Juli 2016.
Berdasarkan hasil pemetaan batimetri yang telah dilakukan pada bulan Juli 2016, kedalam waduk Widas antara 2 hingga 20 meter (Gambar 4.5.22). Waduk Widas menunjukkan kedalaman maksimum 20 meter yang terletak di tengah waduk dan di dekat out let. Sedangkan kedalaman kurang dari 0,5 - 2 meter banyak dijumpai di bagian inlet-inlet. Semakin tua warna dalam peta batimetri menunjukkan kedalaman danau yang semakin dalam.
85
4.6. Parameter Dinamika Populasi Beberapa Jenis Ikan a). Parameter Populasi di Waduk Widas. Hasil analisis panjang total (length frequency data) ikan Tawes dan ikan Nila setiap bulan dengan bantuan program Elefan I didapatkan nilai panjang maksimal (L), percepatan pertumbuhan (K), mortalitas alami (M), mortalitas total (Z), mortalitas penangkapan (F), dan laju eksploitasi (E) seperti disajikan dalam Tabel 4.6.1. Tabel 4.6.1. Beberapa parameter populasi ikan Tawes (Barbodes gonionotus), dan Nila (Oreochromis nilotica) di waduk Widas , Kabupaten Madiun, Jawa Timur Jenis Ikan Tawes (Barbodes gonionotus) Nila (Oreochromis nilotica)
L∞ (cm) 45 44,4
K 0,63 0,7
M Z 1,2061 4,780 1,2970 7,555
F 3,5473 6,2579
E 0,748 0,8
Terlihat dari Tabel 4.6.1. diatas mortalitas karena penangkapan ikan Tawes dan Nila di waduk Widas lebih besar daripada mortalitas alami dan laju penangkapan sudah over fishing, melebihi laju penangkapan optimum E = 0,5 (Gulland dalam Pauly, 1984). 1. Ikan Tawes (Barbodes gonionotus) Panjang infinitive (L∞) = 45 cm, k = 0.63 .temperatur rata-rata 29.5 oC. Mortalitas alami (M) = 1.2061, mortalitas karena aktivitas penangkapan ikan (F) = 3,574, mortalitas total (Z) = 4,780. Laju eksploitasi (E) = 0,748, t0 = -0,229679, Laju pertumbuhan Lt = 45 (1-e -0.63 (t+0,229679)
). Ukuran panjang (cm) ikan contoh yang didapatkan berkisar antara 8,0 – 36
cm. Jumlah sampel (n) yang diambil untuk dianalisis 860 ekor. Selama penelitian ukuran panjang diatas 30 cm didapatkan pada bulan Juli, Agustus, September dan Oktober. Gambar memperlihatkan sebaran ukuran panjang dan pertumbuhan ikan Tawes dalam tahun 2016.
86
Gambar 4.6.1. Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Tawes di waduk Widas, Madiun. Dengan persamaan Von Bertalanffy didapatkan panjang infinity ikan Tawes (L∞) = 45 cm yang akan dicapai pada umur lebih dari 15 tahun dan kecepatan pertumbuhan (k) = 0,63. Namun pada umur 3 tahun ikan sudah mencapai ukuran maksimal hasil tangkapan.
Gambar 4.6.2. Grafik Pertumbuhan Ikan Tawes di Waduk Widas Madiun
87
Tabel 4.6.2. Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Tawes di Waduk Widas Umur (Tahun) 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Umur (Tahun) 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7.0
Panjang (CM) 7.2821 17.5396 24.951 30.306 34.1751 36.9706 38.9904
Panjang (CM) 40.4498 41.5043 42.2661 42.8166 43.2143 43.5017 44.5267
Bila dihubungkan dengan pola pertumbuhan diatas (Gambar 4.6.1 dan Tabel 4.6.2), maka populasi terbesar ikan Tawes yang tertangkap menyebar dalam tiap kelas ukuran diduga berumur kurang dari 3 tahun.
Ukuran terpanjang ikan Tawes yang
tertangkap sebesar 36 cm diduga berumur 3 tahun hanya ditemukan 15 ekor dari total. Jika ukuran populasi tersebut dapat dianggap sebagai suatu yang bersifat umum, maka populasi ikan Tawes di perairan tersebut masih berada dalam kondisi masih wajar.
Namun jika dilihat dari laju penangkapan (E) = 0,748, maka laju penangkapan ikan Tawes sudah termasuk over fishing. Kegiatan penangkapan ikan Tawes tidak dapat ditingkatkan lagi. Populasi ikan tersebut sudah perlu diperhatikan supaya tidak terganggu perkembangbiakannya. Tingginya laju eksploitasi ikan Tawes di waduk Widas disebabkan ikan ini termasuk dominan, tergolong berukuran besar dan bernilai ekonomis penting sebagai ikan konsumsi. Hal ini menyebabkan mortalitas penangkapannya lebih besar dari mortalitas alami. Dengan paket program Elefan II di dapatkan nilai parameter mortalitas total (Z) = 4,780 (Gambar 4.6.3) dengan asumsi temperature di perairan waduk Widas rata rata 29,5 oC, mortalitas alami (M) = 1,2061. Mortalitas penangkapan (F) = 3,574.
88
Gambar 4.6.3. Grafik Mortalitas Total Ikan Tawes di Waduk Widas 2. Nila (Oreochromis nilotica) Panjang infinitive L∞ = 44,4 cm, k = 0.7.temperatur rata-rata 29.5 oC. Mortalitas alami (M) = 1,29704, mortalitas karena aktivitas penangkapan ikan (F) = 6,25796, mortalitas total (Z) = 7,555. Laju eksploitasi (E) = 0,8. t0 = -0,20664. Laju pertumbuhan Lt = 44,4 (1-e
-0.7 (t+0,20664)
). Ukuran ikan contoh yang didapatkan berkisar antara 11,1-35 cm.
