Grahatani Vol. 01 (3): 35-46, September 2015
ISSN-2442-9783
Agroforestry Berbasis Salak Upaya Pemberdayaan Lahan secara Berkelanjutan di Tapanuli Selatan Yusriani Nasution1 1
Dosen Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan, Sumatera Utara
Abstrak Sebagian besar petani di Daerah Tapanuli Selatan menerapkan sistim agroforestry di lahan usahataninya. Tanaman salak biasanya ditanam petani bersamaan dengan tanaman pohonan yang digunakan sebagai tanaman pelindunng karena tanaman salak tidak dapat tumbuh dengan baik dengan mendapat penyinaran penuh Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi tipe sistem agroforestry berbasis salak yang diterapkan petani serta peranan sistim agroforestry berbasis salak terhadap pendapatan petani dan sifat tanah. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan Analytical HirarchyProcess (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem agroforestry berbasis salak terdiri dari tipe agrisivikultural, tipe agrosilvopastural dan tipe agroaquaforestry. Berdasarkan penghasilan bersih, yang tertinggi adalah tipe agrisilvikultural kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan dan tanaman semusim. Hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan unsur N terendah pada tipe agroaquaforestry, sedangkan N tertinggi pada agrosivopastural. Unsur P dan K pada tipe agrosilvopastural. C-organik tertinggi terdapat pada tipe agrosilvopastural. Berdasarkan AHP tipe sistem agroforestry berbasis salak yang paling sesuai dan berkesinambungan di Tapanuli Selatan adalah tipe agrosilvopastural. (Kata kunci: Agroforestry, Salak dan Lahan berkelanjutan) Abstract Most farmers in the Region of South Tapanuli implement agroforestry systems in farming land. plants usually grown by farmers along with the crop trees are used as shade trees because of salak plants can not grow well in full glare gets. Writing this paper aims to identify the type of -based agroforestry systems and the role of farmers applied agroforestry systems based on the income of farmers and soil chemical properties. The method used is descriptive analysis and Hirarchy Analytical Process (AHP). The results showed that the system based agroforestry consists of the type agrisivikultural, type agroaquaforestry and agrosilvopastural. Based on net income, which is the highest type of agrisilvikultural combination of trees, plantation crops, fruit trees and crops. The results of analysis of soil chemical properties showed the lowest N elements in agroaquaforestry type, whereas the highest N agrosivopastural. Elements of P and K on the type agrosilvopastural. Organic-C is highest on the type agrosilvopastural. Based on the AHP-based agroforestry system type the most appropriate and sustainable in South Tapanuli is the type agrosilvopastural. (Keyword: zalaka, agroforestry and sustainable land) *Correseponding author:
[email protected] 35
Yusriani Nasution
Agroforestry Berbasis Salak Upaya Pemberdayaan Lahan
Pendahuluan Salak Padangsidimpuan (Salacca sumatrana) merupakan salah satu buah yang digemari di Tapanuli Selatan karena tampilan buahnya yang cukup menggiurkan dan berukuran besar dibandingkan dengan salak lainnya. Ada beberapa varietas salak yang terdaftar dalam buah unggul nasional asal Sumatera Utara, yaitu salak Padangsidimpuan merah dan salak Padangsidimpuan putih.
Salak padangsidimpuan merah memiliki
sejumlah ciri khas, seperti warna daging buah merah atau daging buah putih semburat merah dengan rasa daging buah kombinasi manis, masam dan sepat. Begitu juga salak Padangsidimpuan putih memiliki daging buah
berwarna putih dengan rasa manis,
masam dan sepat. Tanaman salak yang ditanam di daerah Tapanuli Selatan ditanam dengan jarak tanam yang rapat. Kerapatan tanaman selain dapat menambah jumlah populasi, yang berarti jumlah tanaman produktif lebih banyak, juga berfungsi untuk konservasi alam. Akar tanaman salak akan membantu menahan tanah dari erosi yang sering terjadi dilereng pegunngan atau lereng-lereng bukit (Idasari, 2013). Potensi suatu daaerah untuk pengembangan suatu komoditas pertanian pada umumnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan (dalam hal ini mencakup iklim, tanah, topografi) dengan persyaratan tumbuh tanaman dapat memberikan informasi bahwa komoditas tersebut potensial dikembangkan di daerah bersangkutan.
