AGOM. Jurnal Arsieknt, Voluma 6, Nonor l, Juni 2006
KARAKTERISTIK
MAi DI PUSAT KOTA NIIGATA
JEPANG
MALL CHARACTERISTICS IN CITY CENTER IN NIIGATA JAPAN Agus Budi Purnomo Jurusan Arsitektur - FTSP, Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No. I Grogol, Jakarta - I1440
ABSTRAK Furumachi merupakan bagian kuno dari kota Niigata Saat ini, daerah itu berfungsi sebagai kawasan komersial dimana banyak mal dibangun. Makalah ini membahas melrgenai karakteristik mal-nral tersebut. Salah satu karakteristik yang paling penting adalah cara pembangunan dan peng,:lolaan mal. Tidak sepcrti mal di Indonesia, mal di Furumachi dibangun di atas lahan dan bangunan yang ada tanpa perlu dibebaskan dari pemilikyang sekarang. Pengelolaan kcgiatan komersial dilakukan secara kooperatif oldr pemilik toko di maslng-inasing mal. Pembangunan kooperatif ini dapat secara pesst meningkatkan pcmbangunan daerah komersial seperti rnal di lndonesia.
Kata kunci: Furumachi, Niigata, kawasan komersial, mal, pertgelolaan kooperatif
ABSTRACT Furvmachi is an older part o! Niigata City. Ar presenl, the arealunclions as a commercial district where many malls arc built. This paper discttssis the characteristics ol those nalls. One o! the most important characteristics is the way the malls were buill and manailed. Unltke the'malls in Indonesla" the malb at Furumachi were built on existlng land and buildings withoul the needs to Iiberate the land lrom its present dwners. The managinenl of commeiciat activities was done cooperatively among the owner of shopi ln each mall. These cooperatives developmenls can greatly enhance the developments of commercial areas such as malls in Indonesia.
Keyrords: Furumachi, Niigalq, commercial districs/areas, cooperalive management
A.
PENDAHULUAN
Di
awal tahun '80-an, dengan mulai meningkatnya kembati perekonomian
Kota Niigata adalah ibukota Prefec!-ure Niigata Jepang. Kota tersebut terletak di
Jepang, revitalisasi spontan pusat-pusat kota
bagian Utara Pulau Honshu, kira-kira 400
Salah satu usaha untuk merevitalisasi bagian
kilometer dari Tokyo, di pinggir pantai laut
kota tua ialah pembuatan mal-mal yang dibangun di sela-iela bangunan yang sudah
Jepang (Niigata City, l99l). Seperti umumnya pusat kota tua di duni4 di kala terjadi embargo minyak oleh negara-negara Arab di tahun '?O-an Furumachi sebagai
tua seperti Furumachi berkembang
pesat.
ada. Perpaduan antara bangunan lama dengan
mal-mal baru menarik untuk dipelajari, serta mungkin saja dikembangkan di lndonesia.
pusat kota Niigata juga mengalami degradasi
baik secara fisik maupun psikis. Jalan'jalan
Yang menarik untuk dipelajari dari kasus
di
Furumachi ialah adaJrya usaha-usaha yang
Furumachi relatif sempit, bangunan-
bangunan disana
rclatif sempit, dan tidak
mempunyai langgam yang saling harmonis.
baik uqtuk
menghidup'kan kembrli
("revitalize") sebuah kawasan tua yang sudah
mulai ditinggalkan oleh manusia. Dalam
4t
Agrts Butli Pnmonro: Kankteistik MaI
di
Pusat Kota Niigata jcpang G3"50)
usaha rnerevitalisasi kawasan Furumachi ' pembangunan 'inal-iiial" dapai dipanding
L Mal-mal di Furumachi tidak dibangun di
tersebrrt
atas lihan kosong setctah bangunanbangunan yang ada dihancurkan. Hal ini
hanyalah sebuah wujud fisik, secara sosial-
sangat berbeda dengan mal-mal yang ada
penting. Walaupun mal-mal budaya
juga dirckayasa untuk
mewadahi
di
Indonesia yang umumnya dibangun
di lahan yang kosong. Mal-mal di Furumachi mcrupakan penyatuan
bcnifat sosial. Jadi perekayasaan wadah fisik (mal-mal) dan kegiatan sosial-budaya (kcjadian-kejadian
totral
sosial) dapat menjadi masukan yang berguna
tertcntu. Penyatuan tcrsebut dengan tanpa 'merusak bangunan yang ada sepanjang
berbagai kegiatan yang
untuk pembangunfln mal-mal di lndonesia.
bangunan yang'ada
di dua sisi jalan
jalan (Gg4q!g-[ dan Photo l).
