SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, 3(1) Maret 2015
AGUSTINA, ANDI SUWIRTA & MOCH ERYK KAMSORI
Pemilihan Umum, Media Massa, dan Wanita: Pandangan Majalah TEMPO dan GATRA terhadap Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Presiden di Indonesia pada Tahun 1999 dan 2004 IKHTISAR: Tulisan ini membahas tentang bagaimana pandangan majalah TEMPO dan GATRA terhadap Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Presiden pada Pemilihan Umum di Indonesia pada tahun 1999 dan 2004. Dalam PEMILU (Pemilihan Umum) tahun 1999 dan 2004, sosok Megawati Soekarnoputri cukup menjadi sorotan publik, karena dia berani maju mencalonkan diri sebagai Presiden Indonesia. Terjadi pro dan kontra di semua kalangan masyarakat luas atas pencalonannya sebagai Presiden. Majalah TEMPO dan GATRA di Jakarta menanggapi pencalonan Megawati sebagai Presiden pada PEMILU 1999 dan 2004, dengan menampilkan “berita dan pandangan” selama proses PEMILU itu berlangsung, dari tahap kampanye hingga hasil PEMILU diumumkan. Pro dan kontra yang terjadi di kalangan elite politik dan masyarakat biasa juga ditampilkan oleh kedua majalah tersebut, dengan mengusung visi dan misi untuk memberikan berita yang aktual, bersifat netral, dan dapat dipertanggungjawabkan menurut kaedah pers yang profesional. KATA KUNCI: Pemilihan Umum, Megawati Soekarnoputri, media massa, berita dan pandangan, pro dan kontra, serta pers yang profesional. ABSTRACT: “General Election, Mass Media, and Women: The Views of TEMPO and GATRA Magazines towards Megawati Soekarnoputri as a Presidential Candidate in Indonesia in 1999 and 2004”. This paper discusses how the views of TEMPO and GATRA magazines towards Megawati Soekarnoputri as a candidate for Indonesian President in the General Election in 1999 and 2004. In General Election in 1999 and 2004, the figure of Megawati Soekarnoputri was enough into the public spotlight, because she advanced dare to run for President of the Republic of Indonesia. There are pros and cons in the wider community all over her nomination as President. The magazines of TEMPO and GATRA in Jakarta responded Megawati Soekarnoputri’s candidacy as President in the General Election in 1999 and 2004, with showing the “news and views” during the General Election takes place, from the stage of the campaign until the General Election results were announced. Pros and cons that occurred among the political elite and ordinary people are also displayed by both the magazines, and brought the vision and mission to provide actual news, neutral, and can be accounted by rules of professional mass media. KEY WORD: General elections, Megawati Soekarnoputri, mass media, news and views, pros and cons, and professional mass media.
PENDAHULUAN Keterlibatan perempuan dalam politik, secara umum, jumlahnya masih sedikit jika dibandingkan
dengan jumlah laki-laki yang sangat dominan di kursi parlemen. Khususnya di Indonesia, yang kebanyakan masih menganut sistem patrilineal,
About the Authors: Agustina, S.Pd. adalah Alumni Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI (Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia), lulus tahun 2014. Andi Suwirta, M.Hum. dan Moch Eryk Kamsori, S.Pd. adalah Dosen di Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI di Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Untuk kepentingan akademik, penulis bisa dihubungi dengan alamat emel: niwaweasley@gmail. com dan
[email protected] How to cite this article? Agustina, Andi Suwirta & Moch Eryk Kamsori. (2015). “Pemilihan Umum, Media Massa, dan Wanita: Pandangan Majalah TEMPO dan GATRA terhadap Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Presiden di Indonesia pada Tahun 1999 dan 2004” in SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, Vol.3(1), Maret, pp.71-84. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press and UBD Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, ISSN 23025808. Available online also at: http://susurgalur-jksps.com/pemilihan-umum-media-massa-dan-wanita/ Chronicle of the article: Accepted (October 25, 2014); Revised (December 19, 2014); and Published (March 24, 2015).
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
71
AGUSTINA, ANDI SUWIRTA & MOCH ERYK KAMSORI, Pemilihan Umum, Media Massa, dan Wanita
mengakibatkan adanya fenomena gap, atau jurang pemisah, antara perempuan dengan dunia politik (Hasibuan, 2013:6). Maka dari itu, ketika muncul sosok Megawati Soekarnoputri dalam bursa pencalonan Presiden RI (Republik Indonesia) pada Pemilihan Umum tahun 1999, terjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Adapun keterlibatan media massa pada PEMILU (Pemilihan Umum) dikarenakan media massa mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pesta demokrasi tersebut. Media massa merupakan sarana bagi peserta PEMILU, baik itu partai politik atau pun kandidat perorangan, dalam menyampaikan pesan, visi dan misi, beserta program-programnya kepada masyarakat pemilih. Dan bagi masyarakat luas (pemilih), media massa merupakan wahana untuk menentukan pilihan. Hal tersebut ditegaskan oleh Russert dan Kovach, dalam Masduki (2007:88), bahwa jurnalisme politik telah menempatkan kepentingan pihak yang berkuasa agar tetap berkorelasi dan bertanggungjawab kepada kepentingan publik, serta menjelaskan kepada pemilih bagaimana mengaitkan harapan ketika menunaikan hak sebagai warga negara dengan apa yang harus dikerjakan oleh pemerintahnya. Sementara itu, PEMILU 1999 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia pada masa Reformasi, tepatnya setelah jatuhnya rejim pemerintahan Presiden Soeharto (1998), sehingga menjadikan peristiwa PEMILU itu cukup ditunggutunggu oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, PEMILU 1999 juga disebutsebut dengan pemilihan umum “format baru”, alasannya adalah pada pesta demokrasi kali ini masyarakat diberi kebebasan untuk memilih, tidak seperti pada pesta demokrasi Orde Baru (19711997), yang pada umumnya masyarakat memilih karena adanya indoktrinasi dan paksaan dari pemerintah. Selain itu, pada PEMILU 1999 di 72