Agar tanah dapat melaksanakan fungsi-fungsi di atas maka perlu
disediakan kondisi tanah yang sesuai bagi tanaman tersebut. Tanaman salak mempunyai perakaran yang dangkal. Tanah yang cocok adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik, mampu menyimpan air tetapi tidak mudah tergenang , gembur, dan secara kualitatif mengandung zat-zat hara utama bagi tanaman. Sebagian besar petani salak yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan menerapkan sistem agroforestry. Agroforestry menurut Nair (1989a) dalam Rauf (2011) adalah suatu sistem penggunaan lahan yang berorientasi sosial dan ekologikal dengan mengintegrasikan pepohonan ( hutan) dengan tanaman pertanian dan atau ternak secara simultan atau berurutan, untuk mendapatkan total produksi tanaman dan hewan secara berkelanjutan dari suatu unit lahan, dengan input teknologi yang sederhana pada lahan yang marjinal. Untuk terwujudnya sistem pertanian berkelanjutan salah satunya diperlukan agroteknologi sepadan yang dapat dengan mudah diterapkan oleh petani dan berbasis
36
Grahatani Vol. 01 (3): 35-46, September 2015
ISSN-2442-9783
pada kelestarian sumber daya lahan. Agroteknologi yang diterapkan tidak menyebabkan lahan/tanah terdegradasi.
Dengan demikian setiap tindakan terhadap lahan harus
menyertakan kaedah atau menerapkan teknik/metoda konservasi tanah dan air yang salah satu teknologi yang sepadan adalah dengan menerapkan sistem agroforestry (Rauf, 2011). Tanaman salak walaupun termasuk tanaman yang tidak mengandung resiko tinggi, tetapi tetap diperlukan pemeliharaan dan perawatan yang intensif, agar buah yang dihasilkan kualitasnya baik. Tanaman salak tidak tahan terhadap sinar matahari penuh (100%), tetapi cukup 50 – 70 %, karena itu diperlukan tanaman peneduh. paling baik antara 20 – 30
o
Suhu yang
C. Salak membutuhkan kelembaban tinggi, tetapi tidak
tahan genangan air (http://www.ristek.go.id). Pengelolaan lahan dengan menanam berbagai jenis tanaman keras sebagai penaung tanaman salak (agroforestry berbasis tanaman pertanian atau musiman) telah banyak dilakukan petani salak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Tanaman keras yang ditanam sebagai penaung tanaman salak seperti : karet, durian, pokat, langsat, petai, jengkol, kelapa dan dadap membuat keragaman hayati sehingga ekosistem menjadi lebih stabil. Untuk itu, keberadaan sistem agroforestry yang merupakan salah satu bentuk sistem pertanian konservasi (SPK) ini perlu dikembangkan agar sumber daya lahannya dapat secara ekologis lestari, secara ekonomis menguntungkan dan secara agronomis memberikan hasil yang tinggi secara berkesinambungan (sustainable). Piper ini bertujuan untuk mengidentifikasi tipe sistem agroforestry berbasis salak yang diterapkan petani serta peranan sistim agroforestry berbasis salak terhadap pendapatan petani dan sifat tanah. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk membuat piper “Agroforestry Berbasis Salak Upaya Pemberdayaan Lahan secara Berkelanjutan di Tapanuli Selatan.
Metodologi Penelitian Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, yaitu di kecamatan Angkola Timur,, Kecamatan Angkola Barat, Kecamatan Angkola Selatan, Kecamatan Marancar, Kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Batangtoru. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai bulan September 2012 ( Idasari, 2013).
37
Yusriani Nasution
Agroforestry Berbasis Salak Upaya Pemberdayaan Lahan
Alat dan bahan penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : GPS, Thermometer tanah, kamera, cangkul, sekop, kantong plastik. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan sistim agroforestry berbasis salak, sampel tanah, Kuisioner AHP, sifat tanah dan peta administrasi.
Metode Penelitian Untuk mendapatkan tipe dan sistem agroforestry berbasis salak yang diusahakan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan berikut masukan dan keluaran serta dampak sistem agroforestry berbasis salak terhadap sifat tanah dan penghasilan petani dilakukan dengan berbagai teknik pengumpulan data disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Sasaran dan teknik pengumpulan data pada kajian sistem agroforestry berbasis Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan No 1. 2.. 3.
