Agrium ISSN 0852-1077 (Print) ISSN 2442-7306 (Online) April 2016 Volume 20 No. 1
EFFECT OF PLANTING SYSTEMS AND AGE TO PRODUCE SOME VARIETY seedlings SAWAH RICE (Oryza sativa L.) PENGARUH SISTEM TANAM DAN UMUR SEMAIAN TERHADAP PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS PADI SAWAH ( Oryza sativa L ) Efrida Lubis Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Email :
[email protected] ABSTRACT "Effect of Cropping Systems and Production Against Some Age seedlings Rice Varieties (Oryza sativa L.). order to determine the optimal level of influence and treatment of the System (S), Variety (V), Age seedlings (U) and Interaction on rice production. Installation Experiments conducted at the Research and Technology Assessment of Agricultural Market Leaning, Highway Galang Km Deli Serdang, North Sumatra Province, May s / d August 2003. The draft Plots Plots Divided. Planting System (S) as the main plot consists of two systems, namely Legowo (S1) and Tegel (S2). Varieties Petak child is comprised 4 types of IR-64 (V1), Ciherang (V2), Singkil (V3) and Sunggal (V4). Children and Age seedling plots are composed of 4 levels, namely 12 days (U1), 15 days (U2), 18 days (U3) and 21 days (U4). The parameters observed, Total Malai per clumps, contains per Malai Total Grain, Grain percentage Empty per Malai, Weight Total Dry Grain Harvest, 1000 grain weight of Dry Grain Results showed that the highest number of panicles per hill on S1U3 (18.48 stalk) and V3U3 (19.00 stalk), Total grain contains the highest permalai on S1U3 (88.15 grains), the percentage of empty grain at least in S1V1U3 (9.07%), the total weight of dry grain harvested per plot highest S1V4U3 (21.93 kg), a dry weight of 1000 grains in S2V2U1 (30.17 g) ABSTRAK “Pengaruh Sistem Tanam dan Umur Semaian Terhadap Produksi Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza sativa L.). tujuan untuk mengetahui pengaruh dan taraf optimal dari perlakuan Sistem Tanam (S), Varietas (V), Umur Semaian (U) dan Interaksinya terhadap produksi padi sawah. Dilaksanakan di Kebun Percobaan Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian di Pasar Miring, Jalan Raya Galang Km Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, bulan Mei s/d Agustus 2003. Rancangan Petak Petak Terbagi. Sistem Tanam (S) sebagai Petak Utama terdiri dari 2 sistem yaitu Legowo (S1) dan Tegel (S2). Anak Petak adalah Varietas terdiri 4 jenis yaitu IR-64 (V1), Ciherang (V2), Singkil (V3) dan Sunggal (V4). Dan Anak-Anak Petak adalah Umur Semaian terdiri 4 level yaitu 12 hari (U1), 15 hari (U2), 18 hari (U3) dan 21 hari (U4). Peubah yang diamati, Jumlah Malai per Rumpun, Jumlah Gabah berisi per Malai, Persentase Gabah Hampa per Malai, Bobot Total Gabah Kering Panen, Bobot 1000 butir Gabah Kering Hasil menunjukkan bahwa , jumlah malai per rumpun terbanyak pada S 1U3 (18,48 tangkai) dan V3U3 (19,00 tangkai), Jumlah gabah berisi permalai terbanyak pada S1U3 (88,15 butir), persentase gabah hampa paling sedikit pada S1V1U3 (9,07%), bobot total gabah kering panen per petak tertinggi pada S1V4U3 (21,93 kg), bobot 1000 butir gabah kering pada S 2V2U1 (30,17 g) A. PENDAHULUAN Salah satu faktor utama pendukung keberhasilan usaha peningkatan produksi padi adalah penggunaan varietas unggul yang memiliki daya hasil tinggi serta tahan terhadap hama dan penyakit utama. Sebelum tahun 1970, sebagian besar petani di Indonesia menggunakan varietas lokal yang jumlahnya ribuan. Usaha peningkatan produksi padi dalam kaitannya dengan penyebaran varietas pada umumnya ditempuh dengan penggunaan varietas lokal, varietas unggul lama dan varietas unggul baru 2 Populasi tanaman merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan produktivitas lahan. Dalam program Insus, anjuran populasi tanaman padi lebih dari 200.000 rumpun per hektar 6 , kemudian
318
Yudarfis dkk (1994)10 menyatakan bahwa jarak tanam yang terlalu rapat dapat menghambat pertumbuhan tanaman, tetapi jika terlalu renggang juga akan mengurangi jumlah populasi per satuan luas, sehingga produksi lebih rendah dan peluang untuk pertumbuhan gulma lebih juga besar. Sedangkan Lawani (1982)4 melaporkan adanya penurunan gejala serangan penggerek batang padi pada populasi tanaman yang tinggi, sehingga pada daerah yang diduga akan terserang penggerek batang padi dianjurkan untuk meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Perumusan Masalah Penggunaan varietas secara terusmenerus dalam jangka waktu panjang dapat menurunkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit dan umumnya petani bibit 30 hari
Efrida Lubis
baru dipindah ke lapangan yang sebenarnya bibit yang lebih tua memiliki masa stagnasi lebih lama dibanding bibit muda. Sistem Tanam Legowo 4 : 1 , dimana dari setiap empat barisan tanaman dikosongkan satu baris, karena semakin rapatnya jarak tanam maka jumlah populasi tanaman per hektarnya. Berdasarkan hal tersebut dengan memadukan ketiga faktor akan dapat meningkatkan produksi.