Indonesia, kompetisi diantara partaipartai politik terbuka lebar, mengingat adanya kemerdekaan berserikat bagi masyarakat; kemudian alasan selanjutnya adalah adanya pembatasan keterlibatan unsur-unsur pemerintah didalam organisasi pelaksanaan dan pengawasan PEMILU dalam rangka mengusung dan menjaga netralitas. Alasan terakhir adalah terbukanya peluang masyarakat dan organisasiorganisasi massa untuk ikut secara sukarela melakukan pengawasan selama proses PEMILU itu berlangsung (Haris, 2000:35). Sedangkan PEMILU 2004 dilaksanakan dalam dua tahap. Pertama, pemilihan umum untuk Legislatif, yang diselenggarakan pada bulan April 2004. Pada tahap ini rakyat dapat memilih langsung wakil mereka untuk duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kedua, pemilihan umum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Sistem PEMILU tahun 2004 mengalami perubahan dari PEMILU di tahun-tahun sebelumnya. Pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD, misalnya, dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional), dengan sistem daftar calon terbuka. Sedangkan untuk memilih anggota DPD, dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Dasar hukum dari pelaksanaan PEMILU 2004 adalah UU (Undang-Undang) No.31 Tahun 2003 tentang Partai Politik; UU No.12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD; serta UU No.23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (www.kpu.go.id, 14/1/2014). Mengenai perolehan suara dalam PEMILU 2004, terdapat 7 partai politik yang mendapatkan suara cukup banyak dan mampu melewati ambang electoral. Ketujuh partai itu adalah: Partai
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, 3(1) Maret 2015
GOLKAR (Golongan Karya), PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), PKB (Partai Kebangsaan Bangsa), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), PD (Partai Demokrat), PKS (Partai Keadilan Sejahtera), dan PAN (Partai Amanat Nasional). Dari segi persentase, Partai GOLKAR unggul dengan raihan suara sebesar 21.58%; diikuti di posisi kedua oleh PDI-P, dengan suara sebesar 18.53%; dan di posisi ketiga oleh PKB, dengan 10.57% raihan suara. PPP dan PD berada di posisi keempat dan kelima, dengan persentase suara sebesar 8.15% dan 7.45%. Di posisi keenam dan ketujuh diraih oleh PKS dengan 7.34% dan PAN dengan 6.44% suara. Sebanyak 17 Parpol (Partai Politik) sisanya, tidak mampu melewati ambang yang sudah ditetapkan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum), yakni sebesar 3% suara pemilih secara nasional, sehingga tidak bisa ikut dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden RI (Republik Indonesia), yang akan diselenggarakan pada bulan Juli 2004.1 Artikel ini memfokuskan diri pada pandangan majalah TEMPO dan majalah GATRA di Jakarta terhadap Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Presiden pada PEMILU tahun 1999 dan 2004. Alasan memilih majalah TEMPO, karena ianya merupakan salah satu majalah yang paling lama bertahan hingga kini dan juga pernah mengalami pembredelan selama masa pemerintahan Orde Baru (1966-1998), yang kemudian bangkit kembali ketika memasuki era Reformasi (1998 – sekarang). Sedangkan majalah GATRA merupakan majalah yang berdiri di saat majalah TEMPO terkena pembredelan pada tahun 1994, yang pada akhirnya beberapa wartawan TEMPO pada saat itu berinisiatif untuk menerbitkan majalah GATRA. Dan hingga saat Lihat, misalnya, KPU [Komisi Pemilihan Umum]. (2004). “Modul Hasil Pemilu di Indonesia”. Tersedia [online] juga di: http://kpu.go.id/dmdocuments/ modul_1d.pdf [diakses di Garut, Indonesia: 14 Januari 2014]. 1
ini, majalah GATRA pun merupakan majalah yang masih eksis dan dapat disejajarkan dengan majalah TEMPO. Dari kedua majalah tersebut diharapkan mendapat gambaran mengenai media massa dan juga keterlibatannya dalam PEMILU di Indonesia, melalui informasi yang tersaji dalam bentuk headline atau laporan utama, karikatur-karikatur, kolom pembaca, dan yang lain-lain yang terdapat didalamnya. Kedua majalah tersebut juga merupakan majalah yang bersegmen berita dan mengusung jurnalisme investigasi, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang tepat dalam menggali dunia perpolitikan di Indonesia. PROFIL MAJALAH TEMPO DAN GATRA Majalah TEMPO, yang resmi terbit perdana pada tanggal 6 Maret 1971 di Jakarta, merupakan hasil dari rembukan tripartit antara Yayasan Jaya Raya yang dipimpin Ir. Ciputra, Goenawan Muhamad, dan orang-orang bekas majalah Djaja. Nama TEMPO disepakati dengan alasan: pertama, nama tersebut singkat, sederhana, dan mudah diucapkan oleh kebanyakan orang Indonesia; kedua, nama tesebut terdengar netral, tidak mengejutkan, atau merangsang; serta ketiga, nama tersebut bukan merupakan suatu simbol dari suatu golongan manapun (Asy’ari, 2009:47). Majalah TEMPO meyakini bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan bacaan yang sehat dan mendambakan pula sarana informasi yang jujur, jelas, dan jernih. Maka dari itu, majalah TEMPO – dibawah naungan PT (Perusahaan Terbatas) Tempo Inti Media Tbk – mengusung visi menjadi acuan dalam proses meningkatkan kebebasan rakyat untuk berpikir dan mengutarakan pendapat serta membangun suatu masyarakat yang menghargai kecerdasan dan perbedaan pendapat. Majalah