Jumlah sampel (n) yang diambil untuk dianalisis 4452 ekor. Selama penelitian ukuran panjang diatas 30 cm didapatkan tersebar pada bulan Januari hingga September. Gambar 4.6.4. memperlihatkan sebaran ukuran panjang dan pertumbuhan ikan nila dalam tahun 2016.
Gambar 4.6.4. Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila di waduk Widas, Madiun
89
Dengan persamaan Von Bertalanffy diduga panjang maksimal ikan Nila (L∞) = 44,4 cm sudah mencapai umur lebih dari 6,5 tahun dan kecepatan pertumbuhan (k) = 0,7. Pola laju pertumbuhan ikan Nila tertera pada Gambar 4.6.5.
Gambar 4.6.5. Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Widas Tabel 4.6.3. Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila di Waduk Widas Umur (tahun)
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Panjang (cm)
Umur (tahun)
17.3255 25.3209 30.9552 34.9256 37.7235 39.6952 41.0845 42.0636
4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8
Panjang (cm)
42.7536 43.2398 43.5824 43.8239 44.0654 44.3069 44.5484 44.7899
Bila dihubungkan dengan pola pertumbuhan diatas (Gambar 4.6.5 dan Tabel 4.6.3), populasi ikan menyebar dalam tiap kelas ukuran dan populasi terbesar ikan Nila yang sering tertangkap berukuran 25 cm dan diduga berumur kurang dari 1,5 tahun. Ukuran terpanjang ikan Nila yang tertangkap sebesar 35 cm diduga berumur 2 tahun dan ikan yang berukuran lebih besar atau diatas 30 cm hanya ditemukan 58 ekor dari total.
90
Gambar 4.6.6. Grafik Mortalitas Total Ikan Nila di Waduk Widas Dengan paket program Elefan II di dapatkan nilai parameter mortalitas total (Z) = 7,555 dengan asumsi temperature di perairan waduk Widas rata rata 29,5 oC (Gambar 4.6.6). Mortalitas penangkapan (F = 6,25796) lebih besar daripada mortalitas alami (M=1,29704).
Laju penangkapan (E) = 0,8 berarti laju penangkapan ikan Nila sudah
tergolong lebih tangkap dari laju penangkapan optimum E=0,5 (Gulland dalam Pauly, 1984). Mortalitas penangkapan lebih besar dari mortalitas alami, dan laju tangkapan mencapai laju tangkapan optimum, namun populasinya di waduk masih dominan. Hal ini karena ikan Nila termasuk ikan yang mempunyai toleransi yang kuat beradaptasi terhadap perubahan kualitas lingkungan, dan mudah berkembang biak sepanjang waktu (Pullin, 1996). b). Parameter Populasi di Waduk Pondok Hasil analisis panjang total (length frequency data) ikan Tawes dan ikan Nila setiap bulan dengan bantuan program Elefan I didapatkan nilai panjang maksimal (L), percepatan pertumbuhan (K), mortalitas alami (M), mortalitas total (Z), mortalitas penangkapan (F), dan laju eksploitasi (E) seperti disajikan dalam Tabel 4.6.4.
91
Tabel 4.6.4. Beberapa parameter populasi ikan Tawes (Barbodes gonionotus), dan Nila (Oreochromis nilotica) di waduk Pondok , Kabupaten Ngawi, Jawa Timur Jenis Ikan
L∞ (cm)
Tawes (Barbodes gonionotus) Nila (Oreochromis
nilotica)
K
M
Z
F
E
29
0,55
1,25051 3,703
2,453
0,7
29,1
0,44
1,08540 4,141
3,0556
0,7
Terlihat dari Tabel 4.6.4 diatas mortalitas karena penangkapan ikan Tawes dan Nila di waduk Widas lebih besar daripada mortalitas alami dan laju penangkapan sudah over fishing, melebihi laju penangkapan optimum E = 0,5 (Gulland dalam Pauly, 1984). 1. Ikan Tawes (Barbodes gonionotus) Panjang infinitive (L∞) = 29 cm, K = 0.55 .temperatur rata-rata 29.5 oC. Mortalitas alami (M) = 1.25051, mortalitas karena aktivitas penangkapan ikan (F) = 2,453, mortalitas total (Z) = 3,703. Laju eksploitasi (E) = 0,7, t0 = -0,29844, Laju pertumbuhan Lt = 29 (1-e
-
0.55 (t+0,29844)
). Ukuran panjang (cm) ikan contoh yang didapatkan berkisar antara 2,0 –
28,5 cm. Jumlah sampel (n) yang diambil untuk dianalisis 2593 ekor. Ukuran terpanjang ikan Tawes yang tertangkap sebesar 28,5 cm diduga berumur 4,5 tahun dan ikan yang berukuran lebih besar 26 cm hanya ditemukan 2 ekor dari total. Gambar 4.6.7 dan Gambar 4.6.8 memperlihatkan sebaran ukuran panjang dan laju pertumbuhan ikan Tawes dalam tahun 2016.
Gambar 4.6.7. Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Tawes di waduk Pondok, Ngawi.
92
Dengan persamaan Von Bertalanffy didapatkan panjang maksimal ikan Tawes (L∞) = 29 cm pada umur lebih dari 7 tahun dan kecepatan pertumbuhan (K) = 0,55.
Gambar 4.6.8. Grafik Pertumbuhan Ikan Tawes di Waduk Pondok, Ngawi
Tabel 4.6.5. Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Tawes di Waduk Pondok Umur (Tahun) 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Panjang (CM) 10.3069 14.8012 18.215 20.808 22.7776 24.2736 25.41
Umur (Tahun) 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
Panjang (CM) 26.2731 26.9287 27.4267 27.805 28.0923 28.3105 28.4763
Bila dihubungkan dengan pola pertumbuhan diatas (Gambar 4.6.8 dan Tabel 4.6.5), maka populasi terbesar ikan Tawes yang tertangkap menyebar dalam tiap kelas ukuran diduga berumur kurang dari 2 tahun.
