FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSISTENSI PEMAKAIAN KONDOM PADA WARIA BINAAN PUSKESMAS BOGOR TIMUR DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS TAHUN 2012 Marlya Niken Pradipta, Caroline Endah Wuryaningsih Departemen Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor (faktor predisposisi yaitu umur, pendidikan, pengetahuan tentang HIV/AIDS, sikap terhadap penggunaan kondom, faktor pemungkin yaitu aksesibilitas, dan faktor penguat yaitu keterpaparan informasi mengenai HIV/AIDS) yang berhubungan dengan konsistensi pemakaian kondom pada Waria binaan Puskesmas Bogor Timur tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel berjumlah 40 Waria yang diambil dengan total sampel dan kuesioner sebagai alat ukur penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 40% responden konsisten menggunakan kondom, 60% berumur kurang dari sama dengan 30 tahun, 47,5% berpendidikan tinggi, 65% berpengetahuan baik, 47,5% bersikap positif terhadap penggunaan kondom, 47,5% mempunyai akses yang mudah. 80% terpapar informasi. Berdasarkan uji chi square terdapat 2 variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan konsistensi pemakaian kondom pada Waria binaan puskesmas Bogor Timur yaitu pengetahuan dan aksesibilitas. Diharapkan Dinas Kesehatan Kota Bogor membuat kebijakan mengenai standar kualitas kondom yang diberikan secara gratis kepada Waria. Untuk Puskesmas Bogor Timur, diharapkan untuk mengubah waktu pembinaan Waria dengan menyesuaikan dengan Waria yaitu pada sore hari dan mengontrol kinerja project officer (PO) secara berkala serta melibatkan pemimpin Waria dan masyarakat dalam penyuluhan HIV/AIDS. Abstract The purpose of this study was to determine the factors (ie predisposing factors of age, education, knowledge about HIV/AIDS, attitudes toward condom use, reinforcing factor is exposure to information about HIV/ IDS) and enabling factors, namely accessibility, associated with consistency of condom use transvestism in community health center East Bogor in 2012. This study used crosssectional design with a sample taken are 40 transvestism with a total sample and the questionnaire as a measure of research. The results of this study showed that 40% of respondents consistently used condoms, 60% aged less than or equal to 30 years, 47.5% of highly educated, knowledgeable 65% good, 47.5% positive attitudes toward condom use, 47.5% have access easy. 80% of exposed information. Based on the chi square test, there are 2 variables that have a significant relationship with the consistency of condom use on Transvestism built clinic East Bogor ie knowledge and accessibility. Bogor City Health Department is expected to make a policy regarding quality standards and provided free condoms to transvestism. For Bogor Health Center East, is expected to change the time to adjust to coaching Transvestism is in the afternoon and control the performance of project officer (PO) periodically and involve community leaders in transvestism and education about HIV / AIDS. Keywords: Transvestism;condoms;HIV/AIDS
1 Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
kasus AIDS sebanyak 211 kasus dan HIV sebanyak 1.429 kasus. Estimasi populasi rawan tertular HIV di Jawa Barat tahun 2009, Penasun sebanyak 17.551 orang, pasangan Penasun sebanyak 3.790 orang, WPS langsung sebanyak 16.445 orang, WPS tidak langsung sebanyak 9.244 orang, Waria sebanyak 2.871 orang, pelanggan Waria 5.607 orang, LSL 145.575 orang (Kemenkes RI, Dirjen P2PL, 2012).
Pendahuluan Penyakit HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno Deficiency Syndrome) telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena di samping belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki “window periode” dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es (iceberg phenomena) (Depkes, 2006).
Perkembangan kebijakan-kebijakan yang terjadi mendorong berkembangnya berbagai layanan pencegahan, serta perawatan, dukungan dan pengobatan. Perkembangan efektifitas program belum memadai, di mana penggunaan kondom pada populasi kunci sampai dengan tahun 2007 dibandingkan angka tahun 2002 belum mengalami peningkatan bermakna (KPAN, 2010).
AIDS sudah menjadi pandemi global dan telah membunuh 25 juta orang serta menginfeksi lebih dari 40 juta orang (Kemenkes RI, 2010). Di Amerika Serikat sampai tahun 2004, dilaporkan dari 908.905 orang penderita AIDS remaja dan dewasa, diketahui sebanyak 560.842 orang (62%) cara penularannya melalui hubungan seksual (homoseksual dan heteroseksual), sedangkan melalui Intravenous Drug User (IDU) sebanyak 279.091 (31%), melalui transfusi darah 9.274 orang (1%), dan yang lainnya sekitar (7%) faktor berisikonya tidak dilaporkan (CDC, 2004). Cara penularan di Asia pun sangat bervariasi, namun yang mendorong epidemi adalah tiga perilaku yang berisiko tinggi: seks komersial yang tidak terlindungi, berbagi alat suntik di kalangan pengguna Napza dan seks antar lelaki yang tidak terlindungi (KPAN, 2010).
Pemerintah Kota Bogor terus berupaya mencegah penyebaran HIV/AIDS, namun jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Bogor terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (KPAD kota Bogor, 2011 dalam poskota Bogor 2011). Berdasarkan angka estimasi tahun 2006, tercatat ada 22 ribu warga Kota Bogor yang masuk ke dalam resiko HIV/AIDS. Untuk itu, sejak tahun 2006, penanganan pencegahan HIV/AIDS telah masuk ke dalam Rencana Strategis KPAD Kota Bogor. Beragam upaya dan program telah dilakukan untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS meningkat. Salah satunya dengan sosialisasi kepada kelompok usia rendah dan pelaku seks berisiko. Sejak tahun 2009, pemerintah memiliki program agar para pelaku seks berisiko ini diikutsertakan dalam program pemberdayaan secara ekonomi berupa bantuan ekonomi produktif. Bagi penderita, kini Kota Bogor telah memiliki Puskesmas Bogor Timur yang menjadi rujukan penanganan penderita HIV/AIDS (PoskotaBogor, 2011).