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
73
AGUSTINA, ANDI SUWIRTA & MOCH ERYK KAMSORI, Pemilihan Umum, Media Massa, dan Wanita
TEMPO juga mengusung misi untuk menyumbangkan kepada masyarakat suatu produk multimedia, yang menampung dan menyalurkan secara adil mengenai suara-suara yang berbeda, menghasilkan produk multimedia yang mandiri, bebas dari tekanan kekuasaan modal maupun politik, serta menghasilkan karya jurnalistik yang bermutu tinggi dan berpegang pada kode etik.2 Perjalanan karier majalah TEMPO dalam mewujudkan visi dan misinya tersebut sangat tidak mudah. Majalah TEMPO yang lahir pada masa Orde Baru (1971), mengalami masa-masa sulit. Hal tersebut dapat dilihat dari kejadian pembredelan oleh pemerintah Orde Baru, yang terjadi pada tahun 1982 dan 1994. Pada tanggal 12 April 1982, SIT (Surat Izin Terbit) majalah TEMPO dicabut, setelah majalah tersebut memasang foto dan memuat berita mengenai huru-hara saat kampanye PEMILU tahun 1982 di Lapangan Banteng, Jakarta. Atas termuatnya berita tersebut, keluarlah SK Menpen RI (Surat Keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia) No.76/KEP/ MENPEN/1982, yang menyatakan bahwa majalah TEMPO dinilai dapat mengganggu stabilitas nasional. Pembredelan yang kedua terjadi pada tahun 1994. Pembredelan di tahun 1994 itu terjadi terkait dengan pemberitaan majalah TEMPO tentang pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur. Pembredelan majalah TEMPO pada tahun 1994, juga sempat menghentikan penerbitan majalah tersebut selama 4 tahun, dan akhirnya bangkit kembali pada tahun 1998, setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru (Asy’ari, 2009:51). Sedangkan majalah GATRA adalah sebuah majalah berita mingguan, yang diterbitkan di Indonesia sejak tahun 1994, tepatnya pada tanggal 19
November 1994, di Jakarta. Banyak anggota majalah TEMPO, yang baru saja dibredel saat itu, kemudian menjadi anggota dan pendiri majalah GATRA. Didirikan oleh pengusaha yang dekat dengan pemerintah Orde Baru, Bob Hasan, majalah GATRA pada mulanya dikenal pro-pemerintah saat pemerintah Orde Baru masih berkuasa. Seperti majalah TEMPO, format sampul majalah GATRA juga meniru sampul majalah TIME, dengan garis merah di sepanjang sisi. Arti dari GATRA dapat dikatakan “kata”, “angle”, atau “sudut pandang”. Maksudnya adalah bahwa majalah GATRA akan berusaha menyajikan berbagai informasi dengan sudut pandang yang berbeda dari majalah-majalah berita lainnya di Indonesia. Dan juga majalah GATRA akan tetap memberikan sinar untuk masyarakat agar tetap mendapatkan informasi yang utuh, benar, dan akurat.3 Majalah GATRA merupakan majalah yang berada dibawah naungan PT (Perusahaan Terbatas) Era Media Informasi. Visi dari PT Era Media Informasi adalah: (1) Menyediakan dan menjadikan media sebagai bacaan yang cerdas, bermanfaat dan menghibur, serta menjadi sumber referensi yang jernih, dalam, luas, lengkap, dan tuntas; (2) Melakukan fungsi kontrol sosial dengan tajam tanpa menikam, hangat tanpa membakar, menggigit tanpa melukai, mengungkap tanpa dendam, serta mengkritik tanpa menghasut; (3) Membangun industri informasi menuju masyarakat yang cerdas, berakhlak, dan sadar akan hak dan kewajibannya; serta (4) Mendorong tegaknya hukum yang berkeadilan dan menjadi rujukan informasi bagi masyarakat global. Misi dari PT Era Media Informasi adalah aktual, jujur, berani, dan tajam. Keempat misi tersebut menunjukkan
2 Lihat, misalnya, http://korporat.Tempointeraktif. com/files/pdf/annual-report-2010.pdf [diakses di Bandung, Indonesia: 1 April 2014].
3 Lihat, misalnya, “Majalah Gatra”. Tersedia [online] juga di: http://id.wikipedia.org/wiki/Gatra [diakses di Garut, Indonesia: 1 April 2014].
74
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, 3(1) Maret 2015
bahwa PT Era Media Informasi berusaha untuk menjadi sumber bacaan yang up to date, terbuka, jujur, dan bertanggung jawab (ibidem catatan kaki 3). MEGAWATI SOEKARNOPUTRI, CALON PRESIDEN, DAN PEMILU DI INDONESIA Pertama, Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Presiden Indonesia pada Pemilihan Umum 1999. PEMILU (Pemilihan Umum) tahun 1999 merupakan agenda penting setelah tumbangnya pemerintahan Orde Baru (1966-1998). PEMILU 1999 dapat terlaksana setelah Presiden B.J. (Bacharuddin Jusuf) Habibie menyatakan kesediaannya untuk mempercepat penyelenggaraan pemilihan umum, yang kemudian pada Sidang Istimewa MPR RI (Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia) tahun 1998 diputuskan bahwa pemilihan umum akan dipercepat, yakni paling lambat bulan Juni 1999. Proses pelaksanaan PEMILU 1999 pun telah diatur dalam Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 1999 tentang Partai Politik; UndangUndang No.3 tentang Pemilihan Umum; dan Undang-Undang No.4 tentang Susunan dan Kedudukan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia (Haris, 2000). Banyak sekali partai-partai politik baru yang ikut-serta dalam PEMILU 1999, yaitu hingga 48 Parpol (Partai Politik). Salah satunya adalah PDI-P (Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan), yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, yang kemudian keluar sebagai partai pemenang dalam PEMILU 1999, dengan persentase 33.76% suara; dan kemudian langsung mengusung nama Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Presiden Indonesia, yang akan bersaing dalam Sidang Umum MPR RI (Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia), yang diselenggarakan pada bulan Oktober 1999. Respons majalah TEMPO, pada waktu itu, adalah dengan mengeluarkan Laporan Utama pada edisi 27 Juni 1999, dengan judul “Mega Menang, Mega