PENANGANAN KHUSUS TERHADAP NARAPIDANA PENDERITA HIV/AIDS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN DI NEGARA INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum O L E H DEWA MAHDALENA 060200014 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
DISETUJUI OLEH : KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Muhammad Hamdan , SH. M..Hum. NIP. 195703261986011001
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II :
(Prof. Warsani, S.H.)
( Dr. Marlina, S.H., M.Hum ) NIP. 197503072002122002
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011
PENANGANAN KHUSUS TERHADAP NARAPIDANA PENDERITA HIV/AIDS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN DI NEGARA INDONESIA SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
DEWA MAHDALENA NIM. 060200014
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya dan ridlo-Nyalah penulisan skripsi dengan judul “PENANGANAN KHUSUS TERHADAP
NARAPIDANA PENDERITA HIV/AIDS DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN DI NEGARA INDONESIA” ini dapat diselesaikan, ditengah sakit dan masa penyembuhan yang melanda penulis. Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan banyak rahmat-Nya pada penulis, tetapi penulis terkadang lupa untuk mensyukuri rahmat dan nikmat tersebut. (Nikmat Tuhan mana yang manusia bisa dustakan). Banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyusun skripsi ini. Akan tetapi, berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini terselesaikan. banyak dilema penulis alami dalam menggubah suatu goresan yang mungkin masih jauh dari sebutan mahakarya ini, telah banyak sekali pihak-pihak yang secara disadari maupun tidak disadari,langsung atau tidak langsung telah di buat repot dalam membantu penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2.
Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3.
Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I.
4.
Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum, DFM, selaku Pembantu Dekan II.
5.
Bapak M. Husni, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III.
6.
Bapak Muhammad Hamdan, S.H, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana.
7.
Bapak Elfi Syahrial Lubis, S.H, selaku Kasubbag Pendidikan.
8.
Ibu Liza Erwina, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana.
9.
Ibu Prof. Warsani, S.H, sebagai pembimbing I dan Mahaguru penulis yang telah banyak memberikan inspirasi dan bimbingan kepada penulis. Banyak berbagai perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang ilmu hukum yang diberikan secara langsung dan tidak langsung oleh beliau ( Terimakasih banyak ya bu).
10. Ibu Dr. Marlina, S.H., M.Hum, selaku pembimbing II yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini, arahan dan bimbingan beliau sangat berarti ( Terimakasih banyak ya bu ).
Terima Kasih juga penulis haturkan kepada pihak-pihak dibawah ini atas saran, semangat dan dorongan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsinya 1. Ibunda tercinta
Siti Hawa yang telah melahirkan dan membesarkan penulis (dan akhirnya penulis
mengerti betapa indahnya hadits yang menyatakan Surga terletak dibawah kaki Ibu), ayahanda tercinta Darul Husni Brutu yang telah mengasuh dan membesarkan penulis. (Ya Allah sayangilah kedua orang tua penulis sebagaimana mereka menyayangi penulis). Dan terima kasih dan sayang buat suami tercinta Surya
Darma, S.E, atas segala encouragement, serta terimakasih yang tiada tara kepada semua keluarga kandung penulis yaitu : Kakanda T.H. Risky Afrizal, S.T, Kakanda Devi Firda, Kakanda Hendra Saputra dan Adinda Surya Darma selaku adik bungsu penulis. 2. Guru-guru penulis pada saat di SD , SMPN 1 Meukek dan SMUN 1 Simpang Kiri (Terima Kasih Atas Bimbingannya, Semoga Allah membalas semua kebaikan bapak/ibu guru yang tiada tara), 3. Rekan-rekan penulis, Karina,vai Hutabarat,Brando Sitanggang, Bang Soli Akbar, dan lain-lain, yang telah memberikan pengertian kepada penulis tentang arti pada kehidupan. 4. sahabat-sahabatku tercinta di Paten 12, Eva, Diana, Vai, Yusnika, bang Rudy, Reynold, Renaldy, bang Ardi, Very, bang Jonhson dan Doni. Terimakasih banyak atas segala dukungan dan semangatnya.