Ukuran terpanjang ikan Tawes yang
tertangkap sebesar 28,5 cm diduga berumur 3,5 tahun dan ikan yang berukuran lebih besar atau 28,5 cm hanya ditemukan 2 ekor dari total. Jika ukuran populasi tersebut dapat dianggap sebagai suatu yang bersifat umum, maka populasi ikan Tawes di perairan tersebut masih berada dalam kondisi masih wajar. 93
Namun jika dilihat dari laju penangkapan (E) = 0,7, maka laju penangkapan ikan Tawes sudah termasuk over fishing. Kegiatan penangkapan ikan Tawes tidak dapat ditingkatkan lagi. Populasi ikan tersebut sudah perlu diperhatikan supaya tidak terganggu perkembangbiakannya. Tingginya laju eksploitasi ikan Tawes di waduk Pondok disebabkan ikan ini termasuk dominan, berukuran besar dan bernilai ekonomis penting. Hal ini menyebabkan mortalitas penangkapannya lebih besar dari mortalitas alami. Dengan paket program Elefan II di dapatkan nilai parameter mortalitas total (Z) = 3,703 (Gambar 4.6.9 ) dengan asumsi temperature di perairan waduk Widas rata rata 29,5 oC, mortalitas alami (M) = 1,2505. Mortalitas penangkapan (F) = 2,453
Gambar 4.6.9. Grafik Mortalitas Total Ikan Tawes di Waduk Pondok 2. Nila (Oreochromis nilotica) Panjang infinitive L∞ = 29,1 cm, k = 0.44.temperatur rata-rata 30 oC. Mortalitas alami (M) = 1,08540, mortalitas karena aktivitas penangkapan ikan (F) = 2,453, mortalitas total (Z) = 4,141. Laju eksploitasi (E) = 0,7. t0 = -0,375866. Laju pertumbuhan Lt = 29,1 (1-e -0,44 (t+0,375866)
). Ukuran ikan contoh yang didapatkan berkisar antara 2,0 – 24 cm. Jumlah
sampel (n) yang diambil untuk dianalisis 2901 ekor. Selama penelitian ukuran panjang dibawah 26 cm didapatkan tersebar pada bulan Januari hingga September. Gambar 4.6.10 memperlihatkan sebaran ukuran panjang dan pertumbuhan ikan nila dalam tahun 2016.
94
Ukuran ikan Nila panjang diatas 20 cm diaapatkan pada bulan Agustus, September dan oktober sebanyak 38 ekor dari total. Gambar 4.6.10 memperlihatkan sebaran ukuran panjang dan pertumbuhan ikan Nila dalam tahun 2016.
Gambar 4.6.10. Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila di waduk Pondok, Ngawi. Dengan persamaan Von Bertalanffy diduga panjang maksimal ikan Nila (L∞) = 29,1 cm sudah berumur lebih dari 10 tahun dan kecepatan pertumbuhan (K) = 0,44. Pola laju pertumbuhan ikan Nila tertera pada Gambar 4.6.11.
Gambar 4.6.11. Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Pondok
95
Tabel 4.6.6. Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila di Waduk Pondok Umur (Tahun) 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Panjang (CM) 9.3064 13.2153 16.3522 18.8697 20.89 22.5113
Umur (Tahun) 3.5 4 4.5 5 5.5 6
Panjang (CM) 23.8124 24.8566 25.6946 26.3671 26.9068 27.3399
Bila dihubungkan dengan pola pertumbuhan diatas (Gambar 4.6.11 dan Tabel 4.6.6), populasi ikan menyebar dalam tiap kelas ukuran dan populasi terbesar ikan Nila yang sering tertangkap berukuran kurang dari 20 cm dan diduga berumur kurang dari 2 tahun.
Gambar 4.6.12. Grafik Mortalitas Total Ikan Nila di Waduk Pondok Dengan paket program Elefan II di dapatkan nilai parameter mortalitas total (Z) = 4,141 dengan asumsi temperature di perairan waduk Pondok rata rata 30 oC (Gambar 4.6.12). Mortalitas penangkapan (F = 2,453) lebih besar daripada mortalitas alami (M=1,08540). Laju penangkapan (E) = 0,7 berarti laju penangkapan ikan Nila masih tergolong over fishing dari laju penangkapan optimum E=0,5 (Gulland dalam Pauly, 1984). Mortalitas 96
penangkapan lebih besar dari mortalitas alami, dan laju tangkapan mencapai laju tangkapan optimum, namun populasinya di waduk masih dominan. Hal ini karena ikan Nila termasuk ikan yang mempunyai toleransi yang kuat beradaptasi terhadap perubahan kualitas lingkungan, dan mudah berkembang biak sepanjang waktu (Pullin, 1996).