Dihadang”.4 Majalah TEMPO, dalam laporan utamanya tersebut, memberitahukan bahwa Megawati Soekarnoputri belum tentu pasti akan terpilih sebagai Presiden, meskipun partainya, yaitu PDI-P, menjadi pemenang dalam PEMILU 1999. Hal itu dikarenakan, menurut majalah TEMPO, kubu Megawati Soekarnoputri akan berhadapan dengan kubu partai-partai Islam, yang menentang pencalonan Presiden perempuan. Tidak hanya sampai disitu, majalah TEMPO pun mengungkapkan, dalam laporan utamanya, bahwa Megawati Soekarnoputri adalah orang yang tidak aktif dalam kegiatan-kegiatan debat Calon Presiden, yang berbeda dengan tokoh Amien Rais atau Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Selain laporan utama, majalah TEMPO juga menyajikan karikatur, lihat gambar 1, pada edisi 27 Juni 1999. Karikatur dalam gambar 1 merupakan tanggapan majalah TEMPO atas kemenangan PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan) dalam PEMILU (Pemilihan Umum) tahun 1999. Karikatur tersebut menampilkan seorang perempuan berbadan besar, yang sedang menunggang seekor banteng, namun dikerumuni oleh banyak orang, sehingga membuat perempuan yang menunggang banteng itu terjebak dan sulit untuk bergerak. Perempuan yang menunggang seekor banteng itu adalah gambaran tokoh Megawati Soekarnoputri, yang merupakan Calon Presiden Indonesia dari PDI-P. Lihat, misalnya, berita dan laporan utama “Mega Menang, Mega Dihadang” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 27 Juni 1999; dan juga “Mega Menantang, Mega Dihadang” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 2 Agustus 1999. 4
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
75
AGUSTINA, ANDI SUWIRTA & MOCH ERYK KAMSORI, Pemilihan Umum, Media Massa, dan Wanita
Kerumunan orangorang di sekeliling Megawati Soekarnoputri dan bantengnya, menurut majalah TEMPO, merupakan simbol yang menyatakan bahwa meskipun Megawati Soekarnoputri dan partainya berada di peringkat 1 dalam PEMILU 1999, namun tidak menjamin dia akan melenggang dengan mudah untuk bisa mendapatkan kursi Presiden Indonesia. Dalam karikatur itu banyak orang yang berkata, “masih banyak rintangan, mbak” dan “ada yang masih betah”, menurut majalah TEMPO, untuk menunjukkan bahwa persaingan antar partai politik peserta PEMILU 1999 belum selesai. Kerumunan orang adalah simbol dari tokohtokoh partai lain, yang mencoba menghalangi Megawati Soekarnoputri Gambar 1: dalam meraih kedudukan Karikatur Majalah TEMPO di Jakarta pada Edisi 27 Juni 1999 sebagai Presiden Indonesia. Untuk majalah GATRA, jauh hari pilihan dalam PEMILU tanggal 7 Juni sebelum pelaksanaan PEMILU 1999, 1999. Namun untuk kandidat Calon majalah ini telah melakukan survey Presiden, menurut majalah GATRA, yang dilakukan oleh Balitbang (Badan pilihan responden justru jatuh kepada Penelitian dan Pengembangan) GATRA, tokoh Amien Rais, sedangkan Megawati yang kemudian disajikan dalam bentuk Soekarnoputri mendapat tempat kedua laporan jajak pendapat dengan judul di bursa kandidat Calon Presiden “Nomor 1 Tak Berarti RI-1”. Menurut pilihan responden.5 majalah GATRA, hasil dari jajak Terkait dengan Megawati pendapat menunjukkan bahwa PDI-P Soekarnoputri, majalah GATRA seolahuntuk sementara, memang, memiliki olah menegaskan bahwa pemimpin jumlah massa pendukung yang banyak PDI-P tersebut memiliki kapasitas dibandingkan dengan jumlah massa intelektual dibawah Amien Rais. Hal pendukung partai politik lainnya. Dari tersebut dapat dilihat dari pernyataan hasil jajak pendapat tersebut pula majalah GATRA, sebagai berikut: didapat bahwa banyak responden 5 Lihat, misalnya, “Nomor 1 Tak Berarti RI-1” dalam yang memilih PDI-P sebagai partai majalah GATRA. Jakarta: 13 Maret 1999. 76
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, 3(1) Maret 2015
Megawati mendapat tantangan berat dari pesaingnya, Amien Rais. Ketua Umum PAN ini secara akumulatif dinobatkan sebagai Presiden keempat RI, meski PAN hanya bertengger di posisi kedua dibawah PDI-Perjuangan. Pilihan atas Amien Rais itu agaknya tak lepas dari perannya sebagai lokomotif gerakan Reformasi yang telah melengserkan Presiden Soeharto. Disamping, tentunya, kapasitas intelektual yang dimilikinya. Fenomena ini tentu berbeda dengan Megawati, juga Abdurrahman Wahid, yang cuma didukung massa fanatiknya (ibidem catatan kaki 5).
Pada tanggal 8 Mei 1999, majalah GATRA menampilkan laporan utama dengan judul “Menimbang Posisi Kandidat RI-1”. Laporan ini menjelaskan tentang hasil polling tim Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) GATRA di lima kota di Indonesia tentang reaksi responden mengenai Calon-calon Presiden keempat Republik Indonesia, yaitu: Amien Rais, Megawati Soekarnoputri, B.J. (Bacharuddin Jusuf) Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholis Madjid, Sri Sultan HB X (Hamengku Buwono ke-10), dan Wiranto. Hasilnya adalah Amien Rais berada di posisi puncak, yang mendapatkan dukungan untuk menjadi Calon Presiden Republik Indonesia.6 Menurut majalah GATRA, Amien Rais mulai naik daun ketika mengikuti debat Calon Presiden digelar di kampus ITB (Institut Teknologi Bandung) dan UI (Universitas Indonesia). Dari hasil polling yang dilakukan sebanyak tiga kali menunjukkan selalu bertambahnya jumlah pendukung kepada tokoh Amien Rais. Hal ini berbanding terbalik dengan suara dukungan kepada Megawati Soekarnoputri. Majalah GATRA mengatakan bahwa sikap Megawati Soekarnoputri yang tidak mau bicara dan tidak mau ikut dalam debat yang sengaja diselenggarakan itu memicu penurunan suara dukungan terhadap dirinya. Majalah GATRA juga melaporkan bahwa suara dukungan 6 Lihat “Menimbang Posisi Kandidat RI-1” dalam majalah GATRA. Jakarta: 8 Mei 1999.