Phospide. Alat yang digunakan adalah : Hand Traktor, Cangkul, Knap-Sack Sprayer, Timbangan, Mistar, Sabit bergerigi, Pedhal Tresher, Rice Moisture Tester, Tali Rapiah, Plastik, Karet Gelang, Kayu Lebel, Ajir Bambu, Oven, Eksikator, Amplop Kertas dan alat-alat tulis. Metode Penelitian adalah Rancangan Petak Petak Terbagi yang terdiri atas tiga faktor. Faktor pertama Sistem tanam sebagai petak utama terdiri dari 2 model yaitu Sistem Tanam Legowo (S1) dan Sistem Tanam Tegel (S2). Faktor kedua Varieta sebagai anak petak terdiri dari 4 jenis yaitu IR 64 (V 1), Ciherang (V2), Singkil (V3) dan Sunggal (V1). Faktor ketiga Umur Semaian sebagai anak-anak petak terdiri dari 4 taraf yaitu Umur 12 hari (U1), Umur 15 hari (U2), Umur 18 hari (U3) dan Umur 21 hari (U4). Peubah yang diamati adalah , Jumlah Malai per Rumpun (tangkai), Jumlah Gabah berisi per Malai (butir), Persentase Gabah hampa per Malai (%), Bobot Total Gabah Kering Panen per Petak (kg), Bobot 1000 Butir Gabah Kering (g)
B. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (Ins. P2TP), Pasar Miring, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, pada jenis tanah regosol dengan ketinggian tempat 25 m di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada musim kemarau (MK) tahun 2003 sejak bulan Mei sampai Agustus 2003. Bahan yang digunakan adalah : benih Varietas IR 64, Ciherang, Singkil, Sunggal, pupuk Urea, ZA, SP 36, KCl, Sindac, Bestok, Curater, Roundup, Confidor, Fongorene 50 WP, Saponin, Matador, Allyplus, Pastak dan
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Malai per Rumpun (tangkai) Tabel 1. Rataan Jumlah Malai per Rumpun (tangkai) Umur 60, 80 dan 100 hst pada Perlakuan Sistem Tanam, Varietas, Umur Semaian dan Interaksinya Umur Bibit Umur Bibit Umur Bibit
Perlakuan
U1 (12 U2 (15 U3 (18
U4 (21 hari)
Rataan U1 (12
U2 (15 hari) U3 (18 hari) U4 (21 hari)
U3 (18
hari)
hari)
U4 (21 Rataan
hari)
hari)
hari)
7,63
9,07
10,06
8,18 7,9
9,55
11,2
12,1
10,2 12,8 f 15,7 c
18,5 a
15,2 cd 15,53
6,14
8,24
9,56
10,37
8,58 8,5
10,6
12,5
12,6
11,05 12,4 f 14,3 e
16,6 b
14,9 d 14,54
5,45
7,95
9,08
10,05
8,13 7,9
9,65
11,4
11,8
10,2 11,9 h 13,9 f
V2 (Ciherang)
5,25
5,77
7,45
8,5
6,74 7,9
10
12,5
12,4
10,7 12,7 g 14,6 ef 17,6 b
15,2 de 15,05
V3 (Singkil)
6,82
9,22
10,6
11,12
9,43 8,7
10,4
12,5
12,8
11,1 12,9 g 15,9 cd
16,2 c
V4 (Sunggal) Interaksi SxV S1 V1
6,68
8,8
10,2
11,18
9,21 8,2
10,3
11
12,5
5,27
7,4
8,77
10,3
7,93 7,7
8,37
10,8
11,7
9,65 12,5
14,9
17,1
14,2
14,68
V2
5,93
6,3
7,93
7,8
6,99 7,5
9,67
11,1
12,2
10,13 12,9
15,8
19
15,2
15,73
V3
6,8
8,7
10,4
10,7
9,14 8,7
10,1
12,2
12,2
10,79 13,2
16,3
19,8
16,3
16,4
V4
5,83
8,1
9,2
11,43
8,64 7,8
10,1
10,8
12,2
10,23 12,4
15,6
18,1
15,2
15,32
V1
5,63
8,5
9,4
9,8
8,33 8,1
10,9
12
12
10,76 11,2
12,9
14,9
13,6
13,15
V2
4,57
5,23
6,97
9,2
6,49 8,3
10,3
13,9
12,5
11,28 12,6
13,5
16,2
15,2
14,37
V3
6,83
9,73
10,7
11,53
9,71 8,8
10,7
12,8
13,4
11,42 12,6
15,5
18,2
16,1
15,6
V4
7,53
9,5
11,1
10,93
9,78 8,6
10,5
11,2
12,7
10,75 13,1
15,1
17,2
14,6
15,03
11,9 a
12,4 a
12,6
15
17,6
15,1
S2
Rataan
6,05 d 7,93 c 9,31 b 10,21 a
hari)
U2 (15
Sistem Tanam (S) S1 (Legowo) 5,96 S2 (Tegel) Varietas (V) V1 (IR 64)
hari)
Rataan U1 (12
8,2 c 10,1 b
hari)
16 cd 13,9 f 13,91 19 a
10,49 12,8 g 15,3 de 17,7 b
16
14,9 e 15,17
319
EFFECT OF PLANTING SYSTEMS AND AGE TO PRODUCE
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kelompok perlakuan yang sama, berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Jarak Duncan Pada Tabel 1 pengamatan 60 hst terlihat bahwa dari perlakuan Umur Semaian jumlah malai per rumpun terbanyak diperoleh pada taraf U4 yaitu 10,21 tangkai berbeda nyata dengan U 2 dan U3, sedangkan rataan paling sedikit didapat pada U1 yaitu 6,05 tangkai. Dari perlakuan Varietas, rataan terbanyak diperoleh pada V3 yaitu 9,43 batang) berbeda nyata dengan V1 dan V2 berbeda tidak nyata dengan V4, sedangkan rataan paling sedikit diperoleh pada V2 yaitu 6,74 tangkai. Pengamatan 80 hst terlihat bahwa dari perlakuan Umur Semaian, jumlah malai per rumpun terbanyak diperoleh pada taraf U4 yaitu 12,36 tangkai berbeda nyata dengan U1, U2 dan berbeda tidak nyata dengan U3, sedangkan rataan paling sedikit didapat pada U1 yaitu 8,19 tangkai. Dari perlakuan Sistem Tanam, rataan terbanyak diperoleh pada S2 yaitu 11,05 tangkai berbeda nyata dengan S1, sedangkan rataan paling sedikit diperoleh pada S1 yaitu 10,20 tangkai. Pengamatan 100 hst terlihat bahwa dari interaksi SxU, jumlah malai per rumpun terbanyak diperoleh pada kombinasi S1U3 yaitu 18,48 tangkai berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan paling sedikit didapat pada S2U1 yaitu 12,37 tangkai. Dari kombinasi VxU, terbanyak diperoleh pada V3U3 yaitu 19 tangkai berbeda nyata dengan perlakuan lainnya sedangkan paling sedikit didapat pada V2U1 yaitu 12,73 tangkai. Respon jumlah malai per rumpun pada ketiga umur pengamatan tersebut secara berturut-turut disajikan pada Gambar 1
seiring dengan bertambahnya Umur Semaian yang digunakan.