97
V. KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1. Kesimpulan. Ikan Nila dapat memijah sepanjang tahun dengan fekunditas 1.740 butir. Puncak musim pemijahan ikan Tawes pada musim penghujan. Ikan Tawes matang gonad pada umur kurang lebih 8 bulan dengan ukuran panjang 20 cm berat 175 gram dengan fekunditas berkisar antara 25.980-86.916 butir. Pakan alami ikan Tawes 69 % berupa serasah dan 31 % berupa plankton. Pakan alami ikan Nila 28 % berupa serasah dan 72 % berupa plankton. Biomass ikan di Waduk Pondok 257 kg/ha, sedangkan di Waduk Widas 166 kg/ha. Estimasi jumlah ikan yang dapat ditebar di waduk Widas yaitu Nila 43.907 ekor/tahun, Tawes 29.743 ekor/tahun, Wader 143.308 ekor/tahun. Sedangkan estimasi jumlah ikan yang dapat ditebar di waduk Pondok yaitu Nila 35.587 ekor/tahun, Tawes 17.793 ekor/tahun, Wader 80.071 ekor/tahun Perairan waduk Widas dan pondok sudah dalam kondisi eutrofik dengan nilai TSI masing masing waduk adalah 63,2 dan 62,1. Daya dukung perairan waduk Pondok untuk budidaya ikan pada KJA adalah 196,5 ton ikan/th atu 130 petak KJA. Sedangkan jumlah KJA di Waduk Pondok sudah ada 126 petak KJA, sehingga sudah dapat dikatakan optimum tidak dapat ditambah lagi. Nilai parameter pertumbuhan ikan Tawes di Waduk Widas L∞ (cm)= 45, K=0,63, M=1.2, Z = 4.78, F=5.5, E=0,75; Untuk ikan Nila di Waduk Widas L∞ (Cm)= 44.4, K=0,7, M=1.3, Z = 7,5, F=6.26, E=0,80. Sedangkan parameter pertumbuhan ikan Tawes di Waduk Pondok L∞ (Cm) =29, K=0,55, M=1.25, Z = 3.7, F=2.45, E=0,7; Untuk ikan Nila di Waduk Pondok L∞ (Cm) = 29 , K=0,44, M=1.08, Z = 4.14, F=3.05, E=0,7.
Dari nilai yang telah
didapat tersebut dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan ikan Nila dan Tawes di Waduk Widas lebih cepat dan ukurannya lebih besar dari pada di Waduk Pondok. Laju penangkapan ikan di Waduk Widas dan Pondok sudah menunjukkan lebih tangkap (E> 0,5).
98
5.2. Saran. Penebaran ikan di waduk sebaiknya adalah ikan asli seperti Tawes dan Wader. Untuk waduk Widas bila ditebar ikan Tawes sebaiknya untuk tahun pertama 29.740 ekor, sedangkan penebaran selanjutnya 35 % dari penebaran pertama yaitu 10.400 ekor/tahun. Untuk penebaran ikan Wader di Waduk Widas pada tahun pertama sebanyak 143.300 ekor, sedangkan untuk tahun selanjutnya 35 % dari penebaran pertama yaitu 50.150 ekor/tahun. Untuk waduk Pondok bila ditebar ikan Tawes sebaiknya untuk tahun pertama 17.800 ekor, sedangkan penebaran selanjutnya 35 % dari penebaran pertama yaitu 6.230 ekor/tahun. Untuk penebaran ikan Wader di Waduk Pondok pada tahun pertama sebanyak 80.00 ekor, sedangkan untuk tahun selanjutnya 35 % dari penebaran pertama yaitu 28.000 ekor/tahun. Jumlah KJA di Waduk Pondok sudah optimum sesuai dengan daya dukung perairan, sehinga tidak perlu ada penambahan KJA lagi.
99
Lampiran 1. Kualitas Air di Waduk Pondok Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip I bulan Februari 2016 LOKASI Waduk Pondok STASIUN
Kali Kenongo GPS 0
S. 07 22' 34'' 0
E. 111 34' 19'' TANGGAL 16 feb 2016 WAKTU 12.45 KETERANGAN Hujan Gerimis
LOKASI
NO
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
mg/m3 mg/L µS/cm
17,8 95
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 22' 44''
7
TDS
mg/L
310
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
6
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
GPS 0
TANGGAL 16 Feb 2016 WAKTU 11.50 KETERANGAN Cerah
SATUAN
0,0559 0,0008 0,5455 0,1989 5,66
1 2 3 4 5 6
Kali Gandu
PARAMETER
6
NILAI 30 7,5 1,5 5,8 0,08 83
Waduk Pondok STASIUN
NO
C
NILAI 29 8 1,2 6,1 0,07 53 260
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 104
0,0599 0,0015 0,4182 0,1765 6,39
18,2 116
Lanjutan Lampiran 1. Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip I bulan Februari 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 29 8 11,3 7,9 0 92
S. 07 22' 44''
7
TDS
mg/L
200
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
5
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Pondok STASIUN
KJA GPS 0
TANGGAL 16 feb 2016 WAKTU 13.15 KETERANGAN Hujan Gerimis
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 24' 27''
7
TDS
mg/L
190
E. 1110 33' 54''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
5
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
GPS 0
TANGGAL 16 Feb 2016 WAKTU 13.40 KETERANGAN Hujan Gerimis
SATUAN
14,7 75
1 2 3 4 5 6
Tengah
PARAMETER
0,0299 0,0007 0,4 0,1726 4,59
NILAI 28 8 5,6 5,6 0 94
Waduk Pondok STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 105
0,0579 0,0008 0,3818 0,1199 4,34
11,5 94
Lanjutan Lampiran 1 Kualitas Air Waduk Pondok Trip I bulan Februari 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 29 8 16 6,6 0 94
S. 07 22' 34''
7
TDS
mg/L
200
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
5
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Pondok STASIUN
Outlet GPS 0
TANGGAL 16 feb 2016 WAKTU 12.45 KETERANGAN Hujan Gerimis
NO
PARAMETER
SATUAN 0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
106
0,024 0,0008 0,2818 0,1937 3,52
12,1 62