terhadap B.J. Habibie pun ikut merosot.7 Baik majalah TEMPO maupun majalah GATRA di Jakarta dalam menanggapi pencalonan Megawati Soekarnoputri, sebagai Presiden Indonesia pada PEMILU (Pemilihan Umum) tahun 1999, kedua majalah sama-sama menyinggung soal tidak akan mudah bagi Megawati Soekarnoputri untuk meraih posisi kursi Presiden dalam Sidang Umum MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), yang dilaksanakan pada bulan Oktober 1999. Meskipun partainya Megawati Soekarnoputri, yaitu PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan), menjadi pemenang pada PEMILU 1999, menurut majalah TEMPO dan majalah GATRA, tetap akan sulit baginya bersaing dengan tokoh Reformasi Indonesia, yaitu Amien Rais.8 Kedua, Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Presiden Indonesia pada Pemilihan Umum 2004. Pelaksanaan PEMILU (Pemilihan Umum) tahun 2004 sangat berbeda dengan PEMILU tahun 1999. PEMILU 2004 dilaksanakan dalam dua tahap: pertama, PEMILU untuk memilih langsung anggota-anggota legislatif, seperti DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah), dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), yang diselenggarakan pada bulan April 2004; serta kedua, PEMILU Ibidem catatan kaki 6. Majalah GATRA menambahkan bahwa namun meskipun begitu, B.J. Habibie masih tetap menjadi tokoh yang didambakan untuk tetap menjadi Presiden, terbukti dari masih adanya dukungan dari partai politik lain, seperti PDR (Partai Daulat Rakyat), yang menegaskan masih tetap menghendaki kepemimpinan B.J. Habibie. 8 Lihat, misalnya, “Mega Menang, Mega Dihadang” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 27 Juni 1999; dan “Menimbang Posisi Kandidat RI-1” dalam majalah GATRA. Jakarta: 8 Mei 1999. Kedua majalah tersebut, TEMPO dan GATRA, kembali menekankan tentang adanya sosok Amien Rais yang memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi jika dibandingkan dengan Megawati Soekarnoputri; ditambah dengan sikap Megawati Soekarnoputri yang tidak terbuka kepada media massa dengan tidak mau juga menghadiri acara debat terbuka Calon-calon Presiden yang diselenggarakan oleh beberapa universitas di Indonesia. 7
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
77
AGUSTINA, ANDI SUWIRTA & MOCH ERYK KAMSORI, Pemilihan Umum, Media Massa, dan Wanita
untuk memilih langsung Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden RI (Republik Indonesia).9 Megawati Soekarnoputri, setelah menjadi Presiden (2001-2004), menggantikan posisi Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (1999-2001) yang dilengserkan oleh MPR RI (Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia), dalam PEMILU 2004, dicalonkan kembali oleh para pendukungnya dalam bursa pencalonan Presiden Indonesia. Ada lima pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dalam PEMILU 2004, yaitu: (1) Hamzah Haz dan Agum Gumelar; (2) Amien Rais dan Siswono Yudohusodo; (3) Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi; (4) Wiranto dan Salahuddin Wahid; serta (5) Soesilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Yusuf Kalla.10 Dalam PEMILU 2004 tersebut, dengan demikian, Megawati Soekarnoputri berpasangan dengan Hasyim Muzadi, yang merupakan Ketua Tanfiziah PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) di Jakarta (Anshori & Muhlisin, 2007). Dalam proses PEMILU 2004 untuk memilih secara langsung Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Indonesia itu, pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi tidak berhasil memperoleh 9 Sistem PEMILU (Pemilihan Umum) tahun 2004 ini juga mengalami perubahan dari PEMILU di tahuntahun sebelumnya. PEMILU untuk memilih anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), misalnya, dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka. Sedangkan untuk memilih anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Dasar hukum dari pelaksanaan PEMILU 2004 adalah UU (Undang-Undang) No.31 Tahun 2003 tentang Partai Politik; UU No.12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD; serta UU No.23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya, lihat www.kpu.go.id [diakses di Bandung, Indonesia: 14 Januari 2014]. 10 Lihat “Lima Pasangan Capres-Cawapres Jadi Peserta Pemilu 2004”. Tersedia [online] juga di: http:// www.tempo.co/read/news/2004/05/22/05542842/ Lima-Pasangan-Capres-Cawapres-Jadi-PesertaPemilu-2004 [diakses di Bandung, Indonesia: 9 Oktober 2014].
78
posisi pertama, tapi berhasil menduduki posisi kedua. Posisi pertama justru dimenangkan oleh pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla. Karena tidak ada pemenang yang dominan, maka PEMILU 2004 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia berlanjut ke putaran kedua. Namun sayang sekali, pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi dikalahlah juga, dalam putaran kedua PEMILU Presiden tahun 2004 tersebut, oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla.11 Majalah TEMPO memberikan tanggapan atas pencalonan kembali Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden pada PEMILU Presiden tahun 2004, dengan menampilkan laporan utama edisi Pemilihan Presiden 2004, tanggal 30 Juni 2004, dengan judul “Cukup Satu Putaran”. Pada laporan utama tersebut, majalah TEMPO menggambarkan sosok Megawati Soekarnoputri yang mengalami perubahan sikap, jika dibandingkan dengan Megawati Soekarnoputri pada masa PEMILU tahun 1999. Majalah TEMPO menggambarkan perubahan sosok Megawati Soekarnoputri tersebut, lewat paragraf sebagai berikut: Di musim kampanye ini, Mega memang banyak melakukan hal yang jarang ia lakukan. Ia dulu jarang menulis di koran, ia jarang mau diwawancarai media massa, ia jarang mengunjungi terminal bus dan pasar becek. Sekarang ini, semua dijalaninya dengan bersemangat dan antusias.12
Majalah TEMPO menduga bahwa aksi Mega Soekarnoputri itu adalah untuk meraup kembali suara yang hilang pada PEMILU (Pemilihan Umum) 11 Lihat “Kutukan PDI Perjuangan dalam Pemilihan Presiden”. Tersedia [online] juga di: http://politik. kompasiana.com/2014/03/21/kutukan-pdiperjuangan-dalam-pemilihan-presiden-640614.html [diakses di Bandung, Indonesia: 9 Oktober 2014]. 12 Lihat “Cukup Satu Putaran” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 30 Juni 2004.
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, 3(1) Maret 2015
legislatif pada bulan April 2004, dimana PDI-P (Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan) tersalip oleh Partai GOLKAR (Golongan Karya). Hilangnya suara kepada PDI-P itu diakibatkan oleh adanya kekecewaan banyak orang terhadap kinerja kepemimpinan Megawati Soekarnoputri selama tiga tahun, terhitung dari hari pengangkatan beliau menjadi Presiden Indonesia (2001-2004).13 Meskipun Megawati Soekarnoputri sudah berusaha mengubah sikap dan penampilannya, majalah TEMPO mengatakan bahwa Ketua Umum PDI-P tersebut masih perlu bekerja lebih keras lagi untuk bisa meraih kembali suara dukungan yang hilang. J.A. Deny, tokoh polling dan survey terkenal di Indonesia, mengungkapkan data survey yang menyatakan tentang bertambahnya suara penolakan terhadap Megawati Soekarnoputri pada bulan April 2004 menjadi 74.8% dari yang tadinya 69% di bulan Maret 2004 (Deny, 2006). Terpecahnya suara di kalangan NU (Nahdlatul Ulama), yang sebagian lebih memilih Wiranto dan Salahuddin Wahid untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia; serta adanya fatwa yang mengharamkan memilih pemimpin perempuan adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh Megawati Soekarnoputri dan tim suksesnya dalam bursa pencalonan Presiden di bulan Juli 2004 (cf Masduki, 2004; Mulkhan, 2005; dan Deny, 2006). Selain menampilkan laporan utama di atas, pada edisi yang sama juga, majalah TEMPO menyajikan artikel dengan judul “Beban Berat Seorang Putri”. Artikel ini menceritakan sosok Megawati Soekarnoputri, yang lahir dari rahim Ibu Fatmawati, istri dari 13 Majalah TEMPO, misalnya, menjelaskan kegagalan apa saja yang terjadi di masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, yaitu naiknya harga SEMBAKO (Sembilan Bahan Kebutuhan Pokok), biaya pendidikan dan kesehatan yang mahal, serta pengangguran yang ada dimana-mana. Lihat, selanjutnya, “Cukup Satu Putaran” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 30 Juni 2004.