B.
MAL DI PUSAT KOTA NIIGATA
Lingkungan perdagangal seperti Pasar-
Furumachi adalah bagian tertua dari kota
Baru di Jakarta juga mcmpunyai ciri seperti Furumachi. Pada tingkungan tersebut pembangunan mal tidak harus
Niigata. Oleh sebab itu sering dianggap sebagai pusat kota tersebut. Furumachi sendiri sebenarnya terdiri dari dua kata, "Furu" dan 'Machi". "Furu'berarti tua dan "machi" berarti kota Jadi Furumachi berarti
tua yang sudah ada jauh
sebelum penggunaan kendaraan bermotor, jalan-jalan di Furumachi cenderung sempit. Tekstur penggunaan lahan cenderung halus.
Di Furumachi, seperti umumnya di kota-kota sedang
di
Jepang, luas lahan dan bangunan
cenderung kecil dan sempit, sehingga bentuk
"townscape"
yang cenderung
sangat
bervariasi, tanpa satu pola tertentu, kalau tidak dapat dikatakan tidak harmonis. Dalam
konteks tersebut, pembangunan
mal
bintuk fisik sekaligus menghidupkan kembali
diharapkan dapat menyatukan
dan
perekonomidn di Furumabhi.
Ada beberapa ciri mal-mal
di
Furumachi
yang dapat dipelajari urituk dimanfaatkan di lndonesia.
Ciri mal-nial di Fururnaihi antara
lain adalah'sebagai berikut:
44
bangunan yang ada.
2. Mal-mal di Furumachi tidak
dibatasi
hanya bentuk yang terencana sajq.tapi
juga bentuk-bentuk yang bersifat semi terencana. Kualitas arsitektural mal
kota tua (Shogakukan, 1986).
Sebagai kota
dilakukan dengan menggusur bangunan-
sangat tergantung pada keadaan ekonomi
pemilik bangunan yang ada mal.
di
sekitar
AGOM, Jurnal Arsilektur, Volum€ 6, Nonor t, Juni 2006
Gembar l.Penyatuan bangunan yang ada di sepanjang
msl.
jalan tertentu menjadi sebuah
:
45
Agus
l.
Budi Purnonn: Korekttlsilk Mol dt Pusat Kota Niigata Jepang (4j-50)
Kegiatan
di
mal-mal Furumachi sangat
bervariasi. Variasi tidak hanya jenis kegiatan saja tapi juga wahu dan
jam 20.00 di
Setelah
kala
pengunjung pertokoan mulai pulang,
ditampung di mal-mal tersebut antara lain
mal berubah fungsl mcnjadi jalan dan parting kendaraan bermotor pcngunjung "night-club" yang tcrdapat di scpanjang mal (21.00 -
meliputi:
04.00 lihat Rhoto ?).
pengelolaan. Fungsl mal
di
Furumachi
sangat bervarlasl. llenis kegiatan yang
a. Pasar sayur/ikan
(05.00 - 08.00) yang
nrenjual berbagai barang seBar seperti pasar sayur. atau ikan di
Furumachi terkait dengan
sistim pejalan kaki ata,.r arkade yang ada
di kawasan
seperti biasanya mat tcnebut tcrlihat
dan lain-lain dapat berpindah tcmpat dari
senrerawut dan relatif_ Lotor. Tapi
satu toko atau kantor ke tempat lain dengan tanpa didera salju, angin,
jam pasar bcrakhir
(08.00),
mal kembali bersih dan rapi.
b.
2. Mal-mal di
lndonesia. Fada saat prisar dibuka,
setelah
Cafe, restoran dan pertokoan atau "shopping-center" (08.00 - 20.00).
Jam kerja perkantoran di Jepang umumnya antil3 jqu -Qg,Qq.-hingga jam 20.00. Dqtam jangka waktu tersebut kantor'kantor dan shopfiing-
center dipenuhi pengunjung. Pada saat makan siang (i2.00) restoran-
restoran di sepanjang mat menyediakan makanan bagi pengunjung toko dan pegawaipegawai kantor. Makanan dinikmati
di
meja-meja dan kursi-kursi yang
disediakan di sepanjang rnal.
46
c.
tersebut. Pekerja, "shopper"
!uj*,
asap mobil atau tertabrak kcndaraan bermotor. Arkade-arkade yang ada di Furumachi dapat dianggap sebagai kembangan lanjut dari "Engawa' .yang berfungsi untuk sirkulasi di kala salju menutup jalan.