Lanjutan Lampiran 1… Kualitas Air Waduk Pondok Trip II bulan April 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 31 7,11 3,2 7,3 0,09 84
S. 07 22' 50''
7
TDS
mg/L
220
E. 1110 34' 22''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
6
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Pondok STASIUN
Kali Kenongo GPS 0
TANGGAL 21 April 2016 WAKTU 11.25 KETERANGAN Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
10,74
SATUAN
138 130
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 23' 15''
7
TDS
mg/L
230
E. 1110 35' 11''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
4
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Kali Gandu GPS 0
TANGGAL 21 April 2016 WAKTU 11.00 KETERANGAN Cerah
PARAMETER
0,0052 0,0299 0 0,964 0,1111 0,37 9,006
NILAI 30 7,11 3,7 7,6 0,12 80
Waduk Pondok STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 107
0,003 0,0473 0,0007 0,1066 0,0147 1,37 9,48 8,81 111 101
Lanjutan Lampiran 1 Kualitas Air Waduk Pondok Trip II bulan April 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 31 7,13 13,2 7,4 0,09 80
S. 07 23' 50''
7
TDS
mg/L
210
E. 1110 34' 22''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
4
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Pondok STASIUN
KJA GPS 0
TANGGAL 21 April 2016 WAKTU 11.50 KETERANGAN Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
9,52
SATUAN
125 152
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 24' 27''
7
TDS
mg/L
200
E. 1110 34' 53''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
6
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Tengah GPS 0
TANGGAL 21 April 2016 WAKTU 12.15 KETERANGAN Cerah
PARAMETER
0,0037 0,0261 0,0004 0,0508 0,0236 0,35 9,48
NILAI 31 6,68 17,6 7,1 0,1 80
Waduk Pondok STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 108
0,0045 0,0162 0,0018 0,0964 0,0777 0,49 8,532 10,46 122 142
Lanjutan Lampiran 1 Kualitas Air Waduk Pondok Trip II bulan April 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 30 7,1 18,9 7,1 0,11 85
S. 07 24' 36''
7
TDS
mg/L
210
E. 1110 33' 46''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
7
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Pondok STASIUN
Outlet GPS 0
TANGGAL 21 April 2016 WAKTU 12.20 KETERANGAN Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN 0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
109
0,003 0,0286 0,0017 0,0711 0,0118 0,57 8,848 9,54 132 150
Lanjutan Lampiran 1. Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip III bulan Juli 2016 LOKASI Waduk Pondok STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 22' 34''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Kali Kenongo GPS 0
TANGGAL Juli 2016 WAKTU 12.45 KETERANGAN Hujan Gerimis
LOKASI Waduk Pondok STASIUN
NO
C
PARAMETER
NILAI
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Juli 2016 WAKTU 11.50 KETERANGAN Cerah
192
0
S. 07 22' 44''
TANGGAL
0,0677 0,4595 1,13
SATUAN
m mg/L mg/L m
GPS
0,081 0,1439
3,24
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
0
170
mg/m3 mg/L µS/cm
1 2 3 4 5 6
Kali Gandu
NILAI
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 110
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Lampiran 1 Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip III bulan Juli 2016 LOKASI Waduk Pondok STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 22' 44''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
KJA GPS 0
TANGGAL Juli 2016 WAKTU 13.15 KETERANGAN Hujan Gerimis
LOKASI Waduk Pondok STASIUN
NO
C
PARAMETER
NILAI
7
TDS
mg/L
E. 1110 33' 54''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Juli 2016 WAKTU 13.40 KETERANGAN Hujan Gerimis
188
0
S. 07 24' 27''
TANGGAL
0,0016 0,1171 5,69
SATUAN
m mg/L mg/L m
GPS
0,0105 0,0352
5,77
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
0
160
mg/m3 mg/L µS/cm
1 2 3 4 5 6
Tengah
NILAI
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 111
160 0,0032 0,0264 0,015 0,0991 3,34 4,74 192
Lanjutan Lampiran 1 Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip III bulan Juli 2016 LOKASI Waduk Pondok STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 22' 34''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Outlet GPS 0
TANGGAL Juli 2016 WAKTU 12.45 KETERANGAN Hujan Gerimis
NILAI
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
112
160 0,004 0,0117 0,0677 0,1532 1,28 2,37 196 160
Lanjutan Lampiran 1. Kualitas Air Waduk Pondok Trip IV bulan September 2016 LOKASI Waduk Pondok STASIUN
Kali Kenongo GPS 0
S. 07 22' 47'' 0
E. 111 34' 20'' TANGGAL 23 Sept 2016 WAKTU 14.00 KETERANGAN Cerah
LOKASI Waduk Pondok STASIUN
Kali Gandu GPS 0
S. 07 23' 15'' 0
E. 111 05' 20'' TANGGAL 23 Sept 2016 WAKTU 10.35 KETERANGAN Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
NO
C
mg/m3 mg/L µS/cm
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
C
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
mg/m3 mg/L µS/cm 113
NILAI 34 8 9,1 4 0 43
105
NILAI 32 8 1,6 4,8 0 53
94,2
Lanjutan Lampiran 1 Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip IV bulan September 2016 LOKASI Waduk Pondok STASIUN
KJA GPS 0