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Menurut majalah TEMPO, Megawati Soekarnoputri dikenal sebagai anak yang tertutup dan cenderung pendiam, serta sifat itu pun terbawa hingga dewasa. Namun, Megawati Soekarnoputri adalah sosok yang kuat, dan itu tercermin dari keputusannya untuk memilih keluar istana (karena tidak setuju dengan praktek poligami Presiden) mengikuti ibunya, Fatmawati, untuk tinggal di Jalan Sriwijaya, Jakarta.14 Karier politik Megawati Soekarnoputri dimulai ketika dia bersama dengan adiknya, Guruh Soekarnoputra, bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada tahun 1984. Bergabungnya dua anak tokoh Proklamator RI (Republik Indonesia) itu memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perolehan suara PDI pada PEMILU (Pemilihan Umum) tahun 1987. Karier politik Megawati Soekarnoputri tak selamanya mulus, karena pada tahun 1993, dia terpilih secara de facto sebagai Ketua Umum PDI pada KLB (Kongres Luar Biasa), yang digelar di Surabaya. Namun, terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI tersebut menimbulkan terpecah-belahnya PDI kedalam dua kubu, yaitu kubu Soerjadi dan kubu Megawati Soekarnoputri. Puncak dari perseteruan dan konflik dua kubu dalam tubuh PDI tersebut adalah menimbulkan peristiwa, apa yang dikenal KUDATULI (Kerusuhan 27 Juli) tahun 1996, yang membakar sebagian Kota Jakarta.15 Penyerangan 14 Lihat “Beban Berat Seorang Putri” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 30 Juni 2004. 15 Tentang peristiwa yang dikenal sebagai KUDATULI (Kerusuhan 27 Juli) tahun 1996, yang membakar sebagian Kota Jakarta, lihat pandangan dan analisis dari berbagai pihak. Benny S. Butarbutar (2003), misalnya, memaparkan Kasus 27 Juli dari perspektif Soeyono yang kala itu menjabat Kepala Staf Umum ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Ia membangun teori persaingan “Srikandi Kembar” antara Megawati Soekarnoputri dan Siti Hardijanti Rukmana (putri sulung Presiden Soeharto), sebagai latar terjadinya Kasus 27 Juli. Ia juga memaparkan, rivalitas di tubuh tentara yang membuat Soeyono tersingkir dari
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
79
AGUSTINA, ANDI SUWIRTA & MOCH ERYK KAMSORI, Pemilihan Umum, Media Massa, dan Wanita
yang dilakukan oleh pendukung kubu PDI Soerjadi ke kantor pusat PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta, menimbulkan kerusuhan yang menyebabkan kematian beberapa simpatisan PDI. Pada tahun 1999, Megawati Soekarnoputri membentuk PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan) dan berhasil meraih suara tertinggi pada PEMILU tahun 1999. Keberhasilan PDI-P di tahun 1999 tersebut berlanjut dengan mengantarkan Megawati Soekarnoputri menduduki kursi Wakil Presiden, dan satu tahun kemudian Megawati Soekarnoputri pun berhasil menduduki kursi Presiden Indonesia, menggantikan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tahun 2001. Pada PEMILU tahun 2004, Megawati Soekarnoputri mencalonkan kembali sebagai Presiden. Pada bagian akhir artikel itu, majalah TEMPO memberikan kesimpulan yang menggambarkan bahwa masa sulit Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden masih berlangsung, namun saat ini dia harus mendapat ujian untuk bisa meyakinkan dirinya dapat terpilih kembali sebagai Presiden RI.16 Sementara itu, majalah GATRA, sama halnya dengan majalah TEMPO, juga menyajikan laporan utama dengan judul “Lain Tempat, Tampil Lain” pada edisi 19 Juni 2004. Pada laporan utama tersebut, majalah GATRA menjelaskan perubahan yang terjadi pada sikap Megawati Soekarnoputri, ketika memasuki masa kampanye PEMILU Presiden, tanggal 5 Juli 2004. Tak hanya sikap, namun penampilan seorang Megawati Soekarnoputri pun diubah secara signifikan. Pernyataan militer. Soeyono sendiri menyebutnya sebagai Killing the Sitting Duck Game, rekayasa untuk “Membunuh Bebek Lumpuh.” Sehari sebelum kejadian, Soeyono mengalami kecelakaan di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Buku lain yang menganalisis peristiwa KUDATULI 1996 adalah Darmanto Jatman ed. (2001) dan Tim Peneliti LIPI [Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia] (2001). 16 Lihat “Beban Berat Seorang Putri” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 30 Juni 2004.
80
dari tim sukses “Mega – Hasyim” (Calon Presiden dan Wakil Presiden) pun membenarkan bahwa mereka memang merancang langkah Megawati Soekarnoputri dalam kampanye PEMILU itu secara detail. Majalah GATRA, kemudian, memperlihatkan perubahan sikap Megawati Soekarnoputri itu melalui pernyataan sebagai berikut: [...] sikapnya yang kurang bersahabat dengan pers sudah berubah pula. Mega sekarang mau diwawancarai, meski sikap “galak”-nya masih kentara. Dalam wawancara dengan SCTV [Surya Citra Television] pekan lalu, misalnya, Mega sering menunjukkan ketidaksukaan terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu, dengan balik bertanya kepada pewawancara, dengan mimik seperti merasa didikte. Tapi itu lebih mendingan. Sebelumnya, Mega sering ogah menemui wartawan. Ia bahkan menuduh pers kerap memelintir fakta.17
Tidak hanya berubah sikap, namun dari segi penampilan pun Megawati Soekarnoputri nampak beda. Contohnya adalah ketika Megawati Soekarnoputri berkunjung ke Terminal Pulo Gadung dan Pasar Koja di Jakarta, dia harus ganti pakaian dulu, bahkan kendaraan yang digunakannya menuju Terminal Pulo Gadung dan Pasar Koja pun adalah bis umum, bukan mobil dinasnya, yaitu sedan Mercedes. Majalah GATRA, kemudian, menyatakan bahwa perubahan Megawati Soekarnoputri tersebut adalah sebuah trik dari Tim Sukses “Mega–Hasyim” untuk menjaring dukungan dalam PEMILU Presiden tanggal 5 Juli 2014.18 Pada bulan sebelumnya, majalah GATRA edisi 22 Mei 2004, menampilkan laporan utama yang berjudul “Putar 17 Lihat, misalnya, “Lain Tempat, Tampil Lain” dalam majalah GATRA. Jakarta: 19 Juni 2004. 18 Tim sukses “Mega-Hasyim” (Calon Presiden dan Wakil Presiden), nampaknya, membenarkan bahwa perubahan sikap Megawati Soekarnoputri tersebut merupakan hasil dari rancangan mereka. Tim Sukses Mega-Hasyim mengatakan bahwa mereka ingin memunculkan Megawati Soekarnoputri dan mengenalkannya sebagai “negarawan”. Lihat, lebih lanjut, “Lain Tempat, Tampil Lain” dalam majalah GATRA. Jakarta: 19 Juni 2004.
