BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
Dari latar belakang masalah di atas, maka pada bab ini akan di bahas lebih lanjut tentang. Pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS di Desa Simpang Empat. yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.
2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diproleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
2.1.2 Pengetahuan di dalam domian koqnitif Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang di cakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginter-prestasikan materi secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelakan dan menyebutkan. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya) misalnya dapat mengunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk memenjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun dapat merencanakan, dapat meringkas dapat menyesuaikan dan sebagainya. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian.
2.2 Remaja 2.2.1 Definisi Remaja Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak – kanak dan masa dewasa yang pada umumnya di mulai pada usia 12 –atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut Adam & Gullota masa remaja meliputi antara 11 hingga 20 tahun (Adam, 2010). Masa remaja merupakan salah satu priode dari perkembangan manusia, masa ini merupakan perubahan atau peralihan dari masa kanak – kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja umumnya di mulai pada usia 10 – 13 tahun dan berakhir pada usia 18 – 22 tahun (Notoatdmojo, 2007).
2.2.2 Remaja Di Tinjau Dari Sudut Perkembangan Fisik Dalam ilmu – ilmu kedokteran dan ilmu- ilmu lainnya yang terkait (seperti Biologi dan Ilmu faal ), remaja dikenal dalam satu tahap perkembangan fisik, yaitu masa alat – alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alat – alat kelamin khususnya dan tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna dan secara faali alat- alat kelamin tersebut berfungsi secara sempurna pula, pada akhir dari peran perkembangan fisik ini akan terjadi seseorang pria yang berotot dan berkumis / berjanggut yang mampu menghasilkan beberapa ratus juta sel mani spermatozoa (Sarwono, 2011).
2.2.3 Batasan Remaja Menurut WHO WHO menjelaskan berdasarkan pada usia kesuburan atau fertilitas wanita batasan tersebut juga berlaku untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian, yaitu remaja awal usia 10 – 14 tahun dan remaja akhir 15 – 20 tahun. Dalam pada itu perserikatan bangsa –bangsa (PBB), sendiri menetapkan usia 15 sampai 24 tahun sebagai usia pemuda (Sarwono, 2011).
2.2.4 Remaja Sebagai Anggota Keluarga Kiranya tidak dapat di ingkari lagi bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai datang masanya ia meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. Sebagai lingkungan primer hubungan antara manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga sebelum seseorang anak mengenal lingkungan lebih luas, seseorang tersebut terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Karena Itu sebelum ia mengenal norma- norma dan nilai – nilai dari masyarakat umum pertama kali, ia mernyerap norma –norma nilai – nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk di jadikan bagian dari kepribadiannya (Sarwono, 2011).
2.3 Remaja Dalam Masyarakat Masyarakat sebagai lingkungan tersier (ketiga), adalah lingkungan terluas bagi remaja sekaligus paling banyak menawarkan pilihan, terutama dengan maju pesatnya teknologi komunikasi masa, maka hampir – hampir tidak ada batas – batas geografis, etnis politis maupun sosial antara satu masyarakat lainnya. Waktu breakdence di gandrungi remaja di Amerika Serikat. Di lapangan parkir timur
senayan jakarta, setiap malam minggu ada pameran ketermapilan yang merupakan acara spontanitas dari remajaa- remaja jakarta, tetapi yang lebih menakjubkan budaya breakdence ini menyebar ke seluruh pelosok tanah air demikian pula busana wanita timur tengah (Sarwono, 2011).
2.3.1 Remaja Dengan HIV/AIDS Remaja merupakan salah satu kelompok yang paling berisiko untuk terinfeksi HIV/AIDS. Data dari UNAIDS menunjukkan bahwa diperkirakan terdapat sekitar 900.000. Remaja yang terinfeksi HIV/AIDS setiap tahunnya. Remaja sangat dikaitkan dengan aktifitas seksual yang berisiko dan penggunaan napza sehingga menjadi kelompok yang berisiko. Ketika dikaitkan dengan onset dan perjalanan infeksi HIV, bisa dimaklumi jika pada umumnya infeksi dimulai ketika usia remaja. Rata-rata kasus AIDS tertinggi di Indonesia ada pada usia antara 21 sampai 29 tahun. Artinya bisa diperkirakan bahwa awal infeksi virus ini sekitar usia belasan. Disamping tantangan dan hambatan yang muncul terkait HIV dan remaja, kelompok usia ini mempunyai peluang untuk menghambat laju epidemi HIV dan dapat diterima dan diimplementasikan kepada seluruh lapisan masyarakat (Prabowo, 2012).