Sasaran Pengumpulan data Teknik Pengumpulan Data Petani Pelaksana Agroforestry Survey lapang Srtuktur /komponen agroforestry Deskriptif Keluaran dan masukan pada sistem agroforestry Wawancara yang diterapkan petani sampel 4. Sifat tanah (N, P, K, C-organik dan suhu tanah) Pengukuran lapang/ Analisis Laboratorium 5. AHP Kuisioner/wawancara Sumber : Idasari, 2013
Data yang dibutuhkan untuk mengklassifikasi sistem agroforestry berbasis salak di kabupaten Tapanuli Selatan ke dalam beberapa tipe dan sub tipe berdasarkan komponen penyusunnya adalah data primer. Data primer diperoleh dari survey lapang dan wawancara dengan petani pelaksana sistem agroforestry berbasis salak (Idasari, 2013). Pengamatan terhadap masukan dan keluaran dari sistem agroforestry berbasis salak dilakukan dengan wawancara langsung kepada petani/pemilik lahan menggunakan daftar (kuisioner). Data masukan yang diperlukan meliputi luas lahan yang digunakan, penggunaan bibit, pupuk, obat-obatan dan sumber serta tenaga kerja yang diperlukan (Idasari, 2013). Prinsip pertama dari metode AHP adalah penyusunan hierarki. Struktur hierarki dari type agroforestry berbbasis salak yang sesuai dan berkesinambungan di Kabupaten tapanuli Selatan disajikan dalam Gambar 2. Metode AHP dan data yang diperoleh dengan menggnakan program komputer Exspert Choice yang dirancang untuk proses 38
Grahatani Vol. 01 (3): 35-46, September 2015
ISSN-2442-9783
pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif strategi. Analisis data menggunakan metode AHP dengan batas tingkat inkonsistensi dalam penelitian adalah 10 %. Selanjutnya hasil pembobotan per individu apabila konsisten, digabngkan dengan rumus rataan geometrik yang kemudian hasilnya disatukan dalam tabel. RG = n √ x1, x2,....xn Keterangan : RG
= Rataan Geometrik
n
= Jumlah responden
x1, x2, ....xn = Penilaian responden ke-1, ke-2 sampai dengan ke-n.
Hasil rataan geometrik tersebut kemudian dicari prioritasnya lewat mekanisme perhitungan nilai setiap elemen pada tabel rataan geometrik dibagi dengan jumlah total rataan geometrik di setiap kolomnya
Sasaran Tipe agroforestry berbasis salak Yang paling sesuai dan berkesinambungan
...........................................................................................................................................
Kriteria ............................................................................................................................................. Keragaman hayati
Sifat Tanah
Sosial Ekonomi
Agrosilvopastural
Agroaquaforestry
Alternatif Agrosilvikultural
Gambar 2. Struktur hierarki tipe agroforestry berbasis salak yang paling sesuai dan berkesinambungan
Hasil dan Pembahasan A. Tipe Agroforestry Berbasis Salak Berdasarkan Struktur/ Komponen Penyusun Berdasarkan hasil pengamatan lapang, sistem agroforestry berbasis salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ditinjau dari struktur atau komponen penyusunnya dapat 39
Yusriani Nasution
Agroforestry Berbasis Salak Upaya Pemberdayaan Lahan
diketahui bahwa sedikitnya terdapat tujuh puluh (70) jenis komoditi yang merupakan komponen penyusun dalam sistem agroforestry berbasis salak di wilayah tersebut. Komponen penyusun sistem agroforestry berbasis salak di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat dikelompokkan ke dalam komoditi
tanaman buah-buahan, komoditi tanaman