Gambar 1. Respon Jumlah Malai per Rumpun terhadap Umur Semaian Umur 60 hst
Gambar 3. Respon Jumlah Malai per Rumpun terhadap Umur Semaian dari Dua Sistem Tanam pada Umur 100 hst Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa respon jumlah malai pada kedua Sistem Tanam berbentuk kubik. Hal tersebut berarti bahwa pada kedua Sistem Tanam, jumlah malai semakin berkurang sejalan dengan bertambahnya Umur Semaian yang digunakan, selanjutnya pada kisaran Umur Semaian 12 hingga 18 hari jumlah malai bertambah dan kembali mengalami penurunan pada Umur Semaian diatas Umur Semaian maksimum tersebut.
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa respon luas daun berbentuk kuadratik positif. Hal tersebut berarti bahwa bertambahnya jumlah malai per rumpun sebagai akibat bertambahnya Umur Semaian yang digunakan, telah mencapai titik maksimum pada Umur Semaian 25 hari (10,65 tangkai) dan selanjutnya pada Umur Semaian diatas Umur Semaian maksimum tersebut, jumlah malai cenderung semakin berkurang
320
Gambar 2. Respon Jumlah Malai per Rumpun terhadap Umur Semaian Umur 80 hst Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa respon jumlah malai per rumpun berbentuk kuadratik positif. Hal tersebut berarti bahwa bertambahnya jumlah malai per rumpun sebagai akibat bertambahnya Umur Semaian yang digunakan, telah mencapai titik maksimum pada Umur Semaian 23 hari (12,51 tangkai) dan selanjutnya pada Umur Semaian diatas Umur Semaian maksimum tersebut, jumlah malai cenderung semakin berkurang seiring dengan bertambahnya Umur Semaian yang digunakan.
Efrida Lubis
Gambar 4. Respon Jumlah Malai per Rumpun terhadap Umur Semaian dari Empat Varietas pada Umur 100 hst Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa respon jumlah malai pada keempat Varietas tersebut berbentuk kubik. Hal tersebut berarti bahwa jumlah malai berkurang sejalan dengan bertambahnya Umur Semaian yang digunakan, selanjutnya pada kisaran Umur Semaian 12 hingga 19 hari, jumlah malai bertambah dan kembali mengalami penurunan pada Umur Semaian diatas 19 hari. Jumlah Gabah berisi per Malai (butir) Tabel 2. Rataan Jumlah Gabah Berisi per Malai (butir) pada Perlakuan Sistem Tanam, Varietas dan Umur Semaian serta Interaksinya Perlakuan Sistem Tanam (S) S1 (Legowo) S2 (Tegel) Varietas (V) V1 (IR 64) V2 (Ciherang) V3 (Singkil) V4 (Sunggal) Interaksi SxV S1 V1 V2 V3 V4 S2 V1 V2 V3 V4 Rataan
Umur Semaian U1 (12 hari)
Rataan
U2 (15 hari)
U3 (18 hari)
U4 (21 hari)
65,27 e 61,88 f
77,16 c 72,98 d
88,15 a 81,20 b
57,58 g 45,88 h
72,04 65,48
62,08 63,88 64,57 63,75
75,08 76,12 74,87 74,20
84,55 84,80 84,73 84,62
49,53 52,58 52,22 52,58
67,81 69,35 69,10 68,79
63,20 65,53 66,63 65,70 60,97 62,23 62,50 61,80
77,10 79,23 77,40 74,90 73,07 73,00 72,33 73,50
88,53 89,13 86,30 88,63 80,57 80,47 83,17 80,61
55,60 57,87 57,47 59,37 43,47 47,30 46,97 45,80
71,11 72,94 71,95 72,15 64,52 65,75 66,24 65,43
63,57
75,07
84,68
51,73
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kelompok perlakuan yang sama, berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Jarak Duncan Tabel 2 terlihat bahwa jumlah gabah berisi per Gambar 5. Respon Jumlah Gabah berisi per malai terbanyak diperoleh pada interaksi S1U3 Malai terhadap Umur Semaian dari yaitu 88,15 butir berbeda nyata dengan Dua Sistem Tanam perlakuan lainnya, sedangkan paling sedikit Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa diperoleh pada S2U4 yaitu 45,88 butir. Respon respon jumlah gabah berisi per malai pada jumlah gabah berisi per malai terhadap kedua Sistem Tanam berbentuk kubik. Hal perlakuan Umur Semaian disajikan pada tersebut berarti bahwa pada kedua Sistem Gambar 5. Tanam, jumlah gabah per malai semakin berkurang sejalan dengan bertambahnya Umur Semaian yang digunakan, selanjutnya pada kisaran Umur Semaian 12 hingga 18 dan 19 hari jumlah malai bertambah dan kembali mengalami penurunan pada Umur Semaian diatas Umur Semaian maksimum tersebut.