Sejak dilaporkannya kasus AIDS yang pertama di Bali pada 1987, infeksi HIV telah menyebar ke seluruh Indonesia. Sejak itu perkembangan kasus secara cepat terus meningkat. Pada saat ini perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi lebih dari 5%), yaitu pada pengguna Napza suntik (Penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan wanita–pria (Waria) (Kemenkes RI, 2010).
Puskesmas Bogor Timur telah melakukan pelayanan khusus terhadap HIV/AIDS pada Waria diantaranya yaitu dengan melakukan pembinaan terhadap Waria dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan Waria dan meningkatkan kesadaran Waria terhadap kesehatan diri. Salah satu program pembinaan Waria di Puskesmas Bogor Timur adalah dengan melakukan penyuluhan mengenai
Menurut laporan perkembangan AIDS di Indonesia oleh Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan (P2 & PL) pada tahun 2012, di Jawa Barat pada tahun 2012 terdapat jumlah 2
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
kesehatan khususnya mengenai pencegahan HIV/AIDS dan PMS melalui pemakaian kondom dan save sex di mana Waria merupakan kelompok berisiko terkena penyakit tersebut serta pemeriksaan HIV pada Waria secara berkala. Dengan program tersebut diharapkan Waria dapat melakukan pencegahan terhadap HIV/AIDS. Namun pada kenyataannya, pada tahun 2011 hanya 2 Waria yang melakukan tes HIV dan pada tahun 2012 terdapat 7 Waria yang melakukan tes HIV di puskesmas Bogor Timur. Kurangnya pemanfaatan Waria akan fasilitas kesehatan yang tersedia, menunjukkan kesadaran Waria terhadap HIV/AIDS masih kurang. Berdasarkan data tersebut, maka peneliti berminat mengkaji mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kondom pada Waria untuk mencegah HIV/AIDS di Puskesmas Bogor Timur.
uang. Dalam melakukan kegiatan seksual unumnya kelompok Waria ini melakukan hubungan seksual secara oro-genital atau ano-genital. Dengan demikian risiko tertular PMS sangat besar (Daili,1999). Waria yang juga menjual jasa seks sudah lama dikenal di masyarakat Indonesia. Kelompok ini memberi layanan seks oral dan anal kepada berbagai macam pria, di mana kebanyakan dari mereka adalah heteroseksual. Ada sebagian waria tidak menjual jasa seks. Namun banyak juga yang melakukan “mejeng” sambil mencari langganan (biasanya di pinggir jalan atau taman-taman) yang dikenal dengan “Waria mejeng”. Kebanyakan Waria melakukan anal seks bagi langganannya. Namun dari pengamatan, jumlah penyalahgunaan kondom relatif rendah, sehingga kelompok ini sangat rentan terhadap HIV (Depkes RI, 2002).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kondom pada Waria binaan Puskesmas Bogor Timur untuk mencegah HIV/AIDS diantaranya faktor predisposisi yaitu umur, pendidikan, pengetahuan tentang HIV/AIDS dan sikap terhadap penggunaan kondom; faktor penguat yaitu paparan informasi mengenai HIV/AIDS; dan faktor pemungkin yaitu aksesibilitas.
Terdapat bukti yang jelas bahwa PMS merupakan ko-faktor untuk penularan HIV. Risiko infeksi HIV meningkat empat sampai sepuluh kali lipat dengan adanya PMS. Terdapat banyak diskusi mengenai peranan pengobatan infeksi menular seksual (IMS) untuk mengurangi penularan HIV sebagai tindak lanjut dari penelitian di Tanzania. Penurunan insidensi HIV dikaitkan dengan perbaikan manajemen kasus IMS di Mwanza. Tetapi dampak pengobatan IMS bergantung kepada beberapa faktor, seperti stadium epidemi HIV yang dapat mempengaruhi pajanan terhadap HIV dan perbedaan potensial pada prevalensi IMS yang tidak dapat disembuhkan (seperti herpes genitalis); mungkin lebih penting IMS yang bergejala daripada yang tidak bergejala untuk transmisi HIV; dan mungkin lebih besar efektifitas layanan yang berkesinambungan daripada pengobatan misal sewaktu-waktu untuk menanggulangi reinfeksi IMS (WHO, 2003).
Tinjauan Teoritis
Waria atau kadang dikenal dengan istilah wadham (banci), merupakan individu yang secara fisik termasuk laki-laki (lengkap dengan tanda kelamin primer dan sekunder), namun secara psikologis merasa dirinya wanita. Sehingga kadang istilah waria didefinisikan sebagai wanita pria. Secara lebih spesifik waria merupakan wanita yang terperangkap dalam tubuh pria, karena perilaku waria lebih cenderung seperti wanita walaupun secara fisik pria (Koeswinarno, 2004). Berbeda dengan seorang pria homoseksual yang tetap berpenampilan sebagai pria namun memiliki kecenderungan seksual terhadap sesama jenisnya.Sebagian besar kelompok Waria tergolong pekerja seks komersial, yang melakukan seks demi
Program pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual dilakukan 3
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
melalui promosi kondom dan penyediaan layanan infeksi menular seksual. Pada tahun 2008, jumlah layanan IMS yang telah tersedia adalah sebanyak 245 unit layanan, yang dilaksanakan di puskesmas, klinik swasta, klinik perusahaan maupun masyarakat. Program promosi kondom telah dilaksanakan di lokasi dan kelompok komunitas. Kegiatan promosi kondom telah menjangkau 27.180 WPS, 403.030 pelanggan WPS, 27.810 Waria, 63.980 LSL dan 50.420 Penasun (KPAN, 2009).
penelitian yaitu terhadap 10 Waria (20% dari sampel) di Jakarta Timur. Hasil uji coba kuesioner terdapat beberapa pertanyaan dengan nilai r hasil kurang dari r tabel (r = 0,632). Pertanyaan dengan r hasil kurang dari r tabel dikeluarkan dari kuesioner, karena dianggap tidak valid. Pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan program SPSS 17.00 for Windows. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat yaitu analisis yang dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik tiap variabel yang diteliti dan analisis bivariat yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen yang diduga berhubungan untuk membuktikan hipotesis. Analisis ini menggunakan uji statistik chi square.