2.3.2 Faktor – Faktor Penyebab Masalah Seksualitas Pada Remaja 1. Meningkatnya Libido Seksualitas Menurut
Robert
Havighurs,
seorang
remaja
menghadapi
tugas
perkembangan (devlomental teks), sehubungan dengan perubahan fisik dan peran sosial yang sedang terjadi pada dirinya. 2. Penundaan Usia Perkawinan Di indonesia terutama di daerah – daerah pendesaan, masih banyak terdapat perkawinan – perkawinan di bawah usia. Kebiasaan ini berasal dari adat yang berlaku sejak dahulu yang masih terbawa sampai sekarang. Ukuran perkawinan di masyarakat seperti itu adalah kematangan fisik belaka. Haid, bentuk tubuh yang sudah menunjukan tanda – tanda seksual skunder. 3. Tabu – Larangan Kebiasaan – kebiasaan dan norma – norma yang menyulitkan perkawinan yang di sebutkan oleh Fawcett tersebut muncul dalam masyarakat berbagai bentuk. Hull dan Adioetomo menyebutkan dalam tulisannya, beberapa penelitian tentang hubungan antarusia perkawinan yang legal (sah menurut hukum ), perkawinan di barat biasanya didahului atau segera diikuti dengan hubungan seksual dan hidup bersama (Sarwono, 2011).
2.3.3 Ancaman Penyakit Menular Seksual Pada Remaja Karena sifatnya yang lethal, (mematikan), AIDS telah menjadi pusat berita selama kurang lebih, satu dekade ini akan tetapt sesungguhnya PMS (singkatan dair penyakit menular seksual), lainnya memberi ancaman
yang lebih luas
walaupun tidak membawa ancaman maut seperti AIDS. Pada bagian sebelumnya telah di kemukakan hasil studi yang meliputi 16.000 mahasiswa pada 19 kampus di amerika serikat. Di temukan bahwa satu dari 500 mahasiswa ternyata terinfeksi HIV, juga di jumpai bahwa infeksi oleh kuman chlamydia trachomatis. (bakteri yang menimbulkan chlamdyia), dan human papiloma virus. (HPV), yaitu yang menyebabkan genetalia warts, atau kutil di daerah kemaluan terdapat satu dari sepuluh mahasiswa.Banyak mahasiswa/i tidak pernah mendengar tantang HPV, yang tidak boleh di kacaukan dengan HIV, kuman HOV ini adalah virus yang menimbulkan genital warts dan telah sering di hubungkan dengan adanya kanker leher rahim pada wanita (Hutapea, 2011).
2.3.4 Remaja
Perlu Perlindungan
Dalam sebuah artikel mengenai pemerkosaan baru – baru ini di salah satu harian ibu kota di cantumkan mengenai data tentang kejadian perkosaan di indonesia, tercatat bahwa dalam ketiga tahun 3005 terdapat 212 kasus perkosaan, patokan jumlah kasus yang sesungguhnya mengingat kejadian perkosaan yang tidak di laporkan karena berbagai alasan jauh lebih tinggi (Hutapea, 2011). Belum di ketahui bagaimana insiden perkosaan - perkosaan di kalangan remaja namun akan sangat menarik apabila data itu dapat di publikasikan lebih jauh, Belum lama ini ada gagasan untuk menanyagkan profil pemerkosa di layar
TV upaya untuk mengurangi atau membuat kapok para pelaku perkosaan. Salah satunya aspek positif dari gagasan (Hutapea, 2011).