S. 07 23' 51'' 0
E. 111 34' 23'' TANGGAL 23 Sept 2016 WAKTU 10.00 KETERANGAN Cerah
LOKASI Waduk Pondok STASIUN
Tengah GPS 0
S. 07 24' 24'' 0
E. 111 33' 59'' TANGGAL 23 Sept 2016 WAKTU 09.35 KETERANGAN Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
NO
C
mg/m3 mg/L µS/cm
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
C
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
mg/m3 mg/L µS/cm 114
NILAI 31 8 11,7 3,8 0,02 72
95,5
NILAI 31 8 14,5 4,3 0 69
97,5
Lanjutan Lampiran.... Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip IV bulan September 2016 LOKASI Waduk Pondok STASIUN
Outlet GPS 0
S. 07 24' 37'' 0
E. 111 33' 43'' TANGGAL 23 Sept 2016 WAKTU 09.00 KETERANGAN Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
C
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
mg/m3 mg/L µS/cm
115
NILAI 32 8 12,6 3,8 0 84
90,3
Lampiran 2. Kualitas Air di Waduk Widas. Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip I bulan Februari 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 31 7 3 3,4 1,4 38
S. 07 32' 43''
7
TDS
mg/L
140
E. 1110 46' 53''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
6
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Widas STASIUN
Kali Petung GPS 0
TANGGAL 19 Feb 2016 WAKTU 14.25 KETERANGAN Cerah LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 32' 34''
7
TDS
mg/L
120
E. 1110 46' 58''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
8
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
GPS 0
TANGGAL 19 Feb 2016 WAKTU 13.50 KETERANGAN Cerah
SATUAN
7,6 101
1 2 3 4 5 6
Kali Pandan
PARAMETER
0,0325 0,0798 0,0011 0,3909 0,2701 5,73
NILAI 31 7,5 2,1 4 1,4 47
Waduk Widas STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 116
0,0391 0,0938 0,0013 0,5455 0,2819 4,73
7,8 110
Lanjutan Lampiran 2 Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip I bulan Februari 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 32 8 2,3 5,6 0 62
S. 07 32' 16''
7
TDS
mg/L
130
E. 1110 47' 33''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
5
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Widas STASIUN
SUAKA GPS 0
TANGGAL 19 Feb 2016 WAKTU 15.05 KETERANGAN Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 32' 17''
7
TDS
mg/L
120
E. 1110 47' 48''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
14
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
GPS 0
TANGGAL 19 Feb 2016 WAKTU 15.00 KETERANGAN Cerah
SATUAN
7 112
1 2 3 4 5 6
Tengah
PARAMETER
0,0066 0,0399 0,0009 0,4545 0,1976 6,12
NILAI 33 8,5 13,6 5,5 0 50
Waduk Widas STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 117
0,0066 0,1098 0,0012 0,3364 0,2121 5,26
10 82
Lanjutan Lampiran. 2. Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip I bulan Februari 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 33 9 20,7 6,5 0 57
S. 07 32' 39''
7
TDS
mg/L
130
E. 1110 47' 52''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
20
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Widas STASIUN
Outlet GPS 0
TANGGAL 19 Feb 2016 WAKTU 15.30 KETERANGAN Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN 0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
118
0,003 0,0499 0,0017 0,5727 0,1845 4,99
6,4 95
Lanjutan Lampiran 2 Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip II bulan April 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 29 6,57 4,5 4,6 0,35 70
S. 07 32' 43''
7
TDS
mg/L
100
E. 1110 46' 53''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
8
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Widas STASIUN
Kali Petung GPS 0
TANGGAL 25 April 2016 WAKTU 11.30 KETERANGAN Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
11,9
SATUAN
65 60
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 32' 34''
7
TDS
mg/L
110
E. 1110 46' 60''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
3,5
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Kali Pandan GPS 0
TANGGAL 25 April 2016 WAKTU 10.50 KETERANGAN Cerah
PARAMETER
0,0299 0,2157 0,0003 0,1015 0,1504 1,46 10,112
NILAI 29,5 6,45 0,6 5,8 0,3 80
Waduk Widas STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 119
0,0377 0,2973 0,0006 0,1421 0,3707 3,15 9,322 17,2 78 65
Lanjutan Lampiran 2 Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip II bulan April 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 31 6,57 3,4 5,6 0,26 70
S. 07 32' 16''
7
TDS
mg/L
100
E. 1110 47' 37''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
7
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Widas STASIUN
SUAKA GPS 0
TANGGAL 25 April 2016 WAKTU 13.25 KETERANGAN Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
5,27
SATUAN
68 58
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 32' 12''
7
TDS
mg/L
100
E. 1110 47' 46''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
11
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Tengah GPS 0
TANGGAL 25 April 2016 WAKTU 13.45 KETERANGAN Cerah
PARAMETER
0,0292 0,2705 0,0021 0,1371 0,2232 2,06 9,796
NILAI 30 6,41 14,3 5,7 0,2 75
Waduk Widas STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 120