Mohon maaf bagi yang lupa disebutkan, dan Walaupun karya ini masih jauh dari kesempurnaan, besar harapan penulis agar karya ini dapat berguna dalam menjadi bahan bacaan bagi peminat Hukum Pidana. Sesungguhnya yang benar hanya dari Allah SWT semata dan yang salah dari kelemahan penulis.
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah. Medan ,
Maret 2011,
Penulis,
Dewa Mahdalena
ABSTRAK
Pendahuluan skripsi ini menguraikan tentang penyebaran HIV/AIDS yang semakin luas. Penyakit ini dapat menyebar melalui hubungan seksual, jarum suntik dan kontak darah. Jadi bisa saja seseorang narapidana baru terjangkit HIV/AIDS setelah berada di dalam penjara. Menanggulangi HIV/AIDS bukanlah hal yang mudah. Pasalnya penyakit ini, belum bisa disembuhkan. Namun demikian dengan penanganan medis yang tepat maka dapat memperpanjang usia penderita. Permasalahan yang diangkat dalam sripsi ini adalah Bagaimana penanganan khusus terhadap narapidana yang menderita HIV/AIDS dan apa saja kendala-kendala dalam proses penanganan khusus terhadap narapidana yang terjangkit HIV/AIDS. Keaslian penulisannya, sebelum tulisan ini dimulai, penulis telah terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap tulisan-tulisan terdahulu, dan sepanjang penelusuran tersebut, diketahui di Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan tentang “Penanganan khusus terhadap narapidana penderita HIV/AIDS di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan di Negara Indonesia”. belum pernah ada. Kemudian, permasalahan yang dimunculkan dalam penulisan ini merupakan hasil olah pikir dari penulis sendiri. Kendatipun terdapat tulisan atau skripsi yang menyerupai tulisan ini, penulis yakin bahwa substansi pembahasannya berbeda dengan skripsi ini. Penulisan ini mengacu kepada Undangundang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, Peraturan Pemerintaha No. 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksaan hak warga binaan pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 32 tahuin 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksaan hak warga binaan pemasyarakatan), Oleh sebab itu, keaslian dari tulisan ini dapat dijamin oleh penulis. Penulisan ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pengawasan serta penanganan narapidana yang terjangkit HIV/AIDS. Seperti kita tahu bahwa perlakuan yang manusia dan memenuhi asas keadilan adalah salah satu hendak dicapai dalam proses pembinaan. Oleh karena itu narapidana, khususnya narapidana yang memiliki HIV/AIDS harusnya mendapatkan penangganan dan terapi khusus yang sesuai yang dengan kebutuhannya. Telah diketahui bahwa HIV/AIDS dapat dengan mudah melalui hubungan seksual, jarum suntik dan kontak pendarahan. Untuk mencegah terjadinya penularan virus HIV/AIDS di dalam Lapas, maka narapidana yang menderita HIV/AIDS harus dijaga dengan baik. Hal ini menarik bagi penulis. Mamfaat penulisan ini, baik secara Teoritis maupun Praktis, antara lain : Secara Teoritis, hasil penulisan ini akan berguna untuk dapat dijadikan lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep ilmiah yang pada gilirannya memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum pidana khususnya yang mengatur tentang masalah Pembinaan para Narapidana. Dan secara Praktis hasil tulisan ini dapat dipergunakan : sebagai pedoman dan masukan bagi Pemerintah, Peradilan, Lembaga Pemasyarakatan dalam pelaksanaan pembinaan bagi narapidana Lembaga Pemasyarakatan, sebagai Informasi bagi masyarakat mengenai Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat pembinaan, mendidik serta membimbing para narapidana
agar dapat berbuat baik dan berguna bagi diri sendiri maupun orang lain bukan sebagai tempat penyiksaan dan pengasingan dari masyarakat luas seperti anggapan masyarakat selama ini, dan sebagai bahan kajian Akademis untuk menambah wawasan Ilmu Pengetahuan khususnya Hukum Pidana dan Sistem Pemasyarakatan. Tinjauan perpustakaannya antara lain Sistem Pemasyarakatan. Yaitu bertolak dari pandangan Dr. Saharjo, SH. Tentang tugas hukum sebagai pangayoman hal ini membuka jalan perlakuan terhadap narapidana dengan cara pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara dan proses pemasyarakat secara formal, proses pemasyarakatan sebagai metode pembinaan narapidana dalam sistem