321
EFFECT OF PLANTING SYSTEMS AND AGE TO PRODUCE
Persentase Gabah Hampa per Malai (%) Tabel 3. Rataan Persentase Gabah Hampa per Malai (%) pada Perlakuan Sistem Tanam, Varietas dan Umur Semaian serta Interaksinya
Perlakuan Sistem Tanam (S) S1 (Legowo) S2 (Tegel) Varietas (V) V1 (IR 64) V2 (Ciherang) V3 (Singkil) V4 (Sunggal) Interaksi SxV S1 V1 V2 V3 V4 S2 V1 V2 V3 V4 Rataan
Umur Semaian U1 (12 hari)
Rataan
U2 (15 hari)
U3 (18 hari)
U4 (21 hari)
23,30 25,74
18,42 21,43
10,84 13,53
28,03 33,53
20,15 23,56
26,95 23,27 23,97 23,90
20,07 18,88 20,37 20,38
10,57 13,02 12,85 12,30
32,77 29,13 30,35 30,88
22,59 21,08 21,88 21,87
25,23 22,93 21,23 23,80 28,67 23,60 26,70 24,00 24,52
f-i i-l j-n g-k de h-k efg g-j
18,27 17,40 18,13 19,87 21,87 20,37 22,60 20,90 19,93
nop p op m-p j-m l-o i-m k-o
9,07 11,67 11,47 11,17 12,07 14,37 14,23 13,43 12,18
t q-t rst st qrs q qr qrs
28,00 26,47 29,10 28,57 37,53 31,80 31,60 33,20
ef e-h cde e a bc bcd b
20,14 19,62 19,98 20,85 25,03 22,53 23,78 22,88
30,78
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kelompok perlakuan yang sama, berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Jarak Duncan Tabel 3 terlihat bahwa persentase gabah hampa per malai tertinggi diperoleh pada interaksi S2V1U4 yaitu 37,53% berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan terendah pada interaksi S1V1U3 yaitu 9,07%. Respon persentase gabah hampa per malai pada Sistem Legowo dan Sistem Tegel secara berturut-turut disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Respon Persentase Gabah Hampa per Malai terhadap Umur Semaian dari Empat Varietas untuk Sistem Legowo Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa respon persentase gabah hampa malai pada keempat Varietas tersebut berbentuk kubik. Hal tersebut berarti bahwa persentase gabah hampa per malai 322
bertambah sejalan dengan bertambahnya Umur Semaian yang digunakan, selanjutnya pada kisaran Umur Semaian 12 dan 13 hingga 18 hari, persentase gabah hampa per malai berkurang dan kembali bertambah dengan bertambahnya Umur Semaian pada Umur Semaian diatas 18 hari. Dari gambar 7. dilihat bahwa respon persentase gabah hampa malai pada keempat Varietas tersebut berbentuk kubik. Hal tersebut berarti bahwa persentase gabah hampa per malai bertambah sejalan dengan bertambahnya Umur Semaian yang digunakan, selanjutnya pada kisaran Umur Semaian 13 hingga 18 hari, persentase gabah hampa per malai berkurang dan kembali mengalami peningkatan pada Umur Semaian diatas 18 hari
Efrida Lubis
Bobot Total Gabah Kering Panen per Petak (kg) Tabel 4. Rataan Bobot Total Gabah Kering Panen per Petak (kg) pada Perlakuan Sistem Tanam, Varietas dan Umur Semaian serta Interaksinya
yang digunakan, telah mencapai titik maksimum pada Umur Semaian 17 hari dan selanjutnya pada Umur Semaian diatas 17 hari, bobot total gabah kering panen cenderung semakin berkurang seiring dengan semakin bertambahnya Umur Semaian yang digunakan.