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di basecamp Waria binaan Puskesmas Bogor Timur, Kota Bogor pada Desember 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Waria di Puskesmas Bogor Timur. Sampel adalah Waria yang menjadi binaan Puskesmas Bogor Timur. Sampel dari penelitian ini adalah total dari populasi yaitu seluruh Waria yang menjadi binaan Puskesmas Bogor Timur yang berjumlah 40 responden. Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti.
Hasil Penelitian Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Variabel Umur, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Aksesibilitas, Paparan Sumber Informasi dan Konsistensi Pemakaian Kondom
Pada penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner dibuat berdasarkan variabel independen yang diteliti, yaitu faktor predisposisi yang terdiri dari umur, pendidikan, pengetahuan tentang HIV/AIDS (siapa yang berisiko terkena HIV, cara penularan, tanda-tanda HIV, pencegahan, cara mengetahui HIV, pengobatan), sikap terhadap penggunaan kondom (kesehatan diri, penggunaan kondom, kewajiban menggunakan kondom, pembelian, penggunaan, harga kondom), faktor pemungkin yaitu aksesibilitas, dan faktor penguat yaitu keterpaparan informasi tentang HIV/AIDS, serta variabel dependen yaitu konsistensi pemakaian kondom.
N o 1
Variabel yang diteliti Umur
2
Pendidikan
3
Pengetahuan tentang HIV/AIDS Sikap terhadap penggunaan kondom Aksesibilitas
4
5 6
Paparan sumber informasi
7
Konsistensi Pemakaian Kondom
Kategori Muda Tua Tinggi Rendah Baik Kurang
Jumlah (n=40) 24 16 19 21 26 14
Persentase (100%) 60% 40% 47,5% 52,5% 65% 35%
Positif Negatif
19 21
47,5% 52,5%
Mudah Sulit Terpapar Tidak Terpapar Konsisten Tidak Konsisten
19 21 32 8
47,5% 52,5% 80% 20%
16 24
40% 60%
Distribusi responden berdasarkan umur Waria binaan Puskesmas Bogor Timur dengan umur termuda responden adalah 18
Uji coba instrumen dengan responden yang karakteristik hampir sama dengan sampel 4
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
tahun dan tertua adalah 46 tahun, yang dikategorikan menjadi 2 yaitu kelompok umur ≤ 30 tahun yaitu muda sebanyak 24 responden (60%) dan kelompok umur > 30 tahun yaitu tua sebanyak 16 responden (40%). Distribusi responden berdasarkan pendidikan Waria binaan Puskesmas Bogor Timur dikategorikan menjadi pendidikan rendah sebanyak 21 responden (52,5%) dan pendidikan tinggi 19 responden (47,5%). Distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan pengetahuan baik sebanyak 26 responden (65%) dan pengetahuan kurang sebanyak 14 responden (35%). Distribusi responden berdasarkan sikap terhadap penggunaan kondom dengan sikap positif sebanyak 19 responden (47,5%) dan sikap negatif sebanyak 21 responden (52,5%). Distribusi responden berdasarkan aksesibilitas dikategorikan menjadi dua yaitu akses sulit sebanyak 21 responden (52,5%) dan akses mudah sebanyak 19 responden (47,5%). Distribusi responden berdasarkan keterpaparan informasi tentang HIV/AIDS dengan responden yang terpapar informasi sebanyak 32 responden (80%) dan yang tidak terpapar informasi sebanyak 8 orang (20%). Distribusi distribusi responden berdasarkan konsistensi pemakaian kondom dengan responden yang konsisten menggunakan kondom sebanyak 16 responden (40%) dan yang tidak konsisten menggunakan kondom sebanyak 24 orang (60%).
Tabel 2. memperlihatkan hasil analisa hubungan umur dengan konsistensi pemakaian kondom. Ditemukan bahwa responden berumur muda dan konsisten menggunakan kondom sebesar 17,5% sedangkan responden yang berumur tua tetapi konsisten menggunakan kondom sebesar 22,5%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value 0,11, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan konsistensi pemakaian kondom. Tabel 3. Distribusi Hubungan Pendidikan dengan Konsistensi Pemakaian Kondom pada Waria Binaan Puskesmas Bogor Timur Tahun 2012 Variabel Umur Tinggi Rendah Total
Faktor Predisposisi Tabel 2. Distribusi Hubungan Umur dengan Konsistensi Pemakaian Kondom pada Waria Binaan Puskesmas Bogor Timur Tahun 2012 Variabel Umur Muda Tua Total
OR
X²
3,12
2,93
OR
X²
1,28
0,15
pvalue
0,75
Tabel 3. memperlihatkan hasil analisa hubungan pendidikan dengan konsistensi pemakaian kondom. Ditemukan bahwa responden yang konsisten menggunakan kondom dan berpendidikan tinggi sebesar 17,5% sedangkan responden yang berpendidikan rendah tetapi konsisten menggunakan kondom sebesar 22,5%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,755 dengan nilai X² = 0,15, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara bermakna antara pendidikan dengan konsistensi pemakaian kondom. Tabel 4. Distribusi Hubungan Pengetahuan dengan Konsistensi Pemakaian Kondom pada Waria Binaan Puskesmas Bogor Timur Tahun 2012
Analisis Bivariat
Konsistensi Tidak Konsisten konsisten N % N % 7 17,5 17 42,5 9 22,5 7 17,5 16 40 24 60
Konsistensi Tidak Konsisten konsisten N % N % 7 17,5 12 30 9 22,5 12 30 16 40 24 60
Variabel Umur
pvalue
Baik Kurang Total
0,11
Konsistensi Tidak Konsisten konsisten N % N % 14 35 12 30 2 5 12 30 16 40 24 60
5 Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
OR
X²
7,0
5,93
pvalue
0,02
antara sikap terhadap kondom dengan konsistensi pemakaian kondom.