pemasyarakatan, diberlakukan pada tahun 1965. tujuan utama daripada penetapan metode tersebut adalah sebagai petunjuk dan sekaligus sebagai landasan bekerja para petugas lembaga pemasyarakatan didalam kegiatannya melaksanakan sistem pemasyarakatan sebagai metode pembinaan ini meliputi empat tahap sebagai berikut: Tahap pertama, terdap setiap narapidana yang masuk didalam pemasyarakatan dilakukan penetian untuk mengetahui segala hal ikwal perihal dirinya termasuk sebab-sebabnya ia melakukan pelangggaran dan segala keterangan mengenai dirinya dapat diperoleh dari keluarga, bekas majikan, atau atasannya, teman sekerja, sikorban dari perbuatannya, serta dari petugas instansi lain yang telah menangani perkaranya. Tahap kedua, jika proses pembinaan terhadap narapidana yang bersangkutan telah berlangsung selamalamanya sepertiga (1/3) dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut Dewan Pengamat Pemasyarakatan sudah dicapai cukup kemajuan, antara lain menunjukan keinsyafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan tata tertip yang berlaku dilembaga-lembaga, maka kepada narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan (mediun security). Tahap ketiga,jika proses pembinaan terhadap narapidana telah dijalani setengah (1/2) dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut Dewan Pengamat Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan-kemajuan, baik secara fisik ataupun mental dan juga segi keterampilannya, wadah proses pembinaannya diperluas dengan diperbolehkannya mengadakan asimilasi dengan masyarakat luar, berolahraga bersama dengan masyarakat luar, mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah umum, bekerja diluar, akan tetapi dalam pelaksaannya tetap masih berada dibawah pengawasan dan bimbingan petugas lembaga. Tahap keempat, jika proses pembinaannya telah dijalani dua pertiga (2/3) dari masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya Sembilan (9) bulan, maka kepada narapidana yang bersangkutan dapat diberikan lepas bersyarat dan pengusulan lepas bersyarat ini, ditetapkan oleh Dewan Pengamatan Pemasyarakatan. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah spesifikasi Penelitian, Jenis dari penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Penelitian Hukum Normatif (legal research), yaitu dengan mengacu pada berbagai norma hukum, dalam hal ini adalah perangkat hukum tata negara yang terdapat di dalam berbagai sumber terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang dibahas dalam skripsi ini. Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah metode pendekatan yuridis (legal approach), mengingat permasalahan yang diteliti dan dibahas dala skripsi ini adalah Penanganan khusus terhadap narapida pengidap penyakit HIV/AIDS di Lapas/rutan yang mengacu kepada kepada Undang-
undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, Peraturan Pemerintaha No. 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksaan hak warga binaan pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 32 tahuin 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksaan hak warga binaan pemasyarakatan). Alat pengumpulan data yang diperlukan oleh penulis berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian terhadap literatur-literatur untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar analisis terhadap substansi pembahasan dalam skripsi ini. Tujuan dari tinjauan kepustakaan (library research) ini adalah untuk memperoleh data-data sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, surat kabar, situs internet, maupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Analisis data yang diperoleh penulis dari tinjauan kepustakaan
ini akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode induktif dan