Umur Semaian Perlakuan
Rataan U1 (12 hari)
Sistem Tanam (S) S1 (Legowo) 16,75 S2 (Tegel) 15,11 Varietas (V) V1 (IR 64) 15,70 V2 (Ciherang) 15,77 V3 (Singkil) 16,50 V4 (Sunggal) 15,75 Interaksi SxV S1 V1 16,87 V2 16,83 V3 16,77 V4 16,53 S2 V1 14,53 V2 14,70 V3 16,23 V4 14,97 Rataan
15,93
Keterangan:
mn mn mn n o o n o
U2 (15 hari)
U3 (18 hari)
U4 (21 hari)
20,37 18,80
21,08 19,82
18,34 17,69
19,13 17,85
19,80 19,52 19,57 19,45
20,37 20,28 20,20 20,95
17,78 17,93 18,02 18,33
18,41 18,37 18,57 18,62
20,33 20,03 20,53 20,57 19,27 19,00 18,60 18,33 19,58
bcd cde bcd bcd efg fgh g-j h-k
20,93 20,79 20,67 21,93 19,80 19,77 19,73 19,97 20,45
b bc bc a def def def cde
18,17 18,30 18,17 18,73 17,40 17,57 17,87 17,93
h-l h-k h-l ghi lm klm jkl i-l
19,08 18,99 19,03 19,44 17,75 17,76 18,11 17,80
18,02
Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kelompok perlakuan yang sama, berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Jarak Duncan
Pada Tabel 4 terlihat bahwa bobot total gabah kering panen tertinggi diperoleh pada interaksi S1V4U3 yaitu 21,93 kg berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan terendah pada S2V1U1 yaitu 14,53 kg. Respon bobot total gabah kering panen per petak secara berurut disajikan pada Gambar 8
Gambar 9. Respon Bobot Total Gabah Kering Panen per Petak terhadap Umur Semaian dari Empat Varietas untuk Sistem Tegel Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa respon bobot total gabah kering panen pada keempat Varietas tersebut berbentuk kuadratik positif. Hal tersebut berarti bahwa, bertambahnya bobot gabah total panen per petak sebagai akibat bertambahnya Umur Semaian yang digunakan, telah mencapai titik maksimum pada Umur Semaian 17 hari dan selanjutnya pada Umur Bibit diatas 20 hari, bobot total gabah kering panen cenderung semakin menurun dengan bertambahnya Umur Semaian yang digunakan. Bobot 1000 Butir Gabah Kering (g) Tabel 5. Rataan Bobot 1000 Butir Gabah Kering Panen (g) pada Perlakuan Sistem Tanam, Varietas dan Umur Semaian serta Interaksinya
Umur Semaian Perlakuan
Rataan U1 (12 hari)
Gambar 8. Respon Bobot Total Gabah Kering Panen per Petak terhadap Umur Semaian dari Empat Varietas untuk Sistem Legowo Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa respon bobot total gabah kering panen pada keempat Varietas tersebut berbentuk kuadratik positif. Hal tersebut berarti bahwa, bertambahnya bobot gabah total panen per petak sebagai akibat bertambahnya Umur Semaian
Sistem Tanam (S) S1 (Legowo) S2 (Tegel) Varietas (V) V1 (IR 64) V2 (Ciherang) V3 (Singkil) V4 (Sunggal) Interaksi SxV S1 V1 V2 V3 V4 S2 V1 V2 V3 V4
Rataan
U2 (15 hari)
U3 (18 hari)
U4 (21 hari)
28,42 28,80
28,72 28,22
28,14 28,17
28,67 27,71
28,49 28,22
28,19 29,19 28,18 28,89
28,31 28,31 28,35 28,91
27,90 29,18 27,30 28,22
26,89 29,28 27,86 28,72
27,82 28,99 27,92 28,69
28,09 28,21 28,16 29,23 28,28 30,17 28,20 28,56
28,61
c-h b-h b-h abc b-h a b-h b-g
29,26 28,88 28,46 28,27 27,36 27,74 28,23 29,56
28,47
abc a-f b-g b-h ghi d-h b-h ab
27,23 29,29 27,58 28,44 28,56 29,07 27,02 28,00
28,15
ghi abc f-i b-g b-g a-e hi c-h
27,39 30,09 28,08 29,11 26,38 28,47 27,65 28,33
ghi a c-h a-d i b-g e-i b-h
28,19
323
27,99 29,12 28,07 28,76 27,65 28,86 27,78 28,61
EFFECT OF PLANTING SYSTEMS AND AGE TO PRODUCE
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kelompok perlakuan yang sama, berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Jarak Duncan Pada Tabel 5 terlihat bahwa bobot 1000 butir gabah kering tertinggi diperoleh pada interaksi S2V2U1 yaitu 30,17 g berbeda nyata dengan perlakuan lainnya sedangkan terendah diperoleh pada S2V1U4 yaitu 26,38 g. Respon pertumbuhan bobot 1000 butir gabah kering disajikan pada Gambar 10
hari.
Gambar 11. Respon Bobot 1000 Butir Gabah Kering terhadap Umur Semaian dari Empat Varietas untuk Sistem Tegel
Gambar 10. Respon Bobot 1000 Butir Gabah Kering (g) terhadap Umur Semaian dari Empat Varietas untuk Sistem Legowo Dari gambar 10 dapat dilihat bahwa respon bobot total gabah kering panen pada Varietas Ciherang berbentuk linier positif dan pada Varietas IR 64 berbentuk kubik, sedangkan pada Varietas Singkil dan Sunggal respon bobot 1000 butir gabah kering berbeda tidak nyata. Hal tersebut berarti bahwa, semakin tua Umur Bibit yang digunakan maka bobot 1000 butir yang dihasilkan pada Varietas Ciherang akan semakin besar, demikian juga sebaliknya semakin muda Umur Semaian yang digunakan maka bobot 1000 butir gabah kering yang dihasilkan juga akan semakin rendah. pada Varietas IR 64, bobot 1000 butir gabah kering panen semakin besar sejalan dengan bertambahnya Umur Bibit yang digunakan, selanjutnya pada kisaran Umur Semaian 15 hingga 18 hari, bobot 1000 butir gabah kering panen berkurang dan kembali mengalami peningkatan pada Umur Semaian diatas 18