Tabel 4 memperlihatkan hasil analisa hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan konsistensi pemakaian kondom. Ditemukan bahwa responden yang konsisten menggunakan kondom dan memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS sebesar 35% sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik tetapi konsisten menggunakan kondom sebesar 5%.
Tabel 6. Distribusi Hubungan faktor Penguat (Paparan Informasi) dengan Konsistensi Pemakaian Kondom pada Waria Binaan Puskesmas Bogor Timur Tahun 2012 Variabel Umur
Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,02 dengan nilai X² = 5,93, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara bermakna antara pengetahuan dengan konsistensi pemakaian kondom. Dari nilai OR dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang HIV/AIDS cenderung untuk tidak konsisten dalam menggunakan kondom sebesar 7 kali dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS.
Terpapar Tidak Total
Positif Negatif Total
Konsistensi Tidak Konsisten konsisten N % N % 9 22,5 10 25 7 17,5 14 35 16 40 24 60
OR
X²
1,80
0,81
OR
X²
6,17
3,15
pvalue
0,114
Tabel 6 memperlihatkan hasil analisa hubungan keterpaparan informasi dengan konsistensi pemakaian kondom. Ditemukan bahwa responden yang konsisten menggunakan kondom dan terpapar informasi sebesar 37,5%, sedangkan responden yang tidak terpapar informasi terhadap kondom tetapi konsisten menggunakan kondom sebesar 2,5%. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue 0,114 dengan nilai X² = 3,15, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara bermakna antara keterpaparan informasi terhadap kondom dengan konsistensi pemakaian kondom.
Tabel 5. Distribusi Hubungan Sikap dengan Konsistensi Pemakaian Kondom pada Waria Binaan Puskesmas Bogor Timur Tahun 2012 Variabel Umur
Konsistensi Tidak Konsisten konsisten N % N % 15 37,5 17 42,5 1 2,5 7 17,5 16 40 24 60
pvalue
Tabel 7. Distribusi Hubungan Faktor Pemungkin (Aksesibilitas) dengan Konsistensi Pemakaian Kondom pada Waria Binaan Puskesmas Bogor Timur Tahun 2012
0,52
Tabel 5 memperlihatkan hasil analisa hubungan sikap terhadap kondom dengan konsistensi pemakaian kondom. Ditemukan bahwa responden yang konsisten menggunakan kondom dan memiliki sikap positif terhadap kondom sebesar 22,5% sedangkan responden yang memiliki sikap negatif terhadap kondom tetapi konsisten menggunakan kondom sebesar 17,5%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,52 dengan nilai X² = 0,819, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara bermakna
Variabel Umur Mudah Sulit Total
Konsistensi Tidak Konsisten konsisten N % N % 12 30 7 17,5 4 10 17 42,5 16 40 24 60
OR
X²
7,28
8,08
pvalue
0,009
Tabel 7 memperlihatkan hasil analisa hubungan aksesibilitas dengan konsistensi pemakaian kondom. Ditemukan bahwa responden yang konsisten menggunakan kondom dan memiliki akses mudah terhadap kondom sebesar 30%, sedangkan 6
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
Berdasarkan akses terhadap kondom, sebagian besar memiliki akses sulit terhadap kondom tetapi mayoritas responden terpapar informasi mengenai HIV/AIDS. Dalam model Green (2005) disebutkan bahwa faktor ketersediaan dan kemudahan akses pelayanan kesehatan akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.
responden yang memiliki akses sulit terhadap kondom tetapi konsisten menggunakan kondom sebesar 10%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,009 dengan nilai X² = 8,087, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara bermakna antara aksesibilitas terhadap kondom dengan konsistensi pemakaian kondom. Dari nilai OR dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki akses sulit cenderung untuk tidak konsisten menggunakan kondom sebesar 7,286 kali dibandingkan dengan responden yang memiliki akses mudah.
Pada penelitian ini, sebagian kecil Waria konsisten menggunakan kondom dimana hal tersebut berhubungan dengan pelanggan Waria dan faktor ekonomi yang menyertainya. Selain itu akses yang sulit karena tidak terdistribusinya kondom secara merata dan rendahnya kulaitas kondom yang diberikan gratis oleh Puskesmas menjadikan Waria tidak konsisten menggunakan kondom. Meskipun mayoritas Waria terpapar informasi dan berpengetahuan baik mengenai HIV/AIDS pada kenyataannya Waria binaan Puskesmas Bogor Timur dalam konsistensi pemakaian kondomnya rendah.