deduktif yang berpedoman kepada bagaimana penanganan khusu terhadap narapidana pengidap HIV/AIDS dilapas dalam ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam lembaga pemasyarakatan di Indonesia Bab kedua dalam skripsi ini berisikan tentang Penyebaran HIV/AIDS merupakan masalah serius yang harus segera direspon oleh banyak pihak. Penyebaran HIV/AIDS tidak hanya terjadi di masyarakat umum, namun juga dapat terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara. Walau jumlah orang dalam lapas/ rutan tidak sebanyak orang di di masyarakat umum, namun tetap saja penyebaran HIV/ AIDS merupakan hal yang harus diwaspadai. Sebab Kondisi Lapas/ Rutan di Indonesia masih belum memadai. Bahkan dengan berbagai masalahnya, seperti overkapasitas maka penyebaran dan penularan HIV/AIDS justru semakin rentang terjadi. Sebagai pihak yang harus melindungi dan memenuhi hak-hak warga negaranya, maka pemerintah wajib untuk berperan aktif dalam segala usaha penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS di Lapas/rutan. Untuk meneruskan penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS dalam bentuk implementasi nyata maka pemerintah dengan sigap telah membentuk Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPA). Bab tiga pada skripsi ini berisikan tentang kendala-kendala dalam penanganan khusus terhadap narapidan pengidap HIV/AIDS serta usaha-usaha pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di dalam Lapas/ rutan tertuang dalam dalam suatu kebijakan yang telah dirumuskan dalam kebijakan yang dibuat oleh Direktorat Jenderal pemasyarakatan. Yakni Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia 2005-2009. Didalamnya diatur Program; Riset, Pengembangan, dan Pengawasan Program, Pengembangan dan Kerjasama Multisektoral Koordinasi Program, Program Lingkungan kondusif, Program Rehabilitasi, Program Bantuan Hukum dan Pelayanan Sosial Program. Hampir setiap kebijakan tidak lepas dari berbagai kendala dan masalah yang menghambat berjalannya kebijakan tersebut.Berbagai hambatan dan kendala juga mewarnai
kebijakan dan strategi pencegahan dan penanggulahan HIV di Lapas/Rutan. Kebijakan yang paling mendasar yakni masalah pendanaan. Dengan kondisi saat ini, pemerintah belum bisa menganggarkan biaya yang memadai untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam menjalankan kebijakan penanggulahan HIV/AIDS. Bab empat skripsi ini berisikan kesimpulan dan saran, adapun kesimpulan tersebut adalah : 1. Penyebaran HIV/AIDS saat ini masih dalam taraf yang belum bisa dikendalikan. Penyebaran virus HIV dapat terjadi melalui penularan akibat jarum suntik yang digunakan secara bersama-sama dan berulangulang. Penyebaran HIV/AIDS juga pesat pada komunikasi pelaku seks bebas. Misalnya pada tempattempat hiburan malam dan prostitusi. Penyebaran HIV/AIDS tidak hanya terjadi di tengah-tengah masyarakat, namun juga dapat terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara. Dari hasil penelitian yang ada, kebanyakan penyebaran HIV/AIDS yang terjadi dalam Lapas/ rutan merupakan kasus dimana narapidana atau tahanan telah terlebih dahulu pernah mengidap HIV/AIDS sejak diluar Lapas/ rutan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan, bahwa dengan kondisi Lapas/ rutan yang buruk dapat menjadi tempat yang kondusif sebagai penyebaran virus HIV. Melihat realitas yang ada dan besarnya potensi penyebaran HIV/ AIDS di dalam Lapas/ rutan. Pemerintah telah membuat kebijakan penanggulangan HIV/AIDS. Kebijakan yang dibuat dengan melibatkan pihak-pihak terkait tersebut. Telah diterapkan untuk beberapa Lapas/ rutan. Tidak semudah membuat kebijakan di atas kertas, pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan mendapatkan tantangan dan hambtan. Tantangan dan hambatan tersebut bila tidak segera ditangani akan mengganggu usaha pencegahan HIV/AIDS di dalam Lapas/rutan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pelaksanaan pembinaan narapidana narkoba pengidap HIV/AIDS di Lapas/ rutan dilakukan sama dengan pembinaan narapidana lain pada umumnya. Hanya saja, bagi narapidana narkoba pengidap HIV/AIDS diberikan perhatian dan perawatan yang lebih khusus dan intensif. Pembinaan terhadap narapidana pengidap HIV/AIDS tidak dibedabedakan sebab pihak Lapas/rutan menerapkan kebijakan tersebut dengan alasan menjaga kerahasiaan bahwa narapidana yang bersangkutan adalah seorang pengidap HIV/AIDS. Selain itu, ditujukan untuk melindungi kepentingan narapidana itu sendiri, dalam artian bahwa mereka tidak dipisahkan dalam ruangan sel tersendiri agar mereka tidak dikucilkan dari pergaulan atau dijauhi oleh sesama penghuni dan membuat mereka merasa sama dengan narapidana lain dan menjadi bagian dari kehidupan di Lapas/ rutan. Memang ada baiknya mencampur narapidana yang mengidap HIV/AID dengan mereka yang bukan pengidap. Alasan untuk tidak melakukan diskriminasi merupakan alasan yang masuk akal. Namun penggabungan narapidana tersebut sebaiknya juga memperhatikan beberapa hal lainnya. Misalnya dengan memperhatikan keadaan dan daya tampung dari sel yang akan dihuni. Serta juga perlu memperhatikan kebersihan dan sanitasi dari sel tersebut. Serta juga harus memperhatikan apakah sel tersebut aman atau justru membahayakan narapidana lain yang bukan pengidap HIV/AIDS. Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam usaha penanggulangan HIV/AIDS di dalam Lapas/ rutan. Dari beberapa faktor tersebut ada baiknya memfokuskan pada segala usaha untuk membenahi faktor-faktor yang menjadi kendala dalam usaha penanggulangan HIV/ AIDS di dalam Lapas/rutan. Demikian pula dengan pengawasan dan pengamanan narapidana di dalam Lapas. Narapidana penderita HIV/ AIDS sama saja diperlakukan dalam hal pengawasan dan pengamanan. Aturan maximum security, medium security dan minimum security juga berlaku pada mereka. Sebagaimana
narapidana pada umumnya narapidana penderita HIV/ AIDS juga berhak mendapatkan berbagai macam remisi. Kemudian juga mereka bila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan juga berhak untuk mendapatak pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan asimilasi. Namun karena diperlakukan sama seperti warga binaan lainnya, maka narapidana penderita HIV/ AIDS juga tunduk pada aturan pelarangan pemberian Asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. 2. Kendala dalam pelaksanaan pembinaan narapidana narkoba pengidap HIV/AIDS di Lapas Khusus Narkotika Jakarta adalah seputar masalah kurangnya sumber daya manusia seperti tenaga medis dalam menangani narapidana narkoba yang mengidap HIV/AIDS, keterbatasan sarana dan prasarana perawatan seperti obat-obatan dan laboratorium dan sarana pencegahan penularan seperti kondom dan alat suntik, kurangnya fasilitas gedung yang terisi melebihi kapasitas wajarnya, kurangnya faktor dana untuk pelayanan kesehatan, dan faktor internal dari narapidana yang bersangkutan seperti kelainan seks dan pembuatan tindik/tato. Solusi atas kendala-kendala tersebut dilakukan Lapas Khusus Narkotika dengan meningkatkan pengawasan semaksimal mungkin dan mengadakan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang AIDS baik dalam pengadaan obat-obatan, pengadaan tenaga medis dan konselor maupun pengadaan penyuluhan berkala tentang bahaya AIDS. Layanan kesehatan yang akan disediakan bagi penghuni lembaga pemasyarakatan yang menderita HIV/ AIDS antara lain berupa pengobatan penyakit infeksi menular seksual (IMS), tes dan konseling sukarela (VCT), pengobatan dengan antiretroviral (ARV), pengobatan infeksi oportunistik, pengurangan resiko (harm reduction) masih kurang memadai dan kurang dimanfaatkan. Dalam hal terapi metadhon misalnya, masih banyak narapidana yang tidak ikut serta mengikuti program ini. Banyak hal yang menghambat usaha pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di dalam Lapas/ rutan. Bila diringkas hal-hal yang menghambat pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yakni: faktor kuantitas sumberdaya manusia di bidang kesehatan. Dimana ketersediaan tenaga medis dalam usaha penanggulangan HIV/AIDS di lembaga pemasyarakatan masih kurang memadai, faktor kualitas tenaga medis yang belum memenuhi
standardisasi. Tenaga medis sebagai pendukung utama dalam usaha
penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan masih belum dapat mensukseskan kebijakan yang ada, faktor tenaga kesehatan yang belum berbekal pengetahuan kesehatan khususnya dalam menangani pengidap HIV/AIDS di Lapas/rutan. faktor sumber dana untuk lembaga pemasyarakatan dirasakan masih kurang untuk bisa mencukupi semua pengeluaran kesehatan yang ada. Hal ini tentu akan menggangu jalannya kebijakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalm hal penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan, faktor alat-alat kesehatan dan fasilitas kesehatan masih juga belum memadai. Keterbatasan fasilitas kesehatan tersebut menyebabkan Lapas/ rutan harus melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terkait, seperti rumah sakit dan lembaga swadaya masyarakat. Dan ada beberapa saran yang disampaikan oleh penulis melalui skripsi ini, antara lain : perlunya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melakukan penerimaan lebih banyak pegawai pemasyarakatan yang memiliki latar belakang pendidikan sebagai tenaga kesehatan. Kemudian setelah direkrut maka para pegawai tersebut harus ditempatkan pada Lapas/rutan yang tengah mengalami kekurangan tenaga kesehatan, perlu adanya partisipasi aktif dari pihak lembaga pemasyarakatan untuk mengikutsertakan pegawainya pada pendidikan atau pelatihan tentang kesehatan, khusus mengenai penanggulangan HIV/AIDS, untuk mengatasi over capacity yang yang dihadapi lembaga pemasyarakatan
