w
w
w
aiphss .
a
i
p
h
kabar
s
s
.
o
r
Edisi III: Agustus 2013
Menteri Kesehatan Ri Meresmikan Uppljj Dukungan Aiphss Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Akses, Pemerataan dan Kualitas
Jelang SJSN 2014 Health Account bukti untuk perencanaan pembiayaan kesehatan
Health Sector Review Jelang RPJMN 2015-2019 sektor kesehatan
Australia Indonesia Partnership AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIP FOR DECENTRALISATION (AIPD) for Health Systems Strengthening (AIPHSS)
Australian AID
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
g
Kata Pengantar
T
ujuan mendasar dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN, 2012) adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan derajat responsiveness pemerintah sekaligus menjamin keadilan dalam kontribusi pembiayaan bagi pemenuhan harapan masyarakat terkait pelayanan kesehatan dasar. Sayangnya, kondisi terkini membuktikan bahwa jumlah dan kualitas sumber daya manusia kesehatan yang ada masih jauh dari ideal. Masih terdapat banyak fasilitas layanan dan institusi kesehatan seperti Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten serta Rumah Sakit yang belum memiliki jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sesuai aturan dan standar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pada edisi kali ini, akan disajikan beberapa informasi penting diantaranya untuk menyikapi permasalahan kualitas sumber daya manusia kesehatan di Rumah Sakit dan Puskesmas yang ada maka Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDM) dengan dukungan Program AIPHSS mengupayakan akreditasi para perawat dan bidan melalui sistem Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Selain itu, disisi pembiayaan kesehatan, Pasar 71 ayat (1) dan (2) UU No.36 tahun 2009 tentang Pembiayaan Kesehatan mengamanatkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) untuk sektor kesehatan minimal sebesar 5% dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diluar belanja gaji dan 10% dari total Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Namun dalam prakteknya alokasi anggaran baik dalam APBN maupun APBD belum mencapai prosentasi minimal berdasarkan Undang-Undang dimaksud. Kondisi diatas adalah tantangan besar bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 untuk sektor kesehatan. Menyikapi kondisi yang ada, program AIPHSS mendukung Health Sector Review yang dilakukan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Review Kebijakan sektor kesehatan tersebut bertujuan menjajaki kembali pencapaian, tantangan, potensi, kendala serta arah atau petunjuk bagi agenda arah Kebijakan Kesehatan Nasional 2014-2019. Demikian beberapa sajian Kabar AIPHSS edisi Agustus 2013, akhirnya saya ucapkan selamat membaca! Salam,
aiphss drg. Tini Suryanti Suhandi, M.Kes
kabar
Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
ii
s
Menteri Kesehatan RI meresmikan UPPLJJ dukungan AIPHSS
“
Terdapat banyak dokter dan spesialis menolak ditempatkan di daerah terpencil karena jauh dari akses informasi dan pengembangan diri, demikian halnya dengan tenaga perawat, bidan serta tenaga kesehatan lainnya. Hal ini bukan masalah yang tak terselesaikan tapi sebuah tantangan yang harus dicari solusinya, terutama menjelang akan diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada Januari tahun 2014. Tantangan yang ada telah ditindak lanjuti dengan baik oleh BPPSDM sehingga lahirlah terobosan yang cost effective… terobosan yang luar biasa dan membanggakan…yakni Pendidikan Jarak Jauh (PJJ)…dan terobosan ini merupakan hadiah ulang tahun terindah sekaligus hadiah setahun saya menjadi Menteri Kesehatan RI… terima kasih untuk tim BPPSDM, serta semua yang terlibat termasuk didalamnya DIKTI serta AusAID yang . mendukung secara finansial melalui program AIPHSS
”
Pernyataan dr Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, Menteri Kesehatan RI saat membuka acara peresmian UPPLJJ.
1
S
elasa pagi 16 Juli 2013, bertempat di Gedung Badan PPSDM Kesehatan Lt IV. Jl Hang Jebat Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A MPH dengan didampingi Kepala Badan Pengembangan & Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes RI, dr. Untung Suseno Sutarjo, MKes, John Leigh, Direktur Kesehatan AusAID beserta sejumlah pejabat teras Kemenkes dan undangan lainnya, meresmikan Unit Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Jarak Jauh (UPPLJJ) sebagai unit ditingkat pusat yang akan mengelola program Pendidikan dan Pelatihan bagi Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan. Termasuk didalamnya mengkoordinir penyelenggaraan Pendidikan & Latihan Jarak Jauh (PLJJ) Menteri Kesehatan juga menggaris bawahi bahwa Peraturan dan Kebijakan Kementerian Kesehatan mensyaratkan bahwa tingkat Pendidkan Tenaga Kesehatan minimal adalah setingkat Ahli Madya atau setara Diploma 3, namun kondisi dilapangan mencatat bahwa sejumlah 146,542 tenaga kesehatan yang masih aktif melayani belum memenuhi kualifikasi setara D3. Dengan demikian maka terobosan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) yang dikelola UPPLJJ diharapkan akan dapat menjawab tantangan yang terkini. Menteri juga menambahkan bahwa tantangan lain yang tidak kalah penting adalah dukungan dari Pemerintah Daerah (PEMDA) untuk mengelola jumlah, jenis dan distribusi tenaga kesehatan dimasing-masing wilayah agar sepadan dengan Peraturan Pemerintah no. 38 tahun 2007. Komitment yang kuat dan upaya nyata dari pihak eksekutif dan legislatif sangat dibutuhkan untuk mewujudkan harapan tersebut.
P J (
Menteri Kesehatan RI meresmikan 2
UPPLJJ dukungan AIPHSS
Pendi Jarak (PJJ)
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Akses, Pemerataan dan Kualitas
S
ecara nasional akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar sudah meningkat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah Puskesmas dan dibentuknya Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) di tiap desa serta adanya program jaminan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin oleh pemerintah melalui asuransi kesehatan seperti: Askes, Jamkesmas, Jamsostek dan Jamkesda.