AGORA,
l. Pada saat teftentu Furumachi menjadi tempat pelaksanaan lerbagai festival tahunan untuk memperingati berbagai peristiwa bersejarah kota Niigata. Sebagai contoh, "Niigata-matsuri",atau Pesta-Niigata yang diadakan tanggal ? hingga 9 Agustus setiap tahun (lihat Photo 3) dan berbentuk arak-arakan tarian tradisionat sefta nyanyian khas Niigata, "Sado-Kesa". Tarian dlgelar di sepanjang
jalan dan mal di Furumachi.
Arakan dimulai pukul 18.00
di
Furumachi dan perlahan menuju sungai
Juraal Arsileklur, l/olume 6, Nomor t, Juni 2006
diadakan. Kembang api diluncurkan dari
Je(.nht44. Bandai . penghubung jalan utama Furumachi dengan Stasiun Niigata
(Niigata City,
tradisi
l99l). Yang menarik
dari
ini ialah semangat seluruh
penduduk Kota Niigata dalam mengikuti
pesta tersebut.. Pada saat -.'Niigatamatsuri," pegawai-pegawai kantor di sekitar Furumachi berlomba membuat atraksi yang menarik perhatian umum. Dari kenyataan ini "Niigata-matsuri" dapat dianggap hasil rckayasa sosial yang mendukung pembangunan mal.
Aganogawa tempat pesta kcmbang-api i;r'.
.*-.:-
j
;,---1p,+-.
47
Agus Budi Purnomo: Karakteristik trlal
.
di Pwat Kota
*
Nilgata
fr.rF_+';r?-:!
Jepng (3-50)
ir$F_.,.rsirvil_
./'o
Photo 3;'lNiigrtri Matsuri'? atau festival
Sesuai dengan
jenis kegiatan dan
:
l^
waktu
penyetenggaraan, pengelolaan mal dilakukan
Kesadaran pengguna mal tentang hak dan
masing-masing oleh penggunanya. Sebagai
kewajibannya bisa dianggap rekayasa sosial
contoh,
di kala mal berfungsi
sebagai pasar
(05.00-08.00) pengelolaan dilakukan' oleh kelompok pedagang pasar. Di kala shopping-
center membuka pintunya kepada
para
pengguna mal. Padahal sebelum menjadi mal
pengunjung, (08.00-20.00) pengelolaan mal
jalan yang ada di tengah mal tersebut adalah
dilakukan oleh kelompok shopping-center.
jalan umum. Di Furumachi pembuatan mal
Yang menarik dari gejala ini ialah kenyataan
telah menghasilkan "Uran' (ruang dalam) dari
bahwa satu jenis kegiatan tidak memberi pengaruh yang negatif terhadap kegiatan
"Omote" (ruang luar) yang bertuan.
lainnya. .Sebagai contoh, bila waktu pedagang pasar telah habis, mereka tidak meninggalkan mal dalam keadaan kotor. Masing-nrasing kegiatan menyadari'haknya untuk berdagang, dan juga kewajiban mereka terhadap pengguna mal lainnya. Hal
ini perlu
diperhatikan dan dapat dijadikan contoh bagi
mal di lndonesia sehingga berbagai permasalaah kota yang timbul
pengelolaan
kai"ena kemajemukkart penggunaan yang tidak bertanggung jawab dapat dikurangi.
48
yang berhasil dilakukan di Furumachi. Pembuatan mal di Furumachi telah membentuk "sense-of-belonging" para
AGOR{ Jurnol Arsilektur, Volune 6. Nomor l, Juni 2006
C.
lagi kesenjangan sosial dapat dikurangi
DISKUSI
dan dihindarkan.
Bila kita lihat karakteristik mal-mal yang ada
3.
Dengan tinggi plafon dan perlindungan
iklim
di Furumachi, dapat difefiami bahwa mal-mal tersebut selain- berfungsi komersial juga
terhadap
sebagai wadah kegiatan sosial-budaya.
manusia. Pertama ialah dimensi ekonomi dan
di tndonesia. Mal-mal di Furumachi tidak dilengkapi dengan'Air-conditioning." Penghawaan diatur dengan bukaan pada atap mal
kedua ialah dimensi sosial-budaya. Tanpa
sccara mekanik-otomatis sesuai dengan
menyentuh dua dimensi itu mustahil ma!-mal
keadaan
di
tertentu.
bergiatan
kawasan
itu, mal di
Furumachi dapat diterapkan
Dengan demikian revitalisasi kehidqpaq di
Furumachi telah menyentuh dua dimensi
Furumachi dapat menghidupkan kembali
4.
bagian kota tua Niigata tersebut.
di
terhadap orang yang
iklim dan cuaca
di
Mal-mal tersebut dapat juga digunakan
sebagai pemersatu visual Dari kasus di Furumachi, mal tidak
harus
terhadap
bcrbagai langgam arsitektur bangunan-
dimulai dari lahan kosong seperti umumnya
bangunan yang ada di kedua sisinya.
di Indonesia. Mal juga tidak berfungsi tunggal dan bukan milik pribadi seperti
5. Mal-mal yang memanfaatkan
umumnya mal-mal di Indonesia. Keuntungan
t.