324
Dari gambar 11 dapat dilihat bahwa respon bobot total gabah kering panen pada Varietas IR 64, Ciherang dan Sunggal berbentuk kubik, sedangkan pada Varietas Singkil respon bobot 1000 butir gabah kering berbeda tidak nyata. Hal tersebut berarti bahwa, semakin tua Umur Semaian yang digunakan maka bobot 1000 butir yang dihasilkan pada IR 64 dan Varietas Ciherang, bobot 1000 butir gabah kering panen semakin rendah sejalan dengan bertambahnya Umur Bibit yang digunakan, selanjutnya pada kisaran Umur Semaian 14 hingga 19 hari, bobot 1000 butir gabah kering panen bertambah dan kembali mengalami penurunan pada Umur Semaian diatas 19 hari. PEMBAHASAN Pengaruh Sistem Tanam Terhadap Produksi Padi Sawah Hasil penelitian BPTP Medan yang dilakukan pada tahun 1999 di tiga lokasi berbeda menunjukkan bahwa upaya pengaturan populasi tanaman dengan penerapan Sistem Tanam Legowo (4 : 1) ternyata dapat meningkatkan produksi tanaman padi sawah. Hal yang sama juga terjadi di desa Muara Siambak, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, dimana dengan penggunaan Sistem Tanam Legowo yang dilakukan di diatas lahan seluas 50 ha telah menghasilkan produksi gabah rata-rata 10,13 ton/ha. Seperti halnya kedua hasil tersebut, dalam penelitian ini Sistem Tanam Legowo juga memberi hasil yang lebih tinggi pada jumlah gabah berisi per malai bobot total gabah kering per petak, dan bobot 1000 butir gabah kering , sedangkan Sistem Tanam Tegel memberikan hasil yang lebih tinggi untuk jumlah malai per rumpun dan persentase gabah hampa per malai Banyaknya jumlah malai, jumlah gabah berisi dan beratnya bobot total gabah kering serta bobot 1000 butir gabah kering pada
Efrida Lubis
Sistem Legowo diduga disebabkan karena terjadinya peningkatan aktifitas fotosintesis pada dua barisan tanaman dipinggir yang disebabkan oleh pengosongan satu barisan pada setiap empat baris tanaman. Disamping itu meningkatnya populasi tanaman sebagai akibat semakin rapatnya ukuran jarak tanam yang digunakan juga diduga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap hasil tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Erythrina (2001) 7 yang menyatakan bahwa, pada prinsipnya penggunaan sistem tanam Legowo bertujuan untuk mendapatkan pengaruh tanaman pinggir (border effect), disamping juga untuk memperanyak populasi tanaman. Jumin (2002)8 mengemukakan bahwa kerapatan tanam mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan jumlah hasil yang akan diperoleh dari sebidang tanah, sebab produksi tanaman merupakan hasil resultante dari faktor produksi dan hasil pertumbuhan vegetatif. Hubungan bobot biji dengan hasil per unit area digambarkan dengan hubungan parabolik yang berfungsi kuadratik. Kerapatan tanaman penting diketahui untuk menentukan sasaran agronomi yaitu produksi maksimum, disamping upaya pengendalian faktor lainnya seperti varietas, bibit, teknik budidaya atau lingkungan tumbuh tanaman. Radjit, dkk (1986) 9 sebelumnya juga menyebutkan bahwa produksi tanaman meningkat pada jarak tanam yang lebih rapat, karena sinar matahari yang diterima lebih besar. Namun Yudarfis, dkk (1994) 3 berpendapat bahwa jika jarak tanam terlalu rapat justru dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pengaruh Varietas Terhadap komponen Produksi Padi Sawah Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa Varietas Ciherang secara konsisten memberikan hasil produksi yang lebih tinggi yaitu sebesar 5,6 – 6,1 ton per hektar dibanding dengan Singkil yang hanya berproduksi ratarata 5,21 – 5,51 ton per hektar (Budianto, 2004). Selanjutnya menurut Sulistya (2004), dengan perlakuan yang sama, Ciherang bisa menghasilkan 10,09 ton per hektar gabah kering atau 8,73 ton per hektar gabah kering giling, sedangkan Varietas IR 64 hanya mampu menghasilkan 8,80 ton per hektar gabah kering panen atau 7,60 ton per hektar gabah kering giling. Rendahnya produksi yang dihasilkan dalam penelitian bisa jadi disebabkan oleh banyaknya jumlah anakan yang terbentuk pada masing-masing Varietas justru menyebabkan terjadinya efek persaingan yang semakin besar antar tanaman dalam rumpun yang sama, sehingga hal tersebut pada akhirnya justru menurunkan produksi gabah kering panen.