Namun data Statistik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjuk masih adanya ketimpangan dalam penyebaran atau distribusi tenaga terampil kesehatan sesuai jenis dan sifat pekerjaan. Data yang ada memperlihatkan bahwa rasio tenaga kesehatan belum mencapai target per 100.000 penduduk.Dokter spesialis baru mencapai 7,73 dari target 9 per 100.000 penduduk; Dokter umum tercatat baru 26,3 dari target 30 per 100.000 penduduk. Sementara perawat sebanyak 157,75 dari target 158 per 100.000 penduduk, dan; bidan sebanyak 43.75 dari target 75 per 100.000 penduduk.1
1
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI (RENSTRA Kemenkes RI) tahun 2010-2014
Data Rasio Tenaga Kesehatan
200
150
100
50
0
Bidan Perawat Dokter Dokter Umum Spesialis Target per 100.000 penduduk Situasi sekarang
Sumber data: Dok. Renstra Kemnkes RI tahun 2010-2014
3
endid Kuantitas dan kualitas perawat dan bidan
Bicara tentang kuantitas, data terakhir yang dipakai sebagai acuan dalam Renstra Kemenkes RI 2010-2014 menyebutkan bahwa Indonesia masih kekurangan sejumlah 63.912 orang perawat dan 97.802 bidan. Dan secara kualitas disebutkan pula bahwa jumlah yang saat ini ada di rumahsakit, puskesmas, klinik dan fasilitas layanan kesehatan lainya masih setara dengan jenjang pendidikan menengah.
UU No. 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi mengatur jenjang minimal dalam pendidikan tinggi tenaga kesehatan adalah Diploma III (D.III). Sumber informasi lain menyebutkan bahwa kurang lebih 140.000 perawat dan bidan yang tersebar dalam berbagai layanan primer belum mengantongi ijasah D.III. Lantas bagaimana memastikan sejumlah perawat dan bidan dengan ijasah dibawah D.III tersebut tetap berkesempatan memberikan layanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin sekaligus memenuhi standard minimum sesuai regulasi terbaru?
4
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ)
Menyikapi permasalahan diatas, salah satu langkah solutif yang di tempuh oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDM) dengan dukungan Pemerintah Australia melalui program Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS) adalah mengupayakan akreditasi para perawat dan bidan melalui Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Program PJJ ini bertujuan untuk memberikan akreditas sekaligus menjamin para perawat dan bidan dengan gelar belum D.III agar tetap belajar tanpa harus harus meninggalkan pekerjaan atau pelayanan mereka di puskesmas, rumah sakit dan atau fasilitas layanan kesehatan yang ada. Sasaran didik dari program PJJ adalah tenaga kesehatan PNS dan Non-PNS
“
Program PJJ adalah program pendidikan jarak jauh yang memberikan kesempatan strategis kepada para perawat dan bidan untuk mengikuti kuliah tanpa harus meninggalkan tempat pelayanan mereka; Dengan demikian tidak mengganggu akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanannya mereka di puskesmas, rumah sakit, serta fasilitas layanan kesehatan lainnya sambil kuliah
”
yang secara social, ekonomi dan waktunya tidak memungkinkan mengikuti pendidikan lanjutan melalui jalur reguler.
arakJ
Ditambahkan bahwa untuk Daerah Tertinggal Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTTPK) seperti Nusa Tenggara Timur misalkan, akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar jelas belum merata di seluruh kabupaten/kota. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh beragam faktor antara lain kondisi geografis, transportasi, infrastruktur serta yang paling penting adalah regulasi terkait kuantitas, kualitas dan pemerataan/distribusi tenaga kesehatan dasar dimaksud.
dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes, Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Badan PPSDM)
Perangkat dan langkah pengembangan PJJ
Perguruan Tinggi penyelenggara program PJJ adalahPoltekes Kemenkes yang memenuhi persyaratan dan memiliki kebutuhan prioritas pembangunan nasional antara lain Poltekes Jayapura, Sorong, Kupang, Mataram, Kaltim, Medan dan Banjarmasin. Modus penyelenggaraan PJJ menggunakan Modus Ganda (dual mode) yaitu secara tatap muka dan jarakjauh. Perangkat PJJ terdiri dari enam unsur seperti lembaga penyelenggara, teknologi informasi dan komunikasi, strategi pembelajaran, materi ajar, tutor/dosen dan peserta belajar.
Langkah-langkah pengembangan PJJ mencakup penetapan modul, pengembangan sistem pembelajaran (design), pengembangan konten, struktur dan sumberdaya manusia penyelenggara serta implementasi dan yang terakhir adalah Monitoring dan Evaluasi (M&E). Proses persiapan, perancangan dan pengembangan sudah berlangsung sejak Februari 2013. Sementara uji coba dan revisi sistem PJJ ini direncanakan berlangsung pada bulan Agustus 2013 sehingga implementasi dari sistem PJJ akan dimulai semester ganjil pada tahun akademik yakni September 2013.
Pertemuan Program Steering Committee (PSC)
“
Koordinasi sub-sistem melalui PSC ini diharapkan bukan hanya secara vertical tapi juga horizontal antara unsur-unsur terkait seperti PPSDM, PPJK, BUKD danRoren . Program HSS adalah terobosan baru yang menangkap isu-isu health workforce, health financing, regulation serta penyampaian layanan kesehatan dasar. Dengan demikian, pula perlu dilakukan penyelarasan antara indikator program dengan indikator RPJMN. Pada akhirnya lima rapor merah dapat berubah hijau dengan intervensi dan dukungan AusAID lewat program Penguatan Sistem Kesehatan atau AIPHSS .
”
dr. Supriyantoro, Sp.P MARS, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Ketua PSC.