2.4 HIV/AIDS 2.4.1 Definisi HIV/ AIDS Acquried immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi di dapat dari hasil penularan. Penyakit ini di sebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). Penyakit ini telah menjadi masalah intenasional karena dalam waktu yang relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak negara. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang relatif atau efektif untuk AIDS sehingga menimbulkan keresahan di dunia (Widonyono,2011). HIV merupakan sejenis virus, singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. AIDS di sebabkan dengan serangan atau infeksi virus. Biasanya berbagai jenis penyakit infeksi bisa di tangkal orang sehat karena tubuh mempunyai sel – sel darah putih yang bertugas mempertahankan diri orang tersebut, sel- sel darah putih ini akan menerangi setiap serangan dari luar dengan menggerakan sebarisan sel untuk melakukan serangan balik terhadap benda asing yang masuk ketubuh. Salah satu jenis dari sel- sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi yang di sebut. T – Limfosit atau “Sel T – 4”. Virus HIV di klasifikasikan kedalam golongan lenti virus atau retroviridea , virus secara genetarial genetik adalah virus RNA. Yang bergantung pada enzim reverse transcrptase untuk dapat menginfeksi
sel- sel mamalia termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat (Yatim, 2006). AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya timbul berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006). AIDS disebut suatu sindrom karena terdiri dari beberapa variasi gejala. Fase awal dari kasus AIDS yang matang di tandai dengan gejala seperti lemah, keringat malam, demam yang bandel, kelenjar limfa membengkak, diare dan turunnya berat badan yang tak diketahu sebabnya. HIV dapat juga menyerang susunan saraf pusat, menimbulkan AIDS Dementia Complex (ADC), dementia, adalah
suatu
keadaan
dimana
seseorang nyata
sekali kebingungan
dan kehilangan arah. Orang-orang dengan ADC sering dengan cepat kehilangan,k emampuan berkonsentrasi, komunikasi, belajar, mengingat sesuatu, menyadari apa yang terjadi di sekelilingnya, dan mengendalikan gerakan ototnya. Lebih dari sebagian penderita AIDS akhirnya akan mengalami masalah seperti ini. (Hutapea, 2011). Kelompok usia anak – anak di bawah 15 tahun yang terinfeksi HIV/AIDS peningkatan yang sengnifikan yaitu berjumlah 2,1% juta anak terinfeksi dengan perkiraan 1.2 – 2.9%, juta resiko infeksi pada kelompok usia anak di sebabkan karena infeksi vertikal yang bersal dari ibu saat mengandung. Infeksi ini terjadi
melalui transplasenta saat janin dalam kandungan memlalui air susu ibu saat proses menyusui. Penularan kepada anak – anak dari ibu yang terinfeksi HIV/AIDS di sebabkan oleh faktor biologi (inherited biologica risk), di mana infeksi pada anak di tularkan secara langsung dari darah ibu kejanin yang di kandungnya. Darah ibu terinfeksi oleh virus HIV, dan secara langsung dapat di tularkan kepada anaknya, selain itu juga bisa terjadi melalui air susu ibu saat proses menyusui (Triyanto, 2012). Jumlah wanita yang terkena AIDS dewasa ini menunjukkan peningkatan yang nyata. Pada tahun 2003, AIDS telah menjadi salah satu dari 10% penyebab utama kematian di kalangan wanita Amerika berusia subur, yaitu 15 – 44 tahun. Angka kejadian semangkin meningkat di kalangan wanita di bandingkan pada pria. Masih banyak pertanyaan menyangkut bagaimana infeksi HIV/AIDS, mempengaruhi kesehatan wanita. Kebanyakan pengetahuan kita tentang perjalanan penyakit AIDS ini di peroleh dari riwayat penyakit di kalangan pria gay. Sanyangnya penyakit ini tidak selalu menunjukkan gejala yang tak sampai di curigai atau terdiagnosis salah pada wanita. Kini telah di ketahui bahwa pasien AIDS wanita memperlihatkan gejala penyakit yang tidak di temukan pada pria. Penyakit atau kelainan yang dapat di jadikan indikator keterlibatan infeksi HIV/AIDS pada wanita meliputi antara lain. IPD (pelvic inflamatory diasease). Yaitu radang organ – organ dalam rongga panggul, vaginal candidiasis yaitu sejenis jamur, precanerous cervical diasease. Yaitu penyakit leher rahim yang cenderung menjadi kanker dan akhirnya kanker leher rahim yang inpasif (Hutapea, 2011).