Mekanisme penurunan produksi tersebut terjadi dimulai dengan berkurangnya penyerapan unsur hara, giatnya pertumbuhan yang tidak sehat akibat peristiwa ethiolasi dan terhambatnya translokasi zat hara pada batang yang mengalami kerebahan. Ditinjau dari hasil pada jumlah anakan pada umur 60 hst, dari ke empat Varietas tersebut , maka boleh jadi hasil yang berbeda tidak nyata pada bobot gabah kering panen disebabkan oleh terjadinya efek persaingan yang lebih besar antar tanaman pada Varietas Sunggal dan Singkil, sehingga meskipun kedua Varietas secara nyata memiliki jumlah anakan yang lebih banyak namun bobot bahan kering yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan dua Varietas lainnya (IR 64 dan Ciherang), hal ini dapat dilihat dari hasil bobot 1000 butir gabah kering panen (Tabel 17), dimana Varietas Ciherang dengan jumlah anakan yang paling sedikit memberikan bobot 1000 butir yang paling tinggi. Yoshida (1981) 16 menyatakan bahwa ciri khas Varietas unggul tanaman padi adalah kemampuan tanaman untuk tegak dan tahan akan kerebahan, sebab dengan kerebahan tanaman maka akan terjadi kerusakan jaringan pembuluh xylem dan floem pada tanaman, disamping itu dengan semakin banyaknya jumlah anakan juga akan semakin meningkatkan kompetisi antar tanaman baik pada sistem perakaran maupun sistem kanopi (tajuk), sehingga akibat kompetisi ini pertumbuhan tanaman pada kondisi seperti ini juga akan lebih rendah. Justru Tsunoda (1964) 17 berpendapat bahwa sistem anakan menjadi salah satu peubah potensi hasil dimana sistem anakan yang terkumpul lebih produktif dibandingkan anakan yang terserak. Pengaruh Umur Semaian Terhadap Produksi Padi Sawah Umur Semaian memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah malai per rumpun pada semua pengamatan. jumlah gabah berisi per malai, persentase gabah hampa per malai, bobot total gabah kering panen . Selanjutnya pengujian terhadap empat perlakuan Umur Semaian , memberikan hasil berbeda pada jumlah malai per rumpun pada semua pengamatan, jumlah gabah berisi per malai, persentase gabah hampa per malai, bobot total gabah kering panen, bobot 1000 butir gabah kering panen . Sembiring (2002) 18 berpendapat bahwa bibit padi umur muda dapat tumbuh dan berkembang lebih baik, perakaran lebih intensif, jumlah anakan lebih banyak dan mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya dibanding bibit tua. Umur Bibit optimum untuk
325
EFFECT OF PLANTING SYSTEMS AND AGE TO PRODUCE
dipindahkan kelapangan, penting diketahui untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan serta hasil tanaman. Hal yang sama dapat dilihat dalam penelitian ini, Keadaan tersebut diduga disebabkan oleh optimalnya pertumbuhan yang terjadi pada tanaman, karena disamping memiliki kesiapan yang matang untuk ditransplanting kelapangan, dengan organ tumbuh yang sempurna, pada umur tersebut bibit juga memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi ekstrim pada lingkungan tumbuh barunya (lapangan). Umur Semaian yang terlalu muda atau terlalu tua akan memperlihatkan bobot tanaman yang rendah. Hal tersebut menurut Kambe (1982) 19 disebabkan karena dengan umur semaian yang lebih muda maka akan memproduksi anakan, malai yang lebih banyak dan rata-rata berat malai akan mencapai maksimum jika Umur Bibit optimum dan selanjutnya akan turun jika semaian terlalu muda atau terlalu tua. Asumsi ini sesuai dengan hasil pada penelitian ini Hasil tersebut juga sesuai dengan pendapat Bahrein (2004) 20 yang menyatakan bahwa penggunaan umur semaian padi dengan umur 14 s/d 20 hss, dapat memberikan keuntungan berupa pembentukan jumlah anakan produktif yang lebih banyak. Hubungan yang saling linier antara jumlah malai dengan jumlah gabah berisi menunjukkan jumlah malai yang terbentuk pada Umur Semaian 19 hss produktif dalam menghasilkan bulir gabah. Disamping asumsi tersebut, keadaan ini juga menggambarkan bahwa proses pengisian bulir padi pada malai tanaman berlangsung dengan baik sehingga banyaknya jumlah malai diikuti oleh peubah jumlah gabah berisi per malai. Pengaruh Umur Semaian pada seluruh peubah yang disebutkan diatas pada akhirnya dilanjutkan pada produksi total gabah kering, dimana pada gabah kering panen ini bobot terberat diperoleh pada perlakuan Umur Semaian 17 hss. Keadaan tersebut merupakan dampak dari pengaruh Umur Semaian pada parameter jumlah anakan, jumlah malai per rumpun dan jumlah gabah berisi per malai yang satu dengan yang lainnya memiliki korelasi yang sangat erat. Pengaruh Interaksi Sistem Tanam dengan Varietas dan Umur Semaian Terhadap Produksi Padi Sawah Perbedaan rataan masing-masing kombinasi ketiga perlakuan dapat dilihat t persentase gabah hampa per malai, bobot 1000 butir gabah kering panen dan bobot 1000 butir gabah kering panen.
326
Pengaruh berbeda Varietas pada Sistem Tanam yang sama atau berbeda terhadap bobot 1000 butir gabah kering pada setiap taraf Umur Semaian yang sama dan berbeda, membuktikan bahwa fungsi pertumbuhan yang terebentuk pada satu Varietas tidaklah sama dengan fungsi yang dibentuk oleh Varietas lainnya, demikian juga dengan Sistem Tanam dan Umur Semaian. Hal ini terjadi disebabkan karena masing-masing perlakuan memiliki pengaruh yang sama kuat dengan arah yang berbeda dan terciptanya daya dukung yang baik antara satu faktor dengan faktor lainnya. Pada parameter persentase gabah hampa per malai dan bobot total gabah kering per petak menunjukkan adanya interaksi yang lemah antara ketiga perlakuan, . Meskipun dari pola pertumbuhan yang terbentuk pada kedua parameter produksi tersebut berbeda yaitu pola kubik dan kuadratik, namun secara umum interaksi ketiga perlakuan sangat lemah. Pengaruh nyata interaksi ini diduga disebabkan oleh kuatnya pengaruh Umur Bibit pada setiap Sistem Tanam dan Varietas yang digunakan, sedangkan pengaruh Sistem Tanam atau Varietas itu sendiri pada pada setiap taraf Umur Semaian adalah sangat kecil atau nyaris berbeda tidak nyata. Jadi jelas bahwa sebenarnya yang menyebabkan pengaruh nyata interaksi ketiga perlakuan adalah faktor Umur Semaian, disamping sedikit pengaruh dari Sistem Tanam dan Varietas tentunya. Kecilnya pengaruh Varietas jika dibanding dengan faktor Sistem Tanam dan Umur Semaian diduga disebabkan oleh tertutupinya kemampuan secara genetis pada masing-masing Varietas untuk memberikan komponen produksi terbaiknya oleh rekayasa budidaya, dalam hal ini penciptaan iklim mikro dengan perlakuan Sistem Tanam dan optimalisasi daya adaptasi tanaman dengan pengaturan Umur Semaian untuk ditransplanting ke lapangan, sehingga meskipun secara teori masing-masing Varietas memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang secara berbeda namun pengaruh lingkungan yang lebih besar maka pengaruh Varietas menjadi tidak menonjol. Kenyataan tersebut diatas juga sejalan dengan pengaruh masing-masing perlakuan secara mandiri terhadap hampir seluruh parameter yang diamati dalam penelitian, dimana produksi tanaman padi sawah lebih didominasi oleh pengaruh Sistem Tanam dan Umur Bibit Pengaruh tidak nyata interaksi pada parameterparameter produksi lainnya diduga disebabkan karena masing-masing perlakuan menunjukkan dominasi yang sama kuat. Hal terpenting yang mungkin menjadi dasar interaksi yang tidak nyata tersebut adalah arah dominasi pengaruh
Efrida Lubis
yang cenderung sama. Arah pengaruh yang sama inilah yang menjadi penyebab pengaruh tidak nyata interaksi ketiga perlakuan.