Pembahasan Gambaran Konsistensi Pemakaian Kondom Waria Binaan Puskesmas Bogor Timur Tahun 2012 Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa sebagian besar (60%) responden yang berumur muda, di mana hanya sebagian kecil diantaranya konsisten menggunakan kondom (17,5%). Hal ini sejalan dengan Zarnusi (2002) yang menyebutkan bahwa Waria berumur kurang dari atau sama dengan 27 tahun lebih kecil presentasenya yang konsisten menggunakan kondom dibanding Waria yang berusia lebih dari 27 tahun.
Hubungan Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) dengan Konsistensi Pemakaian Kondom 1. Umur Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan konsistensi pemakaian kondom (pvalue=0,11). Hal ini sejalan dengan penelitian Zarnusi (2002) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan konsistensi pemakaian kondom.
Dilihat dari pendidikan responden, sebagian besar berpendidikan rendah tetapi sebagian besar responden mempunyai pengetahuan baik tentang HIV/AIDS. Untuk sikap responden terhadap penggunaan kondom, sebagian besar responden mempunyai sikap negatif terhadap penggunaan kondom. Menurut Notoatmodjo (2003), hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap, atau keterampilannya.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan konsistensi pemakaian kondom pada Waria dapat terjadi karena umur mempunyai kaitan pula dengan tingkat kedewasaan psikologis artinya, semakin lanjut usia seseorang, yang bersangkutan diharapkan semakin mampu 7
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
pemakaian kondom (p-value = 0,631). Hasil ini sejalan dengan Djuanda (2000) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan konsistensi pemakaian kondom. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Mulyati (2001) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan konsistensi pemakaian kondom.
menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin bijaksana, semakin mampu berpikir secara rasional, semakin mampu mengendalikan emosi, semakin toleran terhadap pandangan dan perilaku sendiri, semakin mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat lain yang menunjukkan kematangan intelektual dan psikologis itu (Siagian, 1989). Menurut Notoatmodjo (2003), semakin lanjut umurnya, maka semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral, lebih berbakti daripada usia muda (Notoatmodjo, 2003). Menurut Astawa (1995) dalam Zarnusi (2002), umur merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi aktivitas seksual seseorang. Semakin bertambah umur seseorang semakin matang dalam mengambil sikap sehingga nantinya dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku.
Dalam hal ini dapat dijelaskan, konsistensi pemakaian kondom yang rendah disebabkan perilaku seseorang dalam hal ini penggunaan kondom dalam upaya pencegahan HIV/AIDS tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pendidikan saja, tetapi terdapat faktor lain seperti faktor pemungkin (aksesibilitas) dan faktor penguat (paparan informasi) yang mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain (Green, 2005). Penelitian Lubis (1997) terhadap Waria di Jakarta menyebutkan banyak pelanggan Waria yang menolak menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual merupakan salah satu alasan rendahnya konsistensi penggunaan kondom pada Waria.
Semakin bertambah usia seseorang maka akan semakin matang dia dalam bersikap, termasuk dalam kehidupan seksual. Namun berbeda dengan apa yang tergambar dalam penelitian di mana semakin bertambah usia responden, semakin rendah kesadaran untuk menjaga kesehatannya, yaitu terlihat dari konsistensi pemakaian kondom yang rendah pada responden yang berusia tua. Dalam hal ini semakin tua Waria maka tingkat persaingan memperoleh pelanggan semakin tinggi dengan Waria yang berusia muda. Waria yang berusia tua berusaha memenuhi apapun keinginan pelanggan agar pelanggan terpuaskan dalam berhubungan seksual termasuk dengan keinginan pelanggan untuk tidak menggunakan kondom karena menurut pelanggan hal tersebut akan mengurangi kenikmatan dalam berhubungan seksual.
Menurut Notoatmodjo (2003), hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap, atau keterampilannya. Namun demikian, perubahan pengetahuan dan sikap ini belum merupakan jaminan terjadinya perubahan perilaku, sebab perilaku baru tersebut kadang-kadang memerlukan dukungan material. Responden yang memiliki pedidikan tinggi diharapkan lebih mampu menangkap informasi mengenai HIV/AIDS dengan lebih baik dibandingkan dengan pendidikan rendah. Khususnya pemahaman mengenai pencegahan HIV/AIDS melalui save sex dengan menggunakan kondom. Namun pada
2. Pendidikan Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan konsistensi 8
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
kenyataannya, responden yang berpendidikan tinggi tidak selalu menjamin akan konsisten menggunakan kondom. Mengingat lingkungan sangat mempengaruhi perilaku Waria tersebut. Di antara Waria yang berpendidikan tinggi tersebut rata-rata menjadi tulang punggung keluarga sehingga uang menjadi prioritas utama. Waria mendapatkan uang dengan bekerja sebagai Waria salon, namun kebanyakan diantara mereka menjajakan diri dijalan (mejeng) dengan bekerja sebagai pekerja seks. Pemakaian kondom pada Waria ditentukan oleh kesediaan pelanggan untuk menggunakan kondom, sebagian besar pelanggan menolak menggunakan kondom karena menurut pelanggan dapat mengurangi kenikmatan pada saat berhubungan seks, sehingga Waria tidak dapat menolak keinginan pelanggan mengingat Waria memerlukan uang untuk kelangsungan hidup mereka.
kesehatan maka akan semakin tahu bagaimana menjaga kesehatannya. Secara umum perilaku seseorang dilandasi oleh latar belakang yang dimilikinya, termasuk pengetahuan HIV/AIDS. Seseorang yang berpengetahuan HIV/AIDS lebih baik diharapkan mempunyai tingkat pemahaman dan kesadaran tentang HIV/AIDS lebih baik, dan akhirnya diharapkan mempunyai perilaku seksual yang aman sehingga terhindar dari infeksi HIV/AIDS. Dalam kehidupan Waria, pengetahuan didapat dari paparan sumber informasi dari lingkungan sekitar Waria misalnya dari penyuluhan yang dilakukan di Puskesmas, LSM, ataupun dari berbagai macam media massa. Semakin tinggi pengetahuan Waria, cenderung untuk konsisten menggunakan kondom karena mereka telah memahami bagaimana cara pencegahan HIV/AIDS melalui save sex yaitu dengan menggunakan kondom. Walaupun pelanggan Waria selalu meminta untuk tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual, namun dengan pemahaman pengetahuan yang baik mengenai HIV/AIDS, Waria selalu berusaha untuk menggunakan kondom setiap berhubungan dengan pasangannya.