5
A D T K
ertemua rogram teering ommittee PSC) P
ertemuan PSC berlangsung di Jakarta pada awal Juni (03/06/2013). Pertemuan intensif sehari penuh ini dibuka dan ditutup oleh Sekertaris Jendral Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr SupriyantoroSp.P, MARS dengandi dampingi pula oleh Direktur Kesehatan AusAID Indonesia, John Leigh. Pertemuan tertinggi tingat program ini juga dihadiri oleh sejumlah pengambil keputusan terkait penguatan sistem kesehatan yakni dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Keuangan, antara lain, Dirjen Keuangan Daerah (Kemenkeu), Dirjen Otonomi Daerah (Kemendagri), Dirjen Pemerintahan Umum (Kemendagri). Pertemuan koordinasi para pengambil keputusan ini sangat penting dilakukan pada tataran vertikal maupun horizontal dengan tujuan mengakomodir kebutuhan dan terobosan baru terkait sumberdaya manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan dan regulasi yang diperlukan untuk upaya-upaya penguatan sistem kesehatan sesuai Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang ada. Hal tersebut disampaikan oleh Sekjen Supriyantoro saat membuka acara PSC dimaksud. Ia juga menambahkan bahwa kegiatan PSC maupun pra-PSC perlu melakukan penyelarasan antara indikator program dengan indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019)
Pada kesempatan ini, Direktur Kesehatan AusAID,John Leigh menambahkan bahwa dukungan pemerintah Australia untukpenguatan sistem kesehatan lewat program AIPHSS diharapkan pula menjadi titik pusat dukungan Pemerintah Australia berbasis kemitraan yang strategis untuk menjawab isu-isu prioritas sistem kesehatan nasional yang ada. Pertemuan ini mendiskusikan dan menyepakati beberapa hal strategis terkait penyempurnaan arah program antara lain AIPHSS Performance framework (kerangka kerja AIPHSS) dan workplan (rencana kerja) 2013-2016.
“
Kemajuan program AIPHSS sejak pertemuan Bali terasa agak lambat namun menuju kearah yang tepat sesuai harapan, yakni sebagai titik pusat dukungan pemerintah Australia untuk peningkatan sistem kesehatan di Indonesia khususnya di daerah sasaran dari program AIPHSS. Pertemuan PSC perlu menetapkan arahan strategis yang jelas sesuai kebutuhan penguatan sistem dengan tetap berpijak pada pola kemitraan .
”
John Leigh, DirekturKesehatan-AusAID Indonesia
6
ADINKES: Dukungan Terkait Sist A Kesehatan ADINKES:
Dukungan Revisi Regulasi Terkait Sistem Kesehatan
sosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) sepakat mendukung Program AIPHSS dalam melakukan revisi regulasi terkait sistem kesehatan. Penandatanganan perjanjian subkontrak (subcontract agreement) telah berlangsung pada tanggal 16 Juli 2013 di kantor Coffey International Development-Jakarta. Pada tahap pertama disepakati beberapa kegiatan utama yang akan dilakukan oleh ADINKES selama sembilan bulan kedepan antara lain mengkaji Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Kementerian Kesehatan (PERMENKES) serta memfasilitasi pertemuan koordinasi antara Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara) dan dengan Daerah dimana program AIPHSS diimplementasikan yakni Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur.
ADINKES: Dukungan Terkait Sis Lima kegiatan telah disepakati untuk dilakukan pada tahap awal yakni: 1. Revisi Lampiran Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2008 dan Permenkes nomor 922 tahun 2008 tentang Pembagian Urusan antara Pusat dan Daerah; 2. Revisi Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2008 dan Permenkes nomor 267 tahun 2008 tentang Struktur Organisasi di Daerah (SOTK); 3. Revisi Permenkes nomor 741 tahun 2008, Kepmenkes nomor 828 tahun 2008 dan Kepmenkes nomor 317 tahun 2009 tentang Standard Pelayanan Minimal (SPM) 4. Pembuatan Standard Kompetensi Teknis bagi Pelaksana Urusan Bidang Kesehatan di Daerah, dan 5. Program Penguatan Puskesmas melalui Program Integrasi.
Kegiatan revisi yang akan dilakukan oleh Tim ADINKES terdiri dari pada ahli di bidang kesehatan dan pemerintahan (Kementerian Dalam Negeri) serta dari kalangan akademisi dan mantan pejabat eselon I dan II di kedua Kementerian.
Beberapa kegiatan pertemuan telah dilaksanakan sejak tanggal Surat Perjanjian Subkontrak ditanda tangani, yaitu sejumlah pertemuan persiapan dengan menghadirkan nara sumber penting seperti dari Direktorat P2PL, Direktorat Gizi-KIA, Badan PPSDMKEMENKES, Perwakilan Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ARSADA), Perwakilan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Biro Organisasi Kementrian Dalam Negeri dan dari Kementerian Kesehatan sendiri yakni Biro Hukum Organisasi serta Mediko Legal Kementerian Kesehatan. Hasil dari pertemuan akan dikompilasi dan dikomunikasikan kepada pihak terkait langsung baik di Kementerian Kesehatan (KEMENKES) maupun Kementerian Dalam Negeri (KEMENDAGRI).
Program AIPHSS Melakukan Audiensi ke Provinsi Jatim dan Empat Kabupaten Sasaran
“
…Program AIPHSS membangun kembali semangat Pemerintah Daerah Bangkalan untuk mengembalikan fungsi Puskesmas sesuai Kepmenkes RI no. 128 Tahun 2004…
”
Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Bangkalan
K
“
…Provinsi Jawa Timur menaruh harapan besar terhadap program AIPHSS di Jatim… disadari bahwa pembangunan kesehatan di provinsi ini masih terkesan parsial, terutama dengan diberlakukannya peraturan pemerintah tentang otonomi daerah (otda)… tak dapat dipungkiri otda kerap menjadi ganjalan karena secara struktural kabupaten memiliki otoritas tersendiri terhadap tata kelola pembiayaan kesehatan sekaligus pengelolaan sumber daya manusia kesehatan…bukan hal baru orientasi puskesmas masih bersifat kuratif, tenaga kesehatan tersebar tidak merata dan tidak sesuai kebutuhan ...yang mana pada akhirnya berimbas pada akses dan kualitas layanan kesehatan dasar masyarakat…
”
dr Harsono, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
eberhasilan pelaksanaan kerjasama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia untuk penguatan sistem kesehatan melalui Program AIPHSS sangat dipengaruhi oleh persiapan dan koordinasi antar berbagai pihak kunci pada berbagai tingkat administrasi pemerintahan. Setelah tersusun dan disepakatinya Rencana Kerja Program (Workplan) ditingkat provinsi dan kabupaten, Program AIPHSS melaksanakan
audiensi program ke provinsi Jawa Timur ( Jatim) dan kabupaten sasaran. Tujuan dari kegiatan audiensi tersebut adalah melakukan paparan langsung terkait rencana implementasi program kepada stakeholder kunci dari program yakni pemerintah daerah (PEMDA) sekaligus memperkuat kepemilikan dan koordinasi program antar stakeholder kunci terkait. PEMDA dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan di tingkat Provinsi serta keempat kabupaten sasaran Program AIPHSS yakni Bondowoso, Sampang, Bangkalan dan Situbondo. Paparan program yang dilakukan secara marathon oleh Tim AIPHSS tersebut mendapatkan respon yang positif dari masing-masing PEMDA. Tim AIPHSS terdiri dari perwakilan dari AIPHSS Central Program Management Unit (CPMU), AIPHSS Program Technical Specialist (PTS) serta didampingi pula oleh perwakilan AusAID sebagai penyandang dana program AIPHSS. Audiensi tersebut berlangsung dari tgl 15 hingga 20 Juli 2013.