7.
8. D. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Perlakuan Sistem Tanam, Umur Semaian dan Varietas berpengaruh nyata terhadap parameter produksi padi sawah, Produksi tertinggi gabah kering panen per petak secara berturut-turut diperoleh pada Varietas Sunggal (21,93 kg/petak), IR 64 (20,93 kg/petak), Ciherang (20,79 kg/petak) dan Singkil (20,67 kg/petak), masing-masing dengan Umur Semaian 18 hari dengan Sistem Tanam Legowo.
9.
10. SARAN Untuk mendapatkan produksi padi sawah yang optimal, dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan Sistem Tanam Legowo dengan Umur Bibit 18 hari, pada semua jenis Varietas.
11.
12. DAFTAR PUSTAKA 1. Biro Perencanaan Departemen Pertanian. 1998. Pembangunan Era Reformasi. Biro Perencanaan Pertanian. Jakarta. Hal 26 . 2. Siwi, B. H. dan Sutjipto Kartowinoto. 1993. Plasma Nutfah Padi. Dalam Ismunadji, M; Soetjipto Partohardjono; M. Syam dan A. Widjono, 1993. Padi. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 321-322 . 1. Yudarfis; A. Faisal dan A. Denian. 1994. Pengaruh Jarak Tanam dan Pupuk terhadap Pertumbuhan Tanaman Nilam. Bulletin Penelitian Tanaman Industri. (7): 50-54. 2. Lawani, S. M. 1982. A Review of the Effect of Various Agronomy Practices on Cereal Stem borer Population. Tropical Pest Management. 28 (3) : 266-275 . 3. BPTP. 1999. Laporan Tahunan Balai Pengkajian Teknologi Pangan. Gedung Johor Sumatera Utara. Hal 25-26 . 4. Siwi, B. H. dan Sutjipto Kartowinoto. 1993. Plasma Nutfah Padi. Dalam Ismunadji, M; Soetjipto Partohardjono; M. Syam dan A. Widjono, 1993. Padi. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 321-322 . 5. Sawit, H; A. Saefuddin dan I. Manwan. 1989. Penerapan Teknologi Intensifikasi Supra Insus di Jalur Pantura Jawa Barat. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Bogor. 8 (1) : 5-14 . 6. Erythrina. 2001. Teknologi Tanam Legowo 4 : 1 pada Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Medan.
13.
14.
15.
16.
17.
Jumin, H. B. 2002. Agronomi. Ed. Rivisi Cetakan 1. PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 43-45 . Radjit, B. S.; A. Marjuki dan Soetojo. 1986. Tanggap Kedelai (Glycine max L) Merr Terhadap Jarak Antar Baris dan Populasi Tanaman pada Kondisi Kering. Penelitian Palawija 1 (2) : 64-71 . Fagi, Achmad M. dan Irsal Las. 1988. Lingkungan Tumbuh Padi. Dalam Ismunadji, M; Soetjipto Partohardjono; M. Syam dan A. Widjono. (Penyunting). Padi. Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 167. Vergara, B. S. 1990. Rice plant growt and development. Dalam. B.S. Lus (Ed) rice production and utilization AV.1. Publishing Co. Inc. Wesport Conecticut. Murata, Y and S. Matsuhima. 1978. Rice in Evans (ed) Crop Physiology. Cambridge University Press. Cambridge. pp 73–99. Ishizuka. 1969. Nutrient uptake up different stages of growth. Proc. Of a Symposium on the Mineral Nutrition of Rice Plant. IRRI. Yoshida, S. 1981. Fundamental of Rice Crop Science. IRRI. Los Banos Laguna. Philippines. pp 2-4, 25-30, 132-135, 235239 . Tsunoda, S. 1964. Leaf Characters and Nitrogen Respons in the Mineral Nutrition of the Rice Plant. Proceedings of a symposium at IRRI. February, 1964. p 401 –418. Sembiring, H; Moehar Daniel dan Rinaldi. 2002. Peranan PPT dalam Meningkatkan Produktifitas dan Pendapatan Usahatani Padi di SumateraUtara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Medan. Hal 15–17. Kambe, M. 1982. Teori dan Praktek Bercocok Tanam Padi. Badan Pendidikan dan Penyuluhan Pertanian Republik Indonesia dan Japan International Cooperation Agency (JICA). Ed. 3. Hal. 20-22 . Bahrein, S. 2004. Meningkatkan Hasil Panen dan Menghemat Saprodi. Petunjuk Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. BPTP Sumatera Utara. Medan.
327