3. Pengetahuan tentang HIV/AIDS Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan konsistensi penggunaan kondom pada Waria untuk mencegah HIV/AIDS (p-value=0,02). Di mana Waria yang memiliki pengetahuan kurang tentang HIV/AIDS cenderung untuk tidak konsisten menggunakan kondom sebesar 7 kali dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS (OR=7,0).
4. Sikap terhadap Penggunaan Kondom Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara sikap terhadap penggunaan kondom dengan konsistensi pemakaian kondom pada Waria untuk mencegah HIV/AIDS (p-value=2,063). Hal ini tidak sejalan dengan Mulyati (2001) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan pemakaian kondom. Dimana responden yang bersikap negatif terhadap kondom mempunyai peluang 8,842 kali lebih sering tidak konsisten memakai kondom dibandingkan dengan responden yang bersikap positif. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penggunaan kondom yang konsisten tidak
Hal ini sejalan dengan penelitian Mulyati (2001), yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan konsistensi pemakaian kondom. Dimana responden yang memiliki pengetahuan HIV/AIDS kurang baik, mempunyai peluang 5,67 kali lebih sering tidak konsisten memakai kondom dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik. Menurut Notoatmodjo (2003) Semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang 9
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
hanya dipengaruhi oleh sikap yang positif terhadap kondom tetapi juga ditentukan oleh kemauan pasangan dalam penggunaannya. Sikap pelanggan merupakan salah satu faktor dominan dalam penggunaan kondom, dengan demikian dapat diasumsikan bahwa sikap pelanggan terbentuk dipengaruhi oleh pengetahuan pelanggan itu sendiri mengenai HIV/AIDS (Mulyati, 2001).
Hal ini sejalan dengan Zarnusi (2002) yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara keterpaparan informasi dengan konsistensi pemakaian kondom. Berbeda dengan Djuanda (2000) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara penyuluhan dengan pemakaian kondom. Hal ini dapat dijelaskan program penyuluhan IMS dan HIV/AIDS memang telah banyak menambah pengetahuan Waria tentang IMS dan HIV/AIDS secara lebih khusus, tetapi belum mencapai perubahan perilaku seks menuju seks yang aman. Meskipun Waria tahu benar bahwa kondom mampu mencegah tertularnya PMS, namun kebanyakan dari mereka tidak pernah memanfaatkannya. Perubahan perilaku seksual sebagian besar tergantung pada kemudahan dalam memperoleh informasi. Tingkat keterpaparan informasi responden menjadi indikasi bagi tingkat pengetahuan seks yang diperoleh. Kurangnya keterpaparan tersebut dapat menjadi petunjuk bahwa informasi yang diterima masih jauh dari memadai atau responden tidak mengerti pesan yang disampaikan. Hal ini selanjutnya menjadi petunjuk minimnya perubahan perilaku seksual aman (Koeswinarno, 1996 dalam Zarnuzi, 2002).
Sikap tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1993). Dalam penelitian ini sebagian besar Waria bersikap negatif terhadap kondom hal ini disebabkan Waria sering merasa repot bila harus menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual, di sanping itu, Waria cenderung malu untuk membeli kondom di tempat umum. Stigmatisasi yang diberikan masyarakat tehadap Waria dan perilaku seksualnya membuat Waria cenderung menutup diri dari masyarakat. Sehingga dalam kehidupan bermasyarakat, Waria dipandang sebelah mata dan sering tidak dilibatkan dalam kegiatan kemasyarakatan.
Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa semakin banyak informasi yang mempengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang akan menimbulkan kesadaran yang pada akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Hubungan Faktor Penguat (Reinforcing Factor) dengan Konsistensi Pemakaian Kondom Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Konsistensi Pemakaian Kondom
Pada penelitian ini, mayoritas Waria terpapar informasi mengenai HIV/AIDS. Informasi tersebut didapat Waria dari penyuluhan yang di lakukan Puskesmas Bogor Timur dan dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bogor. Kendala dari dari program penyuluhan yang diadakan Puskesmas Bogor Timur adalah waktu penyelenggaraan
Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat keterpaparan informasi HIV/AIDS dengan konsistensi pemakaian kondom (pvalue=0,114).
10 Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
penyuluhan. Penyuluhan seringkali diadakan bersamaan dengan jam kerja Puskesmas yaitu pada pagi hari sedangkan Waria istirahat di pagi hari dan mulai kembali beraktivitas menjelang sore. Karena perbedaan Waktu inilah penyuluhan seringkali tidak efektif dilakukan, selain Waria yang hadir sedikit serta pemahaman Waria akan informasi yang diberikan kurang maksimal. Penyuluhan seringkali dilakukan dengan metode ceramah, yang menurut Waria sering membosankan karena Waria hanya duduk dan mendengarkan materi yang disampaikan.
responden memiliki akses yang mudah untuk berobat ke puskesmas dan 22% memiliki akses yang sulit. Kemudahan mendapatkan kondom merupakan salah satu faktor agar Waria dapat melaksanakan praktek penggunaan kondom sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS. Dalam penelitian ini sebagian besar Waria mempunyai Akses sulit untuk mendapatkan kondom. Namun pada kenyataannya, Waria sebenarnya mendapat banyak subsidi kondom dari Puskesmas dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bogor yang diberikan kepada setiap Project Officer (PO). Distribusi kondom dari PO kepada Waria yang seringkali tidak terdistribusi secara merata sehingga Waria harus membeli kondom setiap berhubungan seks dengan pelanggan. Di samping itu, kondom yang diberikan secara gratis oleh Puskesmas dan KPA seringkali kebesaran, hal ini menyebabkan Waria walaupun mendapatkan kondom secara gratis namun tidak digunakan pada saat berhubungan seksual.