Anak – anak yang tertular HIV bisa saja tampak normal secara klinis. Penyakit penanda AIDS, tersering yang di temukan pada anak adalah penumonia yang di sebabkan Pneumocytesis carrini. Gejala umum yang di temukan pada bayi dengan infeksi HIV merupakan gangguan tumbuh kembang kondidiasis oral, diare, kronis atau hepatosplenomegali (pembesaran hepar dan lien). Mengingat antibodi ibu bisa sampai bayi berusia 18 bulan, maka tes ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena tes ini berdasarkan ada atau tidaknya antibodi terhadap virus HIV. Tes paling spesifik untuk mengidentifikasi HIV adalah PCR untuk DNA HIV, kultur HIV yang positif juga menunjukan pasien terinfeksi HIV. Untuk pemeriksaan PCR, pada dua saat berlainan. DNA PCR pertama di ambil saat bayi berusia 1 bulan karena tes ini kurang sensitif selama priode satu bulan setelah lahir (Kurniawati, 2011).
2.5 Pencegahan HIV/AIDS Jumlah kasus baru tertinggi di San Fransisco terjadi pada tahun 2004 ketika di laporkan adanya 8.000%. kasus baru. Kini jumlah itu telah menurun hingga tinggal sekitar 1.000% kasus baru setahun. Terbukti menurut laporan itu bahwa program pencegahan tanpa perlu tindakan diskriminansi, dapat menghambat laju epidemi AIDS (Hutapea, 2011).
2.5.1 Pencegahan penyakit HIV/AIDS 1. Menghindari hubungan seksual dangan penderita AIDS atau tersangka penderita AIDS 2. Mencegah hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan orang yang mempunyai banyak pasangan. 3. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotika obat suntik. 4. Melarang orang-orang yang termasuk kedalam kelompok beresiko tinggi untuk melakukan donor darah. 5. Memberikan tranfusi darah hanya untuk pasien yang benar-benar memerlukan.
2.6 Penularan HIV/AIDS 2.6.1 Penularan HIV ditularkan melalui darah, cairan sperma dan vagina orang yang tertular. Orang mengalami kontak dengan cairan–cairan ini melalui hubungan seks vaginal dan anal (hubungan anal adalah dimasukannya penis ke dalam lubang dubur, yaitu cara penularan pada pria gay), transfusi dengan darah tercemar dengan cara inilah petenis Wimbledon terkenal Arthur Ashe terkena infeksi HIV), transplantasi dengan organ atau jaringan yang terinfeksi, menggunakan jarum suntik bekas (sering di kalangan pengguna obat suntik liar), atau secara tidak sengaja tersuntik jarum bekas seseorang yang mengandung HIV kadang-kadang dapat terjadi pada petugas kesehatan (Hutapea, 2011).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian air susu ibu. 1. Penularan Penyakit HIV/AIDS a. Seksual Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. b. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV. c. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan. d. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan. e. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
f. Penularan dari ibu ke anak Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI. g. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium. (Zein, 2006).
2. Menurut WHO (2004), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan: a. Kontak fisik Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular. b. Memakai milik penderita Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan kerja penderita
HIV/AIDS tidak akan menular.
Digigit
nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya (WHO, 2011).
2.6.2 Perjalanan Penyakit Sejak Infeksi HIV Hingga Timbulnya AIDS Begitu memasuki peredaran darah kita, HIV dapat mengalami nasib yang mujur atau merugikan, namun kebanyakan bernasib buruk. Oleh karena itulah banyak orang dewasa yang tertular HIV tetapi bebas gejala selama bertahun. Namun pada sebagian orang lainnya, HIV dapat membunuh sel CD4 dalam tempo singkat sesudah infeksi.orang tersebut akan mengalami gejala – gejala yang mirip
dengan flu, seperti lemas, demam, sakit kepala dan nyeri otot, nafsu makan buruk, mual, muntah, kelenjer membengkak dan bercak di kulit (Hutapea, 2011). Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS, sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas biasanya diikuti asanya peningkatan risiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan (Depkes RI,2003), Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada 3 tahun pertama, 50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun (Kurniawati, 2011)
2.7 Etiologi HIV/AIDS termasuk dalam golongan retrovirus berinti RNA (sebagian besar virus lain adalah DNA) dan mempunyai enzim reverse transcriptase yang mampu mengubah kode genetik dari DNA ke RNA. Virus ini tediri dari inti (core) dengan lapisan luar bernama amplop (Rampengan, 2008). Secara sederhana sel HIV terdiri dari: 1. Inti – RNA dan enzim transkriptase reversi (polimerase), protase, dan ini Integrase 2. Kapsid – antigen p24. 3. Sampul antigen p17 dan tonjolan glikoprotein gp120 dan gp41 (Widoyono, 2011).