pangan, komoditi tanaman perkebunan dan industri, komoditi tanaman hutan, komiditi tanaman sayuran, rerumputan pakan ternak dan ikan (kolam) (Idasari, 2013). Sistem agroforestry berbasis salak yang diterapkan di lokasi penelitian ditinjau dari struktur atau komponen penyusunnya terdiri dari tiga tipe yaitu, agrisilvikultural, agrosilvopastural dan agroaquaforestry. Tipe agroforestry dapat dibedakan lagi ke dalam beberapa subtipe berdasarkan kekhasan dan tata letak komponen penyusunnya. Seperti diketahui bahwa sistem agroforestry menurut Satjapradja (1981), Nair (1989a), Chundawat dan Gautam (1993) sebagai assosiasi tanaman pohon dan non pohon yang tumbuh tertutup dalam satu kesatuan kehutanan dan agronomois juga sebagai suatu bentuk kombinasi komoditi biologis berdaur pendek dan berdaur panjang, baik ditanam secara serentak maupun berurutan di dalam dan atau di luar kawasan hutan. Keadaan tersebut secara keseluruhan terdapat di lokasi penelitian nsebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Subtipe agroforestry berbasis
salak di Kabupaten
Tapanuli
Selatan, berdasarkan komponen penyusunnya, Tahun 2012 Tipe Subtipe Agroforestry Responden______ Agroforestry Berbasis Salak Jumlah % __ Berbasis Salak_______________________________________________________ Agrisilvikultural Kombinasi pohon kayu, tanaman 10 33,33 Perkebunan dan tanaman buah-bahan
_ Agrosilvopastural
Agroaquaforestry
Kombinasi pohon kayu, tanaman 10 33,34 Perkebunan, tanaman buah-buahan dan Tanaman semusim___________________________________ Kombinasi pohon kayu, tanaman 3 10,00 Perkebunan, tanaman buah-buahan, dan ternak Kombinasi pohon kayu, tanaman Perkebunan, tanaman buah-buahan, Tanaman semusim dan ternak Kombinasi pohon kayu, tanaman Perkebunan, tanaman buah-buahan, dan kolam Kombinasi pohon kayu, tanaman Perkebunan, tanaman buah-buahan,
40
3
10,00
1
3,33
3
10,00
Grahatani Vol. 01 (3): 35-46, September 2015
Tanaman semusim, dan kolam Jumlah
ISSN-2442-9783
30
100,00
Sumber: Idasari, 2013
Agroforestry menghasilkan kayu dan kayu bakar di seluruh dunia. Misalnya, tumpang sari pohon dan tanaman dipraktekkan pada 3 juta hektar di Cina (Sen, 1991). Petani menerapkan tumpangsari Paulownia spp. (terutama P. elongata) dengan sereal atas hamparan luas Dataran Cina Utara. Pohon yang berakar dalam, ditumpangsarikan dengan tanaman dan menghasilkan highqualitytimber (Wu dan Zhu, 1997). Di daerah Minquan County (Provinsi Henan), 30 tahun setelah pengenalan agroforestry, duapertiga dari 46 000 ha lahan pertanian tumpangsari dengan pohon-pohon dari genus ini. Dalam satu hamparan, Paulownia spp. menyumbang 37 persen dari pendapatan usahatani (Wu dan Zhu, 1997). Selain kayu, spesies ini menyediakan kayu bakar yang sangat baik, daun untuk pakan ternak dan pupuk kompos dan perlindungan terhadap erosi, angin dan evapotranspirasi (Wu dan Zhu, 1997).
B. Tingkat Penghasilan Petani Agroforestry Berbasis Salak di Kabupaten Tapanuli
Selatan
Ditinjau berdasarkan penghasilan kotor dari sistem agroforestry berbasis salak yang diterapkan di Kabupaten Tapanuli Selatan terdapat lebih dari 16 % petani sampel yang berpenghasilan Rp 30,000,000,- per-hektar per-tahun atau lebih atau Rp 2,500,000,per-hektar per-bulan. Sekitar 10 % diantaranya bahkan berpenghasilan kotor sebesar Rp 40,000,000,- per-hektar per-tahun atau sekitar Rp 3,300,000,- per-hektar per-bulan. Penghasilan kotor yang cukup tinggi ini umumnya diperoleh petani sampel yang menerapkan subtipe agrisilvikultural, baik kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, dan tanaman buah-buahan atau kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan dan tanaman semusim dan Agroaquaforestry kombinasi tanaman kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan dan tanaman semusim. Untuk menambah penghasilan selain salak, ditanam tanaman karet, durian, pokat dan labu jipang. Tanaman aren disadap oleh pengrajin gula, sehingga bila dikeluarkan pendapatan dari aren, maka didapatlah penghasilan bersih per-hektar per-tahun. Begitu juga dengan petani yang melakukaan pemupukan, setelah dikrangkan modal, maka didapatlah pendapatan bersih (Tabel 3).