9
Dirgahayu
Kemerdekaan Republik Indonesia ke-68
Kunjungi kami di:
www.aiphss.org
Jelang
SJSN 2014
S
uatu pagi di Rumah Sakit Cikini yang padat, Aldi, pria 31 tahun, duduk antri menunggu giliran pelayanan hemodialisasi atau cuci darah. Sejak berusia 21 tahun ia terpaksa harus hidup hanya dengan sebuah ginjal yang didonorkan oleh ibunya melalui operasi pencangkokan ginjal karena kedua ginjalnya tidak berfungsi lagi. Hidup dan Bekerja hanya dengan sebuah ginjal tidak membuat Aldi mengasihani diri. Sebaliknya, lelaki dengan beranak satu yang kesehariannya berdagang kue basah di pasar tradisional sangat tegar dan menikmati hidup dan pekerjaannya. Sayangnya setelah 10 tahun dipakai, ternyata ginjal pemberian ibunya tersebut bermasalah karena terjadi penyempitan pada saluran urinenya. Solusinya, Aldi harus menjalani operasi. Malang bagi Aldi, karena operasi pertama tidak berhasil karenanya mesti di ulang lagi dan ironisnya berakhir dengan infeksi yang berakibat ia harus kehilangan ginjal cangkokannyakarena dinyatakan rusak. Kini Aldi harus menjalani hemodialisa seminggu dua kali. Ia bahkan telah menjalani 15 kali operasi sebelum proses hemodialisa dijalaninnya sebagai pilihan terakhir. Untungnya, semua proses operasi dan hemodialisa yang membutuhkan biaya yang sangat besar tersebut dapat dijangkau Aldi berkat Kartu Jakarta Sehat ( JKS).
Jelang Modal awal yang luar biasa
Kisah Aldi di samping adalah salah satu dari sekian banyak kisah nyata sekaligus contoh yang membuktikan bahwa negara wajib tetapi juga mampu dan berhasil memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk mendapatkan jaminan sosial kesehatan utamanya bagi masyarakat miskin. Bukti keberhasilan JKS dalam kasus Aldi diatas dapat dipandang sebagai modal awal kesiapan Jakarta terhadap implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional-Kesehatan (SJSN-K) . Sebuah praktek sukses yang melahirkan sebersit optimisme terhadap SJSN-K.
SJSN SJSN-K; Jaminan Kesehatan Untuk Semua
Pertanyaan dasar yang patut di kedepankan adalah: Apa dan mengapa SJSN-K?
Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam konsideran menimbang, huruf (a) dinyatakan : “......setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya..........”. Dan, pada huruf (b) dinyatakan : “.....untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangan Sistem Jaminan
11
Jela
SJS Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia”. . Selanjutnya, pada pasal 18 angka (1) di sebutkan, Jaminan kesehatan sebagai salah satu dari jenis program SJSN. Lebih jauh pada pasal 19 ayat (1) dinyatakan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional dan berlandaskan prinsip asuransi sosial dan ekuitas. Dan ayat (2) pasal ini menyatakan bahwa jaminan kesehatan di selenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalm memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Mengapa prinsip asuransi sosial dan ekuitas menjadi penting dalam SJSN-K? Prinsip asuransi sosial bertujuan menegaskan bahwa SJSN adalah wajib bagi seluruh warga negara tanpa melihat latar belakang kesehatan, usia, pekerjaan, etnik, agama, status sosial dan ekonomi serta gender dan memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan pelayanan kesehatan yang
12
komprehensif yang mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Sementara prinsip ekuitas bertujuan menjamin adanya kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan medis terkait pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Untuk memastikan ini maka bagi warga miskin dan hampir miskin, iuran asuransi dibayar oleh negara.
Alokasi biaya
Seberapa besar rencana pembiayaan oleh pemerintah untuk menanggung biaya iuran asuransi bagi warga miskin dan hampir miskin demi memastikan hak mereka atas kesamaan dalam memperoleh pelayanan kesehatan, lewat SJSN ini? Dengan asumsi jumlah warga miskin dan hampir miskin mencapai
28,07% dari total populasi (BPS, 2013) maka rencananya ada sebanyak 16 trilyun rupiah yang akan digulirkan dari kas negara dan akan dikelola langsung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mulai tahun anggaran 2014. Besaran dana tersebut merupakan komitment pemerintah untuk menjangkau kebutuhan pengobatan (kuratif) bagi mereka yang selama ini belum terjangkau. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan upaya non preventif dan promosi kesehatan atau pemberdayaan masyarakat melalui public health?
Nampaknya, upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dan pencegahan yang menjadi dasar public health akan diambil dari kantong-kantong pusat seperti Biaya Operasional Kesehatan (BOK) yakni sebanyak kira-kira Rp. 2,7 Trilyun serta kantong-kantong angggaran dari alokasi APBD sesuai kemampuan masing-masing daerah.
ang Dukungan Program AIPHSS
Apa yang dilakukan AIPHSSAusAID dalam rangka membantu penguatan kapasitas Puskemas sebagai gate keeper?
Apa peran Puskesmas dalam program jaminan kesehatan SJSN-K ini?