0,0306 0,2617 0,0004 0,1269 0,1406 1,33 9,796 7,34 68 57
Lanjutan Lampiran 2 Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip II bulan April 2016 LOKASI
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
NILAI 30 6,57 27 4,9 0,23 80
S. 07 32' 35''
7
TDS
mg/L
100
E. 1110 47' 58''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
3
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Waduk Widas STASIUN
Outlet GPS 0
TANGGAL 25 April 2016 WAKTU 14.00 KETERANGAN Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN 0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
121
0,0306 0,2768 0,004 0,1015 0,1288 3,48 6,952 10,57 65 56
Lanjutan Lampiran 2 Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip III bulan Juli 2016 LOKASI Waduk Widas STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 22' 34''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Kali Petung GPS 0
TANGGAL Juli 2016 WAKTU 12.45 KETERANGAN Cerah
LOKASI Waduk Widas STASIUN
NO
C
PARAMETER
NILAI
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Juli 2016 WAKTU 11.50 KETERANGAN Cerah
160
0
S. 07 22' 44''
TANGGAL
0,1351 0,1057 4,04
SATUAN
m mg/L mg/L m
GPS
0,0089 0,1938
4,4187
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
0
120
mg/m3 mg/L µS/cm
1 2 3 4 5 6
Kali Pandan
NILAI
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 122
120 0,0049 0,0382 0,1351 0,1003 3,8 6,6283 156
Lanjutan Lampiran 2 Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip III bulan Juli 2016 LOKASI Waduk Widas STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 22' 44''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
SUAKA GPS 0
TANGGAL Juli 2016 WAKTU 13.15 KETERANGAN Cerah
LOKASI Waduk Widas STASIUN
NO
C
PARAMETER
NILAI
7
TDS
mg/L
E. 1110 33' 54''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Juli 2016 WAKTU 13.40 KETERANGAN Cerah
148
0
S. 07 24' 27''
TANGGAL
0,1982 0,0371 3,25
SATUAN
m mg/L mg/L m
GPS
0,0065 0,188
6,291
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
0
110
mg/m3 mg/L µS/cm
1 2 3 4 5 6
Tengah
NILAI
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm 123
0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Lampiran 2 Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip III bulan Juli 2016 LOKASI Waduk Widas STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
S. 07 22' 34''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
Outlet GPS 0
TANGGAL Juli 2016 WAKTU 12.45 KETERANGAN Cerah
NILAI
0
C
mg/m3 mg/L µS/cm
124
120 0,004 0,21 0,018 0,0501 2,3 1,7697 152
Lanjutan Lampiran 2 Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip IV bulan September 2016 LOKASI Waduk Widas STASIUN
Kali Petung GPS 0
S. 07 32' 42'' 0
E. 111 46' 52'' TANGGAL 25 Sept 2016 WAKTU 11.35 KETERANGAN Cerah
LOKASI Waduk Widas STASIUN
Kali Pandan GPS 0
S. 07 31' 47'' 0
E. 111 47' 54'' TANGGAL 25 Sept 2016 WAKTU 13.35 KETERANGAN Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
NO
C
mg/m3 mg/L µS/cm
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
C
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
mg/m3 mg/L µS/cm 125
NILAI 32 8 3 4,6 0,1 29
106
NILAI 31,7 8 3,5 4,3 0,02 67
82
Lanjutan Lampiran. Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip IV bulan September 2016 LOKASI Waduk Widas STASIUN
SUAKA GPS 0
S. 07 32' 15'' 0
E. 111 47' 36'' TANGGAL 25 Sept 2016 WAKTU 10.45 KETERANGAN Cerah
LOKASI Waduk Widas STASIUN
Tengah GPS 0
S. 07 32' 15'' 0
E. 111 47' 45'' TANGGAL 25 Sept 2016 WAKTU 13.05 KETERANGAN Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH2 Kedalaman DO CO2 Kecerahan
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
NO
C
mg/m3 mg/L µS/cm
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
C
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
mg/m3 mg/L µS/cm 126
NILAI 32,3 7,5 11,9 3,3 0,03 72
92
NILAI 32,6 8 10,6 3,8 0,02 81
78
Lanjutan Lampiran 2 Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip IV bulan September 2016 LOKASI Waduk Widas STASIUN
Outlet GPS 0
S. 07 32' 39'' 0
E. 111 47' 52'' TANGGAL 25 Sept 2016 WAKTU 14.10 KETERANGAN Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN 0
1 2 3 4 5 6
Suhu pH Kedalaman DO CO2 Kecerahan
C
m mg/L mg/L m
7
TDS
mg/L
8 9 10 11 12 13 14 15
TSS Ortophospat (O-PO4) Total Phopat Nitrat (NO2) Nitrit (NO3) Ammoniak (NH3) Turbiditas Bahan Organik Terlarut
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L
16 17 18
Klorofil Alkalinitas DHL
mg/m3 mg/L µS/cm
127
NILAI 31,2 8 17,9 4,3 0,01 80
75
Lampiran 3. Hasil tangkapan Ikan di waduk Pondok Tahun 2016 Warsidi Cs. Waduk Pondok 2016 Tanggal 03/01/2016
2-28 feb 2016
01/03/2016
04/01/2016
15/05/2016
Ikan Tawes nila red devil
Kg 362 218
tawes nila redevil lohan
392 257 149 92
tawes nila redevil lohan tawes nila redevil lohan tawes nila lohan Red Devil
365 189 131 115 237 156 102 101 134 94 89
Tanggal 14/06/2016
136
01/07/2016
20/7/2016
08/01/2016
09/01/2016
88
128
Ikan tawes nila
Kg 146 98
lohan Red Devil tawes nila lohan Red Devil tawes nila lohan tawes nila lohan tawes nila lohan