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, 3(1) Maret 2015
Otak Meramu Janji”. Laporan ini menampilkan berita yang berisi tentang kegagalan Kabinet GotongRoyong dalam mengatasi pengangguran di Indonesia. Laporan utama ini diawali dengan gambaran dua orang pengangguran, yaitu Riza dan Syuadi, yang merasa kecewa terhadap pemerintahan Megawati Soekarnoputri, yang pada awal pemerintahannya berjanji akan memperluas lapangan pekerjaan. Namun yang terjadi, menurut BPS (Badan Pusat Statistik), adalah adanya peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia yang mencapai angka 100%.19 Dari artikel-artikel yang ditampilkan oleh kedua majalah di Jakarta tersebut, TEMPO dan GATRA sama-sama menyinggung soal perubahan Megawati Soekarnoputri, baik dari segi sikap maupun penampilan ketika melakukan kampanye pada PEMILU Presiden tahun 2004. Majalah TEMPO dan GATRA menanggapi perubahan sikap dan penampilan Megawati Soekarnoputri tersebut hanya dikarenakan bertujuan untuk mendapatkan citra positif dari masyarakat Indonesia dan berharap mendapatkan suara-suara yang hilang pada PEMILU legislatif sebelumnya, yakni tahun 1999. Kritikan-kritikan terhadap kinerja pemerintahan Megawati Soekarnoputri pun dilontarkan oleh kedua majalah tersebut, namun yang berbeda adalah dari cara menyampaikan kritikan. Majalah GATRA secara khusus membuat artikel mengenai kegagalan Lihat, misalnya, “Putar Otak Meramu Janji” dalam majalah GATRA. Jakarta: 22 Mei 2004. Megawati Soekarnoputri sendiri menampik berita tersebut, dengan mengatakan bahwa angka pengangguran yang ditulis di media massa sangat tidak masuk akal dan menyalahkan perhitungan yang sudah dilakukan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Chatib Basri, anggota Tim Sukses “Mega-Hasyim”, menanggapi mengenai terjadinya peningkatan jumlah pengangguran itu dikarenakan memang Indonesia belum mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 7%. Chatib Basri pun mengakui adanya penurunan tingkat inflasi dan penguatan mata uang Rupiah. Hanya saja hal tersebut tidak berpengaruh terhadap jumlah angka pengangguran yang terus meningkat. 19
pemerintahan Megawati Soekarnoputri dengan judul “Putar Otak Meramu Janji” (22/5/2004); sedangkan majalah TEMPO hanya mengulas sedikit kritikannya dalam sebuah artikel yang berjudul “Cukup Satu Putaran” (30/6/2004). KESIMPULAN Keberhasilan dari kedua PEMILU (Pemilihan Umum) di masa awal Reformasi, yaitu PEMILU tahun 1999 dan 2004, tidak lepas dari peran media massa. Informasi-informasi yang disajikan oleh media massa mengenai visi, misi, dan program peserta PEMILU, opini dan kritik dari masyarakat pemilih yang aktif dan paham terhadap PEMILU, diharapkan bisa menjadi wahana pendidikan bagi masyarakat pemilih yang pasif dan tidak paham mengenai proses pesta demokrasi di Indonesia. Informasi-informasi mengenai pemilihan umum dalam media massa disajikan dalam bentuk news dan views. News and views, yang merupakan produk dari media massa (cf Suwirta, 2000 dan 2005), memberikan pengaruh yang cukup besar bagi para pemilih untuk menentukan pilihan mereka di saat pelaksanaan PEMILU. Salah satu contohnya adalah kemenangan Megawati Soekarnoputri bersama partainya, yaitu PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan) dalam PEMILU tahun 1999. Sosok Megawati Soekarnoputri, pada saat PEMILU 1999, bisa jadi merupakan sosok yang dielu-elukan oleh masyarakat dan menjadi topik pemberitaan di media massa, karena diyakini memiliki jiwa kepemimpinan seperti ayahnya, yaitu Presiden pertama RI (Republik Indonesia), Soekarno, dan juga diyakini sebagai simbol dari perlawanan terhadap pemerintahan Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Namun, bagaimanapun juga, media massa harus tetap mengusung
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
81
AGUSTINA, ANDI SUWIRTA & MOCH ERYK KAMSORI, Pemilihan Umum, Media Massa, dan Wanita
netralitas, sehingga tidak hanya memberitakan hal-hal yang positif saja mengenai Megawati Soekarnoputri; sisi negatifnya juga ditampilkan. Seperti yang dilakukan oleh majalah TEMPO dan GATRA di Jakarta. Kedua majalah tersebut dikenal dengan majalah yang fokus terhadap pemberitaan politik serta memberikan news and views yang seimbang, namun tetap menarik. Pada PEMILU 1999 dan PEMILU 2004, misalnya, kedua majalah tersebut menampilkan sisi positif dan sisi negatif dari sosok Megawati Soekarnoputri. Sisi positif Megawati Soekarnoputri dimuat dalam majalah TEMPO dan GATRA dalam bentuk profil atau riwayat hidup, contohnya artikel berjudul “Beban Berat Seorang Putri” yang dimuat dalam majalah TEMPO (30/6/2004). Sedangkan sisi negatif Megawati Soekarnoputri dimuat dalam bentuk kritikan atas sikap dan kinerja pemerintahannya, yang ditampilkan pada rubrik laporan utama pada majalah TEMPO yang berjudul “Cukup Satu Putaran” (30/6/2004); dan laporan utama pada majalah GATRA yang berjudul “Putar Otak Meramu Janji” (22/5/2004).20
Bibliografi Anshori, Ibnu & Muhlisin. (2007). “Dialektika Demokrasi NU”. Tersedia [online] juga di: http://alfathimiyyah.net/?p=3799 [diakses di Bandung, Indonesia: 9 Oktober 2014]. Asy’ari, Hasyim. (2009). Pembreidelan Tempo 1994: Wajah Hukum Pers sebagai Alat Represi Politik Negara Orde Baru. Jakarta: Penerbit Pensil 324. “Beban Berat Seorang Putri” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 30 Juni 2004. 20 Pernyataan: Dengan ini kami menyatakan bahwa artikel ini merupakan ringkasan dari Skripsi Sarjana penulis 1 (Agustina), yang dibimbing oleh penulis 2 dan 3 (Andi Suwirta dan Moch Eryk Kamsori). Artikel ini bukanlah hasil plagiat, karena sumber-sumber yang kami rujuk sangat jelas dinyatakan dalam Daftar Pustaka. Artikel ini juga belum direviu dan tidak dikirimkan kepada jurnal lain untuk diterbitkan. Kami bersedia menerima hukuman secara akademik apabila di kemudian hari ternyata pernyataan yang kami buat ini tidak sesuai dengan kenyataan.