maka perlu dilakukan langkah yang cepat dan tepat untuk menguranginya. Salah satu langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan jalan mempermudah pemberian pembebasan bersyarat (PB), dan cuti menjelang bebas (CMB). Dengan lancarnya pemberian PB dan CMB maka akan mempermudah asimilasi, pengawasan terhadap narapidana harus diperketat guna menghindari penyimpangan-penyimpangan yang dapat terjadi di dalam Lapas, perlunya penambahan sarana dan prasarana kesehatan di dalam lembaga pemasyarakatan minimal fasilitas kesehatan tingkat pertama (setingkat Puskesmas). Serta perlu selalu untuk memastikan ketersediaan obatobatan untuk warga binaan yang mengidap HIV/AIDS, perlunya peningkatan anggaran atau pendanaan pelayanan kesehatan yang mengacu pada standar WHO dalam rangka pelayanan kesehatan narapidana pada umumnya dan khususnya narapidana yang mengidap HIV/AIDS. Anggaran harus dinaikkan sebab penanggulangan dan penanganan pasien pengidap HIV/AIDS memerlukan perawatan khusus dengan biaya yang tidak sedikit, bila mana sarana dan prasarana di dalam lembaga pemasyarakatan belum memadai maka perlu dilakukan penggolongan narapidana berdasarkan keadaan kesehahatanya. Jadi tidak hanya penggolongan berdasarkan umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan saja, perlunya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengadakan kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat, instansi pemerintah terkait dalam hal pelayanan kesehatan warga binaan pada umumnya dan khususnya warga binaan pengidap HIV/AIDS. Dalam kenyataannya pihak Lapas/rutan telah berinisiatif untuk melakukan kerja sama kesehatan dengan pihak-pihak yang terkait. Dengan demikian hubungan yang telah terjalin tersebut dijaga dan dilanjutkan dengan kerja sama yang lebih baik lagi, perlunya usaha-usaha untuk mempermudah akses kesehatan untuk narapidana. Selama ini narapidana khususnya yang berasal dari keluarga kelas bawah mengalami kesulitan mendapatkan fasilitas kesehatan lanjutan. Narapidana tersebut sulit mendapatkan Kartu Kesehatan Miskin. Hal ini menyebabkan mereka harus membayar biaya perawatan lebih besar dari kemampuan mereka. Anggapan bahwa narapidana adalah sampah masyarakat, membuat mereka sulit mendapatkan akses pada fasilitas kesehatan yang lebih baik dan perlu adanya kebijakan hukum pidana yang berkeadilan dan lebih fleksibel. Selama ini kecenderungan menjatuhkan hukuman penjara sangat besar. Hal ini menyebabkan Lapas/rutan menjadi penuh. Diperlukan kebijakan baru dalam menjatuhkan hukuman. Misalnya untuk terdakwa pengidap HIV/AIDS tidak serta merta dijatuhi hukuman penjara. Namun perlu dilihat bagaimana keadaan terdakwa. Bila memang keadaannya telah masuk pada stadium yang parah maka bisa diberikan hukuman lain. Tentunya penilaian mengenai keadaan terdakwa harus melalui pemeriksaan dokter ahli. Kemudian dalam hal narapidana penderita HIV/AIDS sudah masuk pada stadium yang tidak dapat ditolong, maka perlu ada kebijakan hukum dimana narapidana tersebut diberikan keringanan serta perlu dilakukan peningkatan kesejahteraan petugas pemasyarakatan guna meningkatkan semangat kerja dari para petugas. Demikian beberapa saran yang dapat disampaikan. Semoga para pihak yang berkepentingan dengan usaha dan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan dapat mengambil manfaatnya. Oleh karena itu di masa mendatang implementasi kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan diharapkan dapat berjalan dengan lebih baik. Serta pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS tersebut dapat lebih memperhatikan hak-hak dari warga binaan. Diharapkan juga berkembangnya pemahaman yang lebih komprehensif mengenai usaha dan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan.