97 92 92 82 79 80 140 85 91 250 132 137 310 163 153
Lanjutan Lampiran 3. Hasil tangkapan Ikan di waduk Pondok Tahun 2016 Nardi Cs. Waduk Pondok 2016 Tanggal 01/01/2016
01/02/2016
01/04/2016
01/05/2016
01/06/2016
Ikan
Kg
tawes
740
nila
Tanggal
Ikan
Kg
tawes
430
252
nila
152
devil
175
devil
131
tawes
145
lohan
119
nila
90
tawes
395
devil
88
nila
131
tawes
643
devil
105
nila
283
tawes
820
devil
189
nila
208
lohan
183
devil
172
tawes
715
tawes
545
nila
223
nila
180
devil
184
devil
135
lohan
174
tawes
1240
nila
328
devil
261
lohan
194
01/07/2016
20/7/2016
08/01/2016
09/01/2016
129
Lanjutan Lampiran 3. Hasil tangkapan Ikan di waduk Pondok Tahun 2016 Kartono Pondok 2016 Tanggal
Ikan
Ekor
9-31/01/2016
nila
2485
tawes
375
nila
3275
tawes
640
nila
2875
tawes
610
nila
1695
tawes
295
nila
1875
tawes
285
nila
2965
tawes
531
nila
2635
tawes
424
nila
495
tawes
205
nila
1810
tawes
311
nila
4455
tawes
532
nila
1105
tawes
211
01/02/2016
02/03/2016
02/04/2016
16/04/2016
01/05/2016
01/06/2016
02/07/2016
16/07/2016
08/03/2016
09/01/2016
130
Lampiran 4. Hasil tangkapan Ikan di waduk Widas Tahun 2016 Nelayan : Agus susanto Tanggal
Ikan
Kg
Ekor
Tanggal
Ikan
Kg
Ekor
242
709
1-30/6/2016
NILA
246
516
TAWES
TAWES
86,5
78
BELIDA
BELIDA
79
57
GABUS
GABUS NILA
103,5
139
77
8
NILA
263,5
875
01/01/2016 NILA
Feb 2016
NILA
156
340
1-18/7/2016
TAWES
88
48
TAWES
BELIDA
78
10
BELIDA
GABUS 01/03/2016 NILA
GABUS 412
1438
01/08/2016
TAWES
122,5
220
TAWES
110
134
BELIDA
86,5
57
BELIDA
88,5
67
NILA
189
524
TAWES
90
83
BELIDA
81
30
GABUS 01-Apr-16
GABUS
NILA
133
255
TAWES
93,5
72
BELIDA
80,5
27
09/09/2016
GABUS 1-31/5/ 2016
GABUS
Nila
314
1027
Tawes
99
92
Belida
84
44
Gabus
131
Lanjutan Lampiran 4. Hasil tangkapan Ikan di waduk Widas Tahun 2016
Nelayan: Suyadi Tanggal 01/01/2016
Feb 2016
01/03/2016
01-Apr-16
1-31 Mei 2016
Ikan
Kg
Tanggal
NILA TAWES BELIDA GABUS NILA TAWES BELIDA GABUS NILA TAWES BELIDA GABUS NILA TAWES BELIDA GABUS Nila Tawes Belida Gabus
214
1-30 /6/2016
118
1-18/7/2016
142
01/08/2016
158
09/09/2016
179 103
132
Ikan
Kg
NILA TAWES BELIDA GABUS NILA TAWES BELIDA GABUS NILA TAWES BELIDA GABUS NILA TAWES BELIDA GABUS
170 108 89 114 107
182 87
183 88
Lanjutan Lampiran 4. Hasil tangkapan Ikan di waduk Widas Tahun 2016
Nelayan : Nuryanto Tanggal 01/01/2016
Ikan
Kg
Ekor
Tanggal
NILA
259,5
813
1-30 /6/ 2016
TAWES
80,7
4
BELIDA
80
GABUS Feb 2016
01/03/2016
NILA
141,7
284
TAWES
86,2
28
NILA
395
1383
TAWES
87,6
13
BELIDA
94,1
51
GABUS
80 349
TAWES
81,1
5
BELIDA
BELIDA
80,2
1
GABUS
GABUS
80
206,7
634
81
5
01/08/2016
NILA
248,7
790
TAWES
81,6
9
BELIDA
BELIDA
80,4
2
GABUS
GABUS
80,2
1
NILA
181
497
80,2
1
NILA
237
778
09/09/2016
TAWES
89,5
46
TAWES
BELIDA
86
30
BELIDA
GABUS 1-31/5/2016
Ekor
150,3
TAWES
01-Apr-16
Kg
NILA
NILA
1-18/7/2016
Ikan
GABUS
Nila Tawes Belida
80
Gabus
133
Lampiran 5. Jenis-jenis Ikan Di Waduk Pondok Dan Widas
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nama lokal Bandeng Bawal Belida Belut Bulus Garingan Grasscarp/Koan Gurameh Jambal siam Kutuk Lele dumbo Lele lokal Nila Red devil Sapu sapu Sepat Tawes ekor kuning Tawes abang Tombro Udang Wader keprek Wader abang Wader pari Mujahir Loham
Nama ilmiah Chanos chanos Colossoma macropomum Notopterus notopterus Monopterus albus Cuora amboinensis Mystus nigriceps Ctenopharyngodon idella Osphronemus goramy Pangasianodon hypophthalmus Channa striata Clarias gariepinus Clarias batrachus Oreochromis niloticus Amphilophus labiatus Hyposarcus pardalis Trichogaster sp
Lokasi Waduk Familia Widas Pondok Chanidae * Charasidae * Notopteridae ** Synbranchidae * * * Bagridae * Cyprinidae * Osphronemidae * Pangasiidae * * Channidae ** ** Claridae * Claridae * * Cichlidae *** *** Cichlidae ** ** Loricarinae * Belontiidae *
Barbodes gonionatus
Cyprinidae
***
***
Barbodes balleroides Cyprinus carpio
Cyprinidae Cyprinidae
Belum diident Puntius binotatus Rasbora yacobsoni Rasbora lateristriata (Oreochromis mussambicus) Amphilophus trimaculatus
Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cichlidae Cichlidae
*** * * * * *
*** * * ** ** **
* *
* *
Total
18
134
22
Lampiran 6. Foto Aktivitas Penelitian di Waduk Pondok Dan Widas
Bendungan / Waduk Pondok Ngawi
Koordinasi dengan Dinas Perikanan Dan Peternakan Kab. Ngawi
Sampling di Waduk Pondok
Analisa kualitas air (in situ)
Sampling Biologi morfologi ikan
Sampling biologi reproduksi ikan
135
Sampling BOD
Sampling Benthos
Merakit alat sampling akustik
Sampling dengan alat akustik
Wawancara dengan nelayan
Aktifitas penangkapan
136
Lanjutan Lampiran 6. Aktivitas Penelitian di Waduk Widas
Waduk Bening / Widas Madiun
Koordinasi dengan Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Madiun
Koordinasi dengan Jasa Tirta Waduk Widas
Analisa kualitas air (in situ)
Sampling Kualitas Air
Sampling biologi ikan
137
Sampling Plankton
Sampling Benthos
Aktifitas penangkapan dengan pancing
Aktifitas Penangkapan dengan jaring
Sampling dengan alat akustik di Waduk Widas
Wawancara dengan nelayan dan petugas Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Madiun
138