41
Yusriani Nasution
Agroforestry Berbasis Salak Upaya Pemberdayaan Lahan
Tabel 3. Distribusi petani agroforestry berdasarkan tingkat penghasilan kotor dan Tingkat penghasilan bersih dari sistem agroforestry berbasis salak di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 No
Income class ( Rp x 10 6 /yr) 1 < 10.00 2 10.00 - 19,99 3 20.00 - 29.99 4 30.00 - 39,99 5 > 40.00 Jumlah Sumber : Idasari, 2013
gross income respondents participants 3 10 9 30 10 33,33 5 16,67 3 10 30 100
respondents 4 10 9 4 3 30
net income participants 13,33 13,33 30 13,33 10,00 100
Sistem agroforestri untuk pakan ternak juga menguntungkan di negara-negara maju. Di wilayah Utara pertanian Australia Barat, tagasaste (Chamaecytisus proliferus) ditanam di pertanian dengan tumpangsari dan sistem perkebunan telah meningkatkan kembali nilai diversifolia tumbuh sepanjang batas lapangan, bersama-sama dengan sejumlah kecil penggunaan pupuk fosfor, dua kali lipat dapat meningkatkan keuntungan mereka terutama dari faktor tenaga kerja (Place et al., 2002).
C. Tipe Sistem Agroforestry
Berbasis
Berkesinambungan di Kabupaten
Salak yang Paling Sesuai
dan
Tapanuli Selatan
Tipe sistem Agroforestry berbasis salak yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah agrisilvikultural, agrosilvopastural, dan agroaqaforestry.
Tipe sistem
agroforestry berbasis salak yang paling sesuai dan berkesinambungan di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat diketahui dengan metode analisis AHP yaitu dengan mencari prioritas penilaian dari masing-masing responden ahli. Responden ahli ditentukan sebanyak 6 orang. Responden mengisi kuisioner AHP dengan membuat penilaian perbandingan berpasangan tentang kepentingan relatif dari dua elemen dan memberikan bobot numerik berdasarkan perbandingan tersebut. Kemudian merata-ratakan bobot nilai prioritas yang mereka berikan dengan menggunakan software expert choise.
Hasil
penilaian akhir untuk prioritas kriteria yang dipilih oleh para responden dapat dilihat pada Tabel 4.
42
Grahatani Vol. 01 (3): 35-46, September 2015
ISSN-2442-9783
Tabel 4. Rekapitlasi hasil akhir perhitungan kriteria Kriteria Ranking
Responden
Rataan
1 2 3 4 5 6 Geometrik Keragaman Hayati 0,327 0,405 0,327 0,260 0,311 0,327 0,203 2 Sifat Tanah 0,413 0,481 0,413 0,327 0,196 0,413 0,280 1 Sosial Ekonomi 0,260 0,114 0,260 0,413 0,493 0,260 0,121 3 Total 1 1 1 1 1 1 0,604 Overall 0,05 0,03 0,05 0,05 0,05 0,05 Inconsistency Sumber : Idasari, 2013
Prioritas
0,336 0,464 0,200 1
Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa para responden ahli menilai kriteria sifat tanah menjadi prioritas terpenting (0,464) dan menempati ranking 1 dalam hubungannya dengan sasaran atau goal pada struktur hierarki ( Gambar 2). Kemudian diikuti kriteria keragaman hayati ( 0,336) menempati ranking 2, kriteria sosial ekonomi (0,200) menempati ranking 3. Terpilihnya kriteria sifat tanah sebagai hal yang prioritas karena seluruh responden ahli beranggapan bahwa tipe sistem agroforestry berbasis salak yang paling sesuai dan berkesinambungan di Kabupaten Tapanuli Selatan memberikan dampak yang baik bagi sifat tanah. Masukan bahan organik dapat terjadi melalui daun, cabang dan ranting yang gugur. Pohon yang berakar dalam berperan sebagai jaring penyelamat hara yang baik dan memiliki ketahanan terhadap kekeringan seperti pohon beringin dan jelutung yang terdapat di lokasi penelitian. Kemampuan tanaman untuk menambat N dari udara bebas diharapkan dapat menambah ketersediaan N dalam tanah, seperti tanaman petai. Jenis tanaman ini mempnyai bintil akar yang dapat menjadi tempat hidup bakteri. Bakteri ini dapat memfiksasi nitrogen bebas. Hubungan sistem agroforestry berbasis salak di Kabupaten Tapanuli Selatan terhadap sifat tanah disajikan pada tabel 5.