Pemilik-pemilik bangunan di kawasan tersebut tidak harus digusur terlebih dahulu sebelum mal dibuat. Setelah mal
di
sekitar mal masih menjadi milik pemilik bangunan yang telah ada sebelum mal dibangun. Cara membangun yang tidak dilakukan dengan menggusur ini menunjukkan adanya pemerataan keuntungan yang selesai dibangun tahan
atau diakibatkan oleh pembangunan mal. Kasus seperti ini
dihasilkan
di lndonesia yang umumnya dibangun di tanah kosong
lokasi
bersejarah (Furumachi) dengan mudah
dapat diorganisir berbagai
. periodik seperti
malseperti di Fururnachi ialah:
waktu
kegiatan
'Niigata-matsuri."
Kegiatan-kegiatan periodik
tersebut
menghidupkan Furumachi. Dengan [lqnggulqr. pembangunan mal-mal di lndonesia pada umumnya telah mencabut
akar
sosial-budaya setempat yang seharusnya dapat digunakan untuk mernperkuat nilai dan identitas mal tersebut. Pembangunan mal-mal di lndonesia perlu belajar dari kasus Furumachi.
tidak ada pada mal-mal
Dalam konteks sosial, mal dapat dianggap
setelah bangunan yang ada dibongkar dan
"omote" (bagian depan) yang oleh orang Jepang harus diharmoniskan dengan 'trra"
penghuninya digusur."
atau bagian belakang yang umumnya bersifat
2. Pembangunan mal yang berupa penambahan atas bangunan-bangunan
sangat individual (Taskcr, 1987). Oleh sebab
itu, mal-mal di Niigata dapat dianggap suatu
dari konsep arsitektur
yang ada dapat memperkecil "initial-cosl"
penerilpan
dari mal. Dengan demikian pemilik toko
moderen yang menurut konsep "both-and"
di
berpartisipasi
dari Venturi dapat mengatasi komplcksitas
dalam pembangunan mal tersebut. Sckali
dan kontradiksi dalam masyarakat rnoderen
sekitar mal dapat
ikut
paska-
49
Agu.r Budi Purnomo: Kdrakteristik Mal dt Pusat Kota Nltgata Jepang (4J-50)
(Venturi, 1966). Mal-mal di Furumachi "both" tradisional "and" moderen. Di Furumachi "both" "[Jra" "and" "Omote" disatukan secaxa harmonis.
Di
mal-mal
"both" pihak ylng mampu dan ("and") yang kurang mampu dapat inenikmati nilai tambah latran setelah mal tersebut
dibangun.
D.
PENUTUP
Dengan tanpa melupakan kawasan, pembangunan
di
nilai
sejarah
Furumachi juga
telah menghidupkan kembali perekonomian
di kawasan itu. Sebagai pemersatu'kawasan,
di Furumachi dapat digunakan untuk menyatukan keaneka-ragaman langgam arsitektur yang ada di suatu kawasan di lndonesia Oleh sebab itu, mal
korrsep mal
seperti yang ada
di Furumachi
dapat di
di Indonesia. Pembangunan mal-mal yang tidak menggusur pemilik bangunan contoh
yang telah ada dan pengikutsertaan mereka
dalam membangun mal-mal
di
Furumachi,
perlujuga dicontoh di Indonesia.
yang "broad-base", dengan biaya yang relatif rendah dapat dianggap
Pembangunan
sebagai suatu alternatif penrbangunan
mal
di
terhadap
lndonesia. Dengan
demikian arsitek-arsitek atau developerdeveloper di lndonesia dapat mulai mernperhatikan kembali konsep kompleksitas dan kontradiksi dari Venturi (1966).
DAF'TAR RUJUKAN t. Niigata City, Touris t Handbook, Niigata:
l99t. 2.
Shngakukan, Progressive JapaneseEnglish Dictionary, Tokyo: I 986.
50
Tasker, Peter, Inside Japan, Wealth, Work and Power
In The New Japanese
Empire, Penguin Books, London: I 987. 4. Ventury, Complexity
and Contradiction
in Architecture, The Muscum of Modern Arts, Paper on Architecturc l, New York:
1966.
..