Hubungan Faktor Pemungkin (Enabling Factor) dengan Konsistensi Pemakaian Kondom Hubungan Aksesibilitas dengan Konsistensi Pemakaian Kondom Hasil uji statistik, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aksesibilitas terhadap kondom dengan konsistensi pemakaian kondom (pvalue=0,009). Dimana responden yang memiliki akses sulit cenderung untuk tidak konsisten menggunakan kondom sebesar 7,286 kali dibandingkan dengan responden yang memiliki akses mudah. Hal ini sejalan dengan Situmorang (2004) yang mengemukakan bahwa responden dengan akses mudah memiliki peluang memanfaatkan pelayanan kesehatan 20,68 kali lebih besar dibanding responden dengan akses sulit. Dengan kata lain, aksesibilitas memiliki pengaruh besar terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pada Waria binaan Puskesmas Bogor Timur tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada variabel dependen, sebagian besar responden (60%) tidak konsisten menggunakan kondom. 2. Pada faktor predisposisi (predisposing factor), sebagian besar responden berumur muda (60%), sebagian besar responden (52,5%) berpendidikan rendah, sebagian besar responden mempunyai pengetahuan baik tentang HIV/AIDS (65%), sebagian besar responden (52,5%) mempunyai sikap negatif terhadap penggunaan kondom. 3. Pada faktor penguat (reinforcing factor), mayoritas responden (80%) terpapar sumber informasi mengenai HIV/AIDS. 4. Pada faktor pemungkin (enabling factor), sebagian besar responden
Dalam model Green (2005) disebutkan bahwa faktor ketersediaan dan kemudahan akses pelayanan kesehatan akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penelitian Purba (2012) pada 100 responden mengenai pemanfaatan Jamkesmas di wilayah Puskesmas Kota Jambi, dapat diketahui bahwa 78% 11
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
dengan penambahan waktu kerja petugas, maka disediakan uang lelah sesuai dengan penambahan jam kerja petugas. c. Membuat kebijakan mengenai standar kualitas kondom yang diberikan secara gratis kepada Waria.
(52,5%) mempunyai akses sulit terhadap kondom. 5. Pada faktor predisposisi, hanya pengetahuan mengenai HIV/AIDS yang berhubungan secara bermakna. Pada faktor penguat tidak ada yang berhubungan secara bermakna, dan faktor pemungkin yaitu aksesibilitas, terdapat hubungan secara bermakna. Variabel yang tidak berhubungan adalah umur, pendidikan, sikap terhadap penggunaan kondom, dan keterpaparan informasi.
3. Untuk Puskesmas Bogor Timur a. Perbedaan waktu kerja antara petugas kesehatan dan Waria menyebabkan tidak optimalnya pelaksanaan program kesehatan pada Waria. Diharapkan kepala Puskesmas Bogor Timur membuat kebijakan mengenai jam kerja petugas pelaksana program promosi kesehatan untuk program penanganan populasi berisiko khususnya Waria. penyuluhan kepada b. Pelaksanaan Waria dilakukan pada sore hari, di mana Waria mulai beraktivitas sehingga Waria dapat hadir dan informasi yang disampaikan dapat dipahami secara maksimal dan diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan Waria. c. Mengubah metode penyuluhan yang selama ini digunakan yaitu metode ceramah dengan role play atau diskusi kelompok yang melibatkan secara aktif Waria dalam proses penyuluhan. d. Menambah media informasi yang diberikan kepada Waria, yaitu selain dengan penyuluhan diberikan pula buku saku mengenai materi yang disampaikan atau dapat pula pembagian leaflet secara berkala kepada Waria mengenai informasiinformasi yang berkaitan dengan kesehatan Waria. e. Mengontrol kinerja project officer (PO) Waria secara berkala dalam pelaksanaan tugasnya, yaitu dalam hal distribusi kondom agar merata dan penyebaran informasi mengenai kesehatan kepada Waria. f. Mengupayakan akses secara langsung kepada Waria dalam hal ini penyampaian informasi dan
Saran 1. Untuk Pemerintah Kota a. Meningkatkan kerjasama lintas sektor antar instansi pemerintah yang telah dibina selama ini seperti Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan, meningkatkan fungsi, tugas dan tanggung jawab antar sektor dalam bidangnya masingmasing, sesuai dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 36 tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS. b. Membuat kebijakan peraturan, menyediakan dana dan sarana serta fasilitas yang dapat mendukung terlaksananya Keppres No 36 tahun 1994. 2. Untuk Dinas Kesehatan Kota a. Menambah petugas pelaksana program promosi kesehatan disetiap Puskesmas terutama di Puskesmas Bogor Timur, di mana penananggungjawab program promosi kesehatan sekaligus menjadi pelaksana program promosi kesehatan. Program promosi kesehatan mempunyai banyak program yang harus dilaksanakan sehingga apabila pelaksanaan program tersebut hanya dilakukan oleh penanggungjawab program yang sekaligus pelaksana maka hasil yang dicapai tidak maksimal. b. Membuat kebijakan mengenai jam kerja petugas Puskesmas, di mana 12
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