43
Yusriani Nasution
Agroforestry Berbasis Salak Upaya Pemberdayaan Lahan
Tabel 5. Hubungan sistem agroforestry berbasis salak terhadap sifat tanah di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 ______________________________________________________________________ No. Tipe Agroforestry Sifat Tanah N (%) P (ppm) K (me/100) C (%) pH 1. Agrisilvikltural 0,28 5,52 0,92 2,63 6,7 2. 3.
Agrosilvopastural Agroaqaforestry
0,29 0,27
7,08 4,72
1,03 0,71
2,79 2,57
6,9 6,7
Hasil analisis sifat kimia tanah masing-masing tipe agroforestry pada tabel 5. menunjukkan nilai nilai unsur N terendah ditemukan pada tipe agroaqaforestry, sedangkan unsr N tertinggi ditemukan pada tipe agrosilvopastural. Perbedaan nilai N dari setiap tipe agroforestry adalah kecil
yang disebabkan
karena setiap tipe
agroforestry berbasis salak mempunyai tanaman kombinasi dengan petai dan gamal. Unsur Nitrogen merupakan unsur hara yang berperan penting bagi pertumbuhan vegetatif taanaman. Zubachtirodin dan Subandi (2008) menyatakan, tanaman tidak dapat melakukan metabolisme jika kekurangan unsur N. Leguminosa mampu memfiksasi N bebas dari udara sehingga dapat membantu menyuburkan tanah sebagai pengganti pupuk N. Menurut Humphreys (1995), pada umumnya setiap 1000 kg bahan kering bagian atas tanaman dapat memfiksasi sekitar 15-40 kg N. Unsur Posfor dan Kalium pada tipe agrosilvopastural lebih tinggi dibandingkan tipe agroforestry lainnya. Hal ini dapat terjadi karena pada tipe agrosilvopastural banyak terdapat sisa bahan organik yang melapuk seperti serasah tanaman dan hewan. C-organik pada tipe agrisilvikultural dan tipe agroaquaforestry lebih rendah bila dibandingkan dengan tipe agrosilvopastural. Hal ini terjadi karena pembukaan lahan dan pengolahan tanah yang lebih intensif yang memungkinkan terjadinya dekomposisi bahan organik yang lebih tinggi akibat terjadinya peningkatan suhu tanah. Tingginya Corganik pada tipe agrosilvopastural disebabkan adanya penambahan bahan organik dari kotoran dari hewan ternak sehingga meningkatkan kandungan C-organik tanah. Keberadaan
tanaman
keras
berkayu
dalam
sistem
agroforestry
dapat
mempengaruhi beberapa proses bio-fisik dan bio-kimia yang menentukan kesehatan substrat tanah (Nair, 1993). Dengan demikian kombinasi pohonan mempunyai efek terhadap sifat tanah meliputi: perbaikan erosi, terutama melalui permukaan penutup sampah dan di bawah pengaruh vegetasi; pemeliharaan atau peningkatan bahan organik dan keragaman biodiversity, melalui degenerasi yang terus menerus maka akan terjadi 44
Grahatani Vol. 01 (3): 35-46, September 2015
ISSN-2442-9783
dekomposisi akar dan serasah; fiksasi nitrogen; peningkatan sifat fisik seperti struktur tanah, porositas, dan retensi kelembaban karena sistem akar yang luas dan penutup kanopi; dan meningkatkan efisiensi penggunaan hara karena pohon-root sistem dapat mencegat, menyerap dan mendaur ulang nutrisi dalam tanah yang seharusnya dapat hilang melalui pencucian (Sanchez, 1987). Sistem agroforestry meningkatkan produktivitas dengan fasilitasi dan berbagi sumber daya; saling mengisi temporal dan spasial perebutan sumber daya oleh pohonpohon dan tanaman dalam sebuah sistem agroforestri merupakan penentu utama dari kemampuan sistem untuk meningkatkan
hasil tanaman dan produktivitas secara
keseluruhan (Ong dan Black 1995, Cannell et al. 1996, Huang 1998). Dalam sistem agroforestri pohon mengurangi efek panas matahari pada tanaman dan penurunan kecepatan angin dan suhu tanah. Telah dilaporkan bahwa hasil tanaman yang ditanam di bawah pohon polongan umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman tunggal. Menyadari hal ini bahkan, agroforestry telah dipraktekkan pada lahan kering selama berabad-abad (Sharma 1998). Produktivitas tanaman ditingkatkan di bawah kanopi pohon karena kesuburan tanah ditingkatkan dan pengaruh naungan menyebabkan berkurangnya suhu lapisan bawah dan evapotranspirasi dalam lingkungan yang panas dan kering (Bunderson et al. 1990).