2.7.1 Tanda – Tanda dan Gejala Disharge mukopurelen khas terjadi pada infeksi servik oleh klamidia dan servik memperlihatkan adanya peradangan hipertrofi (servisitis mukopurelen), infeksi bergejala pada 15% wanita tidak hamil yang aktif secara seksual. (Benson, 2009). 1. Gejala yang timbul antara laiin yaitu : Herpes di mulut dan bagian genital bisa jadi tanda ARS dan stadium akhir infeksi HIV.
2. Penurunan berat badan 3. Demam yang hilang timbul 4. Lelah 5. Diare berulang 6. Anemia 7. Trush infeksi jamur di mulut (Sadina, 2011)
2.8 Komplikasi Komplikasi utama infeksi servik oleh C.trachomatis, adalah salpingingitis. Sanyangnya. Jika pasien hamil dan tidak diobati, konjuktivitis klamidia dapat terjadi 50% neonatus yang di lahirkan per vaginam dan 10% mangalami pneumonitis dengan onset lambat. Kelahiran prematur dan endometritis postpartum dini juga merupakan masalah. (Benson, 2009).
2.8.1 Pengobatan HIV/AIDS Pengobatan pada penderita HIV/AIDS meliputi: 1. Pengobatan suportif 2. Penaggulangan penyakit oportunitis 3. Pemberian obat antivirus 4. Penanggulangan dampak psikososial (Widoyono, 2011). Angka kesembuhan > 95% dapat di capai dengan menggunakan salah satu dari beberapa regimen ini. Regimen yang di sukai adalah tetraksilin 500mg. PO 4 x sehari selama 7 hari, atau doksiksiklin 100mg, 2 x sehari selama 7 hari. Jika tetraksiklin merupakan kontrakdikasi, dapat di berikan erittromisin basa 500mg, 4 x sehari selama 7 hari, atau ertitromisin etilsuksinat 800mg, 4 xsehari selama 7 hari (Benson, 2009)
2.8.2 Gejala klinis HIV/AIDS 1. Masa inkubasi 6 bulan-5 tahun 2. Window period selama 6-8 minggu, adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium. 3. Seseorang dengan penyakit HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun. Jika tidak di obati, maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS. Gejala klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti: a.
Diare kronis
b.
Kandidiasis mulut yang luas (Widoyono, 2011).
2.9 Diagnosis HIV/AIDS Infeksi HIV dapat di periksa dengan suatu tes darah yang di sebut ELISA, singkatan dari enzyme linked immunosorbent assay. ELISA mendekati adanya antibody terhadap infeksi HIV di dalam aliran darah. Seseorang mulai membentuk antibody terhadap infeksi HIV lama sebelum menunjukkan gejala-gejala dalam bertahun-tahun sebelum sampai pada tahap AIDS. Sekalipun tes antibody tidak secara langsung menunjukkan terdapatnya virus, suatu hasil tes yang positif (dikatakan seropositif) umumnya menandakan bahwa orang itu telah teratur HIV dan bahwa imun tubuhnya telah menghasilkan antibodi terhadap infeksi tersebut. Namun demikian terdapat sedikitnya satu pengecualian. Semua bayi yang di lahirkan oleh ibu penyandang HIV pada permulaan akan menunjukkan tes positif terhadap antibodi HIV, sekalipun hanya sepertiga di antaranya yang sesungguhnya terinfeksi. (Hutapea, 2011).