Orang Dewasa Indonesia Tahun 2002 Laporan Kegiatan Estimasi Populasi Rawan Terinfeksi HIV. Jakarta. Indonesia. 7. Depkes RI. 2006. Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987-2010. Depkes RI. Jakarta 8. Dewi, Gusti Kumala. 2008. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Santri Terhadap Alat Kontrasepsi di Pondok Pesantren Daarul Uluum Kota Bogor Tahun 2008. Skripsi mahasiswa FKM UI. Depok. 9. Djuanda, Yohana. 2000. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemakian Kondom pada Waria dalam Upaya pencegahan HIV/AIDS di Wilayah Jakarta Utara Mei-Agustus 1998. Skripsi mahasiswa FKM UI. Depok. 10. Green, L.et.al. 1988. Health Education Planning a Diagnostic Approach. California: john Hopkins University, Mayfield Publishing Company. 11. Green, Lawrence W., Marshal W, Kreuter., Sigrid G. Deeds., Key B. Patridge, (1980). Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan Diagnostik. (Zulazmi Mamdy, Zarfiel Tafal & Sudarti Kresno, Penerjemah). Jakarta. FKM UI. 12. Koeswinarno. 2004. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta : LkiS 13. Kemenkes, RI. 2010 Penuntun Hidup Sehat Edisi Keempat. Jakarta. Indonesia. 14. Kemenkes, RI Ditjen PP & PL. 2012. Laporan Situasi Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia s.d 30 Juni 2012. Jakarta. Indonesia 15. Kerlinger. Fred, Asas-asas Penelitian Behavioral. 2006. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 16. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). 2007. Laporan KPA Nasional 2007. KPAN. Jakarta 17. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). 2010. Strategi dan Aksi Nasional Penanggulangan HIV
pendistribusian kondom sehingga masing-masing Waria mengerti dan paham akan kesehatan dan dapat konsisten menggunakan kondom. g. Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan tentang HIV/AIDS kepada Waria, perlu melibatkan para pemimpin Waria dan tokoh-tokoh masyarakat disekitarnya. Memberi peluang kepada Waria untuk kembali kepada masyarakat sebagai anggota masyarakat biasa dapat meningkatkan rasa percaya diri para Waria sehingga mereka mau beralih dari pekerjaannya sebagai penjaja seks. 4. Untuk Peneliti Lainnya a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lain yang terkait dengan hal yang sama. b. Perlu diadakan penelitian mengenai sikap dan perilaku masyarakat khususnya pelanggan dari Waria tentang pengetahuan dan sikap mereka tentang HIV/AIDS, sehingga dapat diketahui seberapa jauh keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS. Kepustakaan 1. Alimi, moh Yasir.2004, Dekonstruksi Seksualitas Poskolonial. PT LKiS Pelangi Aksara. Yogyakarta, Indonesia. 2. Adisasmito,Wiku. 2007.Sistem Kesehatan. Grafindo. Jakarta: Indonesia. 3. BogorPlus, 2011. 56 warga kota Bogor Meninggal karena AIDS. Bogor. Jabar. Indonesia. 4. http://bogorplus.com/arsip/3320-56warga-kota-bogor-meninggal-karenaaids.html 5. CDC,2004. HIV/AIDS Surveilens Report, Departement Of Health and Human services, Public Health Service, Centres For Disease Control and Prevention, Atlanta, Georgia. 6. Depkes, RI Ditjen PP & PL. 2003. Estimasi Nasional Infeksi HIV pada 13
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27. Sarwono, Solita. 1993. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 28. Siagian, Sondang P. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Bina Aksara. Jakarta. 29. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003. Buku Panduan Praktis Kontrasepsi. Bekerjasama dengan JNPKKR, IBI, PKBI, PKMI, BKKBN, DEPKES RI, dan JHPIEGO/STARH Program. 30. WHO. 2003. Rencana Strategi Regional HIV/TB. Jakarta. Indonesia. 31. Zarnuzi, 2002.Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsistensi Pemakaian Kondom pada Waria Pekerja Seks di Wilayah Jakarta Tahun 2000. Skripsi Mahasiswa FKM UI. Depok.
dan AIDS Tahun 2010-2014. KPAN. Jakarta. Lubis.I, 1994, Hasil studi Perilaku Seksual Waria & hubungannya dengan HIV/AIDS di jakarta tahun 1991-1992. Majalah Kesehatan Perkotaan Tahun I no. 2. Jakarta. Indonesia. Lemeshow,Stanley dkk. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan.Gajah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia. Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta. Mansoer, Arif dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi III.Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. Mulyati, Sri. 2001. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemakaian Kondom Secara Konsisten dalam Upaya Mencegah Penularan HIV/AIDS pada Wanita Pekerja Seks Komersial di Kecamatan Cileungsi kabupaten Bogor tahun 2001. Skripsi Mahasiswa FKM UI. Depok. Notoatmodjo,Soekidjo. 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Naibaho, Melvinawati. 2006. Prevalensi HIV dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya di Kalangan Waria di Kotamadya Jakarta Pusat Tahun 2006. Skipsi Mahasiswa FKM UI. Depok. Ompusunggu, Barita. 2006. Faktorfaktor yang Berhubungan dengan Pemakaian Kondom pada Pelanggan Wanita Penjaja seks dalam Rangka Pencegahan HIV/AIDS di Kota Singkawang Tahun 2005. Tesis Mahasiswa FKM UI. Depok PoskotaBogor, 2011. Tren Penyebaran HIV/AIDS Berubah. Bogor. Jabar. Indonesia. http://poskota.co.id/beritaterkini/2011/05/14/tren-penyebaranhivaids-berubah 14
Faktor-faktor yang ..., Marlya Niken Pradipta, FKM UI, 2013