Kesimpulan dan Saran Adapun kesimpulan dari penelitian ini, yakni sistem salak di Kabupaten Tapanuli Selatan
agrolfolrestry berbasis
berdasarkan komponen penyusunnya terdiri dari
: (1) tipe agrisilvikultural, (2) tipe agrosilvopastural dan (3) tipe agroaquafolrestry. Subtipe agrisilvilkultural kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buahbuahan, dan tanaman semusim memperoleh penghasilan bersih yang tinggi. Berdasarkan kriteria dan alternatif dari metolde AHP diperoleh tipe sistem agroforestry berbasis salak yang paling sesuai dan berkesinambungan di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah tipe agrosilvopastural. Ditinjau dari lahan yang umumnya berlereng, maka sistim agroforestry berbasis salak tipe agrosilvopastral sesuai diterapkan di daerah Tapanuli Selatan. Partisipasi masyarakat pedesaan dalam menerapkan sistim agroforestry pada usaha taninya sangat mendukung penerapan pertanian berkelanjutan.
45
Yusriani Nasution
Agroforestry Berbasis Salak Upaya Pemberdayaan Lahan
Daftar Pustaka Bunderson, W.T., Wakeel, A.El., Saad, Z. & Hashim, I. 1990. Agroforestry and potential in Western Sudan. In: Budd, W., et al. (Eds.), Planning for Agroforestry. New York, Elsevier Science Publisher. Cannell, M.G.R., Van Noordwijk, M. & Ong, C.K. 1996. The central agroforestry hypothesis : the trees must acquire resources that the crop would not otherwise acquire. Agroforestry Systems 34: 27-31. Chundawat, B.S., and S.K. Gautam. 1993. Textbook of Agroforestry. Oxfort & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd. New Delhi. Huang, W. 1998. Productive coexistence and gain in agroforestry systems. Doctoral Thesis. Acta Forestalia Fennica No. 260. 72 p. Idasari, 2013. Zalaca Based Agroforestry Sudy in the District of South Tapanuli. Tesispostgraduate course of study Agroecotechnology North Sumatra University Nair, P.K.R. 1989a. Agroforestry defined. In P.K.R. Nair (ed). Agroforestry System in the Tropics. Kluwer Academic Publisher, The Netherlands. Pp 13-20l. Nair, P. K. R., 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer, Boston.Ong, C.K. & Black, C.R., 1995. Complementarity in resource use in agroforestry systems. In: Kang, B.T., Osiname, A.O. & Osiname Larbi, Osiname. (Eds.), alley farming Research and Development. IITA, Ibadan, Nigeria. pp. 73-89. Pattanayak, Subhrendu and D. Evan Mercer. 1996. Valuing soil conservation benefits of agroforestry practices. Southeastern Center for Forest Economics Research, Research Triangle Park, NC. FPEI Working Paper No. 59. 21 p. Place, F., Franzel, S., DeWolf, J., Rommelse, R., Kwesiga, F., Niang, A. & Jama, B. 2002. Agroforestry for soil fertility replenishment: evidence on adoption processes in Kenya and Zambia. In C.B. Barrett, F. Place & A.A. Aboud, eds. Natural resources management in African agriculture: understanding and improving current actices, pp. 155–168. Wallingford, UK, CABI. Rauf, Abdul. 2011. Agroforestry System Land empowerment efforts in a sustainable manner. University of North Sumatra Medan Indonesia. 213 p. Sharma, A.K. 1998. Reaping the benefits of non wood forest products and services. Agroforest. Today 10 (1): 23-24. Satjapraja, O. 1981. Agrororestry in Indonesian. Definition and implementation. Proceedings of the seminar agroforestry and Control of Shifting. Jakarta, 19. 21 November 1981. Agency for Agricultural Research and development in Jakarta p 68-76.
46