DAFTAR ISI
Halaman. Kata Pengantar................................................................................................................i Abstrak..........................................................................................................................iv Daftar isi........................................................................................................................vi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang...........................................................................................1 B. Perumusan Permasalahan..........................................................................6 C. Keaslian Penulisan.....................................................................................6 D. Tujuan Penulisan.......................................................................................6 E. Mamfaat Penulisan....................................................................................8 F. Tinjauan Perpustakaan...............................................................................9 1.
Sistem Pemasyarakatan..........................................................................9
2.
Proses Pemasyarakatan.........................................................................13
G. Metode Penulisan....................................................................................14 H. Sistematika Penulisan..............................................................................17
BAB II : PENANGANAN KHUSUS TERHADAP NARAPIDANA YANG MENDERITA HIV/AIDS................................................................19 A. Keadaan Lapas/Rutan pada umumnya.................................................19 B. Situasi HIV/AIDS di Lapas/Rutan.......................................................21 1. Jumlah estimasi penderita HIV/AIDS di Lapas/rutan..............21 2. Proses penyebaran HIV/AIDS di dalam Lapas/rutan...............26 C. Pembinaan dan perawatan khusus bagi narapidana pengidapHIV/ADIS di Lapas/rutan....................................................................29 D. Hak-hak narapidana..............................................................................37 BAB III : KENDALA – KENDALA DALAM PROSES PENANGANANKHUSUS NARAPIDANA YANG TERJANGKIT HIV/AIDS.................43 A. Penyimpangan......................................................................................43 1. Penyimpangan seksual..............................................................44 2. Perilaku kapal selam.................................................................45 3. Perilaku simpan vonis..............................................................45 4. Penyeludupan barang terlarang................................................45 5. Pelarian dan pemberontakan.....................................................46 B. Kendala dalam pencengahan HIV/AIDS di Lapas/Rutan....................46 1. Kendala di lapas/rutan............................................................. 47
a. Petugas pelaksana...............................................................47 b. Narapidana penderita HIV/AIDS.......................................50 c. Sarana dan prasana penunjang............................................53 d. Masalah psikologis.............................................................56 e. Kendala dari luar Lembaga Permasyarakatan....................57 (1) Pendanaan.....................................................................57 (2) Kesulitan dengan akses kesehatan................................58 (3) Keluarga narapidana penderita HIV/AIDS..................59 (4) Masalah-masalah lain yang berkaitan dengan narapidana.....................................................................59 C. Kebijakan hukum pidana dalam proses penanggulangan terhadap narapidana yang terjangkit HIV/AIDS di Lapas/rutan..........60
BAB V : KESIMPULAN dan SARAN........................................................................68 A. Kesimpulan.................................................................................................68 B. Saran...........................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA