Ahmad Khalid, Sempat Merasa Kesepian Ketika Hari Raya Tiba UNAIR NEWS – Hari Raya Idul Fitri merupakan hari besar bagi umat Islam khususnya di Indonesia yang merupakan negara berpopulasi muslim terbesar di dunia. Momen Idul Fitri biasanya digunakan sebagai ajang silaturahmi keluarga besar dan makan bersama. Namun keadaan ini berbeda dengan Ahmad Khalid. Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga ini sudah lima tahun merayakan Idul Fitri di Surabaya seorang diri. Khalid bercerita, dirinya selalu merasa kesusahan jika hari raya tiba. Pasalnya, ia kesusahan untuk mencari makan. “Sangat sepi sekali. Semua orang mudik, saya bingung cari makan, semuanya tutup. Saya cuma ditemani suara tikus-tikus di depan rumah kos saya,” cerita Khalid sambil tertawa. Selama ia terpisah jarak dengan keluarga, Khalid menghubungi keluarganya di Palestina melalui sambungan telepon. Melalui panggilan suara itulah, penerima Beasiswa Unggulan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bertukar cerita dan salam dengan sanak keluarganya. Tak berbeda Khalid mengatakan, perayaan Idul Fitri di negaranya dan Indonesia tak berbeda. Warga kota Bani Na’im, Palestina, tersebut bercerita, bahwa Idul Fitri dimanfaatkan sebagai momen silaturahmi bersama keluarga besar. Saat Idul Fitri, semua keluarga besar saling menyapa dan bercerita satu sama lain.
“Saat berkumpul, biasanya kita makan kue dan minum kopi. Makanan tradisional yang disajikan di sana sewaktu Idul Fitri yakni Mamool (sejenis kukis) dan juga ada kopi Arabica untuk keluarga. Saya sangat rindu suasana itu, nikmat bersama keluargaku memang terpenting,” kisah mahasiswa FKG UNAIR. Ditanya mengenai makanan Indonesia, Khalid mengaku meskipun sudah hampir lima tahun berada di Indonesia ia belum sepenuhnya menikmati makanan Indonesia. “Orang-orang di sini biasanya kalau sahur atau buka kalau tanpa nasi biasanya kurang puas, tapi disana sebenarnya dengan kurma dan air putih saja cukup,” jelasnya. Ia lantas berharap, dirinya segera menyelesaikan studi dan kembali ke tanah airnya untuk berkumpul dengan keluarga yang ia rindukan. Penulis: Faridah Hari Editor: Defrina Sukma S
Soto Banjar, Menu Favorit Ketua BEM Fakultas Hukum Saat Idul Fitri UNAIR NEWS – Setelah 30 hari menjalankan ibadah puasa, tibalah saatnya para perantau mudik ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Mudik memang menjadi suatu tradisi saat lebaran. Pasalnya, tak sedikit orang-orang yang beraktivitas jauh dari keluarganya. Ada yang beda kota bahkan beda pulau, atau bisa juga beda negara.
Momen berkumpul bersama keluarga inilah yang ditunggu-tunggu oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga Zainur Ramadhany. Saat berkumpul bersama keluarga, Ketua BEM FH yang akrab disapa Dhany itu mengaku punya menu makanan khusus berupa Soto Banjar yang ia nikmati bersama kerabat-kerabatnya. Kesukaannya itu bukan tanpa alasan. Dhany mengaku, sang nenek yang asli orang Banjar, Kalimantan piawai dalam memasak soto khas Suku Banjar tersebut. Karena itulah masakan Soto Banjar menjadi menu favorit keluarganya. “Kebetulan nenek kan orang Banjar, ya, jadi nenek selalu membuat soto banjar. Meskipun Soto Banjar banyak dijual di luar, tapi menurut saya soto buatan nenek yang paling enak dan itu menjadi makanan yang ditunggu-tunggu sama keluarga besar,” kisah Dhany. Selain soal menu kuliner, Dhany masih memiliki tradisi lempar uang yang dilakukan oleh kerabat keluarganya. Tradisi ini menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh keluarga khususnya sanak saudara yang masih kecil. “Lempar uang itu momen yang seru bagi keluarga kami. Ada satu orang yang nanti melempar uang ke atas dan yang lain berebut mengambil uang tersebut. Mereka yang masih kecil-kecil itu yang berebut. Sementara, yang besar-besar ikut menambah keseruan dan keramaian,” imbuh mahasiswa angkatan 2014 ini. Lelaki asal Bangil, Pasuruan, ini bercerita momen bulan Ramadan ini memang sedikit berbeda dari sebelumnya. Dengan menjadi Ketua BEM FH periode 2017, maka kesibukan dan aktivitas Dhany lebih padat dari tahun-tahun sebelumnya. “Kalau tahun kemarin kan saya sebagai staf BEM dan tahun ini saya menjadi ketua. Otomatis jadi lebih repot, lebih banyak kegiatan, dan lebih banyak yang diurusin,” ujar Dhany.
Penulis: Pradita Desyanti Editor: Defrina Sukma S
Menanti Tradisi Saat Berlebaran
Sungkeman
UNAIR NEWS – Tradisi sungkeman menjadi salah satu rutinitas saat Lebaran yang ditunggu-tunggu oleh pakar hak asasi manusia (HAM) Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Dr. R. Herlambang Perdana Wiratraman. Dalam istilah Jawa, sungkeman merupakan tradisi yang bermakna bersimpuh atau duduk berjongkok sambil mencium tangan para tetua. “Hal yang biasa dilakukan di keluarga saya adalah sungkeman dengan anggota keluarga yang lebih tua. Biasanya, pada saat sungkeman itu ada pesan-pesan yang disematkan serta doa yang juga diberikan. Sungkeman merupakan salah satu momen yang dinanti-nanti dan saya ingin meneruskan tradisi tersebut,” pungkas dosen kelahiran Jember tersebut. Ia berpendapat, lebaran menjadi momen yang berarti untuk melakukan refleksi diri dalam menjalani kehidupan. “Setelah berpuasa, kita dapat menjadi pribadi yang semakin istikamah, menjauhkan diri dari perilaku maupun hal-hal yang negatif dan tentunya menjadikan diri lebih baik lagi,” imbuh pengajar yang berencana mudik ke Jember saat lebaran. Di sela-sela kesibukan tugasnya di Singapura, Herlambang menyempatkan diri untuk pulang kampung sebelum Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 25 Juni tiba. Baginya, momen
berkumpul bersama keluarga menjadi sumber energi bagi dirinya untuk menjalani hari-hari ke depan. “Singapura dan Indonesia kan dekat. Jadi, saya tentu saja pulang untuk merayakan Lebaran dengan keluarga. Dulu, waktu saya kuliah di Belanda selama enam tahun, saya selalu menyempatkan pulang saat Lebaran meskipun dananya pas-pasan,” tuturnya. “Bagi saya, berkumpul bersama keluarga dapat memberikan semangan dan energi spiritual yang membuat saya lebih baik lagi,” imbuh Herlambang yang saat ini tengah menyelesaikan tugasnya di Singapura sebagai peneliti tamu oleh Centre for Asian Legal Studies (CALS) National University of Singapore. Herlambang
menambahkan,
kecanggihan
teknologi
bisa
dimanfaatkan untuk berkomunikasi saat orang ingin merayakan lebaran namun terkendala jarak. Ia pun pernah merasakan sebelumnya. Namun, berkat kemajuan teknologi, Herlambang bisa berkomunikasi dengan keluarga melalui panggilan suara ataupun panggilan video. Penulis: Pradita Desyanti Editor: Defrina Sukma S