Peningkatan kapasitas sumberdaya Puskesmas yang berkelanjutan perlu mendapat dukungan agar benar-benar siap menghadapi pelaksanaan SJSNKesehatan. Untuk ini berbagai dukungan dari Pemerintah Australia melalui program Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS) sudah direncanakan dan disepakati waktu pelaksanaanya pada tataran nasional (Kemenkes) maupun di tataran daerah(Dinas Provinsi dan Kabupaten/ Kota sasaran AIPHSS),antara lain melalui program BUKD (Bina Upaya Kesehatan Dasar) yakni kegiatan revitalisasi Puskesmas, review Sistem Informasi Puskesmas, ujicoba akreditasi Puskesmas terkait mutu serta penguatan Puskesmas untuk pemberdayaan masyarakat dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
SN Peran Puskesmas sebagai ‘gate keeper’ Siapa penerima manfaat SJSN-K?
Sebagaimana landasan prinsip SJSN sebagai asuransi sosial maka kepesertaan adalah adalah wajib. Artinya, setiap warga negara harus terdaftar sebagai penerima pemanfaat SJSN sehingga dapat dilindungi negara. Namun demikian meskipun kepesertaannya bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Namun bagi warga yang masuk dalam kategori miskin dan hampir miskin iuran asuransi ini ditanggung oleh negara. Dana SJSN adalah dana amanah (trust fund).Artinya, dana iuran asuransi ini akan dikelola dan digunakan sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan kesehatan dan kesejahtraan rakyat.
Dalam program ini Puskesmas akan berperan sebagai gate keeper. Artinya, Puskesmas memiliki peran besar dan strategis terkait keberhasilan SJSN, dimana sebagai gate keeper Puskesmas adalah penyelenggara pelayanan kesehatan dasaryang merupakan kontak pertama pada pelayanan kesehatan formal dan penapis rujukan sesuai dengan standard pelayanan medik. Dengan kata lain, sukses tidaknya SJSN dalam penyampaian akses dan kualitas layanan dasar kesehatan akan bertumpu pada kesiapan dan kapasitas yang dimiliki Puskesmas. Lebih lengkap tentang peran dan fungsi Puskesmas dalam program SJSN-K ini dapat dilihat dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 128 tahun 2004.
Dari sisi pengembangan mutu tenaga kesehatan di Puskesmas, beberapa kegiatan akreditasi melalui kegiatan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) juga didukung penuh oleh AIPHSS. Sementara dari sisi penguatan regulasi, AIPHSS melalui Biro Perencanaan Penganggaran (ROREN) mendukung beberapa kegiatan penguatan regulasi antara lain, dukungan terkait proses penyusunan RPJMN 2015-2019 berwawasan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) serta kegiatan revisi regulasi terkait desentralisasi antara lain UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ; UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ; PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupatn/ Kota,dan; PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
13
Mengembalikan Fungsi Puskesmas KEPMENKES RI no 128 tahun 2004: Fungsi Puskesmas Dalam KEPMENKES RI No. 128 tahun 2004 dinyatakan bahwa fungsi Puskesmas dibagi menjadi tiga fungsi utama: Pertama, sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) primer ditingkat pertama di wilayahnya; Kedua, sebagai pusat penyedia data dan informasi kesehatan di wilayah kerjanya sekaligus dikaitkan dengan perannya sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan di wilayahnya, dan; Ketiga, sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) primer/tingkat pertama yang berkualitas dan berorientasi pada pengguna layanannya. Artinya, upaya kesehatan di Puskesmas dipilah dalam dua kategori yakni : Pertama, pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer yakni puskesmas sebagai pemberi layanan promotif dan preventif dengan sasaran kelompok dan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, dan; Kedua, Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan perseorangan primer dimana peran Puskesmas dimaknai sebagai gate keeper atau kontak pertama pada pelayanan kesehatan formal dan penakis rujukan sesuai dengan standard pelayanan medik.
Wajah Puskesmas kini Tujuan dasar restrukturisasi Puskesmas adalah memperkokoh fungsi upaya kesehatan masyarakat (UKM) serta upaya kesehatan perorangan (UKP). Pengembangan UKM dan UKP menjadi sangat penting utamanya untuk mendukung diberlakukannya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) mulai
14
Januari 2014 serta penguatan layanan promotif dan preventif. Kenyataannya,hingga kini masih sering kita temui pemandangan umum dimana Puskesmas masih berfokus pada pendekatan kuratif dari pada preventif. Beberapa analisa menyebutkan bahwa akar dari praktek tersebut antara lain, adanya persepsi dari pengambil keputusan ditingkat kabupaten dan kota bahwa layanan kuratif memberikan kontribusi berarti pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tambahan pula, persepsi masyarakat yang masih menganggap Puskesmas hanya sebagai penyedia pengobatan bagi orang sakit atau sebagai fasilitas ‘orang sakit’ daripada fasilitas ‘menjadi sehat’. Paradigma sehat yang selalu mengutamakan pendekatan promotif-preventif masih sangat sukar dipahami dan diadopsi masyarakat dan penyedia layanan di Puskesmas. Paradigma penyedia layanan di Puskesmas masih berfokus pada penyembuhan dan pemulihan dengan penekanan pada kuratif –rehabilitative, dan paradigma ini sudah melekat kuat sehingga tidak mudah tergantikan. Idealnya, peran Puskesmas sebagai gate keeper atau penyedia layanan kesehatan primer yang mampu menggeser paradigma sakit yang ada dengan mengedepankan paradigma sehat. Disisi lain, komposisi tenaga kesehatan di Puskesmas diberbagai wilayah di Indonesia, pada umumnya masih jauh dari standar KEPMENKES No. 81 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan. Tenaga profesional kesehatan yang beriorientasi ‘promotif & preventif’ seperti ahli gizi, sanitariandan, analis kesehatan masih sangat minim. Terbukti dari hasil survey terbaru yang dilakukan Prof. Ascobat Gani di Nusa Tenggara Timur (NTT), provinsi yang masih sering ditemukan sejumlah kasus busung lapar dan wabah diare, dimana tenaga ahli gizi dan sanitarian tidak ditemukan di sejumlah kabupaten beresiko. Sesuatu yang ironis, memang !
apa peran Puskesmas Puskesmas sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan Puskesmas berperan menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayahkerjanya, sehingga
berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu Puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Puskesmas sebagai pemberdayaan masyarakat Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya social budaya masyarakat setempat.
Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan strata pertama Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab Puskesmas meliputi pelayanan perorangan antara lain, rawat jalan dan rawat inap serta, pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat public dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pembiayaan Puskesmas Demi terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang menjadi tanggungjawab Puskesmas, pembiayaan Puskesmas didukung oleh berbagai sumber yakni:
Pemerintah Sesuai dengan azas desentralisasi, sumber pembiyaan pemerintah datang dari APBD kabupaten/kota. Selain itu Puskesmas juga menerima pendanaan dari alokasi APBD provinsi dan APBN (semisal, Biaya Operasional Kesehatan/BOK). Dana yang disediakan oleh pemerintah dibedakan atas dua macam, yakni: 1). Dana anggaran pembangunan yang mencakup dana pembangunan gedung, pengadaan peralatan serta pengadaan obat, dan; 2). Dana anggaran rutin yang mencakup gaji karyawan, pemeliharaan gedung dan peralatan, pembelian barang habis pakai serta biaya operasional. Anggaran tersebut disusun oleh dinas kesehatan kabupaten/kota untuk diajukan dalam Daftar Usulan (DUK) Kegiatan kepemerintah kabupaten/kota untuk seterusnya dibahas bersama DPRD kabupaten/ kota. Puskesmas diberikan kesempatan mengajukan kebutuhan untuk kedua anggaran tersebut melalui dinas kesehatan kabupaten/ Kota. Anggaran yang telah disetujui tercantum dalam dokumen keuangan diturunkan secara bertahap ke Puskesmas melalui dinas kesehatan kabupaten/kota. Untuk beberapa mata anggaran tertentu, misalkan pengadaan obat dan pembangunan gedung serta pengadaan alat, anggaran tersebut dikelola langsung oleh dinas kesehatan kabupaten/kota atau oleh pemerintah kabupaten/kota. Penanggungjawab penggunaan anggaran yang diterima Puskesmas adalah kepala Puskesmas sedangkan administrasi keuangan dilakukan oleh pemegang keuangan Puskesmas
yakni staf yang ditetapkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota atas usulan kepala Puskesmas. Penggunaan dana sesuai dengan usulan kegiatan yang telah disetujui dengan memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundangundangan yang belaku.
Pendapatan Puskesmas Sesuai dengan kebijakan pemeritah, masyarakat dikenakan kewajiban membiayai upaya kesehatan perorangan yang dimanfaatkannya, dan besar biaya (retribusi) ditentukan oleh masing-masing pemerintah daerah. Seluruh pendapatan Puskesmas disetor secara berkala ke kas negara melalui dinas kesehatan kabupaten/kota. Total dana retribusi dari Puskesmas ini kemudian menjadi bagian dari sejumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain dari retribusi yang dipungut dari kantong pasien sebagai pemanfaat layanan, Puskesmas juga menerima dana dari berbagai sumber antara lain, seperti: PT Askes, Jampersal, Jamkesmas, Jamsostek, dll. Dengan diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada bulan Januari 2014 mendatang, diharapkan akan terjadi perubahan pada sistem pembiayaan Puskesmas. Melalui SJSN pemerintah hanya akan bertanggungjawab untuk pemenuhan pembiayaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) sementara upaya kesehatan perorangan (UKP) dibiayai oleh SJSN sebagai trust fund. Dalam konteks tersebut maka pembiayaan Puskesmas untuk UKP akan didukung oleh dana kapitasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-K). Artinya, Puskesmas harus siap dan mampu mengelola dana kapitasi tersebut demi pemenuhan SJSN sekaligus sebagai masukan manfaat bagi Puskesmas.
15
Hea Health Account
Bukti Untuk Perencanaan Pembiayaan Kesehatan
Accounts adalah identifikasi area intervensi kesehatan, mengusulkan intervensi pembiayaan kesehatan sesuai kebutuhan, memonitor dan mengevaluasi intervensi serta mengurangi kemungkinan pengeluaran kesehatan yang tidak disesuai kebutuhan dan kebijakan.
Seperti apa dampak pembiayaan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan hampir miskin?
Acco D
engan akan diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 2014, maka kebutuhan akan Health Accounts ditingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten semakin penting dan nyata. Health Account ditingkat Nasional (National Health Account), Provinsi (Provincial Health Account) dan Kabupaten (District Health Account) merupakan salah satu pendekatan perencanaan berbasis bukti (evidence based health financing) yang mana perencanaan pembiayaan kesehatan pada tahun yang akan datang telah direncanakan berdasarkan bukti dan analisa pengeluaran kesehatan terkini.
16
Apa itu Health Accounts?
Secara singkat, Health Accounts (HA) merupakan suatu cara pemantauan yang sistematis, komprehensif serta konsisten terkait pemanfaatan aliran dana/pembiayaan pada sistem kesehatan (health spending). Tujuannya adalah mengukur alur pengeluaran yang ada ditingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten sehingga pembiayaan kesehatan ditahun yang akan datang dapat diproyeksikan secara tepat sasaran dan tepat manfaat. Strategi pengukuran yang digunakan adalah menggunakan sistem standard internasional yang telah disepakati oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Manfaat besar dari adanya Health
Pada dasarnya negara melalui sistem kesehatan menjamin pelayanan kesehatan, pencegahan (preventif), promosi (promotion) dan pengobatan (kuratif). sumber dana untuk pengobatan pada tahun 2014 akan di-cover melalui skema SJSN kesehatan sementara untuk pembiayaan preventif dan promotif akan bersumber dari kantong BOK (Biaya Operasional Kesehatan) maupun kantong-kantong lain dari APBN dan APBD. Prinsip pembiayaan kesehatan adalah keadilan dalam kontribusi pembiayaan dan perlindungan terhadap resiko keuangan berdasarkan dugaan bahwa sebaiknya rumah tangga dapat membayar bagiannya secara adil tanpa memperburuk keadaan finansial yang ada. Apa yang diindikasi adil tergantung pada perkiraan/dugaan normatif masyarakat dan bagaimana sistem kesehatan dapat membiayainya. Keadilan dalam kontribusi pembiayaan mencakup dua aspek penting yakni risk-pooling diantara yang sehat dan sakit dan pembagian resiko (risk sharing) antar kemakmuran atau tingkat pendapatan. Penggabungan resiko merupakan dasar pemikiran kontribusi untuk biaya kesehatan adalah perawatan pada saat sakit. Artinya, setiap orang miskin yang sakit tidak diberikan beban ganda karena sakit dan karena ongkos perawatan kesehatan yang melebihi
alth terkendalikan melalui kebijakan atau skema jaminan kesehatan yang disiapkan negara, maka jelas pembiayaan kesehatan negara tidak berhasil menjanggau kebutuhan masyarakat miskin dan hampir miskin bahkan sebaliknya dapat memperburuk kondisi kemiskinan yang sudah ada.