82
Butarbutar, Benny S. (2003). Soeyono: Bukan Puntung Rokok. Jakarta: Ridma Foundation. “Cukup Satu Putaran” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 30 Juni 2004. Deny, J.A. (2006). Memperkuat Pilar Kelima: Pemilu 2004 dalam Temuan Survei LSI. Yogyakarta: Penerbit LkiS Yogyakarta, editor Fransiskus Surdiasis. Haris, Syamsuddin. (2000). “Pemilu 1999 dan Format Baru Politik Indonesia” dalam Memastikan Arah Baru Demokrasi. Bandung: LIP FISIP UI [Laboratorium Ilmu Politik, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia] bekerjasama dengan Penerbit Mizan. Hasibuan, L.T. (2013). “Perempuan dan Politik: Studi Analisis Wacana Kekuatan Perempuan dalam Politik Film ‘The Iron Lady’”. Tersedia [online] juga di: http://eprints.uns.ac. id/15072/1/348292701201410436.pdf [diakses di Bandung, Indonesia: 1 April 2014]. http://korporat.Tempointeraktif.com/files/pdf/ annual-report-2010.pdf [diakses di Bandung, Indonesia: 1 April 2014]. Jatman, Darmanto [ed]. (2001). Membongkar Misteri Sabtu Kelabu 27 Juli 1996. Semarang: Lubuk Raya. KPU [Komisi Pemilihan Umum]. (2004). “Modul Hasil Pemilu di Indonesia”. Tersedia [online] juga di: http://kpu.go.id/dmdocuments/ modul_1d.pdf [diakses di Garut, Indonesia: 14 Januari 2014]. “Kutukan PDI Perjuangan dalam Pemilihan Presiden”. Tersedia [online] juga di: http:// politik.kompasiana.com/2014/03/21/ kutukan-pdi-perjuangan-dalam-pemilihanpresiden-640614.html [diakses di Bandung, Indonesia: 9 Oktober 2014]. “Lain Tempat, Tampil Lain” dalam majalah GATRA. Jakarta: 19 Juni 2004. “Lima Pasangan Capres-Cawapres Jadi Peserta Pemilu 2004”. Tersedia [online] juga di: http://www.tempo.co/read/ news/2004/05/22/05542842/LimaPasangan-Capres-Cawapres-Jadi-PesertaPemilu-2004 [diakses di Bandung, Indonesia: 9 Oktober 2014]. “Majalah Gatra”. Tersedia [online] juga di: http:// id.wikipedia.org/wiki/Gatra [diakses di Garut, Indonesia: 1 April 2014]. Masduki. (2004). “Jurnalisme Politik: Keberpihakan Media dalam Pemilu 2004” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol.8, No.1, hlm.75-90. Masduki. (2007). Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter ke Liberal. Yogyakarta: Penerbit LKiS Yogyakarta. “Mega Menang, Mega Dihadang” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 27 Juni 1999. “Mega Menantang, Mega Dihadang” dalam majalah TEMPO. Jakarta: 2 Agustus 1999. “Menimbang Posisi Kandidat RI-1” dalam
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, 3(1) Maret 2015
majalah GATRA. Jakarta: 8 Mei 1999. Mulkhan, Abdul Munir. (2005). “Kiblat Politik dalam Pilpres 2004”. http://www.unisosdem. org/article_detail.php?aid=4242&coid=3&ca id=57&gid=2 [diakses di Garut, Indonesia: 1 April 2014]. “Nomor 1 Tak Berarti RI-1” dalam majalah GATRA. Jakarta: 13 Maret 1999. “Putar Otak Meramu Janji” dalam majalah GATRA. Jakarta: 22 Mei 2004. Suwirta, Andi. (2000). Suara dari Dua Kota: Revolusi Indonesia dalam Pandangan
Suratkabar Merdeka di Jakarta dan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta, 1945-1947. Jakarta: PN Balai Pustaka. Suwirta, Andi. (2005). Revolusi Indonesia dalam News & Views: Sebuah Antologi Sejarah. Bandung: Penerbit Suci Press. Tim Peneliti LIPI [Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia]. (2001). Militer dan Politik Kekerasan Orde Baru: Soeharto di Belakang Peristiwa 27 Juli? Bandung: Penerbit Mizan. www.kpu.go.id [diakses di Bandung, Indonesia: 14 Januari 2014].
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com
83
AGUSTINA, ANDI SUWIRTA & MOCH ERYK KAMSORI, Pemilihan Umum, Media Massa, dan Wanita
Megawati Soekarnoputri: Sosok Pemimpin Wanita dalam Panggung Politik Indonesia (Sumber: www.google.com, 2/3/2015) Majalah TEMPO dan GATRA di Jakarta, dalam PEMILU (Pemilihan Umum) tahun 1999 dan 2004, menampilkan sisi positif dan sisi negatif dari sosok Megawati Soekarnoputri. Sisi positif Megawati Soekarnoputri dimuat dalam majalah TEMPO dan GATRA dalam bentuk profil atau riwayat hidup, contohnya artikel berjudul “Beban Berat Seorang Putri” yang dimuat dalam majalah TEMPO (30/6/2004). Sedangkan sisi negatif Megawati Soekarnoputri dimuat dalam bentuk kritikan atas sikap dan kinerja pemerintahannya, yang ditampilkan pada rubrik laporan utama pada majalah TEMPO yang berjudul “Cukup Satu Putaran” (30/6/2004); dan laporan utama pada majalah GATRA yang berjudul “Putar Otak Meramu Janji” (22/5/2004).
84
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung and UBD Bandar Seri Begawan ISSN 2302-5808 and website: www.susurgalur-jksps.com