“
Setidaknya ada tiga point yang menjadi dasar perhitungan pembiayaan melalui skema jaminan kesehatan masyarakat miskin yakni 1) mengurangi pengeluaran kesehatan tunai langsung (out of pocket expenses), 2) mencegah atau mempersempit kemungkinan terjadinya pembiayaan catastrophic dalam rumah tangga miskin serta 3) membuka akses masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan yang berkualitas...
Apa saja cakupan analisis dari NHA/ PHA dan DHA?
ount kemampuannya. Keadilan dalam kontribusi pembiayaan merupakan langkah kedepan untuk mengurangi pengeluaran tunai dari langsung (out of pocket expenses) bahkan mencegah pengeluaran yang catastrophic ketika salah satu anggota rumah tangga miskin menderita sakit. Pengeluaran kesehatan tunai langsung (out of pocket expenses) dimaksud adalah besarnya biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Termasuk didalamnya biaya konsultasi dokter, pembelian obat, dan retribusi pelayanan kesehatan ataupun pengobatan alternative dan/atau tradisional. Pembiayaan Catastrophic adalah pembiayaan kesehatan yang mengakibatkan kondisi keuangan rumah tangga miskin semakin terpuruk dengan pengeluaran kesehatan melebihi 40% dari kapasitas membayar atau dari total pembelanjaan untuk sekedar bertahan hidup.
”
Disampaikan oleh Debbie Murhead, AusAID Senior Health Adviser pada saat pertemuan AIPHSS Technical Working Group, Mei 2013
Dengan demikian perencaanaan dan pemanfaaatan anggaran yang tepat sasaran dan tepat guna harus mampu menekan pengeluaran kesehatan tunai langsung (out of pocket expenses) beserta kemungkinan terjadinya pembiayaan catasptrophic oleh rumah tangga miskin. Jika kedua pengeluaran diatas tidak
Dalam menyusun health account, data berikut akan menjadi acuan
1. Sumber pembiayaan (financing sources) 2. Badan/agen pembiayaan (financing agents) 3. Pemberi pelayanan (providers) 4. Fungsi pembiayaan (functions) 5. Biaya sumber daya (resource cost) 6. Beneficiaries (demographic, socio economics, health status dari wilayah/region)
Dukungan Program AIPHSS untuk Health Accounts
Pemerintah Australia (AusAID) melalui Program AIPHSS bekerja sama dengan Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (PPJK) melakukan penguatan sistem pembiayaan kesehatan melalui berbagai kegiatan ditingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten antara lain: pembentukan databank NHA, CBG Evaluation and Capacity Building, Pemantauan Kinerja Teknis Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pembetukan Tim PHA/DHA, Pelatihan dan Pengumpulan data PHA/DHA, pertemuan sosialisasi tentang Health Account kepada stakeholder kunci di Provinsi dan Kabupaten, pelatihan fasilitator DHA dan pendampiongan penyususnan DHA serta penyusuan Pergub tentang Pelembagaan PHA.
17
“
... Perencanaan kesehatan membutuhkan analisis yang spesifik terkait demografi, populasi, dinamika epidemiology penyakit, kekuatan dan kelemahan sistem kesehatan yang berlangsung serta proyeksi isu-isuprioritas kedepan …. Kegiatan analisis dimaksud seyogianya dilakukan melalui koordinasi antar tim ahli untuk menjamin perencanaan yang tepat prioritas, tepat metodologi dan tepat dalam pendistribusian dari sumberdaya yang ada, baik dari sisi pemerintah maupun non . pemerintah
”
Pernyataan Deputi Menteri Negara PPN/ BAPPENAS, Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Dra. Nina Sadjunani, MA saat membuka pertemuan Health Sector Review yang didanai Program AIPHSS.
18
Healt jelang se
Health Sector Review Jelang RPJMN 2015-2019 Sektor Kesehatan
M
enjelang penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPPENAS) rencananya akan mereview kebijakan sektor kesehatan untuk menjajaki kembali pencapaian, tantangan, potensi, kendala serta arah atau petunjuk bagi agenda Kebijakan Kesehatan Nasional 2014-2019. Untuk tujuan ini diperlukan sebuah kerangka acuan (term of reference) dan metode untuk memastikan review tersebut nantinya benar-benar mendapat dukungan dari seluruh stakeholder terkait. Dalam rangka penyusunan kerangka acuan dimaksud, sejumlah tim ahli perencana kesehatan dari berbagai latar belakang telah diundang mengikuti diskusi sehari bertempat di Gedung Kementerian BAPPENAS pada tanggal 19 Juni 2013 lalu. Tim ahli yang hadir merupakan perwakilan dari pemerintah dalam hal ini BAPPENAS dan Kementerian Kesehatan (ROREN, PPSDM& PPJK);Lembaga internasional seperti: World Bank, WHO, UNICEF dan AusAID; Pakar kesehatan dari Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada, dan; Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)sebagai perwakilan dari organisasi profesi.
th Sector Review g RPJMN 2015-2019 ektor kesehatan 19
Health Review jelang 2015-2019 sek Health Review Topik review
Berdasarkan hasil konsultasi antara Kementerian Kesehatan dan BAPPENAS terdapat empat topik prioritas yang menjadi fokus review dimaksud, yakni:
1. Tantangan menghadapi disease burden transition 2. Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam menghadapi desease burden, implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN) dan isu konvensional lainnya terkait ketidakcukupan, distribusi, retensi dan kompetensi 3. Pembiayaan kesehatan; sebaran populasi masyarakat miskin yang besar, lemahnya pembiayaan upaya kesehatan masyarakat, implementasi JKN serta revisi Undang-Undang dan peraturan terkait desentralisasi. 4. Institusi kesehatan dan struktur dibawah payung Undang-Undang dan Peraturan terkait desentralisasi. Topik review diatas nampak sekali terkait erat dengan elemen Sistem Kesehatan Nasional (SKN) termasuk
20
didalamnya layanan dasar kesehatan, regulasi, sistem informasi dansebagainya.
Pertajam bidikan
Dalam kesempatan ini juga Wakil Menteri menegaskan bahwa efektifitas perencanaan pembangunan di sektor kesehatan harus juga mempertajam bidikan sehingga target yang belum tercapai ditahun sebelumnya dapat disasar kembali secara lebih tepat, salah satunya adalah kompetensi tenaga kesehatan (nakes).
Sementara Prof. Ascobat selaku Program Technical Assistance AIPHSS memaparkan bahwa penguatan sistem kesehatan adalah unsur penting yang harus secara serius dipertimbangkan dan di kedepankan dalam penyusunan RPJMN 20152019 sektor kesehatan. Hal tersebut sejalan pula dengan temuan dan himbauan Badan Kesehatan Dunia , WHO agar Indonesia secara sistematis memperkuat sistem kesehatan. Menurut WHO penguatan
sistem kesehatan masih terabaikan dan masih kurang mendapat prioritas dalam pendanaan.Sementara terkait dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) masalah sumberdaya manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan, layanan kesehatan dasar dan regulasi terkait desentralisasi masih menjadi isu penguatan sistem di Indonesia.
Tenaga kesehatan belum ideal
Jumlah tenaga kesehatan (nakes) yang belum tepat kebutuhan (insufficient number) menjadi isu besar yang dibahas dalam diskusi ini. Demikian juga dengan Banyak fasilitas layanan dan institusi kesehatan seperti Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten dan rumah sakit belum memiliki jumlah dan kualitas staff sesuai aturan dan standar Kementerian Kesehatan. Isu terkait lainnya lainnya yang juga di diskusikan adalah masalah pendistibusian nakes yang belum tepat jumlah, tepat kebutuhan & sasaran (misdistribution), mutasi yang tidak tepat waktu,retensi yang rendah serta masalah kompetensi dari tenaga kesehatan itu sendiri.
Sector Pembiayaan kesehatan belum seimbang
Pasal 71 ayat (1) dan (2) UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor kesehatan minimal sebesar 5% dari total APBN di luar belanja gaji. Demikian halnya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk sektor kesehatan minimal sebesar 10% dari total APBD diluar belanja gaji. Namun pada prakteknya, alokasi anggaran dimaksud baik dalam APBN maupun APBD belum mencapai prosentasi minimal yang diamanatkan oleh Undang-Undang dimaksud.
meng-cover layanan kesehatan individu yang bersifat kuratif. Artinya, program kesehatan masyarakat masih menjadi tanggungjawab besar pemerintah melalui alokasi pembiayaan diluar SJSN. Kenyataan ini tentunya menjadi tantangan besar bagi RPJMN 2015-2019 untuk menyeimbangkan pembiayaan antara upaya kesehatan perorangan yang kuratif dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) yang bersifat promotif dan preventif.
Undang-Undang dan peraturan terkait desentralisasi yakni UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan, Pemerintah daerah kabupaten/Kota. Revisi regulasi tersebut sangat diperlukan bagi kebutuhan akselerasi pembangunan sektor kesehatan melalui penataan dan optimalisasi peran dan sumberdaya baik yang ada di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota sehingga RPJMN 2015 – 2019 sektor kesehatan nantinya akan benar-benar optimal dalam implemetasinya.
RPJMN ktor kesehatan Sector Kondisi ini adalah sebuah tantangan besar bagi penyusunan RPJMN 2015-2019 untuk sector kesehatan. Sementara implementasi Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) yang adalah bagian dari RPMJN 2009 – 2014, baru akan dimulai pada tahun 2014. Namun Jaminan Kesehatan Nasional ini hanya
Layanan dan regulasi
Dalam diskusi ini Wakil Menteri dan Prof. Ascobat menambahkan, terkait layanan kesehatan dasar, peningkatan akses dan kualitas layanan, masih menjadi tantangan teristimewa bagi masyarakat yang berada dalam kategori Daerah Tertinggal Perbatasan Kepulauan (DTPK) dimana saat ini terdapat sekitar 183 kabupaten kategori DTPK dengan layanan Puskesmas dan Puskesmas pembantu yang masih jauh dari standard nasional.
Kegiatan penyusunan Kerangka Acuan dari Health Sector Review ini didanai sepenuhnya oleh AusAID melalui program AIPHSS.
Terkait hal ini, tantangan yang dihadapi adalah kebutuhan merevisi
21
www.aiphss.org Kontak kami:
Implementing Service Provider (ISP) Office Gedung Graha Irama 8th Floor, Room H Jl. HR Rasuna Said Blok X-I Kav. 1-2 Jakarta Selatan, INDONESIA 12950 Telp +62 21 526 1289 Fax + 62 21 368 20064 Email:
[email protected]
aiphss kabar
Program Management Unit (Central PMU) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Gedung dr. Adhyatama blok A. Lt. 9 Jl. HR Rasuna Said Blok X.5 Kav. 4-9. Jakarta Selatan, INDONESIA. 12950
Website:
www.aiphss.org Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS) Program AIPHSS adalah sebuah program kemitraan antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Indonesia terkait penguatan sistem pembiayaan kesehatan dan tenaga kerja kesehatan untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan dasar. Program ini didanai oleh Pemerintah Australia melalui AusAID dan dikelola langsung oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan di masingmasing provinsi dan kabupaten sasaran.
www.aiphss.org